Top Banner
41

sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

Mar 09, 2019

Download

Documents

duongcong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar
Page 2: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar
Page 3: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar
Page 4: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur sudah sepantasnya dipanjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang

Widhi Wasa yang telah memberikan rahmat kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk

memenuhi kewajiban terakhir sebagai mahasiswa guna melengkapi persyaratan

dalam menyelesaikan studi Program Sarjana (S1) pada Fakultas Hukum

Universitas Udayana. Adapun judul skripsi ini adalah “TANGGUNG GUGAT

PEMERINTAH PROVINSI BALI SEBAGAI PEMBERI IZIN

PENGGARAP TANAH NEGARA”.

Penulis menyadari bahwa kekurangan yang terdapat dalam penulisan

skripsi ini karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang

penulis miliki. Oleh karena itu, untuk menyempurnakan isi skripsi ini penulis

mengharapkan kritik, saran dan bimbingan serta petunjuk-petunjuk dari semua

pihak guna kelengkapan dan penyempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak akan berhasil dengan baik tanpa adanya bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih

sedalam-dalamnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD.KEMD., selaku Rektor Universitas

Udayana.

2. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

Page 5: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

vii

3. Bapak I Ketut Sudiarta, S.H., M.H. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

5. Bapak I Wayan Suardana, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Udayana.

6. Bapak A.A Gede Oka Parwata, SH.,MSi., selaku Ketua Program Ekstensi

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

7. Bapak AA. Ngurah Yusa Darmadi., SH., MH., selaku Ketua Program Bagian

Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana.

8. Bapak Dr. I Nyoman Suyatna, SH.,MH selaku Pembimbing I yang sangat

sabar dalam memberikan bimbingan, masukan-masukan, saran-saran kepada

penulis dan berkenan meluangkan waktu beliau guna memberikan bimbingan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Bapak Kadek Sarna, SH.,Mkn., selaku Pembimbing II yang sangat sabar

dalam memberikan bimbingan, masukan-masukan, saran-saran kepada penulis

dan berkenan meluangkan waktu beliau guna memberikan bimbingan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Bapak Dr. I Ketut Westra SH., MH. selaku Pembimbing Akademik yang telah

membimbing saya dari awal kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

11. Bapak dan Ibu Pegawai Laboratorium, perpustakaan, tata usaha, yang telah

memberikan bantuan dalam hal administrasi selama mengikuti perkuliahan

dan penyusunan skripsi ini.

Page 6: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

viii

12. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang selama ini telah

mengajar dan memberikan ilmu pengetahuannya kepada saya.

13. Kedua orang tua saya I Gede Sukadana SH., MH., MM. dan Ni Made Ariani

yang selalu memberikan kasih sayang, doa serta nasehat dan semangat kepada

saya dalam penyusunan skripsi ini.

14. Adik saya I Made Adhitya Widhiardana yang selalu memberikan dukungan

untuk penyusunan skripsi ini.

15. Teman-teman penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang

telah menemani hari-hari penulis selama kuliah di Fakultas Hukum

Universitas Udayana, serta memberi semangat dan dorongan mental untuk

menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini dapat

berguna dan bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan bagi

perkembangan ilmu hukum pada khususnya.

Denpasar, 9 Juli 2015

Penulis

Page 7: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ....................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ......................................... iii

PENGESAHAN PANITIA PENGUJI ................................................... iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ................................................... v

KATA PENGANTAR .............................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................. ix

ABSTRAK ................................................................................................ xii

ABSTRACT ............................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 8

1.3 Ruang Lingkup Masalah ............................................................. 8

1.4 Originalitas Penelitian ................................................................. 9

1.5 Tujuan Penelitian ........................................................................ 13

1.5.1 Tujuan Umum .................................................................... 13

1.5.2 Tujuan Khusus ................................................................... 13

1.6 Manfaat Penelitian ...................................................................... 13

1.6.1 Manfaat Teoritis ................................................................. 13

1.6.2 Manfaat Praktis .................................................................. 13

1.7 Landasan Teoritis ........................................................................ 13

1.7.1 Teori Kewenangan ............................................................. 14

1.7.2 Teori Negara Hukum ......................................................... 19

1.7.3 Teori Perizinan ................................................................... 23

1.8 Metode Penelitian........................................................................ 28

1.8.1 Jenis Penelitian ................................................................... 28

1.8.2 Jenis Pendekatan ................................................................ 28

1.8.3 Sumber Bahan Hukum ....................................................... 29

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ................................. 30

1.8.5 Teknik Pengolahan Bahan Hukum .................................... 30

Page 8: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

x

BAB II TINJAUAN UMUM PENGATURAN PERIZINAN

PENGGARAPAN TANAH NEGARA .................................... 31

2.1 Pengertian Tentang Perizinan ..................................................... 31

2.1.1 Izin...................................................................................... 31

2.1.2 Izin Penggarap Tanah Negara ............................................ 37

2.2 Pengertian Tanah Negara dan Hak Pengelolaan Tanah Negara .. 39

2.2.1 Pengertian Tanah Negara ................................................... 39

2.2.2 Pengertian Hak Pengelolaan Tanah Negara ....................... 45

2.3 Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat dalam Pemberian Izin

Penggarap Tanah Negara ............................................................ 47

2.3.1 Tanggung Jawab Pemerintah Daerah dalam Pemberian

Izin Penggarapan Tanah Negara ........................................ 47

2.3.2 Tanggung Gugat Pemerintah Daerah dalam Pemberian

Izin Penggarapan Tanah Negara ........................................ 49

BAB III PENGATURAN GUGATAN TERHADAP PEMERINTAH

PROVINSI BALI SEBAGAI PEMBERI IZIN ...................... 53

3.1 Pengaturan Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali sebagai

Pemberi Izin ................................................................................ 53

3.2 Prosedur Gugatan Penerima Izin terhadap Pemerintah Provinsi

Bali sebagai Pemberi Izin .......................................................... 56

3.2.1 Prosedur Gugatan melalui PTUN....................................... 57

3.2.2 Prosedur Gugatan melalui Pengadilan Negeri ................... 64

3.3 Putusan Gugatan Penerima Izin terhadap Pemerintah Provinsi

Bali sebagai Pemberi Izin .......................................................... 67

3.3.1 Kasus Posisi ....................................................................... 67

3.3.2 Pembahasan Kasus ............................................................. 77

BAB IV TANGGUNG GUGAT PEMERINTAH PROVINSI BALI

SEBAGAI PEMBERI IZIN PENGGARAP TANAH

NEGARA KEPADA PETANI PENGGARAP ....................... 80

4.1 Pengaturan Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali Dalam

Pemberian Izin Penggarapan Tanah Negara .............................. 80

Page 9: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

xi

4.2 Tanggung Gugat Pemerintah Provinsi Bali Sebagai Pemberi

Izin Penggarap Tanah Negara Kepada Petani Penggarap ........... 88

BAB V PUNUTUP .................................................................................. 104

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 104

5.2 Saran ............................................................................................ 104

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 106

Page 10: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

xii

ABSTRAK

Masyarakat Bali yang menempati dan menggarap tanah di wilayah Pulau

Bali secara turun temurun berdasarkan izin menggarap yang telah diberikan oleh

Pemerintah Provinsi Bali tentunya sangat bergantung pada adanya tanah yang

dapat digarap dan menghasilkan untuk melanjutkan kehidupan dan kesejahteraan

mereka. Jika Pemerintah Provinsi Bali mengambil alih tanah tersebut kemudian

diberikan kepada investor, tentunya akan menimbulkan kekecewaan dan

kesengsaraan bagi masyarakat Bali itu sendiri.

Kondisi tersebut di atas melatarbelakangi penelitian ini dalam rangka

mengetahui (1) Apakah Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin untuk

penggarap tanah negara dapat digugat?; dan (2) Bagaimanakah tanggung gugat

Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin penggarap tanah negara kepada

petani penggarap.

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum normatif

dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan

kasus. Sumber bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari: primer, sekunder

dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan teknik studi

kepustakaan. Analisis bahan hukum yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan argumentasi hukum berdasarkan logika

hukum deduktif-induktif dan penyajian secara deskriptif dengan jalan menyusun

secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang ilmiah.

Hasil penelitian menunjukkan (1) Pemerintah Provinsi Bali sebagai

pemberi izin untuk penggarap tanah negara dapat digugat oleh masyarakat

penggarap mengingat Pemerintah Provinsi Bali telah mengeluarkan 2 (dua) buah

diskresi atau keputusan di atas obyek yang sama. Jika Pemerintah Provinsi Bali

bermaksud memberikan hak atas tanah yang sudah diberi izin untuk digarap oleh

masyarakat, maka seharusnya Pemerintah Provinsi Bali mencabut terlebih dahulu

izin untuk menggarap tanah negara oleh masyarakat tersebut. Dalam hal

Pemerintah Provinsi Bali memberikan hak atas tanah tanpa mencabut terlebih

dahulu izin penggarapan tanah, maka masyarakat penggarap dapat mengajukan

gugatan kepada Pemerintah Provinsi Bali; dan (2) Tanggung gugat Pemerintah

Provinsi Bali sebagai pemberi izin penggarap tanah negara kepada petani

penggarap dapat berupa pemberian ganti rugi dalam bentuk uang atau ganti tanah

di lokasi dan di wilayah lain.

Kata Kunci: Penggarapan Tanah, Izin, Tanggung Gugat.

Page 11: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

xiii

ABSTRACT

Balinese people who occupy and cultivate the land on the island of Bali

from generation to generation based on the work permit has been granted by the

Provincial Government of Bali based on the cultivation permit has been granted

by the Provincial Government of Bali certainly very dependent on their cultivate

land and produce to continue their lives and prosperity. If the Provincial

Government of Bali to take over the land then given to investors, will certainly

lead to disappointment and misery for the people of Bali itself.

The above mentioned condition serves as background of this research in

frame of disclosing (1) Is the Provincial Government of Bali as the licensor for

state land cultivator can be sued?; and (2) How can accountability of Provincial

Government of Bali as the licensor of state land cultivator for cultivate peasants?

The type of research is a normative legal research with statute approach,

conceptual approach and case approach. Sources of legal materials in this

research consisted of primary, secondary and tertiary legal materials. The

technique of collecting legal material used is literature study techniques. Analysis

of legal materials collected in this research performed by legal argumentation

based on the legal of deductive-inductive logic and presented descriptively by

arranging systematically to obtain a scientific conclusion.

The research result indicated that (1) The Provincial Government of Bali

as the licensor for state land cultivator can be sued by the cultivators society

considering the Provincial Government of Bali has issued two (2) pieces of

discretion or decisions over the same object. If the Provincial Government of Bali

intends to provide land rights that had been given permission to be cultivated by

the society, the Provincial Government of Bali should first revoke permission to

cultivate on state land by the society. In case of the Provincial Government of Bali

provides land rights without prior permission revoke the cultivation of the land,

then the cultivators society can filed a lawsuit against the Provincial Government

of Bali; and (2) The accountability of Provincial Government of Bali as the

licensor of state land cultivator for cultivate peasants can be either compensation

in the form of money or replace the land at the other location and in other

regions.

Keywords: Land Cultivation, Permit, Accountability.

Page 12: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pulau Bali dikenal dengan pulau seribu pura, ada pula yang menyebutnya

sebagai pulau dewata. Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8°3'40"-

8°50'48" lintang Selatan dan 114°25'53"-115°42'40" Bujur Timur. Relief dan

topografi Pulau Bali di tengah-tengah terbentang pegunungan yang memanjang

dari barat ke timur.

Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok dengan

batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur

berbatasan dengan Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat), sebelah selatan

berbatasan dengan Samudera Indonesia, dan sebelah barat berbatasan dengan

Selat Bali (Provinsi Jawa Timur).

Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi delapan kabupaten dan

satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem,

Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibu kota

provinsi. Bali yang merupakan daerah yang memberikan perhatian khusus

terutama di bidang pariwisata dan pertanian sangat perlu untuk menjaga

keindahan alamnya demikian juga daerah obyek wisatanya yang menjadi sumber

keuangan sebagian besar penduduk Bali seperti, Garuda Wisnu Kencana (GWK),

Kintamani, Bedugul, Danau Batur, Taman Ayun, Istana Presiden Tampak Siring,

Pura Besakih, Tanah Lot, Sangeh, Alas Kedaton, Bali Bird Park, situs Goa

Page 13: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

2

Lawah, situs Goa Gajah, Pantai Lovina, Pantai Sanur, Pantai Nusa dua, Jimbaran,

Pantai Dream Land, Pantai Kuta, Legian dan lain sebagainya.1

Guna mencapai salah satu tujuan pokoknya, yaitu meletakan dasar-dasar

bagi terbentuknya unifikasi dan kesederhanaan pada hukum tanah nasional,

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (selanjutnya disebut UUPA) membuat ketentuan konversi. Lewat

ketentuan konversi, hak-hak lama berdasarkan hukum adat dan hukum barat,

disesuaikan dengan UUPA. Khusus bagi tanah-tanah adat yang bukan obyek

konversi, penyesuaiannya terhadap UUPA difasilitasi dengan ketentuan

penegasan hak. Bahkan, pada tahun 1962 dikeluarkan sebuah peraturan yang

memungkinkan tanah-tanah adat yang tidak didukung oleh bukti-bukti hak untuk

didaftarkan menjadi salah satu hak atas tanah menurut UUPA. Istilah hukum yang

diberikan pada model ini adalah pengakuan hak. Dalam perjalanannya,

pendaftaran konversi tanah-tanah adat tidak berlangsung mulus. Salah satu

penyebab utamanya adalah terhentinya keberlakuan UUPA dalam kawasan hutan

serta superioritas keberlakukan hukum pertambangan dalam wilayah kuasa

pertambangan. Bukan rahasia umum lagi bahwa dalam kawasan hutan dan

wilayah kuasa pertambangan tersebut justru terdapat tanah-tanah adat baik yang

dilekati hak perorangan maupun hak ulayat. Adapun tanah-tanah adat yang tidak

berlokasi baik dalam kawasan hutan maupun wilayah kuasa pertambangan juga

mengalami penggerusan akibat pemberian hak-hak tanah menurut UUPA seperti

HGU untuk perkebunan dan HGB untuk pembangunan real estate.

1 I Putu Agus Suarsana Ariesta, 2008, “Daya Guna dan Hasil Guna Penggunaan Tanah

Melalui Konsolidasi Tanah (Land Consolidation) di Denpasar Utara-Bali”, Tesis, Program

Pascasarjana Program Studi Megister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, Semarang,

h. 23

Page 14: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

3

Namun sekalipun terus dipojokan dengan rejim hukum kehutanan,

pertambangan dan HGU dan HGB, masih terdapat banyak masyarakat adat yang

terus melangsungkan pemilikan, pemanfaatan dan pemakaian atas tanah-tanah

adat. Sekalipun demikian, mengacu pada pengertian formal mengenai tanah

garapan, mereka bukan lagi sebagai pemilik atau pihak yang dianggap berhak.

Kini, masyarakat adat tersebut berubah kedudukan menjadi sebatas penggarap.

Disebut penggarap karena aktifitas mereka untuk mengusahakan dan mengerjakan

tanah-tanah tersebut tidak didasarkan pada salah satu hak atas tanah dalam UUPA.

Menurut Tjondronegoro istilah penggarapan identik dengan istilah

penyakapan yakni petani yang secara sah mengerjakan atau mengusahakan sendiri

secara aktif tanah yang bukan miliknya, dengan memikul sebagian atau seluruh

resiko produksinya.2 Tanah-tanah adat yang tidak jadi dikonversi ke dalam salah

satu hak atas tanah menurut UUPA, sebagaimana digambarkan di atas, hanyalah

salah satu sumber lahirnya tanah garapan. Dalam literatur-literatur hukum agraria,

tanah garapan di atas digolongkan sebagai tanah garapan di atas tanah negara,

termasuk tanah negara yang dikuasai oleh instansi pemerintah dan badan hukum

milik negara/pemerintah. Sumber yang lain adalah tanah-tanah kosong atau

terlantar. Sekalipun berstatus tanah hak, namun karena tidak sedang dimanfaatkan

atau dipergunakan, tanah-tanah ini kemudian diduduki oleh penduduk setempat

atau oleh para imigran. Fenomena tanah kosong yang diduduki dan dipergunakan

oleh penduduk, belakangan juga merebak dalam kawasan hutan, baik pada bekas

konservasi HPH maupun kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi.

2 Gejala Informalitas pada Tanah Garapan, http://www.google.co.id/webhp ?hl=id&tab

=ww#hl=id&sclient=psyab&q=mekanisme+dalam+pemberian+izin++penggarapan+tanah+Negara

&oq=mekanisme+dalam+pemberian+izin++penggarapan+tanah+Negara&gs_l=serp.3...4820.135,

diakses pada tanggal 31 Oktober 2012

Page 15: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

4

Peranan pembangunan dalam masa-masa sekarang ini, sangatlah

dirasakan adanya peningkatan kebutuhan akan tanah untuk keperluan berbagai

macam aspek dalam menumbuhkan pembangunan yang merata bagi lapisan

masyarakat, terutama pembangunan dibidang fisik baik desa maupun kota. Tanah

sebagai modal dasar pembangunan memegang peranan yang sangat penting untuk

melaksanakan kegiatan pembangunan, seperti mendirikan gedung sekolah,

pelebaran jalan dan lain sebagainya. Akan tetapi banyaknya tanah yang tersedia

untuk keperluan pembangunan sangatlah terbatas.

Adapun faktor yang melatarbelakangi penulis mengangkat judul di atas,

berawal dari seringnya muncul sengketa mengenai tanah diantara kelompok-

kelompok yang ada di masyarakat yang sangat mengharapkan suatu keadilan.

Adapun ukuran keadilan itu subyektif dan relatif. Subyektif, karena ditentukan

oleh manusia (hakim) yang mempunyai wewenang untuk memutuskan, namun

tidak mungkin memiliki kesempurnaan yang absolut. Relatif, karena bagi

seseorang dirasa sudah adil, tetapi bagi orang lain dirasa sama sekali tidak adil.

Oleh kerena itu dalam setiap kegiatan pembangunan tidak saja menjadi

tanggung jawab pemerintah, akan tetapi juga dibutuhkan peran aktif dari pihak

swasta dan masyarakat pada umumnya. Untuk memenuhi kebutuhan akan tanah

bagi pemerintah maupun perusahaan swasta, kecil sekali kemungkinannya

menggunakan tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara dikarenakan

persediaan tanahnya yang terbatas. Sebagai solusinya adalah menggunakan tanah-

tanah hak rakyat dengan memberikan ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah.

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 UUPA telah disebutkan bahwa semua hak

atas tanah mempunyai fungsi sosial.

Page 16: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

5

Ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang dimiliki seseorang, tidaklah

dapat dibenarkan, bahwa tanah itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan)

semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau disesuaikan dengan

keadaannya dan sifat dari haknya, sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan

kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan

negara. Tetapi dalam ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan

perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat).

Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah saling

mengimbangi sehingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok

kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. Berhubungan

dengan fungsi sosialnya, maka adalah suatu hal yang sewajarnya bahwa tanah itu

harus dipelihara baik-baik, agar bertambah kesuburannya serta dicegah

kerusakannya. Kewajiban memelihara tanah ini tidak saja dibebankan kepada

pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan menjadi beban

pula dari setiap badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan

hukum dengan tanah itu. Dalam melaksanakan ketentuan ini akan diperhatikan

kepentingan pihak yang ekonomis lemah.3

Pranata hukum yang mengatur pengambilan tanah-tanah penduduk untuk

keperluan pembangunan, dilakukan dengan melalui : 4

1. Pengadaan tanah

Pengadaan tanah ialah setiap kegiatan yang mendapatkan tanah dengan

cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut.

3 Arif, 1994, Undang-Undang Pokok Agraria, Cet III, Mandar Maju , Bandung, h. 45

4 Ibid

Page 17: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

6

2. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah

Pelepasan adalah kegiatan melepaskan hubungan antara pemegang hak

atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti

kerugian atas dasar musyawarah.

Pengadaan tanah erat sekali hubungannya dengan pembebasan atau

pelepasan hak atas tanah yang diperlukan baik untuk kepentingan umum maupun

untuk kepentingan swasta, yang sering kali menimbulkan persoalan dalam

masyarakat. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai kepentingan yang saling

bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya.

Menurut Soedharyo Soimin, pembebasan tanah adalah “melepaskan

hubungan hukum semula yang terdapat diantara pemegang hak/penguasa atas

tanah dengan cara pemberian ganti rugi.5

Namun dalam prakteknya, rakyat sering dijadikan akses para penguasa.

Rakyat seringkali tidak diikutsertakan dalam musyawarah dan mengambil suatu

kebijaksanaan yang menyangkut nasib dan masa depan mereka. Pada umumnya

mereka hanya diberi pengarahan yang harus diterima dengan penuh kepatuhan,

bahkan rakyat seringkali dibodohi dengan janji-janji yang menggiurkan, sehingga

mereka merasa kecewa dan merasa dirugikan karena mendapatkan perlakuan yang

tidak adil. Bila persoalan semacam ini tidak mendapatkan perhatian yang serius,

pada gilirannya akan menimbulkan masalah yang berdampak politik.

Hal-hal tersebut di atas tentunya menimbulkan keresahan dalam

masyarakat yang dirugikan secara moril dan materil. Padahal dalam pelaksanan

5 Soedharyo Soimin, 2001, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Edisi Kedua, Sinar

Grafika, Jakarta , h. 76

Page 18: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

7

pengadaan tanah harus tetap berdasarkan prinsip-prinsip dan ketentuan hukum

yang sesuai dengan prinsip bahwa negara kita adalah suatu negara hukum. Oleh

karenanya, dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum atau pembangunan

diperlukan suatu pendekatan yang bersifat terpadu melalui legal aprroach

(pendekatan dari segi hukum), prosperty approach (pendekatan dari segi

kesejahteraan), security approach (pendekatan dari segi ketertiban umum) dan

humanity approach (pendekatan dari segi kemanusiaan). Dengan legal approach

dimaksudkan bahwa prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan hukum tetap

dijadikan landasan sesuai dengan prinsip bahwa negara kita adalah negara hukum.

Prosperty approach dimaksudkan kita harus memperhatikan asas-asas ketertiban

keamanan, sehingga stabilitas nasional akan tetap terpelihara.6

Pembangunan dari rakyat mengandung makna bahwa rakyat merupakan

faktor dominan diberikan peranan sentral dalam menggerakkan pembangunan dan

perlu ditingkatkan kemampuannya untuk berproduksi dengan baik melalui

investigasi dibidang sumber daya manusia. Pembangunan oleh rakyat berarti

memberikan setiap manusia Indonesia memperoleh kesempatan yang adil untuk

dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan untuk

rakyat berarti menjamin bahwa setiap kemajuan yang diperoleh sebagai hasil

pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak.

Masyarakat bali yang menempati dan menggarap tanah di wilayah pulau

bali secara turun temurun berdasarkan izin menggarap yang telah diberikan oleh

Pemerintah Provinsi Bali tentunya sangat bergantung pada adanya tanah yang

6 Abdurahman, 1995, Masalah Pencabutan hak-hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Indonesia, PT.

Citra Aditya, Bandung, h. 51

Page 19: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

8

dapat digarap dan menghasilkan untuk melanjutkan kehidupan dan kesejahteraan

mereka. Jika pemerintah provinsi bali mengambil alih tanah yang telah digarap

oleh masyarakat bali secara turun temurun berdasarkan izin yang telah diberikan

oleh pemerintah provinsi bali kemudian diberikan kepada investor, tentunya akan

menimbulkan kekecewaan dan kesengsaraan bagi masyarakat Bali itu sendiri.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka judul yang dapat diangkat

dalam tulisan ini adalah “Tanggung Gugat Pemerintah Provinsi Bali sebagai

Pemberi Izin Penggarap Tanah Negara”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin untuk penggarap

tanah negara dapat digugat ?

2. Bagaimanakah tanggung gugat Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi

izin penggarap tanah negara kepada petani penggarap ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk menjamin adanya ketegasan dan keutuhan serta untuk mencegah

kekaburan permasalahan, maka disini perlu ditegaskan ruang lingkup masalah

yang menyangkut tentang:

1. Untuk mengetahui apakah Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemberi izin

untuk penggarap tanah negara dapat digugat.

2. Untuk mengetahui tanggung gugat Pemerintah Provinsi Bali sebagai

pemberi izin penggarap tanah negara kepada petani penggarap.

Page 20: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

9

Dalam penulisan ilmiah menentukan ruang lingkup masalah merupakan

hal yang sangat penting untuk menjamin adanya keutuhan dan ketegasan serta

untuk mencegah kekaburan permasalahan, karena terlalu luas atau terlalu sempit.7

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penelitian tentang Tanggung Gugat Pemerintah Provinsi Bali sebagai

Pemberi Izin Penggarap Tanah Negara menekankan pada Kewenangan dan

tanggung jawab Pemerintah Provinsi Bali sebagai Pemberi izin Penggarap Tanah

Negara.

Ada beberapa skripsi yang menulis berdasarkan hasil penelitian tentang

Tanggung gugat, Perizinan, dan Penggarap Tanah Negara antara lain:

1. Ayu Kartika Gusti Saputri Olii yang menulis Skripsi berjudul

“Pendelegasian Wewenang Perizinan di Kabupaten Banyumas (Studi Di

Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten

Banyumas)”, dengan hasil penelitian Bupati Banyumas kepada Kepala

Badan Penanaman Modal dan Pelayanan perizinan Kabupaten Banyumas

adalah menggunakan pendelegasian kewenangan delegasi. Pendelegasian

kewenangan dengan delegasi adalah penyerahan atau pelimpahan suatu

wewenang yang telah ada oleh pejabat atau badan yang telah memperoleh

wewenang secara atributif kepada badan atau pejabat lainnya. Dengan

adanya pendelegasian kewenangan kepada Kepala Badan Penanaman

Modal dan Pelayanan Perizinan maka tanggung jawab yuridis tidak lagi

berada ditangan Bupati Banyumas tetapi beralih kepada Kepala Badan

7 Soerjono Soekanto, 1982, Tata Cara Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Hukum,

Gahlia, Jakarta, h. 12

Page 21: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

10

Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Bayumas selaku

delegataris.8

2. Hanif Dewi Wardhani yang menulis Skripsi berjudul “Pelayanan Publik

Dalam Proses Pengurusan Perizinan Di Kabupaten Cilacap (Studi Kasus

Di Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Terpadu)”, dengan hasil

penelitian ini menunjukkan (1) bahwa pelayanan publik dalam proses

pengurusan perizinan di Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu

Kabupaten Cilacap dalam hal prosedur dalam pelayanan perizinan IMB,

SIUP, izin lokasi, izin gangguan, dan izin reklame sudah dilakukan sesuai

dengan prosedur pelayanan (2) Kendala yang dihadapi Badan Penanaman

Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Cilacap yaitu arana dan

prasarana yang menunjang dalam proses pelayanan perizinan seperti

komputer mengalami kerusakan, kurang lengkapnya persyaratan

administrasi pemohon, adanya keterbatasan pegawai dalam memanfaatkan

teknologi modern;(3) upaya-upaya yang dilakukan yaitu mensosialisasikan

informasi mengenai prosedur pelayanan perizinan dan persyaratan setiap

perizinan melalui website di http://www.kpptkabclp.go.id dan

membagikan selebaran-selebaran ke masyarakat, memberikan kuisioner

mengenai kinerja Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu

Kabupaten Cilacap secara berkala sesuai dengan mekanisme yang

berlaku.9

8 Ayu Kartika Gusti Saputri Olii, 2011, “Pendelegasian Wewenang Perizinan Di

Kabupaten Banyumas”, Skripsi, Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Jenderal

Soedirman Fakultas Hukum Purwokerto. 9 Hanief Dewi Wardani, 2012, “Pelayanan Publik Dalam Proses Pengurusan Perizinan di

Kabupaten Cilacap (Studi Kasus Di Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Terpadu)”, Skripsi.

Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.

Page 22: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

11

3. Mulyadi yang menulis Skripsi berjudul “Tinjauan Hukum Status

Penguasaan Tanah Balete Di Daerah Pesisir Danau Lapompakka

Kabupaten Wajo”, dengan Hasil penelitian yang diperoleh adalah status

penguasaan tanah balete yang didasarkan pada hukum kebiasaan setempat

yang mayoritas tidak dilengkapi dengan dengan izin pengelolaan maupun

kepemilikan dari pemerintah setempat. UUPA tidak mengatur mengenai

tanah balete tetapi karena berada di daerah pesisir dan terjadi akibat

endapan lumpur maka dikategorikan sebagai tanah timbul. Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang penatagunaan tanah

menetapkan bahwa tanah timbul (tanah balete) merupakan tanah negara

yang harus dimohonkan hak pengelolaan dan kepemilikan dengan

memperhatikan garis sempadan danau dan rencana tata ruang wilayah.

Kendala dalam penegasan status penguasaan tanah balete sebagai tanah

negara adalah pemerintah belum melakukan tindakan untuk mendata

mengenai tanah balete di wilayah tersebut serta keengganan masyarakat

setempat untuk melaporkan tanah balete dikuasainya selama ini, sehingga

penguasaannya tidak mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum.10

4. Shirley Devy Valleta yang menulis Skripsi berjudul “Tanggung Gugat

Perjanjian Waralaba Pada “Es Teler 77" Di Surabaya”, dengan hasil

penelitian bahwa bentuk perjanjian waralaba merupakan bentuk perjanjian

baru, meskipun demikian tiada halangan untuk saling mengikatkan diri

10

Mulyadi, 2013, “Tinjauan Hukum Status Penguasaan Tanah Balete di Daerah Pesisir

Danau Lapompakka Kabupaten Wajo”. Skripsi. Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin Makassar .

Page 23: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

12

dalam perjanjian ini selama tidak bertentangan dengan undang-undang,

kesusilaan dan ketertiban umum. Dalam waralaba terkandung asas, yaitu

asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas itikad baik, asas

kesamarataan dalam hukum, asas pikul bareng, asas infornatieplicht dan

asas confidential. Perihal kerugian yang dialami konsumen berkaitan

dengan makanan yang dikonsumsi dalam sistem waralaba menjadi

tanggung jawab pewaralaba karena nelakukan wanprestasi sesuai Pasal

1243 KUH Perdata, karena adanya hubunsan hukum berbentuk jual beli

antara pewaralaba dengan konsumen. Berdasarkan asas pikul bareng yang

menyangkut kemitraan bisnis, maka kerugian yang menyangkut apa yang

telah diperjanjikan antara pengwaralaba dan pewaralaba menjadi tanggung

jawab bersama. Tetapi kerugian karena kecerobohan/ kelalaian pewaralaba

merupakan tanggung jawab pewaralaba sendiri. Seyogyanya pemerintah

berupaya untuk membuat kontrak standar mengenai perjanjian waralaba,

di dalam penggunaannya sebagai acuan oleh para pihak agar tidak terjadi

masalah sehubungan belum adanya peraturan perundang-undangan yang

mengaturnya secara khusus dan tegas.11

Dari keempat Skripsi tersebut di atas, tidak satu pun yang meneliti dan

menulis tentang Tanggung Gugat Pemerintah Provinsi Bali sebagai Pemberi Izin

Penggarap Tanah Negara, dan Skripsi ini ditulis berdasarkan penelitian dengan

menganalisis putusan Pengadilan Negeri Denpasar.

11

Shirley Devy Valleta, 1994, “Tanggung Gugat Perjanjian Waralaba Pada “Es Teler 77"

Di Surabaya”. Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Surabaya.

Page 24: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

13

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami tanggung gugat pemerintah Provinsi

Bali dengan pemberi izin penggarap tanah Negara.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tanggung jawab pemerintah Provinsi Bali sebagai

pemberi izin penggarap tanah negara kepada petani penggarap.

2. Untuk mengetahui tanggung gugat pemerintah Provinsi Bali sebagai

pemberi izin penggarap tanah Negara.

1.6 Manfaat Peneletian

1.6.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian/ bahan

penelitian lebih lanjut, serta menambah informasi mengenai tentang tanggung

gugat pemerintah provinsi Bali sebagai pemberi ijin penggarap tanah Negara.

1.6.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan

memberikan informasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pemerintahan

provinsi Bali yang terkait dalam pemberi ijin penggarap tanah Negara.

1.7 Landasan Teoritis

Teori yang digunakan untuk melakukan penelitian dalam penulisan

skripsi adalah Teori Kewenangan, Teori Negara Hukum, dan Teori Perijinan.

Page 25: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

14

1.7.1 Teori Kewenangan

Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata

Pemerintahan (Hukum Administrasi), karena pemerintahan baru dapat

menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Keabsahan

tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi

Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga Negara

dalam menjalankan fungsinya. Wewenang adalah kemampuan bertindak yang

diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan

perbuatan hukum.12

Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan

sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.

Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority) sebagai hak atau

kekuasaan memberikan perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan

orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai dengan yang diinginkan.13

Lebih lanjut

Hassan Shadhily memperjelas terjemahan authority dengan memberikan suatu

pengertian tentang “pemberian wewenang (delegation of authority)”. Delegation

of authority ialah proses penyerahan wewenang dari seorang pimpinan (manager)

kepada bawahannya (subordinates) yang disertai timbulnya tanggung jawab untuk

melakukan tugas tertentu.14

Proses delegation of authority dilaksanakan melalui

langkah-langkah sebagai berikut:

12

SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di

Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h. 15 13

Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h. 1170 14

Ibid, h. 172

Page 26: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

15

1. Menentukan tugas bawahan tersebut

2. Penyerahan wewenang itu sendiri

3. Timbulnya kewajiban melakukan tugas yang sudah ditentukan.

I Dewa Gede Atmadja, dalam penafsiran konstitusi, menguraikan sebagai

berikut : “Menurut sistem ketatanegaraan Indonesia dibedakan antara wewenang

otoritatif dan wewenang persuasif. Wewenang otoritatif ditentukan secara

konstitusional, sedangkan wewenang persuasif sebaliknya bukan merupakan

wewenang konstitusional secara eksplisit”.15

Wewenang otoritatif untuk menafsirkan konstitusi berada ditangan MPR,

karena MPR merupakan badan pembentuk UUD. Sebaliknya wewenang persuasif

penafsiran konstitusi dari segi sumber dan kekuatan mengikatnya secara yuridis

dilakukan oleh :

1. Pembentukan undang-undang; disebut penafsiran otentik

2. Hakim atau kekuasaan yudisial; disebut penafsiran Yurisprudensi

3. Ahli hukum; disebut penafsiran doktrinal.

Penjelasan tentang konsep wewenang, dapat juga didekati melalui telaah

sumber wewenang dan konsep pembenaran tindakan kekuasaan pemerintahan.

Teori sumber wewenang tersebut meliputi atribusi, delegasi, dan mandat.16

Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang dalam

kaitannya dengan kewenangan sebagai berikut :

15

I Dewa Gede Atmadja, 1996, “Penafsiran Konstitusi Dalam Rangka Sosialisasi

Hukum: Sisi Pelaksanaan UUD 1945 Secara Murni dan Konsekwen”, Pidato Pengenalan Guru

Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana 10

April, h. 2 16

Ibid.

Page 27: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

16

“Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaa yang

berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari

Kekuasaan Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan

terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu

bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan

wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam

kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan

untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik”.17

Kekuasaan menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat.

Wewenang mengandung arti hak dan kewajiban. Hak berisi kebebasan untuk

melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk

melakukan tindakan tertentu. Kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau

tidak melakukan tindakan tertentu.18

Dalam hukum administrasi negara wewenang pemerintahan yang

bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh melalui cara-cara yaitu

atribusi, delegasi dan mandat.

Atribusi terjadinya pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh

suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Atribusi kewenangan

dalam peraturan perundangundangan adalah pemberian kewenangan membentuk

peraturan perundang-undangan yang pada puncaknya diberikan oleh Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI

1945) atau UU kepada suatu lembaga negara atau pemerintah. Kewenangan

tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap

diperlukan. Disini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru.

17

Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta h.

29 18

Ridwan, HR., 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.

23.

Page 28: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

17

Pada delegasi, terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh

badan atau jabatan tata usaha negara yang telah memperoleh wewenang

pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata usaha negara lainnya.

Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Misal,

dalam Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan

Organisasi Kementerian Negara Pasal 93 (1) Pejabat structural eselon I diangkat

dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri yang bersangkutan (2) Pejabat

struktural eselon II ke bawah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yang

bersangkutan. (3) Pejabat struktural eselon III ke bawah dapat diangkat dan

diberhentikan oleh Pejabat yang diberi pelimpahan wewenang oleh Menteri yang

bersangkutan.

Pengertian mandat dalam asas-asas Hukum Administrasi Negara, berbeda

dengan pengertian mandataris dalam konstruksi mandataris menurut penjelasan

UUD NRI 1945 sebelum perubahan. Menurut penjelasan UUD NRI 1945

Presiden yang diangkat oleh MPR, tunduk dan bertanggung jawab kepada

Majelis. Presiden adalah mandataris dari MPR, dan wajib menjalankan putusan

MPR. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi. Dalam

Hukum Administrasi Negara mandat diartikan sebagai perintah untuk

melaksanakan atasan; kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan oleh

pemberi mandat, dan tidak terjadi peralihan tanggung jawab.

Berdasarkan uraian tersebut, apabila wewenang yang diperoleh organ

pemerintahan secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari undang-undang,

yaitu dari redaksi pasal-pasal tertentu dalam peraturan undang-undang. Penerima

Page 29: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

18

dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada

dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang

diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang ( atributaris ).

Perbedaan antara delegasi dan mandat. Dalam hal delegasi mengenai

prosedur pelimpahannya berasal dari suatu organ pemerintahan kepada organ

pemerintahan yang lainnya dengan peraturan perundang-undangan, dengan

tanggung jawab dan tanggung gugat beralih ke delegataris. Pemberi delegasi tidak

dapat menggunakan wewenang itu lagi, kecuali setelah ada pencabutan dengan

berpegang dengan asas ”contrarius actus”. Artinya, setiap perobahan, pencabutan

suatu peraturan pelaksanaan perundang-undangan, dilakukan oleh pejabat yang

menetapkan peraturan dimaksud, dan dilakukan dengan peraturan yang setaraf

atau yang lebih tinggi. Dalam hal mandat, prosedur pelimpahan dalam rangka

hubungan atasan bawahan yang bersifat rutin. Adapun tanggung jawab dan

tanggung gugat tetap pada pemberi mandat. Setiap saat pemberi mandat dapat

menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu.19

Sedangkan Huisman membedakan delegasi dan mandat sebagai berikut :

Delegasi, merupakan pelimpahan wewenang ( overdracht van bevoegdheid );

kewenangan tidak dapat dijalankan secara insidental oleh organ yang memiliki

wewenang asli ( bevoegdheid kan door het oorsprokenlijk bevoegde orgaan niet

incidenteel uitgoefend worden ); terjadi peralihan tanggung jawab ( overgang van

verantwoordelijkheid ); harus berdasarkan UU ( wetelijk basis vereist ); harus

tertulis ( moet schriftelijk ); Mandat menurut Huisman, merupakan perintah untuk

19

Philipus M. Hadjon, 1994, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada

University Press,Yogyakarta, h. 32.

Page 30: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

19

melaksanakan (opdracht tot uitvoering); kewenangan dapat sewaktu-waktu

dilaksanakan oleh mandans (bevoeghdheid kan door mandaatgever nog

incidenteel uitgeofend worden ); tidak terjadi peralihan tanggung jawab (behooud

van verantwoordelijkheid); tidak harus berdasarkan UU (geen wetelijke basis

vereist); dapat tertulis, dapat pula secara lisan (kan schriftelijk, mag ook

mondeling).20

Atribusi diperoleh berdasarkan pemberian wewenang pemerintahan oleh

pembuat Undang-undang kepada organ pemerintahan, delegasi diperoleh berdasar

pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ

pemerintahan lainnya, dan mandat diperoleh ketika organ pemerintahan

mengijinkan kewenangannya dijalankan organ pemerintahan lain atas namanya.

Sumber dan cara memperoleh kewenangan ini berimplikasi erat pada letak

tanggung jawab atas wewenang tersebut (prinsip “tidak ada kewenangan tanpa

pertanggungjawaban”, di mana pada atribusi dan delegasi disertai dengan

berpindahnya tanggung jawab kepada penerima kewenangan, sementara dalam

mandat tetap menjadi tanggung jawab pemberi kewenangan sebab pada

hakikatnya yang terjadi bukanlah pelimpahan kewenangan tetapi penyerahan

tugas (biasanya antara atasan dan bawahan) secara intraorganisasi (yang terjadi

hanyalah hubungan internal organisasi).

1.7.2 Teori Negara Hukum

Negara dikatakan sebagai suatu Negara Hukum dapat dilakukan melalui

penelusuran pandangan ilmiah para ahli. Menurut pendapat yang dikemukakan

20

Ridwan HR, Op.Cit, h. 26.

Page 31: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

20

oleh Friedrich Julius Stahl sebagaimana dikutip oleh Jimly Asshiddiqie yang

memberikan unsur-unsur atau ciri-ciri dari suatu Negara Hukum adalah sebagai

berikut:

1. Adanya Perlindungan Hak Asasi Manusia;

2. Adanya Pembagian Kekuasaan;

3. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang; dan

4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.21

A.V. Dicey mengemukakan unsur-unsur rule of law adalah sebagai

berikut:22

1. Supremasi absolut atau dominasi hukum yang bertentangan dengan

kekuasaan sewenang-wenang dan meniadakan kesewenang-wenangan atau

kesewenangan bebas yang begitu luas dari pemerintah;

2. Persamaan di hadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua

golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh

ordinary court ini berarti tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik

pejabat maupun warga negara biasa berkewajiban untuk mentaati hukum

yang sama.

3. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum

konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekwensi dari hak-hak

individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan, singkatnya

prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan parlemen

21

Jimly Asshiddiqie, 2012, Hukum Tata Negara Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, h.

45 22

Ibid.

Page 32: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

21

sedemikian diperluas sehingga membatasi posisi crown dan pejabat-

pejabatnya.

Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia

adalah Negara Hukum”. Negara Kesatuan Indonesia adalah sebuah negara yang

dalam menyelenggarakan pemerintahan adalah berdasarkan atas prinsip-prinsip

hukum untuk membatasi kekuasaan pemerintah, ini berarti bahwa kekuasaan

Negara dibatasi oleh hukum (rechtsstaat), bukan didasarkan atas kekuasaan belaka

(machtsstaat) yang secara jelas ditentukan dalam Batang Tubuh UUD NRI 1945.

Dengan demikian dalam penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan

sistem pemerintahan yang oleh K.C. Wheare dinyatakan , “first of all it is used to

describe the whole system of government of a country, the collection of rule are

partly lega, in the sense that courts of law ill recognized as law but which are not

less effective in regulating the government than the rules of law strictly so

called”23

yang artinya pertama, dalam arti luas bahwa sistem pemerintahan dari

suatu negara adalah merupakan himpunan peraturan yang mendasari serta

mengatur pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya, kedua yaitu

dalam arti sempit merupakan sekumpulan peraturan yang legal dalam lapangan

ketatanegaraan suatu negara yang dimuat dalam suatu dokumen atau beberapa

dokumen terkait satu sama lain.

Secara konseptual istilah negara hukum di Indonesia dipadankan dengan

dua istilah dalam bahasa asing, yaitu:24

23

K.C. Wheare, 1975, Modern Constitutions, Oxpord University Press, London, h. 1 24

I Dewa Gede Atmadja, 2010, Hukum Konstitusi: Problematika Konstitusi Indonesia

Sesudah Perubahan UUD 1945, Setara Press, Malang, h. 157

Page 33: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

22

1. Rechtsstaat (Belanda), digunakan untuk menunjuk tipe negara hukum

yang diterapkan di negara-negara yang menganut sistem hukum Eropa

Kontinental atau civil law system.

2. Rule of law (Inggris), menunjuk tipe negara hukum dari negara Anglo

Saxon atau negara-negara yang menganut common law system.

Konsep negara hukum di Indonesia disamakan begitu saja dengan konsep

rechtstaat dan konsep the rule of law, hal ini dapat dimaklumi karena bangsa

indonesia mengenal istilah negara hukum melalui konsep rechtsstaat yang pernah

diberlakukan Belanda pada masa kedudukannya di Indonesia, pada perkembangan

selanjutnya terutama sejak perjuangan menumbangkan apa yang dalam periodisasi

politik disebut perjuangan menumbangkan orde lama negara hukum begitu saja

diganti dengan the rule of law.25

Indonesia tidak seyogyanya tidak begitu saja

mengalihkan konsep the rule of law atau konsep rechtstaat sebagai jiwa dan isi

dari negara hukum Indonesia, karena pada dasarnya Indonesia telah memiliki

konsep negara hukumnya sendiri yaitu konsep “Negara Hukum Pancasila”.

Menurut Philipus M. Hadjon, dengan merujuk bahwa asas utama Hukum

Konstitusi atau Hukum Tata Negara Indonesia adalah asas negara hukum dan asas

demokrasi serta dasar negara Pancasila, oleh karena itu dari sudut pandang

yuridisme Pancasila maka secara ideal bahwa Negara Hukum Indonesia adalah

“Negara Hukum Pancasila”.26

Lebih rinci disebutkan bahwa unsur-unsur Negara

Hukum Pancasila adalah sebagai berikut:

25

Philipus M. Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, sebuah

studi tentang Prinsip-Prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan

Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi, Peradaban, Jakarta, h. 66-67 26

I Dewa Gede Atmadja, Op. Cit., h. 16

Page 34: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

23

1. keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas

kerukunan nasional;

2. hubungan yang fungsional dan proporsional antara kekuasaan negara;

3. prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan

merupakan sarana terakhir;

4. keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Unsur-unsur negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila menurut

Sri Soemantri Martosoewignjo adalah sebagai berikut:27

1. Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga

negara;

2. Adanya pembagian kekuasaan negara;

3. Bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya pemerintah harus

selalu berdasarkan atas hukum yang berlaku baik yang tertulis maupun

yang tidak tertulis;

4. Adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya

merdeka.

1.7.3 Teori Perizinan

Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti

menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau als opheffing van

een algemene verdobsregel in het concentare geval (sebagai peniadaan ketentuan

larangan umum dalam peristiwa konkrit). Lebih lanjut, Ateng Syafrudin

27

Sri Sumantri Martosoewignjo, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia,

Alumni, Bandung, h. 11

Page 35: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

24

mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang

dilarang menjadi boleh.28

Adrian Sutedi mengartikan izin (vergunning) sebagai suatu persetujuan

dari penguasa berdasarkan undangundang atau peraturan pemerintah untuk dalam

keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan

perundang-undangan. Izin juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau

pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.29

Adapun pengertian perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi

pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap

kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat. Perizinan dapat berbentuk

penaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan

sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi

perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu

kegiatan atau tindakan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang

yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya

dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya

pengawasan.30

Secara umum, terdapat dua kategori utama dalam perizinan publik, yaitu

perizinan untuk warga perorangan dan perizinan untuk organisasi/pelanggan

komersial. Hal-hal yang termasuk dalam kategori perizinan untuk warga

perorangan misalnya surat-surat catatan sipil dan IMB untuk rumah tinggal.

Sedangkan perizinan publik dalam ketegori kedua, dapat dibagi menjadi empat

28

Ridwan, HR., Op. Cit., h. 28. 29

Adrian Sutedi, 2010, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta. h.167 30

Ibid, h. 168

Page 36: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

25

kelompok, yaitu: fasilitas dan peralatan komersial, kendaraan umum, izin usaha,

dan izin industri.31

Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu sebagai fungsi

penertipan dan fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar izin

atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan usaha

masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan itu, maka

ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. Sedangkan

izin sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat

dilaksanakan sesuai dengan peruntukkannya, sehingga terdapat penyalahgunaan

izin yang telah diberikan, dengan kata lain fungsi pengaturan ini dapat disebut

juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah.32

Pemerintah melalui izin terlibat dalam kegiatan warga negara. Dalam hal

ini pemerintah mengarahkan warganya melalui instrumen yuridis berupa izin. Izin

dapat dimaksudkan untuk mencapai berbagai tujuan tertentu. Menurut Spelt dan

Ten Berge, motif-motif untuk menggunakan sistem izin dapat berupa keinginan

untuk mengarahkan (mengendalikan/sturen) aktivitas-aktivitas tertentu, mencegah

bahaya bagi lingkungan, keinginan melindungi objek-objek tertentu, hendak

membagi benda-benda yang sedikit, dan mengarahkan dengan menyeleksi

orangorang dan aktivitas-aktivitas.

Berkaitan dengan tujuan dan fungsi perizinan dijelaskan bahwa secara

umum, tujuan dan fungsi perizinan adalah untuk pengendalian daripada aktivitas

pemerintah dalam hal-hal tertentu dimana ketentuannya berisi pedoman-pedoman

31

Samudra Wibawa, 1994, Evaluasi Kebijakan Publik, Raja Grafindo, Jakarta, h. 41-42 32

Sutedi, Op.Cit. h. 193

Page 37: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

26

yang harus dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh pejabat

yang berwenang. Selain itu, tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi

yaitu: dari sisi pemerintah, dan dari sisi masyarakat.33

1. Dilihat dari sisi Pemerintah

Dilihat dari sisi Pemerintah, tujuan pemberian izin itu adalah sebagai

berikut:

a. Guna melaksanakan peraturan Apakah ketentuan-ketentuan yang

termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam

pratiknya atau tidka dan sekaligus untuk mengatur ketertiban.

b. Bermanfaat sebagai sumber pendapatan daerah Dengan adanya

permintaan permohonan izin, maka secara langsung pendapatan

pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan

pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak

pula pendapatan di bindnag retribusi tujuan akhirnya, yaitu untuk

membiayai pembangunan.

2. Dilihat dari sisi masyarakat

Dilihat dari sisi masyarakat, tujuan pemberian izin itu adalah sebagai

berikut:

a. Untuk adanya kepastian hukum,

b. Untuk adanya kepastian hak,

c. Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas

E. Utrecht mengatakan bahwa bila pembuat peraturan umumnya tidak

melarang suatu perbuatan tetapi masih juga memperkenankannya asal saja

33

Ibid. h. 200

Page 38: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

27

diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit, keputusan

administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin

(vergunning). Bagir Manan dalam Ridwan HR menyebutkan bahwa izin dalam

arti luas berarti persetujuan dari penguasa berdasarkan perundang-undangan untuk

memperbolehkan tindakan atau perbuatan yang secara umum dilarang.34

Ridwan HR menyatakan bahwa :35

“Izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang

mengaplikasikan peraturan dalam hal konkrit berdasarkan persyaratan dan

prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-

undangan”.

Sedangkan N.M. Spelt dan Mr. J. B. J.M Ten Berge yang disuting oleh

Philipus M. Hadjon, menyatakan bahwa :36

“Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang

atas peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari

ketentuan -ketentuan larangan perundangan. Dengan memberikan izin,

penguasa memperkenankan orang yang dalam memohonnya untuk

melakukan tindakan-tindakan tertentu, ini menyangkut perkenaan bagi

suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan

khusus atasnya Izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak

digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan”.

Selanjutnya, Asep Warlan Yusuf dalam Ridwan Juniarso mengatakan

bahwa izin adalah instrumen pemerintah yang bersifat yuridis preventif, yang

digunakan sebagai sarana hukum administrasi untuk mengendalikan perilaku

masyarakat.37

34

Ridwan HR, Op. Cit. h. 207 35

Ibid. 36

Philipus M. Hadjon, Op. Cit., h.2 37

Juniarso Ridwan, 2009, Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik.

Nuansa, Bandung, h. 92

Page 39: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

28

1.8 Metode Penelitian

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan suatu kebenaran

adalah melalui proses penelitian ilmiah. Metode penelitian adalah suatu ilmu yang

mempelajari prihal metode-metode yang digunakan dalam kegiatan penelitian.38

Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif,

dimana mengkaji masalah-masalah hukum mengenai azas-azasnya, sistematika

hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum, ataupun sejarah hukum.

Penelitian hukum normatif, berupa inventrarisasi perundang-undangan yang

berlaku, berupaya mencari azas-azas atau dasar filsafah dari perundang-undangan

tersebut, atau penelitian yang berupa usaha penemuan hukum yang sesuai dengan

suatu kasus tertentu.39

1.8.2 Jenis Pendekatan

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus.

Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan perundang-undangan (the statue

approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkutan paut dengan isu hukum yang ditangani.40

Pendekatan Konseptual

dilakukan dengan menggunakan konsep-konsep yang berkaitan dengan

38

B. Netra, 1974, Metodelogi Penelitian, Biro Penelitian Fakultas Pendidikan Universitas

Udayana, Singaraja, h. 19 39

Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju,

Bandung, h. 86 40

Bambang Sunggono, 1998, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, h. 69

Page 40: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

29

permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Pendekatan kasus dilaksanakan

dengan menganalisis kasus yang ada yang berkaitan dengan permasalahan yang

akan diteliti.

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Penulisan penelitian ini merupakan suatu penelitian hukum normatif atau

penelitian doktrinal, yaitu penelitian yang menggunakan bahan hukum skunder,

yaitu bahan hukum yang diperoleh dengan mengumpulkan dokumen-dokumen

terkait, baik itu dari bahan primer maupun skunder41

1. Bahan hukum Primer adalah peraturan perundang-undangan yang

dikeluarkan oleh pemerintah. Bahan hukum primer yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria.

d. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengaturan Tanah

Untuk Kepentingan Pembangunan.

2. Bahan hukum skunder berupa data pustaka yakni data yang diperoleh

penulis dari kepustakaan yaitu dengan meneliti bahan-bahan hukum, yaitu:

a. Buku-buku Hukum

b. Karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam

media massa terkait dengan judul penelitian ini.

41

Soejono dan H. Abdurrahman, 1999, Metode Penelitian:Suatu Pemikiran dan

Penerapan, Rineka Cipta, Jakarta, h. 56

Page 41: sinta.unud.ac.id · 5.1 Kesimpulan ... batas fisiknya adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur ... yaitu meletakan dasar-dasar

30

3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberi penjelasan terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum skunder.42

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara mengutip dari

buku-buku literature yang berhubungan dengan cara mencatat bahan-bahan

hukum yang berhubungan dengan tanggung gugat pemerintah provinsi Bali

sebagai pemeberi izin penggarap tanah Negara Studi Kepustakaan merupakan

bagian dari teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian untuk penulisan

skripsi ini.

1.8.5 Teknik Pengolahan Bahan Hukum

Pengolahan bahan hukum dilakukan secara kualitatif yaitu penelitian tanpa

menggunakan angka/tabel tetapi merupakan suatu uraian atau penjelasan dari

permasalahan. Setelah seluruh bahan hukum yang dibutuhkan terkumpul, maka

akan dianalisis dengan menggunakan argumentasi hukum berdasarkan logika

hukum deduktif-induktif dan penyajian secara deskriptif dengan jalan menyusun

secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang ilmiah.

42

Amirudin dan Zainal, 2004, Pengantar Metodelogi Penelitian Hukum, Raja Grafindo

Persadan, Jakarta, h. 31