Top Banner
TUGAS THT-KL ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN – KEPALA LEHER EPISTAKSIS KARANGANYAR Disusun Oleh : Shinta Amalia Kartika (G99142013) Pembimbing : dr. Anthonius Cristanto, M.Kes, Sp.THT-KL
31

Shinta Amalia Kartika G99142013

Dec 07, 2015

Download

Documents

epistaksis tht
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Shinta Amalia Kartika G99142013

TUGAS THT-KL

ILMU PENYAKIT

TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN – KEPALA LEHER

EPISTAKSIS

KARANGANYAR

Disusun Oleh :

Shinta Amalia Kartika (G99142013)

Pembimbing :

dr. Anthonius Cristanto, M.Kes, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK

SMF ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

2015

Page 2: Shinta Amalia Kartika G99142013

1. KELUHAN UTAMA DI BIDANG THT-KL

A. Keluhan utama pada telinga :

1) Nyeri di dalam telinga (otalgia)

Otalgia atau sakit telinga menurut penyebabnya dibedakan

menjadi otalgia primer dan sekunder. Otalgia primer adalah nyeri

telinga yang berasal dari dalam telinga. Sedangkan otalgia

sekunder adalah nyeri telinga yang berasal dari luar telinga. Ketika

otalgia muncul, pemeriksaan biasanya menunjukkan beberapa kelainan

pada telinga luar atau tengah. Otalgia tidak selalu terkait dengan

penyakit telinga. Hal ini disebabkan oleh beberapa kondisi lain, nyeri

alih ke telinga (referred pain) dapat berasal dari rasa nyeri di gigi

molar atas, sendi mulut, dasar mulut, tonsil atau tulang servikal karena

telinga dipersarafi oleh saraf sensoris yang berasal dari organ-organ

tersebut.

2) Gangguan pendengaran/ pekak (tuli)

Merupakan suatu kondisi fisik yang ditandai dengan penurunan

atau ketidakmampuan seseorang untuk mendengarkan suara.

Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh rusaknya salah satu atau

beberapa bagian dari telinga luar, telinga tengah atau dalam. Bila

terdapat keluhan pada pendengaran, perlu ditanyakan apakah keluhan

tersebut pada satu atau dua telinga, timbul tiba-tiba atau bertambah

berat secara bertahap dan sudah beberapa lama diderita. Adakah

riwayat trauma, pemakaian obat ototoksik, pernah menderita penyakit

virus sebelumnya, serta apakah gangguan pendengaran ini sudah

diderita sejak bayi. Pada orang dewasa tua perlu ditanyakan apakah

gangguan ini lebih terasa di tempat yang bising atau di tempat yang

lebih tenang.

Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan

tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga bagian dalam dapat

Page 3: Shinta Amalia Kartika G99142013

menyebabkan tuli sensorineural. Pada tuli konduktif terdapat gangguan

hantaran suara, sedangkan pada tuli sensorineural terdapat kelainan

perseptif.

3) Telinga berbunyi (tinitus)

Tinitus adalah salah satu bentuk gangguan pendengaran berupa

sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar, dapat berupa sinyal

mekanoakustik maupun listrik. Keluhan suara yang di dengar sangat

bervariasi, dapat berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis,

mengaum atau berbagai macam bunyi lainnya. Suara yang didengar

dapat bersifat stabil atau berpulsasi. Keluhan tinitus dapat dirasakan

unilateral dan bilateral.

Tinitus dapat dibagi atas tinitus objektif dan tinitus subjektif.

Dikatakan tinitus objektif jika suaranya juga dapat di dengar oleh

pemeriksa dan dikatakan tinitus subjektif jika tinnitus hanya dapat

didengar oleh penderita.

4) Rasa pusing berputar (vertigo)

Vertigo merupakan keluhan gangguan keseimbangan dan rasa

ingin jatuh. Perubahan posisi biasanya mempengaruhi kualitas dan

kuantitas vertigo. Vertigo biasanya juga disertai dengan keluhan mual,

muntah, rasa penuh di telinga dan telinga berdenging yang

kemungkinan kelainannya terdapat di labirin atau disertai keluhan

neurologis seperti disartri dan gangguan penglihatan sentral. Kadang-

kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan pergerakan

otot-otot leher.

5) Otorrhea

Otorrhea merupakan sekret yang keluar dari liang telinga.

Sekret yang sedikit biasanya berasal dari dari infeksi telinga luar dan

secret yang banyak dan bersifat mukoid umumnya berasal dari telinga

tengah. Bila berbau busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila

Page 4: Shinta Amalia Kartika G99142013

bercampur darah harus dicurigai adanya infeksi akut yang berat atau

tumor. Bila cairan yang keluar seperti air jernih, harus waspada adanya

cairan liquor cerebrospinal.

6) Telinga terasa penuh

7) Adanya benda asing di telinga (corpus alienum)

8) Gatal dalam telinga (itching)

B. Keluhan utama pada hidung

1) Sumbatan Hidung

Sumbatan hidung dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Sehingga diperlukan anamnesis yang teliti berkaitan dengan keluhan

tersebut, seperti : apakah sumbatan terjadi terus menerus, pada satu

atau dua lubang hidung, adakah riwayat kontak dengan debu, tepung

sari, bulu binatang, adakah riwayat trauma hidung, pemakaian obat

dekongestan dalam waktu lama, dan lain-lain.

2) Sekret di hidung

Keluhan adanya sekret di hidung cukup sering dijumpai. Sekret

di hidung yang disebabkan karena infeksi hidung biasanya bilateral,

jernih sampai purulen. Sekret yang jernih seperti air dan jumlahnya

banyak khas untuk alergi hidung. Bila sekretnya kuning kehijauan

biasanya berasal dari sinusitis hidung dan bila bercampur darah dari

satu sisi, hati-hati adanya tumor hidung. Pada anak bila sekret yang

terdapat hanya satu sisi dan berbau, kemungkinan terdapat benda asing

di hidung. Sekret dari hidung yang turun ke tenggorokan disebut

sebagai post nasal drip kemungkinan berasal dari sinus paranasal.

3) Bersin (sneezing)

Sering kali pasien datang ke poli THT dengan keluhan bersin

yang berulang-ulang dan muncul tiap pagi hari. Gejala ini merupakan

salah satu keluhan pasien yang mempunyai riwayat rinitis alergi.

Untuk itu perlu ditanyakan apakah bersin tersebut timbul akibat

Page 5: Shinta Amalia Kartika G99142013

menghirup sesuatu yang diikuti dengan keluarnya sekret yang enccer

dan rasa gatal di hidung, tenggorok, mata dan telinga

4) Rasa nyeri di daerah muka dan kepala

Adanya rasa nyeri di daerah muka dan kepala ada hubungannya

dengan keluhan yang ada di hidung. Nyeri di daerah dahi, pangkal

hidung, pipi dan tengah kepala merupakan tanda-tanda infeksi sinus

(sinusitis). Rasa nyeri atau rasa berat ini dapat timbul bila menundukan

kepala dan dapat berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa hari.

5) Perdarahan di hidung

Perdarahan di hidung atau yang dikenal dengan istilah

epitaksis, yang dapat berasal dari bagian anterior rongga hidung atau

dari bagian posterior rongga hidung.

6) Gangguan Penghidu

Gangguan penghidung dapat berupa hilangnya penciuman

(anosmia), atau berkurangnya penciuman (hiposmia), disebabkan

karena adanya kerusakan pada saraf penghidu ataupun karena

sumbatan pada hidung. Perlu ditanyakan apakah sebelumnya ada

riwayat infeksi hidung, infeksi sinus (sinusitis), trauma kepala dan

keluhan ini sudah berapa lama.

7) Adanya benda asing di hidung

C. Keluhan utama di tenggorokan

1) Nyeri tenggorok

Keluhan ini dapat hilang timbul atau menetap. Perlu ditanyakan

apakah keluhan ini disertai dengan demam, batuk, serak dan tenggorok

terasa kering.

2) Odinofagi

Nyeri menelan (odinofagi) merupakan rasa nyeri pada

tenggorokan waktu menelan, dan terkadang rasa nyeri tersebut dapat

dirasakan sampai telinga.

Page 6: Shinta Amalia Kartika G99142013

3) Dahak di tenggorokan

Keluhan yang sering timbul akibat adanya inflamasi di hidung

dan faring. Dahak dapat berupa lendir saja, disertai pus, bercampur

darah. Dahak dapat turun dan keluar bila dibatukkan atau terasa turun

di tenggorokan.

4) Sulit menelan

Sulit menelan (disfagia), keadaan dimana terjadi kesulitan

untuk menelan. Gangguan menelan dapat terjadi pada setiap organ

yang berperan dalam proses menelan. Secara fisiologi pada proses

menelan, keadaan disfagia dapat terjadi pada fase oral, fase faringeal,

dan esofagal.

5) Rasa sumbatan di leher (sense of lump in the neck)

Pada keluhan ini penting untuk mengetahui waktu terjadinya

dan tempatnya.

6) Suara serak (disfonia)

Disfonia merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara

yang disebabkan kelainan pada organ–organ fonasi, terutama laring,

baik yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan

merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit atau

kelainan pada laring. Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan

dalam getaran, gangguan dalam ketegangan serta gangguan dalam

pendekatan (aduksi) kedua pita suara kiri dan kanan akan

menimbulkan disfoni.

Gangguan suara dapat berupa suara parau (hoarseness), suara

terdengar kasar (roughness) dengan nada lebih rendah dari biasanya,

suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah

keluar (spatik), suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat

bersuara (odinofonia) atau ketidakmampuan mencapai nada atau

intensitas tertentu.

Page 7: Shinta Amalia Kartika G99142013

7) Sesak nafas

Keluhan sesak nafas sering dijumpai di masyarakat, umunya

keluhan sesak ini terjadi karena adanya sumbatan dari benda asing

pada tenggorokan.

D. Keluhan utama pada kepala leher

1) Pembesaran pada leher

Pembesaran pada leher terjadi karena adanya suatu keganasan,

keganasan yang terjadi bisa terjadi di laryng, faring, dan organ-organ

lainnya. Keganasan tersebut dapat pula merupakan hasil metastase dari

organ tertentu yang bermanifestasi ke leher. Keganasan dapat berupa

keganasan yang bersifat jinak sampai dengan ganas.

2) Nyeri kepala

Nyeri kepala umumnya merupakan keluhan yang sangat sering

ditemui dan banyak penyebab yang menyertainya.

2. KELUHAN UTAMA EPISTAKSIS

A. ANATOMI

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas

kebawah: 1.pangkal hidung (bridge), 2.batang hidung (dorsum), 3.puncak

hidung (tip), 4.ala nasi, 5.kolumela, 6.lubang hidung (nares anterior).

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang

dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi

melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari

1.tulang hidung (os nasal), 2.prosesus frontalis os maksila dan 3.prosesus

nasalis os frontal. Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa

pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu

1.sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2.sepasang kartilago nasalis

lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago alar mayor dan 3.tepi

anterior kartilago septum.

Page 8: Shinta Amalia Kartika G99142013

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan

ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi

kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi di bagian

depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior

(koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.

Dinding medial hidung disebut sebagai septum nasi. Septum di

bentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulangnya adalah 1.lamina

prependikularis, 2.vomer, 3.krista nasalis os maksila dan 4.krista nasalis os

palatina. Bagian tulang rawannya adalah 1.kartilago septum (lamina

kuadrangularis) dan 2.kolumela.

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka, yang terbesar dan

terletak paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah

konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior sendangkan yang

terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter.

Gambar 1. Anatomi Cavum Nasi

Page 9: Shinta Amalia Kartika G99142013

Konka Inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os

maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema

merupakan bagian dari labirin etmoid.

Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga

sempit yang disebut meatus. Ada 3 meatus yaitu meatus inferior, medius,

dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar

hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat

muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara

konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius

terdapat muara dari sinus frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid anterior.

Meatus superior terletak diantara konka superior dan konka media. Pada

meatus superior terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.

Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh

os maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat

sempit dan dibentuk oleh lamina kribiformis, yang memisahkan rongga

tengkorak dari rongga hidung. Lamina kribiformis merupakan lempeng

tulang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang

(kribosa=saringan) tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius.

Pada bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.

Vaskularisasi Hidung

Pendarahan untuk hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu arteri

etmoidalis anterior, arteri etmoidalis posterior (cabang dari arteri

oftalmika), dan arteri sfenopalatina. Arteri etmoidalis anterior

memperdarahi septum bagian superior anterior dan dinding lateral hidung.

Arteri etmoidalis posterior memperdarahi septum bagian superior posterior.

Arteri sfenopalatina terbagi menjadi arteri nasalis posterolateral yang

menuju ke dinding lateral hidung dan arteri septi posterior yang menyebar

pada septum nasi.

Page 10: Shinta Amalia Kartika G99142013

Bagian bawah rongga   hidung   mendapat   pendarahan dari cabang

arteri maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan

arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus

sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior

konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-

cabang arteri fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang

arteri sfenopalatina, arteri etmoidalis anterior, arteri labialis superior dan

arteri palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s area) yang

letaknya superfisial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering

menjadi sumber epistaksis.

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar

hidung bermuara ke vena oftalmika superior yang berhubungan dengan

sinus kavernosus.

Page 11: Shinta Amalia Kartika G99142013

Gambar 2. A.Perdarahan pada septum nasi. B.perdarahan pada dinding

lateral nasal.

Innervasi Hidung

Bagian depan dan atas ronga hidung mendapat persarafan sensoris

dari nervus etmoidalis anteior, yang merupakan cabang dari nervus

nasosiliaris, yang berasal dari nervus oftalmikus (N. V1). Rongga hidung

lainnya, sebagian besarnya mendapat persarafan sensoris dari nervus

maksila melalui ganglion sfenopalatina.

Gangglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan

sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk

mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf sensoris dari nervus

maksila (N. V2), serabut parasimpatis dari nervus petrosus superfisialis

mayor dan serabut saraf simpatis dari nerus petrosus profundus. Gangglion

Page 12: Shinta Amalia Kartika G99142013

sfenopalatina terletak di belakan dan sedikit di atas ujung posterior konka

media.

Fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun

melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan

kemudian berakhir pada sel- sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius

di daerah sepertiga atas hidung.

B. FISIOLOGI

Dalam keadaan idealnya, desain hidung internal menyediakan

saluran yang canggih untuk pertukaran udara yang laminer. Selama

inspirasi hidung, terjadi penyaringan partikel-partikel dan pelembaban

udara dari luar oleh epitel bertingkat torak semu bersilia (pseudostratified

ciliated columnar epithelium). Lapisan hidung, terutama pada konka

inferior dan media mengandung lamia propia bervaskuler tinggi. Arteriol-

arteriol konka berjalan melewati tulang konka dan dikelilingi oleh pleksus

vena. Dilatasi arteri yang terjadi dapat memblok aliran balik vena, yang

akhirnya menyebabkan kongesti mukosal.

Fungsi Respirasi

Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut lendir.

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 370C. Fungsi

pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah

epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas. Partikel debu,

virus, bakteri, dan jamur yang terhirup bersama udara akan disaring di

hidung oleh: rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, palut lendir.

Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang

besar akan dikeluarkan dengan reflex bersin.

Fungsi Penghidu

Hidung bekerja sebagai indra penghidu dan pencecap dengan

adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan

sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini

Page 13: Shinta Amalia Kartika G99142013

dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan

kuat. Fungsi hidung untuk membantu indra pencecap adalah untuk

membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan.

Gambar 3. Bagian Rongga Hidung.

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara

dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang

atau hilang,sehingga terdengar suara sengau (rhinolalia). Terdapat 2 jenis

rhinolalia yaitu rhinolalia aperta yang terjadi akibat kelumpuhan anatomis

atau kerusakan tulang di hidung dan mulut. Yang paling sering terjadi

karena stroke dan rhinolalia oklusa yang terjadi akibat sumbatan benda cair

(ketika pilek)  atau padat (polip, tumor, benda asing) yang menyumbat.

Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor reflex yang berhubungan

dengan saluran cerna,kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung

akan menyebabkan reflex bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu

akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan pancreas.

C. DEFINISI

Page 14: Shinta Amalia Kartika G99142013

Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu

kelainan yang hampir 90% dapat berhenti sendiri. Epistaksis merupakan

perdarahan spontan yang berasal dari dalam hidung. Epistaksis dapat

terjadi pada segala umur, dengan puncaknya terjadi pada anak-anak dan

orang tua. Kebanyakan kasus ditangani pada pelanan kesehatan primer dan

kecil kemungkinan pasien dibawa ke rumah sakit atau ke spesialis THT.

Walaupun kebanyakan kasus yang terjadi ringan dan bersifat self-limiting,

ada beberapa kasus yang berat dan mengakibatkan morbiditas dan

mortalitas yang serius. Penting sekali mencari asal perdarahan dan

menghentikannya, di samping perlu juga menemukan dan mengobati

penyebab yang mendasarinya.

D. PATOFISIOLOGI

Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-

kadang sukar ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber

perdarahan, yaitu dari bagian anterior dan posterior.

1) Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach, merupakan

sumber perdarahan paling sering dijumpai anak-anak. Dapat juga

berasal dari arteri ethmoid anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri

(spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.

Page 15: Shinta Amalia Kartika G99142013

Gambar 4. Epistaksis anterior

2) Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri

ethmoid posterior. Perdarahan cenderung lebih berat dan jarang

berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemi dan

syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

Gambar 5. Epistaksis posterior

Page 16: Shinta Amalia Kartika G99142013

E. ANAMNESA DAN PEMERIKSAAN FISIK

Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian

depan dan belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung

tempat awal terjadinya perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak

mengeluarkan darah.

Pada anamnesis harus ditanyakan secara spesifik mengenai beratnya

perdarahan, frekuensi, lamanya perdarahan, dan riwayat perdarahan hidung

sebelumnya. Perlu ditanyakan juga mengenai kelainan pada kepala dan

leher yang berkaitan dengan gejala-gejala yang terjadi pada hidung. Bila

perlu, ditanyakan juga megenai kondisi kesehatan pasien secara umum

yang berkaitan dengan perdarahan misalnya riwayat darah tinggi,

arteriosclerosis, koagulopati, riwayat perdarahan yang memanjang setelah

dilakukan operasi kecil, riwayat penggunaan obat-obatan seperti koumarin,

NSAID, aspirin, warfarin, heparin, ticlodipin, serta kebiasaan merokok dan

minum-minuman keras.

Pada pemeriksaan fisik, epistaksis seringkali sulit dibedakan dengan

hemoptysis atau hematemesis untuk pemeriksaan yang adekuat pasien

harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan

pemeriksa bekerja.. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau

mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung dibuka dan

dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan,

sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua

lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor

penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang

dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau

larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adre-nalin 1/1000 ke dalam

hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi

pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara.

Page 17: Shinta Amalia Kartika G99142013

Sesudah 10-15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan

evaluasi.

Gambar 6. Obat-obat dan alat-alat yang diperlukan untuk tatalaksana epistaksis

Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah

dari hidung yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang

berbeda dengan pasien dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas

utamanya adalah menghentikan perdarahan.

Pemeriksaan yang diperlukan berupa:

a) Rinoskopi anterior

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke

posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral

hidung dan konkhainferior harus diperiksa dengan cermat.

b) Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien

dengan epistaksis berulang dan sekret hidung

Page 18: Shinta Amalia Kartika G99142013

F. TATALAKSANA EPISTAKSIS

Pasien Epitaksis

Spontan Tumor KardiovaskulerTraumaInfeksiKelainan darah/ hormonal

Angiofibroma, Carsinoma nasofaring, hemangioma

Rhinosinusitis kronis, DBD

Hemofilia, anemia, leukimia

HT, DM, aterosklerosis, sirosis

Pantau KUVS (waspada syok, aspirasi), stabilkan KU, posisikan ½ duduk, pasang infuse.

Pasang tampon adrenalin 1/1000 + lidokain 2% selama 10-15 menit (pada hipertensi pasang tampon tanpa adrenalin, tekanan ringan)

Observasi ulang/ Diagnosa

Epitaksis Posterior

- Darah hanya mengalir dari lubang hidung depan dan belakang (ludah campur darah/ hematemesis

- Pasang tampon anterior dan bellocq dengan antibiotic dan antiseptic selama 2 hari

Epitaksis Anaterior

- Darah yang mengalir dari lubang hidung depan.

- Titik perdarahan dapat ditentukan, bila perdarahan berhenti.

- Bila perdarahan berlanjut pasang tampon anterior dengan antibiotic dan antiseptic selama 2 hari.

Plan

Stabilkan KUVS, cari dan obati penyakit yang mendasari, cek darah lengkap, rontgen, CT Scan

Page 19: Shinta Amalia Kartika G99142013

G. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari epistaksis berdasarkan penyebabnya teriri dari:

1) Lokal

a) Trauma

Epistaksis yang berhubungan dengan tauma biasanya

mengeluarkan sekret dengan kuat, bersin, mengorek hidung,

trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya. Selain itu iritasi

oleh gas yang merangsang dan trauma pada pembedahan dapat

juga menyebabkan epistaksis.

b) Infeksi

Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta

granuloma spesifik, seperti lupus, sifilis dan lepra dapat

menyebabkan epistaksis.

c) Neoplasma

Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya

sedikit dan intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus

yang bernoda darah, Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma

dapat menyebabkan epistaksis berat.

d) Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis

ialah perdarahan telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic

telangiectasia/Osler's disease).

e) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.

Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi

predisposisi perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila

mengalami deviasi atau perforasi, akan terpapar aliran udara

pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung.

Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari

menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta berulang

Page 20: Shinta Amalia Kartika G99142013

menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian

perdarahan.

f) Pengaruh lingkungan

Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara

rendah atau lingkungan udaranya sangat kering.

2) Sistemik

a) Kelainan darah

Misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia.

b) Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah,

seperti pada aterosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis,

diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat

hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak

baik.

c) Infeksi sistemik akut

Demam berdarah, demam typhoid, influenza, morbili, demam

tifoid.

d) Gangguan endokrin

Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi

epistaksis, kadang-kadang beberapa wanita mengalami perdarahan

persisten dari hidung menyertai fase menstruasi.

Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah

mengalir keluar dari hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang

berdarah, perdarahan di basis cranii yang kemudian darah mengalir melalui

sinus sphenoid ataupun tuba eustachius.

Page 21: Shinta Amalia Kartika G99142013

H. OBAT

  Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik

profilaksis.

a) Vasokontriktor topikal : Oxymetazoline 0,05%.

Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi

vasokonstriksi.

Dosis : 2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam.

Kontraindikasi : hipersensitivitas

Hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung iskemik, diabetes

melitus, meningkatkan tekanan intraokular.

b) Anestesi lokal : lidokain 4%

Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline

 Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf

Kontraindikasi : hipersensitivitas.

c) Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal)

menghambat pertumbuhan bakteri.

Dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari.

Kontraindikasi : hipersensitivitas.

d) Perak Nitrat

Mengkoagulasi protein seluler dan menghancurkan jaringan granulasi