Sistem Imunitas Rongga Mulut Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme, oleh karena itu baanyak faktor yang terlibat dalam organisasi pertahanan terhadap kuman pathogen. Menurunnya fungsi faktor- faktor ini akan menimbulkan masalah karena adanya bakteri oportunistik yang dapat menjadi pathogen dan menimbulkan berbagai kelainan. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi barier anatomi dan fisiologi, seperti epitel, aliran air liur atau anatomi gigi : pertahanan seluler misalnya fagositosis oleh leukosit dan makrofag; dan imunitas humoral melalui antibody di dalam air liur dan celah gusi. Berbagai faktor ini, merupakan fungsi beberapa jaringan di dalam rongga mulut seperti membrane mukosa, jaringan limfoid rongga mulut, kelenjar air liur, dan celah gusi. Mukosa sangat berperan paada kesehatan di dalam rongga mulut kaarena pada keadaan normal, integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi mikroorganisme. Daerah yang agak rawan di dalam rongga mulut pada pertemuan antara gigi dan gusi Adapun beberapa komponen jaringan rongga mulut yang terlibaat, antara lain : · Membran mukosa Barier protektif mukosa mulut terlihat berlapis-lapis terdiri atas air liur pada permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membrane basal, dan komponen seluler serta humoral yang berasal dari pembuluh darah. Komposisi jaringan lunak mulut merupakan mukosa yang terdiri dari skuamosa yang karena bentuknya, berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Sistem Imunitas Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme, oleh karena itu
baanyak faktor yang terlibat dalam organisasi pertahanan terhadap kuman pathogen.
Menurunnya fungsi faktor-faktor ini akan menimbulkan masalah karena adanya bakteri
oportunistik yang dapat menjadi pathogen dan menimbulkan berbagai kelainan. Faktor-faktor
tersebut dapat dikategorikan menjadi barier anatomi dan fisiologi, seperti epitel, aliran air liur
atau anatomi gigi : pertahanan seluler misalnya fagositosis oleh leukosit dan makrofag; dan
imunitas humoral melalui antibody di dalam air liur dan celah gusi.
Berbagai faktor ini, merupakan fungsi beberapa jaringan di dalam rongga mulut seperti
membrane mukosa, jaringan limfoid rongga mulut, kelenjar air liur, dan celah gusi. Mukosa
sangat berperan paada kesehatan di dalam rongga mulut kaarena pada keadaan normal,
integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi mikroorganisme. Daerah yang agak rawan
di dalam rongga mulut pada pertemuan antara gigi dan gusi
Adapun beberapa komponen jaringan rongga mulut yang terlibaat, antara lain :
· Membran mukosa
Barier protektif mukosa mulut terlihat berlapis-lapis terdiri atas air liur pada
permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membrane basal, dan komponen
seluler serta humoral yang berasal dari pembuluh darah. Komposisi jaringan lunak
mulut merupakan mukosa yang terdiri dari skuamosa yang karena bentuknya,
berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksi, tergantung
pada deskuamasinya yang konstan sehingga bakteri sulit melekat pada sel-sel epitel
dan derajat keratinisasinya yang mengakibatkan epitel mukosa mulut sangaat efisien
sebagai barier. Kedua hal ini, haruslah dalam keadaan seimbang. Keratinisasi
palatum durum dan gusi sangat baik sedangkan keratinisasi epitel kantong gusi
sangat baik, karenanya merupakan barier pertahanan yang agaak lemah. Namun,
kontak yang rapat antara epitel kantong gusi dan permukaan gigi dapat menurunkan
kemungkinan penetrasi mikroorganisme.
Jaringan lunaak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstraoral
dan agregasi limfoid intraoral. Suatu jaringan halus kapiler limfatik yang terdapat
pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut. Palatum, pipi, bibir mirip yang berasal
dari gusi dan pilpa gigi. Kapiler-kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik
besar dan bergabung dengan pembuluh limfatik yang berasal dari bagian di dalam
otot lidah dan struktur lainnya. Antigen mikrobial yang dapat menembus epitel
masuk ke lamina propria. Akan difagositosis oleh sel-sel Langerhans yang banyak
ditemukan pada mukosa mulut.
Kelenjar saliva yang mengandung sel plasma dan limfosit, terdiri atas 6
kelenjar saliva utama dan beberapa kelenjar saliva kecil yang tersebar di bawah
mukosa mulut. Kelenjar saliva ini memproduksi IgA yang akan disekresikan ke
dalam rongga mulut dalam bentuk sIgA. Pada jaringaan gusi ditemukan berbagai
komponen selular dan humoral, seperti PMN neutrofil, makrofag, limfosit dan sel
plasma yang penting dalam respon imun terhadap plak bacterial. Pada daerah
submukosa jugaa tersebar sel limfoid yang akan berproliferasi bila barier pertahanan
pertama pada permukaan mukosa dapat ditembus antigen.
· Saliva
Air liur disekresikan oleh kelenjar parotis, submandibularis, submaksilaris,
dan beberapa kelenjar ludaah kecil pada permukaan mukosa. Aliran air liur sangat
berperan dalam membersihkan rongga mulut dari mikroorganisme. Dalam hal ini,
air liur bertindak sebagai pelumas aksi otot lidah, bibir, dan pipi. Aliran liur aakan
mencuci permukaan mukosa mulut sedangkan sirkulasi darah subepitel bertindak
sebagai suplemen paada batas jaringan lunak daan keras melalui cairan celah gusi.
Air liur akan tetap mengalir meskipun tanpa dirangsang, rata-rata sekitar 19
ml/jam atau sekitar 500 ml/hari. Rata-rata sekresi air liur meningkaat paada saat
makan atau rangsangan psikis dan menurun pada waktu tidur. Bila jumlah aliran
aair liur menurun, dapat meningkatkan frekuensi karies gigi, parotitis atau
peradangan kelenjar parotis. Pada pH air liur yang rendah, mikroorgnisme dapat
berkembang dengan baik. Sebaliknya, pada pH tinggi dapat mencegah terjadinya
karies tinggi.
· Celah gusi
Pengetahuan tentang struktur dan fungsi epitel jungsional yang terletak pada
celah gusi, berguna untuk memahami hubungan biologic antara komponen
vaskuler dan struktur periodontal. Epitel ini mempunyai dua lamina basalis,
satu melekat pada jaringan konektif dan yang lainnya pada permukaan gigi.
Polipeptida keratin pada epitel junctional berbeda pada keratin epitel sirkular.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa diantara keduanya funsinya juga berbeda.
Komponen selular dan humoral dari darah akan melewati epitel junctional
yang terletak pada celah gusi dalam bentuk cairan celah gusi. Apakah aliran
celah gusi ini merupakan proses fisiologik atau merupakan respon terhadap
inflamasi, sampai saat ini masih belum ada kesatuan pendapat. Pendapat yang
banyak dianut saat ini adalah, pada keadaan normal cairan celah gusi yang
mengandung leukosit ini akan melewati epitel junctional menuju ke
permukaan gigi. Aliran cairan ini akan meningkat bila terjadi gingivitis atau
periodontitis. Selain leukosit cairan celah gusi ini juga mengandung komponen
komplemen selular dan humoral yang terlibat dalam respon imun.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2 Sistem kekebalan tubuh ( imunitas ) adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh
patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang
luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat
dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa (Anwar, 2009).Yang dimaksud dengan
system imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan
keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai
bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja,1996).
Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan
keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai
bahan dalam lingkungan hidup. Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila ke dalam
tubuh masuk suatu zat yang oleh sel at au jaringan tadi dianggap asing, yaitu yang disebut
antigen. Sistem imun dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuh
sendiri (self). Dari beberapa keadaan patologik, sistem imun ini tidak dapat membedakan self
dan non-self sehongga sel-sel dalam sist em imun membentuk zat anti terhadap jaringan
tubuhnya sendiri yang disebut autoantibodi. Bila sistem imun terpapar pada zat yang
dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun
nonspesifik dan respon imun spesifik.
Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah membedakan ‘dirinya sendiri’
(seluruh sel di dalam tubuh) dengan ‘pendatang asing’ (bakteri, virus, toksik, jamur, serta
jaringan asing). Menghadapi pendatang asing tadi, sistem imunitas harus membentuk sel
khusus melalui sel darah putih, untuk mengeliminasi pendatang asing tersebut. Karena
manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sistem imunitas mampu beradaptasi dengan
kondisi sehari-hari. Sistem imun terdiri dari sistem imun spesifik dan sistem imun
nonspesifik, keduanya berperan terutama dalam proses fagositosis. Dalam laporan ini akan
dijelaskan mengenai sistem imun dan proses fagositosis tersebut.
BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 SISTEM IMUN
Sistem imun pada manusia terdiri dari sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik
3.1.1 NONSPESIFIK
Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) dalam
arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar
pada zat tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat (acquired) yang
timbul terhadap antigen tertentu, terhadap bagian tubuh mana yang terpapar sebelumnya.
Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal spesifisitas dan
pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon imun spesifik yang tidak
terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua jenis
respon di atas saling meningkat kan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi
sebenarnya merupakan int eraksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat
terdapat di dalam sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa
sehingga menghasilkan suatu aktivasi biologik yang seirama dan serasi.
Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi
mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen,
sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu
sebelum dapat memberikan responnya.
Respon imun nonspesifik. Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap
masuknya antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri bersangkutan
secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang termasuk fagosit
memegang peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag demikian pula
neutrifil dan monosit. Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit tersebut harus berada
dala jarak dekat dengan part ikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus
melekat pada permukaan fagosit . Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak
menuju sasaran. Hal ini dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator tertentu yang
disebut factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun yang dilepaskan
oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya telah berada di lokasi bakteri atau yang
dilepaskan oleh komplemen. Selain factor kemotaktik yang menarik fagosit menuju antigen
sasaran, untuk proses fagositosis selanjutnya bakteri perlu mengalami opsonisasi terlebih
dahulu.
Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau komplemen
(C3b), agar supaya lebih mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel bakteri masuk ke
dalam sel dengan cara endositosis dan oleh pembentukan fagosom yang terperangkap dalam
kantung fagosom seolah-olah ditelan untuk kemudian dihancurkan, baik dengan proses
oksidasi-reduksi maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau penghancuran
oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri.
Kekebalan tubuh nonspesifik adalah bagian dari tubuh kita yang telah ada sejak kita lahir.
Ciri-cirinya: Sistem ini tidak selektif,artinya semua benda asing yang masuk ke dalam tubuh
akan diserang dan dihancurkan tanpa seleksi, Tidak memiliki kemampuan untuk mengingat
infeksi yan terjadi sebelumnya.
Komponen-komponen yang berperan dalam sistem imun nonspesifik dalam rongga mulut
adalah:
1. Protein-Enzim
a. Enzim lisozomal : merupakan enzim mukolitik yang mampu memecahkan ikatan
glikopeptide dinding bakteri gram positif, sehingga lisis. Termasuk kolagenase,
elastase, hyaluronidase. Mesikupun enzim-enzim ini diproduksi oleh sel-sel neutrofil,
sebagian besar dihasilkan oleh kelenjar ludah. Perlu ditekankan bahwa enzim
penghancur juga di produksi oleh bakteri sehingga hadirnya enzim ini juga dapat
merusak jaringan gingivanya sendiri. bahkan disebut suatu protase yang dapat
mengaktifkan IgA.
b. Laktoferin dan laktoperoksidase: yang mempunyai aktifitas antibakteri dan antivirus.
c. Musin: yang menghambat perlekatan virus pada sel epitel.
d. Interferon: diproduksi oleh sel hospes, sebagai reaksi terhadap invasi virus.
Dibedakan tiga tipe interferon manusia, yaitu: α(alfa), dihasilkan oleh sel-ael darah
putih,β(beta) oleh fibroblas dan γ(gamma) oleh limfosit yang teraktivasi. Zat ini
mempunyai spectrum luas dari aktivitas biologiknya termasuk melindungi sel dari
infeksi virus, menekan replikasi virus, meningkatkan aktivitas sel NK (Natural Killer)
dan menghadirkan HLA pada permukaan sel makrofag dan sel limfosit B.
e. Sitokin: merupakan zat biologik aktif yang diproduksi berbagai tipe sel dari kelompok
non-limfoid, sebagai reaksi terhadap suatu radang. Misalnya: histamin yang dikenal
sebagai vasodilator; prostaglandin, sebagai mediator rasa sakit yang potean bersama
dengan leukotrin, SRA-A (Slow Reacting Substance of Anaphylaxis) yang
menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan kontraksi otot polos.
IL1 (Interleukin-1 diproduksi oleh sel monosit yang paling banyak dibicarakan,
memobilisasi sel yang terlibat dalam proses radang.
2. Komplemen
Sudah ada dalam darah, sebelum dibentuknya IgM dalam mobilitas elektroforosis termasuk
kelompok alfa dan beta globulin. Terutama dihasilkan oleh hari beredar dalam darah sebagai
bentuk yang tidak aktif, dan bersifat termolabil. Dalam cairan saku gusi ditemukan bentuk
C2, C4, dan C5. Mengenai C3 disamping dalam bentuk yang tidak aktif, juga dalam bentuk
yang berubah, artinya aktivasi komplemen sudah terjadi secara in vivo. Kehadiran ikatan
kompleks Ag-Ab, akan mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik seperti model kaskade
pembekuan darah (self amplifying). Dimulai dengan pengaktifan C142, berlanjut ke C3 dan
berakhir dengan lisisnya membran sel target oelh C5-9. Pengaktifan C3 juga dapat
brlangsung dengan jalan pintas tanpa adanya antibody yang disebut jalur alternatif. Plak gigi
ternyata berpotensi membuka jalur ini, akan mengaktifkan C3 yang berakhir juga dengan
membranolisis/antigenolisis. Konsentrasi C2 dan C4 dalam cairan gingival yang meradang,
meningkat dibandingkan dengan normal. Sel-sel ini baru aktif bekerja kalau tubuh dimasuki
zat-zat bersifat allergen ang biasanya terdapat dalam makanan.
3. Sel N.K (Natural killer)
Sel ini baru jelas peranannya dalam system pertahanan, terutama menghadapi perubahan
komponen tubuh sendiri, sebagai akibat dari perlakuan virus ataupun zat-zat kimia tertentu.
Sel ini tidak memiliki permukaan sel T ataupun sel B. dapat mengenal benda asing tanpa
memerlukan pengenalan spesifik terlebih dahulu (tidak mempunyai memori). Tidak memiliki
sifat fagosit tetapi mempunyai reseptor IgG sehingga membunuh sel targetnya dengan
mekanisme intim kontak ekstraseluler. Sel ini menempati garis pertahanan yang terdapat
dalam system pertahanan seperti halnya natural antibody dari system kekebalan humoral.
Terutama dalam upayanya mengendalikan kecenderungan sel menjadi ganas. Sel NK tidak
membunuh bakteri maupun benda asing lainnya dengan fagositosis. Sel NK memiliki vesikel
yang berisi perforin, dimana zat ini akan menempel pada dinding sel bakteri dan membuat
lubang pada sel bakteri yang menyebabkan air, garam maupun zat lain yang berada di luar
tubuh bakteri masuk ke dalam tubuh bakteri sehingga bakteri akan lisis.
3.1.2 SPESIFIK
Kekebalan tubuh spesifik adalah system kekebalan yang diaktifkan oleh kekebalan tubuh
nonspesifik dan merupakan system pertahanan tubuh yang ketiga. Ciri-cirinya: Bersifat
selektif terhadap bendaasing yang masuk ke dalam tubuh. Sistem reaksi ini tidak memiliki
reaksi yang sama terhadap semua jenis benda asing, Memiliki kemampuan untuk mengingat
infeksi sebelumnya, Melibatkan pembentukan sel-sel tertentu dan zat kimia ( antibody ),
Perlambatan, waktu antara eksposur dan respon maksimal.
Tanggap kebal seluler dikendalikan oleh sel-sel yang tersebar dalam jaringan submukosa,
gingival, kelenjar ludah, epitel, cairan saku gusi, tonsil dan kelenjar getah bening ekstraoral.
1. Agregasi Jaringan Limfoid Submukosa
Sel-sel mononuclear (limfosit dan makrofag) ditemukan tersebar tepat dibawah epitel mulut,
didaerah palatum lunak, dasar mulut, permukaan ventral dari lidah dan kadang-kadang di pipi
dan di bibir. Secara histologik, massa jaringan ini seperti jaringan tonsil.
2. Jaringan Limfoid Gingival
Melalui rangsang plak bakteri, jaringan ini menarik sel-sel terutama sel-sel limfosit yang
dalam situasi radang berubah menjadi sel-sel plasma. Rasio sel T dan B dalam cairan saku
gingival sehat akan meningkat menjadi 1:3 dibandingkan rasio dalam darah. Selain itu, dalam
proporsinya, sel-sel ini mampu membuat antibody yang spesifik. Bagaimanapun juga
kebanyakan sel-sel ini memproduksi zat-zat immunoglobulin non-reaktif. Makrofag hadir
dalam gingiva, disamping memproses antigen juga ikut membantu penghancuran plak gigi.
Reaksi timbal balik antara merusak dan melindungi berlangsung jelas dalam limfoid gingiva.
3. Kelenjar Getah Bening Ekstraoral
Anyaman halus saluran getah bening berjalan dari mucus saliva dasar mulut, palatum, bibir,
dan pipi seperti juga dari gingival dan pulpa. Semuanya bergabung membentuk saluran yang
lebih besar yang bersatu dengan saluran getah bening lainnya dari anyaman yang lebih dalam
pada otot lidah. Saluran ini melayani pengangkutan antigen menuju kelenjar getah bening
submental, submaksilaris, dan servikal. Tiap antigen yang berhasil masuk disebarkan
langsung melalui getah bening ini ataupun melalui sel-sel fagosit. Lalu diteruskan ke
kelenjarnya untuk dibangkitkan tanggap kebalnya. Gambaran khas dari kelenjar ini ialah
adanya sel-sel dendritik yang berperan dalam pemrosesan dan pemaparan antigen. Demikian
juga tonsil faringeal, lingual dan nasofaring memiliki sel-sel dendritik dan menjadi tempat
berlangsungnya sekresi antibody local. Tenggap kebal yang ditunjukan, dapat berbeda sesuai
dengan antigen dan prosentasinya . tanggap kebal seluler menyebabkan pembesaran daerah
parakortikal yang mengemban sel T. sedangkan tanggap kebal humoral melibatkan bagian
korteks yang didominasi oleh sel B. bagaimanapun juga sel-sel plasma yang memproduksi
antibody sebagian besar terdapat didalam medula.
4. Jaringan Limfoid Kelenjar Ludah
Limfosit, makrofag dan sel-sel plasma ditemukan di dalam kelenjar baik yang besar ataupun
kecil, tersebar dalam kelompok-kelompok dibawah mukosa mulut. Kebanyakan sel plasma
memproduksi IgA dan beberapa diantaranya IgG dan IgM. Tampak bawah kebanyakan IgA
dalam saliva disintesis secara local oleh sel-sel plasma kelenjar yang bersangkutan dalam
bentuk dimerik.
5. Sel-Sel Langerhans
Antigen yang masuk melalui mukosa difagositosis oleh sel-sel ini yang tersebar di atas
selaput dasar. Sel-sel ini merupakan sel-sel dendritik yang besar kemampuan kerja seperti
makrofag, memiliki reseptor Fe dan C3 serta antigen permukaan seperti Ia, yaitu antigen
transplantasi yang dtemukan terutama pada sel B dan makrofag yang identik dengan antigen
HLA-D. sesudah fagositosit, langerhans bermigrasi menuju kelenjar getah bening local dan
menatap di daerah sel T parakortikal. Dengan demikian memprakarsai tanggap kebal seluler.
3.1.3 SKEMA SISTEM IMUN NONSPESIFIK DAN SPESIFIK
Non-spesifik Spesifik
SELULER Neutrofil, eusinofil, basofil, platelet, makrofag, monosit sel N.K Sel T dan B, sel
dendritik, sel langerhans, sel pemresentasi antigen