LI.1. Peran Insulin dalam Tubuh1.1 StrukturInsulin merupakan
polipeptida yang terdiri atas dua rantai asam amino, yaitu rantai A
dan B yang saling dihubungkan oleh jembatan-jembatan disulfida
antar rantai (interchain) yang menghubungkan A7 dengan B7 dan A20
dengan B19. Jembatan disulfida dalam rantai (intrachain) ketiga
menghubungkan residu 6 dan 11 dari rantai A. Lokasi ketiga jembatan
disulfida ini selalu tetap. Rantai A dan B masing-masing mempunyai
21 dan 30 asam amino. Struktur kovalen insulin manusia (massa
molekul 5,734 kDa) dilukiskan dalam gambar 1. Substitusi terjadi
pada banyak posisi di dalam kedua rantai tanpa mempengaruhi
bioaktifitas dan umumnya pada posisi 8,9 serta 10 dari rantai A,
jadi daerah ini tidak penting untuk bioaktifitas. Walaupun demikian
beberapa posisi dan regio sangat dipelihara, termasuk (1) posisi
tiga ikatan disulfida , (2) residu hidrofobik pada regio C
(karboksi) terminal dari rantai B dan (3) regio N (amino) terminal
serta C (karboksi) terminal dari rantai A. Modifikasi kimia atau
pun substitusi asam amino yang spesifik pada regio ini telah
memungkinkan para penyelidik untuk merumuskan regio gabungan yang
aktif. Regio karboksi terminal yang hidrofobik pada rantai B juga
terlibat dalam proses dimerisasi insulin.7,8
1.2 SintesisInsulin disintesis sebagai suatu preprohormon (berat
molekul sekitar 11.500) dan merupakan prototipe untuk peptida yang
diproses dari molekul prekursor yang lebih besar. Rangkaian pra
atau rangkaian pemandu yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam
amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna retikulum
endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan
molekul proinsulin dengan berat molekul 9.000 Dalton yang
memberikan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan
disulfida yang sempurna. Seperti terlihat dalam gambar 2, susunan
proinsulin yang dimulai dari bagian terminal amino adalah rantai
B-peptida C (penghubung)-rantai A Molekul proinsulin menjalani
serangkaian pemecahan peptida yang spesifik letaknya sehingga
terbentuk insulin yang matur dan peptida C dengan jumlah
ekuimolar.7,8 Proinsulin mempunyai panjang yang bervariasi dari 78
hingga 86 asam amino, dengan variasi yang terdapat pada panjang
regio peptida C. Proinsulin memiliki daya kelarutan dan titik
isoelektrik yang sama seperti insulin, prekursor ini juga membentuk
heksamer dengan kristal seng dan bereaksi kuat dengan antiserum
insulin. Proinsulin memiliki bioaktifitas yang kurang dari 5%
bioaktifitas insulin, sehingga menunjukkan bahwa kebanyakan tempat
aktif pada insulin terhalang di dalam molekul prekursornya.
Sebagian proinsulin dilepas bersama insulin dan pada keadaan
tertentu (misalnya tumor sel pulau Langerhans) dengan jumlah yang
lebih besar dari pada biasanya. Karena waktu paruh proinsulin dalam
plasma secara bermakna lebih panjang dari pada waktu paruh insulin
dan karena proinsulin bisa bereaksi silang secara kuat dengan
antiserum insulin maka pemeriksaan radioimmuno assay untuk
menentukan kadar insulin kadang-kadang memperkirakan secara
berlebihan bioaktivitas insulin dalam plasma. Pepida C tidak
mempunyai aktivitas biologik yang dikenal. Unsur ini merupakan
molekul yang berbeda bila dilihat dari sudut pandang sifat
antigeniknya. Karena itu pemeriksaan immunoassay terhadap peptida C
dapat membedakan insulin yang disekresikan dari dalam dengan
insulin yang diberikan dari luar dan dapat mengukur jumlah insulin
yang disebutkan pertama kalau antibodi insulin menghalangi
pengukuran langsung kadar insulin.
Insulin dibentuk dalam retikulum endoplasma sel , kemudian
diangkut ke kompleks golgi dan akan dibungkus dalam granula
berselaput. Granula-granula ini bergerak ke dinding sel oleh proses
yang tampaknya menyertakan mikrotubulus dan selaputnya bersatu
dengan membran sel, membuang insulin keluar secara eksositosis.
Insulin ini kemudian harus menyeberangi lamina-lamina basalis sel ,
kapiler yang berdekatan serta endotel kapiler yang bercelah untuk
mencapai aliran darah. Molekul insulin dibentuk sebagai rantai
tunggal yang disebut preproinsulin. Setelah 23 asam amino yang
memimpin rangkaian dilepaskan dari terminal C peptida ini, akan
dilipat dalam sel dan dibentuklah ikatan-ikatan disulfida. Molekul
besar sebagai hasilnya yang disebut proinsulin akan disekresi oleh
adanya rangsangan yang berlangsung lama dan oleh beberapa tumor
pulau Langerhans tetapi hubungan antara rantai A dan B dalam
granula, normal akan dilepaskan sebelum sekresi. Polipeptida yang
tetap ada selain insulin setelah hubungan yang kuat dinamakan
connecting peptide (C peptida). C peptida mengandung 31 residu asam
amino dan mempunyai sekitar 10% aktifitas biologik insulin, masuk
ke dalam darah bersama insulin waktu isi granula dikeluarkan secara
eksositosis. Dapat diukur secara radioimmuno assay dan kadarnya
merupakan indeks fungsi sel pada penderita yang memperoleh insulin
dari luar. Kalikrein jaringan memegang peranan dalam perubahan
proinsulin menjadi insulin. Endopeptidase ini ditemukan dalam pulau
Langerhans pankreas dan penyebarannya sejajar dengan penyebaran
insulin.
1.3 SekresiPankreas manusia mensekresi 40-50 unit insulin
perhari, yang menggambarkan kira-kira 15-20% hormon yang disimpan
dalam kelenjar. Sekresi insulin adalah proses yang membutuhkan
energi dan melibatkan sistem mikrotubulus mikrofilamen dalam sel
pulau Langerhans. Sejumlah perantara (mediator) terlibat dalam
proses pelepasan insulin, seperti terlihat dalam tabel 2.1.Insulin
disekresikan dalam sel normal sebagai reaksi terhadap stimulus
glukosa dengan mode bifasik dengan lonjakan dini (fase awal) yang
diikuti dengan peningkatan sekresi insulin secara progresif (fase
kedua) sepanjang ada stimulus hiperglikemik. Dengan keberadaan
resistensi insulin, sekresi insulin sel pankreas meningkat dengan
cara kompensasi dan DM tipe 2 berkembang bila peningkatan
kompensasi dalam kadar insulin tidak lagi mencukupi untuk menjaga
euglikemia.
1.4 Faktor penghambat&stimulasi
1.5 Fisiologi insulin&efek thdp metabolisme KH,P,LInsulin
tidak memiliki protein pengangkut dalam plasma, waktu paruh plasma
kira-kira 5 menit. Organ utama yang terlibat dalam metabolisme
insulin adalah hati, ginjal dan plasenta. Kira-kira 50% insulin
dibuang dalam jalan tunggal melalui hati. Mekanisme yang memerlukan
2 sistem enzim bertanggung jawab terhadap metabolisme insulin.
Mekanisme yang pertama melibatkan protease insulin spesifik yang
ditemukan dalam banyak jaringan tetapi konsentrasi tertinggi
ditemukan dalam hati, ginjal dan plasenta. Protease ini sudah
berhasil dimurnikan dari otot rangka dan dikenal sebagai enzim yang
tergantung pada gugus sulfhidril serta bekerja aktif dalam suasana
pH fisiologik. Mekanisme yang kedua meliputi enzim
glutation-insulin transhidrogenase hati, enzim ini mereduksi ikatan
disulfida dan kemudian masing-masing rantai A dan B didegradasi
dengan cepat.
Efek pada karbohidratInsulin memilik 4 efek yang menurunkan
kadar glukosa darah dan menigkatkan penyimpanan karbohidrat :
Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel. Beberapa
jaringan yang tidak bergantung pada insulin untuk meyerap glukosa
yaitu otak,otot yang aktif dan hati Insulin merangsang
glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa baik di otot maupun
dihati Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen
menjadi glukosa. Dengan menghambat penguraian glikogen, insulin
meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan penguraian
glukosa dalam hati Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati
dengan menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi
glukosa di hati. Insulin menurunkan konsentrasi glukosa darah
dengan meningkatkan penyerapan glukosa dari darah untuk digunakan
dan disimpan oleh sel., secara simultan menghambat mekanisme yang
digunakan oleh hati untuk mengeluarkan glukosa baru dalam darah.
Insulin adalah satu satunya hormon yang menurunkan kadar glukosa
darah. Efek pada lemakInsulin efeknya menurunkan kadar asam lemak
darah dan membentuk simpanan trigliserida : Insulin meningkatkan
transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa
berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan assm lemak dan
gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida. Insulin
meningkatkan enzim enzim yang mengkatalisasi pembentukan asam lemak
dari turunan glukosa Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak
dari daeah ke dalam se jaringan adiposa. Insulin menghambat
lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan
pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah. Efek
pada proteinInsulin menurunkan kadar asam amino darah dan
meningkatkan sintesis protein : Insulin mendorong transportasi
aktif asam asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain.
Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan
bahan pembangun untuk sintesis protein dalam sel. Insulin
meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein
dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel. Insulin
menghambat penguraian protein. Faktor yang mempengaruhi sekresi
insulin
LI.2. Diabetes Melitus2.1 DefinisiMenurut American Diabetes
Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Mellitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.6 Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa
puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dL. Kadar glukosa serum puasa
normal adalah 70 sampai 110 mg/dL. Glukosa difiltrasi oleh
glomerulus dan hampir semuanya difiltrasi oleh tubulus ginjal
selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-180 mg/dL.14
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan klasik
berupa poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Jika keluhan khas,
pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan glukosa darah puasa 126
mg/dL juga digunakan untuk patokan diagnosis. Untuk kelompok tanpa
keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu
kali saja abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali saja angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL, kadar glukosa
darah sewaktu sewaktu 200 mg/dL pada hari yang lain, atau kadar
glukosa sewaktu 200 mg/dL pada 2 jam pascapembebanan glukosa 75 g
pada tes toleransi glukosa oral (TTGO).2.2 KlasifikasiAmerican
Diabetes Association (ADA) dalam Standards of Medical Care in
Diabetes (2009) memberikan klasifikasi Diabetes Mellitus
berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom
diabetes dan gangguan toleransi glukosa. Klasifikasi ini telah
disahkan oleh WHO dan telah dipakai di seluruh dunia. Empat
klasifikasi Diabetes Mellitus: Diabetes Mellitus tipe 1, Diabetes
Mellitus tipe 2, Diabetes Mellitus Gestasional (Diabetes
kehamilan), dan Diabetes Mellitus tipe khusus lain.16 Dikenal 2
jenis utama Diabetes Mellitus yaitu Diabetes Mellitus tipe 1 dan
Diabetes Mellitus tipe 2. Kedua jenis DM ini dibagi dengan melihat
faktor etiologisnya. 2.2.1. Diabetes Mellitus Tipe 1 Diabetes
Mellitus tipe 1 merupakan kondisi autoimun sel-sel beta pulau
Langerhans sehingga timbul defisiensi insulin. Individu yang
memiliki kecenderungan penyakit ini tampaknya menerima faktor
pemicu dari lingkungan. Sebagai contoh faktor pencetus yang mungkin
antara lain infeksi virus seperti gondongan (mumps), rubella, dan
sitomegalovirus (CMV) kronis. Pajanan terhadap obat atau toksin
tertentu juga diduga dapat memicu serangan autoimun ini. Karena
proses penyakit DM tipe 1 terjadi dalam beberapa tahun, sering kali
tidak ada faktor pencetus yang pasti. Pada saat diagnosis DM tipe 1
ditegakkan, ditemukan antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
pada sebagian besar pasien.18 Mengapa individu membentuk antibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans sebagai respon terhadap faktor
pencetus belum diketahui penyebabnya. Salah satu mekanisme yang
kemungkinan adalah bahwa terdapat agen lingkungan yang secara
antigenis mengubah sel-sel prankreas sehingga menstimulasi
pembentukan autoantibodi. Kemungkinan lain bahwa para individu yang
mengidap DM tipe 1 memiliki kesamaan antigen antara sel-sel beta
prankreas mereka dengan mikroorganisme atau obat tertentu. Sewaktu
berespons terhadap virus atau obat, sistem imun mungkin gagal
mengenali sel prankreas. Pada saat diagnosis DM tipe 1 ditegakkan
lebih dari 80% sel beta telah dihancurkan. 18 Sebelumnya DM tipe 1
disebut sebagai Diabetes Mellitus dependen insulin atau IDDM
(insulin dependent diabetes mellitus), karena individu pengidap
penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. DM tipe 1 dulu juga
dikenal sebagai tipe juvenile-onset. Akan tetapi, DM tipe 1 dapat
muncul pada sembarang usia . Insidens DM tipe 1 sebanyak 30.000
kasus baru setiap tahunnya.18 2.2.2. Diabetes Mellitus Tipe 2 DM
tipe 2 merupakan tipe DM yang paling sering terjadi, mencakup
sekitar 85% pasien DM. Keadaan ini ditandai dengan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif. 17 Individu yang
mengidap DM tipe 2 tetap menghasilkan insulin. Akan tetapi sering
terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan jumlah total
insulin yang dilepaskan. Hal ini cenderung semakin parah seiring
dengan pertambahan usia pasien18 DM tipe 2 dulu disebut DM tidak
tergantung insulin atau NIDDM (noninsulin dependent diabetes
mellitus), sebenarnya kurang tepat karena banyak individu yang
mengidap DM tipe 2 dapat ditangani dengan insulin.18 DM tipe 2 dulu
juga dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas karena
lebih sering terjadi pada pasien berusia di atas 40 tahun. Namun,
dengan menigkatnya insidensi obesitas di negara barat dan onsetnya
yang semakin dini, saat ini terjadi peningkatan frekuensi DM tipe 2
pada orang dewasa muda dan anak-anak.17 Insidens DM tipe 2 sebesar
650.000 kasus baru setiap tahunnya. Sekitar 80% pasien DM tipe 2
mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi
insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa
yang menyebabkan DM tipe 2.2.2.3.Diabetes Melitus tipe lain :A.
Defek genetik fungsi sel beta : Maturity Onset Diabetes of the
Young (MODY) 1,2,3. DNA mitokondriaB. Defek genetik kerja insulinC.
Penyakit endokrin pankreas : pankreatitis tumor pankreas
/pankreatektomi pankreatopati fibrokalkulusD. Endokrinopati :
akromegali sindrom Cushing feokromositoma hipertiroidismeE. Karena
obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat glukokortikoid,
hormon tiroid tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lainF.
Infeksi : Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)G. Sebab
imunologi yang jarang : antibodi anti insulinH. Sindrom genetik
lain yang berkaitan dengan DM : sindrom Down, sindrom Kleinfelter,
sindrom Turner, dan lain-lain.
2.2.4 Diabetes Melitus Gestasional (DMG)2.3 EtiologiFaktor
resiko:Penegakan diagnosa Diabetes Melitus, selain dilakukan
ujidiagnostik dan skrining. Uji diagnostik Diabetes Melitus
dilakukan padamereka yang menunjukkan gejala atau tanda Diabetes
Melitus, sedangkanskrining bertujuan untuk mengidentifikasi mereka
yang tidak bergejala,yang mempunyai risiko Diabetes Melitus.
Skrining dikerjakan pada24kelompok dengan salah satu risiko
Diabetes Melitus Tipe 2 sebagaiberikut :1. Tidak mempunyai
aktivitas fisik2. Keturunan dari ras yang mempunyai risiko tinggi
seperti AfrikaAmerika, Latin, Asia Amerika3. Berat badan lebih : BB
> 120% BB idaman atau IMT 25 kg/m24. Hipertensi ( 140/90 mmHg)5.
Riwayat Diabetes Melitus dalam garis keturunan6. Riwayat Diabetes
dalam kehamilan, riwayat abortus berulang,melahirkan bayi cacat
atau berat badan lahir bayi > 4000 gram7. Wanita dengan sindrom
polikistik ovarium8. A1C 5,7 % atau Riwayat gangguan toleransi
glukosa9. Riwayat atau penderita PJK, TBC, atau hipertiroidisme.10.
Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 200 mg/dl (ADA,2012,
Gustaviani, 2007; Perkeni, 2011; Ignativicius & Workman,2006;
Smeltzer et al, 2008)Catatan : Untuk skrining kelompok risiko
tinggi yang hasilnyanegatif, skrining ulangan dilakukan tiap tahun;
sedangkan bagi merekayang berusia lebih dari 45 tahun tanpa faktor
resiko, skrining dapatdilakukan setiap 3 tahun (ADA, 2010; Soegondo
dkk, 2004; Gustaviani,2007).2.4 Epid2.4.1. Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang Umumnya penderita DM di negara berkembang berada
pada kelompok umur 45-64 tahun, sedangkan di negara maju penderita
DM berada pada usia di atas 64 tahun. Secara global, prevalensi
Diabetes Mellitus lebih tinggi pada laki-laki.7 Menurut WHO (2008)
prevalensi DM pada laki-laki 9,8% dan pada perempuan 9,2%.21Dalam
sebuah penelitian dengan desain cross sectional, prevalensi
diabetes pada laki-laki 7,2% dan pada perempuan 5,8%. Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa faktor yang terkait dengan
diabetes pada laki-laki dan perempuan berusia 40 tahun ke atas
adalah pendapatan yang rendah, obesitas, dan riwayat keluarga
menderita diabetes.22 Berdasarkan penelitian Tarigan (2011) di RS
Herna Medan tahun 2009-2010 proporsi penderita DM berusia < 40
tahun yaitu yang menderita komplikasi akut 5,0% dan yang menderita
komplikasi kronik 4,4% sedangkan proporsi penderita DM berusia 40
tahun yaitu yang menderita komplikasi akut 95,0% dan komplikasi
kronik 95,6%. Proporsi laki-laki menderita DM dengan komplikasi
akut 55,0% dan yang mengalami komplikasi kronik 37,7% sedangkan
proporsi perempuan yang mengalami komplikasi akut 45,0% dan
komplikasi kronik 62,3%.13 b. Menurut tempat Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk
Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa.
Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%, pada
daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah
8,2 juta penyandang DM di daerah urban dan 5,5 juta di daerah
rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk,
diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang
berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban
(14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta
penyandang DM di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.6
Laporan dari hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang
dilakukan pada dekade 1980-an menunjukkan sebaran prevalensi DM
tipe 2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di
Manado. Hasil penelitian pada rentang tahun 1980-2000 menunjukkan
peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh, pada
penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari 1,7% pada
tahun 1982 naik menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi
menjadi 12,8% pada tahun 2001.6 c. Menurut Waktu Jumlah penderita
DM meningkat dari 153 juta pada tahun 1980 menjadi 347 juta pada
tahun 2008.23 Menurut IDF, DM menjadi salah satu masalah kesehatan
yang paling menantang pada abad 21. Secara global, 4,6 juta
kematian setiap tahunnya disebabkan DM. Pada 2011 terdapat 366 juta
penduduk dunia menderita DM diperkirakan 552 juta pada 2030, atau
satu dari sepuluh orang dewasa menderita DM.24
2.4.2. Determinan a. Genetik Pada pasien DM tipe 2, penyakitnya
mempunyai pola familial yang kuat. Indeksnya untuk DM tipe 2 pada
kembar monozigot hampir 100%. Risiko berkembangnya DM tipe 2 pada
saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi
genetik adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam
diabetes awitan dewasa muda (MODY, maturity-onset diabetes of the
young), yaitu subtipe penyakit DM yang diturunkan dengan pola
autosomal dominan. Jika orangtua menderita DM tipe 2, rasio
diabetes dan nondiabetes pada anak 1:1, dan sekitar 90% pasti
membawa (carrier) DM tipe 2.14 b. UsiaDM dapat terjadi pada semua
kelompok umur. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda ataupun
juga pada orang yang berusia 40 tahun sedangkan DM tipe 2 biasanya
disebut DM yang terjadi pada usia dewasa. Kebanyakan kasus DM tipe
2 terjadi sesudah umur 40 tahun. Pada usia ini umumnya manusia
mengalami penurunan fungsi fisiologis dengan cepat, sehingga
terjadi defisiensi sekresi insulin karena gangguan pada sel beta
prankreas dan resistensi insulin.25 Sedangkan menurut Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (Perkeni) salah satu faktor risiko DM
adalah orang yang berumur > 45 tahun.6 Berdasarkan penelitian
Sri A.M. Handayani di di RSUP Dr. Kariadi dan RSUD Kota Semarang
(2003) diketahui bahwa pada umur < 45 tahun berisiko tujuh kali
lebih besar untuk terkena DM.26 Berdasarkan penelitian Tri Murti
Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita DM tipe 2
mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur di atas 40 tahun,
dan jumlah kasus paling banyak terjadi pada umur 61 sampai 70 tahun
(48%).27
c. Obesitas (Kegemukan) DM tipe 2 sering terjadi pada individu
dengan berat badan lebih dan obes (gemuk). Obesitas merupakan
pemicu terpenting penyebab DM tipe 2. Menurut definisi, obesitas
berarti berat badan berlebih sebanyak 20% dari berat badan ideal
atau indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 25 kg/m2.28 Dari berbagai
penelitian didapatkan adanya keterkaitan erat antara IMT dan risiko
terjadinya DM tipe 2. Risiko Relatif meningkat lebih dari 10 kali
lipat di antara perempuan dari hasil penelitian the Nurses Health
Study (2001) dengan IMT yang melebihi 29 kg/m2 dan diantara
laki-laki dari hasil penelitian the Health Professional Followup
Study (2001) dengan IMT yang melebihi 31 kg/m2 jika dibandingkan
dengan mereka dalam kategori IMT yang lebih rendah. WHO
memperhitungkan bahwa sekitar 64% DM tipe 2 yang diderita laki-laki
Amerika dan 74% yang diderita perempuan Amerika seharusnya dapat
dihindari jika IMT mereka dipertahankan pada atau di bawah 25
kg/m2.29 d. Pola Makan (Diet) Pola makan merupakan determinan
penting yang menentukan obesitas dan juga memengaruhi resistensi
insulin. Dengan demikian, pola makan memainkan peranan yang penting
dalam proses terjadinya DM tipe 2. Konsumsi makanan yang tinggi
energi dan tinggi lemak, selain aktivitas fisik yang rendah, akan
mengubah keseimbangan energi dengan disimpannya energi sebagai
lemak simpanan yang jarang digunakan. Asupan energi yang berlebihan
itu sendiri akan meningkatkan resistensi insulin, sekalipun belum
terjadi kenaikan berat badan yang signifikan. Diet tinggi kalori,
tinggi lemak dan rendah karbohidrat berkaitan dengan DM tipe 2.
Diet yang kaya energi dan rendah serat akan meningkatkan kenaikan
berat badan dan resistensi insulin kendati pada populasi yang
berisiko rendah seperti orang-orang Eropa.29 e. Kurangnya Aktivitas
Fisik Olahraga juga berperan dalam kontrol kadar gula darah. Otot
yang berkontraksi atau aktif tidak atau kurang memerlukan insulin
untuk memasukkan glukosa ke dalam sel, karena otot yang aktif lebih
sensitif terhadap insulin, sehingga kadar glukosa darah jadi
turun.28 Untuk kedua tipe DM, olahraga terbukti dapat meningkatkan
pemakaian glukosa oleh sel sehingga glukosa darah turun. Pengidap
DM tipe 1 harus berhati-hati sewaktu berolahraga karena dapat
terjadi penurunan glukosa darah yang mencetuskan hipoglikemia.
2.5 Patogenesis&PatofSemua tipe Diabetes Melitus, sebab
utamanya adalah hiperglikemiatau tingginya gula darah dalam tubuh
yang disebabkan sekresi insulin,kerja dari insulin atau keduanya
(Ignativicius & Workman, 2006).Defisiensi insulin dapat terjadi
melalui 3 jalan, yaitu (ADA, 2012) :a. Rusaknya sel-sel pancreas.
Rusaknya sel beta ini dapat dikarenakangenetik, imunologis atau
dari lingkungan seperti virus. Karakteristikini biasanya terdapat
pada DiabetesMelitus tipe 1.b. Penurunan reseptor glukosa pada
kelenjar pankreas.c. Kerusakan reseptor insulin di jaringan
perifer.Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka
dapatmengakibatkan (Ignativicius dan Workman, 2006; Smeltzer et
al,2008) :a. Menurunnya transpor glukosa melalui membran sel,
keadaanini mengakibatkan sel-sel kekurangan makanan
sehinggameningkatkan metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasiyang
muncul adalah penderita Diabetes Melitus selalu merasalapar atau
nafsu makan meningkat atau yang biasa disebutpoliphagia.b.
Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis,23karena
proses ini disertai nafsu makan meningkat ataupoliphagia sehingga
dapat mengakibatkan terjadinyahiperglikemi. Kadar gula darah tinggi
mengakibatkan ginjal tidakmampu lagi mengabsorpsi dan glukosa
keluar bersama urin,keadaan ini yang disebut glukosuria.
Manifestasi yang munculyaitu penderita sering berkemih atau
poliuria dan selalu merasahaus atau polidipsi.c. Menurunnya
glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalamhati dan otot
terganggu.d. Meningkatkan glikogenolisis, glukoneogenesis yang
memecahsumber selain karbohidrat seperti asam amino dan laktate.
Meningkatkan lipolisis, dimana pemecahan trigliserida
menjadigliserol dan asam lemak bebasf. Meningkatkan ketogenesis
(merubah keton dari asam lemak bebasg. Proteolisis, dimana merubah
protein dan asam amino dandilepaskan ke otot2.6
ManifesPasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa normal, atau toleransi
glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikeminya berat dan
melebihi ambang ginjal untuk zat itu, maka timbul glikosuria.
Glikosuria ini akan mengkibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan
pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi).
Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami
keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar
yang semakin besar (polifagia) mungin akan timbul sebagai akibat
kekurangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.14 Pasien
dengan DM tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif
dengan polidipsia, poliuria, polifagia, lemah, somnolen yang
terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat
terjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal
kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Sebaliknya, pasien
dengan DM tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala
apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di
laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada
hiperglikemia yang lebih berat pasien tersebut mungkin menderita
polidipsi, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak
mengalami ketoasidosis karena pasien tidak defisiensi insulin
secara absolut namun hanya relative.1. Gejala Akut Penyakit
Diabetes MelitusGejala penyakit Diabetes Melitus dari satu
penderita kependerita lain bervariasi, bahkan mungkin tidak
menunjukkangejala apa pun sampai saat tertentu. Permulaan gejala
yangditunjukkan meliputi serba banyak (poli) yaitu banyak
makan(poliphagi), banyak minum (polidipsi) dan banyak kencing
(poliuri).Keadaan tersebut, jika tidak segera diobati maka akan
timbulgejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan
mulaiberkurang/berat badan turun dengan cepat (turun 5 10 kg
dalamwaktu 2 4 minggu), mudah lelah, dan bila tidak lekas diobati,
akantimbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma yang
disebutdengan koma diabetik.2. Gejala Kronik Diabetes MelitusGejala
kronik yang sering dialami oleh penderita DiabetesMelitus adalah
kesemutan; kulit terasa panas, atau seperti tertusuktusukjarum;
rasa tebal di kulit; kram; capai; mudah mengantuk,mata kabur,
biasanya sering ganti kacamata; gatal di sekitarkemaluan terutama
wanita; gigi mudah goyah dan mudah lepaskemampuan seksual menurun,
bahkan impotensi dan para ibu hamil22sering mengalami keguguran
atau kematian janin dalam kandungan,atau dengan bayi berat lahir
lebih dari 4 kg (Soegondo dkk, 2004).2.7 Diagnosis+DDDiagnosis DM
ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma
vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka
kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.
Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.6 Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara: a.
Jika keluhan klasik ditemukan (poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan) maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >
200 mg/dL (11,1 mmol/L) sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. b. Pemeriksaan
glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7,0 mmol/L) dengan adanya keluhan
klasik. Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam. c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) dengan kadar
gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Meskipun
TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik
dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan
karena membutuhkan persiapan khusus.6
Pemeriksaan kadar HbA1c ( 6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan
menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada
sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.6 Kadar
HbA1C normal pada bukan penyandang DM antara 4% sampai dengan 6%.
Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1C), disebut juga
glycohemoglobin atau disingkat sebagai A1C, merupakan salah satu
pemeriksaan darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian gula
darah.19 HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara
glukosa dan hemoglobin (bagian dari sel darah merah).20 Ketika gula
darah tidak terkontrol (yang berarti kadar gula darah tinggi) maka
gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh
karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara
mengukur kadar HbA1C. Bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa
minggu, maka kadar HbA1C akan tinggi pula. Ikatan HbA1C yang
terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan
(sesuai dengan usia sel darah merah). Kadar HbA1C akan mencerminkan
rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum
pemeriksaan.2.8 Tatalaksana (farmako&non farmako)Pengelolaan DM
dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik
oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
b.1. Obat Hipoglikemik Oral Berdasarkan cara kerjanya obat
hipoglikemik oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan:
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea
dan glinid. Golongan Sulfonilurea mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama
untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Sedangkan
golongan glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin
fase pertama.
2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion
Golongan tiazolidindion ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
3. Penghambat glukoneogenesis: metformin Golongan metformin
mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang DM yang gemuk.
4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa. Obat
ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. 5. DPP-IV inhibitor DPP-IV inhibitor, mampu menghambat kerja
DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam
bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta
menghambat penglepasan glukagon.6
b.2. Insulin Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi
penderita DM tipe 1. Pada DM tipe 1, sel-sel Langerhans kelenjar
pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi
insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM tipe 1 harus
mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme
karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.40 Terapi
insulin pada pasien DM tipe 2 dapat dimulai antara lain untuk
pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah
yang buruk (HbA1C > 7,5% atau kadar glukosa darah puasa > 250
mg/dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat
fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis,
riwayat penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM
lebih dari 10 tahun.
Jenis-jenis olahraga yang baik untuk pasien DM antara
lain:AerobikLatihan aerobik membuat jantung dan tulang kuat,
mengurangi stress dan meningkatan aliran darah. Aerobik juga
menurunkan risiko DM tipe 2, penyakit jantung dan stroke dengan
menjaga kadar gula, kolesterol dan tekanan darah dalam rentang
normal. Lakukan latihan aerobikselama 30 menit minimal 5 kali
seminggu. Jika Anda belum terbiasa berolah raga, lakukan 5- 10
menit sehari, lalu tingkatkan secara bertahap setiap minggu.Contoh
latihan aerobik yang dapat dilakukan adalahberjalan cepat, berdansa
atau mengikuti kelas aerobik. Jika Anda memiliki masalah pada saraf
kaki atau sendi lutut, sebaiknya Anda mengurangi beban pada kaki
dengan memilihberenang, bersepeda atau mendayung.Angkat beban
(weight lifting)Latihan angkat beban dapat membantu meningkatkan
kekuatan tulang dan otot sambil membakar lemak, serta menjaga
kepadatan tulang. Lakukan latihan beban2-3 kali seminggusebagai
tambahan latihan aerobik.Latihan beban dapat dilakukan dengan sit
up, push up, mengangkat barbel di rumah atau menggunakan alat-alat
latihan di pusat kebugaran.
Peregangan (stretching)Stretching atau peregangan dapat mencegah
kram otot, kekakuan dan cedera otot. Beberapa jenis latihan
fleksibilitas seperti yoga dan tai chi melibatkan meditasi dan
teknik bernapas sehingga mengurangi stress. Lakukan latihan
peregangan 5 10 menit sebelum berolah raga (pemanasan) dan lakukan
lagi setelah berolah raga (pendinginan).Aktivitas lain?Selain
berolah raga, aktivitas fisik dapat juga dilakukan sambil melakukan
kegiatan sehari-hari secara ekstra, misalnya: Memilih naik tangga
dari pada naik escalator atau elevator Parkir mobil di tempat yang
jauh dari pintu masuk mal Berjalan cepat atau bersepeda saat ada
kesempatan Bermain dengan anak-anak Mengajak anjing peliharaan
berjalan-jalan Bangun dari temat duduk untuk mengganti saluran TV
daripada menggunakanremote control Berkebun, membersihkan rumah dan
mencuci mobil sendiri Saat di pasar swalayan, berjalan menyusuri
setiap lorong yang adaOlahraga harus dilakukan secara RUTIN agar
kondisi tubuh Anda menjadi STABIL. Terutama bagi penderita DM,
aerobik merupakan jenis olahraga yang sangat baik.
Read
more:http://diabetesmelitus.org/olahraga-untuk-penderita-diabetes/#ixzz3CuHhDCxB
2.9 Komplikasi2.6.1. Komplikasi Akut Komplikasi metabolik
Diabetes Mellitus disebabkan oleh perubahan relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma.14 a. Hipoglikemia Hipoglikemia ditandai
dengan menurunnya kadar glukosa darah 300 mg/hari) awalnya disertai
dengan GFR (Glomerular Filtration Rate) yang normal, namun setelah
terjadi protenuria berlebih (protein dalam urin >0,5 g/24 jam),
GFR menurun secara progresif dan terjadi gagal ginjal.30Telah
diperkirakan bahwa sekitar 35% hingga 45% pasien DM tipe 1 akan
berkembang menjadi gagal ginjal kronik dalam waktu 15 hingga 25
tahun setelah awitan DM. Individu dengan DM tipe 2 lebih sedikit
yang berkembang menjadi gagal ginjal kronik (sekitar 10% hingga
20%) dengan insidensi mendekati 50%.14 Nefropati diabetik adalah
penyebab nomor satu gagal ginjal di Amerika Serikat dan
negara-negara barat lainnya.18
a.3. Neuropati Diabetik (Kerusakan Saraf) Diabetes Mellitus
merusak sistem saraf perifer, termasuk komponen sensorik dan
motorik divisi somatik otonom. Penyakit saraf yang disebabkan DM
disebut neuropati diabetik. Neuropati diabetik disebabkan hipoksia
kronis sel-sel saraf yang kronis serta efek hiperglikemia, termasuk
hiperglikosilasi protein yang melibatkan fungsi sel saraf. Sel-sel
penunjang saraf, terutama sel Schwann mulai menggunakan metode
alternatif untuk mengatasi beban peningkatan glukosa kronis, yang
akhirnya mengakibatkan demielinisasi segmental saraf perifer.18
Neuropati diabetik terjadi 60-70% individu DM. Neuropati diabetik
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan otonom.36
Neuropati perifer, pada awalnya menyebabkan hilangnya sentakan
pergelangan kaki dan tidak adanya sensasi getar pada extremitas
bawah. Kemudian sensasi raba dan nyeri menghilang. Pasien sering
kali mengeluh baal (kesemutan), dan rasa seperti terbakar di malam
hari. Ulkus kronis tanpa nyeri berkembang di tempat-tempat yang
terkena trauma berulang.39 Semua penyandang DM yang disertai
neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk
mengurangi risiko ulkus kaki karena kulit pada daerah ekstremitas
bawah merupakan tempat yang sering mengalami infeksi. Kuman
stafilokokus merupakan kuman penyebab utama. Ulkus kaki terinfeksi
biasanya melibatkan banyak mikroorganisme, yang sering terlibat
adalah stafilokokus, streptokokus, batang gram negatif dan kuman
anaerob. Neuropati otonom dapat menyebabkan disfungsi ereksi
(impotensi seksual) pada 25% pasien pria dan disfungsi
gastrointestinal serta infeksi saluran kemih.36 Prevalensi
disfungsi ereksi pada penyandang DM tipe 2 lebih dari 10 tahun
cukup tinggi dan merupakan akibat adanya neuropati autonom,
angiopati dan masalah psikis. Upaya pengobatan utama adalah
memperbaiki kontrol glukosa darah senormal mungkin dan memperbaiki
faktor risiko disfungsi ereksi lain seperti dislipidemia, merokok,
obesitas dan hipertensi. b. Komplikasi Makrovaskular Komplikasi
makrovaskular terutama terjadi akibat aterosklerosis (pengerasan
arteri). Komplikasi makrovaskular ikut berperan dan menyebabkan
gangguan aliran darah, penyulit komplikasi jangka panjang, dan
peningkatan mortalitas. Pada DM terjadi kerusakan pada lapisan sel
endotel arteri dan dapat disebabkan secara langsung oleh tingginya
kadar glukosa dalam darah, metabolit glukosa, atau tingginya kadar
asam lemak dalam darah yang sering dijumpai pada pasien DM. Akibat
kerusakan tersebut, permeabilitas sel endotel meningkat sehingga
molekul yang mengandung lemak masuk ke arteri. Kerusakan sel-sel
endotel akan mencetuskan reaksi imun dan inflamasi sehingga
akhirnya terjadi pengendapan trombosit, makrofag, dan jaringan
fibrosis. Sel-sel otot polos berproliferasi. Penebalan dinding
arteri menyebabkan hipertensi, yang semakin merusak lapisan endotel
arteri karena menimbulkan gaya yang merobek-robek sel-sel
endotel.17 Komplikasi makrovaskular akan mengakibatkan penyumbatan
vaskular. Jika mengenai arteri-arteri perifer, maka dapat
mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai
klaudikasio intermitten dan ganggren pada ekstremitas serta
insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteri
koronaria dan aorta maka dapat mengakibatkan angina dan infark
miokardiun.14 Pada penderita DM, risiko penyakit serebrovaskular
meningkat dua kali lipat, penyakit jantung koroner meningkat tiga
sampai lima kali lipat, dan penyakit pembuluh darah perifer
meningkat 40 kali.25 Risiko relatif penyakit kardiovaskular adalah
dua sampai empat kali lipat lebih tinggi pada pria dan tiga sampai
empat kali lebih tinggi pada wanita DM dari pada kelompok kontrol
berusia sama. Makrovaskular merupakan penyebab utama kematian pada
pasien DM tipe 2, mancakup 50% kematian pada kelompok ini.
2.10 PrognosisDiabetes mellitus sangat berisiko menimbulkan
penyakit vaskuler, termasuk kardiovaskuler. Berdasarkan pada suatu
studi, wanita dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) 3 kali lebih
sering menderita diabetes tipe 2 dibandingkan dengan wanita dengan
tekanan darah normal, setelah disesuaikan dengan beberapa variasi
faktor seperti umur, etnik, kebiasaan merokok, asupan alkohol, BMI,
pengendalian yang dilakukan, dan riwayat diabetes dalam keluarga,
dsb. Penelitian ini dilakukan pada 38.000 wanita sehat yang
dilakukan secara kohort pada 10 tahun.Kecuali dalam kasus diabetes
tipe 1, dimana kasus tersebut selalu membutuhkan penggantian
insulin, untuk memanage diabetes tipe 2 dilakukan berdasarkan umur
atau dengan kata lain jenis terapi dan manajemen berbeda menurut
umur. Produksi insulin menurun karena bertambahnya umur,
dihubungkan dengan kerusakan atau memburuknya fungsi beta sel
pangkreas. Ditambahkan juga, peningkatan resistensi insulin bisa
dikarenakan kehilangan lemak-lemak jaringan dan akumulasi lemak,
terutama pada bagian intra-abdomial, dan penurunan sensitivitas
jaringan terhadap insulin. Toleransi terhadap glukosa secara
progresif menurun karena faktor umur, hal ini mendorong terjadi
tingginya prevalensi diabetes tipe 2 dan kejadian hiperglikemia
pada populasi penduduk usia tua. Umur memang berhubungan dengan
intoleransi glukosa pada manusia dan sering hal tersebut terjadi
bersamaan dengan resistensi insulin, akan tetapi sirkulasi kadar
insulin pada orang tua sama dengan pada orang dengan usia muda.
Treatmen ditujukan untuk pasien dengan usia tua yang menderita
diabetes berbeda-beda menurut masing-masing individu, tergantung
status kesehatan individu, seperti usia harapan hidup, derajat
ketergantungan, dan kemauan untuk mengkonsumsi obat obatan untuk
penyembuh. Kadar glikogen dalam hemoglobin lebih baik digunakan
sebagai acuan dibandingkan kadar glukosa puasa untuk menentukan
besarnya risiko kejadian penyakit kardiovakular dan kematian akibat
diabetes dilihat dari banyaknya penyebab kematian pada penyakit
ini.2.11 Pencegahan Pencegahan Primer Pencegahan primer berarti
mencegah terjadinya Diabetes Mellitus. Pencegahan primer adalah
upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko,
yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat
DM dan kelompok intoleransi glukosa. Pencegahan primer dilakukan
dengan tindakan penyuluhan yang ditujukan untuk kelompok masyarakat
yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa. Materi
penyuluhan meliputi antara lain: a. Program penurunan berat badan.
Pada seseorang yang mempunyai risiko DM dan mempunyai berat badan
lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan
risiko terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa. Beberapa
penelitian menunjukkan penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah
atau memperlambat munculnya DM tipe 2. b. Diet sehat. Diet sehat
dapat dilakukan dengan mengatur jumlah asupan kalori agar tercapai
berat badan yang ideal, mengonsumsi makanan yang mengandung
karbohidrat kompleks agar tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa
darah yang tinggi setelah makan dan juga makanan yang mengandung
sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut. c. Latihan jasmani,
latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,
mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat
meningkatkan kadar kolesterol HDL. Latihan jasmani yang dianjurkan,
dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan
aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90
menit/minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut jantung
>70% maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali
aktivitas/minggu d. Menghentikan merokok.
Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan
kardiovaskular. Meskipun merokok tidak berkaitan langsung dengan
timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat
komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe
2.6
Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah
atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita
DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan
deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam
upaya pencegahan sekunder program penyuluhan memegang peran penting
untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program
pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat. Untuk pencegahan
sekunder ditujukan terutama pada pasien baru.6 a. Penyuluhan
Berbagai penelitian menunjukkan kepatuhan pada pengobatan penyakit
yang bersifat kronik, pada umumnya rendah. Untuk mengatasi
ketidakpatuhan tersebut, penyuluhan atau edukasi bagi penyandang DM
beserta keluarganya diperlukan. Penyuluhan diperlukan karena
penyakit DM adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup.2
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi
edukasi tingkat lanjutan. Materi edukasi pada tingkat awal meliputi
pemahaman tentang: perjalanan penyakit DM, perlunya pengendalian
dan pemantauan DM secara berkelanjutan, penyulit DM dan risikonya,
intervensi farmakologis dan nonfarmakologis serta target
pengobatan, interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan
obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain,
mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau
hipoglikemia, pentingnya latihan jasmani yang teratur, pentingnya
perawatan kaki, dan cara mempergunakan fasilitas perawatan
kesehatan.6 Materi edukasi pada tingkat lanjut yaitu: mengenal dan
mencegah penyulit akut DM, pengetahuan mengenai penyulit menahun
DM, penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain, makan di
luar rumah, hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan
teknologi mutakhir tentang DM, dan pemeliharaan/perawatan
kaki.6
b. Pengobatan Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar
glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan
insulin.6 b.1. Obat Hipoglikemik Oral Berdasarkan cara kerjanya
obat hipoglikemik oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan: 1. Pemicu
sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan
glinid.
Golongan Sulfonilurea mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang. Sedangkan golongan
glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. 2.
Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion
Golongan tiazolidindion ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. 3. Penghambat
glukoneogenesis: metformin
Golongan metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang DM yang
gemuk.
4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan. 5. DPP-IV inhibitor
DPP-IV inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1
tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu
merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan
glukagon.6
b.2. Insulin Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi
penderita DM tipe 1. Pada DM tipe 1, sel-sel Langerhans kelenjar
pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi
insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM tipe 1 harus
mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme
karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal.40 Terapi
insulin pada pasien DM tipe 2 dapat dimulai antara lain untuk
pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah
yang buruk (HbA1C > 7,5% atau kadar glukosa darah puasa > 250
mg/dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat
fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis,
riwayat penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM
lebih dari 10 tahun.41
2.7.3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier ditujukan pada
kelompok penyandang DM yang telah mengalami penyulit dalam upaya
mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada
pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Pada
upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan
keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat
dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Pencegahan
tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi
antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan.
Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung
dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi,
rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dll.) sangat diperlukan dalam
menunjang keberhasilan pencegahan tersier
LI.3. Hitung kebutuhan kalori
3.1 Perhitungan kebutuhan kalori menurut braca&benedict
Penghitungan Jumlah KaloriPerhitungan julah kalori ditentukan
oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan
jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh
(IMT) atau rumus Brocca.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMTIMT dihitung berdasarkan
pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi badan
(dalam meter) kuadrat.oBerat badan kurang