SKENARIO 3
REAKSI ALERGISeorang perempuan berusia 20 tahun, dating ke
dokter dengan keluhan gatal-gatal serta bentol-bentol merah yang
hampir merata di seluruh tubuh, timbul bengkak pada kelopak mata
dan bibir sesudah minum obat penurun panas (Parasetamol). Pada
pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di mata dan bibir serta
urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini
diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat),
sehingga ia mendapatkan obat anti histamine dan kortikosteroid.
Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum obat
serta berkonsultasi dulu dengan dokter.
KATA SULIT
Urtikaria : hives, reaksi vascular lapisan dermis bagian atas
yang ditandai dengan gambaran sementara bercak (bentol) yang agak
menonjol dan lebih merah atau lebih pucat dari pada kulit
sekitarnya dan seringkali disertai dengan gatal yang hebat.
Angioedema : reaksi vascular pada dermis bagian dalam atau jaringan
subkutan atau submucosa. Hypersensitivitas : keadaan berubahnya
reaktivitas, ditandai dengan reaksi tubuh berupa respons imun yang
berlebihan terhadap sesuatu yang dianggap sebagai benda asing.
Kortikosteroid : setiap steroid yang dikeluarkan oleh korteks
adrenal (tidak termasuk hormone seks) atau setiap hormone sintetik
yang setara dengan steroid ini Antihistamin : agen yang melawan
kerja histamine PERTANYAAN DAN JAWABAN!1. Ada berapa macam type
hypersensitivitas? Sebutkan!Hypersensitivitas menurut coombs :
Reaksi hypersensitivitas type 1 (reaksi cepat/alergi) Reaksi
hypersensitivitas type 2 (sitoksik) Reaksi hypersensitivitas type 3
(kempleks imun) Reaksi hypersensitivitas type 4 (reaksi
lambat)Menurut pembagian waktu Reaksi cepat Reaksi intermediet
Reaksi lambat2. Mengapa pasien pada kasus di atas diberi obat
antihistamin?Untuk mengobati angioedema yang disebabkan oleh
histamine yang dikeluarkan oleh sel mast3. Kenapa dokter mengatakan
pasien mengalami hypersensitivitas tipe cepat?Karna reaksi
alerginya timbul tanpa ada jeda waktu lama setelah mengkonsumsi
obat4. Apa saja factor yang menyebabkan alergi?Makanan, obat,
lingkungan, stress, keturunan, dll.5. Kenapa angioedema muncul di
daerah mata dan bibir?Karna jaringan ikat pada kelopak mata dan
bibir merupakan jaringan ikat longgar, yang terjadi pada mukosa dan
submucosa tubuh.6. Adakah efek samping dari pemberian obat
antihistamin dan kortikosteroid?Efek samping antihistamin : lelah,
insomnia, penglihatan kabur sementaraEfek samping kortikosteroid :
gangguan psycologis, hypertensi, gangguan pertumbuhan pada anak7.
Kenapa pasien mengalami bentol merah?Karna meningkatnya kadar
histamin8. Apa sajaa tes yang dapat dilakukan untuk mengetahui
reaksi alergi?Skin test, tes prokasi, skin prick test, patch test,
rast test9. Antibody apa yang meningkat pada kasus ini?IgE10. Apa
saja gejala-gejala reaksi alergi?Gatal, kemerah-merahan,
bersin-bersin, batuk, demam, bentol-bentol, pembengkakkan,
dll.HIPOTESIS
Reaksi alergi atau hipersensitivitas diklasifikasikan dalam
beberapa golongan, reaksi alergi tersebut disebabkan oleh beberapa
factor, salah satunya adalah pemberian obat tertentu yang dapat
menimbulkan manifestasi seperti angioedema dan urtikarian yang
dapat diatasi dengan pemberian antihistamin dan kortikosteroid.
SASARAN BELAJAR !LO. 1. Memahami dan Menjelaskan
Hypersensitivitas1.1 Definisi dan Etiologi1.2 KlasifikasiLO. 2.
Memahami dan Menjelaskan Hypersensitivitas Type I2.1 Etiologi2.1
Mekanisme2.1 Manifestasi2.1 PenangananLO. 3. Memahami dan
Menjelaskan Hypersensitivitas Type II3.1 Etiologi3.2 Mekanisme3.3
Manifestasi3.4 PenangananLO. 4. Memahami dan Menjelaskan
Hypersensitivitas Type III4.1 Etiologi4.2 Mekanisme4.3
Manifestasi4.4 PenangananLO. 5. Memahami dan Menjelaskan
Hypersensitivitas Type IV5.1 Etiologi5.2 Mekanisme5.3
Manifestasi5.4 PenangananLO. 6. Memahami dan Menjelaskan
Antihistamin dan KortikosteroidLO. 7. Pandangan Islam mengenai
Mengkonsumsi dan Pemilihan Pengobatan
LO. 1. Memahami dan Menjelaskan Hypersensitivitas1.1 Definisi
dan EtiologiHipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau
sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal
sebelumnya. (Baratawidjaja,2014)Respon imun yang berlebihan dan
yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan
tubuh. (Buku IPD)
Etiologi Saat pertama kali masuknya allergen (ex. Telur) ke
dalam tubuh seseorang yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum
pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang
tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak
gejala-gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. Setelah
tanda-tanda itu muncul maka antigen akan mengenali allergen yang
masuk yang akan memicu aktifnya sel T, dimana sel T tersebut yang
akan merangsang sel B untuk mengaktifkan antibody (Ig E). Proses
ini mengakibatkan melekatnya antibody pada sel mast yang
dikeluarkan oleh basophil. Apabila seseorang mengalami paparan
untuk kedua kalinya oleh allergen yang sama maka akan terjadi 2 hal
yaitu ;1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T.
Sitokin memberikan efek terhadap berbagai sel terutama dalam
menarik sel-sel radang misalnya netrofil dan eosinophil, sehingga
menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.2. Allergen
tersebut akan langsung mengaktifkan antibody (IgE) yang merangsang
sel mast kemudian melepaskan histamine dalam jumlah yang banyak,
kemudian histamine tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh
darah. Saat mereka mencapai kulit, allergen akan menyebabkan
terjadinya gatal, prutitus, angioedema, urtikaria, kemerahan pada
kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru-paru, allergen
dapat mencetuskan terjadinya asmaa. Gejala alergi yang paling
ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini
ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan
bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian.
1.2 KlasifikasiA. Menurut waktu timbulnya reaksi Reaksi
CepatTerjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan
silang antara allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi
penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa
anafilaksis sistemik dan anafilaksis berat. Reaksi
IntermedietTerjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24jam.
Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan penjamu
yang disebabkan oleh sel neutrophil atau sel NK. Manifestasi reaksi
intermediet berupa :a. Reaksi Transfusi darah (eritroblastosis,
fetalis, dan anemia hemolitik autoimun)b. Reaksi Arthus local dan
reaksi sistemik (serum sickness, vaskulitis nekrotis,
glomerulonephritis, artritis rheumatoid dan LES) Reaksi
LambatTerlihat sekitar 48jam setelah terjadi pajanan dengan antigen
yang terjadi oleh aktivasi oleh sel Th. Pada DTH, sitokin yang
dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan
kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak,
rekasi M. Tuberculosis dan reaksi penolakan tandur.
LO. 2. Memahami dan Menjelaskan Hypersensitivitas Type I2.1
Definisi dan EtiologiSuatu reaksi yang terjadi secara cepat atau
reaksi anafilaksis alergi mengikuti kombinasi suatu antigen dengan
antibody yang terlebih dahulu diikat pada permukaan sel basofilia
(sel mast) dan basophil.2.2 MekanismeTerdapat beberapa fase, yaitu
: Fase sensitasi : waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai
diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sel
mast/basophil Fase aktivasi : waktu yang diperlukan antara pajanan
ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basophil melepas
isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini
terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE. Fase efektor :
waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast/basophil dengan aktivasi
farmakologik.Proses :Mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe I,
antigen (alergen) yang masuk ke dalam tubuh melalui membran mukosa
diproses dan dipresentasikan oleh sel penyaji antigen (APC) pada
sel T-helper. Sel T-helper2 mensekresi sitokin yang menginduksi
poliferasi sel B dan mengarahkan ke dihasilkannya respons IgE
spesifik alergen. IgE melalui reseptornya FcR1, berikatan dan
mensensitisasi sel mast. Bila alergen bertemu dengan sel mast, maka
1. alergen akan membuat ikatan silang antar IgE pada permukaan sel
mast2. menimbulkan influks ion kalsium ke intraseluler yang
kemudian akan memicu degranulasi sel mast dan pelepasan mediator,
seperti histamin dan golongan protease3. menginduksi pembentukan
dan pelepasan mediator dari asam arakhidonat, seperti golongan
leukotrien dan prostaglandin.
Mediator-mediator inilah yang akan menimbulkan gejala klinis
alergi. Sitokin yang juga dilepaskan pada saat degranulasi sel mast
akan memperberat respons radang dan IgE yang terjadi.
2.3 Manifestasia. Reaksi LokalReaksi hipersensitivitas tipe 1
lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya
melibatkan permukaan epitel tempat allergen masuk. Kecendrungan
untuk menunjukkan reaksi tipe 1 adalah diturunkan dan disebut
atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi
melalu IgE seperti rhinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. IgE
yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa
minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum
(darah) orang yang slergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang
normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran
nafas.b. Reaksi sistemik anafilaksisAnafilaksis adalah reaksi tipe
1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja.
Anafilaksis adalah reaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs tipe 1
atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam
nyawa. Sel mast dan basophil merupakan sel efektor yang melepas
berbagai mediator. Reaksi dapat dipicu berbagai alergan seperti
makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga
dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu
spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.c. Reaksi Pseudoalergi atau
anafilaktoidReaksi pseudoalergi adalah reaksi sistemik umum yang
melibatkan penglepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak
melalui IgE. Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur
efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi tipe 1
sperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi
tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering
serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini
tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi.
Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras
dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas
otot.Jenis AlergiAlergen UmumGambaran
AnafilaksisObat, serum, kacang-kacanganEdema dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat
menyebabkan kematian
Urtikaris akutSengatan seranggaBentol, merah
Rinitis alergiPolen, tungau debu rumahEdema dan iritasi mukosa
nasal
AsmaPolen, tungau debu rumahKonstriksi bronkial, peningkatan
produksi mukus, inflamasi saluran nafas
MakananKerang, susu, telur, ikan, bahan asal gandumUrtikaria
yang gatal dan potensial menjadi anafilaksis
Ekzem atopiPolen, tungau debu runah, beberapa makananInflamasi
pada kulit yang terasa gatal, biasanya merah dan ada kalanya
vesikular
2.4 PenangananPenanganan gangguan alergiberlandaskan pada empat
dasar :1) Menghindari allergen2) Terapi Farmakologis Adrenergic
Yang termasuk obat-obat adrenergic dalah katelokamin (epinefrin,
isoetarin, isoproterenol, bitolterol) dan nonkatelokamin (efedrin,
albuterol, metaproterenol, salmeterol, terbutalin, pributerol,
prokaterol, dan fenoterol). Inhalasi dosis tunggal salmeterol dapat
menimbulkan bronkodilatasi sedikitnya 12 jam, menghambat reaksi
fase cepat maupun lambat terhadap allergen inhalen, dan menghambat
hiperesponsivitas bronkial akibat allergen selama 34 jam.
Antihistamin Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan
histamine pada reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin
berperan sebagai antagonis kompetitif mereka lebih efektif dalam
mencegah daripada melawan kerja histamine Kromolin SodiumAdalah
garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini merupakan analog
kimia obat khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot polos.
Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini
tidak efektif untuk pengobatan mucus, permeabilitas vaskuler, dan
IgE mukosa. Kortikosteroid Adalah obat paling kuat yang tersedia
untuk pengobatan alergi. Beberapa pengaruh prednisone nyata dalam 2
jam sesudah pemberian peroral atau intravena yaitu penurunan
eosinophil serta limfosit primer. Steroid topical mempunyai
pengaruh local langsung yang meliputi pengurangan radang, edema,
produksi mucus, permeabilitas vaskuler, dan kadar IgE mukosa.
3) ImunoterapiImunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis
alergika, asma yang diperantarai IgE atau alergi terhadap serangga.
Imunoterapi dapat menghambat pelepasan histamine dari basophil pada
tantangan dengan antigen E ragweed in vitro. Leukosit individu yang
diobati memerlukan pemaparan terhadap jumlah antigen E yang lebih
banyak dalam
LO.3. Memahami dan Menjelaskan Hypersensitivitas Type IIReaksi
hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau
sitolitik. Terjadi karena dibentuk antibody jenis IgG/IgM terhadap
antigen yang merupakan bagian dari penjamu. Antibody bereaksi
dengan determinan antigen pada permukaan sel yang menimbulkan
kerusakan sel/kematian melalui lisi dengan bantuan komplemen / ADCC
(Antibodi Dependent Cell (mediated) Cytotocity)3.1
EtiologiHipersensitivitas sitotoksik terjadi kalau system kekebalan
secara keliru mengenali konstituen tubuh yang normal sebagai benda
asing. Reaksi ini mungkin merupakan akibat dari antibody yang
melakukan reaksi silang dan pada akhirnya dapat menimbulkan
kerusakan sel. Hipersensitivitas tipe II meliputi pengikatan
antibody IgG atau IgM dengan antigen yang teriikat sel. Akibat
pengikatan antigen-antibodi berupa pengaktifan rantai komplemen dan
dekstruksi sel menjadi 4 antigen terikat.Reaksi hipersensitivitas
tipe II terlibat dalam penyakit miastenia gravis dimana tubuh
secara keliru menghasilkan antibody terhadap reseptor normal ujung
saraf. Contoh lainnya adalah sindrom Goodpasture yang pada sindrom
ini dihasilkan antibody terhadap jaringan paru dan ginjal sehingga
terjadi kerusakan paru dan gagal ginjal. Anemia hemolitik imun
karena obat, kelainan hemolitik Rh pada bayi baru lahir dan reaksi
transfuse darah yang tidak kompatibel merupakan contoh
hipersensitivitas tipe II yang menimbulkan desktruksi sel darah
merah.3.2 MekanismeAntibodi yang diarahkan pada antigen permukaan
sel atau jaringan berinteraksi dengan komplemen dan berbagai sel
efektor untuk menimbulkan kerusakan sel target. Setelah antibodi
melekat pada permukaan sel atau jaringan, maka akan diaktifkan
komponen komplemen C1. Akibat dari aktivitas ini :a. C3a dan C5a
yang dihasilkan oleh aktivasi komplemen akan menarik makrofag dan
sel-sel PMN ke lokasi reaksi dan merangsang sel mast dan basofil
untuk mengahasilkan molekul-molekul yang dapat menarik dan
mengaktifkan sel efektor lain.b. Jalur komplemen klasik dan
lengkung aktivasi mengakibatkan pengendapan C3B, C3bi dan C3d pada
membran sel target.c. Jalur komplemen klasik memproduksi kompleks
serangan membran C5b-9 dan menyelipkan kompleks tersebut ke dalam
mebran sel target.
Sel efektor seperti makrofag, neutrofil, eosinofil dan sel K
mengikat kompleks antibodi melalui reseptor Fc-nya atau fragmen
komplemen C3 yang terikat membran melalui reseptor C3-nya. Antibodi
yang melekat pada reseptor Fc merangsang fagosit untuk menghasilkan
lebih banyak leukotrien dan prostaglandin. Molekul khemokin dan
khemotaktik termasuk C5a mengaktifkan sel yang baru. Sel efktor
yang terikat kuat pada sel target dan diaktifkan penuh dapat
mengakibatkan kerusakan.Pada berbagai isotip antibodi yang memiliki
kemampuan merangsang reaksi ini tergantung pada kemampuan mengikat
C1q. Fragmen-fragmen komplemen atau IgG berperan sebagai opsonin
yang melekat pada jaringan hospes. Kemudaian fagosit akan mengambil
partikel yang teropsonisasi. Dengan meningkatkan aktivitas lisosom
fagosit dan memperkuat kapasitas menghasilkan oksigen reaktif,
opsonin tidak hanya dapat meningkatkan kemampuan fagosit
menghancurkan patogen tetapi juga menimbulkan kerusakan
imunopatologis.Bila tidak resisten terhadap serangan fagosit maka
patogen akan terbunug di dalam fagolisosom, jika ptogen terlalu
besar untuk difagositosis, isi granula dan lisosom dilepaskan
menuju sasaran yang telah tersensitisasi dakam suatu proses yang
disebut eksositosis.
3.3 Manifestasi1) Transfusi Darah (Destruksi sel darah merah
akibat reaksi transfuse)Sejumlah besar protein dan glikoprotein
pada membran sel darah merah disandi oleh berbagai gen. Bila darah
individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi
reaksi transfusi, oleh karena anti B isohemaglutinin berikatan
dengan sel darah B yang menimbulkan kerusakan darah direk oleh
hemolisis masif intravaskular. Reaksi dapat cepat atau
lambat.Reaksi cepat biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas
golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM. Dalam beberapa jam
hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalui
ginjal dan menimbulkan hemoglobinuria. Beberapa hemoglobin diubah
menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat oksik.Gejala
khasnya berupa demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh
darah, nyeri pinggang bawah dan hemoglobinuria. Reaksi transfusi
darah yang lambat terjadi pada mereka yang pernah mendapat
transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namun
inkompatibel dengan golongan darah lainnya. Reaksi terjadi 2 sampai
6 hari setelah transfusi. Darah yang ditransfusikan memacu
pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membran golongan darah,
tersering adalah golongan Rhesus, Kidd, Kell, dan Duffy.
2) Anemia HemolitikAntibiotika tertentu seperti penisilin,
sefalosporin, dan streptomisin dapat diabsorpsi nonspesifik pada
protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul
hapten pembawa. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk
antibodi yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan
komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.3) Reaksi
ObatObat dapat berfungsi sebagai hapten (molekul kecil yang bila
bergabung dengan molekul besar seperti protein serum akan berubah
menjadi imunogenik) dan diikat pada permukaan eritrosit yang
menimbulkan pembentukan Ig dan kerusakan sitotoksik. Sedormid
(sedatif) (obat-obat yang memberikan efek tidur) dapat mengikat
trombosit dan Ig yang dibentuk terhadapnya akan menghancurkan
trombosit dan menimbulkan purpura. Chloramphenicol dapat mengikat
sel darah putih, phenacetin dan chloropromazin (tranguilizer)
mengikat sel darah merah. Akibatnya ialah agranulositosis dan
anemia hemolitik. Kerusakn sel terjadi oleh karena sitolisis
melalui komplemen atau fagositosis melalui reseptor Fc atau C3b. 4)
Kerusakan jaringan pada penyakit autoimunAkibat suatu infeksi.
Terjadi pembentukan Ig terhadap sel darah merah sendiri. Melalui
fagositosis via reseptor untuk Fc dan C3b, terjadi anemia yang
progesif.5) Hemolytic diseases of the newborn (HDN) / antigen
rhesusTerjadi ketidaksesuaian faktor Rhesus (Rhesus
incompatibility) dimana anti-D IgG yang berasal dari ibu menembus
plasenta dan masuk ke dalam sirkulasi darah janin dan melapisi
permukaan eritrosi janin kemudian mencetuskan reaksi
hipersensitivitas tipe II. HDN terjadi apabila seorang ibu memiliki
Rhesus negatif dan mempunyai janin dengan Rhesus positif.
Sensitisasi pada ibu umumnya terjadi pada saat persalinan pertama,
karena itu HDN umumnya tidak timbul pada bayi pertama. Baru pada
kehamilan berikutnya, limfosit ibu akan membentuk anti-D IgG yang
dapat menembus placenta dan mengadakan interaksi dengan faktor
rhesus pada permukaan eritrosit janin (eritroblastosis fetalis).6)
Sindrom GoodpasturePada sindrom ini serum ditemukan antibodi yang
bereaksi dengan membran basal glomerulus dan paru. Antibodi
tersebut mengendap di ginjal dan paru yang menunjukkan endapan
linier yang terlihat pada imunoflouresen. Jadi, sindrom Goodpasture
merupakan penyakit autoimun yang membentukantibodi terhadap membran
basal.
3.4 Penanganan Anemia hemolitik autoimunMengelola anemia
hemolitik termasuk menghindari obat-obatan tertentu, mengobati
infeksi terkait dan menggunakan obat-obatan yang menekan sistem
kekebalan Anda, yang dapat menyerang sel-sel darah merah.
Pengobatan singkat dengan steroid, obat penekan kekebalan atau
Gamma Globulin, dapat membantu menekan sistem kekebalan tubuh
menyerang sel-sel darah merah.Vaskulitis nekrotis penurunan
prednisonmenghentikan serangan agen secara cepat
LO.4. Memahami dan Menjelaskan Hypersensitivitas Type III4.1
EtiologiReaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga
reaksi kompleks imun adalah reaksi imun tubuh yang melibatkan
kompleks imun yang kemudian mengaktifkan komplemen sehingga
terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif
neutrofil.
4.2 Mekanisme
Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat
dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk
dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun yang besar akan
mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi
masalah pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun
kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian
mengendap di pembuluh darah atau jaringan.
a. Kompleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh DarahMakrofag
yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun ofag
dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat
merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan: Agregasi
trombosit Aktivasi makrofag Perubahan permeabilitas vaskuler
Aktivasi sel mast Produksi dan pelepasan mediator inflamasi
Pelepasan bahan kemotaksis Influks neutrophil
b. Kompleks Imun Mengendap di JaringanHal yang memungkinkan
kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran kompleks imun
yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut
terjadi karena histamin yang dilepas oleh sel mast.
4.3 Manifestasi1. Reaksi Arthus Pada mulanya, Arthus
menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di tempat
yangsama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem
pada kelinci. Lalu setelah sekitar5-6 suntikan, terdapat perdarahan
dan nekrosis di tempat suntikan. Hal tersebut adalah fenomenaArthus
yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun. Antibodi yang ditemukan
adalahpresipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa
vaskulitis dengan nekrosis.Mekanisme pada reaksi arthus adalah
sebaga berikut :1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular
kemudian bermigrasi ke jaringan tempat kompleksimun diendapkan.
Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di jaringan
(edema)dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis.2. C3a dan C5a
yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas
pembuluhdarah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja
sebagai faktor kemotaktiksehingga menarik neutrofil dan trombosit
ke tempat reaksi. Neutrofil dan trombosit inikemudian menimbulkan
statis dan obstruksi total aliran darah.3. Neutrofil akan memakan
kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan sepertiprotease,
kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga
akanmenyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan
setempat.Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut:
1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi
ke jaringan tempat kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul
yaitu berupa pengumpulan cairan di jaringan (edema) dan sel darah
merah (eritema) sampai nekrosis. 2. C3a dan C5a yag terbentuk saat
aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai faktor
kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat
reaksi. Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan
obstruksi total aliran darah. 3. Neutrofil akan memakan kompleks
imun kemudian akan melepas bahan-bahan seperti protease, kolagenase
dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga akan
menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan
setempat.
2 Reaksi Sistemik atau Serum SicknessAntibodi yang berperan
dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme sebagai
berikut:
1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin
(C3a dan C5a) yang memacu sel mast dan basofil melepas histamin. 2.
Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah
yang tinggi dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus,
bifurkasi pembuluh darah, plexus koroid, dan korpus silier mata)3.
Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk
mkrotrombi kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv
tersebut mengakibatkan vasodilatasi, peningkatan permeabilitas
pembuluh darah dan inflamasi.4. Neutrofil deikerahkan untuk
menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang terperangkap di
jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi akan tetap
melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan lebih banyak
kerusakan jaringan. 5. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut
juga meleaskan mediator-mediator antara lain enzim-enzim yang dapat
merusak jaringanDari mekanisme diatas, beberapa hari minggu setelah
pemberian serum asing akan mulai terlihat manifestasi panas, gatal,
bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di beberapa bagian tubuh
sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis
sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi
tersebut dinamakan reaksi Pirquet dan Schick.
4.4 PenangananBeberapa kelainan hipersensivitas kronik pada
manusia disebabkan atau berhubungan dengan autoantibodi terhadap
antigen jaringan kompleks imun. Tatalaksana dan pengobatan
ditujukan terutama untuk mengurangi atau menghambat proses
inflamasi dan kerusakan jaringan yang diakibatkannya dengan
menggunakan kortikosteroid. Pada kasus yang berat, digunakan
plasmapheresis untuk mengurangi kadar autoantibodi atau kompleks
imun yang beredar dalam darah.
LO.5. Memahami dan Menjelaskan Hypersensitivitas Type IV5.1
EtiologiMerupakan hipersensitivitas tipe lambat yang dikontrol
sebagian besar oleh reaktivitas sel T terhadap antigen. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV telah dibagi menjadi : Delayed Type
Hypersensitivity Tipe IVMerupakan hipersensitivitas granulomatosis,
terjadi pada bahan yang tidak dapat disingkirkan dari rongga tubuh
seperti talkum dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah
kulit.
T Cell Mediated CytolysisKerusakan jaringan terjadi melalui sel
CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran. 5.2
MekanismeDelayed Type Hypersensitivity Tipe IV :a. Fase
sensitasiMembutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan
antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel
Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) menangkap antigen dan
membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke
sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya). b. Fase
efektorPajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga
mengaktifkan sel Th1 dan melepas sitokin yang menyebabkan :
Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan
sel inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak
kedua. Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular,
bermigrasi ke jaringan sekitar. Mengaktifkan makrofag yang berperan
sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk reaksi
inflamasi dan menekan sel Th2.
Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada
sel T yang teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV,
sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel
Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi.
5.3 Manifestasi Dematitis kontakMerupakan penyakit CD8+ yang
terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak berbahaya seperti
formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi
DTH). Hipersensitivitas tuberkulinBentuk alergi spesifik terhadap
produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan Mycobacterium tuberculosis yang
apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan menimbulkan reaksi
ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24
jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit
akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini
diperantarai oleh sel CD4+. Reaksi Jones MoteReaksi terhadap
antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basofil yang
mencolok pada kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut
sebagai hipersensitivitas basofil kutan. Reaksi ini lemah dan
nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam jumlah
kecil, tidak terjadi nekrosis jaringan. Reaksi ini disebabkan oleh
suntikan antigen larut (ovalbumin) dengan ajuvan Freund. Penyakit
CD8+Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang
langsung membunuh sel sasaran. Penyakit ini terbatas pada beberapa
organ saja dan biasanya tidak sistemik, contoh pada infeksi virus
hepatitis. sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis.5.4
Penanganan Dermatitis KontakPenanganan dan pengobatan Dermatitis
Kontak dapat berbeda tergantung pada kondisi pasien dan penyakit
yang dideritanya. Pilihan pengobatan adalah: Antihistamin
Disulfiram Imunomodulator Imunosupresan Kortikosteroid Pelembab
Terapi Kompresi Dingin Terapi PUVALO.6. Memahami dan Menjelaskan
Antihistamin dan KosrtikosteroidAntihistamin Ada banyak golongan
obat yang termasuk dalam antihistamin, yaitu entergan, neontergan,
difenhidramin, dan tripelenamin yang efektif untuk mengobati edema,
eritem, dan pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah burinamid,
metiamid, dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung
akibat histamine. Ada 2 jenis antihistamin, yaitu :1) Antagonis
Reseptor H1 (AH1) Farmakodinamik : AH1 menghambat efek histamine
pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos, selain itu AH1
bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan
lain yang disertai penglepasan histamine endogen berlebihan.
Farmakokinetik : efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30
menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama
kerja AH1 umumnya 4-6jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru
sedangkan limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih
rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi
melalui urin setelah 24jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
Indikasi : AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai
penyakit alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan. Efek
samping : yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang
berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinnitus, lelah, penat,
inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah,
insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada
epigastrum, konstipasi atau diare, mulut kering, dysuria,
palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada
tangan.2) Antagonis Reseptor H2 (AH2)Simetidin dan Ranitidin
Farmakodinamik : simetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2
secara selektif dan reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam
lambung. Simetadin dan ranitidine juga mengganggu volume dan kadar
pepsin cairan lambung. Farmakokinetik : absorpsi simetidin
diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama atau
segera setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek pada
periode pasca makan. Ranitidine mengalami metabolism lintas pertama
di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidine
dan metabolitnya dieksresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui
tinja. Indikasi : efektif untuk mengatasi gejala akut tukak
duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Selain itu, juga efektif
untuk mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung.
Dapat pula untuk gangguan refluks lambung esophagus. Efek samping :
efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap reseptor H2,
seperti nyeri kepala, pusing, malaise, myalgia, mual, diare,
konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan
impoten.Famotidin Farmakodinamik : famotidine merupakan AH2
sehingga dapat mengahmbat sekresi asam lambung pada keadaan basal,
malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidine 3 kali
lebih poten daripada ranitidine dan 20 kali lebih poten daripada
simetidin. Farmakokinetik : famotidine mencapai kadar puncak di
plasma kira-kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa
paruh eliminasi 3-8jam. Metabolit utama adalah famotidine-S-oksida.
Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melebihi
20jam. Indikasi : efektivitas obat ini untuk tukak duodenum dan
tukak lambung, refluks esophagitis, dan untuk pasien dengan sindrom
Zollinger-Ellison. Efek samping : efek samping ringan dan jarang
terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan
tidak menimbulkan efek antiandrogenik.Nizatidin Farmakodinamik :
potensi nizatidin dalam menghambat sekresi asam lambung.
Famakokinetik : kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral
dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5jam dan lama
kerja sampai dengan 10jam, disekresi melalui ginjal. Indikasi :
efektivitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali
sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esophagitis, sindrom
Zollinger-Ellion. Efek samping : efek samping ringan saluran cerna
dapat terjadi, dan tidak memiliki efek
antiandrogenik.Kortikosteroid Mekanisme Kerja : kortikosteroid
bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormone memasuki sel melewati membrane plasma secara difusi pasif.
Farmakodinamik : kortikosteroid mempengaruhi metabolism
karbohidrat, protein, dan lemak. Selain itu juga mempengaruhi
fungsi system kardiovaskular, ginjal, otot lurik, system saraf dan
organ lain
Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi 2 golongan
besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama
glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek
anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan
elektrolit kecil. Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap
keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada
penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.Sediaan kortikosteroid
dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan masa kerjanya.
Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis 36 jam
Farmakokinetik : perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi
kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga
mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.
Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva
dan ruang synovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah
kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain
supresi korteks adrenal. Indikasi : dari pengalaman klinis diajukan
6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini digunakan ;
Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus
ditetapkan dengan trial dan error dan harus di evaluasi dari waktu
ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit. Suatu dosis tunggal
besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya Penggunaan
kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi
spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.
Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga
dosis melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek
letal potensial akan bertambah. Kecuali untuk insufisiensi adrenal,
penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun
kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek antiinflamasinya
Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan
dosis besar, mempunyai resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan
dapat mengancam jiwa pasien.
Efek samping dapat timbul karena penghentian pemberian secara
tiba-tiba atau pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.
Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba
dapat menimbulkan insifisiensi adrenal akut dengan gejala demam,
malgia, arthralgia dan malaise. Komplikasi yang timbul akibat
pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia
dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberculosis,
pasien tukak peptic mungkin dapat mengalami pendarahan atau
perforasi, osteoporosis dll. Alkalosis hipokalemik jarang terjadi
pada pasien dengan pengobatan derivate kortikosteroid
sintetik.LO.7. Pandangan Islam Mengenai Mengkonsumsi dan Memilih
Obat MaslahahKitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan
penjelasan tentang al-maslahah yaitu: Pada dasarnya al-maslahah
adalah suatu gambaran untuk mengabil manfaat atau menghindarkan
kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih
manfaat dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan
kemasalahatan manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami maksud
dengan maslahah adalah memelihara tujuan syara.Ungkapan al-Ghazali
ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk kemaslahatan, yaitu
Kemasalahatan menurut manusia, dan Kemaslahatan menurut
syariat.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang
Anshar terluka di perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang
dokter yang ada di kota Madinah, lalu bersabda, Obatilah dia.Dalam
riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,Wahai Rasulullah, apakah
ada kebaikan dalam ilmu kedokteran? Rasullah menjawab, Ya,Begitu
pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki
menderita sakit di zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau
bersabda, Panggilkan dokter. Lalu Hilal bertanya, Wahai Rasulullah,
apakah dokter bisa melakukan sesuatu untuknya? Ya, jawab beliau.
(HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf:
V/21)Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu
bersabda, Panggilkan dokter! kemudian ada yang bertanya, Bahkan
engkau mengatakan hal itu, wahai Rasulullah? Ya, jawab
beliau.Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana
Rasulullah menganjurkan kita untuk berobat dan berusaha menggunakan
ilmu kedokteran yang diciptakan Allah untuk kita. Kita juga
ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit karena Rasulullah
bersabda, Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
Allah daripada mukmin yang lemah. (HR Muslim (34) dan Ahmad:
II/380)Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin
Alaqah dari Usamah bin Syuraik menuturkan,Aku berada bersama Nabi
lalu datanglah sekelompok orang Badui dan bertanya,Wahai
Rasulullah, apakah kita boleh berobat? Rasulullah menjawab, Ya,
wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan
penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam
penyakit. Mereka bertanya,Apa itu? Rasulullah menjawab,Penyakit
tua.(HR Ahmad dalam Musnad : IV/278, Tirmidzi dalam Sunan
(2038))Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat
tepat pada penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR
Muslim: I/191)Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah
Allah menurunkan panyakit kecuali menurunkan obatnya.(HR Bukhari:
VII/158)Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga
hal, minum madu, pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku
menyengatkan api. (HR Bukhari dan Muslim)Dari firman Allah disini
dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk kemaslahatan
artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta
hukum-hukumnya adalah untukmashoolihi(manfaat-manfaat)dan makna
masholihi adalah : jamak dari maslahat artinya : manfaat dan
kebaikan.Misal :Allah melarang minuman keras dan judi karena
mudharat (bahayanya) lebih besar dari pada manfaatnya, sebagaimana
dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219 2:219. Mereka bertanya
kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya.Firman Allah taala : ( :
157)Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan
bagi mereka segala sesuatu yang buruk ( al araf : 157 ) Al-Quran
obat terbaik Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Dan Al-Quran itu
tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian.
(Al-Isra:82)Dalam hal ini Rasulullah bersabda, Di dalam tubuh
terdapat segumpal darah, jika ia baik maka seluruh tubuh akan
menjadi baik.(HR Bukhari: I/153 (53) dalam Fathul Bari)
16