Top Banner
133 BAB VII SISTEM BAGI HASIL 7.1. Sejarah Bagi Hasil Prinsip bagi hasil (Profit-and Loss Sharing) sudah ada sebelum datangnya Islam. Di Timur Tengah Pra-Islam, kemitraan-kemitraan bisnis yang berdasarkan atas konsep mudharabah berjalan berdampingan dengan konsep sistem bunga sebagai cara membiayai berbagai aktivitas ekonomi (Crone, 1987; Kazarian, 1991; Cizaka, 1995). Sistem bagi hasil dalam kerjasama untuk menjalankan usaha telah dipraktekan sejak jaman sebelum masehi. Sistem ini umum dilakukan oleh masyarakat Mekah dan Madinah jauh sebelum Islam diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Di Madinah masa itu system bagi hasil banyak diterapkan dalam kerja sama di bidang pertanian dan perdagangan serta pemeliharaan ternak. Kerja sama pertanian yang lazim dipraktekan pada masa itu adalah mukhabarah dan muzara’ah, (An-Nadwi, 2006: 131). Mukhabarah adalah kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen yang benihnya berasal penggarapnya, (Hosen dan Ali, 2007:49). Muzara’ah adalah kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen yang benihnya berasal pemilih lahan, (Hosen dan Ali, 2007:53). Praktek bagi hasil yang dijalankan di Mekah masa itu adalah kerja sama perdagangan (usaha) dalam bentuk shirkah dan mudharabah. Afzalurrahman dalam bukunya Muhammad sebagai Sorang Pedagang, (2000:3) menulis: ”Kaum Qurasy... Mereka mempunyai pengetahuan dagang yang sangat baik dan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Usaha perdagangan dilakukan dalam berbagai bentuk. Aneka jenis organisasi organisasi usaha pun telah mereka dirikan. Shirkah (kerjasama) dalam berbagai tipe dijalankan, di mana para pemilik modal dapat secara langsung terlibat dalam perdagangan atau hanya sleeping partner, dan dengan cara demikian
25

Sistem Bagi Hasil

Dec 08, 2015

Download

Documents

yeoshin

Penjelasan mengenai bagi hasil pada perbankan syariah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sistem Bagi Hasil

133

BAB VII SISTEM BAGI HASIL

7.1. Sejarah Bagi Hasil Prinsip bagi hasil (Profit-and Loss Sharing) sudah ada sebelum

datangnya Islam. Di Timur Tengah Pra-Islam, kemitraan-kemitraan bisnis yang berdasarkan atas konsep mudharabah berjalan berdampingan dengan konsep sistem bunga sebagai cara membiayai berbagai aktivitas ekonomi (Crone, 1987; Kazarian, 1991; Cizaka, 1995). Sistem bagi hasil dalam kerjasama untuk menjalankan usaha telah dipraktekan sejak jaman sebelum masehi. Sistem ini umum dilakukan oleh masyarakat Mekah dan Madinah jauh sebelum Islam diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW.

Di Madinah masa itu system bagi hasil banyak diterapkan dalam kerja sama di bidang pertanian dan perdagangan serta pemeliharaan ternak. Kerja sama pertanian yang lazim dipraktekan pada masa itu adalah mukhabarah dan muzara’ah, (An-Nadwi, 2006: 131). Mukhabarah adalah kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen yang benihnya berasal penggarapnya, (Hosen dan Ali, 2007:49). Muzara’ah adalah kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen yang benihnya berasal pemilih lahan, (Hosen dan Ali, 2007:53).

Praktek bagi hasil yang dijalankan di Mekah masa itu adalah kerja sama perdagangan (usaha) dalam bentuk shirkah dan mudharabah. Afzalurrahman dalam bukunya Muhammad sebagai Sorang Pedagang, (2000:3) menulis: ”Kaum Qurasy... Mereka mempunyai pengetahuan dagang yang sangat baik dan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Usaha perdagangan dilakukan dalam berbagai bentuk. Aneka jenis organisasi organisasi usaha pun telah mereka dirikan. Shirkah (kerjasama) dalam berbagai tipe dijalankan, di mana para pemilik modal dapat secara langsung terlibat dalam perdagangan atau hanya sleeping partner, dan dengan cara demikian

Page 2: Sistem Bagi Hasil

134

mereka ikut menikmati keuntungan dan menderita kerugian (mudlarabah).

Lebih lanjut Afzalurrahman menerangkan bahwa kerjasama dengan sistem bagi hasil ini telah dipraktekan nabi Muhammad SAW pada masa mudanya antara usia 17 atau 18 tahun. Nabi menjalankan bisnisnya dengan cara menjalankan modal uang orang lain, baik dengan mendapat upah maupun berdasarkan persetujuan bagi hasil sebagai mitra. Kerjasama bisnis Nabi Muhammad yang banyak diriwayatkan adalah kerjasama Nabi dengan Siti Khatijah.

Sistem bagi hasil banyak ditemui di Indonesia sejak jaman kuno sampai sekarang, yaitu pada bisnis pertanian, peternakan dan perdagangan. Mukhabarah dan muzara’ah denga persentase 50%:50% adalah yang umum dipraktekan. Kerjasama bagi hasil memelihara ternak dengan cara maro (bagi hasil dengan nisbah 50%:50% dari anak ternaknya atau dari selisih nilai jual dengan nilai pada saat ternak diserhakan kepada pemeriharannya).

Konsep bagi hasil diterapkan dalam bank Islam, karena Islam mengharamkan bunga. Dalam sistem perbankan dengan prinsip Syariah, penghapusan riba (bunga) merupakan isinya yang paling pokok, akan dapat beroperasi untuk memberikan manfaat yang lebih besar kepada ekonomi dan membantu negara Islam dalam mewujudkan tujuan-tujuan sosioekonomi jangka pendek dan jangka panjang. (Chapra, 1985).Qureshi (1974), Uzair (1978), dan Siddiqi (1983) menyatakan bahwa bagi hasil-lah yang harus menjadi karakteristik utama operasional pembiayaan perbankan Islam.

Teori perbankan Islam, muncul setelah Qureshi (1946) mengeluarkan buku Islam and the Theory of Interest. Qureshi memandang bahwa bank merupakan sebuah pelayanan sosial yang disponsori oleh pemerintah seperti pendidikan dan kesehatan publik. Ia mengambil titik pandang ini semenjak bank tidak akan membayar bunga baik kepada pemegang rekening maupun tidak memberi beban bunga pada pinjaman. Qureshi juga membicarakan kemitraan antara bank dan pengusaha sebagai sebuah alternatif yang memungkinkan, bagi untung dan bagi rugi jika ada kerugian. Mannan (1970:164) menyatakan bahwa konsep Bank Islam, bersumber pada konsep Islam tentang uang. Dalam Islam uang itu sendiri tidak menghasilkan bunga atau laba dan tidak dipandang sebagai komoditi. Dengan demikian Bank Islam atau Bank Syariah adalah sistem perbankan yang beroperasi berdasarkan pada syari’ah Islam. Pelaksanaan operasional

Page 3: Sistem Bagi Hasil

135

bank Islam selalu berprinsipkan pada keadilan, kasih sayang, kesejahteraan (falah) dan kebijaksanaan atau anti penindasan, anti kekerasan, anti kemiskinan dan anti kebodohan serta menolak riba dalam segala bentuknya.

Sistem bagi hasil dalam sektor keuangan (perbankan) pertama digunakan pada abad XX yaitu berdirinya bank Mit Ghaur tahun 1963 dan Nasir Social Bank di Mesir pada tahun 1963 (Capra, 2000:266). Pada awalnya bank ini berkembang pesat tetapi karena alasan politik dibekukan pada tahun 1967. Eksperimen lainnya adalah Bank Koperasi di Pakistan yang didirikan oleh S.A. Ishad pada bulan Juni 1965, tetapi pada perjalanan mengalami mismanajemen sehingga akhirnya tutup (Joyosumarto, 2007). Kemudian disusul bank-bank Islam lainnya yaitu: The Islamic Development Bank (Saudi Arabia, 1975), The Dubai Islamic Bank (1975), The Faisal Islamic Bank (Mesir, 1976), The Faisal Islamic Bank (Sudan 1977), The Jordan Islamic Bank (1978), The Jordan Financial and Investment Bank (1978), The Islamic Investment Company (Uni Emirat Arab, 1978), Kuwait Finance House (1979). Pada tahun 1983, perbankan di Iran menerapkan bagi hasil dan melarang bunga. Iran merupakan negara yang paling sukses mendorong ekonominya dengan sistem perbankan bagi hasil. Sudan menerapkan sistem bagi hasil mulai tahun 1984 tetapi karena kondisi politik maka tidak sesukses Iran. Pada bulan Juli 1985 semua bank di Pakistan dirubah dengan sistem profit sharing dan bunga dilarang. Profit sharing dalam keuangan di Malaysia pertama dipraktekan dalam pengelolaan dana haji yaitu mulai tahun 1963.

Di Indonesia sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia (201 juta jiwa, BPS:2006), dikategorikan terlambat mempraktekan sistem bagi hasil khususnya pada perbankan. Bank syari’ah pertama kali berdiri pada tahun 1992 yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI). Pada Desember 2006 di Indonesia telah berdiri 3 Bank Umum Syari’ah (BUS), 20 Unit Usaha Syari’ah (UUS) dan 94 Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS). Perkembankan perbankan syari’ah ini masih dikategorikan lambat melihat potensi Indoensia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia. 7.2. Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil

Perbedaan prinsip sistem bagi hasil pada sistem ekonomi syari’ah dan sistem bunga pada sistem ekonomi konvensional adalah

Page 4: Sistem Bagi Hasil

136

pada sistem return yang dijadikan tolok ukur dalam perekonomian. Ekonomi konvensional, menggunakan sistem bunga sebagai tolok ukur dari return. Bunga didefinisikan sebagai persentase terhadap jumlah dana yang disimpan ataupun dipinjamkan. Penetapan persentase itu dilakukan diawal transakasi sehingga berapa nilai nominal rupiahnya akan dapat diketahui besarnya dan kapan akan diperoleh dapat dipastikan tanpa melihat laba rugi yang akan terjadi nanti. Ekonomi Islam, menggunakan sistem return-nya sebagai tolok ukur dalam perekonomian. Sistem bagi hasil (profit loss sharing) yaitu nisbah (persentase bagi hasil) yang besarnya ditetapkan diawal transaksi yang bersifat fixed tetapi nilai nominal rupiahnya belum dapat diketahui dengan pasti melainkan melihat laba rugi yang akan terjadi nanti.

Pada Ekonomi konvensional, pihak yang menawarkan (tabungan) dan meminta dana (peminjam) akan menerima atau membayar bunga yang bersifat fixed. Pihak yang menawarkan dana akan mendapatan bunga yaitu persentase terhadap dana yang ditawarkan. Pihak yang membutuhkan dana akan membayar bunga juga yaitu persentase terhadap dana yang dipinjam. Pada Ekonomi Islam, pihak yang menawarkan akan menerima dan membutuhkan dana akan membayar return (biaya) bersifat tidak fixed yaitu bagi hasil. Bagi pihak yang menawarkan dana akan menerima bagi hasil yaitu persentase terhadap hasil yang diperoleh dari dana yang ditawarkan kepada yang membutuhkan. Pihak yang membutuhkan dana, akan membayar bagi hasil yaitu persentase terhadap hasil yang diperoleh dari dana yang dipinjam.

Bunga yang diterapkan pada sistem ekonomi konvensional harus tetap dibayarkan dan diterima oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi, walaupun tidak mendapatkan keuntungan atau dalam keadaan yang bagaimanapun bunga harus dibayarkan tidak melihat apakah laba atau rugi. Pihak yang bertindak sebagai kreditur (meminjamkan dana) pasti menerima pendapatan. Pihak yang bertindak sebagai debitur (peminjam dana) belum tentu mendapatkan pendapatan karena dana yang dikelola belum tentu memperoleh keuntungan dan apabila memperoleh kuntungannya di bawah biaya bunga maka mereka tetap mengalami kerugian. Pada sistem bunga ada pihak yang pasti menerima pendapatan, sedangkan pihak satunya belum tentu mendapatkan pendapatan. Pada sistem transaksi ini ada

Page 5: Sistem Bagi Hasil

137

pihak yang bebas risiko yaitu kreditur dan ada pihak yang tidak bebas risiko yaitu debitur.

Kreditur yang pasti menerima pendapatan yang berupa bunga ini bertentangan teori resiko dan sunnatullah. Resiko sebagai kemungkinan keuntungan menyimpang dari yang diharapkan. Besarnya keuntungan yang diharapkan dari setiap sekuritas tidak sama tergantung pada besarnya resiko yang harus ditanggung investor. Namun yang dapat dilakukan investor adalah meminimalkan risiko dengan memperhatikan besarnya pengaruh masing-masing faktor tersebut, (Husnan , 1996:43). Block dan Hirt (1987:126) mengartikan resiko adalah, A measure of uncertainty about the outcomes from a given event. The greater the variability of possible outcomes, on both the high side and low side, the greater risk. Dalam teori portofolio, risiko dinyatakan sebagai tingkat penyimpangan terhadap keuntungan yang diharapkan. Cantilon (Pressman, 2002:17) berpendapat tentang tidakpastian masa depan dan risiko yang akan terjadi “bahwa masa depan itu penuh dengan ketidakpastian dan bawa semua kegiatan ekonomi pada dasarnya mengandung resiko. Tetapi seseorang harus mengambil resiko dimasa sekarang demi mendapatkan keuntungan dimasa depan. Jika tidak, tidak akan ada kegiatan produksi yang dilakukan. Pengusaha yang mengambil resiko, karena it sangat penting bagi perputaran proses produksi untuk menjalankan proses ini dengan baik dan untuk memakmurkan ekonomi.”

Sunnatullah yang dimaksudkan adalah manusia tidak tahu hasil dari apa yang mereka usahakan besok karena itu merupakan urusan Allah, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Luqman ayat 34:

Page 6: Sistem Bagi Hasil

138

”Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.(QS 31, Luqman:34)

Ayat tersebut memberikan pengertian bahwa manusia tidak

dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi besuk, tetapi manusia hanya bisa memperkirakan dan hasilnya benar atau tidak merupakan ketentuan Allah. Manusia hanya diharuskan berusaha diiringi dengan berdoa dan menyerahkan hasilnya kepada Allah kembali. Ketidakpastian tersebut termasuk dalam mencari rejeki sehingga sangat tidak adil apabila dalam sebuah transaksi ekonomi, ada pihak yang pasti mendapatkan keuntungan, sedangkan pihak lain belum pasti mendapatkan keuntungan.

Karakteristik dasar suku bunga adalah cenderung tinggi pada saat kondisi ekonomi dalam keadaan buruk dan cendrung rendah pada kondisi ekonomi membaik. Pada kondisi ekonomi memburuk debitur hanya mendapatkan keuntungan yang kecil bahkan sangat mungkin mengalami kerugian, maka apakah adil apabila membayar bunga yang tinggi. Oleh karena itu pada kondisi ini pihak kreditor melakukan eksploitasi dan predatori terhadap pihak debitur.

Pada kondisi ekonomi membaik debitur sangat mungkin mendapatkan keuntungan yang tinggi tetapi kreditur yang hanya mendapat bunga rendah, maka apakah adil kreditur menerima pendapatan yang lebih rendah. Oleh karena itu pada kondisi ini pihak debitur melakukan eksploitasi dan predatori terhadap pihak kreditur. Kesimpulannya sistem bunga selalu terjadi proses ketidakadilan yaitu selalu ada pihak yang melakukan eksploitasi dan predatori, baik dalam kondisi ekonomi membaik maupun ekonomi yang memburuk.

Karakteritik dasar bunga tersebut sangat berbeda dengan sistem ekonomi syari’ah yang menerapkan sistem bagi hasil. Pada kondisi ekonomi membaik, pihak yang memngambil pembiayaan sangat memungkinkan mendapatkan keuntungan yang tinggi, maka pihak pengambil pembiayaan dan pihak yang menawarkan dan sama

Page 7: Sistem Bagi Hasil

139

meninkmati keuntungan yang tinggi pula sesuai dengan nisbah yang telah disepakati pada awal transaksi. Pada kondisi impas tidak ada pembayaran bagi pengambil pembiayaan dan tidak ada penerimaan bagi pihak yang menawarkan dana (penabung). Pada kondisi ekonomi yang memburuk, pihak pengambil pembiayaan pendapatannya menurun bahkan sangat mungkin mengalami kerugian. Pada saat pendapatan menurun maka pembayaran bagi hasilnya juga menurun, dan pada saat mengalami kerugian maka kerugian tersebut ditanggung bersama oleh pihak-pihak yang bertransaksi. Oleh karena itu pada sistem bagi hasil yang diterapkan dalam ekonomi Islam tidak ada pihak yang pasti menerima pendapatan, dan tidak ada pihak yang belum pasti menerima pendapatan atau tidak ada pihak yang bebas risiko. Kesimpulannya sistem bagi hasil adalah lebih adil, karena tidak ada pihak yang melakukan eksploitasi dan predatori, baik dalam kondisi ekonomi membaik maupun ekonomi yang memburuk. Paradigma bagi hasil ini sesuai dengan hukum Allah (sunnatullah) tentang hasil usaha manusia di keesokan harinya adalah ketentuan dan hak Allah sehingga manusia tidak dapat mengetahuinya dengan pasti seperti yang disebutkan dalam surat Al Luqman ayat 34.

Sistem bunga dalam prakteknya baik pada kondisi ekonomi baik maupun buruk melahirkan ketidakadilan dalam pembagian hasil yaitu terjadi praktek eksploitatori, predatori dan intimidasi, ketiga karakteristik inilah yang merupakan sifat dasar dari ribawi. Oleh karena itu sudah sepantasnyalah ribawi itu dihapuskan dari sistem perekonomian karena hanya akan menciptakan inefisiensi dan instabilitas dalam perekonomian.

Perbedaan fundamental antara sistem bunga denga sistem bagi hasil sebagai berikut:

Tabel 7.1: PERBEDAAN SISTEM BAGI HASIL DAN SISTEM BUNGA

No Bagi Hasil Bunga

1 Melakukan investasi-investasi yang halal saja Investasi yang halal dan haram

2 Profit dan falah oriented dunia akhirat kelak

Profit oriented dan cenderung mementingkan dunia dan mengabaikan akhirat kelak

3 Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-kreditor

Page 8: Sistem Bagi Hasil

140

4 Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesusi dengan fatwa Dewan Pengawas Syari’ah

Tidak terdapat dewan sejenis

5

Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung ataupun rugi.

Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung

6 Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan

7 Besarnya bagi hasil tergantung pada keuntungan / kerugian proyek yang dijalankan.

Pembayaran bunga tetap seperti yang diperjanjikan, tanpa menimbang apakah proyek untung atau rugi.

8 Besarnya bagi hasil meningkat sesuai dengan meningkatnya jumlah pendapatan.

Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan meningkat.

9 Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

Keberadaan bunga dikecam oleh seluruh agama, termasuk Islam.

7.3. Model-model Sistem Bagi Hasil

Sistem bagi hasil dapat diterapkan dalam empat model yaitu pertama, bagi sistem hasil berdasarkan pendapatan (Revenue Sharing System,RSS), kedua, sistem bagi hasil berdasarkan laba kotor (Gross Profit Sharing System(GPSS), ketiga, sistem bagi hasil berdasarkan laba operasi bersih (Operating Profit Sharing System, OPSS) dan keempat, sistem bagi hasil berdasarkan laba bersih (Net Profit Sharing System, NPSS).

Sistem bagi hasil pendapatan (Revenue Sharing System,RSS) atau sistem bagi hasil yang berbasiskan pendapatan (Sharing System for Based of Revenue, SSBR ) adalah sistem bagi hasil yang didasarkan pada pendapatan (revenue) yang diperoleh sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi.

Model bagi hasil ini digunakan dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut: a. Posisi lembaga pembiayaan pada saat negosiasi akad lebih kuat

daripada penerima pembiayaan. Posisi ini berbalik setelah akad terjadi yaitu posisi penerima pembiayaan lebih kuat dari pemberi pembiayaan, ini terjadi karena pada saat pembagian hasil usaha

Page 9: Sistem Bagi Hasil

141

penerima pembiayaan berubah menjadi pemberi hasil usaha dan pemberi pembiayaan berubah menjadi penerima hasil usaha.

b. Meminalisir moral hazard dari penerima pembiayaan yang akan merugikan pemberi pembiayaan, misalnya manipulasi laporan keuangan yang cenderung membesarkan biaya-biaya yang dikeluarakan untuk menghindari pembayaran bagi hasil.

c. Antara penerima dan pemberi pembiayaan belum terbentuk hubungan yang saling amanah (percaya).

RSS dianggap sistem bagi hasil yang paling kecil moral hazard, sehingga Dewan Syari’ah Nasional (DSN) dalam fatwanya no.: 15/DSN-MUI/IX/2000, menetapakan bahwa bagi hasil boleh dilaksanakan berdasarkan profit dan pendapatan pengelolaan dana yang diperoleh. Tetapi karena pertimbangan demi kemaslahatan sebaiknya sistem yang digunakan adalah revenue sharing. Pada prakteknya bagi hasil yang umum digunakan memang sistem revenue sharing, karena sederhana dan mudah dalam pelaksanaannya baik bagi pemilik dana maupun pengelola dananya. Walaupun dalam sistem ini kemungkinan terjadinya moral hazard tetaplah ada misalnya merekayasa pendapatan yang diperolehnya diperkecil dengan tujuan agar membayar bagi hasil lebih sedikit dari yang sesungguhnya diperoleh.

Sistem bagi hasil laba kotor (Gross Profit Sharing System (GPSS) atau bagi hasil berbasiskan laba kotor (Sharing System for Based of Gross Margin, SSBGM) adalah sistem bagi hasil yang didasarkan pada pendapatan yang diperoleh setelah dikurangi dengan biaya-biaya variabel (biaya variabel produksi atau harga pokok produksi atau harga pokok pembelian) yang dikeluarkan dalam proses produksi. Model GPSS digunakan dengan pertimbangannya adalah antara penerima dan pemberi pembiayaan mulai terbentuk hubungan yang saling amanah (percaya).

Sistem bagi hasil laba operasi bersih (Operating Profit Sharing System, OPSS) atau bagi hasil berbasiskan laba operasi kotor (Sharing System for Based of Operating Profit, SSBOP) adalah sistem bagi hasil yang didasarkan pada pendapatan yang diperoleh setelah dikurangi dengan biaya-biaya variabel (biaya variabel produksi atau harga pokok produksi atau harga pokok pembelian) dan biaya-biaya tetap serta biaya lain-lain baik yang dikeluarkan dalam proses produksi. Model ini digunakan dengan pertimbangannya adalah antara penerima dan pemberi pembiayaan telah terbentuk hubungan yang

Page 10: Sistem Bagi Hasil

142

saling amanah (percaya). Model ini sangat sesuai pada sistem kerjasama dengan menggunakan musyarakah.

Sistem bagi hasil laba bersih (Net Profit Sharing System, NPSS) atau bagi hasil berbasiskan laba bersih (Sharing System for Based of Net Profit, SSBNP) adalah sistem bagi hasil yang didasarkan pada pendapatan yang diperoleh setelah dikurangi dengan biaya-biaya variabel (biaya variabel produksi atau harga pokok produksi atau harga pokok pembelian) dan biaya-biaya tetap serta biaya lain-lain baik yang dikeluarkan dalam proses produksi dan telah dikurangi pajak perusahaan yang harus dibayarkan. Model ini digunakan dengan pertimbangan antara penerima pembiayaan dan pemberi pembiayaan karena benar-benar telah saling dapat dipercaya, transparan dan profesional sehingga kemungkinan moral hazard sangat kecil. Model ini sangat sesuai pada sistem kerjasama dengan menggunakan musyarakah. 7.4. Perhitungan Nisbah Bagi Hasil

Perhitungan besarnya nisbah bagi hasil dari masing-masing sistem bagi hasil akan didasarkan pada harga jual produk. Tinggi rendahnya harga jual produk ditentukan oleh tiga komponen biaya utama yaitu rata-rata biaya variabel (AVC), rata-rata biaya tetap (AFC) dan besarnya margin keuntungan yang diinginkan (M). Biaya total (TC) adalah jumlah dari rata-rata biaya variabel dan rata-rata biaya tetap.

Samualson&Nordhaus, (2004:142) dan Rosyidi (2007:371) mendefinisikan biaya variabel adalah biaya-biaya yang berubah sesuai dengan besarnya output. Misalnya bahan baku, tenaga kerja bagian produksi hingga staf bagian, tenaga/daya untuk mengoperasikan pabrik, pengangkutan dan sebagainya.

Biaya tetap adalah kadang-kadang disebut biaya overhead atau sunk cost, yaitu seperti pembayaran kontrak atas bangunan dan sewa peralatan, pembayaran bunga atas hutang, pembayaran gaji pegawai tetap dan sebagainya, Samualson&Nordhaus, 2004:142). Biaya-biaya ini harus dikeluarkan tanpa memandang perusahaan berproduksi maupun tidak dan tidak berubah meskipun outputnya berubah. Rosyidi (2007:371) menyebutkan yang termasuk biaya tetap antar lain sewa, asuransi, biaya pemeliharaan, biaya penghapusan atau penyusutan barang-barang modal, biaya bagi hasil, gaji karyawan tetap dan sebagainya.

Page 11: Sistem Bagi Hasil

143

Margin keuntungan adalah mark up dari total biaya produksi, baik terhadap rata-rata biaya variabel atau terhadap rata-rata total biaya.. Dalam analisis ini yang akan digunakan adalah mark up terhadap rata-rata total biaya (full cost). Secara matematis dapat diformulakan sebagai berikut:

ATC = AVC + AFC (1) Untuk memudahkan persamaan (1) akan dituliskan kembali menjadi:

c = vc + fc (2)

Persamaan (2) menunjukkan biaya produksi per unit produk, dari persamaan ini kemudian di mark up sebagai margin keuntungan (M) yaitu sebesar “m” persen dari total biaya perunit tersebut.

M = m.c (3)

M = m (vc+fc)

Harga jual produk (P) adalah rata-rata biaya total ditambah dengan margin keuntungan. Harga jual per unit produk dapat dihitung sebagai berikut:

P = c + M (4)

P = c + mc P = vc + fc + m(vc + fc) P = c (1+ m)

(5) Pendapatan (revenue) dan total biaya (total cost) dapat

dihitung dengan cara sebagai berikut (Hansen&Mowen, 2002:669): Revenue = Price x Unit dan Total cost = (Unit variabel cost x Unit) + fixed cost. Total pendapatan (revenue total, TR) merupakan total kuantitas (Q) penjualan dikalikan dengan harga jual per unit produk yaitu:

TR = P.Q (6)

TR = Q[vc + fc + m (vc+fc)]

Asumsikan yang terjual hanya satu unit produk maka persamaan (6) menjadi:

Page 12: Sistem Bagi Hasil

144

TR = P (7)

Persamaan-persamaan di atas akan digunakan untuk menganalisis dampak pembayaran bagi hasil terhadap harga. Besarnya nisbah bagi hasil disimbolkan ’x” persen untuk pemberi pembiayaan dan ”y” persen yang akan diterima oleh pengambil pembiayaan.

Untuk memudahkan analisis maka analisis ini menggunakan asumsi produk yang terjual adalah hanya satu unit produk sehingga pendapatan (TR) sama dengan P dan total pembayaran nisbah bagi hasilnya disimbolkan ”Hx”, untuk perunitnya disimbolkan ”hx”. Analisis pertama, nisbah bagi hasilnya sama untuk semua model bagi hasil (RSS, GPSS, OPSS dan NPSS) maka:

xRSS = xGPSS = xOPSS = xNPSS maka hxNPSS < hxOPSS < hxGPSS <hxRSS (8)

Berdasarkan pada persamaan (8) maka pembayaran bagi hasil pada model revenue sharing adalah yang terbesar dan model net profit sharing yang terkecil.

Analisis kedua, nisbah bagi hasilnya berbeda-beda untuk setiap model bagi hasil (RSS, GPSS, OPSS dan NPSS) tetapi yang sama adalah nilai rupiah yang dibayarkan. Untuk mendapatkan nilai rupiah pembayaran bagi hasil yang sama untuk semua model maka nisbah bagi hasilnya akan meningkat apabila nilai rupiah dari hasilnya semakin kecil atau secara matematis dapat dituliskan:

hxRS = hxGPS = hxOPS = hxNPS = hx

(9) Nisbah bagi hasil NPS adalah paling besar, keduanya OPS,

ketiganya GPS dan yang terkecil adalah RS atau dapat tulis sebagai berikut:

xRS < xGPS < xOPS < xNPS

(10) 1. Perhitungan Nisbah dan Pembayaran Nisbah Pada model

Revenue Sharing System (RSS) Misalkan nisbah yang akan diterima oleh pemberi pembiayaan

pada model RSS dengan asumsi nisbah bagi hasilnya sama untuk semua model bagi hasil adalah sebesar ”x” persen:

hxRSS = xRSS.R = xRSS.P (11)

hxRSS = xRSS.[vc + fc + m (vc+fc)]

Page 13: Sistem Bagi Hasil

145

hxRSS = xRSS.(c + m.c) hxRSS = xRSS.[c(1 + m)]

(12) atau

m)c(1hx xRSS

RSS +=

(13) Besarnya nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan pada

persamaan (13) dapat dihitung juga dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

100%x periodesatu dalam Pendapatan

pembiayaan nilai Besarnyapasar x an pengembaliTingkat x RSS =

(14)

100%x Q.P

N .rx pm

RSS =

100%x m) c(1 Q.

N .rx pm

RSS +=

(15)

Maka besar nisbah bagi penerima pembiayaan (yRSS) adalan 100% dikurangi nisbah bagi pemberi pembiayaan (xRS).

Dimana: xRSS : Nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan pada

model revenue sharing yRSS : Nisbah bagi hasil bagi penerima pembiayaan pada

model revenue sharing hxRSS : Besarnya pembayaran bagi hasil dari penerima

pembiayaan kepada pemberi pembiayaan. rm : Tingkat pengembalian pasar dalam persentase Np : Besarnya nilai pembiayaan yang diberikan dalam

rupiah. Q : Jumlah unit yang terjual satuan dalam unit P : Harga persatuan unit produk dalam rupiah m : tingkat margin keuntungan perunit produk (mark up

harga perunit produk) yang diinginkan dalam persentase

Page 14: Sistem Bagi Hasil

146

c : Total biaya perunit produk = variabel cost ditambah biaya tetap perunit produk (vc + fc).

Apabila nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan menurun

proporsional dengan penurunan penyertaan pembiayaan, karena pihak penerima pembiayaan mengansur pokok pembiayaannya secara periodik selama jangka waktu pembiayaan. Nisbah bagi hasil pada setiap periode setelah pembayaran angsuran pokok pembiayaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut”

Pembiayaan Nilai Besarnya1-n keAngsuran x PembiayaanPokok Angsuran Besarnya. tPeriode Hasil BagiNisbah XX −=

pt N

1-nA .X XX −=

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−=

pt N

1-nA 1.X X (17)

Dimana: xt : Nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan pada periode ke t

dalam persentase (%) x : Nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan pada periode ke satu

dalam persentase (%) A : Besaran angsuran pokok pembiayaan setiap periode

dalam rupiah (Rp) n : Periode anguran ke Np : Besarnya nilai pembiayaan dalam rupiah (Rp)

Rumus (17) berlaku untuk semua sistem bagi hasil (RSS, GPSS, OPSS dan NPSS).

Pada saat ini perhitungan nisbah bagi hasil, khususnya nisbah bagi hasil pembiayaan pada umumnya masih didasarkan pada tingkat pengembalian yang terjadi di pasar atau masih menjadikan tingkat bunga pasar yang terjadi yang dijadikan acuan tetapi pembayaran bagi hasilnya tetap berbasiskan pada hasil (based of income) dari usaha yang dijalankan.

Page 15: Sistem Bagi Hasil

147

Penentuan nisbah bagi hasil pada pengumpulan dana tidak sesulit pada penentuan naisbah bagi hasil pada pembiayaan karena tidak menyangkut estimasi dan prospek dari usaha yang akan dibiayai, serta resikonya lebih kecil dibandingkan dengan penyaluran dana. Disisi lain besar kecilnya nilai pembayaran bagi hasil kepada nasabah penabung tergantung besar kecilnya penerimaan bank (lembaga keuangan) dari pembayaran bagi hasil dari para pengambil pembiayaan. Oleh karena itu yang krusisal adalah penentuan nisbah bagi hasil antara pihak bank dengan pihak pengambil pembiayaan.

Penentuan nisbah bagi hasil antara pihak investor dengan pengelola dana (emiten) harus mempertimbangkan beberapa faktor antara lain:

a. Tingkat pengembalian (pembayaran bagi hasil) yang wajar sesuai dengan tingkat pengembalian pasar oleh usaha yang dibiayai,

b. Tingkat resiko keuangan dan bisnis yang mungkin terjadi, c. Estimasi dan prospek bisnis yang dibiayai dan ekonomi secara

makro, d. Historis tingkat kepercayaan yang terbangun antara kedua

belah pihak e. Tingkat pembayaran pihak bank (lembaga keuangan, emiten)

kepada pihak penabung (investor) yang wajar sesuai dengan tingkat pengembalian pasar, Ilustrasinya penentuan bagi hasil dalam sustu pembiayaan

dapat dilihat pada peraga 7.1. Peraga 7.1: Ilustrasi Perhintungan Nisbah Bagi Hasil Model RSS

Sebuah perusahaan garmen akan mengeluarkan surat berharga

syari’ah dengan sistem mudhrabah sebesar Rp.1000.0000.000,-. Dalam hal ini perusahaan (emiten) bertindak sebgai mudharib sedangkan investor bertindak sebagai shahibul maal. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai produksi sepatu merk ”KUAT” dengan kapasitas produksi sebanyak 100.000 pasang sepatu.

Setiap sepasang sepatu membutuhkan biaya bahan baku sebesar Rp. 5.000,-, biaya tenaga kerja sebesar Rp.2.000,- dan biaya overhead sebesar Rp.2.000,-. Biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi sepatu tersebut adalah sebasar Rp. 100.000,000-. Pihak perusahaan mengharapkan sepatu dapat dijualn dengan margin keuntungan terhadap harga pokok produksi (m) sebesar 50%. Tingkat pengembalian pasar yang didasarkan pada tingkat bunga obligasi pada saat ini adalah rata-rata sebesar 15% pertahun. Pertanyaannya:

1. Berapa nisbah bagi hasilnya apabila investor (pengambil pembiayaan) mensyaratkan pengembalian minimum sama dengan tingkat pengembalian pasar?

Page 16: Sistem Bagi Hasil

148

2. Berapa tingkat pengembaliannya? 1. Kasus Pertama;

Kalau dasarnya adalah investor mengharapkan minimum tingkat pengembalian investasinya yang sama dengan dengan tingkat pengembalian obligasi konvensional (obligasi dengan sistem bunga) dan dibayarkan secara periodik setiap bulan. Perhitungannya dapat menggunakan persamaan 14 atau 15.

a. Menggunakan Persamaan 14:

- Tingkat pengembalian pasarnya : 15% (bunga obligasi) - Besarnya nilai pembiayaan : Rp. 1.000.000.000,- - Pendapatannya adalah :

Biaya tenaga kerja (btk) perunit = Rp. 2.000,- Biaya bahan baku (bbb) perunit = Rp. 5.000,- Biaya overhead pabrik (bop) perunit = Rp.1.000,- m = 50% Biaya tetap perunit produk = Rp. 100.000.000,- : 100.000 unit = Rp. 1.000,-/unit Maka biaya variabel produksinya = vc: vc = bbb + btk + bop = Rp. 5.000,- + Rp. 2.000,- + Rp. 2.000,- = Rp. 9.000,- Biaya total pokok produksinya adalah Biaya total produksi perunit (c) = biaya variabel perunit + biaya tetap perunit

= vc + fc = Rp. 9.000,- + Rp. 1.000,- = Rp. 10.000,-

Harga jual (P) perunit = vc + fc + m (vc+fc)

= Rp. 9.000,- + Rp. 1.000,- + 0.5(Rp. 9.000,- + Rp. 1.000,-) = Rp. 10.000,- + Rp. 5.000,- = Rp. 15.000,-

Pendapatan total (Total Revenue, TR) dari usaha sepatu yang dibiayai adalah sebesar TR = harga jual sepatu perpasang x total produksinya TR = Rp. 15.000,-perpasang x 100.000 pasang TR = Rp. 1.500.000.000,-

Besarnya nisbah bagi pemberi pembiayaan (investor) adalah:

100x periodesatu dalam Pendapatan

pembiayaan nilai Besarnyapasar x an pengembaliTingkat x RSS =

100%x 0001.500.000.

0001.000.000. x 0,15x RSS =

xRSS = 10%

Maka besarnya nisbah bagi penerima pembiayaan (emiten) adalah:

yRSS = 100% - 10% = 90%

Sehingga nisbahnya:

Page 17: Sistem Bagi Hasil

149

xRSS : yRSS = 10% : 90%

b. Menggunakan Persamaan 15 Karena investor mengharpkan pendapatannya sama dengan

pendapatan obligasi konvensional yaitu sebesar 15%, maka nilai nominal yang diharapkan oleh investor adalah senilai = 15% x Rp. 1.000.000.000,- = Rp. 150.000.000,- pertahun.

100%x m) (c(1 Q.

N .rx pm

RSS +=

(15) rm : 15% Q : 100.000 pasang c : Rp. 10.000,- m : 50% maka xRSS adalah sebesar;

100%x 0,5) (10.000(1 100.000.p0001.000.000. 0,15.

RSSx+

=

100%x 0001.500.000.

0150.000.00RSSx =

XRSS = 10% 2. Tingkat Pengembalian investasinya

Misalnya saja pada bulan Januari perusahaan mampu menjual 10.000 pasang sepatu.

Pembayaran bagi hasilnya adalah sebagai berikut:: Pendapatan (revenue) yang diperoleh perusahaan (TR) pada bulan Januari adalah; Penerimaan total investor pada bulan Januari 2007 dapat langsung dihitung berdasarkan pendapatan totalnya pada bulan Januari, TR = P.Q

= Rp. 15.000/unit x 10.000 unit = Rp. 150.000.000,-

Bagi hasil yang diterima oleh investor adalah sebesar= 10% x Rp. 150.000.000,- = Rp.15.000.000,- sehingga yang diterima emiten adalah sebesar 90% x Rp. 150.000.000,- = Rp. 135.000.000,-.

Apabila investornya lebih dari seorang maka nilai sebesar Rp.15.000.000 dibagi sebanyak investor berdasarkan proporsi investasinya. Misalnya terdapat 5 investor dengan proporsi investasinya sama (masing 20%) makan masing investornya akan menerima sebesar = 20%x 15.000.000,- = Rp. 3.000.000,- perinvestor.

Hasil investasi ini mempunyai tingkat rasio pengembalian investasinya terhadap nilai modal (dana) yang diinvestasikan (return on investment, ROI) perbulan Januari 2007 sebesar;

x100%investasitotal

pendapatanROI =

Page 18: Sistem Bagi Hasil

150

%100,000.000.000.1.

,000.000.15.ROI xRp

Rp−

−=

ROI = 1,5% Kalau dirata-rata dalam setahunnya sebesar = 18%.

Hasil ini lebih tinggi dari hasil obligasi konvensional yang hanya memberikan tingkat hasil sebesar 15% pertahun atau 1,25% perbulan. Obligasi konvensional berapapun pendapatan yang peroleh perusahaan, maka pendapatan yang akan diterima investor adalah tetap sebesar 15% x nilai obligasinya (Rp. 1.000.000.000,-) = Rp.150. 000.000,- pertahun atau Rp. 12.500.000,- perbulan, sedangkan dengan sistem bagi hasil besarnya tidak tetap melainkan tergantung dari pendapatan yang diperoleh setiap bulannya, dapat lebih rendah atau lebih tinggi dari Rp. 15.000.000,- perbulan. Atau bahkan tidak akan mendapat bagi hasil sama sekali.

Bagaimana apabila terjadi flutuasi harga dan pendapatan serta bedanya dengan obligasi konvensional, dapat lihat pada tabel di bawah ini:

(1) Bulan (2007)

(b) Bunga

=1,25%/bln)

Fluktuasi Bagi Hasil (10%:90%)

(c) Harga1

(d) Volume Penjuala

n2

(e) Konstan3

Fluktuasi

(f) Harga4

(g Pendapatan5

Januari Rp12,500,000 Rp15,000 10000 Rp15,000,000 Rp15,000,000 Rp150,000,000 Pebruari Rp12,500,000 Rp16,000 9500 Rp15,000,000 Rp16,000,000 Rp142,500,000 Maret Rp12,500,000 Rp17,500 9000 Rp15,000,000 Rp17,500,000 Rp135,000,000 April Rp12,500,000 Rp14,500 12000 Rp15,000,000 Rp14,500,000 Rp180,000,000 Mei Rp12,500,000 Rp12,500 15000 Rp15,000,000 Rp12,500,000 Rp225,000,000 Juni Rp12,500,000 Rp18,000 14500 Rp15,000,000 Rp18,000,000 Rp217,500,000 Juli Rp12,500,000 Rp18,000 14500 Rp15,000,000 Rp18,000,000 Rp217,500,000 Agustus Rp12,500,000 Rp18,000 14500 Rp15,000,000 Rp18,000,000 Rp217,500,000 September Rp12,500,000 Rp14,500 11500 Rp15,000,000 Rp14,500,000 Rp172,500,000 Oktober Rp12,500,000 Rp14,500 10500 Rp15,000,000 Rp14,500,000 Rp157,500,000 Nopember Rp12,500,000 Rp18,500 12500 Rp15,000,000 Rp18,500,000 Rp187,500,000 Desember Rp12,500,000 Rp18,500 12000 Rp15,000,000 Rp18,500,000 Rp180,000,000

Total Setahun Rp150,000,000 Rp180,000,000 Rp195,500,000 Rp2,182,500,00

0

1. Volume penjualannya diasumsikan konstan 10.000 pasang perbulan 2. Harganya diasumsikan kosntan Rp. 15.000,- perpasang 3. Volume penjualan diasumsikan konstan 10.000 pasang dan harganya juga

konstan Rp.15.000,- 4. Harga (c) x 0,1 x 10.000 5. Volume penjualan (d) x 0,1 x Rp. 15.000,-

Berdasarkan tabel di atas dengan sistem bagi hasil lebih

menguntungkan dan hasil investasi naik turun sesuai naik turunnya usaha sehingga menggambarkan kondisi usaha dan perekonomian yang sebenarnya terjadi. Tetapi sistem bunga dalam kondisi yang bagaimanapun pendapatannya tetap sehingga tidak menggambarkan kondisi usaha dan perekonomian yang sebenarnya terjadi. Ilustrasi tabel di atas semakin memperjelas perbedaan sistem bunga dan sistem bagi hasil.

Page 19: Sistem Bagi Hasil

151

2. Perhitungan Nisbah dan Pembayaran Nisbah Pada model Gross Profit Sharing System (GPSS)

Laba kotor (gross profit, GP) adalah pendapatan (R) dikurangi dengan biaya variabel (vc). Laba kotor (gross profit) = pendapatan – biaya variabel Karena diasumsikan produk yang terjual hanya satu unit makan TR = P

GP = P - vc (16) GP = vc + fc + m (vc+fc) – vc GP = fc + m (vc+fc) Maka besarnya pembayaran nisbah bagi hasilnya adalah sebesar: hxGPSS = xGPSS.[fc + m (vc+fc)]

hxGPSS = xGPSS.(fc + m. c) (17)

xGPSS adalah nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan pada model gross profit sharing system dan hxGPS adalah besarnya pembayaran bagi hasil dari penerima pembiayaan kepada pemeberi pembiayaan. Persamaan (17) adalah besarnya nilai rupiah pembayaran bagi hasil.

Apabila nilai pembayaran bagi hasil pada model gross profit sharing dengan model revenue sharing sama maka hxRSS = hxGPSS sehingga nisbah yang harus dibayarkan dapat dihitung sebagai berikut:

hxRSS = hxGPSS xRSS.[vc + fc + m (vc+fc)] = xGPSS.[fc + m (vc+fc)]

fc)](vc m [fc fc)](vc m fc .[vcx x RSS

GPSS +++++

=

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡++++

+++

=fc)](vc m [fcfc)](vc m [fc

fc)](vc m [fc vc xx RSSGPSS

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+

++= 1

fc)](vc m [fc vc xx RSSGPSS

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ +

+= 1

m.c fc vc xx RSSGPSS (18)

Besarnya nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan pada persamaan (18) dapat dihitung juga dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Page 20: Sistem Bagi Hasil

152

periodesatu dalamkotor Laba

pembiayaan nilai Besarnyapasar x an pengembaliTingkat x GPS =

(19)

100%x vc)-Q.(P

N .rx pm

GPS =

100%x m.c)(fc Q.

N .rx pm

GPS +=

(20) Persamaan (19) dan (20) adalah besarnya nisbah bagi hasil bagi

pemberi pembiayaan atau yang harus dibayarkan oleh penerima pembiayaan pada model Gross Profit Sharing Syatem (GPSS), maka besar nisbah bagi penerima pembiayaan (yGPSS) adalan 100% dikurangi nisbah bagi pemberi pembiayaan (xGPS).

Misalkan besarnya ’xRSS’ seperti pada peraga 7.1, yaitu sebesar 15 maka xGPSS adalah sebesar;

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ +

+= 1

m.c fc vc xx RSSGPSS

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+

+= 1

10.000) x (0.5 1.000 9.00010%x xGPSS

[ ]15.110%x GPSSx +=

xGPSS = 25% Maka besarnya nisbah bagi hasil bagi investor berdasarkan

laba operasi bersih adalah sebesar 25% sedangkan nisbah bagi hasil bagi emitennya adalah sebesar 75%.

Ilustrasi contoh perhitungannya data-datanya dapat digunakan pada peraga 7.1. di atas. Besarnya hasil perunit yang akan diterima investor pada bulan Januari 2007 adalah sebesar;

hxGPSS = xGPSS.(fc + m. c) = 25%.(Rp. 1.000,- + 0,5. Rp.10.000) = 25%.(Rp. 6.000,0) = Rp. 1.500,- per pasang sepatu.

Penerimaan pada bulan Januari 2007 adalah 10.000 x Rp.1.500,- = Rp. 15.000.000,-

Page 21: Sistem Bagi Hasil

153

3. Perhitungan Nisbah dan Pembayaran Nisbah Pada model Operating Profit Sharing (OPS)

Laba operasi bersih (net operating profit) adalah laba kotor (gross profit, GP) dikurangi dengan biaya tetap yang harus dikeluarkan (fc). Laba operasi bersih = gross margin – biaya tetap

NOP = fc + m (vc+fc) - fc (21) NOP = m.(vc+fc) Maka besarnya pembayaran nisbah bagi hasilnya adalah sebesar: hxOPSS = xOPSS.[m (vc+fc)] hxOPSS = xOPSS.(m.c)

(22) xOPS adalah nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan atau

yang harus dibayarkan oleh penerima pembiayaan pada model operating profit sharing dan hxOPS adalah besarnya pembayaran bagi hasil dari penerima pembiayaan kepada pemeberi pembiayaan. Persamaan (22) adalah besarnya nilai rupiah pembayaran bagi hasil.

Apabila nilai pembayaran bagi hasil pada model operating profit sharing dengan model revenue sharing dan model gross profit sharing harus sama maka hxRS = hxGPS = hxOPS sehingga nisbah yang harus dibayarkan dapat dihitung sebagai berikut:

hxRSS = hxGPSS = hxOPSS xRSS.[vc + fc + m (vc+fc)] = xOPSS.[m (vc+fc)]

fc)](vc [m fc)](vc m fc .[vcx

x RSSOPSS +

+++=

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡++

++

++

=fc)(vc mfc)(vc m

fc)](vc m [ fc

fc)](vc [m vc xx RSSOPSS

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+

++

+= 1

fc](vc m fc

fc)(vc m vc xx RSSOPSS

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+

++

= 1fc](vc m

fc vc xx RSSOPSS

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ += 1m.c

c xx RSSOPSS (23)

Page 22: Sistem Bagi Hasil

154

Besarnya nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan pada persamaan (23) dapat dihitung juga dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

periodesatu dalam operasi Labapembiayaan nilai Besarnyapasar x an pengembaliTingkat

x OPSS

(24)

100%x fc)- vc-Q.(P

N .rx pm

OPSS =

100%x m.c Q.N .r

x pmPSS =O (25)

Persamaan (23) dan (24) adalah besarnya nisbah bagi hasil bagi

pemberi pembiayaan atau nisbah yang harus dibayarkan oleh penerima pembiayan pada model Operating Profit Sharing (OPS), maka besar nisbah bagi penerima pembiayaan (yOPS) adalan 100% dikurangi nisbah bagi pemberi pembiayaan (xOPS).

Persamaan (23) adalah besarnya nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan atau nisbah yang harus dibayarkan oleh penerima pembiayan pada model Operating Profit Sharing System (OPSS).

Contoh gunakan data pada peraga 7.1. maka;

⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ += 1m.c

c xx RSSOPSS

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡+= 1

0,5.10.000 10.00010%. xOPSS

xOPSS = 10%. (2 +1) xOPSS = 30% Maka besarnya nisbah bagi hasil bagi investor berdasarkan

laba operasi bersih adalah sebesar 30% sedangkan nisbah bagi hasil bagi emitennya adalah sebesar 70%. Maka besarnya hasil bagi hasil bagi investor perbulan Januari 1007 untuk setiap unit produk pasang sepatu adalah sebesar;

hxOPSS = xOPSS.(m.c) hxOPSS = 30%.(0,5.Rp.10.000) hxOPSS = Rp. 1.500,- per unit. Penerimaan pada bulan Januari 2007 adalah 10.000 x

Rp.1.500,- = Rp. 15.000.000,-

Page 23: Sistem Bagi Hasil

155

4. Perhitungan Nisbah dan Pembayaran Nisbah Pada model Net Profit Sharing System (NPSS)

Laba bersih (net profit) adalah laba operasi bersih dikurang dengan pajak yang harus dibayarkan (T), dengan tarif pajaknya ”t” persen. Net Profit (Laba bersih) = Net operating profit – pajak.

NP = m.(vc+fc) - T (26) NP = m.(vc+fc) – t.[m.(vc+fc) NP = m.c – t.m.c NP = m.c.(1 – t) Maka besarnya pembayaran nisbah bagi hasilnya adalah sebesar: hxNPSS = xNPS.[ m.c.(1 – t)] (27) xNPSS adalah nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan atau

yang harus dibayarkan oleh penerima pembiayaan pada model net profit sharing dan hxNPS adalah besarnya pembayaran bagi hasil dari penerima pembiayaan kepada pemeberi pembiayaan. Persamaan (27) adalah besarnya nilai rupiah pembayaran bagi hasil.

Apabila nilai pembayaran bagi hasil pada model net profit sharing dengan model revenue sharing, model gross profit sharing dan model operating profit sharing harus sama maka hxRSS = hxGPSS = hxOPSS = hxNPSS sehingga nisbah yang harus dibayarkan dapat dihitung sebagai berikut:

hxRSS = hxGPSS = hxOPSS = hxNPSS xRSS.[vc + fc + m (vc+fc)] = xNPSS.[ m.c.(1 – t)]

t)-m.c.(1 fc)](vc m fc .[vcx

x RSSNPSS

+++=

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡++=

t)-(1 m.c.c m

t)-(1 m.c fc

t)-(1 m.c. vc xx RSSNPSS

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ +=

t)-(1 m.cm.c c xx RSSNPSS

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ +=

t)-(1 m.cm)c(1 xx RSSNPSS

Page 24: Sistem Bagi Hasil

156

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ +=

t)-m(1m1 xx RSSNPSS (28)

Besarnya nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan pada persamaan (28) dapat dihitung juga dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

perusahaan labapajak dikurang periodesatu dalambersih Laba

pembiayaan nilai Besarnyapasar x an pengembaliTingkat x NPS =

(29)

100%x t)-fc- vc-Q.(P

N .rx pm

NPS =

100%x t)-(1 c. m. Q.

N .rx pm

NPS = (30)

Persamaan (28) dan (29) adalah besarnya nisbah bagi hasil bagi

pemberi pembiayaan atau yang harus dibayarkan oleh penerima pembiayaan pada model Net Profit Sharing (NPS), maka besar nisbah bagi penerima pembiayaan (yNPS) adalan 100% dikurangi nisbah bagi pemberi pembiayaan (xNPS).

Persamaan (28) adalah besarnya nisbah bagi hasil bagi pemberi pembiayaan atau yang harus dibayarkan oleh penerima pembiayaan pada model Net Profit Sharing (NPS).

Contoh gunakan data pada peraga 7.1. maka;

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ +=

t)-m(1m1 xx RSSNPSS

Misalkan pajaknya adalah 30%

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡ +=

0,3)-0,5(15,0110%. xNPSS

xNpss = 10%. (4.2857) xNpss = 42,857% atau dibulatkan menjadi 43% Maka besarnya nisbah bagi hasil bagi investor berdasarkan

laba operasi bersih adalah sebesar 43% sedangkan nisbah bagi hasil bagi emitennya adalah sebesar 57%. Maka besarnya hasil bagi hasil bagi investor perbulan Januari 1007 untuk setiap unit produk pasang sepatu adalah sebesar;

Page 25: Sistem Bagi Hasil

157

hxNPSS = xNPS.[ m.c.(1 – t)] hxNPSS = 43% (0,5. Rp.10.000. (1-0,3) hxNPSS = 43% (Rp.3.500,-) hxNPSS = Rp. 1.500,- perpasang. Penerimaan pada bulan Januari 2007 adalah 10.000 x

Rp.1.500,- = Rp. 15.000.000,-