Top Banner

of 22

SIKLUS HIDROLOGI

Oct 29, 2015

Download

Documents

Sabar Hutahaean

hutahaean
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

SIKLUS HIDROLOGISiklus Air Dibumi [Siklus Hidrologi] - Daur hidrologi sering juga dipakai istilah water cycle atau siklus air. Suatu sirkulasi air yang meliputi gerakan mulai dari laut ke atmosfer, dari atmosfer ke tanah, dan kembali ke laut lagi atau dengan arti lain siklus hidrologi merupakan rangkaian proses berpindahnya air permukaan bumi dari suatu tempat ke tempat lainnya hingga kembali ke tempat asalnya.

Air naik ke udara dari permukaan laut atau dari daratan melalui evaporasi. Air di atmosfer dalam bentuk uap air atau awan bergerak dalam massa yang besar di atas benua dan dipanaskan oleh radiasi tanah. Panas membuat uap air lebih naik lagi sehingga cukup tinggi/dingin untuk terjadi kondensasi.

Uap air berubah jadi embun dan seterusnya jadi hujan atau salju. Curahan (precipitation) turun ke bawah, ke daratan atau langsung ke laut. Air yang tiba di daratan kemudian mengalir di atas permukaan sebagai sungai, terus kembali ke laut. Air yang tiba di daratan kemudian mengalir di atas permukaan sebagai sungai, terus kembali ke laut melengkapi siklus air.

Dalam perjalanannya dari atmosfer ke luar, air mengalami banyak interupsi. Sebagian dari air hujan yang turun dari awan menguap sebelum tiba di permukaan bumi, sebagian lagi jatuh di atas daun tumbuh-tumbuhan (intercception) dan menguap dari permukaan daun-daun. Air yang tiba di tanah dapat mengalir terus ke laut, namun ada juga yang meresap dulu ke dalam tanah (infiltration) dan sampai ke lapisan batuan sebagai air tanah.

Sebagian dari air tanah dihisap oleh tumbuh-tumbuhan melalui daun-daunan lalu menguapkan airnya ke udara (transpiration). Air yang mengalir di atas permukaan menuju sungai kemungkinan tertahan di kolam, selokan, dan sebagainya (surface detention), ada juga yang sementara tersimpan di danau, tetapi kemudian menguap atau sebaliknya, sebagian air mengalir di atas permukaan tanah melalui parit, sungai, hingga menuju ke laut ( surface run off ), sebagian lagi infiltrasi ke dasar danau-danau dan bergabung di dalam tanah sebagai air tanah yang pada akhirnya ke luar sebagai mata air.

Siklus hidrologi dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu:1. Siklus Pendek : Air laut menguap kemudian melalui proses kondensasi berubah menjadi butir-butir air yang halus atau awan dan selanjutnya hujan langsung jatuh ke laut dan akan kembali berulang.

2. Siklus Sedang : Air laut menguap lalu dibawa oleh angin menuju daratan dan melalui proses kondensasi berubah menjadi awan lalu jatuh sebagai hujan di daratan dan selanjutnya meresap ke dalam tanah lalu kembali ke laut melalui sungai-sungai atau saluran-saluran air.

3. Siklus Panjang : Air laut menguap, setelah menjadi awan melalui proses kondensasi, lalu terbawa oleh angin ke tempat yang lebih tinggi di daratan dan terjadilah hujan salju atau es di pegunungan-pegunungan yang tinggi. Bongkah-bongkah es mengendap di puncak gunung dan karena gaya beratnya meluncur ke tempat yang lebih rendah, mencair terbentuk gletser lalu mengalir melalui sungai-sungai kembali ke laut.

Unsur-unsur utama dalam siklus hidrologi :* Evaporasi: penguapan dari badan air secara langsung* Transpirasi: penguapan air yang terkandung dalam tumbuhan* Respirasi: penguapan air dari tubuh hewan dan manusia* Evapotranspirasi: perpaduan evaporasi dan transpirasi* Kondensasi: proses perubahan wujud uap air menjadi titik-titik air sebagai hasil pendinginan* Presipitasi: segala bentuk curahan atau hujan dari atmosfer ke bumi yang meliputi hujan air, hujan es, hujan salju* Infiltrasi: air yang jatuh ke permukaan tanah dan meresap ke dalam tanah* Perkolasi: air yang meresap terus sampai ke kedalaman tertentu hingga mencapai air tanah atau groundwater* Run off: air yang mengalir di atas permukaan tanah melalui parit, sungai, hingga menuju ke laut.

HIDROMETRI

PendahuluanDebit aliran sungai (Q) adalah jumlah air yang mengalir melalui tampang lintang sungai tiap satu satuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik. Di suatu lokasi sungai dapat diperkirakan dengan cara sebagai berikut :1. Pengukuran di lapangan2. Berdasarkan data debit dari stasiun di dekatnya3. Berdasarkan data hujan4. Berdasarkan pembangkitan data debitPengukuran debit di lapangan dapat dilakukan dengan membuat stasiun pengamatan atau dengan mengukur debit di bangunan air seperti bendungan dan peluap.Sering di suatu lokasi yang akan dibangun bangunan air tidak terdapat pencatatan debit sungai dalam waktu panjang. Dalam keadaan tersebut terpaksa debit diperkirakan berdasar :1. Debit di lokasi lain pada sungai yang sama2. Debit di lokasi lain pada sungai di sekitarnya3. Debit pada sungai lain yang berjauhan tetapi memiliki karakteristik yang sama.Debit di suatu lokasi yang ditinjau dapat juga diperkirakan berdasar data hujan, misalnya dalam analisis hubungan hujan limpasan dan analisis hidrograf. Debit aliran di sungai berasal dari hujan yang jatuh di DAS, sehingga dengan mengetahui kedalaman hujan dan kehilangan air seperti penguapan dan infiltrasi akan dapat diperkirakan debit aliran.

Teori pengukuran debit

Debit aliran (Q) diperoleh dengan mengalikan luas tampang aliran (A) dan kecepatan aliran (V). luas tampang aliran diperoleh dengan mengukur elevasi permukaan air dan dasar sungai. Kecepatan aliran diukur dengan menggunakan alat ukur kecepatan seperti current meter, pelampung atau peralatan lain.Bentuk tampang memanjang dan melintang sungai adalah tidak teratur. Selain itu karena pengaruh kekentalan air dan kekerasan dinding, distribusi kecepatan pada vertikal dan lebar sungai adalah tidak seragam. Distribusi kecepatan pada vertikal mempunyai bentuk parabolis dengan kecepatan mol di dasar dan bertambah besar dengan jarak menuju permukaan. Dalam arah lebar sungai, kecepatan aliran di kedua tebing adalah nol, dan semakin ketengah kecepatan semakin bertambah besar. Mengingat bahwa sungai mempunyai bentuk tampang lintang yang tidak teratur dan kecepatan aliran juga tidak seragam pada seluruh tampang, maka pengukuran debit sungai dilakukan dengan membagi tampang sungai menjadi sejumlah pias. Di setiap ruas diukur luas tampang dan kecepatan reratanya. Debit aliran diberikan oleh bentuk berikut :

Dengan A = luasan dari setiap piasV = kecepatan rerata di setiap pias

Pengukuran debitPengukuran debit sungai dilakukan dengan pemasangan alat di suatu lokasi di sungai yang ditetapkan, yang memungkinkan pengamatan secara kontinyu dan teratur elevasi muka air dan debit serta data lainnya, seperti angkutan sedimen dan salinitas. Pengukuran debit dilakukan dengan langkah-langkah :1. Pemilihan lokasi stasiun pengukuranLangkah pertama adalah memilih lokasi stasiun pengukuran. Pemilihan lokasi tersebut dengan memperhatikan beberapa persyaratan berikut ini :a. Mudah dicapai oleh pengamatb. Di bagian sungai yang lurus dengan penampang sungai yang teratur dan stabilc. Di sebelah hilir pertemuan dengan anak sungaid. Di mulut sungai menuju ke laut atau danaue. Di lokasi bangunan airf. Tidak dipengaruhi oleh garis pembendungan g. Aliran berada dalam alur utama2. Pengukuran kedalaman sungaia. Bak ukurUntuk sungai yang dangkal, bak ukur yang telah diberi sekala dan pelat di bagian bawahnya dimasukkan ke dalam sungai sampai pelat dasar mencapai dasar sungai. Kedalaman air pada skala di bak ukur tersebut. b. Tali dengan pemberatApabila sungai dalam atau kecepaan arus besar, kedalaman air diukur dengan menggunakan tali yang diberi pemberat. Pengukuran ini biasanya dilakukan secara bersamaan dengan pengukuran kecepatan dengan menggunakan current meter. Pemakaian tali untuk mengukur kedalaman perlu diperhitungkan koreksi, karena pengaruh arus dapat menyebabkan posisi tali tidak vertikal.c. EchosounderPada sungai yang lebar dan dalam, pengukuran tampang lintang dapat dilakukan dengan menggunakan Echosounder. Selain itu alat ini juga biasa untuk mengukur kedalaman laut cara kerjanya alat ini dipasang pada dasar kapal. Alat tersebut akan memancarkan getaran suara akan yang akan merambat ke dasar sungai dan kemudian dipantulkan kembali3. Pengukuran elevasi muka air secara kontinyu atau hariana. Papan duga Papan duga merupakan alat paling sederhana untuk mengukur elevasi muka air. Terbuat dari kayu atau pelat baja yang diberi ukuran skala dalam centimeter, dapat dipasang di tepi sungai atau suatu bangunan. Pengamatan ini biasanya dilakukan setiap hari. Alat ini memiliki kekurangan yaitu tidak tercatatnya muka air pada jam-jam tertentu yang mungkin mempunyai informasi penting, misalnya puncak banjir.b. Alat pengukur elevasi muka air maksimumAlat ini digunakan untuk mengukur elevasi muka air maksimum yang terjadi pada waktu banjir. Alat ini terbuat dari tabung yang berdiameter 50 mm dengan lubang yang terdapat di dekat dasar dan tertutup di bagian atasnya dengan satu atau dua lubang untuk keluarnya udara. Di dalam tabung terdapat gabus dan papan duga. c. Pencatat muka air otomatis (AWLR)Dengan alat ini elevasi muka air sungai dapat tercatat secara kontinyu sepanjang waktu. Alat ukur yang banyak digunakan di Indonesia adalah pelampung. Pelampung tersebut mengikuti gerak muka air, dan gerak tersebut di transfer ke roda gigi yang mereduksi fluktuasi muka air.4. Pengukuran kecepatan alirana. PelampungMenggunakan pelampung yaitu dengan mengukur selang waktu yang diperlukan oleh pelampung untuk menempuh suatu jarak tertentu. Ada tiga macam pelampung, pelampung permukaan, pelampung dengan kaleng, dan pelampung batang.

b. Current meterPengukuran kecepatan dengan alat ini banyak dilakukan. Ada dua tipe alat ukur yaitu tipe mangkok dan baling-baling. Karena ada partikel air yang melintasinya maka mangkok dan baling-baling akan berputar. Jumlah putaran persatuan waktu dapat dikonfersikan menjadi kecepatan arus. 5. Hitungan debita. Metode tampang tengahDalam metode ini dianggap bahwa kecepatan di setiap vertikal merupakan kecepatan rerata dari pias selebar setengah jarak antar pias sebelah kiri dan kanannya. Debit di suatu pias adalah perkalian antara kecepatan rerata vertikal dan lebar tersebut. Di kedua tebing kiri dan kanan sungai kecepatan dianggap nol. b. Metode tampang rerataTampang lintang sungai dianggap tersusun dari sejumlah pias yang masing-masing dibatasi oleh dua vertikal yang berdampingan. Debit total adalah jumlah debit di seluruh pias. c. Metode integrasi kedalaman kecepatanDalam metode ini dihitung debit tiap satuan lebar, yaitu perkalian antara kecepatan rerata dan kedalaman pada vertikal. Debit sungai diperoleh dengan menghitung luasan yang dibatasi oleh kurva tersebut dan garis muka air.6. Membuat rating curve yaitu hubungan antara elevasi muka air dan debit7. Dari rating curve yang telah dibuat pada langkah ke 6, dicari debit aliran berdasarkan pencatatan elevasi muka air8. Presentasi dan publikasi data terukur dan terhitung

CURAH HUJAN RATA-RATA (CH)

PendahuluanData jumlah curah hujan (CH) rata-rata untuk suatu daerah tangkapan air (catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang sangat diperlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam bidang pertanian data CH sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi , mengetahui neraca air lahan, mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).Untuk dapat mewakili besarnya CH di suatu wilayah/daerah diperlukan penakar CH dalam jumlah yang cukup. Semakin banyak penakar dipasang di lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya rata- rata CH yang menunjukkan besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu juga diketahui variasi CH di suatu titik pengamatan.Menurut (Hutchinson, 1970 ; Browning, 1987 dalam Asdak C. 1995). Ketelitian hasil pengukuran CH tegantung pada variabilitas spasial CH, maksudnya diperlukan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH di suatu daerah yang variasi curah hujannya besar.Ketelitian akan semakin meningkat dengan semakin banyak penakar yang dipasang, tetapi memerlukan biaya mahal dan juga memerlukan banyak waktu dan tenaga dalampencatatannya di lapangan.

Media yang digunakan1.Kalkulator atau2.Komputer dengan program Sofware MS Excel

Tujuan 1.Menghitung curah hujan dengan metode Rata-rata aritmatik.2.Menghitung curah hujan dengan Teknik poligon (Thiessen polygon).3.Menghitung curah hujan dengan Teknik Isohet (Isohyetal).

Data hujan yang tercatat disetiap stasiun penakar hujan adalah tinggi hujan disekitar stasiun tersebut atau disebut sebagaiPoint Rainfall. Karena stasiun penakar hujan tersebar di daerah aliran maka akan banyak data tinggi hujan yang diperoleh yang besarnya tidak sama. Didalam analisa hidrologi diperlukan data hujan rata-rata di daerah aliran (Catchment Area) yang kadang-kadang dihubungkan dengan besarnya aliran yang terjadi.Data curah hujan siap dipakai (sebagai hujan terpusat) untuk beberapa stasiun/pos dapat juga diambil dari:Buku publikasi data hujan di Indonesia BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika)Buku publikasi data hujan untuk pos hujan yang didirikan oleh beberapa instansi pemerintahan.misalnya Pertanian (BPP) dan PU (PSDA)Untuk suatu lokasi bangunan air, dipilih/ditentukan sejumlah pos pengamatan hujan yang mempengaruhi sirkulasi air di situ (sebagai infut dari sistem wilayah sirkulasi air). Dalam analisis hujan daerah, dipilih jenis datanya, sesuai dengan tujuan perencanaan (kebutuhan datanya), misalnya : untuk rencana banjir dibutuhkan hujan maksimum dengan intervaltertentu untuk perencanaan penggunaan air (air tanah/permukaan) dibutuhkan hujan rata-rata, minimum.

1. Metode Arithmatic/rata-rata aljabarMetode ini dipakai untuk daerah-daerah datar dengan pos pengamatan hujan tersebar merata, an masing-masing pos mempunyai hasil pengamatan yang tidak jauh berbeda dengan hasil rata-ratanya.Caranya: Membagi rata pengukuran pada semua pos hujan terhadap sejumlah stasiun dalam daerah aliran yang bersangkutan.Rumus:Dimana:Pr = Tinggi ujan rata-rata.P1, P2, P3, P4, Pn = Tinggi hujan pada tiap stasiun pengamatan.n = Jumlah stasiun pengamatan.

2. Metode Poligon Thiessen (Thiessen Polygon Method)Metode ini bisa digunakan untuk daerah-daerah dimana distribusi dari pengamatan hujan tidak tersebar merata. Hasilnya lebih teliti.Caranya: Stasiun pengamatan digambarkan peta, dan ditarik garis hubung masing-masing stasiun. Garis bagi tegak lurus dari garis hubung tersebut membentuk poligon-poligon mengelilingi tiap-tiapstasiun, hindari bentuk poligon segi tiga tumpul. Sisi-sisi tiap poligon merupakan batas-batas daerah pngamatan hujan yang bersangkutan. Hitung luas wilayah tiap poligon yang terdapat di dalam DAS dan luas DAS seluruhnya. Dengan planimeter atau metode grid, dan luas tiap poligon dinyatakan sebagai persentase dari luas DAS seluruhnya. Faktor bobot dalam menghitung rata-rata daerah di dapat dengan mengalikan presipitasi tiap stasiun pengamatan dikalikan dengan persentase luas daerah yang bersangkutan.Rumus:Dimana:Pr = Tinggi hujan rata-rata.P1, P2, P3, P4, Pn = Tinggi hujan tiap pos hujan.A1, A2, A3, A4, An = Luas wilayah tiap pos hujan.A total = Luas wilayah total dari semua pos hujan.

3. Metode Isohyet (Ishohyetal Method)Metode ini dipakai untuk menentukan hujan rata-rata pada daerah bargunung dan sebaran stasiun/pos pengamatan yang tidak merata. Hasilnya lebih teliti dibandingkan dengan metode sebelumnya.Caranya: Lokasi dan stasiun-stasiun pengamatan hujan digambar pada peta berikut nilai urah hujannya. Gambar kontur-kontur untuk presipitasi yang sama (isohyet). Cari harga rata-rata presipitasi untuk sub daerah yang terletak antara dua isohyet berikut luas sub daerah tersebut diatas. Untuk tiap sub daerah dihitung volume presipitasi sebagai perkalian presipitasi rata-ratanya terhadap sub daerah (netto).Rumus:Dimana:Pr = Tinggi hujan rata-rata.P1, P2, P3, Pn = Tinggi hujan antara garis isohye.A1, A2, A3, An = Luas wilayah antara garis isohyet.A total = Luas wilayah total pos hujan.

EVAPORASI

PENDAHULUANLatar BelakangKehilangan air melalui permukaan teras atau penguapan (evaporasi) dan melalui permukaan tanaman (transpirasi) disebut evapotranspirasi atau kadang-kadang disebut penggunaan air tanaman (water use). Evapotranspirasi merupakan salah satu komponen neraca air atau menjadi dua komponen bila dipilih menjadi evaporasi dan transpirasi (Guslim, 2007).Uap air memiliki keberagaman. Keberagaman itulah yang terkait dengan kenyataan bahwa uap air terus-menerus ditambahkan ke dalam atmosfer oleh penguapan dan hilang akibat pengembunan dan curahan yang menjadikannya bagian yang demikian penting dalam udara. Segi yang paling menonjol dari cuaca (hujan, salju, hujan es, kabut, halilintar, dan sebagainya) dihasilkan oleh adanya air dalam atmosfer (Neiburger, dkk, 1995).Laju evapotranspirasi dinyatakan dengan banyaknya air yang hilang oleh proses evapotranspirasi dari suatu daerah tiap satuan luas dalam satu satuan waktu. Ini dapat pula dinyatakan sebagai volume air cair yang hilang oleh proses evapotranspirasi dari daerah tadi dalam satu satuan waktu yang setara dengan tinggi atau tebal air cair yang hilang tiap satu satuan waktu dari daerah yang ditinjau. Satuan waktu yang dipakai bisa satu jam atau satu hari dan satuan tebal dapat milimeter atau sentimeter (Prawirowardoyo, 1996). Selama air tetap tersedia, evapotranspirasi akan memproses nilai kemungkinan maksimum hanya tergantung pada jumlah energi yang tersedia dan kontrol terhadap vegetasi, jika ada. Saat permukaan tanah kering atau air tanah menjadi terbatas, maka nilai ET akan bertambah (Rosenberg, dkk, 1996).Pada atmosfer, relatif transparent untuk radiasi, dengan hasil sinar matahari akan menuju bumi dengan banyak reduksi tenaga. Kaca jendela biasa juga relatif transparent pada radiasi, sehingga energi radiasi akan menembus menuju kaca dan diabsorbsi pada lantai, dll (Pettersen, 1997).Air evaporasi (di bawah beberapa kondisi) karena fraksi molekul menyediakan energi yang cukup pada beberapa gerakan lambat dan tubrukan untuk menghancurkan gerakan menarik intermolekular dan jalan keluar menuju permukaan menjadi uap air, gas yang kering (hanya beberapa larutan yang basah)(Cole, 1990).Evaporasi atau penguapan merupakan pengambilan sebagian uap air yang bertujuan utuk meningkatkan konsentrasi padatan. Salah satu tujuan lainnya adalah untuk mengurangi volume dari suatu produk sampai batas-batas tertentu. Pengurangan volume akan meningkatkan efisiensi penyimpanan dan dapat membantu pengawetan, atas dasar berkurangnya jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk kehidupannyaKehilangan air melalaui evaporasi mempunyai akibat terhadap fisiologi tanaman secara tidak langsung, seperti mempercepat penerimaan kadar air pada lapisan atas dan memodifikasi iklim mikro di sekitar tanaman. Beberapa usaha untuk mengurangi evaporasi tanah telah dilakukan seperti penggunaan mulsa dan pengatur populasi tanaman atau jarak tanaman yang efisien. Usaha tersebut disertai dengan pemilihan kultivar yang mempunyai efisien transpirasi tinggi (Guslim, 2007).Nilai evaporasi atau evapotranspirasi pada suatu daerah tergantung pada dua faktor. Faktor yang pertama adalah ketersediaan kelembaban pada permukaan evaporasi saat atmosfer mampu untuk menguapkan air dan menghapusnya dan mentransportasikan air evaporasi ke atas. Faktor yang kedua dari evaporasi atau evapotranspirasi, yaitu fungsi dari beberapa faktor termasuk radiasi surya, temperatur, kecepatan angin, dan kelembaban (Ayoade, 1983).Ketegangan uap air hanya tergantung pada temperatur di permukaan udara. Konsep ini berdasarkan pada pengukuran yang dibuat di ruang tertutup. Ketergantungan tekanan uap air terhadap temperatur merupakan karakter yang khusus. Hal ini tergantung pada tekanan gas-gas yang berada pada atmosfer. Telah ditetapkan bahwa secara empiris baik untuk fase larutan dan fase padat air berada pada keseluruhan daerah temperatur (Byers, 1959).Kontrol utama evapotranspirasi merupakan fungsi dari berbagai faktor seperti radiasi matahari, suhu, laju angin, dan kelembaban. Kalau data radiasi tidak tersedia, maka sebagai petunjuk dari banyaknya energi ini dapat digunakan suhu udara. Laju angin atau turbulensi udara memindahkan uap air di atas permukaan penguapan dan menggantinya dengan udara segar yang nisbi kering dan dengan demikian melangsungkan proses penguapan. Kelembaban udara berpengaruh pada laju penguapan. Hal ini disebabkan oleh kelembaban udara menentukan kapasitas atau kemampuan udara menampung uap air. Makin besar kelembaban udara, makin kecil kemampuannya untuk menampung uap air dan sebaliknya (Prawirowardoyo, 1996).Faktor-faktor utama yang mempengaruhi evaporasi, yaitu faktor-faktor meteorologi yang meliputi radiasi matahari, suhu udara dan permukaan, kelembaban, angin, dan tekanan barometer ; faktor-faktor geografi yang meliputi kualitas air, jeluk tubuh air, dan ukuran dan bentuk permukaan air ; faktor-faktor lainnya yang meliputi kandungan lengas tanah, jeluk muka air tanah, warna tanah, tipe, kerapatan, dan tingginya vegetasi, dan ketersediaan air dari hujan, irigasi, dll (Seyhan, 1990).Tekanan uap air dalam fase cair adalah tekanan uap jenuh pada temperatur air yang bersangkutan. Selama tekanan uap air di dalam air melebihi tekanannya di udara, evaporasi akan berjalan terus. Angin turbulensi yang kuat mendorong evaporasi yang cepat, sebab angin itu membawa uap air yang baru saja dievaporasikan dari permukaan, sehingga tetap ada perbedaan tekanan uap air (gradien) antara udara dan air (Trewartha dan Horn, 1995).Metode-metode dalam pengukuran evaporasi antara lain, yaitu atmometer dan panci penguapan. Atmometer adalah alat-alat kecil dan mengukur kapasitas penangkapan udara untuk air (kemampuan udara untuk mengeringkan). Alat ini bermacam-macam seperti atmometer piche dan atmometer livingstone. Sedangkan panci penguapan merupakan metode yang sangat sederhana dan paling sering digunakan. Evaporasi permukaan air bebas secara langsung diukur dengan mencatat pengurangan tinggi di muka air dalam panci (Seyhan, 1990).Laju evapotranspirasi ditentukan oleh dua pengendali atau kontrol utama. Yang pertama ialah ketersediaan air pada permukaan daerah tersebut dan kontrol kedua ialah kemampuan atmosfer mengevapotransporasikan air dari permukaan dan memindahkan uap airnya ke atas. Kalau banyaknya air yang tersedia tak terbatas, maka evapotranspirasi akan berlangsung dengan laju maksimum untuk lingkungan tersebut. Akan tetapi pada umumnya banyaknya air pada permukaan tidaklah selalu tersedia. Kedua kontrol utama evapotranspirasi merupakan fungsi dari berbagai faktor seperti radiasi matahari, suhu, laju angin, dan kelembaban (Prawirowardoyo, 1996).Evaporasi air dari manapun asalnya, memiliki efek dalam menyejukkan udara, jadi telah diduga bahwa dengan vegetasi yang padat atau sekitar permukaan air, udara akan disejukkan tapi dengan kelembaban yang relatif tinggi. Jauh dari tanah terbuka relatif, evaporasi dari kelembaban tanah bisa menggunakan energi radiasi, dimana biasanya masih banyak kemungkinan untuk mencapai temperatur yang tinggi (Griffiths, 1966).Persamaan neraca air terdiri atas enam komponen, yaitu hujan (dan irigasi bila digunakan), evapotransporasi potensial sebenarnya penyimpanan air dalan tanah, surplus, dan defisit. Setiap periode tertentu evapotransporasi berlangsung dengan mengambil penyimpanan air tanah sedangkan hujan merupakan penambahan. Hujan yang lebih besar daripada kapasitas penyimpanan air dalam tanah, dianggap sebagai surplus yang bisa berupa limpasan atau proklasi dalam. Bila neraca air mencapai nol, terjadi kekeringan dan evapotransporasi berhenti (Guslim, 2007). Evaporasi atau penguapan adalah proses pertukaran (transfer) air dari permukaan bebas (free water surface) dari muka tanah, atau dari air yang tertahan di atas permukaan bangunan atau tanaman menjadi molekul uap air di atmosfer.Penguapan juga dipengaruhi oleh kelembaban udara, tekanan udara, kedalaman air dan kualitas air. Penguapan juga dipengaruhi oleh kelembaban udara, tekanan udara, kedalaman air dan kualitas air. Kedalaman air juga mempengaruhi evaporasi, karenauntuk menaikkan temperatur air yang mempunyai lapisan tebal (dalam) lebih banyak diperlukan panas dari pada yang mempunyai lapisan tipis (dangkal). Untuk penyinaran matahari yang sama maka akan lebih banyak menaikkan temperatur air yang dangkal dari pada yang dalam, hingga evaporasi pada air yang dangkal lebih banyak

INFILTRASI

Infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di dalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju mata air, danau, dan sungai; atau secara vertikal, yang dikenal dengan perkolasi (percolation)menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler. Gaya gravitasi menyebabkan aliran selalu menuju ke tempat yang lebih rendah, sementara gaya kapiler menyebabkan air bergerak ke segala arah. Air kapiler selalu bergerak dari daerah basah menuju ke daerah yang lebih kering.

Tanah kering mempunyai gaya kapiler lebih besar daripada tanah basah. Gaya tersebut berkurang dengan bertambahnya kelembaban tanah. Selain itu, gaya kapiler bekerja lebih kuat pada tanah dengan butiran halus seperti lempung daripada tanah berbutir kasar pasir. Apabila tanah kering, air terinfiltrasi melalui permukaan tanah karena pengaruh gaya gravitasi dan gaya kapiler pada seluruh permukaan. Setelah tanah menjadi basah, gerak kapiler berkurang karena berkurangnya gaya kapiler. Hal ini menyebabkan penurunan laju infiltrasi. Sementara aliran kapiler pada lapis permukaan berkurang, aliran karena pengaruh gravitasi berlanjut mengisi pori-pori tanah. Dengan terisinya pori-pori tanah, laju infiltrasi berkurang secara berangsung-angsur sampai dicapai kondisi konstan; di mana laju infiltrasi sama dengan laju perkolasi melalui tanah.

Dalam infiltrasi dikenal dua istilah yaitu kapasitas infiltrasi dan laju infiltrasi, yang dinyatakan dalam mm/jam. Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu; sedang laju infiltrasi adalah kecepatan infiltrasi yang nilainya tergantung pada kondisi tanah dan intensitas hujan. Pada grafik dibawah ini menunjukkan kurva kapasitas infiltrasi (fp), yang merupakan fungsi waktu. Apabila tanah dalam kondisi kering ketika infiltrasi terjadi, kapasitas infiltrasi tinggi karena kedua gaya kapiler dan gravitasi bekerja bersama-sama menarik air ke dalam tanah. Ketika tanah menjadi basah, gaya kapiler berkurang yang menyebabkan laju infiltrasi menurun. Akhirnya kapasitas infiltrasi mencapai suatu nilai konstan, yang dipengaruhi terutama oleh gravitasi dan laju perkolasi.

Kurva Kapasitas Infiltrasi

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFILTRASILaju infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kedalaman genangan dan tebal lapis jenuh, kelembaban tanah, pemadatan oleh hujan, tanaman penutup, intensitas hujan, dan sifat-sifat fisik tanah.

Kedalaman genangan dan tebal lapis jenuhPerhatikan skema gambar di bawah ini !

Genangan Pada Permukaan Tanah

Dalam gambar di atas, air yang tergenang di atas permukaan tanah terinfiltrasi ke dalam tanah, yang menyebabkan suatu lapisan di bawah permukaan tanah menjadi jenuh air. Apabila tebal dari lapisan jenuh air adalah L, dapat dianggap bahwa air mengalir ke bawah melalui sejumlah tabung kecil. ALiran melalui lapisan tersebut serupa dengan aliran melalui pipa. Kedalaman genangan di atas permukaan tanah (D) memberikan tinggi tekanan pada ujung atas tabung, sehingga tinggi tekanan total yang menyebabkan aliran adalah D+L.

Tahanan terhadap aliran yang diberikan oleh tanah adalah sebanding dengan tebal lapis jenuh air L. Pada awal hujan, dimana L adalah kecil dibanding D, tinggi tekanan adalah besar dibanding tahanan terhadap aliran, sehingga air masuk ke dalam tanah dengan cepat. Sejalan dengan waktu, L bertambah panjang sampai melebihi D, sehingga tahanan terhadap aliran semakin besar. Pada kondisi tersebut kecepatan infiltrasi berkurang. Apabila L sangat lebih besar daripada D, perubahan L mempunyai pengaruh yang hampir sama dengan gaya tekanan dan hambatan, sehingga laju infiltrasi hampir konstan.

Kelembaban tanahJumlah air tanah mempengaruhi kapasitas infiltrasi. Ketika air jatuh pada tanah kering, permukaan atas dari tanah tersebut menjadi basah, sedang bagian bawahnya relatif masih kering. Dengan demikian terdapat perbedaan yang besar dari gaya kapiler antara permukaan atas tanah dan yang ada di bawahnya. Karena adanya perbedaan tersebut, maka terjadi gaya kapiler yang bekerja sama dengan gaya berat, sehingga air bergerak ke bawah (infiltrasi) dengan cepat.

Dengan bertambahnya waktu, permukaan bawah tanah menjadi basah, sehingga perbedaan daya kapiler berkurang, sehingga infiltrasi berkurang. Selain itu, ketika tanah menjadi basah koloid yang terdapat dalam tanah akan mengembang dan menutupi pori-pori tanah, sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi pada periode awal hujan.

Pemampatan oleh hujanKetika hujan jatuh di atas tanah, butir tanah mengalami pemadatan oleh butiran air hujan. Pemadatan tersebut mengurangi pori-pori tanah yang berbutir halus (seperti lempung), sehingga dapat mengurangi kapasitas infiltrasi. Untuk tanah pasir, pengaruh tersebut sangat kecil.

Penyumbatan oleh butir halusKetika tanah sangat kering, permukaannya sering terdapat butiran halus. Ketika hujan turun dan infiltrasi terjadi, butiran halus tersebut terbawa masuk ke dalam tanah, dan mengisi pori-pori tanah, sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi.

Tanaman penutupBanyaknya tanaman yang menutupi permukaan tanah, seperti rumput atau hutan, dapat menaikkan kapasitas infiltrasi tanah tersebut. Dengan adanya tanaman penutup, air hujan tidak dapat memampatkan tanah, dan juga akan terbentuk lapisan humus yang dapat menjadi sarang/tempat hidup serangga. Apabila terjadi hujan lapisan humus mengembang dan lobang-lobang (sarang) yang dibuat serangga akan menjadi sangat permeabel. Kapasitas infiltrasi bisa jauh lebih besar daripada tanah yang tanpa penutup tanaman.

TopografiKondisi topografi juga mempengaruhi infiltrasi. Pada lahan dengan kemiringan besar, aliran permukaan mempunyai kecepatan besar sehingga air kekurangan waktu infiltrasi. Akibatnya sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan. Sebaliknya, pada lahan yang datar air menggenang sehingga mempunyai waktu cukup banyak untuk infiltrasi.

Intensitas hujanIntensitas hujan juga berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi. Jika intensitas hujan I lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi aktual adalah sama dengan intensitas hujan. Apabila intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi aktual sama dengan kapasitas infiltrasi.

INTERSEPSI

PENDAHULUANLatar Belakang Peranan Hutan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, berupa kecenderungan peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Penyebab terjadinya pemanasan global ini adalah adanya peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer dimana peningkatan ini menyebabkan kesetimbangan radiasi berubah dan suhu bumi menjadi lebih panas (Slamet, 2009).Gas Rumah Kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Sifat termal radiasi inilah menyebabkan pemanasan atmosfer secara global (global warming). Di antara GRK penting yang diperhitungkan dalam pemanasan global adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O). Dengan kontribusinya yang lebih dari 55% terhadap pemanasan global, CO2 yang diemisikan dari aktivitas manusia (anthropogenic) mendapat perhatian yang lebih besar. Tanpa adanya GRK, atmosfer bumi akan memiliki suhu 30oC lebih dingin dari kondisi saat ini. Namun demikian seperti diuraikan diatas, peningkatan konsentrasi GRK saat ini berada pada laju yang mengkhawatirkan sehingga emisi GRK harus segera dikendalikan. Upaya mengatasi (mitigasi) pemanasan global dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari sumbernya atau meningkatkan kemampuan penyerapan (Agus, 2004).Intersepsi merupakan proses terserapnya air hujan oleh tajuk-tajuk tanaman seperti daun,dahan,dan batang atau secara umum merupakan bagian dari hujan yang tertahan oleh vegetasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi intersepsi :- Tipe vegetasi- Kondisi/umur vegetasi- Intensitas hujan - Lokasi- Luas tajuk penutup vegetasi atau kerapatan Intersepsi hujan tidak dapat diukur secara langsung melainkan dengan melakukan pengukuran terhadap komponen intersepsi yaitu hujan bruto dan hujan neto (Seyhan, 1990).Hutan dengan penyebarannya yang luas, dengan struktur dan komposisinya yang beragam diharapkan mampu menyediakan manfaat lingkungan yang amat besar bagi kehidupan manusia antara lain jasa peredaman terhadap banjir, erosi dan sedimentasi serta jasa pengendalian daur air. Peran hutan dalam pengendalian daur air dapat dikelompokkan sebagai berikut :1. Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi melalui proses :a. Evapotranspirasib. Pemakaian air konsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh vegetasi.2. Menambah titik-titik air di atmosfer.3. Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi.4. Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat :a. Tahanan permukaan dari bagian batang di permukaanb. Tahanan aliran air permukaan karena adanya seresah di permukaan.5. Sebagai pendorong ke arah perbaikan kemampuan watak fisik tanah untuk memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan bahan organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologik di dalam tanah.Semua peran vegetasi tersebut bersifat dinamik yang akan berubah dari musim ke musim maupun dari tahun ke tahun. Dalam keadaan hutan yang telah mantap, perubahan peran hutan mungkin hanya nampak secara musiman, sesuai dengan pola sebaran hujannya (Asdak, 2007).

Intersepsi hujan merupakan proses tertahannya air hujan pada tajuk tanaman. Air yang tertahan pada tajuk tersebut akan terevaporasi kembali ke atmosfer. Air hujan yang jatuh menembus tajuk tanaman disebut sebagai curahan tajuk (throughfall) dan air hujan yang mengalir melalui batang disebut sebagai aliran batang (stemflow), kedua komponen itu disebut sebagai hujan neto. Curahan tajuk dan aliran batang akan jatuh menyentuh tanah atau lantai hutan dan akan diresap oleh tanah menjadi bagian air tanah. Perbedaan penutupan vegetasi pada ekosistem hutan memberikan nilai intersepsi hujan yang berbeda sehingga memengaruhi besarnya air hujan yang jatuh menyentuh tanah dan menjadi bagian air tanah. Sehingga intersepsi merupakan proses yang penting dalam siklus hidrologi (Slamet, 2009).

Nilai intersepsi akan diperoleh dari selisih hujan bruto dengan hujan neto. Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang sederhana seperti penelitian yang dilakukan oleh Agustina (1999), yaitu menggunakan plastik 1x1 m untuk menampung curahan tajuk dan jerigen untuk menampung air dari batang yang mengalir melalui selang. Penelitian lebih lanjut digunakannya bejana berjungkit (tipping bucket) untuk mengukur besarnya air yang jatuh sebagai curahan tajuk dan aliran batang seperti yang dilakukan oleh Jackson (1999). Pengukuran intersepsi yang dilakukan di hutan tanaman A.loranthifolia Sal. di DAS Cicatih hulu Sukabumi ini menggunakan bejana berjungkit dengan perekaman data otomatis. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk melihat kebasahan tajuk, intensitas curahan tajuk dan aliran batang saat terjadinya hujan serta menentukan besarnya intersepsi hujan pada hutan tanaman A.loranthifolia Sal. di DAS Cicatih hulu Sukabumi. (Heriansyah, 2008).Fungsi hidrologi hutan yang penting salah satunya adalah kemampuan dalam mengintersepsikan air. Jumlah air yang terintersepsi bisa mencapai 500 mm / tahun. Tergantung pada lebat tidaknya hutan dan pola hujan. Dengan demikian penebangan hutan dan konversi hutan menjadi peruntukan lain berpotensi meningkatkan debit ait di sungai dan kalau sungainya bermuara ke danau akan mempertinggi muka air danau. Kenaikan ini tentu sangat dipengaruhi oleh berapa luas lahan hutan yang dikonversi, relatif terhadap luas total Daerah Tangkapan Air (DTA). Bagaimana bentuk pengguaan lahan sesudah hutan dibuka dan apakah DTA cukup luas dibandingkan dengan luas muka air danaunya sendiri (Agus, 2004). Besarnya intersepsi hujan suatu vegetasi juga dipengaruhi oleh umur tegakan vegetasi yang bersangkutan. Dalam perkembangannya, bagian-bagian tertentu vegetasi akan mengalami pertumbuhan atau perkembangan. Pertumbuhan bagian-bagian vegetasi yang mempunyai pengaruh terhadap besar kecilnya intersepsi adalah perkembangan kerapatan atau luas tajuk, batang, dan cabang vegetasi. Semakin luas atau rapat tajuk vegetasi semakin banyak air hujan yang dapat ditahan sementara untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer. Demikian juga halnya dengan jumlah percabangan pohon. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tua, luas, dan kerapatan tajuk kebanyakan vegetasi akan semakin besar serta jumlah percabangan pohon juga menjadi semakin banyak. Oleh kombinasi kedua faktor tersebut menyebabkan jumlah air hujan yang dapat ditahan sementara oleh vegetasi tersebut menjadi semakin besar sehingga kesempatan untuk terjadinya penguapan juga menjadi besar (Seyhan, 1990). Salah satu luaran dari sistem DAS adalah debit aliran sungai yang merupakan indicator fungsi DAS da1am pengaturan proses, khususnya dalam alih ragam bujan menjadi aliran. Terdapat sifat khas dalam sistem DAS yang menunjukkan sifat tanggapan DAS terrhadap suatu masukan (hujan) tertentu dan sifat ini diandaikan tetap untuk masukan dengan besaran dan penyebaran tertentu. Sifat khas sistem DAS ini adalah hidrograf satuan (unit hydrograph). Data pengukuran tinggi muka air, debit, bujan harlan dan hujan yang lebih pendek dengan kualitas baik tidak selalu tersedia di setiap DAS sehingga untuk mendapatkan informasi tentang hidrograf satuan didekati dengan pendekatan hidrograf satuan sintetik (HSS) yang diantaranya memanfaatkan data morfometri DAS. Pendekatan dengan HSS bersifat empiris dan seringkali bersifat setempat, sehingga untuk digunakan di tempat lain memerlukan pengujian keberlakuannya. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendapatkan model hidrograf satuan sintetik terbaik di DAS Ciliwung Hulu, (2) Mendapatkan informasi keberlalruan model hidrograf satuan sintetik di DAS yang lainnya, dan (3) Mendapatkan model HSS dengan parameter morfometri DAS yang lebih mudah diukur di Peta Rupa Bumi Penerapan HSS Gama luntuk menduga hidrograf satuan di DAS Ciliwung Hulu masih belum memuaskan terlihat dari besamya nilai coefficient of efficiency (CE) yang hanya 0,81, 0,85, 0,73 dan 0,81 secara bertutut-turut untuk HSS tahun 2003, 2004, 2005 dan HS periode 2003-2005 (Slamet, 2009).Pada proses intersepsi, air yang diuapkan adalah air yang berasal dari curah hujan yang berada pada permukaan daun, ranting, dan cabang serta belum sempat masuk ke dalam tanah. Mengacu pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penyerapan air intersepsi oleh jaringan tanaman yang kemudian diuapkan kembali melalui proses transpirasi adalah kecil, maka intersepsi dibicarakan secara terpisah dari transpirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses intersepsi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu vegetasi dan iklim. Air pada permukaan tajuk vegetasi lebih siap untuk terjadinya proses evaporasi dibandingkan air yang ada di tempat lain dalam suatu DAS. Akibatnya bila daun basah, proses intersepsi akan berlangsung beberapa kali lebih cepat daripada transpirasi dari permukaan vegetasi yang tidak terlalu basah (Asdak, 2007).

ALIRAN PERMUKAANAliran permukaan merupakan bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan tanah menuju sungai, danau dan lautan (Asdak, 1995). Menurut Arsyad (2010), aliran permukaan adalah air yang mengalir diatas permukaan tanah dan mengangkut bagian-bagian tanah. Aliran permukaan terjadi apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah, dalam hal ini tanah telah jenuh air. Sifat aliran permukaan seperti jumlah atau volume, laju atau kecepatan, dan gejolak aliran permukaan menentukan kemampuannya dalam menimbulkan erosi. Besaran aliran permukaan dinyatakan dalam satuan milimeter (mm) (Hridjaja dkk, 1991)Besaran aliran permukaan dinyatakan dalam satuan mm (Haridjaja dkk, 1991). Pengendalian aliran permukaan (overland flow) dilakukan dengan mengurangi kekuatan alirannya sehingga tidak menyebabkan kerusakan tanah. Peningkatan peresapan air sebaiknya dilakukan secara insitu sehingga tidak terjadi akumulasi aliran permukaan pada lereng bawah (daerah yang lebih rendah). Selain itu, perlu pengaturan penggunaan lahan dan penataan ruang kawasan:

1.Zona konservasi sepanjang jalur aliran sungai. 2.Zona konservasi di areal sumber mata air. 3.Zona konservasi lahan berlereng curam. 4.Pengaturan penggunaan lahan (penatagunaan lahan) dengan mengoptimalkan penggunaan lahan dan mempertahankan penggunaan lahan hutan pada kawasan yang diperlukan.

Koefisien aliran permukaan menunjukkan pengaruh penggunaan lahan, tanah, lereng, dan potensial aliran permukaan. Penggunaan lahan di wilayah urban yang menyebabkan pemadatan tanah dan pembuatan lapisan kedap di permukaan tanah akan menghasilkan koefisiensi aliran permukaan yang lebih besar. Nilai C sangat tergantung pada intensitas hujan. Jika intensitas hujan rendah, maka koefisien aliran permukaannya rendah. Sebaliknya, jika intensitas hujan tinggi, maka koefisien aliran permukaannya tinggi. Selain itu, nilai C sangat dipengaruhi laju infiltrasi dan penutupan lahan.

SUNGAIPengertian Sungai dan Fungsinya A. Pengertian Sungai Sungai dapat didefinisikan sebagai saluran di permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah yang melalui saluran itu air dari darat menglir ke laut.Di dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata sungai. Sedang di dalam Bahasa Inggris dikenal kata stream dan river. Kata stream dipergunakan untuk menyebutkan sungai kecil, sedang river untuk menyebutkan sungai besar.

B. Kegunaan Sungai

Berikut ini adalah kegunaan / manfaat perairan darat bagi manusia yang ada di sekitarnya :1. Sumber energi pembangkit listrik2. Sebagai sarana transportasi3. Tempat rekreasi atau hobi4. Tempat budidaya ikan, udang, kepiting, dll5. Sumber air minum makhluk hidup6. Bahan baku industri7. Sumber air pertanian, peternakan dan perikanan8. Sebagai tempat olahraga9. Untuk mandi dan cuci10. Tempat pembuangan limbah ramah lingkungan11. Tempat riset penelitian dan eksplorasi12. Bahan balajar siswa sekolah dan mahasiswa

Sungai dan Jenis-jenisnya

Ada bermacam-macam jenis sungai. Berdasarkan sumber airnya sungai dibedakan menjadi tiga macam yaitu: sungai hujan, sungai gletser dan sungai campuran. a. Sungai Hujan, adalah sungai yang airnya berasal dari air hujan atau sumber mata air. Contohnya adalah sungai-sungai yang ada di pulau Jawa dan Nusa Tenggara. b. Sungai Gletser, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es. Contoh sungai yang airnya benar-benar murni berasal dari pencairan es saja (ansich) boleh dikatakan tidak ada, namun pada bagian hulu sungai Gangga di India (yang berhulu di Peg. Himalaya) dan hulu sungai Phein di Jerman (yang berhulu di Pegunungan Alpen) dapat dikatakan sebagai contoh jenis sungai ini.c. Sungai Campuran, adalah sungai yang airnya berasal dari pencairan es (gletser), dari hujan, dan dari sumber mata air. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Digul dan sungai Mamberamo di Papua (Irian Jaya).Berdasarkan debit airnya (volume airnya), sungai dibedakan menjadi 4 macam yaitu sungai permanen, sungai periodik, sungai episodik, dan sungai ephemeral.a. Sungai Permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan Indragiri di Sumatera.b. Sungai Periodik, adalah sungai yang pada waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil. Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.c. Sungai Episodik, adalah sungai yang pada musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.d. Sungai Ephemeral, adalah sungai yang ada airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya belum tentu banyak.Berdasarkan asal kejadiannya (genetikanya) sungai dibedakan menjadi 5 jenis yaitu sungai konsekuen, sungai subsekuen, sungai obsekuen, sungai resekuen dan sungai insekuen.a. Sungai Konsekuen, adalah sungai yang airnya mengalir mengikuti arah lereng awal. b. Sungai Subsekuen atau strike valley adalah sungai yang aliran airnya mengikuti strike batuan. c. Sungai Obsekuen, adalah sungai yang aliran airnya berlawanan arah dengan sungai konsekuen atau berlawanan arah dengan kemiringan lapisan batuan serta bermuara di sungai subsekuen.d. Sungai Resekuen, adalah sungai yang airnya mengalir mengikuti arah kemiringan lapisan batuan dan bermuara di sungai subsekuen.e. Sungai Insekuen, adalah sungai yang mengalir tanpa dikontrol oleh litologi maupun struktur geologi. Berdasarkan struktur geologinya sungai dibedakan menjadi dua yaitu sungai anteseden dan sungai sungai superposed.a. Sungai Anteseden adalah sungai yang tetap mempertahankan arah aliran airnya walaupun ada struktur geologi (batuan) yang melintang. Hal ini terjadi karena kekuatan arusnya, sehingga mampu menembus batuan yang merintanginya.b. Sungai Superposed, adalah sungai yang melintang, struktur dan prosesnya dibimbing oleh lapisan batuan yang menutupinya.Berdasarkan pola alirannya sungai dibedakan menjadi 6 macam yaitu radial, dendritik, trellis, rektanguler dan pinate (Tim Geografi, Yudhistira, p. 84).a. Radial atau menjari, jenis ini dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Radial sentrifugal, adalah pola aliran yang menyebar meninggalkan pusatnya. Pola aliran ini terdapat di daerah gunung yang berbentuk kerucut.

Gambar 6. Sungai Radial Sentrifugal. 2. Radial sentripetal, adalah pola aliran yang mengumpul menuju ke pusat. Pola ini terdapat di daerah basin (cekungan).

Gambar 7. Sungai Radial Sentripetal. b. Dendritik, adalah pola aliran yang tidak teratur. Pola alirannya seperti pohon, di mana sungai induk memperoleh aliran dari anak sungainya. Jenis ini biasanya terdapat di daerah datar atau daerah dataran pantai.

Gambar 8. Sungai Dendritik.c. Trellis, adalah pola aliran yang menyirip seperti daun.

Gambar 9. Sungai Trellis. d. Rektangular, adalah pola aliran yang membentuk sudut siku-siku atau hampir siku-siku 90.

Gambar 10. Sungai Rektanguler.e. Pinate, adalah pola aliran di mana muara-muara anak sungainya membentuk sudut lancip.

Gambar 11. Sungai Pinate.f. Anular, adalah pola aliran sungai yang membentuk lingkaran.

Gambar 12. Sungai Anular.