1
1
Sekitar 15 dari 100 orang di dunia menyandang disabilitas. Antara 2-4 dari 100 orang mengalami disabilitas berat (World Report on Disability, WHO 2011). Dengan meningkatnya usia harapan hidup terdapat kecenderungan meningkatnya penyandang disabilitas, apalagi jika disertai pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Terjadinya disabilitas juga dapat disebabkan penyakit dan kondisi kesehatan tertentu, bencana alam, kecelakaan, dan penyebab lainnya.
Perhatian dunia terhadap hak-hak penyandang disabilitas tercermin dalam Resolusi Nomor A/61/106 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas) pada tanggal 13 Desember 2006. Resolusi tersebut memuat hak-hak penyandang disabilitas dan menyatakan akan mengambil langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi tersebut.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang disabilitas, dan memberikan dukungan dalam upaya meningkatkan martabat, hak serta kesejahteraan para penyandang disabilitas, tanggal 3 Desember dinyatakan sebagai Hari Disabilitas Internasional (International Day of Persons with Disabilities, IDPWD) pada tahun 1992 oleh Majelis Umum PBB. Peringatan IDPWD juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan keuntungan dari integrasi penyandang disabiltas dalam setiap aspek kehidupan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Tema tahun 2018 adalah “Empowering Persons with Disabilities and Ensuring Inclusiveness and Equality”.
Sejak awal Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan penyandang disabiltas. Sebagai salah satu negara penandatangan konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas), menunjukkan komitmen dan kesungguhan Pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak penyandang disabilitas yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas.
Indonesia juga memiliki Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang dipandang belum berperspektif hak asasi manusia, lebih bersifat belas kasihan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas masih dinilai sebagai masalah sosial yang kebijakan pemenuhan haknya baru bersifat jaminan sosial, rehabilitasi sosial, bantuan sosial, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Penyandang disabilitas seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama dalam upaya mengembangkan dirinya melalui kemandirian sebagai manusia yang bermartabat.
Sesuai undang-undang tersebut, definisi penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Ragam penyandang disabilitas meliputi penyandang disabilitas fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik, yang dapat dialami secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu lama yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
SituasiDisabilitas
2
BPS mengumpulkan data penyandang disabilitas sejak tahun 1980 melalui kegiatan sensus dan survei antara lain Sensus Penduduk, Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Dalam SUPAS 2015 dikumpulkan data delapan kesulitan fungsional yaitu kesulitan melihat, kesulitan mendengar, kesulitan berjalan/naik tangga, kesulitan menggunakan/menggerakkan tangan/jari, kesulitan mengingat/berkonsentrasi, gangguan perilaku dan atau emosional, kesulitan/gangguan berbicara dan atau memahami/berkomunikasi dengan orang lain, dan kesulitan mengurus diri sendiri. Didapatkan hasil proporsi penduduk umur 10 tahun ke atas yang mengalami kesulitan fungsional sebesar 8,56%, dengan persentase tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah dan terendah di Provinsi Banten, Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau.
Persentase disabilitas terbesar adalah kesulitan melihat (6,36%) dan terkecil adalah kesulitan mengurus diri sendiri (1,02%). Disabilitas pada perempuan lebih tinggi persentasenya dibanding laki-laki pada semua jenis disabilitas. Pada setiap jenis disabilitas, persentase makin tinggi pada kelompok umur yang lebih tinggi.
Sulawesi UtaraGorontalo
Sulawesi TengahSulawesi Selatan
AcehNusa Tenggara Timur
BaliJambi
Sumatera BaratNusa Tenggara Barat
Jawa TimurSumatera Selatan
BengkuluSulawesi Tenggara
Jawa TengahPapua
INDONESIAKalimantan Barat
Jawa BaratDI Yogyakarta
RiauKalimantan Tengah
Sumatera UtaraKalimantan Selatan
MalukuSulawesi Barat
LampungKalimantan Utara
Kepulauan Bangka BelitungPapua BaratDKI Jakarta
Maluku UtaraKepulauan Riau
Kalimantan TimurBanten
11.9011.71
11.4410.22
9.989.609.57
9.449.429.409.40
9.008.99
8.678.628.608.56
8.258.178.158.14
8.048.048.03
7.767.767.667.61
7.53
7.297.08
6.186.316.47
7.30
0 2 4 6 8 10 12 14
Sumber: SUPAS 2015, BPS
Gambar 1. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Disabilitas menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2015
%
Data Penyandang Disabilitas di Indonesia
Data penyandang disabilitas di Indonesia dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian/Lembaga lain yang berkepentingan, antara lain Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan, dan Kementerian Kesehatan. Data yang dihasilkan dapat berbeda karena konsep dan definisi yang berbeda tergantung tujuan dan kebutuhan masing-masing.
Data Penyandang Disabilitas Dalam SUPAS 2015
3
Gambar 2. Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas yang Mengalami Disabilitas menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2015
Kes
ulita
n m
elih
at
Kes
ulita
n m
end
eng
ar
Kes
ulita
n b
erja
lan/
naik
ta
ngg
a
Kes
ulita
n m
eng
gun
akan
m
eng
ger
akan
jari/
tang
an
Kes
ulita
n m
eng
ing
at/
ber
kons
entr
asi
Gan
gg
uan
per
ilaku
dan
at
au e
mo
sio
nal
Kes
ulita
n/ g
ang
gua
n d
an
atau
mem
aham
i b
erb
icar
a d
eng
an o
rang
la
in
Kes
ulita
n m
eng
urus
diri
se
ndiri
01234567
%
6.36
3.35 3.76
1.30
2.81
1.40 1.52 1.02Laki-LakiPerempuanTotal
Sumber: SUPAS 2015, BPS
Data Penyandang Disabilitas dalam RISKESDAS 2018
Kementerian Kesehatan mengumpulkan data penyandang disabilitas melalui Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, 2013 dan 2018. Dalam Riskesdas 2018, data disabilitas dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu anak (umur 5-17 tahun), dewasa (umur 18-59 tahun) dan lanjut usia (umur ≥60 tahun). Masing-masing menggunakan instrumen yang berbeda menyesuaikan kondisi dan kebutuhan data masing-masing kelompok umur.
Disabilitas Anak (Umur 5-17 Tahun)
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data disabilitas pada umur 5-17 tahun diadaptasi dari Module UN Washington Group yang tercantum dalam Multiple Indicator Cluster Surveys (MICS) yang dikembangkan oleh United Nations Emergency Children’s Fund (UNICEF). Dalam wawancara ditanyakan sepuluh pertanyaan mengenai adanya hambatan penglihatan, pendengaran, mobilitas, komunikasi, mempelajari sesuatu, daya ingat, konsentrasi, menjalin pertemanan, menerima perubahan, dan mengontrol tingkah laku. Hal ini merujuk pada kondisi anak saat wawancara termasuk kondisi fungsi fisik dan mental anak sejak lahir atau didapat setelah lahir namun memberikan kecenderungan yang akan bersifat permanen. Setiap fungsi dikategorikan dalam tidak ada hambatan, hambatan ringan, sedang, berat, atau sangat berat dan dikategorikan sebagai disabilitas jika terdapat kesulitan/ hambatan fungsi berat atau sangat berat.
Penyandang Disabilitas Fisik
Jenis Disabilitas
Penyandang Disabilitas Mental
Penyandang Disabilitas Intelektual
Penyandang Disabilitas Sensorik
terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegia, celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil.
terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain:1. psikososial2. disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial.
terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara
lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrom.
terganggunya salah satu fungsi dari panca indera,
antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau
disabilitas wicara.
Sumber: UU Nomor 8 Tahun 2016
4
Hasil Riskesdas 2018 mendapatkan 3,3% anak umur 5-17 tahun yang mengalami disabilitas. Provinsi dengan proporsi disabilitas anak tertinggi adalah Sulawesi Tengah (7,0%), Kalimantan Utara, dan Gorontalo (masing-masing 5,4%), sedangkan proporsi terendah di Provinsi Sulawesi Barat, Lampung dan Jambi (masing-masing 1,4%).
Sulawesi BaratLampung
JambiSumatera Selatan
AcehKalimantan Tengah
Kepulauan RiauPapua Barat
Kalimantan BaratNusa Tenggara Barat
Jawa BaratJawa Tengah
BengkuluRiau
PapuaJawa TimurINDONESIA
Sulawesi UtaraSumatera Utara
Maluku UtaraSulawesi Tenggara
Nusa Tenggara TimurBali
Kalimantan SelatanKepulauan Bangka Belitung
Kalimantan TimurMaluku
DI YogyakartaDKI Jakarta
BantenSumatera Barat
Sulawesi SelatanGorontalo
Kalimantan UtaraSulawesi Tengah 7.0
0 1 2 3 4 5 6 7
Sumber: Riskesdas 2018, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan
Gambar 3. Proporsi Disabilitas Anak 5-17 Tahun Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2018
8
5.45.45.3
5.05.0
4.84.8
4.64.1
3.83.6
3.43.43.43.4
3.33.33.3
3.23.1
2.92.92.92.82.72.72.72.6
2.51.8
1.61.41.41.4
%
Gambar 4. Proporsi Disabilitas Anak 5-17 Tahun Menurut Umur, Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal di Indonesia Tahun 2018
0
2
3
4
5
1
%
4.2
15-17 tahun
3.5
10-14 tahun
Umur
3.4
Laki-Laki
3.1
Perempuan
Jenis Kelamin
2.5
5-9tahun
3.6
Perkotaan
2.9
Perdesaan
Tempat TinggalSumber: Riskesdas 2018, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan
Proporsi disabilitas meningkat pada kelompok umur yang lebih tua, laki-laki lebih besar proporsinya dibandingkan perempuan, dan penduduk perkotaan lebih besar proporsinya dibandingkan pedesaan.
5
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data disabilitas pada umur 18-59 tahun diadaptasi dari WHO Disabilily Assesment Schedule 2.0 (WHODAS 2.0). Pertanyaan yang diajukan mengenai fungsi dan kemampuan dalam satu bulan terakhir, yang meliputi mobilitas/berpindah tempat, melakukan aktifitas sehari-hari, mengurus diri sendiri, daya ingat, bersosialisasi, pengendalian emosi, konsentrasi, serta adaptasi lingkungan dan sosial. Setiap fungsi dikategorikan dalam tidak ada hambatan, hambatan ringan, sedang, berat, atau sangat berat dan dikategorikan sebagai disabilitas jika terdapat kesulitan/ hambatan fungsi sedang/berat/sangat berat.
Disabilitas Dewasa (umur 18-59 tahun)
Jenis Kelamin
Laki-Laki
18.8%
Perempuan
25.2%
Gambar 5. Proporsi Disabilitas Dewasa (18-59 Tahun) Menurut Karakteristik di Indonesia Tahun 2018
18-24 tahun
25-34 tahun
35-44 tahun
55-59 tahun
Umur
45-54 tahun
21.1%
20.6%
20.3%
23.8%
29.6%
LampungKepulauan Riau
JambiSumatera Selatan
BengkuluJawa Timur
AcehBali
Sumatera UtaraJawa Tengah
Kalimantan TengahSulawesi Utara
INDONESIADKI Jakarta
BantenPapua Barat
Sulawesi BaratRiau
Kalimantan BaratJawa Barat
PapuaKalimantan Selatan
MalukuKalimantan Timur
Maluku UtaraKalimantan Utara
Kepulauan Bangka BelitungNusa Tenggara TimurNusa Tenggara Barat
Gorontalo Sulawesi Tenggara
Sulawesi BaratDI Yogyakarta
Sulawesi SelatanSulawesi Tengah 40.6
0 5 10 15 20 25 30 35
Sumber: Riskesdas 2018, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan
Gambar 5. Proporsi Disabilitas Dewasa (18-59 Tahun) Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2018
45%
40
33.633.2
32.428.9
27.927.6
27.326.526.526.0
25.424.924.324.123.8
23.222.722.7
22.322.222.1
22.021.621.2
20.220.1
19.218.117.7
15.915.414.214.013.8
Proporsi disabilitas pada umur 18-59 tahun di Indonesia sebesar 22,0%, tertinggi di Provinsi Sulawesi Tengah (40,6%), Sulawesi Selatan (33,6%), dan DI Yogyakarta (33,2%), terendah di Provinsi Lampung (13,8%), Kepulauan Riau (14,0%) dan Jambi (14,2%).
6
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data disabilitas pada umur ≥60 tahun mengacu pada Barthel Index of Activities of Daily Living (ADL). Pertanyaan ini mengacu pada kondisi satu bulan terakhir dan menilai tingkat kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari, menilai kemajuan responden dengan penyakit kronis sebelum dan sesudah terapi, serta menentukan seberapa besar bantuan perawatan yang dibutuhkan.
Pada usia ini, proporsi disabilitas meningkat pada kelompok usia yang lebih tinggi perempuan, pendidikan rendah dan yang tidak bekerja. Sedangkan di perkotaan dan pedesaan, proporsinya hampir sama.
Tempat Tinggal
Perkotaan21.9%
Pedesaan22.1%
Sumber: Riskesdas 2018, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan
Pendidikan
30.7%Tidak Sekolah
Tidak Tamat SD/MI 28.2%
Tamat SD/MI 24.0%
Tamat SLTP/MTS 21.2%
Tamat SLTA /MA 19.7%
Tamat Diploma/PT 17.6%
Pekerjaan
26.7%
21.0%
16.5%
17.6%
19.8%
21.6%
23.9%
21.0%
22.5%
Tidak Bekerja
Sekolah
TNI/POLRI/PNS/BUMD
Pegawai Swasta
Wiraswasta
Petani/Buruh tani
Nelayan
Buruh/Sopir/Pembantu
Lainnya
Disabilitas Lanjut Usia (Lansia, umur ≥60 tahun)
Sumber: Riskesdas 2018, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan
Gambar 6. Proporsi Disabilitas Lansia (≥60 tahun) Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2018
BaliNusa Tenggara Timur
LampungSulawesi Tenggara
Sumatera BaratSulawesi Utara
Nusa Tenggara BaratJawa Timur
Jawa TengahDI Yogyakarta
Kalimantan BaratKepulauan Bangka Belitung
Sulawesi BaratSulawesi Selatan
INDONESIA Bengkulu
Kepulauan RiauPapua BaratJawa Barat
Kalimantan SelatanJambi
Sumatera SelatanGorontalo
DKI JakartaRiau
Sulawesi TengahKalimantan Timur
Kalimantan TengahAceh
MalukuMaluku Utara
PapuaKalimantan Utara
Sumatera UtaraBanten
0 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mandiri Ringan Sedang Berat Ketergantungan Total
7
Hasil Riskesdas 2018 mendapatkan 74,3% lansia dapat beraktifitas sehari-hari secara mandiri, 22,0% mengalami hambatan ringan, 1,1% hambatan sedang, 1% hambatan berat, dan 1,6% mengalami ketergantungan total. Provinsi dengan persentase lansia mandiri tertinggi adalah Bali (78,9%) dan terendah Banten (69,1%). Provinsi dengan proporsi lansia dengan hambatan sedang, berat dan ketergantungan total tertinggi adalah Sulawesi Barat (5,4%), Kepulauan Bangka Belitung (5,0%) dan Maluku Utara (4,9%), sedangkan yang terendah adalah Papua Barat (2,6%) dan Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, serta Nusa Tenggara Timur (masing-masing 2,9%).
Gambar 7. Proporsi Disabilitas Lansia (≥60 tahun) Menurut Karakteristik di Indonesia Tahun 2018
Proporsi disabilitas pada lansia meningkat menurut umur, lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki, dan lebih tinggi pada yang berpendidikan rendah. Sedangkan di perkotaan dan pedesaan proporsinya hampir sama.
Pelayanan Kesehatan untuk Penyandang Disabilitas
Umur
80.3
%17
.3%
60
-69
tah
un
68.
1%27
.2%
70-7
9 t
ahun
50%
38%
80+
tahu
n
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%80%
90%
100%
Jenis Kelamin
77.8% 19.1%
71.1% 24.7%
Tempat Tinggal
73.3%
75.3%
22.8%
21.1%
Perkotaan
Perdesaan
Pendidikan
Tidak Sekolah
Tidak Tamat SD/MI
Tamat SD/MI
Tamat SLTP/MTS
Tamat SLTA/MA
Tamat Diploma/PT
68.1%
73.9%
76.0%
77.6%
77.7%
80.7%
26.7%
16.8%
19.4%
19.7%
20.5%
22.5%
Mandiri Ringan Sedang Berat Ketergantungan Total
Sumber: Riskesdas 2018, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan
Penyandang Disabilitas memiliki hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi yang bisa dicapai tanpa diskriminasi karena disabilitas. Para penyandang disabilitas dapat mengakses pelayanan kesehatan yang peka terhadap gender, termasuk rehabilitasi yang terkait dengan kesehatan.
Pelayanan kesehatan dimulai dari pencegahan, kemudian rehabilitasi dan pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pencegahan disabilitas harus dilakukan sedini mungkin, namun jika disabilitas telah terjadi, diupayakan tingkat kemandirian seoptimal mungkin sesuai potensi yang dimiliki.
8
Bagan program pencegahan dan pengendalian gangguan fungsional – disabilitas adalah sebagai berikut.
Gambar 8. Bagan Program Pencegahan dan Pengendalian Gangguan Fungsional – Disabilitas
Kementerian Kesehatan sedang menyusun Peta Jalan Layanan Kesehatan Inklusi bagi Penyandang Disabilitas yang diharapkan dapat menjadi rujukan kebijakan, program, serta penilaian bagi seluruh jajaran Kementerian Kesehatan untuk membangun sistem dan layanan kesehatan yang aksesibel, menyeluruh, terjangkau, berkualitas, menghargai martabat dan memberdayakan bagi seluruh penyandang disabilitas.
Pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas tidak akan berjalan optimal tanpa koordinasi lintas program di internal Kementerian Kesehatan, dukungan lintas sektor, pemantauan, dan evaluasi yang kuat.
Pengendalian faktor risiko, tatalaksana dini penyakit dan pencegahan komplikasi penyakit dasar maupun penyerta.
Rehabilitasi medik sesuai kebutuhan (alat bantu, dll) Rehabilitasi psikososial dan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM)
Pelayanan pengobatan mulai dari tingkat dasar sampai tingkat rujukan di RSU dan RS Khusus seperti RS Jiwa, Mata, Kusta, Paru, Stroke, dan sebagainya.
Promotif
Penyuluhan, media KIE, Kelompok/forum komunikasi keluarga penyandang disabilitas
PreventifKuratif
Rehabilitatif
Sumber: Direktorat Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan, 2018
9
2019Kementerian Kesehatan RIPusat Data dan InformasiJl. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Lantai 10 Blok AJakarta Selatan
TIM REDAKSI:Penanggung Jawab : Didik BudijantoRedaktur : Rudy KurniawanPenyunting : Winne WindiantiniPenulis : Fetty Ismandari
Narasumber :
Desainer Grafis : Rizqitha Maula
- Lily Banonah Rivai- Esty Widiastuti- Siti Isfandari- Sri Poedji Hastoety Djaiman