7 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Anatomi Fisiologi Sistem Imun Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistemkekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker. 1. Fungsi Sistem Imun Padadasarnyafungsidari system imunterbagiatas: a. Sumsum Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam sumsum tulang. Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah, sel
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi Fisiologi Sistem Imun
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan
pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu
organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan
melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel
kanker dan zat asing lain dalam tubuh.
Jika sistemkekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh
juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem
kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
1. Fungsi Sistem Imun
Padadasarnyafungsidari system imunterbagiatas:
a. Sumsum
Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam
sumsum tulang. Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah,
sel darah putih (termasuk limfosit dan makrofag) dan platelet. Sel-sel
dari sistem kekebalan tubuh juga terdapat di tempat lain.
b. Timus
Dalam kelenjar timus sel-sel limfoid mengalami proses pematangan
sebelum lepas ke dalam sirkulasi. Proses ini memungkinkan sel T
untuk mengembangkan atribut penting yang dikenal sebagai toleransi
diri.
7
8
c. Getah bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang
perjalanan limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher,
axillae, selangkangan dan para-aorta daerah. Pengetahuan tentang situs
kelenjar getah bening yang penting dalam pemeriksaan fisik pasien.
d. Mukosa jaringan limfoid terkait (MALT)
Di samping jaringan limfoid berkonsentrasi dalam kelenjar getah
bening dan limpa, jaringan limfoid juga ditemukan di tempat lain,
terutama saluran pencernaan, saluran pernafasan dan saluran
urogenital.
2. Mekanisme Pertahanan
a. Sistem Imun Nonspesifik
Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam
menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, karena sitem imun
spesifik memerlukan waktu sebelum responnya. Sistem tersebut disebut
nonspesifik, karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.
( Sudoyo,2009.Hlm 235)
b. Sistem Imun Spesifik
Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik
mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing
bagi dirinya. Benda asing yang pertama timbul dalam badan yang
segera dikenal sistem imun spesifik, akan mensensitasi sel-sel sistem
imun tersebut. Bila sel sistem tersebut terpajan ulang dengan benda
asing yang sama, yang akhir akan dikenal lebih cepat dan
dihancurkannya. Sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk
menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi badan, tetapi pada
umumnya terjalin kerja sama yang baik antara antibodi, komplemen,
fagosit dan antara sel T-makrofag. Komplemen turut diaktifkan dan ikut
berperan dalam menimbulkan inflamasi yang terjadi pada respons imun.
9
3. Antibodi
Antibodi atau imunoglobulin (IG) adalah golongan protein yang dibentuk
sel plasma(poliferasi sel B) setelah terjadi kontak dengan antigen. Antibodi
ditemukan dalam serum dan jaringan mengikat antigen secara spesifik. Bila
serum protein dipisahkan secara elektro poretik, IG ditemukan terbanyak
dalam peraksi globolin G meskipun ada beberapa yang ditemukan juga
dalam peraksi globulin A dan B. Smua molekul Ig mempunyai empat
pilopeptif dasar yang terdiri atas dua rantai berat(heavy chain) dan dua
rantai ringan(light chain) yang identik, dihubungkan satu dengan lainnya
oleh ikatan disulpida. Unit dasar antibodi terdiri atas dua rantai berat dan
dua rantai ringan yang identik, diikat menjadi satu oleh ikatan disulpida
yang dapat dipisah-pisah dalam berbagai prakmen.
A = rantai berat(berat molekul: 50.000-77.000)
B = rantai ringan(ringan molekul: 25.000)
C = ikatan disulpida
Ada dua jenis rantai ringan( kappa dan lambeda) yang terdiri atas 230 asam
amino serta 5 jenis rantai berat yang tergantung pada kelima jenis
imunoglobulin yaitu IgM,IgG,IgE,IgA dan IgD.
a. IgG
IgG merupakan komponen utama(terbanyak) imunoglobulin serum,
dengan berat molekul 160.000. kadarnya dalam serum yang sekitar
13mg/ml merupakan 75% dari semua Ig. IgG ditemukan juga dalam
berbagai cairan lain antaranya cairan saraf sentral(CSF) dan juga urin.
IgG dapat menembus plasenta dan masuk ke janin dan berperan dalam
imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dapat mengaktifkan
komplemen, meningkatkan pertahanan badan melalui opsonisasi dan
reaksi inflamasi. IgG mempunyai sifat opsonin yang efektif oleh
karena monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari
IgG yang dapat mempererat hubungan antara fagosit degan sel sasaran.
Selanjutnya opsonisasi dibantu reseptor untuk komplemen pada
10
permukaan fagosit. IgG terdiri atas 4 subkelas yaitu Ig1, Ig2, Ig3, dan
Ig4. Ig4 dapat diikat oleh sel mast dan basofil.
b. IgA
IgA ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi kadarnya
dalam cairan sekresi saluran nafas, saluran cerna, saluran kemih, air
mata, keringat, ludah dan kolostrum lebih tinggi sebagai IgA
sekretori(sIgA). Baik IgA dalam serum mupun dalam sekresi dapat
menetralisir toksin atau virus dan atau menegah kontak antara
toksin/virus dengan alat sasaran. sIgA diproduksi lebih dulu dari pada
IgA dalam serum dan tidak menembus plasenta. sIgA melindungi
tubuh dari patogen oleh karena dapat bereaksi dengan molekul adhesi
dari patogen potensial sehingga mencegahadherens dan kolonisasi
patogen tersebut dalam sel penjamu. IgA juga bekerja sebagai opsonin,
oleh karena neutrofil,monosit, dan makrofag memiliki reseptor untuk
Fca (Fca-R) sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik
komplemen yang menetralisirkan toksin. IgA juga diduga berperan
pada imunitas cacing pita.
c. IgM
IgM (M berasal dari makroglobulin) mempunyai rumus bangun
pentamer dan merupakannya sebagai reseptor Antigen. IgM dibentuk
paling dahulu pada respon imun primer tetapi tidak berlangsung lama,
karena itu kadar IgM yang tinggi merupakan tanda adanya infeksi
dini. Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IgM 10% dari
kadar IgM dewasa oleh karena IgM tidak menembus plasenta. Fetus
umur 12 minggu sudah dapat membentuk IgM bila sel B nya
dirangsang oleh infeksi intrauterin seperti sifilis kongenital,rubela,
toksoplasmosis dan virus sitomegalo. Kadar IgM anak mencapai kadar
IgM dewasa pada usia satu tahun. Kebanyakan antibodi alamiah
seperti isoaglutinin, golongan darah AB, antibodi heterofil adalah
IgM. IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen,
memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator kuat terhadap
11
butir antigen. IgM juga merupakan antibodi yang dapat mengikat
komplemen dengan kuat dan tidak menembus plasenta.
d. IgD
IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah (1%
dari total imunoglobin dalam serum). IgD tidak mengikat komplemen,
mempunyai aktiitas antibodi terhadap antigen berbagai makanan dan
autoantigen seperti komponen nukleus. Selanjutnya IgD ditemukan
bersama IgM pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen pada
aktivitas sel B.
e. IgE
IgE ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat sedikit. IgE
mudah diikat mastosi, basofil, eosinofil, makrofag dan trombosit yang
pada permukaanya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. IgE
dibentuk juga setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran
nafas dan cerna. Kadar IgE serum yang tinggi ditemukan pada alergi,
infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis. Kecuali
pada alergi, IgE diduga juga berperan pada imunitas parasit. IgE pada
alergi dikenal sebagai antibodi reagin.
B. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
SLE adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan sistem
kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk
melawan bakteri maupun virus yang masuk ke dalam tubuh berbalik
merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah,
leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda
antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering
berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi bengkak pada kaki dan
perut, anemia berat, dan jumlah trombosit yang sangat rendah (Sukmana,
2004)
12
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik
(LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya
diduga karena adanya perubahan sistem imun (Albar, 2003).
Jadi dapat kami simpulkan bahwa SLE adalah suatu penyakit radang yang
penyebabnya diduga karena perubahan sistem imun yang ditandai dengan
peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya
melawan bakteri atau virus malah berbalik merusak organ tubuh itu sendiri.
2. Klasifikasi SLE (Sistemik Lupus Erithematosus)
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
a. Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu
penyakit Lupus yang
menyerang kulit.
b. Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system
di dalam tubuh,
seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan sistem saraf.
Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).
c. Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat
tertentu. Gejala-
gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.
3. Etiologi
Sampai saat penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum
diketahui, Diduga ada beberapa faktor resiko yang memungkinkan
terjadinya SLE. Adapun faktor resiko tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor resiko genetik. Meliputi jenis kelamin (frekuensi pada wanita
dewasa 8 kali lebih sering dari pada pria dewasa), umur (lebih sering
pada usia 20-40 tahun), ethnik, dan faktor keturunan (frekuensinya 20
kali lebih sering dalam keluarga dimana terdapat anggota dengan