Definisi dan Istilah CBK : Capuran Beton Kurus Ffat : Faktor akibat fatik Psi : Present Serviceability Index Ec : Modulus elastisitas beton Sc : Modulus keretakan beton/kuat tarik hancur K : Modulus dinamik reaksi subgrade Fcf : Kuat tarik lentur beton 28 hari fcs : Kuat tarik tidak langsung beton 28 hari CBR : California Bearing Ratio R : Pertumbuhan lalu lintas JPCP : Jointed Plain Concrete Pavements CRCP : Continuously Reinforced Concrete Pavements FKB : Faktor Keamanan Beban FRT : Faktor Rasio Tegangan JKN : Jumlah Kendaraan Niaga JSKN : Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga JSKNH : Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga Harian STdRG : Sumbu Tandem Roda Ganda STRG : Sumbu Tunggal Roda Ganda STrRG : Sumbu Tridem Roda Ganda STRT : Sumbu Tunggal Roda Tunggal T0 : Tebal pelat yang ada TE : Tegangan Ekivalenjalan lama UR : Umur Rencan DCP : 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Definisi dan Istilah
CBK : Capuran Beton KurusFfat : Faktor akibat fatikPsi : Present Serviceability IndexEc : Modulus elastisitas betonSc : Modulus keretakan beton/kuat tarik hancurK : Modulus dinamik reaksi subgradeFcf : Kuat tarik lentur beton 28 harifcs : Kuat tarik tidak langsung beton 28 hariCBR : California Bearing RatioR : Pertumbuhan lalu lintasJPCP : Jointed Plain Concrete PavementsCRCP : Continuously Reinforced Concrete PavementsFKB : Faktor Keamanan BebanFRT : Faktor Rasio TeganganJKN : Jumlah Kendaraan NiagaJSKN : Jumlah Sumbu Kendaraan NiagaJSKNH : Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga HarianSTdRG : Sumbu Tandem Roda GandaSTRG : Sumbu Tunggal Roda GandaSTrRG : Sumbu Tridem Roda GandaSTRT : Sumbu Tunggal Roda TunggalT0 : Tebal pelat yang adaTE : Tegangan Ekivalenjalan lamaUR : Umur RencanDCP :
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkerasan kaku (rigid pavemant) merupakan salah satu jenis
konstruksi perkerasan jalan ketika konstruksi perkerasan lentur dianggap
tidak lagi mampu memikul beban lalu lintas yang terus meningkat..
Maka pada Tahun 2011, Kementerian Pekerjaan Umum melalui
Satuan Kerja Peningkatan Jalan Nasional Wilayah II Sulawesi Tengah
melakukan perencanaan konstruksi perkerasan kaku (rigid pavemant)
yang terbagi dalam dua segmen yaitu Km 34+800 – Km 38+028 (segmen
satu) dan KM 40+700 – Km 41+950 (segmen dua), dengan tebal pelat
beton 25 cm, umur rencana 20 tahun, menggunakan metode AASTHO
1993 untuk menghitung tebal pelat beton.
Dalam perencanaan konstruksi perkerasan kaku (rigid pavemant),
faktor fatik/lelah terhadap tebal pelat beton merupakan hal yang penting
untuk diperhatikan, sehingga dimensi ketebalan pelat beton yang akan
dilaksanakan mampu memikul beban lalu lintas yang ada sesuai dengan
jenis dan beban kendaraan.
Pada tugas akhir ini, penelitian akan menghitung tebal pelat
berdasarkan data perencanaan dengan menggunakan metode Bina
Marga Pd T-14-2003.
2
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, perumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1. Menghitung faktor fatik yang terjadi dengan tebal pelat (25
cm, umur rencana 20 tahun).
2. Berapakah tebal pelat yang ideal untuk ruas jalan Kebun
Kopi Nupabomba, jika dihitung menggunakan metode Bina
Marga Pd T-14-2003
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini di susun dengan tujuan :
1. Mendapatkan total fatik yang ideal dari tebal pelat (25 cm,
umur rencana 20 tahun) berdasarkan data perencanaan
2. Untuk mengetahui perhitungan tebal pelat perkerasan kaku
menggunakan metode Bina Marga Pd T-14-2003.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu :
Menambah referensi dalam perencanaan jenis konstruksi
perkerasan kaku (rigid pavemant)
E. Batasan masalah
1. Pengambilan data berupa data sekunder.
2. Tidak menghitung stabilitas tanah.
3. Tidak membahas Geometrik jalan, curah hujan dan Topografi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Struktur dan Jenis Perkerasan Kaku (Perkerasan Beton
Semen)
Perkerasan beton semen dibedakan ke dalam 4 jenis :
a) Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
b) Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
c) Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
d) Perkerasan beton semen pra-tegang
Perkerasan beton semen adalah struktur yang terdiri atas pelat
betonsemen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan
tulangan, atau menerus dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi
bawah atau tanah dasar, tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal.
Gambar 2.1 Detail Lapisan perkerasan kaku (rigid pavement)
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
2. Persyaratan Teknis
a. Tanah dasar
Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR
4
insitu sesuai dengan SNI 03-1731-1989 atau CBR laboratorium sesuai
dengan SNI 03-1744-1989, masing masing untuk perencanaan tebal
perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar
mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka harus dipasang
pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete)
setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif
5 %.
b. Lapis Pondasi
Bahan pondasi bawah dapat berupa :
- Bahan berbutir.
- Stabilisasi atau dengan beton kurus giling padat (Lean Rolled
Concrete)
- Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete).
Lapis pondasi bawah perlu diperlebar sampai 60 cm diluar tepi
perkerasan beton semen. Untuk tanah ekspansif perlu pertimbangan
khusus perihal jenis dan penentuan lebar lapisan pondasi
pengembangan yang dengan memperhitungkan tegangan mungkin
timbul. Pemasangan lapis pondasi dengan lebar sampai ke tepi luar
lebar jalan merupakan satah satu cara untuk mereduksi perilaku tanah
ekspansif. Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit
mempunyai mutu sesuai dengan SNI No. 03-6388-2000 dan SNI 03-
1743-1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen bersambung
tanpa ruji, pondasi bawah harus menggunakan campuran beton kurus
5
(CBK). Tebal lapis pondasi bawah minimum yang disarankan dapat
dilihat pada gambar 2.2 dan CBR tanah dasar efektif didapat gambar
2.3
Gambar 2.2 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen
Gambar 2.3 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
1) Pondasi bawah material berbutir
Material berbutir tanpa pengikat harus memenuhi persyaratan
sesuai dengan SNI 03-6388-2000. Persyaratan dan gradasi pondasi
bawah harus sesuai dengan kelas B. Sebelum pekerjaan dimulai,
bahan pondasi bawah harus diuji gradasinya dan harus memenuhi
spesifikasi bahan untuk pondasi bawah, dengan penyimpangan ijin 3%
6
- 5%. Ketebalan minimum lapis pondasi bawah untuk tanah dasar
dengan CBR minimum 5% adalah 15 cm. Derajat kepadatan lapis
pondasi bawah minimum 100 %, sesuai dengan SNI 03-1743-1989.
2) Pondasi bawah dengan bahan pengikat (Bound Sub-base)
Pondasi bawah dengan bahan pengikat (BP) dapat digunakan
salah satu dari :
a. Stabilisasi material berbutir dengan kadar bahan pengikat yang
sesuai dengan hasil perencanaan, untuk menjamin kekuatan
campuran dan ketahanan terhadap erosi. Jenis bahan pengikat
dapat meliputi semen, kapur, serta abu terbang dan/atau slag yang
dihaluskan.
b. Campuran beraspal bergradasi rapat (dense-graded asphalt).
c. Campuran beton kurus giling padat yang harus mempunyai kuat
tekan karakteristik pada umur 28 hari minimum 5,5 MPa (55
kg/cm2 ).
3) Pondasi bawah dengan campuran beton kurus (Lean-Mix
Concrete)
Campuran Beton Kurus (CBK) harus mempunyai kuat tekan
beton karakteristik pada umur 28 hari minimum 5 MPa (50 kg/cm2)
tanpa menggunakan abu terbang, atau 7 MPa (70kg/cm2) bila
menggunakan abu terbang, dengan tebal minimum 10 cm.
7
4) Lapis pemecah ikatan pondasi bawah dan pelat
Perencanaan ini didasarkan bahwa antara pelat dengan
pondasi bawah tidak ada ikatan.Jenis pemecah ikatan dan koefisien
geseknya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Nilai koefisien gesekan ()
No Lapis Pemecah Ikatan Koefisien
1. Lapis resap ikat aspal di atas permukaan pondasi bawah
1,0
2. Laburan parafin tipis pemecah ikat 1.5
3. Karet campuran (A chlorinated rubber curing compound) 2,0
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
c. Beton Semen
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur
(flexural, strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian
balok dengan pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya
secara tipikal sekitar 3-5 Mpa (30-50 kg/cm2). Kuat tarik lentur beton
yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti serat baja, aramit
atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5-5,5 MPa (50-55
kg/cm2).
Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur
karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2)terdekat.
Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik lentur
beton dapat didekati dengan rumus Pd T-14-2003 berikut:
f cf = K .(f c') 0.50 dalam MPa atau ...........................................(1)
8
f cf = 3.13K .(f c') 0.50 dalam kg/cm2.........................................(2)
dimana :
fc' = Kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2) f cf = Kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2) K = Konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk
agregat pecah.Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah
beton yang dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 dengan rumus Pd T-14-
2003 berikut:
f cf = 1.37. f csdalam MPa atau...............................................(3)
f cf = 13.44. f cs dalam kg/cm2..................................................(4)
Dengan pengertian :
Fcs: kuat tarik belah beton 28 hari
Beton dapat diperkuat dengan serat baja (steel-fibre) untuk
meningkatkan kuat tarik lenturnya dan mengendalikan retak pada pelat
khususnya untuk bentuk tidak lazim. Serat baja dapat digunakan pada
campuran beton, untuk jalan tol, putaran, dan perhentian bus. Panjang
serat baja antara 15 mm dan 50 mm yang bagian ujungnya melebar
sebagai angker atau sekrup penguat untuk meningkatkan ikatan. Secara
tipikal serat dengan panjang antara 15 dan 50 mm dapat ditambahkan ke
dalam adukan beton, masing masing sebanyak 75 dan 45 kg/m3. Semen
yang akan digunakan untuk pekerjaan beton harus dipilih dan sesuai
dengan lingkungan dimana perkerasan akan dilaksanakan.
d. Lalu-lintas
Penentuan beban lalu lintas rencana untuk perkerasan beton
semen, dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga
9
(commercial vehicle), sesuai dengan konfigurasi sumbu pada lajur
rencana selama umur rencana. Lalu lintas harus dianalisis
berdasarkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi
sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir.
Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen
adalah yang mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi
sumbu untuk perencanaan terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu
sebagai berikut:
1) Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
2) Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
3) Sumbu ganda roda gandeng (SGRG).
1. Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi
Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu
ruas jalan raya yang menampung lalu lintas kendaraan niaga terbesar.
Jika jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur dan
koefsien distribusi (C) kendaraan niaga dapat ditentukan dari lebar
perkerasan sesuai Tabel 2.2
Tabel 2.2 Jumlah lajur berdasarkan lebar perkerasan dan koefisien
distribusi (C) kendaraan niaga pada lajur rencana
Lebar perkerasan (Lp)Jumlah Lajur
(n)
Koefisien distribusi
1 Arah 2 Arah
Lp < 5,50 m 1 jalur 1 1
5,50 m < Lp < 8,25 m 2 lajur 0,7 0,50
10
8,25 m<Lp< 11,25 m 3 lajur 0 0,475
11,23 m<Lp< 15,00 m 4 lajur 0,5 0,45
15,00 m<Lp< 18,75 m 5 lajur 0 0.425
18,75 m<LD< 22,00 m 6 lajur - 0,40
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
2. Umur rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan
klasifikasi fungsional jalan, pola lalu lintas serta nilai ekonomi jalan yang
bersangkutan, yang dapat ditentukan antara lain dengan metode
Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, kombinasi dari metode
tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola pengembangan
wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan
dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.
3. Pertumbuhan Lalu-lintas
Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur
rencana atau sampai tahap di mana kapasitas jalan dicapai, faktor
pertumbuhan lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan rumus Pd T-14-
2003 sebagai berikut :
R = ¿¿ -1 ....................................................................(5)
dimana:
R = Faktor pertumbuhan lalu lintasi = Laju pertumbuhan Lalu lintas per tahun dalam %.UR = Umur rencana (tahun)
11
Faktor pertumbuhan lalu-lintas (R) dapat juga ditentukan berdasarkan
Tabel 2.3
Tabel 2.3 Faktor pertumbuhan lalu-lintas ( R)
Umur Rencana
(Tahun)
Laju Pertumbuhan (i) per tahun (%)
0 2 4 6 8 10
5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1
10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9
15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8
20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3
25 25 32 41,6 54,9 73,1 98,3
30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5
35 35 50 73,7 111,4 172,3 271
40 40 60,4 95 154,8 259,1 442,5
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
Apabila setelah waktu tertentu (URm tahun) pertumbuhan lalu lintas
tidak terjadi lagi, maka R dapat dihitung dengan rumus Pd T-14-2003
sebagai berikut :
R = ¿¿ + (UR – Urm)¿..................................(6)
dimana :
R = Faktor pertumbuhan lalu lintas I = Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
URm = Waktu tertentu dalam tahun, sebelum UR selesai.
4. Lalu lintas Rencana
Lalu lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan
niaga pada jalur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi
12
sumbu serta distribusi beban pada setiap jenis sumbu kendaraan.
Beban pada suatu sumbu secara tipikal dikelompokkan dalam interval
10 kN (1 ton) bila diambil dari survei beban.
Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
dihitung dengan rumus Pd T-14-2003 berikut:
JSKN = JSKNH x 365 x R x C.......................................(7)
Dengan pengertian :
JSKN = Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana.JSKNH = Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan
dibuka.R = Faktor pertumbuhan kumulatif dari Rumus (6) atau Tabel 2.3 atau
rumus (6), yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana.
C = Koefisien distribusi kendaraan.
Secara umum ciri pengenalan penggolongan kendaraan seperti
dibawah ini :
a) Golongan sedan, jeep, sation wagon, umumnya sebagai kendaraan
penumpang orang dengan 4 (2 baris) sampai 6 (3 baris) tempat
duduk.
b) Kecuali Combi, umumnya sebagai kendaraan penumpang umum
maximal 12 tempat duduk seperti mikrolet, angkot, minibus, pick-up
yang diberi penaung kanvas / pelat dengan rute dalam kota dan
sekitarnya atau angkutan pedesaan.
c) Truk 2 sumbu (L), umumnya sebagai kendaraan barang, maximal
beban sumbu belakang 3,5 ton dengan bagian belakang sumbu
tunggal roda tunggal (STRT).
13
d) Bus kecil adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan
tempat duduk antara 16 s/d 26 kursi, seperti Kopaja, Metromini, Elf
dengan bagian belakang sumbu tunggal roda ganda (STRG) dan
panjang kendaraan maximal 9 m dengan sebutan bus ¾. : Gol. 5a.
e) Bus besar adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan
tempat duduk antara 30 s/d 50 kursi, seperti bus malam, bus kota,
bus antar kota yang berukuran 12 m dan STRG : Golongan 5b.
f) Truk 2 sumbu (H) adalah sebagai kendaraan barang dengan beban
sumbu belakang antara 5 - 10 ton (MST 5, 8, 10 dan STRG) :
Golongan 6.
g) Truk 3 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan 3 sumbu
yang letaknya STRT dan SGRG (sumbu ganda roda ganda) :
Golongan 7a.
h) Truk gandengan adalah sebagai kendaraan no. 6 dan 7 yang diberi
gandengan bak truk dan dihubungkan dengan batang segitiga.
Disebut juga Full Trailer Truck : Golongan 7b.
i) Truk semi trailer atau truk tempelan adalah sebagai kendaraan
yang terdiri dari kepala truk dengan 2 - 3 sumbu yang dihubungkan
secara sendi dengan pelat dan rangka bak yang beroda belakang
yang mempunyai 2 atau 3 sumbu pula : Golongan 7c.
Mengacu pada buku Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan
Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen No. SNI 1732-
14
1989-F dan Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No.
01/MN/BM/83.
Bina Marga (MST 10), dimaksudkan damage factor didasarkan
pada muatan sumbu terberat sebesar 10 ton, yang diijinkan bekerja pada
satu sumbu roda belakang, yang umumnya pada jenis kendaraan truk.
Formula ini dapat juga digunakan untuk menghitung VDF jika terjadi
overloading pada jenis kendaraan truk.
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang
menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu
lintasan beban sumbu tunggal / ganda kendaraan terhadap tingkat
kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu
tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).
Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan menurut rumus dibawah ini :
a) Sumbu tunggal =(Beban satu sumbu tunggal dalam Kg8160 )
4
b) Sumbu ganda = 0,086 (Beban satu sumbu tunggal dalam Kg8160 )
4
Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis kendaraan beserta angka
ekivalen kendaraan dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan
bermuatan (max) berdasar Manual No. 01/MN/BM/83, dapat dilihat pada
Tabel 5.
15
RODA TUNGGAL PADA UJUNG SUMBU
RODA GANDA PADA UJUNG SUMBU
50% 50%34% 66%
34% 66%
34% 66%
25% 75%
18% 28% 27% 27%
18% 41% 41%
18% 28% 54% 27% 27%
KONF
IGUR
ASI S
UMBU
&
TIPE
BERA
T KO
SONG
(ton)
BEBA
N M
UATA
N M
AKSI
MUM
(ton
)
BERA
T TO
TAL
MAK
SIM
UM (t
on)
UE 1
8 KS
ALKO
SONG
UE 1
8 KS
AL
MAK
SIM
UM
1,1
HP 1,5 0,5 2,0 0,0001 0,0005
1,2
BUS 3 6 9 0,0037 0,3006
1,2L
TRUK 2,3 6 8,3 0,0013 0,2174
1,2H
TRUK 4,2 14 18,2 0,0143 5,0264
1,22
TRUK 5 20 25 0,0044 2,7416
1,2+2,2
TRAILER 6,4 25 31,4 0,0085 3,9083
1,2-2
TRAILER 6,2 20 26,2 0,0192 6,1179
1,2-2,2
TRAILER 10 32 42 0,0327 10,1830
Sumber : manual perkerasan jalan dengan alat benkelman bean no 01/MN/BN/83
5. Faktor Keamanan Beban
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan
dengan faktor keamanan beban (FKB) Faktor keamanan beban ini
digunakan berkaitan adanya berbagai tingkat realibilitas perencanaan
seperti terlihat pada Tabel 2.4
16
Tabel 2.4 Faktor keamanan beban (FKB)
No. PenggunaanNilai FKB
1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan berlajur banyak, yang aliran lalu lintasnya tidak terhambat serta volume kendaraan niaga yang tinggi. Bila menggunakan data lalu lintas dari hasil survai beban (weight-in-motion) dan adanya kemungkinan route alternatif, maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi1,15.
1,2
2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri dengan volume kendaraan niaga menengah.
1,1
3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah 1,0
Sumber : Anonim perkerasan kaku Rigid Pavemant Pd T – 14 – 2003
6. Sambungan
Sambungan pada perkerasan beton semen bertujuan untuk :
a) Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan
oleh penyusutan dan beban lalu- lintas.
b) Memudahkan pelaksanaan.
c) Mengakomodasi gerakan pelat akibat beban dinamis kendaraan.
Pada perkerasan beton terdapat beberapa jenis sambungan antara lain :
a) Sambungan memanjang.
b) Sambungan susut melintang.
c) Sambungan isolasi.
Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup joint
sealer, kecuali pada sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi
bahan pengisi ( joint filler)
17
a) Sambungan Memanjang dengan Batang Pengikat (Tie Bars)
Pemasangan sambungan untuk mengendalikan terjadinya retak
memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar tiga
sampai
empat meter dan harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu
minimum BJTU - 24 diameter 16 mm.
Ukuran batang pengikat dihitung dengan rumus Pd T-14-2003 sebagai
berikut:
At = 204 x b x h, dan
L = (38,3 x ) + 75........................................(8)Dengan :
At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2).
b = Jarak terkecil antar sambungan/jarak sambungan dengan tepiperkerasan
(m)
h = Tebal pelat (m).
l = Panjang batang pengikat (mm).
φ = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).
Jarak antar batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm. Tipikal
sambungan memanjang diperlihatkan pada Gambar 2.4 = (38,3 x φ) + 75
sambungan dibuat saat pelaksanaan pengecoran selebar lajur