Top Banner
SKENARIO 2 Seorang perempuan berusia 20 tahun, datang ke dokter dengan keluhan gatal-gatal serta bentol-bentol merah yang hampir merata diseluruh tubuh. Timbul bengkak pada kelopak mata dan bibir sesudah minum obat penurun panas (parasetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema dimata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingg ia mendapatkan obat anti histamin dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter. 1
26

Skenario 2 MPT

Dec 07, 2015

Download

Documents

Zoe Jo

nm
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Skenario 2 MPT

SKENARIO 2

Seorang perempuan berusia 20 tahun, datang ke dokter dengan keluhan gatal-gatal serta bentol-bentol merah yang hampir merata diseluruh tubuh. Timbul bengkak pada kelopak mata dan bibir sesudah minum obat penurun panas (parasetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema dimata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingg ia mendapatkan obat anti histamin dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter.

1

Page 2: Skenario 2 MPT

SASARAN BELAJAR LI 1. Memahami dan Menjelaskan Reaksi Hipersensitivitas

Lo.1.1 Definisi Lo.1.2 Etiologi Lo.1.3 Klasifikasi

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe I Lo.2.1 DefinisiLo.2.2 MekanismeLo.2.3 Manifestasi klinis

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe II Lo.3.1 DefinisiLo.3.2 MekanismeLo.3.3 Manifestasi klinis

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe III Lo.4.1 DefinisiLo.4.2 MekanismeLo.4.3 Manifestasi klinis

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas Tipe IV Lo.2.1 DefinisiLo.2.2 MekanismeLo.2.3 Manifestasi klinis

LI 6. Memahami dan Menjelaskan Antihistamin dan Kortikosteroid 6.1 Anti-histamin6.2 Kortikosteroid

LI 7. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Hukum Islam untuk menentukan alternatif pada 2 pilihan yang sulit

2

Page 3: Skenario 2 MPT

L.1 Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensivitas

Lo.1.1 Definisi

Imunologi : Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.Ilmu penyakit dalam : respon imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.

Lo.1.2 EtiologiPada kasus hipersensitivitas tipe I, antigen yang dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas dinamakan alergen.

Lo.1.3 KlasifikasiA. Menurut waktu timbulnya reaksi- Reaksi cepat

Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis berat.- Reaksi intermediet

Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK.

Manifestasi reaksi intermediet berupa :1. Reaksi transfusi darah (eritroblastosis, fetalis, dan anemia hemolitik autoimun).2. Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik (serum sickness, vaskulitis nekrotis,

glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES).- Reaksi lambatReaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setalah terjadi pajanan dengan antigen yang

terjadi oleh aktivasi oleh sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M. Tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.

Perbedaan Reaksi cepat Reaksi intermediet Reaksi lambat

Waktu timbul reaksi

Hitungan detik

Terjadi setelah beberapa jam terpajan

Terjadi setelah 48 jam terpajan

B. Menurut Gell dan Coombs- Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi cepat atau reaksi alergi.

3

Page 4: Skenario 2 MPT

- Reaksi hipersensitivitas tipe II atau reaksi sitotoksik.- Reaksi hipersensitivitas tipe III atau reaksi kompleks imun.- Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau reaksi lambat.

Gambar 1. Visualisasi Empat Tipe Hipersensitivitas (Kindt, et. al., 2007)

LI.2 Memahami dan menjelaskan hipersensivitas tipe I

2.1 DefinisiReaksi hipersensitifitas tipe I adalah suatu reaksi yang terjadi secara cepat atau

reaksi anafilaksis atau reaksi alergi mengikuti kombinasi suatu antigen dengan antibodi yang terlebih dahulu diikat pada permukaan sel basofilia (sel mast) dan basofil.

2.2 MekanismePada tipe I terdapat beberapa fase, yaitu :

1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.

2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.

3. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.

4

Page 5: Skenario 2 MPT

Gambar 1. Mekanisme Hipersensitivitas tipe 1 (Kindt, et. al., 2007)

Pajanan dengan mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel B berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi IgE. Molekul IgE yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel mast dan basofil (banyak molekul IgE dengan berbagai spesifisitas dapat diikat FceR1). Pajanan kedua dengan alergen menimbulkan ikatan silang antara antigen dan IgE yang diikat sel mast, memacu penglepasan mediator farmakologis aktif (amin vasoaktif) dari sel mast dan basofil. Mediator-mediator tersebut menimbulkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi, kerusakan jaringan dan anafilaksis.

Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1Mediator Efek

HistaminPeningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot

polos, sekresi mukosa gasterECF-A Kemotaksis eosinofilNCF-A Kemotaksis neutrofilEosinophil chemotactic Kemotaktik untuk eosinofilNeutrophil chemotactic Kemotaktik untuk neutrofil

ProteaseSekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh

darah, pembentukan produk pemecah komplemenPAF Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paruHidrolase asam Degradasi matriks ekstraselulerNCA Kemotaksis neutrofilBK-A Kalikrein : kininogenase

ProteoglikanHeparin, kondrotin sulfat, sulfat dermatan; mencegah komplemen

yang menimbulkan koagulasi (?)Enzim Kimase, triptase, proteolisis

5

Page 6: Skenario 2 MPT

Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1Mediator Efek

Sitokin Aktivasi berbagai sel radang

BradikininPeningkatan permebilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot

polos, stimulasi ujung saraf nyeriProstaglandin D2 Kontraksi otot polos paru, vasodilatasi, agregasi trombositLeukotrien Kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas, kemotaksis

2.3 Manifestasi klinisManifestasi khas : anafilaksis sistemik dan lokal seperti rinitis, asma, urtikaria,

alergi makanan dan ekzem . a. Reaksi lokalReaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik

yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.

b. Reaksi sistemik – anafilaksisAnafilaksisi adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa

menit saja. Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.

c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoidReaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang

melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot.

6

Page 7: Skenario 2 MPT

Reaksi AlergiJenis Alergi Alergen Umum Gambaran

Anafilaksis Obat, serum, kacang-kacangan

Edema dengan peningkatan permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian

Urtikaris akut Sengatan serangga Bentol, merahRinitis alergi Polen, tungau debu rumah Edema dan iritasi mukosa nasal

Asma Polen, tungau debu rumahKonstriksi bronkial, peningkatan produksi mukus, inflamasi saluran nafas

MakananKerang, susu, telur, ikan, bahan asal gandum

Urtikaria yang gatal dan potensial menjadi anafilaksis

Ekzem atopiPolen, tungau debu runah, beberapa makanan

Inflamasi pada kulit yang terasa gatal, biasanya merah dan ada kalanya vesikular

LI.3 Menjelaskan dan memahami Hipersensitivitas tipe II

Lo.3.1 Definisi

Reaksi hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitolitik atau sitotoksik, karena dibentuk Antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.

Lo.3.2 Mekanisme

Reaksi diawali oleh reaksi antara ab dan determinan antigen yang merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan. Ab terhadap antigen permukaan sel menimbulkan destruksi sel dengan bantuan komplemen atau ADCC.

Lo.3.3 Manifestasi klinis

Manifestasi khas : reaksi transfusi, eritroblastosis fetalis, anemia hemolitik autoimun .

1) Reaksi transfuse

7

Page 8: Skenario 2 MPT

Gambar 3. Glikoprotein penentu antigen dari sel darah merah

a. Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh berbagai gen.

b. Individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi, karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yang menimbulkan kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravascular. Reaksi dapat cepat atau lambat . Reaksi cepat :

Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM. Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemaglobinuria. Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat toksik.

Gejala khas : Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri pinggang bawah, dan hemoglobinuria. Reaksi lambat:

Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain. Terjadi 2-6 hari setelah transfusi. Darah yang ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membran golongan darah, tersering adalah golongan resus, Kidd, Kell, dan Duffy2) Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir

Hemolitik pada bayi baru lahir timbul karena ibu yang mengandungnya memiliki antibodi IgG yang spesifik terhadap antigen golongan darah fetus. Konsekuensi transfer ini bisa ringan, serius, bahkan hingga letal. Hemolitik berat, yang dinamakan erythroblastosis fetalis, umumnya terjadi

8

Page 9: Skenario 2 MPT

ketika sel darah fetus membentuk antigen Rh, namun ibunya (karena Rh-),tidak memiliki antigen tersebut. Pada masa kehamilan, sirkulasi darah fetus terpisah dengan sirkulasi ibunya. Pada masa kehamilan pertama (fetus Rh + dan ibu Rh -), wanita biasanya tidak terpajan/terekspos cukup sel darah merah fetus. Oleh karena itu, sel B yang spesifik terhadap Rh tidak teraktivasi. Namun pada saat proses kelahiran, separasi antara plasenta dengan dinding uterin menyebabkan darah fetus masuk ke sirkulasi darah ibunya. Sel darah merah fetus ini mengaktivasi sel B spesifik Rh, yang menyebabkan produksi sel plasma & sel B memori yang spesifik terhadap Rh di dalam tubuh ibu. Antibodi IgM yang disekresi kemudian membersihkan sisa-sisa darah Rh+ fetus di dalam sirkulasi darah ibu, namun meski demikian, sel memori tetap ada. Sel memori tersebut akan teraktivasi pada kehamilan kedua dengan fetus Rh+, yang mana IgG anti-Rh mampu menembus plasenta dan merusak sel darah merah fetus. Anemia ringan hingga berat dapat terjadi pada fetus, dan kadang bersifat letal. Hemolitik karena inkompatibilitas Rh ini dapat dicegah dengan pemberian antibodi yang melawan antigen Rh. Antibodi ini diberikan dalam kurun waktu 24-48 jam setelah kelahiran anak pertama. Antibodi ini, yaitu Rhogam, dapat berikatan dengan sel darah merah fetus yang masuk ke sirkulasi darah ibu pada 10 saat proses kelahiran. Oleh karena itu, ketika seluruh antigen Rh sudah terikat dengan Rhogam, maka sel B memori tidak teraktivasi.

Gambar 4. Proses Terjadinya Hemolitik Inkompatibilitas Rh (Kindt, et. al., 2007)

9

Page 10: Skenario 2 MPT

3) Anemia hemolitika. Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat

diabsorbsi non spesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa

b. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.

LI.4 Menjelaskan dan memahami hipersensivitas tipe IIILo/4.1 Definisi

Reaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi imun tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian mengaktifkan komplemen sehingga terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil.

Lo.4.2 Mekanisme

Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan. 1. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh DarahMakrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun

sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan:- Agregasi trombosit- Aktivasi makrofag- Perubahan permeabilitas vaskuler

10

Page 11: Skenario 2 MPT

- Aktivasi sel mast- Produksi dan pelepasan mediator inflamasi- Pelepasan bahan kemotaksis- Influks neutrophil

2. Kompleks Imun Mengendap di JaringanHal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran

kompleks imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.

Lo.4.3 Manifestasi klinisManifestasi khas : reaksi lokal seperti Arthus dan sistemik seperti serum sickness, vaskulitis dengan nekrosis, glomerulonefritis, AR dan LES .A. Reaksi Lokal atau Fenomena Arthus

Pada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di tempat yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada kelinci. Lalu setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebut adalah fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa vaskulitis dengan nekrosis.

Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut :a. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan

tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis.

b. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran darah.

c. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat. B. Reaksi Sistemik atau Serum Sickness

Antibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme sebagai berikut:a) Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a)

yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin. b) Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah

yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata)

11

Page 12: Skenario 2 MPT

c) Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.

d) Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi akan tetap melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan jaringan.

e) Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan mediator-mediator antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringanDari mekanisme diatas, beberapa hari – minggu setelah pemberian serum

asing akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.

LI.5 Menjelaskan dan memahami hipersensivitas tipe IVLo.5.1 Definisi

Merupakan hipersensitivitas tipe lambat yang dikontrol sebagian besar oleh reaktivitas sel T terhadap antigen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi dalam DTH yang terjadi melalui sel CD4ᶧ dan T Cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8ᶧ

Lo.5.2 MekanismeDelayed Type Hypersensitivity Tipe IV :a. Fase sensitasi

Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).

b. Fase efektorPajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1

dan melepas sitokin yang menyebabkan : Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel

inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua. Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan

sekitar. Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan

menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.

12

Page 13: Skenario 2 MPT

Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi.Granuloma terbentuk pada : TB, Lepra, Skistosomiasis, Lesmaniasis dan Sarkoidasis/

Lo.5.3 Manifestasi klinisManifestasi khas : Dermatitis kontak, Lesi tuberculosis dan penolakan tandur .- Dematitis kontak

Merupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak berbahaya seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi DTH).

- Hipersensitivitas tuberculinBentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan

Mycobacterium tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan menimbulkan reaksi ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini diperantarai oleh sel CD4+.

- Reaksi Jones MoteReaksi terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi

basofil yang mencolok pada kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut sebagai hipersensitivitas basofil kutan. Reaksi ini lemah dan nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam jumlah kecil, tidak terjadi nekrosis jaringan. Reaksi ini disebabkan oleh suntikan antigen larut (ovalbumin) dengan ajuvan Freund.

- Penyakit CD8+

13

Page 14: Skenario 2 MPT

Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis.

LI.6 Memahami dan menjelaskan peranan anti histamine & kortikosteroidA. Anti histamine

Antihistamin atau antagonis histamin adalah zat yang mampu mencegah pelepasan atau kerja histamin. Ada banyak golongan obat yang termasuk dalam antihistamin, yaitu antergan, neontergan, difenhidramin, dan tripelenamin yang efektif untuk mengobati edema, eritem, dan pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah burinamid, metiamid, dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat histamin. Ada 2 jenis antihistamin, yaitu Antagonis reseptor H1 (AH1) dan Antagonis reseptor H2 (AH2).1). Antagonis reseptor H1 (AH1)

a. Farmakodinamik :AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot

polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.

b. Farmakokinetik :Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan

maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya

c. Indikasi :AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan

mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.

d. Efek samping :Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan

dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.

2) Antagonis reseptor H2 (AH2)Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Antagonis

reseptor H2 yang ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidin, famotidine, dan nizatidin.1) Simetidin dan Ranitidin

14

Page 15: Skenario 2 MPT

a. Farmakodinamik :Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible.

Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.

b. Farmakokinetik :Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama

atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pasca makan. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.

c. Indikasi :Efektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat

penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.

d. Efek samping :Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri

kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.

2) Famotidina. Farmakodinamik :Famotidin merupakan AH2sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada

keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.

b. Farmakokinetik :Famotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan

secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi20 jam.

c. Indikasi :Efektifitas pbat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis, dan

untuk pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison. d. Efek samping :Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare,

dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.3) Nizatidina. Farmakodinamik :Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.b. Farmakokinetik :Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh

plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.c. Indikasi :

15

Page 16: Skenario 2 MPT

Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion.

d. Efek samping :Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik

B. KortikosteroidKortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di kulit kelenjar

adrenal. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.

a. Farmakodinamik :- Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu

juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain.

- Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. a) Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-

inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil.b) Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit,

sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.- Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa kerjanya.

o Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam.

o Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam.

o Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.

b. Farmakokinetik :Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.

c. Indikasi :Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini digunakan:

- Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial dan error dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.

- Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.

16

Page 17: Skenario 2 MPT

- Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.

- Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis melebihi dosis substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.

- Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.

- Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.

d. Efek samping : - Efek samping dapat timbul karena peenghentian pemberian secara tiba-tiba atau

pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.- Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan

insifisiensi adrenalm akut dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise.- Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit ,

hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau perforasi, osteoporosis dll

- Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat kortikosteroid sintetik.

Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan kortikosteroid. Sebab itu bila bila ada kecurigaan dianjurkan untuk melaakukan pemeriksaan radiologik terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan.

LI.7 Memahami dan menjelaskan hukum islam dalam menentukan alternative pada 2 pilihan yang sulit.

Misal : Allah melarang minuman keras dan judi  karena mudharat (bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya,  sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219

219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar [136] dan judi. Katakanlah: "Pada

keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi

dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa

yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah

17

Page 18: Skenario 2 MPT

Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,

: ص�ل�ى �ه� الل س�ول� ر� م�ع�ت� س� قال ع�نه�م�ا الله ض�ي� ر� ير �ش� ب �ن� ب الن عم�ان الله �د� ع�ب �ي ب� أ ع�ن�

: ال� �ه�ات% �ب ت م�ش� م�ور%� أ �ه�م�ا �ن �ي و�ب ، +ن% �ي ب ام� �ح�ر� ال �ن� و�إ ، +ن% �ي ب ل� �ح�ال� ال �ن� إ �ق�ول� ي �م� ل و�س� وآله �ه� �ي ع�ل الله�

ف�ي و�ق�ع� و�م�ن� ض�ه�، و�ع�ر� �ه� �د�ين ل� أ �ر� �ب ت اس� ف�ق�د �ه�ات� ب الش �ق�ى ات ف�م�ن� �اس�، الن م�ن� �ير% �ث ك �م�ه�ن� �ع�ل ي

�ل+ �ك ل �ن� و�إ � ال� أ �و�اق�ع�ه�، ي ن�

� أ �وش�ك� ي الح�م�ى، ح�و�ل� ع�ى �ر� ي اع? �ر� ك ،� ام �ح�ر� ال ف�ي و�ق�ع� �ه�ات� ب الش : �ح�ت� ص�ل �ذ�ا إ Bم�ض�غ�ة د� الج�س� ف�ي �ن� و�إ � ال

� أ ار�م�ه�، م�ح� ض�ه� ر�� أ ف�ي �ه� الل ح�م�ى �ن� إ � ال

� أ ح�مBى، م�ل�ك? . » البخاري رواه الق�ل�ب� و�ه�ي� � ال

� أ �ل ه�، ك د� الج�س� د� ف�س� د�ت� ف�س� �ذ�ا و�إ �ل ه�، ك د� الج�س� �ح� ص�ل.ومسلم

“Dari Abu ‘Abdillah an Nu’man bin Basyir Radhiyallahu ‘anhuma, an Nu’man berkata : aku mendengar Rasulullah Muhammad SAW bersabda : “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada hal-hal yang syubhat (menyerupai halal atau menyerupai haram), Banyak orang tidak mengetahui hal-hal yang syubhat itu. Barang siapa yang menjaga diri dari yang syubhat maka ia telah membebaskan diri dari yang haram untuk agama dan kehormatannya, dan barang siapa yang terjatuh pada syubhat, jatuh pada hal yang haram, ia seperti penggembala yang menggembala di sekitar kebun yang dijaga, pastinya gembalaannya akan memasuki kebun itu. Sesungguhnya setiap raja memiliki batas wilayah yang dijaganya, Adapun batasan Allah di bumiNya adalah hal-hal yang diharamkannya. Sungguh dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka baiklah seluruh tubuhnya, dan jika rusak maka rusaklah seluruh tubuhnya, Sungguh ia adalah jantung” (HR Bukhari dan Muslim)

18