UNIVERSITAS INDONESIA SISTOSTOMI DAN PUNGSI BULI Oleh dr. I Komang Adhi Parama Harta (1406561091) PEMBIMBING dr. Arry Rodjani, Sp.U 1
UNIVERSITAS INDONESIA
SISTOSTOMI DAN PUNGSI BULI
Oleh
dr. I Komang Adhi Parama Harta
(1406561091)
PEMBIMBING
dr. Arry Rodjani, Sp.U
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO
1
JAKARTA , MEI 2015
I. PENDAHULUAN
Sistostomi dan pungsi buli adalah beberapa tindakan dalam bidang urologi yang
tergolong sering dilakukan. Untuk sistostomi, secara umum pasien yang
memerlukan tindakan ini adalah pasien yang memerlukan pemasangan kateter
uretra, tetapi memiliki kondisi klinis yang tidak memungkinkan dipasangnya
kateter uretra secara aman, akan menjadi kandidat untuk dilakukan sistostomi
suprapubik. Pada kondisi emergensi, kebayakan yang memerlukan sistostomi
adalah pasien dengan trauma uretra atau seorang pria dengan striktur uretra yang
berat, atau penyakit prostat yang kompleks.1-3
Peralatan yang sering digunakan untuk akses buli suprapubik sekarang ini adalah
dengan Cook peel-away sheath unit. Alat ini menggunakan Seldinger (guidewire)
teknik untuk memudahkan akses ke buli dan memungkinkan pemasangan kateter
Foley menjadi lebih mudah untuk hasil drainase buli yang lebih definitif. Alat ini
sangat bermanfaat pada kondisi emergency jika dibandingan dengan cara akses
buli lainnya, seperti dengan trocar.1,4,5
Pungsi buli adalah suatu prosedur yang sangat bermanfaat untuk tujuan
diagnostik, ataupun dapat digunakan juga sebagai tindakan terapeutik. Secara
umum, pungsi buli dapat dilakukan dengan aman pada bedside atau pada setting
poliklinik. Untuk tindakan ini, perlu pengetahuan anatomi yang baik, klinisi yang
akan melakukan pungsi buli harus memperhatikan bagian atap (dome) dari buli
memiliki perlekatan dengan peritoneum dan penusukan jarum pada area ini dapat
menyebabkan trauma pada usus atau perforasi buli intraperitonium. Sepanjang
buli juga terdapat struktur vascular yang harus diperhatikan seperti pembuluh
darah common iliac dan hipogastric. Sehingga kesalahan teknik aspirasi juga
dapat berakibat terjadinya perdarahan yang signifikan. Teknik pungsi yang benar
akan mengarahkan jarum untuk penetrasi melalui kulit, jaringan subkutan dari
dinding abdomen anterior sisi bawah, rectus sheath, peritoneum, dan dinding buli
anterior.6
Oleh karena sistostomi dan pungsi buli keduanya merupakan tindakan yang sering
dan sangat bermanfaat dalam praktik seorang ahli bedah, maka seorang ahli bedah
2
sudah sewajarnya mengetahui dan dapat melakukan tindakan sistostomi dan
pungsi buli ini.
II. SISTOSTOMI
2.1 Definisi
Sistostomi dan kateterisasi suprapubik adalah memasukkan kateter dengan
membuat lubang pada buli-buli melalui insisi suprapubik dengan tujuan untuk
mengeluarkan urin3. Kateterisasi suprapubik umumnya digunakan untuk drainase
urine jangka pendek. Jika usia pasien atau kondisi komorbid tidak memungkinkan
untuk dilakukannya operasi koreksi, maka kateter temporer ini dapat
dipertahankan lebih lama, atau dapat diganti dengan kateter suprapubik yang
permanen.2,3
2.2 Indikasi2,3
Striktur uretra yang berat, kontraktur neck bladder, atau obstruksi.
Kegagalan pada saat melakukan kateterisasi uretra pada pembesaran lobus
median prostat.
Ada kontraindikasi untuk melakukan tindakan transuretra misalkan pada
ruptur uretra atau dugaan adanya reptur uretra dengan retensio urine.
Baru saja menjalani operasi rekonstruksi uretra dan bladder neck.
Adanya infeksi berat pada uretra dan buli.
Phimosis berat sehingga menyulitkan pemasangan kateter uretra.
Jika ditakutkan akan terjadi kerusakan uretra pada pemakaian kateter
uretra yang terlalu lama.
Untuk mengukur tekanan intravesikal pada studi sistotonometri.
Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat TUR
Prostat.
2.3 Kontraindikasi1-3
Pasien yang tidak kooperatif
Pasien dengan terapi antikoagulan atau mengalami koagulopati
Selulitis pada tempat pemasukan kateter
Parut pada daerah suprapubik, buli, atau pelvis sebagai hasil dari operasi
sebelumnya, kanker, atau trauma.
3
2.4 Jenis Sistostomi
Pemasangan kateter sistostomi dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka atau
dengan perkutaneus.2-4
2.4.1 Sistostomi Perkutaneus (Tertutup)2,3
Peralatan:
Anestesi local : lidocain 1% atau 2%
Spuit 10 ml
Antispetik kulit seperti povidone-iodine
Steril towel
Saline steril
Sarung tangan steril dan masker
Scalpel no 11 atau 15
Gunting, needle holder, dan nylon 2-0
Closed urinary drainage system
Set kateter suprapubik
Sekarang ini banyak pabrikan yang telah mengeluarkan berbagai jenis kateter
suprapubik dan insertion kits, seperti Bonnano catheter (Becton-Dickinson
Corp.), Stamey percutaneous suprapubic catheter set (Cook Medical/Urological),
atau The Simplastic suprapubic catheter/ SupraFoley suprapubic catheter
introducer (Rusch, Inc./Teleflex Medical).1,2,4
Prinsip dari semua set tersebut, kecuali untuk suprafoley suprapubic catheter
introducer, adalah suatu obtutaror metal dan kateter suprapubik. Obturator metal
ditempatkan bersamaan dengan kateter suprapubik, kemudian dicabut jika kateter
telah berada dalam buli dengan baik. Ujung dari kateter dapat terdiri dari suatu
coude tip (dengan ballon), Malecot tip, atau Foley. Tidak seperti red rubber
catheter (Robinson), yang tidak begitu baik fiksasinya, semua jenis kateter
suprapubik biasanya memiliki fiksasi yang baik selama berada dalam buli.2
4
Gambar 1. Berbagai Jenis Ujung Kateter2
Persiapan Pasien
Jelaskan indikasi, alternative tindakan, keuntungan, serta risiko dari prosedur.
Informed consent harus dilakukan. Pasien harus dijelaskan tentang prosedur
tindakan yang akan dilakukan. Dijelaskan juga, kalau akan terasa kurang nyaman
beberapa jam atau hari setelah tindakan kateterisasi suprapubik.2
Teknik Kateterisasi Suprapubik2,3
1. Tempatkan pasien pada posisi supinasi.
2. Raba buli pasien. Jika buli tidak dapat teraba, tunda tindakan sampai buli
dapat teraba atau dapat juga dilakukan dengan panduan ultrasonografi.
Jika pasien mengalami abnormalitas pada pelvis atau buli sebagai akibat
suatu operasi, kanker, atau trauma, maka tindakan hanya dapat dilakukan
dengan panduan ultrasonografi.
3. Persiapkan kulit dengan memberikan cairan antisepsis dan draping dengan
kain steril.
4. Injeksi anestesi local pada kulit abdomen, menembus jaringan subkutan,
melalui fasia, dan turun mencapai dome buli. Lakukan aspirasi
sebelumnya, untuk menghindari anestesi masuk ke intravascular.
5
5. Dengan scalpel, buat insisi horizontal sepanjang 1 cm (beberapa ada yang
melakukan insisi pada fasia rektus anterior), 5 cm diatas simphisis pubis
digaris tengah. Pada saat ini beberapa klinisi ada yang memasukkan 22-
gauge spinal needle kedalam buli. Tindakan tersebut akan memastikan
posisi buli sebelum kateter suprapubik dimasukkan. Jika buli cukup
distensi, maka prosedur ini dapat tidak dilakukan.
6. Jika insisi sudah dibuat, tempatkan obtutaror metal kedalam lumen dari
kateter suprapubik, dengan ujung tajam obturator keluar dari ujung kateter.
Gambar 2. Kateter Suprapubik beserta Pointed Obturator2
7. Masukkan kateter dan obturator bersamaan dengan sudut 60o ke kaudal
mengarah ke bladder neck (kira-kira pada area mid-perineal). Dengan
sedikit tekakan, masukkan kateter melalui rectus sheath, otot, sampai
dome buli. Dimasukkan kira-kira 5 cm kedalam kulit pada orang dewasa.
Gambar 3. Teknik Pemasangan Kateter Suprapubik2
8. Jika posisi kateter telah sesuai, cabut obturator, maka urin akan keluar
melalui kateter suprapubik.
6
9. Setelah obturator dicabut, wing dari Malecot type catheter (Stamey
suprapubic catheter) akan mengembang, atau ujung pigtail dari Bonnano
catheter akan mengunci didalam buli yang akan mencegah kateter tertarik
keluar. Jika kateter dengan ballon pada ujungnya, ketika ujung kateter
telah berada dalam buli, baloonnya harus dikembangkan dengan normal
saline. Untuk SupraFoley kateter suprapubik, introdusernya terdiri dari
lapisan plastic, dengan obsturator plastik yang tajam. Obturator
dimasukkan melalui insisi kulit, memalui rectus sheath, dan sampai ke
buli. Kemudian cabut obturator dan masukkan kateter Foley melalui
lapisan plastic menuju ke buli. Ballon diisi dengan air atau saline 5-10 ml.
Kemudian lapisan plastiknya dibuang, sedangkan kateter dibiarkan berada
didalam buli.
10. Tarik balik kateter sampai wing, koil, atau ballon tertahan pada dome buli.
11. Pertahankan kateter dengan menggunakan jahitan dari benang nylon
12. Gunakan saline steril, irigasi kateter untuk memastikan drainase dan posisi
kateter benar.
13. Sambungkan katong urin dengan kateter.
2.4.2 Sistostomi Terbuka3,5-7
Sistostomi terbuka dikerjakan jika terdapat kontraindikasi pada tindakan
sistostomi tertutup. Dianjurkan melakukan sistostomi terbuka jika terdapat
jaringan sikatriks/ bekas operasi di suprasimfisis, sehabis mengalami trauma di
daerah panggul yang mencederai uretra atau buli-buli, dan adanya bekuan darah
pada buli-buli yang tidak mungkin dilakukan tindakan peruretra.3,7
Prosedur 3,5-7
1. Disifeksi lapangan operasi.
2. Mempersempit lapangan operasi dengan kain steril.
3. Injeksi anestesi lokal, jika tidak mempergunakan anestesi umum.
4. Insisi vertikal pada garis tengah ± 3,5 cm di antara pertengahan simfisis
dan umbilikus.
7
Gambar 4. Insisi Vertikal Diantara Simfisis Dan Umbilikus5
5. Insisi diperdalam sampai lemak subkutan hingga terlihat linea alba yang
merupakan pertemuan fasia yang membungkus muskulus rektus kiri dan
kanan.
6. Meskulus rektus kiri dan kanan dipisahkan sehingga terlihat jaringan
lemak, buli-buli dan peritoneum. Buli-buli dapat dikenali karena warnanya
putih banyak terdapat pembuluh darah.
Gambar 5. Pemisahan Rektus Kiri dan Kanan5
7. Jaringan lemak dan peritoneum disisihkan ke kranial untuk memudahkan
memegang buli-buli.
8. Dilakukan fiksasi pada buli-buli dengan benang pada 2 tempat.
9. Dilakukan pungsi percobaan pada buli-buli diantara dua tempat yang telah
difiksasi.
10. Dilakukan pungsi dan sekaligus insisi dinding buli-buli dengan pisau
8
tajam hingga keluar urine, yang kemudian (kalau perlu) diperlebar dengan
klem. Urine yang keluar dihisap dengan mesin penghisap.
Gambar 6. Fiksasi dan Pungsi Buli5
11. Eksplorasi dinding buli-buli untuk melihat adanya : tumor, batu, adanya
perdarahan, muara ureter atau penyempitan leher buli-buli.
12. Pasang kateter Foley ukuran 20 F – 24 F pada lokasi yang berbeda dengan
luka operasi.
Gambar 7. Eksplorasi Buli5
13. Buli-buli dijahit 2 lapis yaitu muskularis-mukosa dan seromuskularis.
9
Gambar 8. Penjahitan Buli5
14. Ditinggalkan drain redon kemudian luka operasi dijahit lapis demi
lapis.
15. Balon kateter dikembangkan dengan aquadest 10 cc dan difiksasikan ke
kulit dengan benang sutra.
16. Setiap selesai melakukan kateterisasi uretra ataupun pemasangan kateter
suprapubik harus diikuti dengan pemeriksaan colok dubur.
2.5 Komplikasi Sistostomi1,2
Perdarahan perivesikular
Gross hematuria
Gagal mendrainase urin
Infeksi
Perforasi organ intraabdomen (sering terjadi pada buli yang tidak cukup
distensi, pada anatomi abnormal oleh operasi sebelumnya, kanker, radiasi,
trauma, serta ketika obturator dan kateter tidak dimasukkan dengan sudut
yang tepat. Untuk perforasi yang berukuran kecil, biasanya akan dapat
menutup spontan).
2.6 Penggantian Kateter Suprapubik
Biasanya kateter suprapubik diganti tiap 6 minggu, atau ketika drainasenya sudah
tidak lancar. Ketika kateter sudah beberapa minggu dan matur track sudah
terbentuk, kateter yang terpasang bisa dicabut dan digantikan dengan kateter yang
baru. Pertama siapkan kateter pengganti dengan obturator, kemudian isi buli
dengan air atau saline, setelah itu kempeskan balloon dan cabut kateter. Air atau
10
saline akan mulai keluar lewat lubang sistostomi, kemudian segera masukkan
kateter yang baru.2
Jika kateter perlu diganti sebelum tracknya matur, buli harus diisi dengan air atau
saline steril sebelum mencabut kateter. Jika kateter mengalami sumbatan, maka
kateter harus dicabut, dan digantikan dengan yang baru ketika buli distensi dapat
dipalpasi. Pada saat itu, kateter yang baru dapat dimasukkan pada track yang
sama, dengan menggunakan teknik seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Ultrasonografi dapat digunakan sebagai panduan ketika buli sulit untuk
diidentifikasi atau dipalpasi.2,4
Pada Malecot atau kateter dengan ujung wing, biasanya wing cukup lunak ketika
kateter tersebut kita cabut. Jika kesulitan untuk mencabut kateter, masukkan
obturator pada kateter sehingga akan membuat wing menjadi lurus dan kateter
dapat dicabut. Untuk kateter dengan ujung pigtail, pada ujung luar biasanya
terdapat jahitan yang berfungsi menjaga bentuk pigtail, ketika jahitan ini
dilepaskan atau dipotong, maka pigtail akan uncurl, dan kateter dapat
dilepaskan.2,3
Pada sistostomi terbuka, matur tract antara kulit dan buli terbentuk antara 4
sampai 6 minggu. Jika kateter harus diganti, pilih kateter dengan ukuran yang
sama dengan sebelumnya. Kateter yang baru harus segera dimasukkan ketika
kateter yang lama telah dicabut. Setelah mengembangkan ballon dengan 5-10
saline steril, irigasi buli untuk memastikan drainase kateter baik. Setelah itu
sambungkan kateter dengan kantong urin.2
2.7 Penggunaan Antibiotik
Pada sistostomi dengan pemasangan kateter suprapubik, jika curiga dengan
adanya infeksi saluran kemih atau pasien dengan riwayat prolap katup mitral,
riwayat penggantian katup jantung, riwayat penggunaan prosthesis pada lutut atau
sendi lainnya, maka kultur urin dan test sensitifitas harus dilakukan serta pasien
diberikan antibiotik spectrum luas minimal selama 3 hari. Jika pasien tidak alergi,
maka fluoroquinolones, ciprofloxacine, atau levofloxacine adalah pilihan yang
tepat. Sampai saat ini antibiotik propilaksis untuk pemasangan kateter suprapubik
tidak diperlukan,2
11
2.8 Edukasi Pasien Paska Sistostomi
Jelaskan kepada pasien kalau beberapa hari setelah tindakan ini pasien akanm
erasakan rasa yang tidak nyaman. Sepanjang kateter terpasang, hematuria
interminten dan sindrom iritasi saluran kemih akan dapat terjadi. Pasien harus
paham cara merawat kateternya, pertahankan tetap bersih dan kering, serta jangan
membiarkan kantong kencingnya terseret dilantai ketika berjalan. Pasien harus
diedukasi jangan menarik kateternya terlalu kencang. Beritahukan untuk segera
control jika pasien mengalami nyeri yang terus-menerus, perdarahan yang banyak,
suhu lebih besar dari 38,5oC, atau drainase kateter tidak berfungsi dengan baik.
Pasien juga disarankan cukup minum air, tetapi tidak berlebihan.1,2
III. PUNGSI BULI
3.1 Indikasi
Mengumpulkan specimen urin untuk analisis, kultur, dan test sensitifitas dengan
menggunakan teknik steril. Terutama untuk pasien yang tidak memungkinkan
memakai kateter uretra.6,8,9
3.2 Kontraindikasi6,8
1. Infeksi atau selulitis pada area suprapubik
2. Jaringan parut pada area suprapubik, buli atau pelvis sebagai akibat
operasi sebelumnya, kanker, atau trauma.
3. Abnormalitas anatomi genitourinary, pembesaran organ pelvis (seperti
kista ovarium, uterine fibroids), distensi atau pembesaran dari organ visera
abdomen (termasuk juga onstruksi intestinal).
3.3 Peralatan8
1. Anestesi lokal (10 ml dari lidocain 2%)
2. Jarum spinal 10 cm, 22- gauge untuk dewasa
3. Jarum spinal 4cm, 22- gauge untuk peditarik
4. Spuit 10 cc
5. Urine pot
12
3.4 Prosedur6,8,9
1. Sebaiknya dilakukan dengan posisi supine, sebelum melakukan pungsi
buli, pertama harus mengevaluasi kandung kemih, jika tidak dapat
teridentifikasi, disarankan untuk menunggu hingga dapat teridentifikasi
atau gunakan USG jika tersedia.
2. Gunakan larutan antiseptik untuk membersihkan area suprapubik, dan
drapping pasien agar area tetap steril
3. Pada garis tengah, Anestesi kulit menggunakan lidokain, 5 cm diatas
simfisis pubis. ( step ini optional untuk pediatrik).
4. Tusukan jarum spinal 22 gauge dengan obturator. Arahkan jarum tersebut
sedikit ke arah kaudal pada dewasa (organ pelvis) dan sedikit ke sephal
(organ abdomen) pada pediatrik. Jarum akan memasuki kandung kemih
setinggi 5 cm.
Gambar 9. Penusukan Jarum Spinal dan Obturator6
5. Pindahkan Obturator, sambungkan ke spuit steril dan aspirasi urin dari
kandung kemih, jika tidak terdapat urin yang keluar, majukan jarum
perlahan dan suction terus menerus, lakukan langkah tersebut sampai batas
maksimal 3 kali. Jika tetap tidak berhasil lakukan dengan bantuan USG. 2
13
Gambar 10. Aspirasi Urin Menggunakan Spuit Steril6
3.5 Komplikasi6,8
Transient hematuria
Hematom perivesikular
Perforasi intestinal (pada jarum dengan ukuran 22-gause, umunya akan
kembali menutup secara spontan)
3.6 Edukasi Pasien Paska Punsi Buli
Pasien biasanya akan mengeluh nyeri ringan atau perasaan tidak nyaman yang
dapat diberi paracetamol atau non-steroidal anti-inflamantory drug (NSAID).
Pasien diberitahu untuk segera kontrol jika terdapat darah pada urine (selama 2
hari), nyeri abdomen yang menetap, kesulitan untuk berkemih, atau panas badan
diatas 38,5oC.6
DAFTAR PUSTAKA14
1. Davis JE, Silverman MA. Urologic procedures. Roberts and hedges’s
clinical procedur in emergency medicine. 6th Edition. Philadelphia: Elsevier
Inc; 2014. Chapter 55, p.1113-54.e2.
2. James RE, Palleschi JR. Suprapubic catheter insertion and/or change.
Pfenninger and fowler's procedures for primary care. 3rd Edition.
Philadelphia: Elsevier Inc; 2011. Chapter 113, p.781-783.
3. Van de Graff. Human anatomy-urinary system. 6th Edition .New York City:
McGraw-Hill Higher Education; 2001. p.687-91.
4. Méndez-Probst CE, Razvi H, Denstedt JD. Fundamentals of instrumentation
and urinary tract drainage. Campbell-walsh urology. 10th Edition.
Philadelphia: Elsevier Inc; 2012. Chapter 7, p.177-191.e4.
5. Shapiro E. Suprapubic cystostomy. Bladder. Philadelphia: Elsevier Inc:
2012. Chapter 84, p.431-4.
6. James RE, Palleschi JR. Suprapubic tap or aspiration. Pfenninger and
fowler's procedures for primary care. 3rd Edition. Philadelphia: Elsevier Inc;
2011. Chapter 114, p.784-785.
7. Maclure F and Renau A. The tecnique of suprapubic cystostomy. Surgical
technique. Melbourne; 2012, p.394-98.
8. Ponka D and Baddar F. Suprapubic bladder aspiration. Canadian family
Physician. Canada: January 2013. vol 59, p.50.
9. Tuggy M, Gracia J. Bladder aspiration-suprapubic tap. Atlas of essential
procedures. Philadelphia: Elsevier Inc; 2011. Chapter 44, p.192-4.
15