Top Banner
Tinjauan Pustaka Sindrom Nefrotik Idiopatik dan Penanganannya Agnes Christie 10-2011-396 30 Oktober 2014 Alamat Korespendensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 Telp 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email: [email protected] Pendahuluan Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif, hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperlipidemia. Pada anak kausa penyakit ini tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik (SNI). Dari segi usia, sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi menjadi sindrom nefrotik infantile dan sindrom nefrotik congenital. Sindrom ini merupakan sekitar 90% nefrosis pada anak. Penyelesaian masalah ini menunggu penemuan faktor-faktor patogenetiknya. Sindrom ini telah dilaporkan pada beberapa keluarga tertentu dengan frekuensi yang tampaknya meningkat melebihi frekuensi yang diharapkan, tetapi sindrom ini tampaknya tidak diwariskan atau genetik. 1
25

Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

Feb 02, 2016

Download

Documents

agnessupangkat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

Tinjauan Pustaka

Sindrom Nefrotik Idiopatik dan Penanganannya

Agnes Christie

10-2011-396

30 Oktober 2014

Alamat Korespendensi:

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 Telp 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email: [email protected]

Pendahuluan

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif,

hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperlipidemia. Pada anak kausa

penyakit ini tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik idiopatik (SNI). Dari segi usia,

sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi menjadi sindrom nefrotik infantile dan

sindrom nefrotik congenital. Sindrom ini merupakan sekitar 90% nefrosis pada anak.

Penyelesaian masalah ini menunggu penemuan faktor-faktor patogenetiknya. Sindrom ini

telah dilaporkan pada beberapa keluarga tertentu dengan frekuensi yang tampaknya

meningkat melebihi frekuensi yang diharapkan, tetapi sindrom ini tampaknya tidak

diwariskan atau genetik.

Kelainan patogenetik yang mendasari nefrosis adalah proteinuria, akibat dari kenaikan

permeabilitas dinding kapiler glomerulus. Mekanisme dari kenaikan permeabilitas ini belum

diketahui tetapi mungkin terkait, setidak-tidaknya sebagian, dengan hilangnya muatan negatif

glikoprotein dalam dinding kapiler. Pada status nefrosis, protein yang hilang biasanya

melebihi 2g/24 jam dan terutama terdiri dari albumin; hipoproteinemia nya pada dasarnya

adalah hipoalbuminemia dan umumnya, edema muncul bila kadar albumin serum turun

hingga di bawah 2,5g/dL (25g/L).

1

Page 2: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

Isi

Anamnesis

Hal yang perlu kita lakukan terlebih dahulu sebagai dokter sebelum mendiagnosis suatu

penyakit terhadap adanya temuan klinis pada pasien yaitu dengan anamnesis. Anamnesis ini

dapat dilakukan dalam 2 bentuk : alloanamnesis dan autoanamnesis. Perbedaan antar kedua

bentuk anamnesis tersebut, yaitu; alloanamnesis artinya kita melakukan anamnesis dengan

kerabat pasien (seperti orang tua). Hal ini dilakukan bila pasien dalam kondisi tidak sadar

atau terjadi penurunan kesadaran serta pada pasien anak-anak, sedangkan autoanamnesis

yaitu kita melakukan anamnesis langsung dengan pasien dengan keadaan pasien yang masih

baik kesadarannya.1

1. Identitas Pasien :

Jenis kelamin, nama pasien, umur, tempat tinggal, pekerjaan.

2. Keluhan Utama :

Bengkak pada anggota badan (sejak kapan bengkak dialami, lokasi bengkak,

tempat lain)

3. Riwayat Penyakit Sekarang :

Kebiasaan dalam pembuangan urin, frekuensi, jumlah, konsistensi urin, warna?

Urin mengandung darah (hematuria)?

Ada kesulitan saat berkemih?

Ada rasa nyeri pada saat berkemih?

Ada pola perubahan dalam pembuangan urin (seperti mengejan atau tidak)?

Keluhan tambahan lainnya (demam, nyeri di daerah suprapubik atau daerah

lainnya, sesak nafas (edema paru), diare (edema usus), mual muntah, keringat

dingin, lemas)?

Pola makan anak (teratur atau tidak)?

Berat badan meningkat?

Nafsu makan (meningkat atau menurun)?

Apakah ada alergi?

BAB lancar, konsistensi, frekuensi dan jumlah?

2

Page 3: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

4. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat bengkak sebelumnya, riwayat penyakit ginjal seperti sindrom nefrotik,

hepatitis atau gagal jantung

5. Riwayat Keluarga :

Riwayat edema

6. Riwayat kehamilan dan kelahiran

7. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :

Menilai status gizi anak dengan kemungkinan malnutrisi (Kwashiorkor) pada

riwayat pertumbuhan dan perkembangan dengan

memantau kurva berat badan dan panjang badan terhadap umur untuk menilai

apakah terjadi keterlambatan pertumbuhan pada anak

8. Riwayat Obat :

Apakah sudah pernah dibawa berobat sebelumnya?

Apabila sudah obatnya apa?

Ada alergi dengan obat?

9. Riwayat Sosial :

Kebersihan lingkungan.1

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum :

Keadaan sakit, kesadaran

2. Tanda-tanda vital :

Tekanan darah, suhu tubuh, heart rate, frekuensi nafas

3. Pemeriksaan fisik abdomen :

Inspeksi:

Bentuk abdomen, pembesaran organ, atau adanya massa.

Palpasi:

Lakukan dengan tekanan ringan untuk mengetahui adanya nyeri otot, nyeri

lepas, dan nyeri tekan.

Palpasi dalam untuk mengetahui adanya massa atau nyeri tekan.1

3

Page 4: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

Perkusi:

Perkusi abdomen untuk pola bunyi timpani dan pekak.

Auskultasi

4. Pemeriksaan antropometri:

Berbagai nilai baku antropometrik dapat digunakan untuk menilai keadaan

pertumbuhan fisis seorang anak, paling sering dipakai adalah ukuran berat badan,

panjang/tinggi badan, dan lingkar lengan atas. Ukuran tebal lemak subkutan lengan

atas, ukuran tebal lipatan kulit pada lengan dan tungkai, ukuran lingkar dada, ukuran

lingkar perut, pertumbuhan gigi-geligi, dan umur tulang bukan merupakan ukuran

yang tidak rutin diukur.2

Gambar 1. Pemeriksaan Fisik pada Sindrom Nefrotik

Sumber: Sumber: www.netterimages.com

Pada pemeriksaan fisik untuk Sindrom Nefrotik ini, dapat ditemukan edema. Edema

pitting biasanya ditemukan di wajah, ekstremitas bawah dan daerah periorbital, skrotum atau

labia dan perut (asites). Pada anak-anak dengan asites, kesulitan bernapas dapat terjadi, dan

sebagai kompensasi terjadilah takipneu. Nyeri tekan pada abdomen mungkin menunjukan

peritonitis. Edema paru dan efusi juga dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Hipertensi

dapat hadir dan lebih sering terjadi pada anak-anak dengan focal segmental

glomerulosclerosis (FSGS) dan membranoproliferative glomerulonephritis (MPGN)

ketimbang minimal change nephrotic syndrome (MCN).3

4

Page 5: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

Temuan fisik juga dapat hadir karena komplikasi idiopathic nephrotic syndrome (INS).

Abdomen mungkin menunjukkan peritonitis. Hipotensi dan tanda-tanda syok dapat hadir

pada anak-anak yang mengalami sepsis. Trombosis dapat menyebabkan berbagai temuan,

termasuk tachypnea dan gangguan pernapasan (trombosis paru / emboli), hematuria

(trombosis vena ginjal).3

Pemeriksaan Penunjang

Langkah pertama dalam mengevaluasi anak dengan edema adalah untuk memastikan

apakah anak tersebut menderita sindrom nefrotik atau tidak, karena hipoalbuminemia dapat

terjadi tanpa adanya proteinuria (pada protein-losing enteropathy), dan edema dapat terjadi

tanpa adanya hipoalbuminemia (seperti pada angioedema, insufisiensi venosa, gagal jantung

kongestif, dan lain sebagainya). Untuk memastikan diagnosis sindroma nefrotik, pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan : proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.

Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan diantaranya:4

1. Urinalisis

Pada hasil urinalisis pasien dengan syndrome nefrotik dapat ditemukan

hematuria. Hasil tersering adalah hematuria mikroskopis. Hematuria makrsokopis

jarang ditemukan pada kasus syndrome nefrotik. Proteinuria dapat ditemukan antara

3+ atau 4+, yang menunjukkan kandungan protein urin sekitar 300 mg/dL. Pada

sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir

lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.

2. Protein urin kuantitatif

a. Mengukur protein/kreatinin pada urin pagi atau dengan urin 24 jam.

b. Protein/kreatinin urin pagi lebih mudah dilakukan dan dapat mengeksklusi

proteinuria orthostatik.

c. Nilai protein/kreatinin urin lebih dari 2-3mg/mg.

d. Nilai protein urin 24jam > 40mg/m2/jam atau nilai protein urin sewaktu

>100mg/dL, terkadang mencapai 1000mg/dL.

e. Sebagian besar protein yang diekskresi pada SN adalah albumin.

3. Pemeriksaan Lipid

a. Peningkatan total kolesterol, low-density lipoprotein (LDL) kolesterol, dan

trigliserida. Sedangkan HDL (high-density lipoprotein) normal atau rendah

5

Page 6: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

b. Kadar natrium serum rendah karena hiperlipidemia, serta akibat retensi air.

4. Pemeriksaan darah

a. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,

hematokrit, LED) peningkatan hemoglobin dan hematokrit menunjukkan

hemokonsentrasi dan penurunan volume intravascular. Jumlah trombosit sering

meningkat.

b. Albumin (Hipoalbuminemia berat, kadar kalsium total rendah)

c. Ureum, kreatinin

d. Penyebab sekunder: Infeksi HIV, hepatitis B, dan hepatitis C (Memeriksa enzim

hati ALT dan AST)

5. Biopsi Ginjal

a. tidak diindikasikan bagi pasien SN primer dengan usia 1-8 tahun, kecuali jika

riwayat klinis, temuan pada pemeriksaan fisik, maupun hasil dari pemeriksaan

laboratorium mengindikasikan adanya kemungkinan SN sekunder atau SN

primer selain tipe lesi minimal.

b. biopsi ginjal diindikasikan bagi pasien usia < 1 tahun (sindrom nefropatik

kongenital lebih sering terjadi), dan pada pasien usia > 8 tahun (penyakit

glomerular kronik memiliki insidensi yang lebih tinggi). Biopsi ginjal

hendaknya juga dilakukan bila ada indikasi sindrom nefropatik sekunder.

6. Ultrasonografi

a. Hasilnya nonspesifik (Ginjal biasanya membesar karena edema jaringan)

b. Ginjal yang tampak mengecil mengindikasikan penyakit ginjal kronis selain

MCN dan sering disertai dengan kadar kreatinin serum meningkat.

7. Radiografi

a. Pemeriksaan venografi ginjal sekiranya dicurigai adanya trombosis vena

ginjal.

b. Radiografi toraks diindikasikan pada anak dengan gejala pernapasan.

Radiografi toraks harus dipertimbangkan sebelum terapi steroid untuk

menyingkirkan infeksi tuberkulosis (TB) , terutama pada anak dengan tes

Mantoux positif atau sebelumnya positif atau pengobatan sebelumnya untuk

TB.1,3,4

Diagnosis Banding

6

Page 7: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

1. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten

terhadap semua pengobatanPrognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam

bulan-bulan pertama kehidupannya.

2. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh penyakit lainnya seperti malaria kuartana atau parasit lainnya,

penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid,

glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis, bahan kimia

seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air

raksa, amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif

hipokomple

mentemik.

3. Pyelonefritis

Merupakan infeksi bakteri pada salah satu atau kedua pielum pada ginjal yang

diisebabkan oleh Escherichia coli (paling sering), selain itu disebabkan juga oleh

Enterobacter, Klebsiella, Pseudomonas dan Proteus. Gejala biasanya timbul secara tiba-

tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah,

beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah, dapat

terjadi kolik renalis dimana penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh

kejang ureter. Pada anak-anak, gejalanya seringkali sangat ringan dan lebih sulit

untuk dikenali.

4. Glomerulonefritis akut

Ditandai dengan edema awitan mendadak, hematuria, azotemia, dan hipertensi yang

beratnya bervariasi. Keluaran urin dapat menurun, oliguria serta retensi garam dan air

merupakan faktor penyebab utama edema, hipertensi serta gangguan asam basa dan

elektrolit. Urinalisis secara khas menunjukkan adanya silinder campuran, granular, dan

eritrosit. Kadar kreatinin serum meningkat pada duapertiga anak. Jika penyebabnya

streptokokus, titer ASTO meningkat dan komplemen serum menurun.

a. Glomerulonefritis akut poststreptokokus: penyebab tersering glomerulonefritis

akut. Pencetus adalah infeksi pada faring dan kulit oleh strain nefritogenik

streptokokus beta hemolitikus grup A. Setelah infeksi faring terutama mengenai

anak-anak di awal usia sekolah. Rasio anak laki-laki yang terkena dan anak

perempuan yang terkena adalah 2:1.3

7

Page 8: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

b. Glomerulonefritis pascastreptokokus : jarang ditemukan di negara maju, namun

masih banyak di temukan di seluruh dunia. Anak terlihat sehat sampai pada saat

terjadi onset mendadak penyakit dan didapatkan urin berwarna merah terang atau

kecoklatan. Edema wajah, terutama pada kelopak mata umum terjadi dan

mungkin didapatkan nyeri abdomen atau pangkal paha bersama dengan nyeri

tekan pinggang. Tekanan darah biasanya meningkat. 5

Working Diagnosis

Sindroma nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik dari glomerulonefritis

maupun kumpulan gejala yang merupakan hasil dari manifestasi klinik pada banyak penyakit

seperti glomerulonefritis pascainfeksi, atau kronik dan progresif, maupun focal segmental

glomerulosclerosis (FSGS) yang ditandai dengan edema anarsarka, proteinuria massif ≥ 3,5

g/hari, hiperkolesterolemia dan lipiduria. Pada proses awal atau sindrom nefrotik ringan,

untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala ditemukan. Diagnosa sindrom nefrotik

idiopatik harus ditegakkan secara cermat berdasarkan semua pemeriksaan yang dilakukan

ulai dari anamnesis sampai dengan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang harus

ditanyakan riwayat pemakaian obat, kemungkinan berbagai infeksi, dan riwayat penyakit

sistemik untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan lab seperti kadar

albumin dalam serum, kadar koleserol, dan trigliserida, serta protein dalam urin 24 jam.

Untuk mengetahui jenis primer, maka perlu dilakukan biosi ginjal. Sindrom Nefrotik

Primer atau Idiopatik Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer

atau idiopatik oleh karena sindrom nefrotik ini terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu

sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Kelainan

glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan

apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan

imunofluoresensi.3

Etiologi

Penyebab sindrom ini tetap belum diketahui. Keberhasilan awal dalam mengendalikan

nefrosis dengan obat-obat “imunosupresif” memberi kesan bahwa penyakitnya diperantarai

oleh mekanisme imunologis, tetapi bukti adanya mekanisme jejas imunologis yang klasik

belum ada, dan sekarang agaknya jelas bahwa obat-obat “imunosupresif” mempunyai banyak 8

Page 9: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

pengaruh selain dari penekanan pembentukan antibodi. Sebagian kecil penderita mempunyai

bukti bahwa penyakit ini diperantarai Ig-E, tetapi bukti semakin banyak mengesankan bahwa

sindrom ini mungkin diakibatkan dari kelainan fungsi limfosit yang berasal dari timus (sel-

T), mungkin melalui produksi faktor yang meningkatkan permeabilitas vaskuler.6

Patofisiologi

Sindrom nefrotik biasanya merupakan hasil dari cedera glomerulus yang berat.

Hilangnya protein-protein plasma menyebabkan hipoalbuminemia dan

hipoimmunoglobulinemia. Yang dapat bermanifestasi seperti peningkatan kerentanan

terhadap infeksi (akibat hipoimmunoglobulin), edema generalisata, yang disebut anasarka,

dan hiperlipidemia (peningkatan lemak-lemak plasma) yang berkaitan dengan

hipoalbuminemia.

1. Proteinuria. Ekskresi protein yang berlebihan akibat dari peningkatan filtrasi protein

glomerulus karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus terhadap

serum protein, umumnya protein plasma dengan BM rendah seperti albumin diekresi

lebih mudah dibanding protein dengan BM yang lebih besar seperti lipoprotein.

Faktor-faktor yang menentukan derajat proteinuria: besar dan bentuk molekul protein,

konsentrasi plasma protein, struktur dan faal integritas dinding kapiler glomerulus,

muatan ion membrane basalis dan lapisan epitel, tekanan dan aliran intra glomerulus.7

2. Sembab atau Edema. Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu

bangun tidur. Edema yang hebat / anasarca sering disertai edema genitalia eksterna.

Edema anasarca terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, dapat

menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus.

Mekanisme pembentukan edema pada nefrosis dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Pada umumnya edema didahului oleh timbulnya hipoalbuminemia.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, yang

memungkinkan transudasi cairan dari ruang intravaskuler menurunkan tekanan

perfusi ginjal; mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron, yang merangsang

reabsorbsi natrium di tubulus distal. Penurunan volume intravaskuler juga

mereangsang pelepasan hormon antidiuretic, yang mempertinggi reabsorbsi air dalam

duktus kolektivus. Karena tekanan onkotik plasma berkurang, natrium dan air yang

telah direabsorbsi masuk ke ruang interstisial, mamperberat edema. Faktor lain yang

9

Page 10: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

menyebabkan pembentukan edema dapat ditunjukkan melalui observasi bahwa

beberapa penderita sindrom nefrotik mempunyai volume intravaskuler yang normal

atau meningkat, dan kadar renin serta aldosterone plasma normal atau menurun.

Retensi garam dan air pada pasien nefrotis dapat dianggap sebagai suatu respons

fisiologis terhadap penurunan tekanan onkotik plasma dan hipertonisitas, tidak dapat

mengkoreksi penyusutan volume intravaskular, sebab cairan yang diretensi akan

keluar keruang intertisial, dan pasien akan menjadi lebih edematosa sesuai dengan

jumlah masukan natrium dan air.7,8

3. Hiperlipidemia. Pada nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserida)

dan lipoprotein serum meningkat.

Hipoproteinemia merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati,

termasuk lipoprotein, penurunan albumin serum dan tekanan osmotic

merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid / lipogenesis yang

berlebih.

Katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein lipase

plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.6,7

4. Hipoalbuminemia. Penurunan konsentrasi protein serum, terutama protein dengan

BM rendah secara primer merupakan konsekuensi kehilangan protein melalui kemih.

Kehilangan protein akibat peningkatan permeabilitas glomerulus hanya sebagian

diperhitungkan dalam jumlah akhir yang diekresi dalam kemih. Konsentrasi kalsium

plasma dapat rendah sebagai konsekuensi penurunan kadar albumin, sebab hampir

separuh kalsium plasma terikat pada albumin, akan tetapi konsentrasi kalsium yang

terionisasi akan tetap normal.7

Gambar 2. Patofisiologi edema.

10

Page 11: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

Sumber: www.renalsource.com

Epidemiologi

Penyakit ini jarang terjadi, dengan insiden 2 kasus per 100.000 anak (9-16 kasus per

100.000 kasus di Asia) dan puncak kejadian pada usia antara 1 dan 5 tahun. Anak laki-laki

lebih sering menderita daripada perempuan, dengan perbandingan 2,5:1. Penyebabnya belum

diketahui. Kurang lebih 85 persen anak kaukasia dengan sindrom nefrotik termasuk tipe yang

disebut “kelainan minimal”.9

Manifestasi Klinis

Sindrom nefrotik idiopatik sering dijumpai pada laki-laki lebih banyak daripada

perempuan antara usia 2 dan 6 tahun. Sindrom terdini telah dilaporkan pada setengah tahun

terakhir dan usia satu tahun dan lazim pada orang dewasa. Episode awal dan kekambuhan

berikutnya dapat terjadi pasca-infeksi virus saluran pernapasan atas yang nyata.Penyakit ini

biasanya muncul sebagai edema, yang pada mulanya ditemukan di sekitar mata dan pada

tungkai bawah, dimana edemanya bersifat pitting edema.Semakin lama, edema menjadi

menyeluruh atau anasarka dan mungkin disertai kenaikan berat badan, timbul asites dan/atau

efusi pleura, penurunan curah urin.Edemanya berkumpul pada tempat-tempat tergantung dari

hari-ke hari tampak berpindah dari muka dan punggung ke perut, perineum, dan kaki.

Anoreksia, nyeri perut, dan diare lazim terjadi; jarang ada hipertensi.1,4

Gambar 3. Edema Palpebra pada Anak Penderita Sindrom Nefrotik.

Sumber: www.pediaticoncall.com

11

Page 12: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

Penatalaksanaan

Medika mentosa

Pada episode pertama nefrosis, anak dapat dirawat-inap di rumah sakit untuk tujuan

diagnostik, pendidikan, terapeutik. Bila timbul edema, masukan natrium dikurangi dengan

memulai diet tidak ditambah garam. Orang tua dinasihati untuk memasak tanpa garam,

menyembunyikan garam meja, dan menghindari menyajikan makanan yang jelas-jelas

bergaram. Pembatasan garam dihentikan bila edemanya membaik. Jika edemanya tidak berat,

masukan cairan tidak batasi namun tidak perlu didorong dan anak dapat masuk sekolah dan

berpartisipasi dalam aktivitas sekolah seperti yang dapat ditoleransi. Sampai diuresis akibat

kortikosteroid dimulai, edema ringan sampai sedang dapat dikelola di rumah dengan

klorotiazid 10-40 mg/kg/24 jam dan bagi dalam dua dosis.

Bila terjadi hipokalemia, dapat ditambahkan kalium klorida atau spironolakton (3-5

mg/kg/24 jam dibagi menjadi 4 dosis). Terapi edema berat dapat dilakukan pemberian

furosemid oral (1-2 mg/kg setiap 4 jam) bersama dengan metolazon (0,2-0,4 mg/kg/24 jam

dalam dua dosis terbagi); metolazon dapat bekerja pada tubulus proksimal dan distal. Bila

menggunakan kombinasi yang kuat ini, kadar elektrolit dan fungsi ginjal harus dimonitor

secara ketat. Pada beberapa keadaan edema berat, pemberian albumin manusia 25% ( 1

g/kg/24 jam) intravena mungkin diperlukan, tetapi efeknya biasanya sementara dan harus

dihindari terjadinya kelebihan beban volume dengan hipertensi dan gagal jantung. Jika

edemanya menjadi berat, mengakibatkan kegawatan pernapasan akibat efusi pleura yang

massif dan asites atau pada edema skrotum yang berat, anak harus dirawat-inap di rumah

sakit. Pembatasan natrium harus diteruskan, tetapi pengurangan masukan yang lebih lanjut

jarang efektif dalam mengendalikan edema. Skrotum yang membengkak dinaikkan dengan

bantal untuk meningkatkan pengeluaran cairan dengan gravitasi.6

Setelah di diagnosis sindrom nefrotik, kemudian diinduksi dengan pemberian

prednisone, kortikosteroid, dengan dosis 60 mg/m2/24 jam (maksimum dosis 60 mg setiap

hari), dibagi menjadi tiga atau empat dosis selama sehari. Waktu yang dibutuhkan untuk

berespons terhadap prednisone rata-rata sekitar 2 minggu, responnya ditetapkan saat urin

menjadi bebas protein. Jika berlanjut menderita proteinuria (2+ atau lebih) setelah satu bulan

mendapat prednisone dosis terbagi yang terus-menerus setiap hari, nefrosis demikian disebut

12

Page 13: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

resistance steroid dan biopsi ginjal diindikasikan untuk menentukan penyebab penyakitnya

yang tepat.

Lima hari setelah urin menjadi bebas protein (negatif, sedikit sekali, atau +1 pada

dipstick), dosis prednisone diubah menjadi 60 mg/m2 (dosis maksimum 60 mg) diberikan

selang sehari sebagai dosis tunggal bersama dengan makan pagi. Regimen selang sehari ini

diteruskan selama 3-6 bulan. Tujuan terapi selang sehari ini untuk menghindari seringnya

kekambuhan dan toksisitas kumulatif akibat pemberian kortikosteroid setiap hari. Setelah

periode terapi selang sehari tersebut, prednisone dapat dihentikan secara mendadak. Dalam

waktu sampai dengan satu tahun setelah penyelesaian terapi kortikosteroid, anak akan

membutuhkan terapi tambahan kortikosteroid untuk penyakit yang berat atau pembedahan.10

Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan didefinisikan

sebagai berulangnya edema dan bukan hanya proteinuria, karena beberapa anak dengan

keadaan ini akan menderita proteinuria intermiten yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil

penderita yang berespons terhadap terapi dosis-terbagi setiap hari, akan mengalami

kekambuhan segera setelah perubahan ke atau setelah penghentian terapi selang sehari.

Penderita demikian itu disebut tergantung steroid.10

Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita toksisitas

kortikosteroid berat (tampak cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh), kemudian harus

dipikirkan terapi siklofosfamid. Siklofosfamid terbukti memperpanjang lama remisi dan

mencegah kekambuhan pada anak yang sindrom nefrotiknya sering kambuh. Kemungkinan

efek samping obat (leucopenia, infeksi varisela tersebar, sistitis hemoragika, alopesia,

sterilitas) harus dipantau pada keluarga. Dosis siklofosfamid adalah 3 mg/kg/24 jam sebagai

dosis tunggal, selama total pemberian 12 minggu, Terapi prednisone selang sehari sering

diteruskan selama pemberian siklofosfamid. Selama terapi dengan siklofosfamid, leukosit

harus dimonitor setiap minggu dan obatnya dihentikan jika jumlah leukosit menurun dibawah

5.000/mm3. Penderita yang resisten steroid berespons terhadap perpanjangan pemberian

siklofosfamid (3-6 bulan), bolus metil prednisolon atau siklosporin.6,10

Non Medika Mentosa

Tata laksana suportif

13

Page 14: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

1. Aktifitas bergantung keadaan umum anak, tirah baring tidak dianjurkan kecuali karena

tirah baring potensial meningkatkan risiko thrombosis; terdapat edema anasarka dan disertai

komplikasi.

2. Asupan garam dibatasi untuk pencegahan dan pengobatan edema selain mengurangi

resiko hipertensi selama pengobatan prednison. Diit rendah garam hanya pada kasus edema

berat sedangkan kalori harus adekuat, karbohidrat normal, dan relatif rendah lemak. Asupan

protein diusahakan mencapai target 130-140% dari kebutuhan nomal harian sesuai usia atau

1-2 g/kg berat badan/hari. Pembatasan cairan dianjurkan pada keadaan hiponatremia sedang -

berat.

3. Pemberian diuretik umumnya tidak diperlukan pada SNKM karena dapat memicu

renjatan hipovolemik; namun pada kasus dengan edema berat disertai kesulitan napas, boleh

diberikan furosemid oral 1-2 mg/kg/hari sesudah koreksi hipovolemia atau spironolakton 2-

10 mg/kg BB/hari bila kreatinin serum normal.

4. Albumin meningkatkan tekanan onkotik dan membantu efek diuretik furosemid.

Hipovolemia, yang timbul dengan cepat akibat hilangnya proteinplasma dan dipicu oleh

pemberian diuretik,potensial menyebabkan syok pada anak dengan SNKM. Manifestasi syok

meliputi nyeri perut, akral dingin, volume nadi kurang, hipotensi, dan hemokonsentrasi.

Untuk mencegah renjatan diberikan infus albumin 0.5-1 g/kg/dosis per infuse (5mg/kg berat

badan albumin 20% atau 25%) selama 1 - 4 jam bersama dengan pemberian furosemid.

5. Obat penyekat ACE seperti kaptopril sebagai pengobatan tambahan dapat mengurangi

ekskresi protein urin sebanyak 50%. Namun kegunaan jangka panjang pada anak belum

terbukti mencegah progresifitas penyakit. Obat ini jangan diberikan selama pemberian dosis

awal prednisone karena dapat menimbulkan hipotensi dan resiko trombosis.

6. Hiperkolesterolemia umumnya bersifat transiendan normal kembali bila pengobatan

berhasil.10

Komplikasi

Infeksi adalah komplikasi nefrosis utama, akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap

infeksi bakteri selama kambuh. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penurunan kadar

14

Page 15: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

imunoglobulin, cairan edema yang berperan sebagai media biakan, defisiensi protein,

penurunan aktivitas bakterisid leukosit, terapi “imunosupresif”, penurunan perfusi limpa

karena hypovolemia.6

Infeksi

Peritonitis dan sepsis adalah infeksi yang paling sering dan paling serius. Bakteri penyebab

utama adalah Streptococcus pneumonia dan bakteri gram negatif dari saluran cerna seperti

Escherichia coli, infeksi lain juga dapat Varicella diwaspadai terutama dalam keadaan

imunosupresi dan dapat mematikan. Infeksi, virus maupun bakteri, dapat memicu kambuhnya

sindrom nefrotik idiopatik dan lebih mempersulit keadaan.

Thrombosis (thromboembolic complication – TEC)

Kejadian thrombosis lebih tinggi pada sindrom nefrotik sekunder baik pada anak maupun

dewasa. thrombosis terjadi terutama pada nefrotik sindrom membranosa. Pada anak, bentuk

thrombosis yang paling sering terjadi antara lain thrombosis vena renalis, deep vein

thrombosis, dan emboli paru. Penanganan thrombosis mencakup trombolisis dengan

antikoagulan (seperti heparin) dan/atau fibrinolitik. Setelahnya, warfarin sering diberikan

untuk jangka waktu 6 bulan.

Hiperlipidemia

Ketidaknormalan lipid akan menghilang sehubungan dengan sindrom nefrotik membaik.

Hiperlipidemia kronik dihubungkan dengan peningkatan resiko aterosklerosis dan penyakit

koroner.

• Gagal ginjal akut

Gagal ginjal akut termasuk komplikasi yang jarang terjadi pada INS, sekitar 0,8% per kasus.

Penyebabnya mencakup perkembangan cepat dari penyakit yang mendasari (pada sindrom

nefrotik selain MCNS dan pada sindrom nefrotik sekunder), thrombosis vena renalis bilateral,

nefritis interstisial akut (acute interstisial nephritis – AIN) karena terapi obat, dan acute

tubular necrosis (ATN) karena hipovolemia atau sepsis. Penggunaan ACE-inhibitor atau

ARB dalam kaitannya dengan deplesi volume dapat ikut menyebabkan gagal ginjal akut.

Pada kebanyakan kasus, gagal ginjal akut dapat membaik seraya sindrom nefrotik juga

15

Page 16: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

membaik, perbaikan volume darah yang berkurang, dan/atau menghilangnya agen penyebab

pada AIN.

• Komplikasi akibat terapi obat

Komplikasi ini dapat juga terjadi yaitu dengan penggunanaan dalam jangka yang panjang

seperti pada pengobatan kortikosteroid (menyebabkan perubahan tingkah laku, obesitas,

gangguan pengelihatan, dan tanda-tanda Cushingoid), diuretik (Loop diuretik (furosemid,

bumetanid) umumnya menyebabkan hypokalemia), albumin (infus 25% albumin dapat

berakibat edema pulmonal dan gagal jantung kongestif). Harus digunakan hati-hati pada

pasien edema yang resisten terhadap diuretik.3

Pencegahan

Vaksin pneumococcal sebaiknya diberikan pada semua pasien INS untuk mengurangi

resiko penyakit komplikasi akibat pneumokokus.3

Prognosis

Prognosis untuk waktu lama baik. Meskipun ketika masa anak-anak relaps sering

terjadi, dengan bertambahnya usia frekuensinya menurun dan anak bertumbuh sesuai dengan

kondisi sehat dan fungsi ginjal yang normal. Hanya sedikit (biasanya anak dengan resisten

steroid) yang menderita insufisiensi ginjal.

Kesimpulan

Sindrom nefrotik merupakan sejumlah dari manifestasi klinis dari beberapa penyakit.

Sindrom nefrotik ditandai dengan edema yang berawal dari kelopak mata hingga generalisata

yang disertai proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Pada sindrom

nefrotik primer/idiopatik, penyakit ini merupakan penyakit yang kurang diketahui

penyebabnya karena kerusakan berasal dari glomerulus itu sendiri. Penanganan yang baik

akan memberikan prognosis yang baik sehingga memperbaiki kehidupan pasien.

16

Page 17: Sindrom Nefrotik Idiopatik.docx

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. h.254-

60.

2. Pardede SO. Sindrom nefrotik infantil. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. 2004; h.32-7,

134.

3. Lane JC. Paediatric nephrotic syndrome. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 26

Oktober 2014.

4. Markum AH, Ismael S, Alatas H, et al. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.h.528-67.

5. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2005.h.309.

6. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak – Nelson; editor edisi

Bahasa Indonesia: Wahab AS. Vol 2. Ed 15. Jakarta: EGC; 2006.h.567-8.

7. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009.h.708-9.

8. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins basic pathology. 8th ed. USA:

Saunders Elsevier. 2007. p. 517-50.

9. Hull D. Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2008.h.184.

10. Gunawan CA. Sindroma nefrotik patogenesis dan penatalaksanaan. Jakarta: Cermin

Dunia Kedokteran; 2006.h.50-3, 150.

17