Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia 1 DAFTAR ISI BAB I KLIRING DI INDONESIA............................................................................................................. 3 I. PENDAHULUAN ............................................................................................................... 3 II. SEKILAS SEJARAH KLIRING DI INDONESIA ............................................................. 6 BAB II PENGERTIAN KLIRING ............................................................................................................ 10 I. ISTILAH-ISTILAH DALAM KLIRING.......................................................................... 10 II. KEGIATAN-KEGIATAN DALAM KLIRING ............................................................... 13 III. SISTEM KLIRING............................................................................................................ 17 IV. SISTEM MANUAL .......................................................................................................... 18 V. SISTEM SEMI OTOMASI (SOKL) ................................................................................. 19 VI. SISTEM OTOMASI .......................................................................................................... 21 VII. SISTEM ELEKTRONIK................................................................................................... 30 BAB III WARKAT, DOKUMEN KLIRING, DKE DAN PENCETAKAN WARKAT ......................... 334 I. WARKAT.......................................................................................................................... 24 II. DOKUMEN KLIRING ................................................................................................... 441 BAB IV PENYELENGGARA .................................................................................................................. 505 I. BANK INDONESIA SEBAGAI PENYELENGGARA KLIRING ................................. 35 II. PIHAK LAIN SEBAGAI PENYELENGGARA KLIRING (BANK) ............................. 35 BAB V BIAYA KLIRING ......................................................................................................................... 37 I. Biaya Kliring Pada Penyelenggaraan Kliring Non SKNBI ..............................................37 II. Biaya Kliring Pada Penyelenggaraan Kliring SKNBI ....................................................... 39
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
1
DAFTAR ISI
BAB I
KLIRING DI INDONESIA.............................................................................................................3
I. PENDAHULUAN ...............................................................................................................3
II. SEKILAS SEJARAH KLIRING DI INDONESIA.............................................................6
DAFTAR HITAM.........................................................................................................................43
I. Pendahuluan.......................................................................................................................43
II. Jenis Alasan Penolakan Cek / Bilyet Giro.........................................................................43
III. Kriteria Penutupan Rekening.............................................................................................45
IV. Penatausahaan Daftar Hitam .............................................................................................46
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
3
BAB I
KLIRING DI INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan perekonomian yang semakin meningkat dengan pesat
dewasa ini, penggunaan alat-alat lalu lintas pembayaran giral (uang giral) seperti Cek,
Bilyet Giro, Nota Kredit, dan lain-lain sebagai alternatif pembayaran disamping uang
kartal dalam transaksi perdagangan dan jasa semakin lazim digunakan di Indonesia.
Kecenderungan para pelaku ekonomi dalam melakukan penyelesaian transaksi
perekonomian menggunakan dana yang tersimpan di rekening bank melalui proses kliring
dan penyelesaian akhir (setelmen) di bank sentral (Bank Indonesia) antara lain disebabkan
oleh adanya beberapa keunggulan pembayaran dengan menggunakan alat lalu lintas giral
dibandingkan dengan uang tunai, antara lain faktor efektivitas, efisiensi dan keamanan.
Sebagaimana diketahui dalam Undang-undang No. 23 tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999
tentang Bank Indonesia (UU BI), disebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Selanjutnya dalam Pasal 8 UU BI,
disebutkan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran tersebut Bank Indonesia berwenang untuk :
a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa
sistem pembayaran;
b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan
tentang kegiatannya;
c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran.
Dalam kaitan dengan pelaksanaan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran sebagaimana
dimaksud di atas, Pasal 16 UU BI menyebutkan bahwa Bank Indonesia berwenang
mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
4
Penyelenggaraan kliring antar bank tersebut dimaksudkan untuk mempermudah cara
pembayaran dalam upaya memperlancar transaksi perekonomian dengan perantaraan
perbankan (bank peserta kliring) dan Bank Indonesia yang bertindak sebagai
penyelenggara kliring. Dengan adanya kliring diharapkan penggunaan alat-alat lalu lintas
pembayaran giral di masyarakat dapat meningkat sehingga otomatis akan meningkatkan
simpanan dana masyarakat di Bank yang dapat dipergunakan oleh bank untuk membiayai
sektor-sektor produktif di masyarakat.
Ilustrasi perbedaan efektivitas dan efisiensi penyelesaian akhir (setelmen) atas transaksi
antar bank dengan melalui proses kliring dan tidak melalui proses kliring dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
POLA TRANSAKSI ANTAR BANKNON KLIRING
BANKA
BANKD
BANKE
BANKC
BANKB
BANKF
POLA TRANSAKSI ANTAR BANKMELALUI KLIRING
BANKA
BANKD
BANKE
BANKC
BANKB
BANKF
KLIRING
Dari ilustrasi gambar di atas, tampak bahwa penyelesaian transaksi antar bank tanpa
menggunakan mekanisme kliring meskipun tetap dapat diselesaikan namun tidak efektif
dan efisien sehingga dapat meningkatkan biaya dan keterlambatan dalam penyelesaian
transaksi (settlement lag). Hal tersebut terlihat kontras dengan penyelesaian transaksi antar
bank melalui kliring yang jauh lebih efektif dan efisien. Adapun ilustrasi pembayaran
dengan menggunakan alat pembayaran giral yang penyelesaiannya dilakukan melalui
kliring adalah sebagaimana tampak dalam ilustrasi gambar berikut ini.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
5
Secara umum manfaat yang dapat ditarik oleh berbagai pihak yang terkait dengan sistem
pembayaran dengan adanya penyelenggaraan kliring untuk transaksi antar bank dimaksud
adalah:
a. Bagi masyarakat, memberikan alternatif dalam melakukan suatu pembayaran
(transfer of value) efektif dan efisien dan aman.
b. Bagi bank, merupakan salah satu advantage service kepada nasabah, menjadi fee
based income, juga dapat menjadi salah satu upaya dalam menggalang dana pihak
ketiga (nasabah) untuk kepentingan portfolio fund.
c. Bagi Bank Sentral sebagai penyelenggara, dapat secara cepat dan akurat mengetahui
kondisi keuangan suatu bank maupun transaksi-transaksi yang terjadi di masyarakat,
baik antar nasabah bank maupun antar bank sehingga dapat menentukan kebijakan-
kebijakannya secara lebih akurat dan tepat.
Pembukuan Hasil Kliring Bank X D : Bank X K : Bank Y Saldo giro Bank X di BI menurun Saldo giro Bank Y di BI meningkat (Bank X kalah Kliring) (Bank Y menang Kliring)
Keterangan :A.1 Nasabah A memberi perintah Bank X untuk transfer dananya ke Bank YA.2 Bank X menyerahkan Warkat Kliring (Nota Kredit) untuk diproses melalui KliringA.3 Pembukuan hasil Kliring A.4 Distribusi Warkat Kliring dan laporan hasil Kliring ke Bank Y
B.1 Nasabah B setor Warkat Kliring (Cek/BG) Bank X melalui Bank YB.2 Bank Y menyerahkan Warkat Kliring (Cek/BG) Bank X untuk diproses melalui KliringB.3 Pembukuan hasil KliringB.4 Distribusikan Warkat Kliring dan laporan hasil Kliring ke Bank X
D : Bank XK : Bank Y
Pembukuan Hasil Kliring Bank Y
BANK YBANK X
NASABAH BNASABAH A
A.2
A.1
A.3/B.3
B.2
B.1
B.4 A.4
LLG/Nota Kredit
Lap. Hsl Kliring +Cek/BG
Bank XLap. Hsl Kliring
Cek/BG Bank X
+
Hasil Kliring
PEMBUKUAN HASIL KLIRING
(AKUNTING)
PENYELENGGARA(KLIRING)
Aplikasi Transfer
LLG/Nota Kredit
Cek/BGBank X
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
6
II. SEKILAS SEJARAH KLIRING DI INDONESIA
Perjanjian yang menyangkut sistem perhitungan penyelesaian hutang piutang melalui
mekanisme kliring untuk pertama kali terjadi di Indonesia pada tanggal 15 Februari 1909
antara 6 (enam) bank utama di Jakarta (saat itu bernama Batavia). Sistem ini dirasakan
sangat bermanfaat dalam memperlancar serta mempermudah perhitungan antar bank.
Enam bank utama yang menyelenggarakan perjanjian sistem perhitungan kliring ini adalah
Nederlandsche Handel Mij Factorij, De Hongkong & Shanghai Banking Corp, De
Chartered Bank of India Australia & China, De Nederderlandsch Indische Escompto Mij,
De Nederlandsch Indische Handelsbank, dan De Javasche Bank. Perhitungan kliring pada
saat itu dilaksanakan oleh pihak ketiga yaitu di gedung Fa. Rijnst & Vinju dibawah
pimpinan E. Th. Kal. Adapun perkembangan kegiatan kliring dapat digambarkan sebagai
berikut.
Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral pada
waktu itu, pada Pasal 30 butir a. diatur bahwa Bank Indonesia membina perbankan dengan
jalan memperluas, memperlancar dan mengatur lalu lintas pembayaran giral dan
menyelenggarakan kliring antar bank. Sesuai amanat Undang-undang dimaksud
penyelenggaraan kliring antar bank oleh Bank Indonesia (untuk selanjutnya disebut
Penyelenggara) telah diatur lebih lanjut dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No. 14/35/Kep/Dir/UPPB dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/8/UPG masing-
masing tertanggal 10 September 1981 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal.
Pada awalnya, pelaksanaan kliring di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia dilaksanakan
secara manual, yaitu suatu sistem perhitungan antar bank dimana pelaksanaan fungsi yang
meliputi perhitungan, pembuatan daftar, pemilahan, pengecekan, penyesuaian dan
distribusi warkat kliring dilakukan secara manual, baik oleh penyelenggara maupun oleh
bank peserta kliring.
Dalam perkembangannya, sejalan dengan meningkatnya transaksi perekonomian nasional
khususnya di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia yang antara lain ditandai
dengan meningkatnya jumlah bank/kantor peserta kliring serta kuantitas maupun volume
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
7
warkat kliring yang dikliringkan, sistem penyelenggaraan kliringpun menjadi sangat
penting untuk ditingkatkan atau dikembangkan demi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
kliring.
Khusus di wilayah kliring Jakarta, pertumbuhan baik jumlah warkat kliring maupun nilai
nominal rata-rata 6% per tahun, menyebabkan penyelenggaraan kliring secara manual
menjadi tidak efektif dan efisien lagi. Pada tahun 1990 dilakukan perubahan sistem
penyelenggaraan kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring.
Sistem Otomasi adalah sistem perhitungan antar bank dimana pelaksanaan fungsi-fungsi
kliring seperti pemilahan, perhitungan, pembuatan laporan dll, dilakukan oleh
Penyelenggara dengan bantuan perangkat komputer, sedangkan pemilahan warkat
dilakukan dengan bantuan mesin baca pilah (reader sorter) yang dapat memilah +/- 1.000
(seribu) warkat per menit secara otomatis. Sementara itu di beberapa kota lain yang warkat
kliringnya relatif cukup banyak dilakukan perubahan sistem kliring dari sistem manual
menjadi sistem semi otomasi kliring lokal (SOKL). SOKL adalah sistem perhitungan antar
bank dimana penggabungan data, pembuatan daftar dan laporan serta bilyet saldo kliring
dilakukan oleh Penyelenggara secara komputerisasi, sedangkan kegiatan pengecekan,
penyesuaian dan distribusi warkat kliring dilakukan oleh masing-masing bank peserta
kliring secara manual.
Di tempat-tempat yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia dimana jumlah bank dan
volume warkat kliring relatif cukup banyak, penyelenggaraan kliring umumnya dilakukan
oleh bank pemerintah atau bank pembangunan daerah yang ditunjuk oleh Bank Indonesia
berdasarkan kesediaan dan kesiapan teknis maupun non teknis. Kebijakan ini ditempuh
agar sistem pembayaran yang efektif dan efisien melalui kliring tidak saja dinikmati oleh
masyarakat di kota-kota besar melainkan mencakup pula transaksi-transaksi masyarakat
melalui perbankan di kota-kota yang relatif kecil dan atau jauh dari pusat-pusat bisnis.
Dewasa ini. penyelenggaraan kliring di Indonesia yang dilakukan oleh Bank Indonesia
meliputi 1 kota dengan sistem elektronik (Jakarta), 3 kota dengan sistem otomasi kliring
(Surabaya, Medan dan Bandung), dan 34 kota dengan SOKL. Sedangkan penyelenggaraan
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
8
kliring yang dilakukan oleh penyelenggara yang bukan merupakan Bank Indonesia
meliputi 23 kota dengan SOKL dan 41 kota dengan sistem kliring secara manual.
Semakin meningkatnya jumlah warkat kliring dari waktu ke waktu menyebabkan
meningkatnya tekanan-tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di bank peserta
kliring maupun di Penyelenggara. Hal tersebut diakibatkan adanya keterbatasan
kemampuan sarana kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat
kliring. Pada gilirannya hambatan-hambatan dalam proses warkat kliring tersebut
menyebabkan terjadi keterlambatan dalam setelmen dan penyediaan informasi hasil
kliring.
Sebagaimana diketahui, gangguan yang terjadi dalam sistem pembayaran sangat berpotensi
untuk memperlemah dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank. Gangguan
tersebut dapat pula merugikan lembaga lain yang terkait sehingga dapat menimbulkan efek
negatif yang berantai (systemic risk).
Untuk itu, sesuai dengan acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue
Print Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi,
kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan
sistem pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada tahun
1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan teknologi image
mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia.
Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang
sistem pembayaran dimana untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan
Sistem Kliring Elekronik Jakarta (SKEJ) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril
Sabirin. Dengan sistem elektronis ini informasi warkat kliring dikirim secara elektronis dan
on-line dari Terminal Peserta Kliring (TPK) ke terminal penyelenggara (Sistem Pusat
Komputer Kliring Elektronik/SPKE) melalui Jaringan Komunikasi Data (JKD). Sementara
itu fisik warkat itu sendiri tetap diserahkan ke Bank Indonesia untuk dipilah oleh mesin
baca-pilah berdasarkan bank tertuju. Perhitungan kliring dan bilyet saldo kliring dilakukan
oleh Bank Indonesia berdasarkan data elektronis yang dikirim bank-bank peserta yang
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
9
kemudian dicetak dalam bentuk laporan dan didistribusikan kepada bank bersama-sama
dengan warkat yang telah dipilah oleh mesin baca-pilah. Sedangkan Kliring Pengembalian
tetap menggunakan sistem SOKL. Pada awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta
dalam kliring elektronis masih terbatas kepada 8 peserta kliring (BRI, BDN, BII, BCA, B.
Bali, Deutsche Bank, Standard Chartered Bank dan Citibank) dan 2 peserta intern dari
Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrim dan Bagian Akunting Kota). Keikutsertaan
kantor-kantor bank dalam penyelenggaraan kliring elektronis dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi kantor-kantor bank yang belum
menjadi anggota SKEJ, perhitungan kliring tetap menggunakan sistem otomasi. Penerapan
sistem kliring elektronik secara menyeluruh baru diterapkan pada tanggal 18 Juni 2001.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
10
BAB II
SISTEM KLIRING
I. Istilah-Istilah Dalam Kliring
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/18/PBI/2005 tanggal 22 Juli 2005
tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, antara lain dalam Pasal 1 disebutkan hal-
hal sebagai berikut :
A. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998;
B. Bank Konvensional adalah Bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional;
C. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja di kantor pusat
bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
D. cabang pembantu syariah dan atau unit usaha syariah;
E. Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar peserta kliring
baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya
diselesaikan pada waktu tertentu.
F. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut SKNBI, adalah
system Kliring Bank Indonesia yang meliputi Kliring debet dan Kliring kredit yang
penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
G. Kliring Debet adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet.
H. Kliring Kredit adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer kredit.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
11
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
12
I. Wilayah Kliring adalah suatu wilayah tertentu yang menyelenggarakan Kliring
sebagai bagian dari SKNBI.
J. Penyelenggara Kliring Nasional, yang selanjutnya disebut PKN, adalah unit kerja di
Kantor Pusat Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan
SKNBI secara nasional.
K. Penyelenggara Kliring Lokal, yang selanjutnya disebut PKL, adalah unit kerja di
Bank Indonesia dan unit kerja di kantor Bank yang bertugas mengelola dan
menyelenggarakan SKNBI di suatu Wilayah Kliring.
L. PKL BI adalah unit kerja di Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan
menyelenggarakan SKNBI di suatu Wilayah Kliring.
M. PKL Selain BI adalah unit kerja pada kantor Bank yang memperoleh persetujuan
Bank Indonesia untuk mengelola dan menyelenggarakan SKNBI di suatu Wilayah
Kliring.
N. Peserta adalah kantor Bank Indonesia dan atau kantor Bank yang terdaftar pada PKN
dan atau PKL untuk mengikuti kegiatan SKNBI.
O. Data Keuangan Elektronik, yang selanjutnya disebut DKE, adalah data transfer dana
dalam format elektronik yang digunakan sebagai dasar perhitungan dalam SKNBI.
P. Penyelesaian Akhir (settlement), yang selanjutnya disebut Penyelesaian Akhir,
adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening giro Bank di Bank Indonesia
yang dilakukan berdasarkan perhitungan rekening giro Bank di Bank Indonesia yang
dilakukan berdasarkan perhitungan hak dan kewajiban masing-masing Bank yang
timbul dalam penyelenggaraan SKNBI.
Q. Warkat Debet adalah alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan atas beban
nasabah atau Bank melalui Kliring Debet.
R. Penarik adalah pemilik rekening yang memerintahkan Tertarik untuk melakukan
pembayaran atau pemindahbukuan sejumlah dana atas beban rekeningnya kepada
Pemegang dengan menggunakan cek atau biylet giro;
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
13
S. Tertarik adalah bank yang menerima perintah pembayaran atau pemindahbukuan dari
Penarik;
T. Pemegang adalah Nasabah yang memperoleh pembayaran atau pemindahbukuan
dana dari Penarik sebagaimana diperintahkan oleh Penarik kepada Tertarik;
U. Cek/Bilyet Giro Kosong adalah Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan dan ditolak
Tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh Penarik
karena saldo tidak cukup atau Rekening telah ditutup;
V. Daftar Hitam adalah suatu daftar yang berisi nama-nama Penarik Cek/Bilyet Giro
Kosong yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan berlaku selama 1 (satu) tahun
sejak tanggal penerbitan.
II. Kegiatan-Kegiatan Dalam Kliring
Penyelenggaraan kliring lokal terdiri dari 2 (dua) tahap yang meliputi kliring penyerahan
dan kliring pengembalian yang merupakan satu kesatuan siklus kliring.
A. Kliring Penyerahan
Kliring Penyerahan adalah bagian dari suatu siklus Kliring guna memperhitungkan
warkat dan atau DKE yang disampaikan oleh Peserta. Dalam kliring penyerahan,
peserta kliring akan menyerahkan warkat-warkat/DKE kliringnya baik warkat/DKE
debet maupun warkat/DKE kredit kepada penyelenggara/peserta lawan transaksinya
(lazimnya disebut dengan warkat/DKE keluar (outward clearing)) serta menerima
warkat/DKE debet maupun kredit dari penyelenggara/peserta lawan transaksinya
(lazimnya disebut warkat/DKE masuk (inward clearing).
Atas dasar penyerahan warkat/DKE kliring dimaksud, Penyelenggara akan
melakukan perhitungan kliring sehingga dapat menghasilkan Bilyet Saldo Kliring
dan berbagai bentuk laporan kliring yang dapat berguna bagi penyelesaian akhir
transaksi kliring ke rekening giro bank di Bank Indonesia dan pembukuan transaksi
kliring ke rekening nasabah bank.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
14
B. Kliring Pengembalian (Retur)
Kliring Pengembalian adalah bagian dari suatu siklus kliring guna memperhitungkan
warkat dan atau DKE debet kliring penyerahan yang ditolak berdasarkan alasan yang
ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia atau karena tidak sesuai dengan tujuan
dan persyaratan penerbitannya.
� Retur Warkat Debet
Lazimnya warkat kliring debet yang ditolak oleh bank meliputi warkat Cek dan
Bilyet Giro, serta beberapa warkat Nota Debet. Untuk warkat Cek dan Bilyet
Giro, sesuai angka IV dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/10/DASP
tanggal 8 Juni 2000 perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong,
terdapat 17 alasan penolakan Cek/Bilyet Giro yaitu :
1. Saldo tidak cukup;
2. Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri);
3. Persyaratan formal Cek/Bilyet Giro tidak dipenuhi :
a. Tulisan "Cek"/"Bilyet Giro" dan Nomor Cek/Bilyet Giro yang
bersangkutan;
b. Nama Tertarik;
c. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk
membayar/memindahbukukan dana atas beban Rekening Penarik;
d. Nama dan nomor Rekening Pemegang (khusus untuk Bilyet Giro);
e. Nama Bank penerima (khusus untuk Bilyet Giro);
f. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun
dalam huruf selengkap-lengkapnya;
g. Tempat dan tanggal Penarikan;
h. Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel
sesuai dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk
Bilyet Giro).
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
15
4. Tanggal efektif Bilyet Giro belum sampai;
5. Cek ditarik kembali oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu
pengunjukkan;
6. Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu
penawaran;
7. Sudah Kadaluarsa;
8. Coretan/perubahan tidak ditandatangani oleh Penarik;
9. Bea meterai belum dilunasi;
10. Tanda tangan tidak cocok dengan specimen;
11. Stempel Kliring tidak ada;
12. Stempel Kliring tidak sesuai dengan Bank Penerima;
13. Endosemen pada Cek atas nama atau Cek atas order tidak ada;
Indonesia No. 1/3/PBI/1999 juncto Surat Edaran NO. 1/10/DASP tanggal 31
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
38
Desember 1999 perihal Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring, diatur sebagai
berikut :
a. Nota Debet adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada
bank lain untuk untung bank pengirim atau untuk untung nasabah bank
pengirim;
b. Nota Debet yang dapat diproses melalui kliring dibatasi pada Nota Debet
dengan nominal setinggi-tingginya bernilai nominal Rp. 10.000.000.,00
(sepuluh juta rupiah) dan tidak dapat digunakan untuk transaksi PUAB.
Dengan demikian pencairan kembali surat sanggup (aksep/promes) atau
pembayaran kembali pinjaman dalam rangka transaksi PUAB juga tidak
dapat dilakukan dengan menerbitkan nota debet oleh pihak yang
memberikan pinjaman, tetapi dilakukan dengan penerbitan nota kredit
oleh peminjam pada tanggal jatuh tempo yang diikuti dengan
pengembalian surat sanggup (aksep/promes) kepada peminjam secara
lansung setelah pihak yang meminjamkan menerima nota kredit tersebut.
c. Nota debet dengan nominal di atas Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) masih dapat dipergunakan dalam kliring dengan ketentuan
diterbitkan oleh Bank Indonesia dan ditujukan kepada bank atau nasabah
bank yang berisi :
1) Tagihan realisasi dan atau biaya-biaya yang berhubungan dengan
pembukaan atau perubahan L/C impor;
2) Tagihan pokok dan atau bunga kredit likuiditas Proyek Kredit
Mikro (KL PKM), Kredit Likuiditas Program Kredit Modal Kerja
Bank Indonesia Dalam Rangka Pengembangan Bank Perkreditan
Rakyat (KL KMK-BPR), Pembiayaan Likuiditas Pembiayaan
Modal Kerja dalam Rangka Pengembangan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (PL PMK-BPRS), Kredit Likuiditas Kredit kepada
Pengusahan Kecil dan Mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat (KL
KPKM-BPR), dan Pembiayaan Likuiditas Pembiayaan Kepada
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
39
Pengusahan Kecil dan Pengusaha Mikro melalui Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (KL KPKM-BPRS).
d. Pelunasan tagihan-tagihan selain yang dimaksud dalam huruf c, apabila
dilakukan melalui kliring maka harus dilakukan dengan menerbitkan
nota kredit oleh pihak yang berhutang/pihak peminjam atau dengan
memperhitungkan cek atau bilyet giro yang diterbitkan oleh pihak yang
berhutang/pihak peminjam.
e. Bank yang menyampaikan warkat atau DKE nota debet dalam kliring
yang tidak sesuai dengan ketentuan dan atau bank yang menerima warkat
atau DKE nota debet dalam kliring yang tidak sesuai dengan ketentuan
dan tidak melakukan penolakan atas nota debet dimaksud, dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah)
untuk setiap pelanggaran.
6. Nota Kredit
Warkat kliring ini merupakan satu-satunya warkat kredit, yaitu warkat kliring
yang lazim digunakan untuk transaksi antar bank maupun antar nasabah bank.
Warkat Kredit adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada
bank lain (transfer) untuk untung bank atau nasabah bank yang menerima
warkat tersebut.
B. Syarat Warkat
1. Dinyatakan dalam mata uang rupiah;
2. Telah dapat ditagih pada saat dikliringkan;
3. Telah dibubuhi cap atau stempel kliring.
C. Pembakuan Warkat
Warkat yang dikliringkan yang lazimnya disebut warkat baku wajib memenuhi
spesifikasi teknis warkat yang antara lain meliputi jenis dan kualitas kertas, ukuran,
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
40
rancang bangun, garis batas, jenis tinta serta jenis angka dan simbol magnetic ink
character recognition (MICR) sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Bank
Indonesia No. 1/3/PBI/1999 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/27/DASP
tanggal 12 Desember 2001 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya
Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti.
Setiap pembuatan dan pencetakan warkat khususnya untuk warkat sistem otomasi
dan sistem elektronik untuk pertama kali dan atau perubahannya oleh peserta wajib
memperoleh persetujuan secara tertulis dari Bank Indonesia. Kebijakan ini
diterapkan mengingat mesin reader sorter (baca pilah) yang memproses warkat baku
pada sistem otomasi dan elektronik sangat sensitif sehingga dikhawatirkan warkat
yang tidak memenuhi spesifikasi teknis dimaksud dapat menyebabkan terhambatnya
proses kliring.
Spesifikasi Teknis Warkat
Setiap warkat wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut :
a. Kertas
Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi “The London Clearing
Bank’s Paper Spesification No. 1” atau dikenal dengan nama CBS 1 (96
gsm). Khusus untuk warkat pada penyelenggaraan kliring lokal dengan
menggunakan sistem manual dan semi otomasi, selain dapat
menggunakan kertas CBS 1 juga dapat menggunakan kertas sekuriti
(security paper) 90 gsm. Yang dimaksud dengan kertas sekuriti adalah
kertas yang dipakai untuk mencetak dokumen sekuriti yang memiliki ciri
pengaman untuk menangkal usaha pemalsuan baik dengan cara peniruan
maupun manipulasi.
b. Ukuran
Ukuran warkat yang dapat digunakan merupakan ukuran seragam untuk
semua jenis warkat, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 ¾ (dua tiga
per empat) inci dengan ketebalan 0,12 mm – 0,13 mm (warkat kecil).
Khusus untuk Nota Kredit dapat pula digunakan ukuran panjang 8
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
41
(delapan) inci dan lebar 32/3 (tiga dua pertiga) inci (warkat besar).
Khusus untuk warkat pada penyelenggaraan kliring lokal dengan
menggunakan sistem manual dan semi otomasi tidak ditentukan standar
ketebalan warkatnya.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
42
c. Rancang Bangun
Pembakuan warkat tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang
tercantum dalam warkat melainkan untuk lebih memudahkan
pengenalannya dan pemeriksaan warkat maupun sandi/informasi yang
tercantum didalamnya. Adapun rancang bangun warkat perlu
memperhatkan hal-hal sebagai berikut : penempatan dan pencetakan nilai
nominal warkat, nama/logo bank penerbit, nomor seri warkat, ruangan
tanda tangan serta kemungkinan personalisasi nasabah.
d. Clear Band
Clear band adalah ruang kosong pada bagian bawah setiap warkat
selebar 5/8 (lima per delapan) inci diukur dari batas bawah warkat dan
disediakan khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR E-13B.
Khusus untuk warkat kliring yang digunakan pada penyelenggaraan
kliring lokal dengan menggunakan sistem manual dan semi otomasi,
pengisian MICR pada clear band tidak perlu dilakukan sehingga
penandatanganan dan penulisan nama penarik dapat melewati clear band.
e. Garis Batas
Sebuah garis batas sejajar batas bawah sepanjang warkat harus dicetak
pada ukuran 1/8 (satu per delapan) inci di atas batas atas clear band.
f. Pembedaan Warna
Untuk mempermudah mengenali dan membedakan warkat dalam
pengolahan di tempat peserta pengirim, penyelenggara maupun peserta
penerima warkat, maka pada sudut kanan atas warkat dari jenis Nota
Kredit harus diberi tanda dengan bentuk segitiga siku-siku berwarna
merah tua degan ukuran sisi tegak masing-masing 1,5 (satu setengah)
centimeter.
g. Pertinggal (cheque stub)
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
43
Untuk keperluan administrasi terhadap penarikan atau penerbitan
cek/bilyet giro pada setiap lembar warkat dapat ditambahkan lembar
pertinggal yang dapat ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas
warkat atau diadministrasikan di bagian depan/belakang bundel warkat
atau berupa carbonized paper.
h. Perforasi
Untuk menghindari kerusakan warkat pada waktu pengolahan oleh mesin
baca pilah dan atau MICR encoder/reader-encoder pada sistem otomasi
dan elektroni, perforasi untuk memisahkan warkat dengan lembar
pertinggal dapat ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas warkat.
i. Pencantuman informasi dalam bentuk MICR diatur sebagai berikut :
4. Jenis Warkat dan Sandi Transaksi
Jenis Warkat Sandi Transaksi
• Cek 00 - 09
• Bilyet Giro 10 - 19
• Wesel Bank Untuk Transfer 20 - 29
• Surat Bukti Penerimaan Transfer 30 - 39
• Nota Debet < Rp. 10.000.000,00 40 - 49, kecuali 45
> Rp. 10.000.000,00 45
• Nota Kredit 50 - 59
Field Informasi Pada Warkat
Field informasi pada warkat dicetak dari kanan ke kiri pada bagian clear band
warkat dengan menggunakan mesin MICR encoder menjadi 5 jenis informasi
dengan urutan sebagai berikut :
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
44
• Nomor seri warkat 6 digit
• Sandi Peserta 7 digit
• Nomor rekening 10 digit
• Sandi Transaksi 2 digit
• Nilai nominal 14 digit
Cara pencantuman sandi MICR
Pencantuman sandi MICR pada warkat oleh peserta yang menyerahkan diatur
sebagai berikut :
• Cek, hanya nilai nominal umumnya informasi selain nilai nominal
• BG hanya nilai nominal telah dicetak (preprinted) oleh bank penerbit
• Wesel bank untuk transfer, semua jenis informasi
• Surat Bukti Penerimaan Transfer, semua jenis informasi
• Nota Debet, semua jenis informasi
• Nota Kredit, semua jenis Informasi
II. Dokumen Kliring
Dalam proses kliring selain digunakan warkat baku sebagaimana tersebut di atas,
digunakan pula berbagai jenis dokumen kliring (dahulu dikenal sebagai dokumen kontrol
atau formulir kliring) sebagai alat bantu dalam proses perhitungan kliring. Dokumen
kliring yang disampaikan oleh peserta harus memuat informasi identitas peserta yang
menyerahkan.
A. Jenis Dokumen Kliring
Jenis dokumen kliring yang digunakan dalam kegiatan kliring adalah sebagai berikut:
1. Dalam sistem Otomasi adalah :
a. Bukti Penyerahan Warkat Debet – Kliring Penyerahan (BPWD);
b. Bukti Penyerahan Warkat Kredit – Kliring Penyerahan (BPWK);
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
45
c. Bukti Penyerahan Rekaman Warkat – Kliring Pengembalian (BPRWKP);
d. Lembar Substitusi;
e. Kartu Batch.
2. Dalam sistem Semi Otomasi, adalah :
a. Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Penyerahan;
b. Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Penerima;
c. Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Pengirim;
d. Bukti Rekaman Warkat Tolakan Kliring Pengembalian;
e. Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Penerima;
f. Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Pengirim;
g. Daftar Warkat Yang Ditolak dengan Alasan Kosong.
3. Dalam Sistem Manual, adalah :
Daftar warkat kliring penyerahan/pengembalian.
B. Manfaat Dokumen Kliring Dalam Sistem Otomasi dan Elektronik, adalah :
1. Bukti Penyerahan Warkat
a. Digunakan sebagai tanda bukti penyerahan warkat untuk setiap bundel
(batch) warkat dari peserta kepada penyelenggara;
b. Diisi dalam rangkap dua oleh peserta yang menyerahkan warkat;
c. Lembar asli yang diisi informasi dalam bentuk sandi MICR, merupakan
Bukti Penyerahan warkat kepada penyelenggara;
d. Lembar kedua merupakan Bukti Penerimaan Warkat, yang setelah
ditandatangani oleh penyelenggara diserahkan kembali kepada petugas
yang menyerahkan warkat;
e. Informasi lengkap yang harus dicantumkan pada Bukti Penyerahan
Warkat oleh peserta adalah :
1) Nama dan sandi peserta;
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
46
2) Tanggal kliring;
3) Nilai Nominal;
4) Tanda tangan dan nama jelas petugas yang menyerahkan.
f. Pencantuman informasi dalam bentuk sandi MICR yang semula diisi
dengan informasi sandi bank/kantor peserta pengirim, sandi transaksi
debet/kredit (60/61) dan nilai nominal, diubah menjadi sama dengan
pencantuman informasi pada kartu batch.
2. Lembar Substitusi (bukti penjumlahan)
Untuk mempermudah pencarian selisih yang terjadi pada proses warkat di
mesin reader sorter (baca pilah), peserta yang menyerahkan warkat harus
melampirkan bukti penjumlahan nilai nominal warkat yang terdapat pada setiap
bundel/batch yang diserahkan.
3. Kartu Batch
a. Kartu batch dalam proses otomasi perhitungan kliring digunakan sebagai
alat bantu untuk mempermudah proses penelitian (balancing) setiap
bundel warkat yang diserahkan peserta;
b. Setiap kartu batch dibuat untuk lebih kurang 200 lembar warkat kliring
yang diserahkan;
c. Untuk setiap bundel warkat debet dan warkat kredit yang diserahkan
masing-masing dibuatkan kartu batch;
d. Setiap peserta dapat menyerahkan lebih dari satu bundel warkat kliring;
e. Pencantuman informasi dalam bentuk sandi MICR diatur sebagai berikut:
1) Nomor warkat
a) Tiga digit pertama diisi dengan angka 000;
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
47
b) Tiga digit terakhir diisi dengan 3 digit pertama sandi peserta
yang menyerahkan;
2) Sandi bank/kantor peserta
a) Tiga digit pertama dengan angka 3 digit sandi kantor peserta
tanpa angka penguji;
b) Empat digit terakhir diisi dengan angka 9999;
3) Sandi transaksi diisi dengan angka 96;
4) Nilai nominal diisi dengan hasil penjumlahan nominal warkat
kliring yang dilampirkan.
C. Spesifikasi Teknis Dokumen Kliring
1. Dokumen Kliring Sistem Otomasi
Dokumen kliring yang digunakan pada penyelenggaraan kliring lokal dengan
menggunakan sistem otomsi dan elektronik, kecuali BPRWKP dan lembar
substitusi, harus memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut :
a. Kertas
Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi “The London Clearing
Bank’s Paper Spesification NO. 1 “/CBS 1 (96 gsm).
b. Ukuran
Ukuran dokumen kliring yang digunakan merupakan ukuran seragam
untuk semua jenis dokumen kliring, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar
2 ¾ (dua tiga per empat) inci dengan ketebalan 0,12 mm – 0, 13 mm.
c. Rancang Bangun
Pembakuan dokumen kliring tidak dimaksudkan untuk membakukan
redaksi yang tercantum dalam dokumen kliring, melainkan untuk lebih
memudahkan pengenalan dan pemeriksanaan dokumen kliring maupun
sandi/informasi yang tercantum di dalamnya. Rancang bangun dokumen
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
48
kliring perlu memperhatikan penempatan nilai nominal, logo dan nama
bank penerbit, pembedaan warna antara dokumen kliring kredit (warna
merah tua) dan dokumen kliring debet (hijau), nomor seri, ruangan tanda
tangan dan clear band.
Khusus untuk BPRWKP merupakan print out (hasil cetakan) dari sistem semi
otomasi yang wajib menggunakan printer dot matrix minimal kualitas cetaknya
3000 cps.
Khusus untuk lembar substitusi dapat menggunakan kertas HVS minimal 60
gsm warna putih, tanpa mencantumkan logo dan nama bank.
Jenis dokumen kliring BPWD dan BPWK dibuat rangkap 2 (dua) dengan
menggunakan carbonized paper. Untuk lembar keduanya tidak wajib
memenuhi spesifikasi teknis kertas sebagaimana tersebut di atas.
2. Dokumen Kliring Sistem Semi Otomasi
Dokumen kliring yang digunakan pada penyelenggaraan kliring lokal dengan
menggunakan sistem semi otomasi merupakan hasil cetakan (print out) hasil
pengolahan rekaman warkat melalui aplikasi dari sistem kliring semi otomasi
yang pencetakannya wajib menggunakan printer dot matrix minimal kualitas
cetaknya 300 cps.
3. Dokumen Kliring Sistem Manual
Dokumen kliring yang digunakan pada penyelenggaraan kliring lokal dengan
menggunakan sistem manual wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai
berikut :
a. Kertas
Kualitas kertas yang digunakan untuk lembar pertama adalah jenis kertas
HVS minimal 60 gsm warna putih, sedangkan untuk lembar kedua dan
ketiga menggunakan carbonized paper.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
49
b. Ukuran
Ukuran dokumen kliring yang digunakan yaitu panjang 27 (dua puluh
tujuh) centimeter dan lebar 81/2 (delapan setengah) centimeter.
c. Rancang Bangun
Pembakuan dokumen kliring tidak dimaksudkan untuk membakukan
redaksi yang tercantum dalam dokumen kliring, melainkan untuk lebih
memudahkan pengenalan dan pemeriksaan dokumen kliring maupun
sandi/informasi yang tercantum di dalamnya. Rancang bangun dokumen
kliring harus memperhatikan pencantuman nama bank penerbit,
keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian, Keterangan
Debet/Kredit, Nilai Nominal dan ruangan tanda tangan dan nama jelas.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
50
BAB IV
PENYELENGGARA
Berdasarkan Pasal 17 UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia disebutkan bahwa
penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing
dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Selanjutnya
dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia No. 1/3/PBI/1999 disebutkan bahwa Penyelenggara di
wilayah kliring yang terdapat kantor Bank Indonesia adalah Bank Indonesia. Sedangkan
Penyelenggara di wilayah kliring yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia adalah pihak lain
dengan persetujuan Bank Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan pihak lain adalah badan
hukum baik Bank maupun bukan Bank, yang memiliki kemampuan untuk menyelenggarakan
kliring. Untuk sementara, pihak lain yang diberi kesempatan untuk menyelenggarakan kliring
sebagaimana dimaksud dalam Bank Indonesia hanya memberi kesempatan kepada bank untuk
mengajukan permohonan menjadi penyelenggara kliring di wilayah kliring yang tidak terdapat
kantor Bank Indonesia.
I. Bank Indonesia Sebagai Penyelenggara Kliring
Seluruh kantor Bank Indonesia merupakan penyelenggara kliring. Sistem penyelenggaraan
kliring oleh Bank Indonesia dibedakan atas 3 (macam) yaitu SKNBI, sistem otomasi, dan
SOKL.
Bank Indonesia dapat membatalkan sebagian atau seluruh perhitungan kliring dan atau
penyelesaian akhir dari peserta tertentu, apabila diperoleh informasi bahwa transaksi yang
diperhitungkan dalam kliring melanggar ketentuan yang berlaku dan akan memberitahukan
perihal pembatalan tersebut kepada bank yang bersangkutan. Bank Indonesia berwenang
pula untuk memberikan keputusan terakhir dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara 2
(dua) atau lebih Peserta Kliring mengenai dapat tidaknya suatu warkat atau DKE
diperhitungkan dalam kliring lokal.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
51
II. Pihak Lain Sebagai Penyelenggara Kliring (Bank)1
Penyelenggaraan kliring dapat dilakukan oleh pihak lain selain Bank Indonesia.
Penyelenggaraan kliring oleh selain Bank Indonesia antara lain karena di suatu wilayah
tidak terdapat Kantor Bank Indonesia sehingga kantor-kantor bank yang ada di wilayah
tersebut tidak dapat mengikuti kegiatan kliring di Kantor Bank Indonesia terdekat.
A. Persyaratan Penyelenggaraan Kliring Lokal
1. Penyelenggaraan kliring di suatu wilayah harus didukung oleh adanya
kebutuhan penyelenggaraan kliring di wilayah tersebut. Untuk itu harus ada
kesepakatan dari kantor-kantor Bank di wilayah yang bersangkutan terlebih
dahulu secara tertulis mengenai pentingnya penyelenggaraan kliring di
wilayah tersebut dan kesepakatan mengenai kantor Bank yang diusulkan
menjadi Penyelenggara.
2. Mempunyai kesiapan dari segi organisasi yang memungkinkan
ditempatkannya kegiatan penyelenggaraan kliring lokal kedalam suatu unit
tersendiri dan dapat menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai
pemahaman mengenai kliring lokal serta mempunyai sistem administrasi yang
memadai.
3. Memiliki ruangan dan peralatan yang mendukung pertukaran warkat dan atau
DKE antar peserta serta memiliki peralatan komunikasi yang memadai
sekurang-kurangnya berupa telepon, faksimili dan teleks.
4. Memiliki tempat penyelenggaraan kliring lokal yang mudah dijangkau oleh
peserta sehingga dapat diselenggarakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan
dan tempat penyelenggaraan kliring lokal tersebut dapat terpisah dari lokasi
kantor bank.
1 Ketentuan mengenai penyelenggaraan kliring oleh Selain Bank Indonesia diatur dalam SE BI No. 7/29/DASP tanggal 7/29/DASP tanggal 22 Juli 2005 untuk wilayah yang sudah menerapkan SKNBI; dalam SE BI No. 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 dan SE BI No. 3/25/DASP untuk wilayah yang belum menerapkan SKNBI.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
52
B. Bantuan Keuangan dan Biaya Kliring
Bank Indonesia memberikan bantuan keuangan kepada setiap penyelenggara yang
mengunakan sistem manual sebesar Rp. 1.750.000,00 (satu juta tujuh ratus lima
puluh ribu rupiah) per bulan, dan kepada penyelenggara yang menggunakan sistem
semi otomasi sebesar Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) per bulan melalui kantor
pusat penyelenggara.
Dalam hal penyelenggara mendapat bantuan keuangan dari Bank Indonesia, maka
penyelenggara tidak diperkenankan untuk mengenakan biaya kliring kepada peserta.
Dalam hal jumlah rata-rata perputaran warkat kliring penyerahan per hari telah
mencapai lebih dari 500 (lima ratus) lembar selama 6 (enam) bulan berturut-turut,
Bank Indonesia akan menghentikan bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1. Sebagai gantinya penyelenggara dapat mengenakan biaya kepada peserta
yang jenis dan besarnya sama dengan jenis dan besarnya biaya yang dibebankan
Bank Indonesia kepada peserta dalam sistem kliring yang sama2.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
53
BAB V
BIAYA KLIRING
I. Biaya Kliring Pada Penyelenggaraan Kliring Non SKNBI 3
Penyelenggara dapat mengenakan biaya kliring lokal kepada peserta yang dapat terdiri dari
biaya administrasi, biaya proses dan biaya lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kliring lokal. Jenis dan besarnya biaya kliring lokal yang dikenakan kepada setiap Peserta
adalah sebagai berikut:
A. Jenis dan Besarnya Biaya Kliring
Kliring Lokal Secara Otomasi
1. Biaya administrasi sebesar Rp.25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per bulan
yang dibebankan kepada setiap Peserta Langsung maupun Peserta Tidak
Langsung.
2. Biaya proses terdiri dari :
a. Biaya proses warkat kliring penyerahan sebesar Rp.500,00 (lima ratus rupiah)
per warkat. Khusus untuk warkat kredit pada kliring penyerahan nominal
besar, biaya proses warkat sebesar Rp.10.000,00 (seratus ribu rupiah) per
warkat;
b. Biaya proses warkat kliring pengembalian sebesar Rp.5.000,00 (lima ribu
(TPPK) sebesar Rp.17.500,00 (tujuh belas ribu lima ratus rupiah) untuk TPPK
2 Ketentuan ini dicabut dengan SE BI No. 7/29/DASP tanggal 22 Juli 2005 dimana dalam penyelenggaraan SKNBI penyelenggara tidak diperkenankan untuk mengenakan biaya kepada peserta, dan bantuan keuangan untuk penyelenggaraan SKNBI adalah sebesar Rp 5.000.000,00 per bulan. 3 Diatur dalam SE BI No.2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Biaya Kliring yang telah disempurnakan dengan SE BI No.4/3/DASP tanggal 11 Februari 2002 perihal Perubahan SE No.2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Biaya Kliring.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
54
4. yang dilengkapi dengan magnetic stripe dan Rp.5.000,00 (lima ribu rupiah) untuk
TPPK tanpa magnetic stripe.
5. Dalam hal terdapat warkat yang ditolak oleh mesin (reject) dan jumlah warkat
reject tersebut melebihi 2% (dua persen) dari warkat yang diserahkan maka
Peserta yang bersangkutan dikenakan biaya pemrosesan warkat reject sebesar
Rp.1.000,00 (seribu rupiah) per warkat, sesuai dengan peranan Peserta dalam
mencantumkan sandi MICR dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Dikenakan kepada Peserta yang menyerahkan warkat, apabila warkat tidak
terbaca karena :
- Pencantuman sandi MICR nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro;
- Pencantuman semua jenis MICR pada warkat selain Cek dan Bilyet
Giro.
b. Dikenakan kepada Peserta yang menerima warkat, apabila warkat tidak
terbaca karena pencantuman sandi MICR selain nilai nominal pada Cek dan
Bilyet Giro.
Ketentuan biaya reject tersebut tidak berlaku untuk warkat kliring penyerahan
nominal besar.
Kliring Lokal Secara Semi Otomasi
1. Biaya kliring penyerahan sebesar Rp.250,00 (dua ratus lima puluh rupiah) per
warkat;
2. Biaya kliring penyerahan sebesar Rp.2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah) per
warkat.
Khusus untuk Peserta kliring lokal yang penyelenggaranya adalah pihak lain yang
mendapat persetujuan Bank Indonesia, pengenaan biaya sesuai ketentuan dalam
Surat Edaran Bank Indonesia No.1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal
PemberianPersetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di
Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia antara lain diatur bahwa apabila
jumlah rata-rata perputaran warkat kliring penyerahan per hari telah mencapai lebih
dari 1000 (seribu) lemba r selama 6 (enam) bulan berturut-turut, Bank Indonesia akan
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
55
menghentikan bantuan keuangan sebesar Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah) kepada
penyelenggara. Sebagai gantinya penyelenggara dapat mengenakan biaya kepada
Peserta yang jenis dan besarnya sama dengan yang dibebankan Bank Indonesia
kepada Peserta dalam sistem kliring yang sama.
Kliring Lokal Secara Manual
Mengingat jumlah warkat yang dipertukarkan dalam kliring lokal secara manual
yang dilakukan oleh penyelenggara yang bukan Bank Indonesia tidak terlalu besar,
dan disamping itu penyelenggara masih menerima bantuan biaya dari bank Indonesia
sebesar Rp.1.750.000 maka penyelenggara kliring lokal secara manual tidak dapat
mengenakan biaya apapun kepada peserta kliring local
B. Biaya Tambahan pada Sistem Kliring Otomasi dan Semi Otomasi
1. Biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf A sudah termasuk biaya untuk
pencetakan laporan bagi peserta yang berkaitan dengan hasil proses kliring dan
daftar rincian pembebanan biaya kliring. Dalam hal peserta melakukan
permintaan ulang atas laporan hasil proses kliring dan daftar rincian
pembebanan biaya kliring tersebut, peserta dikenakan biaya sebesar
Rp.10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per laporan.
2. Permintaan ulang permintaan ulang atas laporan hasil proses kliring dan daftar
rincian pembebanan biaya kliring tersebut dapat diproses oleh penyelenggara
apabila diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah
diterbitkannya laporan dan daftar dimaksud.
3. Bagi Peserta yang memanfaatkan Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ)
dikenakan biaya sebesar Rp.100.000,00 per bulan.
4. Dalam hal Peserta mengajukan permintaan salinan warkat atas warkat yang
telah diproses dalam Kliring maka Peserta yang bersangkutan dikenakan biaya
sebesar Rp.1.000,00
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
56
5. Biaya tambahan pada angka 3 dan 4 berlaku hanya pada penyelengaraan
Kliring secara elektronik dan otomasi.
II. Biaya Kliring Pada Penyelenggaraan Kliring SKNBI4
A. Biaya Proses Kliring Debet
Biaya Proses Kliring Debet Penyerahan terdiri dari :
1. Biaya proses Kliring Debet Penyerahan di Wilayah Kliring yang pemilahan
Warkat Debetnya dilakukan secara otomasi adalah sebesar Rp1.500,00 (seribu
lima ratus rupiah) per transaksi dengan rincian sebagai berikut:
a. biaya proses Data Keuangan Elektronik (DKE) Debet sebesar
Rp1.000,00 (seribu rupiah) per DKE Debet; dan
b. biaya proses Warkat Debet sebesar Rp500,00 (lima ratus rupiah) per
Warkat Debet.
2. Biaya proses Kliring Debet Penyerahan di Wilayah Kliring yang pemilahan
Warkat Debetnya dilakukan secara manual sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah)
per transaksi yang merupakan biaya proses DKE Debet.
3. Biaya tambahan yang dikenakan hanya kepada Peserta yang memanfaatkan
fasilitas pemilahan Warkat Debet berdasarkan kantor asal Peserta penerima di
Wilayah Kliring yang pemilahan Warkat Debetnya dilakukan secara Otomasi
sebesar Rp100,00 (seratus rupiah) per Warkat Debet.
B. Biaya proses Kliring Kredit
Biaya proses Kliring Kredit adalah sebesar Rp1.000, 00 (seribu rupiah) per transaksi.
C. Biaya Warkat Debet Reject
1. Warkat Debet reject adalah Warkat Debet dalam Kliring penyerahan, yang
diproses oleh PKL di Wilayah Kliring yang pemilahan Warkat Debetnya
dilakukan secara otomasi, yang tertolak oleh mesin baca pilah. 4 Biaya kliring untuk wilayah yang telah menerapkan SKNBI diatur dalam SE BI No. 7/28/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Biaya dalam Penyelenggaraan SKNBI.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
57
2. Biaya Warkat Debet reject adalah sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per
Warkat Debet reject.
3. Biaya Warkat Debet reject dikenakan apabila total Warkat Debet reject
melebihi 2% (dua persen) dari total Warkat Debet yang diserahkan oleh
Peserta.
4. Dalam hal Warkat Debet reject melebihi 2% (dua persen), perhitungan biaya
Warkat Debet reject dilakukan terhadap kelebihan persentase Warkat Debet
reject tersebut.
5. Biaya Warkat Debet reject dikenakan kepada Peserta pengirim atau Peserta
penerima sesuai dengan alasan yang menyebabkan warkat reject sebagaimana
tercantum dalam lampiran Surat Edaran ini.
D. Biaya Pembuatan dan atau Penggantian Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK)
Peserta dikenakan biaya pembuatan dan atau penggantian TPPK dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Untuk TPPK Proximity, baik yang dilengkapi dengan magnetic stripe maupun
yang tidak dilengkapi dengan magnetic stripe, dikenakan biaya sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per TPPK.
2. Untuk TPPK tanpa Proximity yang dilengkapi dengan magnetic stripe
dikenakan biaya sebesar Rp17.500,00 (tujuh belas ribu lima ratus rupiah) per
TPPK.
3. Untuk TPPK tanpa Proximity yang tidak dilengkapi dengan magnetic stripe
dikenakan biaya sebesar Rp5.000,00 (lima ribu rupiah).
E. Biaya Pemanfaatan Fasilitas Perekaman Data Hasil Kliring Dalam Bentuk Compact
Disk (Fasilitas CD Kliring)
Biaya pemanfaatan fasilitas CD Kliring di Wilayah Kliring yang pemilahan Warkat
Debetnya dilakukan secara otomasi diatur sebagai berikut :
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
58
1. Pengguna tetap dikenakan biaya sebesar Rp20.000,00 (dua puluh ribu rupiah)
per CD.
2. Pengguna tidak tetap dikenakan biaya sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima
ribu rupiah) per CD.
3. Permintaan perekaman ulang CD Kliring dikenakan biaya sebesar
Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per CD.
Modul SPN 02 – Sistem Kliring di Indonesia
59
BAB VI
JADWAL KLIRING
Penyelenggaraan kegiatan kliring di masing-masing wilayah kliring dilaksanakan sesuai dengan
jadwal kliring yang berlaku di wilayah tersebut. Jadwal kliring ditetapkan oleh masing-masing
penyelenggara dimana dalam penetapannya tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur tentang jadwal kliring. Penyelenggaraan kliring dapat dilakukan di luar jadwal kliring
yang berlaku dalam kondisi tertentu seperti keadaan darurat, tutup buku, dan lain-lain. Khusus
untuk penyelenggaraan kliring oleh selain Bank Indonesia, jadwal kliring yang ditetapkan oleh
penyelenggara harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Kantor Bank Indonesia
setempat. Dengan diterapkannya SKNBI, penetapan jadwal kliring oleh penyelenggara harus
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Penyelenggara Kliring Nasional5.
Jadwal Kliring ditetapkan antara lain dengan memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan
masyarakat pengguna uang giral, kondisi perbankan, kuantitas warkat yang akan dikliringkan
dalam satu hari, kebijakan waktu penyelesaian akhir (same day settlement atau next day
settlement) dan kemampuan teknis penyelenggara dalam memproses warkat kliring dimaksud
sesuai dengan sistem kliring yang digunakan.
Dengan diimplementasikannya SKNBI, jadwal kliring di wilayah kliring yang telah
mengimplementasikan SKNBI tunduk pada ketentuan yang berlaku pada SKNBI. Berbeda
halnya dengan jadwal kliring sebelumnya, jadwal kliring SKNBI terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
jadwal kliring kredit dan jadwal kliring debet. Jadwal kliring kredit untuk semua wilayah kliring
SKNBI adalah sama. Adapun untuk jadwal kliring debet, dapat ditetapkan berbeda oleh masing-
masing wilayah kliring. Namun demikian, pelaksanaan setelmen / penyelesaian akhir hasil
kliring debet tidak boleh melebihi batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara Kliring
Nasional (PKN). Khusus untuk wilayah kliring Jakarta, jadwal penyelenggaraan SKNBI adalah
sebagai berikut:
5 Diatur dalam SE BI No. 7/27/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Jadwal Penyelenggaraan SKNBI.