Top Banner
Sindroma Guillain-Barre (GBS) : Patofisiologi dan Diagnosis GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom. Dari bentuk klasiknya, GBS merupakan suatu polineuopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa gejala sensorik ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf kranial ataupun murni motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat menyebabkan kegagalan nafas sehingga mengancam jiwa. Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, namun umumnya dicetuskan oleh infeksi saluran pernafasan atau pencernaan. Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain-Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar 30% penderita membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom. Dari bentuk klasiknya, GBS merupakan suatu polineuopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa gejala sensorik ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf kranial ataupun murni motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat menyebabkan kegagalan nafassehingga mengancam jiwa. Penyebab Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, namun umumnya dicetuskan oleh infeksi saluran pernafasan atau pencernaan. Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain- Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar 30% penderita membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara
58

Sindroma Guillain

Feb 11, 2015

Download

Documents

semoga bermanfaat buat semua yang membaca..
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sindroma Guillain

Sindroma Guillain-Barre (GBS) : Patofisiologi  dan DiagnosisGBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom. Dari bentuk klasiknya, GBS merupakan suatu polineuopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa gejala sensorik ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf kranial ataupun murni motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat menyebabkan kegagalan nafas sehingga mengancam jiwa.

Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, namun umumnya dicetuskan oleh infeksi saluran pernafasan atau pencernaan. Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain-Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar 30% penderita membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara

GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom. Dari bentuk klasiknya, GBS merupakan suatu polineuopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa gejala sensorik ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf kranial ataupun murni motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat menyebabkan kegagalan nafassehingga mengancam jiwa.PenyebabPenyebab pasti penyakit ini belum diketahui, namun umumnya dicetuskan oleh infeksi saluran pernafasan atau pencernaan. Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain-Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar 30% penderita membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara

Page 2: Sindroma Guillain

Patagonesis dan PatofosiologiTidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri.  Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin.

Page 3: Sindroma Guillain

Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis; berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus plastik. Selubung myelin bersifat insulator  dan melindungi sel-sel saraf. Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang ditransmisikan.  Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam.Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat.

Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan

Page 4: Sindroma Guillain

diserang; transmisi sinyal melambat, terblok, atau terganggu; sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan.10  Untungnya, fase ini bersifat sementara, sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan berhenti dan pasien akan kembali pulih.Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf kranialis dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom (involunter).

Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati perifer.

GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri dinamai demyelinasi primer.

Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis.

Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.

Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf. Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun, saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.

Page 5: Sindroma Guillain

Manifestasi KlinisPasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali serangan yang berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih kembali.

Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:

Page 6: Sindroma Guillain

1. Fase progresif. Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal

sampai gejala menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul nyeri,

kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi

tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai

nadir klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya

akan mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko

kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.

2. Fase plateau.  Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak

didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun

derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan

terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang

masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan,

nutrisi, keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase

ini. Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus,

serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang

meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses

penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien

langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain

mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase

penyembuhan.

3. Fase penyembuhan  Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan

perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody

yang menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan

saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk

membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal,

serta mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang

masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini

juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja

kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan

samapi waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari

derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.

Page 7: Sindroma Guillain

Terdapat enam subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:

1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan jenis GBS yang paling

banyak ditemukan, dan sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh respon

autoimun yang menyerang membrane sel Schwann.

2. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan

bermanifestasi sebagai paralisis desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa

terjadi. Umumnya mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala,

yakni oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90%

kasus.

3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina; menyerang

nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan oleh

respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman dan

penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-GD1a,

sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.

4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan AMAN, juga menyerang

aksoplasma saraf perifer, namun juga menyerang saraf sensorik dengan kerusakan

akson yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.

5. Neuropati panautonomik akut, merupakan varian GBS yang paling jarang; dihubungkan

dengan angka kematian yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskular dan disritmia.

6.  Ensefalitis batang otak Bickerstaff’s (BBE), ditandai oleh onset akut oftalmoplegia,

ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut Bickerstaff,

1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase

remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak, seperti pons,

midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup baik.Diagnosis

Kerusakan myelin pada GBS menyebabkan adanya gangguan fungsi saraf perifer, yakni

motorik, sensorik, dan otonom. Manifestasi klinis yang utama adalah kelemahan motorik

yang bervariasi, dimulai dari ataksia sampai paralisis motorik total yang melibatkan otot-

otot pernafasan sehingga menimbulkan kematian. Awalnya pasien menyadari adanya

kelemahan pada tungkainya, seperti halnya ‘kaki karet’, yakni kaki yang cenderung

tertekuk (buckle), dengan atau tanpa disestesia (kesemutan atau kebas).

Umumnya keterlibatan otot distal dimulai terlebih dahulu (paralisis asendens

Landry),1 meskipun dapat pula dimulai dari lengan. Seiring perkembangan penyakit,

dalam periode jam sampai hari, terjadi kelemahan otot-otot leher, batang tubuh (trunk),

interkostal, dan saraf kranialis.

Pola simetris sering dijumpai, namun tidak absolut. Kelemahan otot bulbar menyebabkan

disfagia orofaringeal, yakni kesulitan menelan dengan disertai oleh drooling dan/atau

terbukanya jalan nafas, serta kesulitan bernafas.

Page 8: Sindroma Guillain

Kelemahan otot wajah juga sering terjadi pada GBS, baik unilateral ataupun bilateral;

sedangkan abnormalitas gerak mata jarang, kecuali pada varian Miller Fisher.

Gangguan sensorik merupakan gejala yang cukup penting dan bervariasi pada GBS.

Hilangnya sensibilitas dalam atau proprioseptif (raba-tekan-getar) lebih berat daripada

sensibilitas superfisial (raba nyeri dan suhu).1 Sensasi nyeri merupakan gejala yang

sering muncul pada GBS, yakni rasa nyeri tusuk dalam (deep aching pain) pada otot-otot

yang lemah, namun nyeri ini terbatas dan harus segera diatasi dengan analgesik

standar. dan arefleksia. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu umumnya ringan; bahkan

Disfungsi kandung kencing dapat terjadi pada kasus berat, namun sifatnya transien; bila

gejalanya berat, harus dicurigai adanya penyakit medulla spinalis. Tidak dijumpai

demam pada GBS; jika ada, perlu dicurigai penyebab lainnya. Pada kasus berat, didapati

hilangnya fungsi otonom, dengan manifestasi fluktuasi tekanan darah, hipotensi

ortostatik, dan aritmia jantung.Pemeriksaan penunjang

1. Cairan serebrospinal (CSS)  Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik,

yakni meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis

(peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein

CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih kanjut di

saat gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi.

Puncaknya pada 4-6 minggu setelah onset. Derajat penyakit tidak berhubungan

dengan naiknya protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya di bawah 10 leukosit

mononuclear/mm

2. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi

(EMG) Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi

saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal)

dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian

proksimal saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90% kasus

GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.

3.  EMG menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai

degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala,

sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini

telah terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas

jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat dan tidak

sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak sempurna,

dengan periode penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta

berkurangnya KHS dan denervasi EMG.

4. Pemeriksaan darah  Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang

dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase

Page 9: Sindroma Guillain

awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia

jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara

anemia bukanlah salah satu gejala.

5. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan peningkatan

immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada kultur

jaringan. Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan

adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena

virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.

6. Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan adanya perubahan gelombang Tserta sinus

takikardia. Gelombang T akan mendatar atau inverted pada leadlateral. Peningkatan

voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak sering.

7. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru) akan menunjukkan adanya

insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).

8. Pemeriksaan patologi anatomi, umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif

konsisten; yakni adanya infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi

multifokal. Pada fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul

bersama dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai

derajat Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung

saraf motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root,

saraf spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel

mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan

organ lainnya.Diagnosis GBS umumnya ditentukan oleh adanya kriteria klinis dan beberapa temuan klinis yang didukung oleh pemeriksaan elektrofisiologis dan cairan serebrospinal (CSS),

 Kriteria Diagnostik untuk Sindroma Guillain-Barre

Temuan yang dibutuhkan untuk diagnosis

Kelemahan progresif kedua anggota gerak atau lebih

Arefleksia

Temuan klinis yang mendukung diagnosis :

Gejala atau tanda sensorik ringan

Keterlibatan saraf kranialis (bifacial palsies)  atau saraf kranial lainnya

Penyembuhan dimulai 2-4 minggu setelah progresivitas berhenti

Disfungsi otonom

Tidak adanya demam saat onset

Progresivitas dalam beberapa hari hingga 4 minggu

Adanya tanda yang relatif simetris

Page 10: Sindroma Guillain

 

Temuan laboratorium yang mendukung diagnosis:

Peningkatan protein dalam CSS dengan jumlah sel <10 sel/μl

Temuan elektrofisiologis mengenai adanya demyelinasi: melambatnya atau

terbloknya hantaran saraf

Diagnosis BandingGBS harus dibedakan dari kondisi medis lainnya dengan gejala kelemahan motorik subakut lainnya, antara lain sebagai berikut:

1. Miastenia gravis akut, tidak muncul sebagai paralisis asendens, meskipun terdapat

ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita GBS tetap kuat,

sedangkan pada miastenia otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas; selain

itu tidak didapati defisit sensorik ataupun arefleksia.

2. Thrombosis arteri basilaris, dibedakan dari GBS dimana pada GBS, pupil masih reaktif,

adanya arefleksia dan abnormalitas gelombang F; sedangkan pada infark batang otak

terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski

3. Paralisis periodik, ditandai oleh paralisis umum mendadak tanpa keterlibatan otot

pernafasan dan hipo atau hiperkalemia.

4. Botulisme, didapati pada penderita dengan riwayat paparan makanan kaleng yang

terinfeksi.13 Gejala dimulai dengan diplopia13 disertai dengan pupil yang non-reaktif

pada fase awal, serta adanya bradikardia; yang jarang terjadi pada pasien GBS.

5. Tick paralysis, paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan; umumnya terjadi

pada anak-anak dengan didapatinya kutu (tick) yang menempel pada kulit.

6. Porfiria intermiten akut, terdapat paralisis respiratorik akut dan mendadak, namun

pada pemeriksaan urin didapati porfobilinogen dan peningkatan serum asam

aminolevulinik delta.

7. Neuropati akibat logam berat; umumnya terjadi pada pekerja industri dengan riwayat

kontak dengan logam berat. Onset gejala lebih lambat daripada GBS.

8. Cedera medulla spinalis, ditandai oleh paralisis sensorimotor di bawah tingkat lesi dan

paralisis sfingter. Gejala hamper sama yakni pada fase syok spinal, dimana refleks

tendon akan menghilang.

9. Poliomyelitis, didapati demam pada fase awal, mialgia berat, gejala meningeal, yang

diikuti oleh paralisis flasid asimetrik.

10. Mielopati servikalis. Pada GBS, terdapat keterlibatan otot wajah dan pernafasan jika

muncul paralisis, defisit sensorik pada tangan atau kaki jarang muncul pada awal

penyakit, serta refleks tendon akan hilang dalam 24 jam pada anggota gerak yang

sangat lemah dalam melawan gaya gravitasi.Daftar Pustaka

Page 11: Sindroma Guillain

1. Victor Maurice, Ropper Allan H. Adams and Victor’s Principles of

neurology. 7th edition. USA: the McGraw-Hill Companies; 2001.

p.1380-87.  

2.  Arnason Barry GW. Inflammatory polyradiculoneuropathies. In:

Dyck PJ, Thomas PK, Lambert EH. Peripheral neuropathies. Vol. II.

USA: W. B. Saunders Company; 1975. p.1111-48.Guillain-Barre

Syndrome. [Update: 2009]. Available

from:http://www.caringmedical.com/conditions/Guillain-Barre_Syndrome.htm.

3. Guillain-Barré Syndrome. [update  2009]. Available

from:http://bodyandhealth.canada.com/condition_info_popup.asp

channel_id=0&disease_id=325&section_name=condition_info. 

4.  Bradley WG, Daroff RB, Fenichel GM, Marsden CD. Editors. Neurology in clinical

practice: the neurological disorders. 2nd edition. USA: Butterworth-Heinemann; 1996.

p.1911-16.

5. Gilroy John. Basic neurology. 2nd edition. Singapore: McGraw-Hill Inc.; 1992. p.377-378.

6.

7.  Guillain-Barré Syndrome. Available

from

:http://www.medicinenet.com/guillain-barre_syndrome/article.htm 

8. Gutierrez Amparo, Sumner Austin J. Electromyography in

neurorehabilitation. In: Selzer ME, Clarke Stephanie, Cohen LG, Duncan PW,

Gage FH. Textbook of neural repair and rehabilitation Vol. II: Medical

neurorehabilitation. UK: Cambridge University Press; 2006. p.49-55. 

dr Widodo Judarwanto SpA, Children Allergy clinic dan Picky Eaters Clinic Jakarta. Phone 5703646   0817171764 – 70081995.

email : [email protected],KORAN INDONESIA SEHATYudhasmara PublisherJl Taman Bendungan Asahan 5 Jakarta PusatPhone : (021) 70081995 – 5703646http://koranindonesiasehat.wordpress.com/ 

Page 12: Sindroma Guillain

Meningitis Tuberkulosa

Posted by Tarlis Irawan on Mei 18, 2012

3.1 Definisi

Meningitis merupakan salah satu infeksi pada

susunan saraf pusat yang mengenai selaput otak dan selaput medulla spinalis yang juga disebut

sebagai meningens. Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme seperti

bakteri, virus, jamur dan parasit. Meningitis Tuberkulosis tergolong ke dalam meningitis yang

disebabkan oleh bakteri yaitu Mycobacterium Tuberkulosa. Bakteri tersebut menyebar ke otak dari

bagian tubuh yang lain.

3.2 Epidemiologi

Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini

tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi setiap 300 TB primer yang tidak

diobati. CDC melaporkan pada tahun 1990 morbiditas meningitis TB 6,2% dari TB ekstrapulmonal.

Insiden meningitis TB sebanding dengan TB primer, umumnya bergantung pada status sosio-

ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang menentukan respon imun

seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi TB adalah malnutrisi, penggunaan

kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes melitus. Penyakit ini dapat

menyerang semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun

pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah

ditemukan pada usia dibawah 3 bulan.

3.3 Anatomi Fisiologi

Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus,

membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea

terdiri dari tiga lapis, yaitu:

Pia meter : yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan

sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.

Arachnoid : Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.

Page 13: Sindroma Guillain

Dura meter : Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal

dan kuat.

3.4 Etiologi

Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau

parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak.

Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas :

1. Bakteri:

Pneumococcus

Meningococcus

Haemophilus influenza

Staphylococcus

Escherichia coli

Salmonella

Mycobacterium tuberculosis

2. Virus :

Enterovirus

Page 14: Sindroma Guillain

3. Jamur :

Cryptococcus neoformans

Coccidioides immitris

Pada laporan kasus meningitis tuberkulosa ini, mycobacterium tuberculosis merupakan faktor

penyebab paling utama dalam terjadinya penyakit meningitis.

3.5 Patogenesis

Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen. Dalam

perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat

penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat

juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi

akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak) akibat trauma

atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid. Meningitis TB biasanya terjadi 3–6

bulan setelah infeksi primer.

Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebro spinal dalam bentuk kolonisasi dari nasofaring atau

secara hematogen menyebar ke pleksus koroid, parenkim otak, atau selaput meningen. Vena-vena

yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi dari infeksi.

Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan oleh fraktur , paska bedah saraf, injeksi steroid secara

epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt, dll. Sering juga

kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis. Walaupun meningitis dikatakan

sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat

berakibat edema otak, penyumbatan vena dan memblok aliran cairan serebrospinal yang dapat

berakhir dengan hidrosefalus, peningkatan intrakranial, dan herniasi

Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa

BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi

Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / focus infeksi lain

Page 15: Sindroma Guillain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dormain

Bila daya tahan tubuh menurun

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS

3.6 Manifestasi Klinis

Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktor-faktor yang bertanggung

jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan patologi yang ditemukan. Tanda dan

gejala klinis meningitis TB muncul perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu.

Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung.

Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk.

Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung

dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda Kernig’s dan Brudzinsky positif.

Page 16: Sindroma Guillain

Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang

menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual,

muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku,

gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas.

Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel muncul bercak pada kulit

tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan

kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan.

Gejala meningitis meliputi :

Gejala infeksi akut

v  Panas

v  Nafsu makan tidak ada

v  Anak lesu

Gejala kenaikan tekanan intracranial

v  Kesadaran menurun

v  Kejang-kejang

v  Ubun-ubun besar menonjol

Gejala rangsangan meningeal

v  kaku kuduk

v  Kernig

v  Brudzinky I dan II positif

Page 17: Sindroma Guillain

Gejala klinis meningitis tuberkulosa dapat dibagi dalam 3 stadium :2

Stadium I : Stadium awal

Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam, anoreksia

Stadium II : Intermediate

Gejala menjadi lebih jelas

Mengantuk, kejang,

Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan N.VII, gerakan 

involunter

Hidrosefalus, papil edema

Stadium III : Advanced

Penurunan kesadaran

Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi

3.7  Diagnosis

Diagnosa pada meningitis TB dapat dilakukan dengan beberapa cara :8

1. Anamnese : ditegakkan berdasarkan gejala klinis, riwayat kontak dengan penderita TB

2. Lumbal pungsi

Gambaran LCS pada meningitis TB :

Warna jernih / xantokrom

Jumlah Sel meningkat MN > PMN

Limfositer

Protein meningkat

Glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah

Pemeriksaan tambahan lainnya :

Tes Tuberkulin

Ziehl-Neelsen ( ZN )

PCR ( Polymerase Chain Reaction )

3. Rontgen thorax

TB apex paru

TB milier

4. CT scan otak

Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis

Tuberkuloma   : massa nodular, massa ring-enhanced

Page 18: Sindroma Guillain

Komplikasi      : hidrosefalus

5. MRI

Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi Latex. Baku emas

diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam kultur CSS. Namun pemeriksaan kultur

CSS ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah

dari penderita

3.8  Penatalaksanaan

Terapi Farmakologis yang dapat diberikan pada meningitis TB berupa :

Rifampicin ( R ) Efek samping  : Hepatotoksik

INH ( H ) Efek samping  : Hepatotoksik, defisiensi vitamin B6

Pyrazinamid ( Z ) Efek samping : Hepatotoksik

Streptomycin ( S ) Efek samping : Gangguan pendengaran dan vestibuler

Ethambutol ( E ) Efek samping : Neuritis optika

Regimen : RHZE / RHZS

Nama ObatDOSIS

INHDewasa : 10-15 mg/kgBB/hari+ piridoksin 50 mg/hari Anak : 20 mg/kgBB/hari

Streptomisin 20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan

Etambutol25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertamaDilanjutkan 15 mg/kgBB/hari

Rifampisin Dewasa : 600 mg/hariAnak 10-20 mh/kgBB/hari

Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason untuk

menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid dan otak.

Steroid diberikan untuk:

Page 19: Sindroma Guillain

Menghambat reaksi inflamasi

Mencegah komplikasi infeksi

Menurunkan edema serebri

Mencegah perlekatan

Mencegah arteritis/infark otak

Indikasi Steroid :

Kesadaran menurun

Defisit neurologist fokal

Dosis steroid :

Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2 minggu selanjutnya

turunkan perlahan selama 1 bulan.

Bagan Penatalaksanaan Meningitis

Jika dijumpai tanda klinis meliputi :

1) Panas

2) Kejang

3) Tanda rangsang meningeal

4) Penurunan kesadaran

Cari tanda kenaikan tekanan intra cranial :

1) Mual muntah hebat

2) Nyeri kepala

3) Ubun-ubun cembung (anak)

Page 20: Sindroma Guillain

3.9  Prognosis

Prognosis meningitis tuberkulosa lebih baik sekiranya didiagnosa dan diterapi seawal mungkin.

Sekitar 15% penderita meningitis nonmeningococcal akan dijumpai gejala sisanya. Secara

umumnya, penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau mental atau

meninggal tergantung :

umur penderita.

Jenis kuman penyebab

Berat ringan infeksi

Lama sakit sebelum mendapat pengobatan

Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan

Adanya dan penanganan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Page 21: Sindroma Guillain

1. Backgroud to desease. Last updated 2006. Available

fromhttp://www.ocbmedia.com/meningitis/background.php

2. Neurology and Neurosurgery Illustrated

3. Israr YA. Meningitis. Last Updated 2008. Available

fromhttp://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/meningitis.pdf

4. Ramachandran TS. Tuberculous Meningitis. Last Updated 4 December 2008. Available

fromhttp://emedicine.medscape.com/article/1166190-overview —

meningitisBAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Meningitis adalah inflamasi dari meninges ( membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebakan oleh organisme bakteri atau jamur.Meningitis Serosa atau meningitis yang disebabkan oleh virus adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernihMeningitis Purulenta atau meningitis yang di sebabkan oleh bakteri adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis.

Penyakit meningitis telah membunuh jutaan orang di seluruh dunia. Data WHO menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun, lebih dari 700.000 kematian terjadi di negara kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat. WHO mengatakan 300 juta orang di wilayah beresiko penyakit setiap tahun.Di Indonesia, dari 4,6 juta kelahiran hidup tiap tahun, hanya 0,6 persen yang mendapat vaksin meningitis. Padahal, tingkat penderita meningitis di Indonesia tergolong cukup tinggi. Pada 2005, setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 36 kasus meningitis.

Penyakit Menigitis terjadi apabila organisme tersebut dapat masuk ke tubuh pada saa tubuh melemah, kemudian masuk ke darah atau bahkan paling parah menyerang selaput otak Penyakit Meningitis di mulai dari infeksi dari orofaring dan di ikuti dengan septikimia yang kemudian menyebar kemeningen otak dan daerah medula spinalis. Organisme masuk kedalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang didalam meningen dan dibawah korteks, yang menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral

Komplikasi yang timbul biasanya berhubungan dengan proses inflamasi pada meningen dan pembuluh darah cerebral dan DIC juga dapat terjadi karena komplikasi meningitis. Untuk melakukan pencegahan bisa dilakukan pemberian vaksin IPD yang sudah dilakukan di amerika yang bisa menurunkan tingkat penderita meningitis. Selain itu dari tenaga kesehatan sendiri bisa mengikuti

Page 22: Sindroma Guillain

pelatihan dalam menangani peenyakit meningitis. Diharapkan setelah melakukan pelatihan dapat menambah ilkmu dan keterampilan dalam menmangani penyakit meningitis tersebut.

B. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Konsep dasar dari penyakit meningitis

2. Mengetahui Pencegahan dan Pengobatan Meningitis

3. Mengetahui Asuhan Keperawatan meningitis

4. Sebagai Tugas Terstruktur Mata kuliah KMB III

C. Metode Penulisan

Metode penulisan ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif yang memberikan gambaran mengenai asuhan keperawatan pada klien yang mengalami meningitis

D. Ruang Lingkup Penulisan

Ruang lingkup penulisan makalah ini terbatas pada asuhan keperawatan dengan gangguan sistem persarafan: meningitis.

E. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari tiga bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan teoritis, yang terdiri dari anatomi fisiologi sistem persarafan dan konsep dasar meningitis

BAB III : Asuhan Keperawatan pada gangguan sistem persarafan “Meningitis”

BAB IV : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persarafan

Page 23: Sindroma Guillain

1. Struktur Sistem Saraf

Sistem saraf secara garis besar dapat di bagi dalam sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis yang mempunyai beragam pusat dengan fungsi yang berbeda – beda. Dalam sistem saraf pusat ini terjadi berbagai proses analisis informasi yang masuk serta proses sintesis dan mengintegrasikannya. Pada dasarnya proses tersebut bertujuan untuk mengendalikan berbagai sistem organ yang lain sehingga terbentuk keluaran berupa perilaku makhluk hidup.

Sistem saraf tepi terdiri dari saraf aferen dan saraf eferen. Saraf aferen yang juga disebut sebagai saraf sensorik, berfungsi menyalurkan informasi yang berasal dari organ reseptor. Mekanisme penghantaran informasi antara reseptor dengan sistem saraf pusat terjadi melalui proses penghantaran impuls dengan kode irama dan frekuensi tertentu. Saraf eferen yang juga disebut saraf motorik, terdiri dari dua bagian yaitu saraf mootorik somatik dan saraf motorik autonom. Saraf motorik somatik membawa impuls dari pusat ke otot rangka sebagai organ efektor melalui proses komunikasi secara biolistrik di saraf dan proses komunikasi melalui neurotransmitor dihubungan saraf otot, dapat berbangkit kontraksi otot.

2. Sel Saraf (Neuron)

Pusat sel saraf (neuron) terdiri dari sebuah badan sel yang disebut perikarion, berisi nukleus. Di dalam sitoplasma perikarion terdapat badan – badan yang di sebut substansia nissel. Dari perikarion keluar prosesus yang menghantarkan rangsangan periakrion yang disebut dendrit, jumlahnya lebih banyak (lebih dari satu). Prosesus yang menghantarkan rangsangan keluar dari perijarion disebut akson. Jumlah akson biasanya hanya satu.

Simpai meilin yang berlekuk – lekuk disebut nodus ranvier di dalam saraf perifer. Akson dan dendrit terganbung dalam berkas – berkas haringan ikat disebut endoneurium. Berkas ini tegabung menjadi berkas yang lebih besar disebut epineurium. Apabila sebuah akson terputus maka bagian yang terputus hubungannya dengan korion akan mengalami degenerasi, akson dan simpai meilinnya akan berdegenerasi.

Di luar susunan saraf terdapat selubung kedua, diluar selubung mielin yang terdiri dari sel – sel schawn ini akan berpoliferasi membentuk kolom – kolom ini. Sel saraf menurut jenis rangsanganya meliputi sel saraf ( sel gangglon) dan serabut saraf (neurit) atau akson. Sel saraf (neuron) besarnya bermacam – macam dilihat dari geriginya satu, dua, dan banyak. Gerigi yang banyak bercabang menghubungkan sel itu dengan sesamanya, gerigi ini disebut dendrit. Alat penghubung disebut neoron. Serabut saraf (neurit) atau akson adalah bagian utama serabut saraf, yang disebut sumbu toraks. Dan

Page 24: Sindroma Guillain

dibagian tengah disebut juga benang saraf. Sumbu saraf mempunyai benang saraf terdiri dari zat lemak, dinamakan mielin. Sumbu toraks yang tidak mempunyai selaput kelihatan keabu – abuan atau serabut saraf gaib ( saraf sulung ) sekeliling saraf ini ada selaput bening disebut selaput schawn.

3. Fungsi Saraf

Sistem saraf merupakan salah satu sistem tubuh yang dapat berfungsi sebagai media untuk berkomunikasi antar sel maupun organ dan dapat berfungsi sebagai pengendali berbagai sistem organ lain serta dapat pula memproduksi hormon.,

Sistem saraf juga mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti kontaksi otot, peristiwa viseral yang berubah dengan cepat, menerima ribuan informasi dari berbagai organ sensoris dan kemudian mengintegrasikannya untuk menentukan reaksi yang harus dilakukan tubuh. Membran sel bekerja sebagai suatu sekat pemisah yang amat efektif dan selektif antara cairan ekstraseluler dan cairan intraseluler. Didalam ruangan ekstraseluler, disekitar neuron, terdapat cairan denga kadar ion natrium dan klorida. Sedangkan dalam cairan intraseluler terdapat kalium dan protein yang lebih tinggi. Perbedaan komposisi dan kadar ion – ion didalam dan di luar sel mangakibatkan timbulnya suatu potensial listrik dan permukaan membran neuron yang disebut potensial membran. Dalam keadaan istirahat cairan ekstraseluler adalh elektro – positif dan cairan intraseluler adalah elektronegatif.

4. Sistem Saraf Pusat

Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis yang berfuungsi menganalisis, menyitesis, mengintegrasikan berbagai masukan dari saraf sensorik maupun dari bagian bangunan lain yang terdapat diotak maupun di medula spinalis. Dan didalam otak dan tulang belakang terdadapat cairan serebrosponalis yang bersikulasi di Otak dan tulang belakang.

a. Otak

Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang terletak didalam rongga tengkorak (kranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.

a) Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatium, talamus, serta hipotalamus.

b) Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.

Page 25: Sindroma Guillain

c) Otak belakang menjadi pons varoli, medula oblongata, dan serebelum.

Fisura dan sulkus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah. Korteks serebri terlipat secara tidak teratur. Lekukan di antara gulungan serebri disebut sulkus. Sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinalis dan lateralis. Daerah atau lobus letaknya sesuai dengan tulang yang berada diatasnya(lobus frontalis, temporalis, parientalis, dan oksipitalis).

Fisura longotudinal merupakan celah dalam pada bidang medial lateralis memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis sebelah anterior dan lobus parietalis sebelah posterior. Sulkus sentralis memisahkan lobus frontalis dari lobus parietalis.

Otak Terbagi menjadi tiga bagian antara lain :

1) Serebrum

Serebrum ( Otak besar) merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, bebrbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing masing disebut fosa kranialis anterior atas dan fosa kranialis media. Otak mempunyai dua permukaan, permukaan atas dan permukaan bawah. Kedua permukaan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf.

Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu :

a) Lobus frontalis, adalah bagian dari serebrum yang terletak didepan sulkus sentralis.

b) Lobus parietalis terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh korako – oksipitalis

c) Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dan fisura serebralis dan didepan lobus oksipitalis.

d) Oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari serebrum.

Korteks serebri selain dibagi dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi dan banyaknya area. Campbel membagi bentuk korteks serebri menjadi 20 area secara umum korteks serebri dibagi menjadi 4 bagian:

a) korteks sensoris. Pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh bergantung pada fungsi alat yang bersangkutan. Disamping itu juga korteks sensoris bagian fisera lateralis menangani bagian tubuh bilateral lebih dominan.

b) Korteks asosiasi. Tiap indra manusia, korteks asosiasi sendiri merupakan kemampuan otak manusia dalam bidang intelektual, ingatan, berpikir, data yang lain. Bagian anterior lobus temporalis mempunyai hubungan dengan fungsi luhur dan disebut psikokorteks.

Page 26: Sindroma Guillain

c) Korteks motoris menerima impuls dari korteks sensoris, fungsi utamanya adalah kontribusi pada trakrtus piramidalis yang mengatur bagian tubuh kontralateral.

d) Korteks pre-frontal terletak pada lobus frontalis berhubungan dengan sikap mental dan kepribadian.

Pusat bicara. Kemampuan berbicara/bahasa hanya terdapat pada manusia dan mempunyai pusat pada temporalis dan lobus parietalis. Gangguann terhadap hubungan antara korteks berbicara sensoris dan motoris maka akan timbul gangguan kemampuan untuk berbicara spontan.

Ganglia basalis.Kumpulan badan – badan sel saraf didalam diensefalon dan mesensefalon yang berfungsi pada aktivitasnya motorik (menghambat tonus otot, menetukan sikap), gerakan dasar yang terjadi otomatis seperti eksperesi wajah dan lenggang lenggok waktu berjalan.

Substansi putih terletak lebih dalam dan etrdiri dari serabut saraf milik sel – sel pada korteks. Pada hemisfer otak terdiri dari serabut saraf yang bergerak dari korteks kedalam korteks menyambung berbagi pusat pada otak dengan sumsum tulang belakang.

Kapsula interna terbentuk oleh berkas – berkas serabut motorik dan sensorik yang menyambung korteks serebri dengan batang otak dan sum – sumsum tulang belakang. Pada saat melintasi sebstansi kelabu, berkas saraf ini berpadu satu sama lain dengan erat.

2) Batang Otak

Di ensefalon ke atas berhubungan dengan serebrum dan medula oblongata kebawah dengan medula spinalis. Serebrum melekat pada batang otak dibagian medula oblongata. Pons varoli dan mensenfalon. Hubungan sereblum dengan medula oblongata disebut korpus retiformi, sereblum dengan pos varoli diebut brakium pontis, dan serebelum dengan mesensefalon disebut brakium konjungtiva.

Batang otak terdiri dari:

a) Diensefalon, bagian otak paling atas terdapat diantara serebelum dengan mesen sefalon. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat dibagian depan lobus temp[oralis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap ke samping. Fungsi dari diensefalon:

i. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah.

ii. Respiratori, membantu proses persarafan

iii. Mengontrol kegiatan refleks

iv. Membantu kerja jantung.

b) Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol keatas. Dua disebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua disebelah bawah disebut korpus kuadregeminus

Page 27: Sindroma Guillain

inferior. Serat saraf okulomotorius berjalan keventral dibagian medial. Serat nervus troklearis berjalan kearah dorsal menyilang garis tengah kesisi lain fungsinya:

i. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata

ii. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.

c) Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons varoli dengan serebelum, terletak didepan serebelum diantara otak tengah dan medula oblongata. Disini terdapat premotoksoid yang mengatur gerakan pernafasan dan refleks fungsinya :

i. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara medula oblongata dengan serebelum atau otak besar.

ii. Pusat saraf nervus trigeminus

d) Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis. Bagian bawah medula obblongata merupakan persambungan medula spinalis keatas, bagian atas medula oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis didaerah tengah bagian ventral medula obllongata. Fungsi medula oblongata:

i. Mengonrol kerja jantung

ii. Mengecilkan pembuluh darah (vaokonstriktor)

iii. Pusat pernapasan

iv. Mengontrol kegiatan refleks

3) Serebelum

Serebelum (otak kecil) terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan serebrum oleh fisura tranversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medula oblongata. Organ ini banyak menerima serabut aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi.

Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis dan bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Serebelum berhubungan dengan batang otak melalui pendukulus serebri inferior (korpus retiformi). Permukaan luar serebelum berlipat – lipat menyerupai serebelum tetapi lipatannya lebih kecil dan lebih teratur . Permukaan serebelum ini mengandung zat kelabu.

Korteks serebelum dibentuk oleh subtansia grisea, terdiri dari tiga lapisan yaitu granular luar, lapisan purkinye, lapisan granular dalam. Serabut saraf yang masuk dan yang keluar dari serebrum harus melewati serebelum.

Page 28: Sindroma Guillain

Gambar 1.1 : Gambar Otak

Sumber : www .wordpress.com

4) Meningen

Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis.

Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater

a) .Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra.

Page 29: Sindroma Guillain

b) Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak. Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yangdisebut sisterna. Yang paling besar adalah siterna magna, terletak diantara bagian inferior serebelum danme oblongata. Lainnya adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna interpedunkularis di permukaan venttralmesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina terminalis. Pada sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens. Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal.

c) Durameter terdiri dari lapisan luar durameter dan lapisan dalam durameter. Lapisan luar dirameter di daerah kepala menjadi satu dengan periosteum tulang tengkorak dan berhubungan erat dengan endosteumnya.

Gambar 1.2 Lapisan Meningen

Sumber : www .wordpress.com

b. Medula Spinalis

Page 30: Sindroma Guillain

Bagian susunan saraf pusat yang terletak didalam kanalis vertebralis bersama ganglion radiks posterior yang terdapat pada setiap foramen intervertebralis terletak berpasangan kiri dan kanan. Organ ini mengurus persarafan tubuh, anggota badan serta bagian kepala. Dimulai dari bagian bawah medula oblongata setinggi korpus vertebra servikalis I, memanjang sampai ke korpus vetebra lumbalis I dan II.

Sama hanlnya dengan otak berada dalam sakus arakhnoid yang berisi cairan otak, sakus arakhnoid berakhir didalam khanalis vetebralis dalam tulang sakrum.

Dalam medula spinalis keluar 31 pasang saraf, terdiri dari :

1) Servikal : 7 pasang

2) Torakal : 12 pasang

3) Lumbal : 5 pasang

4) Sakral : 5 pasang

5) Koksigial ; 1 pasang

Medula spinalis mengandung zat putih dan zat kelabu yang mengecil pada bagian atas menuju bagian bawah sampai servikal dan torakal. Pada bagian ini terdapat pelebaran dari vetebra servikal IV sampai vertebra torakal II. Pada daerah lumbal peleberan ini semakin kecil disebut konus medularis. Konus ini baerakhir pada verttebra lumbal I dan II. Akar saraf yang berasal dari lumbal bersatu menebus foramen intervertebralis.

Penyeberan semua saraf medula spinalis dimulai dari torakal I sampai lumbal III, mempunyai cabang – cabang dalam saraf yang akan keluar membentuk pleksus dan ini akan membentuk saraf tepi ( perifer) terdiri dari :

1) Pleksus servikalis, dibentuk oleh cabang – cabang saraf servikalis anterior, cabang ini bekerja sama dengan nervus vagus dan nervus asesorius.

2) Pleksus brakialis, dibentuk oleh cabang – cabang anterior dari saraf servikal 4 dan torakal 1, saraf terpenting nevus mediana. Nervus ulnaris radialis mempersarafi anggota gerak atas

3) Pleksus lumbalis, dibuat oleh serabut saraf dan torakal 12, saraf terbesar yaitu nervus femoralis dan nervus obturator.

4) Dibentuk oleh saraf lumbal dan sakral, saraf skiatik yang merupakan saraf terbesar keluar mempersarafi otot anggota gerak bawah.

Sumsum belakang dibungkus oleh tiga selaput yaitu durameter (selaput luar), arakhnoid (selaput jaringan), dan piameter (selaput dalam). Diantara durameter dan arakhnoid terdapat lubang disebut kandung durameter.

Page 31: Sindroma Guillain

Sumsum tulang belakang ada dua macam zat yaitu putih sebelah luar dan zat kelabu sebelah dalam. Zat kelabu dibentuk oleh sel saraf (ganglio) berkatup banyak. Didalamnya terdapat jaringan penunjang (moninglia). Sebelah kiri – kanan terdapat tiang depan (tanduk depan) dan tiang belakang (tanduk belakang). Kanalis sentralis (saluran pusat) merupakan saoluran sempit berhubungan dengan lubang terdapat ditengah otak. Zat putih (tukal) terdapat diantara berkas depan kiri dan kanan dari selaput benang saraf.

Akar sumsum tulang dibentuk oleh akar depan dan akar belakang. Akar depan berasal dari sel ganglion, didalam tanduk depan masuk kedalam alur sisi depan. Akar belakang mulai dari simpuln saraf sumsum belakang masuk kedalam alur sisi belakang.

Gambar : 1.3 Medula Spinalis

Page 32: Sindroma Guillain

Sumber: www.wordpress.com

c. Cairan Serebrospinalis

Cairan serebrospinalis adalah hasil sekresi pleksus koroid. Cairan ini bersifat alkali bening mirip plasma. Sirkulasi cairan serebrospinalis. Cairan ini disalurkan oleh pleksus koroid kedalam ventrikrel yang ada dalam otak, kemudian cairan masuk kedalam kanalis sumsum tulang belakang dan kedalam ruang subaraknoid melalui ventrikularis.

Setelah melintasi ruangan seluruh otak dan sumsum tulang belakang maka kembali ke sirkulasi melalui granulasi arakhnoid pada sinus (sagitalis superoir). Perjalanan cairan serebrospinalis. Setelah meninggalkan ventrikel lateralis (ventrikel I dan II) cairan otak dan sumsum tulang belakang menuju ventrikel III melalui foramen monroi dan terus keventrikel IV melaui aquaduktus silvi cairan dialirkan kebagian medial foramen magendi selanjutnya ke sisterna magma dan kekanalis spinalis. Dari sisterna magma cairan akan membasahi bagian – bagian dari otak. Selanjutnya, cairan ini akan diabsorpsi oleh vili – vili yang terdapat pada arakhnoid. Cairan ini jumlahnya tidak tetap, biasanya berkisar antara 800 – 200 cm mempunyai reaksi alkalis. Komposisi cairan serebrospinalis terdiri dari air, protein, glukosa, garam, dan sedikit limfosit dan karbondioksida.

a) Fungsi cairan serebrospinalis

Melembabkan otak dan medula spinalis

Melindungi alat – alat dalam medula spinalis dan otak dari tekanan

Melicinkan alat – alat dalam medula spinalis dan otak

b) Komposisi Cairan Serebrospinalis

Osmolaritas : 295 mOsm/L

Natrium : 138 mM

Klorida : 119 mM

PH : 7,33

Tekanan CONCUSSION : 6,31 kPa

Glukosa : 3,4 mM

Total Protein : 35 g/L

Albumin0, : 0,23 g/L

Page 33: Sindroma Guillain

Ig G : 0,03 g/L

5. Sistem Saraf Tepi

Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf sadar dan sistem saraf tak sadar (sistem saraf otonom). Sistem saraf sadar mengontrol aktivitas yang kerjanya diatur oleh otak, sedangkan saraf otonom mengontrol aktivitas yang tidak dapat diatur otak antara lain denyut jantung, gerak saluran pencernaan, dan sekresi keringat.

Sistem Saraf terbagi menjadi 2 yaitu :

a. Sistem Saraf Sadar

Sistem saraf sadar disusun oleh saraf otak (saraf kranial), yaitu saraf-saraf yang keluar dari otak, dan saraf sumsum tulang belakang, yaitu saraf-saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang. Saraf otak ada 12 pasang yang terdiri dari:

a) Tiga pasang saraf sensori, yaitu saraf nomor 1, 2, dan 8

b) Lima pasang saraf motor, yaitu saraf nomor 3, 4, 6, 11, dan 12

c) Empat pasang saraf gabungan sensori dan motor, yaitu saraf nomor 5, 7, 9, dan 10.

Saraf otak dikhususkan untuk daerah kepala dan leher, kecuali nervus vagus yang melewati leher ke bawah sampai daerah toraks dan rongga perut. Nervus vagus membentuk bagian saraf otonom. Oleh karena daerah jangkauannya sangat luas maka nervus vagus disebut saraf pengembara dan sekaligus merupakan saraf otak yang paling penting.

Saraf sumsum tulang belakang berjumlah 31 pasang saraf gabungan. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang dibedakan atas 8 pasang saraf leher, 12 pasang saraf punggung, 5 pasang saraf pinggang, 5 pasang saraf pinggul, dan satu pasang saraf ekor.

Beberapa urat saraf bersatu membentuk jaringan urat saraf yang disebut pleksus. Ada 3 buah pleksus yaitu sebagai berikut :

Page 34: Sindroma Guillain

a) Pleksus cervicalis merupakan gabungan urat saraf leher yang mempengaruhi bagian leher, bahu, dan diafragma.

b) Pleksus brachialis mempengaruhi bagian tangan.

c) Pleksus Jumbo sakralis yang mempengaruhi bagian pinggul dan kaki.

b. Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf otonom disusun oleh serabut saraf yang berasal dari otak maupun dari sumsum tulang belakang dan menuju organ yang bersangkutan. Dalam sistem ini terdapat beberapa jalur dan masing-masing jalur membentuk sinapsis yang kompleks dan juga membentuk ganglion. Urat saraf yang terdapat pada pangkal ganglion disebut urat saraf pra ganglion dan yang berada pada ujung ganglion disebut urat saraf post ganglion.

Sistem saraf otonom dapat dibagi atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Perbedaan struktur antara saraf simpatik dan parasimpatik terletak pada posisi ganglion. Saraf simpatik mempunyai ganglion yang terletak di sepanjang tulang belakang menempel pada sumsum tulang belakang sehingga mempunyai urat pra   ganglion   pendek,sedangkan saraf parasimpatik mempunyai urat pra ganglion yangpanjang karena ganglion menempel pada organ yang dibantu.

Fungsi sistem saraf simpatik dan parasimpatik selalu berlawanan (antagonis). Sistem saraf parasimpatik terdiri dari keseluruhan "nervus vagus" bersama cabang-cabangnya ditambah dengan beberapa saraf otak lain dan saraf sumsum sambung.

Tabel Fungsi Saraf Otonom

Parasimpatik Simpatik

1. mengecilkan pupil

2. menstimulasi aliran ludah

3. memperlambat denyut jantung

4. membesarkan bronkus

5. menstimulasi sekresi kelenjar

1. memperbesar pupil

2. menghambat aliran ludah

3. mempercepat denyut jantung

4. mengecilkan bronkus

5. menghambat sekresi kelenjar pencernaan

Page 35: Sindroma Guillain

pencernaan

6. mengerutkan kantung kemih6. menghambat kontraksi kandung kemih

B. Konsep Dasar penyakit “Meningitis”

1. Pengertian

Meningitis adalah inflamasi dari meninges ( membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebakan oleh organisme bakteri atau jamur.(Brunner & Suddart:1987).

Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis(Mansjoer, Arif:2000).

Meningitis Serosa atau meningitis yang disebabkan oleh virus adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih(Mansjoer, Arif: 2000).

Meningitis Purulenta atau meningitis yang di sebabkan oleh bakteri adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis(Mansjoer, Arif: 2000).

Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada pia dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan medulla spinalis (Harsono:. 1996)

Dari pengertian di atas kami dapat menarik kesimpulan bahwa Meningitis adalah proses inflamasi pada daerah selaput otak atau meningen (membran yang mengililingi otak dan medula spinalis) dan disertai infeksi pada cairan serebrospinalis (CSS) yang disebabkan oleh Bakteri atau virus.

2. Etiologi

Page 36: Sindroma Guillain

a. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).

Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).

b. Neisseria meningitidis (meningococcus).

Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.

c. Haemophilus influenzae (haemophilus).

Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin (Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.

d. Listeria monocytogenes (listeria).

Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi. Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan).

e. Penyebab lainnya, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia

f. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan wanita

g. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan

h. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.

i. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan sistem persarafan

3. Klaisifikasi Meningitis

Klasifikasi Meningitis Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.

a. Meningitis Serosa atau meningitis yang disebabkan oleh virus adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium

Page 37: Sindroma Guillain

tuberculosa. Penyebabb lain seperti lues,virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi bergantung pada jenis sel yang terlibat.

b. Meningitis Purulenta atau meningitis yang di sebabkan oleh bakteri adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus Pneumonia (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus auerus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonaas aeruginosa. Bentuk penularannya melalui kontak lansung, yang mencakup droplet dan sekret dari hidung dan tenggorok yang membawa kuman atau infeksi dari orang lain. Akibatnya, banyak yang tidak berkembang menjadi infeksi tetapi menjadi pembawa (cariier). Insiden tertinggi pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negatif yang terjadi pada lansia sama seperti pada seseorang yang menjalani bedah saraf atau seseorang yang mengalami gangguan responn imun.

4. Manifestasi klinis

a. Manifestasi Klinis Menurut (Mansjoer ,arif:2000)

a) Pada penderita Meningitis dapat ditemukan tanda – tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk,

b) Pada pemeriksaan ditemukan suhu badan naik turun, kadang – kadang suhu malah merendah. Nadi sangat labil, lebih sering dijumpai nadi lambat.

c) Selain itu terdapat hipertensi umum. Abdomen tampak mencekung. Gangguan saraf otak yang terjadi disebabkan tekanan eksudat pada saraf – saraf ini. Yang sering tekena nervus III dan VII.

d) Terjadi afasia motoris atau sensoris, kejang fokal, monoparesis, hemiparesis, gangguan sensibilitas. Tanda – tanda khas penyakit ini adalah apatis, refleks pupil yang lambat dan refleks – refleks tendo yang lemah.

b. Manifestasi klinis menurut (Brunnert & suddarth :1997)

a) Gejala yang timbul merupakan akibat dari infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial(TIK)

b) Sakit kepala dan demam merupakan gejala awal yang sering timbul.

c) Perubahan tingkat kesadaran berkaitan dengan tipe bakteri yang memnyerang.

Page 38: Sindroma Guillain

d) Disorientasi dan kerusakan memori (ingatan) merupakan hal yang umum terjadi pada awal penyakit.

e) Letargi, tidak memberikan respons, dan koma dapat berkembang sejalan dengan perkembangan penyakit.

5. Pathway

Page 39: Sindroma Guillain

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada meningitis adalah

a) CT SCAN

Berikut adalah hasil gambar CT SCAN pada penderita meningitis :

Page 40: Sindroma Guillain

Gambar 1. 4 : Hasil CT SCAN pada klien Meningitis

Sumber : www..medscape.com

b) Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial

c) Arteriografi karotis : Letak abses

b. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboraturium yang khas pada meningitis adalah :

1) Analisis CSS dari fungsi lumbal :

a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan

protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.

b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat,

glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan

prosedur khusus.

2)  Glukosa serum : meningkat ( meningitis )

3) LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )

4) Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri )

5) Elektrolit darah : abnormal .

6) ESR/LED :  meningkat pada meningitis

7) Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau

mengindikasikan tipe penyebab infeksi.

7. Pencegahan

Page 41: Sindroma Guillain

a. Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan merokok bergantian dalam satu batangnya. Maka bagi anda yang mengetahui rekan atau disekeliling ada yang mengalami meningitis jenis ini haruslah berhati-hati. Mancuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ketoilet umum, memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan makan bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari berbagai macam penyakit.

b. Individu yang kontak dengan pasien harus dianggap sebagai calon untuk mendaptkan antimikrobial profilaksis (Rimfampin)

c. Amati dan periksa segera kontak dekat jika berkembang demam atau tanda dan gejala lain meningitis.

d. Vaksinasi meningokokal GA mungkin bermanfaat untuk beberapa pelancong kenegara yang mengalami epidemik penyakit meningikokal.

e. Vaksinasi harus dianggap sebagai tambahan terhadap antibiotik kemoprofilaksis bagi siapa saja yang tinggal dengan pasien yang mempunyai penyakit meningokokal

f. Vaksin polisakarida (Vaksin polosakarida Haemophilus influenza invasif tipe B digunakan secara rutin dalam kasus pediatrik untuk pencegahan meningitis.

g. Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) Meningitis merupakan tindakan yang tepat terutama didaerah yang diketahui rentan terkena wabah meningitis, adapun vaccine yang telah dikenal sebagai pencegahan terhadap meningitis diantaranya adalah ;

1) Haemophilus influenzae type b (Hib)

2) Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)

3) Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)

4) Meningococcal conjugate vaccine (MCV4)

8. Komplikasi

a. Inflamasi pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi

cerebral fokal, hydrasefalus)

b. Peningkatan tekanan intrakranial yang di hitung menggunakanPenghitungan mean arterial

pressure (MAP)

Tekanan rata-rata dalam arteri selama siklus lengkap satu detak jantung.

Berikut adalah cara perhitungan MAP

dimana:

Page 42: Sindroma Guillain

C O adalah output jantung

S V R resistensi pembuluh darah sistemik

C V P adalah tekanan vena sentral dan biasanya cukup kecil untuk diabaikan dalam formula ini.

c. infeksi meningococcus pada organ tubuh lainnya

a) Infeksi okular

b) Pericarditis,

c) Endocarditis

d) Myocarditis,

e) Orchitis,

f) Epididymitis,

g) Albuminuria atau hematuria,

h) Perdarahan adrenal

d. DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena

infeksi pada saluran nafas bagian atas, telinga tengah dan paru-paru,

9. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobtan meningitis meliputi :

a. Pengobatan Simtomatis:

1) Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2 – 0,5 mg/kgBB/dosis, atau rektal : 0,4 – 0,6 mg/kgBB indikasi meringankan spasme otot rangka, atau Fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam indikasi anti kejang, 3 x sehari atau Fenonarbital 5 – 7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari. Indikasi anti kejang

2) Antipiretik : parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis. Indikasi analgesik

3) Antiedema serebri: Diuretik osmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk mengobati edema serebri.

4) Pemenuhan Oksigenisasi dengan O2.

Page 43: Sindroma Guillain

5) Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik : pemberian tambahan volume cairan intravena.

b. Obat anti infeksi (meningitis tuberkulosa)

1) Isoniazid 10 – 20 mg/kgBB/24 jam, oral,2 x sehari maksimal 500 mg selama 1½ tahun. Indikasi memnghambat pembentukan dinding sel bakteri

2) Rifampisin 10 – 15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun indikasi : anti infeksi

3) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kgBB/ 24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.Indikasi Indikasi Menghambat/membunuh pertumbuhan mikroorganisme

c. Obat anti infeksi (meningitis bakterial)

1) Sefalosporin generasi ketiga Indikasi menghambat sintesis dinding sel mikroba

2) Amfisilin 150 – 200 mg (400mg)/kgBB/24 jam, IV, 4 – 6 x sehari Indikasi  antibakteri Gram + dan Gram –

3) Kloramfenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari. Indikasi menghambat sintesa protein sel mikroba. 

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN “ MENINGITIS”

A. Pengkajian

1. Keluhan Utama

Page 44: Sindroma Guillain

Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang dan penurunan

kesadaran.

2. Riwayat penyakit sekarang

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman

penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti kapan mulai

serangan, sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya

didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.

Keluhan tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit

kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen.

Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.

Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam,

bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan

apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.pengkajian lainnya

yang perlu ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah

mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman kemeningen terutama

tindakan melalui pembuluh darah.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya

hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami

infeksi jalan napas bagian atas,infeksi jalan nafas bagian bawah, otitis media, mastoiditis,

tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa

sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada keluhan

batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk

mengidentifikasi meningitis tuberculosia.Pengkajian pemakaian obat obat yang sering

digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan

reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).

4. Pengkajian psikososial

Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting

untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam

keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik

dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

5. Pemeriksaan Fisik

Page 45: Sindroma Guillain

a. Tanda-tanda vital (TTV)

Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh tubuh dari normal 38-

41° C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini

biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu

pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda

peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi napas sering kali berhubungan dengan

peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum

mengalami meningitis. Tekanan darah (TD) biasanya normal atau meningkat dan berhubungan

dengan tanda-tanda peningkatan TIK.

b. Pernafasan

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu

napas dan peningkatan frekuensi napas yang sering didapatkan pada klien meningitis yang

disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi toraks hanya dilakukan jika

terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura massif (jarang terjadi

pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien

dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.

c. Kardiovaskuler

Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien meningitis pada

tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminasi terjadi pada

sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septikemia: demam

tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), syok

dan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (CID). Kematian mungkin terjadi dalam

beberapa jam setelah serangan infeksi.

d. Pengkajian pungsi saraf

d) Otak

Pengkajian Otak merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan

pengkajian pada sistem lainnya.

Pengkajian Tingkat Kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang

paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkar

Page 46: Sindroma Guillain

kewaspadaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk

disfungsi sistem persaralan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan

dalam kewaspadaan dan keterjagaan.

e) Tingkat Kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat

letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS

sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan

pemberian asuhan.

f) Pengkajian Fungsi Serebral.

Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gays bicara, ekspresi wajah, dan

aktivitas motorik klien. Pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien

mengalami perubahan.

g) Pengkajian Saraf Kranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII.

1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada.

2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin

didapatkan terurama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang

menyebabkan terjadinya pen ingka tan TIK berlangsung lama.

3) Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak

disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang retail

mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akin didapatkan.

Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis mengelith mengalami fotofobia atau

sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.

4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks

kornea biasanya tidak ada kelainan.

5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.

6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.

Page 47: Sindroma Guillain

8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dad klien

untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal)

9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra

pengecapan normal.

h) Pengkajian Sistem Motorik. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi

pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak

dan selaput otak

2. Risiko peningkatan TiK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan

jaringan otak, dan edema screbral.

3. Ketidakelektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan

kemampuan battik, dan peruhahan tingkat kesadaran.

4. Nyeri yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.

5. Risiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan ketidak mampuan

menelan, keadaan hipermetabolik.

C. Rencana Tindakan

1. Perubahan perfusi jaringan otak b.d peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.

Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan otak meningkat

menjadi sadar, dosorentrasi negatif, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenisasi baik,

tanda – tanda vital dalam batas normal, dan syok dapat dihindari.

Intervensi :

a) Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4

– 6 jam setelah lumbal pungsi.

b) Monitor tanda – tanda vital dan neurologis tiap 5 – 30 menit.

c) Melakukan pengukuran MAP

d) Hindari posisi tunngkai ditekuk atau gerakan – gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring

Page 48: Sindroma Guillain

e) Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati – hati, cegah gerakan yang tiba – tiba dan hindari

fleksi leher

f) Bantu seluruh aktifitas dan gerakan – gerakan klien.

g) Kolaborasikan pemberian O2

2. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan

jaringan otak dan edema serebti.

Tujuan : Tidak terjadi peningkatan TIK pada klien dalam waktu 3 x 24 jam

Intervensi :

a) Kaji faktor penyebab dari situasi/ keadaan/individu/ penyebab koma/penurunan perfusi jaringan

dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.

b) Monitor tanda – tanda peningkatan intrakranial selama perjalanan penyakit

c) Monitor tanda – tanda vital tiap 4 jam.

d) Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman dan reaksi terhadap cahaya

e) Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan

f) Hindari hal – hal yang menyebabkan tekanan ITK, seperti batuk, ngedan.

g) Kolaborasikan Pemberian O2  sesuai indikasi

h) Kolaborasikan Pemberian obat  osmotik diuressis seperti manitol, furosid

3. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan

kemampuan batuk, dan perubahan tingkat kesadaran

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan tindakan, jalan nafas kemvali efektif

Intervensi :

a) Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan

otot – otot aksesoris, .warna, dan kekeringan sputum.

b) Atur posisi fowler dan semi fowler

c) Ajarkan cara batuk efektif

d) Lakukan fisioterapi dada ; vibrasi dada

Page 49: Sindroma Guillain

e) Lakukan pengisapan lendir

f) Berikan Nebulizer

g) Kolaborasikan pemberian O2

h) Kolaborasikan pemberian obat ekspektoran

4. Nyeri Kepala b.d iritasi selaput dan jaringan otak

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam keluhan nyeri berkurang / rasa sakit terkendali

Intervensi :

a) Kaji TTV pasien

b) Kaji Karakteristik nyeri

c) Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang

d) Kompres dingin ( es) pada kepala

e) Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi napas dalam

f) Kolaborasi pemberian analgesik

5. Risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan, keadaan

hipermetabolik.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 5 x 24 jam

Intervensi

a) Observasi tekstur dan turgor kulit

b) Lakukan oral hygiene

c) Observasi asupan dan pengeluaran

d) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan refleks batuk

e) Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk dan adanya sekret

f) Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering

g) Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang

h) Beri makan dengan cara meninggikan kepala

Page 50: Sindroma Guillain

i) Anjurkan diet rendah lemak

j) Anjurkan Diet TKTP

k) Kolaboraikan Pemberian cairan melalui perienteral

l) Kolaborasikan dengan ahli gizi.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Meningitis adalah inflamasi dari meninges ( membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebakan oleh organisme bakteri atau jamur.

2. Klasifikasi Meningitis Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.

3. Keluhan utama  pada penderita meningitis yang sering adalah panas badan tinggi, koma,

kejang dan penurunan kesadaran.

4. Daignosa yang muncul pada klien meningitis

a. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak

dan selaput otak

b. Risiko peningkatan TiK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan

jaringan otak, dan edema screbral.

c. Ketidakelektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan

kemampuan battik, dan peruhahan tingkat kesadaran.

d. Nyeri yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.

Page 51: Sindroma Guillain

e. Risiko Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan ketidak mampuan

menelan, keadaan hipermetabolik.

5. Intervensi yang bisa dilakukan pada diagnosa Perubahan perfusi  jaringan otak b.d peradangan

dan edema pada otak dan selaput otak

a. Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4

– 6 jam setelah lumbal pungsi.

b. Monitor tanda – tanda vital dan neurologis tiap 5 – 30 menit.

c. Melakukan pengukuran MAP

d. Hindari posisi tunngkai ditekuk atau gerakan – gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring

e. Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati – hati, cegah gerakan yang tiba – tiba dan hindari

fleksi leher

f. Bantu seluruh aktifitas dan gerakan – gerakan klien.

g. Kolaborasikan pemberian O2

B. Saran

Page 52: Sindroma Guillain

1. Pada klien meningitis harus di obati dengan segera karena pada mneningitis yang mengalami

kerusakan adalah selaput meningen

2. Harus cepat tanggap pada klien apabila menemukan gejala – gejala meningitis

3. Hindari faktor – faktor pencetus meningitis

4. Segera diobati apabila penyakit yang diderita bisa menjadi komplikasi penyakit meningitis.

Diposkan oleh Fitra aLONGMU SKW   di 01.50