Top Banner
PERBEDAAN INDEKS MASSA TUBUH ATAU LINGKAR LEHER DENGAN KEJADIAN MENDENGKUR PADA GURU DAN STAF YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN 3 MEDAN TAHUN AJARAN 2011-2012 Oleh : SISKA FEBRINA 080100018 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
111

siska febrina

Jan 21, 2016

Download

Documents

febrinasiska

KTI
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: siska febrina

PERBEDAAN INDEKS MASSA TUBUH ATAU LINGKAR

LEHER DENGAN KEJADIAN MENDENGKUR PADA GURU

DAN STAF YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN 3 MEDAN

TAHUN AJARAN 2011-2012

Oleh :

SISKA FEBRINA

080100018

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

Page 2: siska febrina

PERBEDAAN INDEKS MASSA TUBUH ATAU LINGKAR

LEHER DENGAN KEJADIAN MENDENGKUR PADA GURU

DAN STAF YAYASAN PENDIDIKAN HARAPAN 3 MEDAN

TAHUN AJARAN 2011-2012

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

SISKA FEBRINA

NIM: 080100018

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

Page 3: siska febrina

HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Hasil Penelitian dengan Judul:

Perbedaan Indeks Massa Tubuh atau Lingkar Leher dengan Kejadian Mendengkur

pada Guru dan Staf Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan

Tahun Ajaran 2011-2012

Yang dipersiapkan oleh:

SISKA FEBRINA

NIM 080100018

Laporan hasil penelitian ini telah diperiksa dan disetujui

Medan, Desember 2011

Disetujui,

Dosen Pembimbing

(dr. Farhat, Sp.THT-KL)

Page 4: siska febrina

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Perbedaan Indeks Massa Tubuh atau Lingkar Leher dengan Mendengkur pada Guru dan Staf Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan Tahun Ajaran 2011-2012

Nama : Siska Febrina

NIM : 080100018

Pembimbing Penguji I

(dr. Farhat, Sp.THT-KL(K)) (dr. Ilhamd, Sp.PD)

NIP: 19700316 200212 1 002 NIP: 19662304 199603 1 001

Penguji II

(dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp.KJ)

NIP: 19780330 200501 1 003

Medan, 19 Desember 2011

Dekan

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH)

NIP: 19540220 198011 1 001

Page 5: siska febrina

ABSTRAK

Mendengkur merupakan gejala terjadinya gangguan pernafasan saat tidur. Pada kasus yang berat hal ini bisa berlanjut menjadi henti nafas saat tidur (OSA) dan bisa menimbulkan masalah baik bagi kesehatan maupun masalah sosial. Meningkatnya risiko OSA pada orang yang obesitas dan memiliki lingkar leher yang besar, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau lingkar leher dengan kejadian mendengkur.

Penelitian ini dilakukan dengan metode analitik dengan desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dan populasinya adalah para guru dan staf Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan dengan jumlah total 85 orang. Proses pengumpulan data dilakukan pada tanggal 20 September sampai dengan 1 Oktober 2011. Data diperoleh dari wawancara menggunakan media kuesioner dan kemudian dilakukan pengukuran antropometri terkait seperti berat badan, tinggi badan, dan lingkar leher. Data diolah secara komputerisasi menggunakan program SPSS for windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 42% dari total responden mendengkur. Berdasarkan hasil uji chi-square kejadian mendengkur ini memiliki perbedaan yang bermakna dengan IMT ≥25 (p=0,002); lingkar leher ≥37 cm (p=0,005) pada responden laki-laki. Namun lingkar leher ≥34 cm pada responden perempuan tidak memiliki perbedaan yang bermakna dengan kejadian mendengkur (p >0,05).

Terdapat perbedaan yang bermakna antara kejadian mendengkur dengan obesitas. Tingginya risiko untuk terkena berbagai penyakit pada orang yang obesitas dapat mengurangi usia harapan hidup dan kualitas dari kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu disarankan bagi pembaca untuk menjaga agar berat badan tetap ideal dengan mangatur pola hidup yang sehat.

Kata kunci: Indeks massa tubuh, lingkar leher, mendengkur

Page 6: siska febrina

ABSTRACT

Snoring is a symptom of respiratory disturbances during sleep. In severe cases this can progress to Obstructive Sleep Apnea (OSA) and can cause problems both for health and social problems. Increased risk factor of OSA in people who are obese and have a large neck circumference, the study aims to determine the difference Body Mass Index (BMI) and neck circumference with the incidence of snoring.

This study was conducted by the analytical method with cross sectional design. This study uses total sampling technique where the population is the teachers and staffs at Yayasan Pendidikan Harapan 3, Medan with total samples 85 people. Data was collected on the 20th September until October 1, 2011. Data obtained from interviews using questionnaires and then conducted related anthropometric measurements such as weight, height, and neck circumference. Computerized data processed using SPSS for windows.

The result showed that 42% of total respondents snoring. Based on the results of the chi-square test of snore events had a significant differentiation with BMI ≥25 (p=0.002); neck circumference ≥37 cm (p=0.005) in male respondents. However, neck circumference ≥34 cm in female respondents did not have a significant differentiation with the incidence of snoring (p>0.05).

There is a significant differentiation between the incidences of snoring with obesity. The high risk for various diseases in obese people can reduce life expectancy and quality of life itself. It is there for recommended for readers to keep the weight remains ideal manages a healthy lifestyle.

Key words: Body mass index, neck circumference, snoring

Page 7: siska febrina

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya tulis ini yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Perbedaan Indeks Massa Tubuh atau

Lingkar Leher dengan Kejadian Mendengkur pada Guru dan Staf Yayasan

Pendidikan Harapan 3 Medan TA 2011-2012 ini, dalam penyelesaiannya

penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis

ingin mengucapkan terima kasih yang sebasar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Farhat, Sp. THT-KL selaku dosen pembimbing yang telah

banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis, sehingga proposal

ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Bapak dr. Ilhamd, Sp.PD dan Bapak dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp.KJ

selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat

membangun demi kesempurnaan karya tulis ini.

4. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

5. Terima kasih kepada Guru dan Staf Sekolah Harapan III yang telah

banyak membantu dan berpartisipasi dalam penelitian ini.

6. Terima kasih yang tiada tara penulis persembahkan kepada kedua orang

tua, Ayahanda Azwar, Ibunda Murwati, dan saudara-saudara penulis,

Kakanda Indra dan Kakanda Andi, yang selalu mendoakan dan

memberikan dukungan serta semangat kepada penulis.

7. Terima kasih kepada rekan-rekan satu bimbingan, Ayu dan Yiaw, atas

dukungan, saran dan kebersamaannya selama ini.

Page 8: siska febrina

8. Terima kasih kepada teman-teman khususnya Caca, Dewi, Efit, Icut, Ina,

Prisca, Wulan, dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu

yang telah memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis.

Untuk seluruh bantuan moril dan materil yang diberikan kepada penulis

selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan membalas dengan

balasan yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

tulisan ini. Semoga karya tulis ini memberi manfaat kepada kita semua.

Medan, Desember 2011

Penulis,

(Siska Febrina)

Page 9: siska febrina

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................... i

ABSTRAK.......................................................................................................... ii

ABSTRACT........................................................................................................ iii

KATA PENGANTAR........................................................................................ iv

DAFTAR ISI....................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL.............................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR/SKEMA.......................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... x

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN.................................................................. xi

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................... 2

1.4. Manfaat Penelitian.................................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4

2.1. Indeks Massa Tubuh (IMT)...................................................................... 4

2.2. Lingkar Leher........................................................................................... 5

2.3. Fisiologi Tidur.......................................................................................... 6

2.4. Sistem Respirasi Saat Tidur.................................................................... 9

2.5. Mendengkur............................................................................................ 10

2.5.1. Faktor Anatomi.............................................................................. 11

2.5.2. Patogenesis Mendengkur............................................................... 13

2.6. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Mendengkur........................... 14

2.7. Hubungan Lingkar Leher dengan Mendengkur...................................... 14

2.8. Kuesioner Berlin..................................................................................... 15

Page 10: siska febrina

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL........... 17

3.1. Kerangka Konsep Penelitian................................................................ 17

3.2. Variabel dan Defenisi Operasional....................................................... 17

3.2.1. Indeks Massa Tubuh.................................................................... 17

3.2.2. Lingkar leher................................................................................ 18

3.2.3. Mendengkur................................................................................. 19

3.3. Hipotesis............................................................................................... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN..................................................................... 20

4.1. Jenis Penelitian..................................................................................... 20

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... 20

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian............................................................ 20

4.4. Teknik Pengumpulan Data.................................................................... 21

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas....................................................... 21

4.5. Pengelolaan dan Analisis Data.............................................................. 21

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................... 23

5.1 Hasil Penelitian........................................................................................ 23

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian......................................................... 23

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden.............................................. 23

5.1.3 Gambaran Status Gizi dan Lingkar Leher Responden................. 25

5.1.4 Deskripsi Evaluasi Tidur Responden........................................... 26

5.1.5 Hasil Analisa Statistik.................................................................. 28

5.2 Pembahasan.............................................................................................. 31

5.2.1 Mendengkur................................................................................. 31

5.2.2 Hubungan Indeks Massa Tubuh dangan Mendengkur................. 32

5.2.3 Hubungan Lingkar Leher dengan Mendengkur........................... 32

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 34

6.1 Kesimpulan.............................................................................................. 34

6.2 Saran........................................................................................................ 34

Page 11: siska febrina

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 36

LAMPIRAN

Page 12: siska febrina

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Kategori IMT berdasarkan Kriteria WHO 2000 5

2.1 Kuesioner Berlin 16

3.1 Metode Pengukuran Variabel Independen 19

3.2 Metode Pengukuran Variabel Dependen 19

5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin

24

5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia 24

5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status

Pernikahan

24

5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi 25

5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lingkar

Leher (Laki-laki)

25

5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lingkar

Leher (Perempuan)

26

5.7 Distribusi Frekuensi Evaluasi Tidur Responden 27

5.8 Distribusi Frekuensi Responden yang Mendengkur

Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

28

5.9 Hasil Uji Tabulasi Silang antara IMT terhadap Kejadian

Mendengkur

29

5.10 Hasil Uji Tabulasi Silang antara Lingkar Leher pada Laki-

laki dengan Kejadian Mendengkur

29

5.11 Hasil Uji Tabulasi Silang antara Lingkar Leher pada

Perempuan dengan Kejadian Mendengkur

30

Page 13: siska febrina

DAFTAR GAMBAR/ BAGAN

Nomor Judul Halaman

2.1 Stadium Tidur Manusia 8

2.2 Saluran Napas Normal 12

2.3 Saluran Napas Abnormal Selama Tidur 12

2.4 Faktor-Faktor yang Memepengaruhi Resistensi Jalan

Napas

13

3.1 Kerangka Konsep 17

Page 14: siska febrina

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan

Lampiran 3 Lembar persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Uji validitas dan Reliabilitas

Lampiran 6 Tabel Frekuensi

Lampiran 7 Uji Tabulasi Silang dan uji Chi Square

Lampiran 8 Master Data

Lampiran 9 Surat Penelitian

Page 15: siska febrina

DAFTAR ISTILAH/ SINGKATAN

AHI Apnea-Hyponea Index

EEG Electroencephalogram

EMG Electromyogram

EOG Electrooculogram

IMT Indeks Massa Tubuh

NREM Non Rapid Eye Movement

OSA Obstructive Sleep Apnea

PCO2 Tekanan parsial CO2

PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronik

REM Rapid Eye Movement

SDB Sleep Disordered Breathing

Page 16: siska febrina

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Mendengkur (snoring) merupakan suara gaduh dari pernafasan yang

terjadi selama proses tidur, akibat getaran yang dihasilkan oleh dinding orofaring.

Walaupun terkesan sederhana, mendengkur dapat menjadi masalah sosial maupun

masalah kesehatan. Dimana mendengkur merupakan salah satu gejala klinis yang

khas dari gangguan pernafasaan saat tidur (Lapinsky et al., 1997; McNicholas,

2008).

Kelebihan berat badan merupakan salah satu prediktor gangguan

pernafasan saat tidur atau lebih dikenal dengan Sleep Disordered Breathing

(SDB). Pengatamatan klinis dan studi populasi di seluruh populasi Amerika

Serikat, Eropa, Asia, dan Australia secara konsisten menunjukkan peningkatan

prevalensi SDB berhubungan dengan peningkatan Indeks Massa Tubuh (IMT)

dan lingkar leher. Studi klinis mengenai berat badan dan studi populasi

longitudinal memberikan dukungan yang kuat untuk sebuah hubungan sebab

akibat. Kelebihan berat badan dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada

SDB menimbulkan banyak pertanyaan relevan di praktek klinis dan kesehatan

masyarakat (Young et al., 2005).

Lingkar leher dapat menjadi metode pengukuran yang mudah dan murah

untuk skreening individu dengan obesitas. Lingkar leher ≥37 cm untuk laki-laki

dan ≥34 cm untuk wanita merupakan cutt of point yang paling tepat untuk

mengidentifikasi individu dengan IMT ≥25 kg/m2 (Liubov et al., 2001).

Mendengkur merupakan fenomena yang biasa, dengan prevalensi yang

dilaporkan bervariasi dari 15-60% dari populasi orang dewasa (Lapinsky et al.,

1997). Pada tahun 2003 di Amerika Serikat, berdasarkan usia, jenis kelamin, dan

distribusi IMT, diperkirakan sekitar 17% orang dewasa usia 30-69 tahun

mengalami SDB yang ringan (apnea or hypopnea index ≥5). Sekitar 41%

diantaranya memiliki Indeks Massa Tubuh ≥25 kg/m2. Dan sekitar 5,7% orang

Page 17: siska febrina

dewasa mengalami SDB sedang (apnea or hypopnea index ≥15) dengan 58%

diantaranya memiliki berat badan yang berlebihan (Young et al., 2005).

Mendengkur merupakan salah satu gejala klinis yang dapat membantu

menegakkan diagnosa Obsrtuctive Sleep Apnea (OSA). Dimana, masyarakat yang

memiliki riwayat mendengkur mempunyai risiko komplikasi OSA lebih tinggi

(Lapinsky et al., 1997). Sebuah penelitian di Jakarta terhadap pengemudi taksi

didapati 25% dari 280 responden berisiko OSA. Dimana prevalensi risiko OSA

pada pengemudi taksi tersebut memiliki kaitan erat dengan adanya riwayat

mendengkur dalam keluarga, IMT ≥ 25, lingkar leher ≥ 40 cm, usia ≥ 36 tahun

dan memiliki jadwal kerja yang padat (Wiadnyana et al., 2010).

Berdasarkan keterangan di atas, terlihat adanya perbedaan yang cukup erat

antara mendengkur dengan kejadian OSA. Oleh sebab itu, peneliti merasa perlu

melakukan penelitian mengenai perbedaan antara IMT atau lingkar leher dengan

kejadian mendengkur, karena tidak sedikit dari tenaga kesehatan termasuk dokter

yang menyadari kondisi pasien yang memiliki risiko OSA ini dan pada akhirnya

banyak pasien yang menderita gangguan ini tidak terdiagnosis dan tidak diterapi.

Sehingga selain masalah kesehatan, juga timbul masalah-masalah sosial dan

menurunnya kualitas hidup penderita.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengetahui apakah

ada perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau lingkar leher dengan kejadian

mendengkur?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau

lingkar leher dengan kejadian mendengkur.

Page 18: siska febrina

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui risiko mendengkur berdasarkan usia.

2. Untuk mengetahui risiko mendengkur berdasarkan jenis kelamin.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Bagi petugas kesehatan

Memberikan informasi kepada petugas kesehatan terhadap faktor

risiko (Indeks Massa Tubuh dan lingkar leher) dan gejala dini

(mendengkur) dari gangguan pernafasan saat tidur.

2. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan

terhadap gangguan pernafasan saat tidur beserta faktor risikonya.

3. Bagi penelitian

Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian

selanjutnya.

Page 19: siska febrina

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 INDEKS MASSA TUBUH (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat atau cara yang sederhana

untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan

kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan

risiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan berlebih akan

meningkatkan risiko terhadap penyakit degenerative. Oleh sebab itu,

mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai

usia harapan hidup yang lebih panjang (Depkes RI, 2000).

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah cara termudah untuk memperkirakan

obesitas serta berkolerasi tinggi dengan massa lemak tubuh, selain itu juga penting

untuk mengidentifikasi pasien obesitas yang mempunyai risiko mendapat

komplikasi medis. IMT mempunyai keunggulan utama yakni menggambarkan

lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan bias digunakan dalam penelitian

berskala besar (Rippe et al., 2001).

Pengukuran indeks massa tubuh hanya membutuhkan dua hal yaitu berat

badan dan tinggi badan dengan perhitungan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi

badan kuadrat (m2), yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang

dengan sedikit latihan. Keterbatasannya adalah membutuhkan penilaian lain bila

dipergunakan secara individual (Egger et al., 1996)

Salah satu keterbatasan IMT adalah tidak bisa membedakan berat yang

berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. IMT juga tidak bisa

mengidentifikasi distribusi lemak tubuh. Sehingga beberapa penelitian

menyatakan bahwa standar cut off point untuk mendefinisikan obesitas

berdasarkan IMT mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk

konsekuensi kesehatan pada semua rasa tau kelompok etnis (NIH, 2004).

Kriteria status gizi pada orang dewasa di kawasan Asia menurut World

Health Organization (WHO) pada tahun 2000 dibagi dalam beberapa kelompok

IMT. IMT di bawah 18,5 dikategorikan underweight, sedangkan IMT lebih dari

Page 20: siska febrina

23 sebagai berat badan berlebih overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai

obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sampai 22,9.

Obesitas dikategorikan pada dua tingkat: tingkat I (25-29,9) dan tingkat II (≥30).

Tabel 2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) Berdasarkan Kriteria WHO 2000

Kategori IMT Asia (kg/m2)

Underweight <18,5

Normoweight 18,5 – 22,9

Overweight ≥ 23

Pre-obese 23,0 – 24,9

Obese I 25,0 – 29,9

Obese II ≥ 30,0

Sumber: Bickley, 2007

2.2 LINGKAR LEHER

Lingkar leher dapat menjadi metode pengukuran yang mudah dan murah

untuk skreening individu dengan obesitas (Liubov et al., 2001). Lingkar leher

sebagai indeks untuk obesitas tubuh bagian atas merupakan salah satu prediktor

terjadinya penyakit kardiovaskuler (Sjostrom et al., 2001). The North Association

for The Study of Obesity menyatakan bahwa dari uji statistic, koefisien korelasi

pearson menunjukkan hubungan erat antara lingkar leher dengan IMT (laki-laki,

r=0,83; perempuan r=0,71; masing-masing, p<0,0001 dan lingkar pinggang (laki-

laki, r=0,86; perempuan, r=0,56; masing-masing p<0,0001).

Lingkar leher ≥37 cm untuk laki-laki dan ≥34 cm untuk wanita

merupakan cutt of point yang paling tepat untuk mengidentifikasi individu dengan

IMT ≥25 kg/m2, lingkar leher ≥39,5 cm untuk laki-laki dan ≥36,5 cm untuk

wanita adalah cut of point paling tepat untuk mengidentifikasi individu dengan

obesitas (IMT ≥30 kg/m2). Berdasarkan validasi yang dilakukan pada kelompok

yang berbeda, sebagai salah satu metode skreening obesitas lingkar leher memiliki

Page 21: siska febrina

sensitivitas 98%, spesifitas 89%, akurasi 94% untuk laki-laki dan 99% untuk

perempuan (Liubov et al., 2001).

2.3 FISIOLOGI TIDUR

Tidur adalah suatu periode istirahat bagi tubuh berdasarkan atas kemauan

serta kesadaran dan secara utuh atau sebagian fungsi tubuh yang akan dihambat

atau dikurangi. Perbedaan tidur dengan keadaan tidak sadar lainnya adalah pada

keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang respon terhadap rangsangan

eksternal. Otak berangsur-angsur menjadi kurang responsif terhadap rangsangan

visual, auditori dan rangsangan lingkungan lainnya (Arifin et al., 2010).

Sampai saat ini sistem klasifikasi untuk tingkatan tidur yang diterima

adalah usulan dari Rechtschaffen dan Kales yaitu dengan pemeriksaan

electroencephalogram (EEG), electrooculogram (EOG), dan electromyogram

(EMG). Terdapat dua jenis tidur, yang ditandai oleh pola EEG yang berlainan dan

perilaku yang berbeda: tidur gelombang lambat dengan gerakan mata tidak cepat

(NREM; Non Rapid Eye Movement), dikenal juga sebagai tidur “S”, sinkron atau

ortodoks dan tidur paradoksikal dengan gerakan mata cepat (REM; Rapid Eye

Movement), dikenal juga sebagai tidur “D” atau desinkronisasi (Atmadja, 2002;

Sherwood, 2001).

Pada orang normal tidur NREM merupakan keadaan yang relatif terjaga.

Kecepatan denyut jantung biasanya lebih lambat 5-10 denyut setiap menit dari

tingkat terjaga penuh dan teratur, begitu juga dengan respirasi. Tekanan darah

juga cendrung rendah, dengan sedikit variasi dari menit ke menit. Fase REM

ditandai oleh atonia otot dan gerakan cepat dari mata, peningkatan denyut jantung,

peningkatan laju pernafasan, dan peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi

secara luas (Kaplan et al., 2010).

Fase tidur pada manusia (Czeisler et al., 1995):

1. Fase NREM, dibagi menjadi empat stadium:

a. Stadium 1

Page 22: siska febrina

Merupakan transisi dari bangun dan ditandai oleh hilangnya pola alfa

reguler dan munculnya amplitudo rendah, pola frekuensi campuran,

terutama rentan teta (2-7 Hz) dan gerakan mata berputar lambat.

b. Stadium 2

Ditetapkan melalui kejadian kompleks K dan kumparan tidur yang

tumpang tindih pada aktivitas latar belakang yang serupa dengan stadium

1. Kompleks K adalah “discharge” negative (upward), amplitude tinggi,

lambat dan diikuti segera dengan defleksi positif (downward). Rangakain

tidur merupakan “discharge” frekuensi tinggi (12-14 Hz) yang

berlangsung 0,5-2 detik dengan amplitudo menyusut-bertambah. Aktivitas

gerakan mata cepat tidak ada, dan EMG serupa dengan stadium 1.

c. Stadium 3

Merupakan delta tidur sekitar 20% tetapi kurang dari 50% aktivitas delta

amplitudo tinggi (375µV) delta (0,5-2 Hz). Kumparan tidur tetap ada,

aktivitas gerakan mata tidak ada, dan aktivitas EMG menetap pada kadar

rendah.

d. Stadium 4

Pola stadium 3 EEG lambat, voltase tinggi terganggu sekitar 50%

rekaman. NREM stadium 3 dan 4 disebut sebagai (secara kolektif) tidur

“dalam”, “delta”, atau “gelombang lambat”.

2. Fase REM

Tidur REM ditandai oleh EEG frekuensi campuran, amplitudo rendah yang

serupa dengan NREM stadium 1. Ledakan aktivitas 3-5 Hz dengan defleksi

negatif tajam sering bertumpang tindih pada pola ini. EOG memperlihatkan

ledakan REM serupa dengan yang terlihat selama bangun mata terbuka.

Aktivitas EMG tidak ada, yang merefleksikan atonia otot diperantarai batang

otak lengkap yang karakteristik untuk keadaan ini.

Page 23: siska febrina

Gambar 2.1: Stadium tidur manusia (Czeisler et al., 1995).

Tidur nokturnal normal pada dewasa muda umunya konstan. Setelah

awitan tidur biasanya diawali dengan fase NREM stadium 1-4 dalam 45-60 menit.

Tidur gelombang lambat menonjol pada sepertiga malam pertama dan terdiri dari

15-26% waktu tidur nokturnal total pada orang dewasa muda. Setelah episode

tidur gelombang lambat pertama, perkembangan stadium NREM berbalik; tidur

REM pertama terjadi setelah 80 menit onset tidur dan latensi REM memendek

seiring bertambahnya usia (Czeisler et al., 1995).

Seseorang secara klinis mengalami kedua jenis tidur berganti-ganti

sepanjang malam. Dengan memanjangnya periode tidur, bagian setiap siklus

terdiri dari penurunan tidur gelombang lambat dan tidur REM yang meningkat.

Page 24: siska febrina

Keseluruhan, tidur REM adalah 20-25% tidur total, stadium NREM (1 dan 2)

adalah 50-60% pada dewasa muda. Bayi mengahabiskan waktunya jauh lebih

banyak pada tidur REM. Sebaliknya, pada orang usia lanjut tidur REM dan

gelombang lambat stadium 4 berkurang (Sherwood, 2001).

2.4 SISTEM RESPIRASI SAAT TIDUR

Saat ini diketahui bahwa pada keadaan tidur tubuh tidak seluruhnya

beristirahat tetapi terdapat aktivitas pada fase-fase tidur. Sistem respirasi,

esophagus, kardiovaskular dan fisiologi otak menunjukkan perubahan selama

tidur. Pada orang normal sistem respirasi akan menurun selama tidur yaitu terjadi

hipoventilasi alveolar. Frekuensi pernafasan dan ventilasi semenit akan menurun

selama tidur NREM dan pada umumnya bertamabah cepat, dangkal, dan tak

menentu pada tidur REM (Arifin et al., 2010).

Otot faring bertanggung jawab untuk menjaga patensi jalan nafas saat

bernafas. Saraf yang mengontrol otot-otot ini berasal dari daerah yang sama dari

batang otak yang juga bertanggung jawab untuk mengendalikan otot-otot

diafragma dan interkostal. Oleh sebab itu, otot-otot saluran pernafasan bagian atas

bekerja seirama dengan pernafasan. Selama terjaga, otot ini memiliki tingkatan

aktivitas tonus yang tinggi (Lapinsky et al., 1997).

Penurunan fungsi respirasi selama tidur disebabkan karena kolapsnya

sebagian saluran nafas atas yang disertai penurunan tonus otot interkostal dan

genioglosus. Penurunan refleks batuk dan bersihan mukosilier selama kedua fase

tidur akan menyebabkan retensi sputum. Keadaan ini kurang berpengaruh

terhadap orang normal tetapi merupakan merupakan keadaan yang darurat

mengancam jiwa pada penderita asma, PPOK, sleep apnea atau keadaan kelainan

respirasi lain. Kontrol pernafasan selama tidur REM bukan melalui refleks vagal

seperti pada fase terjaga dan pada tidur NREM. Fase REM dianggap berasal dari

penghambatan homeostatic feedback regulation hypothalamus (Arifin et al.,

2010).

Kecepatan pernafasan dan ventilasi per menit menurun selama tidur

NREM dan menjadi bervariasi selama tidur REM. Respon ventilasi terhadap

Page 25: siska febrina

karbondioksida melemah selama tidur NREM, yang menyebabkan PCO2 lebih

tinggi. Selama tidur REM, respon ventilasi terhadap hiperkapnea dan hipoksia

memperlihatkan variabilitas yang nyata. Otot pernafasan yang bertanggung jawab

untuk kelatenan jalan udara atas menjadi hipotonik sepanjang tidur dan selama

tidur REM, hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan resistensi jalan nafas.

Selain itu, refleks batuk berubah atau tidak ada selama tidur. Perubahan fungsi

respiratori ini mungkin relevan terhadap patogenesis OSA (Czeisler et al., 1995).

Saat mulai tidur gambaran EEG terlihat perlambatan gelombang serta

penurunan ventilasi semenit. Pada pasien dengan obstructive Sleep Apnea (OSA)

penurunan atau penghentian aliran udara disebabkan oleh kolaps jalan nafas atas

yang progresif dan menyebabkan penurunan saturasi oksihemoglobin serta terjadi

stimulasi kemoreseptor perifer carotid bodies. Stimulasi kemorefleks terjadi

melalui sistem saraf pusat sehingga meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis

yang ditandai dengan lonjakan microneurographic. Saat terbangun dari tidur,

ventilasi dan saturasi oksihemoglobin akan kembali normal serta terjadi hambatan

terhadap aktivitas sistem saraf simpatis oleh aferen yang berasal dari

mekanoreseptor toraks yang bersinaps pada batang otak (Arifin et al., 2010).

2.5 MENDENGKUR

Mendengkur (snoring) merupakan suara gaduh dari pernafasan yang

terjadi selama proses tidur, akibat getaran yang dihasilkan oleh dinding orofaring.

Hal ini merupakan salah satu gejala dari suatu kelainan pada saluran pernafasan

bagian atas yang memiliki tingkatan keparahan. Bentuk yang paling ringan

biasanya terjadi sesekali dan sering disebabkan karena posisi tidur terlentang,

sedangkan mendengkur yang lebih berat biasanya terjadi setiap malam dan bisa

saja berkaitan dengan obstructive apnea (Lapinsky et al., 1997). Ketika tidur,

pernafasan akan melambat, otot-otot pernafasan akan rileks, dan saluran nafas

akan menyempit, tetapi proses inspirasi dan ekspirasi terus berlangsung yang

menyebabkan bergetarnya dinding orofaring dan menimbulkan bunyi (Eipstein et

al., 2007).

Page 26: siska febrina

Salah satu survei epidemiologi di Republik San Marino (Italia Utara)

terhadap hapir 6000 orang, dilaporkan bahwa 40% pria dan 28% wanita

mendengkur dengan prevalensi meningkat hingga dekade ketujuh. Dalam

penelitian ini, lebih dari 60% pria dan 40% dari wanita yang berusia di atas 60

tahun dilaporkan mendengkur. Penelitian lain menunjukkan bahwa terjadi sedikit

penurunan prevalensi dengan meningkatnya usia lebih dari 60 tahun. Studi pada

wanita setengah baya menunjukkan prevalensi mendengkur sebesar 23% pada

kelompok usia muda (40-44 tahun) dan meningkat menjadi 40% pada usia 50-59

tahun (Lapinsky et al., 1997).

2.5.1 Faktor anatomi

Segala sesuatu yang menyebabkan penyempitan saluran nafas akan

menimbulkan snoring. Beberapa pasien obstruksi jalan napas dikarenakan rahang

kecil sehingga menghasilkan ruangan yang tidak cukup untuk lidah. Kelainan

anatomi ini mengurangi luas penampang saluran udara bagian atas. Penurunan

tonus otot saluran napas selama tidur dan penarikan oleh gaya gravitasi pada

posisi terlentang akan mempersempit saluran nasaf, sehingga menghambat aliran

udara selama respirasi (Victor, 1999).

Suara mendengkur secara langsung berkaitan dengan getaran jaringan di

orofaring. Jaringan tersebut antara lain mukosa dan otot-otot yang mendasari

langit-langit lunak dan uvula, mukosa dan otot-otot yang mendasari pilar anterior

dan posterior tonsil, tonsil itu sendiri dan mukosa hipofaring (Eipstein et al.,

2007).

Setiap faktor anatomis yang mempengaruhi resistensi aliran udara dapat

memiliki efek sekunder pada mendengkur. Secara khusus, ketidakseimbangan

proporsi orofaring dengan lidah yang besar dapat memberikan kontribusi

peningkatan resistensi saluran nafas. Struktur berdekatan yang menyebabkan

perubahan aliran udara seperti: deviasi septum hidung, polip hidung, massa

nasofaring dan lainnya (Lapinsky et al., 1997).

Obstruksi jalan nafas dapat terjadi dalam berbagai bidang orofaring,

nasofaring dan hipofaring. Walaupun kontribusi polip hidung dan deviasi septum

Page 27: siska febrina

untuk apnea tidur obstruktif masih kontroversial, beberapa peneliti percaya bahwa

sumbatan hidung parsial atau total dapat menyebabkan hipopnea dan apnea

(Victor, 1999).

Penyempitan saluran pernafasan saat tidur dapat terjadi secara sederhana

(simple snoring) maupun lengkap (complete). Selama penyempitan yang terjadi

tidak mengancam nyawa, simple snoring tidak membutuhkan penanganan yang

khusus, hanya saja suara dengkuran yang terjadi dapat mengganggu orang lain

yang tidur di sebelahnya. Penyempitan komplit yang dikenal dengan Obstructive

Sleep Apnea (OSA) dapat menimbulkan efek yang cukup serius bagi kesehatan

dan kualitas hidup seseorang (Eipstein et al., 2007).

Gambar 2.2: saluran napas normal. Panjang dan ukuran total langit-langit lunak dan uvula normal. Lidah normal dalam ukuran dan sudut ke depan. Ukuran dan kontur saluran udara bagian atas di tingkat orofaring, nasofaring dan hipofaring adalah normal (Victor, 1999).

Gambar 2.3 : Abnormal saluran napas selama tidur. Beberapa tempat obstruksi sering terjadi pada pasien dengan apnea tidur obstruktif. langit-langit lunak memanjang dan membesar di saluran udara posterior pada tingkat nasofaring dan faring oral. Selain itu, rahang mendorong lidah yang mengusik ruang hypopharyngeal (Victor, 1999).

Page 28: siska febrina

2.5.2 Patogenesis Mendengkur

Patensi saluran nafas bagian atas ditentukan oleh keseimbangan antara

tekanan di sekitar jalan nafas. Tekanan negatif dari intraluminal akan membuat

saluran nafas menjadi kolaps. Hal ini akan mengakibatkan faring menjadi sempit

dan menghalangi aliran udara masuk akibat tekanan negatif tadi, sedangkan

kekakuan dari mukosa dapat memudahkan jalan nafas untuk terbuka kembali.

Sejumlah faktor anatomi dan fisiologi mungkin bertanggung jawab atas kolapsnya

saluran nafas, akan tetapi secara keseluruhan kelainan yang mendasarinya adalah

peningkatan resistensi saluran nafas bagian atas (Lapinsky et al., 1997).

Dengan meningkatnya resistensi saluran nafas, upaya inspirasi juga harus

meningkat guna menjaga aliran udara. Tekanan negatif yang dihasilkan rongga

toraks mengakibatkan kolapsnya dinding laringotrakheobronkial, memanjang dan

menyempit pada orofaring. Dengan meningkatnya aliran udara akan mengurangi

tekanan intrafaringeal. Tekanan negatif ini terjadi bersamaan dengan hipotonia

otot faring karena tidur, sehingga getaran jaringan lunak di faring dianggap

sebagai mendengkur (Czeisler et al., 1995).

Gambar 2.4: Faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi jalan napas

(Lapinsky et al., 1997).

Page 29: siska febrina

Berbagai faktor dapat menyebabkan peningkatan resistensi jalan nafas

pada setiap pasien. Struktur kelainan, termasuk kelainan faring dimana obstruksi

jalan nafas bertanggung jawab atas mendengkur dan OSA. Gangguan fungsi otot

saluran pernafasan bagian atas terjadi berhubungan dengan kondisi tidur. Faktor-

faktor lain seperti obesitas, efek hormonal, dan obat-obatan, secara signifikan

dapat mempengaruhi fungsi saluran nafas bagian atas (Lapinsky et al., 1997).

2.6 HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN MENDENGKUR

Kelebihan berat badan merupakan prediktor utama untuk gangguan

pernafasan tidur atau sleep disorder breathing (SDB). Pengamatan klinis dan

studi populasi di seluruh Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Australia secara

konsisten menunjukkan peningkatan dinilai dalam prevalensi SDB sebagai indeks

massa tubuh, lingkar leher, atau tindakan lain meningkat habitus tubuh. Studi

klinis berat badan dan populasi studi longitudinal memberikan dukungan yang

kuat untuk sebuah hubungan sebab akibat. Peran kelebihan berat badan, faktor

risiko yang dapat dimodifikasi, dengan SDB menimbulkan banyak pertanyaan

yang relevan dengan praktek klinis dan kesehatan masyarakat (Young et al.,

2005).

Sebuah penelitian di Jakarta terhadap pengemudi taksi didapati 25% dari

280 responden berisiko OSA. Dimana prevalensi risiko OSA pada pengemudi

taksi tersebut memiliki kaitan erat dengan IMT ≥25, memiliki riwayat

mendengkur dalam keluarga, lingkar leher ≥40 cm, usia ≥ 36 tahun dan memiliki

jadwal kerja yang padat (Wiadnyana et al., 2010).

2.7 HUBUNGAN LINGKAR LEHER DENGAN MENDENGKUR

Aspek yang paling penting dalam klasifikasi mendengkur adalah ada atau

tidak adanya OSA yang merupakan bagian dari gangguan pernafasan tidur (SBD).

Sementara definisi praktis dan klasifikasi mendengkur saat ini tidak ada. Sekali

kriteria diagnostik yang lebih objektif telah ditetapkan, penelitian lebih lanjut

akan diperlukan untuk membedakan mendengkur patologis dan non patologis

(Lapinsky et al., 1997).

Page 30: siska febrina

OSA disebabkan oleh obstruksi jalan nafas atas saat tidur yang berulang

sebagai akibat penyempitan saluran pernapasan. Pasien dengan gangguan yang

paling sering adalah yang memiliki kelebihan berat badan, dengan infiltrasi

peripharyngeal terkait lemak dan/ atau ukuran yang meningkat dari langit-langit

lunak dan lidah. Awalnya, dapat terjadi obstruksi parsial dan menyebabkan

dengkuran (snoring). Jaringan yang kolaps lebih lanjut atau pasien berguling dan

tidur dengan posisi terlentang mengakibatkan jalan napas menjadi benar-benar

terhalang. Apakah obstruksi tidak lengkap (Hypopnea) atau total (apnea), pasien

berjuang untuk bernapas dan terbangun dari tidur. Episode obstruktif sering

dikaitkan dengan penurunan saturasi oksihemoglobin (Victor, 1999).

Peristiwa ini sering diakhiri arousal dari tidur lebih dalam, dan fragmentasi

tidur yang dihasilkan dapat menyebabkan kantuk di siang hari yang berlebihan,

kurangnya perhatian, konsentrasi dan daya ingat terganggu. Banyak penderita

OSA tidak merasa memiliki masalah dengan tidurnya dan datang ke dokter hanya

karena teman tidur mengeluhkan suara mendengkur yang keras diselingi keadaan

senyap yang bervariasi. Penyelidikan diagnostik standar emas untuk gangguan

pernafasan saat tidur adalah polysomnography malam hari untuk mendeteksi

kejadian apnea dan hipopnea dan menentukan apakah mereka obstruktif atau

untuk mengontrol pernapasan abnormal. Ukuran yang umum digunakan untuk

SDB adalah indeks apnea-hipopnea (AHI, jumlah kejadian apnea dan hipopnea

per jam tidur) (Young et al., 2005; McNicholas, 2008).

2.8 KUESIONER BERLIN

Gejala klinis yang sering muncul pada penderita OSA adalah mendengkur,

kantuk yang berlebihan pada siang hari, rasa tercekik pada saar tidur, apnea,

nokturia, sakit kepala pada pagi hari, penurunan libido sampai impotensi dan

enuresis, mudah tersinggung, depresi, kelelahan yang luar biasa dan insomnia.

Kebanyakan penderita mengeluhkan kantuk yang sangat mengganggu pada siang

hari sehingga menimbulkan masalah pada pergaulan, pekerjaan dan meningkatkan

risiko terjadinya kecelakaan lalu lintas (Seragih, 2007).

Page 31: siska febrina

OSA tidak mudah untuk diidentifikasi karena dibutuhkan teknik dan alat-

alat diagnostik yang tidak sederhana. Salah satu cara sederhana yang digunakan

untuk mendapatkan informasi mengenai riwayat tidur dan mengenali

gangguannya adalah melalui wawancara yang membutuhkan waktu dan pelatihan.

Kuesioner Berlin, dikembangkan pada tahun 1996, berisi serangkaian pertanyaan

mengenai factor risiko untuk OSA. Termasuk di dalamnya mengenai perilaku

mendengkur, riwayat kelelahan, dan obesitas atau hipertensi (Netzer et al., 1999).

Tabel 2.2 Kuesioner BerlinQuestion Response

Has your weight changed? IncreaseDecreasedNo change

Do you snore? YesNoDo not know

Snoring loudness Loud as breathingLoud as talkingLouder than talkingVery loud

Snoring frequency Almost every day3 to 4 times per week1 to 2 times per week1 to 2 times per monthNever or almost never

Does your snoring bother other people? YesNo

How often have your breathing pauses been noticed? Almost every day3 to 4 times per week1 to 2 times per week1 to 2 times per monthNever or almost never

Are you tired after sleeping? Almost every day3 to 4 times per week1 to 2 times per week1 to 2 times per monthNever or almost never

Are you tired during waketime? Almost every day3 to 4 times per week1 to 2 times per week1 to 2 times per monthNever or almost never

Have you ever fallen asleep while driving? YesNo

Do you have high blood pressure? YesNoDo not know

Sumber: Netzer et a.l, 1999

BAB 3

Page 32: siska febrina

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1 KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

3.2 VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL

Pengukuran terhadap variabel babas (Independen) meliputi: Indeks

Massa Tubuh (IMT), lingkar leher dan variabel terikat (dependen):

mendengkur, dilakukan dengan metode sebagai berikut:

3.2.1 Indeks Massa Tubuh

Definisi Operasional: Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah suatu cara

atau metode sederhana yang paling sering digunakan untuk memantau

status gizi orang dewasa, khususnya yang berhubungan dengan

kekurangan maupun kelebihan berat badan (Bickley, 2007).

Cara ukur: Indeks Massa Tubuh (IMT) diukur dengan cara Berat

Badan (BB) (Kg) dibagi dengan Tinggi Badan (TB) kuadrat (m2).

Berikut rumus untuk IMT:

Indeks Massa Tubuh

(IMT)

Lingkar Leher

Mendengkur

Variabel Independen Variabel dependen

Page 33: siska febrina

BB (Kg)IMT =

TB x TB (m2)

Alat ukur: alat untuk mengukur berat badan digunakan timbangan

injak, dan untuk tinggi badan digunakan microtoise.

Kategori:

o Obesitas : IMT ≥ 25

o Tidak Obesitas : IMT < 25

Skala pengukuran: skala ordinal.

3.2.2 Lingkar Leher

Definisi operasional: lingkar leher merupakan ukuran keliling leher

yang dapat menjadi metode pengukuran yang mudah dan murah untuk

screening individu dengan obesitas (Liubov et al., 2001).

Cara ukur: lingkar leher diukur pada posisi berdiri tegak, tenang, dan

kepala menghadap lurus ke depan. Pada pria dengan prominentia

laryngeal (adam’s apple), lingkar leher diukur tepat di bawah adam’s

apple. Sedangkan pada wanita, lingkar leher diukur pada bagian tengah

leher, yaitu di antara spina midcervicalis dan midanterior leher,

pastikan pita pengukur tidak menekan leher terlalu ketat.

Alat ukur: pita ukur dengan lingkar leher dinyatakan dalam cm.

Kategori:

o Pria

Lingkar leher besar ≥ 37 cm

Lingkar leher sedang < 37 cm

o Wanita

Lingkar leher besar ≥ 34 cm

Lingkar leher sedang <34 cm

Skala pengukuran: skala ordinal.

3.2.3 Mendengkur

Page 34: siska febrina

Definsi operasional: mendengkur adalah suara gaduh dari pernafasan

yang terjadi selama proses tidur akibat getaran yang dihasilkan oleh

dinding orofaring.

Cara ukur: wawancara.

Alat ukur: menggunakan kuesioner.

Kategori:

o Mendengkur

o Tidak mendengkur

Skala penguukuran: skala nominal.

Variabel Kategori Range Skala Ukur

IMT 1. Obesitas

2. Tidak obesitas

IMT ≥ 25

IMT < 25

Ordinal

Lingkar leher (cm) 1. Besar

2. Kecil

L ≥ 37; P ≥ 34

L < 37; P <34

Ordinal

Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Independen

Variabel Kategori Range Skala Ukur

Kejadian

mendengkur

1. Mendengkur

2. Tidak mendengkur

Nominal

Tabel 3.2 Metode Pengukuran Variabel Dependen

3.3 HIPOTESIS

Terdapat perbedaan antara indeks massa tubuh dengan kejadian

mendengkur.

Terdapat perbedaan antara lingkar leher dengan kejadian mendengkur.

BAB 4

METODE PENELITIAN

Page 35: siska febrina

4.1 JENIS PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan design cross sectional.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT)

atau lingkar leher dengan kejadian mendengkur, yang dilakukan dengan cara

pengumpulan data pada saat itu juga.

4.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

4.2.1 Waktu

Penelitian ini telah dilaksaanakan pada tanggal 20 September sanpai

dengan 1 Oktober 2011.

4.2.2 Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Pendidikan Harapan 3 Medan.

4.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Guru dan Staf Yayasan Pendidikan

Harapan 3 yang berjumlah 85 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian adalah total populasi penelitian.

Kriteria inklusi:

- Guru dan staf yang aktif pada tahun ajaran 2011-2012

- Usia antara 20-60 tahun

- Bersedia mengikuti penelitian

Kriteria Ekslusi:

- Memiliki riwayat gangguan pernafasan yang kronis (Asthma, PPOK

dll).

- Memiliki kelainan anatomi.

- Mengkonsumsi obat tidur dan alkohol.

4.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Page 36: siska febrina

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data

primer dikumpulkan melalui wawancara dan pemeriksaan fisis terkait.

Wawancara dilakukan dengan menggunakan media kuesioner yang telah

dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya, kemudian dijawab langsung oleh

responden setelah mendiskusikannya dengan keluarga yang mengeluhkan.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik setelah pengisian kuesioner, berupa

pemeriksaan antropometri terkait yaitu berat badan, tinggi badan, serta lingkar

leher. Data sekunder adalah data yang didapat dari pihak sekolah Harapan 3

mengenai jumlah guru dan staf tahun ajaran 2011-2012.

4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner yang telah disusun

sebelumnya dengan menggunakan SPSS for windows. Sampel untuk uji validitas

dan reliabilitas sebanyak 15 orang guru SDN 11 Bukittinggi. Uji validitas dan

reliabilitas ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011.

Uji validitas yang dilakukan dengan korelasi Pearson, skor yang didapat

dari setiap pertanyaan dikorelasikan dengan skor total untuk tiap variabel.

Hasilnya diperoleh 9 pertanyaan valid. Dari uji reliabilitas 9 pertanyaan yang

valid semuanya reliabel.

4.5 PENGELOLAAN DAN ANALISA DATA

Analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan, tahap pertama editing

yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun responden serta

memastikan bahwa semua jawaban telah diisi dengan lengkap. Tahap kedua

coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk

mempermudah tabulasi dan analisa. Tahap ketiga entry yaitu memasukkan data ke

dalam program komputer dengan menggunakan program SPSS versi 17. Tahap

keempat adalah melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah di

entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Dilakukan analisis univariat

untuk melihat distribusi frekuensi dari semua variabel yang diamati sehingga

dapat diperoleh gambaran deskriptif dari variabel yang diteliti. Analisis bivariat

Page 37: siska febrina

untuk melihat hubungan dari masing-masing variabel bebas dengan variabel

terikat.

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENELITIAN

Page 38: siska febrina

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal

20 September sampai dengan 1 Oktober 2011 di Yayasan Pendidikan Harapan 3.

Dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 85 orang. Berdasarkan data yang telah

dikumpulkan dan dianalisa, maka dapat disimpulkan hasil penelitian dalam

paparan di bawah ini.

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian Ini dilakukan di Sekolah Swasta Harapan 3 tingkat SD, SMP,

dan SMA yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Harapan. Sekolah ini

berlokasi di Jalan Karya Wisata Ujung No. 31, Kelurahan Sidorukun, Kecamatan

Delitua, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara.

Sekolah ini memiliki tanah seluas 58.421 m2 dengan penggunaan tanah:

untuk bangunan 2.500 m2, halaman/taman 840 m2, lapangan olah raga 8.250 m2,

kebun 12.375 m2, lain-lain 34.456 m2. Tingkat SD, SMP dan SMA berada dalam

satu bangunan gedung yang terdiri dari empat lantai. SD Harapan 3 mulai dibuka

pada tahun 1999, SMP pada tahun 2002, dan tingkat SMA pada tahun 2004.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Subjek penelitian ini adalah para guru dan staf Yayasan Pendidikan

Harapan 3 dengan jumlah total sebanyak 85 orang. Dari total sampel 85, sebanyak

16 responden masuk kriteria ekslusi dengan 7 diantaranya memilliki kelainan

anatomi pada saluran pernafasan atas, 5 responden tidak mengisi data dengan

lengkap dan 4 responden lainnya tidak dapat mengikuti penelitian. Sehingga

hanya 69 responden yang dapat dievaluasi. Berikut adalah tabel-tabel yang

mendiskripsikan karakteristik responden dalam penelitian ini:

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 34 49,3

Perempuan 35 50,7

Page 39: siska febrina

Total 69 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah

perempuan dengan total 35 orang (50,7%), sedangkan responden berjenis kelamin

laki-laki didapati sebanyak 34 orang (49,3%).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

21-30 tahun 20 29

31-40 tahun 30 43,5

41-50 tahun 15 21,7

>50 tahun 4 5,8

Total 69 100

Dari Tabel 5.2, terlihat bahwa usia 31-40 tahun merupakan usia terbanyak

dari total responden (43,5%), usia 21-30 tahun dengan total 20 orang (29%), usia

41-50 sebanyak 15 orang (21,7%), dan usia di atas 50 tahun sebanyak 4 orang

(5,8%).

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pernikahan

Status Pernikahan Frekuensi (n) Persentase (%)

Belum menikah 9 13

Menikah 60 87

Total 69 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa status pernikahan responden

terbanyak adalah menikah dengan total 60 orang (87%), sedangkan responden

yang belum menikah didapati sebanyak 9 orang (13%).

5.1.3 Gambaran Status Gizi dan Lingkar Leher Responden

Page 40: siska febrina

Berdasarkan data hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden

berdasarkan status gizi dan ukuran lingkar leher yang dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi

Kategori IMT Frekuensi (n) Persentase (%)

Underweight < 18.5 5 7,2

Normoweight 18.5-22.9 22 31,9

Pre-obese 23-24.9 16 23,2

Obese I 25-29.9 19 27,5

Obese II ≥30 7 10,1

Total 69 100

Dari Tabel 5.4, terlihat bahwa status gizi responden terbanyak adalah

normoweight dengan total 22 orang (31,9%), status gizi obese I sebanyak 19

orang (27,5%), status gizi pre-obese sebanyak 16 orang (23,2%), status gizi obese

II sebanyak 7 orang (10,1%), dan yang paling sedikit adalah responden dengan

status gizi underweight dengan total 5 orang (7,2%).

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lingkar Leher (Laki-laki)

Ukuran Lingkar Leher Frekuensi (n) Persentase (%)

<37 cm 14 41,2

≥37 cm 20 58,8

Total 34 100

Berdasarkan tabel 5.5, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden

berjenis kelamin laki-laki memiliki ukuran lingkar leher ≥37 cm dengan jumlah

20 orang (58,8%), sedangkan responden laki-laki yang memiliki lingkar leher <37

cm sebanyak 14 orang (41,2%).

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lingkar Leher (Perempuan)

Page 41: siska febrina

Ukuran Lingkar Leher Frekuensi (n) Persentase (%)

<34 cm 13 37,1

≥34 cm 22 62,9

Total 35 100

Dari tabel 5.6, dapat dilihat bahwa ukuran lingkar leher responden

perempuan terbanyak adalah ≥34 cm dengan jumlah 22 orang (62,9%), dan

lingkar leher <34 cm didapati sebanyak 13 orang (37,1%).

5.1.4 Deskripsi Evaluasi Tidur Responden

Survey evaluasi tidur responden digunakan media kuesioner.

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Evaluasi Tidur RespondenVariabel Frekuensi (n = 69) Persentase (%)

Lama waktu tidur (jam)>86-8<6

114414

15,963,820,3

Riwayat mendengkur dalam keluargaYaTidak

4312

62,317,4

Page 42: siska febrina

Tidak tahu 14 20,3Riwayat mendengkur

YaTidak

2940

4258

Kualitas bunyi dengkuranTidak mendengkurSeberisik saat bicaraLebih berisik dari bicara

40245

5834,87,2

Frekuensi mendengkur (kali/minggu)Tidak mendengkurJarang (≤2)Kadang-kadang (3-4)Sering (≥5)

4010163

5814,523,24,4

Riwayat dengkuran yang mengganggu orang lain

Tidak mendengkurTidak menggangguMengganggu

401613

5823,218,8

Lelah saat bangun tidur (kali/minggu)Tidak pernahJarang (≤2)Kadang-kadang (3-4)Sering (≥5)

1628187

23,240,626,110,1

Lelah di siang hari (kali/minggu)Tidak pernahJarang (≤2)Kadang-kadang (3-4)Sering (≥5)

731229

10,144,931,913,1

Tertidur atau mengatuk saat beraktivitas (kali/minggu)

Tidak pernahJarang (≤2)Kadang-kadang (3-4)Sering (≥5)

1728177

24,640,624,610,1

Dari tabel 5.7, sebagian besar responden memiliki lama waktu tidur antara

6-7 jam (63,8%). Mengenai riwayat mendengkur dalam keluarga 62,3%

responden menjawab “Ya”. Sebanyak 29 orang responden (42%) mendengkur

saat tidur, dengan kualitas bunyi dengkuran seberisik saat bicara sebanyak 24

orang (34,8%). Responden yang mendengkur 3-4 kali/minggu sebanyak (23,2%).

Sebesar 18,8% responden menjawab dengkurannya mengganggu orang lain.

Perasaan lelah saat bangun tidur sebagian besar responden menjawab jarang atau

Page 43: siska febrina

kurang dari 2 kali/minggu yaitu sebanyak 40,6%. Perasaan lelah di siang hari

dijawab kurang dari 2 kali/minggu oleh 44,9% responden. Perasaan mengantuk

atau tertidur saat beraktivitas dijawab oleh sebagian besar responden (40,6%)

dengan frekuensi jarang atau kurang dari 2 kali/minggu.

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden yang Mendengkur Berdasarkan Jenis Kelamin

dan Usia

Variable Frekuensi (n=29) Persentase (%)Jenis kelamin

Laki-lakiPerempuan

1712

58,641,4

Usia21-3031-4041-50>50

81551

27,651,717,23,4

Berdasarkan tabel 5.8, sebanyak 58,6% dari responden yang mendengkur

berjenis kelamin laki-laki. Dan rentang usia responden yang mendengkur paling

banyak antara 31-40 yaitu sebesar 51,7%.

5.1.5 Hasil Analisa Statistik

Untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dan lingkar leher dengan

kejadian mendengkur digunakan uji chi-square. Berdasarkan hasil uji tersebut

dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 5.9 Hasil Uji Tabulasi Silang antara Indeks Massa Tubuh terhadap Kejadian

Mendengkur

Page 44: siska febrina

Mendengkur

TotalYa Tidak

IMT Obese 17 9 26

58,6% 22,5% 37,7%

Non Obese

12 31 43

41,4% 77,5% 62,3%

Total 29 40 69

100% 100% 100%

Dari tabel 5.16 dapat diketahui bahwa responden yang obesitas dengan

IMT ≥25 mengalami kejadian mendengkur sebanyak 17 orang (58,6%).

Sedangkan responden yang bukan obesitas dengan IMT <25 tidak mengalami

kejadian mendengkur sebanyak 31 orang (77,5%).

Berdasarkan tabulasi silang di atas, analisa dengan uji statistik Chi-square

didapati nilai p=0,002 (p<0,05) artinya terdapat perbedaan antara indeks massa

tubuh dengan kejadian mendengkur.

Tabel 5.10 Hasil Uji Tabulasi Silang antara Lingkar Leher pada Laki-laki dengan

Kejadian Mendengkur

Mendengkur

TotalYa Tidak

LL < 37 3 11 14

17,6% 64,7% 41,2%

≥ 37 14 6 20

82,4% 35,3% 58,8%

Total 17 17 34

100% 100% 100%

Dari tabel 5.17 dapat diketahui bahwa responden laki-laki yang memiliki

lingkar leher ≥37 cm mengalami kejadian mendengkur sebanyak 14 orang

Page 45: siska febrina

(82,4%). Sedangkan responden yang memiliki ukuran lingkar leher <37 cm tidak

mengalami kejadian mendengkur sebanyak 11 orang (64,7%).

Berdasarkan tabulasi silang di atas, analisa dengan uji statistik Chi-square

didapati nilai p=0.005 (<0.05) artinya terdapat perbedaan antara lingkar leher

dengan kejadian mendengkur pada responden laki-laki.

Tabel 5.11 Hasil Uji Tabulasi Silang antara Lingkar Leher pada Perempuan

dengan Kejadian Mendengkur

Mendengkur

TotalYa Tidak

LL <34 3 10 13

25% 43,5% 37,1%

>34 9 13 22

75% 56,5% 62,9%

Total 12 23 35

100% 100% 100%

Dari tabel 5.11 dapat diketahui bahwa responden perempuan yang

memiliki ukuran lingkar leher ≥34 cm mengalami kejadian mendengkur sebanyak

9 orang (75%). Sedangkan responden yang memiliki lingkar leher <34 cm tidak

mengalami kejadian mendengkur sebanyak 10 orang (43,5%).

Berdasarkan tabulasi silang di atas, analisa dengan uji statistik Chi-square

didapati nilai p=0,617 (p>0.05) artinya tidak terdapat perbedaan yang bermakna

antara lingkar leher dengan kejadian mendengkur pada responden perempuan.

5.2 PEMBAHASAN

5.2.1 Mendengkur

Page 46: siska febrina

Penilaian evaluasi tidur menggunakan pendekatan terhadap kuesioner

Berlin, dimana beberapa pertanyaan yang terkait dengan penelitian ini diadaptasi

dari kuesioner Berlin. Pada pelaksanaan penelitian kuesioner ini cukup mudah

dimengerti. Keluhan-keluhan responden responden yang terkait masalah tidur

akibat mendengkur cukup terakomodir dalam pertanyaan-pertanyaan dalam

kuesioner tersebut. Dalam pengisian kuesioner ini, responden dibantu oleh

keluarga terdekat yang mengetahui riwayat tidur responden. Hal ini sesuai dengan

kepustakaan yang menyatakan kuesioner Berlin merupakan kuesioner untuk

menilai faktor risiko OSA secara subjektif, termasuk di dalamnya mengenai

perilaku mendengkur, riwayat kelelahan dan obesitas (Netzer et al., 1999).

Hasil penelitian ini menunjukkan, beberapa responden memiliki keluhan

atau dikeluhkan mendengkur oleh pasangan maupun teman tidurnya. Kondisi

mendengkur ini menandakan adanya sumbatan pada saluran pernafasan bagian

atas. Ketika tidur, proses pernafasan akan melambat, otot-otot pernafasan akan

rileks dan saluran nafas akan menyempit, tetapi proses respirasi dan ekspirasi

terus berlangsung sehingga menimbulkan getaran dinding orofaring dan

menghasilkan bunyi. Intensitas bunyi dengkuran dipengaruhi oleh besarnya

sumbatan yang terjadi pada saluran pernafasan. Penyempitan saluran nafas ini

dapat terjadi secara sederhana (simple snoring) maupun secara total (complete).

Penyempitan yang komplit ini dikenal dengan Obstructive Sleep Apnea (OSA)

dapat menimbulkan efek yang cukup serius bagi kesehatan dan kualitas hidup

seseorang (Eipstein et al., 2007).

Sumbatan saluran pernafasan bagian atas ketika tidur akan mengakibatkan

menurunnya saturasi oksihemoglobin dan terjadinya tidur yang terfragmentasi.

Dampak dari kondisi ini akan dirasakan penderita saat bangun tidur, kelelahan

saat terjaga dan mengantuk atau tertidur saat beraktivitas (Victor, 1999). Beberapa

responden dari penelitian ini mengeluhkan hal yang sama yang terjadi kurang

dari dua kali per minggu. Keadaan ini tentunya belum bisa dikatakan terkait

dengan kejadian mendengkur saat tidur, masih banyak faktor lain yang bisa

mempengaruhinya seperti kurangnya waktu istirahat, faktor kelelahan dan kondisi

medis lainnya.

Page 47: siska febrina

Berdasarkan kepustakaan, karakteristik responden yang merupakan salah

satu faktor risiko meningkatnya kejadian mendengkur adalah usia. Dengan

bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan kemampuan kontrol respiratori

dan peristiwa mendengkur yang merupakan faktor risiko OSA akan meningkat

(Czeisler CA, 1995). Namun pada analisa bivariat, tidak diperoleh hubungan yang

bermakna antara umur dengan kejadian mendengkur. Hal ini mungkin saja

dipengaruhi oleh jumlah sampel yang masih sedikit ataupun distribusi usia

responden yang masih terbatas.

5.2.2 Perbedaan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Mendengkur

Hasil penelitian ini menunjukkan IMT ≥25 memiliki perbedaan yang

bermakna dengan kejadian mendengkur. Begitu juga halnya dengan penelitian

yang dilakukan oleh Wiadnyana dkk, pada tahun 2010 di Jakarta, didapatkan

prevalensi risiko OSA pada pengemudi taksi memiliki kaitan erat dengan obesitas.

Kelebihan berat badan merupakan prediktor utama untuk gangguan

pernafasan tidur atau sleep disorder breathing (SDB). Pengamatan klinis dan

studi populasi di seluruh Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Australia secara

konsisten menunjukkan peningkatan dinilai dalam prevalensi SDB sebagai indeks

massa tubuh, lingkar leher, atau tindakan lain meningkat habitus tubuh (Young et

al., 2005).

5.2.3 Perbedaan Lingkar Leher dengan Kejadian Mendengkur

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan perbedaan yang bermakna antara

lingkar leher dengan kejadian mendengkur pada responden laki-laki, namun tidak

demikian halnya dengan hasil tabulasi silang antara lingkar leher dengan kejadian

mendengkur pada responden perempuan.

Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa orang yang

memiliki berat badan berlebih akan terjadi penumpukan jaringan lemak pada

viscera abdomen, anggota tubuh bagian atas terutama pada leher yang dapat

menekan saluran nafas. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki yang obesitas lebih

Page 48: siska febrina

cenderung terjadi penumpukan jaringan lemak berlebih di daerah leher

dibandingkan perempuan (Hartenbaum et al., 2006; Victor, 1999).

BAB 6

Page 49: siska febrina

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Yayasan Pendidikan

Harapan 3, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Status gizi responden berdasarkan indeks massa tubuh diketahui 27,5%

responden adalah obesitas I dan 10,1% termasuk obesitas II

berdasarkan kriteria WHO 2000.

2. Ukuran lingkar leher untuk responden laki-laki ≥37 cm sebanyak

58,8% dan responden perempuan ≥34 cm didapati sebanyak 62,9%.

3. Responden yang mendengkur didapati sebanyak 42%. Dengan 58,6%

diantaranya adalah responden laki-laki dan sisanya sebanyak 41,4%

adalah responden perempuan. Dimana kelompok usia 31-40 tahun

paling banyak ditemukan yaitu 51,7% dari jumlah responden yang

mendengkur.

4. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh adanya perbedaan yang

signifikan antara indeks massa tubuh dengan kejadian mendengkur

dengan nilai p=0,002 (<0,05).

5. Lingkar leher pada responden laki-laki dengan kejadian mendengkur

juga ditemukan perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0,005

(<0,05). Sementara itu tidak terdapat perbedaan antara lingkar leher

pada responden perempuan dengan kejadian mendengkur dengan nilai

p=0,617 (p>0,05).

6.2 SARAN

1. Orang yang obesitas memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena

berbagai macam penyakit, sehingga dapat mengurangi usia harapan

hidup dan juga kualitas dari kehidupan itu sendiri. Oleh sebab itu

disarankan bagi pembaca untuk tetap menjaga berat badan yang ideal.

2. Mendengkur dapat mengurangi kualitas tidur seseorang dikarenakan

menurunnya saturasi oksihemoglobin dan terjadinya tidur yang

Page 50: siska febrina

terfragmentasi. Dampaknya akan dirasakan penderita pada saat bangun

tidur, kelelahan saat terjaga, dan rasa kantuk padang siang hari. Risiko

mendengkur ini dapat dikurangi dengan mengatur posisi tidur.

Beberapa pasien mengalami perbaikan setelah tidur dengan posisi

miring atau telungkup.

3. Olah raga secara teratur dapat meningkatkan kekuatan otot pernafasan

dan volume tidal sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya

hipopnea (penurunan fungsi pernafasan) ketika tidur.

DAFTAR PUSTAKA

Page 51: siska febrina

Amatoury, J, et al., 2005. Snoring-Related Energy Transmission to The Carotid

Artery in Rabbits. J. Appl. Physiol. 100: 1547 – 1553.

Arifin, A.R., Ratnawati, Burhan E., 2010. Fisiologi Tidur dan Pernafasan. Jurnal

Respirologi Indonesia.

Atmadja, W.B., 2002. Fisiologi Tidur. Jurnal Kedokteran Maranatha. Vol 1, No

2.

Bickley, L.S., Szilagyi, P.G., 2007. Guide to Physical Examination and History

Taking. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Czeisler, C.A., Richardson, G.S., Martin, J.B., 1999. Gangguan Tidur dan Irama

Sirkadian dalam: Asdie, AH (editor). Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu

Penyakit Dalam. Vol.1. Edisi 13. Jakarta: EGC.

Depkes, RI. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa. Direktorat

Bina Gizi Masyarakat. http://www.gizi.depkes.go.id/

Egger, G., Swinburn, B., 1996. The Fat Loss Handbook. Australia: Allen &

Unwin.

Eipstein, L.J., Mardon, S., 2007. The Harvard Medical School Guide to A Good

Night’s Sleep. New York: The McGraw-Hill Companies.

Hartenbaum, N., Collop, N., Rosen, I.M., et al, 2006. Sleep Apnea and

Commercial Motor Vehicle. JOEM. 48: 4-37.

Jennum, P., et al., 1992. Cardiovascular Risk Factors in Snorers. A cross-sectional

study of 3323 men aged 54 to 74 years: the Copenhagen Male Study. Chest.

102: 1371 – 6.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A., 2010. Tidur Normal dan Gangguan Tidur.

Dalam: Kusuma W (editor). Sinapsis Psikiatri. Jilid 2. Tanggerang:

Binarupa Aksara.

Lapinsky, S.E., Goldfarb, D.R., Grossman, R.F., 1997. Snoring. In: Irwin RS,

Curley FJ, Grossman RF (editors). Diagnosis and Treatment of Symptoms of

the Respiratory Tract. New York: Futura Publishing Company Inc.

Page 52: siska febrina

Liubov, S.E., Laor, A., 2001. Neck Circumference as Simple Screening Measure

for Identifying Overweight and Obese Patients. The North Association for

The Study of Obesity. 470:477.

McNicholas, W.T., 2008. Diagnosis of Obstructive Sleep Apnea in Adults. Ame.

Thorac Soc. 5: 154-160.

National Institutes of Health. Strategic plan for NIH obesity research. NIH

publication 2004; 04; 1-95.

Netzer, N.C., et al., 1999. Using the Berlin Questionnaire to Identify Patients at

Risk for The Sleep Apnea Syndrome. Ann Intern Med. 131: 458-91.

Peker, Y., et al., 2000. Respiratory Disturbance Index: An Independent Predictor

of Mortality in Coronary Artery Disease. Am. J. Respir. Crit. Med. 162: 81-

6.

Rippe, J., McInnis, K., Melanson, K., 2001. Physician Involvement in The

Management of Obesity as A Primary Medical Condition. Obesity

Research. 9:302-11.

Seragih, A.R., 2007. Mendengkur “The Silent Killer” dan Upaya Penanganannya

dalam Meningkatkan Kualitas Hidup. USU.

Sherwood, L., 2001. Susunan Saraf Pusat. Dalam: Santoso, BI (ed). Fisiologi

Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sjostrom, C.D., Lassner. 2001. Relationship Between Changes in Body

Composition and Changes in Cardiovascular Risk Factors: the SOS

Intervention Study: Sweedish Obese Subjects. Obese Res. 5:519535.

Victor, L.D., 1999. Obstructive Sleep Apnea. American Family Physician. 60:

2279-86.

Wiadnyana, P.G.P., Susanto, A.D., Amri, Z., Antariksa, B., 2010. Prevalensi

Kemungkinan Obstructive Sleep Apnea dan Faktor-Faktor yang

Berhubungan pada Pengemudi Taksi X di Jakarta. Jurnal Respirologi

Indonesia.

Page 53: siska febrina

Young, T., Peppard, P.E., Taheri, S., 2005. Excess Weight and Sleep Disordered

Breathing. J. App. Physiol. 99: 1592-1599.

Lampiran 1:

DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CURRICULUM VITAE)

Pas Photo

3x4 cm

Page 54: siska febrina

Nama : Siska Febrina

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat / Tanggal Lahir : Bukittinggi/ 06 Februari 1990

Agama : Islam

Alamat : Jl. Dr. Sumarsono No.16 Kampus USU, Medan

Telepon : +6285263223632

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan : 1. TK Jammi’atulhujjat Bukittinggi 1995-1996

2. SD Negeri 13 Bukittinggi 1996-2002

1. SMP Negeri 3 Bukittinggi 2002-2005

2. SMA Negeri 1 Bukittinggi 2005-2008

3. Fak. Kedokteran USU Medan 2008-sekarang

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN

Assalamualaikum Wr. Wb.

Page 55: siska febrina

Salam sejahtera

Pertama-tama, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kesediaan

Bapak/Ibu yang telah meluangkan waktu untuk mengisi surat persetujuan ini.

Nama saya Siska Febrina. Saya sedang menjalani kuliah di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) angkatan 2008. Saat ini saya

sedang mengerjakan penelitian guna melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi

kewajiban saya untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran.

Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Indeks Massa

Tubuh dan Lingkar Leher dengan Mendengkur pada Guru dan Staf Yayasan

Pendidikan Harapan 3 Medan Tahun Ajaran 2011 – 2012”. Untuk itu, saya

mengharapkan kesediaan dan kerja sama dari Bapak/Ibu. Informasi yang didapat

tidak akan digunakan untuk maksud lain selain penelitian ini.

Partisipasi Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat bebas dan sukarela.

Bebas untuk ikut atau menolak tanpa adanya sanksi apapun. Pada penelitian ini

identitas Bapak/Ibu akan dirahasiakan dan kerahasiaan akan dijamin sepenuhnya.

Demikian saya beritahukan. Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga partisipasi Bapak/Ibu dalam

penelitian ini membawa manfaat besar bagi kita semua.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Siska Febrina

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Page 56: siska febrina

Penelitian ini berjudul “Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Lingkar Leher

dengan Mendengkur pada Guru dan Staf Sekolah Harapan 3 Tahun Ajaran 2011-

2012”. Penelitian ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuilah

Community Research Programme (CRP). Penelitian ini akan dilakukan di Sekolah

Harapan 3 Medan dan yang menjadi respondennya adalah guru dan staf SMA

tersebut yang termasuk ke dalam criteria inklusi. Dalam penelitian ini responden

akan diminta untuk mengisi kuesioner yang dibagikan peneliti. Selanjutnya akan

dilakukan pengukuran tinggi badan, berat badan dan lingkar leher responden.

Setelah mendapatkan penjelasan atas tindakan yang akan dilakukan, maka saya

yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden (subjek penelitian).

Persetujuan ini diambil dan disepakati dalam keadaan sadar dan tanpa ada

paksaan dari pihak manapun.

Medan, ………………2011

Peneliti, Yang membuat pernyataan,

(Siska Febrina) ( )

Lampiran 4

KUESIONER PENELITIAN

Page 57: siska febrina

1. Data Pribadi

No. Responden :

Nama :

Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan*

Umur :

Status Perkawinan :

Berat badan : kg

Tinggi badan : cm

Lingkar leher : cm

Riwayat mengkonsumsi : a. obat tidur ada/tidak ada*

b. alkohol ada/tidak ada*

Riwayat penyakit : a. sesak nafas ada/tidak ada*

b. sumbatan di sepanjang saluran

pernafasan (tidak ada/polip/amandel/tumor/dll…………)*

Ket *: coret yang tidak perlu

4. Pertanyaan Mengenai Penelitian

A. Kebiasaan Hidup dan riwayat keluarga

1. Berapa lamakah Anda tidur dalam sehari?

Page 58: siska febrina

a. >8 jam

b. 6-8 jam

c. <6 jam

2. Apakah ada dalam keluarga Anda, orang tua atau saudara kandung yang

mendengkur?

a. ya

b. tidak

c. tidak tahu

B. Riwayat Mendengkur

3. Apakah Anda mendengkur?

a. ya

b. tidak

4. Dengkuran Anda?

a. tidak mendengkur

b. sedikit berisik dibandingkan bernafas/seberisik saat bicara

c. lebih berisik dibandingkan berbicara

5. Berapa sering Anda mendengkur?

a. tidak pernah

b. jarang (≤2 kali/minggu)

c. kadang-kadang (3-4 kali/minggu)

d. sering (≥5 kali/minggu)

6. Apakah dengkuran Anda mengganggu orang lain?

a. ya

b. tidak

c. tidak mendengkur

C. Kondisi saat bangun tidur

7. Apakah saat bangun tidur Anda merasa lelah?

a. tidak pernah

b. jarang (≤ 2 kali/minggu)

c. kadang-kadang (3-4 kali/minggu)

d. sering (≥ 5 kali/minggu)

Page 59: siska febrina

8. Apakah Anda merasa sering merasa lelah di siang hari?

a. tidak pernah

b. jarang (≤ 2 kali/minggu)

c. kadang-kadang (3-4 kali/minggu)

d. sering (≥ 5 kali/minggu)

9. Pernahkah Anda tertidur atau mengantuk saat beraktivitas di siang hari?

a. tidak pernah

b. jarang (≤ 2 kali/minggu)

c. kadang-kadang (3-4 kali/minggu)

d. sering (≥ 5 kali/minggu)

Page 60: siska febrina

Correlations

Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6 Pertanyaan 7 Pertanyaan 8 Pertanyaan 9 p total

Pertanyaan 1 Pearson Correlation

1 .807** .490 .341 .656** .418 .664** .588* .918** .884**

Sig. (2-tailed) .000 .064 .214 .008 .121 .007 .021 .000 .000

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

Pertanyaan 2 Pearson Correlation

.807** 1 .875** .211 .419 .259 .529* .729** .919** .841**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .450 .120 .352 .043 .002 .000 .000

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

Pertanyaan 3 Pearson Correlation

.490 .875** 1 .000 .105 .000 .353 .746** .612* .605*

Sig. (2-tailed) .064 .000 1.000 .710 1.000 .197 .001 .015 .017

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

Pertanyaan 4 Pearson Correlation

.341 .211 .000 1 .103 .816** .464 .291 .345 .514*

Sig. (2-tailed) .214 .450 1.000 .714 .000 .082 .293 .208 .050

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

Pertanyaan 5 Pearson Correlation

.656** .419 .105 .103 1 .253 .417 .289 .599* .624*

Sig. (2-tailed) .008 .120 .710 .714 .363 .122 .297 .018 .013

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

Pertanyaan 6 Pearson Correlation

.418 .259 .000 .816** .253 1 .568* .356 .423 .602*

Sig. (2-tailed) .121 .352 1.000 .000 .363 .027 .193 .117 .017

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

Pertanyaan 7 Pearson Correlation

.664** .529* .353 .464 .417 .568* 1 .701** .576* .824**

Page 61: siska febrina

Sig. (2-tailed) .007 .043 .197 .082 .122 .027 .004 .025 .000

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

Pertanyaan 8 Pearson Correlation

.588* .729** .746** .291 .289 .356 .701** 1 .582* .815**

Sig. (2-tailed) .021 .002 .001 .293 .297 .193 .004 .023 .000

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

Pertanyaan 9 Pearson Correlation

.918** .919** .612* .345 .599* .423 .576* .582* 1 .880**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .015 .208 .018 .117 .025 .023 .000

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

p total Pearson Correlation

.884** .841** .605* .514* .624* .602* .824** .815** .880** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .017 .050 .013 .017 .000 .000 .000

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Page 62: siska febrina
Page 63: siska febrina

Lampiran 5Reliability

Item Statistics

MeanStd.

Deviation N

Pertanyaan 1 1.53 .640 15

Pertanyaan 2 1.53 .516 15

Pertanyaan 3 1.47 .516 15

Pertanyaan 4 2.00 .655 15

Pertanyaan 5 1.60 1.056 15

Pertanyaan 6 2.00 .535 15

Pertanyaan 7 1.80 .941 15

Pertanyaan 8 2.13 1.125 15

Pertanyaan 9 1.60 .632 15

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.873 9

Page 64: siska febrina

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Pertanyaan 1 14.13 18.695 .850 .842

Pertanyaan 4 14.13 19.838 .805 .852

Pertanyaan 5 14.20 21.029 .531 .868

Pertanyaan 6 13.67 20.952 .405 .876

Pertanyaan 7 14.07 18.495 .463 .883

Pertanyaan 8 13.67 20.952 .525 .868

Pertanyaan 9 13.87 17.124 .745 .847

Pertanyaan 10 13.53 16.124 .710 .855

Pertanyaan 11 14.07 18.781 .844 .843

Scale Statistics

Mean VarianceStd.

Deviation N of Items

15.67 23.810 4.880 9

Page 65: siska febrina

Lampiran 6Frequency Table

Jenis Kelamin Responden

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid laki-laki 34 49.3 49.3 49.3

perempuan 35 50.7 50.7 100.0

Total 69 100.0 100.0

Kelompok Usia Responden

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid 21-30 20 29.0 29.0 29.0

31-40 30 43.5 43.5 72.5

41-50 15 21.7 21.7 94.2

>50 4 5.8 5.8 100.0

Total 69 100.0 100.0

Status Pernikahan Responden

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid belum menikah 9 13.0 13.0 13.0

menikah 60 87.0 87.0 100.0

Total 69 100.0 100.0

Page 66: siska febrina

IMT Responden

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid underweight 5 7.2 7.2 7.2

normoweight 22 31.9 31.9 39.1

pre-obese 16 23.2 23.2 62.3

obese I 19 27.5 27.5 89.9

obese II 7 10.1 10.1 100.0

Total 69 100.0 100.0

Lingkar Leher Responden Laki-laki

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid < 37 14 41.2 41.2 41.2

> 37 20 58.8 58.8 100.0

Total 34 100.0 100.0

Lingkar Leher Responden Perempuan

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid <34 13 37.1 37.1 37.1

>34 22 62.9 62.9 100.0

Total 35 100.0 100.0

Page 67: siska febrina

Lama Waktu Tidur

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid >8 jam 11 15.9 15.9 15.9

6-8 jam 44 63.8 63.8 79.7

<6 jam 14 20.3 20.3 100.0

Total 69 100.0 100.0

Riwayat Mendengkur dalam Keluarga

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid Ya 43 62.3 62.3 62.3

Tidak 12 17.4 17.4 79.7

tidak tahu 14 20.3 20.3 100.0

Total 69 100.0 100.0

Mendengkur

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid ya 29 42.0 42.0 42.0

tidak 40 58.0 58.0 100.0

Total 69 100.0 100.0

Bunyi Dengkuran

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid tidak mendengkur 40 58.0 58.0 58.0

seberisik saat bicara 24 34.8 34.8 92.8

lebih berisik dibandingkan berbicara

5 7.2 7.2 100.0

Total 69 100.0 100.0

Page 68: siska febrina

Frekuensi Mendengkur

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid tidak pernah 40 58.0 58.0 58.0

jarang (<2 kali/minggu) 10 14.5 14.5 72.5

kadang-kadang (3-4 kali/minggu)

16 23.2 23.2 95.7

sering (>5 kali/minggu) 3 4.3 4.3 100.0

Total 69 100.0 100.0

Riwayat Dengkuran yang Mengganggu

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid ya 13 18.8 18.8 18.8

tidak 16 23.2 23.2 42.0

tidak mendengkur 40 58.0 58.0 100.0

Total 69 100.0 100.0

Perasaan Lelah Saat Bangun

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid tidak pernah 16 23.2 23.2 23.2

jarang (<2 kali/minggu) 28 40.6 40.6 63.8

kadang-kadang (3-4 kali/minggu)

18 26.1 26.1 89.9

sering (>5 kali/minggu) 7 10.1 10.1 100.0

Total 69 100.0 100.0

Page 69: siska febrina

Lelah Siang Hari

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid tidak pernah 7 10.1 10.1 10.1

jarang (<2 kali/minggu) 31 44.9 44.9 55.1

kadang-kadang (3-4 kali/minggu)

22 31.9 31.9 87.0

sering (>5 kali/minggu) 9 13.0 13.0 100.0

Total 69 100.0 100.0

Tertidur atau Mengantuk Saat Beraktivitas

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid tidak pernah 17 24.6 24.6 24.6

jarang (<2 kali/minggu) 28 40.6 40.6 65.2

kadang-kadang (3-4 kali/minggu)

17 24.6 24.6 89.9

sering (>5 kali/minggu) 7 10.1 10.1 100.0

Total 69 100.0 100.0

Responden yang Mendengkur Berdasarkan Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid laki-laki 17 58.6 58.6 58.6

perempuan 12 41.4 41.4 100.0

Total 29 100.0 100.0

Page 70: siska febrina

Responden yang Mendengkur Berdasarkan Usia Kelompok

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent

Valid 21-30 8 27.6 27.6 27.6

31-40 15 51.7 51.7 79.3

41-50 5 17.2 17.2 96.6

>50 1 3.4 3.4 100.0

Total 29 100.0 100.0

Page 71: siska febrina

Lampiran 7 Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

IMT * mendengkur 69 100.0% 0 .0% 69 100.0%

IMT * Mendengkur Crosstabulation

Mendengkur

TotalYa Tidak

IMT Non Obese Count 12 31 43

% within IMT 27.9% 72.1% 100.0%

% within mendengkur 41.4% 77.5% 62.3%

Obese Count 17 9 26

% within IMT 65.4% 34.6% 100.0%

% within mendengkur 58.6% 22.5% 37.7%

Total Count 29 40 69

% within IMT 42.0% 58.0% 100.0%

% within mendengkur 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 9.341a 1 .002

Continuity Correctionb 7.866 1 .005

Likelihood Ratio 9.433 1 .002

Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear Association

9.205 1 .002

N of Valid Cases 69

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.93.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 72: siska febrina

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 9.341a 1 .002

Continuity Correctionb 7.866 1 .005

Likelihood Ratio 9.433 1 .002

Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear Association

9.205 1 .002

N of Valid Cases 69

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.93.

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

LL Laki-laki * mendengkur

34 100.0% 0 .0% 34 100.0%

LL Laki-laki * Mendengkur Crosstabulation

Mendengkur

TotalYa Tidak

LL Laki-laki < 37 Count 3 11 14

% within LL 21.4% 78.6% 100.0%

% within mendengkur 17.6% 64.7% 41.2%

> 37 Count 14 6 20

% within LL 70.0% 30.0% 100.0%

% within mendengkur 82.4% 35.3% 58.8%

Total Count 17 17 34

% within LL 50.0% 50.0% 100.0%

% within mendengkur 100.0% 100.0% 100.0%

Page 73: siska febrina

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 7.771a 1 .005

Continuity Correctionb 5.950 1 .015

Likelihood Ratio 8.151 1 .004

Fisher's Exact Test .013 .007

Linear-by-Linear Association

7.543 1 .006

N of Valid Cases 34

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

LL kelompok * mendengkur

35 100.0% 0 .0% 35 100.0%

LL Perempuan * Mendengkur Crosstabulation

Mendengkur

TotalYa Tidak

LL Perempuan

<34 Count 3 10 13

% within LL 23.1% 76.9% 100.0%

% within mendengkur 25.0% 43.5% 37.1%

>34 Count 9 13 22

% within LL 40.9% 59.1% 100.0%

% within mendengkur 75.0% 56.5% 62.9%

Total Count 12 23 35

% within LL 34.3% 65.7% 100.0%

% within mendengkur 100.0% 100.0% 100.0%

Page 74: siska febrina

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.153a 1 .283

Continuity Correctionb .498 1 .481

Likelihood Ratio 1.191 1 .275

Fisher's Exact Test .463 .243

Linear-by-Linear Association

1.120 1 .290

N of Valid Cases 35

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.46.

b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin * mendengkur

69 100.0% 0 .0% 69 100.0%

Jenis Kelamin * Mendengkur Crosstabulation

Mendengkur

TotalYa Tidak

Jenis Kelamin laki-laki Count 17 17 34

% within Jenis Kelamin 50.0% 50.0% 100.0%

% within mendengkur 58.6% 42.5% 49.3%

perempuan Count 12 23 35

% within Jenis Kelamin 34.3% 65.7% 100.0%

% within mendengkur 41.4% 57.5% 50.7%

Total Count 29 40 69

Page 75: siska febrina

% within Jenis Kelamin 42.0% 58.0% 100.0%

% within mendengkur 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 1.748a 1 .186

Continuity Correctionb 1.162 1 .281

Likelihood Ratio 1.755 1 .185

Fisher's Exact Test .227 .140

Linear-by-Linear Association

1.723 1 .189

N of Valid Cases 69

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.29.

b. Computed only for a 2x2 table

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Usia Kelompok * mendengkur

69 100.0% 0 .0% 69 100.0%

Page 76: siska febrina

Usia Kelompok * Mendengkur Crosstabulation

Mendengkur

TotalYa Tidak

Usia Kelompok 21-30 Count 8 12 20

% within Usia Kelompok 40.0% 60.0% 100.0%

% within mendengkur 27.6% 30.0% 29.0%

31-40 Count 15 15 30

% within Usia Kelompok 50.0% 50.0% 100.0%

% within mendengkur 51.7% 37.5% 43.5%

41-50 Count 5 10 15

% within Usia Kelompok 33.3% 66.7% 100.0%

% within mendengkur 17.2% 25.0% 21.7%

>50 Count 1 3 4

% within Usia Kelompok 25.0% 75.0% 100.0%

% within mendengkur 3.4% 7.5% 5.8%

Total Count 29 40 69

% within Usia Kelompok 42.0% 58.0% 100.0%

% within mendengkur 100.0% 100.0% 100.0%

Page 77: siska febrina

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 1.758a 3 .624

Likelihood Ratio 1.790 3 .617

Linear-by-Linear Association

.406 1 .524

N of Valid Cases 69

a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.68.

Page 78: siska febrina

MASTER DATA

No. Resp.

JK Umur (th)

Status BB (kg)

TB (cm)

IMT IMT Kel LL (cm)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

1 P 38 menikah 50 165 18.37 non obese 37 2 1 1 2 3 1 3 4 12 L 41 menikah 70 160 27.34 obese 39 2 2 1 2 2 1 2 2 13 P 41 menikah 65 160 25.39 obese 35 1 2 2 1 1 3 1 2 44 L 47 menikah 76 175 24.82 non obese 36 2 1 2 1 1 3 2 2 35 L 28 menikah 74 170 25.61 obese 36.5 1 1 2 1 1 3 3 1 16 L 42 menikah 53 170 18.34 non obese 35 1 3 2 1 1 3 2 2 37 L 34 menikah 61 160 23.83 non obese 36 2 1 2 1 1 3 3 3 28 P 41 menikah 75 155 31.22 obese 41 1 1 1 2 3 1 3 3 39 L 31 menikah 53 160 20.7 non obese 34 2 2 2 1 1 3 2 3 3

10 L 38 menikah 77 167 27.61 obese 40 2 1 1 3 3 1 3 3 111 P 41 menikah 60 150 26.67 obese 35.5 3 1 2 1 1 3 4 3 212 L 50 menikah 64 165 23.51 non obese 36 1 3 2 1 1 3 3 3 313 P 36 menikah 60 155 24.97 non obese 34 2 1 1 2 3 1 4 4 214 P 40 menikah 56 148 25.57 obese 36 2 1 1 2 3 1 3 3 215 P 26 menikah 66 161 25.46 obese 35.5 1 1 2 1 1 3 2 2 216 P 37 menikah 57 159 22.55 non obese 36.5 2 1 2 1 1 3 3 3 317 L 35 menikah 74 173 24.73 non obese 37.5 2 3 2 1 1 3 4 4 418 L 28 belum menikah 85 176 27.44 obese 39 3 1 2 1 1 3 1 3 319 P 32 menikah 75 156 30.82 obese 36 2 2 2 1 1 3 2 2 220 L 33 menikah 89 160 34.77 obese 43 3 3 1 2 2 2 2 2 221 L 34 belum menikah 88 170 30.45 obese 43 3 1 1 2 2 2 2 3 222 L 36 menikah 65 165 23.88 non obese 36 2 1 1 2 3 2 4 3 223 L 31 menikah 60 169 21.01 non obese 35 2 1 2 1 1 3 2 2 124 L 29 menikah 50 160 19.53 non obese 35 1 1 1 2 3 2 3 3 425 P 32 belum menikah 68 145 32.34 obese 34 2 1 1 2 2 2 4 4 226 P 31 menikah 68 153 29.05 obese 36 2 1 2 1 1 3 1 2 127 P 34 menikah 69 161 26.62 obese 35 2 2 2 1 1 3 2 2 128 L 29 menikah 69 170 23.88 non obese 39 2 1 2 1 1 3 2 2 229 L 28 belum menikah 57 167 20.44 non obese 36 2 1 2 1 1 3 4 2 330 L 29 menikah 79 170 27.34 obese 38 2 3 1 2 2 2 3 3 331 L 28 belum menikah 90 165 33.06 obese 42 2 1 1 3 3 1 2 2 132 L 31 menikah 50 171 17.1 non obese 33 2 3 2 1 1 3 2 3 233 L 25 belum menikah 57 160 22.27 non obese 35.5 2 3 2 1 1 3 1 2 234 P 24 menikah 41 150 18.22 non obese 30 2 1 2 1 1 3 2 2 135 P 25 menikah 50 155 20.81 non obese 35 2 3 2 1 1 3 2 2 136 L 36 menikah 72 169 25.21 obese 38.5 3 1 1 2 3 2 3 2 337 L 32 menikah 66 167 23.67 non obese 37.5 2 3 1 2 3 2 2 3 2