I. PENDAHULUAN Selama proses pencernaan, tubuh akan mendapatkan
kabohidrat dari sumber makanan yang akan dipecah menjadi
molekul-molekul gula. Salah satu molekul tersebut adalah glukosa,
sebagai sumber energi utama untuk tubuh. Glukosa diabsorbsi secara
langsung ke dalam pembuluh darah setelah setelah makan, tetapi
tidak dapat langsung masuk keadalam sel/ jaringan untuk digunakan
sebagai energi. Glukosa baru dapat digunakan sebagai bahan energi
perlu di bantu insulin yaitu hormon yang dieksresikan oleh sel
-pankreas.3
Pada saat kadar glukosa darah dalam plasma meningkat, merupakan
signal sel terhadap sel -pankreas akan mengeksresikan insulin ke
dalam darah. Kemudian insulin melalui reseptornya akan membantu
glukosa masuk ke dalam sel sebagai upaya menurunkan kadar gula
darah. Terjadinya penurunan kadar gula darah ini mencegah
terjadinya peningkatan terus-menerus kadar glukosa darah yang dapat
membahayakan (hiperglikemia), yang akhirnya kadar gula darah akan
menurun ke dalam batas normal kembali. Kadar glukosa darah
dipertahankan dalam keadaan normal dilakukan oleh peran insulin
lainnya yaitu berperan dalam produksi glukosa dari organ hepar
(Glukoneogenesis). Pada individu yang bukan diabetes , kadar normal
dalam puasa akan dipertahankan sekitar 70 sampai dengan 100 mg/dl.
3,Diabetes adalah berkurangnya insulin atau karena adanya berbagai
faktor yang menghambat kerja insulin, yang menyebabkan glukosa
darah yang tinggi dalam darah 1.Secara umum diabetes dibagi menjadi
1,2 :
1. DM tipe 1
2. DM tipe 2
3. DM tipe lain4. DM pada kehamilan (Gestational DM)
Pada penderita dengan Diabetes tipe 1 dimana adanya kerusakan
pada sel beta pankreas sehingga menyebabkan gangguan produksi
insulin.Epedemiologi terjadinya DM tipe 1 di Negara Amerika Serikat
dimana 2/3 dari Diabetes secara keseluruhan pada pasien kurang dari
19 tahun. Insidensi tertinggi ditemukan di Negara Finlandia dan
Sardinia (37 samapi 45 per 100.000 anak kurang dari 15 tahun).
Berbanding di Venezuela dan China (0.1 sampai 0.5 per 100.000
anak). Di Amerika insidensi 15 sampai 17 per 100.000 anak.
Usia 4 sampai dengan 6 tahun dan pada usia pubertas (10 sampai
dengan 14 tahun). Pada penderita dengan penyebab autoimun, gender
wanita lebih banyak dibandingkan pria. Studi di Boston perbandingan
gender pria dengan wanita pada usaia kurang dari 6 tahun yaitu 3:2.
Resiko genetik tanpa riwayat keluarga dengan diabetes tipe 1 yaitu
0,4 %, dengan ibu penderita DM tipe 1 sebanyak 2-4 %, dengan ayah
penderita DM tipe 1 5-8 persen, kedua orangtua diabetes tipe 1
sebanyak 30 persen, kembar Dizygotik 8 persen, kembar monozigot 50
persen.
Adapun presentasi klinis diabetes tipe 1 diantaranya :
Gejala klasik
Ketoasidosis diabetik
Silent (asimptomatik)
Pada gejala klasik dimana adanya hiperglikemik dengan gejala
poliuria, polidypsi dan kehilangan berat badan. Pada pasien dengan
DM tipe 1 sering memberikan manifestasi Ketoasidosis diabetik 15
sampai 67 persen. II. PATOGENESIS DM TIPE 1
Diabetes mellitus tipe 1 atau dahulu disebut insulin dependent
diabetes, adalah diabetes yang disebabkan kerusakan sel beta
pancreas, yang mengakibatkan defisiensi insulin absolute. DM tipe 1
dapat disebabkan kelainan imun atau idiopatik, dan merupakan
penyakit autoimun multifaktorial 1,2.
Faktor autoimun
Sel islet (alfa sel - yang memproduksi glukagon) , delta sel (
yang memproduksi somatostatin) atau PP sel ( memproduksi pancreatic
polipeptida) secara embriologikal dan fungsional sama dengan sel
beta dan mempunyai struktur protein yang sama dengan beta sel.
Secara patologi sel islet pancreas diinfiltrasi dengan sel limfosit
(insulitis). Setelah semua sel beta hancur, proses inflamasi
mereda, dan sel islet menjadi atrofi dan marker imunologi akan
menghilang. Studi terhadap proses autoimun pada manusia dan hewan
percobaan untuk DM tipe 1A dimana didapatkan abnormalitas pada
humoral dan selular untuk sistem imun.5 Jadi Diabetes tipe 1A
sangat kuat berhubungan dengan HLA spesifik dan sangat sering
defesiensi insulin yang severe. 5.6Percobaan pada tikus dapat
diidentifikasi setelah adanya gangguan humoral dan selular sehingga
imun sistem membentuk islet sel autoantibodi kemudian mengaktifasi
limfosit di islet sel, kelenjar limfa peripancreatik dan sistim
sirkulasi. Sel T limfosit berploriferasi (karena rangsangan protein
sel islet) yang pada akhirnya menghasilkan sitokin yang menyebabkan
insulitis. Diduga sel beta dirusak karena efek dari beberapa
sitokin ( Tumor Necrosis Factor, Interferon dan interleukin-1).
Mekanisme kematian sel beta tidak diketahui secara pasti. Diduga
berkaitan dengan metabolisme NO (nitrit oxide) dan sel CD8_T yang
bersifat sitotoksik. Autoantibodi sel Islet tidak menyebabkan
kerusakan sel Islet. Faktor GenetikMajor histocompatibility complek
antigen berkaitan dengan beberapa aktivitas imunologis. Sembilan
puluh persen dari pasien DM tipe 1 memperlihatkan adanya DR3 atau
DR4 atau keduanya. Sedangkan DR2 bersifat protektif terhadap
terjadinya DM.1Autoantibodi dan imunitas selular.MHC Gen mayor yang
didua ada pada penderita dengan DM tipe 1 yaitu MHC pada regio HLA
pada kromosom 6p. Regio ini terdapat gen dengan kode MHC class II
yang terdapat di permukaan sel dengan peran seperti makrofag. MHC
molekul terdiri dari rantai alfa dan rantai beta yang berbentuk
suatu peptida pengikat dimana antigen berhubungan dalam patogenesis
DM tipe 1. Substitusi pada satu atau dua posisi masing masing
rantai, dapat meningkatkan dan menurunkan autoantigen yang
merupakan curiga suatu DM tipe 1. Pasien dengan genetik LA DR 3 dan
DR4 mempunyai persentase yang besar untuk terjadinya DM tipe 1.
Prevalensi variasi genetik pada tiap etnik berbeda , dan ini
menjelaskan kenapa DM tipe satu banyak terjadi di Scandinavia dan
Sardinia. Tidak untuk etnik China. Adanya insulinitis saat onset
diabetes tipe 1 merupakan akibat dari sel-sel inflamasi (seperti :
sel T sitotoksik, dan makrophag) saat destruksi oleh sel B. Saat
onset diabetes tipe 1 diketahui Makrophag memproduksi sitokin yang
akan mengaktivasi limfosit. Beberapa upaya telah dibuat untuk
mencegah onset dari diabetes tipe 1. Imunosupresan dapat mencegah
kerusakan fungsi islet cell, namun remisi permanen tidak mudah
dicapai, dan berbahaya bila digunakan secara rutin. Penggunaan
nicotinamide juga pernah dilakukan, namun tidak memberikan
benefit.1Penyakit autoimun lain juga berkaitan dengan DM tipe 1,
insidensi terjadinya celiac disease, Addison disease, hipotiroid,
dan anemia pernisiosa peningkat pada penderita DM tipe 1. Adanya
sel islet antibody yang persisten, mempertinggi insidensi penyakit
autoimun lain pada DM tipe 1. 1Faktor Lingkungan Beberapa
lingkungan dapat mencetuskan proses autoimun pada individu dengan
dugaan genetik. Identifikasi faktor lingkungan sangat sulit karena
kejadiannya yang mendahului beberapa tahun sebelum terjadinya
Diabetes Melitus (Gambar 1).
Gambar 1.
Yang termasuk pencetus lingkungan termasuk didalamnya yaitu
virus , protein susu sapi, dan bahan yang mengandung nitrosurea.
Virus yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 1 pada manusia
antara lain mumps, Coxsackie B, retrovirus, rubella,
cytomegalovirus, dan Epstein-Barr virus. 2Faktor lingkungan yang
paling berperan menyebabkan terjadinya DM tipe 1 adalah infeksi
virus. Beberapa virus dapat menyerang sel B pancreas secara
langsung melalui efek cytolytic atau dengan memicu serangan
autoimun terhadap sel B pancreas. Bukti infeksi virus sebagai
bagian etiologi diperoleh dari model hewan. Sebagai tambahan, pada
pasien baru dengan DM tipe 1 dapat memperlihatkan bukti serologis
infeksi virus.Diabetes pada pasien dengan sindrom congenital
Rubella diduga satusatunya bentuk diabetes tipe 1A yang disebabkan
infeksi virus. Infeksi kongenital non Rubella tidak menunjukkan
adanya hubungan terjadinya diabetes.
Kerusakan sel beta pancreas pada DM tipe 1 merupakan kombinasi
dari faktor genetic dan lingkungan yang menjadi pemicu serangan
autoimun terhadap sel beta pancreas. Pada kembar monozigot identik,
hanya seperti dari pasangan mengalami DM tipe 1. 1 Studi lain
menyebutkan antara 30-50% 2. Sedangkan pada DM tipe 2, hampir semua
pasangan kembar monozigot terkena. 1,2. Faktor lingkungan diketahui
menjadi pemicu pada dua pertiga kasus DM tipe 1. 2Susu sapi diduga
sebagai salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya
diabetes tipe1. Diduga beberapa komponen albumin di susu sapi
(albumin serum sapi) , sebagai bahan dasar susu formula, dan
omponen tersebut merangsang suatu autoimun respon.7 Penelitian di
Finlandia didapatkan peningkatan resiko untuk terjadinya DM tipe 1
yang berhubungan dengan pengenalan susu sapi formula lebih dini
pada bayi dan pada anak-anak yang mengkonsumsi susu. Namun
penelitian secara cross-sectional tidak ada evidens yang
berhubungan antara terpapar dini susu sapi untuk terjadinya DM tipe
1.8 Beberapa prospektif studi menyatakan tidak ada hubungan antara
memberikan susu sapi dengan berkembangnya autoimunitas sel islet
pada anak untuk berkembang menjadi DM tipe 1. 9Faktor perinatal
diduga berhubungan dengan meningkatnya resiko DM tipe 1 pada studi
Dimana terhadap 892 anak dengan diabetes dan 2991 anak normal di
Eropah.10 Usia ibu >25 tahun, preeklamsi, neonatal respiratory
distress, dan jaundice, inkompatibilitas golongan darah ABO, berat
badan lahir rendah diduga menjadi penyebab meningkatnya resiko.
Terdapat hubungan langsung antara berat badan lahir dengan dengan
resiko untuk terjadinya diabetes tipe 1.11
Kejadian DM tipe 1 diduga suatu respon sel mediated untuk
protein susu sapi yang spesifik, beta-casein , yang berperan dalam
patogenesis DM tipe 1..Suatu studi epidemiologi pada anak- anak
dari sepuluh negara mempunyai hubungan yang sangat kuat antara
insidensi DM tipe 1 dengan konsumsi beta-casein.12Sereal -- pada
bayi dengan resiko tinggi Dm tipe 1 waktu untuk pemberian sereal,
dapat memberikan efek resiko berkembangnya islet sel autoantibodi
(IA). Dalam dua studi prospektif yang cukup besar datanya, pada
bayi yang beresiko tinggi DM tipe 1 . golongan dengan pemberian
sereal sebelum usia tiga bulan sejumlah 99.100 berhubungan dengan
berkembangnya IA , dibandingkan 99 dengan golongan yang diberikan
setelah tujuh bulan.13 Peningkatan resiko berhubungan dengan sereal
yang mengandung gluten. 14 Pengenalan awal dari gluten (usia < 3
bulan) meningkatkan resiko terkena penyakit Celiac. 15NitratStudi
di Colorado dan di Yorkshire ditemukan insidensi terjadinya
Diabetes tipe 1 berhubungan dengan konsentrasi nitrat dalam
minuman. Insidensi mencapai 30% lebih tinggi pada daerah dengan
konsentrasi nitrat dalam minumannya yaitu diatas 14.8 mg/L
berbanding dengan daerah dengan konsentrasi nitrat dalam minumannya
dibawah 3,2 mg/L.
Perjalanan terjadinya DM tipe 1
Sel islet autoantibodi ada pada beberapa bulan setelah
kelahiran, dan sering berkembang setelah usia 9 bulan.
Berkembangnya autoantibodi tertinggi usia antara 9 bulan sampai 3
tahun. Autoantibodi pertama yaitu insulin autoantibodi mempunyai
kadar yang sangat tinggi. Dalam perkembangannya insulin
autoantibodi ini akan mengakibatkan terjdainya diabetes.
Autoantibodi ini sangat berpengaruh terhadap resiko terjadinya
diabetes tipe 1A. Diabetes tipe 1 sangat sulit untuk dideteksi ,
namun jika orangtua dengan riwayat diabetes akan sangat mudah untuk
skrining. Wanita dengan diabetes gestational, 5 persen kejadian
anak dengan diabetes tipe1. Biasanya DM tipe 1 yang tidak
dideteksi. Beberapa kasus baru diketahui adanya diabetes tipe 1
setelah adanya gejala koma dengan hiperglikemik dan beberapa kasus
ketoasidosis dan edema otak. PENCEGAHAN DIABETES TIPE 1Pasien
dengan diagnosis DM tipe 1 mempunyai sel beta normal lebih kurang
antara 10 % sampai 50 % dimana pasien muncul dengan gejala diabetes
yang khas seperti Ketoasidosis dimana sekresi insulin yang sedikit.
Dengan pemberian insulin dengan regulasi gula darah akan membuat
gula darah yang stabil , peningkatan sekresi insulin dan keadaan
dimana kebutuhan akan insulin sangat sedikit. Keadaan ini disebut
dengan Honeymoon Phase dari diabetes tipe 1. Sejalan dengan waktu
(antara beberapa bulan atau tahun) setelah didiagnosis diabetes,
beta sel yang bertahan tadi akan mati dan sekresi C-peptida
berkurang secara progresif. Setelah 3 sampai 5 tahun setelah
didiagnosis diabetes, beberapa anak sudah tidak mempunyai C
peptide. Kehilangan C peptide ini berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan insulin, dan perburukan metabolisme. Pertahanan terhadap
C peptide mempunyai peran yang penting suatu usaha untuk mencegah
kerusakan sel beta lebih lanjut setelah onset terjadinya diabetes.
Prediksi untuk DM tipe 1 diantaranya menggunakan genetik marker
untuk yang beresiko DM tipe 1. Genetik yang memungkinkan terjadinya
DM tipe 1 diantaranya HLA region pada kromosom 6p. Lebih dari 90
persen pasien dengan Diabetes tipe 1 terdapat gen DR4, DRQB*0302
dan atau DR3, DQB*0201. Penggunaan marker imunologi diantaranya
autoantibodi serum sel islet, insulin, glutamic acid decarboxylase
dapat dideteksi pada periode preklinis pada DM tipe 1. Test glukosa
tolerans intra vena ( Intra Vena Glucose Tolerance Test) dimana
serum insulin meningkat dari baseline setelah sepuluh menit
pemberian glukosa berhubungan dengan fungsi sel beta.Percobaan
pencegahan untuk diabetes tipe 1 terdiri dari 3 diantaranya
pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer dimana pencegahan terjadinya perkembangan
autoimunitas terhadap sel islet. Pencegahan sekunder pencegahan sel
beta setelah aktifasi autoimunitas sel islet. Dan pencegahan
tersier yaitu setelah terjadinya onset diabetes atau termasuk
transplantasi sel islet. Beberapa usaha pencegahan agar tidak
terjadinya kerusakan sel beta lebih lanjut setelah terjadinya
diabetes diantaranya dengan pemerian siklosporin. Pemberian
Siklosporin dimana memberikan efek imunosepresan. Percobaan tidak
memberikan efek yang berarti untuk mencegah terjadinya penghancuran
sel beta. Efek samping yang besar seperti resiko imunosepresi dan
nefrotoksik membuat siklosporin terapi tidak memberikan benefit
pada pencegahan kerusakan sel beta. Beberapa percobaan untuk
pencegahan kerusakan sel beta ini diantaranya dengan vaksinasi BCG,
pemberian nikotinamida, azathioprine dan methotrexate. Pemberian
Anti-CD3 antibodies, yang dilakukan percobaan pada mencit, namun
CD3 monoclonal antibodi tidak dapat digunakan karena akan
memberikan efek samping sitokin mediated TNFa yang begitu besar.
Modifikasi CD 3 mononukleal antibodi ini memberikan efek samping
yang sedikit ( demam,sakit kepala dan hipotensi). Autoantibodi ini
sudah digunakan dengan baik untuk pengobatan penyakit akut renal
allograft dan psoriatik artritis. Pemberian anti CD-3 antibodi
memberikan efek yang sangat signifikan, namun beberapa efek samping
membuat benefit negatif. Mekanismenya sendiri belum jelas, diduga
mempunyai peran regulasi sel T dan memberikan generasi autoimun
pada penderita DM tipe 1.
Pemberian thymoglobulin atau antithymocyte globulin (ATG)
mempunyai benefit yang baik pada penderita DM tipe 1. Pada pasien
yang baru saja didiagnosis dengan diabetes dimana memberikan efek
perpanjangan fase honeymoon pada penderita DM 1.
Pemberian Anti CD 20 atau Rituximab dimana digunakan untuk
terapi B sel neoplasia dan sebagai antibodi mediated penyakit
autoimun. Pada suatu studi Rituximab bermanfaat untuk rheumatoid
artritis. Penelitian untuk penggunaan CD 20 pada penderita diabetes
tipe 1 masih belum banyak didapatkan informasi.
Pencegahan penggunaan susu sapi pada beberapa grup dengan
genetik untuk Diabetes tipe 1 dimana didapatkan nilai yang cukup
bermakna.
Pemberian vitamin D dapat memberikan proteksi untuk terjadinya
DM tipe 1. Studi terhadap 10.000 anak diberikan vitamin D
(2000IU/hari) mempunyai efek mengurangi resiko terjadinya DM tipe 1
dibandingkan pemberian vitamin D dosis rendah (RR0.22).
PERBANDINGAN DIABETES TIPE 1 DENGAN TIPE 2
Perbandingan Diabetes tipe 1 dengan tipe 2
DM tipe 1DM tipe 2
Reaksi inflamasi pada sel isletTidak ada insulinitis
Pengrusakan sel B isletGangguan fungsi sel B
Antibodi sel islet (+)Tidak ditemukan antibody sel islet
Berhubungan dengan HLATidak berkaitan dengan HLA
Tidak diturunkan secara langsung Berkaitan erat dengan faktor
genetik
III. PENATALAKSANAAN DM TIPE 1
Penatalaksaaan DM tipe 1, membutuhkan memerlukan kerjasama baik
dari dokter, perawat, bagian gizi, dan profresi kesehatan lainnya.
Tujuan dari kerjasama ini terhadap pasien adalah untuk mencapai
target gula darah mendekati normal. Pencapaian target gula darah
senormal mungkin ini berhubungan dengan berkurangnya resiko dari
komplikasi diabetes. 3
Berdasarkan penelitian The Diabetes Control an Complication
Trial (DCCT) di Amerika Serikat tahun 1993, intensif terapi dengan
penggunaan external pump, atau pemberian insulin 3 kali atau lebih
akan memperlambat onset dan progresifitas komplikasi mikrovaskular,
dibandingkan penggunaan insulin konvensional yang berupa pemberian
insulin 1-2 kali per hari 2,3.
Berdasarnya rekomendasi American Diabetic Association (ADA)
target terapi pada pada DM tipe 1 adalah HbA1c < 7%. Target
glikemik yang disarankan, disajikan pada table berikut
:3ParameterNormalADAACE
Premeal glucose