Top Banner
7 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Anatomi Fisiologi Sistem Imun Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistemkekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker. 1. Fungsi Sistem Imun Padadasarnyafungsidari system imunterbagiatas: a. Sumsum Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam sumsum tulang. Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah, sel
38

Sistem Imun

Aug 06, 2015

Download

Documents

Danie Truzz
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sistem Imun

7

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi Sistem Imun

 Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan

pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu

organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan

melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel

kanker dan zat asing lain dalam tubuh.

Jika sistemkekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh

juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang

menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem

kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan

terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena

beberapa jenis kanker.

1. Fungsi Sistem Imun

Padadasarnyafungsidari system imunterbagiatas:

a. Sumsum

Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam

sumsum tulang. Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah,

sel darah putih (termasuk limfosit dan makrofag) dan platelet. Sel-sel

dari sistem kekebalan tubuh juga terdapat di tempat lain.

b. Timus

Dalam kelenjar timus sel-sel limfoid mengalami proses pematangan

sebelum lepas ke dalam sirkulasi. Proses ini memungkinkan sel T

untuk mengembangkan atribut penting yang dikenal sebagai toleransi

diri.

7

Page 2: Sistem Imun

8

c. Getah bening

Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang

perjalanan limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher,

axillae, selangkangan dan para-aorta daerah. Pengetahuan tentang situs

kelenjar getah bening yang penting dalam pemeriksaan fisik pasien.

d. Mukosa jaringan limfoid terkait (MALT)

Di samping jaringan limfoid berkonsentrasi dalam kelenjar getah

bening dan limpa, jaringan limfoid juga ditemukan di tempat lain,

terutama saluran pencernaan, saluran pernafasan dan saluran

urogenital.

2. Mekanisme Pertahanan

a. Sistem Imun Nonspesifik

Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam

menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, karena sitem imun

spesifik memerlukan waktu sebelum responnya. Sistem tersebut disebut

nonspesifik, karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.

( Sudoyo,2009.Hlm 235)

b. Sistem Imun Spesifik

Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik

mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing

bagi dirinya. Benda asing yang pertama timbul dalam badan yang

segera dikenal sistem imun spesifik, akan mensensitasi sel-sel sistem

imun tersebut. Bila sel sistem tersebut terpajan ulang dengan benda

asing yang sama, yang akhir akan dikenal lebih cepat dan

dihancurkannya. Sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk

menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi badan, tetapi pada

umumnya terjalin kerja sama yang baik antara antibodi, komplemen,

fagosit dan antara sel T-makrofag. Komplemen turut diaktifkan dan ikut

berperan dalam menimbulkan inflamasi yang terjadi pada respons imun.

Page 3: Sistem Imun

9

3. Antibodi

Antibodi atau imunoglobulin (IG) adalah golongan protein yang dibentuk

sel plasma(poliferasi sel B) setelah terjadi kontak dengan antigen. Antibodi

ditemukan dalam serum dan jaringan mengikat antigen secara spesifik. Bila

serum protein dipisahkan secara elektro poretik, IG ditemukan terbanyak

dalam peraksi globolin G meskipun ada beberapa yang ditemukan juga

dalam peraksi globulin A dan B. Smua molekul Ig mempunyai empat

pilopeptif dasar yang terdiri atas dua rantai berat(heavy chain) dan dua

rantai ringan(light chain) yang identik, dihubungkan satu dengan lainnya

oleh ikatan disulpida. Unit dasar antibodi terdiri atas dua rantai berat dan

dua rantai ringan yang identik, diikat menjadi satu oleh ikatan disulpida

yang dapat dipisah-pisah dalam berbagai prakmen.

A = rantai berat(berat molekul: 50.000-77.000)

B = rantai ringan(ringan molekul: 25.000)

C = ikatan disulpida

Ada dua jenis rantai ringan( kappa dan lambeda) yang terdiri atas 230 asam

amino serta 5 jenis rantai berat yang tergantung pada kelima jenis

imunoglobulin yaitu IgM,IgG,IgE,IgA dan IgD.

a. IgG

IgG merupakan komponen utama(terbanyak) imunoglobulin serum,

dengan berat molekul 160.000. kadarnya dalam serum yang sekitar

13mg/ml merupakan 75% dari semua Ig. IgG ditemukan juga dalam

berbagai cairan lain antaranya cairan saraf sentral(CSF) dan juga urin.

IgG dapat menembus plasenta dan masuk ke janin dan berperan dalam

imunitas bayi sampai umur 6-9 bulan. IgG dapat mengaktifkan

komplemen, meningkatkan pertahanan badan melalui opsonisasi dan

reaksi inflamasi. IgG mempunyai sifat opsonin yang efektif oleh

karena monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari

IgG yang dapat mempererat hubungan antara fagosit degan sel sasaran.

Selanjutnya opsonisasi dibantu reseptor untuk komplemen pada

Page 4: Sistem Imun

10

permukaan fagosit. IgG terdiri atas 4 subkelas yaitu Ig1, Ig2, Ig3, dan

Ig4. Ig4 dapat diikat oleh sel mast dan basofil.

b. IgA

IgA ditemukan dalam jumlah sedikit dalam serum, tetapi kadarnya

dalam cairan sekresi saluran nafas, saluran cerna, saluran kemih, air

mata, keringat, ludah dan kolostrum lebih tinggi sebagai IgA

sekretori(sIgA). Baik IgA dalam serum mupun dalam sekresi dapat

menetralisir toksin atau virus dan atau menegah kontak antara

toksin/virus dengan alat sasaran. sIgA diproduksi lebih dulu dari pada

IgA dalam serum dan tidak menembus plasenta. sIgA melindungi

tubuh dari patogen oleh karena dapat bereaksi dengan molekul adhesi

dari patogen potensial sehingga mencegahadherens dan kolonisasi

patogen tersebut dalam sel penjamu. IgA juga bekerja sebagai opsonin,

oleh karena neutrofil,monosit, dan makrofag memiliki reseptor untuk

Fca (Fca-R) sehingga dapat meningkatkan efek bakteriolitik

komplemen yang menetralisirkan toksin. IgA juga diduga berperan

pada imunitas cacing pita.

c. IgM

IgM (M berasal dari makroglobulin) mempunyai rumus bangun

pentamer dan merupakannya sebagai reseptor Antigen. IgM dibentuk

paling dahulu pada respon imun primer tetapi tidak berlangsung lama,

karena itu kadar IgM yang tinggi merupakan tanda adanya infeksi

dini. Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IgM 10% dari

kadar IgM dewasa oleh karena IgM tidak menembus plasenta. Fetus

umur 12 minggu sudah dapat membentuk IgM bila sel B nya

dirangsang oleh infeksi intrauterin seperti sifilis kongenital,rubela,

toksoplasmosis dan virus sitomegalo. Kadar IgM anak mencapai kadar

IgM dewasa pada usia satu tahun. Kebanyakan antibodi alamiah

seperti isoaglutinin, golongan darah AB, antibodi heterofil adalah

IgM. IgM dapat mencegah gerakan mikroorganisme patogen,

memudahkan fagositosis dan merupakan aglutinator kuat terhadap

Page 5: Sistem Imun

11

butir antigen. IgM juga merupakan antibodi yang dapat mengikat

komplemen dengan kuat dan tidak menembus plasenta.

d. IgD

IgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah (1%

dari total imunoglobin dalam serum). IgD tidak mengikat komplemen,

mempunyai aktiitas antibodi terhadap antigen berbagai makanan dan

autoantigen seperti komponen nukleus. Selanjutnya IgD ditemukan

bersama IgM pada permukaan sel B sebagai reseptor antigen pada

aktivitas sel B.

e. IgE

IgE ditemukan dalam serum dalam jumlah yang sangat sedikit. IgE

mudah diikat mastosi, basofil, eosinofil, makrofag dan trombosit yang

pada permukaanya memiliki reseptor untuk fraksi Fc dari IgE. IgE

dibentuk juga setempat oleh sel plasma dalam selaput lendir saluran

nafas dan cerna. Kadar IgE serum yang tinggi ditemukan pada alergi,

infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis. Kecuali

pada alergi, IgE diduga juga berperan pada imunitas parasit. IgE pada

alergi dikenal sebagai antibodi reagin.

B. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

SLE adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan sistem

kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya ditujukan untuk

melawan bakteri maupun virus yang masuk ke dalam tubuh berbalik

merusak organ tubuh itu sendiri seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah,

leukosit, atau trombosit. Karena organ tubuh yang diserang bisa berbeda

antara penderita satu dengan lainnya, maka gejala yang tampak sering

berbeda, misalnya akibat kerusakan di ginjal terjadi bengkak pada kaki dan

perut, anemia berat, dan jumlah trombosit yang sangat rendah (Sukmana,

2004)

Page 6: Sistem Imun

12

Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik

(LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya

diduga karena adanya perubahan sistem imun (Albar, 2003).

Jadi dapat kami simpulkan bahwa SLE adalah suatu penyakit radang yang

penyebabnya diduga karena perubahan sistem imun yang ditandai dengan

peningkatan sistem kekebalan tubuh sehingga antibodi yang seharusnya

melawan bakteri atau virus malah berbalik merusak organ tubuh itu sendiri.

2. Klasifikasi SLE (Sistemik Lupus Erithematosus)

Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:

a. Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu

penyakit Lupus yang

menyerang kulit.

b. Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system

di dalam tubuh,

seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan sistem saraf.

Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).

c. Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat

tertentu. Gejala-

gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.

3. Etiologi

Sampai saat penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum

diketahui, Diduga ada beberapa faktor resiko yang memungkinkan

terjadinya SLE. Adapun faktor resiko tersebut adalah sebagai berikut :

a. Faktor resiko genetik. Meliputi jenis kelamin (frekuensi pada wanita

dewasa 8 kali lebih sering dari pada pria dewasa), umur (lebih sering

pada usia 20-40 tahun), ethnik, dan faktor keturunan (frekuensinya 20

kali lebih sering dalam keluarga dimana terdapat anggota dengan

penyakit tersebut).

Page 7: Sistem Imun

13

b. Faktor resiko hormon. Estrogen menambah resiko LES, sedangkan

androgen mengurangi resiko ini.

c. Sinar ultra violet. Sinar ultra violet mengurangi supresi imun sehingga

terapi menjadi kurang efektif, sehingga LES kambuh dan bertambah

berat. Ini di sebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin

sehingga terjadi inflamasi ditempat tersebutmaupun secara sistemik

melalui peredaran di pembuluh darah.

d. Imunitas. Pada pasien LES terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi

terhadap sel T.

e. Obat. Obat tertentu dalam persentase kecil sekali pada pasien tertentu

dan di minum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus

obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenis obat yang

dapat menyebabkan lupus obat adalah :

1) Obat yang pasti menyebabkan lupus obat : klorpromazin, metildopa,

hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.

2) Obat yang mungkin menyebabkan lupus obat : dilatin, penisilamin,

dan kuinidin.

3) Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis antibiotik,

dan grisefulvin.

f. Infeksi. Pasien LES cenderung mudah mendapatkan infeksi dan

kadang-kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi.

g. Stres. Stres berat dapat mencetuskan penyakit LES pada pasien yang

sudah memiliki kecenderungan akan penyakit.

4. Patofisiologi

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang

menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan

imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,

hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya

terjadi selama usia reproduksi) dan lingkungan (cahaya matahari, luka

bakar termal). Obat-obatan tertentu seperti hidralazin, prokainamid,

Page 8: Sistem Imun

14

isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan disamping

makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat

senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi

autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T supresor yang

abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan

jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya terjadi

serangan antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

Kerusaan organ pada SLE didasari pada reaksi imunologi. Reaksi ini

menimbulkan abnormalitas respons imun didalam tubuh yaitu :

a. Sel T dan sel B menjadi otoreaktif

b. Pembentukan sitokin yang berlebihan

c. Hilangnya regulasi kontrol pada sistem imun, antara lain :

1) Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun

maupun sitokin dalam tubuh

2) Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis

3) Hilangnya toleransi imun : sel T mengenali molekul tubuh sebagai

antigen karena adanya mimikri molekuler.

Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam

tubuh yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibodi-antibodi yang

tersebut membentuk kompleks imun. Kompleks imun tersebut terdeposisi pada

jaringan/organ yang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan

jaringan.

Page 9: Sistem Imun

Obat-obatan(Hidration)

faktor hormonal

Factor lingkungan(sinar ultraviolet)

faktor genetik

Obat terakumulasidalam tubuh

Hormon proklatinGangguan kulit

Keterlibatan gen

Merangsangsystem imun

infeksiGen membawaSLE padaketurunan

selanjutnya

Obat berikatandengan kompleksanti bodi

Pembentukankompleks imun

Obat-obatantidak cocok

Faktor pemicu(mengikatkomplem

en)Imun kompleksAktivasi

komplemenStres berlebihan

Perubahan reaksi imun(reaksi Hipersensitivitas

danAutoimun)

Lupus Eritematosus Sistemik

Kulit akut KelelahanEfusi pleuraartritis

Pneumonitislupus

Sendi interfalngealproksimal

Ruam kulit berbentukkupu-kupu

Meningkatnyabeban kerja

Merangsangsystem imunKompleks imun

pada alveolus

Efusi sendieritema

Pembentukankomples antibodi

pembekakanReaksi inflamasi nyeri sesak

nyeri

15

 Pathway

AnemianyeriGangguanmobilitas

Ketidakefektifan pola napas Perubahan nutrisi,

kurang dari kebutuhan tubuh

Kerusakan intergritas jaringan

PATHWAY

Page 10: Sistem Imun

16

5. Manifestasi Klinis

Perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul

mendadak disertai dengan tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam

tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat

laun diikuti oleh gejala yang terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun

terdapat remisi dan eksaserbsi. Remisinya mungkin berlangsung bertahun-

tahun.

Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti

kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat. Setiap serangan

biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, nafsu makan

berkurang, kelemahan, berat badan menurun, dan iritabilitasi. Yang paling

menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil.

a. Gejala Muskuloskeletal

Gejala yang paling sering pada SLE adalah gejala muskuloskeletal,

berupa artritis (93%). Yang paling sering terkena ialah sendi

interfalangeal proksimal didikuti oleh lutut, pergelangan tangan,

metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. Selain pembekakan dan

nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi. Artritis biasanya simetris, tanpa

menyebabkan deformitas, kontraktur atau ankilosis. Adakala terdapat

nodul reumatoid. Nekrosis vaskular dapat terjadi pada berbagai tempat,

dan ditemukan pada pasien yang mendapatkan pengobatan dengan

streroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena ialah kaput

femoris.

b. Gejala Mukokutan

Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85% kasus

SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit

akut, subakut, diskoid, dan livido retikularis. Ruam kulit berbentuk

kupu-kupu berupa eritema yang agak edamatus pada hidung dan kedua

pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa

bekas luka. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul

ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas. Lesi ini termasuk lesi

Page 11: Sistem Imun

17

kulit akut. Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular. Lesi diskoid

berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi.

Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup

oleh sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah

berlangsung lama akan berbentuk silikatriks. Vaskulitis kulit dapat

menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang besar.

Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual. Livido

retikularis suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada

SLE.

c. Ginjal

Kelainan ginjal ditemukan pada 68% kasus SLE. Manifestasi paling

sering ialah proteinuria atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik

kegagalan ginjal jarang terjadi, hanya terdapat pada 25% kasus SLE

yang urinnya menunjukkan kelainan.

Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis lupus difus

dan nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus merupakan kelainan yang

paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik,

hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis

lupus membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom

nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang

mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif. Kelainan ginjal

yang lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik,

tuberkulosis ginjal. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab

kematian SLE kronik.

d. Susunan Saraf Pusat

Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu

psikosis organik dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya

ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem lain-lainnya.

Pasien menunjukkan gejala halusinasi disamping gejala khas organik

otak seperti sukar menghitung dan tidak sanggup mengingat kembali

gambar yang pernah dilihat. Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak

Page 12: Sistem Imun

18

organik yang secara klinis tak dapat dibedakan dengan psikosis lupus.

Perbedaan antara keduanya baru dapat diketahui dengan menurunkan

atau menaikkan dosis steroid yang dipakai. Psikosis lupus membaik jika

dosis steroid dinaikkan dan sebaliknya. Kejang-kejang yang timbul

biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang mungkin

ditemukan ialah afasia, hemiplegia.

e. Mata

Kelainan mata dapat berupa konjungtivitas, perdarahan subkonjungtival

dan adanya badan sitoid di retina

f. Jantung

Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis,

endokarditis maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi

sebagai akibat keadaan tersebut.

g. Paru-paru

Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi

pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat

dari kejadian tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak napas.

h. Saluran Pencernaan

Nyeri abdomen terdapat pada 25% kasus SLE, mungkin disertai mual

dan diare. Gejalanya menghilang dengan cepat jika gangguan

sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin

disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil

mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat

juga menimbulkan pankreatitis.

i. Hemik-Limfatik

Kelenjar getah bening yang sering terkena adalah aksila dan sevikal,

dengan karakteristik tidak nyeri tekan dan lunak. Organ limfoid lain

adalah splenomegali yang biasanya disertai oleh pembesaran hati.

Kerusakan lien berupa infark atau thrombosis berkaitan dengan adanya

lupus antikoagulan. Anemia dapat dijumpai pada periode perkembangan

penyakit LES, yang diperantai oleh proses imun dan non-imun.

Page 13: Sistem Imun

19

6. Pemeriksaaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorim

Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan :

1) Hematologi, ditemukan anemia, leukopenia, trombosittopenia

2) Kelainan Imunologis, ditemuka sel LE, antibodi antinuklir,

komplemen serum menurun, anti DNA, faktor reumatitoid,

krioglobulin, dan uji lues yang positif semu.

b. Histopatologi

1) Umum : Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan

hematoksilin, lesi onionskin pada pembuluh darah limpa dan

endokarditis verukosa Libman-Sacks.

2) Ginjal : 2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan

nefritis lupus membranosa

3) Kulit : Pemeriksaan imunofluoresensi direks menunjukkan

deposit IgG granular pada dermo-epidermal junction, baik pada

lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada kulit yang tak terkena

(70%). Yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika ditemukan

pada kulit yang tidak terkena dan terpanjan.

7. Penatalaksanaan Medis

Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan

jenis gangguan organ harus ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah

kelainan organ yang sudah terjadi. Adanya infeksi dan proses penyakit

bisa dipantau dari pemeriksaan serologis. Monotoring dan evaluasi bisa

dilakukan dengan parameter laboratorium yang dihubungkan dengan

aktivitas penyakit.

a. Pendidikan terhadap Pasien

Pasien diberikan penjelasan mengenai penyakit yang dideritanya

(perjalanan penyakit, komplikasi, prognosis), sehingga dapat bersikap

positif terhadapn penanggulangan penyakit.

Page 14: Sistem Imun

20

b. Beberapa Prinsip Dasar Tindakan Pencegahan pada SLE

1) Monitoring yang teratur

2) Penghematan enersi, pada kebanyakan pasien kelelahan

merupakan keluhan yang menonjol. Diperlukan waktu istirahat

yang terjadwal setiap hari dan perlu ditekankan pentingnya tidur

yang cukup.

3) Fotoproteksi, kontak dengan sinar matahari harus dikurangi atau

dihindarkan. Dapat juga digunakan lotion tertentu untuk

mengurangi kontak dengan sinar matahari langsung.

4) Mengatasi infeksi, pasien SLE rentan terhadap infeksi. Jika ada

demam yang tak jelas sebabnya, pasien harus memeriksanya.

5) Merencanakan kehamila, kehamilan harus dihindarkan jika

penyakit aktif atau jika pasien sedang mendapatkan pengobatan

dengan obat imunosupresif.

c. Pengobatan

1) Lupus diskoid, terapi standar adalah fotoproteksi, anti-malaria dan

steroid topikal. Krim luocinonid 5% lebih efektif dibandingkan

krim hidrokrortison 1%. Terapi dengan hidroksiklorokuin efektif

pada 48% pasien dan acitrenin efektif terhadap 50% pasien.

2) Serositis lupus (plueritis, perikarditis), standar terapi adalah

NSAIDs (dengan pengawasan ketat terhadap gangguan ginjal),

anti-malaria dan kadang-kadang diperlukan steroid dosis rendah.

3) Arthritis lupus, untuk keluhan muskuloskeletal, standar terapi

adalah NSAIDs dengan pengawasan ketat terhadap gangguan

ginjal dan ati-malaria. Sedangkan untuk keluhan myalgia dan

gejala depresi diberikan serotonin reuptake inhibitor antidepresan

(amitriptilin).

4) Miositis lupus, standar terapi adalah kortikosteroid dosis tinggi

(dimulai dengan prednison dosis 1-2 mg/kg/hari dalam dosis

terbagi, bila kadar komplemen meningkat mencapai dosis efektif

terendah. Metode lain yang digunakan untuk mencegah efek

Page 15: Sistem Imun

21

samping pemberian harian adalah dengan cara pemberian

prednison dosis alternate yang lebih tinggi (5 mg/kg/hari, tak lebih

150-250 mg) metrotreksat atau azathioprine.

5) Fenomena Raynaud, standar terapinya adalah calcium channel

blockers, misalnya nifedipin dan nitrat, misalnya isosorbid

mononitrat.

6) Lupus nefritis, lupus nefritis kelas II mempunyai prognosis yang

baik dan membutuhkan terapi minimal. Peningkatan proteinuria

harus diwaspadai karna menggambarkan perubahan status

penyakit menjadi lebih parah. Lupus nefritis III memerlukan terapi

yang sama agresifnya dengan DPGN. Pada lupus nefritis IV

kombinasi kortikosteroid dengan siklofosfamid intravena.

Siklofosfamid intravena diberikan setiap bulan, setelah 10-14 hari

pemberian, diperiksa kadar leukositnya. Dosis siklofosfamid

selanjutnya akan dinaikkan atau diturunkan tergantung pada

jumlah leukositnya (normalnya 3.000- 4.0000/ml). Pada lupus

nefritis V regimen terapi yang di berikan adalah (1) monoterapi

dengan kortikosteroid. (2) terapi kombinasi kortikosteroid dengan

siklosporin A. (3) sikofosfamid, azathioprine atau klorambusil.

Pada lupus nefritis V tahap lanjut, pilihan terapinya adalah dialisis

dan transplantasi renal.

7) Gangguan hematologis, untuk trombositopeni, terapi yang

dipertimbangkan pada kelainan ini adalah kortikosteroid,

imunoglobulin intravena. Sedangkan untuk anemi hemolitik, terapi

yang dipertimangkan adalah kortikosteroid, danazol, dan

spelenektomi.

8) Pneumonitis intersititialis lupus, obat yang digunakan pada kasus

ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid intravena.

9) Vaskulitis lupus dengan keterlibatan organ penting, obat yang

digunakan pada kasus ini adalah kortikosteroid dan siklfosfamid

intravena

Page 16: Sistem Imun

22

8. Komplikasi

a. Hipertensi (41%)

b. Gangguan pertumbuhan (38%)

c. Gangguan paru-paru kronik (31%)

d. Abnormalitas mata (31%)

e. Kerusakan ginjal permanen (25%)

f. Gejala neuropsikiatri (22%)

g. Kerusakan muskuloskeleta (9%)

h. Gangguan fungsi gonad (3%)

Page 17: Sistem Imun

23

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Anamnese

a. Identitas pasien

Nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan

terakhir, alamat.

b. Keluhan utama

1) Keluhan utama saat MRS :

Keluhan utama yang biasa muncul adalah demam

2) Keluhan utama saat pengkajian :

Keluhan utama yang biasa muncul saat pengkajian tidak pasti,

tergantung kapan dilakukan pengkajian tersebut. Biasanya adalah

demam, kelemahan, nafsu makan menurun dan BB menurun.

c.       Riwayat kesehatan :

1). Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat dari dimulainya gejala penyakit sampai pasien atau

keluarga memutuskan untuk dibawa ke RS. Yang biasa muncul

adalah riwayat demam, kelemahan sampai intoleransi aktifitas,

penurunan nafsu makan dan penurunan BB.

2).   Riwayat penyakit dahulu :

Pengkajian dilakukan untuk mengetahui apakah pernah

mengalami hipertensi, gangguan pada mata, dan adanya nyeri

sendi.

3).   Riwayat penyakit keluarga :

Pengkajian dilakukan untuk mengetahui apakah dalam keluarga

ada anggota yang pernah menderita penyakit yang sama.

4).  Riwayat psikososial :

Pengkajian dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah hubungan

klien dengan keluarga dan masyarakat. Pasien dapat menunjukkan

gejala mudah marah dan fluktuasi, takut akan penolakan dari

23

Page 18: Sistem Imun

24

orang lain, harga diri rendah, kekawatiran menjadi beban orang

lain. Tanda yang dapat ditunjukkan adalah ansietas, gelisah,

menarik diri, depresi, fokus pada diri sendiri.

d.      Kebiasaan sehari – hari

1) Nutrisi : Makan; yang dikaji adalah frekuensi, jumlah porsi yang

habis, cara makan makanan yang disukai dan tidak disukai. Minum ;

yang dikaji adalah frekuensi, jumlah, komposisi.

2) Eliminasi : BAB dan BAK ; yang dikaji adalah frekuensi, pola

eliminasi, konsistensi, warna, bentuk.

3) Istirahat : jumlah jam tidur siang ataupun malam, adanya gangguan

tidur atau tidak.

4) Aktivitas : kegiatan yang dilakukan dari bangun tidur sampai tidur

kembali.

5) Personal hygiene : bagaimana kebiasaan dalam kebersihan diri sendiri

ataupun lingkungan.

2.      Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : dikaji bagaimana keadaan umum klien saat pengkajian

dilakukan.

TTV : tanda- tanda vital sangat penting untuk mengetahui

kondisi umum pasien. Tindakan yang dilakukan adalah

pengukuran tekanan darah, nadi, RR, dan suhu.

a. Integumen : kulit tampak adanya ruam, ada luka pada bibir atau mulut.

b. Thoraks : paru ; rriwayat inspeksi paru, riwayat abses paru, dapat juga

ditemukan adanya cairan dalam paru, nafas pendek saat istirahat dan

aktivitas, takipneu, distess pernapasan akut, dan penurunan buyi napas.

Jantung dan sirkulasi ; nyeri dada, tekanan nadi melebar, desiran

( menunjukkan mekanisme anemia ), warna kulir pucat, ruam, sianosis.

c. Abdomen : adanya nyeri tekan abdomen,

d. Ekstremitas : menahan sendi pada posisi yang nyaman,

Page 19: Sistem Imun

25

e. Persyarafan/ neurosensori : sakit kepala, penurunan penglihatan,

keseimbangan buruk, kesemutan pada ekstremitas, kelemahan otot,

penurunan kekuatan otot, kejang.

Data dasar pengkajian pasien

a. Aktivitas

Gejala : Keletihan, kelemahan, nyeri sendi karena gerakan

Tanda : Penurunan semangat bekerja, toleransi terhadap aktivitas

rendah, penurunan rentang gerak sendi, gangguan gaya berjalan.

b. Sirkuasi

Gejala : Nyeri dada

Tanda : TD : tekanan nadi melebar, desiran (menunjukkan mekanisme

anemia), warna kulit : pucat/sianosis, membaran mukosa, kulit terdapat

ruam.

c. Integritas Ego

Gejala : Mudah marah dan fruktasi, takut akan penolakan dari orang

lain, harga diri buruk, kekuatiran mengenai menjadi beban bagi yang

mendekat

Tanda : Ansietas, gelisah, menarik diri, depresi, fokus pada diri sendiri

d. Eliminasi

Gejala : Sering berkemih, berkemih dengan jumlah besar

Tanda : Nyeri tekan pada abdomen, urine encer : terdapat darah atau

protein.

e. Makanan/Cairan

Gejala : Mual/muntah, anoreksia, haus, kesulitan menelan, adanya

penurunan BB

Tanda : turgor kulit buruk berbentuk ruam, lidah tampak merah daging,

bibir : disudut bibir terdapat luka.

f. Higiene

Gejala : kesulitan untuk mempertahankan aksi (nyeri/anemia berat),

berbagai kesulitan untuk melakukan aktivitas perawatan pribadi.

Page 20: Sistem Imun

26

Tanda : cerobaoh, tak rapih, kurang bertenaga.

g. Neurosensori

Gejala : sakit kepala, berdenyut pusing, penurunan penglihatan,

bayangan pada mata, kelemahan, keseimbangan buruk, kesemutan pada

ekstremitas.

Tanda : kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, kejang, pembekakan

sendi simetri.

h. Nyeri/Kenyamanan

Gejala : nyeri hebat, berdenyut, rasa perih di berbagai lokasi, sakit

kepala berulang, tajam, sementara, nyeri tekan abdomen, nyeri dada

Tanda : menahan sendi pada posisi nyaman, sensitivitas terhadap

palpitasi pada area yang sakit.

i.      Penapasan

Gejala : riwayat inspeksi paru, riwayat abses paru, napas pendek pada

istirahat dan aktivitas.

Tanda : takipnea, distres pernapasan akut, bunyi napas menurun.

i. Keamanan

Gejala : kekeringan pada mata dan membran mukosa, demam ringan

menetap, lesi kulit, gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk

Tanda : berkeringat, mengigil berulang, gemetar, luka pada wajah

j. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : riwayat penyakit hipertensi, hematologi, riwayat adanya

masalah dengan penyembuhan luka/perdarahan, pertimbangan rencana

pemulangan : lama perawatan: 4-8 hari, memerlukan bantuan dalam

perawatan diri, pemeliharaan rumah.

3.     Pemeriksaan diagnostik

a. Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses autoimun

sebab penyebab AR

b. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembekuan pada jaringan

lunak erosi sendi, memperkecil jarak sendi

Page 21: Sistem Imun

27

c. Kerapuhan erirosit : menurun

d. Jumlah trombosit : menurun

e. JDL : memungkinkan berkembangannya pneumonia bacterial

f. Rontgen : menunjukkan pleuritis

g. Pemeriksaan dada dengan stetoskop menunjukkan adanya gesekan

pleura.

4. Diagnosa Keperawatan                 

a. Perubahan perfusi jaringan, ginjal, serebral, yang berhubungan dengan

keterlibatan multisistem.

b. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterlibatan sendi.

c. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan penurunan

energi/kelelahan dan keterlibatan pulmoner.

d. Kerusakan intergritas jaringan yang berhubungan dengan keterlibatan

sistem integumen.

e. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan

dengan anoreksia, kelelahan dan atau ketidakseimbangan elektrolit.

f. Potensi terhadap infeksi yang berhubungan dengan perubahan sistem

imun dan terapi steroid.

g. Gangguan citra tubuh yang berhubungan perubahan penampilan fisik.

5. Intervensi

a. Perubahan perfusi jaringan, ginjal, serebral, yang berhubungan dengan

keterlibatan multisistem

Intervensi :

1) Kaji status ginjal : observasi tanda edema, mual, hematuria dan

hipertensi.

a) Ukur haluaran urin jika dibutuhkan

b) Berikan pengobatan antihipertensi dan pantau keefektifan dan

efek samping

Page 22: Sistem Imun

28

c) Beri diet rendah garam

d) Pantau urinalisis dan pemeriksaan fungsi ginjal

2) Kaji status neurologis : observasi terhadap perubahan dalam

oroientasi, penilaian, ketajaman mental, bicara, dan tonus otot.

3) Bantu aktivitas, makan, dan ke kamar mandii sesuai di butuhkan.

4) Observasi perubahan kepribadian : pantau tanda bunuh diri, dan

intervensi dengan tepat.

5) Anjurkan komunikasi dengan orang terdekat.

b. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan keterlibatan sendi.

Intervensi :

1) Kaji keterlibatan otot atau sendi.

2) Pantau kemampuan bergerak, observasi nyeri, pembengkakan dan

keterbatasan rentang gerak.

3) Berikan latihan rentang gerak jika dipesankan terhadap sendi-sendi

yang tidak sakit atau gunakan mesin rentang gerak pasif.

4) Gunakan kompres hangat atau dingin

5) Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan penurunan

energi/kelelahan dan keterlibatan pulmoner.

Intervensi :

1) Kaji status sistem pernapasan : observasi dispnea, sianosis,

penurunan bunyi napas, takipnea, bradipnea, rales, dan ronchi.

a) Auskultasi dada terhadap bunyi napas setiap 4 jam

b) Tinggikan kepala tempat tidur dan pertahankan tirah baring selam

fase akut untuk menyimpan oksigen

2) Beri dorongan pasien untuk berbalik, batul, dan napas dalam.

3) Berikan terapi oksigen, steroid, antiaritmia, dan bronkodilator.

4) Kaji keefektifan /efek samping

5) Pantau tanda-tanda pneumonia

6) Kutur sputum yang didapatkan.

Page 23: Sistem Imun

29

c. Kerusakan intergritas jarngan yang berhubungan dengan keterlibatan

sistem integumen.

Intervensi :

1) Kaji status integumen ; observasi kulit dan membran mukosa terhadap

warna, suhu, turgor, edema, tanda-tanda infeksi dan kemerahan.

2) Berikan steroid topikal dan salep antibiotik jika diindikasikan : pantau

keefektifan atau efek samping.

3) Sarankan penggunaan pelumas, misalnya airmata buatan dan cairan

pelumas vagina jika dibutuhkan.

4) Berikan sabun dan krim nonalergik.

5) Tingkatkan penggunaan tabir surya jika pasien fotosensitif.

6) Berikan perawatan kulit.

7) Bantu pasien ubah posisi dengan ssering menggerakkan kaki dan

tungkai untuk meningkatkan aliran balik vena.

8) Anjurkan ambulasi sesegera mungkin.

d. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan

dengan anoreksia, kelelahan dan atau ketidakseimbangan elektrolit.

Intervensi :

1) Kaji status nutrisi dan pantau masukkan kalori jika diindikasikan.

2) Berikan makanan seimbang, kecil, sering, dorongan pasien untuk

memilih : berikan secara menarik.

3) Bantu makan jika dibutuhkan.

4) Berikan suasana tenang, tidak tergesa-gesa.

5) Anjurkan periode istirahat setelah makan.

6) Pantau elektrolit.

7) Tentukan penambahan berat badan yang berhubungan dengan terpai

steroid : sodium dapat dibatasi.

8) Timbang berat badan setiap hari pada waktu dan dengan pakaian serta

timbangan yang sama.

9) Berikan suplemen vitamin untuk pasien yang hamil atau diet.

Page 24: Sistem Imun

30

10) Pantau distensi, nyeri, dan nyeri tekan abdomen.

e. Potensi terhadap infeksi yang berhubungan dengan perubahan sistem

imun dan terapi steroid.

Intervensi :

1) Pantau SDP dan diferensial, LED, protein C-reaktif, urinalisis, dan

kultur terhadap tanda-tanda sepsis.

2) Kultur cairan dari ruam kulit, robek, sisi injeksi, dll.

3) Pantau suhu terhadap status febris.

4) Berikan antipiretik, antibiotik jika diindikasikan, pantau keefektifan

dan efek samping.

5) Pertahankan kebersihan lingkungan dan kebersihan perseorangan

dengan baik.

6) Tentukan tindakan pencegahan isolasi jika dibutuhkan.

7) Batasi pengunjung dan staf yang terinfeksi.

8) Pertahankan istirahat dan pola tidur yang cukup.

9) Berikan nutrisi dan masukkan cairan yang optimal.

f. Gangguan citra tubuh yang berhubungan perubahan penampilan fisik.

Intervensi :

1) Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasan dan perhatian :

dengarkan dengan penuh perhatian.

2) Beri penguatan penjelasan dokter terhadap proses penyakit :

kronisitasnya, pengobatan, remisi, dan eksaserbasi : perjelas

kesalahan konsep.

3) Bantu dan ajarkan metode penatalaksanaan stres, pengalihan,

relaksasi.

4) Berikan lingkungan yang menunjang, hargai idea yang positif dan

pencapaian : tingkatkan keyakinan diri.

5) Identifikasi pola penanganan dan kekuatan yang telah berhasi

dilakukan pada pengalaman sebelumnya.

Page 25: Sistem Imun

31

6) Bantu dan tingkatkan cara-cara untuk meningkatkan gambaran tubuh :

gunakan wig jika alopesia, berdandan, tingkatkan kebersihan.

7) Tingkatkan komunikasi dengan orang terdekat.