Top Banner
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Berdasarkan pengamatan di banyak negara, baik di negara maju maupun yang sedang berkembang, jumlah orang dengan kelainan sindrom metabolic semakin banyak. Oleh karena itu telah banyak peringatan dan anjuran untuk segera melakukan upaya untuk mencegah timbulnya sindrom metabolik. Upaya pertama adalah dengan mengenal terlebih dahulu kelainan, faktor-faktor yang berperan, patofisiologinya kemudian diikuti dengan upaya pencegahan dan penatalaksanaannya Dalam upaya tersebut telah dikemukakan beberapa definisi mengenai kelainan apa saja yang perlu diperhatikan dan kriteria batasan nilainya. Antara beberapa rekomendasi tersebut banyak persamaannya tetapi ada pula perbedaannya, bahkan timbul perdebatan kontroversial antara para ahli sehingga membingungkan para pengguna, yaitu para dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Diinginkan adanya suatu pedoman yang bersifat universal yang dapat dipakai bersama di semua negara. 1.2 Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini adalah membahas secara singkat mengenai sindrom metabolik, bermacam-macam definisi
32

Sindrom Metabolik Samuel

Jan 03, 2016

Download

Documents

muenk
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sindrom Metabolik Samuel

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan pengamatan di banyak negara, baik di negara maju maupun yang sedang

berkembang, jumlah orang dengan kelainan sindrom metabolic semakin banyak. Oleh karena

itu telah banyak peringatan dan anjuran untuk segera melakukan upaya untuk mencegah

timbulnya sindrom metabolik. Upaya pertama adalah dengan mengenal terlebih dahulu

kelainan, faktor-faktor yang berperan, patofisiologinya kemudian diikuti dengan upaya

pencegahan dan penatalaksanaannya Dalam upaya tersebut telah dikemukakan beberapa

definisi mengenai kelainan apa saja yang perlu diperhatikan dan kriteria batasan nilainya.

Antara beberapa rekomendasi tersebut banyak persamaannya tetapi ada pula perbedaannya,

bahkan timbul perdebatan kontroversial antara para ahli sehingga membingungkan para

pengguna, yaitu para dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Diinginkan adanya suatu

pedoman yang bersifat universal yang dapat dipakai bersama di semua negara.

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah membahas secara singkat mengenai sindrom

metabolik, bermacam-macam definisi dan kriteria batasan nilai, berbagai faktor risiko, dan

anjuran cara penatalaksanaannya termasuk pencegahannya.

Page 2: Sindrom Metabolik Samuel

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sindrom Metabolik

Sindrom metabolik (SM) adalah keadaan klinis dimana pada seseorang terdapat

sekumpulan kelainan metabolik, antara lain kelainan kadar lipid (dislipidemia), peningkatan

kadar glukosa (hiperglikemia), peningkatan kadar asam urat (hiperurikemia), peningkatan

tekanan darah (hipertensi), dan kegemukan (obesitas). Kondisi ini dikaitkan dengan risiko

penyakit kardiovaskular (PKV), stroke, diabetes melitus tipe 2 (DM t2) dan kematian.

sehingga memerlukan intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat (intensif). Komponen

utama dari sindrom metabolik meliputi : Resistensi insulin, Obesitas abdominal/sentral,

Hipertensi, Dislipidemia berupa peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar HDL

kolesterol. Sindrom Metabolik disertai dengan keadaan proinflammasi / prothrombotik yang

dapat menimbulkan peningkatan kadar C-reactive protein, disfungsi endotel,

hiperfibrinogenemia, peningkatan agregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan

kadar asam urat, mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol. Berdasarkan

pengamatan di banyak negara, baik di negara maju maupun yang sedang berkembang, jumlah

orang dengan kelainan ini makin banyak. Oleh karena itu telah banyak peringatan dan

anjuran untuk segera melakukan upaya untuk mencegah timbulnya sindrom metabolik.

Upaya pertama adalah dengan mengenal terlebih dahulu kelainan, faktor-faktor yang

berperan, patofisiologinya kemudian diikuti dengan upaya pencegahan dan

penatalaksanaannya.

2.2 Anamnesis

pada pemeriksaan pasien,dapat dilakukan dengan menanyakan kepada pasien

mengenai identitas, keluhan utama, riwayat perjalanan keluhan, sejak kapan timbul gejala,

riwayat penyakit pasien dan keluarga. Perlu juga ditanyakan bagaimana aktivitas pasien

sehari-hari dan bagaimana asupan makanan sehari-harinya. Pada kasus ini dapat ditemui

bahwa pasien merasa dirinya terlalu gemuk dan sulit menurunkan berat badannya sejak usia

30 tahunan. Dan bahwa pasien juga merasakan agak sering lelah dan mudah haus 1 tahun

belakangan ini. Riwayat ayahnya menderita hipertensi dan ibunya sudah 10 tahun mengidap

penyakit diabetes. Setelah dilakukan anamnesis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan

fisik.1,3

Page 3: Sindrom Metabolik Samuel

2.3 PEMERIKSAAN

1.FISIK

- Pengukuran tinggi badan, berat badan dan tekanan darah , tingkat kesadaran,

frekuensi nafas, denyut nadi, dan suhu tubuh

- Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan  rumus

Berat badan (kg)

——————————

Tinggi badan (m)2

- Pengukuran lingkaran pinggang merupakan prediktor yang lebih baik terhadap

risiko kardiovaskular daripada pengukuran waist-to-hip ratio.3

2.PENUNJANG

Panel Sindrom Metabolik

Merupakan sekelompok pemeriksaan laboratorium yang disarankan untuk mengetahui

adanya sindrom metabolik beserta komplikasinya. 

1.      Trigliserida, HDL Kolesterol, Glukosa Puasa

Manfaat: Mendeteksi adanya sindrom metabolik berdasarkan kriteria IDF 2005.

2.      Apo B dan LDL Kolesterol Direk

Manfaat: Melihat adanya small dense LDL. Small dense LDL merupakan faktor risiko

penting untuk Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan lebih aterogenik bila dibandingkan

dengan LDL biasa. Dengan menentukan konsentrasi apo B plasma, kita dapat

menentukan jumlah partikel small dense LDL, di mana dengan menggunakan rasio

kolesterol LDL/ApoB (konsentrasi kolesterol LDL diukur dengan metode direk) dapat

ditentukan adanya small dense LDL. Pada rasio kolesterol LDL direk/ApoB < 1,2,

terdapat small dense LDL dalam sirkulasi tubuh .

Page 4: Sindrom Metabolik Samuel

3.      Adiponektin

Manfaat: Melihat apakah terjadi penurunan konsentrasi adiponektin

(hipoadiponektinemia), di mana peningkatan jaringan adiposa viseral akan

mengakibatkan penurunan konsentrasi adiponektin dan peningkatan sitokin proinflamasi

yang berperan penting dalam efek kardiovaskular sindrom metabolik.

4.      Glukosa Puasa, Glukosa 2 jam pp dan HbA1c

Manfaat : Mendiagnosis dan memantau pengendalian hiperglikemia (glukosa darah puasa

terganggu, toleransi glukosa terganggu dan T2DM).

5.      hsCRP

Manfaat : Menilai kondisi inflamasi kronis pada individu sindrom metabolik. penanda

untuk memprediksi penyakit pembuluh darah koroner pada sindrom metabolik, dan baru-

baru ini digunakan prediktor untuk penyakit lemak hati non-alkohol dalam hubungan

dengan penanda serum yang menunjukkan lipid dan metabolisme glukosa.

6.      NT-proBNP

Manfaat : Melihat risiko gagal jantung pada individu obes. Peningkatan indeks massa

tubuh merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi, T2DM dan dislipidemia, sehingga

meningkatkan risiko infark miokardial yang mendahului terjadinya gagal jantung. Selain

itu, hipertensi dan T2DM secara independen akan meningkatkan risiko gagal jantung.

7.      Albumin Urin Kuantitatif (Sewaktu)

Manfaat : Membantu menentukan pengobatan yang dapat mencegah atau memperlambat

onset penyakit ginjal kronik (PGK) dan penyakit kardiovaskular (PKV). Albumin Urin

Kuantitatif merupakan penanda prognosis untuk risiko PKV pada individu dengan

diabetes maupun tanpa diabetes, sebagai penanda risiko mortalitas pada individu infark

miokardial, dan merupakan prediktor PKV pada individu dengan hipertensi tidak

terkontrol.

Page 5: Sindrom Metabolik Samuel

8.      SGPT dan Collagen Type IV

Manfaat : Melihat risiko NASH pada individu dengan sindrom metabolik. NASH merupakan

bagian dari spektrum luas nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) dan ditandai dengan

hepatomegali, peningkatan serum aminotransferase dan gambaran histologi yang menyerupai

hepatitis alkoholik tanpa adanya penggunaan alkohol berlebihan. Terjadinya fatty liver (yang

dideteksi melalui ultrasonografi) yang disertai dengan adanya inflamasi (ditandai dengan

peningkatan hsCRP dan hipoadiponektinemia), proses fibrosis (ditandai dengan peningkatan

collagen type IV) serta adanya kematian sel (ditandai dengan peningkatan enzim SGPT)

merupakan kondisi yang terjadi pada NASH.3,4

2.4 DIAGNOSIS KERJA

Sejak munculnya sindrom resistensi insulin, beberapa organisasi berusaha membuat

kriteria sindrom metabolik supaya dapat diterapkan secara praktis klinis sehari-hari. Secara

umum, semua kriteria yang diajukan memerlukan minimal 3 kriteria untuk mendiagnosis

sondrom metabolik atau sindrom resistensi insulin. World Health Organization (WHO)

merupakan organisasi pertama yang mengusulkan kriteria sindrom metabolik pada tahun

1998. Menurut WHO pula, istilah sindrom metabolik dapat dipakai pada penyandang! DM

mengingat penyandang DM juga dapat memenuhi kriteria tersebut dan menunjukkan

besarnya risiko terhadap kejadian kardiovaskular. Setahun kemudian pada tahun 1999, the

European Group for Study of Insulin Resistance (EGIR) melakukan modifikasi pada kriteria

WHO. EGIR cenderung menggunakan istilah sindrom resistensi insulin. Berbeda dengan

WHO, EGIR lebih memlih obesitas sentral dibandingkan IMT dan istilah sindrom resistensi

insulin tidak dapat dipakai pada penyandang DM karena resistensi insulin merupakan faktor

risiko timbulnya DM. Pada tahun 2001, National Cholesterol Education Program (NCEP)

Adult Treatment Panel III (ATP III) mengajukan kriteria baru yang tidak mengharuskan

adanya komponen resistensi insulin. Meski tidak pula mewajibkan adanya komponen

obesitas sentral, kriteria ini menganggap bahwa obesitas sentral merupakan faktor utama

yang mendasari sindrom metabolik. Nilai cut off lingkar perut diambil dari National Institute

of Health Obesity ClinicaI Guidelines; > 102 cm untuk pria dan > 88 cm untuk wanita. Untuk

etnik tertentu seperti Asia, dengan cut-off lingkar perut lebih rendah dari ATP III, sudah

berisiko terkena sindrom metabolik. Pada tahun 2003, American Association of ClinicaI

Endocrinologists (AACE) memodifikasi definisi dari ATP III. Sama seperti EGIR, bila sudah

Page 6: Sindrom Metabolik Samuel

ada DM, maka istilah sindrom resistensi insulin tidak digunakan lagi. Dua tahun kemudian,

pada tahun 2005, International Diabetes Federation (IDF) kembali memodifikasi kriteria ATP

III. IDF menganggap obesitas sentral sangat berkorelasi dengan resistensi insulin, sehingga

memakai obesitas sentral sebagai kriteria utama. Nilai cut-off yang digunakan juga

dipengaruhi oleh etnik. Untuk Asia dipakai cut-off\ lingkar perut > 90 cm untuk pria dan > 80

cm untuk wanita. Beberapa kriteria sindrom metabolik dapat dilihat pada table 2.

Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATP III lebih banyak digunakan, karena lebih

memudahkan seorang klinisi untuk mengidentifikasi seseorang dengan sindrom metabolik.

Sindrom metabolik ditegakkan apabila seseorang memiliki sedikitnya 3 (tiga) kriteria.1,5

Page 7: Sindrom Metabolik Samuel

2.5 DIAGNOSIS BANDING

Diferensial diagnosis yang mungkin ialah diabetes mellitus. DM tipe 2 ini terjadi

karena resistensi insulin. Namun yang membedakannya dengan toleransi glukosa biasa

adalah kadar glukosa darah. Untuk diagnose DM tipe 2 jika kadar glukosa darah sewaktu

diatas 200 mg/dl maka orang tersebut masuk ke kategori DM tipe 2. Namun jika hasilnya

sudah diatas 110 dan masih dibawah 200 maka orang tersebut dimasukan ke kategori tes

toleransi glukosa terganggu.

Diagnosis banding yang lain ialah obesitas. Sebenarnya dapat terjadi tumpang tindih antara

diagnose banding dengan gejala klinis. Dalam hal ini mungkin yang terlihat adalah hanya

obesitas yang biasanhya menjadi keluhan utama dan hasil yang kita dapatkan. Padahal

obesitas ini tidak berdiri sendiri dan tergabung dalam sindrom metabolic ini sendiri.

2.6 ETIOLOGI

Dari beberapa pendapat ahli menyebutkan bahwa faktor genetik dan lingkunganlah yang

memegang peranan penting terjadinya sindroma metabolik.

Riwayat keluarga dengan diabetes tipe 2, hipertensi dan penyakit jantung akan meningkatkan

kemungkinan seseorang menderita sindroma metabolik.

Page 8: Sindrom Metabolik Samuel

Fator lingkungan yang berperan antara lain kurangnya berolah raga, gaya hidup yang buruk,

dan peningkatan berat badan yang terlampau cepat.

Sindroma metabolik terjadi pada 5% orang dengan berat badan normal, 22% pada orang

dengan kelebihan berat badan dan 60% pada orang yang gemuk. Orang dewasa yang berat

badannya meningkat lebih dari 5 kg per tahun akan meningkatkan pula resiko terjadinya

sindroma metabolik sekitar 45%.

Jadi, melihat gambaran diatas, kegemukan merupakan faktor resiko yang sangat penting

terjadinya sindroma metabolik disamping hal hal berikut :

- Perempuan yang telah memasuki menopause.

- Merokok.

- Mengkonsumsi terlalu banyak karbohidrat.

- Kurang berolah raga.

- Mengkonsumsi minuman beralkohol.

Faktor-faktor tersebut merupakan ciri-ciri dari pola hidup yang “Westernized” (kebarat-

baratan) yang dapat memicu timbulnya penyakit yang erat hubungannya dengan pola hidup (“

Life Style Related Disease”) yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1980an dan sebagai salah

satu contoh yang jelas adalah Sindroma Metabolik.1,3,6

2.7 EPIDEMIOLOGI

Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolik.

Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia > 50

tahun sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan

peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi

yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan

kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III)

dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita. Penelitian

Soegondo (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% dan

menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2 lebih cocok

untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006

melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan Depok yaitu

26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (59,4%). Laporan prevalensi

sindrom metabolik di beberapa daerah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 9: Sindrom Metabolik Samuel

Dibandingkan dengan komponen-komponen pada sindrom metabolik, obesitas sentral paling

dekat untuk memprediksi ada tidaknya sindrom metabolik. Beberapa studi di wilayah

Indonesia termasuk Jakarta menunjukkan obesitas sentral merupakan komponen yang paling

banyak ditemukan pada individu dengan sindrom metabolik.1

2.8 PATOFISIOLOGI

Pengetahuan mengenai patofisiologi masing-masing komponen sindrom metabolik sebaiknya

diketahui untuk dapat memprediksi pengaruh perubahan gaya hidup dan medikamentosa

dalam penatalaksanaan sindrom metabolik.

Obesitas sentral

Obesitas yang digambarkan dengan indeks

massa tubuh tidak begitu sensitif dalam

menggambarkan risiko kardiovaskular dan

gangguan metabolik yang terjadi. Studi

menunjukkan bahwa obesitas sentral yang

digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off

yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif

dalam memprediksi gangguan metabolik dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut

menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan visceral. Meski dikatakan bahwa lemak

viseral lebih berhubungan dengan komplikasi metabolik dan kardiovaskular, hal ini masih

kontroversial. Peningkatan obesitas berisiko pada peningkatan kejadian kardiovaskular.

Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak metabolik maupun kardiovaskular dari

Page 10: Sindrom Metabolik Samuel

suatu obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak berkembang menjadi resistensi insulin,

dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan pada individu tanpa obes (lean subjects).

Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan memodifikasi tampilan metabolik dari suatu

resistensi insulin maupun obesitas.

Jaringan adiposa merupaka sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi berbagai

faktor pro dan anti inflamasi seperti leptin, adiponektin, Tumor nekrosis factor α (TNF-α),

Interleukin-6 (IL-6) dan resistin. Konsentrasi adiponektin plasma menurun pada kondisi DM

tipe 2 dan obesitas. Senyawa ini dipreaya memiliki efek antiaterogenik pada hewan coba dan

manusia. Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi insulin dan

obesitas dan berhubungan dengan risiko kejadian kardiovaskular tidak tergantung dari faktor

risiko tradisional kardiovaskular, IMT dan konsentrasi CRP Sejauh ini belum diketahui

apakah pengukuran pengukuran marker hormonal dari jaringan adiposa lebih baik daripada

pengukuran secara anatomi dala memprediksi risiko kejadian kardiovaskular dan kelainan

metabolik yang terkait.

Resistensi Insulin

Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh ini

belum disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp

merupakan teknik yang ideal namun tidak praktis untuk klinis sehari-hari. Pemeriksaan

glukosa plaama puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa puasa hanya

dijumpai pada 10% sindrom metabolik. Pengukuran Homeostasis Model Asessment (HOMA)

dan Quantitative Insulin Sensitivity Check Index (QUICKI) dibuktikan berkorelasi erat

dengan pemeriksaan standar, sehingga dapat disarankan untuk mengukur resistensi insulin.

Bila melihat dari patofisiologi resistensi insulin yang melibatkan jaringan adiposa dan sistem

kekebalan tubuh, maka pengukuran resistensi insulin hanya dari pengukuran glukosa dan

insulin (seperti rumus HOMA dan QUICKI) perlu ditinjau ulang. Oleh karenanya,

penggunaan rumus ini secara rutin di klinis belum disarankan maupun disepakati.

Dislipidemia

Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan

trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun

mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan

konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke

Page 11: Sindrom Metabolik Samuel

hati sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan

menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya

diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati.

Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terjadi

transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan konsentrasi

trigliserida normal dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat

mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan

trigliserida. Mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post

prandial pada kondisi resistensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein

A-I (Apo A-l) oleh hati yang selanjutnya mengakibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran

sistem imunitas pada resistensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil leipid pada

subyek dengan resistensi insulin. Studi pada hewan menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun

akan menyebabkan gangguan pada lipoprotein, protein transport, reseptor dan enzim yang

berkaitan sehingga terjadi perubahan profil lipid.

Peran sistem imunitas pada resistensi insulin

Inflamasi subklinis kronik juga merupakan bagian dari sindrom metabolik. Marker

inflamasi berperan pada progresifitas DM dan komplikasi kardiovaskular. C reactive protein

(CRP) dilaporkan menjadi data prognosis tambahan tentang keparahan inflamasi pada subyek

wanita sehat dengan sindrom metabolik. Namun, belum didapatkan kesepakatan alur

diagnosis yang mampu menggabungkan peningkatan CRP, koagulasi, dan gangguan

fibrinolisis dalam memprediksi risiko kardiovaskular.

Hipertensi

Resistensi insulin juga berperan pada pathogenesis hipertensi. Insulin merangsang

sistem saraf simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi transport kation

dan mengakibatkan hipertrofi sel otot polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut

dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi

akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan depressor.

The Insulin Resistance Atherosclerosis Stucfy melaporkan hubungan antara resistensi insulin

dengan hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek dengan DM tipe 2

Page 12: Sindrom Metabolik Samuel

Manifestasi lain-lain

Resistensi insulin disertai oleh banyak perubahan lain yang tidak termasuk dalam

kriteria diagnostik SM. Peningkatan apo B, apo C-III, asam urat, faktor-faktor protrombotik

(fibrinogen, plasminogen activator inhibitor 1 = PAI-1), viskositas serum, asymmetric

dimethylarginine (ADMA), hemosistein, hitung leukosit, sitokin proinflamasi,

mikroalbuminuria, penyakit perlemakan hati (non-alcoholic fatty liver disease = NAFLD dan

non-alcoholic steatohepatitis = NASH), gangguan napas sewaktu tidur (obstructive sleep

apnea ) dan penyakit polikistik ovarium (polycystic ovarian disease) semua berkaitan dengan

RI. Pada NASH terdapat akumulasi trigliserida dan inflamasi.

Merokok dan gaya hidup tidak aktif fisik (sedenter) juga dapat menimbulkan banyak dari

kriteria utama SM. Peningkatan apo B dan apo C-III, dan NASH terkait dengan pengaruh

asam lemak terhadap produksi VLDL oleh hati, juga apo B dan apo C-III menunjukkan

peningkatan jumlah partikel proaterogenik dalam sirkulasi.

Hiperurikemia disebabkan efek kerja insulin terhadap reabsorpsi asam urat di tubuli

ginjal , sedangkan peningkatan ADMA, suatu penghambat nitric oxide synthase endogen,

berhubungan dengan disfungsi endotel. Mikroalbuminuria menunjukkan adanya disfungsi

endotel dalam keadaan RI.

Sitokin propinflamasi

Pada Sindrom Metabolik terdapat peningkatan sitokin pro inflamasi meliputi

interleukin 6 (IL-6), resistin, /tumour necrosis factor (TNF) dan C-reactive protein (CRP)

mencerminkan produksi dari massa jaringan lemak yang lebih luas. Bukti menunjukkan

/monocyte-derived macrophages /terdapat di jaringan lemak dan kemungkinan sekurangnya

sumber generasi sitokin pro inflamasi lokal dan sirkulasi sistemik. Terdapat bukti bahwa RI

di hati, otot, dan jaringan adiposa tidak hanya berkaitan dengan banyaknya sitokin pro

inflamasi (dan defisiensi relatif sitokin anti inflamasi adiponektin), tetapi juga sebagai hasil

beban tersebut.

Sebagai indeks umum inflamasi, kadar CRP bervariasi tergantung pada etnik, asal dan

kelompok dalam etnik oleh kebugaran (/fitnes/s). Sebagai contoh kadar CRP lebih tinggi

pada orang India sehat daripada orang kulit putih Eropa dan terkait kepada obesitas sentral

dan RI yang lebih besar pada orang India.

Page 13: Sindrom Metabolik Samuel

Adiponektin

Adiponektin adalah sitokin anti inflamasi yang diproduksi hanya oleh adiposit.

Adiponektin memperkuat kepekaan insulin (insulin sensitivity), juga menghambat banyak

langkah dalam proses inflamasi,

misalnya di hati menghambat ekpresi enzim-enzim glukoneogenesis hati dan laju

produksi glukosa endogen. di otot meningkatkan angkutan glukosa dan memperkuat okidasi

asam lemak, pengaruh-pengaruh yang sebagian karena kerja AMP-kinase.1,2,3

2.9 PENATALAKSANAAN

Untuk mencegah komplikasi kardiovaskular pada individu yang telah memiliki

sindrom metabolik, diperlukan pemantauan yang terus menerus dengan modifikasi komponen

sindrom metabolik yang ada. Penatalaksanaan sindrom metabolik masih merupakan

penatalaksanaan dari masing-masing komponennya (Tabel 3)

Penatalaksanaan sindrom metabolik terutama bertujuan untuk menurunkan risiko

penyakit kardiovaskular aterosklerosis dan risiko diabetes melitus tipe 2 pada pasien yang

belum diabetes. Penatalaksanaan sindrom metabolik terdiri atas 2 pilar, yaitu tatalaksana

penyebab (berat badan lebih/obesitas dan inaktifitas fisik) serta tatalaksana faktor risiko lipid

dan non lipid.

Obesitas dan Obesitas Sentral

Pemahaman tentang hubungan antara obesitas dan sindrom metabolik serta peranan

otak dalam pengaturan energi, merupakan titik tolak yang penting dalam penatalaksanaan

klinik. Pengaturan berat badan merupakan dasar tidak hanya bagi obesitas tapi juga sindrom

metabolik. Mempertahankan berat badan yang lebih rendah dikombinasi dengan pengurangan

asupan kalori dan peningkatan aktifitas fisik merupakan prioritas utama pada penyandang

sindrom metabolik. Target penurunan berat badan 5-10% dalam tempo 6-12 bulan, dapat

dicapai dengan mengurangi asupan kalori sebesar 500-1000 kalori per hari ditunjang dengan

aktifitas fisik yang sesuai. Aktifitas fisik yang disarankan adalah selama 30 menit atau lebih

setiap hari. Untuk subyek dengan komorbid penyakit jantung koroner, perlu dilakukan

evaluasi kebugaran sebelum diberikan anjuran jenis-jenis olah raga yang sesuai.

Pemakaian obat-obatan dapat berguna sehingga dipertimbangkan pada beberapa pasien. Dua

obat yang dapat digunakan dalam menurunkan berat badan adalah sibutramin dan orlistat.

Page 14: Sindrom Metabolik Samuel

Dengan mempertimbangkan peranan otak sebagai regulator berat badan, sibutramin dapat

menjadi pertimbangan walaupun tanpa mengesampingkan kemungkinan efek samping yang

mungkin timbul. Cara kerjanya di sentral memberikan efek mengurangi asupan energi

melalui efek mempercepat rasa kenyang dan mempertahankan pengeluaran energi setelah

berat badan turun dapat memberikan efek tidak hanya untuk penurunan berat badan namun

juga mempertahankan berat badan yang sudah turun. Demikian pula dengan efek metabolik,

sebagai efek dari penurunan berat badan pemberian sibutramin setelah 24 minggu yang

disertai dengan diet dan aktifitas fisik, memperbaiki konsentrasi trigliserida dan kolesterol

HDL.Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien-pasien yang berisiko serius

akibat obesitasnya.

Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Hipertensi juga

mengakibatkan mikroalbuminuria yangdipakai sebagai indikator independen morbiditas

kardiovaskular pida pasien tanpa diabetes atau hipertensi. Target tekanan darah berbeda

antara subyek dengan DM dan tanpa DM. Pada subyek dengan DM dan penyakit ginjal,

target tekanan darah adalah < 130/80 mmHg, sedangkan pada bukan, targetnya < 140/90

mmHg. Untuk mencapai target tekanan darah, penatalaksanaan tetap diawali dengan

pengaturan diet dan aktifitas fisik. Peningkatan tekanan darah ringan dapat diatasi dulu

dengan upaya penurunan berat badan, berolah raga, menghentikan rokok dan konsumsi

alkohol serta banyak mengkonsumsi serat. Namun apabila modifikasi gaya hidup sendiri

tidak mampu mengendalikan tekanan darah maka dibutuhken pendekatan medikamentosa

untuk mencegah komplikasi seperti infark miokard, gagal ginjal kronik dan stroke.

Dalam suatu penelitian meta-analisis didapatkan bahwa enzim pengkonversi

angiotensin dan penghambat reseptor angiotensin mempunyai manfaat yang bermakna dalam

meregresi hipertrofi ventrikel kiri dibandingkan dengan penghambat beta adrenergik, diuretik

dan antagonis kalsium. Valsartan, suatu penghambat reseptor angiotensin, dapat mengurangi

mikroalbuminuria yang diketahui sebagai faktor risiko independen kardiovaskular. Beberapa

studi menyarankan pemakaian ACE inhibitor sebagai linipertama pada penyandang hipertensi

dengan sindrom metabolik terutama bila ada DM Angiotensin receptor blocker (ARB) dapat

digunakan apabila tidak toleran terhadap ACE inhibitor. Meski pemakaian diuretik tidak

dianjurkan pada subyek dengan gangguan toleransi glukosa, namun pemakaian diuretik dosis

Page 15: Sindrom Metabolik Samuel

rendah yang dikombinasi dengan regimen lain dapat lebih bermanfaat dibandingkan efek

sampingnya.

Gangguan Toleransi Glukosa

Intoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi sindrom metabolik yang dapat

menjadi awal suatu diabetes melitus. Penelitian-penelitian yang ada menunjukkan adanya

hubungan yang kuat antara toleransi glukosa terganggu (TGT) dan risiko kardiovaskular

padasindrom metabolik dan diabetes. Perubahan gaya hidup dan aktifitas fisik yang teratur

terbukti efektif dapat menurunkan berat badan dan TGT. Modifikasi diet secara bermakna

memperbaiki glukosa 2 jam pasca prandial dan konsentrasi insulin.

Tiazolidindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi persisten dalam menurunkan tekanan

darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan metformin juga dapat menurunkan

konsentrasi asam lemak bebas. Pada Diabetes Prevention Program, penggunaan metformin

dapat mengurangi progresi diabetes sebesar 31% dan efektif pada pasien muda dengan

obesitas.

Dislipidemia

Pilihan terapi untuk dislipidemia adalah perubahan gaya hidup yang diikuti dengan

medikamentosa. Namun demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak cukup

berhasil mencapai target. Oleh karena itu disarankan untuk memberikan obat berbarengan

dengan perubahan gaya hidup. Menurut ATP III, setelah kolesterol LDL sudah mencapai

target, sasaran berikutnya adalah dislipidemia aterogenik. Pada konsentrasi trigliserida + 200

mg/di, maka target terapi adalah non kolesterol HDL setelah kolesterol LDL terkoreksi.

Terapi dengan gemfibrozil tidak hanya memperbaiki profil lipid tetapi juga secara bermakna

dapat menurunkan risiko kardiovaskular. Fenofibrat secara khusus digunakan untuk

menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, telah menunjukkan perbaikan

profil lipid yang sangat efektif dan mengurangi risiko kardiovaskular. Fenofibrat juga dapat

menurunkan konsentrasi fibrinogen. Kombinasi fenofibrat dan statin memperbaiki

konsentrasi trigliserida, kolesterol HDL dan LDL

Target terapi berikutnya adalah peningkatan apoB. Beberapa studi menunjukkan apoB lebih

baik dalam menggambarkan dislipidemia aterogenik yang terjadi dibandingkan dengan

konlesterol non HDL sehingga menyarankan apoB sebagai target terapi. Meskipun demikian,

Page 16: Sindrom Metabolik Samuel

ATP III tetap menyarankan pemakaian kolesterol non HDL sebagai target terapi mengingat di

beberapa tempat, sarana pemeriksaan apoB belum tersedia.

Apabila konsentrasi trigliserida + 500 mg/dL, maka target terapi pertama adalah penurunan

trigliserida untuk mencegah timbulnya pancreatitis akut. Pada konsentrasi trigliserida < 500

mg/dL, terapi kombinasi untuk menurunkan trigliserida dan kolesterol LDL dapat digunakan.

Berbeda dengan trigliserida dan kolesterol LDL, untuk kolesterol HDL tidak ada target terapi

tertentu, hanya dinaikkan saja. Panduan terapi untuk dislipidemia dapat dilihat pada Tabel

3.1,3,4

Page 17: Sindrom Metabolik Samuel
Page 18: Sindrom Metabolik Samuel
Page 19: Sindrom Metabolik Samuel
Page 20: Sindrom Metabolik Samuel

2.10 PENCEGAHAN

The US Preventive Services Task Force merekomendasi konsultasi diet intensif

terhadap pasien-pasien dewasa yang mempunyai faktor-faktor risiko untuk terjadinya

penyulit kardiovaskular.  Para dokter keluarga lebih efektif dalam membantu pasien

menerapkan kebiasaan hidup sehat. The Diabetes Prevention Program telah membuktikan

bahwa intervensi gaya hidup yang ketat pada pasien prediabetes dapat menghambat

progresivitas terjadinya diabetes lebih dari 50% ( dari 11% menjadi 4,8%).3

2.11 KOMPLIKASI

Kegemukan (obesitas), tekanan darah tinggi, diabetes mellitus dan dislipidemia secara

sendiri-sendiri sudah sejak lama diketahui sebagai faktor resiko terjadinya penyakit jantung

koroner. Demikian pula adanya factor-faktor tersebut secara bersamaan pada seseorang telah

sangat dikenal akan jauh meningkatkan kemungkinan terjadinya Penyakit jantung Koroner.

Dengan demikian penderita dengan Sindroma Metabolik kemungkinan untuk mendapatkan /

terkena penyakit jantung koroner dan penyakit kardiovaskuler lainnya akan meningkat.7

2.12 PROGNOSIS

Metabolic syndrome bukan suatu penyakit tetapi kumpulan fenomena klinis terkait

resistensi insulin. Intervensi terhadap metabolic syndrome termasuk penurunan berat badan

( perubahan gaya hidup, obat ) dapat menunda ataupun mencegah diabetes mellitus tipe 2

serta menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.8

Page 21: Sindrom Metabolik Samuel

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sindrom metabolik merupakan kumpulan gejala yang keberadaannya menunjukkan

peningkatan risiko kejadian penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus. Obesitas sentral

memiliki korelasi paling erat dengan sindrom metabolik dibandingkan dengan komponen

yang lain. Penatalaksanaan sindrom metabolik masih mengacu pada tiap komponen, sejauh

ini belum ada penatalaksanaan yang berbeda bila dibandingkan dengan komponen secara

individual.

Page 22: Sindrom Metabolik Samuel

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo W. Aru, et al. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed 5. Jakarta: Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. 2009; h. 1865-1872.

2. Sylvia, A , Prince, Lorraine , et. al. Patofisiologi. 6th ed, vol. 1. Jakarta : EGC 2006;

h.1202-1213.

3. Sindrom metabolik. 2010. Diunduh dari http://www.abclab.co.id/?p=833 pada 28

November 2010.

4. National Institutes of Health: Third Report of the National Cholesterol Education

Program Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). Executive Summary. Bethesda,

Md.: National Institutes of Health, National Heart Lung and Blood Institute, 2001

(NIH publication no. 01-3670). Diunduh dari

http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/cholesterol/ index.html pada 28 November 2010

5. Surabaya metabolic syndrome update 2006. 2006. Diunduh dari http://www.majalah-

farmacia.com pada 28 November 2010.

6. Faktor risiko sindrom metabolik. 2009. Diunduh dari

http://www.news-medical.net/health/Metabolic-Syndrome-Risk-Factors-

%28Indonesian%29.aspx pada 28 November 2010.

7. Komplikasi obesitas dan usaha. 2007. Diunduh dari

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_KomplikasiObesitasdanUsaha.pdf/

15_KomplikasiObesitasdanUsaha.html pada 28 November 2010

8. Cardiovascular morbidity and mortality associated with the metabolic syndrome. 2007.

Diunduh dari http://www.metabolicsyndromeinstitute.com/informations/prognosis-

outcomes/cardiovascular-morbidity-and-mortality-associated-with-the-metabolic-

syndrome.php pada 28 November 2010

Page 23: Sindrom Metabolik Samuel