Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Generator sinkron merupakan alat pembangkit tenaga listrik utama yang dipakai untuk mengkonversi tenaga mekanis menjadi tenaga listrik. Tegangan keluaran generator yang stabil adalah hal yang sangat penting untuk menghasilkan suplai daya yang diharapkan. Perubahan tegangan keluaran sebuah generator dipengaruhi oleh berbagai macam faktor pengganggu salah satu diantaranya adalah beban dinamis. Karena hal tersebut berpengaruh langsung terhadap sistem kelistrikan keseluruhan maka perlu untuk dibuat suatu alat khusus untuk menjaga tegangan keluaran generator tetap stabil pada setting point meskipun generator dipengaruhi oleh faktor-faktor pengganggu tersebut. Dalam sistem interkoneksi skala besar, alat penstabil tegangan manual tidak pernah dipakai. Hal ini dikarenakan sering tertinggalnya respon sistem dalam menstabilkan tegangan. Dan sebagai gantinya dipasang sebuah peralatan penstabil tegangan otomatis yang dinamakan AVR (Automatic Voltage Regulator) disetiap generator. AVR ini berperan dalam mengatur tegangan eksitasi yang dibutuhkan generator agar tegangan keluarannya tetap stabil. Penggunaan AVR ini tidak terlepas dari keunggulan dalam hal kehandalan selain kemudahan dalam perancangan dan implementasinya. Dalam Proyek Akhir ini dibahas mengenai metode pengontrolan dalam pengaturan tegangan eksitasi generator sinkron 3 fasa dimana akan menggunakan kontroler tipe PID dengan rangkaian DC-DC Converter jenis Buck-Boost Converter sebagai rangkaian daya penghasil tegangan dan arus DC untuk eksitasi generator sehingga dihasilkan tegangan keluaran generator yang tetap stabil pada kondisi beban yang dinamis.
89

sistem AVr

Oct 28, 2015

Download

Documents

Mochamad Wisnu

perancangan sistem AVR
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: sistem AVr

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Generator sinkron merupakan alat pembangkit tenaga listrik

utama yang dipakai untuk mengkonversi tenaga mekanis menjadi

tenaga listrik. Tegangan keluaran generator yang stabil adalah hal

yang sangat penting untuk menghasilkan suplai daya yang

diharapkan. Perubahan tegangan keluaran sebuah generator

dipengaruhi oleh berbagai macam faktor pengganggu salah satu

diantaranya adalah beban dinamis. Karena hal tersebut berpengaruh

langsung terhadap sistem kelistrikan keseluruhan maka perlu untuk

dibuat suatu alat khusus untuk menjaga tegangan keluaran generator

tetap stabil pada setting point meskipun generator dipengaruhi oleh

faktor-faktor pengganggu tersebut.

Dalam sistem interkoneksi skala besar, alat penstabil

tegangan manual tidak pernah dipakai. Hal ini dikarenakan sering

tertinggalnya respon sistem dalam menstabilkan tegangan. Dan

sebagai gantinya dipasang sebuah peralatan penstabil tegangan

otomatis yang dinamakan AVR (Automatic Voltage Regulator)

disetiap generator. AVR ini berperan dalam mengatur tegangan

eksitasi yang dibutuhkan generator agar tegangan keluarannya tetap

stabil. Penggunaan AVR ini tidak terlepas dari keunggulan dalam hal

kehandalan selain kemudahan dalam perancangan dan

implementasinya.

Dalam Proyek Akhir ini dibahas mengenai metode

pengontrolan dalam pengaturan tegangan eksitasi generator sinkron

3 fasa dimana akan menggunakan kontroler tipe PID dengan

rangkaian DC-DC Converter jenis Buck-Boost Converter sebagai

rangkaian daya penghasil tegangan dan arus DC untuk eksitasi

generator sehingga dihasilkan tegangan keluaran generator yang

tetap stabil pada kondisi beban yang dinamis.

Page 2: sistem AVr

2

1.2 Tujuan

Proyek akhir ini memiliki tujuan untuk membuat dan

mengimplementasikan suatu sistem yang dapat menjaga tegangan

keluaran generator agar tetap stabil dengan kontroler PID dan DC-

DC Converter jenis Buck-Boost Converter sebagai rangkaian daya

pada plant generator sinkron 3 fasa. Setelah diimplementasikan,

kemudian dianalisis performance dari alat yang telah didesain dan

dibuat dengan memberikan beban yang berubah-ubah pada generator

sinkron 3 fasa tersebut.

1.3 Perumusan Masalah

Dari permasalahan - permasalahan yang ada diatas

diperoleh rumusan masalah pada proyek akhir ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana menjaga tegangan keluaran generator tetap stabil

pada setting point.

2. Bagaimana merancang dan membuat kontroler PID agar dapat

mengatur tegangan eksitasi generator dengan baik.

3. Bagaimana merancang dan membuat rangkaian daya yang tepat

dan dapat memenuhi kebutuhan tegangan serta arus eksitasi

generator agar tegangan keluaran generator stabil.

4. Memastikan bahwa kontroler, rangkaian daya, dan sensor yang

dirancang mampu bekerja bersama-sama membentuk sistem

pengaturan loop tertutup sehingga tegangan keluaran generator

yang dihasilkan tetap stabil pada kondisi beban yang berubah-

ubah.

1.4 Batasan Masalah

Agar isi dan pembahasan tugas akhir ini menjadi terarah

dan dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka penulis perlu

membuat batasan masalah yang akan dibahas. Adapun batasan

masalah pada penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Generator sinkron yang digunakan sebagai aplikasi adalah

generator sinkron 3 fasa pada Laboratorium Electric Drive

Gedung D4 PENS-ITS.

Page 3: sistem AVr

3

2. Beban yang menjadi obyek pengujian adalah jenis beban

resistif dengan maksimal pembebanan 500 watt.

3. Kecepatan putar rotor generator sinkron terjaga konstan

1500 rpm (frekuensi generator terjaga konstan 50 Hz).

4. Tegangan dan arus output rangkaian daya yang disediakan

untuk eksitasi generator sebesar 130 volt DC dengan arus

maksimal 1,6 ampere.

5. Toleransi drop tegangan -10% sampai +5% dari tegangan

nominal keluaran generator sinkron 380 volt.

1.5 Metodologi

Beberapa metode yang diperlukan dalam pengerjaan proyek

akhir ini, diantaranya :

a. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan cara mencari dan

membaca sumber data yang diperoleh dari makalah-

makalah, buku teks yang relevan dengan bahasan proyek

akhir. Diantaranya referensi mengenai bidang daya dan

kontrol.

b. Pengambilan data dari generator

Pengambilan data bertujuan untuk mendapatkan

karakteristik dari plant generator yang akan dikontrol.

c. Bimbingan

Bimbingan dilakukan dengan cara diskusi dan tanya jawab

kepada dosen pembing dan dosen-dosen yang lain.

d. Perencanaan rangkaian daya

Rangkaian daya yang dirancang adalah DC-DC Converter

jenis Buck-Boost Converter untuk sumber tegangan eksitasi.

e. Perancangan sensor tegangan

Perancangan sensor tegangan bertujuan membentuk sistem

loop tertutup dari pengaturan tegangan eksitasi pada

generator sinkron AC 3 fasa.

Page 4: sistem AVr

4

f. Desain Kontroler

Desain kontroler disini adalah mendapatkan persamaan

matematis dari kontroler dengan analitik berdasar respon

waktu dan merancang sekaligus membuat rangkaian

analognya.

g. Penyusunan Buku

Pembuatan dan penyusunan buku dilakukan setelah proyek

akhir ini diuji dan dinyatakan sesuai dengan standart. Di

dalam pembuatan buku semua dari hasil pengerjaan proyek

akhir harus dijelaskan dengan baik dan benar sesuai dengan

hasil proyek akhir.

1.6 Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan penyusunan proyek akhir ini

direncanakan terbagi menjadi 5 bab diantaranya:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang latar belakang pembuatan alat

pada proyek akhir, tujuan yang ingin dicapai, batasan

permasalahan pada proyek akhir, metodologi, sistematika

pembahasan serta tinjauan pustaka.

BAB II : TEORI PENUNJANG

Bab ini membahas mengenai teori – teori yang menunjang

dan berkaitan dengan penyelesaian Proyek Akhir, antara

lain generator sinkron 3 fasa, kontroler PID, Buck-Boost

Converter, PWM, rangkaian optocopler, dan teori

penunjang lain.

BAB III : PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT

Bab ini membahas tahap perencanaan dan proses

pembuatan perangkat keras proyek akhir.

BAB IV : PENGUJIAN DAN ANALISA

Bab ini membahas secara keseluruhan dari sistem dan

dilakukan pengujian serta analisa pada setiap percobaan

Page 5: sistem AVr

5

perangkat keras. Mengintegrasikan seluruh sistem dan

pengujian, kemudian berdasarkan data hasil pengujian

dilakukan analisa terhadap keseluruhan sistem.

BAB V : PENUTUP

Bab ini membahas kesimpulan dari pembahasan,

perencanaan, pengujian dan analisa berdasarkan data hasil

pengujian sistem. Untuk meningkatkan hasil akhir yang

lebih baik diberikan saran-saran terhadap hasil pembuatan

proyek akhir.

DAFTAR PUSTAKA :

Menguraikan tentang referensi-referensi yang telah

digunakan selama pembuatan proyek akhir ini sebagai

acuan yang mendukung.

LAMPIRAN :

Berisi tentang hasil-hasil pengujian dan listing program

serta rangkaian konrol yang dibuat dalam pembahasan ini.

1.7 Tinjauan Pustaka

Pada interkoneksi sistem tenaga listrik skala besar, tidak

dimungkinkan melakukan pengaturan tegangan eksitasi generator

secara manual sehingga pada sistem tenaga listrik skala besar,

pengaturan tegangan eksitasi generator dilakukan secara otomatis

menggunakan peralatan kontrol yang dinamakan Automatic Voltage

Regulator (AVR). AVR adalah peralatan kontrol otomatis yang

mengatur tegangan eksitasi generator sehingga mampu menjaga

tegangan keluaran generator tersebut berada dekat dengan tegangan

yang sudah ditentukan (Myinzu Htay dkk, 2008, 763-769). Pada

Proyek akhir ini akan dibahas metode pengontrolan tegangan eksitasi

mengunakan kontroler tipe PID.

Pada umumnya, kontroler PID banyak digunakan untuk

pengendalian proses karena kontroler tersebut dapat dikembangkan

sebagai pelengkap sistem pengaturan untuk menjadikan excellent

control (Willis. M.J., 1999). Ada tiga jenis parameter pada kontroler

tersebut, yaitu proportional gain (Kp), integral time (Ti), dan

derivative time (Td). Ketiga parameter tersebut mempunyai pengaruh

Page 6: sistem AVr

6

terhadap hasil respon proses, yaitu : proportional gain dapat

mempengaruhi kecepatan respon, semakin besar nilainya dapat

mempercepat respon dan memperkecil offset tetapi dapat

menimbulkan osilasi; integral time dapat mempengaruhi proses time

constant yang responnya menjadi lambat tetapi dapat menghilangkan

offset, sedangkan derivative time dapat mempengaruhi dead time

atau delay time proses dan meningkatkan kestabilan tetapi

redamannya membesar (J.E. Normey-Rico dkk.,2007). Cara men-

tuning untuk ketiga parameter dapat menggunakan tabel atau trial

error sampai memperoleh hasil keluaran respon proses yang

diharapkan, baik pada besarnya overshoot, settling time dan error

steady state. Salah satu cara popular dalam men-tuning kontroler

PID dapat menggunakan tabel Ziegler Nichols atau Cohen-Coon

yang melalui analisa bentuk kurvs respon transient. Tujuannnya

untuk memperoleh nilai gain proses, time constant, dan time delay

proses.

1.8 Relevansi

Hasil yang diperoleh dari Proyek Akhir ini diharapkan

dapat memberi manfaat sebgai berikut:

Mengetahui efektifitas penggunaan kontroler tipe PID untuk

pengaturan tegangan eksitasi generator sinkron 3 fasa.

Mengetahui efektifitas penggunaan rangkaian daya Buck-

Boost converter untuk eksitasi generator.

Memungkinkan analisis dengan kontroler tipe yang lain

dalam hal pengaturan tegangan eksitasi pada generator

sinkron 3 fasa.

Merancang dan mengimplementasikan kontroler PID dan

rangkaian elektronika daya

Page 7: sistem AVr

7

BAB II

TEORI PENUNJANG

2.1. Generator Sinkron

Generator AC yang akan dibahas adalah generator yang

termasuk jenis mesin serempak (mesin sinkron) dimana frekuensi

listrik yang dihasilkan sebanding dengan jumlah kutub dan putaran

yang dimilikinya. Listrik yang dihasilkan adalah listrik arus bolak-

balik (listrik AC). Mesin penggerak (prime mover) nya berasal dari

motor sinkron.

Dibanding dengan generator DC, generator AC lebih cocok

untuk pembangkit tenaga listrik berkapasitas besar. Hal ini

didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan, antara lain:

Timbulnya masalah komutasi pada generator DC

Timbulnya persoalan dalam hal menaikkan/menurunkan

tegangan pada listrik DC. Hal ini menimbulkan persoalan

untuk hantaran dalam pengiriman tenaga listrik

(transmisi/distribusi), masalah penampang kawat, tiang

transmisi, rugi-rugi dan sebagainya.

Listrik AC relatif lebih mudah untuk diubah menjadi listrik

DC.

Masalah efisiensi mesin dan pertimbangan lain-lain.

Konstruksi generator AC lebih sederhana dibandingkan generator

DC. Bagian-bagian terpenting dari generator AC adalah:

RANGKA STATOR, dibuat dari besi tuang. Rangka stator

merupakan rumah dari bagian-bagian generator yang lain.

STATOR, bagian ini tersusun dari plat-plat (seperti yang

digunakan juga pada jangkar dari mesin-mesin arus searah)

stator yang mempunyai alur-alur sebagai tempat meletakkan

lilitan stator. Lilitan stator berfungsi sebagai tempat

terjadinya GGL induksi.

ROTOR, rotor merupakan bagian yang berputar. Pada rotor

terdapat kutub-kutub magnet dengan lilitannya yang dialiri

arus searah, melewati cincin geser dan sikat-sikat.

SLIP RING atau CINCIN GESER, dibuat dari bahan

kuningan atau tembaga yang dipasang pada poros dengan

7

Page 8: sistem AVr

8

memakai bahan isolasi. Slip ring ini berputar bersama-sama

dengan poros rotor. Jumlah slip ring ada dua buah yang

masing-masing slip ring dapat menggeser sikat arang yang

masing-masing merupakan sikat positif dan sikat negatif,

berguna untuk mengalirkan arus penguat magnet ke lilitan

magnet pada rotor.

GENERATOR PENGUAT, generator penguat adalah suatu

generator arus searah yang dipakai sebagai sumber arus.

Biasanya yang dipakai adalah dinamo shunt. Generator arus

searah ini biasanya dikopel terhadap mesin pemutarnya

bersama generator utama. Akan tetapi sekarang banyak

generator yang tidak menggunakan generator arus searah

(dari luar) sebagai sumber penguat, sumber penguat diambil

dari GGL sebagian kecil belitan statornya. GGL tersebut

ditransformasikan kemudian disearahkan dengan penyearah

elektronik sebelum masuk pada bagian penguat.

Generator sinkron umunya dibuat sedemikian rupa sehingga

lilitan tempat terjadinya GGL tidak bergerak, sedangkan kutub-kutub

akan menimbulkan medan magnet putar. Generator semacam ini

disebut generator kutub dalam. Keuntungan generator kutub dalam

adalah bahwa untuk mengambil arus listrik tidak dibutuhkan cincin

geser dan sikat arang. Hal ini disebabkan lilitan tempat terjadinya

GGL itu tidak berputar. Generator sinkron tersebut terutama sangat

cocok untuk mesin-mesin dengan tegangan yang tinggi dan arus

yang besar.

Untuk mengalirkan arus penguat ke lilitan penguat yang

berputar tetap diperlukan cincin geser dan sikat arang. Meskipun

demikian bukan berarti bahwa hal tersebut memberatkan karena arus

penguat magnet tidak begitu besar dan tegangannya pun rendah.

Bagian-bagian terpenting dari stator adalah rumah stator,

inti stator dan lilitan stator. Inti stator adalah sebuah silinder yang

berlubang, terbuat dari plat-plat dengan alur-alur dibagian keliling

dalamnya. Didalam alur-alur itu dipasang lilitan statornya. Ujung-

ujung lilitan stator ini dihubungkan dengan jepitan-jepitan

penghubung tetap dari mesin. Bagian-bagian terpenting dari rotor

Page 9: sistem AVr

9

120

.nPf

adalah kutub-kutub, lilitan penguat, cincin geser dan sumbu (as).

Kontruksi generator yang umum digunakan adalah jenis kutub dalam

dan yang selanjutnya dibicarakan adalah kontruksi generator kutub

dalam ini. Kelebihan generator kutub dalam pada intinya adalah

bahwa generator ini dapat menghasilkan tenaga listrik yang sebesar-

besarnya, karena tegangan yang terbentuk dapat langsung diambil

dari lilitan statornya.

Secara umum kutub magnet mesin sinkron dibedakan atas:

1. Kutub magnet dengan bagian kutub yang menonjol (salient

pole). Kontruksi seperti ini dugunakan untuk putaran

rendah, dengan jumlah kutub yang banyak.

2. Kutub magnet dengan bagian kutub yang tidak menonjol

(non salient pole). Konstruksi seperti ini digunakan untuk

putaran tinggi, dengan jumlah kutub yang sedikit. Kira-kira

2/3 dari seluruh permukaan rotor dibuat alur-alur untuk

tempat lilitan penguat. Yang 1/3 bagian lagi merupakan

bagian yang utuh, yang berfungsi sebagai inti kutub.

Menurut teori listrik, GGL induksi yang dihubungkan pada

kumparan dalam medan magnet adalah:

E=4,44. f. ϕ. N (Volt) .........………………(2.1)

E=2,22. f. ϕ. Z (Volt) …………………….(2.2)

Dimana :

E : GGL induksi (Volt)

F : Frekuensi listrik (Hz)

ϕ : Besarnya fluks magnet (Weber)

N : Jumlah lilitan

Z : Jumlah sisi lilitan

…………………………(2.3)

Dimana :

f : Frekuensi listrik

P :Banyaknya kutub magnet

n : Putaran generator per menit

Page 10: sistem AVr

10

)(..120

..44,4 VoltN

nPE

)(... VoltncE

3/V

cos..3 IVP LL

cos..3 IVP NL

Jadi jika nilai f dimasukkan ke persamaan diatas maka:

……………………...(2.4)

Karena nilai P dan N tidak berubah pada generator maka

harga-harga yang tidak berubah akan dijadikan menjadi satu

ketetapan yang kita sebut dengan constanta sehingga persamaan

lebih mudah untuk dipahami.

………….………………(2.5)

Dimana:

E : GGL induksi (Volt)

c : constanta

ϕ : besar fluks magnet (Weber)

Banyaknya penyedian listrik terdiri atas sistem tiga fase,

dan terdapat tiga pasangan elektromagnet yang terpisah serta tiga set

kumparan yang juga terpisah. Antara masing-masing fase terdapat

selisih 120 derajat listrik antara arus ketiga fae. Ketiga fase itu

biasanya ditandai u-v-w atau juga r-s-t dan dapat menurut hubungan

delta atau hubungan bintang. Tegangan antara dua fase adalah V.

Khusus pada hubungan bintang, terdapat titik bintang, yang diberi

tanda 0. Tegangan antara fase dan titik bintang adalah . Daya

sebuah generator 3 phasa dinyatakan dalam rumus berikut:

…………….………..……..(2.6)

Atau

(V dalam satu phasa) …....(2.7)

Dimana :

P : Daya (W)

VL-L : Tegangan phasa-phasa (V)

VL-N : Tegangan phasa-netral (V)

I : Arus beban (A)

Cos φ : Faktor daya

Page 11: sistem AVr

11

Gambar 2.1. Rangkaian Listrik Generator Tanpa Beban

Keterangan :

If : Arus kumparan medan atau arus penguat

Rf : Hambatan kumparan medan

Ra : Hambatan armatur

Xl : Reaktansi bocor

Vt : Tegangan output/terminal

Ea : Gaya gerak listrik armature

Pada generator sinkron keadaan jalan tanpa beban

mengandung arti bahwa arus armatur (Ia)=0. Dengan demikian besar

tegangan terminal adalah:

Vt = Ea = Eo ……………………………(2.8)

Gambar 2.2. Rangkaian Listrik Generator Berbeban

Page 12: sistem AVr

12

Pada generator sinkron berbeban, maka pada kumparan armatur

timbul Ia dan Xm akibatnya timbul penurunan GGL armatur tanpa

beban. Tegangan terminal Vt yang timbul adalah:

Vt = Ea – I (Ra + j Xs) ………………………….(2.9)

Vt = Ea – Ia. Zs .…..……………………(2.10)

Daya nominal sebuah generator biasanya dinyatakan dalam

kW, atau MW, ataupun dalam kVA atau MVA. Daya nominal

ditentukan oleh suhu kerja dari kumparan, sedangkan faktor daya

biasanya adalah 0,8. Efisiensi sebuah generator dinyatakan dalam

rasio keluaran dibagi masukan. Keluaran yang bermanfaat

merupakan seluruh masukan dikurangi rugi-rugi. Terdapat dua jenis

rugi-rugi yaitu mekanikal dan elektrikal. Rugi-rugi mekanikal

termasuk gesekan bantalan dan udara, sedangkan rugu-rugi elektrikal

terdiri atas rugi-rugi besi dan tembaga. Semua rugi-rugi akan

mengakibatkan terjadinya panas yang harus dihilangkan melalui

pendinginan.

Dalam penyediaan tenaga listrik bagi para pelanggan,

tegangan yang konstan seperti halnya frekuensi yang konstan,

merupakan salah satu syarat utama yang harus dipenuhi. Oleh

karenanya masalah pengaturan tegangan merupakan masalah operasi

sistem tenaga listrik yang perlu mendapat penanganan tersendiri.

Pengaturan tegangan erat kaitannya dengan pengaturan daya reaktif

dalam sistem. Berbeda dengan frekuensi yang sama dalam semua

bagian sistem, tegangan tidak sama dalam setiap bagian sistem,

sehingga pengaturan tegangan adalah lebih sulit dibandingkan

dengan pengaturan frekuensi. Kalau frekuensi praktis hanya dipenuhi

oleh daya nyata MW dalam sistem, dilain pihak tegangan dipenuhi

oleh:

1. Arus penguat generator (eksitasi)

2. Daya reaktif beban

3. Daya reaktif yang didapat dalam sistem (selain generator),

misalnya dari kondensator dan dari reactor

4. Posisi tap transformator

Page 13: sistem AVr

13

Dalam sistem tenaga listrik ada dua variabel yang dapat

diatur secara bebas, disebut variabel pengatur (control variabel),

yaitu daya nyata (MW) dan daya reaktif (MVAR). Seperti telah

diuraikan diatas, pengaturan daya nyata akan mempengaruhi

frekuensi, sedangkan pengaturan daya reaktif akan mempengaruhi

tegangan. Point 1 sampai 4 tersebut diatas adalah cara untuk

mengatur daya reaktif yang harus disediakan dalam sistem. Secara

singkat dapat dikatakan bahwa:

1. MW merupakan variabel pengatur frekuensi.

2. MVAR merupakan variabel pengatur tegangan.

2.2. Pengenalan Plant dan perangkat keras

Plant dan peralatan yang akan digunakan adalah:

Penggerak mula (prime mover)

Generator AC 3 fasa

Pengukur tegangan generator

Pengukur tegangan eksitasi generator

Kabel penghubung

Beban resistif

2.2.1 Penggerak Mula (prime mover)

Sebagai penggerak mula (prime mover) untuk generator set ini

digunakan motor induksi 3 fasa buatan Todensha Electric dengan

data sebagai berikut:

Daya : 2,2 kW

Tegangan : 380 Volt

Frekuensi : 50Hz

Putaran : 1500 rpm

Jumlah kutub : 4 kutub

Agar motor dapat bekerja nominal sesuai dengan data yang ada

pada name plate, maka sambungan motor harus disesuaikan dengan

tegangan 3 fasa yang tersedia.

2.2.2 Generator Sinkron AC 3 Fasa

Generator sebagai pembangkit tenaga listrik pada proyek akhir

ini digunakan generator sinkron 3 fasa buatan Todensha Electric

dengan data sebagai berikut:

Page 14: sistem AVr

14

Daya nominal : 2 kVA

Frekuensi : 50 Hz

Tegangan keluaran : 380 Volt

Putaran :1500 rpm

Tegangan penguat magnet : 3,1 A

Generator digerakkan oleh motor induksi 3 fasa dengan

kopel satu poros, tegangan keluaran generator dipengaruhi oleh

tegangan penguat magnet (tegangan eksitasi) sedangkan frekuensi

yang dibangkitkan oleh generator sangat dipengaruhi oleh oleh

putaran motor. Dengan demikian jika tegangan keluaran generator

terjadi perubahan karena pembebanan maka untuk mempertahankan

agar tegangan konstan (stabil) diperlukan pengaturan tegangan

penguatan magnet (tegangan eksitasi). Sedangkan untuk

mempertahankan frekuensi yang dibangkitkan generator yaitu

dengan mengatur putaran motor agar tetap stabil.

Gambar 2.3. Generator Sinkron 3 Fasa dan Prime Mover

2.3. Kontroler

Kontroler bekerja dengan membandingkan nilai sebenarnya

dari keluaran sistem secara keseluruhan (plant) yang mengacu pada

Page 15: sistem AVr

15

sinyal referensi (nilai yang dikehendaki), menentukan penyimpangan

menghasilkan sinyal kontrol yang akan mengurangi penyimpangan

menjadi nol atau nilai yang kecil. Sinyal keluaran sistem yang

dibandingkan dengan sinyal referensi itulah yang disebut dengan

sinyal umpan balik. Oleh Karena itu, sistem kontrolnya dinamakan

sistem kontrol umpan balik. Sedangkan upaya untuk membuat

kesalahan sekecil mungkin tersebut dinamakan aksi kontrol.

Jika dilihat dari derajat (orde) persamaan differensial yang

menghubungkan input output kontroler, kontroler P-I-D dapat

dirancang menjadi kontroler orde nol (tipe P), orde kesatu (tipe PI

dan PD) atau orde kedua (tipe PID). Oleh karena itu, secara teoritis

kontroler ini dapat diterapkan untuk mengendalikan plant orde

kesatu atau orde kedua saja. Akan tetapi karena sistem/ plant di

industri umumnya merupakan sistem orde tinggi yang dapat

direduksi menjadi sistem orde kesatu atau orde kedua sehingga

kontroler PID banyak diimplementasikan di industri.

Dewasa ini banyak dikembangkan metode perancangan

kontroler PID antara lain:

1. Perancangan dengan pendekatan respon waktu

a. Perancangan analitik dengan spesifikasi respon

orde I dan orde II.

b. Metode Ziegler-Nichols.

c. Metode Cohen-coon.

d. Perancangan dengan Root Locus melalui

pendekatan geometris.

e. Perancangan dengan Root Locus melalui

pendekatan analitik.

2. Perancangan dengan pendekatan respon frekuensi

a. Metode analitik melalui Diagram Bode

b. Perancangan PI/PD menggunakan teknik

perancangan kompensator Lead/Lag melalui

Diagram Bode

3. Perancangan PID adaptif

Perancangan suatu kontroler PID pada dasarnya adalah

menentukan nilai parameter Kp, τi dan τd sedemikian rupa sehingga

respon sistem hasil desain sesuai dengan spesifikasi performansi

yang diinginkan. Oleh karena itu, pada perancangan kontroler PID

secara analitik selalu dilakukan beberapa tahapan pekerjaan yaitu:

Page 16: sistem AVr

16

1. Menentukan model matematik plant, model matematik

plant dapat diturunkan melalui hubungan fisik antar

komponen atau dengan menggunakan metode identifikasi.

Orde dari model matematik ini hanya boleh orde kesatu

atau kedua, jika sistem/plant memiliki orde tinggi, model

matematik yang digunakan adalah model Reduksi dalam

bentuk orde kesatu dan kedua.

2. Menentuksn spesifikasi performansi, karena perancangan

ini tergolong perancangan dengan pendekatan respon waktu

dan hanya untuk sistem orde kesatu dan kedua saja, maka

ukuran kualitas respon yang digunakan ukuran kualitas

respon waktu. Biasanya digunakan settling time dan error

steady-state untuk pendekatan respon orde kesatu atau

settling time , overshoot dan error steady-state untuk

pendekatan respon sistem orde kedua .

3. Merancang kontroler PID adalah tahapan terakhir dari

perancangan meliputi pemilihan tipe kontroler dan

menghitung nilai parameter kontroler. Pemilihan tipe ini

erat hubungannya dengan model dari plant yaitu jika model

plant adalah orde kesatu tipe kontroler yang dipilih adalah

PI, jika model plant adalah orde kedua tipe kontroler yang

dipilih adalah PID.

2.3.1. Kontroler Proporsional

Kontroler proposional memiliki keluaran yang

sebanding/proposional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih

antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya) . Secara

lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa keluaran kontroler

proporsional merupakan perkalian antara konstanta proporsional

dengan masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan segera

menyebabkan sistem secara langsung mengubah keluarannya sebesar

konstanta pengalinya.

Gambar 2.4 menunjukkan blok diagram yang

menggambarkan hubungan antara besaran setting, besaran aktual

dengan besaran keluaran kontroller proporsional. Sinyal keasalahan

Page 17: sistem AVr

17

(error) merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran

aktualmya. Selisih ini akan mempengaruhi kontroler, untuk

mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian harga setting)

atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang diinginkan).

Gambar 2.4. Diagram Blok Kontroler Proporsional

Kontroler proporsional memiliki 2 parameter, pita

proporsional (proportional band) dan konstanta proporsional.

Daerah kerja kontroler efektif dicerminkan oleh Pita proporsional,

sedangkan konstanta proporsional menunjukkan nilai faktor

penguatan terhadap sinyal kesalahan, Kp.

Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta

proporsional (Kp) ditunjukkan secara prosentasi oleh persamaan

berikut:

…………………………………………………..(2.5)

Gambar 2.5 menunjukkan grafik hubungan antara PB,

keluaran kontroler dan kesalahan yang merupakan masukan

kontroler. Ketika konstanta proporsional bertambah semakin tinggi,

pita proporsional menunjukkan penurunan yang semakin kecil,

sehingga lingkup kerja yang dikuatkan akan semakin sempit.

Gambar 2.5. Proportional Band Dari Kontroler Proporsional

Tergantung Pada Penguatan.

Page 18: sistem AVr

18

Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan ketika

kontroler tersebut diterapkan pada suatu sistem. Secara eksperimen,

pengguna kontroler proporsional harus memperhatikan ketentuan-

ketentuan berikut ini:

1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu

melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan

menghasilkan respon sistem yang lambat.

2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan

semakin cepat mencapai keadaan mantabnya.

3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga

yang berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak

stabil, atau respon sistem akan berosilasi.

2.3.2. Kontroler Integral

Kontroler integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang

memiliki kesalahan keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak

memiliki unsur integrator (1/s ), kontroller proporsional tidak akan

mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan

mantabnya nol. Dengan kontroler integral, respon sistem dapat

diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan mantapnya nol.

Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah

integral. Keluaran kontroler sangat dipengaruhi oleh perubahan yang

sebanding dengan nilai sinyal kesalahan. Keluaran kontroler ini

merupakan jumlahan yang terus menerus dari perubahan

masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan,

keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya

perubahan masukan.

Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang

dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak- lihat konsep numerik.

Sinyal keluaran akan berharga sama dengan harga sebelumnya ketika

sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 2.6 menunjukkan contoh

sinyal kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan

keluaran kontroler integral terhadap perubahan sinyal kesalahan

tersebut.

Page 19: sistem AVr

19

Gambar 2.6. Kurva Sinyal Kesalahan E(T) Terhadap T Dan

Kurva U(T) Terhadap t Pada Pembangkit Kesalahan Nol.

Gambar 2.7 menunjukkan blok diagram antara besaran

kesalahan dengan keluaran suatu kontroller integral.

Gambar 2.7. Blok Diagram Hubungan Antara Besaran

Kesalahan Dengan Kontroler Integral

Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran

integral ditunjukkan oleh Gambar 2.8 Ketika sinyal kesalahan

berlipat ganda, maka nilai laju perubahan keluaran kontroler berubah

menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator berubah

menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang relatif kecil dapat

mengakibatkan laju keluaran menjadi besar.

Page 20: sistem AVr

20

Gambar 2.8. Perubahan Keluaran Sebagai Akibat Penguatan Dan

Kesalahan

Ketika digunakan, kontroler integral mempunyai beberapa

karakteristik berikut ini:

1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu,

sehingga kontroler integral cenderung memperlambat

respon.

2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler

akan bertahan pada nilai sebelumnya.

3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan

menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi

oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki .

4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan

mempercepat hilangnya offset. Tetapi semakin besar nilai

konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari

sinyal keluaran kontroler.

2.3.3. Kontroler Diferensial

Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya

suatu operasi derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan

kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan

cepat. Gambar 2.9 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan

hubungan antara sinyal kesalahan dengan keluaran kontroller.

Page 21: sistem AVr

21

Gambar 2.9 Blok Diagram Kontroler Differensial

Gambar 2.10 menyatakan hubungan antara sinyal masukan

dengan sinyal keluaran kontroler differensial. Ketika masukannya

tidak mengalami perubahan, keluaran kontroler juga tidak

mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah

mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran

menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah

naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan

fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh

kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor konstanta diferensialnya

Td.

Gambar 2.10. Kurva Waktu Hubungan Input-Output Kontroler

Differensial

Karakteristik kontroler diferensial adalah sebagai berikut:

1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak

ada perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan).

2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka

keluaran yang dihasilkan kontroler tergantung pada nilai Td

dan laju perubahan sinyal kesalahan.

Page 22: sistem AVr

22

3. Kontroler diferensial mempunyai suatu karakter untuk

mendahului, sehingga kontroler ini dapat menghasilkan

koreksi yang signifikan sebelum pembangkit kesalahan

menjadi sangat besar. Jadi kontroler diferensial dapat

mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan aksi

yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan

stabilitas sistem.

Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler

diferensial umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu

sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya.

Kerja kontroler differensial hanyalah efektif pada lingkup yang

sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh sebab itu kontroler

diferensial tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lain sebuah

sistem.

2.3.4. Kontroler PID

Kombinasi dari ketiga aksi kontroler diatas atau lebih

dikenal dengan kontroler PID (Proporsional-Integral-Differensial).

Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I

dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya

secara paralel menjadi kontroler proposional plus integral plus

diferensial (kontroler PID). Elemen-elemen kontroler P, I dan D

masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat

reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset dan menghasilkan

perubahan awal yang besar. Gambar 2.11 menunjukkan blok

diagram kontroler PID.

Gambar 2.11 Blok Diagram Kontroler PID Analog

Page 23: sistem AVr

23

Keluaran kontroler PID merupakan jumlahan dari keluaran

kontroler proporsional, keluaran kontroler integra dan keluaran

kontroler differensial. Gambar 2.12 menunjukkan hubungan tersebut.

Gambar 2.12. Hubungan Dalam Fungsi Waktu Antara Sinyal

Keluaran Dengan Masukan Untuk Kontroler PID

Karakteristik kontroler PID sangat dipengaruhi oleh

kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D. Penyetelan

konstanta Kp, τi, dan τd akan mengakibatkan penonjolan sifat dari

masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut

dapat disetel lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang

menonjol itulah akan memberikan kontribusi pengaruh pada respon

sistem secara keseluruhan.

Dengan menentukan penguatan proporsional Kp, waktu

integral τi dan waktu differensial τd, yang tepat diharapkan respon

plant orde kedua tanpa delay sesuai dengan spesifikasi performansi

yang diinginkan. Sebuah plant orde kedua tanpa delay memiliki

komponen yang dapat digambarkan sebagai berikut:

U(s) C(s)

Gambar 2.13. Diagram Blok Plant Orde Kedua

121 2

2 ss

K

nn

121 2

2 ss

K

nn

Page 24: sistem AVr

24

Dimana, K : gain overall

ɷn : frekuensi alami tak teredam

ξ : rasio peredaman

Adapun diagram blok untuk kontroler PID dapat

digambarkan sebagai berikut:

E(s) U(s)

Gambar 2.14. Diagram Blok Kontroler PID

Dimana :

Kp : penguatan proporsional

τi : waktu integral

τi : waktu differensial

Penggabungan kedua diagram blok diatas akan menjadi sistem close

loop sebagai berikut:

R(s) E(s) U(s) C(s)

Gambar 2.15. Diagram Blok Sistem Close Loop

d

isKp

11

s

sk d

i

p

11

121 2 ss

k

nn

Page 25: sistem AVr

25

Closed Loop Transfer Function Sistem (CLTF) sistem dapat

dituois sebagai berikut:

121

11

121

1

)(

)(

2

2

2

2

2

2

ss

K

s

ssKp

ss

K

s

ssKp

sR

sC

nn

i

idi

nn

i

idi

................................(2.6)

Jika dipilih 2

1

n

di

dan

n

i

2

maka,

1.

1

.1

.

)(

)(

KpK

ss

KKp

sKKp

sR

sC

i

i

i

.................................................(2.7)

Sistem hasil rancangan merupakan sistem orde pertama

dengan fungsi alih :

………...…………………..…………...(2.8)

…………………………………………(2.9)

Dimana :

τ* :Konstanta waktu sistem hasil

K* : Gain sistem hasil

1*

.*

1*

*

)(

)(

K

KpK

s

K

sR

sC

i

Page 26: sistem AVr

26

Untuk merancang sebuah kontroler PID diperlukan prosedur sebagai

berikut:

1. Menentukan fungsi alih plant orde kedua

2. Menentukan spesifikasi performansi respon orde pertama

yang diinginkan

3. Menentukan Kp, τi dan τd

…………….………….(2.10)

…………….………….(2.11)

…………….………….(2.12)

2.4. Buck-Boost Converter

Buck-Boost Converter adalah salah satu topologi DC-DC

Converter yang digunakan untuk menurunkan atau menaikkan

tegangan DC. Komponen utama pada topologi Buck-Boost Converter

ini adalah sumber tegangan input dc (Vd), penyaklar (S), diode

freewheel (D), kapasitor filter (C) dan beban resistansi (R). Pada

gambar 2.16 ditunjukkan topologi Buck-Boost Converter secara

umum yang masih dasar dengan nilai komponen yang belum

diketahui.

Gambar 2.16 Topologi Buck-Boost Converter1

Penyaklaran dapat berupa transistor, mosfet atau IGBT. Kondisi

saklar terbuka dan tertutup ditentukan oleh isyarat PWM. Prinsip

______________________ 1Salam, Dr.Zainal, 2004.”DC to DC Chopper”, Malaysia, UTMJB, hal 28

KKKp

KpK n

ii

n

d

n

di

n

i

..*

2

.*.*

2

11

2

2

Page 27: sistem AVr

27

kerja rangkaian Buck-Boost Converter ini adalah dengan kendali

pensaklaran dan dapat dibagi menjadi 2 mode.

Mode 1

Saat saklar (S) di-ON kan pada t = 0 dioda akan reverse

bias (open). Arus yang masuk meningkat melalui induktor

(L) dan saklar (S). Karena tegangan pada kapasitor masih 0

(nol) sehingga beban tidak mendapat supply tegangan saat

saklar (S) pertama kali di-ON kan. Rangkaian ekuivalen

mode 1 ditunjukkan pada gambar 2.17

Gambar 2.17. Ekuivalen Mode 12

Dengan demikian maka arus tegangan pada induktor adalah

dt

diLVoVdV L

L ……………………..……(2.13)

Sehingga diperoleh,

L

Vd

dt

diL ……………………………..(2.14)

Selama ini turunan dari arus adalah konstanta positif, maka

arus akan bertambah secara linear seperti ditunjukkan pada gambar

2.18 selama selang waktu 0 samapi dengan DT. Perubahan pada arus

selama kondisi ON dihitung dengan menggunakan persamaan

L

Vd

DT

i

t

i LL

L

VdDTclosediL

..............................................(2.15) ______________________ 2Salam, Dr.Zainal, 2004.”DC to DC Chopper”, Malaysia, UTMJB, hal 28

Page 28: sistem AVr

28

Gambar 2.18. Arus Induktor Pada Buck-Boost Converter3

Mode 2

Dimulai saat saklar (S) di-OFF kan, maka dioda menjadi

forward bias (close) untuk menghantarkan arus induktor

dan rangkaian akan nampak seperti gambar 2.19. Arus

mengalir dari induktor menuju kapasitor, beban. Energi

yang tersimpan didalam induktor akan disalurkan ke beban.

Dan arus yang ada di induktor akan berkurang sampai

saklar (S) di-ON kan lagi untuk siklus berikutnya.

Rangkaian ekuivalen mode 2 ditunjukkan pada gambar

Gambar 2.19 Ekuivalen Mode 24

Tegangan pada induktor saat saklar terbuka adalah

dt

diLVV L

os ......................................(2.16)

Sehingga diperoleh

L

Vo

dt

diL ...............................................(2.17)

L

Vo

TD

i

t

i LL

)1( ....................................(2.18)

______________________ 3Ibid hal29 4Ibid hal28

Page 29: sistem AVr

29

L

TDVoopenediL

)1(

...............................(2.19)

Pada saat saklar (S) di-ON kan kembali maka arus pada

induktor L akan meningkat dan energi yang tersimpan pada

kapasitor (C) akan mengalir ke beban, sehingga aliran tegangan yang

mengalir ke beban tidak akan pernah putus/kontinyu. Bentuk

gelombang tegangan dan arus beban yang kontinyu ditunjukkan pada

gambar 2.20 dengan mengasumsikan arus induktor naik secara linear

dari Imin ke Imax pada waktu t0

Gambar 2.20. Gelombang Tegangan Dan Arus Beban

Page 30: sistem AVr

30

Operasi keadaan tunak (steady state) terpenuhi jika arus

pada induktor pada akhir siklus penyaklaran adalah sama dengan

saat awal penyaklaran, artinya perubahan pada arus induktor selama

satu periode adalah 0 (nol). Hal ini berarti

…………....(2.20)

Berdasarkan persamaan closediL dan 0 openediL , maka

..........................(2.21)

Dengan menyelesaikan persamaan Vo diperoleh hubungan

...........................(2.22)

Berdasarkan persamaan diatas dapat diketahui bahwa

tegangan keluaran buck-boost converter selalu terbalik (negatif).

Tegangan keluaran buck-boost converter ini dapat lebih besar atau

lebih rendah daripada tegangan masukan dengan syarat sebagai

berikut: - Rangkaian akan berfungsi sebagai boost (lebih besar)

jika Duty cycle lebih besar dari 0,5

- Rangkaian akan berfungsi sebagai buck (lebih kecil)

jika Duty cycle lebih kecil dari 0,5

2.5. Pulse Width Modulation (PWM)

PWM atau pulse width modulation adalah salah satu cara

untuk mendapatkan tegangan yang memiliki kondisi terbuka penuh

(ON) atau tertutup penuh (OFF). Cara paling sederhana untuk

mendapatkan sinyal PWM adalah dengan metode interseksi, yang

membutuhkan gelombang gergaji atau gelombang segitiga dan

komparator. Frekuensi gelombang gergaji akan sama dengan

0 openediclosedi LL

0)1(

L

TDVo

L

VdDT

D

DVdVo

1

Page 31: sistem AVr

31

frekuensi PWM. Komparator digunakan sebagai penghasil

gelombang kotak dengan membandingkan masukannya.

Gambar 2.21. Rangkaian PWM

Metode pembangkitan PWM dengan membandingkan

gelombang segitiga dan tegangan DC dapat dilihat pada gambar 2.22

di mana saat masukan sinyal segitiga masih lebih rendah dari sinyal

DC pembandingnya maka keluaran komparator akan rendah/ LOW.

Dan ketika sinyal segitiga telah lebih tinggi dari sinyal DC maka

keluaran komparator akan tinggi/HIGH. Maka dengan mengubah

nilai tegangan DC-nya akan mempengaruhi perbandingan panjang

gelombang tinggi terhadap periodenya atau yang disebut dengan

duty cycle (D)

Gambar 2.22 Gelombang Pulsa Keluaran PWM Secara Analog

Salah satu pemanfaatan PWM adalah untuk switching. Pada

pengendalian daya dengan frekuensi tinggi penggunaan saklar

menggunakan komponen semikonduktor wajib digunakan, hal ini

dikarenakan saklar mekanik tidak mampu digunakan untuk frekuensi

tinggi. Kondisi ON dan OFF pada PWM digunakan sebagai kontrol

saklar elektronis semikonduktor yang berpengaruh pada kontrol

tegangan dan arus yang mengalir melalui beban.

Page 32: sistem AVr

32

2.6. Optocoupler

Optocoupler atau optotransistor merupakan salah satu jenis

komponen yang memanfaatkan sinar sebagai pemicu on-off. Opto

berarti optic dan coupler berarti pemicu. Sehingga bisa diartikan

bahwa optocoupler merupakan suatu komponen yang bekerja

berdasarkan pemicu cahaya optic. Optocoupler termasuk dalam

sensor, yang terdiri dari dua bagian yaitu transmiter dan receiver.

Dasar rangkaian optocoupler ditunjukkan pada Gambar 2.23.

Gambar 2.23.Rangkaian Dasar Optocoupler

5

Bagian pemancar atau transmiter dibangun dari sebuah infra

led merah untuk mendapatkan ketahanan yang lebih baik terhadap

sinar tampak daripada menggunakan led biasa. Sensor ini bisa

digunakan sebagai isolator dari rangkaian tegangan rendah ke

rangkaian bertegangan tinggi, selain itu juga bisa dipakai sebagai

pendeteksi terhadap penghalang antara transmiter dan receiver

dengan memberikan ruang uji dibagian tengah antara led dan

phototransistor. Penggunaan seperti ini bisa diterapkan untuk

mendeteksi putaran motor atau mendeteksi lubang penanda pada

disk drive komputer. Penggunaan optocoupler tergantung pada

kebutuhan. Ada berbagai macam tipe dan jenis, diantaranya 4N25,

4N26, TLP 250 dan lain-lain.

Salah satu yang terpenting dari aplikasi phototransistor adalah

photocoupler (optocoupler). Optocoupler biasa digunakan pada

rangkaian elektronik yang diisolasi dari rangkaian lain, sehingga

disebut juga photoisolator. Hanya cahaya yang menghubungkan

rangkaian masukan ke rangkaian keluaran.

______________________ 5“Optocoupler”,google.com, forum.hackedgadgets.com

Page 33: sistem AVr

33

2.7. Insulated Gate Bipolar Transistors (IGBT)

Pengenalan dari insulated gate bipolar transistors (IGBTs)

pada pertengahan tahun 1980-an telah menjadi bagian penting dari

sejarah peralatan power semikonduktor . IGBT menjadi peralatan

yang sangat populer dalam power elektronik dengan sampai medium

power (beberapa kWs sampai MWs) dan menyebar luas dalam

aplikasi dc/ac drives dan sistem power suplay. Sebuah IGBT pada

dasarnya adalah hybrid MOS gate turn on/off bipolar transistor

yang merupakan gabungan dari keunggulan MOSFET dan BJT.

Arsitektur dasar dari IGBT hampir sama dengan MOSFET

kecuali adanya penambahan layer P+ pada colector diatas layer

drain N+ dari MOSFET. Peralatan ini memiliki impedansi input

yang tinggi dari MOSFET, tetapi karakteristik konduksi seperti BJT.

Jika gate adalah positif dengan respect ke emitter , sebuah N-chanel

diinduksikan pada daerah P. Ini di forward-biaskan pada base-

emitter junction dari P-N-P transistor., menjadikan on dan

menyebabkan modulasi konduktivitas pada daerah N-, memberikan

reduksi signitifikan pada drop over konduksi pada MOSFET itu.

Gambar 2.24.(a) Struktur IGBT dengan rangkaian ekuivalennya6,

(b) simbol IGBT 7

______________________ 6,7 Bose,Bimal K.,”Modern power electronic and AC drives ”, Prentice Hall PTR, 2002. hal.21

Page 34: sistem AVr

34

Pada kondisi ON, driver MOSFET dalam rangakaian

ekuivalen dari IGBT kebanyakan membawa arus terminal total.

Perilaku pengunci seperti pada thyristor disebabkan oleh

parasitic N-P-N transistor dicegah dengan mengurangi dengan

cukup resistivitas dari layer P+ dan membelokkan sebagian

besar dari arus yang mengalir ke MOSFET. IGBT di turn off –

kan dengan mereduksi gate tegangan menjadi nol atau negatif,

dengan menutup konduktasi channel pada daerah P. Peralatan

ini memiliki density arus yang lebih tinggi daripada BJT

ataupun MOSFET. Input kapasitansi (Ciss) dari IGBT lebih

signitifikan daripada MOSFET. Serta, perbandingan dari gate-

collector capasitansi ke gate-emitter capasitansi lebih rendah,

memberikan peningkatan effect feedback Miller.

Gambar 2.25 menunjukkan Volt-Ampere kharakteristik dari

sebuah IGBT yang mendekati daerah saturasi, yang

mengindikasikan seperti kharakteristik BJT. Modern IGBT

menggunakan trench-gate teknologi untuk mengurangi drop

konduksi yang lebih jauh. Peralatan ini tidak menunjukkan

beberapa detik kharakteristik breakdown dari BJT dan square

SOA dibatasi thermalnya seperti MOSFET. Oleh karena itu,

sebuah IGBT converter dapat didesain dengan atau tanpa

snubber.

Gambar 2.25. Karakteristik Volt-Ampere IGBT

(POWEREX IPM CM-150TU-12H) ;(600V,150A) 8

______________________ 8 Ibid hal.22

Page 35: sistem AVr

35

BAB III

PERENCANAAN DAN PEMBUATAN ALAT

3.1 Pendahuluan

Dalam bab III ini akan dibahas tentang perencanaan sistem

dengan membagi setiap bagian kedalam suatu diagram blok sesuai

dengan fungsi rangkaiannya masing-masing. Berikut adalah gambar

blok diagram sistem pengaturan eksitasi generator sinkron 3 fasa :

Gambar 3.1 Blok Diagram Sistem Automatic Voltage Regulator

(AVR)

Berdasarkan gambar 3.1 perancangan dan pembuatan

perangkat pada proyek akhir ini adalah :

Perencanaan dan pembuatan Rangkaian daya DC-DC

Converter jenis Buck-Boost Converter. dan komponen

snubber.

Perencanaan dan pembuatan optocoupler.

Perencanaan dan pembuatan rangkaian sensor tegangan.

Perencanaan dan pembuatan kontroler PID.

Integrasi sistem.

35

Page 36: sistem AVr

36

3.2 Perencanaan Rangkaian Daya

Rangkaian daya yang digunakan adalah rangakain DC-DC

Convereter jenis Buck-Boost Converter. Rangkaian ini memerlukan

rangkaian pendukung lainnya sebagai rangkaian penyulutnya.

Rangkaian yang dimaksud yaitu rangkaian driver. Perencanaan dan

pembuatan rangakain Buck-Boost Converter secara lengkap

ditunjukkan pada gambar 3.2 sebagai berikut

Gambar 3.2. Rangkaian Buck-Boost Converter

Pada Gambar 3.2. merupakan rangkaian dasar Buck-Boost

Converter dengan PWM untuk menyulut IGBT Buck-Boost

Converter. PWM untuk penyulutan Buck-Boost Converter

merupakan deretan pulsa-pulsa kotak yang dihasilkan dari

perbandingan tegangan DC yang merupakan keluaran dari kontroler

dengan sinyal gigi gergaji yang dibangkitkan mikrokontroler.

Keluaran PWM dari osilator dihubungkan dengan rangkaian

optocoupler yang digunakan sebagai pemisah antara osilator dengan

IGBT Buck-Boost Converter. Hal ini dilakukan untuk menghindari

kerusakan pada osilator dan mikrokontroler karena adanya arus balik

yang besar dari rangkaian Buck-Boost Convereter. Kemudian PWM

keluaran dari rangkaian optocoupler dihubungkan dengan rangkaian

totempole drive. Rangkaian totempole digunakan untuk melakukan

switching atau perubahan kondisi dari low ke high dengan cepat pada

Page 37: sistem AVr

37

mHL

xxxL

ix

VVV

VxVVx

fL

Lfoin

info

82.0

75.1

1

7.020080

80)7.0200(

40000

1

1)(

1

frekuensi tinggi. PWM untuk penyulutan IGBT Buck-Boost

Converter didesain dengan frekuensi 40 kHz. Buck-Boost converter

memperoleh masukan dari AC-DC Ful wave Rectifier 1 fasa sebesar

80 Volt dan didisain untuk menghasilkan tegangan keluaran sebesar

200 Volt dengan arus output 2 Ampere.

3.2.1 Perhitungan Desain Buck-Boost Convereter

Pada Proyek Akhir ini Buck-Boost Conventer didesain

dengan ketentuan parameter-parameter sebagai berikut:

a. Tegangan Input (Vin) = 80 V

b. Tegangan Output (Vo) = 200 V

c. Arus Output (Io) = 2A

d. f = 40 kHz

e. Duty cycle :

………………………..………………(3.1)

f. Perhitungan Nilai Induktor :

Ripple arus induktor

…..…......……………(3.2)

Nilai induktor

…………..……….(3.3)

71.0

20080

200

D

D

VoVin

VoD

AI

xxI

V

VVVxxII

L

L

in

foin

outL

75.1

80

7.020080225.0

25.0

Page 38: sistem AVr

38

AI

D

II

peakD

opeakD

82.271.0

2,

,

Arus induktor

…….........................(3.4)

Arus induktor maksimum

……..................................(3.5)

Arus induktor rms

……..………………..(3.6)

g. Perhitungan Nilai kapasitor output

Arus puncak diode

…………..…………………….(3.7)

ALI

LI

inV

fV

oV

inV

outILI

02.7

80

7.0200802

ALI

LI

LI

LILI

89.7max

2

75.102.7

max

2max

AI

I

I

III

rmsL

rmsL

rmsL

LLrmsL

002.7

505.002.7

3

2/75.102.7

3

2/

22

2

2

2

2

Page 39: sistem AVr

39

Arus rms diode

………………………….(3.8)

Arus rms kapasitor

……..….…………………..(3.9)

Nilai kapasitor output

……...………………………….(3.10)

h. Ripple tegangan output :

……………………..………(3.11)

3.2.2. Perhitungan Desain Induktor

Dari hasil perhitungan induktor Buck-Boost Converter pada

sub bab 3.2.1. diketahui bahwa L=0.82mH dan ILmax=7.89A. Core yang digunakan adalah jenis ferrite core type PQ-5050

Ac=3,14 cm2, diameter = 2cm maka;

a. Jumlah lilitan (n)

…..…………………………………..(3.12)

AI

xI

DxII

rmsD

rmsD

peakDrmsD

38.2

71.082.2

,

,

,,

AI

I

III

rmsc

rmsc

ormsDrmsc

29.1

238.2

,

22

,

2,

2

,

VxV

xVoV

o

o

2.0200100

1.0

100

1.0

uFuFC

xxC

V

DTIC

o

o

o

rmsc

o

120115

2.0

000025.071.029.1

,

821014.325.0

89.782.0

10

4

4

max

max

x

mxn

AcB

LIn L

Page 40: sistem AVr

40

b. Panjang kawat (Lg)

Lg = [ (nxk) + 40% x(nxk)]x jumlah split …………(3.13)

Lg = [(82 . 2 . 3,14 . 1) + 40%(82. 2 . 3,14 . 1)]

Lg = 7.2 meter

3.2.3. Perhitungan Desain Snubber

Supaya pada IGBT tidak terjadi lossis saat proses switching

maka perlu diberi tambahan komponen. Komponen tambahan itu

terdiri dari resistor, diode dan kapasitor yang dipasang parallel

dengan IGBT. Komponen tambahan itu biasa disebut snubber.

Berikut adalah perhitungan nilai dari masing-masing komponen

Nilai I-on

....................................................(3.14)

Nilai V-off

…...……………………………(3.15)

Kapasitor snubber

…...…………………….(3.16)

AonI

x

xon

I

DR

Din

V

onI

LIinIonI

75.6

271.01100

71.080

21

VV

V

VVV

off

off

oinoff

280

20080

nFsnubberC

xV

Ionxt

snubberCoff

fall

5,02802

9104375.6

2

Page 41: sistem AVr

41

Resistor snubber

……..……………………..(3.17)

Gambar 3.3. Rangkaian Snubber

3.2.4. Simulasi Buck-Boost Converter

Dari perhitungan desain rangkaian buck-boost converter

diatas selanjutnya dilakukan simulasi dengan software matlab dan

diperoleh hasil simulasi pulsa penyulutan IGBT Buck-Boost

Converter, tegangan keluaran dan arus keluaran yang ditunjukkan

pada Gambar 3.5, Gambar 3.6 dan Gambar 3.7 sebagai berikut:

Gambar 3.4. Rangkaian Simulasi Buck-Boost Converter

17750

405,02

71.0

2

snubberR

knxxsnubberR

xCsubber

DT

snubberR

Page 42: sistem AVr

42

Gambar 3.5. PWM dengan Dutycycle 71%

Gambar 3.6. Tegangan Output Buck-Boost Converter

Gambar 3.7. Arus Output Buck-Boost Converter

200 V

V

t(ms)

2 A

A

t(ms)

t(us)

V

Page 43: sistem AVr

43

3.3 Optocoupler

Rangkaian Optocoupler pada Gambar 3.4 berfungsi sebagai

pemisah rangkaian pembangkit pulsa pada sisi masukan dengan

rangkaian keluaran. Sehingga jika terjadi gangguan pada rangkaian

keluaran tidak berpengaruh pada rangkaian pembangkit pulsa. TLP

250 merupakan IC optocoupler sekaligus terdapat totempole

didalamnya. Rangkaian ini digunakan sebagai isolated rangkaian

driver mikrokontroler terhadap rangkaian utama Buck-Boost

Converter. Secara umum rangkaian skema dari IC TLP 250

ditunjukkan pada gambar 3.8 berikut:

Gambar 3.8. Skema IC TLP250

3.4 Sensor Tegangan

Sensor tegangan merupakan rangkaian untuk mengetahui

besarnya perubahan tegangan keluaran generator sinkron 3 fasa.

Dengan menggunakan prinsip pembagi tegangan yang kemudian

diturunkan dan disearahkan. Dari tegangan keluaran generator 380

Volt AC diubah menjadi nilai akhir 4 Volt DC. Secara umum

rangkaian sensor tegangan diperlihatkan pada gambar 3.9 berikut ini

Gambar 3.9. Rangkaian Sensor Tegangan

Page 44: sistem AVr

44

3.5. Pengujian Generator

Pengujian generator dilakukan untuk mendapatkan

hubungan antara tegangan eksitasi (penguat magnet) dan tegangan

keluaran generator. Pengujian dilakukan menggunakan sumber

tegangan eksitasi dari luar, berupa sumber tegangan DC variable.

Pengujian dilakukan pada kondisi tanpa beban.

Tabel 3.1. Hasil Pengujian Tegangan Keluaran Generator (fasa-fasa)

Tegangan Eksitasi

(Volt DC)

Arus Eksitasi

(Ampere)

Tegangan Output

Generator (Volt AC)

0 0 0

10 0.1 22

20 0.2 58

30 0.3 90

40 0.4 120

50 0.5 150

60 0.6 184

70 0.7 218

80 0.8 240

90 0.9 262

100 1 290

110 1.1 320

120 1.2 340

130 1.3 380

Page 45: sistem AVr

45

Dari tabel 3.1. terlihat apabila tegangan eksitasi 130 volt,

maka tegangan keluaran generator adalah 380 volt. Generator ini

adalah generator yang memiliki tegangan kerja 380 volt, sehingga

nantinya tegangan eksitasi harus dijaga pada level lebih kurang 130

volt. Gambar 3.10. adalah tampilan dari kurva tegangan eksitasi

dengan tegangan keluaran generator.

0

50

100

150

200

250

300

350

400

0 20 40 60 80100

120

output generator

Gambar 3.10. Kurva Tegangan Eksitasi vs Tegangan Keluaran

Generator (Fasa To Fasa)

Dari kurva diatas terlihat bahwa tegangan keluaran

generator berbanding liris dengan kenaikkan tegangan eksitasi. Dari

sini dapat dibuat sebuah konsep bahwa untuk menghasilkan suatu

tegangan keluaran generator yang konstan, maka harus dilakukan

pengaturan tegangan eksitasi sesuai dengan beban yang diterapkan

pada generator.

Tegangan eksitasi (volt DC)

Tegangan generator (volt AC)

Page 46: sistem AVr

46

3.6. Identifikasi Sistem

3.6.1. Identifikasi Sistem Tanpa Beban

Identifikasi sistem ini dilakukan untuk mengetahui respon

sistem sebelum dipasang kontroler (open loop system) saat tanpa

beban. Proses ini dilakukan dengan memberikan tegangan masukan

berupa step melalui sumber DC eksternal pada kumparan medan

generator. Berikut adalah gambar respon sistem open loop saat tanpa

beban.

Gambar 3.11. Respon Open Loop Sistem Tanpa Beban

Berdasarkan hasil analisa secara grafis dari gambar 3.7 didapatkan

parameter sistem sebagai berikut:

ts = 1,8 detik

Ymax = 2,292

tp = 1,5 detik

Yss = 2,282

Xss = 2

Tegangan (volt)

Waktu (x1000ms)

Page 47: sistem AVr

47

Nilai penguatan K diperoleh :

141,12

282,2

ss

ss

X

Yk

Maksimum overshot didapat dari:

%44,0100282,2

282,2292,2100%

xx

Y

YYOS

ss

ssm

Untuk menghitung ξ dan ɷ, digunakan formulasi sebagai

berikut:

78,236,0

11

36,05

8,1

5

st

0933,25,1

14,3

p

dt

7988,0

178,2

0933,2

1

1

122

d

48,37988,0

78,2

n

Dari perhitungan diatas diperoleh respon sistem pendekatan

orde dua tanpa beban :

14591,00826,0

141,1

121

)(

2)(

22

2

22

2

2

ssss

ksHTF

xkdt

dy

dt

tyd

nn

nnn

Page 48: sistem AVr

48

3.6.2. Identifikasi Sistem Dengan Beban Resistif 100 Watt

Identifikasi sistem ini dilakukan dengan memberikan

tegangan masukan berupa step pada kumparan medan generator

dalam keadaan loop terbuka. Untuk identifikasi kedua dilakukan

dengan memberikan beban resistif sebesar 100 Watt pada masing-

masing fasa generator. Berikut adalah gambar respon sistem open

loop saat diberi beban resistif 100 Watt.

Gambar 3.12. Respon Open Loop Sistem Berbeban Resistif 100 Watt

Berdasarkan hasil analisa secara grafis dari gambar 3.8 didapatkan

parameter sistem sebagai berikut:

ts = 1,3 detik

Ymax = 2,176

tp = 0,9 detik

Yss = 2,168

Xss = 2

Tegangan (volt)

Waktu (x1000ms)

Page 49: sistem AVr

49

Nilai penguatan K diperoleh :

084,12

168,2

ss

ss

X

Yk

Maksimum overshoot didapat dari:

%37,0100168,2

168,2176,2100%

xx

Y

YYOS

ss

ssm

Untuk menghitung ξ dan ɷ, digunakan formulasi sebagai

berikut:

26,05

3,1

5 st

846,326,0

11

489,3

9,0

14,3

p

dt

19,5741,0

846,3

741,0

1846,3

489,3

1

1

122

n

d

Dari perhitungan diatas diperoleh respon sistem pendekatan

orde dua tanpa beban :

12855,00371,0

084,1

121

)(

2)(

22

2

22

2

2

ssss

ksHTF

xkdt

dy

dt

tyd

nn

nnn

Page 50: sistem AVr

50

3.6.3. Identifikasi Sistem Dengan Beban Resistif 200 Watt

Identifikasi sistem ini dilakukan dengan memberikan

tegangan masukan berupa step pada kumparan medan generator

dalam keadaan loop terbuka. Untuk identifikasi kedua dilakukan

dengan memberikan beban resistif sebesar 200 Watt pada masing-

masing fasa generator. Berikut adalah gambar respon sistem open

loop saat diberi beban resistif 200 Watt.

Gambar 3.13. Respon Open Loop Sistem Berbeban Resistif 200 Watt

Berdasarkan hasil analisa secara grafis dari gambar 3.9 didapatkan

parameter sistem sebagai berikut:

ts = 1,3 detik

Ymax = 2,167

tp = 1,1 detik

Yss = 2,164

Xss = 2

Tegangan (volt)

Waktu (x1000ms)

Page 51: sistem AVr

51

Nilai penguatan K diperoleh:

082,12

164,2

ss

ss

X

Yk

Maksimum overshoot didapat dari:

%14,0100164,2

164,2167,2100%

xx

Y

YYOS

ss

ssm

Untuk menghitung ξ dan ɷ, digunakan formulasi sebagai

berikut:

26,05

3,1

5 st

846,3

26,0

11

854,2

1,1

14,3

p

dt

789,4803,0

846,3

803,0

1846,3

854,2

1

1

122

n

d

Dari perhitungan diatas diperoleh respon sistem pendekatan

orde dua tanpa beban :

13353,00436,0

082,1

121

)(

2)(

22

2

22

2

2

ssss

ksHTF

xkdt

dy

dt

tyd

nn

nnn

Page 52: sistem AVr

52

3.6.4. Identifikasi Sistem Dengan Beban Resistif 300 Watt

Identifikasi sistem ini dilakukan dengan memberikan

tegangan masukan berupa step pada kumparan medan generator

dalam keadaan loop terbuka. Untuk identifikasi kedua dilakukan

dengan memberikan beban resistif sebesar 300 Watt pada masing-

masing fasa generator. Berikut adalah gambar respon sistem open

loop saat diberi beban resistif 300 Watt.

Gambar 3.14. Respon Open Loop Sistem Berbeban Resistif 300 Watt

Berdasarkan hasil analisa secara grafis dari gambar 3.10 didapatkan

parameter sistem sebagai berikut:

ts = 1,4 detik

Ymax = 2,115

tp = 1,2 detik

Yss = 2,11

Xss = 2

Tegangan (volt)

Waktu (x1000ms)

Page 53: sistem AVr

53

Nilai penguatan K diperoleh :

055,12

11,2

ss

ss

X

Yk

Maksimum overshoot didapat dari:

%24,010011,2

11,2115,2100%

xx

Y

YYOS

ss

ssm

Untuk menghitung ξ dan ɷ, digunakan formulasi sebagai

berikut:

28,05

4,1

5 st

571,328,0

11

6167,2

2,1

14,3

p

dt

427,48066,0

571,3

8066,0

1571,3

6167,2

1

1

122

n

d

Dari perhitungan diatas diperoleh respon sistem pendekatan

orde dua tanpa beban :

13644,0051,0

055,1

121

)(

2)(

22

2

22

2

2

ssss

ksHTF

xkdt

dy

dt

tyd

nn

nnn

Page 54: sistem AVr

54

3.7. Perencanaan Kontroler PID

Untuk mendapatkan respon sistem yang sesuai dengan

setpoint yang diberikan, maka dibutuhkan sebuah kontroler. Ada

berbagai jenis kontroler dan berbagai macam metode pendekatan

untuk mendapatkan nilai dari parameter kontroler. Pemilihan metode

kontrol dipengaruhi oleh jenis plant yang akan diatur. Dalam proyek

akhir ini kontroler yang digunakan adalah tipe PID (Proportional-

Integral-Derivatif). Berikut ini adalah Blok diagram dari kontrol

jenis PID

R(s) + E(s) C(s)

Gambar 3.15.Diagram Blok Kontrol PID

Spesifikasi desaign:

Ts(±5%) = 1 detik

Tanpa overshoot

Model matematis plant yang digunakan adalah saat plant tanpa

beban yaitu

14591,00826,0

141,1)(

2

sssHTF

Parameter yang perlu dicari dari kontroler PID ini antara lain Kp, τi,

τd. Dengan menggunakan metode analitik akan dihitung besar nilai

Kp, τi, τd sebagai berikut:

s

ssK

i

idip

12

2

1

n

di

12

22

s

s

k

nn

Page 55: sistem AVr

55

Dengan 2

1

n

di

maka,

Waktu integral:

46,0

48,3

)7988,0(2

2

i

i

i

n

Konstanta waktu sistem hasil:

ik

tS

det2,0*

*51

*5*

Waktu differensial:

18,0

48,3

146,0

1

2

2

d

d

n

di

Penguatan proporsional:

016,2

)141,1(2,0

46,0

*

Kp

Kp

kKp i

Page 56: sistem AVr

56

Dengan memasukkan nilai-nilai diatas kedalam blok diagram kontrol

PID maka diperoleh blok diagram sistem hasil rancangan sebagai

berikut:

R(s) + E(s) C(s)

_

Gambar 3.16. Diagram Blok Sistem Hasil Rancangan

Perancangan kontroler PID dapat dibuat secara analog maupun

dengan cara pemrograman pada mikrokontroler. Namun dalam

proyek akrir ini kontroler PID dibuat secara analog yaitu

denganmenggunakan komponen utama berupa op-amp. Pada

gambar 3.13 dijelaskan rangkaian kontroler PID yang terdiri dari

rangkaian proportional-integral-diffrensial yang dipasang secara

parallel

Gambar 3.17. Rangkaian Kontroler PID Analog Dengan Op-Amp

s

s18,0

46,0

11016,2

2

1

n

di

14591,00826,0

141,12 s

Page 57: sistem AVr

57

3.7.1. Simulasi Kontroler PID

Dari perencanaan kontroler PID diatas selanjutnya dilakukan

simulasi untuk mengetahui bentuk respon sistem sebelum dan

sesudah dipasang kontroler serta mencari nilai parameter Kp, Ki, Kd

yang sesuai dengan cara try and error.

3.7.1.1. Sistem tanpa kontrol

Gambar 3.18. Diagram Blok Sistem Tanpa Kontrol

Gambar 3.19. Respon Sistem Tanpa Kontrol

3.7.1.2. Sistem dengan kontrol PID

Gambar 3.20. Diagram Blok Sistem Dengan Kontrol PID

Overshoot

Page 58: sistem AVr

58

dengan cara men-tuning parameter Kp, Ki dan Kd sampai diperoleh

bentuk respon sistem yang dikehendaki maka berikut ini adalah

parameter kontroler PID hasil tuning pada simulasi:

Gambar 3.21. Hasil Tuning Nilai Parameter PID

Gambar 3.22. Respon Sistem Dengan Kontrol PID

Dari simulasi sistem diatas diperoleh performansi sistem yang

disajikan dalam tabel berikut ini

Page 59: sistem AVr

59

Tabel 3.2. Performansi sistem

Sistem Rise time

(detik)

Settling time

(detik)

OS (%)

Tanpa kontrol 0,781 1,24 0,44

Dengan kontrol 0,5 0,829 0

Berdasarkan tabel diatas sistem tanpa kontrol PID memiliki

performansi yang kurang bagus dengan adanya overshoot yang

relativ besar dengan rise time dan settling time yang relativ besar

juga. Dengan memasang kontrler PID sperformansi sistem menjadi

lebih bagus dengan kecilnya overshoot, rise time dan settling time.

Page 60: sistem AVr

60

Gambar 3.23. Algoritma Logika Kontrol PID

START

Baca Sensor

Hitung Error

Hitung nilai Kp

Calculate

PID= P+I+D

Convert from

PID to PWM

END

Hitung nilai Ki

Hitung nilai Kd

Page 61: sistem AVr

61

BAB IV

PENGUJIAN ALAT DAN ANALISA

4.1 Pendahuluan

Pada bab IV ini akan dibahas tentang pengujian terhadap

sistem yang telah direncanakan dan dibangun. Adapun tujuan dari

pengujian ini adalah untuk mengetahui keseluruhan rangkaian yang

telah dibuat dapat bekerja dan berfungsi dengan makismal atau tidak.

Hakekat yang paling penting dari pengujian ini yaitu untuk

menganalisa hasil pengujian sehingga kita dapat mengetahui

kelemahan dan kekurangan dari sistem yang telah dibuat serta

menarik beberapa kesimpulan. Pengujian sistem yang dilakukan

menyangkut beberapa hal sebagai berikut:

1. Pengujian sensor tegangan.

2. Pengujian PWM dan optocoupler

3. Pengujian Buck- Boost Converter.

4. Pengujian integrasi sistem secara open loop.

5. Pengujian integrasi sistem secara close loop .

4.2 Pengujian Sensor Tegangan

Sensor tegangan yang telah dirancang dan dibuat

selanjutnya diuji untuk mengetahui performance dari sensor

tegangan tersebut serta mendapatkan perbandingan antara tegangan

keluaran generator dengan tegangan sensor. Gambar 4.1 merupakan

hardware dari sensor tegangan yang telah dibuat.

Untuk melakukan pengujian langkah yang harus dilakukan

terlebih dahulu adalah memberi input tegangan AC dari sumber

tegangan AC 3 fase variabel yang dianalogikan sebagai tegangan

keluaran generator sinkron 3 fasa. Dimulai dari tegangan rendah (0

volt ) sampai tegangan maksimal 400 volt, keluaran dari sensor

tegangan sudah berupa tegangan dc karena telah melalui rectifier dan

filter kapasitor untuk menghilangkan ripple tegangan.

61

Page 62: sistem AVr

62

Gambar 4.1. Sensor Tegangan Dan Lokasi Pengukurannya

Tegangan output sensor tegangan selanjutnya diukur dan

dicatat hasil pengukurannya.Tabel 4.1 dibawah ini merupakan hasil

pengujian sensor tegangan.

Tabel 4.1. Hasil Pengujian Sensor Tegangan

Tegangan

generator (volt)

Tegangan trafo step

down (volt)

Tegangan sensor

(volt)

400 42.6 4.13

390 41.7 4.06

380 40.6 4

370 39.6 3.93

360 38.6 3.86

350 37.5 3.79

340 36.5 3.72

Dari hasil pengujian sensor tegangan diatas terlihat bahwa

sensor tegangan sudah dapat bekerja dengan baik secara linier untuk

menyensor tegangan mulai dari tegangan nominal keluaran generator

Page 63: sistem AVr

63

sebesar 380 volt yang dikonversikan menjadi tegangan dc sebesar 4

volt sampai pada tegangan toleransi +5% dan -10% dari tegangan

nominal keluaran generator (400 volt dan 340 volt) yang

dikonversikan menjadi 4,13 dan 3,72 volt dc. Namun sensor

tegangan ini memiliki kekurangan yaitu apabila tegangan input turun

dengan cepat, output sensor lambat untuk turun. Sebaliknya jika

tegangan input sensor naik dengan cepat output sensor ikut naik

dengan cepat. Berikut ini adalah gambar kurva karakteristik dari

sensor tegangan.

Gambar 4.2. Kurva Karakteristik Sensor Tegangan

Tegangan dc hasil konversi sensor tegangan nantinya akan

menjadi nilai aktual (present value) dari tegangan keluaran generator

yang kemudian masuk ke rangkaian error differensial.

4.3 Pengujian PWM dan rangkaian optocoupler

PWM yang digunakan untuk switching rangkaian Buck-

Boost Converter dibangkitkan dari mikrokontroler AT Mega16

dengan frekuensi 40 kHz menggunakan timer 0. Dalam melakukan

pengujian rangkaian PWM diperlukan tambahan peralatan yaitu

oscilloscope untuk mengetahui bentuk gelombang keluaran

rangkaian PWM tersebut. Untuk pengujian rangkaian PWM ini

dilakukan secara bertahap mulai dari output PWM yang

dibangkitkan dari mikrokontroler, mikrokontroler ke optocoupler

Page 64: sistem AVr

64

dan yang terakhir adalah dari optocoupler ke gate-source IGBT.

Bentuk gelombang PWM yang dihasilkan mikrokontroler

ditunjukkan gambar 4.3 berikut ini:

Gambar 4.3. Bentuk Gelombang PWM Keluaran Mikrokontroler

Untuk penyulut IGBT pada Buck-Boost Converter maka sinyal

keluaran mikrokontroler harus ditambah dengan rangkaian

optocoupler dan totempole. Pada proyek akhir ini digunakan IC

optocoupler TLP250 dimana didalamnya sudah ada rangkaian

totempole. Bentuk gelombang keluaran dari rangkaian TLP250

ditunjukkan gambar 4.4

Gambar 4.4. Bentuk Gelombang Keluaran Optocoupler TLP250

Volt/div=2V

Time/div=5u

s

Volt/div=5V

Time/div=5us

Page 65: sistem AVr

65

Sedangkan bentuk gelombang PWM setelah dimasukkan ke IGBT

tampak pada gambar 4.5 dibawah ini.

Gambar 4.5. Bentuk Gelombang PWM Pada Gate-Source IGBT

Dari bentuk gelombang PWM pada Gate-Source IGBT terdapat

perubahan dengan sebelum dimasukkan ke Gate-Source IGBT. Hal

ini dikarenakan pengaruh dari induktor pada rangkaian Buck-Boost

Converter sehingga bentuk gelombangnya tidak berbentuk pulsa

yang bagus lagi.

4.4 Pengujian Buck-Boost Converter

Pengujian rangkaian ini untuk mengetahui tegangan dan

arus keluaran yang mampu dihasilkan dari Buck-Boost Converter

karena nantinya tegangan dan arus keluaran dari Buck-Boost

Converter ini akan digunakan untuk eksitasi penguat medan

generator sinkron. Sehingga tegangan dan arus keluaran dari Buck-

Boost Converter ini menjadi parameter efisiensi dan kemampuan

rangkaian daya dalam menyuplai tegangan eksitasi.

Dalam pengujian Buck-Boost Converter ini keluaran

rangkaian diberi beban 2 buah lampu pijar (400 W) dengan tegangan

dc masukan dari hasil penyearahan tegangan 64 volt AC menjadi 87

volt DC serta frekuensi untuk switching sebesar 40kHz. Dengan

merubah besarnya dutycycle akan menghasilkan tegangan dan arus

Volt/div=10V

Time/div=5us

Page 66: sistem AVr

66

keluaran Buck-Boost Converter yang berbeda-beda seiring dengan

perubahan dutycycle tersebut. Hasil pengujian rangkaian Buck-Boost

Converter dapat dilihat pada tabel 4.2 hasil pengujian.

Gambar 4.6. Hardware Buck-Boost Converter

Gambar 4.7. Blok Pengujian Rangkaian Buck-Boost Converter

Page 67: sistem AVr

67

Dari pengujian rangkaian Buck-Boost Converter diperoleh data hasil

pengujian yang dimasukkan ke dalam tabel 4.2. berikut ini:

Tabel 4.2.Hasil Pengujian Efisiensi Buck-Boost Converter

Vin

(volt)

Iin

(ampere)

Vout

(volt)

Iout

(ampere)

Efisiensi

86.4 0.3 28.4 0.8 87.6%

86 0.4 39 0.83 94.1%

85.3 0.6 48 0.94 88.2%

84.8 0.72 54 1 88.4%

83.5 1 62.7 1.12 84.1%

83.1 1.2 73.9 1.2 88.9%

83 1.6 85.7 1.26 81.3%

82.9 2 94 1.4 79.4%

82.4 3 116 1.52 71.3%

82 3.6 130 1.6 70.5%

Untuk menghitung besar efisiensi dari pengujian rangakaian Buck-

Boost Converter diatas dapat menggunakan formulasi sebagai

berikut:

%100xPin

Poutefisiensi

…………………….(4.1)

Keterangan: Pout = Daya output (Vout x Iout)

Pin = Daya input (Vin x Iin)

Page 68: sistem AVr

68

Dari tabel hasil pengujian diatas, diperoleh tegangan dan

arus keluaran rangkaian Buck-Boost Converter bertahan pada

tegangan 130 volt dengan arus 1.6 ampere. Pada kondisi tersebut

induktor mulai mengalami saturasi dan mulai bergetar sehingga

timbul bunyi pada induktor. Selain itu tegangan dan arus keluaran

dari Buck-Boost Converter mulai tidak stabil akibat dari saturasi dan

bergetarnya induktor. Dengan demikian rangkaian Buck-Boost

Converter hanya mampu memberikan suplay tegangan eksitasi untuk

penguat medan generator sampai batas tersebut.

Sedangkan untuk efisiensi dengan beban lampu tersebut

rata-rata diatas 70% dan mengalami penurunan seiring dengan

kenaikan dutycycle serta tegangan keluarannya. Hal ini terjadi

kemungkinan disebabkan karena induktor yang mulai saturasi dan

berbunyi. Induktor yang saturasi dan berbunyi itu dimungkinkan

karena desain induktor yang kurang bagus misalnya air gap yang

kurang besar dan rapat serta lilitan kawat induktor benar-benar

kurang rapat sehingga masih ada ruang.

Selain itu, induktor pada rangkaian Buck-Boost Converter

ini bekerja dengan tegangan masukan yang cukup tinggi yaitu 86

volt dengan tegangan keluaran 130 volt serta arus output 2 ampere

sehingga induktor harus bekerja dengan sangat maksimal. Oleh

karena itu induktor dengan cepat mudah saturasi dan panas pada

kumparan induktornya. Dengan frekuensi switching sebesar 40kHz

maka akan mempengaruhi kerja dari induktor untuk menyimpan dan

membuang energy dengan cepat sehingga induktor akan dengan

cepat mudah bergetar dan saturasi yang akan menyebabkan banyak

rugi-rugi yang membuat efisiensi rendah.

Untuk mengetahui perbandingan antara tegangan output

Buck-Boost Converter secara perhitungan dengan hasil pengukuran

lapangan dapat dilihiat pada tabel tabel 4.3 dibawah ini.

Page 69: sistem AVr

69

Tabel 4.3. Persen Error Rangkaian Buck-Boost Converter

Dutycycle Vin

(Volt)

Vout_R

(volt)

Vout_T

(volt)

V_error

23% 86.4 28.4 25.8 10%

28% 86 39 33.4 16%

35% 85.3 48 45.93 4%

40% 84.8 54 56.5 4%

46.5% 83.5 62.7 69.9 10%

52% 83.1 73.9 90 17%

58% 83 85.7 114.6 25%

64% 82.9 94 147.4 36%

69.7% 82.4 116 189.5 38%

75.5% 82 130 252.7 48%

%100_

___ x

TVout

RVoutTVouterrorpersen

...............(4.2)

Keterangan :

Persen_error : persen kesalahan

Vout_T : Tegangan output perhitungan

Vout_R : Tegangan output pengukuran

4.5. Pengujian Integrasi Sistem

Dalam pengujian integrasi sistem ini, pengujian dilakukan

menjadi 2 bagian yaitu integrasi sistem secara terbuka (open loop)

dimana sistem belum terpasang kontroler dan integrasi system secara

tertutup (close loop) dimana sistem sudah dipasang kontrol dengan

menggunakan kontroler PID. Gambar 4.8. merupakan gambar

Page 70: sistem AVr

70

hardware yang sudah terintegrasi secara keseluruhan dan siap untuk

dilakukan pengujian dengan plant generator sinkron 3 fasa:

Gambar 4.8. Integrasi Harware

4.6.1. Pengujian Sistem Secara Open Loop

Dalam pengujian sistem secara open loop ini, tegangan

keluaran rangkaian Buck-Boost Converter dihubungkan langsung

dengan penguat medan generator sampai tegangan output generator

mencapai 380 volt. Kemudian disisi output generator diberikan

beban resistif load. Berikut ini adalah tabel hasil pengujian sistem

open loop menggunakan rangkaian Buck-Boost Converter.

Tabel 4.4. Hasil Pengujian Sistem Open Loop

V eks I eks Vout gen I load Pembebanan % Drop

55 V 1.3 A 380 V 0 A 0 watt 0%

54 V 1.27 A 376 V 0.4 A 150 watt 1.05%

51 V 1.25 A 365 V 0.81 A 295 watt 3.95%

50 V 1.2 A 360 V 1.23 A 442 watt 5.26%

Driver

IGBT

Buck-Boost

converter

Sensor

tegangan

Kontroler

PID

Page 71: sistem AVr

71

Dari tabel hasil pengujian diatas tegangan generator mengalami

penurunan saat terminal keluaran generator mulai dibebani dengan

beban resistif.

Gambar 4.9. Respon Transient Saat Generator Dibebani

Melihat grafik tegangan output generator saat sistem open

loop, tegangan generator tidak berubah saat belum dibebani. Ketika

mulai dibebani 150 watt tegangan generator turun 1,05% dari 380

volt menjadi 376 volt. Dan saat dibebani 442 watt tegangan

generator turun 5.26% dari tegangan nominal 380 volt menjadi 360

volt. Penurunan tegangan generator diikuti dengan penurunan

tegangan eksitasi dan arus eksitasinya.

Untuk tegangan eksitasi dari keluaran Buck-Boost

Converter saat dilakukan pengujian parsial mengalami perubahan

dengan saat dimasukkan ke penguat medan generator. Saat uji parsial

untuk menghasilkan arus 1,3 A tegangan Buck-Boost Converter

sebesar 86 volt. Sedangkan saat dimasukkan ke penguat medan

untuk menghasilkan arus 1,3 A (supaya tegangan output generator

nominal 380 volt) tegangan Buck-Boost Converter turun menjadi 55

volt. Hal ini dikarenakan saat pengujian parsial Buck-Boost

Converter dibebani lampu pijar dimana lampu pijar beban bersifat

volt

sec

5.26%

Page 72: sistem AVr

72

resistif. Sedangkan saat dibebani penguat medan yang tidak bersifat

resistif saja tetapi juga ada unsur induktifnya karena penguat medan

adalah sebuah kumparan. Sehingga saat dimasukkan ke penguat

medan generator tegangan Buck-Boost Converter turun 36% dari saat

pengujian parsial.

Selain itu rangkaian Buck-Boost Converter pada pengujian

sistem open loop ini sudah mulai saturasi dan bergetar saat sebelum

dibebani dan lebih bergetar lagi saat dibebani sehingga tegangan

keluaran generator mulai tidak stabil seperti yang terlihat pada

gambar 4.9 respon transient sistem yang masih belum murni stabil

dan bentuknya tidak halus lagi.

4.6.2. Pengujian Sistem Secara Close Loop

Setelah dilakukan proses desain dan pembuatan hardware,

selanjutnya dilakukan implementasi langsung ke plant generator

sinkron 3 fasa melalui konfigurasi antara ADAM 5000 series dengan

hardware yang telah dibuat. Dalam pengujian integrasi sistem secara

tertutup ini, semua bagian dari blok-blok diagram yang telah diuji

digabungkan menjadi satu yang meliputi kontroler, Buck-Boost

Converter, dan sensor tegangan.

Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Parameter PID Metode Analitik

Kondisi Plant Respon yang diinginkan Kp Ki Kd

Tanpa beban 1 second 2 3 0.3

Parameter kontroler PID hasil perhitungan diatas tidak

langsung tepat apabila diterapkan pada plant. Oleh karena itu perlu

dilakukan proses tuning untuk mencari parameter kontroler yang

tepat sampai respon sistem sesuai dengan yang diharapkan. Setelah

melukan proses tuning parameter kontroler dan melihat respon

sistem maka diperoleh parameter kontroler PID yang cukup baik.

Berikut ini adalah tabel parameter kontroler hasil proses tuning.

Page 73: sistem AVr

73

Tabel 4.6. Hasil Tuning Parameter Kontrol PID

Metode Kp Ki Kd

Tuning 3 0.001 0.001

Setelah menemukan konstanta parameter kontrol selanjutya

diterapkan pada sistem integrasi secara close loop. Beban resistif

murni 465 watt dipasang diterminal keluaran generator namun MCB

untuk beban belum ON. Setelah tegangan keluaran generator

mencapai setpoint 380 volt, dengan cara tiba-tiba MCB untuk beban

di-ON kan. Saat itu tegangan generator turun sesaat dari setpoint

dan kontroler bekerja supaya tegangan keluaran generator kembali

lagi ke setpoint. Kemudian setelah tegangan generator kembali ke

setpoint, dengan cara tiba-tiba MCB untuk beban di-OFF kan. Saat

itulah tegangan keluaran generator naik sesaat dan kontroler bekerja

mengambalikan tegangan keluaran generator ke setpoint.

Berikut ini adalah tabel lama waktu kontroler untuk

mengembalikan tegangan keluaran generator ke setpoint saat terjadi

pembebanan dan pelepasan beban secara tiba-tiba

Tabel 4.7. Waktu Transient Sistem Untuk Kembali Ke Setpoint

Pengujian plant dengan beban resistif murni pada masing-

masing fasa dan terhubung bintang. Setting point yang diberikan

adalah 4 volt dc dan time sampling 0.001s. Berikut ini adalah tabel

hasil pengujian sistem terintegrasi secara close loop.

Kondisi Plant Beban Respon

sistem

Dibebani 465 watt 1,3 detik

Beban dilepas 465 watt 1,1 detik

Page 74: sistem AVr

74

Tabel 4.8. Hasil Pengujian Sistem Terintegrasi Secara Close Loop

Daya

beban

I load Vout

generator

frekuansi V

eksitasi

I

eksiatsi

0 watt 0 A 380 V 48.2 Hz 55 V 1.26 A

152 watt 0.4 A 380 V 48.1 Hz 55.3 V 1.28 A

306 watt 0.81 A 378 V 48 hz 55.5V 1.3 A

465 watt 1.23 A 378 V 47.8 Hz 56 V 1.33 A

Sedangkan bentuk respon transient sistem close loop ketika

sebelum dan sesudah dibebani terlihat pada gambar 4.9 berikut ini:

Gambar 4.10. Analisa Respon Transient Plant Berbeban Resistif

Dari gambar 4.10 diatas terlihat bahwa gangguan terhadap

generator terjadi pada detik 6 saat beban 465 watt mulai dimasukkan

secar tiba-tiba. Saat itu tegangan terminal keluaran generator turun

Respon Transient Sistem Close Loop

Page 75: sistem AVr

75

seketika hingga sebesar -9.5% dari tegangan nomimal generator. Ini

terjadi karena arus yang mengalir ke beban semakin besar sehingga

terjadi drop tegangan yang sangat besar di impedansi dalam

generator. Lama waktu kontroler untuk mengembalikan tegangan ke

setting point adalah 1,3 detik. Sedangkan pada detik 13 saat beban

465 watt tiba-tiba dilepas tegangan keluaran generator naik hingga

sebesar 5.2% dari tegangan nominal generator. Hal ini dikarenakan

arus beban tiba-tiba mengecil sehingga drop tegangan di impedansi

dalam generator mengecil dan tegangan terminal keluaran generator

membesar. Dan lama waktu kontroler untuk mengembalikan

tegangan ke setting point adalah 1,1 detik. Dengan naik turunnya

tegangan generator, maka kontroler akan memberikan aksi

kontrolnya yaitu dengan menaikkan turunkan tegangan kontrol

sampai tercapai keadaan error yang paling kecil.

Namun dalam sistem pengaturan tegangan eksitasi pada

generator ini tegangan keluaran generator masih belum dapat stabil.

Hal ini dikarenakan Buck-Boost Converter yang digunakan sebagai

rangkaian daya belum bisa menghasilkan tegangan dan arus keluaran

untuk eksitasi yang stabil. Induktor pada rangakain Buck-Boost

Converter masih bergetar dan mudah dengan cepat saturasi. Dengan

melakukan pengujian beberapa kali induktor pada Buck-Boost

Converter semakin bergetar dengan keras sehingga tegangan dan

arus keluaran Buck-Boost Converter semakin tidak stabil. Oleh

karena itu dengan tegangan dan arus eksitasi dari Buck-Boost

Converter yang seperti itu hanya belumbisa membuat tegangan

keluaran generator stabil. Sehingga untuk eksitasi generator sinkron

3fasa rangkaian daya Buck-Boost Converter tidak efektif

diimplementasikan untuk eksitasi penguat medan generator.

Walaupun kontroler dapat bekerja dengan baik tetapi rangkaian daya

tidak bekerja dengan baik maka sistem tidak dapat bekerja maksimal.

Page 76: sistem AVr

76

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 77: sistem AVr

77

BAB IV

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari semua pengujian

yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

1. Kontroler PID sudah bekerja dengan baik dan dapat

diimplementasikan pada pengaturan tegangan eksitasi

generator untuk menstabilkan tegangan keluaran generator

pada saat perubahan beban.

2. Tegangan keluaran generator mengalami gangguan saat

beban generator dimasukkan dan dilepas secara tiba-tiba.

Pada saat beban dimasukkan tegangan keluaran generator

turun karena adanya drop tegangan pada impedansi dalam

generator.

3. Parameter kontroler yang sesuai untuk mendapatkan respon

sistem yang diharapkan adalah dengan nilai Kp=3,

Ki=0.001 dan Kd=0.001

4. Kondisi transient dari plant memerlukan lama waktu 1,3

detik untuk mencapai steady state saat generator dibebani

dan 1,1 detik untuk mencapai steady state ssat beban pada

generator dilepas.

5. Overshoot dan undershoot dari respon generator masih

memenuhi standar toleransi tegangan yaitu -10% dan +5%.

Saat dibebani tegangan turun -9.5% dan saat beban dilepas

tegangan naik +5.2% dari tegangan nominal generator.

6. Rangkaian daya DC-DC Converter jenis Buck-Boost

Converter tidak efektif untuk digunakan sebagai sumber

eksitasi generator karena tegangan dan arus keluarannnya

tidak stabil. Hal ini dikarenakan induktor mudah saturasi.

77

Page 78: sistem AVr

78

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 79: sistem AVr

79

5.2 Saran

Saran-saran untuk pengaturan tegangan eksitasi adalah sebagai

berikut:

1. Dalam pembuatan sistem perangkat keras penyedia

tegangan eksitasi gunakan rangkaian penghasil tegangan dc

selain Buck-Boost Converter.

2. Dalam pembuatan sistem pengaturan tegangan eksitasi

generator pemilihan komponennya harus benar-benar

menggunakan komponen yang cukup baik dari segi

kualitas.

3. Gunakan tipe kontroler yang lain seperti kontrol cerdas,

genetic algorithm dll dalam pengaturan tegangan eksitasi

generator sinkron 3 fasa.

Page 80: sistem AVr

80

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 81: sistem AVr

81

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ogata, Katsuhiko, “Modern Control Engineering”, Prentice Hall

International London, 1997.

[2] Chen 403, “Design and Tuning of Feedback Control Systems”,

Lectures on Colorado School of Mines, Januari 2005.

URL:http://www.jechura.com/ChEN403/15_ControllerTuning.pdf

[3] Astrom, Karl Johan. “Control System Desaign”.2002

[4] Rashid, Muhammad H. “Power Electronics, Circuit, Devices, and

Apllication ”, 2004. Prentice Hall

[5] Daniel Lau Lee Kah, “Control System for AVR and Governor of

Synchronous Machine”, Queensland of University

[6] Intruction Manual Book Motor And Generator Demonstrator MG-

2009-1P, Todensha Electric Machine Mfg. Co., Ltd, 2009

[7] Willis, M.J., “Proportional – Integral –Derivative Control”, 1999.

URL:http://lorien.ncl.ac.uk/ ming/pid/pid.pdf

[10] Salam, Zainal, 2003.” Power Electronics and Drives”, Version 3,

UTMJB

[11] Efendi, Moh. Zaenal, 2008. ”Design of Inductance 2008’, Mata

Kuliah Desain Komponen & Elektromagnetik 2008.

[12] Sulasno. “Teknik Konversi Energi Listrik dan Sistem Pengaturan”,

Graha Ilmu, 2009.

81

`

Page 82: sistem AVr

82

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 83: sistem AVr

83

BIODATA PENULIS

Nama : Amin Setiadji

TTL : Surabaya, 9 Oktober 1988

Alamat :Simorejo Timur III/38

Surabaya

Telepon : (031) 5358707

HP : 085732036773

Email : [email protected]

[email protected]

Penulis terlahir sebagai anak ke-3 dari 3 bersaudara. Memiliki hobby

traveling, naik gunung, baca buku, mancing, dan silaturrahim.

Memiliki motto “ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan”

Riwayat pendidikan foirmal yang pernah ditempuh:

SDN Simomulyo VIII Surabaya lulus tahun 2001

SMP Negeri 3 Surabaya lulus tahun 2004

SMA Negeri 6 Surabaya lulus tahun 2007

Jurusan Teknik Elektro Industri Politeknik Elektronika

Negeri Surabaya (PENS) Institut Teknologi Sepuluh

Nopember Surabaya (ITS)

Daftar karya tulis / paper yang pernah diseminarkan:

“Implementasi Kontroler PID Pada AVR (Automatic

Voltage Regulator) Untuk Pengaturan Tegangan Eksitasi

Generator Sinkron 3 Fasa”, SNTI XV 2011

Pada tanggal 21 Juli 2011 mengikuti Seminar Proyek Akhir sebagai

salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sain Terapan

(SST) di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Institut

Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS)

83

Page 84: sistem AVr

84

(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Page 85: sistem AVr

85

LAMPIRAN

/*****************************************************

This program was produced by the

CodeWizardAVR V2.03.4 Standard

Automatic Program Generator

© Copyright 1998-2008 Pavel Haiduc, HP InfoTech s.r.l.

http://www.hpinfotech.com

Project : PID controller for excitation voltage

Version : insyaAllah bisa

Date : 12/07/2011

Author : DACO

Company : TA

Comments: bismillah

Chip type : ATmega16

Program type : Application

Clock frequency : 12,000000 MHz

Memory model : Small

External RAM size : 0

Data Stack size : 256

*****************************************************/

#include <mega16.h>

#include <delay.h>

#define ADC_VREF_TYPE 0x40

// Read the AD conversion result

unsigned int read_adc(unsigned char adc_input)

{

ADMUX=adc_input | (ADC_VREF_TYPE & 0xff);

// Delay needed for the stabilization of the ADC input voltage

delay_us(10);

// Start the AD conversion

ADCSRA|=0x40;

// Wait for the AD conversion to complete

while ((ADCSRA & 0x10)==0);

ADCSRA|=0x10;

return ADCW;

85

Page 86: sistem AVr

86

}

void main(void)

{

// Declare your local variables here

// Input/Output Ports initialization

// Port A initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In

Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T

State0=T

PORTA=0x00;

DDRA=0x00;

// Port B initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=Out Func2=In

Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=0 State2=T State1=T

State0=T

PORTB=0x00;

DDRB=0x08;

// Port C initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In

Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T

State0=T

PORTC=0x00;

DDRC=0x00;

// Port D initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In

Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T

State0=T

PORTD=0x00;

DDRD=0x00;

Page 87: sistem AVr

87

// Timer/Counter 0 initialization

// Clock source: System Clock

// Clock value: 12000,000 kHz

// Mode: Fast PWM top=FFh

// OC0 output: Non-Inverted PWM

TCCR0=0x69;

TCNT0=0x00;

OCR0=0x00;

// Timer/Counter 1 initialization

// Clock source: System Clock

// Clock value: Timer 1 Stopped

// Mode: Normal top=FFFFh

// OC1A output: Discon.

// OC1B output: Discon.

// Noise Canceler: Off

// Input Capture on Falling Edge

// Timer 1 Overflow Interrupt: Off

// Input Capture Interrupt: Off

// Compare A Match Interrupt: Off

// Compare B Match Interrupt: Off

TCCR1A=0x00;

TCCR1B=0x00;

TCNT1H=0x00;

TCNT1L=0x00;

ICR1H=0x00;

ICR1L=0x00;

OCR1AH=0x00;

OCR1AL=0x00;

OCR1BH=0x00;

OCR1BL=0x00;

// Timer/Counter 2 initialization

// Clock source: System Clock

// Clock value: Timer 2 Stopped

// Mode: Normal top=FFh

// OC2 output: Disconnected

ASSR=0x00;

Page 88: sistem AVr

88

TCCR2=0x00;

TCNT2=0x00;

OCR2=0x00;

// External Interrupt(s) initialization

// INT0: Off

// INT1: Off

// INT2: Off

MCUCR=0x00;

MCUCSR=0x00;

// Timer(s)/Counter(s) Interrupt(s) initialization

TIMSK=0x00;

// Analog Comparator initialization

// Analog Comparator: Off

// Analog Comparator Input Capture by Timer/Counter 1: Off

ACSR=0x80;

SFIOR=0x00;

// ADC initialization

// ADC Clock frequency: 93,750 kHz

// ADC Voltage Reference: AVCC pin

// ADC Auto Trigger Source: None

ADMUX=ADC_VREF_TYPE & 0xff;

ADCSRA=0x87;

while (1)

{

float sp;

float sensor;

float pv;

float Error;

static float Integral = 0;

static float LastError = 0;

float Differential;

float P, I, D;

Page 89: sistem AVr

89

float Kp = 3;

float Ki = 0.001;

float Kd = 0.001;

float TimeSampling = 0.001;

float PWM;

float PID;

sp = 380; // setting point = [0,380] volt

// read voltage using ADC0 (PA0) pin #40

sensor = read_adc(0); // sensor= [0,1023] digital data, ADC 10 bit

pv = sensor * 475/1023; // pv = [0,475] volt

Error = sp - pv; // Error = [-95,95] volt

// calculate PID controller

Integral += Error * TimeSampling;

Differential = (Error - LastError) / TimeSampling;

LastError = Error;

P = Kp * Error;

I = Ki * Integral;

D = Kd * Differential;

PID = P + I + D;

// convert from PID to PWM

PWM = 20+PID * 255 / 475;

if(PWM<0) PWM = 20;

if(PWM>255) PWM = 80; // PWM = [0,255] digital data

// set to PWM comparator

// output PWM using OCR0/AIN1 (PB3) pin #4

OCR0 = (unsigned char) PWM;

delay_ms(1000);

};

}