Top Banner
Disusun Oleh: Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 2007 Internal Sistem Pengendalian
116

Sistem Pengendalian Internal

Oct 28, 2015

Download

Documents

yyatldes

kkk
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sistem Pengendalian Internal

Disusun Oleh:

Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara2007

InternalSistem Pengendalian

Page 2: Sistem Pengendalian Internal

Sistem Pengendalian Internal

Oleh Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK)

Departemen Keuangan Republik Indonesia

Bekerja sama dengan Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA)

Desain sampul dan isi : Tim YPIA

Diterbitkan pertama kali oleh :

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Jl. Bintaro Utama Sektor V

Bintaro Jaya Tangerang 15223

Indonesia

Telp : 021 7361654 - 56

Fax : 021 7361653

Cetakan Pertama : Desember 2007

Buku ini bisa di download bebas melalui Website :

www.stan-star.ac.id

Page 3: Sistem Pengendalian Internal

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

KataSambutanDengan mengucapkan syukur alhamdulillah pada tahun 2007 ini

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dipercaya oleh Asian Development

Bank (ADB) untuk melaksanakan salah satu kegiatan reformasi birokrasi yakni

penyusunan program pelatihan auditor internal non-gelar bagi Inspektorat di

daerah. Hal ini didasarkan pada tekad pemerintah untuk melakukan reformasi

dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka good governance

mencakup reformasi audit pemerintahan daerah.

Dalam hubungan ini, pemerintah telah menetapkan proyek yang

disebut dengan State Audit Reform Sector Development Project (STAR-SDP).

Pelaksanaan STAR-SDP mendapat dukungan pendanaan yang berasal dari

Asian Development Bank (ADB) dan pemerintah Belanda.

Sejalan dengan tekad untuk menyukseskan penyelenggaraan otonomi

daerah, pemerintah juga menetapkan bahwa STAR-SDP mencakup proyek

peningkatan kuantitas dan kualitas auditor di lingkungan pemerintah daerah

melalui program pendidikan jangka pendek (non-gelar). Proyek pendidikan

non-gelar bagi auditor inspektorat daerah ini diserahkan kepada STAN –

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Departemen Keuangan

RI dan pelaksanaannya harus melibatkan konsultan independen serta didukung

oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

Modul ini merupakan bagian dari kegiatan STAR-SDP tersebut yang

dikhususkan bagi auditor inspektorat daerah. Semoga modul ini bermanfaat

bagi para auditor inspektorat daerah dan para instruktur pelatihan audit internal

sektor publik serta pihak lain yang tertarik untuk mendalami audit internal

sektor publik.

Selaku pimpinan STAN saya sangat bangga dengan kegiatan ini dan

peningkatan yang telah dicapai khususnya dalam hal pengembangan Sumber

Daya Manusia (SDM) aparatur negara, namun tidak cukup sampai di sini, kita

harus dapat mencapai kinerja yang lebih baik di masa mendatang.

Page 4: Sistem Pengendalian Internal

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Akhirnya pada kesempatan ini, atas nama Direktur Sekolah Tinggi

Akuntansi Negara saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang

penuh dedikasi telah bekerja keras dalam pembuatan modul ini dan juga pihak

BAPPENAS serta Tim Teknis STAR-SDP STAN yang telah mendukung dengan

kemampuan profesionalisme sehingga proyek ini dapat berhasil dengan baik.

Semoga di tahun-tahun mendatang kita tetap meningkatkan kinerja.

Suyono Salamun, Ph.D

Direktur Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Page 5: Sistem Pengendalian Internal

i

Daftar Isi………………………………………………………………………… i

Bab 1 Pengertian Pengendalian Internal……………………………...... 01

A. Pengantar………………………………………………………….. 01

B. Arah Kecenderungan Bentuk Struktur Pengorganisasian....... 03

C.Pengertian dan Sebutan………………………………………..... 08

D.Pendefinisian Pengendalian Internal………………………….... 13

E. Tujuan Pengendalian Internal………………………….............. 17

F. Latar Belakang Studi Pengendalian…………………………..... 19

Bab 2 Kerangka Kerja Pengendalian Internal………………………….. 25

A. Pengantar………………………….....………………………….... 25

B. Kerangka Kerja Pengendalian Berpendekatan Input……….... 26

C.Kerangka Kerja Pengendalian Berpendekatan Struktur.......... 33

D.Kerangka Kerja Pengendalian Berpendekatan Kerja............... 36

Bab 3 Kerangka Kerja COSO………….....…………………………......... 39

A. Pengantar………….....…………………………......................... 39

B. Cara Pandang COSO………….....…………………………....... 40

C.Lingkungan Pengendalian………….....…………………………. 44

D.Pengukuran Risiko………….....…………………………............ 51

E. Aktivitas Pengendalian………….....…………………………...... 57

F. Sistem Informasi dan Komunikasi………….....………………... 59

G.Pemantauan………….....…………………………...................... 60

Bab 4 Pengendalian Internal dalam Pemerintahan………….....…...... 63

A. Pengantar………….....………………………….......................... 63

B. Perubahan Lingkungan Unit Pemerintahan............................. 64

C.Sistem Pengendalian Internal Pemerintah............................... 68

D.Lingkungan Pengendalian....................................................... 70

E. Penilaian Risiko....................................................................... 76

F. Kegiatan Pengendalian........................................................... 79

G.Sistem Informasi dan Komunikasi........................................... 85

H.Pemantauan............................................................................ 85

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

DaftarIsi

InternalSistem Pengendalian

Page 6: Sistem Pengendalian Internal

Bab 5 Pengendalian Internal dan Manajemen Risiko......................... 87

A. Pengertian Risiko dan Manajemen Risiko............................... 87

B. Hubungan Pengendalian Internal (COSO) dan Manajemen

Risiko (ERM)........................................................................... 89

C.Kategori Tujuan ERM.............................................................. 91

D.Komponen Manajemen Risiko (ERM)..................................... 91

E. Manajemen Risiko di Sektor Publik......................................... 98

Bab 6 Reformasi Keuangan Negara Penataan Pengendalian Intern

dalam Pemerintahan..................................................................... 103

A. Pengantar................................................................................... 103

B. Perencanaan dan Penganggaran............................................... 104

C. Perbendaharaan dan Akuntansi................................................. 105

D. Akuntabilitas............................................................................... 107

E. Pengawasan dan Auditing.......................................................... 109

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publikii

InternalSistem Pengendalian

Page 7: Sistem Pengendalian Internal

01

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:

• Menjelaskan pengaruh lingkungan organisasi dalam membentuk ciri

pengendalian,

• Menjelaskan arah kecenderungan pembentukan struktur

pengorganisasian dan mekanisme koordinasinya,

• Menjelaskan pengertian dan penyebutan pengendalian internal,

• Menjelaskan berbagai metode pendefinisian pengendalian,

• Menjelaskan berbagai penetapan ruang lingkup tujuan pengendalian,

• Menjelaskan berbagai usaha memformalkan penerapan bentuk-bentuk

pengendalian.

A.Pengantar

Pada awalnya, banyak disangka bahwa pengendalian bersifat generik,

sehingga terdapat model pengendalian yang tunggal yang dapat diterapkan

pada berbagai jenis organisasi. Pendapat demikian ini dapat bertahan dalam

waktu yang cukup lama, karena lingkungan di sekitar organisasi relatif stabil

dengan percepatan perubahan yang juga relatif lambat. Baru pada saat memasuki

abad ke 21, perubahan dalam pemahaman terhadap pengorganisasian dan

pengelolaan organisasi mengalami perubahan yang sangat mendasar.

Di lingkungan organisasi yang bertujuan laba, perubahan ini ditandai

dengan berbaliknya arah pengembangan industri menuju deindustrialisasi.

Era industri yang ditandai dengan metode produksi volume yang besar atas

sedikit jenis barang atau jasa (produksi massal) berubah ke metode produksi

volume yang kecil atas lebih beragam produk atau jasa. Pada masa kini,

produk dan jasa diserahkan kepada konsumen tidak dalam standar dan

tersedia dalam jumlah besar, tetapi terpaket sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan konsumen yang bersedia membayar premium harga dan bersifat

unik. Metode produksi di pabrik kembali ke metode pesanan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

InternalSistem Pengendalian

1BabPengertianInternalPengendalian

Page 8: Sistem Pengendalian Internal

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik02

Di lingkungan pemerintahan, perubahan ditandai dengan runtuhnya

benteng ekonomi sosialisme. Pengaturan produksi, distribusi dan konsumsi

secara terpusat oleh negara dianggap tidak lagi cocok dan digantikan dengan

desentralisasi ekonomi. Agar setiap wilayah dapat mengembangkan potensinya

secara optimal, kepada mereka diberikan kebebasan melalui berbagai model

otonomi.

Pemicu utama kebutuhan perubahan pengorganisasian adalah

semakin meningkatnya daya tawar konsumen dan masyarakat yang merubah

keseimbangan kepentingan dalam lingkungan di sekitar organisasi. Untuk

dapat mempertahankan keberadaan, efektivitas hasil, efisiensi proses, dan

kemampuan mentaati peraturan dan perundangan yang berlaku, manajemen

harus melakukan perubahan pengorganisasian jika diperlukan.

Sebagai akibatnya, hilang dan munculnya sebuah unit dalam perusahaan

atau institusi dalam pemerintahan, merupakan kenyataan yang tidak dapat

disangkal. Bahkan, pada unit yang telah berumur pun, terdapat kecenderungan

mencari bentuk baru struktur organisasi, dalam rangka menjawab perubahan

yang terjadi dalam ranah urusan pemerintahan. Kebutuhan ini bahkan se-

sederhana menjawab pertanyaan: Apakah Dinas Pertanian masih dibutuhkan

di Jakarta Pusat?

Pengendalian adalah penerapan metodologi spesifik organisasi untuk

meyakinkan bahwa tujuan yang telah ditetapkan akan dapat dicapai. Bentuk,

luasan dan kedalaman pengendalian akan tergantung pada karakter operasi dan

lingkungan dimana operasi organisasi di laksanakan. Beberapa faktor penentu

lain yang turut menentukan kedalaman dan luasan penerapan pengendalian

dapat disebut misalnya adalah tujuan organisasi dan ukuran organisasi.

Karena merupakan metodologi spesifik bagi sebuah organisasi, konsep

pengendalian dikembangkan berdasarkan pengamatan terhadap apa yang

dilakukan manajemen organisasi untuk mengarahkan organisasinya dalam

mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan. Oleh karena itu, dari kacamata

pengelolaan organisasi tidak ada pengendalian generik yang langsung dapat

ditiru dan diterapkan pada organisasi lain. Pengendalian harus dirancang sesuai

dengan ciri kegiatan serta lingkungan yang melingkupinya.

Terdapat banyak konsep pengendalian yang dikembangkan dalam

suatu kerangka kerja pengendalian. Harus dipahami bahwa kerangka kerja

pengendalian demikian, merupakan kajian deskriptif yang akan dirujuk sebagai

InternalSistem Pengendalian

Page 9: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

03

praktik terbaik (best practices) dalam rancangan pengendalian organisasi.

Konsep deskriptif ini dibedakan dari konsep normatif, yang meletakkan sebuah

kerangka kerja sebagai sesuatu yang ideal yang harus diikuti, jika diinginkan

dapat dicapainya tujuan yang telah ditetapkan.

B.Arah Kecenderungan Bentuk Struktur Pengorganisasian

Fungsi merupakan penyatuan kelompok penugasan-penugasan yang

sejenis. Serangkaian fungsi akan digunakan manajemen organisasi untuk

melaksanakan operasional yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.

Usaha manajemen untuk mengkoordinasikan fungsi-fungsi ini dalam suatu

tatanan operasi menciptakan struktur organisasi.

Dengan melihat terbentuknya fungsi dan kemudian struktur organisasi

akibat kebutuhan koordinasi, dapat diduga terdapatnya keterkaitan antara

tugas yang dihadapi dengan struktur organisasi yang terbentuk. Para pengamat

pengorganisasian dan pengendalian menenggarai, bahwa terdapatnya

perubahan bentuk penugasan, sangat mungkin akan diikuti dengan perubahan

struktur organisasi. Demikian pula, sebagai akibatnya, metode pengendalian

organisasi juga akan mengalami perubahan, menyesuaikan dengan kebutuhan

struktur yang baru.

Banyak usaha dilakukan untuk mengidentifikasi terdapatnya keterkaitan

antara jenis kegiatan, kebutuhan pengorganisasian serta bentuk pengendalian

dibutuhkan. Pengetahuan akan keterkaitan ini sangat penting dalam usaha

merancang aktivitas pengendalian, mengingat sifat pengendalian yang tidak

dapat diterapkan secara umum pada setiap jenis kegiatan.

1. Dari Sentralisasi menuju Desentralisasi

Pada masa-masa awal perkembangan pengorganisasian, kekuasaan dalam

organisasi umumnya tertumpuk di lapisan manajemen tertinggi. Lapisan-

lapisan manajemen yang lebih rendah umumnya berfungsi hanya sebagai

saluran komunikasi untuk menyampaikan kebijakan manajemen untuk

dilaksanakan oleh mereka yang melaksanakan fungsi operasi.

Struktur organisasi yang sentralistik ini dapat hidup baik karena stabilitas

semu yang tercipta oleh tidak berimbangnya daya tawar diantara para

pemangku kepentingan. Di lingkungan organisasi yang bertujuan laba,

struktur yang berciri sentralistik ini dimungkinkan karena penguasaan

sumber daya yang tertumpuk di perusahaan. Perusahaan pada masa lalu,

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 10: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

umumnya berukuran besar dengan penguasan yang besar pula atas faktor

produksi terutama sumber bahan baku dan teknologi produksi. Puncak

dari kejayaan pengorganisasian secara sentralistik, dikukuhkan dengan

semakin meluasnya industrialisasi yang ditandai dengan mekanisasi dan

spesialisasi kerja.

Konsumen umumnya dalam posisi yang lemah, sehingga harus menerima

apapun yang dibuat oleh produsen. Dengan kondisi demikian, pemicu

produksi adalah rencana produksi yang dibuat oleh manajemen tertinggi

produsen. Fasilitas produksi yang terjadi adalah pabrik dengan ban berjalan

(conveyor belt) yang menghasilkan barang seragam dengan volume yang

sangat besar, yang dipaksakan kepada konsumen.

Di lingkungan organisasi pemerintahan struktur sentralistik diletakkan oleh

terbentuknya negara-negara pemerintahan berbentuk kerajaan. Kepala

pemerintahan oleh rakyatnya dianggap memiliki kekuasaan mengatur

yang harus dipatuhi. Kekuasaan mengatur ini, umumnya juga berasal dari

penguasaan sumber daya atau alat pemaksa yang lain, yang umumnya

bersifat militeristik.

Dari sudut pandang pengendalian, struktur organisasi sentralisasi demikian

dipandang lamban dalam tindak tanggap terhadap kebutuhan pemakai

jasa dan perubahan lingkungan. Pengambilan keputusan membutuhkan

waktu lebih lama, dan biaya pengamanan keputusan juga membutuhkan

usaha besar, yang berarti biaya besar pula.

Struktur organisasi yang terdesentralisasi dianggap mempunyai segala

kebaikan yang tidak dimiliki struktur sentralisasi. Harapan pengguna jasa

akan lebih tepat dan lebih cepat disajikan karena alur keputusan yang

menjadi lebih pendek.

Di lingkungan perusahaan, struktur pengorganisasian cenderung untuk

menjadi lebih datar (flat). Jabatan-jabatan dengan fungsi supervisi, cenderung

untuk terus dikurangi. Organisasi perusahaan akan diwarnai dengan bentuk

sejumlah besar tenaga teknis profesional yang dikelola oleh sangat sedikit

manajer yang melaksanakan fungsi pengorganisasian terbatas.

Di lingkungan pemerintahan proses desentralisasi keputusan kepada

unit pada hirarki yang lebih rendah, dilaksanakan jauh lebih luas. Proses

desentralisasi pemerintahan menyisakan hanya 5 (lima) bidang pemerintahan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik04

Page 11: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

05

yang masih dikelola pemerintah pusat. Demikian luasnya desentralisasi di

lingkungan pemerintahan sehingga lebih layak disebut sebagai otonomi,

bahkan otonomi khusus.

2. Dari Pengawasan Langsung ke Penetapan Standar dan Pembekalan

Ketrampilan

Jenis pengendalian yang paling tua barangkali adalah pengawasan langsung.

Pada unit-unit operasi organisasi ditempatkan pengawas yang melakukan

supervisi untuk meyakinkan bahwa kebijakan manajemen yang ditetapkan

terpusat dilaksanakan secara ketat pada unit operasional. Pada banyak

organisasi yang memanfaatkan pengawasan langsung sebagai metode

koordinasi, para pengawas ini tidak melakukan fungsi lain, kecuali sekedar

penerus informasi dari manajemen kepada personil di operasional. Sebutan

untuk mereka adalah mandor atau supervisor, yang bertugas untuk men-

terjemahkan pedoman kerja yang umumnya bersifat teknis menjadi perintah-

perintah operasional yang lebih sederhana. Tidak dapat kita bayangkan

apa yang akan dihasilkan oleh sekumpulan pekerja bangunan jika tidak

ada mandor yang menterjemahkan gambar atau bestek yang dibuat arsitek

atau ahli teknik sipil.

Kekurangan dari pengendalian dengan pengawasan langsung adalah

keterbatasan rentang kendali (span of control). Kemampuan seseorang

untuk melaksanakan pengawasan memiliki batas. Akan dibutuhkan lebih

banyak hirarki manajemen yang hanya mempunyai tugas pengawasan

sehingga akan menciptakan struktur yang tinggi. Dengan rancangan bahwa

pada tingkatan hirarki tengah hanya berfungsi sebagai pengawas, nilai

tambah organisasi hanya tercipta di manajemen puncak yang menetapkan

kebijakan, dan tingkatan terendah yang melaksanakan operasi. Dengan

demikian, dibandingkan dengan jenis pengorganisasian lain, model dengan

pengawasan langsung ini menjadi kurang produktif.

Tidak dapat diterapkannya pengendalian konvensional dengan pengawasan

langsung, mengharuskan manajemen untuk mengembangkan pengendalian

pengganti. Untuk kegiatan yang tidak dapat atau tidak praktis untuk dilakukan

pengawasan secara langsung, dapat digunakan standar-standar difungsikan

sebagai tolok ukur yang harus dicapai.

a. Penetapan Standar Proses

Pada masalah-masalah yang menyangkut masalah kedisiplinan dan

menitik beratkan pada formalitas, standar proses akan membantu pemilik

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 12: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

pekerjaan untuk tidak melewatkan setiap langkah atau tahapan yang

harus dilakukan. Standar proses dinyatakan dalam bentuk penetapan

prosedur.

Penetapan prosedur umumnya hanya dapat dilakukan pada proses

berulang yang tidak membutuhkan pertimbangan kasus per kasus. Pada

tingkatan yang lebih tinggi, penetapan prosedur justru akan mengurangi

peluang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik atau proses yang

lebih sederhana dan hemat.

b. Penetapan Standar Hasil (Output)

Terdapat pekerjaan-pekerjaan yang volumenya rendah, tetapi bernilai

ekonomis tinggi. Untuk jenis pekerjaan demikian umumnya akan di

serahkan kepada pelaksana yang memiliki kompetensi untuk menimbang

masalah. Penetapan standar output akan sangat membantu organisasi

untuk mendapatkan proses yang lebih baik.

Penetapan standar output sebagai bentuk pengendalian, hanya dapat

dilakukan manakala terdapat pendelegasian kewenangan yang luas.

Standar output langsung berdampak pada pencapaian hasil. Oleh

karena itu, terdapatnya standar output memungkinkan dilakukannya

pengujian efektivitas program atau kegiatan.

3. Peningkatan Hard Skill dan Soft Skill

Pada tingkatan yang manajemen yang lebih tinggi, koordinasi pekerjaan

dapat dilakukan melalui penetapan standar kompetensi dan kedewasaan

emosi pelaksananya. Pembekalan peningkatan kompetensi umumnya terkait

dengan masalah teknis pekerjaan. Pembekalan demikian mendapatkan

sebutan sebagai hard skill. Sementara itu pembekalan dengan pelatihan

yang melatih ketekunan, kesabaran sehingga dapat berfikir lebih jernih dan

bijak mendapat sebutan pelatihan soft skill.

Dalam banyak kejadian pembekalan staf dan karyawan dengan kompetensi

kedewasaan emosi akan lebih memiliki dampak mencegah dari pada

penetapan standar-standar yang lain. Dalam bahasan auditing, penetapan

standar kompetensi dan kedewasaan emosi sebagai pengendalian disebut

sebagai pengendalian pengarahan (directive control).

a. Peningkatan Kompetensi

Dengan standar kompetensi para pelaksana dapat mengerjakan pekerjaan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik06

Page 13: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

07

dengan hasil yang seragam meskipun tanpa pengawasan, penetapan

prosedur atau bentuk pengawasan lain. Kegiatan yang esensinya

merupakan proses evaluasi umumnya membutuhkan pengendalian

pengarahan melalui penetapan standar kompetensi.

Hakikat dari evaluasi adalah mengambil kesimpulan umum dari banyak

data dan informasi yang pertimbangannya sering tidak dapat diukur

secara sempurna. Untuk mendapatkan kesimpulan dari apa yang mereka

evaluasi, mereka harus mengumpulkan banyak data dan informasi,

serta merumuskan esensinya.

b. Peningkatan Kedewasaan Emosi

Sangat banyak proses yang tidak dapat distandarisasi secara sempurna.

Demikian pula sering terjadi bahwa hasil ideal tidak dapat ditetapkan

secara obyektif. Beragamnya pengalaman, latar belakang dan selera

diantara para pelaksana tidak memungkinkan untuk memilih salah satu

dari mereka menjadi juri yang mampu berfungsi sebagai pengawas

kegiatan.

Kompromi, membutuhkan kedewasaan emosi karena terkait dengan

kemauan untuk memberi dan menerima secara timbal balik. Kualitas

pengelolaan pekerjaan yang bersifat proyek, yang berciri besar secara

ekonomis dan terjadi hanya sekali, hanya dapat dicapai secara optimal,

jika diantara para pelaksana memiliki kemampuan untuk bekerja dalam

tim. Hal ini mengharuskan terbentuknya organisai yang sifatnya sementara

(ad-hoc).

Tim proyek umumnya diambil dari berbagai unit dan berbagai disiplin

ilmu. Pertimbangan yang digunakan dalam pembentukan tim kerja,

umumnya adalah dimilikinya kapasitas tim yang maksimal relatif terhadap

permasalahan yang hendak dipecahkan. Komposisi tim yang terdiri atas

personil dengan berbagai latar belakang dan unit juga dimaksudkan

untuk mendapatkan daya cakup atas permasalahan yang ditangani.

Dengan cara demikian diharapkan setiap anggota tim akan mendapatkan

dukungan dari unit-unit asalnya. Pengorganisasian umumnya dilakukan

dengan struktur matriks, sehingga akan terdapat sistem pertanggung

jawaban baik horisontal maupun verikal.

Sangat dianjurkan agar yang disertakan adalah mereka mampu berfungsi

secara sempurna dalam tim kerja. Sepanjang tidak melanggar standar

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 14: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik08

profesionalnya, setiap anggota tim kerja sebaiknya tidak memaksakan

ego pribadinya mengikuti disiplin dan unit asalnya.

4. Dari Hard Control menuju Soft Control

Bentukan-bentukan pengendalian organisasi juga mengalami perubahan

dari waktu ke waktu. Pada masa di mana pendidikan pekerja dan pelaksana

rendah, untuk meyakinkan tercapainya proses dan hasil kegiatan seperti

yang diinginkan, dipasang banyak pengendalian yang berorientasi alat.

Pengendalian ini dapat berupa penetapan prosedur, ketentuan dan peraturan,

penempatan petugas pemantau dan segala bentuk pembatasan fisik.

Seiring dengan peningkatan kompetensi pekerja dan pelaksana, penetapan

pengendalian yang berorientasi alat justru mengurangi produktivitas.

Pergeseran karakter pengendalian menuju dari hard control menuju soft

control ditandai dengan berkurangnya prosedur dan pengaturan yang ketat.

Produktivitas ditingkatkan dengan cara-cara meningkatkan kompetensi,

kepercayaan, etik dan penyatuan pandangan. Dalam bahasan manajemen

konsep demikian dikenal dengan nama employee/people empowerment.

C.Pengertian dan Sebutan

Pemerhati pengorganisasian memandang pengendalian sebagai salah

satu fungsi manajemen yang penting. Pengendalian dipahami sebagai usaha

untuk mengarahkan dapat dicapainya tujuan organisasi. Konsep pengendalian

internal dikembangkan oleh berbagai organisasi profesi auditor baik sektor

publik maupun pemerintah. Mereka menerbitkan standar dan pedoman rancangan

pengendalian internal dan membuat definisi dengan cara yang berbeda-beda.

Masing-masing definisi menangkap konsep dasar pengendalian internal, tetapi

menyatakannya dengan menggunakan kata-kata yang berbeda.

Akan tetapi, meskipun pengembangan teori mengenai pengendalian

manajemen dilakukan dengan cara berbeda, tetapi substansi pembahasan

dan pengertian dasarnya sama. Setiap definisi dapat dikatakan menggunakan

pendekatan yang sejenis dalam mengenali ruang lingkup pengendalian internal,

kaitannya dengan tujuan organisasi dan ketergantungannya pada personil

dalam organisasi.

Agar dapat lebih mudah dipahami, bahwa pengendalian internal adalah

unik untuk setiap kegiatan dan organisasi, sehingga penyebutannya juga akan

tergantung dari ciri yang dapat dikenali melalui pengamatan, berikut ini akan

Page 15: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

09

diberikan beberapa definisi pengendalian internal.

1. Pengendalian Internal

Sebutan pengendalian internal digunakan oleh the American Institute of

Certified Public Accountant (AICPA) dan the Committe on Sponsoring the

Treadway Committe (COSO), dimana AICPA merupakan salah satu

organisasi sponsornya. Meskipun konsep yang disusun kedua institusi ini

berbeda waktu lebih dari 30 tahun, tetapi mereka menggunakan sebutan

yang sama. Penyebutan pengendalian internal menonjolkan sifat ke-

sukarelaan, yang merupakan ciri yang terakomodasi dengan baik oleh

lingkungan organisasi pada periode-periode dimana AICPA dan COSO

mengkonsepkan pengendalian.

Konsep pengendalian AICPA lahir pada tahun 1960-an, dimana pada

lingkungan organisasi masih sangat stabil, mudah dikelola, karena per-

saingan belum begitu ketat. Industri rata-rata masih tertumpu pada proses

mengolah bahan baku yang merupakan sumber daya alam dan pasokannya

sangat cukup. Demikian pula barang dan jasa publik jenis dan kebutuhannya

tidak sebanyak sekarang. Karena daya tawar masyarakat pengguna barang

dan jasa baik komersial maupun barang dan jasa publik masih sangat

rendah, sehingga jenis produk tidak bervariasi.

Dalam kondisi persaingan tidak sekeras saat sekarang dan daya tawar

produsen barang dan jasa sedemikian kuat, sehingga kebutuhan pengendalian

organisasi tidak sedalam dan seluas kebutuhan masa kini. Keterkaitan kinerja

sebuah organisasi dengan kemakmuran masyarakat juga masih sangat

rendah, sehingga tidak memerlukan pengaturan luar (eksternal) untuk

menerapkan pengendalian. Pada saat dan kondisi demikian itu, pengendalian

merupakan pilihan sukarela yang bersifat internal untuk memberi keyakinan

bahwa tujuan organisasi dapat dicapai. Pernahkah pengendalian menjadi

aturan yang diharuskan oleh pihak di luar organisasi?

Pengaturan kebutuhan pengendalian oleh pihak luar terjadi pada sekitar

pertengahan tahun 1970-an. Dorongan persaingan yang makin ketat me-

nyebabkan timbulnya tindakan curang di kalangan organisasi perusahaan.

Mereka menghalalkan cara-cara seperti menyuap dan memberikan berbagai

hadiah kepada pejabat publik atau perusahaan lain dalam rangka memuluskan

perolehan perijinan atau transaksi penjualan. Akibatnya banyak pengeluaran-

pengeluaran perusahaan tidak resmi yang sukar dipertanggungjawabkan

dan sukar dicatat dengan tepat di buku perusahaan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 16: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Mengatasi kondisi demikian, beberapa negara yang dipelopori oleh Amerika

Serikat mengeluarkan undang-undang yang mengharuskan manajemen

perusahaan memelihara pengendalian yang dapat menjelaskan alur sumber

daya dalam perusahaan. UU No. 1 tahun 1999 tentang perseroan terbatas,

juga mengatur keharusan manajemen untuk menyelenggarakan pembukuan

dan pencatatan dalam perusahaan sampai rincian yang tertentu, yang

tidak pernah diatur sedalam demikian sebelumnya.

Setelah sekitar 30 (tiga puluh) tahun kemudian, COSO melahirkan konsep

pengendalian dan menyebutnya juga sebagai pengendalian internal. Tanpa

mempertimbangkan perubahan mekanisme pengendalian organisasi,

sebutan sebagai pengendalian internal semestinya tidak lagi tepat, mengingat

bahwa sejak pertengahan tahun 1970-an, pengendalian organisasi mulai

dipaksakan oleh negara, melalui berbagai peraturan dan perundangan.

Era akhir tahun 1980-an, ditandai dengan makin meluasnya penerapan

desentralisasi yang diterapkan dalam organisasi karena tuntutan pasar dan

lingkungan organisasi. Semakin disadari pula bahwa pengendalian adalah

bagian tidak terlepaskan dari pendelegasian kewenangan. Pembagian

tanggung jawab membutuhkan alat untuk meyakinkan bahwa pelaksanaannya

mengikuti kaidah-kaidah yang diterima umum dan menunjukkan arah bagi

tercapainya tujuan. Secara perlahan pengendalian berubah dari kewajiban

menjadi kesadaran.

Lingkungan persaingan telah mendewasakan cara berpikir organisasi. Jika

pada suatu masa terdapat keadaan dimana pengendalian diterapkan

semata-mata untuk memenuhi perundangan dan aturan yang ditetapkan

oleh pihak di luar organisasi, kini manajemen menggunakannya untuk

mempertahankan organisasinya. Pengendalian dalam organisasi tidak lagi

didorong oleh pengaturan, tetapi menjadi keharusan untuk mendapatkan

daya tawar organisasi terhadap pemasok masukan, pelanggan keluaran,

pesaing dan kekuatan-kekuatan lain yang ada di pasar atau lingkungan

organisasi .

Kesadaran akan pentingnya pengendalian ini, tersebar dari seolah hanya

“kewajiban” manajemen menjadi “kewajiban” seluruh anggota organisasi

yang melaksanakan meskipun bagian kegiatan organisasi yang terkecil.

Anggota organisasi memandang pengendalian, sebagai alat untuk mencapai

tujuan sehingga sebutan pengendalian internal tetap tepat untuk meng-

gambarkan penerapan pengendalian.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik10

Page 17: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

11

Berbeda dengan pada masa-masa lalu, saat ini manajemen perusahaan atau

institusi publik secara sukarela merancang dan menerapkan pengendalian

secara internal untuk memastikan bahwa organisasinya mampu mengatasi

dampak setiap ketidak pastian yang ditimbulkan oleh unsur-unsur di sekitar

lingkungan organisasinya.

Konsep pemikiran AICPA dan COSO dirujuk oleh banyak kalangan

perusahaan di Indonesia dalam rancangan pengendaliannya.

2. Pengendalian Manajemen

Penyebutan pengendalian manajemen digunakan oleh Government

Accounting Office (GAO) Amerika Serikat pada sekitar tahun 1968. Bagian

terbesar dari operasional negara operasi fiskal yang berintikan pemungutan

uang dari rakyat warga negaranya dan penggunaannya untuk tujuan yang

ditetapkan dalam pembentukan negara. Diperlukan metode pengelolaan

yang tertentu agar, proses pengumpulan dan penggunaan dana ini efisien

dan secara efektif dapat mencapai tujuan negara melalui penyelenggaraan

kegiatan pemerintahan dengan cara yang hemat, efisien dan memiliki

dampak yang paling menguntungkan bagi keseluruhan warga negaranya.

Untuk mencapai hal tersebut, GAO merumuskan metodologi kerja yang

harus digunakan oleh unit-unit pemerintahan di Amerika Serikat. Metodologi

kerja ini, sekaligus akan menjadi kriteria pengukuran kinerja yang akan

dilaksanakan oleh GAO sebagai badan pemeriksa keuangan pemerintah.

GAO menerbitkannya dalam sebuah Comprehensive Audit Manual yang

dipedomani oleh mereka yang melaksanakan audit unit pemerintahan untuk

dan atas nama GAO.

Konsep pengendalian manajemen dalam Comprehensive Audit Manual

GAO banyak dirujuk di Indonesia. Pedoman Pengawasan Melekat adalah

salah satu produk pengawasan yang merujuk konsep GAO. Uraian yang

terdapat dalam Pedoman Pengawasan Melekat menyiratkan bahwa yang

dimaksud sebagai Sistem Pengendalian Manajemen adalah Pengendalian

Internal.

3. Struktur Pengendalian Internal

Suatu masa yang disebut era industri mencapai puncaknya pada sekitar

tahun 1980-an. Pasar dibanjiri dengan produk dan jasa dalam jumlah yang

sangat besar yang dihasilkan oleh sektor usaha yang membentuk industri

yang di warnai oleh fasilitas-fasilitas produksi terotomatisasi dan berkapasitas

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 18: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

besar. Industrialisasi dunia usaha dimungkinkan oleh penerapan majunya

ilmu pengetahuan dalam penerapan manajemen. Kebutuhan untuk meng-

hasilkan produk dan jasa yang bersifat massal terjawab dengan penerapan

spesialisasi kerja yang berpuncak pada penggunaan ban berjalan yang pada

suatu saat di masa lalu pernah menjadi monumen produktivitas dunia usaha.

Untuk mengendalikan volume pekerjaan yang tinggi yang menghasilkan

sejumlah besar produk atau jasa yang seragam, manajemen menggunakan

juga metode-metode baku yang terotomatisasi, yang sarat dengan urutan

proses yang dibakukan. Kemajuan dalam bidang teknologi informasi,

turut membantu tumbuhnya model-model pengendalian sifatnya besar

(massive), kaku dan wujudnya dapat dikenali, karena dapat dibedakan dari

lingkungannya. Kendali dalam organisasi mudah ditemui dalam bentuk

pembakuan kebijakan dan prosedur dalam berbagai pedoman kerja.

Sebagai pihak yang pekerjaannya secara langsung terkait dengan perubahan

pola pengendalian akibat menguatnya gejala industrialisasi, AICPA kembali

melakukan studi. Hasil pengamatannya dirumuskan dan dituangkan dalam

Statement on Auditing Standard (SAS) No. 55, yang diterbitkan pada tahun

1987. SAS menyebut pengendalian dalam organisasi sebagai Struktur

Pengendalian Internal. Disebut demikian karena AICPA menemukan bahwa

dalam rancangan pengendalian dapat ditemukan sesuatu yang berbentuk

suatu struktur. Struktur pengendalian yang dapat dikenali, oleh AICPA

disebut sebagai: (1). Lingkungan Pengendalian, (2). Sistem Akuntansi dan

(3). Prosedur Pengendalian. Ketiga struktur yang diidentifikasi ini, kemudian

disebut sebagai unsur pengendalian internal.

Konsep pengendalian yang menggunakan sebutan struktur merupakan

konsep pengendalian yang berumur sangat pendek. Era deindustrialisasi

yang ditandai dengan semakin menguatnya daya tawar konsumen, memaksa

produsen kembali melayani konsumen dengan metode barang pesanan.

Pengendalian tidak lagi dapat dilihat sebagai suatu struktur, tetapi sebagai

suatu proses untuk meyakinkan bahwa kegaiatan operasi organisasi dapat

mencapai tujuannya dalam lingkungan organisasi yang semakin dinamis.

4. Sistem Pengendalian Manajemen

Penyebutan konsep pengendalian dengan nama Sistem Pengendalian

Manajemen lebih menonjolkan sifat pengendalian sebagai suatu metodologi

operasi. Sesuatu akan mendapat sebutan sistem, apabila ia memliki 3

(tiga) komponen, yaitu masukan (input), proses dan keluaran (output).

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik12

Page 19: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

13

Kebanyakan pengendalian dirancang dan diterapkan melekat (inherent)

pada proses operasi institusi. Oleh karena itu, tujuan yang hendak dicapai

oleh pengendalian seolah-olah sama dengan tujuan operasi. Akibatnya

yang terlihat adalah bahwa pengendalian berfungsi untuk mengolah

masukkan menjadi keluaran. Dengan sudut pandang demikian, maka

pengendalian akan pantas menyandang sebutan sebagai suatu sistem.

D.Pendefinisian Pengendalian Internal

Pemerhati pengorganisasian memandang pengendalian sebagai salah

satu fungsi manajemen yang penting. Pengendalian dipahami sebagai usaha

untuk mengarahkan dapat dicapainya tujuan organisasi. Konsep pengendalian

internal dikembangkan oleh berbagai organisasi profesi auditor baik sektor

publik maupun pemerintah. Mereka menerbitkan standar dan pedoman

rancangan pengendalian internal dan membuat definisi dengan cara yang

berbeda-beda.

Terlepas dari metodologi pembahasannya, seperti halnya penyebutan

unsur dan definisi, pada kosep-konsep tersebut dapat dilihat kesamaan pola

pikirnya. Masing-masing definisi menangkap konsep dasar pengendalian

internal, tetapi menyatakannya dengan menggunakan kata-kata yang berbeda,

sebagai sebuah konsep deskriptif.

Sebagai konsep deskriptif yang berusaha menggambarkan apa yang

dilakukan orang dalam mengarahkan segenap usahanya untuk mencapai satu

atau beberapa tujuan, mudah dimengerti jika definisi pengendalian internal

akan berubah mengikuti perbedaan waktu pengamatan dan ketertarikan

mereka yang mengamati.

Pengendalian harus dipahami sebagai bagian dari keseluruhan usaha

untuk mencapai tujuan. Pengendalian yang memenuhi syarat untuk meyakinkan

pencapaian tujuan akan mendapatkan sebutan sebagai pengendalian yang

sehat. Terdapat beberapa bahasan mengenai pengendalian yang sehat. Sama

seperti cara yang digunakan para pengembang kerangka konsep pengendalian,

ciri pengendalian yang sehat, mungkin dapat dibahas dengan menyebut

komponen atau unsur-unsur penyusunnya. Pembahasan yang lain dilakukan

dengan menyebutkan prosesnya.

Pada sesi-sesi berikut diberikan beberapa pendefinisian pengendalian

internal, yang segera menunjukkan ciri-ciri pengendalian yang menarik perhatian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 20: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

pembuat definisi, serta ciri-ciri yang bisa dijumpai jika pengendalian tersebut

sehat. Secara umum dapat diamati bahwa pandangan pemangku kepentingan

konsisten bergeser memandang pengendalian dari input atau unsur menjadi

proses.

1. Pengendalian sebagai Input

Pada masa-masa awal industrialisasi, ciri pengendalian yang menonjol

adalah segala bentuk peralatan yang digunakan manajemen untuk

mengarahkan proses kegiatan organisasi. Mengikuti pemahaman bahwa

pengendalian adalah sebuah sistem, maka pada masa tersebut komponen

inputnya yang lebih menonjol. Pengendalian tidak dibedakan dari input

sistem yang lain. Oleh karena itu, pengendalian dipandang sebagai

benda (device) dan didefinisikan sebagai kumpulan alat yang digunakan

penanggung jawab kegiatan. Pandangan yang mendasarkan pada alat,

membuat definisi pengendalian sebagai:

Rancangan organisasi, metode, prosedur, cara dan alat yang dikoordinasikan

untuk mengamankan harta, menjaga dapat dipercayanya catatan dan

laporan, mendorong efisiensi dan kehematan, serta mendorong ketaatan

pada peraturan dan perundangan yang berlaku.

Pendefinisian demikian dibuat oleh misalnya oleh the American Institute of

Certified Public Accountants (AICPA). Dinyatakan menurut unsur-unsurnya,

pengendalian internal akan disebut sebagai pengendalian internal yang

sehat, jika terdapat unsur-unsur berikut ini:

a. Struktur organisasi yang disertai dengan pemisahan fungsi,

b. Uraian tugas yang disertai dengan metode pendelegasian kewenangan,

c. Prosedur yang sehat terdapat dan dilaksanakan di seluruh organisasi,

d. Pegawai yang kompeten

Uraian mengenai bagaimana unsur-unsur ini bekerja sehingga manajemen

organisasi yang menerapkannya boleh mempunyai keyakinan yang wajar

akan pencapaian tujuan, dapat dilihat dalam bahasan mengenai Kerangka

Kerja Pengendalian. Ciri pengendalian internal yang sehat yang dibahas

melalui bahasan unsur-unsurnya dibuat misalnya oleh American Institute

of Certified Public Accountants (AICPA).

Menurut AICPA pengendalian internal yang sehat akan mampu memberikan

keyakinan yang memadai bahwa tujuan tertentu akan dapat dicapai. AICPA

mendefinisikan tujuan terutama adalah tujuan pengendalian akuntansi

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik14

Page 21: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

15

yang terkait dengan pernyataan manajemen dalam laporan keuangan.

Akan tetapi kerangka berpikir AICPA akan sangat membantu manajemen

atau siapapun dalam merancang, menerapkan dan menilai pengendalian

internal dalam ruang lingkup yang lebih luas yang mencakup tujuan operasi

dan ketaatan. Menurut AICPA tujuan pengendalian internal dapat di-

kelompokkan dalam 7 golongan, yaitu:

a. Keberadaan (Validity) - Hanya transaksi yang sah atau transaksi yang

diotorisasi yang diproses dalam sistem,

b. Keterjadian (Cutoff) - Transaksi terjadi dalam periode yang tepat dan/atau

diproses pada waktu yang tepat,

c. Kelengkapan (Completeness) - Seluruh transaksi sudah diproses

d. Penilaian (Valuation) - Transaksi dihitung dengan menggunakan

metodologi yang tepat atau dihitung dengan cermat,

e. Hak dan Kewajiban (Right and Obligation) - Aktiva menggambarkan

hak dan Utang menggambarkan kewajiban pada suatu saat.

f. Penyajian dan Pengungkapan (Presentation and Disclosure)/Classification-

Komponen laporan keuangan atau komponen pelaporan lain digolongkan

dengan tepat, misalnya menggunakan bagan perkiraan dan dijelaskan

dengan uraian yang cukup.

g. Kewajaran (Reasonableness) - Transaksi-transaksi atau hasil-hasil

menampakkan keterhubungan yang wajar terhadap data lain atau data

kecenderungan

Menggunakan tujuan-tujuan yang dinyatakan di depan, merancang sasaran

pengendalian menjadi lebih mudah. Contoh sasaran pengendalian misalnya

adalah: Pembayaran hanya dilakukan kepada pemasok yang disetujui

penunjukkannya untuk barang atau jasa yang diterima. Atau sistem utang

membandingkan order pembelian, laporan penerimaan barang, dan tagihan

(invoice) pemasok sebelum pembayaran disetujui.

2. Pengendalian sebagai Bagian dari Proses

Perkembangan kemudian, mencatat bahwa ciri pengendalian yang terpenting

bergeser dari input ke arah proses. Pada awalnya, pengertian yang terbentuk

tidak sepenuhnya menyatakan bahwa pengendalian adalah proses, tetapi

hanya bagian dari proses. Sebagai bagian dari proses, pengendalian memiliki

kegunaan dalam mengatasi masalah keagenan dengan penerapan secara

berkesinambungan dalam proses operasi. Masalah keagenan adalah situasi

yang muncul akibat terdapatnya perbedaan kepentingan antara pengutus

(principal) dengan agen (suruhan). Agen harus diawasi agar kepentingan

pengutusnya dapat terlindungi.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 22: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Meletakkan ciri ini kedalam definisi, pengendalian didefinisikan sebagai:

Serangkaian kegiatan yang bersifat mengarahkan, yang terus menerus

dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara preventif

dan represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara

efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan-peraturan

yang berlaku.

Pendefinisian pengendalian dengan cara demikian misalnya dapat dijumpai

dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang pengawasan melekat

yang disetarakan dengan pengendalian internal karena komponennya

persis sama.

Tahapan perkembangan terakhir yang tercatat hingga saat ini adalah

bahwa ciri yang paling berpengaruh pada efektivitas pengendalian adalah

proses. Dalam pandangan ini, pengendalian didefinisikan sebagai:

Proses yang dilakukan oleh manajemen dan personil lain dalam organisasi,

yang dirancang untuk mendapatkan keyakinan yang wajar bahwa akan

terdapat perbaikan dalam pencapaian tujuan-tujuan: efektivitas dan efisiensi

operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan

yang berlaku.

Definisi demikian, misalnya dibuat oleh the Committe on Sponsoring the

Treadway Committe (COSO). Prosedur pengendalian, disusun dari sekelompok

unsur pengendalian yang membentuk struktur. Melalui pengamatan bagaimana

proses rangkaian unsur pengendalian tersebut dapat memberikan keyakinan

yang wajar dalam pencapaian tujuan organisasi, berikut ini adalah ciri

pengendalian yang sehat, dilihat dari prosesnya:

a. Sistem pengendalian seharusnya memberikan jaminan yang layak

(reasonable assurance) bahwa sasaran sistem akan dilaksanakan.

b. Sasaran pengendalian (control objectives) seharusnya diidentifikasi

atau dikembangkan untuk setiap kegiatan dan bersifat logis, dapat

diterapkan dan lengkap.

a. Teknik pengendalian (control techniques) seharusnya dibuat efektif dan

efisien dalam rangka mencapai sasaran pengendalian manajemen.

b. Sistem pengendalian serta semua transaksi dan kejadian penting lainnya

seharusnya didokumentasi secara baik, sehingga dokumen itu akan

tersedia pada saat dilakukan audit (documentation).

c. Transaksi dan kejadian penting lainnya seharusnya dicatat dengan

segera dan diklasifikasikan secara sepadan (recording of transactions

and events).

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik16

Page 23: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

17Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

d. Transaksi dan kejadian penting lainnya seharusnya diotorisasi dan di-

laksanakan hanya oleh orang yang bertindak dalam lingkup kewenangannya

(execution of transactions and events).

e. Tugas dan tanggung jawab kunci dalam otorisasi, pengolahan, pencatatan,

dan reviu transaksi seharusnya dipisahkan di antara individu (separation

of duties).

f. Supervisi yang memenuhi syarat serta berkesinambungan seharusnya

dilakukan untuk menjamin bahwa sasaran sistem pengendalian dapat

dicapai (supervision).

g. Akses terhadap sumber daya dan catatan seharusnya terbatas hanya

untuk pegawai yang berwenang, sedangkan penjagaan dan penggunaan

sumber daya seharusnya ditugaskan dan dipelihara oleh pegawai yang

terpisah.

h. Pembandingan secara berkala seharusnya dibuat di antara sumber

daya yang ada dan catatan pertanggungjawabannya, untuk menetapkan

apakah keduanya menunjukkan kesesuaian. Tingkat keseringan pem-

bandingan seharusnya tergantung antara lain dari risiko misalnya hilang

dan sebagainya, dari harta bersangkutan (access to and accountability

for resources).

Pembahasan pengendalian yang sehat yang menitikberatkan pada

pembahasan proses bekerjanya struktur pengendalian, dibuat misalnya

oleh GAO dalam dokumen tentang resolusi audit yang harus dipedomani

oleh manajemen pemerintahan. Jika pedoman tersebut diikuti oleh

manajemen instansi pemerintah, maka sasaran berikut ini dapat dicapai:

a. Kewajiban dan biaya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

b. Semua harta dilindungi dan dijaga dari pemborosan, kehilangan, peng-

gunaan yang tidak semestinya, dan penyalahgunaan/penyelewengan.

c. Penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan operasi auditi di

catat dan dipertanggungjawabkan secara layak, sehingga pembukuan

dan laporan keuangan/statistik dapat dibuat serta pertanggungjawaban

atas harta dapat dijaga/dipelihara.

E. Tujuan Pengendalian Internal

Melihat berbagai definisi yang dibuat pada pengendalian internal,

dapat disimpulkan bahwa umumnya definisi terhadap pengendalian manajemen

dibuat dengan menyebut ciri yang dilihat paling menonjol dan diyakini sebagai

unsur utama sehingga mempunyai efek mengarahkan. Dalam penyebutan

Page 24: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik18

definisi, para pembuat definisi sekaligus menyebut tujuan yang hendak dicapai

dengan arahan tersebut. Penyebutan ciri dan tujuan sekaligus dalam definisi

pengendalian, akan memudahkan pengujian terhadap metodologi kerja yang

tercakup dalam pengendalian.

Jika dapat diamati terdapat berbagai cara pendefinisian pengendalian

internal, hal yang sama terjadi pula pada penetapan tujuan pengendalian

internal. Tergantung penyajian argumentasi yang digunakan, tujuan organisasi

atau institusi dapat dikelompokkan menjadi berapa saja. Oleh karena itu,

jumlah dan penyebutan item tujuan, sebagaimana juga definisi, tidak harus

menjadi masalah.

1. Empat Tujuan

Pernyataan tujuan yang paling banyak dirujuk sebagai penyederhanaan

tujuan organisasi adalah pernyataan tujuan yang menyertai kerangka kerja

pengendalian AICPA. Untuk dapat mencapai keseluruhan tujuan organisasi,

2 (dua) tujuan pengendalian harus dicapai. Masing-masing tujuan pengendalian

mempunyai lagi 2 (dua) tujuan turunan. Tujuan-tujuan ini adalah:

a. Tujuan Pengendalian Akuntansi

i. Mengamankan harta kekayaan organisasi

ii. Menjaga dapat dipercayanya catatan dan laporan

b. Tujuan Pengendalian Operasi atau Administrasi

i. Mendorong efisiensi dan kehematan

ii. Mendorong kepatuhan terhadap peraturan dan perundangan yang

berlaku.

Menurut konsep tersebut, pengendalian akuntansi meliputi struktur organisasi,

semua metode dan prosedur yang berkaitan, terutama yang berhubungan

langsung dengan pengamanan harta dan dapat dipercayanya catatan-catatan

keuangan. Cakupan luas pengendalian akuntansi meliputi sistem otorisasi,

pemberian persetujuan, pemisahan tugas yang berkenaan dengan pencatatan

dan pelaporan akuntansi dari tugas operasi atau penyimpanan harta,

pengendalian fisik harta dan audit internal. Jika diterapkan di perusahaan,

mereka-mereka yang tertarik dengan tujuan pengendalian akuntansi adalah

pemangku kepentingan yang berada di luar perusahaan. Pengendalian

akuntansi diterapkan lebih banyak untuk tujuan pelaporan eksternal.

Pengendalian operasi atau administratif mencakup struktur organisasi,

semua metode dan prosedur yang menyangkut efisiensi, operasional dan

ketaatan pada berbagai kebijakan manajerial. Pengendalian administratif

Page 25: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

19Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

biasanya hanya berhubungan dengan catatan-catatan keuangan secara

tidak langsung, pada umumnya mencakup pengendalian-pengendalian

seperti analisis statistik, laporan kegiatan, program pelatihan pegawai dan

program pengendalian mutu. Kebanyakan hasil-hasil pengendalian operasi

digunakan oleh manajemen.

2. Lima Tujuan

Kalangan profesi audit internal pernah menambahkan tujuan efektivitas ke

dalam tujuan yang setara dengan 4 (empat) tujuan yang yang dirumuskan

AICPA. Tujuan pengendalian internal yang harus diuji keberadaan dan

efektivitasnya, dinyatakan oleh the Institute of Internal Auditors (IIA) sebagai:

a. Dapat dipercaya dan integritas informasi

b. Ketaatan pada kebijakan, rencana, Prosedur, UU dan peraturan

c. Pengamanan aktiva

d. Ekonomis dan efisiensi pengelolaan sumber-sumber daya

e. Efektivitas pencapaian tujuan

3. Tiga Tujuan

COSO mengambil titik tolak pemikiran yang sedikit berbeda. Jika the IIA

menambah satu tujuan lagi, pada empat tujuan yang dirumuskan AICPA,

COSO justru menguranginya. COSO berpendapat bahwa tujuan: Mengaman-

kan harta kekayaan organisasi tidak lagi perlu dinyatakan sebagai tujuan.

Jika 3 (tiga) tujuan pengendalian internal yang lain sudah tercapai, maka

tujuan mengamankan harta akan tercapai dengan sendirinya. Tujuan

pengendalian internal seperti yang tercantum dalam definisi yang dibuat

COSO adalah:

a. Efektivitas dan efisiensi operasi,

b. Keandalan pelaporan keuangan, dan

c. Kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

F. Latar Belakang Studi Pengendalian

Kebutuhan untuk menjalankan pengendalian dalam organisasi telah

dikenal sejak lama oleh pimpinan pemerintahan, agama, dan perusahaan

terdahulu. Berdasarkan pada kebutuhan untuk mengarahkan dan memantau

kegiatan, pengendalian ditetapkan sebagai upaya untuk memastikan agar

tujuan dapat dicapai.

Seiring berjalannya waktu, pentingnya pengendalian internal bagi

keberhasilan dan daya hidup organisasi telah dikenal tidak hanya oleh pimpinan

Page 26: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

organisasi namun oleh berbagai pihak. Dalam tahun-tahun terakhir, perhatian

pada pengendalian internal yang cukup telah dilakukan oleh sejumlah institusi

publik, swasta maupun lembaga profesional. Hasilnya, munculnya berbagai

filosofi tentang pengendalian yang diakibatkan oleh perbedaan cara pandang

mengenai sifat, tujuan, dan sarana pencapaian pengendalian internal yang

efektif.

Manajemen perusahaan yang sedang berkembang memerlukan

pengendalian internal yang berfokus pada penggunaan informasi keuangan

dan non keuangan untuk mengendalikan kegiatan perusahaan. Mereka

mengembangkan sistem untuk meningkatkan kegunaan dan keandalan

informasi. Sementara itu, manajemen perusahaan yang lebih besar juga

merasa bahwa kesulitan koordinasi meningkat seiring dengan meningkatnya

jumlah pegawai. Pada kondisi demikian arahan pada orang-orang menjadi

menjadi kebutuhan yang sangat vital.

Dari sudut pandang auditing, pengendalian internal yang efektif,

membantu dapat dilakukannya audit keuangan yang lebih efisien. Dengan

lebih mengarahkan perhatian kepada pengendalian internal, akuntan publik

dapat merancang ruang lingkup auditnya sesuai dengan risiko audit yang

dihadapi. Sejak tahun 1940-an, kantor akuntan publik dan organisasi profesi

audit telah menerbitkan sejumlah laporan, pedoman dan standar yang terkait

dengan penerapan pengendalian internal dalam audit. Semua publikasi ini

kebanyakan memberikan definisi dan unsur-unsur pengendalian internal,

teknik evaluasi dan tanggungjawab berbagai pihak terhadap pengendalian

internal.

1. Watergate

Sampai dengan tahun 1970an, kegiatan berkaitan dengan pengendalian

internal terjadi di bidang-bidang perancangan sistem dan audit, fokus

kepada cara-cara untuk meningkatkan sistem pengendalian internal dalam

audit. Sebagai hasilnya, pada tahun 1973-1976, dengan dilaksanakannya

investigasi atas kasus Watergate, legislatif dan regulator mulai memberikan

perhatian yang serius terhadap pengendalian internal. Investigasi yang

terpisah oleh Special Prosecutor Watergate dan Badan Pengatur Pasar

Surat Berharga/Securities Exchange Committe (SEC) menyatakan bahwa

sejumlah perusahaan di Amerika telah memberikan kontribusi politik ilegal

atau pembayaran ilegal termasuk suap kepada staff pemerintah. Sebagai

respon atas praktik-praktik sumbangan politik ini, diundangkanlah Foreign

Corrupt Practices Act (1977).

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik20

Page 27: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

21

2. Foreign Corrupt Practices Act (1977)

Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) berisi hal-hal terkait dengan akuntansi

dan pengendalian internal. Ketentuan perundangan ini mensyaratkan

manajemen untuk membuat buku, catatan dan perkiraan yang secara akurat

mencerminkan aset secara fair dan menjaga sistem pengendalian internal.

3. Komisi Cohen

Cohen Commission dibentuk tahun 1974 oleh American Institute of Certified

Public Accountants (AICPA) untuk mempelajari tanggungjawab auditor.

Salah satu rekomendasinya adalah manajemen menyajikan laporan yang

dilampirkan di laporan keuangan yang mengungkapkan kondisi sistem

pengendalian internalnya. Rekomendasi lainnya adalah laporan audit atas

laporan manajemen. Pada tahun 1978, Financial Executive Institute (FEI)

menerbitkan surat kepada anggotanya untuk menerapkan rekomendasi

komisi Cohen, dengan menerbitkan panduan untuk penerapannya. Laporan

manajemen seperti ini akhirnya sering muncul dalam laporan tahunan

kepada pemegang saham.

4. Securities and Exchange Commision (SEC)

Pada tahun 1979, SEC menindak lanjuti rekomendasi komisi Cohen

dan FEI ke langkah lebih lanjut dan mengusulkan peraturan wajib bagi

manajemen untuk melaporkan pengendalian internalnya. Usulan peraturan

juga mensyaratkan auditor untuk melaporkan kondisi pengendalian internal

perusahaan yang diauditnya.

Makna yang ditekankan SEC adalah bahwa, menjaga sistem pengendalian

internal adalah tanggungjawab manajemen. Informasi mengenai efektivitas

pengendalian internal mampu memberikan gambaran bagi investor dalam

mengevaluasi kinerja manajemen dan tanggungjawabnya terhadap keandalan

pelaporan informasi keuangan. Meskipun proposal ini kemudian ditarik

terkait dengan permasalahan biaya implementasi, namun sudah ada

pengakuan bahwa manajemen bertanggungjawab terhadap pemeliharaan

pengendalian internal perusahaan secara efektif.

5. Minahan Commision

Pada tahun 1979, AICPA membentuk Special Advisory Committee on

Internal Control untuk memberikan panduan evaluasi pengendalian internal

yang dinamakan Minahan Committee. Komite ini dibentuk untuk mengisi

kekosongan akan pedoman atas pengendalian internal. Panduan yang

ada, sebagian besar merupakan literatur audit yang dikembangkan khusus

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 28: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

untuk auditor. Diperlukan juga pedoman tambahan sebagai bantuan bagi

manajemen untuk menjalankan tanggung jawab terhadap pengendalian

internal.

6. Financial Executive Research Foundation

Sebagai tanggapan terhadap Foreign Corrupt Practice Act, Financial

Executive Research Foundation (FERF) membentuk tim untuk mempelajari

unsur seni (art) dari pengendalian internal di perusahaan-perusahaan di

Amerika Serikat. Sumbangan besarnya bagi pengembangan pengendalian

internal adalah katalog karakteristik pengendalian internal, kondisi, praktik

dan prosedur, identifikasi berbagai pandangan berbeda mengenai sifat,

tujuan pengendalian internal dan bagaimana mencapai pengendalian internal

yang efektif yang diterbitkan pada tahun 1980. Pada tahun 1981, FERF

kembali menerbitkan pedoman untuk mengidentifikasi untuk mengevaluasi

pengendalian internal.

7. Penetapan Standar-standar Audit (Auditing Pronouncement)

Periode antara 1980 sampai dengan tahun 1985, merupakan masa

perkembangan standar profesional yang membahas pengendalian internal.

Beberapa penetapan standar audit tersebut antara lain dapat disebut :

a. Tahun 1980, AICPA menerbitkan standar penilaian auditor independen

serta pelaporan terhadap Pengendalian Internal

b. Tahun 1982, AICPA menerbitkan penyataan (statement) berkaitan

dengan tanggungjawab auditor independen untuk mempelajari dan

mengevaluasi pengendalian internal dalam audit laporan keuangan

c. Tahun 1983, IIA menerbitkan standar yang menetapkan panduan bagi

internal auditor tentang sifat pengendalian dan peran pihak-pihak dalam

penetapan, pemeliharaan dan penilaian pengendalian internal

d. Tahun 1984, AICPA menerbitkan panduan tambahan terkait dengan

pengaruh pemrosesan data secara elektronik menggunakan komputer

terhadap pengendalian internal.

8. Usaha Legislasi (Legislative Initiatives)

Sampai tahun 1986, perhatian terhadap pengendalian internal semakin

intensif. Subkomite Kongres di Amerika mengadakan dengar pendapat

(hearing), yang mengangkat masalah perilaku manajemen, pelaporan

keuangan yang seharusnya serta efektivitas audit independen. Meskipun,

tidak terbentuk undang-undang namun subkomite berhasil mengembangkan

ruang lingkup dan mempertimbangkan aspek lain bagi proses pelaporan

keuangan dan menjadikan pengendalian internal sebagai subyek utama.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik22

Page 29: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

23

9. Treadway Committe

The National Commission on Fraudulent Financial Reporting dikenal sebagai

Treadway Committe dibentuk pada tahun 1985 oleh gabungan antara

AICPA, Financial Executive Institute (FEI), the Institute of Internal Auditor

(IIA) dan Institute of Management Accountants (IMA). Komisi Treadway

bertujuan untuk mengidentifikasi faktor penyebab fraud dalam pelaporan

keuangan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 30: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Halaman ini sengaja dikosongkan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik24

Page 31: Sistem Pengendalian Internal

25

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:

• Menjelaskan metode pengembangan konsep pengendalian.

• Menjelaskan kerangka kerja pengendalian berpendekatan input dan

komponen-komponennya.

• Menjelaskan kerangka kerja pengendalian berpendekatan struktur

dan komponen-komponennya.

• Menjelaskan kerangka kerja pengendalian berpendekatan proses

kerja dan komponen-komponennya.

A. Pendahuluan

Terdapat berbagai jenis aktivitas pengendalian, yang diyakini tepat

diterapkan dengan mengikuti lingkungan operasi dan pengorganisasian. Jenis

aktivitas pengendalian diturunkan dari hasil penganalisaan ciri dan lingkungan

operasi, dibahas dan digambarkan dalam suatu konsep yang disebut sebagai

kerangka kerja pengendalian (control frame work).

Penanggung jawab kegiatan organisasi baik yang bersifat komersial,

maupun institusi publik mempunyai kebebasan untuk menggunakan salah

satu dari dari kerangka kerja pengendalian yang ada, atau kombinasinya yang

dirasa cocok dengan karakter kegiatan dan lingkungan operasi kegiatan yang

sedang direviunya.

Penggunaan kerangka kerja pengendalian ini penting untuk meyakinkan

terdapatnya dasar bagi pemilihan jenis pengendalian. Pemilihan ini menjadi

dasar bagi evaluasi hasil pekerjaan perancangan pengendalian, agar jika

diperlukan tindakan penyempurnaan tidak perlu mengulang analisa dari awal.

Mengingat bahwa pengendalian adalah konsep yang dikembangkan

secara deskriptif, sementara praktik pengendalian diyakini merupakan penerapan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

InternalSistem Pengendalian

2BabKerjaInternalPengendalian

Kerangka

Page 32: Sistem Pengendalian Internal

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik26

spesifik, oleh karena itu akan terdapat berbagai kerangka kerja pengendalian.

Kerangka kerja ini merupakan hasil pengamatan yang kemudian digambarkan

dalam suatu kerangka konsep, oleh berbagai kalangan yang menaruh minat

pada pengembangan pengendalian. Beberapa diantara kerangka konsep

tersebut dibahas dalam bagian berikutnya dari seksi ini.

B.Kerangka Kerja Pengendalian Berpendekatan Input

Kerangka kerja pengendalian GAO, untuk meyakinkan dapat dicapainya

tujuan, manajemen organisasi perlu menerapkan unsur-unsur pengendalian

yang terdiri atas :

a. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah proses untuk merangkaikan sumber daya yang

dimiliki organisasi agar dapat dicapai suatu produktivitas dan efisiensi proses

untuk meyakinkan keseluruhan gerak menuju pencapaian tujuan. Secara

umum pengorganisasian dapat dikatakan sebagai memasang-masangkan

orang dengan aset lain menjadi suatu organ organisasi dan diletakkan

dengan suatu tatanan tertentu. Organ organisasi ini akan disebut sebagai

bagian, seksi, divisi atau dengan berbagai sebutan yang menunjukkan posisi

dalam suatu struktur organisasi.

Struktur organisasi disamping menunjukkan batasan tiap-tiap organ

organisasi, juga mencerminkan sistem pembagian tanggung jawab dan

jalur pelaporan. Oleh karena itu, efisiensi dan efektivitas kegiatan akan

lebih mudah dipantau dan dievaluasi dengan cara melihat kinerja dari

organ organisasi yang terkait. Dengan demikian, pengorganisasian adalah

bagian dari sebuah pengendalian operasi.

Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam membuat rancangan

pengorganisasian dan struktur organisasi adalah:

1). Tanggung jawab seharusnya dibagi sehingga tidak ada satu orangpun

yang kewenangannya memungkinkan ia dapat mengontrol seluruh

fase kegiatan,

2). Pejabat Unit kerja seharusnya memiliki otoritas untuk mengambil

langkah-langkah yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung

jawabnya,

3). Tanggung jawab individu seharusnya selalu didefinisikan secara jelas,

sehingga tidak seorang pun mempunyai kesempatan untuk melakukan

penyimpangan atau bertindak melampaui batas tanggungjawabnya,

InternalSistem Pengendalian

Page 33: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

27

4). Seorang pejabat yang memberi tugas dan mendelegasikan otoritas

kepada bawahannya seharusnya memiliki sistem follow up yang efektif

untuk memastikan bahwa tugas yang dibebankan dapat diselesaikan

dengan baik,

5). Individu-individu yang diberi pendelegasian wewenang harus dilatih

untuk melaksanakan kewenangannya tanpa supervisi yang ketat.

Akan tetapi, mereka harus melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada

atasannya.

6). Bawahan diwajibkan bertanggung jawab kepada atasannya atas

pelaksanaan tugas-tugas yang didelegasikan,

7). Organisasi harus cukup fleksibel sehingga memungkinkan dilakukannya

perubahan terhadap strukturnya, pada saat rencana kegiatan, kebijakan

dan tujuan organisasi berubah,

8). Struktur organisasi dibuat sesederhana mungkin,

9). Manual dan bagan struktur organisasi harus disiapkan untuk membantu

perubahan perencanaan dan pengendalian,

10).Manual dan bagan struktur organisasi harus memberikan gambaran

yang jelas tentang organisasi, rantai wewenang, dan penetapan tanggung

jawab.

b. Perencanaan

Perencanaan adalah penetapan dimuka apa yang hendak dicapai organisasi

dan cara yang harus ditempuh untuk mencapainya. Perencanaan memberi

arah pada setiap gerak organisasi sehingga tetap fokus pada tujuan.

Perencanaan yang dituangkan dalam bentuk angka-angka disebut dengan

anggaran (budget), dan merupakan alat yang penting dalam organisasi.

Bagi organisasi, anggaran adalah media komunikasi yang terbaik karena

sifatnya yang kuantitatif sehingga menjadi media yang sangat yang

mempunyai peluang yang sangat kecil untuk disalahartikan. Anggaran juga

merupakan alat yang baik untuk memberi arahan dan alat memotivasi

anggota organisasi. Dalam proses evaluasi, anggaran dan perencanaan

juga menjadi tolok ukur untuk ditandingkan dengan realisasi dan capaian.

Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam melaksanakan kegiatan

perencanaan adalah:

1).Orang-orang yang bertanggung jawab atas hasil, harus berpartisipasi

dalam penyiapan perencanaan,

2).Orang-orang yang bertanggung jawab atas penyusunan perencanaan

harus memahami informasi-informasi yang membandingkan perencanaan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 34: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

dengan peristiwa-peristiwa aktual dan perbedaan yang signifikan pada

perbandingan tersebut,

3).Seluruh sub perencanaan harus berada dalam kerangka perencanaan

umum organisasi,

4).Perencanaan harus menetapkan tujuan yang terukur dan difahami oleh

manajer,

5).Perencanaan harus mempertajam tujuan organisasi secara umum.

c. Kebijakan

Dalam semesta pembicaraan organisasi, sangat banyak variabel yang

menyumbang ketidakpastian dalam pencapaian hasil. Oleh karena diperlukan

strategi yang dituangkan dalam pola, cara atau metodologi untuk mencapai

tujuan dengan hemat, efisien dan efektif. Manajemen organisasi perlu

memilih dari banyak cara atau metodologi yang ada, yang dapat dipedomani

oleh seluruh anggota organisasi.

Pilihan cara yang dipilih manajemen perlu dibakukan menjadi kebijakan

organisasi. Karena sifat penetapannya yang demikian, kebijakan sering

berubah dengan terdapatnya perubahan dalam struktur manajemen senior.

Oleh karena itu, perputaran yang tinggi pada tingkatan manajemen senior,

mungkin akan mengganggu konsistensi usaha-usaha pencapaian tujuan.

Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam perancangan dan penetapan

kebijakan adalah:

1).Kebijakan harus jelas, tertulis dan diorganisir dalam handbook, manual

atau media lainnya,

2).Kebijakan harus dikomunikasikan secara sistematis kepada seluruh

pejabat dan pegawai,

3).Kebijakan harus cocok dengan hukum dan peraturan yang terkait, dan

harus konsisten dengan tujuan dan kebijakan umum pada tingkat kebijakan

diatasnya,

4).Kebijakan harus dirancang untuk menunjang penyelenggaraan aktivitas

yang efektif, efisien, dan ekonomis serta menyediakan tingkat kepastian

yang cukup bahwa sumber-sumber daya organisasi diamankan dengan

baik,

5).Kebijakan langkah-langkah kerja harus direviu secara periodik dan

direvisi ketika lingkungan berubah.

d. Prosedur

Prosedur merupakan serangkaian langkah untuk meyakinkan bahwa hal

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik28

Page 35: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

29

yang sama mendapat perlakuan yang sama. Prosedur merupakan bentuk

pengendalian paling efektif untuk memangkas biaya dan waktu pengambilan

keputusan. Penetapan prosedur terutama akan menghasilkan banyak

efisiensi pada organisasi-organisasi yang aktivitas utamanya bervolume

sangat tinggi. Akan tetapi, dalam banyak kejadian, penetapan prosedur

hanya dapat dilaksanakan dalam jajaran manajemen yang relatif rendah

posisinya dalam hirarki manajemen. Biasanya semakin tinggi posisi

manajemen, keputusannya umumnya bersikap kasuistik dan menjadi lebih

susah untuk dipolakan menjadi prosedur.

Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam perancangan dan

penetapan prosedur adalah:

1).Prosedur harus memberikan kepastian terdapatnya internal check atau

cross check, bahwa pekerjaan seorang pegawai dicek secara otomatis

oleh orang lain yang secara independen mengerjakan tugas secara

terpisah,

2).Untuk kegiatan non teknis, prosedur yang ditentukan seharusnya tidak

terlalu detail agar tidak menghambat penggunaan pertimbangan

kondisional,

3).Untuk menciptakan efisiensi yang maksimal, prosedur harus disusun

sesederhana dan semurah mungkin,

4).Prosedur harus terhindar dari Overlapping, konflik, dan duplikasi,

5).Prosedur harus direviu secara periodik dan diperbaiki setiap kali diperlukan.

e. Pencatatan

Pencatatan merupakan unsur pengendalian untuk mengatasi daya ingat

manusia yang terbatas. Catatan yang baik adalah catatan yang mampu

menggambarkan peristiwa atau kejadian yang dicatat, pada saat ia ditarik.

Untuk mendapatkan kualitas demikian, maka catatan harus dapat ditelusuri

ke data dan dokumen dasarnya. Agar catatan benar-benar bisa menjadi

alat bantu dalam pengelolaan organisasi, manajemen perlu menetapkan

suatu sistem pencatatan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan seluruh

organisasi.

Agar dapat membantu pencapaian tujuan, terdapat beberapa prinsip dasar

untuk bagian pencatatan kegiatan dan akuntansi, yaitu:

1).Harus sesuai dengan kebutuhan sebagai dasar bagi pengambilan

keputusan manajemen,

2).Laporan hasil kegiatan atau laporan keuangan harus sesuai dengan

garis tanggung jawab,

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 36: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

3).Laporan finansial harus diletakkan paralel dengan unit organisasi yang

bertanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan.

f. Pelaporan

Laporan adalah alat bantu pengambilan keputusan. Oleh karena itu, laporan

harus dirancang dengan baik untuk memenuhi kebutuhan para pengambil

keputusan yang ingin dibantunya. Sebagai alat bantu pengambilan keputusan

laporan harus mempunyai kualitas relevan dan andal.

Relevan berarti mampu membuat suatu keputusan menjadi berbeda. Agar

laporan mempunyai kualitas relevan, laporan harus disajikan pada waktunya,

mengandung informasi yang memungkinkan pengambil keputusan untuk

membuat prediksi, dan memberikan umpan balik untuk tujuan pemantauan.

Sementara itu, andal berarti para pengambil keputusan boleh mempercayai

laporan tersebut. Untuk mendapatkan kualitas andal, substansi laporan

harus dapat diverifikasi dan diuji, serta penyajiannya wajar sehingga tidak

mengarahkan pengambil keputusan pada suatu keputusan tertentu.

Beberapa karakteristik laporan yang memuaskan antara lain:

1).Laporan harus ditulis dalam format dan isi yang dapat dimengerti oleh

pemakainya.

2).Laporan harus diterbitkan tepat waktu,

3).Laporan sebaiknya menyajikan informasi umpan balik yang dapat

digunakan untuk menghindarkan kesalahan yang sama,

4).Laporan harus menyajikan informasi yang dapat digunakan untuk mem-

prediksi kejadian sesuai dengan tujuan pengambilan keputusan,

5).Laporan harus logis, dapat diyakini kebenarannya dan disajikan dengan

maksud agar pemakainya dapat menggunakannya sebagai dasar

pengambilan keputusan.

6).Laporan harus menghasilkan manfaat yang lebih besar dari pada biaya

penyusunannya

Tingkatan keyakinan yang disajikan laporan dapat dirancang dalam 3 (tiga)

tingkatan keyakinan, yaitu:

1). Yang terendah bobotnya adalah laporan yang dibuat semata-mata

hanya untuk memberikan informasi,

2). Tingkatan menengah adalah laporan yang dibuat sebagai usaha

untuk meyakinkan, membujuk, atau mengubah pandangan orang yang

membacanya.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik30

Page 37: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

31

3).Pada tingkatan yang tertinggi adalah laporan yang dibuat untuk mem-

pengaruhi pembacanya melakukan sesuatu untuk perubahan.

g. Personil

Untuk meyakinkan bahwa organisasi dapat mencapai tujuannya dengan

efektif, ia harus memiliki personil yang kompeten. Komitmen hanya pada

kompetensi harus dimulai sejak saat perekrutan dan dilanjutkan pada

pengembangan pembinaan dan pengembangan personil. Pegawai disebut

kompeten jika kemampuannya cocok dengan tuntutan tugasnya.

Komitmen manajemen terhadap kompetensi menghendaki bahwa tugas

wewenang dan tanggungjawab hendaknya diberikan kepada pegawai

yang mampu melaksanakan. Pegawai tersebut hendaknya diangkat menurut

kualifikasi yang dibutuhkan atau yang dapat dilatih untuk melaksanakan

tugas dengan baik dan disertai sistem pengawasan pegawai yang memadai.

Beberapa praktik dalam bidang SDM yang dapat meningkatkan pengendalian

diantaranya:

1).Setiap pegawai atau staf baru harus diteliti mengenai kejujuran dan

seberapa jauh mereka dapat dipercaya,

2).Setiap pegawai harus diberikan training dan kursus-kursus penyegaran

lain yang memungkinkan dia memperoleh peluang untuk meningkatkan

kemampuan dirinya serta terus mengetahui hal-hal mengenai kebijakan-

kebijakan dan prosedur baru,

3).Setiap pegawai harus diberi informasi mengenai tugas dan tanggung

jawabnya pada berbagai segmen di dalam organisasi sehingga dia akan

memperoleh pemahaman yang baik mengenai bagaimana dan dimana

pekerjaannya sesuai dan selaras dengan tujuan organisasi secara

keseluruhan.

4).Kinerja seluruh pegawai harus direviu secara periodik untuk melihat

apakah persyaratan pokok pekerjaannya telah dipenuhi. Kinerja yang

tinggi harus diberikan penghargaan selayaknya. Kekurangan yang timbul

harus didiskusikan dengan pegawai yang bersangkutan sehingga tetap

ada peluang untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja atau upgrade

ketrampilannya.

5).Pegawai harus diberikan informasi tentang tugas dan tanggung jawab

unit lain dalam organisasi agar mereka memahami bagaimana dan dimana

pekerjaan mereka selaras dengan organisasi secara keseluruhan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 38: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik32

h. Reviu internal

Reviu internal adalah cara terbaik untuk mendapatkan umpan balik tentang

kecukupan pengendalian internal dalam organisasi. Untuk mendapatkan

umpan balik ini, organisasi harus memiliki unit yang bertugas untuk

melaksanakan reviu terhadap rancangan dan penerapan pengendalian

yang diorganisir independen dari unit-unit operasional.

Di samping itu, kebutuhan reviu internal dibutuhkan sebagai alat penyegaran

(shock theraphy) bagi personil yang mengerjakan operasi organisasi.

Mengerjakan tugas-tugas yang sama dalam jangka waktu yang panjang

akan cenderung menciptakan rutinitas. Personil yang terjebak dalam pola

rutinitas, akan mudah teledor, menganggap remeh, dan tidak ingin berubah

karena ketiadaan tantangan. Oleh karena itu diperlukan suatu penelaahan

(reviu) oleh orang lain yang tidak terlibat dalam pekerjaan tersebut.

Pengamatan secara umum mengatakan bahwa hasil pekerjaan yang tidak

direviu cenderung akan memburuk. Seluruh kegiatan organisasi harus

direviu secara periodik oleh orang yang independen terhadap kegiatan

organisasi yang direviunya.

Reviu internal merupakan suatu fungsi untuk melakukan evaluasi terhadap

kegiatan, aktivitas dan program di dalam organisasi untuk menilai tingkat

kehematan, efisiensi dan efektivitasnya. Sesuai dengan luasnya organisasi,

reviu internal hendaknya ditempatkan pada kedudukan yang tepat, ruang

lingkup yang jelas, memenuhi syarat kecakapan, dapat diandalkan, obyektif

dan bertindak tepat pada waktunya.

Berikut adalah beberapa kriteria untuk pereviu internal, agar ia dapat

melaksanakan fungsinya dengan tepat:

1). Manajemen organisasi harus merencanakan organisasi dan sistem

reviu yang cocok dengan kegiatan pelaksana reviu internal,

2). Seluruh bentuk aktivitas reviu dalam organisasi, seperti inspeksi dan

wawancara, harus dikoordinasikan. Pekerjaan reviu harus didefinisikan

secara jelas untuk menghindari duplikasi dan saling bantah yang tidak

berguna,

3). Kebutuhan organisasi atas reviu internal bervariasi. Ruang lingkup

pekerjaan tidak bisa dibuat dalam sebuah standar, tetapi harus di-

tetapkan oleh manajemen organisasi,

4). Tugas, tanggung jawab, dan penempatan unit reviu internal harus

didefinisikan secara jelas sehingga kewenangan untuk melakukan

Page 39: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

33Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

reviu diakui oleh unit-unit lainnya dalam organisasi,

5). Pelaksana reviu internal harus independen dalam segala hal terhadap

kegiatan yang direviunya,

6). Kegiatan reviu internal tidak boleh menggantikan garis wewenang dan

tanggungjawab dalam struktur organisasi,

7). Reviu internal adalah fungsi pendukung/staff yang tidak boleh me-

ngendalikan atau mengarahkan kegiatan organisasi. Tanggung jawab

mereka bersifat konsultatif (advisory) untuk menyediakan informasi

sebagai dasar pembuatan keputusan dan langkah-langkah kerja,

8). Pekerjaan reviu harus direncanakan dan perencanaan harus disetujui

oleh manajemen tertinggi,

9). Seluruh pekerjaan internal reviu harus memenuhi standar profesional

terutama kompetensi, terpercaya, dan obyektivitas,

10).Pelaksana reviu internal harus lebih menitikberatkan tujuan reviu pada

usaha peningkatan kinerja dari pada mendapatkan temuan kelemahan,

11).Temuan seharusnya dikomunikasikan dengan pejabat atau pegawai

yang direviu, kecuali jika terdapat kemungkinan kecurangan yang tidak

bisa diinformasikan.

12).Prosedur tindak lanjut yang cocok harus dirancang untuk melihat

apakah temuan dan rekomendasi telah dilaksanakan, langkah-langkah

koreksi telah diambil dan hasil pekerjaan telah cukup memuaskan.

C.Kerangka Kerja Pengendalian Berpendekatan Struktur

Kerangka kerja pengendalian berpendekatan struktur dimuat dalam

konsep yang dibuat oleh AICPA. Pada penetapan definisi awalnya, pendekatan

yang digunakan adalah konsep pengendalian berpendekatan input. Konsep

ini, dimuat dalam Statement of Auditing Procedures (SAP) No. 29 yang di

rumuskan oleh Committe on Accounting Procedure (CAP), yang merupakan

komite kerja AICPA, dan mendapatkan sebutan sebagai pengendalian internal

(internal control).

Kerangka kerja ini merupakan kerangka kerja pengendalian yang

secara umum dipelajari dan terdapat dalam lingkungan organisasi yang lebih

condong pada pengorganisasian yang bersifat terpusat (centralized). Mengikuti

lingkungan organisasinya yang bersifat terpusat, jenis pengendalian yang

tergambar dalam kerangka kerja AICPA ini, umumnya sebagian besar merupakan

bentuk turunan dari usaha-usaha untuk mengawasi dan mengarahkan (supervise)

suatu proses atau kegiatan.

Page 40: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Rancangan dan penerapan pengendalian jenis ini, keberadaan dan

efektivitasnya dikatakan dapat diamati dari terdapatnya:

a. Struktur organisasi dan pemisahan fungsi,

b. Uraian tugas dan metode pendelegasian kewenangan,

c. Pegawai yang kompeten

d. Prosedur yang sehat, yang dilaksanakan di seluruh organisasi

Empat unsur di atas inilah yang sangat mirip dengan delapan unsur

pengendalian yang dibahas GAO. Oleh karena itu, kerangka kerja pengendalian

AICPA juga digolongkan konsep yang membahas pengendalian yang berkarakter

keras dan bersifat kaku (hard control).

Untuk menyesuaikan dengan perkembangan dalam metode peng-

organisasian, konsep pengendalian AICPA sempat disempurnakan melalui

Statement on Auditing Standard (SAS) No. 55. AICPA kemudian menganggap

bahwa alat-alat pengendalian oleh manajemen dirangkaikan menjadi suatu

struktur yang dapat dibedakan dari alat-alat dan bentukan lain. Oleh karena

itu, AICPA kemudian mengubah sebutan pengendalian internal menjadi Struktur

Pengendalian Internal (Internal Control Structures). Struktur ini terbentuk

dari terdapatnya rancangan pengorganisasian, metode, aturan, alat cara dan

pengukuran kinerja yang diintegrasikan oleh manajemen dalam upaya menata

proses operasi dan kegiatan untuk mencapai tujuan.

AICPA menenggarai bahwa struktur pengendalian yang diidentifikasi

terdapat pada organisasi adalah:

1).Lingkungan Pengendalian,

2).Sistem Akuntansi, dan

3).Prosedur Pengendalian.

Struktur pengendalian ini, tersusun dari serangkaian alat-alat pe-

ngendalian yang secara bersama-sama dikoordinasikan untuk mencapai satu

atau beberapa tujuan sekaligus. Uraian singkat struktur pengendalian internal

menurut AICPA dapat dijelaskan dalam sesi-sesi berikut ini.

a. Lingkungan Pengendalian

Integrasi berbagai alat pengendalian akan membentuk struktur yang pertama,

yaitu terdapatnya suatu suasana atau budaya sadar pengendalian. Budaya

sadar pengendalian ini yang disebut sebagai lingkungan pengendalian.

Dalam lingkungan yang diwarnai dengan kesadaran akan pentingnya

pengendalian, usaha pencapaian tujuan dipercaya akan lebih mudah untuk

dicapai.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik34

Page 41: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

35Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Lingkungan pengendalian suatu organisasi mencerminkan keseluruhan

sikap, kesadaran dan tindakan para anggota pengawas, manajemen, dan

pemilik organisasi sehubungan dengan pentingnya pengendalian dan

penekanannya pada organisasi. Secara umum lingkungan pengendalian

ini menyediakan pola bagi terciptanya pengendalian dalam sistem operasi

dan pencatatan/organisasi.

b. Sistem Akuntansi

Integrasi berbagai alat pengendalian juga membentuk struktur yang kedua

yang disebut sistem akuntansi. Sistem akuntansi mewakili sebagian besar

usaha pencatatan dan pelaporan dalam organisasi. Terdapatnya sistem

pencatatan dan pelaporan yang baik dipercaya merupakan bagian penting

yang menyumbang pencapaian tujuan organisasi.

Sistem akuntansi dibedakan dari prosedur pengendalian, tetapi dalam

praktik sangat sulit membedakannya. Pada sistem akuntansi, terdapat

prosedur-prosedur pengendalian yang mengendalikan integritas catatan

serta keamanan aktiva dalam aliran transaksi organisasi. Sistem akuntansi

yang efektif disusun dari metode-metode dan catatan-catatan, untuk

mengidentifikasi dan mencatat transaksi yang telah diotorisasi, menjelaskan

transaksi, mengukur nilai transaksi dan menyajikan transaksi-transaksi

dalam laporan keuangan yang lengkap dengan pengungkapan yang cukup.

c. Prosedur Pengendalian

Integrasi alat-alat pengendalian akhirnya membentuk juga struktur

yang ketiga yang disebut prosedur pengendalian. Terdapatnya prosedur

pengendalian ini membuat koridor-koridor kegiatan dan operasi menjadi

jelas, sehingga setiap anggota organisasi dapat menggunakan inisiatif

dan kewenangannya sehingga tidak terdapat kendala proses dalam

organisasi.

Prosedur pengendalian merupakan tambahan terhadap dua struktur tersebut

di atas, untuk meyakinkan bahwa tujuan khusus tertentu dari organisasi

dapat dicapai pada berbagai kegiatan dan tingkat organisasi. Prosedur

pengendalian ini rancangannya harus disesuaikan dengan kompleksitas

kegiatannya. Prosedur pengendalian setidak-tidaknya memuat unsur-unsur

otorisasi yang tepat atas transaksi dan kegiatan, pemisahan fungsi,

dokumentasi dan catatan yang dirancang dan digunakan secukupnya untuk

menjamin keamanan aset dan reviu yang bebas.

Page 42: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

D.Kerangka Kerja Pengendalian Berpendekatan Proses Kerja

Kerangka kerja pengendalian berpendekatan proses kerja dikembang-

kan oleh COSO. Kerangka kerja ini, adalah kerangka kerja yang terbaru yang

dapat diadopsi organisasi. Menurut COSO, pengendalian internal terdiri atas

5 komponen yang saling terkait yang dipolakan dalam suatu bentuk piramid.

Oleh karena itu, yang dibawah akan menjadi dasar bagi unsur berikutnya, dan

bila komponen yang dibawah sudah tersusun dengan baik, diperlukan usaha

yang lebih sedikit untuk mencapai unsur berikutnya. Komponen ini diturunkan

dari cara-cara manajemen menjalankan kegiatannya, dan terintegrasi dengan

proses manajemen. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian merupakan komponen yang terpenting karena

membentuk budaya dan perilaku manusia menjadi lebih sadar akan pentingnya

pengendalian. Unsur utama setiap organisasi adalah manusianya, atribut

individual mereka termasuk integritas, nilai-nilai etika dan kompetensi, dan

lingkungan dimana mereka beroperasi. Unsur manusia adalah mesin yang

menggerakkan organisasi, dan menjadi dasar/landasan segala hal dalam

organisasi.

COSO menempatkan terdapatnya budaya kesadaran akan pengendalian

sebagai komponen pengendalian yang pertama. Kesadaran akan pengendalian

dapat dibentuk dari terdapatnya beberapa unsur seperti: (1). Ditegakkannya

integritas dan nilai etika, (2). Komitmen manajemen terhadap kompetensi,

(3). Pembagian kewenangan tugas dan tanggung jawab, (4). Kebijakan dan

praktek manajemen SDM, (5). Philosophy dan gaya kepemimpinan, (6).

Aktivitas dewan komisaris/direksi dan komite audit, serta (7). Terdapatnya

struktur organisasi.

b. Penilaian risiko

Organisasi harus waspada dan berhubungan dengan risiko yang dihadapi-

nya, terintegrasi dengan penjualan, produksi, pemasaran, keuangan dan

kegiatan lainnya sehingga organisasi beroperasi secara harmonis. Organisasi

juga harus menetapkan mekanisme untuk mengidentifikasi, menganalisis,

dan mengelola risiko terkait.

Dalam organisasi, penilaian risiko terutama terkait dengan kemampuan

mengidentifikasi serta mengukur besaran risiko dalam pencapaian tujuan

organisasi. Kemampuan setiap anggota organisasi untuk menilai risiko,

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik36

Page 43: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

37

akan tinggi dalam lingkungan pengendalian yang baik, dan terjadi sebaliknya.

Dalam lingkungan pengendalian yang buruk, kemampuan anggota organisasi

untuk menilai risiko akan sangat rendah. Penilaian risiko dalam organisasi

dilakukan dengan cara mereviu: (1). Tujuan keseluruhan organisasi, (2).

Tujuan pada tingkat proses, (3). Identifikasi dan analisa ketidakpastian, (4).

Pengelolaan perubahan.

c. Aktivitas pengendalian

Kebijakan dan prosedur pengendalian harus ditetapkan dan dilaksanakan

untuk menjamin bahwa tindakan yang telah diidentifikasikan manajemen

diperlukan untuk mengelola risiko dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan

secara efektif.

Aktivitas pengendalian terkait dengan kemampuan memilih jenis pengendalian

yang tepat dari berbagai jenis pengendalian. Kemampuan ini secara langsung

dipengaruhi oleh ketepatan dalam mengidentifikasi dan menilai besaran

risiko. Organisasi berpeluang untuk menggunakan berbagai jenis pengendalian

seperti: (1). Kebijakan dan prosedur, (2). Pengamanan aplikasi dan jaringan,

(3). Pengelolaan perubahan aplikasi, (4). Kesinambungan kegiatan (back

up), (5). Alih sumber daya (outsourcing).

d. Sistem informasi dan komunikasi

Seluruh kegiatan yang melingkupi organisasi, adalah sistem informasi dan

komunikasi. Hal ini menjadikan orang-orang dalam organisasi untuk mem-

peroleh dan bertukar informasi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan,

mengelola dan mengendalikan operasinya.

Keempat komponen pengendalian di atas, akan mudah direalisasikan

jika terdapat sistem informasi dan komunikasi yang baik dan andal dalam

organisasi. Sistem informasi dan komunikasi disebut baik dan andal jika

setiap anggota organisasi mendapat pesan yang jelas tentang apa yang

harus dilakukan, agar keseluruhan tujuan perorangan, seksi bagian dan

keseluruhan organisasi dapat dicapai. Dua variabel penting dalam pengukuran

kecukupan sistem informasi dan komunikasi adalah derajat mutu infomasi

yang dihasilkan dan efektivitas komunikasinya.

e. Pemantauan

Keseluruhan proses harus dipantau, dan dibuat modifikasi yang diperlukan.

Dengan demikian, sistem pengendalian internal adalah dinamis, berubah

sesuai tuntutan kondisi.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 44: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Pemantauan adalah usaha berkelanjutan untuk meyakinkan bahwa setiap

gerak organisasi secara sinergis sedang mengarah kepada usaha pencapaian

tujuan. Hal ini dilakukan dengan menilai kembali kekuatan lingkungan

pengendalian, usaha-usaha penilaian risiko dan pemilihan aktivitas

pengendalian. Pemantauan bisa dilakukan oleh manajemen operasi sendiri

(on-going monitoring) atau dengan bantuan satuan pengawas internalnya

(separate evaluation). Menjadi unsur penting dalam pemantauan adalah

adanya pelaporan terhadap penyimpangan dan kekurangan (deficiencies).

Kerangka kerja pengendalian COSO menekankan pada suatu proses

penyadaran akan pengendalian, penilaian dan pengelolaan risiko dengan

aktivitas pengendalian yang dilakukan oleh setiap orang dalam organisasi.

COSO lebih menekankan pada usaha setiap orang untuk mencapai tujuan dari

pada penggunaan alat-alat pengendaliannya. Oleh karena itu, kerangka kerja

COSO mengedepankan proses dan dinamika organisasi yang mengandalkan

pada kompetensi dan kesadaran orang, sehingga disebut sebagai pengendalian

yang bersifat lunak (soft control).

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik38

Page 45: Sistem Pengendalian Internal

39

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:• Menjelaskan cara pandang COSO terhadap pengendalian,• Menjelaskan empat sudut pandang dari mana COSO menjelaskan

pengendalian• Menjelaskan pembentukan dan peran lingkungan pengendalian

terhadap struktur kegiatan, penetapan tujuan dan penilaian risiko organisasi, serta komponen pembentuknya,

• Menjelaskan pengaruh pengukuran risiko atas kekuatan pengendalian yang terbentuk, serta metodologinya,

• Menjelaskan mekanisme aktivitas pengendalian, ciri-ciri, contoh dan karakternya.

• Menjelaskan cakupan sistem informasi dan komunikasi dalam organisasi dan perannya dalam membentuk pengendalian,

• Menjelaskan peran pemantauan dalam pengembangan sistem pengendalian dalam organisasi

A. Pengantar

Mencermati perkembangan pengorganisasian serta metode koor-

dinasinya, terungkap bahwa tidak terdapat bentuk pengendalian yang generik

yang dapat diterapkan dengan tepat pada setiap organisasi. Konsep yang

sama diyakini pula pada disiplin manajemen. Pengembangan konsep tentang

pengelolaan organisasi (manajemen), yang diyakini baru mulai dipelajari

secara formal pada sekitar tahun 1930-an, mengalami perkembangan yang

hampir serupa dengan pengembangan konsep pengendalian.

Pada awal kemunculannya, pernah diyakini bahwa segala pengem-

bangannya dilandasi oleh dua rangkaian anggapan (asumsi) tentang latar

belakang manajemen. Kedua rangkaian anggapan tersebut diyakini oleh

kebanyakan pendidik, penulis dan praktisi manajemen.

Peter F. Drucker mencatat, bahwa konsep manajemen meyakini

terdapatnya dua rangkaian anggapan yang mendasari segala pemikiran

tentang manajemen, yang dianggap benar pada saat awal perkembangannya.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

InternalSistem Pengendalian

3Bab

Kerja COSOKerangka

Page 46: Sistem Pengendalian Internal

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik40

Rangkaian anggapan yang pertama menggarisbawahi disiplin manajemen itu

sendiri, dan menekankan bahwa:

1).Manajemen adalah manajemen perusahaan,

2).Terdapat hanya satu struktur organisasi yang tepat, dan

3).Terdapat hanya satu cara yang benar untuk mengelola orang.

Sementara itu, rangkaian anggapan yang kedua menggaris bawahi

praktik dalam bidang manajemen yang menekankan bahwa:

1).Teknologi, pasar dan penggunaan akhir adalah sesuatu yang harus diterima,

2).Ruang lingkup pekerjaan manajemen secara formal legal telah ditetapkan,

3).Manajemen adalah pekerjaan dengan penekanan ke dalam,

4).Perekonomian seperti yang dinyatakan dalam batasan suatu negara adalah

lingkungan tempat hidup (ekologi) perusahaan dan manajemen.

Hingga sekitar tahun 1980-an, rangkaian anggapan-anggapan ini

memang cukup menggambarkan kenyataan (realitas) di lingkungan sekitar

organisasi untuk dioperasionalkan, baik untuk riset, penulisan, pengajaran

dan praktik manajemen. Akan tetapi, dikontraskan dengan kenyataan saat

ini, rangkaian anggapan tersebut di atas akan menjadi masalah besar bagi

teori manajemen dan terlebih lagi bagi praktik manajemen. Peter F. Drucker

bahkan menyebut bahwa kenyataan pada sekitar tahun 1990an sudah

berlawanan (opposite) dengan rangkaian anggapan yang diyakini para

pengamat dan praktisi manajemen tersebut.

Menjelang pergantian abad ke 21, metodologi pengorganisasian telah

mengalami perubahan sampai pada tahap yang sudah memerlukan asumsi-

asumsi tentang kenyataan yang baru. Pengendalian internal, tidak dapat

dilepaskan dari salah satu komponen dalam pengorganisasian yang bertujuan

untuk meyakinkan secara wajar bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai.

Cara pandang COSO terhadap mekanisme kerja pengendalian, telah

mencerminkan asumsi baru mengenai pengorganisasian. Cara COSO memberi

pengantar terhadap latar belakang serta caranya menyusun komponen dan

mekanisme pengendalian, menunjukkan bahwa COSO telah menggunakan

dasar konsep pemikiran bahwa tidak ada struktur pengorganisasian tunggal.

B.Cara Pandang COSO

Kerangka kerja pengendalian COSO memandang bahwa pengendalian

internal bukan suatu kejadian atau keadaan, namun suatu rangkaian tindakan

InternalSistem Pengendalian

Page 47: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

41

yang mencakup seluruh kegiatan organisasi yang dilakukan orang untuk

mendapatkan keyakinan yang wajar bahwa tujuan akan dicapai. Tindakan-

tindakan ini melekat dan melingkupi ke dalam cara manajemen dan personil

lain dalam organisasi menjalankan aktivitas kegiatannnya.

1. Proses

Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara internal atau melintasi

unit/fungsi organisasi, dikelola melalui proses manajemen dasar yaitu

perencanaaan, pelaksanaan dan pemantauan. Pengendalian internal

merupakan bagian dari proses serta menyatu dengan proses tersebut.

Pengendalian memungkinkan seluruh proses untuk memfungsikan dan

memantau seluruh kegiatan dan menjaga relevansinya. Pengendalian

internal adalah alat yang digunakan oleh manajemen, dan bukan pengganti

manajemen.

Konsep pengendalian internal yang dikonsepkan COSO, sangat berbeda

dari beberapa konsep terdahulu yang memandang pengendalian internal

sebagai sesuatu yang ditambahkan dalam kegiatan organisasi, atau sebagai

beban yang diperlukan, diwajibkan oleh regulator atau birokrat. Sistem

pengendalian internal menyatu dengan kegiatan operasional organisasi

dan menjadi dasar bagi pelaksanaan kegiatan. Pengendalian internal

sangat efektif apabila dibangun ke dalam infrastruktur suatu organisasi

dan menjadi bagian dari esensi organisasi. Pengendalian internal harus

”built in” (dibangun di dalam dan menjadi satu kesatuan) dan bukan ”built

on” (dibangun pada, sehingga seperti menempel saja)

Building in (dibangun di dalam menjadi satu kesatuan) dapat secara

langsung mempengaruhi kemampuan organisasi dalam mencapai tujuannya

dan mendorong prakarsa kualitas kegiatannya. Penyelidikan mengenai

kualitas terkait secara langsung dengan bagaimana kegiatan dijalankan

serta dikendalikan. Prakarsa kualitas menjadi bagian dari struktur operasi

suatu organisasi, terbukti dari:

a. Kepemimpinan manajemen senior menjamin bahwa nilai-nilai kualitas

dibentuk menjadi cara perusahaan menjalankan bisnisnya

b. Penetapan tujuan kualitas berhubungan dengan pengumpulan dan

analisa serta prosedur lain suatu organisasi

c. Penggunaan pengetahuan terhadap praktik-praktik yang kompetitif dan

harapan pelanggan dimaksudkan untuk mendorong kepada peningkatan

kualitas secara terus menerus

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 48: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Faktor-faktor kualitas ini paralel dengan semua hal yang terdapat di dalam

sistem pengendalian internal. Faktanya, pengendalian internal tidak hanya

disatukan dengan program kualitas, namun biasanya juga merupakan

bagian yang sangat penting bagi keberhasilan program-program peningkatan

kualitas.

Pengendalian yang dibangun di dalam juga memiliki implikasi penting untuk

penghematan biaya dan waktu tanggap (response time):

a. Organisasi mendapatkan tekanan dari situasi persaingan untuk merebut

pangsa pasar dan dari perubahan lingkungan. Pengendalian yang di

lakukan dengan menambahkan prosedur baru yang terpisah, jelas akan

menambah biaya. Dengan lebih fokus kepada operasi yang sudah ada

dan membangun pengendalian ke dalam kegiatan operasi dasar, maka

organisasi dapat menghindari prosedur yang tidak diperlukan sehingga

akan mengurangi keharusan penambahan biaya.

b. Praktik membangun pengendalian ke dalam struktur operasi membantu

mempercepat pengembangan pengendalian baru yang diperlukan bagi

kegiatan yang baru. Secara otomatis, hal ini membuat perusahaan lebih

gesit dan kompetitif.

2. Orang

Pengendalian internal dipengaruhi oleh manajemen dan personil lain

dalam suatu organisasi. Pengendalian internal dicapai oleh orang-orang

dalam organisasi, melalui apa yang mereka lakukan dan katakan. Orang-

orang tersebut menetapkan tujuan organisasi dan membuat mekanisme

pengendaliannya.

Senada dengan hal tersebut, pengendalian internal mempengaruhi tindakan-

tindakan orang-orang. Pengendalian internal mengakui bahwa orang-orang

tidak selalu memahami atau berkomunikasi atau bekerja secara konsisten.

Setiap individu membawa latar belakang, kemampuan teknis masing-masing

serta memiliki kebutuhan dan prioritas yang berbeda-beda.

Realita ini tentu saja mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pengendalian

internal. Orang-orang harus mengetahui tanggung jawab mereka dan

batasan wewenang masing-masing. Oleh sebab itu, diperlukan hubungan

yang jelas antara tugas orang-orang dengan cara tugas tersebut dijalankan

dalam kaitan pencapaian tujuan organisasi.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik42

Page 49: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

43

3. Keyakinan Yang Memadai

Pengendalian internal hanya mampu memberikan sebuah keyakinan memadai

kepada manajemen terkait dengan pencapaian tujuan organisasi. Rumusan

tersebut berlaku untuk keseluruhan, tidak peduli bagaimana pengendalian

internal dirancang dan dioperasikan. Kemungkinan pencapaian tujuan di-

pengaruhi oleh keterbatasan yang melekat dalam seluruh sistem pengendalian

internal. Kenyataan menunjukkan bahwa pertimbangan manusia dalam

pengambilan keputusan bisa saja salah. Orang-orang yang bertanggung

jawab dalam penetapan pengendalian perlu mempertimbangkan biaya dan

manfaat. Kemacetan dapat terjadi karena kegagalan faktor manusia seperti

kesalahan sederhana. Sebagai tambahan, pengendalian dapat dirusak oleh

kolusi antara 2 atau 3 orang. Akhirnya, manajemen pun memiliki kemampuan

untuk mengelak dari sistem yang diciptakan oleh pengendalian internal.

4. Tujuan

Setiap organisasi menciptakan misi, menetapkan tujuan yg diinginkan serta

strategi untuk mencapainya. Tujuan dapat ditetapkan bagi organisasi secara

keseluruhan, atau ditargetkan pada kegiatan tertentu dalam organisasi.

Meskipun akan terdapat banyak tujuan dan beberapa tujuan dapat ditetapkan

secara umum, akan tetapi kebanyakan akan spesifik bagi organisasi tertentu,.

Sebagai contoh, tujuan yang bersifat umum adalah bahwa semua organisasi

menciptakan dan memelihara reputasi yang baik dalam bisnis dan komunitas

pelanggan, menjaga keandalan laporan keuangan bagi stakeholders, dan

beroperasi dengan patuh pada hukum dan peraturan yang berlaku.

COSO menyatakan bahwa, tujuan yang dapat dipahami sebagai tujuan

umum terbagi ke dalam 3 kategori:

a. Operasi: berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber

daya

b. Pelaporan keuangan: berkaitan dengan penyiapan laporan keuangan

publikasi yang terpercaya

c. Ketaatan: berkaitan dengan ketaatan entity terhadap hukum dan peraturan

perundangan yang berlaku

Penggunaan kategori-kategori ini, mampu memfokuskan aspek pengendalian

internal secara terpisah. Penggolongan kedalam kategori ini juga memungkin-

kan dapat dibedakannya apa saja yang diharapkan dari setiap kategori

pengendalian internal. Sangat mungkin bahwa sebuah tujuan tertentu, dapat

berisi lebih dari satu kategori yang mengikuti kebutuhan dan tanggungjawab

langsung para eksekutif pelaksananya.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 50: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Sebuah sistem pengendalian internal diharapkan dapat memberikan

keyakinan yang memadai terhadap pencapaian tujuan berkaitan dengan

keandalan pelaporan keuangan dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan

perundangan. Tercapainya tujuan tersebut yang didasarkan kepada standar

yang diusulkan oleh pihak luar, tergantung kepada bagaimana aktivitas

pengendalian organisasi dilaksanakan.

Pencapaian tujuan operasi, seperti imbal hasil atas investasi, pangsa pasar

atau terobosan lini produk baru, tidak selalu termasuk di dalam pengendalian

organisasi. Pengendalian internal tidak dapat mencegah penilaian atau

keputusan yang buruk, atau kejadian-kejadian eksternal yang dapat

mengakibatkan kegiatan gagal mencapai tujuan operasinya. Terhadap

tujuan-tujuan ini, sistem pengendalian internal dapat memberikan keyakinan

yang memadai hanya pada manajemen dan peran pengawasan dimana

manajemen memiliki kesadaran, atau pada upaya-upaya organisasi

mencapai tujuannya.

C.Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian adalah segala kondisi yang membentuk

struktur yang menjadi prasyarat dalam organisasi, agar budaya sadar

pengendalian bisa tumbuh. Pengalaman menunjukkan bahwa umur dan

penugasaan sumber daya bukan unsur dominan bagi kemajuan organisasi atau

negara. Perusahaan dengan kapitalisasi pasar yang besar, justru di dominasi

perusahaan yang umurnya relatif muda dan memiliki aset berwujud yang relatif

kecil. Demikian pula raksasa ekonomi dunia nomor 2, Jepang dan pusat jasa

keuangan Singapura, adalah negara yang relatif muda dan penguasaan sumber

daya alam sangat kecil. Faktor-faktor yang secara konsisten terdapat pada

perusahaan atau negara maju adalah kualitas sumber daya manusianya yang

mau bekerja keras dan memiliki integritas dan etika yang tinggi.

Unsur utama setiap kegiatan adalah orang, atribut individual mereka

termasuk integritas, nilai-nilai etika dan kompetensi, dan lingkungan dimana

mereka beroperasi. Unsur manusia adalah mesin yang menggerakkan

organisasi, dan menjadi dasar/landasan segala hal dalam organisasi. COSO

mengkonsepkan bahwa pengendalian didefinisikan adalah proses untuk

mencapai tujuan.

Lingkungan pengendalian memiliki dampak yang sangat kuat

terhadap struktur kegiatan, penetapan tujuan dan penilaian risiko. Lingkungan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik44

Page 51: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

45

pengendalian juga mempengaruhi kegiatan pengendalian, sistem informasi

dan komunikasi, dan kegiatan pemantauan. Hal ini benar bukan hanya dari

rancangannya saja, namun juga cara mereka bekerja hari demi hari. Lingkungan

pengendalian dipengaruhi oleh budaya dan sejarah organisasi. Lingkungan

pengendalian mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orang dalam

organisasi. lingkungan pengendalian secara efektif mengendalikan organisasi

mendapatkan orang-orang kompeten, mendorong sikap mental, dan perilaku

(attitude) yang berintegritas dan sadar akan pengendalian, serta menetapkan

”irama dari pimpinan” yang positif. Para pimpinan menetapkan prosedur dan

kebijakan yang diperlukan, seringkali beserta aturan perilaku tertulis, yang

mendorong organisasi memiliki nilai-nilai yang disepakati dan pengembangan

tim kerja dalam rangka mencapai tujuan.

Dalam organisasi, lingkungan pengendalian harus dikondisikan oleh

manajemen tertinggi. Mekanismenya demikian, karena kebanyakan prasyarat

yang digunakan untuk mengembangkan lingkungan pengendalian hanya dapat

dilaksanakan atau dipengaruhi oleh manajemen tertinggi organisasi. Oleh

karena cirinya yang demikian ini, lingkungan pengendalian dalam organisasi

sering mendapatkan sebutan sebagai “the tone of the top”.

Sebagai the tone of the top, lingkungan pengendalian menentukan

“irama organisasi”, yang mempengaruhi kesadaran pengendalian semua orang

dalam organisasi. Faktor-faktor pembentuk lingkungan pengendalian termasuk

integritas, nilai-nilai etik dan kompetensi orang-orang dalam organisasi, filosofi

manajemen, gaya operasi, cara manajemen melaksanakan wewenang dan

tanggung jawab, cara mengorganisir dan mengembangkan orang-orang, serta

perhatian dan arahan manajemen tertinggi.

1. Integritas dan Nilai Etika

Tujuan suatu organisasi dan bagaimana tujuan tersebut dicapai didasarkan

pada preferensi, pertimbangan nilai-nilai dan gaya manajemen. Preferensi-

preferensi dan pertimbangan nilai-nilai yang kemudian diterjemahkan

ke dalam standar perilaku, mencerminkan integritas manajemen dan

komitmennya terhadap nilai-nilai etika.

Mengingat reputasi yang baik dari suatu organisasi sangat berharga,

standar perilaku harus lebih dari sekedar mentaati hukum dan peraturan.

Dalam menghargai reputasi kepada perusahaan-perusahaan terbaik,

masyarakat menuntut lebih dari sekedar mematuhi peraturan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 52: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik46

Efektivitas pengendalian internal tidak dapat ditingkatkan tanpa nilai-

nilai etika dan integritas orang-orang yang menciptakan, mengelola dan

memantaunya. Integritas dan nilai-nilai etika merupakan unsur yang penting

dalam lingkungan pengendalian, mempengaruhi rancangan, pengelolaan

dan memantau komponen pengendalian internal lainnya.

Integritas merupakan syarat bagi perilaku etis dalam seluruh aspek kegiatan

dalam organisasi. Treadway Commission melaporkan bahwa iklim etika

yang kuat dalam organisasi pada semua tingkatan merupakan sesuatu

yang prasyarat bagi terbentuknya tata kelola yang baik. Iklim ini memberikan

kontribusi yang penting bagi efektivitas sistem pengendalian dan kebijakan

perusahaan, dan membantu mempengaruhi perilaku bahkan yang bukan

subyek sistem pengendalian.

Penetapan nilai-nilai etika seringkali sulit karena perlu mempertimbangkan

kepedulian beberapa pihak. Nilai-nilai yang dianut manajemen tertinggi

harus seimbang dengan kepedulian organisasi dan pemegang kepentingan

yang lainnya. Menyeimbangkan kepedulian bisa saja merupakan hal yang

rumit dan membuat frustasi karena beberapa perbedaan kepentingan.

Sebagai contoh, penyediaan produk yang esensial mungkin mengakibatkan

kepedulian berkaitan dengan lingkungan.

Fokus hanya kepada jangka pendek akan berdampak buruk juga hanya

dalam waktu yang pendek. Konsentrasi hanya kepada hasil akhir operasi

(bottom line), yaitu penjualan dan keuntungan sering mengundang aksi

dan reaksi. Tekanan tinggi pada taktik penjualan, negosiasi yg tidak beretika

dapat mengundang reaksi yang seketika.

Perilaku etis dan integritas manajemen merupakan produk budaya organisasi.

Budaya organisasi mencakup standar perilaku dan etika, bagaimana di-

komunikasikan dan bagaimana diterapkan dalam praktik organisasi.

Kebijakan-kebijakan formal secara spesifik menentukan apa yang diinginkan

manajemen. Budaya organisasi menentukan apa yang sesungguhnya

terjadi dan peraturan-peraturan mana yang dipatuhi, dan mana-mana yang

dilanggar. Manajemen tertinggi, memainkan peranan yang penting dalam

menentukan budaya organisasi. Manajemen tertinggi, biasanya adalah

personil yang dominan dalam sebuah organisasi dan secara individu

menentukan nilai-nilai etika.

Page 53: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

47Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

2. Komitmen terhadap Kompetensi

Kompetensi harus mencerminkan pengetahuan dan skill yg diperlukan

untuk mencapai tugas-tugas individual. Bagaimana sebuah penugasan

dapat dilaksanakan dengan baik, memerlukan keputusan manajemen

dengan mempertimbangkan strategi manajemen serta rencana untuk

mencapai tujuan. Seringkali terjadi pertukaran (trade off) antara kompetensi

dengan biaya, yang tidak seharusnya terjadi.

Manajemen perlu untuk menetapkan secara rinci tingkat kompetensi yang

diperlukan untuk pekerjaan tertentu. Rincian tingkat kompetensi tersebut

kemudian diterjemahkan dalam persyaratan pengetahuan dan ketrampilan.

Pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan, pada akhirnya tergantung

pada kecerdasan, pelatihan dan pengalaman individual. Diantara banyak

faktor yang dipertimbangkan dalam mengembangkan tingkat pengetahuan

dan ketrampilan, diantaranya adalah sifat dan tingkat pertimbangan yang

diperlukan pada tugas tertentu. Seringkali terjadi pertukatran (trade off)

antara luasnya pengawasan dengan tingkat kompetensi individual yang

dipersyaratkan.

3. Pengawasan Terhadap Manajemen dan Badan Pengawas (Komite Audit)

Lingkungan pengendalian dan ”tone at the top” secara signifikan dipengaruhi

oleh terdapatnya pengawasan kepada manajemen dan komisi pengawas

(komite audit). Di organisasi berbentuk perusahaan, pengawasan kepada

manajemen dilakukan oleh Dewan Komisaris/Board of Director (BOD).

Dalam bentuk organisasi lainnya akan disebut sebagai Badan Pengawas

atau Komite Pengawas (Oversight Board)

Efektivitas pengawasan terhadap manajemen oleh badan pengawas atau

komite audit, dipengaruhi oleh independensi badan pengawas atau komite

audit terhadap manajemen, pengalaman dan status keanggotaan, luasnya

peran pengawasan, dan ketepatan tindakan-tindakan yang dilakukan. Faktor

lain yang berpengaruh adalah perencanaan atau kinerja, serta interaksi

antara badan pengawas atau komite audit dengan satuan pengawas internal

(SPI) maupun auditor eksternal.

Mengingat pentingnya peranan badan pengawas, maka badan pengawas

harus memiliki status organisasi yang diperlukan, keahlian teknis dan

keahlian lainnya, status pribadi yang tinggi dan pola pikir yang membuat

mereka mampu menjalankan tata kelola, bimbingan dan tanggung jawab.

Kesemua hal tersebut merupakan syarat efektifnya pengendalian internal.

Page 54: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Badan pengawas dirancang untuk siap mengawasi tindakan manajemen,

memberikan pandangan-pandangan alternatif dan harus memiliki keberanian

untuk bertindak pada saat terdapat hal-hal yang menyimpang. Oleh karena

itu, badan pengawas memerlukan pengawas independen. Dalam banyak

hal, staff dan karyawan seringkali bisa saja efektif dan menjadi anggota

badan pengawas yang penting, namun, hal ini memerlukan keseimbangan.

Tidak seperti pada perusahaan besar yang mempunyai cukup reputasi dan

sumber daya, organisasi kecil dan menengah sering mengalami kesulitan

dalam mendapatkan pengawas independen.

4. Filosofi Manajemen dan Gaya Operasi

Filosofi manajemen dan gaya operasi mempengaruhi bagaimana organisasi

dikelola termasuk bagaimana risiko kegiatannya dikelola. Suatu organisasi

yang berhasil mengelola risiko secara signifikan umumnya memiliki

pandangan yang lebih positif terhadap pengendalian internal. Sebaliknya,

organisasi yang gagal umumnya mempunyai pandangan yang skeptis,

yang mengakibatkan posisi organisasi dalam keadaan bahaya.

Organisasi yang dikelola secara informal, mengendalikan operasinya sebagian

besar dengan tatap muka dengan manajer kunci. Organisasi yang lebih

formal mendasarkan pada kebijakan tertulis, indikator kinerja dan laporan.

Elemen lain dari filosofi manajemen dan gaya operasi termasuk perilaku

(attitude) dalam hal pelaporan keuangan, konservatif atau agresif dalam

pemilihan alternatif prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan, konsistensi

dengan estimasi akuntansi, perilaku dalam hal pemrosesan data, fungsi

akuntansi dan personalia.

5. Struktur Organisasi

Struktur organisasi memberikan kerangka kerja bagi terselenggaranya

segala kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan ini

berupa perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemantauan. Kegiatan-

kegiatan tersebut terkait dengan rantai nilai (value chain) sebagai berikut:

kegiatan-kegiatan ke dalam (inbound), operasi atau produksi, pemasaran,

penjualan dan pelayanan. Di samping itu, terdapat pula fungsi-fungsi

pendukung, terkait dengan admiministrasi, personalia dan pengembangan

teknologi.

Aspek penting yang terkait dengan penetapan struktur organisasi yang

relevan termasuk mendefinisikan area-area kunci atas kewenangan dan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik48

Page 55: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

49

tanggung jawab dan penetapan garis pelaporan/komando yang sesuai.

Sebagai contoh, departemen SPI seharusnya memiliki akses yang tidak

terbatas kepada staff senior, tidak secara langsung bertanggungjawab

menyiapkan Laporan Keuangan serta memiliki wewenang cukup untuk

melakukan audit dan menindaklanjuti temuan dan rekomendasinya.

Suatu organisasi mengembangkan struktur organisasi sesuai dengan

kebutuhannya. Beberapa struktur organisasi adalah sentralisasi, beberapa

lainnya desentralisasi. Ada yang memiliki hubungan pelaporan (garis

komando) yang langsung, namun ada juga yang merupakan organisasi

matriks. Beberapa organisasi diorganisasikan menurut industri atau lini

produk, lokasi geografis, distribusi atau jaringan pemasaran. Beberapa

organisasi lainnya termasuk pemerintah daerah atau lembaga nirlaba

diorganisasikan dengan dasar fungsi.

Kesesuaian struktur organisasi tergantung ukuran organisasi dan sifat

kegiatannya. Sebuah struktur organisasi yang rumit, termasuk lini pelaporan

formal dan tanggung jawab, mungkin cocok untuk organisasi yang besar

dengan divisi operasi yang banyak termasuk operasi di luar negeri. Apapun

struktur organisasi suatu entitas, tujuan organisasi akan diorganisasikan

dengan strategi yang dirancang untuk mencapai tujuan tertentu.

6. Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab

Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab diperlukan bagi kelancaran

pelaksanaan kegiatan operasi organisasi. Pendelegasian wewenang dan

tanggung jawab menentukan pola penetapan hubungan pelaporan atau

garis komando, dan otorisasi. Terdapat suatu kondisi operasi dimana

keputusan akan lebih baik dilakukan secara terpusat (sentralisasi), tetapi

sering terjadi pula hal yang sebaliknya, yang memerlukan desentralisasi.

Pendelegasian kewenangan mampu mendorong individu dan tim untuk

mengungkapkan permasalahan yang menyelesaikan masalah, sesuai dengan

batasan yang ditetapkan. Terdapat kecenderungan untuk memberikan ke-

wenangan sampai ke bawah untuk menghasilkan pengambilan keputusan

yang lebih mendekati personil di garis depan. Suatu organisasi mengambil

langkah ini karena untuk menjadi lebih berorientasi pada pasar (market-

driven) atau fokus pada kualitas, sebagai upaya untuk menghilangkan

kesalahan, mengurangi waktu siklus atau meningkatkan kepuasan pemakai

jasa. Untuk menjalankan ini semua, organisasi perlu mengenal dan merespon

pada perubahan prioritas yang disediakan oleh lingkungan dalam bentuk

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 56: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

peluang pasar, hubungan bisnis dan harapan publik. Penyatuan wewenang

dan akuntabilitas seringkali dirancang untuk mendorong kreatifitas individu,

tentu saja masih dalam batas kewenangannya.

Pendelegasian wewenang atau pemberdayaan berarti menyerahkan

pengendalian pusat atas keputusan bisnis tertentu kepada hirarki dalam

struktur organisasi yang lebih rendah, atau kepada personil terdekat dengan

transaksi bisnis atau kegiatan harian. Dalam praktik pendelegasian

kewenangan termasuk pemberdayaan untuk penjualan produk dengan

harga diskon, negosiasi kontrak pengadaan jangka panjang, lisensi/paten

atau join venture/aliansi.

Tantangan dalam pendelegasian kewenangan adalah bahwa organisasi

harus mengawasi bahwa penerimaan risiko didasarkan pada praktik terbaik

untuk mengidentifikasi dan meminimalkan risiko, termasuk mengukur risiko

dan menimbang kerugian potensial di satu sisi dan keuntungan dalam

mencapai keputusan yang baik di lain sisi. Tantangan yang lain adalah

meyakinkan bahwa semua personil memahami tujuan organisasi. Hal yang

sangat penting adalah setiap individu mengetahui bahwa tindakannya

saling berkaitan dan mendukung kepada pencapaian tujuan organisasi.

Pendelegasian yang meningkat kadang merupakan akibat dari perampingan

(streamlining). Perubahan struktur diharapkan untuk mendorong kreatifitas,

inisiatif dan kemampuan untuk bertindak cepat yang dapat meningkatkan

keunggulan kompetitif dan kepuasan pelanggan. Peningkatan pendelegasian

wewenang semacam ini membawa persyaratan kompetensi karyawan

yang lebih tinggi serta akuntabilitas yang lebih besar. Hal ini juga memerlukan

prosedur efektif bagi manajemen untuk memantau hasil-hasilnya. Keputusan-

keputusan yang berasal dari penelaahan pasar dan pemberdayaan, dapat

meningkatkan jumlah keputusan yang tidak diinginkan atau diantisipasi

sebelumnya.

Lingkungan pengendalian sangat dipengaruhi oleh individu dalam mengenal

apa yang menjadi akuntabilitasnya. Hal ini juga berlaku bagi manajemen

tertinggi, yang memiliki tanggung jawab akhir untuk segala kegiatan dalam

organisasi termasuk sistem pengendalian internal.

7. Kebijakan dan Praktik SDM

Praktik SDM membawa pesan kepada karyawan berkaitan dengan tingkatan

integritas, perilaku etis dan kompetensi yang diharapkan. Praktik ini terkait

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik50

Page 57: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

51Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

dengan rekrutmen, orientasi, training, evaluasi, konseling dan promosi,

kompensasi dan tindakan perbaikan (remedial). Sebagai contoh, standar

rekrutmen diterapkan untuk mendapatkan individu terbaik yang menekankan

pada latar belakang pendidikan, pengalaman kerja sebelumnya, prestasi

masa lalu dan bukti perilaku etis dan integritasnya. Standar ini menunjukkan

komitmen organisasi pada orang yang kompeten dan dapat dipercaya.

Praktik-praktik rekrutmen termasuk wawancara formal, presentasi yang

informatif tentang sejarah organisasi, budaya dan gaya operasi, membawa

pesan bahwa organisasi memiliki komitmen tinggi kepada kompetensi

orang-orangnya.

Kebijakan pelatihan yang mengkomunikasikan peran prospektif dan

tanggungjawab termasuk praktik-praktik seperti seminar dan training, simulasi

studi kasus dan latihan role-play, mengilustrasikan level kinerja dan perilaku

yang diharapkan. Rotasi personil dan promosi melalui penilaian kinerja

secara periodik menunjukkan komitmen organisasi pada pengembangan

personil yang memenuhi kualifikasi ke tingkatan tanggung jawab yang lebih

tinggi. Program kompensasi yang kompetitif termasuk insentif bonus

memotivasi dan mendorong kinerja yang prima.

Tindakan disiplin membawa pesan bahwa penyimpangan perilaku tidak

ditoleransi. Adalah sangat penting bagi personil diperlengkapi dengan

tantangan baru, karena organisasi menghadapi perubahan dan seiring

dengan lewatnya waktu, lingkungan organisasi menjadi lebih kompleks.

Kompleksitas lingkungan dipicu oleh perubahan teknologi yang cepat dan

meningkatnya persaingan. Pendidikan dan pelatihan, baik melalui kelas-

kelas, self-study atau on the job training, harus mempersiapkan orang-

orang yang mengantisipasi perubahan lingkungan secara efektif. Selain itu,

pelatihan juga memperkuat kemampuan organisasi untuk melakukan inisiatif

yang berkualitas. Rekrutmen orang-orang yang kompeten dan training saja

sesaat tidak cukup. Proses pendidikan harus dilaksanakan berkelanjutan.

D.Pengukuran Risiko

Keberhasilan dalam mengenali dan mengukur risiko akan dipengaruhi

oleh kekuatan lingkungan pengendalian yang terbentuk. Dalam suatu lingkungan

pengendalian yang kuat, anggota organisasi akan memiliki kesadaran akan

risiko yang tinggi. Demikian pula sebaliknya, kesadaran risiko diantara anggota

organisasi akan rendah dalam organisasi dengan lingkungan pengendalian

yang lemah.

Page 58: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Perubahan di lingkungan organisasi yang semakin cepat, meng-

akibatkan kebutuhan akan tata kelola yang kuat (strong corporate governance)

dan pengelolaan risiko bagi banyak organisasi juga menjadi semakin besar.

Untuk mempertahankan keberadaanya, para pengelola organisasi semakin

dituntut untuk dapat mengenali dan mengelola risiko-risiko kegiatan yang

dihadapinya hingga ke tingkat yang dapat diterima. Diyakini bahwa tujuan

pengelolaan risiko umumnya adalah untuk memaksimalkan nilai kegiatan,

atau jika di perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang

saham.

Awalnya, pengelolaan risiko atau risk management dikembangkan

untuk perusahaan yang bergerak di sektor keuangan. Oleh karena itu, istilah

dan metodologi kerjannya kebanyakan berorientasi sektor keuangan. Akan

tetapi, seiring dengan semakin berkembangnya topik manajemen risiko,

maka tidak hanya literatur yang berkembang tetapi juga profesi yang khusus

untuk manajemen risiko ini juga berkembang. Perkembangannya tidak hanya

meluas ke sektor riil, tetapi bahkan pada lingkungan organisasi nirlaba seperti

pemerintahan.

Manajemen risiko pada saat ini, telah menjadi disiplin tersendiri. Modul

ini menyediakan bab tersendiri untuk membahas manajemen risiko. Akan

tetapi, agar pembahasan kerangka kerja pengendalian COSO tetap runtut,

pada sesi-sesi berikut akan diberikan bahasan untuk memenuhi relevansi

pembahasan kerangka kerja pengendalian COSO tersebut.

1. Definisi Risiko

Committtee on Sponsoring Organization (COSO) mendefinisikan risiko

sebagai suatu kejadian yang mempunyai dampak negatif atau merugikan

perusahaan/organisasi. Pengertian ini dikontraskan dengan kejadian yang

memiliki dampak positif yang akan menghambat terjadinya dampak negatif

dan menimbulkan suatu peluang. Karena pengembangan manajemen risiko

berawal dari sektor keuangan, risiko sangat mungkin akan dipersamakan

dengan ketidakpastian (uncertainty) yang melingkupi suatu transaksi.

2. Metode Penilaian Risiko

Terdapat berbagai metode yang biasa digunakan dalam penilaian risiko.

Dua metode yang paling sering dibahas adalah metode Objectives, Risks,

Controls, and Action Plan (ORCA) dan metode Bussiness Risk Management

Process (BRMP).

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik52

Page 59: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

53

a. Objectives, Risks, Controls, and Action Plan (ORCA)

Pendekatan penilaian dengan metode ini dimulai dengan mengetahui

tujuan organisasi. Setelah itu berturut-turut harus dilakukan identifikasi

risiko-risiko yang mungkin timbul, pengendalian yang ada, serta rancang

tindak yang dibutuhkan untuk mengantisipasi risiko yang mungkin masih

ada yang tidak dapat dihilangkan oleh pengendalian yang ada.

b. Bussiness Risk Management Process (BRMP)

BRMP adalah aplikasi yang berorientasi kepada kejadian nyata untuk

menemukan persoalan yang ada dan usaha-usaha untuk peningkatan

kinerja. Dengan proses demikian, maka secara umum produktivitas dan

efisiensi seluruh organisasi diharapkan dapat meningkat.

Dalam metode ini, seluruh anggota organisasi bekerja bersama-sama

yang dipandu oleh seorang ahli untuk menganalisa, dalam cakupan

kerangka pengendalian, kelemahan/kekuatan yang mempengaruhi

kemampuan mereka untuk mencapai tujuan organisasi serta memutuskan

tindakan yang diperlukan.

3. Tahapan Penilaian Risiko

Terlepas dari kerangka kerja yang digunakan dalam penilaian risiko,

tahapan yang umum dalam melaksanakan penilaian risiko adalah:

a. Pemahaman Tujuan

Pemahaman akan tujuan merupakan kunci kegiatan penilaian risiko

yang utama. Seseorang yang memahami dengan benar tujuan suatu

kegiatan atau tujuan organisasi, akan mudah untuk memperkirakan

kendala pencapaiannya dan pengendalian yang diperlukan. Beberapa

persyaratan agar tujuan dapat efektif dicapai, dengan tingkat efisiensi

yang tinggi, misalnya adalah:

i. Formulasi Tujuan – penetapan tujuan harus memenuhi persyaratan

SMART, yaitu:

• Specific

• Measurable

• Attainable

• Realistic

• Timeframe

ii. Kesepakatan Bersama

iii. Sosialisasi Tujuan

iv. Sinkronisasi Tujuan Unit dan Tujuan Organisasi

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 60: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

b. Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko adalah tahapan untuk mengidentifikasikan apa, kenapa,

dan bagaimana suatu risiko bisa terjadi. Beberapa pertanyaan yang

dapat digunakan dalam memahami risiko adalah sebagai berikut:

i. Kesalahan apa yang dapat terjadi ?

ii. Dimana dan bagaimana kita akan dapat mengalami kegagalan ?

iii. Apa yang perlu diperhatikan agar kita berhasil ?

iv. Dimana kelemahan kita ?

v. Aset apa yang perlu dilindungi dan diamankan ?

vi. Apakah ada alternatif penggunaan lain untuk aset yang kita miliki

vii. Dan sebagainya.

c. Pengukuran Risiko

Pengukuran risiko adalah tahapan kegiatan untuk mengukur risiko.

Pengukuran umumnya menggunakan diagram 2 (dua) sumbu yang

mengukur risiko dari sisi dampak, dan dari sisi peluang keterjadian

suatu risiko. Dampak akan mengukur seberapa besar dampak/akibat

yang bisa dihasilkan sebagai akibat dari terjadinya suatu risiko. Peluang

keterjadian akan dinyatakan sebagai probabilitas atau kemungkinan

terjadinya risiko. Hasil dari penilaian berdasarkan kedua dimensi tadi,

maka manajemen bisa melakukan pemetaan risiko (risk mapping) yang

dapat mengkategorikan risiko tadi menjadi risiko yang besar dampaknya

dan sering terjadi, risiko yang besar dampaknya namun tidak sering

terjadi, risiko yang kecil dampaknya namun sering terjadi, dan risiko

yang kecil dampaknya dan jarang terjadi.

Agar pengukuran dapat dilaksanakan dengan lebih mudah, biasanya

dilakukan suatu analisa atas paparan risiko yang mungkin dapat dialami

oleh organisasi. Terdapat berbagai pendekatan yang dapat digunakan

dalam menganalisa risiko. Masing-masing pendekatan mengklasifikasikan

risiko berdasarkan ciri-ciri tertentu, sehingga proses penilaian dapat

dilaksanakan secara sistematis, dan menghindarkan dari terdapatnya

peluang bahwa akan terdapat risiko yang terlewat. Berikut ini diberikan

contoh penganalisaan berdasarkan penggolongan risiko menjadi 3 jenis

risiko, yaitu:

i. Paparan (Eksposure) – risiko paparan umumnya dibahas pada jenis-

jenis aset yang karena sifatnya membawa risiko melekat yang tersendiri.

• Kas dan Surat Berharga – karena sifatnya yang mudah dibawa

dan bernilai, maka mudah digelapkan dan memberikan insentif

orang untuk melakukan pemalsuan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik54

Page 61: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

55Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

• Aktiva Tetap dan Peralatan – seringkali memiliki kegunaan ganda,

seperti mobil, telepon dan peralatan. Jenis aset ini umumnya

menjadi obyek penggunaan pribadi, yang tidak terkait dengan

kepentingan organisasi.

• Sumber Daya Manusia – merupakan aset organisasi yang paling

sukar dikendalikan, sehingga tingkat produktivitasnya tidak mudah

untuk distandarisasi dan diukur.

• Aktiva tak Berwujud – merupakan aset organisasi yang sangat

rentan risiko. Reputasi yang dibangun bertahun-tahun, akan mudah

sekali hilang hanya karena kesalahan kecil yang mungkin terjadi

karena ketidaksengajaan.

ii. Ancaman (Threat) – Jenis risiko ini adalah risiko yang melingkupi

suatu proses atau kegiatan. Hasil dan dampak kegiatan mungkin

tidak seperti yang direncanakan karena terdapatnya kendala atau

hambatan oleh karena:

• Keterlambatan

• Kecelakaan

• Kecurangan

• Kesalahan

• Penundaan

• Pemogokan

• Pemborosan, dst

iii. Perubahan Lingkungan (Environment) – adalah risiko yang timbul

akibat kejadian di sekitar organisasi. Daya tawar dan kemampuan

organisasi dapat menurun akibat perubahan yang diakibatkan oleh:

• Alam

• Kondisi Ekonomi

• Peraturan

• Persaingan

• Pelanggan

• Mitra Usaha

• Serikat Pekerja

• Teknologi

d. Prioritas Risiko

Pada dasarnya hasil pengukuran risiko akan menghasilkan profil risiko

yang menggolongkan risiko ke dalam risiko yang tinggi, risiko medium

dan risiko rendah. Di dalam menentukan urutan prioritas mengenai

Page 62: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik56

risiko mana yang memerlukan perhatian lebih besar dari manajemen,

tentunya akan berangkat dari risiko yang dikategorikan tinggi lebih

dahulu, baru risiko yang medium dan terakhir adalah risiko yang rendah.

e. Pengelolaan Risiko

Adalah suatu keputusan yang akan diambil terhadap risiko-risiko yang

sudah diprioritaskan, seperti apakah suatu risiko akan dikontrol, ditransfer,

dihindari, dan sebagainya. Manajemen risiko, pada hakekatnya adalah

proses penentuan suatu kerangka pengelolaan risiko (risk framework)

guna mendukung Kesadaran (awareness) dan komunikasi tentang risiko

dan koordinasi tindakan preventif atau mengurangi risiko. Perlu dipahami

bahwa tidak ada kerangka kerja yang sempurna yang bisa diterapkan

untuk semua organisasi.

Supaya efektif, dalam mengimplementasi manajemen risiko ini, ada

beberapa pertanyaan mendasar yang ditujukan kepada manajemen

yang harus dapat dijawab:

i. Apakah manajemen memiliki pemahaman yang sama terhadap risiko

dan manajemen risiko?

ii. Apakah manajemen memiliki informasi yang membantu dalam

pembentukan kompetensi direksi tentang manajemen risiko?

iii. Apakah manajemen memiliki informasi memadai untuk membuat

keputusan tentang penerimaan risiko (risk acceptance)?

iv. Apakah manajemen memberikan kontribusi dalam peningkatan nilai

organisasi melalui penetapan dan implementasi strategi manajemen

risiko yang tepat?

Price Waterhouse Cooper melalui survainya yang dilaksanakan pada

November 2002, memperkenalkan ”International Best Practices in Risk

Management” yang dibagi ke dalam 10 bagian, yaitu antara lain:

i. Perhatian pada keseluruhan risiko.

ii. Risiko diidentifikasi, dinilai dan dilaporkan.

iii. Kesadaran akan risiko mengakar dalam organisasi.

iv. Mengelola risiko adalah kewajiban semua orang.

v. Manajer risiko memiliki pengaruh.

vi. Menghindarkan kegiatan dan produk yang tidak dikenali organisasi.

vii. Menerima ketidakpastian sebagai fakta kegiatan.

viii.Manajer risiko dipantau.

ix. Pengelolaan risiko mendatangkan nilai.

x. Budaya risiko didefinisikan dan dipelihara.

Page 63: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

57Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

E. Aktivitas Pengendalian

Aktivitas Pengendalian adalah segala kebijakan dan prosedur untuk

meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko benar-

benar dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Efektivitas

aktivitas pengendalian akan tergantung dari ketepatan dalam mengidentifikasi

dan mengukur risiko yang dilakukan organisasi.

1. Ciri Pengendalian

Diyakini bahwa pengendalian adalah unik bagi suatu organisasi. Oleh karena

itu, rancangannya harus disesuaikan dengan ciri kegiatan yang hendak

diberikan unsur pengendalian. Agar suatu kegiatan pengendalian efektif,

dan dapat dilaksanakan efisien sehingga tidak justru membebani tujuan,

beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah:

a. Ketepatan (appropriateness) – pengendalian harus menjadi pengendalian

yang tepat pada tempat yang tepat terkait dengan risiko yang hendak

dikelola.

b. Berfungsi secara konsisten (function consistently) – meskipun tidak harus

menjadi suatu prosedur yang kaku, pengendalian harus konsisten dan

tidak membedakan peristiwa sejenis dengan perlakuan yang berbeda.

c. Hemat (cost effective) – Harus diyakinkan bahwa tambahan biaya akibat

penerapan pengendalian tidak lebih besar dan tambahan manfaat yang

diperoleh.

d. Lengkap (comprehensive) – Pengendalian harus membahas seluruh

transaksi secara lengkap. Tidak boleh terjadi bahwa pengendalian yang

ada hanya memindahkan atau menunda risiko ke lain tempat atau lain

waktu.

2. Contoh Pengendalian

Manajemen organisasi dapat merancang pengendalian yang paling tepat

dengan ciri kegiatannya dengan memilih dan mengkombinasikan satu

atau beberapa kegiatan dan prosedur pengendalian. Beberapa prosedur

pengendalian yang dapat dipilih adalah:

a. Otorisasi dan Persetujuan (Authorization and Approval)

Otorisasi dan persetujuan akan menghindarkan organisasi melaksanakan

transaksi yang tidak bermuara pada kepentingan organisasi. Agar efektif,

otorisasi dan persetujuan harus :

i. Dilaksanakan hanya oleh mereka yang bertindak dalam ruang lingkup

kewenangannya.

Page 64: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

ii. Dilaksanakan untuk meyakinkan bahwa transaksi dan kejadian yang

dilaksanakan adalah sah.

iii. Sesuai dengan persyaratan kewenangan.

b. Pemisahan Fungsi

Pemisahan fungsi adalah metode yang terpenting untuk menghindarkan

penumpukan kewenangan. Melalui pemisahaan fungsi seseorang tidak

diijinkan untuk melaksanakan suatu transaksi dari awal hingga akhir

tanpa keterlibatan personil yang lain. Pemisahan fungsi, umumnya:

i. Menghindarkan kesalahan dan tindakan menyimpang,

ii. Mendorong pengecekan dan keseimbangan,

iii. Mengurangi atau menghindarkan kolusi,

iv. Kurang cocok untuk organisasi kecil dengan transaksi sederhana.

c. Verifikasi

Verifikasi atas proses dan aset harus dilaksanakan sebelum dan sesudah

transaksi dilakukan.

d. Pengakuran (Rekonsiliasi)

Berbagai pengakuran harus dilakukan secara teratur dengan meng-

gunakan dokumen-dokumen yang tepat. Proses pengakuran juga harus

dilaksanakan oleh mereka yang independen terhadap transaksi tersebut.

e. Reviu Kinerja

Organisasi harus menetapkan serangkaian standar untuk pengukuran

kinerja. Berdasarkan standar tersebut, kinerja setiap aktivitas, operasi

dan proses harus direviu secara berkala untuk menilai efisiensi dan

efektivitasnya.

f. Supervisi

Supervisi yang tepat akan dapat mendorong pencapaian tujuan pe-

ngendalian internal. Supervisi harus meliputi tindakan-tindakan untuk:

i. Menjelaskan penugasan dan tanggung jawab.

ii. Pemeriksaan hasil pekerjaan individu-individu dalam tim kerja, dan

iii. Pemberian persetujuan pada bagian yang terpenting dan berisiko

tinggi dari alur pekerjaan.

3. Karakter Pengendalian

Aktivitas pengendalian dapat diklasifikasikan menjadi dua karakter, yaitu

pengendalian berkarakter keras dan pengendalian berkarakter lunak.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik58

Page 65: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

59Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Pengendalian dengan karakter yang keras umumnya dipakai oleh organisasi-

organisasi yang berstruktur sederhana dengan kompetensi personil yang

tidak terlalu tinggi. Sementara pengendalian dengan karakter yang lunak

lebih banyak dipakai oleh organisasi dengan struktur yang lebih rumit yang

mengandalkan kompetensi personil yang relatif tinggi.

a. Pengendalian Berkarakter Keras (Hard Control)

Pengendalian berkarakter keras umumnya berupa sarana, kelengkapan,

pengaturan kewenangan dan tanggung jawab organisasi yang diperguna-

kan dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan.

Contoh dari pengendalian berkarakter keras misalnya adalah:

i. Kebijakan/Prosedur

ii. Struktur Organisasi

iii. Birokrasi

iv. Pengambilan Keputusan yang terpusat

b. Pengendalian Berkarakter Lunak (Soft Control)

Pengendalian berkarakter lunak umumnya berupa ketrampilan (skill),

perilaku, nilai dan suasana yang terdapat pada individu dan kemampuan

komunikasi personal antar individu dalam organisasi. Contoh dari

pemanfaatan pengendalian berkarakter lunak adalah:

i. Kompetensi

ii. Kepercayaan

iii. Kebersamaan Nilai

iv. Kepemimpinan yang kuat

v. Ekspetasi yang tinggi

vi. Keterbukaan

vii. Standar Etika yang tinggi

F. Sistem Informasi dan Komunikasi

Sistem informasi dan komunikasi adalah sistem yang digunakan

organisasi untuk mengenali, mendapatkan dan mempertukarkan informasi

lintas waktu dan tempat dan dalam bentuk yang memungkinkan orang untuk

melaksanakan tanggung jawab mereka.

Sistem informasi mungkin akan mencakup sistem untuk pelaporan-

pelaporan operasional, keuangan dan ketaatan. Sistem pelaporan operasional

umumnya akan meliputi berbagai metode yang digunakan untuk menjadwalkan,

melaksanakan dan memantau kegiatan dan aktivitas organisasi. Pelaporan

keuangan umumnya dilakukan melalui rancangan sistem akuntansi.

Page 66: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Sistem akuntansi merupakan sistem pencatatan yang terdiri atas

rancangan struktur, metode, alat, cara, prosedur dan catatan yang dibangun

untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi organisasi

dan untuk memelihara akuntabiltas aset, utang dan ekuitas. Pelaporan ketaatan

mungkin akan memanfaatkan suatu prosedur pengendalian tersendiri atau

akan terbentuk bersama-sama dengan sistem pemantauan operasional atau

sistem akuntansi.

Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran

dan tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian internal terhadap

pelaporan keuangan. Sistem ini tidak hanya berkaitan dengan data yang terdapat

secara internal, akan tetapi juga informasi tentang kejadian, aktivitas dan kondisi

eksternal yang diperlukan bagi pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal

yang baik.

Komunikasi yang efektif juga harus terjadi dalam konteks yang luas,

mengalir ke bawah, ke atas dan lateral dalam organisasi. Seluruh anggota

organisasi harus mendapatkan pesan yang jelas dari manajemen tertinggi

bahwa tanggung jawab atas pengendalian harus ditunaikan secara bersungguh-

sungguh.

Sistem informasi dan komunikasi harus memungkinkan setiap orang

untuk memahami perannya dalam sistem pengendalian internal, sebagaimana

mereka memahami bagaimana aktivitas perseorangan terkait dengan pekerjaan

orang lain. Personil harus memiliki alat untuk mengkomunikasikan informasi

yang signifikan ke atas.

Diperlukan juga alat dan metode komunikasi dengan pihak eksternal,

seperti pemakai jasa, badan pengatur dan pihak terkait lainnya.

G. Pemantauan

Sistem pengendalian internal perlu dinilai efektivitasnya. Penilaian

efektivitas tersebut dapat dicapai melalui usaha-usaha pemantauan, yang

dapat dilakukan melalui aktivitas pemantauan yang melekat pada proses,

penilaian independen ataupun kombinasi dari keduanya. Pemantauan yang

melekat pada proses akan terjadi secara otomatis seiring dengan pelaksanaan

operasi. Termasuk di dalamnya adalah aktivitas pengawasan yang dilakukan

secara reguler oleh manajemen, dan jenis tindakan lain dari setiap personil

yang melaksanakan kewajiban penugasannya. Ruang lingkup dan kerapatan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik60

Page 67: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

61

penilaian tergantung utamanya pada hasil-hasil penilaian risiko dan efektivitas

prosedur pemantauan melekat. Kelemahan pengendalian harus dilaporkan

ke atas, dan jika mengenai hal-hal yang sangat serius harus dilaporkan kepada

manajemen tertinggi dan badan pengawas.

Pemantauan (monitoring) pada hakekatnya adalah proses menilai

kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan mencakup

penentuan disain dan operasi pengendalian yang tepat waktu dan pengambilan

tindakan koreksi. Hasil-hasil pemantauan digunakan oleh manajemen organisasi

untuk membuat perubahan atas pengendalian internal yang diperlukan agar

sistem menjadi dinamis, dan mampu mengantisipasi perubahan sesuai tuntutan

kondisi.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 68: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Halaman ini sengaja dikosongkan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik62

Page 69: Sistem Pengendalian Internal

63

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:

• Menjelaskan cara pandang instansi pemerintah terhadap pengendalian,

• Menjelaskan pembentukan dan peran lingkungan pengendalian terhadap

struktur kegiatan, penetapan tujuan dan penilaian risiko organisasi,

serta komponen pembentuknya,

• Menjelaskan pengaruh pengukuran risiko atas kekuatan pengendalian

yang terbentuk, serta metodologinya,

• Menjelaskan mekanisme aktivitas pengendalian, ciri-ciri, contoh dan

karakternya.

• Menjelaskan cakupan sistem informasi dan komunikasi dalam organisasi

dan perannya dalam membentuk pengendalian,

• Menjelaskan peran pemantauan dalam pengembangan sistem

pengendalian dalam organisasi

A.Pendahuluan

Di samping momentum bahwa krisis ekonomi selalu membawa dampak

lebih besar pada dunia usaha, juga karena luasan ruang lingkup yang lebih

bebas telah membawa akibat bahwa perkembangan disiplin pengelolaan

organisasi dalam lingkungan organisasi yang berorientasi laba terlihat lebih

menonjol. Akan tetapi, kebutuhan pengembangannya di lingkungan organisasi

nirlaba sebagaimana organisasi pemerintahan tidak kurang pentingnya. Sejarah

bahkan mencatat bahwa tonggak-tonggak penerapan teori manajemen pada

awalnya bukan di lingkungan dunia usaha, tetapi justru terjadi di lingkungan

organisasi nirlaba dan pemerintahan.

Frederick Winslow Taylor, penemu dan bapak Scientific Management

tidak mencontohkan operasi badan usaha sebagai gambaran sempurna operasi

scientific management. Dia justru menggunakan operasi klinik Mayo yang

nirlaba dalam presentasi di depan Kongres Amerika Serikat yang menghentak

dan menyadarkan Amerika akan fungsi manajemen.

Demikian pula dengan pengertian yang sekarang terdapat dalam sebutan

manajer (manager), pertama kali juga tidak digunakan di lingkungan perusahaan,

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

InternalSistem Pengendalian

4Bab

PemerintahanPengendalian InternalDalam

Page 70: Sistem Pengendalian Internal

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik64

tetapi justru di pemerintahan. Kata manager pertama kali digunakan bersandingan

dalam frase City Manager dalam pemerintahan di Amerika Serikat. Kesadaran

dan penerapan secara sistematik prinsip-prinsip manajemen juga digunakan

pertama kali di lingkungan pemerintahan. Adalah Elihu Root, menteri pertahanan

(secretary of war) pada masa Theodore Roosevelt yang menggunakannya

dalam reorganisasi angkatan bersenjata.

Kongres Manajemen yang pertama kali dilaksanakan di Praha pada

tahun 1922 juga digagas bukan oleh mereka yang berada di lingkungan organisasi

perusahaan. Kongres ini digagas dan diselenggarakan oleh Herbert Hoover,

yang kemudian menjadi menteri perdagangan Amerika Serikat dan Thomas

Masaryk, sejarahwan terkenal, pendiri dan presiden Republik Chekoslowakia.

Konsep bahwa prinsip manajemen dapat diterapkan baik dalam

organisasi bertujuan laba atau nirlaba digunakan oleh Mary Parker Follet yang

berkarya pada masa-masa awal perkembangan disiplin manajemen. Dia selalu

menggunakan frase manajemen organisasi dan merujuk perusahaan dan

organisasi nirlaba di mana konsep manajemen yang sama diterapkan dengan

cara yang sama.

Hal yang kemudian menyebabkan perkembangan disiplin manajemen

di dunia usaha lebih pesat adalah berlangsungnya depresi besar pada tahun

1929. Agar tidak kacau dengan pengembangan disiplin manajemen dilingkungan

perusahaan yang memiliki karakter organisasi yang tertentu, manajemen di

lingkungan pemerintahan dipisahkan, dan dipelajari secara tersendiri dalam

disiplin yang kemudian disebut sebagai administrasi publik (public administration).

Akan tetapi perkembangan pemikiran kemudian tentang efisiensi dan efektivitas

produksi dan pergeseran penguasaan sumber-sumber daya telah mengaburkan

batas antara barang dan jasa publik dengan barang dan jasa privasi. Pengelolaan

organisasi pemerintahan kembali diarahkan menyerupai pengelolaan organisasi

bertujuan laba. Prinsip-prinsip pengorganisasian dan pengendalian dunia

usaha, banyak diadaptasikan dan diterapkan dalam lingkungan pemerintahan.

Dalam sesi-sesi berikut akan dipaparkan latar belakang serta model penerapan

pengendalian di lingkungan pemerintahan.

B.Perubahan Lingkungan Unit Pemerintahan

Dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan, sebagaimana juga

pelaksanaan kegiatan yang lain, terkandung berbagai ketidakpastian yang

akan berpengaruh pada efisiensi proses kegiatan tersebut serta efektivitas

InternalSistem Pengendalian

Page 71: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

65

hasilnya. Untuk meyakinkan bahwa sebagian besar ketidakpastian diper-

hitungkan pengaruhnya pada hasil akhir kegiatan, sehingga dapat dirancang

antisipasi dampaknya, perlu dilakukan identifikasi dan penilaian (assessment)

terhadap ketidakpastian tersebut. Keberhasilan mengenali dan mengukur

besaran ketidakpastian tersebut, akan memungkinkan manajemen pemerintahan

daerah untuk memilih berbagai aktivitas pengendalian dalam rangka pengelolaan

kegiatan dan risiko serta pemilihan metode tata kelola yang tepat yang mampu

meyakinkan dapat dikendalikannya proses, dan diperolehnya hasil kegiatan

seperti yang diinginkan.

Pengendalian merupakan alat untuk meyakinkan kinerja. Di lingkungan

pemerintahan, kecukupan pengendalian untuk mencapai tujuan penyelenggaraan

bidang pemerintahan cukup lama terabaikan. Berlimpahnya sumber daya alam

telah melenakan seluruh bangsa Indonesia untuk membiarkan pengendalian

hanya cukup untuk menjaga pengelolaan aset pemerintah dari kehilangan

dan kecurangan, tetapi tidak mampu meyakinkan dapat dicapainya tujuan

pemerintahan

Meskipun disadari bahwa investasi pemerintah tidak seluruhnya

dilakukan dalam aset yang menghasilkan pendapatan. Pemerintah meng-

investasikan dana yang besar dalam bentuk aset yang tidak secara langsung

menghasilkan pendapatan bagi pemerintah, seperti gedung perkantoran,

jembatan, jalan, taman, dan kawasan reservasi. Akan tetapi, pada banyak

jenis jasa dan pelayanan, unit pemerintahan berkompetisi langsung dengan

swasta.

Terdapat beberapa alasan mengapa unit pemerintahan harus ikut

berbenah dalam pengelolaan dan pengendalian organisasinya menuju

pengelolaan yang lebih menunjukkan produktivitas. Beberapa hal dapat

dipaparkan sebagai berikut.

1. Dari Sumber Daya Alam ke Pajak

Hingga menjelang tahun 2000, pembangunan di Indonesia sebagian besar

dibiayai dari hasil alam. Penerimaan dari pengelolaan dan penjualan hasil

hutan, eksplorasi tambang terutama minyak bumi dan gas alam, mendominasi

penerimaan dalam APBN sejak awal kemerdekaan hingga periode tersebut.

Bahkan booming dari penerimaan minyak sempat membuat perekonomian

Indonesia untuk tumbuh secara konsisten pada tingkat 7% per tahun, dan

menempatkan Indonesia sebagai negara berkembang yang siap tinggal

landas menuju negara maju.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 72: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Keterbatasan pembaharuan sumber daya alam, dan pertumbuhan jumlah

dan kebutuhan masyarakat, menyebabkan peran besar pemerintah

tidak lagi dapat dipertahankan. Dengan berjalannya waktu, pembiayaan

pembangunan semakin bergeser ke arah pajak yang dipungut dari

masyarakat.

Beberapa tahun ini, produksi minyak bumi hanya berkisar antara 1,3 juta

barrel sehari senilai Rp. 181,13 Trilyun, terdiri atas perolehan bagi hasil

Rp. 139,9 Trilyun dan PPh Migas Rp. 41,24 Trilyun. Jumlah sumbangan

primadona ekonomi masa lalu tersebut terhadap RAPBN 2007 yang

berjumlah Rp. 763,57 Trilyun, hanya tinggal sekitar 23,72%. Penerimaan

dari sumber daya alam non migas dalam APBN 2007, juga telah merosot

menjadi Rp. 6.364,2 Trilyun atau hanya sekitar 0,83%

Peran APBN pun mengalami perubahan arah. Dengan total Produk Domestik

Bruto (PDB) yang diperkirakan mencapai sekitar Rp. 3.531.087 triliun, peran

RAPBN tahun 2007, hanya merupakan 21,62% dari seluruh perekonomian

negara. Belanja negara tidak dapat lagi berperan sebagai penggerak

ekonomi yang utama.

Pada masa sekarang dan mendatang, perekonomian negara adalah milik

masyarakat yang mengendalikan sekitar 78,389% ekonomi. Penerimaan

dalam RAPBN pun disumbang sebagian terbesar oleh penerimaan perpajakan

yang rasionya terhadap PDB cenderung untuk terus meningkat dari 13%

pada tahun 2001 dan menjadi 14,43 pada tahun 2007. Pada tahun 2007,

penerimaan pajak adalah Rp. 509,46 Triliun atau 66,72% dari keseluruhan

penerimaan dalam negeri yang tercatat dalam RAPBN.

Meningkatnya peran masyarakat dalam pembangunan dan pembiayaan

APBN mendorong kebutuhan akuntabilitas kinerja pemerintah yang lebih

baik. Masyarakat akan menuntut bentuk-bentuk stimulus yang harus

diberikan pemerintah agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam

mensejahterakan seluruh masyarakat.

2. Dari Ekonomi Terencana ke Ekonomi Pasar

Peran besar pemerintah dalam pembangunan telah meletakkan kondisi

yang berkecenderungan mengarahkan mekanisme produksi terencana

melalui adopsi ekonomi terencana. Pergeseran peran kepada masyarakat

telah mengubah orientasi ekonomi lebih condong pada adopsi ekonomi

pasar. Pengukuran kinerja yang obyektif dan diterima umum terhadap

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik66

Page 73: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

67

penyelenggaraan bidang-bidang pemerintahan harus diyakinkan guna

mendapatkan proses alokasikan sumber-sumber daya ekonomi yang langka

yang menjamin efisiensi ekonomi pasar.

Dalam ekonomi pasar, keberadaan institusi pemerintah utamanya diarahkan

pada penyediaan barang dan jasa publik yang tidak dapat diserahkan ke

pasar. Akan tetapi kenyataan bahwa masyarakat bersedia membayar lebih

pada jasa-jasa pelayanan pendidikan kesehatan dan infrastruktur seperti

jalan tol. Dampaknya, terjadi pergeseran penggolongan yang mengubah

barang dan jasa yang merupakan barang dan jasa publik menjadi barang

dan jasa komersial.

Kecenderungan ini mengarahkan pada suatu kondisi di mana kinerja unit-

unit pemerintahan akan diperbandingkan dengan kinerja perusahaan

swasta. Diperlukan paradigma pengelolaan dan pengendalian kegiatan

bidang pemerintahan yang baru, untuk meyakinkan bahwa kinerja unit

pemerintahan dapat seiring kualitasnya dengan kinerja kegiatan yang sama

yang diselenggarakan oleh swasta.

3. Dari Informasi Internal ke Informasi Eksternal

Pada masa lalu, kegiatan pemerintahan beserta pelaporannya merupakan

informasi internal yang hanya digunakan oleh mereka yang terlibat langsung

dengan pembangunan yang jumlahnya sangat terbatas. Mereka ini umumnya

adalah pejabat dalam pemerintahan. Sebagai informasi yang bersifat

internal, penggunaan istilah dan parameter khusus dalam informasi keuangan

pemerintah, tidak menimbulkan masalah sama sekali.

Hal pertama yang dapat diduga dari perubahan peta perekonomian Indonesia

dari masa ke masa adalah perubahan kebutuhan informasi tentang kegiatan

dan keuangan negara oleh masyarakat. Sekarang, informasi terhadap

pelaksanaan kegiatan pemerintahan harus dapat dimengerti oleh seluruh

lapisan masyarakat, yang semakin rasa memiliki atas sumber daya negara.

Penerapan sistem pelaporan sebagai bagian dari pengendalian internal

yang mengiringi setiap transaksi pemerintahan merupakan keharusan.

Pengesahan Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan jawaban yang

penerapannya tidak dapat ditunda lagi. Pada saatnya, setiap unit operasional

pemerintah sampai yang terkecil, harus memiliki sendiri unit akuntansi

yang pada masa lalu dipusatkan pada biro keuangan departemen atau

sekretariat daerah.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 74: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik68

4. Dari Administrasi ke Pengelolaan

Daya dukung alam yang terbatas terhadap kebutuhan manusia yang tidak

terbatas, semakin disadari di semua belahan dunia, tak terkecuali Indonesia.

Secara umum telah terjadi peningkatan kesadaran untuk menggunakan

sumber daya ekonomi yang langka secara lebih efisien.

Bagi institusi pemerintahan yang bekerja berdasarkan anggaran, usaha

efisiensi merupakan salah satu cara termudah untuk mencapai cakupan

kegiatan yang lebih luas. Meningkatkan efisiensi akan lebih mudah dilakukan

dari pada mengajukan tambahan anggaran yang harus mendapatkan

persetujuan melalui dewan perwakilan.

Jika pengelolaan pemerintahan pada masa lalu dititikberatkan hanya pada

pengamanan sumber daya, maka sekarang pada penggunaan secara lebih

efisien dan efektif sumber daya. Agar pengelolaan terhadap sumber daya

dapat dilakukan secara lebih efisien dan efektif, keputusan-keputusan

pengelolaannya harus dilandasi oleh prinsip-prinsip pengorganisasian dan

pengendalian yang terpercaya.

Perubahan lingkungan di sekitar unit pemerintahan yang terus mengarah

kepada perencanaan yang mendasarkan pada kekuatan pasar menambah

kerumitan pengelolaan organisasi pemerintahan. Sebagaimana kecenderungan

yang terjadi di lingkungan dunia usaha, penerapan pengendalian internal di

lingkungan pemerintahan akan sampai pada perubahan dari sesuatu yang

sukarela menjadi sesuatu yang akan diwajibkan. Kewajiban menerapkan

pengendalian ini sangat mungkin akan berupa suatu sistem yang diatur

dalam satu produk peraturan, ataupun unsur-unsur pengendalian yang diatur

dalam banyak produk peraturan.

C.Sistem Pengendalian Internal Pemerintah

Dalam lingkungan pemerintahan yang karakter pengorganisasiannya

berstruktur birokrasi, sebutan yang sering digunakan adalah Sistem Pengendalian

Internal. Sebutan ini dapat disetarakan dengan sebutan Sistem Pengendalian

Manajemen yang digunakan untuk merujuk Pengawasan Melekat pada masa-

masa sebelum secara formal pemerintah mengadaptasikan Pengendalian

Internal untuk mengelola kegiatan dan operasi pemerintahan.

a. Tujuan Pengendalian Internal Pemerintah

Tujuan penerapan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan

Page 75: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

69

adalah untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,

transparan, dan akuntabel. Presiden, menteri/pimpinan lembaga, gubernur,

dan bupati/walikota melakukan harus menyelenggarakan kegiatan

pemerintahan dengan berpedoman pada sistem pengendalian internal

pemerintah yang telah ditetapkan, untuk mencapai tujuan-tujuan: (a).

memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan

efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, (b).

keandalan pelaporan keuangan, (c). pengamanan aset negara, dan (d).

ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku

b. Unsur Sistem Pengendalian Internal Pemerintah

Pengendalian internal di lingkungan pemerintah dilaksanakan dalam bentuk

sistem. Sistem pengendalian ini menyatu serta menjadi bagian integral

dan kegiatan instansi pemerintah. Sistem pengendalian internal pemerintah

terdiri dan unsur lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan

pengendalian, informasi dan komunikasi dan pemantauan.

c. Mekanisme Pengendalian Internal Pemerintah

Disebut dengan sebutan pengendalian internal, landasan pemikiran yang

digunakan adalah bahwa sistem pengendalian internal merupakan alat

manajemen untuk meyakinkan tercapainya tujuan organisasi pemerintahan.

Oleh karena itu manajemen pemerintahan, dalam hal ini presiden, menteri/

pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas

penerapan dan efektivitas penyelenggaraan sistem pengendalian internal

di lingkungan masing-masing.

Masih terdapat kemungkinan bahwa sistem pengendalian internal suatu

instansi pemerintahan tidak efektif untuk memberikan keyakinan yang wajar

akan pencapaian tujuan organisasi. Sebagaimana pula, terdapat dalam

organisasi perusahaan, diperlukan adanya pembentukan manajemen yang

dapat secara independen melaksanakan pengujian terhadap efisiensi

penerapan dan efektivitas pengendalian. Fungsi pengujian atas pengendalian

internal di lingkungan pemerintahan disebut dengan pengawasan internal

atas penyelenggaraan tugas dan fungsi serta pembinaan penyelenggaraan

sistem pengendalian internal instansi pemerintah. Fungsi ini dilaksanakan

oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yang tugas pokok

dan fungsinya adalah memperkuat dan menunjang efektivitas sistem

pengendalian internal. Aparat Pengawasan Internal Pemerintah sebagaimana

dalam penugasannya melakukan pengawasan internal melalui audit, reviu,

pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 76: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik70

D.Lingkungan Pengendalian

Guna meyakinkan efektivitas sistem pengendalian internal pemerintah,

pimpinan instansi pemerintah berkewajiban untuk menciptakan dan memelihara

lingkungan pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif dalam

lingkungan kerjanya. Penciptaan lingkungan pengendalian yang demikian ini

dapat dilakukan melalui:

1).Penegakan integritas dan nilai etika;

2).Komitmen terhadap kompetensi;

3).Kepemimpinan yang kondusif;

4).Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;

5).Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;

6).Penyusunan dan penerapan kebijakan pembinaan sumber daya manusia

yang sehat;

7).Perwujudan peran aparat pengawasan internal pemerintah yang efektif; dan

8).Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah lain terkait.

a. Penegakan integritas dan nilai etika

Integritas adalah kesetiaan terhadap nilai-nilai yang secara bersama-sama

dianggap benar. Diletakkan dalam format instansi pemerintahan, integritas

berarti kesetiaan terhadap visi dan misi instansi pemerintah serta pen-

jabarannya dalam bentuk tugas pokok dan fungsi. Tujuan instansi untuk

ikut serta dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pengelolaan

keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel akan lebih

lebih mudah dicapai apabila setiap personil dalam instansi pemerintahan

memiliki integritas yang tinggi.

Dalam tata urutan metode pemaksaan untuk berbuat, etika diletakkan di

atas peraturan perundangan. Kode etik secara formal digunakan di lingkungan

profesional untuk memaksakan standar profesi yang pengawasannya tidak

bisa mendapatkan bantuan masyarakat bahkan pemakai jasanya. Dalam

arti yang lebih luas, penerapan etika dapat diamati pada terdapatnya

keinginan berbuat lebih dari apa yang diatur dalam peraturan atau kemauan

untuk mengerjakan tugas-tugasnya meskipun tidak terdapat mekanisme

pengawasan yang mengawasinya. Oleh karena itu, etika sering diturunkan

derajat artinya dan dipersamakan dengan perilaku yang positif.

Pimpinan instansi pemerintah dapat merancang mekanisme penegakan

integritas dan nilai etika sebagaimana dimaksudkan untuk membentuk

lingkungan pengendalian sekurang-kurangnya dilakukan dengan:

Page 77: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

71

a. Menyusun dan menerapkan aturan perilaku di lingkungan kerjanya;

b. Memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada setiap

tingkat pimpinan instansi pemerintah;

c. Menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan terhadap

kebijakan dan prosedur dan/atau pelanggaran terhadap aturan perilaku;

d. Menjelaskan dan mempertanggungjawabkan atas adanya setiap intervensi

atau pengabaian pengendalian internal; dan

e. Menghilangkan peluang/godaan untuk berperilaku tidak etis.

b. Komitmen terhadap Kompetensi

Namun, pengelolaan kegiatan sektor publik yang selama ini dilakukan

dengan menggunakan pendekatan superioritas negara telah membuat

aparatur pemerintah yang bergerak dalam berbagai jenis kegiatan tidak

lagi dianggap berada dalam kelompok profesi manajemen oleh para

profesional. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelurusan kembali pengelolaan

kegiatan pemerintah dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan

yang baik (good governance) yang sesuai dengan lingkungan pemerintahan.

Pembekalan dengan kompetensi yang cukup merupakan prasyarat bagi

terbentuknya suatu struktur birokrasi namun diisi dengan pelaksana kegiatan

pemerintahan yang profesional.

Komitmen terhadap kompetensi yang diperlukan dalam penerapan sistem

pengendalian internal pemerintah, dapat dilakukan pimpinan instansi

dengan melakukan sekurang-kurangnya:

a. Mengidentifikasi dan mendefinisikan kegiatan yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan tugas dan fungsi pada masing-masing posisi dalam

instansi pemerintah.

b. Menyusun standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi pada

masing-masing posisi dalam instansi pemerintah.

c. Menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan (counseling) untuk

membantu pegawai mempertahankan dan meningkatkan kompetensi

pekerjaannya.

d. Memilih jajaran pimpinan instansi yang memiliki kemampuan manajerial

dan pengalaman teknis yang luas dalam pengelolaan instansi pemerintah.

c. Kepemimpinan yang Kondusif

Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam pengorganisasian usaha-

usaha untuk pencapaian tujuan. Terlebih lagi dalam masyarakat Indonesia

yang dalam latar belakang budayanya menganut prinsip-prinsip mengikuti

mereka yang dituakan (paternalistik). Peran pemimpin memiliki dampak

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 78: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

yang luas dalam menciptakan pola perilaku keseluruhan masyarakat.

Kepemimpinan yang mampu secara kondusif menciptakan lingkungan

kerja pemerintahan yang diperlukan bagi percepatan pencapaian tujuan

dapat ditunjukkan sekurang- kurangnya dengan:

a. Sikap (attitude) pimpinan instansi pemerintah yang selalu mencerminkan

pertimbangan risiko dalam setiap pengambilan keputusan.

b. Penerapan manajemen berbasis kinerja (performance-based management);

c. Sikap pimpinan instansi pemerintah yang positif dan mendukung fungsi-

fungsi tertentu dalam penerapan sistem pengendalian internal pemerintah.

d. Perlindungan atas aset dan informasi dari akses dan/atau penggunaan

yang tidak sah;

e. Interaksi yang intensif dengan pejabat pada tingkatan yang lebih rendah.

f. Sikap pimpinan instansi pemerintah yang positif dan responsif terhadap

pelaporan yang berkaitan dengan keuangan, penganggaran, dan kegiatan/

program.

d. Pembentukan Struktur Organisasi yang Sesuai dengan Kebutuhan

Efisiensi dan efektivitas usaha pencapaian tujuan berbanding lurus dengan

ketepatan struktur pengorganisasian yang dipilih. Studi terhadap peng-

organisasian dan metode koordinasinya telah berkembang dengan sangat

pesat, terutama diyakininya konsep bahwa tidak ada bentuk tunggal struktur

organisasi yang cocok untuk berbagai jenis kegiatan. Untuk mendapatkan

struktur organisasi yang efektif dan efisien untuk mewadahi usaha-usaha

pencapaian tujuan, struktur organisasi instansi pemerintah sekurang-

kurangnya harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Rancangan struktur organisasi sesuai ukuran dan sifat kegiatan instansi

pemerintah;

b. Rancangan struktur organisasi memberikan kejelasan wewenang dan

tanggung jawab dalam instansi pemerintah;

c. Rancangan struktur organisasi memberikan kejelasan hubungan dan

jenjang pelaporan internal dalam instansi pemerintah;

d. Rancangan struktur organisasi dievaluasi dan dilakukan penyesuaian

periodik sehubungan dengan perubahan lingkungan stratejik;

e. Rancangan struktur organisasi diisi dengan jumlah pegawai yang sesuai

untuk posisi manajerial.

Karena unsur ketaatan terhadap perundangan adalah prasyarat efektivitas

sebuah birokrasi, penyusunan struktur organisasi instansi pemerintah harus

berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik72

Page 79: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

73

e. Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab yang Tepat

Pemerintahan melaksanakan jasa bagi masyarakat dalam volume yang

sangat besar. Struktur birokrasi di lingkungan pemerintahan terbentuk

melalui suatu pendelegasian kewenangan operasi dengan pembatasan

yang dilakukan dengan penetapan standar prosedur. Dalam bahasan

pengelolaan organisasi, manajemen yang melaksanakan operasi disebut

sebagai melaksanakan keputusan terstruktur. Seiring dengan peningkatan

daya tawar masyarakat yang mengakibatkan pula semakin tingginya

tuntutan masyarakat, keputusan operasi pelayanan masyarakat bergeser

ke arah operasi yang makin tidak terstruktur. Gejala ini terimbangi dengan

peningkatan kualitas birokrasi yang juga semakin tinggi percepatannya.

Beberapa model pelaksanaan kegiatan pemerintahan secara positif

mengkonfirmasi gejala ini. Model pelayanan masyarakat terpadu yang

diselenggarakan beberapa pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan

iklim investasi, adalah contoh terbaik mengubah pola keputusan terstruktur

menjadi keputusan tidak terstruktur. Kebijakan otonomi daerah juga ber-

hakikat pendelegasian kewenangan yang lebih luas diantara unit-unit

pemerintahan di pusat dan daerah. Profesionalisme pegawai negeri ke

dalam jabatan-jabatan fungsional berintikan untuk menyiapkan personil

agar siap menerima pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab.

Semakin luasnya metode pendelegasian kewenangan dalam organisasi,

akan menciptakan struktur yang terdesentralisasi sehingga akan meningkatkan

daya tanggap organisasi terhadap segala kejadian dilingkungannya. Akan

tetapi meluasnya desentralisasi akan membawa risiko penyimpangan dari

visi dan misi institusi sehingga membutuhkan model pengawasan yang

menekankan pada kompetensi dan pemahaman.

Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat sebagaimana

dimaksud dalam pelaksanaan pengendalian internal pemerintah dapat di-

laksanakan dengan memperhatikan sekurang-kurangnya ketentuan sebagai

berikut:

a. Wewenang diberikan kepada pejabat/pegawai yang tepat sesuai dengan

tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan instansi

pemerintah;

b. Pejabat/pegawai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada huruf a

memahami bahwa wewenang dan tanggung jawab yang diberikan terkait

dengan pihak lain dalam instansi pemerintah yang bersangkutan;

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 80: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

c. Pejabat/pegawai yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada huruf b

memahami bahwa pelaksanaan tanggung jawab dan wewenang terkait

dengan penerapan sistem pengendalian internal.

f. Penyusunan dan Penerapan Kebijakan Sumber Daya Manusia yang Tepat

Dipandang dari sisi permintaan, kemajuan peradaban manusia menyebabkan

tuntutan yang semakin tinggi atas kualitas penyerahan barang dan jasa,

tak terkecuali barang dan jasa publik. Dari sisi penawaran, kemampuan

institusi penyedia barang dan jasa juga semakin hari semakin meningkat,

ditunjang oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi,

kapitalisasi kemampuan pelayanan institusi akan sangat tergantung dari

kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Sumber daya manusia yang

berkualitas, membuat organisasi mampu melaksanakan pembelajaran

demi meningkatkan kualitas proses internal dan memahami kebutuhan

pemangku kepentingan.

Untuk mendapatkan kualitas sumber daya manusia yang mampu mendorong

proses pembelajaran seperti yang dihendaki bagi usaha meyakinkan pen-

capaian tujuan melalui berbagai metode pengendalian termasuk pengendalian

internal pemerintah, perlu ditetapkan suatu kebijakan sumber daya manusia.

Penyusunan dan penerapan kebijakan pembinaan sumber daya manusia

harus dilaksanakan dengan memperhatikan sekurang-kurangnya ketentuan

sebagai berikut:

a. Penetapan kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan

pemberhentian dan pemensiunan pegawai.

b. Penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen.

c. Pengawasan periodik yang memadai terhadap pegawai.

Dalam lingkungan pemerintahan, terdapat berbagai pengaturan tentang

kepegawaian dan pembinaannya dikoordinasikan oleh Badan Kepegawaian

Negara (BKN) Memperhatikan hal tersebut, penyusunan dan penerapan

kebijakan pembinaan sumber daya manusia dalam instansi pemerintah

harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

g. Efektivitas Peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah

Pengawasan dipengaruhi dan mempengaruhi perilaku personil anggota

organisasi. Pengawasan yang efektif akan membuat setiap orang, anggota

organisasi berlaku seperti yang dikehendaki oleh norma atau aturan yang

penegakkannya dibantu dengan pengawasan. Sebaliknya pengawasan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik74

Page 81: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

75

yang lemah mendorong orang untuk mengabaikan norma atau aturan. Oleh

karena itu, pengawasan memiliki peran yang positif dalam membentuk

lingkungan pengendalian yang kondusif bagi pencapaian tujuan organisasi.

Untuk meyakinkan diperolehnya pengawasan internal yang positif bagi

pembentukan lingkungan pengendalian, manajemen institusi pemerintahan

harus merancang sistem dan prosedur pengawasan yang memungkinkan

aparat pengawasan internal pemerintah dapat efektif melaksanakan peran

sekurang-kurangnya:

a. memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan, ekonomi, efisiensi,

dan efektivitas pencapaian tujuan penyelenggaraan tugas dan fungsi

instansi pemerintah;

b. memberikan peringatan dini dan meningkatkan efektivitas manajemen

risiko dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah;

c. memelihara dan meningkatkan kualitas tatakelola penyelenggaraan

tugas dan fungsi instansi pemerintah.

h. Hubungan Kerja yang Baik antar Instansi dan Unit Pemerintahan

Sistem operasi antar dan/atau dalam (inter) instansi umumnya dirancang

untuk memiliki mekanisme saling uji (internal cek). Melalui mekanisme saling

uji demikian, kesalahan dalam pelaksanaan suatu operasi akan segera dapat

diketahui sebelum terakumulasi sebagai besaran yang membuat kebijakan

pemerintahan menjadi salah arah.

Pada tataran kebijakan politik, mekanisme saling uji di lingkungan pe-

merintahan terlihat pada pemisahan antara kekuasan eksekutif, legislatif

dan yudikatif. Pada tingkat operasional pemerintahan terlihat dari pemisahan

fungsi perbendaharaan, pelaksanaan anggaran dan pengawasan anggaran.

Kedua contoh tersebut mungkin akan tepat mewakili rancangan mekanisme

saling uji antar instansi pemerintah.

Lebih mikro lagi, penerapan sistem akuntansi pemerintahan dengan meng-

gunakan metode pencatatan berganda (double entries) merupakan contoh

terbaik bagi penerapan saling uji yang terdapat dalam suatu institusi

pemerintahan. Bagi penerapan yang konsisten atas sistem penganggaran,

pelaksanaan anggaran dan pencatatan keuangan pemerintahan telah pula

dilakukan reformasi manajemen keuangan pemerintah.

Dalam sistem yang baru yang telah mengedepankan prinsip-prinsip

pengendalian internal dapat diamati dalam proses pelaksanaan anggaran

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 82: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

yang lebih meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya

saling-uji (check and balance). Sistem yang baru memisahkan dengan tegas

antara pemegang kewenangan administratif (ordonnateur) dan pemegang

fungsi pembayaran (comptable). Di tingkat pemerintah pusat, model tersebut

ditunjukkan dengan adanya pembagian tugas antara Menteri Keuangan

dan para menteri dalam pelaksanaan anggaran. Sementara itu, di tingkat

pemerintah daerah ditunjukkan dengan pembagian tugas antara pemegang

kewenangan administratif (dinas-dinas) dengan pemegang kewenangan

kebendaharaan yang pada beberapa pemerintah daerah mendapat sebutan

sebagai Badan Pengelola Aset dan Keuangan.

Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau

tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau

pengeluaran pemerintah, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan

yang diajukan kepada kementerian Negara/lembaga/dinas sehubungan

dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau

menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.

Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara/Daerah

dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara/

Daerah bukanlah sekadar kasir yang hanya berwenang melaksanakan

penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran

penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara

Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu

berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer

keuangan.

E. Penilaian Risiko

Pada hakekatnya, risiko dikenali sebagai berbagai ketidakpastian

yang mempunyai dampak negatif bagi pencapaian tujuan organisasi.

Ketidakpastian ini dapat bersumber dari dalam maupun dari luar organisasi.

Sebagai bentukan organisasi, birokrasi pemerintahan memiliki seluruh

komponen yang memungkinkan tujuannya tidak dapat tercapai atau tidak

dapat secara sempurna tercapai. Oleh karena itu, untuk lebih meyakinkan

bahwa instansi pemerintahan akan dapat mencapai tujuannya, pimpinan

instansi pemerintah juga diwajibkan untuk melakukan penilaian risiko.

Penilaian risiko di lingkungan instansi pemerintah terdiri atas 2 (dua)

kegiatan yaitu:

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik76

Page 83: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

77

a. identifikasi risiko; dan

b. analisis risiko.

a. Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko adalah proses mengenali ketidakpastian yang mem-

pengaruhi efektivitas pencapaian tujuan. Oleh karena itu usaha-usaha

untuk mengidentifikasi risiko tidak dapat dilepaskan dari pembahasan

terhadap aspek-aspek yang terkait dengan penetapan dan pencapaian

tujuan. Pengkaitan proses identifikasi risiko dengan tujuan instansi, dilakukan

agar proses identifikasi risiko dapat langsung dan fokus mengarah pada

usaha-usaha pencapaian tujuan. Identifikasi risiko di lingkungan instansi

pemerintah, sekurang-kurangnya harus dilakukan dengan:

a. menggunakan metodologi yang sesuai untuk tujuan instansi pemerintah

dan tujuan pada tingkat kegiatan secara komprehensif;

b. menggunakan mekanisme yang memadai untuk mengenali risiko dan

faktor eksternal dan faktor internal;

c. menilai faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan risiko yang dihadapi

instansi pemerintah.

Dalam kerangka pengendalian risiko, tujuan instansi sering masih besar

dan global. Untuk mendapatkan efektivitas dari setiap usaha penilaian risiko,

semakin rinci penetapan tujuan akan semakin mudah. Bagi tujuan tersebut,

setiap instansi pemerintah harus menetapkan tujuan instansi pemerintah

dan tujuan hingga pada tingkatan kegiatan. Tujuan pada tingkatan kegiatan

adalah penjabaran dari tujuan instansi, yang hasilnya akan menyumbang

pada usaha pencapaian tujuan keseluruhan instansi. Penetapan tujuan

pada tingkatan kegiatan harus dilakukan dengan memperhatikan sekurang-

kurangnya ketentuan sebagai berikut:

a. berasal dari dan berhubungan dengan tujuan dan rencana strategis

instansi pemerintah;

b. saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu

dengan lainnya;

c. relevan dengan seluruh kegiatan utama instansi pemerintah;

d. mengandung unsur kriteria pengukuran;

e. didukung sumber daya instansi pemerintah yang cukup; dan

f. melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya.

Agar dapat menjadi rujukan bagi setiap usaha untuk mencapainya, tujuan

yang ditetapkan bagi instansi pemerintah dan bagi tingkatan kegiatan harus

memuat pernyataan dan arahan yang spesifik, terukur, dapat dicapai,

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 84: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

realistis, dan terikat waktu. Di negara-negara yang mengadopsi kerangka

pengendalian COSO, ciri yang harus termuat dalam penetapan tujuan

tersebut diakronimkan sebagai SMART (Specific, Measurable, Attainable,

Realistic dan Timeframe).

Sering terjadi bahwa tujuan tidak secara efektif dapat dicapai, karena tidak

dipahami oleh personil pelaksananya. Dapat terjadi bahwa para pelaksana

melaksanakan kegiatan hanya sebagai rutinitas, atau mengikuti pola yang

terjadi dari waktu ke waktu. Akibatnya, jika terdapat variabel kegiatan yang

berbeda, penyesuaian atas proses kegiatan tidak dilaksanakan, sehingga

tujuan tidak dapat dicapai secara sempurna. Agar para pelaksana dapat

memahami tujuan, sehingga memiliki rujukan bagi setiap kegiatannya, tujuan

instansi pemerintah harus dikomunikasikan kepada seluruh pegawai.

Variabel lain yang turut menentukan percapaian tujuan adalah strategi

operasional yang dilaksanakan instansi. Berdasarkan pemahamannya

akan kondisi internal dan faktor-faktor eksternal yang berpengaruh pada

efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan, pimpinan instansi pemerintah

menetapkan strategi operasional yang konsisten. Strategi operasional ini

harus terangkum dalam suatu strategi manajemen yang terintegrasi dan

meliputi pula rencana penilaian risiko.

Dengan tidak meninggalkan hakikat bahwa kegiatan pemerintahan adalah

administrasi publik yang pelaksanaannya dilandasi dengan berbagai

peraturan yang mengatur hak dan kewajiban negara terhadap pihak ketiga,

penetapan tujuan instansi pemerintah dilaksanakan dengan berpedoman

pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terdapat berbagai metode yang biasa digunakan dalam penilaian risiko.

Dua metode yang paling sering dibahas adalah metode Objectives, Risks,

Controls, and Action Plan (ORCA) dan metode Bussiness Risk Management

Process (BRMP). Pembahasan metodologi ini dapat dilihat pada bab 3

yang membahas Kerangka Kerja Pengendalian Internal COSO.

b. Analisis Risiko

Analisa risiko meliputi dua kegiatan penting yang digunakan instansi

pemerintah dalam mengelola risiko yang telah diidentifikasi pada tahapan

sebelumnya. Kedua kegiatan tersebut adalah menetapkan besaran

(magnitude) risiko, dan menetapkan selera risiko instansi.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik78

Page 85: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

79Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Besaran risiko ditetapkan dengan menaksir dampak dari risiko yang telah

diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan instansi pemerintah. Proses ini

dilakukan dengan mengkombinasikan peluang keterjadian risiko yang

diidentifikasi sebagai faktor penentu pertama dengan kisaran akibat yang

mungkin harus ditanggung akibat terjadinya risiko tersebut, sebagai faktor

penentu yang kedua. Kedua faktor penentu ini biasanya diletakkan dalam

dua sumbu yang berbeda dan kepada mereka diberikan skor untuk

menunjukkan tinggi rendahnya peluang atau besaran akibat. Nilai risiko

adalah hasil kali dari kedua skor tersebut.

Besaran risiko ini umumnya akan dibagi menjadi tiga golongan risiko, yang

masing-masing mewakili penerimaan risiko instansi pemerintah. Mengikuti

besaran nilai risikonya, penerimaan risiko instansi pemerintah akan berkisar

dari menerima, mengelola dan menghindari. Pimpinan instansi pemerintah

menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menentukan tingkat risiko yang

dapat diterima. Uraian lebih lanjut terhadap pengelolaan risiko instansi

pemerintah akan dibahas tersendiri dalam bab 5 modul ini.

F. Kegiatan Pengendalian

Pengendalian adalah usaha mengarahkan kegiatan untuk mencapai

tujuan yang memerlukan pengorbanan sumber daya. Untuk mendapatkan nilai-

nilai efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya untuk tujuan pelaksanaan

aktivitas pengendalian, pimpinan instansi pemerintah wajib menyelenggarakan

kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dan

tugas dan fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan.

Pedoman lain bagi penyelenggaraan kegiatan pengendalian yang

efisien dan efektif mengharuskan pimpinan instansi pemerintah untuk:

a. Mengutamakan kegiatan pengendalian pada kegiatan pokok instansi

pemerintah;

b. Mengkaitkan kegiatan pengendalian dengan proses penilaian risiko;

c. Menyesuaikan atau memilih kegiatan pengendalian yang cocok dengan

sifat khusus instansinya;

d. Menetapkan secara tertulis setiap kebijakan dan prosedur;

e. Meyakinkan bahwa prosedur yang telah ditetapkan benar-benar dilaksanakan;

f. Mengevaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan

pengendalian yang ditetapkannya masih sesuai dan berfungsi seperti yang

diharapkan.

Page 86: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik80

Ruang lingkup kegiatan pengendalian instansi pemerintah meliputi

berbagai aspek operasi. Beberapa jenis kegiatan pengendalian diuraikan

secara singkat dalam sesi-sesi berikut ini.

a. Reviu atas Kinerja

Reviu dari jajaran pimpinan instansi pemerintah atas kinerja umumnya

dilaksanakan dengan membandingkan kinerja dengan tolok ukur yang

telah ditetapkan.

b. Pembinaan Sumber Daya Manusia

Pembinaan sumber daya manusia harus diarahkan secara efektif untuk

mencapai tujuan instansi pemerintah.

c. Pengendalian atas Pengelolaan Sistem Informasi

Kegiatan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi dilakukan untuk

memastikan akurasi dan kelengkapan informasi. Kegiatan ini secara umum

terbagi atas pengendalian umum dan pengendalian aplikasi.

1. Pengendalian Umum

Pengendalian umum akan terdiri atas:

1.1 Program pengamanan sistem informasi

Cakupan kegiatan yang dilakukan dalam rangka program peng-

amanan sistem informasi sekurang-kurangnya harus meliputi:

i. Pelaksanaan penilaian risiko secara periodik yang komprehensif

terhadap sistem informasinya;

ii. Pengembangan rencana yang secara jelas menggambarkan program

pengamanan serta kebijakan dan prosedur yang mendukungnya;

iii. Penetapan organisasi untuk mengimplementasikan dan mengelola

program pengamanan;

iv. Penguraian tanggung jawab pengamanan secara jelas;

v. Implementasi kebijakan yang efektif atas sumber daya manusia

terkait dengan program pengamanan; dan

vi. Pemantauan efektivitas program pengamanan dan perubahan

atas program jika diperlukan.

1.2 Pengendalian atas akses

Pengendalian atas akses informasi digunakan untuk melindungi

penggunaan yang tidak semestinya atas informasi instansi pemerintah.

Kegiatan pengendalian atas akses sekurang-kurangnya harus men-

cakup usaha-usaha untuk melaksanakan:

Page 87: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

81Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

i. Klasifikasi sumber daya sistem informasi berdasarkan kepentingan

dan sensitivitasnya.

ii. Identifikasi pengguna yang berhak dan otorisasi akses ke informasi

secara formal.

iii. Pengendalian fisik dan pengendalian logik untuk mencegah dan

mendeteksi akses yang tidak diotorisasi.

iv. Pemantauan atas akses ke sistem informasi, investigasi atas

pelanggaran, serta tindakan perbaikan dan penegakan disiplin.

1.3 Pengendalian atas perangkat lunak sistem

Perangkat lunak aplikasi adalah program yang digunakan untuk

memproses data instansi pemerintah menjadi informasi yang di-

gunakan dalam operasi dan pengambilan keputusan. Penggunaan

program yang tidak tepat atau salah akan membahayakan integritas

informasi dan akhirnya kualitas pengambilan keputusan instansi

pemerintah. Pengendalian atas perangkat lunak sistem harus

sekurang-kurangnya mencakup:

i. Pembatasan akses ke perangkat lunak sistem berdasarkan

tanggung jawab pekerjaan dan dokumentasi atas otorisasi akses.

ii. Pengendalian dan pemantauan atas akses dan penggunaan

perangkat lunak sistem.

iii. Pengendalian atas perubahan yang dilakukan terhadap perangkat

lunak sistem.

1.4 Pengendalian atas pengembangan dan perubahan perangkat

lunak aplikasi

Untuk menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan format dan isi

informasi, sangat mungkin harus dilakukan penyesuaian terhadap

perangkat lunak aplikasi. Pengendalian atas pengembangan dan

perubahan perangkat lunak aplikasi sekurang-kurangnya harus

mencakup:

i. Otorisasi atas fitur pemrosesan sistem informasi dan modifikasi

program.

ii. Pengujian dan persetujuan atas seluruh perangkat lunak baru

dan/atau yang direvisi.

iii. Penetapan prosedur untuk memastikan terselenggaranya

pengendalian atas kepustakaan perangkat lunak.

1.5 Pemisahan tugas

Pemisahan tugas dalam pengendalian dan pengelolaan sistem

Page 88: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

informasi instansi pemerintah sekurang-kurangnya harus mencakup:

i. Identifikasi tugas-tugas yang tidak dapat digabungkan dan

penetapan kebijakan untuk memisahkan tugas-tugas tersebut.

ii. Penetapan pengendalian akses untuk pelaksanaan pemisahan

tugas.

iii. Pelaksanaan pengendalian atas kegiatan pegawai melalui

prosedur, supervisi dan reviu.

1.6 Kontinuitas pelayanan

Kontinuitas pelayanan sekurang-kurangnya mencakup:

i. Penilaian, pemberian prioritas, dan pengidentifikasian sumber

daya pendukung atas kegiatan komputerisasi yang kritis dan

sensitif;

ii. Langkah-langkah pencegahan dan minimalisasi potensi kerusakan

dan terhentinya operasi komputer;

iii. Pengembangan dan pendokumentasian rencana komprehensif

untuk mengatasi kejadian tidak terduga;

iv. Pengujian secara berkala atas rencana untuk mengatasi kejadian

tidak terduga dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.

2. Pengendalian Aplikasi

Pengendalian aplikasi terdiri atas:

2.1 Pengendalian atas otorisasi

Pengendalian atas otorisasi sekurang-kurangnya harus mencakup:

i. Pengendalian dan otorisasi atas dokumen sumber;

ii. Pembatasan akses ke terminal entri data; dan

iii. Penggunaan file induk dan laporan pengecualian untuk memasti-

kan bahwa seluruh data yang diproses telah diotorisasi.

2.2 Pengendalian atas kelengkapan

Pengendalian atas kelengkapan sekurang-kurangnya mencakup:

i. Pengentrian dan pemprosesan dalam komputer atas seluruh

transaksi yang telah diotorisasi; dan

ii. Pelaksanaan rekonsiliasi untuk memverifikasi kelengkapan data.

2.3 Pengendalian atas akurasi

Pengendalian atas akurasi sekurang-kurangnya mencakup:

i. Penggunaan disain entri data untuk mendukung akurasi data.

ii. Pelaksanaan validasi data untuk mengidentifikasi data yang

salah.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik82

Page 89: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

83

iii. Pencatatan, pelaporan, investigasi, dan perbaikan data yang

salah dengan segera.

iv. Reviu atas laporan keluaran untuk membantu menjaga akurasi

dan validitas data.

2.4 Pengendalian atas integritas pemrosesan dan data

Pengendalian atas integritas pemrosesan dan data sekurang-

kurangnya mencakup:

i. Penggunaan prosedur yang memastikan bahwa hanya program

dan data versi terkini digunakan selama pemrosesan.

ii. Penggunaan program yang memiliki prosedur (routines) untuk

memverifikasi bahwa file komputer versi yang sesuai digunakan

selama pemrosesan.

iii. Penggunaan program yang memiliki prosedur (routines) untuk

mengecek label header file internal sebelum pemrosesan.

iv. Penggunaan aplikasi yang mencegah perubahan file secara

bersamaan.

3. Pengendalian Fisik atas Aktiva

Pengendalian fisik atas aset instansi pemerintah diarahkan untuk meng-

amankan dan melindungi aset-aset berisiko. Perlindungan diarahkan

untuk menghindarkan kehilangan aset dan penggunaan yang tidak

selaras dengan kepentingan instansi pemerintah.

4. Penetapan dan Reviu atas Indikator dan Ukuran Kinerja

Untuk dapat mengukur keberhasilan usaha-usaha dalam pencapaian

tujuan, instansi pemerintah diwajibkan untuk menetapkan dan mereviu

indikator dan ukuran/standar kinerja agar pengukuran kinerja dapat

dilakukan dengan tepat. Pada setiap proses dari usaha pencapaian

tujuan harus ditetapkan suatu indikator kinerja utama (key performance

indicator), yang akan digunakan sebagai pembanding atas suatu realisasi

pencapaian.

5. Pemisahan Fungsi

Pemisahan fungsi digunakan untuk menghindarkan penumpukan

kewenangan yang dapat mengarah pada penyalahgunaan. Mereka

yang memiliki kewenangan secara berlebihan, umumnya cenderung

untuk menggunakannya untuk kepentingan pribadinya. Secara khusus,

pemisahan fungsi dalam instansi pemerintah diarahkan untuk mengurangi

risiko kesalahan, pemborosan, atau kecurangan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 90: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

6. Pelaksanaan Transaksi dan Kejadian yang Sesuai

Organisasi pemerintahan kebanyakan berstruktur birokrasi yang ke-

berhasilannya akan tergantung dari kepatuhan setiap pelaksana pada

prosedur operasi standar. Pimpinan instansi pemerintah harus meyakinkan

bahwa pelaksanaan (execution) setiap transaksi dan kejadian harus di

otorisasi dan dilaksanakan oleh orang yang tepat.

7. Pencatatan yang Akurat dan Tepat Waktu atas Transaksi dan Kejadian

Catatan digunakan untuk melengkapi daya ingat manusia yang terbatas,

sementara pengambilan keputusan banyak menggunakan informasi

umpan balik yang umumnya bersifat sejarah (historis). Instansi pemerintah

wajib melakukan pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi

dan kejadian agar tersedia informasi yang relevan dan terpercaya untuk

pengambilan keputusan.

8. Pembatasan Akses dan Akuntabilitas Sumber Daya dan Catatan

Instansi pemerintah wajib membatasi akses ke sumber daya dan pen-

catatannya serta menetapkan pertanggungjawaban atas penyimpanannya

untuk mengendalikan sumber daya yang dimiliki. Seperti halnya aset

berwujud, catatan dan informasi merupakan aset organisasi yang

penting.

9. Dokumentasi yang Baik atas Transaksi dan Pengendalian Internal

Instansi pemerintah wajib menyelenggarakan dokumentasi yang baik

atas transaksi dan pengendalian internal agar kegiatan dapat dikendalikan

dan dievaluasi. Sistem dokumentasi yang baik, akan membantu personil

dalam mengarahkan dan mempertanggungjawabkan kegiatannya.

10.Pelaksanaan Pengawasan Internal

Pelaksana operasi dalam organisasi sering terjebak dalam rutinitas

yang menyebabkan mereka kehilangan kewaspadaan dan bahkan bias

terhadap kegiatannya. Oleh karena itu, diperlukan pihak independen

untuk melaksanakan evaluasi dan penilaian atas setiap kegiatan. Dalam

banyak hal, pengawasan internal merupakan jawaban yang tepat atas

kebutuhan evaluasi dan reviu independen. Dalam rangka penyelenggaraan

pengendalian internal, instansi pemerintah wajib menyelenggarakan

fungsi pengawasan internal untuk membantu pimpinan instansi pemerintah

melakukan pengendalian.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik84

Page 91: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

85Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

G. Sistem Informasi dan Komunikasi

Sistem informasi dan komunikasi mempunyai pengaruh yang mendasar

terhadap setiap usaha pencapaian tujuan organisasi. Melalui sistem informasi

dan komunikasi yang handal, setiap personil akan mendapatkan pemahaman

yang sempurna terhadap tujuan dan usaha-usaha organisasi untuk mencapainya.

Setiap instansi pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat, dan meng-

komunikasikan informasi yang berkaitan dalam bentuk dan waktu yang tepat

untuk memudahkan pelaksanaan pengendalian dan tanggung jawab.

Komunikasi atas informasi instansi pemerintah wajib diselenggarakan

secara efektif baik komunikasi di dalam instansi pemerintah maupun komunikasi

dengan pihak luar yang terkait. Untuk menyelenggarakan komunikasi yang

efektif instansi pemerintah sekurang-kurangnya harus:

a. Menerapkan berbagai bentuk dan sarana untuk mengkomunikasikan

informasi penting dengan pegawai dan pihak lain yang terkait.

b. Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi untuk

meningkatkan kegunaan dan keandalan komunikasi informasi secara terus

menerus.

H. Pemantauan

Pemantauan adalah setiap usaha untuk meyakinkan bahwa setiap

usaha organisasi untuk mencapai tujuannya masih pada arah yang tepat bagi

percepatan pencapaian tujuan. Pengendalian internal merupakan wadah dari

setiap usaha organisasi pemerintah untuk mencapai tujuan. Setiap instansi

pemerintah wajib melakukan pemantauan atas efisiensi dan efektivitas

pengendalian internal. Pemantauan pengendalian internal di lingkungan

instansi pemerintah dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan dan/

atau evaluasi terpisah serta penyelesaian tindak lanjut.

Pemantauan berkelanjutan diselenggarakan melalui kegiatan pe-

ngelolaan rutin, supervisi, pembandingan, rekonsiliasi, dan tindakan-tindakan

lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas. Sementara itu, evaluasi terpisah

diselenggarakan melalui penilaian sendiri, reviu, dan pengujian efektivitas

pengendalian internal. Pelaksana kegiatan evaluasi terpisah atas pengendalian

internal adalah unsur internal instansi pemerintah, aparat pengawasan internal

pemerintah, dan/atau Badan Pemeriksa Keuangan. Untuk efisiensi kegiatan

evaluasi terpisah, dapat disusun suatu daftar uji pengendalian internal.

Page 92: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Halaman ini sengaja dikosongkan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik86

Page 93: Sistem Pengendalian Internal

87

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:

• Menjelaskan konsep risiko dan bagaimana mengelola risiko yang

efektif dalam upaya meminimalkan risiko yang terjadi.

• Menjelaskan elemen-elemen yang terkandung di dalam strategi

manajemen risiko.

• Menjelaskan langkah-langkah mengidentifikasi, mengukur dan

menentukan prioritas risiko untuk menyusun strategi mengelola risiko.

• Menjelaskan contoh penerapan strategi mengelola risiko di kegiatan

sektor publik.

A.Pengertian Risiko dan Manajemen Risiko

Konsep risiko bukan merupakan suatu fenomena atau cara baru untuk

pendekatan dalam mengelola aktivitas kegiatan untuk pencapaian tujuan yang

telah ditetapkan. Risiko merupakan kemungkinan suatu kejadian terjadi atau

tidak terjadi yang akan mengganggu atau menghambat suatu organisasi dalam

mencapai tujuannya. Kejadian yang mungkin terjadi ini dapat merupakan

kejadian internal atau eksternal di dalam organisasi. Kejadian-kejadian tersebut

umumnya memiliki konsekuensi atau dampak negatif yang wujudnya berupa

risiko yang dialami dan menghambat tujuan organisasi.

The Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Commision

(COSO) mengembangkan pengertian risiko sebagai suatu peristiwa yang

mungkin terjadi dan akan mempengaruhi suatu organisasi dalam tujuan dan

sasarannya. Berkaitan dengan pengertian risiko dari COSO ini, beberapa hal

pokok dari formulasi risiko yang dapat dipahami sebelum membahas konsep

manajemen risiko adalah:

1. Risiko berawal dari perumusani strategi dan perencanaan tujuan organisasi.

2. Risiko merupakan kemungkinan yang dapat terjadi di mana unsur ketidak-

pastian merupakan hal dominan yang ada di dalamnya.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

InternalSistem Pengendalian

5Bab

Manajemen RisikoPengendalian Internaldan

Page 94: Sistem Pengendalian Internal

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik88

3. Risiko nantinya berkaitan erat dengan upaya pencegahan akan hal yang

tidak diinginkan.

4. Risiko tidak bisa dipisahkan dalam semua aspek kehidupan dan oleh

karenanya ketidakpastian itu selalu ada serta melekat di dalam aktivitas

kegiatan yang dilaksanakan.

Dalam menggunakan definisi risiko yang disebutkan di atas, maka

resiko yang dihadapi organisasi ketika mencoba untuk melaksanakan strategi

dan mencapai tujuan menjadi lebih luas. Pengertian yang lebih kompleks dari

risiko juga telah membawa pemahaman yang lebih besar untuk kebutuhan

diciptakannya suatu proses secara efektif dan kontinyu dalam memahami dan

mengelola risiko yang terintegrasi di seluruh aspek kehidupan organisasi.

Kebutuhan untuk mengurangi, mengelola, dan mendapatkan peluang yang

lebih besar dari pengertian risiko ini difasilitasi melalui konsep manajemen risiko.

Manajemen risiko merupakan proses yang proaktif dan kontinyu

meliputi identifikasi, penilaian, pengendalian, pemantauan, dan pelaporan

risiko, termasuk berbagai strategi yang dijalankan untuk mengelola risiko dan

potensinya. Strategi dan proses manajemen risiko yang diimplementasikan

merupakan upaya-upaya untuk bagaimana mengelola risiko-risiko tersebut

sehingga kemungkinan terjadinya dapat dikurangi ataupun jika risiko-risiko

tersebut harus terjadi bagaimana strategi yang efektif dapat dijalankan untuk

membatasi dampak atau konsekuensi negatif dari risiko yang timbul.

Konsep manajemen risiko juga mampu meningkatkan dan mendorong

peluang yang lebih besar untuk perbaikan yang kontinyu melalui inovasi yang

dijalankan. Strategi manajemen risiko yang efektif akan membantu untuk

membangun organisasi dalam menghadapi berbagai tantangan dan peluang

untuk pencapaian tujuan dengan cara yang paling efektif, ekonomis, dan efisien.

Umumnya, organisasi yang sudah menerapkan strategi manajemen risiko yang

efektif memiliki ciri, di antaranya yaitu:

1. Manajemen selalu siap dan dalam posisi yang memiliki keyakinan tinggi

untuk pengambilan keputusan penting dan strategis berkenaan dengan

kemungkinan risiko dan hasil yang akan diperoleh.

2. Keputusan rutin di dalam organisasi diambil dalam konteks dan pertimbangan

potensi risiko yang mungkin terjadi.

3. Risiko selalu dikaitkan juga dengan nilai dari aset tidak berwujud yang

dimiliki organisasi, seperti bagaimana memberikan pelayanan yang terbaik

untuk pelanggan, pemasok sebagai mitra kerja, proses dan sistem yang

diimplementasikan, dan pegawai sebagai aset penting organisasi. Intinya

InternalSistem Pengendalian

Page 95: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

89Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

bagaimana semua komponen yang mendukung organisasi diakui dengan

baik dan dioptimalkan pemanfaatannya sebagaimana aset-aset fisik yang

ada di organisasi.

4. Secara sistematis risiko selalu diidentifikasi dan dikelola secara terintegrasi

dan meliputi keseluruhan aktivitas organisasi.

5. Proses manajemen risiko dipadukan di dalam strategi dan kebijakan organisasi,

serta diimplementasikan di dalam setiap aktivitas kegiatan organisasi.

Pendekatan konsep manajemen risiko yang terstruktur dan efektif akan

memberikan berbagai manfaat penting bagi organisasi, di antaranya adalah:

1. Proses formal yang selalu memberikan informasi relevan untuk pengambilan

keputusan organisasi.

2. Alat untuk mendorong setiap orang selalu berpikir dan bertindak dengan

menggunakan konsep manajemen risiko yang proaktif.

3. Suatu kerangka untuk memungkinkan organisasi mengantisipasi dan

merespon risiko dengan efektif dan segera.

4. Peluang untuk memadukan strategi organisasi dengan strategi risiko.

5. Meminimalkan kemungkinan kerusakan yang tidak terduga, baik terhadap

kinerja keuangan organisasi, reputasi, maupun kepercayaan dari para

pemangku kepentingan (stakeholders).

6. Sumber informasi yang komprehensif dan dapat diandalkan mengenai

status risiko dan pengendalian.

7. Peluang untuk meminimalkan biaya melalui pengendalian yang lebih terarah

dan efektif, serta dipadukan dengan tujuan dan risiko signifikan.

8. Peluang untuk lebih meningkatkan budaya organisasi berkenaan dengan

kewaspadaannya terhadap risiko dan pemahaman yang lebih baik mengenai

berbagai risiko organisasi yang dapat ditolerir.

B. Hubungan Pengendalian Internal (COSO) dan Manajemen Risiko (ERM)

Pengetahuan dan pemahaman mengenai pengendalian internal

sebagaimana yang diformulasikan oleh COSO merupakan hal yang paling

mendasar di dalam mempelajari dan memahami manajemen risiko. Konsep

manajemen risiko yang dikembangkan saat ini diawali atau didasarkan pada

konsep pengendalian internal yang dikembangkan COSO. Pengendalian internal

juga menjadi dasar yang sangat penting dalam pelaksanaan pekerjaan audit,

meskipun hal ini tidak berarti bahwa auditor adalah pihak yang bertanggung

jawab terhadap implementasi yang efektif dari pengendalian internal di organisasi.

Tanggung jawab auditor adalah mengevaluasi efektivitas pengendalian internal,

yaitu dengan menyajikan informasi bagaimana pengendalian internal berfungsi

Page 96: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

dan bagaimana pengendalian internal ini dapat diperbaiki kelemahannya dan

ditingkatkan terus efektivitasnya.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya di bab tiga modul ini, dari

definisi pengendalian internal menurut COSO, ada empat hal pokok berkaitan

dengan rumusan pengendalian internal. Keempat hal pokok tersebut yang

termuat di dalam definisi pengendalian internal adalah: suatu proses, faktor

manusia, keyakinan yang memadai, dan tujuan dilaksanakannya pengendalian

internal. Dari pengertian pengendalian internal menurut COSO ini juga

diformulasikan lima komponen penting dari pengendalian internal, yaitu:

lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi

dan komunikasi, serta pemantauan.

Pada tahun 2003, COSO menerbitkan suatu draft paper mengenai

kerangka Enterprise Risk Management (ERM) dengan tujuan menyajikan

kepada manajemen model umum yang dapat diterima untuk mendiskusikan,

menganalisis, dan mengevaluasi usaha-usaha untuk mengelola risiko usaha.

Kerangka ERM tidak menggantikan komponen pengendalian internal yang

ada, melainkan memperkuat yang ada dengan menambahkan komponen

tersebut. COSO mengidentifikasi kebutuhan organisasi untuk dibuatkannya

suatu kerangka yang kuat dan memadai serta mampu membantu organisasi

secara efektif dalam mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko. Kerangka

ERM yang dihasilkan COSO memperluas kerangka pengendalian internal

COSO yang sudah ada.

Menurut kerangka COSO, ERM adalah proses yang dipengaruhi

oleh direksi, manajer, dan seluruh personil organisasi, yang diterapkan mulai

dari perencanaan strategi organisasi hingga ke seluruh tingkatan dan aspek

kegiatan organisasi. Tujuan ERM adalah menyajikan keyakinan yang semestinya

berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi melalui identifikasi kejadian-

kejadian yang mungkin dapat mempengaruhi organisasi dan pengelolaan risiko

sesuai harapan organisasi.

Dari pengertian manajemen risiko (ERM) terdapat beberapa aspek

pokok yang melekat dalam definisi ERM tersebut, yaitu:

1. Suatu proses berkelanjutan dan mengalir di seluruh organisasi.

2. Dipengaruhi oleh setiap orang di semua tingkat dalam organisasi.

3. Diterapkan di dalam perencanaan strategis organisasi.

4. Diterapkan di seluruh organisasi, dalam setiap tingkat dan unit, termasuk

tingkat pengambil keputusan mengenai risiko.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik90

Page 97: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

91Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

5. Dirancang untuk mengidentifikasi kejadian potensial yang dapat mempengaruhi

secara keseluruhan organisasi dan mengelola risiko sesuai harapan risiko

yang diinginkan.

6. Dapat memberikan keyakinan yang semestinya kepada direksi dan manajemen

di organisasi.

7. Memacu untuk pencapaian tujuan dalam satu atau beberapa kategori tujuan

yang sudah ditetapkan dan saling berkaitan.

C.Kategori Tujuan ERM

Dalam konteks penetapan misi dan visi organisasi, manajemen

menetapkan tujuan strategis, memilih strategi dan menetapkan tujuan secara

keseluruhan organisasi. Kerangka ERM membantu dalam memicu atau

mendorong pencapaian tujuan organisasi dalam empat kategori berikut:

1. Strategis; tujuan tingkat tinggi yang didukung oleh tujuan unit-unit.

2. Operasional; penggunaan sumber-sumber yang efektif dan efisien.

3. Pelaporan; keandalan laporan baik internal maupun eksternal.

4. Compliance; ketaatan terhadap peraturan perundangan.

Pengelompokkan tujuan ini membantu untuk lebih menerapkan aspek-

aspek manajemen risiko yang difokuskan. Penerapan konsep manajemen

risiko (ERM) menyajikan keyakinan yang semestinya kepada pimpinan dan

manajemen organisasi mengenai bagaimana pencapaian tujuan dengan tepat

waktu dengan memperhatikan kejadian-kejadian yang berpotensi mempengaruhi

pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

D.Komponen Manajemen Risiko (ERM)

ERM terdiri dari delapan komponen yang saling berhubungan. Kedelapan

komponen manajemen risiko ini berawal dari bagaimana cara manajemen

menjalankan berbagai aktivitas kegiatan dalam organisasi dan diintegrasikan

dengan proses manajemen yang diimplementasikan. Kedelapan komponen

tersebut adalah:

1. Lingkungan Internal

Manajemen menetapkan filosofi berkaitan dengan kemungkinan risiko terjadi

dan menentukan harapan yang diinginkan jika risiko tersebut benar-benar

harus terjadi. Lingkungan internal meliputi suasana yang dibangun dalam

organisasi dan menetapkan dasar untuk bagaimana risiko dan pengendalian

dipandang dan dimaksudkan setiap orang dalam organisasi. Bagaimanapun,

Page 98: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik92

inti dari berbagai kegiatan adalah orangnya dan lingkungan di mana ia

beraktivitas. Faktor manusia yang dimaksudkan di sini adalah atribut yang

melekat di orang tersebut, misal: integritas, nilai etika, dan kompetensi.

Lingkungan internal merupakan dasar dari seluruh komponen ERM yang

menyajikan disiplin dan struktur. Lingkungan internal mempengaruhi bagaimana

strategi dan tujuan organisasi ditetapkan, aktivitas kegiatan dibangun, dan

bagaimana risiko diidentifikasi, dinilai, dan ditindaklanjuti. Lingkungan internal

juga mempengaruhi bagaimana desain dan fungsi dari aktivitas pengendalian,

sistem informasi dan komunikasi, dan aktivitas pemantauan.

Lingkungan internal ini terbentuknya sangat dipengaruhi oleh latar belakang

sejarah dan kultur atau budaya orang dan masyarakat sekitar yang mem-

bentuknya. Lingkungan internal terdiri dari berbagai sub komponen, yaitu:

a. Filosofi manajemen risiko; seperangkat keyakinan dan sikap yang

mencirikan bagaimana organisasi memandang risiko organisasi dalam

segala hal.

b. Harapan risiko diinginkan (risk appetite); besaran dan jumlah risiko yang

diharapkan dan diterima organisasi.

c. Pimpinan; struktur, pengalaman, independensi, dan peran pengawasan

(oversight) yang dimainkan.

d. Integritas dan Nilai Etika; preferensi, standar perilaku, dan gaya.

e. Komitmen kompetensi; pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan

untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan.

f. Struktur organisasi; kerangka fungsi manajemen yang berupa perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian, dan aktivitas pemantauan.

g. Wewenang dan tanggung jawab; tingkatan di mana individu dan tim di

dalam organisasi memiliki wewenang dan didorong untuk menggunakan

inisiatifnya untuk mengarahkan berbagai hal penting dan mengatasi

permasalahan sebatas wewenang yang dimilikinya.

h. Standar SDM; praktik-praktik berkaitan dengan rekrutasi, orientasi,

training, evaluasi, konseling, promosi, kompensasi, dan pengambilan

tindakan perbaikan yang segera berkaitan dengan masalah SDM.

2. Penetapan Tujuan

Tujuan ditetapkan pada tingkat strategis yang menjadi dasar untuk penetapan

tujuan operasional, pelaporan dan ketaatan. Setiap organisasi menghadapi

berbagai risiko baik yang bersumber dari internal maupun eksternal. Penetapan

tujuan merupakan langkah awal untuk nantinya dapat mengidentifikasi

kejadian, menilai risiko, dan menentukan respon terhadap risiko.

Page 99: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

93Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

3. Identifikasi Kejadian

Manajemen mengidentifikasi kejadian potensial yang dapat mempengaruhi

organisasi dalam mencapai tujuannya dan juga memastikan apakah kejadian

yang mempengaruhi kegiatan organisasi dalam mencapai tujuannya, juga

membuka peluang bagi organisasi untuk menerapkan strategi yang lebih

baik dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Umumnya, kejadian

yang mengakibatkan dampak negatif merupakan risiko yang harus dinilai

dan direspon manajemen untuk bagaimana mengurangi dampak risiko yang

terjadi dan mencegah kemungkinan terjadinya. Sedangkan kejadian yang

memberikan dampak positif merupakan peluang yang perlu dihubungkan

strategi dan proses pencapaian tujuan. Manajemen perlu mempertimbangkan

faktor internal dan eksternal mengenai kemungkinan terjadinya risiko dan

peluang yang dapat dimanfaatkan organisasi.

Dalam mengidentifikasi kejadian (events), manajemen perlu memper-

timbangkan berbagai faktor baik internal maupun eksternal yang menimbulkan

terjadinya risiko ataupun peluang yang mempengaruhi organisasi dalam

pencapaian tujuannya.

Berikut beberapa contoh faktor eksternal yang dipertimbangkan:

a. Ekonomi; perubahan harga, ketersediaan modal, perdagangan bebas,

ekonomi global, dan sebagainya.

b. Lingkungan alam; banjir, kebakaran, gempa bumi, cuaca atau iklim, dan

sebagainya

c. Politik; pemilihan umum, reformasi pemerintahan, peraturan perundangan

yang baru, dan sebagainya.

d. Sosial; perubahan demografi, kultur budaya dan masyarakat, gaya hidup

individu dan masyarakat, dan sebagainya.

e. Teknologi; perubahan yang cepat peralatan komputer, proses penyimpanan

data, dan sebagainya.

Berikut beberapa contoh faktor internal yang dipertimbangkan:

a. Infrastruktur; peningkatan alokasi modal untuk pemeliharaan dan

dukungan kegiatan operasional, dan sebagainya.

b. Personil; kecelakaan di tempat kerja, kegiatan yang mengarah pada

kecurangan atau pelanggaran, unjuk rasa buruh atau tenaga kerja, dan

sebagainya.

c. Proses; modifikasi proses, kesalahan dalam pemrosesan, keputusan

outsourcing, dan sebagainya.

d. Teknologi; peningkatan sumber-sumber untuk menangani volume

Page 100: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik94

kerentanan yang terjadi, pelanggaran dalam sistem pengamanan, sistem

komputer mengalami kerusakan, dan sebagainya.

4. Penilaian Risiko

Penilaian risiko memungkinkan setiap organisasi untuk mempertimbangkan

luasnya kejadian yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organsisasi.

Untuk menilai kejadian yang dapat menimbulkan risiko, manajemen menilainya

dari dua perspektif, yaitu: kemungkinan terjadinya kejadian tersebut (likelihood)

dan dampak yang ditimbulkan dari kejadian tersebut (impact). Dampak dari

kejadian harus diuji baik untuk masing-masing kejadian yang mengandung

risiko maupun kelompok risiko yang mempengaruhi kegiatan untuk pen-

capaian tujuan organisasi. Risiko dinilai baik berdasarkan keberadaan risiko

yang melekat (inherent risk) maupun risiko yang tidak dapat dikurangi lagi

kemungkinan terjadinya atau dampak yang ditimbulkan (residual risk).

5. Respon terhadap Risiko (Risk Response)

Setelah risiko dinilai, manajemen menentukan bagaimana risiko direspon,

yaitu bagaimana tindakan-tindakan dilakukan untuk mengelola risiko yang

terjadi atau berpotensi akan terjadi. Strategi untuk mengelola risiko terbagi

menjadi empat, yaitu:

a. Strategi menghindar (avoidance).

Keluar atau melepaskan diri dari kegiatan yang berisiko. Upaya-upaya

yang dilakukan melalui strategi ini, antara lain: keluar atau tidak ikut dalam

produk atau pelayanan tertentu, mengurangi perluasan pada areal pasar

yang baru, atau menjual/melepaskan (divestasi) divisi yang mengandung

risiko tinggi.

b. Strategi mengurangi (reduction).

Tindakan yang diambil difokuskan pada bagaimana mengurangi ke-

mungkinan terjadi, dampak yang ditimbulkan, atau keduanya atas risiko

yang sudah diidentifikasi dan dinilai. Penerapan pengendalian internal

yang efektif merupakan satu tindakan untuk mengurangi risiko yang

terjadi.

c. Strategi membagi/memindahkan (sharing/transfer ).

Mengurangi kemungkinan atau dampak risiko dengan membagi atau

memindahkan risiko ke area lain yang risikonya lebih rendah. Tindakan

yang dilakukan meliputi: mengasuransikan produk, jasa, atau kegiatan

yang dilaksanakan, menggunakan jasa pihak lain untuk melakukan

kegiatan (outsourcing), dan sebagainya.

Page 101: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

95

d. Strategi menerima (acceptance).

Tidak ada tindakan yang dilakukan untuk menangani risiko, baik berkaitan

dengan kemungkinan terjadi maupun dampak yang ditimbulkan. Artinya,

kejadian yang terjadi diterima apa adanya. Umumnya, strategi ini diambil

terhadap kegiatan-kegiatan yang berisiko rendah.

Dalam mempertimbangkan strategi mengelola risiko (risk response) apa

yang dipilih, harus dinilai bagaimana pengaruh kemungkinan risiko dan

dampak yang ditimbulkan, begitu pula pertimbangan biaya dan manfaat

yang ditimbulkan. Strategi mengelola risiko yang dipilih harus mampu meng-

hasilkan risiko residual dalam batas harapan risiko yang dapat ditolerir atau

diterima. Strategi mengelola risiko yang digunakan harus dapat membawa

risiko dimaksud ke dalam batas risiko yang diharapkan (risk appetite).

Strategi menangani risiko tidak boleh dilakukan secara individual atau

parsial, melainkan harus menempatkan risiko dalam portofolio, agregat,

atau besarannya sebagai satu keseluruhan di dalam organisasi.

6. Aktivitas Pengendalian

Merupakan kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa

risk response yang dipilih dilaksanakan dengan memadai. Meskipun aktivitas

pengendalian umumnya dikenal sebagai strategi untuk mengurangi risiko,

namun aktivitas pengendalian tertentu juga dipakai pada strategi risk response

lain. Aktivitas pengendalian dipasangkan di seluruh organisasi, yaitu di

setiap tingkatan maupun fungsi dalam organisasi. Aktivitas pengendalian

dikelompokkan dalam berbagai cara dan mencakup areal aktivitas yang

mungkin bersifat preventif atau detektif, manual atau terkomputerisasi,

serta di tingkatan proses atau manajemen.

Contoh penggunaan aktivitas pengendalian, yaitu untuk:

a. Reviu pimpinan tertinggi; pengendalian yang dilakukan di tingkat organisasi,

seperti reviu kinerja aktual dengan anggarannya dan monitoring langkah-

langkah kompetitor.

b. Mengarahkan pengelolaan fungsional atau aktivitas; pengendalian yang

diterapkan di tingkat operasional, seperti: fungsi rekonsiliasi.

c. Proses informasi; pengendalian dirancang untuk mengecek keakuratan,

kelengkapan, dan otorisasi kegiatan. Di samping itu, area ini ini juga men-

cakup pengamanan fisik, pengendalian atas penerapan sistem, peningkatan

atau upgrade dan modifikasi sistem dan prosedur, pemasangan rencana

pemulihan keadaan darurat (disaster recovery plan), dan pengendalian

sistem operasi.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 102: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

d. Pengendalian fisik; mencakup penghitungan fisik kas, persediaan,

peralatan, atau aktiva-aktiva tetap lainnya, dan membandingkan hasil

penghitungan dengan catatan atas pembukuan yang dibuat.

e. Indikator kinerja; menganalisis dan menindaklanjuti penyimpangan dari

harapan atau target yang ditetapkan berdasarkan standar kinerja.

f. Pemisahan tugas; pemisahan tugas oleh orang-orang yang berbeda

adalah dengan maksud untuk mengurangi risiko kesalahan ataupun

kecurangan.

7. Informasi dan Komunikasi

Informasi diidentifikasi, diperoleh, dan dikomunikasikan dalam bentuk dan

kerangka waktu yang tepat dan sesuai sehingga memungkinkan setiap orang

untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan

kepadanya. Informasi harus cukup atau sufisien dan konsisten dengan

kebutuhan organisasi untuk mengidentifikasi, menilai, dan merespon atau

mengelola risiko, yaitu dengan tetap dalam batas toleransi risiko yang

ditetapkan.

Sistem informasi yang menggunakan data dan informasi yang umumnya

diperoleh dari sumber-sumber eksternal, menyajikan informasi untuk

mengelola risiko dan membuat keputusan berkenaan dengan tujuan yang

ingin dicapai organisasi.

Di samping itu, informasi harus berkualitas dalam rangka untuk mendukung

pengambilan keputusan. Kualitas informasi yang dimaksud berhubungan

dengan beberapa hal berikut ini:

a. Isi harus sesuai dan kerincian informasi harus pada tingkatan yang benar.

b. Informasi harus tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan.

c. Informasi harus selalu baru atau diperbarui yang mencerminkan informasi

keuangan dan operasional.

d. Informasi harus akurat dan dapat diandalkan.

e. Informasi dapat diakses oleh mereka yang membutuhkan.

Komunikasi yang efektif juga timbul dan menyebar ke seluruh organisasi.

Setiap orang menerima pesan yang jelas dari pimpinan bahwa tanggung

jawab mengelola risiko harus ditangani dengan serius atau sungguh-sungguh.

Harus dibuat komunikasi yang efektif dari atas ke bawah dan sebaliknya

serta komunikasi yang horizontal. Juga harus didesain komunikasi yang

efektif dengan pihak luar, seperti: pelanggan, pemasok, dan pemangku

kepentingan lain.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik96

Page 103: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

97

Komunikasi dapat mengambil berbagai bentuk, seperti: manual kebijakan,

memoranda, e-mails, buletin organisasi dan pesan melalui video. Dalam

hal pesan disampaikan secara lisan, maka baik nada suara maupun gerak

tubuh sangat mempengaruhi bagaimana pesan tersebut diinterpretasikan.

8. Monitoring

Penerapan manajemen risiko (ERM) dimonitor atau dipantau terus

dalam rangka untuk memastikan keberadaannya dan apakah komponen

komponennya berfungsi dengan memadai setiap saat. Monitoring dapat

dilakukan melalui berbagai bentuk, yaitu: monitoring terus menerus (on

going), penilaian terpisah (separate evaluation), atau kombinasi di antara

keduanya. Monitoring terus menerus terjadi dalam pelaksanaan aktivitas

kegiatan yang dilakukan. Sementara itu, ruang lingkup dan frekuensi

penilaian terpisah tergantung pada hasil penilaian (assessment) risiko dan

efektivitas dari prosedur monitoring terus menerus yang dilakukan.

Kekurangan-kekurangan dari penerapan strategi manajemen risiko

dilaporkan ke pihak yang lebih tinggi, sedangkan permasalahan yang

sangat serius dan mendesak dilaporkan kepada pimpinan tertinggi di

organisasi untuk ditetapkan keputusan strategisnya.

Dari kedelapan komponen yang telah diuraikan ini, intinya adalah bahwa

komponen manajemen risiko (ERM) ini menyajikan suatu garis besar untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan umum berikut berkaitan dengan pemikiran

untuk penerapan konsep manajemen risiko:

1. Apa yang ingin diperoleh dan apa tujuan yang ingin dicapai?

2. Apa yang dapat menghalangi atau menghambat untuk pencapaian tujuan?

3. Apa risiko yang harus dihadapi dalam upaya untuk mencapai tujuan?

Seberapa signifikan risiko dimaksud? Bagaimana risiko tersebut dapat

terjadi atau berpotensi untuk terjadi?

4. Apa yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa risiko itu semua

tidak terjadi atau dapat dicegah?

5. Apa strategi atau opsi manajemen risiko yang dapat diimplementasikan

untuk mengurangi atau meminimalkan kemungkinan terjadinya dan/atau

dampak yang ditimbulkan dari risiko?

6. Apa kemampuan dimiliki untuk menerapkan strategi manajemen risiko?

Apa sudah didesain aktivitas pengendalian yang sesuai dan apakah

sesuai dengan strategi manajemen risiko yang digunakan?

7. Bagaimana memastikan bahwa apa yang diharapkan dapat dicapai?

Apakah informasi yang tersedia mendukung keberhasilan yang ingin

dicapai? Bagaimana memonitor kinerja untuk memverifikasi keberhasilan?

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 104: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik98

E. Manajemen Risiko di Sektor Publik

Manajemen risiko memainkan peran yang sangat vital tidak hanya untuk

sektor privat melainkan juga untuk sektor publik. Hal ini mengandung suatu

pengertian bahwa penerapan strategi manajemen risiko tidak dimaksudkan

hanya untuk kegiatan yang berorientasi mencari keuntungan, melainkan juga

untuk berbagai kegiatan yang mempunyai tujuan pelayanan publik. Sebagaimana

sudah dibahas di bagian awal dari bab ini, risiko didefinisikan sebagai suatu

ancaman atau hambatan potensial yang dapat mempengaruhi pencapaian

tujuan organsasi.

Dalam perkembangannya, kerangka COSO – ERM memperluas ruang

lingkup manajemen risiko melalui pengujian permasalahan dari perspektif

yang baru. Risiko tidak hanya dipandang sebagai suatu hal yang berarti negatif,

dalam proses analisis yang dilakukan, risiko juga diidentifikasi sebagai suatu

peluang. Sebagai contoh, dalam organisasi sektor publik, seperti permasalahan

kepadatan lalulintas di kota besar, kemacetan yang terjadi khususnya di jam-

jam sibuk merupakan ancaman reputasi polisi untuk bagaimana mengatasinya.

Pendapat ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa kemacetan yang terjadi

merupakan risiko reputasi yang dihadapi kepolisian. Namun, jika kejadian ini

merupakan suatu hal yang dapat memberikan inspirasi untuk meningkatkan

citra kepolisian, maka kejadian ini lebih merupakan suatu peluang untuk

mencapai tujuan yang diinginkan. Semua ini sangat tergantung bagaimana

strategi manajemen risiko yang diimplementasikan dan dipantau terus untuk

efektivitasnya.

Pemetaan risiko didesain untuk menetapkan faktor risiko yang ber-

pengaruh dalam menimbulkan kejadian yang mengandung risiko. Di samping

itu, pemetaan risiko juga dimaksudkan untuk mengkategorikan risiko menurut

besaran atau signifikan dari risiko tersebut. Tingkat dampak suatu risiko sangat

bervariasi dan dibedakan berdasarkan kategorinya, yaitu: risiko tinggi, sedang

dan rendah.

Kategori dampak suatu risiko dapat juga dilihat dari konsekuensi risiko

dimaksud, yaitu berdampak:

1. Sangat dahsyat (catastrophic)

2. Besar (major)

3. Sedang (moderate)

4. Kecil (minor)

5. Tidak berarti (insignificant)

Page 105: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

99

Risiko juga dianalisis berdasarkan frekuensi terjadinya. Frekuensi atau

kemungkinan terjadinya suatu risiko juga sangat bervariasi. Untuk memudahkan

pengukuran frekuensi atau kemungkinan terjadinya resiko, perlu dibuatkan

juga tingkatan kemungkinan risiko tersebut terjadi. Tingkat frekuensi atau

kemungkinan terjadinya suatu risiko yaitu:

1. Pasti terjadi (certain).

2. Besar kemungkinan terjadi (likely).

3. Sedang (moderate).

4. Kecil kemungkinan terjadi (unlikely)

5. Jarang terjadi (rare).

Penetapan kategori besaran dampak risiko dan kemungkinan terjadinya

suatu risiko ini dimaksudkan untuk menerapkan strategi manajemen risiko yang

efektif dan sesuai, yaitu sedemikian rupa sehingga alokasi biaya untuk kegiatan

operasional dapat dimanfaatkan dan terpakai dengan efisien dan ekonomis.

Penerapan strategi manajemen risiko di sektor publik pada dasarnya

tidak ada bedanya dengan penerapannya di sektor privat. Hal terpenting untuk

dapat menerapkan konsep manajemen risiko dalam pelaksanaan aktivitas

kegiatan dimulai dengan memahami proses manajemen risiko. Secara umum,

proses manajemen risiko meliputi tiga tahapan utama, yaitu:

1. Penilaian risiko; aktivitas yang dilakukan pada tahapan ini:

a. Penetapan tujuan aktivitas, kegiatan, proyek, atau program yang akan

dinilai risikonya.

b. Pengidentifikasian risiko-risiko yang terkait dengan pelaksanaan untuk

pencapaian tujuan yang ditetapkan.

c. Penelaahan sumber risiko, baik yang disebabkan faktor internal maupun

eksternal.

d. Pengukuran risiko dikaitkan dengan dampak yang ditimbulkan dari risiko

yang terjadi dan kemungkinan terjadinya peristiwa yang mengandung

risiko.

2. Penerapan strategi manajemen risiko; aktivitas yang dilakukan pada tahapan

ini:

a. Pengembangan strategi yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk

mengatasi risiko (misalkan strategi menghindar, mengurangi, dan membagi

atau memindahkan risiko).

b. Perumusan rencana aksi yang rinci (penerapan aktivitas pengendalian)

yang relevan dengan strategi manajemen risiko yang dilaksanakan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 106: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

3. Pemantauan risiko; aktivitas yang dilakukan pada tahapan ini:

a. Penelaahan dan penilaian efektivitas pengendalian yang ada dan

implementasi rencana aksi.

b. Pelaksanaan tindakan untuk memastikan apakah proses manajemen

risiko berjalan efektif atau tidak.

c. Perbaikan dan peningkatan kapabilitas strategi manajemen risiko.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik100

Contoh Penerapan Manajemen Risiko dalam Kegiatan Pengadaan Raskin di Kabupaten X:

Jenis Kegiatan

Tujuan Kegiatan

Dasar Hukum untuk

Pelaksanaan Kegiatan

Risiko-risiko (beberapa

contoh risiko yang

diidentifikasi)

Pengadaan beras untuk masyarakat miskin (raskin)

di Kabupaten X

Pengadaan beras untuk rakyat miskin di daerah kabupaten

X secara tepat waktu, tepat harga, tepat jumlah, dan tepat

kualitas untuk periode semester pertama tahun 2007

sejumlah 100 ton beras.

Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang

Pengadaan Barang dan Jasa di lingkungan Instansi

Pemerintah.

1. SDM yang menangani pengadaan beras belum

berpengalaman.

2. Informasi untuk kebutuhan pengadaan beras tidak

lancar.

3. Pemasok beras yang tersedia di kabupaten X sangat

terbatas.

4. Anggaran pengadaan beras tahun 2007 terbatas.

5. Perubahan kebijakan pemerintah dan peraturan

perundangan yang berlaku untuk pengadaan barang

dan jasa.

6. Kelangkaan pasokan beras di kabupaten X selama

semester pertama dan kedua tahun 2007

7. Praktik-praktik KKN yang menjamur dalam pengadaan

beras miskin di kabupaten X.

8. Kenaikan harga beras yang tidak sah (mark up harga).

9. Beras yang diterima tidak sesuai dengan kualitas yang

ditetapkan dalam kontrak pengadaan.

10.Dokumen pengiriman barang tidak lengkap.

11.Pengiriman beras di kabupaten X terhambat karena

tidak adanya transportasi truk pengangkut.

12.Pengadaan beras tidak melalui proses pelelangan

yang normal (penunjukkan langsung).

13.Beras yang diterima tidak sesuai dengan pesanannya.

14.Pencurian beras di gudang milik pemda kabupaten X.

Page 107: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

101Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Lanjutan:

Sebagai simpulan mengenai manajemen risiko yang telah dibahas,

terutama pada penerapannya pada sektor publik di sub bab ini, beberapa hal

penting yang menjadi bagian pokok dalam proses manajemen risiko adalah

keterkaitan antara tujuan kegiatan dengan kejadian yang mengandung risiko,

dan upaya mengelola risiko dengan penetapan rencana aksi (action plan)

melalui pemasangan aktivitas pengendalian yang sesuai dengan alokasi biaya

yang ekonomis dan efisien. Proses manajemen risiko ini merupakan proses

yang kontinyu untuk memitigasi atau mengurangi dampak yang ditimbulkan

dan kemungkinan terjadinya risiko. Berikut contoh hubungan tujuan kegiatan,

risiko, dan pengendalian dalam kegiatan pelayanan KTP:

Jenis kegiatan : Implementasi sistem otomatisasi pelayanan KTP.Tujuan yang dicapai : Pelayanan KTP selesai satu hariRisiko operasional : Keterlambatan dalam proses pengurusan KTP.Sumber penyebab : Masyarakat belum terbiasa dengan sistem

otomatisasi baru.

Aktivitas Pengendalian (action plan – strategi manajemen risiko yang diterapkan)1. Pembuatan manual pedoman sebagai petunjuk untuk pengurusan KTP

melalui sistem otomatisasi yang diterapkan.2. Pemberian pelatihan kepada petugas yang menangani pengurusan atau

pelayanan pembuatan KTP.3. Sosialisasi penggunaan sistem otomatisasi pelayanan pembuatan KTP.

1. Strategi meminimalkan risiko (reducing risk)

Pemberian diklat pengadaan barang dan jasa untuk

petugas yang bertanggung jawab dan menyertakannya

dalam ujian sertifikasi pengadaan barang dan jasa.

2. Strategi memindahkan risiko (transfer risk)

Penutupan asuransi kehilangan/pencurian untuk beras

yang disimpan di gudang.

1. Memastikan apakah rencana aksi yang dipilih atau

aktivitas pengendalian yang dipakai sudah cukup

efektif mengatasi risiko yang diidentifikasi.

2. Memperbarui strategi manajemen risiko untuk peng-

adaan beras sesuai kebutuhan dan keadaan yang

terjadi.

Strategi yang dipilih

untuk mengelola risiko

(contoh risk response

yang dipilih sebagai

strategi manajemen

risiko)

Pemantauan risiko

Contoh Penerapan Manajemen Risiko dalam Kegiatan Pengadaan Raskin di Kabupaten X:

Page 108: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik102

Akhirnya, untuk lebih memperoleh gambaran yang jelas mengenai

proses manajemen risiko yang telah diuraikan, berikut bagan alur yang

menggambarkan proses manajemen risiko yang diterapkan:

PROSESMANAGEMENT

RISIKO

Penetapan TujuanOrganisasi

IdentifikasiPengendalian

Identifikasi & Assessment Risiko

Identifikasi & Assessment

Residual Risks

Diterima?

Ya

Tidak

Dokumentasi Risiko(Acceptance Decision)

Action

Page 109: Sistem Pengendalian Internal

103

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:

• Menjelaskan cara pandang instansi pemerintah terhadap lingkungan

• Menjelaskan beberapa unsur pengendalian yang dibahas

• Menjelaskan dampak yang diharapkan dari suatu unsur pengendalian

• Menjelaskan bagaimana unsur-unsur pengendalian dalam membentuk

struktur pengendalian

A.Pengantar

Penyelenggaraan pemerintahan negara dimaksudkan untuk mewujud-

kan tujuan bernegara. Penyelenggaraan pemerintahan ini menimbulkan hak

dan kewajiban negara. yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan

keuangan negara. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 menghendaki dilakukannya pengelolaan keuangan negara secara

profesional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Pelaksanaan pengelolaan keuangan negara diwujudkan

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

APBN dan APBD dilaksanakan melalui suatu kelembagaan yang

ditunjang oleh sistem pelaksanaan anggaran dan sistem akuntansi dan sumber

daya manusia. Elemen-elemen ini mengalami perubahan seiring dengan

tuntutan perubahan jaman. Dibawah ini diberikan gambaran singkat bagaimana

perubahan lingkungan telah menuntut dilakukannya perubahan dalam sistem

dan prosedur untuk meingkatkan keyakinan akan dapat dicapainya tujuan

pembangunan dan tujuan bernegara.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

InternalSistem Pengendalian

6BabReformasi

Penataan Pengendalian InternaldanKeuangan Negara

dalam Pemerintahan

Page 110: Sistem Pengendalian Internal

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik104

B.Perencanaan dan Penganggaran

Dari sisi perencanaan dan penganggaran, reformasi keuangan negara

telah merombak sistem pengendalian secara mendasar. Melalui mekanisme

perencanaan dan penganggaran yang baru, kebijakan perencanaan,

penganggaran dan pelaksanaannya yang pada masa lalu sangat sulit untuk

dapat dikaitkan, menjadi terlihat benang merahnya dalam usaha mencapai

tujuan pembangunan. Keterkaitan ini, dapat ditelusur bahkan hingga pengelolaan

keuangan negara yang diserahkan kepada daerah.

1. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dan Prakiraan Maju

Pada masa sebelum reformasi keuangan negara, perencanaan dan

penganggaran berjangka waktu hanya satu tahun. Akibatnya tidak dapat

dilakukan analisa keberhasilan kinerja, karena anggaran pada masing-

masing tahun berdiri sendiri dan tidak dapat dikaitkan antar waktu.

Perencanaan dan penganggaran paska reformasi keuangan negara,

dilaksanakan dengan kerangka pengeluaran jangka menengah dan prakiraan

maju. Pasal 19 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara mengharuskan disertakannya prakiraan belanja untuk tahun

berikutnya setelah tahun anggaran yang disusun dalam rancangan APBN

dan APBD.

Kerangka pengeluaran jangka menengah dan prakiraan maju, pada

dasarnya adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan,

dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan

dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran. Oleh karena itu, keputusan

yang diambil sudah mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang

bersangkutan pada tahun-tahun berikutnya.

Prakiraan maju adalah perhitungan dana yang dibutuhkan di tahun-tahun

yang akan datang untuk mendukung program yang bersangkutan. Melalui

kerangka pengeluaran jangka menengah dan prakiraan maju, operasi

pemerintahan yang pembiayaannya dilaksanakan dalam dasar tahunan

ini, dalam perencanaannya mampu menampakkan dengan jelas usaha

yang berkesinambungan dalam rangka pencapaian suatu tujuan.

2. Penganggaran Berbasis Kinerja

Pada masa lalu, penganggaran dilaksanakan berdasarkan hanya pada

input. Dengan hanya berdasarkan pada input, sumbangan kegiatan

InternalSistem Pengendalian

Page 111: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

105Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

pemerintahan pada tujuan negara sangat sulit untuk diukur. Pada masanya

pengawasan akan keberhasilan kinerja instansi pemerintahan hanya dapat

diukur dari keberhasilannya dalam menyerap anggaran.

Reformasi keuangan negara melalui pasal 14 ayat 2 dan pasal 19 ayat

2 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

mengharuskan dibuatnya rencana kerja dan anggaran berdasarkan prestasi

kerja yang akan dicapai. Prestasi kerja ini yang dimaksudkan oleh undang-

undang ini dapat berupa keluaran (output) atau dampak (outcome). Sistem

perencanaan dan penganggaran yang dirujuk disebut sebagai perencanaan

dan penganggaran berbasis kinerja. Pengaturan lebih lanjut dari rencana

dan anggaran berbasis kinerja diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor

20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, Peraturan Pemerintah

Nomor 21 tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/

Lembaga dan Peraturan Daerah tentang Rencana Kerja dan Anggaran

Satuan Kerja Pemerintah Daerah.

3. Penganggaran Terpadu

Sebelum dilaksanakannya reformasi keuangan negara, penyusunan

anggaran investasi dan operasi di pemerintahan dilaksanakan secara

terpisah. Anggaran investasi dituangkan dalam dokumen anggaran yang

disebut sebagai Daftar Isian Proyek (DIP). Sementara itu, anggaran operasi

dituangkan dalam dokumen anggaran yang disebut sebagai Daftar Isian

Kegiatan (DIK).

Melalui reformasi keuangan negara, penganggaran dilaksanakan dengan

metode penganggaran terpadu. Metode ini lebih menjamin keserasian dalam

pelaksanaan operasi pemerintahan, mengingat bahwa setiap kegiatan selalu

membutuhkan aset tetap serta modal kerja. Penganggaran secara terpisah

antara investasi modal kerja akan mungkin berakibat pada tidak lengkapnya

salah satu diantaranya karena keterbatasan sumber pendanaannya. Dengan

ketimpangan antara anggaran investasi dan anggaran operasional yang

demikian, akan menyulitkan dilakukannya operasi pemerintahan dengan

sempurna.

C.Perbendaharaan dan Akuntansi

Pengelolaan keuangan sektor publik pada era sebelum reformasi

keuangan negara, umumnya dilakukan dengan menggunakan pendekatan

superioritas negara. Pendekatan ini menciptakan aparatur pemerintah yang

Page 112: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

bergerak dalam kegiatan pengelolaan keuangan sektor publik tidak dapat

menerapkan kualifikasi profesional yang dimilikinya untuk pengelolaan keuangan

yang efisien dan efektif bagi tujuan pembangunan. Mereka umumnya hanya

berperan sebagai mesin birokrasi. Administrasi keuangan negara, menghasilkan

hanya laporan yang hanya cukup untuk memenuhi administrasi intern, dan

tidak memadai untuk digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan,

terlebih oleh pihak di luar pemerintahan. Melalui reformasi keuangan negara,

pengelolaan keuangan pemerintah diluruskan kembali dengan menerapkan

prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) yang sesuai dengan

lingkungan pemerintahan.

Reorganisasi yang dilakukan dalam rangka reformasi keuangan negara

tidak boleh dilihat sebagai suatu upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip

pengelolaan keuangan yang selama ini lebih banyak dilaksanakan di dunia

usaha. Sudut pandang harus tetap menggunakan asumsi bahwa pada

hakikatnya, negara adalah suatu lembaga politik. Dalam kedudukannya yang

demikian, negara tunduk pada tatanan hukum publik. Tata cara pengelolaan

keuangan pemerintah, tidaklah hitam putih dilaksanakan untuk mendapatkan

nilai tambah yang terbesar, tetapi melalui kegiatan berbagai lembaga

pemerintah, negara berusaha memberikan jaminan kesejahteraan kepada

rakyat (welfare state).

Reorganisasi Kementerian Negara Keuangan dan Pemerintah Daerah yang

dilaksanakan dalam rangka reformasi keuangan negara telah menciptakan

dan menata kembali fungsi-fungsi perbendaharaan dan akuntansi.

1. Perbendaharaan

Pada masa sebelum reformasi keuangan negara, sumber-sumber daya

pemeritahan diurus dan ditatausahakan pada berbagai institusi yang

berbeda-beda fungsi. Kondisi ini mengakibatkan pemerintah tidak dapat

mengetahui dengan pasti jumlah sumber daya, terutama keuangan yang

dimiliki pada suatu saat. Akibatnya, perencanaan pembangunan tidak dapat

dilaksanakan pada tingkatan yang paling optimal.

Sejalan dengan perkembangan lingkungan global yang diwarnai persaingan

antar bangsa, kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang lebih baik

semakin dirasakan. Fungsi perbendaharaan diperlukan dalam rangka

pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah yang terbatas secara

efisien. Reformasi keuangan negara meletakkan dasar-dasar penataan

kembali fungsi perbendaharaan dengan memperkenalkan fungsi-fungsi

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik106

Page 113: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

107Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

pengelolaan kas, perencanaan kas yang meliputi perencanaan penerimaan

dan pengeluaran, pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan

penyimpangan, pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang milik

negara/daerah, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan

pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai

tambah sumber daya keuangan yang pada masa lalu belum mendapat

perhatian yang memadai.

2. Akuntansi

Reformasi keuangan negara menghasilkan juga produk penting yaitu Standar

Akuntansi Pemerintah yang ditetapkan dalam suatu Peraturan Pemerintah.

Melalui penerapan standar akuntansi ini, hasil-hasil pembangunan yang

selama ini tidak dapat ditelusuri hasilnya menjadi nyata terlihat. Penerapan

standar akuntansi pemerintahan yang berbasis akrual telah memungkinkan

dihasilkannya Neraca, Laporan Realisasi APBN/APBD, Laporan Arus Kas

dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri Laporan Keuangan

Perusahaan Negara/Daerah dan Badan Lainnya.

Untuk melaksanakan standar, terhadap sistem akuntansi pemerintah juga

dilakukan perombakan. Pencatatan tunggal yang memisah-misahkan

akuntansi anggaran, akuntasi kas dan akuntansi barang, disatukan dalam

satu unit akuntansi yang berada pada setiap entitas akuntansi pemerintah.

Dengan demikian, informasi keuangan jadi menyatu (dalam satu tempat)

sehingga dapat segera digunakan. Kondisi ini merupakan kontras dari

kondisi pada masa lalu, dimana akuntansi anggaran diletakkan di Biro

Keuangan dan Akuntansi Barang di Biro Perlengkapan, sehingga pemilik

kegiatan tidak memiliki data lengkap mengenai dampak keuangan

kegiatannya. Akuntansi kas bahkan dilaksanakan di Kantor-kantor Kas dan

Perbendaharaan yang berada di Kementerian Keuangan. Dampak besarnya

adalah bahwa aliran kas dan aliran barang sangat sulit untuk dicocokkan.

Terbitnya laporan keuangan pemerintah telah mengubah laporan tentang

pelaksanaan keuangan negara menjadi eksternal dan mampu digunakan

sebagai dasar pengambilan keputusan.

D.Akuntabilitas

Reformasi keuangan negara yang dilakukan menurut UU No. 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara, telah meletakkan dasar-dasar akuntabilitas

yang lebih mendorong profesionalitas dan tanggung jawab. Undang-undang

Page 114: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik108

beserta peraturan pelaksanaannya telah membagi-bagi kekuasaan pengelolaan

keuangan negara kedalam akuntabilitas kebijakan, akuntabilitas kegiatan dan

akuntabilitas pengelolaan uang/barang secara fisik. Pengelolaan keuangan

negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan oleh undang-undang

diletakkan di tangan presiden selaku kepala pemerintahan. Berdasarkan azas

otonomi, kekuasaan pengelolaan keuangan negara dikuasakan dan diserahkan

dengan pengaturan sebagai berikut:

1. Di tingkat pusat:

a. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan

Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mendelegasikan

kewenangannya kepada Kepala Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara

(KPKN) untuk melaksanakan tugas selaku Kuasa Bendahara Umum

Negara. Pada tingkatan kegiatan Kepala KPKN mendelegasikan

kewenangan perbendaharaan kepada Bendahara Pengeluaran.

b. Dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna

Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang di-

pimpinnya. Pada tingkatan operasional menteri teknis mendelegasikan

kewenangan pelaksanaan program kepada kepala kantor selaku Kuasa

Pengguna Anggaran atau Barang.

2. Di tingkat daerah diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku

kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan

mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang

dipisahkan. Di lingkungan pemerintah daerah, dinyatakan oleh undang-

undang bahwa kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan

oleh:

a. Kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola

APBD;

b. Dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat

pengguna anggaran/barang daerah

Kewenangan pelaksanaan program dan kewenangan perbendaharaan

akan dilaksanakan melalui jasa Bendahara Penerimaan dan Pengeluaran.

Pengelolaan keuangan daerah tidak termasuk kewenangan dibidang

moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang,

yang diatur dengan undang-undang.

Page 115: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

109Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Metode akuntabilitas yang diletakkan Undang-undang No. 17 tahun

2003 tentang Keuangan Negara telah meletakkan Menteri Keuangan dan Kepala

Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah sebagai pembantu Presiden atau

Kepala Daerah dalam bidang keuangan pada hakikatnya adalah Chief Financial

Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia. Sementara itu, setiap menteri/

pimpinan lembaga dan Kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah pada hakikatnya

adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan.

Sesuai dengan prinsip tersebut Kementerian Keuangan dan Kepala

Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah berwenang dan bertanggung jawab

atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sementara

kementerian negara/lembaga Kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah berwenang

serta bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan

tugas dan fungsi masing-masing.

E. Pengawasan dan Auditing

Reformasi keuangan negara yang diletakkan oleh Undang-undang

No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara lebih menjamin terselenggaranya

saling-uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran. Pembagian

tugas antara Menteri Keuangan dan Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan

Daerah serta para menteri lainnya dan kepala Satuan Kerja Pemerintah Daerah

yang terjadi dalam pelaksanaan anggaran merupakan usaha pemisahan fungsi

antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan

kebendaharaan.

Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau

tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau

pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang

diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi

perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan

yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.

Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai

Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang

melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai

kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan dan

Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum

Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi

sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan.

Page 116: Sistem Pengendalian Internal

InternalSistem Pengendalian

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik110

Satu lagi hal penting yang dilaksanakan dalam reformasi keuangan

pemerintah adalah dapat dilaksanakannya audit independen terhadap keuangan

negara. Dengan telah dimilikinya Standar Akuntansi Pemerintahan akan terdapat

acuan tunggal baik untuk penyusunan laporan keuangan dan sekaligus sebagai

kriteria dalam audit.