BAB I PENDAHULUAN Sindrom metabolik adalah kumpulan dari berbagai faktor risiko yang termasuk obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa yang ditandai dengan kenaikan risiko diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskuler. Sindrom ini pada awalnya diperkenalkan Reaven pada tahun 1988 dengan nama sindrom X atau Reaven atau sindrom resistensi insulin dengan adanya kumpulan faktor resiko yang terdiri dari hipertensi, intoleransi glukosadan dislipidemia. Pada tahun 1999, WHO mengubahnya menjadi sindrom metabolik dengan kumpulan faktor risiko yang terdiri dari hiper insulinemia,dislipidemi, obesitas sentral dan mikroalbuminuria dengan resistensi insulin sebagai titik sentral dari komponen faktor resiko. Selanjutnya NCEP ATP III melakukan modifikasi dengan kumpulan faktor resiko yang terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa, dimana semua komponen dari faktor resiko saling berhubungan satu sama lain. Pandemi sindrom metabolik berkembang seiring dengan prevalensiobesitas yang terjadi pada populasi Asia. Hal ini berkaitan dengan penelitian yang berkembang sekarang bahwa obesitas sentral berperan dalam menyebabkan resistensi insulin yang berperan penting dalam patofisiologi sindrommetabolik. Pada penelitian Soegondo (2004) didapatkan prevalensi sindrommetabolik adalah 13,13%. Penelitian lain yang dilakukan di 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom metabolik adalah kumpulan dari berbagai faktor risiko yang termasuk obesitas
sentral, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa yang ditandai dengan
kenaikan risiko diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskuler. Sindrom ini pada awalnya
diperkenalkan Reaven pada tahun 1988 dengan nama sindrom X atau Reaven atau sindrom
resistensi insulin dengan adanya kumpulan faktor resiko yang terdiri dari hipertensi, intoleransi
glukosadan dislipidemia. Pada tahun 1999, WHO mengubahnya menjadi sindrom metabolik
dengan kumpulan faktor risiko yang terdiri dari hiper insulinemia,dislipidemi, obesitas sentral
dan mikroalbuminuria dengan resistensi insulin sebagai titik sentral dari komponen faktor resiko.
Selanjutnya NCEP ATP III melakukan modifikasi dengan kumpulan faktor resiko yang terdiri
dari obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa, dimana
semua komponen dari faktor resiko saling berhubungan satu sama lain.
Pandemi sindrom metabolik berkembang seiring dengan prevalensiobesitas yang terjadi
pada populasi Asia. Hal ini berkaitan dengan penelitian yang berkembang sekarang bahwa
obesitas sentral berperan dalam menyebabkan resistensi insulin yang berperan penting dalam
patofisiologi sindrommetabolik.
Pada penelitian Soegondo (2004) didapatkan prevalensi sindrommetabolik adalah
13,13%. Penelitian lain yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom
metabolik menggunakan kriteria NCEP-ATP III dengan modifikasi Asia terdapat 25,7% pria
dan wanita 25%.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom metabolik adalah kelompok berbagai komponen faktor risikoyang terdiri dari
obesitas sentral, dislipidemia (meningkatnya trigliserida dan menurunnya kolesterol HDL),
hipertensi, dan gangguan toleransi glukosa yangditandai dengan meningkatnya glukosa darah puasa.
Disfungsi metabolik ini dapat menimbulkan konsekuensi klinik yang serius berupa penyakit
kardiovaskuler,diabetes mellitus tipe 2, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non-
alkoholik.
2.2 Epidemiologi
Prevalensi Sindrom Metabolik bervariasi tergantung pada definisi yangdigunakan dan
populasi yang diteliti. Berdasarkan data dari the Third NationalHealth and Nutrition Examination
Survey (1988 sampai 1994), prevalensisindrom metabolik (dengan menggunakan kriteria NCEP-
ATPIII) bervariasi dari16% pada laki-laki kulit hitam sampai 37% pada wanita Hispanik.
Prevalensi Sindrom Metabolik meningkat dengan bertambahnya usia dan berat badan.Karena
populasi penduduk Amerika yang berusia lanjut makin bertambah danlebih dari separuh
mempunyai berat badan lebih atau gemuk, diperkirakansindrom Metabolik melebihi merokok
sebagai faktor risiko primer terhadappenyakit kardiovaskular. Di indonesia sendiri dilakukan
penelitian yang dilakukanSemiardji pada pekerja PT. Krakatau steel didapatkan prevalensi
sebesar 15,8%pada tahun 2005 dan meningkat sebesar 19,7% pada tahun 2007. Hal inimeningkat dengan
adanya pengaruh gaya hidup yang cenderung kurang dalamaktifitas fisik dan makanan siap saji dan
berlemak.
2.3 Etiologi
Etiologi dari sindrom metabolik bersifat multifaktor. Penyebab primeryang menyebabkan
gangguan metabolik yang ditemukan pada sindrom metabolik adalah resistensi insulin yang
berhubungan dengan obesitas sentral yang ditandai dengan timbunan lemak viseral yang dapat
ditentukan dengan pengukuran lingkarpinggang. Hubungan antara resistensi insulin dan
penyakitkardiovaskular diduga dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang
menimbulkandisfungsi endotel yang akan menyebabkan kerusakan vaskular dan pembentukanatheroma.
2
Hipotesis lain menyatakan bahwa terjadi perubahan hormonal yangmendasari adalah terjadinya
obesitas abdominal. Suatu studi membuktikan bahwapada individu yang mengalami peningkatan
kadar kortisol didalam serum (yangdisebabkan oleh stres kronik) mengalami obesitas abdominal,
resistensi insulindan dislipidemia.
2.4 Diagnosis
Setelah Reaven pada tahun 1988 mencanangkan sindrom resistensi insulin,maka WHO
1999 melakukan tata cara diagnostik sindrom metabolik yangmemberi persyaratan harus ada
komponen resistensi insulin atau hiperinsulinemiayang ditandai dengan kadar glukosa darah