Top Banner
1. MM HEPATITIS C Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (VHC). Proses penularannya melalui kontak darah {transfusi, jarum suntik (terkontaminasi), serangga yang menggiti penderita lalu mengigit orang lain disekitarnya}. Penderita Hepatitis C kadang tidak menampakkan gejala yang jelas, akan tetapi pada penderita Hepatitis C kronik menyebabkan kerusakan/kematian sel-sel hati dan terdeteksi sebagai kanker (cancer) hati. Sejumlah 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun. Gejala Hepatitis C Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun- tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah ; Lelah, Hilang selera makan, Sakit perut, Urin menjadi gelap dan Kulit atau mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada penderita Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal. Penanganan dan Pengobatan Hepatitis C Saat ini pengobatan Hepatitis C dilakukan dengan pemberian obat seperti Interferon alfa, Pegylated interferon alfa dan Ribavirin. Adapun tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh anda sedini mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati. Pengobatan pada penderita Hepatitis C memerlukan waktu yang cukup lama bahkan pada penderita tertentu hal ini tidak dapat menolong, untuk itu perlu penanganan pada stadium awalnya. Hepatitis C merupakan masalah kesehatan utama di dunia, dan saat inidiperkirakan 3% penduduk dunia atau sekitar 170juta orang menderita hepatitis Ckronis. Sebagian besar di antaranya akan berkembang menjadi HCC denganangka kematian 500.000 sampai 1.000.000 orang tiap taboo. Di lain pihak 50-75%kasus HCC adalah penderita infeksi HCV. Oleh karena itu hubungan HCV danHCC menjadi menarik untuk disimak.Untuk maksud ini telah dipelajari mengenai sifat-sifat HCV dari sudut pandang molekular virologi, imunopatogenesis infeksi 1
29

Sk 2 Blok Neoplasia

Dec 13, 2015

Download

Documents

misslusy

tugas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sk 2 Blok Neoplasia

1. MM HEPATITIS C

Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (VHC). Proses penularannya melalui kontak darah {transfusi, jarum suntik (terkontaminasi), serangga yang menggiti penderita lalu mengigit orang lain disekitarnya}. Penderita Hepatitis C kadang tidak menampakkan gejala yang jelas, akan tetapi pada penderita Hepatitis C kronik menyebabkan kerusakan/kematian sel-sel hati dan terdeteksi sebagai kanker (cancer) hati. Sejumlah 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun.

Gejala Hepatitis C

Penderita Hepatitis C sering kali orang yang menderita Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, walaupun infeksi telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Namun beberapa gejala yang samar diantaranya adalah ; Lelah, Hilang selera makan, Sakit perut, Urin menjadi gelap dan Kulit atau mata menjadi kuning yang disebut "jaundice" (jarang terjadi). Pada beberapa kasus dapat ditemukan peningkatan enzyme hati pada pemeriksaan urine, namun demikian pada penderita Hepatitis C justru terkadang enzyme hati fluktuasi bahkan normal.

Penanganan dan Pengobatan Hepatitis C

Saat ini pengobatan Hepatitis C dilakukan dengan pemberian obat seperti Interferon alfa, Pegylated interferon alfa dan Ribavirin. Adapun tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh anda sedini mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati. Pengobatan pada penderita Hepatitis C memerlukan waktu yang cukup lama bahkan pada penderita tertentu hal ini tidak dapat menolong, untuk itu perlu penanganan pada stadium awalnya.

Hepatitis C merupakan masalah kesehatan utama di dunia, dan saat inidiperkirakan 3% penduduk dunia atau sekitar 170juta orang menderita hepatitis Ckronis. Sebagian besar di antaranya akan berkembang menjadi HCC denganangka kematian 500.000 sampai 1.000.000 orang tiap taboo. Di lain pihak 50-75%kasus HCC adalah penderita infeksi HCV. Oleh karena itu hubungan HCV danHCC menjadi menarik untuk disimak.Untuk maksud ini telah dipelajari mengenai sifat-sifat HCV dari sudut pandang molekular virologi, imunopatogenesis infeksi HCV, gejaIa kIinik dan mekanisme kerja HCV hingga dapat menyebabkan terjadinya HCC. HCV adalah suatu virus RNA single stranded positif, berukuran kecil, terdiri atas 9500 nukleotida, panjang genom 9,6 kilobase dan mempunyai kemampuan tinggi untuk mengadakan mutasi yang menghasilkan quasispecies. Yang berperan dalam penyembuhan infeksi HCV adalah sel TCD8, sedangkan sel T CD4 berhubungan dengan perubahan menjadi kronik. HCV dapat menyebabkan hepatitis C akut (20%) dan hepatitis C kronis (800.4). Hepatitis C akut dapat memberikan gejala ikterns ringan (20% kasus) tetapi sebagian besar kasus tidak memberikan gejala.. Hepatitis C kronis juga sering bersifat asimptomatik atau hanya memberikan gejala tidak spesifik seperti fatigue. Hepatitis C kronis dapat berkembang menjadi sirosis bahkan menjadi HCC. Mekanisme terjadinya HCC belurn diketahui jeIas tapi diduga inti HCV bersifat hepatokarsinogenik yaitu melalui mekanisme anti apoptosis dan supresi gen p53. Sebagai kesimpulan, HCV merupakan salah satu penyebab terjadinya HCC karena diduga bersifat hepatokarsinogenik. Untuk DlefIN'W'h berkembangnya infeksi hepatitis C menjadi HCC disarankan untuk diJakukan screening pada kelompok risiko tinggi dan mengurangi konsumsi minuman beralkohol.

1

Page 2: Sk 2 Blok Neoplasia

2. MM Karsinoma Hepatoseluler (HCC)

A. Definisi Karsinoma Hepatoseluler

Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (sirosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh. Karsinoma hepatoseluler (hepatoma) merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya. (Unggul, 2009)

B. Epidemiologi Karsinoma Hepatoseluler

Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah keganasan primer hati. Karsinoma hepatoseluler sekarang menjadi penyebab utama ketiga kematian akibat kanker di seluruh dunia, dengan lebih dari 500.000 orang terpengaruh. Insiden karsinoma hepatoseluler adalah tertinggi di Asia dan Afrika, di mana prevalensi tinggi endemik hepatitis B dan hepatitis C sangat predisposisi untuk perkembangan penyakit hati kronis dan perkembangan selanjutnya karsinoma hepatoseluler.

Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) adalah salah satu keganasan yang paling umum di seluruh dunia. Insiden global setiap tahunnya ialah sekitar 1 juta kasus, dengan perbandingan laki-laki dan wanita sekitar 4:1. Tingkat kejadian sama dengan tingkat kematian. Di Amerika Serikat, terdapat 19.160 kasus baru dan 16.780 kematian yang tercatat pada tahun 2007. Tingkat kematian pada laki-laki di negara-negara kejadian rendah seperti Amerika Serikat adalah 1,9 per 100.000 per tahun; di daerah-daerah dengan insidensi menengah seperti Austria dan Afrika Selatan, angka kematian tahunan berkisar 5,1-20,0 per 100.000, dan pada daerah dengan insidensi yang tinggi seperti di Asia (Cina dan Korea), angka kematian 23,1-150 per 100.000 per tahun (lihat tabel 2.1). (1)

Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan antara 50 dan 60 tahun, dengan predominasi pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar antara 2-6 : 1.

Tabel 2.1 Angka Insidensi Penyakit Karsinoma Hepatoseluler Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Wilayah Geografis. (1)

2

Page 3: Sk 2 Blok Neoplasia

100.000 Orang Per Tahun

Negara Laki-Laki Perempuan

Argentina 6 2.5

Brazil, Recife 9.2 8.3

Brazil, Sao Paulo 3.8 2.6

Mozambique 112.9 30.8

South Africa, Cape: Black 26.3 8.4

South Africa, Cape: White 1.2 0.6

Senegal 25.6 9

Nigeria 15.4 3.2

Gambia 33.1 12.6

Burma 25.5 8.8

Japan 7.2 2.2

Korea 13.8 3.2

China, Shanghai 34.4 11.6

India, Bombay 4.9 2.5

India, Madras 2.1 0.7

Great Britain 1.6 0.8

France 6.9 1.2

Italy, Varese 7.1 2.7

Norway 1.8 1.1

Spain, Navarra 7.9 4.7

Daerah endemik terdapat di Cina dan sub-Sahara Afrika, yang berhubungan dengan daerah endemik tingkat tinggi carrier hepatitis B dan kontaminasi mycotoxin bahan pangan, biji-bijian yang disimpan, air minum, dan tanah. Faktor-faktor lingkungan adalah penting; orang Jepang di Jepang memiliki insidensi lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di Hawaii, juga memiliki insidensi yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di California.

C. Etiologi1. Sirosis hati

3

Page 4: Sk 2 Blok Neoplasia

Sirosis hati adalah faktor risiko penting dalam proses terbentuknya HCC. Sebagian besar HCC muncul dari sirosis yang diinduksi baik oleh hepatitis kronis viral, penyakit hati alkoholik, steatohepatitis non-alkoholik, hemokromatosis, ataupun gangguan metabolik. Sirosis merupakan stadium akhir dari inflamasi kronis hati akibat berbagai etiologi tadi. Inflamasi kronis yang meliputi kerusakan, regenerasi maupun proliferasi sel ini memberi tempat bagi mutasi maupun ketidakstabilan gen, yang pada gilirannya dapatmemunculkan HCC

2. Virus Hepatitis B (HBV)

Infeksi virus hepatitis B (HBV) merupakan faktor risiko terpenting dalam etiologi sirosis hati dan

HCC. Virus ini merupakan virus DNA sirkuler yang beralur ganda. Pada tahun 2010, disebutkan di

seluruh dunia diperkirakan 300 juta orang yang terinfeksi infeksi kronis virus ini. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa carrier HBV memiliki risiko terjadinya HCC 5 hingga 15 kali lebih

tinggi dibandingkan populasi umum. Risiko HCC pada penderita sirosis terkait HBV lebih tinggi

lagi, berkisar antara 2,2 dan 4,3 perseratus orang pertahun, sedangkan pada pasien hepatitis B tanpa

sirosis kurang dari 1 perseratus orang pertahun. Sekitar 70 hingga 90% pasien HCC terkait HBV

timbul setelah terjadi sirosis. Ditemukannya DNA HBV pada genom hepatosit sel pejamu baik yang

terinfeksi maupun yang ganas, menunjukkan kemungkinan HBV menginduksi transformasi ganas

melalui insersi DNA virus tersebut ke dalam atau di dekat proto-onkogen atau gen supresor

tumor.

3. Virus Hepatitis C (HCV)

Virus hepatitis C merupakan virus RNA beralur tunggal. Infeksi kronis HCV juga merupakan faktor

risiko utama dalam terjadinya HCC. Antibodi terhadap virus ini (anti- HCV) dapat terdeteksi pada

hingga 90% penderita HCC. Inflamasi kronis oleh sebab infeksi HCV meningkatkan risiko HCC

dengan pemicuan fibrogenesis hati yang pada akhirnya berujung sirosis, melalui pengaktifan

transforming growth factor (TGF)-β, di samping adanya kemungkinan induksi transformasi ganas

pada hepatosit sendiri oleh mutasi pada gen yang instabil dalam kondisi inflamasi kronis tersebut.

4. Konsumsi alkohol secara eksesif

Risiko HCC meningkat secara bermakna pada pengkonsumsi alkohol yang melebihi 80 gram

perharinya selama 10 tahun atau lebih. Efek induksi malignansi akan lebih besar apabila peminum

alkohol adalah seorang yang terinfeksi HBV atau HCV. Mekanisme induksi belum dipahami dangan

jelas, tapi diperkirakan melibatkan stres oksidatif, metilasi DNA, menurunnya pengawasan imun

serta kerentanan genetic.

5. Aflatoksin

Aflatoksin (AF) merupakan hepatokarsinogen yang poten. Aflatoksin adalah metabolit fungus

(mikotoksin) yang diproduksi oleh Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Fungi tersebut tumbuh

4

Page 5: Sk 2 Blok Neoplasia

subur pada beberapa produk makanan dari kelompok padi-padian dan kacang-kacangan di bawah

kondisi lembab di daerah tropis dan subtropis. Ada empat senyawa aflatoksin: B1, B2, G1 dan

G2, yang terlazim dan paling toksik adalah AFB1, toksisitasnya menyebabkan nekrosis hati dan

proliferasi duktus biliaris. Saat ini sedang dilakukan studi epidemiologi yang mendokumentasikan

faktor risiko ini di antara populasi yang mengkonsumsi diet yang terkontaminasi AF.

Pengembangan biomarker AF yang didasarkan deteksi metabolit aktif AFB1 juga sedang dilakukan

6. Faktor-faktor lain

Beberapa faktor lain yang disebut-sebut memiliki kaitan cukup erat dengan terjadinya HCC

adalah:

a. Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD)

b. Non-alcoholic steatohepatitis (NASH)

c. Diabetes mellitus tipe 2 danobesitas :

Terjadinya HCC terkait hiperinsulinemia diperantarai oleh inflamasi, proliferasi sel, inhibisi

apoptosis, dan mutasi gen-gen supresor tumor

d. Obesitas

e. Perokok

Asap tembakau mengandung sedikitnya 55 bahan karsinogen, beberapa di antaranya memiliki

hepatokarsinogenitas

f. Konsumsi kontrasepsi hormonal: estrogen diyakini memiliki efek proliferatif pada

hepatosit terutama bila dikonsumsi lama (>5 tahun) Beberapa penyakit herediter, seperti

hemokromatosis herediter, defisiensi antitripsin- α1

Tabel 2.3 Faktor Resiko Karsinoma Hepatoseluler.

Tersering Jarang

 Sirosis dari penyebab apapun Infeksi kronis hepatitis B atau C Konsumsi etanol kronis Non-Alkohol steatohepatitis (NASH) Aflatoksin B1 atau mikotoksin lain

 Sirosis bilier primer Hemochromatosis Defisiensi antitrypsin α-1 Non-Alkohol steatohepatitis (NASH)

penyakit penyimpanan glikogen Citrullinemia Porfiria cutanea tarda

5

Page 6: Sk 2 Blok Neoplasia

 Keturunan tyrosinemia Wilson's Disease

D. Klasifikasi Karsinoma Hati

Meskipun TNM (tumor primer, kelenjar regional, metastasis) yang merupakan sistem staging yang dibentuk oleh the American Joint Commission for Cancers (AJCC) kadang-kadang masih digunakan, saat ini sistem the Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) yang lebih lebih populer digunakan karena memasukan sirosis dalam salah satu hal penilaiannya, seperti halnya sistem Okuda (Tabel 2.4 dan 2.5). Prognosis terbaik adalah stadium I, tumor soliter <2>(1)

Tabel 2.4 Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) (1)

Points

Variables 0 1 2

i. Jumlah Tumor Single Multiple —

Ukuran tumor pada Hepar yang menggantikan hepar normal (%)a

<50 <50 >50

ii. Nilai Child-Pugh A B C

iii. α-Fetoprotein level (ng/mL) <400 400 —

iv. Trombosis Vena Porta (CT) No Yes —

a = Luas tumor pada hatiStadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3 points.

Tabel 2.5 Klasifikasi Okuda (1)

Ukuran Tumora Ascites Albumin (g/L) Bilirubin (mg/dL)

50% <50 + – 3 >3 3 <3

(+) (–) (+) (–) (+) (–) (+) (–)

Stadium Okuda: Stadium 1= semua (-), Stadium 2= 1 atau 2 (+), Stadium 3 = 3 atau 4 (+).a = Luas tumor pada hati

6

Page 7: Sk 2 Blok Neoplasia

Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer:

- Ia : tumor tunggal berdiameter 3 cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh: Child A

- Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 5 cm, di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh: Child A

- IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 10cm, di separuh hati, atau dua tumor dengan gabungan 5cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A

- IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan 10cm, di separuh hati, atau tumor multiple dengan gabungan 5cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor dipercabangan vena portal, vena hepatika atau saluran empedu dan atau Child B.

- IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utamavena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atauB

- IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.

E. Patofisiologi Karsinoma Hati

Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut merupaka proses khas

dari cirrhosis hepatic yang juga merupakan proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien

– pasien dengan hepatoma, kelainan cirrhosis tidak selalu ada. Hal ini mungkin berhubungan dengan

proses replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga memproduksi HBV X protein yang tidak

dapat bergabung dengan DNA sel hati, yang merupakan host dari infeksi Virus hepatitis, dikarenakan

protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA ini akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma

dari sel hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan mengahambat

apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel hati. Para ahli genetika mencari gen – gen yang berubah

dalam perkembangan sel hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari gen p53, PIKCA, dan β-

Catenin. 

Sementara pada proses cirrhosis terjadi pembentukan nodul – nodul di hepar, baik nodul regeneratif

maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif menunjukan bahwa tidak ada progresi yang khusus dari

nodul – nodul diatas yang menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul displastik didapatkan bahwa

nodul yang terbentuk dari sel – sel yang kecil meningkatkan proses pembentukan hepatoma. Sel sel

kecil ini disebut sebagai stem cel dari hati.

Sel – sel ini meregenrasi sel – sel hati yang rusak tetapi sel – sel ini juga berkembang sendiri  menjadi

nodul – nodul yang ganas sebagai respons dari adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh

infeksi virus.nodul – nodul inilah yang pada perkembangan lebih lanjut akan menjadi hepatoma.

7

Page 8: Sk 2 Blok Neoplasia

8

Page 9: Sk 2 Blok Neoplasia

F. Manifestasi Klinis Karsinoma Hati

Manifestasi klinik dari Carcinoma Hepatoseluler berupa tanda dan gejala yang meliputi : Kulit menjadi berwarna kuning, Deman, Menggigil, Merasa lelah yang luar biasa, Nausea, Nyeri pada perut, Kehilangan nafsu makan, Berat badan yang turun drastis, Nyeri pada punggung dan bahu, Urin yang berwarna gelap, Terjadi pendarahan di bagian dalam tubuh.

Timbulnya sebuah karsinoma hepatoseluler mungkin tidak terduga sampai terjadi penurunan kondisi pasien sirosis yang sebelumnya stabil. Gejala pada pasien HCC termasuk cachexia, nyeri pada perut, penurunan berat badan, kelemahan, abdominal fullness dan bengkak, penyakit kuning, dan mual yang berhubungan dengan gejala.Kemunculan asites, kemungkinan perdarahan, yang menunjukkan trombosis vena portal atau hati dengan tumor atau pendarahan dari tumor nekrotik. Perut bengkak terjadi sebagai akibat dari asites karena penyakit hati kronis yang mendasarinya atau mungkin karena tumor yang berkembang dengan pesat. Kadang-kadang, nekrosis pusat atau perdarahan akut ke dalam rongga peritoneum menyebabkan kematian. Di negara-negara dengan program surveilans aktif, HCC cenderung diidentifikasi pada tahap awal. Penyakit kuning biasanya karena gangguan pada saluran intrahepatic oleh penyakit hati yang mendasarinya. Hematemesis terjadi mungkin disebabkan karena adanya varises oesophagus akibat hipertensi portal. Nyeri tulang terlihat pada 3-12% pasien. Pasien mungkin dapat tidak menunjukkan gejala.

Hepatoma Sub Klinis

Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau satdium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan.

Hepatoma Fase Klinis

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:

1. Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitten atau terus-menerus, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan rupture hepatoma.

2. Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arcus costa tapi tanpa nodul, hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arcus costa kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus xiphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri.

3. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites, dan gangguan fungsi hati.4. Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal.5. Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya asupan

makanan.6. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti

infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.

9

Page 10: Sk 2 Blok Neoplasia

7. Ikterus: kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan fungsi hati, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.

8. Lainnya: perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venadilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir hepatoma sering tombul metastasis paru, tulang, dan banyak organ lain.

G. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Karsinoma Hati

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan pembesaran hati yang lembut, kadang-kadang dengan massa yang dapat di palpasi. Di Afrika, presentasi khas pada pasien muda adalah massa yang berkembang pesat pada perut.(4) Hepatomegali adalah tanda dari fisik yang paling umum, terjadi pada 50-90% pasien. Bruit perut dicatat dalam 6-25%, dan asites terjadi pada 30-60% pasien. (1) Auskultasi mungkin mengungkapkan bruit pada tumor atau friction rub ketika prosesnya telah meluas ke permukaan hati.(4)Ascites harus diperiksa oleh bagian sitologi. Splenomegali terutama karena hipertensi portal. Berat badan dan wasting otot yang umum, terutama dengan tumor yang tumbuh dengan cepat atau besar. Demam ditemukan pada 10-50% pasien, dari penyebab yang tidak jelas. Tanda-tanda penyakit hati kronis dapat hadir, termasuk sakit kuning, dilatasi vena abdomen, eritema palmar, ginekomastia, atrofi testis, dan edema perifer. (1)

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Alfa Feto Protein (AFP) sangat berguna untuk menegakkan diagnosis penyakit hepatoma ini. Penggunaan ultrasonografi (USG), ComputedTomographic Scanning (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) penting untuk menegakkan diagnosis dan mengetahui ukuran tumor. (8)

Penanda Tumor

Pemeriksaan Laboratorium

1. Alfa-fetoprotein (AFP)

AFP adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma.

AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.

2. Petanda tumor lainnya

Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9, antitripsin, feritin, CEA.

10

Page 11: Sk 2 Blok Neoplasia

3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B

Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan latar belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasar penyakit hati untuk hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.

Pemeriksaan Pencitraan a. Gambaran Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG hati merupakan alat skrining yang sangat baik. Dua karakteristik kelainan vaskular berupa hipervaskularisasi massa tumor (neovaskularisasi) dan trombosis oleh invasi tumor. (1) Perkembangan yang cepat dari gray-scaleultrasonografi menjadikan gambaran parenkim hati lebih jelas. Keuntungan hal ini menyebabkan kualitas struktur eko jaringan hati lebih mudah dipelajari sehingga identifikasi lesi-lesi lebih jelas, baik merupakan lesi lokal maupun kelainan parenkim difus. (7)

Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan adanya hepar yang membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim hati normal.

b. Computed Tomography (CT) Scan

Di samping USG diperlukanCT scan sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scan yang saat ini teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellicalCT scan, multislice yang sanggup membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling kecil pun tidak terlewatkan.

Untuk menentukan ukuran dan besar tumor, dan adanya invasi vena portal secara akurat, CT / heliks trifasik scan perut dan panggul dengan teknik bolus kontras secara cepat harus dilakukan untuk mendeteksi lesi vaskular khas pada HCC. Invasi vena portal biasanya terdeteksi sebagai hambatan dan ekspansi dari pembuluh darah. CT scan dada digunakan untuk menghilangkan diagnosis adanya metastasis.

11

Page 12: Sk 2 Blok Neoplasia

c. Angiografi

Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.

12

Page 13: Sk 2 Blok Neoplasia

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scann yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast sehingga pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan padahal diperlukan gambar peta pembuluh darah.

H. Diagnosis Karsinoma Hati

Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan majupesat, maka berkembang pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 – 95%1,4,8 dan pendekatan laboratoriumalphafetoprotein yang akurasinya 60 – 70%. (9)

Kriteria diagnosa HCC menurut PPHI Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu:

a. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.b. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.c. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT

Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya HCC.

d. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC.e. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC.

Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

Standar diagnosis Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer. 1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.

13

Page 14: Sk 2 Blok Neoplasia

(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati membesar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma. (2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-II, AFU, CA19-9) positif serta satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma. (3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat menyingkirkan hepatoma metastatik.

Diagnosis Banding Karsinoma Hepatoseluler

1. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP (+)

Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor embrional kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT dan AFP.

2. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP (-)

Hemangioma hati paling sulit dibedakan dari HCC dengan AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, MRI dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya

negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran bervariasi. Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahun-tahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik sering cukup sulit dibedakan dari HCC.

I. Penatalaksanaan Karsinoma Hepatoseluler

Terapi Bedah a. Metode hepatektomi

Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini. Survival 5 tahun pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (< 5 cm) dapat mencapai 50-60%.

- Hepatektomi beraturan adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi, memutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen) terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen) tersebut dilakukan reseksi jaringan hati.

- Hepatektomi tak beraturan tidak perlu mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu berjarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya.

Keberhasilan dari hepatektomi adalah mengontrol perdarahan. Pada waktu reseksi hati, metode mengurangi perdarahan meliputi obstruksi aliran darah porta pertama hati, koagulasi gelombang mikro potongan hati, klem hati, obstruksi temporer satu sisi cabang vena porta dan cabang arteri

14

Page 15: Sk 2 Blok Neoplasia

hepatika, dll. Pada kasus dengan sirosis hati, obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila perlu dapat diobstruksi berulang kali. Komplikasi utama pasca hepatektomi adalah: Gagal fungsi hati; timbul beberapa hari hingga beberapa minggu pasca operasi, sering kali berkaitan dengan pasien dengan penyakit hati aktif kronis, sirosis sedang atau lebih, volume hepatektomi terlalu besar, perdarahan selama operasi berlebih, waktu obstruksi porta hati terlalu lama dan obat-obatan perioperatif (termasuk obat anestetik) bersifat hepatotoksik.

Perdarahan pasca operasi, kebanyakan karena hemostasis selama operasi kurang tuntas, sutura ligasi vascular terlepas, gangguan koagulasi, nekrosis permukaan irisan hati. Dapat juga terjadi infeksi subdiafragma, karena pasca operasi terjadi akumulasi darah dan cairan di bawah diafragma, maka timbul abses subfrenik; fistel cairan empedu: perdarahan saluran cerna atas. Pada hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah ternyata tumor tidak dapat direseksi. Sesudah diberikan terapi gabungan. tumor mengecil, dilakukan laparotomi lagi dan dapat dilakukan reseksi.

b. Transplantasi hati

Seiring perkembangan zaman, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya tinggi, donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi kurang baik untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik untuk transplantasi hati.

c. Terapi operatif nonreseksi Pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau tidak dapat dilakukan reseksi, sehingga dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi, mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri hepatic/kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.

Terapi Lokal

a. Injeksi Etanol Perkutan (PEI - Percutaneous Ethanol Injection) PEI digunakan untuk terapi HCC yang kecil dan terlokalisir. HCC berukuran <3 cm dan berjumlah kurang dari 3 nodul. Pada PEI, etanol steril disuntikkan ke nodul tumor dengan panduan USG atau CT. Destruksi sel tumor oleh alkohol absolut steril yang diinjeksikan diperkirakan dihasilkan oleh kombinasi dari dehidrasi sel, nekrosis koagulasi, serta trombosis vaskuler yang diikuti iskemia jaringan.

Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang dapat terjadi akibat kebocoran etanol ke dalam rongga peritoneal. Kontraindikasi PEI meliputi adanya asites yang masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang dapat meningkatkan risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca tindakan. Angka survival 3 tahun bagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang ditangani dengan PEI dilaporkan sebesar70%.

b. Ablasi Radiofrekuensi (RFA – Radiofrequency Ablation)

Merupakan metode ablasi lokal yang paling sering dipakai dan efektif. Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi radio frekuensi, hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan mikroinvasif, aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah diulangi.

15

Page 16: Sk 2 Blok Neoplasia

Pemanasan karena tahanan terjadi sebagai akibat dari agitasi ionik di sekitar elektroda menjadi energi RF yang berosilasiselama usaha untuk mencapai ground. (Ellis, 2004) Sebuah studi yang membandingkan RFA dengan PEI pada pasien-pasien dengan HCC berukuran lesi hingga 4 cm menunjukkan bahwa RFA unggul dalam hal angka survival 3 tahun pasien (74%dibanding 51%). Penelitian yang lain menunjukkan manfaat RFA sama saja dengan PEI. Secara umum, hanya sedikit saja penggunaan RFA yang mencapai nekrosis lengkap tumor, tanpa perbedaan bermakna dalam morbiditas dan peningkatan ketahanan hidup pasien.

c. Kryoterapi/Kryoablasi (Cryotherapy/Cryoablation)

Kryoterapi merupakan metoda penggunaan sifat termal untuk mengablasi suatu tumor. Menggunakan pendinginan/pembekuan yang cepat, biasanya menggunakan gas nitrogen, penghangatan yang lambat, lalu pengulangan siklus pembekuan-penghangatan hingga mencapai titik ablasi yang ditandai oleh terbentuknya kristal es pada intra dan ekstrasel.

Efek kryoterapi meliputi kerusakan vaskuler, kerusakan organela dan dinding sel, dehidrasi sel, serta perubahan pH dan osmolaritas intrasel. Indikasi kryoterapi pada HCC untuk pasien dengan tumor multiple yang bilobi yang tidak memungkinkan bagi tindakan reseksi subsegmental yang multipel.

Terapi Sistemik

a. Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin, 5-fluorouracil, mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed).

b. Terapi hormonal Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit, dan secara in vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar. Obat antiestrogen, tamoxifen dipakai karena bisa menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.

c. Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide). Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor non-endokrin, dan sel-sel HCC memiliki reseptor somatostatin.

d. Thalidomide, sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan epirubicin atau dengan interferon menunjukkan aktivitas yang terbatas pada pengobatan HCC.

e. Terapi interferon, biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan untuk pengobatan HCC. Mekanisme terapinya meliputi efek langsung anti virus, efek imunomodulasi, serta efek antiproliferasi langsung maupun tak langsung.

f. Molecularly targeted therapy, adalah inhibitor tirosin-kinase multi target dengan kemampuan antiangio genesis pula.

Radioterapi

Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalis radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu sirosis hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan bersama metode terapi lain seperti ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, kemoembolisasi arteri hepar. Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut dengan metastasis tulang, radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi tersering dari radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul ikterus, asites hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis terapi, dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioti internal terhadap hepatoma. Saat ini untuk memberikan terapi radiasi eksterna bagi pasien HCC yang inoperabel,dikembangkan beberapa teknik,antara lain:

a. Three dimensional conformal radiotherapy (3-D-CRT)b. Intensity-modulated radiotherapy (IMRT) c. Stereotactic body radiotherapy (SBRT)

16

Page 17: Sk 2 Blok Neoplasia

d. Proton beam dan heavy ion therapy

J. Komplikasi dan Metastasis HCC

Pada kasus HCC, terdapat komplikasi-komplikasi yang terjadi. Komplikasi pertama adalah metastasis, salah satu faktor signifikan penentu prognosis. Metastasis HCC terjadi secara intrahepatika dan ekstrahepatika. Ekstrahepatika menyebar ke kranial, tulang, paru, dan kelenjar adrenal. Metastasis biasanya terjadi di akhir perjalanan alamiah dari HCC dan kebanyakan pasien meninggal karena gagal hepar akibat tergantinya sel hepar (hepatosit) dengan sel tumor. Komplikasi berikutnya adalah akibat dari reseksi hepar. Treatmen reseksi hepar menjadi pilihan banyak pasien HCC karena survival ratenya yang lumayan besar (50% dan 5 tahun survival rate). Namun, rasio terjadinya HCC berulang (rekuren) pun juga besar, sekitar 70%. Untuk mencegah rekuren HCC, adalah dengan mengidentifikasi spesimen hepar pasien sehingga bisa langsung diintervensi bila ada masalah, misalnya dysplasia

1. Gagal hati2. Hematemesis melena : adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah yang

disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA). Dari penelitian Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM di dapatkan penyebab perdarahan saluran cerna baian atas terbanyak adalah pecahnya varises esophagus. Yang disebabkan karena sirosis hepar

3. Koma hepatikum : Koma hepatikum dalam khasanah ilmu kedokteran disebut ensefalopita atau hepatic encephalopathy. Ada 2 jenis enselafalopati hepatik berdasarkan ada tidaknya edema otak, yaitu Portal Systemic Encephalopathy (PSE) dan Acute Liver Failure (Hardjosastro., 2002).

Ensefalopati hepatik (ensefalopati sistem portal, koma hepatikum) adalah suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati (Stein 2001).

Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatrik pada penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor yang dinamakan asteriksis (Price et al., 1995).

Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA)

K. Prognosis HCC

Pada umumnya prognosis karsinoma hati adalah jelek. Tanpa pengobatan, kematian rata-rata terjadi sesudah 6-7 bulan setelah timbul keluhan pertama. Dengan pengobatan, hidup penderita dapat diperpanjang sekitar 11- 12 bulan. Bila karsinoma hati dapat dideteksi secara dini, usaha-usaha pengobatan seperti pembedahan dapat segera dilakukan maka masa hidup penderita dapat menjadi lebih panjang lagi. Sebaliknya, penderita karsinoma hati fase lanjut mempunyai masa hidup yang lebih singkat. Kematian umumnya disebabkan oleh karena koma hepatik, hematemesis dan melena, syok yang sebelumnya didahului dengan rasa sakit hebat karena pecahnya karsinoma hati.

Prognosis tergantung atas stadium penyakit dan penyebaran pertumbuhan tumor. Tumor kecil (diameter < 3 cm) berhubungan dengan kelangsungan hidup satu tahun 90.7%, 2 tahun 55% dan 3

17

Page 18: Sk 2 Blok Neoplasia

tahun 12.8%. kecepatan pertumbuhan bervariasi dari waktu kewaktu. Pasien tumor massif kurang mungkin dapat bertahap hidup selama 3 bulan. Kadang-kadang dengan tumor yang tumbuh lambat dan terutama yang berkapsul kecil, kelanngsungan hidup 2-3 tahun atau bahkan lebih lama. Jenis massifperjalanannya lebih singakat dibandingkan yang nodular. Metastasis paru dan peningkatan bilirubin serum mempengaruhi kelangsungan hidup.pasien berusia < 45 tahun bertahan hidup lebih lama dibandingkan usia tua.

L. Pencegahan Karsinoma Hepatoseluler Pencegahan terhadap HCC adalah suatu tindakan yang berupaya untuk menghindari segala sesuatu yang menjadi faktor risiko terjadinya kanker dan memperbesar faktor protektif untuk mencegah kanker.

Prinsip utama pencegahan kanker hati adalah dengan melakukan skrining kanker hati sedini mungkin. Vaksinasi virus hepatitis B dan C, mencegah pencemaran bahan makanan dengan aflatoksin dan menghindari konsumsi alkohol secara berlebihan.

3. MMHukum Transplantasi Organ dalam Islam

Untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi organ tubuh, perlu dilihat kapan pelakasanaannya.Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan transplantasi dilakukan, yaitu pada saat donor masih hidup sehat, donor ketika sakit (koma) dan didiuga kuat akan meninggal dan donor dalam keadaan sudah meninggal. Berikut hukum transplantasi sesuai keadaannya masing-masing.

1. apabila pencangkokan tersebut dilakukan, di mana donor dalam keadaan sehat wal afiat, maka hukumnya menurut Prof Drs. Masyfuk Zuhdi, dilarang (haram) berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:

Firman Allah dalam surat Al-Baqaroah: 195

Artinya:”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu hke dalam kebinasaan”Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain yang buta atau tidak mempunyai ginjal… ia (mungkin) akan menghadapi resiko sewaktu-waktu mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu (Ibid, 88).

2. Kaidah hukum Islam:

Artinya:”Menolak kerusakan harus didahulukan atas meraih kemaslahatan”Dalam kasus ini, pendonor mengorbankan dirinya dengan cara melepas organ tubuhnya untuk diberikan kepada dan demi kemaslahatan orang lain, yakni resipien.

3. Kaidah Hukum Islam:

Artinya” Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya.”Dalam kasus ini bahaya yang mengancam seorang resipien tidak boleh diatasi dengan cara membuat bahaya dari orang lain, yakni pendonor.

18

Page 19: Sk 2 Blok Neoplasia

Kedua, apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit (koma) atau hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolehkan (Ibid, 89), berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:

Hadits Rasulullah:Artinya:”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.” (HR. Ibnu Majah).Dalam kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni pendonor yang dalam keadaan sakit (koma).

Orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini orang yang sedang sakit (koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya tersebut. Sekalipun  tujuan dari pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).

Ketiga, apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik secara medis maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan pada dua syarat sebagai berikut:1.  Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. (ibi, 89).2. Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.

Adapun alasan membolehkannya adalah sebagai berikut:Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 195 di atas.Ayat tersebut secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula orang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berfungsi organ tubuhnya yang sangat vital, tanpa ausaha-usaha penyembuhan termasuk pencangkokan di dalamnya. Surat Al-Maidah: 32.

Artinya;”Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya.”Ayat ini sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelematkan jiwa manusia.Dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah meninggal, maka Islam membolehkan. Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesama manuysia atau membanatu berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi. (Keputusan Fatwa MUI tentang wasiat menghibahkan kornea mata).

Artinya:”Berobatlah wahai hamba Allah, karen sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit tua.”Dalam kasus ini, pengobatannya adalah dengan cara transplantasi organ tubuh.1.  Kaidah hukum IslamArtinya:”Kemadharatan harus dihilangkan”Dalam kasus ini bahaya (penyakit) harus dihilangkan dengan cara transplantasi.2.  Menurut hukum wasiat, keluarga atau ahli waris harus melaksanakan wasiat orang yang meninggal.Dalam kasus ini adalah wasiat untuk donor organ tubuh. Sebaliknya, apabila tidak ada wasiat, maka ahli waris tidak boleh melaksanakan transplantasi organ tubuh mayat tersebut.

19

Page 20: Sk 2 Blok Neoplasia

Pendapat yang tidak membolehkan kornea mata adalah seperti Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah.

http://repository.maranatha.edu/3563/1/0110146_Abstract_TOC.pdf

http://auly.mhs.unimus.ac.id/files/2011/12/penyakit-hepatitis2.pdf

20