Top Banner
LI.1. Peran Insulin dalam Tubuh 1.1 Struktur Insulin merupakan polipeptida yang terdiri atas dua rantai asam amino, yaitu rantai A dan B yang saling dihubungkan oleh jembatan-jembatan disulfida antar rantai (interchain) yang menghubungkan A7 dengan B7 dan A20 dengan B19. Jembatan disulfida dalam rantai (intrachain) ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 dari rantai A. Lokasi ketiga jembatan disulfida ini selalu tetap. Rantai A dan B masing-masing mempunyai 21 dan 30 asam amino. Struktur kovalen insulin manusia (massa molekul 5,734 kDa) dilukiskan dalam gambar 1. Substitusi terjadi pada banyak posisi di dalam kedua rantai tanpa mempengaruhi bioaktifitas dan umumnya pada posisi 8,9 serta 10 dari rantai A, jadi daerah ini tidak penting untuk bioaktifitas. Walaupun demikian beberapa posisi dan regio sangat dipelihara, termasuk (1) posisi tiga ikatan disulfida , (2) residu hidrofobik pada regio C (karboksi) terminal dari rantai B dan (3) regio N (amino) terminal serta C (karboksi) terminal dari rantai A. Modifikasi kimia atau pun substitusi asam amino yang spesifik pada regio ini telah memungkinkan para penyelidik untuk merumuskan regio gabungan yang aktif. Regio karboksi terminal yang hidrofobik pada rantai B juga terlibat dalam proses dimerisasi insulin.7,8 1.2 Sintesis Insulin disintesis sebagai suatu preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan prototipe untuk peptida yang diproses dari molekul prekursor yang lebih besar. Rangkaian pra atau rangkaian pemandu yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna
41

SKENARIO 1 ENDOKRIN

Nov 16, 2015

Download

Documents

serafajarina

good
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LI.1. Peran Insulin dalam Tubuh1.1 StrukturInsulin merupakan polipeptida yang terdiri atas dua rantai asam amino, yaitu rantai A dan B yang saling dihubungkan oleh jembatan-jembatan disulfida antar rantai (interchain) yang menghubungkan A7 dengan B7 dan A20 dengan B19. Jembatan disulfida dalam rantai (intrachain) ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 dari rantai A. Lokasi ketiga jembatan disulfida ini selalu tetap. Rantai A dan B masing-masing mempunyai 21 dan 30 asam amino. Struktur kovalen insulin manusia (massa molekul 5,734 kDa) dilukiskan dalam gambar 1. Substitusi terjadi pada banyak posisi di dalam kedua rantai tanpa mempengaruhi bioaktifitas dan umumnya pada posisi 8,9 serta 10 dari rantai A, jadi daerah ini tidak penting untuk bioaktifitas. Walaupun demikian beberapa posisi dan regio sangat dipelihara, termasuk (1) posisi tiga ikatan disulfida , (2) residu hidrofobik pada regio C (karboksi) terminal dari rantai B dan (3) regio N (amino) terminal serta C (karboksi) terminal dari rantai A. Modifikasi kimia atau pun substitusi asam amino yang spesifik pada regio ini telah memungkinkan para penyelidik untuk merumuskan regio gabungan yang aktif. Regio karboksi terminal yang hidrofobik pada rantai B juga terlibat dalam proses dimerisasi insulin.7,8

1.2 SintesisInsulin disintesis sebagai suatu preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan prototipe untuk peptida yang diproses dari molekul prekursor yang lebih besar. Rangkaian pra atau rangkaian pemandu yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna retikulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul 9.000 Dalton yang memberikan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfida yang sempurna. Seperti terlihat dalam gambar 2, susunan proinsulin yang dimulai dari bagian terminal amino adalah rantai B-peptida C (penghubung)-rantai A Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptida yang spesifik letaknya sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptida C dengan jumlah ekuimolar.7,8 Proinsulin mempunyai panjang yang bervariasi dari 78 hingga 86 asam amino, dengan variasi yang terdapat pada panjang regio peptida C. Proinsulin memiliki daya kelarutan dan titik isoelektrik yang sama seperti insulin, prekursor ini juga membentuk heksamer dengan kristal seng dan bereaksi kuat dengan antiserum insulin. Proinsulin memiliki bioaktifitas yang kurang dari 5% bioaktifitas insulin, sehingga menunjukkan bahwa kebanyakan tempat aktif pada insulin terhalang di dalam molekul prekursornya. Sebagian proinsulin dilepas bersama insulin dan pada keadaan tertentu (misalnya tumor sel pulau Langerhans) dengan jumlah yang lebih besar dari pada biasanya. Karena waktu paruh proinsulin dalam plasma secara bermakna lebih panjang dari pada waktu paruh insulin dan karena proinsulin bisa bereaksi silang secara kuat dengan antiserum insulin maka pemeriksaan radioimmuno assay untuk menentukan kadar insulin kadang-kadang memperkirakan secara berlebihan bioaktivitas insulin dalam plasma. Pepida C tidak mempunyai aktivitas biologik yang dikenal. Unsur ini merupakan molekul yang berbeda bila dilihat dari sudut pandang sifat antigeniknya. Karena itu pemeriksaan immunoassay terhadap peptida C dapat membedakan insulin yang disekresikan dari dalam dengan insulin yang diberikan dari luar dan dapat mengukur jumlah insulin yang disebutkan pertama kalau antibodi insulin menghalangi pengukuran langsung kadar insulin.

Insulin dibentuk dalam retikulum endoplasma sel , kemudian diangkut ke kompleks golgi dan akan dibungkus dalam granula berselaput. Granula-granula ini bergerak ke dinding sel oleh proses yang tampaknya menyertakan mikrotubulus dan selaputnya bersatu dengan membran sel, membuang insulin keluar secara eksositosis. Insulin ini kemudian harus menyeberangi lamina-lamina basalis sel , kapiler yang berdekatan serta endotel kapiler yang bercelah untuk mencapai aliran darah. Molekul insulin dibentuk sebagai rantai tunggal yang disebut preproinsulin. Setelah 23 asam amino yang memimpin rangkaian dilepaskan dari terminal C peptida ini, akan dilipat dalam sel dan dibentuklah ikatan-ikatan disulfida. Molekul besar sebagai hasilnya yang disebut proinsulin akan disekresi oleh adanya rangsangan yang berlangsung lama dan oleh beberapa tumor pulau Langerhans tetapi hubungan antara rantai A dan B dalam granula, normal akan dilepaskan sebelum sekresi. Polipeptida yang tetap ada selain insulin setelah hubungan yang kuat dinamakan connecting peptide (C peptida). C peptida mengandung 31 residu asam amino dan mempunyai sekitar 10% aktifitas biologik insulin, masuk ke dalam darah bersama insulin waktu isi granula dikeluarkan secara eksositosis. Dapat diukur secara radioimmuno assay dan kadarnya merupakan indeks fungsi sel pada penderita yang memperoleh insulin dari luar. Kalikrein jaringan memegang peranan dalam perubahan proinsulin menjadi insulin. Endopeptidase ini ditemukan dalam pulau Langerhans pankreas dan penyebarannya sejajar dengan penyebaran insulin.

1.3 SekresiPankreas manusia mensekresi 40-50 unit insulin perhari, yang menggambarkan kira-kira 15-20% hormon yang disimpan dalam kelenjar. Sekresi insulin adalah proses yang membutuhkan energi dan melibatkan sistem mikrotubulus mikrofilamen dalam sel pulau Langerhans. Sejumlah perantara (mediator) terlibat dalam proses pelepasan insulin, seperti terlihat dalam tabel 2.1.Insulin disekresikan dalam sel normal sebagai reaksi terhadap stimulus glukosa dengan mode bifasik dengan lonjakan dini (fase awal) yang diikuti dengan peningkatan sekresi insulin secara progresif (fase kedua) sepanjang ada stimulus hiperglikemik. Dengan keberadaan resistensi insulin, sekresi insulin sel pankreas meningkat dengan cara kompensasi dan DM tipe 2 berkembang bila peningkatan kompensasi dalam kadar insulin tidak lagi mencukupi untuk menjaga euglikemia.

1.4 Faktor penghambat&stimulasi

1.5 Fisiologi insulin&efek thdp metabolisme KH,P,LInsulin tidak memiliki protein pengangkut dalam plasma, waktu paruh plasma kira-kira 5 menit. Organ utama yang terlibat dalam metabolisme insulin adalah hati, ginjal dan plasenta. Kira-kira 50% insulin dibuang dalam jalan tunggal melalui hati. Mekanisme yang memerlukan 2 sistem enzim bertanggung jawab terhadap metabolisme insulin. Mekanisme yang pertama melibatkan protease insulin spesifik yang ditemukan dalam banyak jaringan tetapi konsentrasi tertinggi ditemukan dalam hati, ginjal dan plasenta. Protease ini sudah berhasil dimurnikan dari otot rangka dan dikenal sebagai enzim yang tergantung pada gugus sulfhidril serta bekerja aktif dalam suasana pH fisiologik. Mekanisme yang kedua meliputi enzim glutation-insulin transhidrogenase hati, enzim ini mereduksi ikatan disulfida dan kemudian masing-masing rantai A dan B didegradasi dengan cepat.

Efek pada karbohidratInsulin memilik 4 efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan menigkatkan penyimpanan karbohidrat : Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel. Beberapa jaringan yang tidak bergantung pada insulin untuk meyerap glukosa yaitu otak,otot yang aktif dan hati Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa baik di otot maupun dihati Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan penguraian glukosa dalam hati Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Insulin menurunkan konsentrasi glukosa darah dengan meningkatkan penyerapan glukosa dari darah untuk digunakan dan disimpan oleh sel., secara simultan menghambat mekanisme yang digunakan oleh hati untuk mengeluarkan glukosa baru dalam darah. Insulin adalah satu satunya hormon yang menurunkan kadar glukosa darah. Efek pada lemakInsulin efeknya menurunkan kadar asam lemak darah dan membentuk simpanan trigliserida : Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan assm lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida. Insulin meningkatkan enzim enzim yang mengkatalisasi pembentukan asam lemak dari turunan glukosa Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari daeah ke dalam se jaringan adiposa. Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah. Efek pada proteinInsulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein : Insulin mendorong transportasi aktif asam asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan pembangun untuk sintesis protein dalam sel. Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel. Insulin menghambat penguraian protein. Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin

LI.2. Diabetes Melitus2.1 DefinisiMenurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.6 Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dL. Kadar glukosa serum puasa normal adalah 70 sampai 110 mg/dL. Glukosa difiltrasi oleh glomerulus dan hampir semuanya difiltrasi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-180 mg/dL.14 Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan klasik berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan glukosa darah puasa 126 mg/dL juga digunakan untuk patokan diagnosis. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali saja angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL, kadar glukosa darah sewaktu sewaktu 200 mg/dL pada hari yang lain, atau kadar glukosa sewaktu 200 mg/dL pada 2 jam pascapembebanan glukosa 75 g pada tes toleransi glukosa oral (TTGO).2.2 KlasifikasiAmerican Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical Care in Diabetes (2009) memberikan klasifikasi Diabetes Mellitus berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh WHO dan telah dipakai di seluruh dunia. Empat klasifikasi Diabetes Mellitus: Diabetes Mellitus tipe 1, Diabetes Mellitus tipe 2, Diabetes Mellitus Gestasional (Diabetes kehamilan), dan Diabetes Mellitus tipe khusus lain.16 Dikenal 2 jenis utama Diabetes Mellitus yaitu Diabetes Mellitus tipe 1 dan Diabetes Mellitus tipe 2. Kedua jenis DM ini dibagi dengan melihat faktor etiologisnya. 2.2.1. Diabetes Mellitus Tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan kondisi autoimun sel-sel beta pulau Langerhans sehingga timbul defisiensi insulin. Individu yang memiliki kecenderungan penyakit ini tampaknya menerima faktor pemicu dari lingkungan. Sebagai contoh faktor pencetus yang mungkin antara lain infeksi virus seperti gondongan (mumps), rubella, dan sitomegalovirus (CMV) kronis. Pajanan terhadap obat atau toksin tertentu juga diduga dapat memicu serangan autoimun ini. Karena proses penyakit DM tipe 1 terjadi dalam beberapa tahun, sering kali tidak ada faktor pencetus yang pasti. Pada saat diagnosis DM tipe 1 ditegakkan, ditemukan antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans pada sebagian besar pasien.18 Mengapa individu membentuk antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans sebagai respon terhadap faktor pencetus belum diketahui penyebabnya. Salah satu mekanisme yang kemungkinan adalah bahwa terdapat agen lingkungan yang secara antigenis mengubah sel-sel prankreas sehingga menstimulasi pembentukan autoantibodi. Kemungkinan lain bahwa para individu yang mengidap DM tipe 1 memiliki kesamaan antigen antara sel-sel beta prankreas mereka dengan mikroorganisme atau obat tertentu. Sewaktu berespons terhadap virus atau obat, sistem imun mungkin gagal mengenali sel prankreas. Pada saat diagnosis DM tipe 1 ditegakkan lebih dari 80% sel beta telah dihancurkan. 18 Sebelumnya DM tipe 1 disebut sebagai Diabetes Mellitus dependen insulin atau IDDM (insulin dependent diabetes mellitus), karena individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. DM tipe 1 dulu juga dikenal sebagai tipe juvenile-onset. Akan tetapi, DM tipe 1 dapat muncul pada sembarang usia . Insidens DM tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya.18 2.2.2. Diabetes Mellitus Tipe 2 DM tipe 2 merupakan tipe DM yang paling sering terjadi, mencakup sekitar 85% pasien DM. Keadaan ini ditandai dengan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. 17 Individu yang mengidap DM tipe 2 tetap menghasilkan insulin. Akan tetapi sering terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan jumlah total insulin yang dilepaskan. Hal ini cenderung semakin parah seiring dengan pertambahan usia pasien18 DM tipe 2 dulu disebut DM tidak tergantung insulin atau NIDDM (noninsulin dependent diabetes mellitus), sebenarnya kurang tepat karena banyak individu yang mengidap DM tipe 2 dapat ditangani dengan insulin.18 DM tipe 2 dulu juga dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas karena lebih sering terjadi pada pasien berusia di atas 40 tahun. Namun, dengan menigkatnya insidensi obesitas di negara barat dan onsetnya yang semakin dini, saat ini terjadi peningkatan frekuensi DM tipe 2 pada orang dewasa muda dan anak-anak.17 Insidens DM tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Sekitar 80% pasien DM tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan DM tipe 2.2.2.3.Diabetes Melitus tipe lain :A. Defek genetik fungsi sel beta : Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3. DNA mitokondriaB. Defek genetik kerja insulinC. Penyakit endokrin pankreas : pankreatitis tumor pankreas /pankreatektomi pankreatopati fibrokalkulusD. Endokrinopati : akromegali sindrom Cushing feokromositoma hipertiroidismeE. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat glukokortikoid, hormon tiroid tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lainF. Infeksi : Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)G. Sebab imunologi yang jarang : antibodi anti insulinH. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.

2.2.4 Diabetes Melitus Gestasional (DMG)2.3 EtiologiFaktor resiko:Penegakan diagnosa Diabetes Melitus, selain dilakukan ujidiagnostik dan skrining. Uji diagnostik Diabetes Melitus dilakukan padamereka yang menunjukkan gejala atau tanda Diabetes Melitus, sedangkanskrining bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala,yang mempunyai risiko Diabetes Melitus. Skrining dikerjakan pada24kelompok dengan salah satu risiko Diabetes Melitus Tipe 2 sebagaiberikut :1. Tidak mempunyai aktivitas fisik2. Keturunan dari ras yang mempunyai risiko tinggi seperti AfrikaAmerika, Latin, Asia Amerika3. Berat badan lebih : BB > 120% BB idaman atau IMT 25 kg/m24. Hipertensi ( 140/90 mmHg)5. Riwayat Diabetes Melitus dalam garis keturunan6. Riwayat Diabetes dalam kehamilan, riwayat abortus berulang,melahirkan bayi cacat atau berat badan lahir bayi > 4000 gram7. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium8. A1C 5,7 % atau Riwayat gangguan toleransi glukosa9. Riwayat atau penderita PJK, TBC, atau hipertiroidisme.10. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 200 mg/dl (ADA,2012, Gustaviani, 2007; Perkeni, 2011; Ignativicius & Workman,2006; Smeltzer et al, 2008)Catatan : Untuk skrining kelompok risiko tinggi yang hasilnyanegatif, skrining ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi merekayang berusia lebih dari 45 tahun tanpa faktor resiko, skrining dapatdilakukan setiap 3 tahun (ADA, 2010; Soegondo dkk, 2004; Gustaviani,2007).2.4 Epid2.4.1. Distribusi dan Frekuensi a. Menurut Orang Umumnya penderita DM di negara berkembang berada pada kelompok umur 45-64 tahun, sedangkan di negara maju penderita DM berada pada usia di atas 64 tahun. Secara global, prevalensi Diabetes Mellitus lebih tinggi pada laki-laki.7 Menurut WHO (2008) prevalensi DM pada laki-laki 9,8% dan pada perempuan 9,2%.21Dalam sebuah penelitian dengan desain cross sectional, prevalensi diabetes pada laki-laki 7,2% dan pada perempuan 5,8%. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa faktor yang terkait dengan diabetes pada laki-laki dan perempuan berusia 40 tahun ke atas adalah pendapatan yang rendah, obesitas, dan riwayat keluarga menderita diabetes.22 Berdasarkan penelitian Tarigan (2011) di RS Herna Medan tahun 2009-2010 proporsi penderita DM berusia < 40 tahun yaitu yang menderita komplikasi akut 5,0% dan yang menderita komplikasi kronik 4,4% sedangkan proporsi penderita DM berusia 40 tahun yaitu yang menderita komplikasi akut 95,0% dan komplikasi kronik 95,6%. Proporsi laki-laki menderita DM dengan komplikasi akut 55,0% dan yang mengalami komplikasi kronik 37,7% sedangkan proporsi perempuan yang mengalami komplikasi akut 45,0% dan komplikasi kronik 62,3%.13 b. Menurut tempat Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%, pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta penyandang DM di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang DM di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.6 Laporan dari hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980-an menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe 2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada rentang tahun 1980-2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh, pada penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi menjadi 12,8% pada tahun 2001.6 c. Menurut Waktu Jumlah penderita DM meningkat dari 153 juta pada tahun 1980 menjadi 347 juta pada tahun 2008.23 Menurut IDF, DM menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling menantang pada abad 21. Secara global, 4,6 juta kematian setiap tahunnya disebabkan DM. Pada 2011 terdapat 366 juta penduduk dunia menderita DM diperkirakan 552 juta pada 2030, atau satu dari sepuluh orang dewasa menderita DM.24

2.4.2. Determinan a. Genetik Pada pasien DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat. Indeksnya untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Risiko berkembangnya DM tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetik adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (MODY, maturity-onset diabetes of the young), yaitu subtipe penyakit DM yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orangtua menderita DM tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carrier) DM tipe 2.14 b. UsiaDM dapat terjadi pada semua kelompok umur. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda ataupun juga pada orang yang berusia 40 tahun sedangkan DM tipe 2 biasanya disebut DM yang terjadi pada usia dewasa. Kebanyakan kasus DM tipe 2 terjadi sesudah umur 40 tahun. Pada usia ini umumnya manusia mengalami penurunan fungsi fisiologis dengan cepat, sehingga terjadi defisiensi sekresi insulin karena gangguan pada sel beta prankreas dan resistensi insulin.25 Sedangkan menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) salah satu faktor risiko DM adalah orang yang berumur > 45 tahun.6 Berdasarkan penelitian Sri A.M. Handayani di di RSUP Dr. Kariadi dan RSUD Kota Semarang (2003) diketahui bahwa pada umur < 45 tahun berisiko tujuh kali lebih besar untuk terkena DM.26 Berdasarkan penelitian Tri Murti Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita DM tipe 2 mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur di atas 40 tahun, dan jumlah kasus paling banyak terjadi pada umur 61 sampai 70 tahun (48%).27

c. Obesitas (Kegemukan) DM tipe 2 sering terjadi pada individu dengan berat badan lebih dan obes (gemuk). Obesitas merupakan pemicu terpenting penyebab DM tipe 2. Menurut definisi, obesitas berarti berat badan berlebih sebanyak 20% dari berat badan ideal atau indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25 kg/m2.28 Dari berbagai penelitian didapatkan adanya keterkaitan erat antara IMT dan risiko terjadinya DM tipe 2. Risiko Relatif meningkat lebih dari 10 kali lipat di antara perempuan dari hasil penelitian the Nurses Health Study (2001) dengan IMT yang melebihi 29 kg/m2 dan diantara laki-laki dari hasil penelitian the Health Professional Followup Study (2001) dengan IMT yang melebihi 31 kg/m2 jika dibandingkan dengan mereka dalam kategori IMT yang lebih rendah. WHO memperhitungkan bahwa sekitar 64% DM tipe 2 yang diderita laki-laki Amerika dan 74% yang diderita perempuan Amerika seharusnya dapat dihindari jika IMT mereka dipertahankan pada atau di bawah 25 kg/m2.29 d. Pola Makan (Diet) Pola makan merupakan determinan penting yang menentukan obesitas dan juga memengaruhi resistensi insulin. Dengan demikian, pola makan memainkan peranan yang penting dalam proses terjadinya DM tipe 2. Konsumsi makanan yang tinggi energi dan tinggi lemak, selain aktivitas fisik yang rendah, akan mengubah keseimbangan energi dengan disimpannya energi sebagai lemak simpanan yang jarang digunakan. Asupan energi yang berlebihan itu sendiri akan meningkatkan resistensi insulin, sekalipun belum terjadi kenaikan berat badan yang signifikan. Diet tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah karbohidrat berkaitan dengan DM tipe 2. Diet yang kaya energi dan rendah serat akan meningkatkan kenaikan berat badan dan resistensi insulin kendati pada populasi yang berisiko rendah seperti orang-orang Eropa.29 e. Kurangnya Aktivitas Fisik Olahraga juga berperan dalam kontrol kadar gula darah. Otot yang berkontraksi atau aktif tidak atau kurang memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam sel, karena otot yang aktif lebih sensitif terhadap insulin, sehingga kadar glukosa darah jadi turun.28 Untuk kedua tipe DM, olahraga terbukti dapat meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel sehingga glukosa darah turun. Pengidap DM tipe 1 harus berhati-hati sewaktu berolahraga karena dapat terjadi penurunan glukosa darah yang mencetuskan hipoglikemia.

2.5 Patogenesis&PatofSemua tipe Diabetes Melitus, sebab utamanya adalah hiperglikemiatau tingginya gula darah dalam tubuh yang disebabkan sekresi insulin,kerja dari insulin atau keduanya (Ignativicius & Workman, 2006).Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu (ADA, 2012) :a. Rusaknya sel-sel pancreas. Rusaknya sel beta ini dapat dikarenakangenetik, imunologis atau dari lingkungan seperti virus. Karakteristikini biasanya terdapat pada DiabetesMelitus tipe 1.b. Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas.c. Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapatmengakibatkan (Ignativicius dan Workman, 2006; Smeltzer et al,2008) :a. Menurunnya transpor glukosa melalui membran sel, keadaanini mengakibatkan sel-sel kekurangan makanan sehinggameningkatkan metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasiyang muncul adalah penderita Diabetes Melitus selalu merasalapar atau nafsu makan meningkat atau yang biasa disebutpoliphagia.b. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis,23karena proses ini disertai nafsu makan meningkat ataupoliphagia sehingga dapat mengakibatkan terjadinyahiperglikemi. Kadar gula darah tinggi mengakibatkan ginjal tidakmampu lagi mengabsorpsi dan glukosa keluar bersama urin,keadaan ini yang disebut glukosuria. Manifestasi yang munculyaitu penderita sering berkemih atau poliuria dan selalu merasahaus atau polidipsi.c. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalamhati dan otot terganggu.d. Meningkatkan glikogenolisis, glukoneogenesis yang memecahsumber selain karbohidrat seperti asam amino dan laktate. Meningkatkan lipolisis, dimana pemecahan trigliserida menjadigliserol dan asam lemak bebasf. Meningkatkan ketogenesis (merubah keton dari asam lemak bebasg. Proteolisis, dimana merubah protein dan asam amino dandilepaskan ke otot2.6 ManifesPasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikeminya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat itu, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengkibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungin akan timbul sebagai akibat kekurangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.14 Pasien dengan DM tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat terjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Sebaliknya, pasien dengan DM tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat pasien tersebut mungkin menderita polidipsi, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relative.1. Gejala Akut Penyakit Diabetes MelitusGejala penyakit Diabetes Melitus dari satu penderita kependerita lain bervariasi, bahkan mungkin tidak menunjukkangejala apa pun sampai saat tertentu. Permulaan gejala yangditunjukkan meliputi serba banyak (poli) yaitu banyak makan(poliphagi), banyak minum (polidipsi) dan banyak kencing (poliuri).Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan timbulgejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulaiberkurang/berat badan turun dengan cepat (turun 5 10 kg dalamwaktu 2 4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas diobati, akantimbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang disebutdengan koma diabetik.2. Gejala Kronik Diabetes MelitusGejala kronik yang sering dialami oleh penderita DiabetesMelitus adalah kesemutan; kulit terasa panas, atau seperti tertusuktusukjarum; rasa tebal di kulit; kram; capai; mudah mengantuk,mata kabur, biasanya sering ganti kacamata; gatal di sekitarkemaluan terutama wanita; gigi mudah goyah dan mudah lepaskemampuan seksual menurun, bahkan impotensi dan para ibu hamil22sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan,atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (Soegondo dkk, 2004).2.7 Diagnosis+DDDiagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.6 Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: a. Jika keluhan klasik ditemukan (poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan) maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7,0 mmol/L) dengan adanya keluhan klasik. Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.6

Pemeriksaan kadar HbA1c ( 6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.6 Kadar HbA1C normal pada bukan penyandang DM antara 4% sampai dengan 6%. Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1C), disebut juga glycohemoglobin atau disingkat sebagai A1C, merupakan salah satu pemeriksaan darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian gula darah.19 HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan hemoglobin (bagian dari sel darah merah).20 Ketika gula darah tidak terkontrol (yang berarti kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. Bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu, maka kadar HbA1C akan tinggi pula. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan usia sel darah merah). Kadar HbA1C akan mencerminkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.2.8 Tatalaksana (farmako&non farmako)Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.

b.1. Obat Hipoglikemik Oral Berdasarkan cara kerjanya obat hipoglikemik oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan:

1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid. Golongan Sulfonilurea mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Sedangkan golongan glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.

2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion Golongan tiazolidindion ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.

3. Penghambat glukoneogenesis: metformin Golongan metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang DM yang gemuk.

4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa. Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. 5. DPP-IV inhibitor DPP-IV inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.6

b.2. Insulin Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM tipe 1. Pada DM tipe 1, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.40 Terapi insulin pada pasien DM tipe 2 dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk (HbA1C > 7,5% atau kadar glukosa darah puasa > 250 mg/dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun.

Jenis-jenis olahraga yang baik untuk pasien DM antara lain:AerobikLatihan aerobik membuat jantung dan tulang kuat, mengurangi stress dan meningkatan aliran darah. Aerobik juga menurunkan risiko DM tipe 2, penyakit jantung dan stroke dengan menjaga kadar gula, kolesterol dan tekanan darah dalam rentang normal. Lakukan latihan aerobikselama 30 menit minimal 5 kali seminggu. Jika Anda belum terbiasa berolah raga, lakukan 5- 10 menit sehari, lalu tingkatkan secara bertahap setiap minggu.Contoh latihan aerobik yang dapat dilakukan adalahberjalan cepat, berdansa atau mengikuti kelas aerobik. Jika Anda memiliki masalah pada saraf kaki atau sendi lutut, sebaiknya Anda mengurangi beban pada kaki dengan memilihberenang, bersepeda atau mendayung.Angkat beban (weight lifting)Latihan angkat beban dapat membantu meningkatkan kekuatan tulang dan otot sambil membakar lemak, serta menjaga kepadatan tulang. Lakukan latihan beban2-3 kali seminggusebagai tambahan latihan aerobik.Latihan beban dapat dilakukan dengan sit up, push up, mengangkat barbel di rumah atau menggunakan alat-alat latihan di pusat kebugaran.

Peregangan (stretching)Stretching atau peregangan dapat mencegah kram otot, kekakuan dan cedera otot. Beberapa jenis latihan fleksibilitas seperti yoga dan tai chi melibatkan meditasi dan teknik bernapas sehingga mengurangi stress. Lakukan latihan peregangan 5 10 menit sebelum berolah raga (pemanasan) dan lakukan lagi setelah berolah raga (pendinginan).Aktivitas lain?Selain berolah raga, aktivitas fisik dapat juga dilakukan sambil melakukan kegiatan sehari-hari secara ekstra, misalnya: Memilih naik tangga dari pada naik escalator atau elevator Parkir mobil di tempat yang jauh dari pintu masuk mal Berjalan cepat atau bersepeda saat ada kesempatan Bermain dengan anak-anak Mengajak anjing peliharaan berjalan-jalan Bangun dari temat duduk untuk mengganti saluran TV daripada menggunakanremote control Berkebun, membersihkan rumah dan mencuci mobil sendiri Saat di pasar swalayan, berjalan menyusuri setiap lorong yang adaOlahraga harus dilakukan secara RUTIN agar kondisi tubuh Anda menjadi STABIL. Terutama bagi penderita DM, aerobik merupakan jenis olahraga yang sangat baik.

Read more:http://diabetesmelitus.org/olahraga-untuk-penderita-diabetes/#ixzz3CuHhDCxB

2.9 Komplikasi2.6.1. Komplikasi Akut Komplikasi metabolik Diabetes Mellitus disebabkan oleh perubahan relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma.14 a. Hipoglikemia Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah 300 mg/hari) awalnya disertai dengan GFR (Glomerular Filtration Rate) yang normal, namun setelah terjadi protenuria berlebih (protein dalam urin >0,5 g/24 jam), GFR menurun secara progresif dan terjadi gagal ginjal.30Telah diperkirakan bahwa sekitar 35% hingga 45% pasien DM tipe 1 akan berkembang menjadi gagal ginjal kronik dalam waktu 15 hingga 25 tahun setelah awitan DM. Individu dengan DM tipe 2 lebih sedikit yang berkembang menjadi gagal ginjal kronik (sekitar 10% hingga 20%) dengan insidensi mendekati 50%.14 Nefropati diabetik adalah penyebab nomor satu gagal ginjal di Amerika Serikat dan negara-negara barat lainnya.18

a.3. Neuropati Diabetik (Kerusakan Saraf) Diabetes Mellitus merusak sistem saraf perifer, termasuk komponen sensorik dan motorik divisi somatik otonom. Penyakit saraf yang disebabkan DM disebut neuropati diabetik. Neuropati diabetik disebabkan hipoksia kronis sel-sel saraf yang kronis serta efek hiperglikemia, termasuk hiperglikosilasi protein yang melibatkan fungsi sel saraf. Sel-sel penunjang saraf, terutama sel Schwann mulai menggunakan metode alternatif untuk mengatasi beban peningkatan glukosa kronis, yang akhirnya mengakibatkan demielinisasi segmental saraf perifer.18 Neuropati diabetik terjadi 60-70% individu DM. Neuropati diabetik yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan otonom.36 Neuropati perifer, pada awalnya menyebabkan hilangnya sentakan pergelangan kaki dan tidak adanya sensasi getar pada extremitas bawah. Kemudian sensasi raba dan nyeri menghilang. Pasien sering kali mengeluh baal (kesemutan), dan rasa seperti terbakar di malam hari. Ulkus kronis tanpa nyeri berkembang di tempat-tempat yang terkena trauma berulang.39 Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki karena kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yang sering mengalami infeksi. Kuman stafilokokus merupakan kuman penyebab utama. Ulkus kaki terinfeksi biasanya melibatkan banyak mikroorganisme, yang sering terlibat adalah stafilokokus, streptokokus, batang gram negatif dan kuman anaerob. Neuropati otonom dapat menyebabkan disfungsi ereksi (impotensi seksual) pada 25% pasien pria dan disfungsi gastrointestinal serta infeksi saluran kemih.36 Prevalensi disfungsi ereksi pada penyandang DM tipe 2 lebih dari 10 tahun cukup tinggi dan merupakan akibat adanya neuropati autonom, angiopati dan masalah psikis. Upaya pengobatan utama adalah memperbaiki kontrol glukosa darah senormal mungkin dan memperbaiki faktor risiko disfungsi ereksi lain seperti dislipidemia, merokok, obesitas dan hipertensi. b. Komplikasi Makrovaskular Komplikasi makrovaskular terutama terjadi akibat aterosklerosis (pengerasan arteri). Komplikasi makrovaskular ikut berperan dan menyebabkan gangguan aliran darah, penyulit komplikasi jangka panjang, dan peningkatan mortalitas. Pada DM terjadi kerusakan pada lapisan sel endotel arteri dan dapat disebabkan secara langsung oleh tingginya kadar glukosa dalam darah, metabolit glukosa, atau tingginya kadar asam lemak dalam darah yang sering dijumpai pada pasien DM. Akibat kerusakan tersebut, permeabilitas sel endotel meningkat sehingga molekul yang mengandung lemak masuk ke arteri. Kerusakan sel-sel endotel akan mencetuskan reaksi imun dan inflamasi sehingga akhirnya terjadi pengendapan trombosit, makrofag, dan jaringan fibrosis. Sel-sel otot polos berproliferasi. Penebalan dinding arteri menyebabkan hipertensi, yang semakin merusak lapisan endotel arteri karena menimbulkan gaya yang merobek-robek sel-sel endotel.17 Komplikasi makrovaskular akan mengakibatkan penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri-arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermitten dan ganggren pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteri koronaria dan aorta maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardiun.14 Pada penderita DM, risiko penyakit serebrovaskular meningkat dua kali lipat, penyakit jantung koroner meningkat tiga sampai lima kali lipat, dan penyakit pembuluh darah perifer meningkat 40 kali.25 Risiko relatif penyakit kardiovaskular adalah dua sampai empat kali lipat lebih tinggi pada pria dan tiga sampai empat kali lebih tinggi pada wanita DM dari pada kelompok kontrol berusia sama. Makrovaskular merupakan penyebab utama kematian pada pasien DM tipe 2, mancakup 50% kematian pada kelompok ini.

2.10 PrognosisDiabetes mellitus sangat berisiko menimbulkan penyakit vaskuler, termasuk kardiovaskuler. Berdasarkan pada suatu studi, wanita dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) 3 kali lebih sering menderita diabetes tipe 2 dibandingkan dengan wanita dengan tekanan darah normal, setelah disesuaikan dengan beberapa variasi faktor seperti umur, etnik, kebiasaan merokok, asupan alkohol, BMI, pengendalian yang dilakukan, dan riwayat diabetes dalam keluarga, dsb. Penelitian ini dilakukan pada 38.000 wanita sehat yang dilakukan secara kohort pada 10 tahun.Kecuali dalam kasus diabetes tipe 1, dimana kasus tersebut selalu membutuhkan penggantian insulin, untuk memanage diabetes tipe 2 dilakukan berdasarkan umur atau dengan kata lain jenis terapi dan manajemen berbeda menurut umur. Produksi insulin menurun karena bertambahnya umur, dihubungkan dengan kerusakan atau memburuknya fungsi beta sel pangkreas. Ditambahkan juga, peningkatan resistensi insulin bisa dikarenakan kehilangan lemak-lemak jaringan dan akumulasi lemak, terutama pada bagian intra-abdomial, dan penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin. Toleransi terhadap glukosa secara progresif menurun karena faktor umur, hal ini mendorong terjadi tingginya prevalensi diabetes tipe 2 dan kejadian hiperglikemia pada populasi penduduk usia tua. Umur memang berhubungan dengan intoleransi glukosa pada manusia dan sering hal tersebut terjadi bersamaan dengan resistensi insulin, akan tetapi sirkulasi kadar insulin pada orang tua sama dengan pada orang dengan usia muda. Treatmen ditujukan untuk pasien dengan usia tua yang menderita diabetes berbeda-beda menurut masing-masing individu, tergantung status kesehatan individu, seperti usia harapan hidup, derajat ketergantungan, dan kemauan untuk mengkonsumsi obat obatan untuk penyembuh. Kadar glikogen dalam hemoglobin lebih baik digunakan sebagai acuan dibandingkan kadar glukosa puasa untuk menentukan besarnya risiko kejadian penyakit kardiovakular dan kematian akibat diabetes dilihat dari banyaknya penyebab kematian pada penyakit ini.2.11 Pencegahan Pencegahan Primer Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya Diabetes Mellitus. Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Pencegahan primer dilakukan dengan tindakan penyuluhan yang ditujukan untuk kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi antara lain: a. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai risiko DM dan mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe 2. b. Diet sehat. Diet sehat dapat dilakukan dengan mengatur jumlah asupan kalori agar tercapai berat badan yang ideal, mengonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat kompleks agar tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan dan juga makanan yang mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut. c. Latihan jasmani, latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL. Latihan jasmani yang dianjurkan, dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali aktivitas/minggu d. Menghentikan merokok.

Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meskipun merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2.6

Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat. Untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada pasien baru.6 a. Penyuluhan Berbagai penelitian menunjukkan kepatuhan pada pengobatan penyakit yang bersifat kronik, pada umumnya rendah. Untuk mengatasi ketidakpatuhan tersebut, penyuluhan atau edukasi bagi penyandang DM beserta keluarganya diperlukan. Penyuluhan diperlukan karena penyakit DM adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup.2 Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. Materi edukasi pada tingkat awal meliputi pemahaman tentang: perjalanan penyakit DM, perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan, penyulit DM dan risikonya, intervensi farmakologis dan nonfarmakologis serta target pengobatan, interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain, mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau hipoglikemia, pentingnya latihan jasmani yang teratur, pentingnya perawatan kaki, dan cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.6 Materi edukasi pada tingkat lanjut yaitu: mengenal dan mencegah penyulit akut DM, pengetahuan mengenai penyulit menahun DM, penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain, makan di luar rumah, hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM, dan pemeliharaan/perawatan kaki.6

b. Pengobatan Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.6 b.1. Obat Hipoglikemik Oral Berdasarkan cara kerjanya obat hipoglikemik oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan: 1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid.

Golongan Sulfonilurea mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Sedangkan golongan glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. 2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion

Golongan tiazolidindion ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. 3. Penghambat glukoneogenesis: metformin

Golongan metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang DM yang gemuk.

4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. 5. DPP-IV inhibitor

DPP-IV inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.6

b.2. Insulin Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM tipe 1. Pada DM tipe 1, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM tipe 1 harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.40 Terapi insulin pada pasien DM tipe 2 dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk (HbA1C > 7,5% atau kadar glukosa darah puasa > 250 mg/dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun.41

2.7.3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang DM yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier

LI.3. Hitung kebutuhan kalori

3.1 Perhitungan kebutuhan kalori menurut braca&benedict

Penghitungan Jumlah KaloriPerhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMTIMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.oBerat badan kurang