Top Banner
LIPI Berita Biologi Jumal llmiah Nasional ISSN 0126-1754 Volume 8, Nomor 2, Agustus 2006 Terakreditasi Peringkat A SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Diterbitkan Oleh Pusat Penelitian Biologi - LIPI
16

SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Oct 06, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

LIPI

BeritaBiologiJumal llmiah Nasional

ISSN 0126-1754Volume 8, Nomor 2, Agustus 2006

Terakreditasi Peringkat ASK Kepala LIPI

Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006

Diterbitkan OlehPusat Penelitian Biologi - LIPI

Page 2: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Berita Biologi merupakan Jurnal Umiah Nasional yang dikelola oleh Pusat Penelitian Biologi -Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), untuk menerbitkan hasil karya-penelitian dankarya pengembangan, tinjauan kembali (review) dan ulasan topik khusus dalam bidang

biologi. Disediakan pula ruang untuk menguraikan seluk beluk peralatan laboratorium yang spesifikdan dipakai secara umum, standard dan secara internasional. Juga uraian tentang metode-metodeberstandar baku dalam bidang biologi, baik laboratorium, lapangan maupun pengolahan koleksibiodiversitas. Kesempatan menulis terbuka untuk umum meliputi para peneliti lembaga riset, pengajarperguruan tinggi (dosen) maupun pekarya-tesis sarjana semua strata. Makalah harus dipersiapkandengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan penulisan yang tercantum dalam setiap nomor.

Diterbitkan 3 kali dalam setahun bulan April, Agustus dan Desember. Satu volume terdiri dari6 nomor.

Surat Keputusan Ketua LIPINomor: 1326/E/2000, Tanggal 9 Juni 2000

Dewan Pengurus

Pemimpin Redaksi

B Paul Naiola

Anggota Redaksi

Andria Agusta, Iwan Saskiawan, Tukirin Partomihardjo, Hari Sutrisno

Desain dan Komputerisasi

Muhamad Ruslan

Distribusi-

Budiarjo

Sekretaris Redaksi/Korespondensi Umum

(berlangganan dan surat-menyurat)

Enok

Pusat Penelitian Biologi - LIPIJl. Ir. H. Juanda 18, PO Box 208, Bogor, Indonesia

Telepon(0251)321038, 321041, 324616Faksimili (0251) 325854; 336538

Email: [email protected]

Keterangan foto cover depan: Perbandingan pola fragmen RAPD pada Pinanga javana dan P. coronata, sesuaimakalah di halaman 91 (Foto: Joko Ridho Witono dan Katsuhiko Kondo,University of Hiroshima, Japan)

Page 3: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

ISSN 0126-1754Volume 8, Nomor 2, Agustus 2006

Terakreditasi PeringkatASKKepala LIPI

Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006

BiologiJurnal llmiah Nasional

Diterbitkan olehPusat Penelitian Biologi - LIPI

Page 4: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Berita Biologi Volume 8, Nomor 2 Agustus 2006

KATA PENGANTAR

Jurnal Ilmiah "Berita Biologi" Nomor ini yang tampil sebagai Volume 8 Nomor 2, Agustus 2006,

memuat berbagai bahasan terutama dari hasil penelitian maupun tinjauan ulang (review) para peneliti dari

berbagai institusi.

Orasi pengukuhan Ahli Peneliti Utama (APU), kali ini kami pilih dari dunia samudera, yakni karya Dr. Ir.

Ngurah Nyoman Wiadnyana yang disampaikan pada tanggal 15 September 2005. Peneliti Senior yang

membangun karier penelitiannya di Lembaga Penelitian Oseanografi-LIPI ini mengayakan kita dengan suatu

topik yang sangat menarik: plankton dan "red tide" di ekosistem perairan (marine) Indonesia. Pemrasaran secara

jelas mengemukakan topik yang belum banyak diteliti di Indonesia. Selain pengayaan pengetahuan tentang

plankton, meliputi klasifikasi dan peran ekologis serta manfaat, secara khusus dibahas tentang red tide:

fenomena, penyebab dan dampak yang ditimbulkannya. Dr. Wiadnyana mengangkat sebuah tantangan,

khususnya bagi para peneliti: akankah Indonesia menjadi lautan red tide?; yang jika tidak dikelola secara

bijaksana pertanyaan ini mungkin saja dapat menjadi suatu realita di masa depan, karena permasalahan

fenomena red tide, menuratnya tampak semakin meluas di perairan Indonesia. Sementara kita tahu bahwa

kebidupan marine adalah juga kehidupan kita masa lalu, sekarang dan masa depan!. Pada salah satu bagian

orasinya, ditulis " harapan saya semoga apa yang saya uraikan ini dapat dijadikan buah pemikiran dalam

upaya terus mengembangkan ilmu planktonologi yang pada umumnya kurang mendapat minat dari para ilmuan

muda....".

Masih dari Jepang, sebagai kelanjutan studi tentang Pinanga, dibahas aspek modifikasi protokol isolasi

DNA dari jaringan daun yang dikeringkan dengan silica gel. Hasil penelitian ini merupakan bagian dari program

doktor JRW di University of Hiroshima, Jepang. Sementara itu, informasi karakter kimia dari kekayaan

keanekaragaman hayati Indonesia tercermin dalam hasil penelitian spesies Hopea. Laporan dari dunia hewan

ternak tentang imunologi resistensi domba ekor tipis terhadap infeksi cacing hati. Pulai yang dikenal berpotensi

sebagai tumbuhan obat dipelajari aspek kultur jaringannya, meliputi penyimpanan dan regenerasi. Selanjutnya

masih dalam studi kultur jaringan, dilakukan terhadap jahe sebagai tanaman obat maupun industri, yakni

pengaruh perlakuan-perlakuan spesifik terhadap induksi kalusnya. Studi tentang benalu memberikan gambaran

ancaman potensial terhadap koleksi Kebun Raya. Suatu tinjauan ulang {review) membahas makluk hidup sebagai

sumber obat anti-infeksi, dengan penekanan khusus pada aspek diversitas jalur biosintesis senyawa terpena.

Selamat membaca.

Salam Iptek,

Page 5: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Berita Biologi Volume 8. Nomor 2 Aguslus 2006

Ketentuan-ketentuan untuk Penulisan dalam Berita Biologi

1. Karangan Ilmiah asli, hasil penelitian dan belum pemah diterbitkan atau tidak sedang dikirim ke media lain.2. Bahasa Indonesia. Bahasa Inggris dan asing lainnya, dipertimbangkan.3. Masalah yang diliput, diharapkan aspek "baru" dalam bidang-bidang

• Biologi dasar (pure biology), meliputi turunan-tumnannya (mikrobiolgi, fisiologi, ekologi, genetika,morfologi, sistematik dan sebagainya).

• Ilmu serumpun dengan biologi: pertanian, kehutanan, peternakan, perikanan dan biologi laut,agrobiologi, agro bioklimatologi, kesehatan, kimia, lingkungan, agroforestri. Aspek/pendekatan biologihams tampak jelas.

4. Deskripsi masalah: hams jelas adanya tantangan ilmiah (scientific challenge).5. Metode pendekatan masalah: standar, sesuai bidang masing-masing.6. Hasil: hasil temuan haras jelas dan terarah.7. Kerangka karangan: standar.

Abstrak dalam bahasa Inggris, maksimum 200 kata, spasi tunggal, ditulis miring, isi singkat, padat yangpada dasarnya menjelaskan masalah dan hasil temuan. Hasil dipisahkan dari Pembahasan.

8. Pola penyiapan makalah: spasi ganda (kecuali abstrak), pada kertas berukuran A4 (70 gram), maksimum IShalaman termasuk gambar/foto; tidak diperkenankan mencantumkan lampiran.Gambar dan foto: maksimum 4 buah dan hams bermutu tinggi, gambar pada kertas kalkir (bila manual)dengan tinta cina, berukuran kartu pos, foto berwarna akan dipertimbangkan; sebutkan programnya bilagambar dibuat dengan komputer. Versi terakhir (sesudah perbaikan berdasarkan rekomendasi parapenilail/referee), hams disertai disket yang ditulis dengan program WP atau Microsoft Word 97 ke atas.

9. Kirimkan 2 (dua) eksemplar makalah ke Redaksi (alamat pada cover depan-dalam): satu eksemplar tanpanama dan alamat penulis (-penulis)nya.

10. Cara penulisan sumber pustaka: tuliskan nama jurnal, buku, presiding atau sumber lainnya secara lengkap,jangan disingkat. Nama inisial pengarang tidak perlu diberi tanda titik pemisah.a. Jurnal

Premachandra GS, Saneko H, Fujita K and Ogata S. 1992. Leaf Water Relations, OsmoticAdjustment, Cell Membrane Stability, Epicutilar Wax Load and (irowth as Affected by IncreasingWater Deficits in Sorghum. Journal of Experimental Botany 43,1559-1576.

b. BukuKramer PJ, 1983. Plant Water Relationship. Academic, New York, 76.

c. Prosiding atau hasil Simposium/Seminar/Lokakarya dan sebagainyaHamzah MS dan Yusuf SA. 1995. Pengamatan Beberapa Aspek Biologi Sotong Buluh (SepioteuthisLessoniana) di Sekitar Perairan Pantai Wokam Bagian Barat, Kepulauan Am, Maluku Tenggara.Prosiding Seminar Nasional Biologi XI, Ujung Pandang 20-21 Juli 1993. M. Hasan, A. Mattimu, JGNelwan dan M. Littay (Penyunting). Perhimpunan Biologi Indonesia, 769-777.

d. Makalah sebagai bagian dari bukuLeegood RC and Walker DA. 1993. Chloroplast and Protoplast. Dalam: Photosynthesis andProduction in a Changing Environment. DO Hall, JMO Scurlock, HR Bohlar Nordenkampf, RCLeegood and SP Long (Editor). Champman and Hall. London, 268-282.

11. Kirimkan makalahnya ke Redaksi. Sertakan alamat Penulis yang jelas, juga meliputi nomor telepon(termasuk HP) yang mudah dan cepat dihubungi dan alamat elektroniknya (E-mail).

ru

Page 6: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Berita Biologi Volume 8, Nomor 2 Aguslus 2006

Penilai (Referee) Nomor ini

BP Naiola

D Widyatmoko

D Siti Hazar Hoesen

Fadjar Satrija

Ika Mariska

IV

Page 7: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Berita Biologi Volume 8, Nomor 2, Agustus 2006

DAFTAR ISI

ORASI PENGUKUHAN AHLI PENELITI UTAMA

PERANAN PLANKTON DALAM EKOSISTEM PERAIRAN:INDONESIA, LAUTAN RED TIDE?[The Role of Plankton in Aquatic Ecosystem: Indonesia, Red Tide Ocean?]Ngurah Nyoman Wiadnyana vii

MAKALAH HASIL RISET (ORIGINAL PAPERS)

MODIFICATION OF DNA ISOLATION PROTOCOL FROM SILICA GELDRIED-LEAF TISSUES OF Pinanga (PALMAE)Joko Ridho Witono and Katsuhiko Kondo 91

MEKANISME IMUNOLOGI DARI RESISTENSI DOMBA EKOR TIPIS TERHADAPINFEKSI Fasciola gigantica[Immunological Resistance of Indonesian Thin-Tailed Sheep (ITT) to Fasciola gigantica]Ening Wiedosari 99

KAJIAN FITOKIMIA Hopea mengarawan DAN IMPLKASINYA PADA KEMOTAKSONOMIHOPEA[Phytochemical Screening of Hopea mengarawan and Its Implication Against Chemotaxonomyof Hopea]Sahidin, Euis H Hakim, Yana M Syah, Lia D Juliawaty, SjamsulA Achmad,Laily Bin Din, Jalifah Latip 107

PENGARUH 2,4-D DAN BA TERHADAP INDUKSI KALUS EMBRIOGENIKPADA KULTUR MERISTEM JAHE(Zingiber officinale Rosc.)[The Effect of 2,4-D and BA of Embryogenic Callus Induction of Meristem Culture

115

PENYIMPANAN DAN REGENERASI TANAMAN PULAI {Alstonia scholaris (L.) R.Br.}MELALUIKULTUR IN VITRO[Preservation and Regeneration of Pulai {Alstonia scholaris (L.) R.Br.} Through In Vitro Culture] 121Ragapadmi Purnamaningsih, flea Mariska dan SriHutami

KERUSAKAN MORFOLOGI TUMBUHAN KOLEKSI KEBUN RAYA PURWODADI OLEHBENALU (LORANTHACEAE DAN VISCACEAE)[Morphological Damage of Plants Collections in Purwodadi Botanic Gardensby Mistletoe {Loranthaceae and Viscaceae}]Sunaryo, Erlin Rachman dan Tahan Uji 129

TINJAUAN ULANG:

DIVERSITAS JALUR BIOSINTESIS SENYAWA TERPENA PADA MAKHLUK HIDUPSEBAGAI TARGET OBAT ANTIINFEKTIF[Diversity of the Terpene Biosynthetic Pathways in Living Organismsas Antiinfective Drug Targets]Andria Agusta 141

Page 8: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Berita Biologi Volume 8, Nomor 2, Agustus 2006

ORASI PENGUKUHAN AHLI PENELITI UTAMA1

PERANAN PLANKTON DALAM EKOSISTEM PERAIRAN:INDONESIA, LAUTAN RED TIDE?

[The Role of Plankton in Aquatic Ecosystem: Indonesia, Red Tide Ocean?]

Ngurah Nyoman WiadnyanaPusat Penelitian Oseanografi-LIPI

Jin. Pasir Putih No. 1, Ancol Timur, Jakarta2

LATARBELAKANG DAN ENGEMBANGANWAWASAN KEELMUAN

Puji dan syukur saya panjatkan kehadapan SangMaha Pecipta Ida Sanghyang Widhi Wasa atas segalarahmat, berkah, keselamatan, kesehatan, kedudukan,kehormatan dan kebahagian yang telah dikaruniakankepada saya. Berkat kemurahan dan perlindunganNyasaya berada di atas mimbar terhormat ini untukmenyampaikan orasi pengukuhan saya sebagai AhliPeneliti Utama dalam bidang Ekologi Laut.

Dari studi "awal" saya, diperoleh suatukesimpulan bahwa daratan sebagai sumber berbagaizat organik dan anorganik berpengaruh terhadappeningkatan kuantitas biomassa plankton. Sementaraperubahan biomassa plankton dari segi waktu terjadisebanding dengan besar kecilnya pengaruh daridaratan dan perubahan-perubahan yang terjadi diperairan akibat perubahan musim.

Pada saat melanjutkan ke program studi lebihlanjut, aspek ekologi plankton terus saya pelajari secaralebih luas mulai dari bakteri plankton sampai padazooplankton. Berbagai hal saya ingin ketahui yangberkaitan dengan proses perpindahan materi dari satutingkatan trofik ke tingkat trofik yang lebih tinggi dalamrantai makanan plankton atau lebih dikenal dengannama "trophodinamika". Sebelum sampai pada topikyang menjadi fokus dalam studi, harus dilakukanberbagai studi pendahuluan dengan melakukanpercobaan-percobaan laboratorium. Selanjutnyapercobaan-percobaan laboratorium dan pengambilan

sampel lapangan terus dilakukan untuk memperolehhasil seperti yang telah dirancang semula yaitu untukmenjawab "bagaimana proses transfer energi terjadimulai dari bakterioplankton sampai pada tingkatmakrozooplankton".

Dari studi ini diperoleh berbagai kesimpulanseperti peran mikrozooplankton (ciliata pelagis) sebagaijembatan penghubung bagi rantai makanan tingkatpaling bawah (microbian loop) ke tingkat lebih tinggi(zooplankton), adanya preferensi makanan padazooplankton (copepoda) terhadap mikrozooplankton,peran zooplankton sebagai vektor dalam perpindahanmateri organik ke tingkatan trofik yang lebih tinggi(ikan), peran zooplankton (salpa) sebagai pensuplaimateri organik dari lapisan pelagis ke lapisan perairanyang lebih dalam bagi organisme bentik.

Berbekal ilmu-ilmu yang berkaitan denganaspek ekologis dari plankton, berbagai penelitian yangberkaitan dengan ekologi plankton terus sayakembangkan pada Balai Penelitian dan PengembanganSumberdaya Laut, Pusat Penelitian dan PengembanganOseanologi-LIPI Ambon. Dalam pengembanganpenelitian ini, tidak sedikit mengalami kendala danhambatan seperti masih minimnya peralatan mikroskop.Namun, berkat terobosan kerjasama dengan pihak luarseperti Jepang, hambatan tersebut dapat diatasi. Perludisadari bahwa bidang plankton harus memiliki modalperalatan yang memadai seperti mikroskop, jaringplankton dan peralatan bantu pengambilan dan analisissample plankton.

'Telah direvisi menjadi versi Jumal oleh Editor2Saat ini sedang ditugaskan dalam jabatan sebagai Kepala Bidang Pelayanan Teknis pada Pusat Riset Perikanan Tangkap,Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan-Republik Indonesia.

vii

Page 9: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Wiadnyana - Pidato Pengukuhan APU: Peranan Plankton dalam Ekosistem Perairan: Indonesia, Lautan Red Tide?

GAMBARAN UMUM DAN PENGAMATANPLANKTON

Dari berbagai definisi tentang plankton,disebutkan bahwa plankton merupakan kumpulan dariorganisme pelagis yang sangat mudah hanyut olehgerakan massa air. Plankton berbeda dengan nekton(ikan), yang juga merupakan organisme pelagis, namundapat berenang cukup kuat sehingga dapat melawangerakan massa air. Plankton juga memiliki perbedaandengan bentos yang terdiri dari organisme yang hidupdidasar perairan.

Pada beberapa hal definisi plankton tersebuttidak selalu berlaku demikian sebab ada organismepelagik yang dianggap sebagai plankton namunmempunyai gerakan vertikal dengan cepat danamplitude tinggi sehingga mampu melawan kondisilingkungan sekelilingnya. Organisme yang demikianitu cenderung disebut sebagai mikronekton ataunekton kecil. Disamping itu ada organisme yangbiasa hidup di dasar perairan berpindah menuju kepermukaan pada malam hari dan hidup sebagaiplankton. Jadi organisme ini mempunyai dua sisikehidupan, yaitu sebagai bentos dan plankton.

Dalam klasifikasinya, organisme planktondapat dibedakan menurut: cara memperolehmakanan; kehidupan alamiah dan ukuran. Klasifikasiplankton menurut cara memperoleh makanannyamemberikan pembagian plankton yang disebutfitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton(plankton nabati) adalah kumpulan organismeplankton, dengan memanfaatkan unsur-unsur hara,sinar matahari dan karbon dioksida, dapatmemprodukdi materi organik. Sedangkanzooplankton adalah kumpulan organisme planktonyang bersifat heterotrofik, yang mana untukhidupnya membutuhkan materi organik dariorganisme lainnya, khususnya fitoplankton.

Klasifikasi plankton berdasarkan padakehidupan alamiah yang khususnya ditujukan padaorganisme zooplankton, membedakan plankton menjadidua bagian yaitu holoplankton dan meroplankton.Holoplankton adalah kumpulan dari organismezooplankton yang seluruh daur hidupnya sebagaiplankton. Sedangkan meroplankton diartikan sebagaiorganisme yang sebagian dari daur hidupnya bersifat

planktonis dan selanjutnya mengalami perubahan/metamorfosis menjadi nekton atau bentos.

Menurut ukurannya plankton dibedakanmenjadi tujuh kategori: femtoplankton (0,02 - 0,2 µm);pikoplankton (0,2 - 2,0 µm); nanoplankton (2,0 - 20\xn); mikroplankton (20 - 200 µm); mesoplankton (0,2 -20 mm); makroplankton (2 - 20 cm) dan ukuranmegaplankton (20 - 200 cm). Pada umumnya organismeplankton berukuran dari 0,2 µm - 2.000 µm.

Untuk melakukan pengamatan kuantitatifplankton, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,terutama yang berkaitan dengan strategi pengambilansampel, peralatan sampling yang digunakan, bahanpengawet, dan penggunaan mikroskop.

Komponen plankton yang berukuran < 20 µmmencakup organisme autotrofik (organisme yang dapatmelakukan fotosintesis) dan heterotrofik (organismeyang memanfaatkan bahan organik dari organismelainnya), diantaranya: cyanobanteria chroococcoid(prokaryotic), alga sangat kecil (eukaryotik), bakteri danflagellata heterotrofik (Foto 1).

Meskipun ukurannya relatif sangat kecil,kelompok plankton berukuran < 20 urn memilikikontribusi secara kuantitatif penting di perairan.Berbagai penelitian yang dihimpun di berbagai perairanyang dilakukan sejak lebih dari 20 tahun menyebutkankontribusinya dapat melebihi SO % dari total produksiprimer organisme mikroplantonik (plankton berukuran< 100 µm). Bagaimana dengan di perairan Indonesia?;informasi tentang hal ini belum banyak terungkap,sehingga perlu untuk dipelajari. Mikroplanktondikategorikan menjadi dua bagian, yaknimikrofitoplnakton dan mikrozooplankton. Pada Foto 2diperlihatkan contoh beberapa spesies mikroplanktonyang mencakup diatom, dinoflagellata,coccolithophorid, silicoflagellata, cyanophyta dan Iain-lain. Jenis-jenis ini disebut juga kelompok "fitoplanktonklasik" untuk membedakan kelompok ini denganfitoplankton yang berukuran nanoplankton yang terkaitdengan jaringan mikrobia.

Dalam hal strategi pengambilan sampel,umumnya dikaitkan dengan tujuan dan sasaran yangingin dicapai dalam pengamatan. Pengambilan sampeldapat dilakukan baik secara vertikal maupunhorisontal. Pengambilan sampel secara vertikal sering

viii

Page 10: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Berita Biologi Volume 8, Nomor 2, Agustus 2006

Fotol. Komponen plankton berukuran < 20 |im: a-bakteri heterotrofik; b-cyanobakteri; c-bakteri dan pikoflagellataheterotrofik; d-bakteria dan pikoflagellata autotrofik; e, g, h-nanoflagellata autotrofik; I-diatom; f, j, k-nanoflagellataheterotrofik.

mengikuti petunjuk kedalaman standar oseanografi(misalnya 0,5,25,50,75,100 mdst). Pada pengambilansampel di perairan pesisir juga diperhitungkan posisi garispantai, dimana pengambilan sampel umumnya dilakukandengan posisi tegak lurus dan sejajar garis pantai.Mengenai jarak antar titik pengambilan sampel ditentukansedemikian rupa, agar mengungkap dan memahamikondisi plankton secara maksimal sesuai dengan tujuanpengamatan.

Peralatan sampling yang digunakan untukpengambilan sampel pada umumnya berbeda-bedamenurut ukuran plankton. Pada pengambilan sampel piko-dan nanoplankton digunakan tabling Van Dorn, Niskinatau Nansen. Untuk pengambilan sampel mikroplanktondapat dilakukan dengan cara: (i) menggunakan jaringplankton yang memiliki diameter mulut sebesar 30 cm danmata jaring 64 |im, (ii) pengambilan sampel dengan tablingVan Dorn atau Niskin, ditampung dalam botol sampel (250ml), diberi bahan pengawet formalin atau larutan Lugol,dan (iii) pengambilan sampel dengan tabung Van Dornatau Niskin, selanjutnya dilakukan penyaringan sebanyaklebih dari 2 1 dengan jaring plankton berdiameter 15 cmdengan mata jaring 20 µm

Pengambilan sampel zooplankton padaumumnya dilakukan dengan menggunakan jaringplankton, meskipun dapat dilakukan dengan cara lain,misalnya melakukan penyedotan air dengan pompa,kemudian air disaring dengan mata jaring tertentu (102µm, 200 µm atau 300µm). Cara ini cukup jarangdilakukan karena memerlukan peralatan khusus danwahana penelitian yang dilengkapi peralatan listrik agardapat melakukan penyedotan air dan dalampengopersiannya hanya terbatas pada kedalamanpermukaan.

Setelah melakukan pengambilan sampel, setiapbotol sampel harus diberi keterangan sepertiberikut: nama ekspedisi/penelitian, lokasi pengambilan(posisi lintang dan bujur), hari dan waktu pengambilansampel, metode penarikan jaring/koleksi sampel dannama orang yang melakukan pengambilan sampel.Semuanya itu sangat penting bagi pengambilan sampeldalam suatu grup penelitian/ekspedisi.

Pemberian bahan pengawet pada sampeldimaksudkan agar sampel-sampel yang tidak dapatdiamati segera setelah pengambilan sampel, tidakmengalami kerusakan. Jenis-jenis bahan pengawet

IX

Page 11: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Wiadnyana - Pidato PengukuhanAPU: Peranan Plankton dalam Ekosistem Perairan: Indonesia, Lautan Red Tide?

Foto 2. Berbagai spesies mikroplankton yang berasal dariberbagai perairan: a-Thalassionema nitzschiodes,b-Navicula sp., c-Biddulphia mobiliensis, d-Rhizosolenia indica, e-Coscinodiscus sp., f-Chaetoceros castracanei, g-Noctiluca scintillans,h-Dissodinium lunula, i-Ceratium furca, j-Ornitocercus serratus, k-Pyrodinium bahamensevar. compressum, \-Codonellopsis morchella, m-Favella sp., Strombidium sp., o-Laboea strobila,p-larva copepoda dan q-Trichodesmiumerythraeum.

yang umum digunakan di lapangan adalah formalin,larutan Lugol dan larutan Bouin, sedangkanpenggunaan alkohol untuk bahan pengawet planktonjarang dilakukan. Pemberian bahan pengawet dilakukandengan segera setelah sampel ditampung dalam botol-botol sampel agar plankton tidak mengalami kerusakanakibat terjadi proses pembusukan.

Berbagai jenis ikan, udang, cumi-cumi dan lain-lainnya merupakan biota tingkat tinggi yang cukupmudah dikenal karena langsung dapat dilihat denganmata. Berbeda dengan biota tersebut yang berukuranrelatif besar, plankton hanya dapat dikenal melaluimikroskop. Pengenalan dan identifikasi plankton

dilakukan melalui sampel-sampel yang sudah disiapkansesuai dengan ukuran dan tipe plankton yang diamati.Jenis-jenis mikroskop adalah epifluoresens(pembesaran 40 - 1500 kali) untuk bakterio-, piko- dannanoplankton dan mikroskop dengan pencahayaanbiasa (pembesaran 30 - 600 kali) untuk mikroplanktondan zooplankton.

PERANAN EKOLOGIS DAN MANFAATPLANKTON

Meskipun berukuran relatif sangat kecil,plankton memiliki peranan ekologis sangat pentingdalam menunjang kehidupan di perairan. Berkatfitoplankton yang dapat memproduksi bahan organikmelalui proses fotosintesa, kehidupan di perairandimulai dan terus berlanjut ke tingkat kehidupan yanglebih tinggi dari tingkatan zooplankton sampai ikan-ikan yang berukuran besar, dan tingkatan terakhirsampailah pada binatang paus dan/atau manusia yangmemanfaatkan ikan sebagai bahan makanan. Perananplankton semakin mutlak di dalam kehidupan pelagis,diperlukan oleh organisme tingkat tinggi lainnyasebagai bahan makanan. Oleh karena di perairanpelagis, fitoplankton adalah satu-satunya organismeyang berperan sebagai mesin kehidupan, yang mampumenghasilkan bahan organik. Tanpa fitoplanktondiperkirakan laut yang begitu sangat luas, akan dihunioleh beberapa jenis biota yang mampu hidup dari rantaikehidupan lainnya.

Dari segi pemanfaatannya, beberapa jeniszooplankton dapat dikonsumsi oleh manusia sebagaibahan makanan. Jenis makanan ini banyakmengandung berbagai jenis asam amino esensial,mineral, vitamin, serta lemak dan karbohidrat. Adasekitar 20 jenis zooplankton yang secara komersialditangkap untuk berbagai macam pemanfaatan. Selainsebagai bahan makanan, zooplankton juga dapatdigunakan sebagai umpan. Zooplankton tersebutberukuran lebih 20 mm dari subfilum krustasea ataudikenal udang rebon( Acetes, Sergia dan Neomysis),

juga jenis ubur-ubur( Rhopilema dan Stomolophus).

Namun permasalahannya adalah diperlukan suatubiomassa zooplankton yang besar dan terlokalisasiagar penangkapan dapat efektif dan ekonomis.Informasi terakhir diperoleh gambaran bahwa udang

Page 12: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Berita Biologi Volume 8, Nomor 2, Agustus 2006

krill dapat ditemukan di Samudera Hindia, yangmerupakan hewan kecil potensial bagi kehidupanmanusia.

FENOMENA DAN POTENSI RED TIDE DIPERAIRAN INDONESIA

Plankton dapat dijadikan sebagai indikatordari tingkat kesuburan perairan, yang artinya semakintinggi kelimpahan plankton berarti sumber makananbagi ikan akan semakin banyak sehingga seringditemukan banyak ikan pada perairan yang memilikikesuburan plankton tinggi; contohnya di perairanyang mengalami upwelling. Namun demikiankelimpahan plankton, khususnya fitoplankton yangberlebihan dapat menimbulkan dampak negatif bagibiota yang hidup di perairan tersebut. Kasus-kasuskematian ikan yang terjadi di berbagai perairan seringdikaitkan dengan adanya fenomena red tide.

Istilah "red tide" digunakan untukmenggambarkan tentang kejadian/fenomena alamakibat terjadinya biakan masal suatu populasifitoplankton dengan jumlah sel mencapai puluhan jutasel per liter air. Biakan masal ini dapat mengakibatkanterjadi perubahan warna perairan yang biasanyaberwarna biru atau biru kehijauan menjadi merahkecoklatan atau hijau kekuningan (Foto 3). Lapisanhamparan air yang tampak berubah warna seperti inipada dasarnya tidak begitu dalam, dimana terjadiakumulasi konsentrasi sel antara permukaan air dankedalaman dua sampai lima meter. Intensitas warna airtidak menentu, yang artinya jejak berwarna sangatkontras dengan luasan beberapa meter persegi ataudalam bentuk memanjang dan lainnya, dimanaperubahan warna tidak begitu mencolok jika dilihatdengan mata. Hal ini disebabkan kurangterkonsentrasinya sel-sel yang membentuk rantaipanjang.

Peristiwa red tide dapat terjadi di perairan-perairan cukup jauh dari daratan (laut lepas). Namunpada umumnya red tide cenderung terjadi di perairanpesisir atau di atas paparan benua. Beberapa faktorpemicu terjadinya red tide adalah (i) adanya pengkayaanunsur-unsur hara atau eutrofikasi (Holligan, 1985), (ii)berkurangnya pemakanan oleh herbivora terhadap jenisplankton red tide beracun (Lindahl, 1983), (iii)

perubahan hidrometeorologi dalam skala besar(Holligan, 1985), (iv) adanya upwelling yangmengangkat masa air kaya unsur-unsur hara (Tangen,1983), dan (v) adanya hujan lebat dan masuknya airtawar ke laut dalam jumlah yang besar (Edler et al,

1982; Cembella et al, 1988). Meskipun demikian, dalambanyak hal masih sulit untuk dapat mengetahui prosesawal dan terjadinya peristiwa red tide.

Sebagai contoh, Pyrodinium bahamense var.compressum diketahui menyebar di beberapa perairandi Kawasan Timur Indonesia, namun hanya di TelukKao dan di Teluk Ambon menimbulkan red tide. Didugabahwa dengan dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebutdisertai dengan kondisi air yang tenang (arus laut lemahdan perairan tidak bergelombang) cenderungmempercepat perkembangan populasi sampai padakelimpahan sangat padat. Kelimpahan plankton yangmencapai kondisi red tide hanya bertahan tidak lebih

Harima-nada(Ssp. 5,1977) Ha-imarodaUune 16,1974)IOC-WESTPAC HAB R0009

Foto 3. Contoh Peristiwa Red Tide yang terjadi di berbagaiperairan. Sumber: IOC-WESTPAC HAB R0009.

XI

Page 13: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Wiadnyana - Pidato Pengukuhan APU: Peranan Plankton dalam Ekosistem Perairan: Indonesia, Lautan Red Tide?

dari 30 hari, tergantung pada tingkat ketersediaan unsur-unsur hara yang mutlak diperlukan untuk pertumbuhandan perkembangan organisme red tide.

Menurut dampak yang dapat ditimbulkan,spesies plankton red tide dapat diklasifikasikan menjaditiga macam (Hallegraeff, 1993), yaitu (i) spesiespenyebab kematian masal biota laut akibat terjaditerkonsumsinya oksigen sehingga menjadi sangatrendah atau disebut spesies "anoxious", (ii) spesiesyang dapat menghasilkan toksin, dan (iii) spesiespenyebab kematian masal biota laut dengan merusak/mengganggu sistem pernafasan.

Dari berbagai data yang dikumpulkan, baruterungkap sekitar lebih dari 20 jenis plankton yangpotensial dapat menimbulkan red tide di perairanIndonesia (Praseno dan Wiadnyana, 1996; Wiadnyanadan Praseno, 1997), yang diuraikan lebih lanjut olehPraseno dan Sugestiningsih (2000), dengan lokasipenyebaran yang paling potensial baru tercatat dibeberapa perairan (Gambar 1) seperti perairan pesisirLampung (dengan spesies utama dari kelompokCyanobanterium, Trichodesmium thibautii), TelukJakarta {Trichodesmium thibautii dan berbagai jenisdinoflagellata), Teluk Kao (Maluku Utara,dinoflagellata Pyridinium bahamense var.compressum), Teluk Ambon {Maluku,P bahamense var.compressum dan Alexandrium affine), PerairanManokwari {Alexandrium sp.), Teluk Elpaputih

{Alexandrium sp.), dan perairan pesisir Singaraja {A.

affine).Di Teluk Kao spesies dinoflagellata, Pyridinium

bahamense var. compressum menimbulkan red tidehampir setiap tahun. Hamparan air merah ini, yangdikenal dengan sebutan "air merah", dapat mencapaipuluhan km2, khususnya terjadi di bagian dalam teluk.Pada umumnya ledakan red tide terjadi ketika terjadiperubahan kondisi perairan setelah mengalami hujanyang cukup lebat diselingi dengan panas terik dankondisi perairan yang sangat tenang. Spesiesdinoflagellata yang sama ini dan jenis dinoflagellatalainnya, Alexandrium affine menimbulkan red tide diTeluk Ambon dalam kurun waktu yang tidak bersamaan.Disamping diduga ada kaitannya dengan adanyatumbuhan mangrove yang diduga dapat mengeluarkanzat-zat yang dapat berfungsi menstimulasasipeningkatan konsentrasi sel-sel organisme penyebabred tide. Dugaan lainnya adalah terjadinya ledakanmassif red tide terkait dengan keberadaan bakteria (Foto1) yang dapat bersimbiosis dengan plankton red tide.Sejauh ini belum banyak diketahui apakah bakteriaberperan sebagai pemicu terhadap proses inisiasiperkembangan fitoplankton red tide yang sangatdasyat, sehingga dapat mencapai kelimpahan sangattinggi. Bagian yang terakhir ini merupakan topik risetyang sedang banyak ditekuni diberbagai negara.

Gambar 1. Peta penyebaran lokasi potensil peristiwa red tide di perairan Indonesia.

xii

Page 14: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Berita Biologi Volume 8, Nomor 2, Agustus 2006

DAMPAK RED TIDE TERHADAP LINGKUNGANLAUTDANPERIKANAN

Peristiwa red tide mengakibatkan dampaknegatif terhadap lingkungan dan sumber daya ikan.Secara umum dapat dijelaskan bahwa munculkan jenis-jenis plankton red tide mengurangi kualitas perairansehingga dapat mengganggu kehidupan biota dan jugamengakibatkan ganggungan langsung terhadapkesehatan pada manusia yang kebetulan berenang diperairan yang sedang mengalami red tide dengan gejalagatal-gatal pada bagian tubuh. Dampak negatifterhadap perikanan berupa kematian massal sumberdaya ikan baik yang dipelihara di tambak-tambakataupun di perairan alami serta menghilangnya ikan-ikan dari lokasi penangkapan sehingga dapatmenurunkan hasil penangkapan ikan. Besar kecilnyadampak negatif yang ditimbulkan oleh organisme redtide sangat tergantung dari jenis-jenis dan luasanperairan yang tertutup oleh hamparan organisme redtide.

Dari beberapa peristiwa red tide yang terjadi diberbagai perairan di Indonesia tercatat kerugian senilaiRp. 3,5 milyar akibat kematian massal udang yang siappanen di pertambakan di Lampung oleh Trichodesmium

thiebautii (Cyanobakteria) terjadi tahun 1991 (Prasenodan Adnan, 1994). Sementara di perairan lainnya(Gambar 1) tidak ada laporan tentang besarnya nilaikerugian akibat kematian ikan atau menghilangnyasumber daya ikan yang biasanya merupakan sumbermata pencaharian nelayan setempat.

Kasus-kasus lainnya yang terkait denganmunculnya organisme penyebab red tide adalahmatinya kerang mutiara dalam jumlah besar di lokasibudidaya di Dobo (Maluku Tenggara) sekitar tahun1995, kematian ikan sardine di sepanjang pantai Kuta(Bali) tahun 1995 dan kematian massal ikan di perairanWaigeo pada 1996 seperti yang dilaporkan oleh DinasPerikanan Kabupaten Sorong. Lebih jauh diperkirakanmasih banyak kasus-kasus kematian sumber daya ikandi berbagai perairan di Indonesia yang masih luputdari perhatian atau tidak tercatat sehingga sulit untukdapat memperkirakan kerugian materiil yang diakibatkanoleh ledakan organisme red tide di perairan Indonesia.

Munculnya organisme red tide beracun telahmerengut korban jiwa. Kasus kematian yang berjumlah

tiga orang di terjadi pada Juli 1994 terkait denganmunculnya spesies dinoflagellata, P. bahamense var.compressum, yang mengeluarkan toksin paralytic

shellfish poisoning. Toksin ini bisa terakumulasi didalam tubuh organisme penyaring fitoplanktontersebut, seperti pada kekerangan, dengan konsentrasidapat mencapai 1000 µg/100 g daging kerang,sementara kadar racun yang tidak membahayakanadalah kurang dari 80 µg/100 g daging kerang (Bajarias,1996; Pastor et al, 1989). Kasus ini terjadi setelahkorban memakan kekerangan yang diambil di TelukAmbon.

Berbagai kasus serupa yang terjadi di tempatlainnya tidak tercatat/terpantau oleh instansi terkait.Buruknya pendataan ini menyebabkan masihkurangnya informasi tentang dampak red tide beracunterhadap gangguan kesehatan manusia ataupunkematian di tempat-tempat lainnya (Wiadnyana et al.,

1996) di mana disinyalir ditemukan jenis dinoflagellatatersebut seperti di Teluk Kao (Maluku Utara), TelukPiru dan Teluk Elpaputih (Maluku Tengah), dan perairanSorong, perairan Manokwari, laut bagian utara Papua,serta Teluk Cenderawasih (Papua).

RESET DAN PENGELOLAAN RED TIDE

Adanya perubahan-perubahan global, baikyang menyangkut perubahan iklim, pengkayaan zathara di perairan pesisir, maupun peningkatan arus lalulintas kapal yang berperan memperluas penyebaranspesies-spesies red tide ke seluruh penjuru perairan diIndonesia melalui air balas yang dibuang di pelabuhanatau di perairan sekitarnya, dapat meningkatkanmunculnya ledakan populasi red tide di perairanIndonesia. Untuk mengantisipasi dampak burukterhadap lingkungan perairan, biota perairan dankeberadaan manusia, diperlukan riset dan kegiatanpemantauan terhadap kemungkinan terjadinyaperistiwa red tide serta dampak yang ditimbulkannya.

Pengembangan riset tentang red tide bertujuanuntuk meningkatkan pemahaman tentang berbagaiaspek ekologis dan biologis red tide dengan sasaranpengelolaan red tide terkait dengan pengelolaan danpemanfaatan sumber daya ikan dan pencegahanterhadap dampak negatif terhadap kehidupan manusia.Aspek-aspek yang penting dipelajari, diantaranya

xiii

Page 15: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Wiadnyana - Pidato Pengukuhan APU: Peranan Plankton dalam Ekosistem Perairan: Indonesia, Lautan Red Tide?

biodiversitas, biogeografi, unsur hara, eutrofikasi,karakteristik ekosistem, toksin, strategi adaptasi, danmodelisasi.

Luasnya cakupan aspek red tide yang harusdipelajari, pengembangan riset tentang red tidememerlukan berbagai fasilitas riset termasuk sumberdaya peneliti. Fasilitas riset yang ada masih dirasakanbelum memadai, lebih-lebih sumber daya peneliti.Menyadari hal ini maka terobosan kerja samainternasional dengan mengkaitkan program riset redtide di Indonesia dengan program-program riset redtide internasional telah diupayakan seperti CooperativeProgramme on Marine Science Phase II dari ASEAN-Canada dan IOC/WESTPAC Program on Red Tides(Praseno dan Sugestiningsih, 2000). Riset internasionalsaat ini yang sedang berlangsung, yaitu Global Ecologyand Oceanography of Harmful Algal Blooms(GEOHAB) yang memberikan kesempatan bekerja samadalam riset bidang red tide/harmful algal bloom.

PENUTUP

Lautan Indonesia yang luas merupakanharapan masa depan masyarakat dan bangsa Indonesiadalam memenuhi kebutuhan hidup dan pembangunan.Pemanfaatan sumber daya perikanan yangberkelanjutan banyak tergantung dari kondisiHngkungan perairan. Pertumbuhan penduduk dandampak pembangunan di darat memegang perananpenting terhadap perubahan-perubahan Hngkunganperairan. Organisme plankton yang memiliki ukurankecil dan memegang peranan penting di dalamekosistem perairan, cukup peka terhadap perubahanHngkungan. Munculnya peristiwa red tide yang tidakdikehendaki, sangat terkait dengan perubahanparameter Hngkungan, baik perubahan bersifat lokalmaupun global. Di Indonesia, terdapat beberapaperairan yang rawan terhadap ledakan red tide,diantaranya Teluk Jakarta, Teluk Kao (Maluku Utara)dan Teluk Ambon (Maluku). Munculnya red tidemembawa dampak berupa matinya biota perairan secaramassal dan menghilangnya sumber daya ikan daridaerah penangkapan. Dampak lainnya terhadapmanusia yaitu dapat menimbulkan gangguan kesehatanbahkan kematian. Sejauh ini masih sulit memprediksimunculnya peristiwa red tide. Untuk itu perlunya

pemahaman terhadap gejala-gejala alam dan kaitannyaterhadap fenomena red tide. Perlunya pengembanganriset mengenai red tide, bukan saja di laut juga diperairan umum seperti waduk dan danau. Disampingterus meningkatkan riset keterkaitan antara fenomenared tide dan bakteria yang belum banyak terungkap diperairan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Bajarias Fe FA. 1996. Survey of shellfish poison (PSP) in

green mussels (Perna viridis) in Manila Bay,

Philippines. In: Yasumoto T, Oshima Y and Y

Fukuyo (Eds.) Harmful and Toxic Algal Blooms.

Intergovernmental Oceanographic Commission of

UNESCO.

Cembella A, AD Ttirgeon JC Therriault and P Beland.

1988. Spatial distribution of Protogonyaulax

tamarensis resting cysts in nearshore sediments along

the north coast of the lower St. Lawrence estuary. J.

Shell. Res. 7,597-609.

Edler L, G Aertebjerg and E Graneli. 1982. Impacts of

harmful algae on seafarming in the Asia-Pacific areas.

J. AplliedPhycologyl, 151-162.

Hallegraeff GM. 1993. A review of harmful algal blooms

and their apparent global increase. Phycologia 32,

79-99.

Holligan PM. 1985. Marine dinoflagellate blooms - growth

strategies and environmental exploitation. In: DM

Anderson, AW White and DG Baden (Eds.) Toxic

Dinoflagellates. Elsevier, New York, USA, 133-139.

Lindabl O. 1983. On the development of a Gyrodinium

aurelium occurrence on the Swedish west coast. Mar.

Biol. 77,143-150.

Pastor MS, I Gopez, MAC Quizon, N Bautista, M White

and Daurit. 1989. Epidemic of paralytic shellfish

poisoning in the Philippines, 1988-1989. In:

Hallegraeff GM and JL Maclean (Eds.) Biology,

Epidemiology and Management o/Pyrodinium Red

Tides. ICLARM Conference Proceeding 21. Fish.

Depart, Ministry of Development, Brunei

Darussalam and International Centre for Living

Resources Management, Manila, Phlippines, 165-

171.

Praseno DP dan Q Adnan. 1994. Studi tentang 'red tide' di

perairan Indonesia. Dalam: Sulistidjo, DP Praseno

XIV

Page 16: SK Kepala LIPI Nomor 14/Akred-LIPI/P2MBI/9/2006 Biologi

Berita Biologi Volume 8, Nomor 2, Agustus 2006

dan T Susana (Ed.) Hasil-Hasil Penelitian

Osenaologi Tahun 1992/1993. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Oseanologi - LIPI, Jakarta, 138-146.

Praseno DP dan Sugestiningsih. 2000. Redtaid di Perairan

Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Osenologi - LIPI, Jakarta.

Praseno DP dan NN Wiadnyana. 1996. HAB organism in

Indonesian waters. Proc.5'h Canadian Workshop on

Harmful Algae, 69-15.

Tangen K. 1983. Shellfish poisoning and occurrence of

potentially toxic dinoflagellates in Norwegian waters.

Sarsia, 1-7.

Wiadnyana NN dan DP Praseno. 1997. Dampakmunculnya spesies red tide terhadap perikanan di

Indonesia. Terubuk 69, 15-27.

Wiadnyana NN, T Sidabutar, K Matsuoka, T Ochi, M

Kodama dan Y Fukuyo. 1996. Note on the occur-

rence of Pyrodinium bahamense in eastern Indone-

sian waters. In: Yasumoto T, Oshima Y and Y Fukuyo

(Eds.) Harmful and Toxic Algal Blooms.

Intergovermental Oceanographic Commission of

UNESCO, 53-56.

XV