Top Banner
Seorang laki-laki dengan keluhan sering merasa semutan KELOMPOK X 03007240 Shisca Purnamasari 03008010 Agra Cesarienne Pradito 03008030 Anggun Retnita 03008040 Arini Nurlela 03008060 Billy Susanto 03008070 Christy Suryandari 03008120 Herliana Widyantari 03008180 Nikita Rizki Arimami 03008200 Rara Amourra Anggela 03008210 Ririn Aprilya Anggela 03008240 Selvi Annisa 03008240 Tiara Rahmawati 03008250 Vida Rahmi Utami 1
42

Seorang laki-laki sering kesemutan

Aug 04, 2015

Download

Documents

Tiara Rahmawati

modul EMG
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Seorang laki-laki sering kesemutan

Seorang laki-laki dengan keluhan sering merasa semutan

KELOMPOK X

03007240 Shisca Purnamasari 03008010 Agra Cesarienne Pradito

03008030 Anggun Retnita 03008040 Arini Nurlela

03008060 Billy Susanto 03008070 Christy Suryandari

03008120 Herliana Widyantari 03008180 Nikita Rizki Arimami

03008200 Rara Amourra Anggela 03008210 Ririn Aprilya Anggela

03008240 Selvi Annisa 03008240 Tiara Rahmawati

03008250 Vida Rahmi Utami

JAKARTA

1

Page 2: Seorang laki-laki sering kesemutan

18 MARET 2011

I. PENDAHULUAN

Pada diskusi pertama modul organ endokrin, metabolik, dan gizi dengan judul

seorang laki-laki yang mengeluh sering merasa semutan terbagi dalam dua sesi. Pada sesi

pertama, diskusi dibimbing oleh dr. Lukman Halim, MS, Sp.GK selaku tutor. Diskusi sesi

pertama berlangsung pada hari Selasa, 15 Maret 2011 pada pukul 13.00-15.00. Diskusi pada

sesi pertama dihadiri oleh seluruh anggota kelompok diskusi yang berjumlah 13 orang

peserta, dimana diskusi dipimpin oleh Agra Cesarienne Pradito sebagai ketua dan Anggun

Retnita selaku sekretaris.

Pada sesi kedua yang berlangsung pada hari Kamis, 17 Maret 2011, diskusi masih tetap

dibimbing oleh dr. Lukman Halim, MS, Sp.GK selaku tutor. Diskusi sesi kedua ini dihadiri

oleh seluruh anggota kelompok diskusi yang berjumlah 13 orang peserta, dimana diskusi

dipimpin oleh Agra Cesarienne Pradito sebagai ketua dan Anggun Retnita selaku sekretaris.

II. LAPORAN KASUS

Kasus Tn. Hadi (42 tahun) :

Ke RS tempat saudara bekerja sebagai dokter poliklinik, datang Tn. Hadi, 42 tahun dengan

keluhan sering merasa kesemutan. Badannya juga makin gemuk karena katanya ia jarang

berolahraga. Ia pun mengeluh cepat lelah, dan sering merasa sakit kepala terutama pagi hari

saat bangun tidur.

Pada pemeriksaan awal didapatkan :

- TB : 160 cm

- BB : 85 kg

- TD : 145/100 mmHg

2

Page 3: Seorang laki-laki sering kesemutan

- Nadi : 88x/m, Volume sedang, reguler

- Suhu : 36,80C

- Pernapasan : 24x/m

- Gula darah sewaktu : 210 mg/dl

Tn. Hadi tampak gemuk dengan perut membuncit. Pada kelopak mata atas sebelah kiri

tampak benjolan kekuningan sebesar kacang hijau.

Kasus Tn. Hadi (42 tahun) lanjutan :

Pada anamnesis lanjutan, Tn.Hadi mengeluh sebagai tambahan, nyeri dipangkal ibu jari kaki

kirinya sejak 3 hari yang lalu, tapi sekarang sudah membaik.

Pada pemeriksaan fisik Tn.Hadi, didapatkan tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan

kelainan getah bening leher. Tidak ada kelainan pada pemeriksaan jantung dan paru.

Abdomen : Nyeri tekan (-), bising usus normal, shifting dulness (-), lingkar perut 114 cm.

Hepar teraba 1 jari b.a.c, kenyal, tepi tajam, permukaan licin, nyeri tekan (-). Lien tak teraba.

Ekstremitas : Terdapat pembengkakan pada sendi pangkal ibu jari kaki kiri dan masih tampak

sedikit kemerahan. Tidak ada pembengkakan pada sendi-sendi lain. Edema -/-

Laboratorium:

Darah : 1. Hb : 11,5 g% 5. SGOT : 78u/L

2. Leukosit : 6.200/mm3 6. SGPT : 86u/L

3. Trombosit : 212.000 7. GDP : 145 mg/dl

4. LED : 45 mm/jam 8. HBA1C : 8 %

Kolesterol : 1. Kolesterol total : 292 mg/dl

2. Trigliserida : 270 mg/dl

3. Kolesterol HDL : 35 mg/dl

Urin : 1. BJ : 1015 4. Glukosa : (-)

3

Page 4: Seorang laki-laki sering kesemutan

2. pH : 6 5. Sedimen : eritrosit : 5-6/LPB

3. Protein : +1 leukosit : 10-15/LPB

PEMBAHASAN KASUS

Identitas

Nama : Tn. Hadi

Usia : 42 Tahun

Jenis Kelamin : Pria

Status : -

Alamat : -

Keluhan Utama

Mengeluh sering merasa kesemutan

Keluhan Tambahan

1. Mengeluh cepat lelah, dan sering merasa sakit kepala terutama pagi hari saat bangun

tidur

2. Nyeri dipangkal ibu jari kaki kirinya sejak 3 hari yang lalu, tapi sekarang sudah

membaik

Anamnesis

1. Riwayat penyakit sekarang

Kapan keluhan sering merasa kesemutan mulai timbul ?

Apakah rasa kesemutan yang dialami biasa terjadi setelah melakukan kegiatan

tertentu ?

Bagaimanakah rasa kesemutan yang dialami? Apakah diikuti oleh sensasi

lain?

4

Page 5: Seorang laki-laki sering kesemutan

Apakah kesemutan dirasakan pada seluruh tubuh atau pada bagian tubuh

tertentu? Jika pada bagian tubuh tertentu, pada bagian tubuh manakah rasa

kesemutan dialami?

Apakah rasa kesemutan yang dialami disertai dengan penjalaran?

Apakah rasa kesemutan yang dialami diikuti dengan rasa nyeri pada daerah

tersebut?

Bagaimanakah sakit kepala yang dialami?

Pada bagian mana sakit kepala tersebut dialami?

Apakah sakit kepala yang dirasakannya akan hilang secara spontan? Jika

tidak, tindakan apa yang biasa anda lakukan untuk mengatasi sakit kepala

tersebut?

Sejak kapan benjolan kekuningan pada kelopak mata timbul?

2. Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya anda pernah melakukan pemeriksaan kesehatan?

Apakah anda memiliki riwayat hipertensi sebelumnya?

Apakah anda memiliki riwayat diabetes mellitus sebelumnya?

3. Riwayat penyakit keluarga

Apakah anggota keluarga anda ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi

maupun diabetes mellitus?

4. Riwayat pengobatan

Apakah anda pernah mengkonsumsi obat-obatan untuk mengatasi masalah

yang anda miliki? Jika pernah, apakah obat yang anda konsumsi? Sudah

berapa lama anda mengkonsumsi obat tersebut? Dan berapa dosis obat yang

anda konsumsi?

5. Riwayat kebiasaan

5

Page 6: Seorang laki-laki sering kesemutan

Berapakah frekuensi makan anda dalam sehari?apakah anda makan secara

teratur dalam sehari?

Jenis makanan apakah yang paling sering anda konsumsi?

Apakah aktifitas saudara sehari-hari?

Bagaimanakah pola tidur saudara? Berapa lama rata-rata anda tidur dalam

sehari?

Apakah anda merokok atau mengkonsumsi minuman beralkohol?

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : -

Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital

Suhu : 36,80C

TB : 160 cm

BB : 85 Kg

Nadi : 88x/m ; volume sedang ; reguler

Pernapasan : 24x/m

Inspeksi

Tampak gemuk dengan perut membuncit

Didapatkan benjolan kekuningan sebesar kacang hijau pada kelopak mata atas sebelah

kiri

Lingkar perut 114 cm

Ekstremitas : Terdapat pembengkakan pada sendi pangkal ibu jari kaki kiri dan masih

tampak sedikit kemerahan. Tidak ada pembengkakan pada sendi-sendi lain.

Palpasi

6

Page 7: Seorang laki-laki sering kesemutan

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelainan getah bening leher

Abdomen : Nyeri tekan (-) ; shifting dulness (-) ; Hepar teraba 1 jari b.a.c, kenyal, tepi

tajam, permukaan licin, nyeri tekan (-); Lien tak teraba.

Ekstremitas : Edema -/-

Auskultasi

Tidak ada kelainan pada pemeriksaan jantung dan paru.

Bising usus normal

Pemeriksaan Tambahan

Laboratorium:

Darah : 1. Hb : 11,5 g% 6. SGOT : 78u/L

2. Leukosit : 6.200/mm3 7. SGPT : 86u/L

3. Trombosit : 212.000 8. GDP : 145 mg/dl

4. LED : 45 mm/jam 9. HBA1C : 8 %

5. Gula darah sewaktu : 210 mg/dl

Kolesterol : 1. Kolesterol total : 292 mg/dl

2. Trigliserida : 270 mg/dl

3. Kolesterol HDL : 35 mg/dl

Urin : 1. BJ : 1015 4. Glukosa : (-)

2. pH : 6 5. Sedimen : eritrosit : 5-6/LPB

3. Protein : +1 leukosit : 10-15/LPB

Beberapa faktor resiko yang terdapat pada pasien berdasarkan seluruh hasil

pemeriksaan, antara lain :

1. Obesitas sentral

2. Kurangnya aktifitas

3. Hipertensi

7

Page 8: Seorang laki-laki sering kesemutan

4. Hiperglikemia

5. Dislipidemia

Berdasarkan pada data hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan dari

kasus tersebut, didapatkan beberapa masalah yang dialami oleh sang pasien. Jika meninjau

pada data tersebut, dapat dikatakan bahwa yang menjadi keluhan utama yang dialami oleh

sang pasien adalah rasa semutan atau parestesia. Parestesia adalah sensasi pada permukaan

tubuh tertentu yang tidak dipicu rangsangan dari dunia luar atau stimulus tertentu. Sedangkan

menurut Kamus Kedokteran Dorland, parestesia berarti perasaan sakit atau perasaan

menyimpang; rasa abnormal seperti kesemutan, rasa panas seperti terbakar, dan sejenisnya.

Secara umum gangguan saraf dalam bentuk parestesia dapat terjadi akibat adanya gangguan

pada sistem saraf tepi yang berada tersebar diseluruh tubuh.

Gangguan pada saraf yang menyebabkan parestesia dapat terjadi akibat adanya

tekanan, infeksi, ataupun gangguan metabolisme yang terjadi pada jaringan saraf tersebut.

Karena gangguan tersebut terjadi pada saraf tepi, maka rasa kesemutan yang dialami akibat

parestesia akan terjadi pada seluruh bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tepi yang

mengalami gangguan tersebut. Parestesia dapat diklasifikasikan sebagai parestesia transient

ataupun kronis. Parestesia transient. disebabkan oleh adanya tekanan tak sengaja yang terjadi

pada saraf yang terletak superficial, dan menghilang secara bertahap apabila tekanan tersebut

menghilang. Parestesia pada kondisi tersebut sesungguhnya hanya bersifat peringatan diri

dari tubuh akan adanya kemungkinan kerusakan jaringan pada daerah yang mengalami

parestesia akibat tindakan yang dilakukan oleh orang tersebut. Sedangkan untuk parestesia

kronis dapat dihasilkan dari sirkulasi yang buruk, iritasi saraf, neuropati, atau kondisi ataupun

penyebab lain. Secara neurologis, Parestesia disebabkan oleh gangguan pada fungsi neuron di

jalur sensorik. Gangguan ini dapat terjadi pada sistem saraf pusat, radiks saraf yang melekat

pada vertebrae, maupun pada sistem saraf perifer.

8

Page 9: Seorang laki-laki sering kesemutan

Gangguan perifer merupakan penyebab paling umum parestesia. Saraf seperti tertidur

terjadi ketika pasokan darah ke saraf terputus, dimana kondisi ini disebut iskemia. Iskemia

biasanya terjadi ketika arteri dikompresi saat melewati suatu sendi yang tertekuk atau fleksi,

tetapi kompresi langsung dari saraf juga menyebabkan parestesia. Kompresi bisa dalam

jangka waktu pendek, seperti ketika sebuah ransel berat menyebabkan kompresi pada saraf

yang lewat di bahu, tetapi kompresi juga mungkin bersifat kronis. Kompresi saraf kronis

terjadi pada entrapment syndromes. Contoh yang paling umum adalah carpal tunnel

syndrome. Carpal tunnel syndrome terjadi ketika saraf median dikompresi saat melewati

saluran sempit di pergelangan tangan. Gerakan yang berulang atau getaran yang

berkepanjangan dapat menyebabkan pembengkakan pada celah yang ada dan menyebabkan

tekanan pada saraf.

Penyebab lain parestesia berkaitan dengan gangguan pada saraf tepi meliputi:

1. Metabolisme atau gangguan gizi.

Gangguan ini termasuk diabetes, hipotiroidisme, alkoholisme, malnutrisi, dan

kekurangan vitamin B12 yang dibutuhkan oleh jaringan saraf.

2. Trauma.

Trauma termasuk luka yang bersifat menghancurkan, memutuskan, atau menimbulkan

tarikan pada saraf.

3. Peradangan.

4. Penyakit jaringan ikat.

Penyakit ini termasuk artritis, lupus eritematosus sistemik (penyakit peradangan

kronis yang mempengaruhi banyak sistem tubuh, termasuk sistem saraf), polyarteritis

nodosa (penyakit pembuluh darah yang menyebabkan peradangan luas dan iskemia

arteri ukuran kecil dan menengah), dan Sjögren sindrom (gangguan yang ditandai

9

Page 10: Seorang laki-laki sering kesemutan

dengan insufisiensi cairan yang terdapat pada saluran air mata, kelenjar ludah, dan

kelenjar lainnya).

5. Racun.

Racun termasuk logam berat (unsur logam seperti arsenik, timbal, dan merkuri yang

dapat, dalam jumlah besar dan menyebabkan keracunan), antibiotik tertentu dan agen

kemoterapi, solvent, dan overdosis pyridoxine (vitamin B6).

6. Keganasan.

7. Infeksi.

Infeksi termasuk human immunodeficiency virus (HIV), dan kusta.

8. Parestesia juga bisa disebabkan oleh gangguan sistem saraf pusat, termasuk stroke, TIA

(transient ischemic attack), tumor, trauma, multiple sclerosis, atau infeksi.

Jika meninjau berbagai penyebab yang dapat menimbulkan terjadinya parestesia,

dapat diperkirakan keluhan parestesia yang terjadi pada pasien ini disebabkan oleh adanya

gangguan metabolisme yang dialami oleh pasien dalam bentuk hiperglikemia. Keadaan

hiperglikemia, pada jaringan saraf akan menyebabkan aktivasi jalur poliol yang berfungsi

untuk merubah glukosa menjadi sorbitol dengan bantuan enzim aldose reduktase, sedangkan

sorbitol sendiri nantinya akan dipecah menjadi fruktosa. Apabila glukosa dalam jaringan saraf

tinggi, maka akan terjadi akumulasi dari sorbitol dalam sel saraf yang menyebabkan

peningkatan tekanan osmotik dengan akibat terjadinya difusi cairan ke dalam jaringan saraf

dan terhambatnya mioinositol untuk masuk sel saraf yang menyebabkan terjadinya oedem

saraf, dan gangguan konduksi saraf akibat mioinositol yang sulit masuk ke dalam sel.

Selain parestesia atau kesemutan, berdasarkan anamnesis yang dilakukan terhadap

pasien, didapatkan keterangan bahwa sang pasien mengaku badannya semakin gemuk akibat

riwayat kebiasaannya yang jarang berolahraga. Jika meninjau data tersebut, dapat

diperkirakan bahwa pasien memiliki life style yang tidak sehat. Hal ini tercermin dengan

10

Page 11: Seorang laki-laki sering kesemutan

adanya pengakuan bahwa jarangnya pasien berolahraga yang disertai dengan bertambah

gemuknya tubuh sang pasien. Bertambah gemuknya tubuh sang pasien dapat menjadi

indikator akan adanya kemungkinan sang pasien tidak memiliki keteraturan dalam dietnya

sehari-hari. Keadaan dan kebiasaan yang dimiliki oleh pasien sangatlah menjadi sebuah

faktor resiko yang tinggi bagi pasien untuk terjadinya berbagai penyakit pada tubuh sang

pasien, terutama penyakit yang berhubungan dengan gangguan metabolisme dan sistem

kardiovaskular.

Untuk hasil pemeriksaan tanda vital pada pasien tersebut, didapatkan data bahwa

terdapat beberapa tanda vital dari pasien yang berada dalam batas normal maupun tidak

normal. Untuk suhu dan nadi pada pasien didapatkan nilai dalam batas normal, sedangkan

untuk tekanan darah dan frekuensi nafas dari pasien terdapat dalam nilai diluar batas normal.

Untuk tekanan darah, pasien dapat dikatakan mengalami hipertensi stage I atau hipertensi

ringan berdasarkan JNC VII maupun WHO dengan nilai tekanan darah mencapai 145/100

mmHg. Sedangkan untuk frekuensi nafas, dapat dikatakan pasien mengalami peningkatan

frekuensi nafas dengan nilai 24x/menit.

Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)

Normal <120 Dan <80

Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Klasifikasi Hipertensi menurut WHO

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal < 120 < 80

Normal < 130 < 85

11

Page 12: Seorang laki-laki sering kesemutan

Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99

Sub grup : perbatasan 140-149 90-94

Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109

Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90

Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah dalam arteri. Secara umum, hipertensi

merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri

menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan

jantung dan kerusakan ginjal. Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara

alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah

daripada dewasa.

Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi pada

saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam satu hari

juga berbeda, dimana tekanan darah akan mencapai nilai paling tinggi di waktu pagi hari dan

paling rendah pada saat tidur malam hari, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh rangsangan

simpatis. Pada sekitar 90% penderita hipertensi, penyebabnya tidak diketahui dan keadaan ini

dikenal sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer. Hipertensi esensial kemungkinan

memiliki banyak penyebab, seperti terjadinya beberapa perubahan pada jantung dan

pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.

Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10%

penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya

adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Kegemukan

(obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam

12

Page 13: Seorang laki-laki sering kesemutan

makanan sifatnya dapat memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan

yang diturunkan. Stress cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara

waktu, jika stress telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal. Pada

sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja

beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi.

Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan

dan kelelahan, dimana keadaan tersebut juga dapat terjadi baik pada penderita hipertensi,

maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Tetapi, jika hipertensinya berat

atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

a. Sakit kepala

b. Kelelahan

c. Mual

d. Muntah

e. Sesak nafas

f. Gelisah

g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,

mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma

karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang

memerlukan penanganan segera. Jika meninjau pada keterangan tersebut, dapat diperkirakan

bahwa sakit kepala terutama di pagi hari saat bangun tidur dan keluhan mudah lelah yang

menjadi salah satu keluhan dari sang pasien dapat terjadi oleh karena adanya kedaan keadaan

hipertensi pada pasien tersebut. Hal yang mendasari pernyataan tersebut adalah dimana rasa

sakit kepala dan mudah lelah merupaka salah satu dari gejala yang biasa timbul pada

seseorang yang menderita hipertensi, terutama pada pasien dengan hipertensi berat atau

13

Page 14: Seorang laki-laki sering kesemutan

menahun yang tidak diobati. Untuk mekanisme hubungan antara keluhan sakit kepala yang

biasa timbul pada pagi hari dengan kondisi hipertensi yang dialami oleh pasien, dapat

dikorelasikan dengan kondisi bahwa tekanan darah pada tubuh seseorang akan mencapai titik

tertinggi pada pagi hari. Hal tersebut disebabkan oleh karena terjadinya mekanisme

peningkatan rangsangan simpatis pada seseorang sesaat bangun tidur, dimana hal tersebut

dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah melalui mekanisme vasokonstriksi

pembuluh darah. Terjadinya peningkatan tekanan darah akibat mekanisme vasokonstriksi

terutama di pembuluh darah otak, dapat menyebabkan proses difusi dan perfusi oksigen ke

jaringan otak berkurang, sehingga terjadilah pusing atau sakit kepala.

Berdasarkan pada beberapa penelitian, didapatkan data bahwa hipertensi dapat

disebabkan oleh kegemukan (obesitas), dan gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga).

Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang

berlebihan. Obesitas dapat terjadi jika, selama periode waktu tertentu, kilokalori yang masuk

melalui makanan lebih banyak dibandingkan dengan yang digunakan untuk menunjang

kebutuhan energi tubuh, dan kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai trigliserida

dalam jaringan lemak. Kalori diperoleh dari makanan sedangkan pengeluarannya melalui

aktivitas tubuh dan olah raga. Kalori terbanyak (60-70%) dipakai oleh tubuh untuk kehidupan

dasar seperti bernafas, jantung berdenyut dan fungsi dasar sel. Besarnya kebutuhan kalori

dasar ini ditentukan oleh genetik atau keturunan. Namun aktifitas fisik dan olah raga dapat

meningkatkan jumlah penggunaan kalori keseluruhan. Jadi ketidakseimbangan kalori ini

dapat ditentukan oleh faktor keturunan tapi dipicu oleh pola hidup dan lingkungan. Dimana

hal tersebut mendukung keadaan pasien yang menyatakan bahwaa dirinnya semakin gemuk

akibat kebiasaannya yang jarang berolahraga mengakibatkan ketidakseimbangan kalori yang

masuk dan keluar dari tubuh.

14

Page 15: Seorang laki-laki sering kesemutan

Obesitas dapat diketahui dengan mengukur jumlah lemak seluruh tubuh menggunakan

alat impedans atau mengukur ketebalan lemak di tempat-tempat tertentu menggunakan alat

kaliper. Selain itu lemak di sekitar perut dapat diukur dengan menggunakan meteran. Secara

sederhana kegemukan dapat dihitung dengan menghitung Body Mass Index (BMI) atau

Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan

dikuadratkan (m2) BB(Kg)/TB2(m) . Perhitungan ini tidak berlaku bagi atlet, ibu hamil dan

anak-anak.

Jenis kegemukan atau obesitas dapat dibagi dua, yaitu yang merata seluruh tubuh dan

yang lokal terutama di perut yang disebut obesitas sentral. Kedua jenis obesitas ini

mempunyai dampak pada kesehatan tubuh secara langsung.

Jika kita merujuk data tersebut pada hasil anamnesis, jelas dikatakan oleh pasien

dalam anamnesis bahwa ia merasakan badannya semakin gemuk dan disebabkan oleh jarang

berolahraga. Hal ini juga ditinjau oleh data hasil inspeksi, didapatkan data bahwa pasien

tampak gemuk dengan perut membuncit. Hasil inspeksi pada pasien tersebut juga didukung

dengan didapatkannya data bahwa pasien tersebut memiliki nilai body mass index sebesar

33.20 Kg/m2 berdasarkan hasil penilaian dari pengukuran berat badan dan tinggi badan

pasien, lingkar perut mencapai 114 cm dimana nilai normal bagi orang asia adalah < 90cm,

dan tidak ditemukannya ascites pada pasien berdasarkan hasil pemeriksaan shifting dulness

yang negatif. Tidak adanya gejala ascites pada pasien tersebut menunjukkan bahwa tidak

adanya penumpukan cairan pada ruang abdomen, maka keterangan tersebut dapat

menunjukkan bahwa buncitnya perut dari pasien adalah benar-benar disebabkan oleh adanya

penimbunan lemak pada jaringan adiposa sekitar abdomen. Merujuk pada data tersebut, dapat

dipastikan bahwa pasien tergolongkan dalam pasien obesitas dengan klasifikasi obesitas

tingkat 1 dengan dasar perhitungan nilai BMI pasien yang terletak pada rentang 30-34.9

15

Page 16: Seorang laki-laki sering kesemutan

Kg/m2. Sedangkan jika kita meninjau obesitas yang dialami oleh pasien berdasarkan

distribusi jaringan adiposa, pada kasus ini pasien tergolong pada obesitas sentral dengan

fokus distribus penimbunan lemak pada daerah abdomen. Selain berdasarkan kedua kriteria

tersebut, pasien ini juga dapat terklasifikasi dalam obesitas jika ditinjau pada pengertian dari

pengertian obesitas itu sendiri. Sangat jelas bahwa pasien dapat dikatakan obesitas apabila

terdapat kelebihan berat badan pada pasien yang diikut dengan penimbunan lemak tubuh

yang berlebihan.

Klasifikasi BMI Menurut WHO (1998)  

Kategori BMI (kg/m2) Resiko Comorbiditas

Underweight < 18.5 kg/m2 Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)

Batas Normal 18.5 - 24.9 kg/m2

Overweight: > 25

Pre-obese 25.0 – 29.9 kg/m2

Obese I 30.0 - 34.9kg/m2

Obese II 35.0 - 39.9 kg/m2

Obese III > 40.0 kg/m2 Sangat Berbahaya

Selain berdasarkan pada hasil inspeksi dan perhitungan BMI dari pasien, Keadaan

obesitas pada pasien juga didukung dengan didapatkannya benjolan kekuningan pada kelopak

mata atas sebelah kiri, atau yang biasa disebut dengan xantelasma. Xantelasma biasa terjadi

akibat proses penimbunan lemak pada kelopak mata, terutama pada bagian nasal atas dan

bawah dari kelopak mata. Keadaan xantalesma pada seseorang biasanya dihubungkan dengan

keadaan hiperlipidemia dan dapat juga disebabkan tanpa keadaan hiperlipidemia, seperti pada

kasus histiositosis dan retikulositostoma. Tetapi, jika meninjau pada data tambahan dari hasil

pemeriksaan laboratorium kolesterol darah, didapatkan hasil bahwa pasien mengalami

peningkatan nilai kolesterol total, dan trigliserida, yang diikuti oleh penurunan nilai HDL.

Keadaan terjadinya peningkatan kadar kolesterol darah dan trigliserida yang diikuti oleh

16

Page 17: Seorang laki-laki sering kesemutan

penurunan HDL sebagai kolesterol baik tergolong dalam keadaan Dislipidemia. Keadaan

tersebut dikategorikan kedalam keadaan dislipidemia, karena peningkatan nilai kolesterol

darah dan trigliserida pada pasien tersebut tidak diikuti pula oleh peningkatan nilai HDL

darah, tetapi yang terjadi pada pasien adalah penurunan dari nilai HDL darah dari nilai

normal. Keadaan dislipidemia yang ditegakkan pada pasien berdasarkan pemeriksaan

laboratorium sangatlah memiliki korelasi yang tepat dengan timbulnya xantelasma pada

kelopak mata pasien akibat tingginya nilai kolesterol dan trigliserida dalam darah.

Berdasarkan pada beberapa keadaan pasien, meliputi obesitas, dan dislipidemia yang

menunjukkan tingginya kadar lemak dalam tubuh pasien, dapat diperkirakan bahwa

hipertensi yang dialami oleh pasien adalah hipertensi sekunder yang disebabkan oleh keadaan

obesitas dan gaya hidup yang tidak aktif pada pasien yang memiliki kebiasaan malas untuk

berolahraga. Kedua hal tersebut dapat menjadi faktor resiko yang menyebabkan terjadinya

hipertensi adalah karena keadaan tersebut dapat menyebabkan timbulnya gangguan pada

aliran dalam sistem vaskularisasi yang berefek langsung pada peningkatan tekanan darah.

Jika kembali pada obesitas atau kegemukan yang dialami oleh pasien, jelas keadaan

tersebut sangatlah menjadi faktor resiko yang berat bagi pasien tersebut akan timbulnya

beberapa masalah dalam tubuhnya. Tubuh yang berat akan membebani lutut mengakibatkan

keradangan sendi, memicu hipertensi, mengganggu kesuburan dan dapat mengakibatkan

kematian mendadak saat tidur. Kelebihan asupan makanan mengakibatkan meningkatnya

lemak darah yang tidak diinginkan (kolesterol LDL dan Trigliserida). Selain itu, jaringan

lemak tubuh yang merupakan tempat deposit kelebihan kalori, terutama dibagian dalam

rongga perut, ikut mengganggu kerja insulin (resistensi insulin). Resistensi insulin dapat

terjadi pada seseorang dengan obesitas akibat adanya hormon leptin, lesitin, dan adiponektin

yang dapat menghambat kerja dari insulin dalam tubuh.

17

Page 18: Seorang laki-laki sering kesemutan

Jika membicarakan hormon insulin, jelas kerja dari hormon tersebut sangatlah

mempengaruhi kadar dari glukosa darah seseorang. Berdasarkan hasil pemeriksaan

laboratorium serial atas nilai glukosa darah dari pasien, didapatkan data bahwa pasien

mengalami peningkatan kada glukosa darah sewaktu hingga 210 mg/dl dan peningkatan

glukosa darah puasa hingga 145 mg/dl. Jika meninjau hasil pemeriksaan tersebut, dapat

dikatakan pasien tersebut mengalami masalah pada metabolisme glukosa dalam tubuhnya,

dan jika meninjau dari kriteria diagnosis diabetes melitus, dengan kadar glukosa darah

sewaktu lebih besar atau sama dengan 200 mg/dl dan kadar glukosa darah puasa lebih besar

atau sama dengan 126 mg/dl, pasien ini dapat didiagnosis menderita diabetes melitus. Selain

berdasarkan hasil pemeriksaan GDS dan GDP pada pasien, didapatkan juga peningkatan

HBA1C hingga 8% pada hasil pemeriksaan laboratorium darah. Berdasarkan pada hasil

pemeriksaan HBA1C yang menjadi indikator untuk melakukan evaluasi pengendalian gula

darah dalam beberapa waktu lampau, dapat dipastikan bahwa dalam 6-12 minggu sebelum

dilakukannya pemeriksaan laboratorium darah, pasien telah mengalami keadaan

hiperglikemia.

Untuk menentukan klasifikasi dari diabetes melitus, berdasarkan kalsifikasi dari

PERKENI pada tahun 1998, pasien tersebut dapat digolongkan dalam diabetes melitus tipe 2

yang disebabkan oleh karena adanya gangguan pada kerja insulin. Diabetes melitus tipe 2

dapat ditetapkan pada pasien ini, dengan didasarkan pada tidak adanya riwayat diabetes

sebelumnya yang menjadi ciri khas dari diabetes melitus tipe 1, dan didukung dengan adanya

obesitas dan life style yang buruk sebagai faktor resiko dari diabetes melitus tipe 2.

Selain didapatkannya masalah diabetes melitus pada pasien tersebut, ditemukan pada

pasien adanya tanda-tanda pembesaran pada hepar, yang ditandai dengan terabanya hepar

sebesar 1 jari dibawa arcus costae. Jika diketahui adanya diabetes melitus dan keadaan

18

Page 19: Seorang laki-laki sering kesemutan

dislipidemia pada pasien tersebut, dapat diperkirakan perbesaran hepar yang terjadi pada

pasien tersebut dapat disebabkan oleh adanya perlemakan hepar atau yang biasa disebut

dengan fatty liver. Fatty liver dapat terjadi pada pasien tersebut dikarenakan adanya kondisi

diabetes yang menyebabkan kadar insulin dalam darah dalam keadaan rendah apabila dalam

kondisi lanjut dan adanya dislipidemia akibat diet yang tidak teratur. Kedua keadaan tersebut

sangatlah berkaitan dalam menyebabkan terjadinya fatty liver tersebut, dimana penurunan

kadar insulin dalam darah dapat menyebabkan pemecahan trigliserida menjadi lipoprotein

menjadi terhambat. Terhambatnya pemecahan trigliserida dalam darah akan menyebabkan

hiperlipidemia berat, sehingga trigliserida akan tetap disimpan dalam hepar. Penimbunan

trigliserida dalam hepar akan memicu terjadinya perlemakan pada jaringan hepar dan

menyebabkan kerusakan pada jaringan hepar. Adanya kerusakan jaringan pada hepar, akan

menyebabkan enzim-enzim yang terdapat dalam hepar dapat keluar kedalam sirkulasi darah

sehingga kadarnya akan tinggi dalam darah. Hal tersebutlah yang memicu terjadinya

peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada hasil pemeriksaan laboratorium darah pasien.

Selain dilakukannya pemeriksaan fisik dan laboratorium darah, dilakukan juga

pemeriksaan laboratorium urin. Pada pemeriksaan laboratorium urin, didapatkan data bahwa

urin mengandung protein dan sedimen eritrosit dan leukosit yang tidak dalam batas normal.

Mikroalbuminaria dan adanya hematuria pada pasien ini mengindikasikan adanya kelainan

yang terjadi pada ginjal. Tetapi jika meninjau pada fungsi dari ginjal melalui nilai ureum

dana kreatinin yang dalam kategori normal pada batas atas, dapat dikatakan adanya

proteinuria dan hematuria yang terjadi bisa disebabkan adanya kerusakan yang mulai terjadi

pada ginjal akibat kadar glukosa yang tidak terkontrol dalam darah. Selain meninjau dari

fungsi ginjal, adanya mikroalbuminaria dan hematuria pada pasien tersebut dapat terjadi

akibat adanya mikroangiopati yang dapat terjadi akibat kadar glukosa yang tinggi dan tidak

terkontrol dalam darah. Untuk mengetahui secara pasti apakah pada pasien tersebut terjadi

19

Page 20: Seorang laki-laki sering kesemutan

mikroangiopati atau tidak, dapat dibuktikan dengan pemeriksaan pembuluh darah retina

melalui pemeriksaan funduskopi.

Selain kedaan tersebut, berdasarkan anamnesis tambahan yang dilakukan, ternyata

pasien mengeluh sebagai tambahan, adanya nyeri dipangkal ibu jari kaki kirinya sejak 3 hari

yang lalu, dan sekarang mulai membaik. Dilanjutkan dengan pemeriksaan lokali pada

ekstremitas, didapatkan pada hasil pemeriksaan adanya pembengkakan pada sendi pangkal

ibu jari kaki kiri dan masih tampak sedikit kemerahan tanpa diikuti pembengkakan pada

sendi lain. Berdasarkan pada hasil pemeriksaan tersebut, dapat diperkirkana bahwa masalah

yang timbul pada sendi jari kaki tersebut disebabkan oleh karena adanya reaksi inflamasi. Hal

tersebut didukung dengan adanya tanda pembengkanan, nyeri, dan kemerahan pada sendi

tersebut. Jika meninjau dari etiologinya, nyeri pada sendi ibu jari tersebut dapat disebabkan

oleh karena adanya artritis. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil

bahwa terdapat peningkatan nilai asam urat dalam darah pasien. Jika melihat hasil

pemeriksaan tersebut, dapat dipastikan nyeri pada sendi ibu jari kaki kiri dari pasien tersebut

disebabkan oleh terjadinya artritis gout. Diagnosis artritis gout pada pasien ini dapat

ditegakkan dengan adanya tanda-tanda inflamasi pada sendi 1 metatarsal yang menjadi

tempat predileksi terjadinya artritis gout yang diikuti dengan adanya peningkatan nilai asam

urat pada darah.

20

Page 21: Seorang laki-laki sering kesemutan

Artritis gout dapat terjadi akibat adanya keadaan hiperurisemia yang menyebabkan

peningkatan soulibilitas dari asam urat yang menyebabkan asam urat tersebut lebih mudah

untuk mengendap. Terjadinya pengendapan asam urat pada cairan sendi oleh sistem imun

dianggap sebagai benda asing, sehingga terjadilah aktivasi dari sistem imun. Aktivasi dari

sistem imun menyebabkan kristal urat terfagosit oleh neutrofil mengalami lisis akibat kristal

yang bersifat tajam. Lisisnya neutrofil menyebabkan enzim lisosom yang terdapat dalam

neutrofil keluar dan menyebabkan reaksi inflamasi. Selain di fagosit oleh neutrofil, kristal

urat juga akan difagosit oleh makrofag yang akan mengundang inflamatory agent untuk

melepaskan enzim protease untuk melisiskan protein, dan peristiwa tersebut mencetuskan

terjadinya reaksi inflamasi. Pada kasus gout yang dialami oleh pasien ini, hiperurisemia yang

dialami oleh pasien tersebut dapat disebabkan oleh terjadinya intake diet purin yang besar.

Berdasarkan atas pengkajian dan penjabaran dari mekanisme tiap masalah ataupun

keluhan yang dialami pada pasien tersebut yang terkumpul berdasarkan hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, beberapa daftar masalah yang dialami oleh

pasien antara lain :

1. Artritis gout

2. Diabetes melitus tipe 2

3. Obesitas sentral

4. Dislipidemia

5. Hipertensi

21

Page 22: Seorang laki-laki sering kesemutan

Gangguan lemak darah dan resisitensi insulin mengkibatkan kumpulan gejala yang

disebut sindroma metabolik, yang ditandai dengan obesitas sentral, hipertensi, dislipidemia

(kolesterol total, LDL, trigliserida tinggi, sedangkan kolesterol HDL rendah) dan gula darah

puasa yang meningkat.  Keadaan ini akan memicu terjadinya diabetes seperti pada keadaan

pasien dan apabila terus tidak terkontrol, keadaan tersebut dapat menimbulkan penyempitan

pembuluh darah yang pada akhirnya meningkatkan kejadian serangan jantung dan stroke.

Sindroma metabolik adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan sensivisitas

jaringan terhadap insulin sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk

kompensasi dari sel beta pankreas. Disfungsi metabolik ini menimbulkan berbagai kelainan

dengan konsekuensi klinik yang serius, berupa penyaki kardiovaskular, dan diabetes melitus

tipe 2, dan perlemakan hati non alkoholik serta penyakit lainnya. Sindroma metabolik

ditegakkan apabila seseorang memiliki sedikitnya kriteria dari The American Ascociation and

National Heart,Lung, and Blood Institute yang dibentuk pada tahun 2005, yang merupaka

pengembangan dari kriteria yang ditetapkan oleh National Cholesterol Education Program

Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) pada tahun 2001. Kriteria sindroma metabolik

tersebut antara lain :

1. Peningkatan kadar trigliserida > 150mg/dl

2. Penurunan kadar kolesterol HDL < 40 mg/dl pada pria

3. Peningkatan tekanan darah > 130/85 mmHg

4. Peningkatan glukosa dara puasa > 100mg/dl.

Jika merujuk pada keempat kriteria tersebut, dapat dikatakan pasien mengalami

sindroma metabolik, dimana seluruh kriteria sindorma metabolik dapat terpenuhi oleh

keadaan pasien tersebut.

22

Page 23: Seorang laki-laki sering kesemutan

Berdasarkan seluruh hasil pemeriksaan dan analisa yang menyeluruh atas keadaan

pasien melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, dapat ditegakkan

sebagai diagnosis kerja bahwa pasien mengalami artritis gout metatarsal 1 sinistra dan

sindroma metabolik.

Berdasarkan diagnosis tersebut, rencana tata laksana yang akan dilakukan meliputi

upaya diagnostik lanjutan, serta tindakan terapeutik pada pasien. Untuk upaya diagnostik

lanjutan, beberapa hal dapat dilakukan untuk menegakkan diagnostik secara pasti. Beberapa

tindakan pemeriksaan lanjutan yang dapat dianjurkan pada pasien antara lain :

1. Rontgen pada sendi metatarsal 1

Menegakkan diagnosis artritis gout, dan untuk mengetahui deformitas apa saja

yang terjadi pada sendi tersebut

2. Aspirasi cairan sendi

Menegakkan diganostik pasti untuk artritis gout dengan menemukan kristal

urat dari hasil pemeriksaan cairan sendi tersebut.

3. USG hepar

Untuk menegakkan kemungkinan terjadinya fatty liver yang diajukan sebagai

salah satu masalah yang dialami oleh pasien.

Sedangkan untuk rencana tata laksana tindakan terpeutik, prinsip dasar dari

penanganan tersebut adalah harus dapat menanggulangi penyebab obesitas sebagai awal dari

masalah, baik untuk terjadinya sindroma metabolik, maupun artritis gout. Untuk

menanggulangi hal tersebut, tindakan yang direncanakan akan terbagi dalam 2 kelompok,

23

Page 24: Seorang laki-laki sering kesemutan

yaitu penatalaksanaan secara medika mentosa dan non-medika mentosa. Untuk

penatalaksanaan non-medika mentosa, beberapa tindakan yang akan dilakukan antara lain :

Edukasi tentang penyakit

Pasien yang mengalami diabetes melitus dibutuhkan edukasi secara

menyeluruh akan penyakitnya. Diperlukan pemberian informasi tentang

penyakitnya yang tidak bisa sembuh, tetapi harus dapat dikendalikan untuk

mencegah terjadinya penyakit lain yang lebih berbahaya.

Penurunan berat badan

Bertujuan untuk memberikan perbaikan profil metabolik

Pengelolaan berat badan

Pengelolaan berat badan merupaka salah satu tindakan pengananan terintegrasi

dengan penurunan berat badan yang bertujuan untuk mengelola perbaikan

profil metabolik yang telah dibangun melalui penurunan berat badan.

Pengelolaan berat badan mencakup penanganan diet, aktivitas fisik, dan

perubahan perilaku.

Perubahan gaya hidup dan aktivitas fisik

Latihan jasmani dan perubahan gaya hidup sangat diperlukan pada kasus ini

untuk membantu perbaikan keadaan pasien.

Terapi gizi medik

24

Page 25: Seorang laki-laki sering kesemutan

Sedangkan untuk rencana tata laksana terapi medika mentosa yang dapat dilakukan,

antara lain :

Gout

o Aspirin sebagai OAINS untuk mengurangi inflamasi yang terjadi

o Allopurinol sebagai Xanthine Oxidase Inhibitor mengurangi sintesis asam

urat, diberikan pada waktu diantara serangan. Bukan saat serangan

berlangsung.

o Colchicine, tetapi tidak direkomendasikan untuk terapi jangka panjang gout

akut. Colchicine hanya digunakan selama saat kritis untuk mencegah serangan

gout.

Diabetes Melitus

o Sulfoniluria merangsang sel beta pankreas yang masih aktif untuk bekerja

Hipertensi

o ACE inhibitor, (Captopril merupakan obat hipertensi yang indikasi DM)

o Valsartan sebagai penghambat reseptor angiotensin dapat mengurangi

mikroalbuminaria sebagai faktor resiko independent penyakit kardiovaskular.

Dislipidemia

o Fenofibrat

Prognosis:

Ad vitam: Bonam

25

Page 26: Seorang laki-laki sering kesemutan

Ad fungsionam: Dubia ad bonam

Ad sanationam: Dubia ad bonam

III. PEMBAHASAN

Secara umum, pandangan yang dapat diberikan pada kasus diskusi yang disajikan

adalah sangat baik. Jika ditinjau dari ketersediaan informasi pada kasus yang disajikan, dapat

dikatakan, dalam kasus disajikan data yang cukup lengkap untuk seorang mahasiswa

kedokteran belajar menegakkan diagnosis dari suatu masalah. Selain dari ketersediaan data

yang cukup lengkap, penggunaan masalah kesemutan sebagai pemicu sepertinya merupakan

pemilihan yang cukup baik dalam membantu membuka wawasan dari seorang mahasiswa

untuk dapat berpikir lebih holistik. Hal tersebut juga didukung dengan pembagian pemberian

data pasien antara sesi I dan sesi II dari diskusi yang baik. Tetapi terdapat kekurangan pada

proses diskusi kasus tersebut karena data dari kasus diskusi tidak diberikan pada sehari

sebelum diskusi agar mahasiswa dapat mempelajarinya terlebih dahulu. Untuk kesesuaian

antara data dalam kasus dengan data dalam literature yang digunakan sepertinya sudah

sesuai, baik ditinjau dari keluhan subjektif, faktor resiko, kelainan fisik yang ditemukan, dan

hasil pemeriksaan laboratorium yang diberikan.

Terdapat sedikit kejanggalan pada kasus ini adalah, dimana sang pasien menggunakan

keluhan semutan sebagai keluhan utama dibandingkan dengan keluhan nyeri yang ia rasakan

pada sendinya, dimana dapat dipastikan, nyeri pada sendi yang terjadi pada tubuh seseorang

pasien pasti akan jauh lebih mengganggu aktifitas pasien sehari-hari jika dibandingkan

dengan kesemutan yang dialaminya.

26

Page 27: Seorang laki-laki sering kesemutan

V. DAFTAR PUSTAKA

1. Nainggolan S L, Chen K, Pohan H T. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam:

Sindroma Metabolik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p1849-

1851.

2. Nainggolan S L, Chen K, Pohan H T. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam:

Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. P1857-1859.

3. Nainggolan S L, Chen K, Pohan H T. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam:

Insulin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p1868-1869.

4. Corwin, E J. 2001. Buku Saku Patofisiologi cetakan I. Jakarta: EGC.

5. Kee, Joyce LeFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagostik

Edisi 6. Jakarta: EGC.

6. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem: Organ endokrin

perifer. Jakarta: EGC. p667-675.

7. Ilyas, Sidharta. 2009. Iktisar Ilmu Penyakit Mata : Xantelasma. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI. P6-11.

8. Paresthesia. [accessed 16th march 2011], Available at: http://neurology.health-

cares.net/paresthesia-causes.php

9. Paresthesia. [accessed 16th march 2011], Available at: http://www.paresthesia.net

27