Top Banner

of 34

SKENARIO 1 B-5 ENDOKRIN

Jul 12, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

SKENARIO 1 Borok di Kaki Seorang pria 50 tahun datang berobat ke poliklinik dengan keluhan borok di punggung kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Pada awalnya luka hanya beberapa bisul kecil, namun kemudian dipencet oleh pasien sehingga sejak 1 minggu yang lalu bisul semakin membesar, bernanah dan berbau busuk. Akibat adanya luka tersebut pasien menjadi ragu untuk melaksanakan shalat. Sejak 2 tahun yang lalu sudah menderita diabetes melitus, tetapi tidak teratur mengkonsumsi obat, sedangkan keluhan kaki sering kesemutan dan baal sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Kesadaran : komposmentis Tekanan darah (empat ekstermitas) : 130/80mmHg Frekuensi nadi: 100x/menit Frekuensi napas : 24x/menit tidak dalam Suhu : 38,5oC BB : 80kg TB : 165 cm IMT : 29,38 kg/m2 Jantung dan paru : dalam batas normal Abdomen : dalam batas normal Status Lokalis : Dorsum pedis dextra: Inspeksi : ulkus pucat kemerahan berukuran 5x6x2 cm, tepi tidak teratur, mengeluarkan pus berwarna kuning dan berbau busuk Palpasi : rasa raba (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), tidak terasa nyeri walau luka ditusuk dengan jarum, Ankle branchial index 1,0 Pemeriksaan EKG : irama sinus QRS rate 100x, normoaksis, PR interval 0,18, RVH dan LVH tidak ada. Perubahan segmen ST atau T tidak ada. Foto thoraks Pa : cor dan pulmonal dalam batas normal Foto pedix dextra AP/lateral : gambaran perkabutan soft tissue (-), tanda osteomielitis (-), gas gangren (-) Pemeriksaan Lab: Darah rutin : lekositosis Gula darah sewaktu : hiperglikemia Reduksi urin : (+), Keton urin (-), Protein urin : (-) Dokter menyimpulkan pasien menderita DM tipe 2 dengan ulkus kaki diabetik di dorsum pedis dekstra dan menyarankan pasien untuk dirawat kemudian dikonsulkan kebagian penyakit dalam, bedah, saraf, gigi, mata, dan gizi. Serta pemeriksaan lain untuk memastikan diagnosis pengobatan lebih lanjut.

1

Step 1 Sasaran Belajar L.O.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas 1.1. Anatomi Makroskopik 1.2. Anatomi Mikroskopik L.O.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Insulin L.O.3. Memahami dan Menjelaskan Diabetes Melitus 3.1. Definisi 3.2. Etiologi 3.3. Klasifikasi 3.4. Faktor Resiko 3.5. Epidemiologi 3.6. Patofisiologi 3.7. Patogenesis 3.8. Manifestasi Klinis 3.9. Diagnosis 3.10. Penatalaksanaan 3.11. Komplikasi 3.12. Prognosis L.O.4. Memahami dan Menjelaskan Ulkus Kaki Diabetik 4.1. Definisi 4.2. Etiologi 4.3. Kuman pada Ulkus 4.4. Klasifikasi 4.5. Patogenesis 4.6. Patofisiologi 4.7. Tatalaksana dan Pencegahan L.O.5. Kenajisan Darah dan Nanah

Step 2 Mandiri

2

Step 3 L.O. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas 1. 1. Anatomi Makroskopik Pankreas Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus.

Gambar 1. Anatomi Pankreas

1. Bagian Pankreas Pankreas dapat dibagi ke dalam: a. Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus. b. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta. c. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga. d. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan hubungan dengan hilum lienale. 2. Hubungan a. Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster. b. Ke posterior: Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.

3

3. Vaskularisasi a. Arteriae A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis), A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis, A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang arteri lienalis b. Venae Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta. 4. AliranLimfatik Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci dan mesenterica superiores. 5. Inervasi Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus) 6. Ductus Pancreaticus a. Ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi) Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus. b. Ductus Pancreaticus Minor (Santorini) Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor. c. Ductus Choleochus et Ductus Pancreaticus Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara ke dalam suatu rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampulla ini terdapat di dalam suatu tonjolan tunica mukosa duodenum, yaitu papilla duodeni major. Pada ujung papilla itu terdapat muara ampulla.

Gambar 2. Pankreas 4

1.2. Anatomi Mikroskopik Pankreas Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin tersebutdilakukan oleh selsel yang berbeda

dan

endokrin.

Kedua

fungsi

Bagian Endokrin Bagian endokrin pankreas, yaitu Pulau Langerhans, tersebar di seluruh pankreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat dengan banyak pembuluh darah yang berukuran 76175 mm dan berdiameter 20 sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyak ditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas.(Derek Punsalam, 2009). Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau.(Anonymous, 2009). Sel-sel ini membentuk sekitar 1% dari total jaringan pankreas. Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau. Masing- masing memiliki pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhans mengalir ke vena hepatika. Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada sifat pewarnaan dan morfologinya. Dengan pewarnaan khusus, ssel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat macam: 1. Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau, mengandung gelembung sekretoris dengan uku`ran 250nm, dan batas inti kadang tidak teratur. 2. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan sel terbanyak dan membentuk 60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak di bagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau, mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah, dan mitokondria kecil bundar dan banyak. 3. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian mana saja dari pulau, umumnya berdekatan dengan sel A, dan mengandung gelembung sekretoris ukuran 300-350 nm dengan granula homogen. 4. Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. L.O.2. Memahami dan Menjelaskan Tentang Fisiologi Insulin

Gambar 3. Struktur insulin

Merah: karbon; hijau: oksigen; biru: nitrogen; merah muda: sulfur. Pita biru/ungu merupakan kerangka [-N-C-C-]n dalam sekuens asam amino H-[-NH-CHR-CO-]n-OH protein tersebut, dengan R merupakan bagian yang menonjol dari kerangka tersebut pada setiap asam amino.

5

Fungsi insulin

Gambar 4. Pankreas - Insulin

Peningkatan glukosa darah diatas titik pasang (sekitar 90mg/100ml pada manusia) merangsang pankreas untuk mensekresi insulin, yang memicu sel-sel targetnya untuk mengambil kelebihan glukosa dari darah. Ketika kelebihan itu telah dikeluarkan atau ketika konsentrasi glukosa turun dibawah titik pasang, maka pancreas akan merespons dengan cara mensekresikan glukagon, yang mempengaruhi hati untuk menaikkan kadar glukosa darah 1. Efek pada karbohidrat a. Mempermudah masukknya glukosa kedalam sebagian besar sel, insulin meningkatkan mekanisme difusi terfasilitasi glukosa kedalam sel-sel tergnatung insulin melalui fenomena transporter recruitment. glukosa dapat masuk kedalam sel hanya melalui pembawa di membran plasma yang dikenal sebagai glucose transporter b. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa , baik di otot maupun hati c. Insulin menghambat glikogenolisis , penguraian glikogen menjadi glukosa d. Menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Dilakukan dengan cara: menurunkan jumlah asam amino di dalam darah yang tersedia bagi hati untuk glikogeneogenesis, dan dengan menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asma amino menjadi glukosa. 2. Efek terhadap lemak a. Meningkatkan transportasi glukosa kedalam jaringan adipose, glukosa sebagai precursor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida b. Mengaktifkan enzim yang mengkatalisasi pembentukan asam lemak dari turunan glukosa c. Meningkatkan masuknya asam lemak ke dalam sel jaringan adipose d. Menghambat lipolisis (penguraian lemak) 3. Efek terhadap protein a. Mendorong trasportasi aktif asam-asam amino di darah kedalam otot dan jaringan lain, efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah6

b. Meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino kedalam protein dan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel c. Menghambat penguraian protein (Sherwood, L. 2001) Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembunggelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa.

Gambar 5. Proses Sekresi Insulin

Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran7

ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Fase-fase Sekresi Insulin Insulin yang dihasilkan berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. dua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron bertujuan menjaga kadar glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme glukosa yang fisiologis. Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir juga cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam, segera setelah makan. Kinerja AIR yang cepat dan adekuat ini sangat penting bagi regulasi glukosa yang normal karena pasa gilirannya berkontribusi besar dalam pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang normal diperlukan untuk mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara fisiologis. AIR yang berlangsung normal, bermanfaat dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut setelah makan atau lonjakan glukosa darah postprandial (postprandial spike) dengan segala akibat yang ditimbulkannya termasuk hiperinsulinemia kompensatif. Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama, seberapa tinggi puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase 1, disamping faktor resistensi insulin. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila sekresi fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase 2. Peningkatan produksi insulin tersebut pada hakikatnya dimaksudkan memenuhi kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah (postprandial) tetap dalam batas batas normal. Biasanya, dengan kinerja fase 1 yang normal, disertai pula oleh aksi insulin yang juga normal di jaringan ( tanpa resistensi insulin ), sekresi fase 2 juga akan berlangsung normal. Dengan demikian tidak dibutuhkan tambahan (ekstra) sintesis maupun sekresi insulin pada fase 2 diatas normal untuk dapat mempertahankan keadaan normoglikemia.

Gambar 6. Dinamika sekresi Insulin setelah beban glukosa intravena pada keadaan normal dan keadaan disfungsi sel beta (Ward, 1984)

Aksi / mekanisme kerja Insulin8

Insulin mempunyai fungsi penting pada berbagai proses metabolisme dalam tubuh terutama metabolisme karbohidrat. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel tersebut. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam sinyal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme glukosa didalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi sinyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4 (glucose transporter-4) dan selanjutnya juga pada mendorong penempatannya pada membran sel. Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism , tingginya resistensi jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etiologi terjadinya diabetes, khususnya diabetes tipe 2.

1. binding ke reseptor, 2. translokasi GLUT 4 ke membran sel, 3. transportasi glukosa meningkat, 4.disosiasi insulin dari reseptor, 5. GLUT 4 kembali menjauhi membran, 6. kembali kesuasana semula.Gambar 7. Mekanisme normal dari aksi insulin dalam transport glukosa di jaringan perifer (Girard. 1995)

9

Regulasi / proses pengaturan kerja hormon

Gambar 8. Regulasi Hormon

Keadaan gula darah turun Penurunan kadar glukosa darah sampai dibawah nilai normal (, 80-90% penderita mengalami obesitas. Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan. Penyebab diabetes lainnya adalah: Kadar kortikosteroid yang tinggi Kehamilan (diabetes gestasional) Obat-obatan11

Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin

3.3. Klasifikasi Diabetes Melitus I. Diabetes melitus type 1 (destruksi sel beta,umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) A. Melalui proses imunologic B. Idiopatik II. Diabetes Melitus type 2 (Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi unsulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin) III. Diabetes Melitus tipe lain A. Defek genetik fungsi sel beta B. Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin type A, leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya C. Penyakit eksokrin pankreas: Pankreatitis, trauma/pankreaktektomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, panreotopati fibro kalkulus, lainnya D. Endokrinopati : Akromegali, sindrom chusing, dll E. Karena obat / zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,dll F. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya G. Imunologi (jarang) : sindrom stiffman, antibodi anti resptor insulin, lainnya H. Sindroma genetik lain : sindrom down, sindrom klinefelter, sindrom turner, dll. IV. Diabetes Kehamilan 3.4. Faktor Resiko Diabetes Melitus Faktor Resiko diabetes sama dengan faktor resiko untuk intoleransi glukosa: Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi: Ras dan etnik Riwayat keluarga diabtes (anak penyandang diabetes) Umur. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM Riwayat melahirkan bayi dengn BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi: Berat badan lebih (IMT>23 kg/m2) Kurangnya aktivitas fisik Hipertensi (>140/mmHg) Dislipidemia (HDL250mg/dl) Diet tak sehat (Diet tinggi gula dan rendah serat meningkatkan resiko DM tipe 2) Faktor lain yang terkait resiko diabetes: Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat TGT atau GDPT sebelumnya Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Disease) (PERKENI. 2011)

12

3.5. Epidemiologi Diabetes Melitus Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Western-style yang tidak sehat. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari. (Purnamasari D. 2009; Wild S, et al. 2004; Riskesdas. 2007)

Gambar 9. Daerah proyeksi prevalensi diabetes (juta) pada tahun 2010 (McCarty D, Zimmet P. Diabetes 1994 to 2010: global estimates and projections., Leverkusen: Bayer AG, 1994:1-46)

13

3.6. Patofisiologi Diabetes Melitus

Gambar 10. Patofisiologi DM

Keterangan Gambar: 1) Hiperglikemia tanda utama diabetes melitus, terjadi akibat penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel, disertai peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati 2) Ketika kadar glukosa darah meninggi ke tingkat pada saat jumlah glukosa difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi, glukosa akan timbul di urin (glukosuria) 3) Glukosa di urin akan menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya, menimbulkan diuresis osmotik yang ditandai poliuria (sering berkemih) 4) Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi 5) Yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi karena volume darah turun mencolok 6) Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki, dapat menyebabkan KEMATIAN karena aliran darah ke otak turun 7) Kegagalan sirkulasi, atau, dapat menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat14

8) Sel-sel yang kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke CES yang hipertonik 9) Sel-sel otak sangat peka terhadap penciutan, sehingga timbul gangguan fungsi sistem saraf 10) Gejala khas lain DM adalah polidipsia (rasa haus berlebihan), yang sebenarnya merupakan mekanisme kompensasi untuk mengatasi dehidrasi 11) Karena terjadi defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan meningkat, sehingga timbul polifagia (pemasukan makanan berlebihan) 12) Akan tetapi meskipun terjadi peningkatan masukan makanan, berat tubuh menurun secara progresif akibat efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein. Sintesis trigliserida menurun saat lipolisis meningkat, sehingga terjadi mobilusasi besar-besaran asam lemak dari simpanan trigliserida 13) Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif. Peningkatan penggunaan lemak oleh hati menyebabkan pengeluaran berlebihan badan keton ke dalam darah dan menimbulkan ketosis 14) Karena badan keton mencakup beberapa asam yang berasal dari penguraian tidak sempurna lemak oleh hati, ketosis menyebabkan asidosis metabolik progresif 15) Asidosis menekan fungsi otak, dan apabila cukup parah, dapat menimbukan koma diabetes dan KEMATIAN 16) Tindakan kompensasi untuk asidosis metabolik adalah peningkatan ventilasi untuk meningkatkan pengeluaran CO2 pembentuk asam. Ekshalasi salah satu badan keton, yaitu aseton, menyebabkan napas berbau buah 17) Efek tidak adanya insulin pada metabolisme protein menyebabkan pergeseran netto ke arah katabolisme protein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka lisut dan melemah, dan pada diabetes anak, penurunan pertumbuhan keseluruhan 18) Penurunan asupan asam amino disertai peningkatan penguraian protein menyebabkan peningkatan asam amino dalam darah 19) Peningkatam kadar asam amino dalam sirkulasi darah dapat digunakan untuk glukoneogenesis, yang semakin memperparah hiperglikemia. (Sherwood, L. 2010) 3.7. Patogenesis Diabetes Melitus 1. Diabetes Melitus tipe 1 DM tipe 1 berkembang sebagai akibat dari faktor genetik, lingkungan, dan faktor imunologi yang menghancurkan sel-sel pancreas. Gejala DM tidak akan muncul pada seorang individu hingga 80% sel pankreas dihancurkan. (Fauci, et al. 2008) Umumnya berkembang dari masa anak-anak dan bermanifestasi saat remaja yang kemudian berprogres seiring bertambahnya umur. DM tipe ini sangat bergantung dengan terapi insulin karena jika tidak mendapatkan insulin penderita akan mengalami komplikasi metabolik serius berupa ketoasidosis dan koma.

15

Gambar 11. Progres DM tipe I

Faktor Genetik Berdasarkan studi yang ada didapatkan berbagai gen yang dapat memicu timbulnya DM tipe 1. Gen yang paling berpengaruh adalah lokus HLA pada kromosom 6p21 yaitu sekitar 50% penderita DM tipe 1 memilikiHLA-DR3 atau HLA-DR4 haplotype. Beberapa gen non-HLA yang dapat memicu timbulnya DM tipe 1adalah insulin dengan variable number of tandem repeats (VNTRs) pada region promoter. Polimorfisme dari CTLA4 dan PTPN22 menganggu fungsi aktivitasnya sebagai inhibitor respon sel T dapat memicu prosesautoimun pada DM tipe 1. (Maitra A, Abbas AK. 2005) Faktor Autoimmunitas Di antara sekian banyak jenis sel pankreas, hanya sel yang dihancurkan oleh sistem imun. Walaupundemikian tipe sel islet lain seperti sel yang memproduksi glukagon, sel yang memproduksi somatostatin, dan sel PP yang memproduksi polipeptida pankreas, masih berfungsi. Terlebih lagi, secara embriologi sel-sel islet lain tersebut mirip dengan sel dan juga mengekspresikan protein yang sebagian besar sama dengan sel . Sel peka terhadap efek toksik dari beberapa sitokin seperti Tumor Necrosis Factor (TNF ), interferon-, dan interleukin 1 (IL-1). Mekanisme dari proses kematian sel belum diketahui dengan pasti, namun prosesini dipengaruhi oleh pembentukkan metabolit nitric oxide (NO), apoptosis, dan sitotoksisitas dari sel TCD8+. Dasar dari abnormalitas imun pada DM tipe 1 adalah kegagalan dari self-tolerance sel T. Kegagalan toleransiini dapat disebabkan oleh defek delesi klonal pada sel T selfreactive pada timus, defek pada fungsi regulator atau resistensi sel T efektor terhadap supresi sel regulator. Hal-hal tersebut membuat sel T autoreaktif bertahan dan siap untuk berespon terhadap self-antigens. Aktivasi awal dari sel tersebut terjadi pada noduslimfe peripankreatik sebagai respon terhadap antigen yang dilepaskan dari sel Pulau Langerhans yang rusak. Sel T yang teraktivasi bergerak ke pancreas merusak sel . Populasi sel T yang dapat menyebabkankerusakan tersebut adalah TH1 cells (merusak dengan mensekresi sitokin = including IFN- and TNF) dan CD8+ CTLs.16

Sel islet pankreas yang menjadi target autoimun antara lain adalah islet cell autoantibodies (ICA) yang merupakan suatu komposisi dari beberapa antibodi yang spesifik pada molekul sel islet pankreas seperti insulin, glutamic acid decarboxylase (GAD), ICA-512/IA-2 (homolog tirosin-fosfatase), dan phogrin (proteingranul yang mensekresi insulin). Sehingga antigen tersebut merupakan marker dari proses autoimun DM tipe 1. (Fauci, et al. 2008; Maitra A, Abbas AK. 2005)

Gambar 12. Autoimun pada DM Tipe 1

(http://www.endotext.org/pediatrics/pediatrics5/pediatricsframe5.htm) Faktor Lingkungan Berbagai faktor lingkungan sering dikaitkan dengan DM, namun tidak satupun pernah terbukti benar-benar berpengaruh. Faktor yang diduga memicu DM antara lain meliputi virus (coxsackie B, mumps, cytomegalovirus dan rubella). Terdapat 3 hipotesis bagaimana virus dapat menimbulkan DM tipe 1 : - Akibat infeksi virus inflamasi serta kerusakan sel Pulau Langerhans pelepasan antigen sel dan aktivasi sel T autoreaktif. - Virus memproduksi protein yang mirip dengan antigen sel sehingga memicu respon imun yang juga beraksi dengan sel pada pancreas - Infeksi virus terdahulu yang menetap pada jaringan Pankreas kemudian terjadi reinfeksi dengan virusyang sama yang memiliki epitop antigenic yang sama memicu respon imun pada sel Pulau Langerhans Dari ketiga hipotesis tersebut belum ada yang dapat menjelaskan secara pasti pathogenesis infeksi virusterhadap timbulnya DM tipe 1. Vaksinasi pada anak tidak ada hubungannya dengan timbulnya DM tipe 1. Faktor lain yang dapat memicu DM tipe 1 adalah protein susu bovine dan komponen nitrosurea. (Fauci, et al. 2008; Maitra A, Abbas AK. 2005)

17

PREDISPOSISI GENETIK Gen-gen terkait HLA dan lokus genetik lain GANGGUAN LINGKUNGAN Respon imun terhadap sel beta normal DAN/ATAU Respon imun terhadap sel beta yang abnormal Infeksi virus: Mimikri molekular DAN/ATAU Kerusakan sel beta

SERANGAN AUTOIMUN Destruksi sel beta

DIABETES TIPE 1

Gambar 13. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 1(Robbins, et.al. 2007)

2. Diabetes Melitus tipe 2 Resistensi insulin dan sekresi insulin yang tidak normal menjadi kunci dari berkembangnya DM tipe 2. Obesitas, terutama tipe sentral, sering ditemukan pada penderita DM tipe 2. Pada tahap awal, toleransi glukosahampir normal karena sel-sel B pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan produksi insulin. Ketika resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensatorik terus terjadi, pankreas tidak mampu mempertahankan keadaan hiperinsulinemia tersebut. Akibatnya, terjadi gangguan toleransi glukosa, yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah setelah makan. Setelah itu, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksiglukosa hati berlanjut pada diabetes berat dengan hiperglikemia saat puasa dan kegagalan sel beta. Berdasarkan studi terbaru dikatakan bahwa dalam timbulnya DM tipe 2 terdapat pengaruh faktor genetik yaitu transcription factor 7-like-2 (TCF7L2) pada kromosom 10q yang mengkode faktor transkripsi pada WNT signaling pathway. Berbeda dengan DM tipe 1 penyakit ini tidak berhubungan dengan gen yang mengatur toleransi dan regulasi imun seperti HLA, CTLA4, dll. Ada 4 karakteristik penyebab DM tipe 2, yaitu resistensi insulin, berkurangnya sekresi insulin, dan meningkatnya produksi glukosa hati dan metabolisme lemak yang abnormal. (Fauci, et al. 2008; Maitra A, Abbas AK. 2005)

18

Resistensi Insulin

Gambar 14. Alur Persinyalan Insulin

Resistensi insulin adalah resistensi terhadap efek insulin pada uptake, metabolisme, dan penyimpanan glukosa. Hal tersebut dapat terjadi akibat defek genetik dan obesitas. (Fauci, et al. 2008; Maitra A, Abbas AK. 2005) Menurunnya kemampuan insulin untuk berfungsi dengan efektif pada jaringan perifer merupakan gambaran DM tipe 2. Mekanisme resistensi insulin umumnya disebabkan oleh gangguan pascareseptor insulin. Polimorfisme pada IRS1 (Gambar 14) berhubungan dengan intoleransi glukosa dan meningkatkan kemungkinan bahwa polimorfsme dari berbagai molekul pascareseptor dapat berkombinasi dan memunculkan keadaanyang resisten terhadap insulin. Resistensi insulin terjadi akibat gangguan persinyalan PI-3-kinase yang mengurangi translokasi glucose transporter (GLUT) 4 ke membran plasma. (Fauci, et al. 2008) Ada 3 hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait obesitas (Maitra A, Abbas AK. 2005), yaitu:

Gambar 15. Hubungan Obesitas dengan Resistensi Insulin

1. Asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Peningkatan trigliserida intraselular dan produk metabolisme asam lemak menurunkan efek insulin yang berlanjut pada resistensi insulin. 2. Adipokin19

Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan insulin, sedangkan resistin meningkatkan resistensi insulin. 3. PPAR (peroxisome proliferator-activated receptor gamma) dan TZD (thiazolidinediones) PPAR merupakan reseptor intrasel yang meningkatkan kepekaan insulin. TZD merupakan antioksidan (antidiabetik) yang mampu berikatan dengan PPAR sehingga menurunkan resistensi insulin. Berikut ini merupakan table berisi hal-hal yang dapat menurunkan respon terhadap insulin (German MS, Masharani U. 2007): Factors Reducing Response to Insulin Prereceptor inhibitors: Insulin antibodies Receptor inhibitors: Insulin receptor autoantibodies "Down-regulation" of receptors by hyperinsulinism: - Primary hyperinsulinism (B cell adenoma) - Hyperinsulinism, secondary to a postreceptor defect (obesity, Cushing's syndrome, acromegaly, pregnancy) or prolonged hyperglycemia (diabetes mellitus, post-glucose tolerance test) Postreceptor influences: Poor responsiveness of principal target organs: obesity, hepatic disease, muscle inactivity Hormonal excess: glucocorticoids, growth hormone, oral contraceptive agents, progesterone, humanchorionic somatomammotropin, catecholamines, thyroxineTabel 2. Faktor yang Menurunkan Respon Insulin

Gangguan Sekresi Insulin

Gambar 16. Progres Timbulnya DM (Maitra A, Abbas AK. 2005)

20

Sekresi insulin dan sensitivitasnya saling berhubungan Pada DM tipe 2, sekresi insulin meningkat sebagai respon terhadap resistensi insulin untuk mempertahankan toleransi glukosa. Namun, lama kelamaan sel beta kelelahan memproduksi insulin sehingga terjadi kegagalan sel (Gambar B-3). Kegagalan sel ini tidak terjadi pada semua penderita DM tipe 2 sehingga diduga ada pengaruh faktor intrinsik berupa faktor genetik yaitu gen diabetogenik TCF7L2. Polipeptida amiloid pada pulau Langerhans (amilin) disekresikan oleh sel beta dan membentuk depositfibriler amiloid pada pankreas penderita DM tipe 2 jangkapanjang. Diduga bahwa amiloid ini bersifat sitotoksik terhadap sel sehingga massa sel berkurang. Dapat disimpulkan bahwa disfungsi yang terjadi dapat bersifat kualitatif (sel beta tidak mampu mempertahankan hiperinsulinemia) atau kuantitatif (populasi sel beta berkurang). Kedua hal tersebut dapat disebabkan oleh toksisitas glukosa dan lipotoksisitas. (Fauci, et al. 2008; Maitra A, Abbas AK. 2005) Peningkatan Produksi Glukosa Hati Ketika tubuh semakin resisten terhadap insulin, kadar gula darah yang tinggi akan memaksa tubuh mensekresikan insulin secara terus menerus ke dalam sirkulasi darah (hiperinsulinemia). Pada keadaan normal, seharusnya hal ini dapat membuat glukosa dikonversi menjadi glikogen dan kolesterol. Akan tetapi, pada pasien DM yang resisten terhadap insulin, hal ini tidak terjadi dan sebaliknya ketiadaan respon terhadap insulin mengakibatkan hati terus menerus memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Hal ini pada akhirnya akan berujung pada terjadinya hiperglikemia. Produksi gula hati baru akan terus meningkat akibat terjadinya ketidaknormalan sekresi insulin dan munculnya resistensi insulin di otot rangka. (Fauci, et al. 2008) Abnormalitas Metabolik Abnormalitas metabolisme otot dan lemak Resistensi insulin bersifat relatif karena hiperinsulinemia dapat menormalkan kadar gula darah. Akibat resistensi insulin, penggunaan glukosa oleh jaringan sensitif insulin berkurang, sedangkan hepatic glucoseoutput bertambah sehingga menyebabkan hiperglikemia. Akumulasi lipid dalam serat otot rangka, yang mengganggu fosforilasi oksidatif dan penurunan produksi ATP mitokondria yang dirangsang insulin, menghasilkan reactive oxygen species (ROS), seperti lipid peroksida. Peningkatan massa adiposit meningkatkan kadar asam lemak bebas dan produk adiposit lainnya. Selainmengatur berat badan, nafsu makan, dan energy expenditure, adipokin mengatur sensitivitas insulin.Peningkatan produksi asam lemak bebas dan beberapa adipokin menyebabkan resistensi insulin pada ototrangka dan hati. Misalnya, asam lemak bebas mengurangi penggunaan glukosa pada otot rangka, merangsangproduksi glukosa dari hati, dan mengganggu fungsi sel beta. (Fauci, et al. 2008; Maitra A, Abbas AK. 2005). Di sisi lain, produksi adiponektin berkurang pada obesitas dan menyebabkan resistensi insulin hepatik. Adiponektin memegang peranan penting dalam resistensi insulin yang dihubungkan dengan struktur molekul dan mekanisme kerjanya yaitu menurunkankandungan trigliserida, mengaktivasi PPAR- dan AMP-Kinase. Kadar adponektin yang rendah merupakan salah satu faktor risiko dan prediktor terjadinya diabetes melitus tipe 2. (Umar H, Adam J. 2009). Selain itu, beberapa produk adipositdan adipokin merangsang inflamasi sehingga terjadi peningkatan IL-6 dan C-reactive protein pada DM tipe 2. (Maitra A, Abbas AK. 2005)21

Peningkatan produksi glukosa dan lipid hati Pada DM tipe 2, resistensi insulin pada hati menggambarkan kegagalan hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis sehingga terjadi hiperglikemia saat puasa dan penurunan penyimpanan glikogen hati setelah makan. Peningkatan produksi glukosa hati terjadi pada tahap awal diabetes, setelah terjadi abnormalitas sekresi insulin dan resistensi insulin pada otot rangka. Akibatnya, banyak asam lemak bebas keluar dariadiposit sehingga terjadi peningkatan sintesis lipid (VLDL dan trigliserida) dalam hepatosit. Penyimpanan lipid (steatosis) dalam hati dapat berlanjut pada penyakit perlemakan hati nonalkoholik dan abnormalitasfungsi hati. Selain itu, keadaan tersebut menyebabkan dislipidemia pada penderita DM tipe 2, yaitupeningkatan trigliserida, peningkatan LDL, dan penurunan HDL. (Fauci, et al. 2008; Maitra A, Abbas AK. 2005)PREDISPOSISI GENETIK Defek genetik multipel LINGKUNGAN Kegemukan

DEFEK SEL BETA PRIMER Destruksi sel beta

RESISTENSI INSULIN JARINGAN PERIFER Destruksi sel beta

HIPERGLIKEMIA

Kelelahan sel beta

DIABETES TIPE 2

Gambar 17. Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2(Robbins, et.al. 2007)

Tabel 3. Ringkasan DM 1 vs DM 2 (Maitra A, Abbas AK. 2005) 22

3.8. Manifestasi Diabetes Melitus Gejala khas : Poliuria (sering kencing), polidipsia (haus yang berlebihan), polifagia (nafsu makan berlebih), berat badan menurun Gejala klinis : Lemas, kesemutan, luka sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria dan pruritus vulva pada wanita 3.9. Diagnosis Diabetes Melitus 1. Pemeriksaan Penyaring : untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala tetapi mempunyai faktor resiko terkena penyakit DM 2. Uji diagnostik DM : untuk pasien yang menunjukkan gejala DM Pemeriksaan Penyaring Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu : - kelompok usia dewasa tua (>40 tahun ) - kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)} - tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg) - riwayat keluarga DM - riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi>4000 gram - riwayat DM pada kehamilan - dislipidemia (HDL250 mg/dl - pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) Lalu lakukan pemeriksaan glukosa darah sewaktu atau glukosa darah puasa .

Tabel 4. Kriteria Diagnostik Gula Darah

Uji Diagnostik Diabetes Melitus Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM. Kriteria diagnostik Diabetes Melitus 1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir 2. Atau Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa 126 mg/dL Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam 3. Glukosa plasma 2jam pada TTGO 200 mg/dL . TTGO dilakukan dengan standar WHO .23

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985) - 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa - Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan - Puasa semalam, selama 10-12 jam - Kadar glukosa darah puasa diperiksa - Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgbb, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit - Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok. Hasil pemeriksaan TTGO Jika didapatkan gula darah pasca 2 jam pemeriksaan didapatkan 1. Kadar gula darah 200 mg/dL : Diabetes Mellitus 2. Kadar gula darah 140-199 mg/dL : Toleransi glukosa terganggu 3. Kadar gula darah 140 : Normal / Glukosa darah puasa terganggu Jika ditemukan keluhan khas + pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl atau hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL, sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Tetapi untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal , belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal. (Mansjoer, Arif, et.al. 2000; Sudoyo AW, dkk. 2009). 3.10. Tatalaksana Diabetes Melitus Dalam mengelola diabetes mellitus langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan nin farmakologis (perencanaan makanan dan kegiatan jasmani). Lalu jika sasaran pengendalian diabetes belum tercapai dianjurkan dengan pengelolaan farmakologis. Terapi Non Farmakologis Perencanaan makanan Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak. o Karbohidrat 60 70% o Protein 10 15% o Lemak 20 25% Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan. Pengaturan makanan dalam pasien DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makanan yang terjadwal. Manfaat terapi gizi medis : 1. Menurunkan berat badan 2. Menurunkan tekanan darah 3. Menurunkan kadar glukosa darah 4. Memperbaiki profil lipid 5. Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin 6. Memperbaiki sintesis koagulasi darah

24

Jenis bahan makanan: 1. Karbohidrat diberikan pada diabetes tidak boleh >55-65% 2. Protein jumlah yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori perhari 3. Lemak rantai pendek (memperbaiki profil lipid dan memperbaiki gula darah rantai panjang (melindungi jantung, memperbaiki agregasi trombosit) Latihan Jasmani Aktivitas fisik minimal otot skelet lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru. Kegiatan fisik diabetes akan mengurangi risiko kejadian kardiovaskuler dan meningkatkan harapan hidup. Kegiatan fisik akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik, psikis maupun social dan tampak sehat. Latihan jasmani ini sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Prinsip latihan jasmani: 1. Frekuensi jumlah olaraga perminggu diperlukan teratur 3-5 kali/minggu 2. Intensitas ringan dan sedang (60-70% maksimal heart rate) 3. Durasi 30-60 menit 4. Jenis latihan jasmani endurans (aerobic) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepedah Manfaat latihan jasmani : 1. Pada DM tipe 2 dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh terbukti dengan penurunan HbA1c yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan risiko komplikasi diabetes dan kematian. 2. Pada DM tipe2 latihan jasmani dapat menyulitkan pengaturan metabolic sehingga kendali guladarah terbukti memperbaiki fungsi endotel vascular Pada kedua diabetes, manfaat latihan jasmani secara teratur akan memperbaiki kapasitas latihan aerobic, kekuatan otot dan mencegah osteoporosis. Risiko latihan jasmani: diabetes yang mendapatkan terapi insulin bila disuntikan pada lengan atau paha, akan memeperbesar kemungkinan terjadinya hipoglikemia karena peningkatan hantaran insulin melalui darah akibat pemmpaan oleh otot pada saat berkontraksi. Sehingga dianjurkan penyuntikan insulin dilakukan didaerah abdomen sebelum melakukan latihan jasmani. Dan dianjurkan latihan jasmani dilakukan pada saat setelah makan. Latihan jasmani juga tidak boleh dilakukan terlalu lama, karena menyebabkan peningkatan pelepasan glukosa darah dari hati, disertai peningkatan produksi benda keton. Terapi Farmakologi Obat hipoglikemik oral 1. Golongan sulfonylurea Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pancreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes mellitus tipe1 karena pada DM tipe1 sel beta pankreasnya tidak dapat mensekresi insulin. Mekanisme kerja obat ini adalah menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.25

Efek samping golongan obat ini adalah hipoglikemia yang biasanya terjadi pada orang tua. Sering pada pasien dengan gagal ginjal dan gagal hati. Untuk mengurangi kemungkinan hipoglikemia dipilih obat yang masa kerjanya paling pendek. Pada pemakaian obat golongan sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari kemungkinana hipoglikemia. Kombinasi sulfonilurea dengan insulin lebih baik dari pada pemberian insulin saja dan dosis insulin yang diperlukan juga lebih rendah. Dengan memberikan dosis indulin kerja sedang pada malam hari, produksi glukosa hati malam hari dapat dikurangi sehingga kadar gula darah puasa dapat menjadi rendah. Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian sulfonilurea. 2. Golongan biguanid Pada golongan ini yang biasa digunakan adalah metforin. Pada metforin kemungkinan terjadi asidosis laktat sangat kecil dan mungkin terjadi pada pasien dengan predisposisi asidosis laktat seperti pasien dengan gagal ginjal dan gagal hati. Metforin bekerja menurunkan gula darah melalui pengaruh terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal dari reseptor insulin serta juga pada efeknya menurunkan produksi glukosa hati. Tetapi tidak meyebabkan turunnya gula darah sampai dibawah normal. Kombinasi sulfonilurea dengan metrofin akan menurunkan kadar gula darah lebih banyak daripada pengobatan tunggal. Kombinasi metrofin dengan insulin dapat dipertimbangkan pada pasien gemuk dengan kadar glukosa darahnya sukar dikendali. 3. Alfa glukosidase inhibitor-acarbose Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat enzim alfa-glukosidase didalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan mengurangi hipoglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus sehingga tidak menyebabkan hipoglikemia dan tidak berpengaruh pada kadar insulin. Efek sampingnya akibat maldigesti karbohidrat berupa meteorismus,flatulence dan diare. 4. Insulin sensitizing agent Thiazolidinediones adalah golongan obat yang mempunyai efek meningkatkan sensitivitas insulin. Golongan obat ini dapat dipakai untuk resistensi insulin dan dapat pula untuk mengatasi berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel beta pancreas. Insulin Indikasi terapi insulin : 1. Semua orang dengan DM tipe1 2. Orang dengan DM tipe2 tertentu, bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah atau mengalami stress fisiologi seperti pembedahan. 3. Orang dengan diabetes kehamilan 4. Pada diabetes dengan ketoasidosis 5. Orang dengan diabetes yang mendapatkan nutrisi parentral atau yang butuh kalori tinggi 6. Pada pengobatan sindroma hiperglikemia non ketotik hiperosmolar hiperglikemik Cara pemberian insulin26

Orang dengan diabetes sebaiknya dianjurkan mengikutin tata cara penyuntikan insulin termasuk penggunaan teknik yang konsisten, dosis yang akurat, dan rotasi lokasi penyuntikan. Penyuntikan dilakukan kedalam jaringan subkutan. Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen, lalu lengan, paha bagian atas dan bokong. Bila disuntikan secara intramuscular maka penyerapan akan terjadi lebih cepat dan masa kerjanya akan lebih singkat. (Waspadji, S. 2009) 3.11. Komplikasi Diabetes Melitus Komplikasi diabetes mellitus bisa terjadi akut dan kronik. Komplikasi akut: 1. Hipoglikemia Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering adalah obat-obat hipoglikemia oral golongan sulfonilurea. 2. Ketoasidosis Ketoasidosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari satu perjalanan penyakit dabees mellitus. Timbulnya ketoasidosis diabetic merupakan ancaman kematian bagi pasien DM. Komplikasi Kronik 1. Mikrovaskular : ginjal - retina mata 2. Makrovaskular : jantung koroner - pembuluh darah kaki - pembuluh darah otak 3. Neuropati (mikro dan makrovaskular) 4. Rentan infeksi (mikro dan makrovaskular) (Waspadji, S. 2009) 3.12. Prognosis Diabetes Melitus Penelitian telah menunjukkan bahwa kontrol yang lebih baik dari gula darah, kolesterol dan kadar tekanan darah pada orang dengan diabetes membantu mengurangi risiko penyakit ginjal, penyakit mata, penyakit sistem saraf, serangan jantung, dan stroke. (Eckman, AS. 2011) L.O.4. Memahami dan Menjelaskan Ulkus Kaki Diabetik IV.1. Definisi Ulkus diabetikum merupakan luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh sedang atau besar di tungkai. Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut : 1. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus). 2. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil). 3. Nyeri saat istirahat. 4. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).

27

Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.

28

IV.2. Faktor Risiko Terjadinya Kaki Diabetik 1. Berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang). 2. Sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita dm antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki dm 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak. 3. Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (kgd) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila kgd menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain : Luka kecelakaan Trauma sepatu Stress berulang Trauma panas Iatrogenik Oklusi vascular Kondisi kulit atau kuku Faktor risiko demografis Usia : Semakin tua semakin berisiko Jenis kelamin : Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis kelamin tidak jelas mungkin dari perilaku, mungkin juga dari psikologis29

Etnik : Beberapa kelompok etnik secara signifikan berisiko lebih besar terhadap komplikasi kaki. Mekanismenya tidak jelas, bisa dari faktor perilaku, psikologis, atau berhubungan dengan status sosial ekonomi, atau transportasi menuju klinik terdekat. Situasi social : Hidup sendiri dua kali lebih tinggi Faktor risiko perilaku : Ketrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan dengan adanya komplikasi kaki diabetik. Ini berhubungan dengan perhatian terhadap kerentanan. Faktor risiko lain o Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko paling utama dari ulkus) o Berat badan o Merokok

IV.3. Kuman pada ulkus Ada 4 yang menyebabkan ulkus kaki diabetikum 1. Infeksi 2. Iskemik 3. Tekanan abnormal 4. Kontaminasi Kuman-kuman pada infeksi adalah: 1. Staphylococcus aureus yang bersifat koagulase posidtif dan non motil, tidak membentuk spora, koloninya berwarna kuning keabu-abuan, menghasilkan katalase dan koagulase 2. Streptococcus pyogenes yang termasuk dalam antigen grup A, bersifat hemolitik B serta menghasilkan hemolisin yaitu streptolisis O dan streptolisis S 3. Pseudomonas aeruginosa yang dapat bergerak dan berbentuk batang, bersifat gram negative, aerob obligat, oksidase positif, memproduksi enzyme ekstraseluler, mempunyai pili yang menonjol dari permukaan sel, memproduksi oksotoksin A yang menyebabkan nekrosis jaringan 4. Proteus mirabilis yang menyebabkan bau gangrene karena menghasilkan amonia 4.4. Klasifikasi Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner terdiri dari 6 tingkatan : 0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh. 1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit. 2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan. 3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses. 4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit. 5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki (Waspadji S. 2006) 4.5. Patogenesis Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang berakibat terganggunya proses penyembuhan luka. Deformitas kaki sebagaimana terjadi pada neuroartropati Charcot terjadi sebagai akibat adanya neuropati motoris. Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu, benda tajam, dan sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus. Neuropati perifer pada penyakit DM30

dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik, sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus, pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya ulkus kaki. Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan edema kaki. Kerusakan serabut motorik, sensoris dan autonom memudahkan terjadinya artropati Charcot. Gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskular (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat mikrovaskular menyebabkan terjadinya iskemia kaki. Keadaan tersebut di samping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses penyembuhan ulkus kaki (Wijonarko. 2009) 4.6. Patofisiologi

Gambar 18. Patofisiologi terjadinya ulkuks pada kaki diabetik (Boulton AJM. Diabetic Med. 1996:3;(Suppl.1)

4.7. Tatalaksana dan Pencegahan Penanganan uklus diabetikum dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu : a. Tingkat 0 Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu dan sandal yang dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya diatasi dengan penggunaan alas kaki buatan umumnya memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol atau pembenahan deformitas.31

b. Tingkat I Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban c. Tingkat II Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti d. Tingkat III Memerlukan debridemen jaringan yang sudah gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih berat dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur e. Tingkat IV Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebangian atau amputasi seluruh kaki. (Staf Ilmu Bedah FKUI. 1995) Upaya Pencegahan Primer 1. Edukasi kesehatan DM, komplikasi dan perawatan kaki 2. Status gizi yang baik dan pengendalian DM 3. Pemeriksaan berkala DM dan komplikasinya 4. Pemeriksaan berkala kaki penderita 5. Pencegahan perlindungan terhadap trauma dengan sepatu khusus 6. Higiene personal termasuk kaki 7. Menghilangkan faktor biomekanis yang mungkin menyebabkan ulkus. Pemeriksaan Kaki Sehari-hari Periksa bagian atas atau punggung, sisi-sisi kaki dan sela-sela jari. 1. Periksa apakah ada kulit retak atau melepuh 2. Periksa apakah ada luka dan tanda-tanda infeksi (bengkak, kemerahan, hangat, nyeri, darah atau cairan yang keluar dari luka dan bau) Perawatan Kaki Sehari-hari 1. Bersihkan kaki pada waktu mandi dengan air bersih dan sabun mandi. Bila perlu gosok kaki, dengan sikat lembut atau batu apung . Keringkan kaki dengan handuk lembut dan bersih termasuk daerah sela-sela jari kaki. 2. Berikan pelembab atau lotion pada daerah kaki yang kering agar kulit tidak menjadi rusak. 3. Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit, kemudian kikir agar kuku tidak tajam. 4. Pakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki agar tidak terjadi luka 5. Gunakan sepatu atau sandal yang baik yang sesuai dengan ukuran dan enak dipakai. Syarat sepatu yang baik untuk kaki diabetik : a. Ukuran: sepatu lebih dalam b. Panjang: inchi lebih panjang dari jari-jari kaki terpanjang saat berdiri c. Bentuk: ujung sepatu lebar (sesuai lebar jari-jari kaki) d. Tinggi tumit sepatu kurang dari 2 inchi e.Bagian dalam bawah sepatu tidak kasar dan licin f. Ruang dalam sepatu longgar, lebar sesuai bentuk kaki 6. Periksa sepatu sebelum dipakai 7. Bila ada luka kecil, obati luka dan tutup dengan pembalut bersih32

8. Periksa kaki secara rutin Senam Kaki Diabetes Tujuan: memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil kaki, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, mengatasi keterbatasan gerak sendi Cara: menggerakkan kaki dan sendi-sendi kaki dengan gerakan menekuk, meluruskan, mengangkat, memutar keluar atau kedalam, mencengkram dan meluruskan jari-jari kaki. Hal-hal yang Tidak Boleh Dilakukan 1. Jangan merendam kaki terlalu lama 2. Jangan pergunakan botol panas atau peralatan listrik untuk memanaskan kaki 3. Jangan berjalan diatas aspal atau batu panas 4. Jangan menggunakan silet untuk mengurangi kapalan 5. Jangan merokok 6. Jangan menggunakan sepatu atau kaus kaki yang sempit 7. Jangan biarkan luka kecil (Waspadji S. 2009) L.O.5. Memahami dan Menjelaskan Kenajisan Darah Dan Nanah Yang dimaksud dengan darah di sini adalah darah haid, pendarahan yang dialami oleh seorang wanita yang tengah hamil, nifas maupun darah yang mengalir; misal nya darah yang mengalir dari hewan yang disembelih. Menurut ijma'ulama, seluruh darah tersebut adalah najis, tetapi dimaafkan jika terkena sedikit saja darinya. Sedangkan darah yang terdapat pada urat (dari daging hewan yang disembelih) juga diberikan keringanan dan dimaafkan. Aisyah berkata: Kami pernah makan daging, sedang padanya masih terdapat darah yang menempel pada kuali. Di dalam kitah Shahih Bukhari disebutkan: Bahwa orang-orang Muslim pada permulaan datangnya Islam. Mereka mengerjakan shalat dalam keadaan luka. Seperti Umar bin Khaththab yang mengerjakan shalat, sedang darah lukanya mengalir. Adapun Abu Hurairah berpendapat bahwa keluarnya darah satu atau dua percikan ketika dalam melaksanakan shalat tidak membatalkan shalat tersebut. Juga diberikan keringanan pada nanah. Darah bisul dan darah kutu. Namun diutamakan agar sedapat mungkin seseorang mengindarinya. Karena pada dasarnya, Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi akan kebersihan. Ibnu Taimiyah mengatakan: "Diwajibkan mencuci pakaian yang terkena nanah. Walaupun tidak terdapat satu dalil pun yang menajiskan nya. Karena, yang terbaik adalah agar setap orang sedapat mungkin menghindarinya."

33

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Darah. http://nitt4.pun.bz/darah.xhtmlEckman, AS. 2011. Diabetes. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001214.htm

Fauci, et al. 2008. Harrison's : Principles of Internal Medicine. 17th edition. USA : McGrawHill, inc., German MS, Masharani U. 2007. Pancreatic hormones and diabetes mellitus. Greenspans basic and clinicalendocrinology. Edisi ke-8. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc. Guyton AC, Hall JE. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC. Leeson, C. Roland. Anthony A. Paparo. 1996. Buku Ajar Histologi Ed V. Jakarta : EGC Maitra A, Abbas AK. 2005. The endocrine system. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Edisi ke-7. Philadelphia: Elsevier Saunders. Mansjoer, Arif, et.al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI Robbins, et.al. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta: EGC. Sherwood, L, 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi 21. Jakarta: EGC. Snell, Richard S. 1998. Anatomi klinik: Untuk mahasiswa kedokteran edisis ketiga, ab. Aji Darma, M M C. Mulyani. Jakarta : EGC.Staf Pengajar Bagian Bedah FK UI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.

Sudoyo AW, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V Jilid II. Jakarta: InternaPublishing. Umar H, Adam J. 2009. Low Adiponectin Levels and The Risk of Type 2 Diabetes Mellitus. The IndonesianJournal of Medical Science Volume 2. Januari (1) : 56-60.Waspadji S. 2006. Kaki Diabetes. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat. Jakarta: FKUI

Waspadji, S. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo FKUI. Wijonarko. 2009. Tehnik Dressing Pada Ulcus Kaki Diabetikum. www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Manajemen%20Ulkus%20Kaki%20Diabetik.rtf

34