SINDROMA GUILLAIN BARRE
fafaSINDROMA GUILLAIN BARRE
ETIOLOGISampai saat ini penyebab pasti Sindrom Guillain Barre
masih menjadi bahan perdebatan. Dengan melihat keadaan klinis yang
mendahului penyakit ini banyak teori yang dikaitkan dengan penyakit
ini seperti:1. Infeksi:50% dari penderita mengalami infeksi dalam
waktu 10-14 hari sebelum timbulnya gejala, biasanya pasien
mengalami infeksi traktus respiratorius bagian atas atau gangguan
gastrointestinal yang umumnya disebabkan oleh virus. Bisa juga
terjadi pada pasien pasien yang terinfeksi measles, mumps, rubella,
varicella, Cytomegalo virus , Coxsackie virus, Echo virus, Ebstein
barr virus, herpes simpleks, adeno virus, virus Influenza,
hepatitis B, Mycoplasma, Salmonella, Campylobacter.1,2,3,4,5,6)
2. Tindakan bedah:5-10% kasus terjadi setelah tindakan
pembedahan, juga setelah anestesi spinal atau epidural.2,3,5,6)
Gangguan otonom, terlihat pada 25% kasus, biasanya terjadi
retensio urin dengan distensi vesica urinaria, takikardi, tekanan
darah yang tidak beraturan.1,5)Gejala sensoris biasanya tidak
begitu berat bila dibanding dengan gejala motorik, dan biasanya
terdiri dari paresthesia pada kedua tungkai yang kemudian menyebar
ke ekstremitas atas. Juga dijumpai adanya rasa nyeri tekan otot dan
sensitivitas saraf terhadap tekanan.1,5)Pada keadaan yang berat,
bisa terjadi kegagalan respirasi sebagai komplikasi yang utama,
yang memerlukan tracheostomi dan bantuan pernafasan.1,3,4,5)Pada
perjalanan penyakitnya terdapat 3 periode yaitu:
DIAGNOSISKriteria diagnosa GBS yang ditetapkan oleh ad hoc
committee of the National Institute of Neurological and
Communicative Disorders and Stroke (NINCDS) pada tahun 1978 yaitu:
1. Kelemahan progresif motorik ekstremitas atas dan atau bawah.
Kelemahan mungkin didahului oleh timbulnya kelemahan refleks tendon
dalam. 2. Tidak ada atau berkurangnya refleks tendon dalam.6)
Keadaan yang meragukan diagnosa yaitu:1. Kelemahan yang tidak
simetris dan menetap.2. Disfungsi vesica urinaria dan usus yang
menetap.3. Didahului oleh timbulnya disfungsi vesica urinaria dan
usus.4. Pada LCS ditemukan leukosit mononuclear lebih dari 50 per
mm3.5. Adanya leukosit PMN pada LCS.6. Adanya gejala neurologi yang
nyata.6)
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS1. Polineuropati defisiensi
vitamin.Perjalanan penyakit progresif lambat (berbulan bulan),
gejala sensorik yang menonjol, kelemahan otot bagian distal, jarang
mengenai otot pernafasan, saraf kranialis atau saraf otonom. Pada
LP tidak ada kenaikan protein liquor.2)
2. Miastenia gravisKelemahan otot terutama yang sering digunakan
seperti otot bola mata, otot otot untuk menelan, berbicara. Tidak
ada keluhan sensorik. Tes prostigmin membaik. Didapatkan pembesaran
tymus.2)
3. Paralisis periodic hipokalemiaKelemahan otot pada pagi hari
sehabis bangun tidur. Tidak ada keluhan sensorik yang diakibatkan
oleh kadar kalium serum yang rendah. Dengan infuse KCl dalam
larutan elektrolit akan membaik gejalanya.2)
4. Transverse MyelitisKelemahan otot terjadi setinggi lesi ke
bawah dan tidak pernah mengenai otot wajah dan orofaring. Biasanya
refleks menghilang bila terjadi spinal shock. Gejala sensoris
biasanya segmental sesuai dengan lesi. Terjadi inkontineasia urin
yang persisten. Tetapi jarang terjadi gangguan pernafasan.8)
5. Antibiotic induced paralysisTerjadi beberapa jam sampai
beberapa hari setelah minum obat. Ganguan pernafasan terjadi
sebelum timbulnya kelemahan otot. Juga sering terjadi ptosis dan
internal ophthalmoplegia. Protein LCS biasanya normal.8)
6. PolymyositisSering terjadi kelemahan pada leher dan
tubuh,namun tidak dijumpai adanya gangguan sensorik. Refleks
biasanya normal tapi bisa sedikit menurun. Tidak ditemukannya
disfungsi otonom juga jarang melibatkan saraf cranial. Sering
dijumpai fenomena Raynauds dan terjadi rash. Tidak ada kenaikan
protein LCS. Pada EMG ditemukan fibrilasi.8)
7. Vasculitis NeuropathyTerjadi demam, gejala sensoris yang
terjadi asimetris begitu juga kelemahan yang terjadi asimetris.
Jarang mengenai saraf cranial, tapi bila mengenai saraf tersebut
biasanya asimetris. Tidak ada kenaikan protein dalam LCS.8)
8. PoliomyelitisKelemahan otot tidak simetris dan sering
terdapat atrofi otot. Dijumpai adanya demam tapi jarang terjadi
gangguan sensorik. Pada LCS ditemukan pleositosis.8)
9. RabiesAda demam dan gangguan sensoris biasanya unilateral.
Otot kaki lemas tetapi asimetris. Refleks pada tangan normal.
Paresis bulbar tipe spasme, asimetris dan terjadi hydrophobia.
Sering terjadi gangguan pernafasan dengan tipe pernafasan periodic,
irregular. Pada LCS ditemukan pleositosis.8)
PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Jumlah sel darah putih dan kecepatan
sedimentasi dalam batas normal, kadang kadang meningkat akibat efek
penyakit terdahulu.1)2. Ditemukannya peningkatan jumlah protein
dalam LCS setelah 10 hari timbul gejala neurologist, tetapi hitung
jenis sel normal atau meningkat sedikit, tetapi kurang dari 50/mm3.
sel yang dominant yaitu mononuclear (limfosit).3. Pemeriksaan EMG
menunjukkan penurunan kecepatan hantar saraf dan gelombang F yang
abnormal.1,2,6)
TATALAKSANA PERAWATAN DAN PENGOBATANA. PerawatanPerawatan yang
baik dan intensif adalah hal yang paling penting dan perlu mendapat
perhatian khusus, sebab dengan perawatan yang intensif dan
fisioterapi yang baik, maka komplikasi dapat dikurangi serta cacat
dapat dibatasi dan kesembuhan diusahakan cepat terjadi.1,2,3)
Perawatan umum:Penderita mempunyai keterbatasan dalam pergerakan
dan terpaksa berada dalam posisi tidur yang lama, yang harus
diperhatikan adalah: Mencegah timbulnya luka baring / bed sores
dengan perubahan posisi tidur. Pengamatan terhadap kemungkinan deep
veins trombosis. Pengeluaran secret dari saluran nafas. Pergerakan
sendi sendi secara pasif. Pemberian cairan dan elektrolit terutama
natrium karena penderita sering mengalami retensi cairan dan
hiponatremi disebabkan sekresi hormone ADH berlebihan.1,2,6)
Perawatan khusus:1. Pernafasan:Walaupun pasien masih bernafas
spontan, monitoring fungsi respirasi dengan mengukur kapasitas
vital secara regular sangat penting untuk mengetahui progresivitas
penyakit, kapasitas vital lebih akurat memprediksi gagal nafas
daripada analisa gas darah. Pasien dengan kapasitas vital ,15ml/kg
BB disertai peningkatan PCO2 > 60%, penurunan PO2 < 70%
mutlak perlu alat Bantu nafas. Pasien ini harus dirawat di
ICU.1,2,6)
2. Kardiovaskuler:Monitoring yang ketat terhadap tekanan darah
dan EKG sangat penting karena gangguan fungsi otonom dapat
mengakibatkan timbulnya hipotensi atau hipertensi yang mendadak
serta gangguan irama jantung. Hipotensi dan hipertensi yang
berlangsung sementara tidak perlu diobati, tetapi hipotensi yang
menetap dan mengganggu perfusi ginjal dan otak harus diatasi dengan
pemberian cairan. Hipertensi yang diakibatkan oleh peningkatan
aktivitas saraf simpatis dapat diberikan propanolol. Gangguan irama
jantung bisa berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, atrial
flutter, atrial fibrilasi, bahkan sinus arrest.2,6)
3. Cairan, elektrolit, nutrisi:Ileus paralitik tekadang
ditemukan terutama pada fase akut sehingga parenteral nutrisi perlu
diberikan pada keadaan ini. Pada sindrom ini juga sering terjadi
gangguan sekresi ADH sehingga perlu diperhatikan pemberian cairan
dan elektrolit.2,4. Sedativa dan analgesic:Pada penderita yang
tidak memakai alat Bantu nafas, obat obat sedative harus dihindari
karena akan memperburuk fungsi pernafasan.1,2) Untuk mengatasi
nyeri sering digunakan obat golongan NSAID.2)
5. Antibiotika:Pada pasien yang berbaring lama dan menggunakan
alat bantu nafas, frekwensi timbulnya pneumonia cukup tinggi,
sehingga dibutuhkan antibiotika yang disesuaikan dengan hasil
kultur dan resistensi kuman.2)
B. PENGOBATANPengobatan meliputi:1. Pengobatan dengan
steroidKortikosteroid mungkin mempercepat waktu untuk mulainya
perbaikan tetapi tidak untuk mengurangi beratnya penyakit.1,2)
Dosis tinggi steroid belakangan ini banyak digunakan pada pasien
yang tidak bisa melakukan pergantian plasma, misalnya pada kelainan
kardiovaskuler yang berat. Dapat digunakan methylprednisolone 500mg
per hari untuk 5 hari tanpa adanya efek samping.9) 2. Pengobatan
dengan imunosupresanImunosupresan adalah obat yang bekerja pada
supresi sensitisasi sel limfosit yang tidak normal yang
mengakibatkan reaktivitas imunologik yang merugikan. Obat yang
digunakan azatioprin, siklopospamid, klorambusil, anti limfosit
globulin (ALG). Azatioprin bekerja melalui hambatan resepator
humoral dan seluler sedangkan siklofosfamid menghambat replikasi
sel terutama limfosit B. klorambusil bekerja pada tempat yang sama
dengan ALG, berperan dalam menghambat secara kuat respon imunologik
seluler.2)3. Plasma peresisDigunakan pada fase akut. Prinsipnya
yaitu pertukaran plasma dan pemisahan komponen plasma yang
mengandung antibodi antigen, kompleks immune secara kontinu dengan
teknik limfositoferesis. Hasil plasma peresis berhasil memperbaiki
gejala klinis secara cepat. Sebelum dilakukan plasma peresis perlu
dipertimbangkan derajat penyakit, umur, kondisi umum pasien.
Keberhasilan plasma peresis terutama pada usia muda dan dilakukan
pada fase progresif awal sebelum terjadi kerusakan saraf tepi,
yaitu pada awal 2 minggu timbulnya onset dilakukan tiap hari selama
5 hari berturut-turut.2,9) Pergantian plasma ini juga aman untuk
anak anak dan tanpa komplikasi pada kehamilan. Kontra indikasi
relatif tindakan ini adalah pada penderita gagal hati, kelainan
elektrolit yang berat, dan perdarahan yang aktif.
BAB IPENDAHULUANDemam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi
sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai
secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di
daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan
erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan,
sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri
pengolahan makanan yang masih rendah. . Gambaran klinis demam
tifoid seringkali tidak spesifik sehingga dalam penegakan diagnosis
diperlukan konfirmasi pemeriksaan laboratorium. Besarnya angka
pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena
penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang
sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003
memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di
seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.
Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai
penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga
insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari
laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar
secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah
pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan
760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus
per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan
antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
BAB IIDEMAM TIFOID
A. Definisi Demam TifoidDemam tifoid ( enteric fever) adalah
penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, khususnya
sore hingga malam hari yang disebabkan oleh Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi.1
B. Epidemiologi Demam TifoidDemam tifoid dan demam paratifoid
endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular. Demam
tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5 30 tahun,
laki laki sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang pada umur
dibawah 2 tahun maupun diatas 60. Kelompok penyakit
menularinimerupakan penyakit-penyakityang mudah menulardan dapat
menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.
2,3DiIndonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi
lebihseringbersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan
jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah.
Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan. 2,3Ada dua
sumber penularan S. Typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang
lebih sering adalah pasien karier (pasien karier adalah orang yang
sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S. typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun). Di daerah
endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Di derah
nonendemik penyebaran terjadi melalui tinja.2,3
C. Etiologi Demam TifoidDemam tifoid merupakan infeksi akut usus
halus yang disebabkan oleh Salmonella typhi, atau jenis yang
virulensinya lebih rendah yaitu Salmonella paratyphi. Salmonella
adalah kuman gram negatif yang berflagela, tidak membentuk spora,
dan merupakan bakteri anaerob fakultatif yang memfermentasikan
glukosa dan mereduksi nitrat menjadi nitrit. S.typhi memiliki
antigen H yang terletak pada flagela, O yang terletak pada badan,
dan K yang terletak pada envelope, serta komponen endotoksin yang
membentuk bagian luar dari dinding sel.2
Gambar 1. Bakteri Salmonella Typhi
Gambar 2. Daur hidup Salmonella Typhi dalam menginfeksi tubuh
manusia4D. Patogenesis Demam TifoidMasuknya kuman Salmonella typhi
(S.Typhi) dan Salmonella parathypi (S.Parathypi) ke dalam tubuh
manusia terjadi melalui mekanisme makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos
masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon
imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka kuman akan
menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina
propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh
sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak
Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika.3
Gambar 2. Patogenesis Demam Tifoid
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat pada
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakterimia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ
retikulo endothelial tubuh terutama di hati dan limfa. Di organ ini
kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di
luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah lagi sehingga mengakibatkan bakterimia kedua
kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi
sistemik.3
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke
lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian
masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang
sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan
hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan
gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental,
dan koagulasi.3
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hiperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat
erosi pembuluh darah sekitar plak Peyeri yang sedang mengalami
nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus. Proses patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang
hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat menghasilkan
perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel
kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernafasan, dan gangguan organ
lainnya.3
E. Diagnosis Demam TifoidPenegakan diagnosis sedini mungkin
sangat bermanfaat agar bias diberikan terapi yang tepat dan
meminimalkan komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini
sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. Walaupun pada
kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan untuk membantu
menegakkan diagnosis. 4,5Diagnosis tifoid karier dapat ditegakkan
berdasarkan ditemukannya kuman S.typhi pada biakan feses ataupun
urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang
yang telah satu tahun paska demam tifoid. Saat ini,kultur
darahlangsung yang diikuti denganidentifikasi mikrobiologi adalah
standaremas untuk mendiagnosa demam tifoid. 4,5F. Manifestasi
klinis Demam TifoidMasa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14
hari. Gejala-gejala klinis yang timbulsangatbervariasi dariringan
sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga gambaran penyakit
yangkhas dengan komplikasihingga kematian. 3,5Secara umum gejala
klinis penyakit ini pada minggu pertama ditemukan keluhan dan
gejalaserupadenganpenyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu
demam,nyerikepala,pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidakenak di perut,batuk dan
epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan
meningkat. Sifat demam adalah meningkatperlahan-lahan dan terutama
pada sore hari hingga malam hari. Dalam minggu keduagejala-gejala
menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif (bradikardi
realtif adalah peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan denyut
nadi 8 kali permenit), lidahyangberselaput ( kotor ditengah, tepi
dan ujung merah serta tremor ) , hepatomegali, splenomegali,
meteorismus,gangguanmentalberupasomnolen, stupor, koma, delirium,
ataupsikosis. 3,5,6Sekitar 10-15% pasienmenjadi demam tifoid
berat.Faktor yang mempengaruhi keparahanmeliputidurasi
penyakitsebelum terapi, pilihan terapi antimikroba, tingkat
virulensi, ukuraninokulum,paparan sebelumnyaatau vaksinasi, dan
factor host lainsepertijenisHLA, AIDS ataupenekanan
kekebalanlain,atau konsumsiantasida.7Pada pengidap tifoid (karier)
tidak menimbulkan gejala klinis dan 25% kasus menyangkal bahwa
pernah ada riwayat sakit demam tifoid. Pada beberapa penelitian
menyebutkan bahwa tifoid karier disertai dengan infeksi kronik
traktus urinarius serta terdapat peningkatan terjadinya karsinoma
kandung empedu, karsinoma kolorektal dan lain-lain. Sedangkan
patofisiologi tifoid karier belum sepenuhnya diketahui. 3
G. Pemeriksaan LabortoriumPemeriksaan laboratorium untuk
membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat
kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah perifer; (2) pemeriksaan
bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis;
dan (4) pemeriksaan kuman secara molekuler.(1) Pemeriksaan darah
periferWalaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap dapat
ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadarleukosit normal atau
leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai
infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan
dantrombositopenia.Padapemeriksaan hitung jenis leukosit dapat
terjadi aneosinofilia maupun limfepenia. Laju endap darah pada
demam tifoid dapat meningkat. Pemeriksaan SGOT dan SGPT seringkali
meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh.
Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukanpenanganan khusus.3
(2) Pemeriksaan bakteriologisKultur darahDiagnosis pasti demam
tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam
biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum
atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka
bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang
pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam
urine dan feses.3Hasil biakan darah yang positif memastikan demam
tifoid, akan tetapi hasil negatif tidakmenyingkirkan demam tifoid,
karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut : 3 Telah
mendapat terapiantibiotik. Bilapasien sebelum dilakukan kulturdarah
telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan
terhambat dan hasil mungkin negatif. Volume darah yang kurang(
diperlukan kurang lebih 5 ccdarah ), bila darah yang dibiakterlalu
sedikit hasil biakan bisanegatif.Darah yang diambil sebaiknya
secara bedside langsung dimasukkan kedalam mediacairempedu (oxgall)
untukpertumbuhan kuman. Riwayatvaksinasi.Vaksinasi dimasalampau
menimbulkan antibody dalam darahpasien. Antibodi ( agluinin ) ini
dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif.
Saatpengambilandarah setelah minggu pertama, dimana pada saatitu
agglutinin semakin meningkat.Kegagalan dalam isolasi/biakan dapat
disebabkan oleh keterbatasan media yang digunakan, adanya
penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang sangat minimal dalam
darah, volume spesimen yang tidak mencukupi, dan waktu pengambilan
spesimen yang tidak tepat.7Walaupun spesifisitasnya tinggi,
pemeriksaan kultur mempunyai sensitivitas yang rendah dan adanya
kendala berupa lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta
peralatan yang lebih canggih untuk identifikasi bakteri sehingga
tidak praktis dan tidak tepat untuk dipakai sebagai metode
diagnosis baku dalam pelayanan penderita. 7(3) Uji serologiUJI
WIDALUji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman
S.typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara
antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut
aglutinin.Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud
uji widal adalah menentukan adanya aglutinin dalam
serumpenderitatersangka demam tifoid. Akibat infeksi oleh S.typhi,
pasienmembuatantibodi( aglutinin ) yaitu: 3 Aglutinin O, yaitu
dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman)
Aglutinin H, karena rangsanganantigen H (berasal dari flagela kuman
) Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Makin tinggi titernya makin
besar kemungkinan menderita demam tifoid. Pembentukan agglutinin
mulai terjadi pada akhir minggu pertamademamkemudian meningkat
secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke empat dan tetap
tinggi selamabeberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul
aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang
telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6bulan,
sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh
karena itu uji widalbukanlah pemeriksaan untuk menentukan
kesembuhan penyakit.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi uji widal, yaitu:
Pengobatandinidengan antibiotik,pemberian kortikosteroid Gangguan
pembentukan antibodi. Saatpengambilandarah Daerahendemik
ataunon-endemik Riwayatvaksinasi Reaksi anamnestik, yaitu
peningkatan titer aglutinin padainfeksi bukan demamtifoid akibat
infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi. Faktor teknik
,akibataglutinasisilang,strainsalmonella yang digunakan
untuksuspensi antigen
TES TUBEXTes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi
kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan
menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas.
Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang
benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup
D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya
mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG
dalam waktu beberapa menit.8METODE ENZYME IMMUNOASSAY (EIA) DOTUji
serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik
IgM dan IgG terhadap antigen OMP (outer membrane protein) S. typhi.
Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam
tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan
demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis
dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang tinggi akan
terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat
membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode
Typhidot-M yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot telah
dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan
pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap
Ig M spesifik.7,14Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan
salmonellosis non-tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan
demikian bila dibandingkan dengan uji Widal, sensitivitas uji dot
EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna tidak
selalu diikuti dengan uji Widal positif. Dikatakan bahwa Typhidot-M
ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan
kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan
akurat.7,14METODE ENZYME-LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY (ELISA)Uji
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak
antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG
terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi
S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya
antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody
sandwich ELISA.2PEMERIKSAAN DIPSTIKUji serologis dengan pemeriksaan
dipstik dikembangkan di Belanda dimana dapat mendeteksi antibodi
IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan
membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita
pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen
kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah
distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat
digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium
yang lengkap. Pemeriksaan ini juga sangat dipengaruhi hasilnya oleh
penggunaan antibiotik. 7,9(4) Pemeriksaan kuman secara
molekulerMetode lain untuk identifikasi bakteri S. typhi yang
akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri
S. typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau
amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui
identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. typhi. 7Kendala yang
sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko
kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila
prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan
dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan
heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam
spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif
rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis masih belum
memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini penggunaannya
masih terbatas dalam laboratorium penelitian.7Tifoid
KarierPemantauanbakteri di dalam fesesadalah salah satu pilihan
untuk mendeteksi adanya kuman S.Typhi. Selanjutnya,pengambilan
sampeltinjasecara rutin pasti akan memakan biaya yang besar,
memakan waktu yang lama, walaupun perkembangan bakteri di dalam
feses dapat menjadi salah satu cara pemantauan pemulihan demam
tifoid. Namun, salah studi mengatakan bahwa pada tifoid karie akan
menghasilakan antibody Vi yang lebih tinggi dalam waktu lama
dibandingkan pasien demam tifoid akut. 4H. Diagnosis Banding Demam
TifoidParatifoid A, B, dan C, Infeksi virus dengue, malaria,
influenza. 10,11
I. Komplikasi Demam tifoidKomplikasiintestinal perdarahan
intestinalPada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum
terminalis) dapat terbentuk tukak / luka berbentuk lonjong dan
memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan
mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila
tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain
karena faktor luka perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan
koagulasi darah (KID) atau gabungan keduafaktor. Sekitar 25%
penderita demamtifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkantransfusidarah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga
pasien mengalami syok.3,10
Perforasi ususTerjadi pada sekitar 3 % dari penderita yang
dirawat. Biasanya timbul padaminggu ketiga namun dapat pula terjadi
pada minggu pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang biasa
terjadi maka penderita demam tifoiddenga perorasi mengeluh nyeri
perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah
yangkemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan
tanda-tanda ileus. Bisingusus melemah pada 50 % penderita dan pekak
hati terkadang tidak ditemukan karenaadanya udara bebas di abdomen.
Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat,tekanan darah
turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan pergeseran ke
kiridapat menyokong adanya perforasi.3
Bila pada gambaran foto polos abdomen 3 posisi ditemukan udara
pada ronggaperitoneum,maka hal ini merupakan nilai yang cukup untuk
menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Beberapa
factor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur, lama
pengobatan, modalitas pengobatan, bertanya penyakit, dam mobilitas
penderita.3Antibiotikdiberikansecaraselektifbukanhanyauntukmengobatikuman
S.typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif
dan anaerobik pada flora usus.Umumnya diberikan antibiotik spektrum
luas dengankombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk
kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin / metronidazol. Cairan
harusdiberikandalam jumlah yang cukupsertapenderita dipuasakan dan
dipasang nasogastric tube. Transfusi darah dapat diberikan bila
terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal.3 ileus
paralitik pankreatitisKomplikasiekstra-intestinal Kardiovaskular :
miokarditis Hepatitis tifosa: dapat terjadi pada pasien dengan
system imun yang kuarang dan malnutrisi. Biasanya pada demam tifoid
kenaikanenzim tranaminasse tidak relevan dengan kenaikan serum
bilirubin (untuk membandaingkan dengan hepatitis akibat virus)
Tifoid toksik
J. Tatalaksana Demam Tifoid Dan Tifoid KarierTatalakasana Demam
TifoidSampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam
tifoid yaitu : 3
Istirahatdanperawatan,dengantujuanmencegahkomplikasidanmempercepatpenyem
uhan. Dietdanterapipenunjang (simptomatikdansuportif) dengan tujuan
mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.
Pemberianantimikroba,dengantujuanmenghentikan dan mencegah
penyebaran kuman.
1