Top Banner
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK DAN KUALITAS PEMBELAJARAN FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 1 MENINGKATKAN AKTIFITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII B SMP MUHAMMADIYAH 2 BANGIL DALAM PEMBELAJARAN KONSEP ATOM, ION, DAN MOLEKUL DENGAN MODEL PEMBELAJARAN SCRAMBLE Asni Harumindari 1,2 Anggraeni Sayu M 2 Linda Isnawati 2 Muntholib 3 1 SMPN 2 Rembang Pasuruan, 2 SMP Muhammadiyah Bangil 2 Pasuruan, 3 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang Abstrak: Makalah ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sebuah proses pembelajaran Kimia yang dilakukan dengan menggunakan Model Pembelajaran Scramble. Kompetensi Dasar pembelajaran ini adalah “Menjelaskan konsep atom, ion, dan molekul”. Pembelajaran berlangsung di kelas VIII B SMP Muhammadiyah 2 Bangil tanggal 31 oktober 2009 dengan guru model Linda Isnawati R, Guru IPA SMP Muhammadiyah 2 Bangil. Tujuan penerapan Model Pembelajaran Scramble ini adalah untuk meningkatkan partisipasi dan aktifitas siswa dalam pembelajaran konsep atom, ion, dan molekul yang selama ini terasa membosankan dan sulit dipahami. Penerapan model ini diharapkan juga sesuai dengan karakteristik siswa kelas VIII B SMP Muhammadiyah 2 Bangil yang sangat aktif dan visual. Dengan model pembelajaran scramble ini diharapkan siswa dapat lebih aktif belajar melalui permainan yang di- lakukan dengan cara memasangkan kartu soal dengan kartu jawaban yang disediakan. Permainan lebih diaktifkan dengan kompetisi antar kelompok siswa untuk mendapatkan poin sebagai reward. Hasil pembelajaran menunjukkan bahwa: (1) menurut pengamatan observer aktifitas siswa mencapai 80 % dan (2) berdasarkan hasil evaluasi 75% siswa dapat menjawab kuis tentang konsep atom, ion, dan molekul dengan baik. Kata kunci: Sramble, Kimia, Atom, Ion Molekul Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut setiap guru agar dapat mengem- bangkan daya kreatif untuk menjamin terlaksana- nya pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) Salah satu cara untuk menginspirasi kreativitas adalah dengan melakukan pengamatan pada sebuah pembelajaran yang dila- kukan oleh orang (guru) lain. Dan tulisan atau ma- kalah ini adalah salah satu contoh hasil sebuah pengamatan yang kami lakukan (oleh kelompok kami) pada sebuah pembelajaran open class yang dilakukan oleh Guru Model dari SMP Muhamma- diyah 2 Bangil (Linda Isnawati R), dan oleh karena uniknya pembelajaran itu berdasar hasil observasi, kami tertarik untuk diangkat menjadi makalah pada Seminar Nasional Lesson Study 3 dengan maksud dan tujuan ingin berbagi pengalaman dengan para peserta seminar. Pendidikan pada dasarnya untuk merubah kondisi dari tidak bisa menjadi bisa atau dari tidak tahu menjadi tahu atau menjadi lebih tahu dari kondisi sebelumnya. Masalah utama yang umum yang dialami guru dalam kelas pada saat menyam- paikan materi pembelajaran adalah adanya keje- nuhan siswa dalam belajar, siswa tidak optimis atau tidak semangat dalam mengikuti proses pem- belajaran. Secara pribadi kondisi seperti ini sering kita alami sehingga dibutuhkan solusi untuk meru- bah kondisi dari kondisi jenuh dan statis menjadi kodisi dinamis yang enjoy dalam proses pembela- jaran.
106

semnas LS Kimia

Jun 30, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 1

MENINGKATKAN AKTIFITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII B SMP MUHAMMADIYAH 2 BANGIL DALAM PEMBELAJARAN KONSEP ATOM, ION, DAN MOLEKUL

DENGAN MODEL PEMBELAJARAN SCRAMBLE

Asni Harumindari1,2 Anggraeni Sayu M2

Linda Isnawati2 Muntholib3

1SMPN 2 Rembang Pasuruan, 2SMP Muhammadiyah Bangil 2 Pasuruan,

3Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Makalah ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan sebuah proses pembelajaran Kimia yang dilakukan dengan menggunakan Model Pembelajaran Scramble. Kompetensi Dasar pembelajaran ini adalah “Menjelaskan konsep atom, ion, dan molekul”. Pembelajaran berlangsung di kelas VIII B SMP Muhammadiyah 2 Bangil tanggal 31 oktober 2009 dengan guru model Linda Isnawati R, Guru IPA SMP Muhammadiyah 2 Bangil. Tujuan penerapan Model Pembelajaran Scramble ini adalah untuk meningkatkan partisipasi dan aktifitas siswa dalam pembelajaran konsep atom, ion, dan molekul yang selama ini terasa membosankan dan sulit dipahami. Penerapan model ini diharapkan juga sesuai dengan karakteristik siswa kelas VIII B SMP Muhammadiyah 2 Bangil yang sangat aktif dan visual. Dengan model pembelajaran scramble ini diharapkan siswa dapat lebih aktif belajar melalui permainan yang di-lakukan dengan cara memasangkan kartu soal dengan kartu jawaban yang disediakan. Permainan lebih diaktifkan dengan kompetisi antar kelompok siswa untuk mendapatkan poin sebagai reward. Hasil pembelajaran menunjukkan bahwa: (1) menurut pengamatan observer aktifitas siswa mencapai 80 % dan (2) berdasarkan hasil evaluasi 75% siswa dapat menjawab kuis tentang konsep atom, ion, dan molekul dengan baik.

Kata kunci: Sramble, Kimia, Atom, Ion Molekul

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut setiap guru agar dapat mengem-bangkan daya kreatif untuk menjamin terlaksana-nya pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) Salah satu cara untuk menginspirasi kreativitas adalah dengan melakukan pengamatan pada sebuah pembelajaran yang dila-kukan oleh orang (guru) lain. Dan tulisan atau ma-kalah ini adalah salah satu contoh hasil sebuah pengamatan yang kami lakukan (oleh kelompok kami) pada sebuah pembelajaran open class yang dilakukan oleh Guru Model dari SMP Muhamma-diyah 2 Bangil (Linda Isnawati R), dan oleh karena uniknya pembelajaran itu berdasar hasil observasi, kami tertarik untuk diangkat menjadi makalah pada Seminar Nasional Lesson Study 3 dengan maksud

dan tujuan ingin berbagi pengalaman dengan para peserta seminar.

Pendidikan pada dasarnya untuk merubah kondisi dari tidak bisa menjadi bisa atau dari tidak tahu menjadi tahu atau menjadi lebih tahu dari kondisi sebelumnya. Masalah utama yang umum yang dialami guru dalam kelas pada saat menyam-paikan materi pembelajaran adalah adanya keje-nuhan siswa dalam belajar, siswa tidak optimis atau tidak semangat dalam mengikuti proses pem-belajaran. Secara pribadi kondisi seperti ini sering kita alami sehingga dibutuhkan solusi untuk meru-bah kondisi dari kondisi jenuh dan statis menjadi kodisi dinamis yang enjoy dalam proses pembela-jaran.

Page 2: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 2

Seperti yang telah ditulis oleh Wahyu Indah A (PTK, 2009) bahwa pembelajaran yang menye-nangkan (Joyful Learning) bukan semata-mata pembelajaran yang mengharuskan siswa tertawa terbahak-bahak, melainkan sebuah pembelajaran yang di dalamnya terdapat kohesi kuat antara guru dengan siswa dalam suasana yang sama sekali ti-dak ada tekanan, yang ada hanyalah jalinan komu-nikasi yang saling mendukung (Achmad Sapari, 2003). Dengan joyful learning, melalui model scramble, diharapkan dapat membuat siswa merasa nyaman dan senang dengan pelajaran kimia. Pem-belajaran menyenangkan dapat dilakukan dengan banyak hal, antara lain dengan bercerita, bernyanyi, gerak tubuh, menari, dan sebagainya. Di samping itu dapat juga dilakukan dengan bermain sambil belajar.

Setiap pembelajaran memiliki tantangan da-lam proses pembelajaran, termasuk Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pada pembelajaran IPA bertujuan agar siswa memahami fenomena alam dan konsep-konsep IPA secara sederhana ser-ta mampu menggunakan metode ilmiah, bersikap ilmiah, kritis, kreatif, dan inovatif dalam meme-cahkan masalah-masalah yang dihadapi (BSNP, 2006).

Tema kegiatan pembelajaran yang diamati oleh kelompok kami adalah ”Mengaktifkan Pem-belajaran Kimia Melalui Model Pembelajaran Scramble pada Materi Menjelaskan Konsep Atom, Ion, dan Molekul”.

METODE

Pada waktu kegiatan open class dimulai, dia-wali dulu dengan kegiatan plan yaitu diskusi men-genai bagaimana alur pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa kelas VIII B nantinya. Penulis menginginkan apersepsi yang merangsang keingintahuan siswa untuk benar-benar mempelajari materi atom, ion dan molekul dengan membawahkan bahan yang sudah diketahui dan digunakan oleh siswa, sedangkan tu-juan pembelajaran yang ingin dicapai adalah:

Siswa dapat menjelaskan pengertian atom, kation, anion, molekul unsur, dan molekul senya-wa.

Siswa dapat mengelompokkan beberapa ru-mus kimia berdasarkan konsep atom, kation, anion, molekul unsur, dan molekul senyawa.

Kemudian dari hasil diskusi dibuatlah lang-kah pembelajaran sebagai berikut:

1. Pada kegiatan pendahuluan dengan waktu 10 menit, melakukan kegiatan apersepsi dengan langkah sebagai berikut:

2. Meminta salah satu siswa untuk maju ke depan kelas untuk memotong kentang menjadi 4 bagian yang sama besar, kemudian mengambil bagian untuk di potong kembali menjadi 4 bagian. Kemudian siswa melanjutkan pemotongan sampai diperoleh bagian kentang terkecil dan tidak dapat dibagi lagi (salah seorang siswa maju dan melakukan pemotongan)

3. Memberikan pertanyaan secara klasikal, “ba-gaimanakah sifat dari kentang hasil pemoton-gan pertama, kedua, sampai pemotongan tera-khir?” (Diharapkan siswa menjawab “sama”, bila tidak ada yang menjawab maka guru memberikan penjelasan bahwa sifat dari ken-tang hasil pemotongan pertama sampai pemo-tongan terakhir adalah sama). Kegiatan inti, direncanakan 45 menit, dengan

tahap-tahap sebagai berikut: 1. Guru terlebih dahulu menyampaikan tujuan

pembelajaran. 2. Guru memberikan penjelasan singkat tentang

pengertian atom, ion, dan molekul serta mem-berikan contoh-contohnya (siswa memperhati-kan dan mencatat informasi yang diperlukan)

3. Siswa melakukan kegiatan 1, dengan tahap-tahap sebagai berikut:

4. Guru membagikan 1 amplop berisi 5 kartu soal, dan satu amplop berisi 5 kartu jawab pada masing-masing kelompok.

5. Guru meminta tiap kelompok untuk mema-sangkan kartu soal dan kartu jawab hingga di-peroleh.

6. Guru meminta salah satu kelompok mempre-sentasikan hasil diskusinya ke depan kelas. Dua siswa melakukan kegiatan 2, dengan

tahap-tahap sebagai berikut: 1. Guru membagikan 5 amplop berisi rumus ki-

mia (Perwakilan kelompok mengambil am-plop, kemudian kembali ke kelompok masing- masing)

2. Guru menginstruksikan kepada siswa untuk membuka salah satu amplop (Siswa meng-ambil rumus kimia yang ada dalam amplop kemudian mendiskusikannya)

3. Guru memberikan waktu selama 3 menit pada masing-masing kelompok untuk mencocokkan rumus kimia yang ada di dalam amplop de-

Page 3: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 3

ngan tabel di papan tulis (dan seterusnya sam-pai amplop yang ke 5)

4. Kelompok yang telah menemukan jawaban se-gera berlari ke depan kelas, memasangkan ja-wabannya, dan menjelaskannya pada kelom-pok yang lain.

5. Guru memberikan poin kepada jawaban kelompok. Cepat benar : 10 Cepat salah : 5 Lambat benar : 7 Lambat salah : 3

6. Guru memberikan penjelasan dan penegasan 7. Memberikan penghargaan pada kelompok

yang memiliki kinerja bagus Kegiatan penutup 20 menit dengan merefleksi

kembali kegiatan pembelajaran dengan: (1) mem-berikan 5 soal pemantapan: 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan atom?

Berikan 1 contoh! 2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ion?

Berikan 1 contoh! 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan molekul

unsur? Berikan 1 contoh! 4. Apa yang dimaksud dengan molekul senyawa

? Berikan 1 contoh! 5. Berilah tanda cek ( √ ) pada kolom yang paling

tepat!

o Rumus

Kimia tom ation nion olekul Unsur

olekul Senyawa

.

.

.

.

.

Mg2+ (magnesium)

H2 (hidrogen)

Cr (krom)

HCl (asam klorida)

Zn (seng)

(2) Siswa dengan bimbingan guru membuat kesim-pulan, dan (3) Guru memberikan tugas rumah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keefektifan Model Pembelajaran

Pada pembelajaran materi pengelompokan ru-mus kimia ke dalam kelompok atom, ion, dan mo-lekul digunakan model pembelajaran scamble yang dipadukan dengan pemberian point atau reward bagi kelompok/siswa yang menjawab dengan cepat

dan benar dengan sintaks scramble sebagai berikut sebagai berikut: 1. Guru menyiapkan kartu soal sesuai dengan

topik pembelajaran 2. Guru menyiapkan kartu jawaban sesuai dengan

topik pembelajaran. 3. Guru menyajikan materi sesuai dengan topik

pembelajaran. 4. Guru membagikan kartu soal dan kartu jawab-

an pada siswa. 5. Siswa memasangkan kartu soal dan kartu ja-

waban hingga diperoleh pasangan yang tepat. Berdasar sintaks yang telah dilakukan oleh

guru model, diperoleh catatan dari observer bahwa model scramble tepat digunakan untuk materi men-jelaskan atom, ion dan molekul di kelas VIII B SMP Muhammadiyah 2 Bangil dengan alasan:

Kondisi mayoritas siswa kelas VIII B terma-suk dalam golongan visual yang mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar. Siswa kelas VIII B sebagian besar adalah siswa yang ter-golong aktif bergerak dan berbicara, diharapkan dengan menerapan model pembelajaran scramble akan memacu keberhasilan mereka dalam belajar.

Berbagai bentuk kartu soal dan kartu jawab yang tersedia dan dimasukkan di dalam amplop dapat memotivasi siwa untuk memahami materi atom, ion, dan molekul terbukti 80 % kelompok siswa dapat mencari pasangan dari kartu-kartu tersebut serta diikuti dengan presentasi setiap ke-lompok siswa tentang kartu yang dipegang oleh kelompoknya (kelompok 1, 2, 3, dan 4)

Keaktifan siswa mengikuti pelajaran kimia sangat tinggi, terbukti setiap kelompok berlomba siapa yang tercepat menyelesaikan tugasnya de-ngan maju ke depan setiap wakil kelompok untuk menempelkan jawaban yang diperoleh.

Model scramble juga memupuk kerja sama setiap kelompok, terbukti saat guru memberikan aba-aba untuk membuka amplop setiap kelompok segera kerja sama membuka dan menyelesaikan tugas yang ada di dalam amplop (kelompok 1, 3, 4, dan 5)

Pemberian reward berupa gambar yang me-miliki point tertentu untuk kecepatan dan kebenar-an memasangkan juga memacu siswa untuk ber-kompetisi dengan kelompok lain.

Pada kegiatan 2, saat siswa selesai mema-sangkan pada tabel, guru menanyakan pula alasan dari jawaban itu sehingga dapat membantu siswa lain yang masih belum memahami materi.

Page 4: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 4

Keaktifan Kerja Kelompok

Dari pengamatan para observer, penyusunan kegiatan sudah bisa membuat siswa berinteraksi dengan kelompoknya, sehingga sebagian besar dari kelompok sudah terjadi proses diskusi dan kerja-sama yang baik, meskipun ada beberapa siswa da-lam kelompok yang belum bisa bekerja sama, antara lain: 1. Di kelompok 5, ada satu siswa yang belum

memahami materi yang disampaikan guru, akan tetapi saat kegiatan 1 dan 2 dilakukan dia sedikit demi sedikit mulai memahami materi yang sedang dia pelajari. Ada juga siswa lain yang terlihat lamban, hingga guru model di-harapkan dapat lebih memperhatikannya.

2. Di kelompok 3, ada satu siswa yang tidak memperhatikan guru saat menyampaikan ma-teri

3. Di kelompok 2, ada satu siswa yang pasif hal ini dikarenakan karena siswa tersebut pen-diam. Perlu adanya perhatian dan motivasi dari guru model. Dari pengamatan tersebut di atas dapat

disimpulkan bahwa hendaknya: 1. Materi yang disampaikan guru, proporsional

sesuai topik pembelajaran hari itu. Pendalaman materi dapat dilakukan pada pertemuan beri-kutnya, mengingat materi atom, ion, dan molekul adalah materi kimia yang dianggap abstrak oleh siswa.

2. Mengingat sebagian besar siswa di kelas VIII termasuk dalam tipe visual, hendaknya pe-nyampaian materi oleh guru didominasi de-ngan gambar dan tidak terlalu banyak tulisan.

3. Pembentukan kelompok hendaknya juga men-jadi perhatian guru, siswa dengan karakter pendiam, lamban dan sebagainya hendaknya digabung dengan teman yang bisa diajak untuk berkomunikasi sehingga dia aktif dalam pem-belajaran.

Media Pembelajaran

Media pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah media power point yang berisi materi atom,molekul, dan ion serta tabel yang disajikan di papan tulis sebagai media siswa untuk menempelkan kartu pada kegiatan penge-lompokan.

Penggunaan Kartu Soal dan Kartu Jawaban

Kartu soal dan kartu jawab yang dimasukkan di dalam amplop membuat siswa aktif dan saling berlomba untuk maju ke depan guna menampilkan hasil diskusi kelompoknya.

Keaktifan siswa ini juga dipengaruhi oleh adanya poin yang diberikan guru setiap kali siswa menempelkan dan mempresentasikan karya kelom-poknya yang berupa reward gambar senyum.

Selain itu model ini juga memupuk kerja sa-ma antar siswa untuk memahami materi konsep atom, ion, dan molekul dengan rasa gembira.

KESIMPULAN

Penyampaian materi pengelompokan atom, ion, dan molekul dengan model pembelajaran scramble bisa memotivasi belajar siswa kelas VIII B di SMP Muhammadiyah 2 Bangil, bisa memu-puk kerjasama antar individu dalam kelompok. Hal ini ditunjukkan dengan 80% kelompok yang diben-tuk bisa mengelompokkan rumus kimia kedalam kelompok atom, ion, dan molekul dan 75 % bisa menjawab pertanyaan evaluasi.

Dari keberhasilan ini perlu dilanjutkan de-ngan kegiatan penelitian untuk melihat model pem-belajaran scramble ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran pada umumnya.

DAFTAR RUJUKAN

Ariyani, W.I., 2009, Catatan-catatan diskusi Refleksi LS di Home base Bangil tahun 2009-2010

BSNP, 2006, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMP dan MTs Mata Pelajaran IPA: Jakarta

Departemen Pendidikan nasional, 2006, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMP dan MTs : Jakarta

Herdian, 2009. Browse >Home/ posting 29 April 2009, diakses tanggal 23 September 2010

MGMP Lesson Study, 2008. Diktat Model Model Pembelajaran : Pasuruan

Nishitani, I., 2009, Personal Comunication Wardani, I.G.A.K. dan Julaeha, S., 2007, Keterampilan

Dasar Mengajar, Jakarta: Universitas Terbuka.

Page 5: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 5

SENI MENGAJAR MAHASISWA SEBAGAI ORANG DEWASA MATAKULIAH KIMIA FISIKA I (KIU 420) DI PROGRAM

SARJANA PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN KIMIA FMIPA UM

Darsono Sigit Mahmudi Muhadi

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Kompetensi lulusan program sarjana Pendidikan Kimia Jurusan Kimia FMIPA UM antara lain: Menguasai dasar-dasar keilmuan dan kegiatan ilmiah untuk melakukan analisis, sintesis dan perumusan permasalahan yang dihadapinya. Menguasai konsep, prinsip, hukum dan teori ilmu kimia dan pedagogi kimia untuk melaksanakan tugasnya sehari-hari yang inovatif dan kreatif. Memiliki landasan keilmuan yang memadai untuk mengembangkan ide-ide baru ,inovatif, kreatif berdasarkan pengalaman belajar dan mengajarnya sehari-hari. Mampu menginformasikan ide- ide barunya kepada lingkungannya dengan memperhatikan etika profesional dan kultural setempat. Selanjutnya apresiasi apakah yang perlu dilakukan dosen agar kompetensi tersebut dapat tercapai. Kompetensi kelulusan sarjana Pendidikan Kimia yang telah dicanangkan tersebut, agar tercapai, perlu kiranya mendapatkan apresiasi penuh dari setiap dosen, khususnya dosen matakuliah Kimia Fisika I (KIU 420) yang mengajarkan kepada mahasiswa tentang materi: Persamaan Keadaan, Model Kinetika Gas, dan Gas Nyata; Kekekalan Energi, Energi Internal, dan Entalpi; Termokimia: Entropi dan Energi Gibbs; Termodinamika Transisi dan Diagram Fasa; dan Termodinamika Campuran, Sifat Koligatif, dan Diagram Fasa Campuran. Wujud apresiasi yang dapat dilakukan dosen Kimia Fisika I, berupa : Memandang dan memperlakukan mahasiswa peserta matakuliah Kimia Fisika I sebagai orang dewasa bukan lagi sebagai anak-anak. Seni dan ilmu yang digunakan dosen untuk mengajar mahasiswa adalah seni dan ilmu untuk mengajar orang dewasa, bukan lagi ilmu untuk mengajar anak-anak. Melibatkan mahasiswa dalam perencanaan dan evaluasi dari pembelajaran Kimia Fisika I yang mereka ikuti (berkaitan dengan konsep diri dan motivasi untuk belajar). Pengalaman belajar mahasiswa yang juga sebagai prasyarat: KIU 402; KIU 404. KIU 406 (termasuk pengalaman berbuat salah saat mengikuti perkuliahan Kimia Fisika I bagi yang mengulang) menjadi dasar untuk aktivitas belajar (konsep pengalaman). Mahasiswa paling berminat pada pokok bahasan belajar Kimia Fisika I yang mempunyai relevansi langsung dengan perkulihan lain yang sedang diikuti seperti Praktikum Kimia Fisika atau yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya, seperti persiapan mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa DP2M-DIKTI (kesiapan untuk belajar). Belajar bagi mahasiswa mulai dipusatkan pada permasalahan pembelajaran kimia fisika tentang: teori, praktikum dan tugas akhir, selain juga isi dari materi kimia Fisika I sendiri (orientasi belajar).

Kata Kunci : seni mengajar, mahasiswa, kimia fisik I

Kompetensi lulusan program sarjana Pendi-dikan Kimia Jurusan Kimia FMIPA UM antara lain: Menguasai dasar-dasar keilmuan dan kegiat-an ilmiah untuk melakukan analisis, sintesis dan perumusan permasalahan yang dihadapinya. Me-nguasai konsep, prinsip, hukum dan teori ilmu kimia dan pedagogi kimia untuk melaksanakan

tugasnya sehari-hari yang inovatif dan kreatif. Memiliki landasan keilmuan yang memadai untuk mengembangkan ide-ide baru, inovatif, kreatif ber-dasarkan pengalaman belajar dan mengajarnya sehari-hari. Mampu menginformasikan ide-ide ba-runya kepada lingkungannya dengan memperhati-kan etika profesional dan kultural setempat.

Page 6: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 6

Jurusan Kimia FMIPA UM, untuk men-dukung pelaksanaan kegiatan program studi, baik akademik maupun non-akademik, telah didukung oleh sumberdaya yang memadai Sumberdaya utama dan pendukung yang ada dapat dikelompok-kan ke dalam dua; kateori utama, yakni sumberdaya manusia (SDM) dan sumberdaya non-manusia yang dapat berupa, fasilitas atau sarana-prasarana, seperti gedung kuliah (teori dan praktek), ruang seminar dan diskusi, laboratorium, peralatan dan instrumental, laboratorium, perleng-kapan perkuliahan (peralatan dan media pembela-jaran), dan fasilitas pendukung lainnya. Memiliki 46 orang dosen serta 11 orang laboran dan tenaga administrasi. Di antara dosen-dosen tersebut 3 orang adalah profesor dan 22 orang adalah lektor kepala. Dosen yang bergelar doktor berjumiah 10 orang dan 32 orang bergelar master. Laboran/teknisi dan karyawan lainnya terdiri dari 11 orang, dengan kualifikasi akademik sebagai berikut: SI Teknik Kimia (1 orang), SI Pendidikan Kimia (2 orang), S1-Kimia (2 orang), D3-Pendidikan Kimia (1 orang), D3-Teknik Informatika (1 orang), SMA (2 orang), SMP (2 orang).

Usia mahasiswa Jurusan Kimia rata-ratanya adalah sudah menginjak remaja di atas 17 tahun. Maka penerapan prinsip ilmu/seni mengajar orang dewasa (mahasiswa) dalam kegiatan pembelajaran-nya kimia, khususnya matakuliah Kimia Fisika I (KIU 420) yang diberikan pada semester ketiga, telah menjadi suatu kelayakan untuk diterapkan. Perlunya penerapan prinsip seni mengajar orang dewasa (mahasiswa) dikarenakan upaya membelajarkan orang dewasa (mahasiswa) berbeda dengan upaya membelajarkan siswa. Membelajar-kan siswa lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan siswa untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Apa yang di transmisikan didasarkan pada pertim-bangan siswa sendiri, apakah hal tersebut akan ber-manfaat bagi siswa di masa datang. Sebaliknya, pembelajaran orang dewasa (mahasiswa) lebih menekankan pada membimbing dan membantu mahasiswa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecah-kan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang diguna-kan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pem-belajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajar mahasiswa.

Selanjutnya dengan mempertimbangkan bah-wa usia mahasiswa yang sudah termasuk orang dewasa. Pembelajaran Kimia Fisika I yang didu-kung oleh SDM dan fasilitas yang memadai. Apresiasi apakah yang perlu dilakukan dosen kepada mahasiswa, agar kompetensi pembelajaran Kimia Fisika I dapat tercapai dengan baik? B. LANDASAN PELAKSANAAN

Kompetensi kelulusan sarjana Pendidikan Kimia yang telah dicanangkan tersebut, agar ter-capai, perlu kiranya mendapatkan apresiasi pe-nuh dari setiap dosen, khususnya dosen mataku-liah Kimia Fisika I (KIU 420). Maka perlu kiranya seorang dosen sebelum memberikan perkuliahan Kimia Fisika I kepada mahasiswa-nya, terlebih dahulu memahami hal-hal sebagai berikut:

1. Pengalaman Belajar Mahasiswa

Perkuliahan Kimia Fisika I (KIU 420) disajikan pada tahun kedua semester ketiga. Dengan demikian mahasiswa tersebut telah ber-pengalaman dan memilki pengalaman belajar matakuliah yang ditempuh pada semester per-tama, meliputi: Matematika I; Kimia Umum; Fisika Umum; Praktikum Kimia Umum; Dasar-dasar sains. Pengalaman belajar pada semester dua meliputi: Matematika II; Fisika Dasar; Kimia Dasar; Praktikum Kimia Dasar; Praktikum Fisika Dasar; Dasar-dasar Komputer dan pengalaman telah mengikuti perkulihan Kimia Fisika I ter-dahulu bagi yang mengulang. Pengalam belajar mahasiswa pada semester satu dan dua dan KIU 420 bagi mahasiswa yang mengulang tersebut merupakan pengalaman yang penting bagi dosen untuk diketahuhi, agar pada saat memulai pembelajaran Kimia Fisika I dapat dimulai dari pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa.

2. Kompetensi,Materi, Pustaka Kimia Fisika I

(KIU420) Uraian kompetensi,materi, pustaka Kimia

Fisika I (KIU420) sebagai berikut: Kompetensi: Memahami secara komprehensif dan konseptual tentang sifat-sifat gas, hukum-hukum termodina-mika, sifai-sifat zat murni dan campuran untuk dapat menjelaskan gejala-gejala kimia yang terkait. Materi: Persamaan Keadaan, Model Kinetik Gas, dan Gas Nyata; Kekekalan Energi, Energi internal dan Entalpi; Termokimia; Entropi

Page 7: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 7

dan Energi_Gibbs; Termodinamiika. Transisi dan Diagram Fasa; dan Termodinamika Campur-an, Sifat Koligatif, dan Diagrarn Fasa Campuran (Kesetimbangan Fasa). Pustaka: 1) Alberty, R.A.2005. Physical Chemistry.New York: Mc. Graw Hill. 2) Atkins, P.W. 2009. The Elements of Physical Chemistry.5th edition. London: Oxford: 3) Castellan, G.W. 1983. Physcal Chemistry.3rd edition. Massachusetts: Addison Wesley 4) Levine, L N, 2009. Physical Chemis-try.6th Ed. New York: Mc Graw-Hill. Kompe-tensi,materi, pustaka Kimia Fisika I penting diketahuhi bagi dosen dan mahasiswa, agar diperoleh kesamaan persepsi, arah dan tujuan dalam proses belajar mengajar Kimia Fisika I.

3. Asumsi-asumsi Mengajar Mahasiswa

Mahasiswa yang telah dianggap sebagai orang dewasa, perlu kiranya mendapatkan per-lakukan-perlakukan dari dosennya sebagaimana mestinya perlakuan yang diberikan kepada orang dewasa. Beberapa potensi mahasiswa sebagai orang dewasa yang perlu dipertimbangkan oleh dosen pengajar Kimia Fisika I, khususnya materi kesetimbangan fasa, bahwa: Mahasiswa telah mempunyai konsep diri, yaitu suatu pribadi yang tidak tergantung kepada orang lain yang mem-punyai kemampuan mengarahkan dirinya sendiri dan kemampuan mengambil keputusan. Maha-siswa berbekal kekayaan pengalaman belajar ki-mia dan matematika yang merupakan sumber yang penting dalam belajar kesetimbangan fasa. Kesiapan belajar mahasiswa berorientasi kepada tugas-tugas perkembangannya di kampus mau-pun di lingkungan sosialnya sesuai dengan pe-ranan sosialnya masing-masing. Mahasiswa me-miliki perspektif waktu dalam belajar, dalam arti secepatnya mengaplikasikan apa yang dipela-jarinya kepada tugas kimia yang lain. Oleh sebab itu dalam proses pembelajaran kepada mahasis-wa, perlu dilakukan, diterapkan oleh dosen ten-tang seni/ilmu mengajar untuk orang dewasa (mahasiswa).

Dalam seni mengajar orang dewasa (maha-siswa) ada asumsi-asumsi yang perlu diketahuhi dan dilaksanakan oleh dosen Kimia Fisika I dalam menyampaikan perkulihannya kepada mahasiswa. Asumsi tersebut meliputi: aspek kon-sep diri, pengalaman, kesiapan belajar dan orien-tasi terhadap belajar. Asumsi itu dapat dikemu-kakan sebagai berikut:

1) Konsep Diri Mahasiswa

Dalam mengajar mahasiswa, proses pema-tangan mahasiswa merupakan kewajaran bagi seorang individu mahasiswa untuk bergerak dari ketergantungan ke arah kemandirian. Perpindah-an ini secara bertahap dan dengan kecepatan yang berbeda-beda sesuai dengan masiswa ma-sing-masing dan dimensi kehidupannya. Para dosen bertanggung jawab untuk menggalakkan dan memelihara gerakan ini. Mahasiswa mem-punyai kebutuhan psikologis yang dalam untuk mandiri, meskipun dalam situasi-situasi tertentu bergantung pada pihak lain.

2) Pengalaman Belajar Mahasiswa

Dalam pembelajaran orang dewasa (maha-siswa), pengalaman dinilai sebagai sumber bela-jar yang cukup kaya. Untuk dapat mendayaguna-kan pengalaman belajar kimia terdahulu sebagai bahan belajar maka dalam proses pembelajaran Kimia Fisika I digunakan teknik komunikasi dua arah, seperti: diskusi, permainan, simulasi. Ma-syarakat memberikan arti yang lebih besar kepada pengetahuan yang diperoleh dari penga-laman daripada yang diperoleh secara pasif. Karena itu teknik utama yang dalam pembela-jaran Kimia Fisika I digunakan pula teknik pen-galaman seperti: eksperimen, laboratorium, dis-kusi, pemecahan persoalan, pengalaman lapan-gan.

3) Kesiapan Belajar Mahasiswa

Mahasiswa menjadi siap untuk mempelajari materi perkuliahan Kimia Fisika I, khususnya kesetimbangan fasa, bila mahasiswa merasakan kebutuhan untuk mempelajari hal itu, dengan tu-juan agar dapat menyelesaikan tugas atau persoa-lan hidup mereka dalam arti persoaal dengan yang lebih memuaskan, diantaranya untuk me-ngerjakan tugas-tugas perkuliahan lain yang ber-kaitan dengan kesetimbangan fasa. Dosen meme-gang tanggung jawab menciptakan kondisi pem-belajaran dan menyediakan media, peralatan ki-mia, prosedur untuk membantu mahasiswa me-nemukan solosi berkaitan kebutuhan atau ke-ingintahuan mereka. Dengan demikian program belajar hendaknya disusun menurut kategori penerapan dalam kehidupan sehari-hari maha-siswa dan diurutkan dan diawali sesuai dengan kesiapan belajar mahasiswa.

Page 8: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 8

4) Orientasi Belajar Mahasiswa

Mahasiswa memandang pendidikan sebagai suatu proses pengembangan kemampuan untuk mencapai potensi kehidupan yang ideal. Maha-siswa ingin dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan apapun yang mereka peroleh saat mengikuti perkulihan kesetimbangan fasa, untuk kehidupan kelak yang lebih baik. Sebaiknya, pe-ngalaman belajar kesetimbangan fasa, sebaiknya disusun menurut kategori-kategori pengembang-an kemampuan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa, diatanya dirancang pada akhir perkulihan, mahasiswa selain mendapatkan pengetahuan kesetimbangan fasa yang cukup memadai, dapat pula mengimplementasikan pen-getahuannya kedalam bentuk karya-karya ilmiah yang dilombakan atau diterapkan sendiri. Di-harapkan orientasi mahasiswa terhadap belajar kesetimbangan fasa berpusat pada karya atau prestasi.

C. SENI MENGAJAR KIMIA FISIKA I

(KIU420) Materi perkuliahan Kimia Fisika I

(KIU420) diantaranya adalah diagaram fasa, adalah materi yang termasuk dalam pembelajar-an kesetimbangan fasa. Pembelajaran materi ke-setimbangan fasa meliputi: kriteria kesetimbang-an; persamaan Clapeyron dan Clausius Clapey-ron; Aturan fasa; sistem satu komponen; sistem dua komponen; sistem tiga komponen. Materi kesetimbangan fasa tersebut perlu diberikan kepada mahasiswa secara tuntas agar mahasiswa dapat menggunakan sebagai bekal untul mempelajari lebih lanjut tentang ilmu kimia yang berkaitan dengan kesetimbangan fasa. Selanjut-nya mahasiswa juga dapat mengimplentasikan pengetahuan kesetimbangan fasa dalam kehidup-an sehari harinya mahasiswa.

Dosen yang bertugas memberikan per-kuliahan kimia fisika tentang kesetimbangan fasa, perlu kiranya berbekal ilmu/seni mengajar mahasiswa, sebagaimana mengajarkan kepada orang dewasa. Bekal ilmu/seni mengajar orang dewasa yang cukup bagi dosen, diharapkan dapat dimplementasikan pada saat dosen mengajar mahasiswa tentang kesetimbangan fasa. Dosen dapat memilih cara-cara mengajar orang dewasa yang akan diterapkan kepada mahasiswanya. Terdapat beberapa pilihan cara mengajar orang dewasa sebagai berikut: 1) Presentasi oleh maha-

siswa, cara ini meliputi antara lain: ceramah, debat, dialog, wawancara, panel, demonstrasi, film, slide, pameran, darmawisata, dan membaca pustaka kesetimbangan fasa. 2) Partisipasi maha-siswa, meliputi cara-cara: tanya jawab, permain-an peran, kelompok pendengar panel berjenjang/ gabungan, dan panel yang diperluas tentang kesetimbangan fasa. 3) Diskusi. cara ini terdidi atas diskusi terpimpin, diskusi yang bersumber-kan dari pustaka, diskusi pemecahan masalah, dan diskusi kasus kesetimbangan fasa.

Pilihan beberapa cara mengajar orang de-wasa yang tersebut selanjutnya dipadukan dan diselaraskan dengan tujuan pembelajaran kese-timbangan fasa, potensi mahasiswa; media pem-belajaran yang tersedia kedalam bentuk Rencana Persiapan Pembelajaran (RPP) Kesetimbangan Fasa. Pelaksanaan pembelajaran kepada mahasiswa merupakan wujud dari RPP Kesetimbangan Fasa. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

1) Kegiatan Pendahuluan

Dalam kegiatan pendahuluan pengajaran kesetimbangan fasa, dosen: a. Menyiapkan mahasiswa secara psikis dan

fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, dengan cara mengabarkan tentang kesehatan-nya dan jumlah, macam buku pustaka yang dimilki dan yang dibawanya berkenaan den-gan kesiapannya mengikuti pelajaran ke-setimbangan fasa diataranya pustaka: a). Al-berty, R.A.2005. Physical Chemistry.New York: Mc. Graw Hill. b). Atkins, P.W. 2009. The Elements of Physical Chemistry.5th edi-tion.London:Oxford: c). Castellan, G.W. 1983. Physcal Chemistry.3rd edition. Massa-chusets: Addison Wesley d). Levine, L N, 2009. Physical Chemistry.6th Ed. New York: Mc Graw-Hill.

b. Mengajukan tanya-jawab yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya (aturan fasa) den-gan materi yang akan dipelajari (sistem satu komponen), menayakan tentang: a) penger-tian dan contoh fasa; b) pengertian dan con-toh komponen; c) pengertian dan contoh derajad kebebasan; d) rumus dan contoh per-hitungan aturan fasa.

Hand Out Dosen:

Page 9: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 9

Kata "fase" berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemunculan. Fase adalah keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, bu-kan hanya dalam komposisi kimianya, melainkan juga dalam keadaan fisiknya. Terdapat: fase padat, cair, dan gas suatu zat, dan mengenai ber-bagai fase padat (seperti fosfor hitam dan fosfor putih). Yang dimaksud dengan komponen adalah spesies yang ada dalam sistem, seperti zat terla-rut dan pelarut dalam larutan biner. Banyaknya fase dalam sistem diberi notasi p. Gas, atau cam-puran gas, adalah fase tunggal; kristal adalah fase tunggal; dan dua cairan yang dapat campur se-cara total membentuk fase tunggal. Es adalah fase tunggal (p = 1), walaupun es itu dapat dipo-tong-potong menjadi bagian-bagian kecil. Cam-puran es dan air adalah sistem dua fase (p = 2) walaupun sulit untuk menentukan batas antara fase-fasenya. Campuran dua logam adalah sistem dua fase (p = 2) jika logam logam itu tak dapat campur, tetapi merupakan sistem satu fase (p = 1) jika logam-logamnya dapat campur.

Banyaknya komponen dalam sistem c adalah jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi semua fase yang ada dalam sistem. Definisi ini mudah diberlakukan jika spesies yang ada dalam sistem tidak bereaksi, sehingga kita hanya menghitung banyaknya. Misalnya, air murni adalah sistem satu-komponen (c = 1) dan campuran etanol dan air adalah sistem dua-komponen (c = 2). Jika spesies bereaksi dan berada pada kesetimbangan kita harus memperhitungkan arti kalimat "semua fase" dalam definisi tersebut. Jadi, untuk amo-nium klorida yang dalam kesetimbangan dengan uapnya: NH4Cl(s) ↔ NH3(g) + HCl(g) kedua fase mempunyai komposisi formal "NH4CI" dan sis-tem mempunyai satu komponen. Jika HCI(g) ber-lebih ditambahkan, sistem mempunyai dua kom-ponen karena sekarang jumlah relatif HCl dan NH3 berubah ubah. Sebaliknya, kalsium kar-bonat berada dalam kesetimbangan dengan uap-nya: CaCO3(s) ↔ CaO(s) + CO2(g) adalah sistem dua komponen karena "CaCO3" tidak menggam-barkan komposisi uapnya. (Karena tiga spesies dihubungkan oleh stoikiometri reaksi maka kon-sentrasi kalsium oksida bukanlah variabel bebas). Dalam hal ini, C = 2, apakah kita mulai dari kal-sium karbonat murni, atau jumlah yang sama dari kalsium oksida dan karbon dioksida, atau jumlah yang berubah-ubah dari ketiganya.

Dalam sistem komponen-tunggal (c = 1), tekanan dan temperatur dapat diubah secara bebas jika hanya ada satu fase (p = 1). Jika kita mendefinisikan varian F sistem sebagai banyak-nya variabel intensif yang dapat diubah dengan bebas tanpa mengganggu banyaknya fase yang berada dalam kesetimbangan, maka f = 2. Jadi, sistem itu,bivarian dan mempunyai dua derajat kebebasan. Di dalam satu perhitungan yang paling indah dalam keseluruhan termodinamika kimia, J.W. Gibbsl menarik kesimpulan tentang aturan fase. Yang merupakan hubungan umum antara varian f, jumlah komponen c dan jumlah fase pada kesetimbangan p untuk suatu sistem dengan komposisi sembarang: f = c - p + 2

Untuk sistem safu-komponen, seperti air murni, f=3-p. Jika hanya ada satu fase, f = 2 dan P dan T dapat diubah-ubah dengan bebas. Dengan kata lain, fase tunggal digambarkan dengan daerah pada diagram fase. Jika dua fase ada dalam kesetimbangan, f = l, yang berarti tekanan bukanlah variabel bebas jika kita sudah menentukan temperaturnya. Jadi, kesetimbangan dua fase digambarkan dengan garis di dalam diagram fase. Daripada memilih temperatur, kita dapat memilih tekanan, tetapi dengan pemilihan itu, kedua fase mencapai kesetimbangan pada temperatur tertentu. oleh karena itu, pembekuan (atau fansisi fase yang lain) terjadi pada tempera-tur tertentu pada tekanan tertentu. c. Menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai. Dosen menyampaikannya dengan menuliskan tujuan pembelajaran yang akan diajarkan: a) Mahasiswa dapat membaca dan menggambarkan diagram fasa air b) Maha-siswa dapat membaca dan menggambarkan diagram fasa CO2.

d. Menyampaikan cakupan materi sistem satu komponen a) Tinjauan zat murni (satu kmponen) dengan aturan fasa f = 3 - p. Jika p=1; 2; 3, maka f = 2; 1; 0. Maksimal ada 2 variabel intensih untuk menyatakan keadaan sistem. Penggabaran setiap keadaan dari suatu sistem dengan satu titik pada diagaram P terhadap T, akan tergambar sifat-sifat zat seperti: titik didih, titik leleh, titik tripel, daerah padat, cair, gas, daerah kesetimbangan padat-cair, padat-gas, gas-cair; tekanan dan suhu kritis. b) Diagram fasa air melibatkan: penggunaan persamaan Clapeyron dan Clausius-Clapeyron; garis

Page 10: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 10

kestimbangan cair-gas; padat-gas; padat-cair; perpotongan garis padat-cair, cair-gas, padat-gas (titik tripel). c) Diagram fasa CO2 melibatkan: perbedaannya dengan diagram fasa air; padatan CO2 pada tekanan 1 atmosfer menyublin menjadi uap jika dipanaskan. Padatan CO2 dinakaman es kering; titik kritits pada P dan T tertentu.

2. Kegiatan Inti

Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajar-an yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi maha-siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberi-kan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis mahasiswa sebagai orang dewasa. Kegiatan inti mengguna-kan cara-cara: Presentasi oleh mahasiswa, cara ini meliputi antara lain: ceramah, debat, dialog, wawancara, panel, demonstrasi, film, slide, pa-meran, darmawisata, dan membaca pustaka kesetimbangan fasa. Partisipasi mahasiswa, me-liputi cara-cara: tanya jawab, permainan peran, kelompok pendengar panel berjenjang/gabungan, dan panel yang diperluas tentang kesetimbangan fasa. Diskusi. cara ini terdiri atas diskusi terpim-pin, diskusi yang bersumberkan dari pustaka, diskusi pemecahan masalah, dan diskusi kasus kesetimbangan fasa. Cara yang disesuaikan de-ngan karakteristik mahasiswa sebagai orang me-nginjak dewasa dan materi pembelajaran kese-timbangan fasa, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. a. Eksplorasi

Pada proses eksplorasi mahasiswa diberi kesempatan untuk bekerja baik secara mandiri maupun secara kelompok percobaan, membuat hipotesis, melakukan pengamatan, mengumpul-kan data, kajian pustaka sampai pada membuat suatu kesimpulan dari data percobaan/kajian pustaka yang dilakukan. untuk menjawab per-tanyaan terbuka dari dosen. Dosen kimia fisika I pada proses eksplorasi juga: 1) Melibatkan ma-hasiswa mencari informasi yang luas dan dalam tentang kesetimbangan fasa berkaitan dengan sis-ten satu komponen yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip kontekstual dan belajar dari aneka sumber diantarnya jurnal dan buku pus-taka: Ijang Rohman & Sri Mulyani, 2000. Kimia

Fisika I, Bandung: JICA-IMSTEP-FMIPA UPI; 2) Menggunakan beragam model pembelajaran: STAD; LC-5E, media pembelajaran: diagram P vs T untuk air dan CO2, dan sumber belajar lain: pengalaman belajar fisika dasar, Kimia Umum (KIU 402), Kimia Dasar (KIU 404). Praktikum Kimia Dasar (KIU 406) mahasiswa tentang titik didih, titik beku, suhu sublimasi; 3) Mem-fasilitasi terjadinya interaksi antar mahasiswa serta antara mahasiswa dengan dosen, lingkun-gan, dan sumber belajar lainnya, Cara yang ditempuh dosen adalah dengan memberikan per-tanyaan terbuka untuk dimintakan penjelasan dari beberapa mahasiswa; 4) Melibatkan maha-siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembe-lajaran kesetimbangan fasa, dengan meminta mahasiswa menjelaskan diagram, melakukan demo percobaan dihadapan temannya; dan 5) Memfasilitasi minat mahasiswa melakukan per-cobaan kesetimbangan fasa satu komponen di la-boratorium kimia fisika Jurusan Kimia FMIPA UM diluar jam perkuliahan. Cuplikan proses eksplorasi sebagai berikut:

Gambar 1. Diagram Fasa Air Diagram fase untuk air, di atas ini adalah

versi yang disederhanakan. Tentukan titik mana-kah yang menandai temperatur titik tripel; titik didih normal, dan titik beku normal. Pada tekanan 1 atmosfer terdapat garis yang dilewati titik-titik secara berurutan mulai dari titik a , b, c, d, e. Jelaskanlah lintasan proses apa yang terjadi pada pada titik a,b,c,d,e. Dan berikan penjelasan berkaitan dengan fasenya di titik a,b,c,d,e. Hand out dosen: Sistem satu-komponen

Untuk sistem satu-komponen, seperti air murni, f = 3 - p. Jika hanya ada satu fase, f = 2 dan P dan T dapat diubah-ubah dengan bebas. Dengan kata lain, fase tunggal digambarkan

Page 11: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 11

dengan daerah pada diagram fase. Jika dua fase ada dalam kesetimbangan, f = l, yang berarti tekanan bukanlah variabel bebas jika kita sudah menentukan temperatumya. Jadi, kesetimbangan dua fase digambarkan dengan garis di dalam diagram fase. Daripada memilih temperatur, kita dapat memilih tekanan, tetapi dengan pemilihan itu, kedua fase mencapai kesetimbangan pada temperatur tertentu. Oleh karena itu, pembekuan (atau transisi fase yang lain) terjadi pada tem-peratur tertentu pada tekanan tertentu.

Jika ketiga fase ada dalam kesetimbangan, f = 0. Kondisi invarian yang khusus ini hanya dapat terjadi pada temperatur dan tekanan terten-tu. Oleh karena itu, kesetimbangan tiga fase itu digambarkan dengan satu titik, yaitu titik tripel, pada diagram fase. Empat fase tidak dapat berada pada kesetimbangan dalam sistem satu kompo-nen karena f tidak dapat negatif.

Tahapan-tahapan fasenya air digambarkan dengan diagram fase air seperti terlihat dalam Gambar 1. dan kejadian-kejadian yang berlang-sung ketika sampel pada a didinginkan pada tekanan tetap. Seluruh sampel tetap berupa gas sampai temperatur mencapai b, ketika muncul cairan. Sekarang, kedua fase dalam kesetimbang-an dan f = l. Karena kita memutuskan untuk menentukan tekanan, sehingga kita kehilangan satu-satunya derajat kebebasan, temperatur dimana kesetimbangan ini terjadi, di luar kendali kita. Penurunan temperatur membawa sistem ke c dalam daerah caiian satu-fase. Sekarang, temperatur dapat diubah-ubah di sekitar titik c sesuai dengan keinginan kita, dan baru ketika es muncul di d, varian menjadi 1 lagi.

b. Elaborasi

Kegiatan belajar pada proses elaborasi, dosen mengarahkan mahasiswa menerapkan kon-sep-konsep kesetimbangan fasa sistem satu kom-ponen yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki pada situasi yang baru dan serupa melalui percobaan atau menganalisis data-data yang bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap materi yang telah mereka pelajari. Dalam kegiatan elaborasi, dosen juga: 1) membiasakan mahasis-wa membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna; 2) mem-fasilitasi mahasiswa melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan ga-gasan baru baik secara lisan maupun tertulis; 3)

memberi kesempatan untuk berpikir, meng-analisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut; 4) memfasilitasi mahasiswa dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; 5) memfasilitasi mahasiswa berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; 6) memfasilitasi mahasiswa membuat laporan ek-splorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertu-lis, secara individual maupun kelompok; 7) memfasilitasi mahasiswa untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok; 8) memfasi-litasi mahasiswa melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan; 9) mem-fasilitasi mahasiswa melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri mahasiswa.

Cuplikan proses elaborasi sebagai berikut:

Diagram fasa CO2 diperlihatkan seperti pada Gambar 2 di samping ini. Bacalah diagram tersebut berkaitan dengan keadaan titik leleh. Titik tripel; sublimasi pada tekanan 1 atmosfer. Titik kritis.

Gambar 2. Digram Fasa CO2

c. Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi/penegasan dan pengesahan dosen: 1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan mahasiswa, 2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi mahasiswa melalui berbagai sumber, 3) memfasilitasi mahasiswa melakukan refleksi untuk memperoleh penga-laman belajar yang telah dilakukan, 4) memfa-silitasi mahasiswa untuk memperoleh penga-laman yang bermakna dalam mencapai tujuan pembelajaran: a) berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan ma-hasiswa yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar; b)

Page 12: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 12

membantu menyelesaikan masalah; c) memberi acuan agar mahasiswa dapat melakukan penge-cekan hasil eksplorasi; d) memberi informasi un-tuk bereksplorasi lebih jauh; e) memberikan mo-tivasi kepada mahasiswa yang kurang atau be-lum berpartisipasi aktif. Cuplikan proses konfirmasi sebagai berikut:

Setelah saudara membaca diagram fasa air dan diagram fasa CO2, jelaskanlah perbedaan dan kesamaan apa yang terdapat pada diagram air dan CO2 tersebut. Hand Out Dosen:

Diagram fasa air dan diagram fasa CO2, un-tuk CO2 titik lelelmya naik dengan naiknya te-kanan. Hal ini dapat dilihat dari kemiringan garis iesetimbangan padat-cair yang bertrarga positif' Penyebabnya adalah karena Titik tripel CO2 ada pada tekanan 5,l 1 atm. Oleh karena itu pada 1 atm padatan CO2 akan me-nyublim menjadi uapnya jika dipanaskan. Hal ini menyebabkan padatan CO2 disebut sebagai "es kering", karena dengan pemanasan, padatannya tidak berubah menjdi cair melainkan langsung menjadi uapnya. Sama halnya seperti pada air, garis cairan–uap pada diagram P-T berhenti di ti-tik kritis pada T-P tertentu. Di atas titik kritis cairan dan uapnya tidak dapat dibedakan.

Apa bila saudara telah betul-betul memahami dalam pembacaan kedua diagram tersebut, maka saudara dapat memulai menyusun ide-ide inovatif dan kreatif berkaitan dengan kesetimbangan fasa sistem satu komponen tersebut. Ide-ide yang inovatif dan kreatif tersebut dapat disalurkan dan ditulis dan diikut sertakan kedalam Program Kreativitas Mahasiswa DP2M DIKTI pada tahun-tahun mendatang.

3. Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, dosen: a. bersama-sama dengan mahasiswa dan/atau sendiri mem-buat rangkuman/simpulan pelajaran; b. melaku-kan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram; c. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran; d. merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembela-jaran remedi, program pengayaan, layanan kon-seling dan/atau memberikan tugas baik tugas in-dividual maupun kelompok sesuai dengan hasil

belajar mahasiswa; e. menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Cuplikan proses penutup sebagai berikut:

Pada pertemuan berikutnya akan dibahas mengenai sistem dua komponen dengan pemba-caan diagram fasa cair-cair yaitu kita mulai den-gan membahas sistem biner yang terdiri atas pasangan cairan campur sebagian, yaitu cairan yang tidak bercampur dalam semua proporsi pada semua temperatur. Contohnya adalah hek-sana dan nitrobenzena. Tugas saudara adalah pe-lajari dan coba baca diagram Diagram temperatur komposisi untuk heksana dan nitrobenzena pada 1 atm. di bawah ini.

Gambar 3. Diagram Fasa Heksana dan Nitrobenzena

D. KESIMPULAN

Wujud apresiasi yang dapat dilakukan dosen dalam mengajarkan materi Kimia Fisika I (KIU 420) sebagai berikut: Memandang dan memperlakukan mahasiswa peserta matakuliah Kimia Fisika I sebagai orang dewasa bukan lagi sebagai anak-anak. Seni dan ilmu yang diguna-kan dosen untuk mengajar mahasiswa adalah seni dan ilmu untuk mengajar orang dewasa, bu-kan lagi ilmu untuk mengajar anak-anak. Meli-batkan mahasiswa dalam perencanaan dan eva-luasi dari pembelajaran Kimia Fisika I yang mereka ikuti (berkaitan dengan konsep diri dan motivasi untuk belajar). Pengalaman belajar mahasiswa yang juga sebagai prasyarat: Kimia Umum (KIU 402); Kimia Dasar (KIU 404). Praktikum Kimia Dasar (KIU 406), termasuk pengalaman berbuat salah saat mengikuti perku-

Page 13: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 13

liahan Kimia Fisika I bagi yang mengulang, menjadi dasar untuk aktivitas belajar (konsep pengalaman). Mahasiswa paling berminat pada pokok bahasan belajar Kimia Fisika I yang mem-punyai relevansi langsung dengan perkuliahan lain yang sedang diikuti seperti Praktikum Kimia Fisika atau yang berkaitan dengan kehidupan

pribadinya, seperti persiapan mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa DP2M-DIKTI (kesiapan untuk belajar). Belajar bagi mahasiswa mulai di-pusatkan pada permasalahan pembelajaran kimia fisika tentang: teori, praktikum dan tugas akhir, selain juga isi dari materi kimia Fisika I sendiri (orientasi belajar).

DAFTAR RUJUKAN

Alberty, R.A. 2005. Physical Chemistry.New York: Mc. Graw Hill.

Atkins, P.W. 2009. The Elements of Physical Chemis-try.5th edition.London:Oxford

Castellan, G.W. 1983. Physcal Chemistry.3rd edition. Massachusets: Addison Wesley d). Levine, L N, 2009. Physical Chemistry.6th Ed. New York: Mc Graw-Hill.

Dama, 2006. Aplikasi Andragogi Dalam Pembelajaran Pendidikan Non Formal. Sulteng : BPKB (Online) http://www.jugaguru.com/article /49/tahun/2006/bulan/ 10/ tanggal/10/id/184/

Ijang, R. 2000. Kimia Fisika I . Bandung : JICA-IMSTEP-FPMIPA UPI.

Istamar Syamsuri & Ibrohim, 2008. Lesson Study (Studi Pembelajaran). Malang: FMIPA UM.

Katalog FMIPA UM Jurusan Kimia. 2010. FMIPA Universitas Negeri Malang.

Knowles, Malcom S. 1970. The Moderns Practice of Adult Education: Andragogy Versus Pedagogy. New York: Association Press.

Knowles, Malcom S. 1980. The Modern Prcatice of Adult Education: From Pedagogy to Andragogy. N.Y.: Cambridge, The Adult Education Com-pany.

Knowles, Malcom S,1984. Andragogy in Action. Apply-ing modern principles of adult education, San Francisco: Jossey Bass.

Lunandi, A.G. 1984. Pendidikan Orang Dewasa. Ja-karta: Gramedia.

Nurhaeni, Ds. 2010. Andragogi Suatu Orientasi Baru dalam Pembelajaran. Makasar : (Online) Jurnal PILAR Universitas Muhammadiyah Makassar.

Rusydi Hikamawan, 2007. Andragogi Pendidikan untuk Pendewasaan (Online) http://pelajarislam.wordpress.com/2007/10/23/andragogi-pendidikan-untuk-pendewasaan/

Standar Proses. 2007. Jakarta. Badan Standar Nasional Pendidikan

Suprijanto 2007. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Bumi Aksara.

Tamat, Tisnowati ,1985. Dari Pedagogik Ke Andragogik Jakarta: Penerbit Pustaka Dian

Page 14: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 14

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM POSING SECARA KOOERATIF UNTUK

MEMAKSIMALKAN PROSES PEMBELAJARAN TERMODINAMIKA

Dian Novianti Suhadi Ibnu Darsono Sigit

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Problematika yang dihadapi dalam pembelajaran kimia adalah bagaimana cara meningkatkan penguasaan konsep-konsep kimia. Salah satu materi kimia yang banyak mengandung konsep-konsep abstrak dan perhitungan matematis adalah materi termodinamika. Kesulitan dalam mempelajari dalam materi termodinamika dapat disiasati dengan cara pengajar menerapkan model pembelajaran yang menunjang pengembangan kemampuan berpikir pembelajar. Model pembelajaran problem solving dan problem posing dapat digunakan sebagai alternatif untuk diterapkan dalam pembelajaran termodinamika. Problem solving dan problem posing akan lebih efektif jika masing-masing dipadukan dengan pembelajaran yang mendukung yakni pembelajaran kooperatif. Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mendeskripsikan penggunaan model pembelajaran problem solving dan problem posing untuk materi termodinamika. 2) Untuk mengetahui sintaks atau langkah yang sesuai untuk model pembelajaran problem solving dan problem posing sehingga dapat diterapkan di kelas secara maksimal. Penyusunan makalah ini didasarkan pada analisis kualitatif informasi wawancara penulis dengan mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah Kimia Fisika I (KIU 420) kelas AA Jurusan Kimia FMIPA UM. Selanjutnya dilakukan pengkajian mendalam dengan menggunakan rujukan pustaka tentang termodinamika, problem solving, problem posing, kooperatif dan dilanjutkan kros-cek kebenarannya dengan dosen Kimia Fisika I (KIU420) Jurusan Kimia FMIPA UM. Pembahasan hasil susunan makalah ini, dapat dijelaskan bahwa: 1) kesulitan dalam mempelajari dalam materi termodinamika diharapkan dapat disiasati dengan cara pengajar menerapkan model pembelajaran yang menunjang pengembangan kemampuan berpikir pembelajar. Model pembelajaran problem solving dan problem posing dapat digunakan sebagai alternatif untuk diterapkan dalam pembelajaran termodinamika. Penerapan model pembelajaran problem solving dan problem posing secara kooperatif di kelas membuat waktu belajar menjadi lebih efektif. Selain itu, adanya pembagian tugas dan tanggung jawab dalam kelompok serta aktivitas diskusi akan dapat memaksimalkan proses belajar. 2) Model pembelajaran problem solving dan problem posing lebih tepat dipadukan dengan pembelajaran kooperatif. Dengan menerapkan sintaks atau tahapan pembelajaran problem solving dan problem posing secara kooperatif dengan benar maka proses pembelajaran di kelas akan maksimal.

Kata kunci: problem posing, problem solving, kooperatif

Kimia merupakan salah satu cabang sains yang di dalamnya banyak terdapat topik-topik yang sulit. Salah satu karakteristik ilmu sains adalah pe-mecahan masalah. Semua aspek dalam kimia men-cakup pemecahan suatu masalah. Dengan mening-katkan kemampuan pemecahan masalah maka akan membantu pembelajar untuk memahami topik-to-

pik sulit dalam kimia (Payne dalam Jegede, 2007:801). Menurut Sastrawijaya (1998:113), tuju-an pembelajaran kimia adalah memperoleh pema-haman yang telah lama perihal fakta, kemampuan mengenal dan memecahkan masalah, mempunyai keterampilan dalam penggunaan laboratorium, ser-

Page 15: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 15

ta mempunyai sikap ilmiah yang dapat dikembang-kan dalam kehidupan sehari-hari.

Termodinamika merupakan salah pokok bahasan dalam materi kimia yang dianggap sulit bagi sebagian mahasiswa, karena dalam termodina-mika sebagian besar mengandung konsep-konsep yang bersifat abstrak dan berjenjang, dari konsep yang sederhana menuju konsep-konsep yang lebih kompleks dan masih sering diajarkan secara kon-vensional. Materi termodinamika secara umum berisikan konsep-konsep abstrak serta berbagai perhitungan dan rumus matematis mulai dari yang sederhana sampai yang bersifat kompleks (Yudha, 2009).

Contoh konsep abstrak di dalam termo-dinamika yang harus dipahami pembelajar adalah Hukum Pertama Termodinamika yang berbunyi “energi dalam suatu sistem besarnya tetap kecuali jika diubah dengan melakukan kerja atau dengan pemanasan”. Pembelajar harus dapat memahami bahwa Hukum Pertama Termodinamika berkaitan dengan kekekalan energi, dimana energi sistem tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan tetapi dapat ditransfer dengan berbagai cara. Energi dalam sistem akan diubah menjadi kerja dan kalor. Energi dalam sistem merupakan jumlah energi yang dimiliki sistem yang terdiri dari jumlah kerja (w) yang dilakukan dan besarnya kalor yang dipindahkan (q) (Atkins, 1999:34). Konsep pertu-karan energi perlu dipahami pembelajar sehingga pembelajar dapat mengembangkan pengetahuan-nya mengenai konsep ini, baik dalam menyelesai-kan suatu permasalahan maupun dalam aplikasinya dalam kehidupan nyata. Sebagai contoh, pada me-sin-mesin pembangkit energi dan pengguna energi, semuanya hanya mentransfer energi dan tidak menghilangkan atau menciptakan energi. Selain memahami konsep-konsep, pembelajar juga di-tuntut untuk memahami pengetahuan yang me-nyangkut perhitungan (algoritmik) dari perluasan hukum termodinamika tersebut.

Karakteristik materi termodinamika yang kompleks menimbulkan beberapa kendala dalam proses pembelajarannya di kelas. Untuk mengeta-hui lebih jauh mengenai kendala-kendala yang dite-mui pada saat mempelajari materi termodinamika maka dilakukan wawancara pada mahasiswa yang telah mengikuti mata kuliah Kimia Fisik I. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bah-wa: 1) Mahasiswa cenderung tidak menunjukan minat/ketertarikan yang baik terhadap materi termodinamika. 2) Mahasiswa masih sering meng-

alami kesulitan dalam memahami materi termodi-namika. 3) Pemahaman terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting sangat kurang sehingga mahasiswa cenderung belajar dengan hanya meng-hafal rumus-rumus tanpa memahami maknanya. Selain itu, berdasarkan hasil survei lapangan yang telah dilakukan di Universitas Negeri Malang untuk tahun ajaran 2010/2011 didapatkan fakta bahwa di setiap kelas selalu ada mahasiswa yang mengulang mata kuliah Kimia Fisik I.

Kecenderungan baru dalam pengajaran kimia saat ini adalah pada penguasaan konsep kimia yang dicapai dengan melakukan pendekatan proses. Arti-nya, dalam pembelajarannya lebih ditekankan pada bagaimana proses yang dialami oleh pembelajar untuk menguasai konsep kimia, bukan dengan cara menghafal informasi yang diberikan. Selain itu, agar tujuan pembelajaran dapat dicapai lebih efektif maka digunakan paradigma baru dalam pendidikan kimia, yakni paradigma kontruktivis. Hal ini bertujuan agar permasalahan dalam pembelajaran dapat dipahami dan dipecahkan oleh pembelajar sendiri (Rahayu, 2001), sehingga pembelajar tidak akan mudah melupakan apa yang diperolehnya.

Sebagian besar pembelajar kurang terlatih dalam mengembangkan ide-idenya di dalam me-mecahkan masalah, belum mampu berpikir kritis dan berani mengungkapkan pendapat. Hal ini me-nyebabkan perlunya diterapkan model pembelajar-an yang dapat meningkatkan kemampuan peme-cahan masalah. Pengembangan kemampuan peme-cahan masalah akan lebih baik ditingkatkan melalui strategi instruksional pemecahan masalah. Bebera-pa literatur cenderung menganjurkan strategi ins-truksional yang berbeda untuk meningkatkan ke-mampuan pemecahan masalah (Payne dalam Jegede, 2007:801). Adapun model pembelajaran yang dapat menjadi alternatif untuk diterapkan antara lain problem solving dan problem posing. Problem solving dan problem posing merupakan pembelajaran yang membutuhkan proses berpikir, analisis data, evaluasi, dan refleksi. Oleh karena itu, problem solving dan problem posing dirasa tepat untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Pada problem solving, pemecahan masa-lah dilakukan dengan cara menyelesaikan masalah yang diberikan. Sedangkan pada problem posing, pemecahan masalah diperoleh dengan cara merumuskan masalah yang dapat diselesaikan (Sheikhzade, 2010:1-3).

Model pemecahan masalah (problem solving) adalah model pembelajaran yang melatih pembe-

Page 16: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 16

lajar menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama (Kusumah, 2008). Permasalahan dalam problem solving dapat berasal dari pengajar (dosen) maupun teksbook yang permasalahannya sudah pasti. Pembelajar akan dilatih untuk mema-hami suatu permasalahan (berupa pertanyaan atau soal) yang diberikan. Dalam problem solving, pembelajar melakukan pendekatan dan mengana-lisis masalah dengan lebih rinci dan sistematis. Hal ini dilakukan dengan cara mencari hubungan antar konsep yang berkaitan dengan masalah sehingga dapat diperoleh solusi dari masalah tersebut.

Model pembelajaran lain yang dapat diguna-kan sebagai alternatif adalah problem posing. Problem posing merupakan model pembelajaran yang proses belajarnya disesuaikan dengan ke-mampuan pembelajar (Najoan dalam Mustapa, 2009:29). Sebagian pembelajar mungkin tidak mengalami kesulitan dalam memahami dan menye-lesaikan suatu permasalahan yang diberikan oleh pengajar. Akan tetapi, sebagian lagi mungkin akan mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah. Jika masalah yang dipecahkan terlalu kompleks, dapat menimbulkan rasa cemas dan menurunkan motivasi pembelajar dalam memecahkan masalah (Yudha, 2009:51). Oleh karena itu, cara lain yang bisa dipakai adalah problem posing.

Problem posing dapat diartikan membangun atau membentuk permasalahan. Pembelajar dilatih untuk memecahkan suatu masalah dengan meru-muskan pertanyaan yang bisa diselesaikan. Peng-ajar memberikan situasi masalah dan yang menyu-sun atau merumuskan masalah adalah pembelajar. Problem posing dapat dijadikan alternatif bagi pembelajar yang kurang berhasil dalam problem solving. Pembelajar diberikan situasi masalah yang lebih familiar sehingga membuat masalah yang dirumuskan menjadi lebih menarik. Pembelajar yang mengajukan masalah menjadi lebih tertarik dan termotivasi dalam menemukan solusinya (Dickerson dalam Akay and Boz, 2006:1282). Mo-del pembelajaran problem posing meningkatkan keaktifan pembelajar selama proses pembelajaran karena pembelajar dilatih untuk membuat soal. Pembelajar perlu memiliki pengalaman yang bervariasi dalam membuat soal dan mengerjakan-nya.

Model pembelajaran problem solving dan problem posing memiliki keunggulan dalam me-nunjang kemajuan berpikir pembelajar. Akan tetapi

model pembelajaran ini memiliki beberapa kele-mahan antara lain: 1) Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain. 2) Pada problem solving, jika masalah terlalu kompleks dapat menimbulkan kecemasan dan menurunkan motivasi pembelajar. 3) Pada problem posing, kualitas pertanyaan yang dihasilkan terkadang tidak terlalu bagus karena hal ini sangat bergantung pada pengetahuan mendasar yang dimiliki pembelajar terkait dengan topik masalah.

Untuk memaksimalkan proses pembelajaran di kelas maka diperlukan suatu solusi yang tepat untuk mengatasi problematika di atas. Hal ini penting untuk diperhatikan agar pembelajaran ter-modinamika di kelas dengan menggunakan pro-blem posing dan problem solving dapat terlaksana dengan efektif sehingga dapat dicapai kompetensi peserta didik yang diharapkan.

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka dapat dituliskan rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimanakah cara memaksimalkan pelaksanaan model pembelajaran problem solving dan problem posing pada materi termodinamika? 2) Bagaimanakah sintaks yang sesuai untuk model pembelajaran problem solving dan problem posing pada pembelajaran termodi-namika di kelas?

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mendeskripsikan penggunaan model pembe-lajaran problem solving dan problem posing untuk materi termodinamika. 2). Untuk mengetahui sintaks atau langkah yang sesuai untuk model pem-belajaran problem solving dan problem posing se-hingga dapat diterapkan di kelas secara maksimal.

PEMBAHASAN

Problematika yang ditemui pada saat mene-rapkan model pembelajaran problem solving dan problem posing adalah memerlukan waktu pelaksa-naan yang cukup lama karena aktivitas mental yang harus dilalui pembelajar cukup banyak. Keseluruh-an aktivitas mental tersebut harus dilalui pembe-lajar agar proses berpikir pembelajar dapat berkembang menjadi lebih baik. Jika salah satu dari tahap kognitif tersebut tidak dilalui oleh pembelajar maka dikhawatirkan akan memberikan pengaruh terhadap proses berpikirnya sehingga menjadi tidak maksimal. Hal tersebut menjadi kendala bagi pengajar dalam melaksanakan model pembelajaran

Page 17: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 17

problem solving dan problem posing. Apalagi jika pembelajar belum terbiasa dengan problem solving dan problem posing. Pada tahap awal akan cukup sulit karena peran yang dituntut adalah menjadi pembelajar aktif dan mandiri sehingga perlu pem-bimbingan intensif dari pengajar.

Hal ini dapat disiasati dengan cara mem-biasakan pembelajar untuk memecahkan masalah (problem solving) dan membentuk pertanyaan serta menyelesaikannya (problem posing). Selain mela-kukan kegiatan tersebut di kelas, pengajar perlu memberikan task kepada pembelajar untuk dipe-lajari dan diselesaikan di luar kelas (pekerjaan ru-mah). Contoh penggunaan problem solving dalam materi termodinamika dapat ditampilkan sebagai berikut.

Problem 1

Di sebuah laboratorium kimia, satu mol gas He yang diasumsikan ideal dipanaskan pada volum tetap dari suhu 200C sampai 500C. Kapasitas kalor molar gas tersebut adalah 5/2 R. Berikan penjelas-an secara kualitatif dan kuantitatif mengenai kese-luruhan energi yang dimiliki gas He tersebut serta kalor yang terlibat dalam proses pemanasan ter-sebut.

Tahap Pemahaman Masalah

Diketahui: n He = 1 mol Cv molar = 3/2 R T1 = 200C = 293 K T2 = 500C = 323 K V2 = V1 Asumsi: gas ideal Ditanya: ∆U dan q (dalam joule) Konsep: Hukum I Termodinamika dU = đq – P dV Fungsi keadaan energi dalam dU = Cv dT + (∂U/∂V)T dV Skema:

Keadaan 1 Keadaan 2 n1 = 1 mol V2 = V1

V1 T1 = 293 K T1 = 293 K

Dugaan kualitatif awal: Berdasarkan persamaan dU = Cv dT +

(∂U/∂V)T dV maka U adalah fungsi T sehingga jika dipanaskan T2 > T1 ∆U = (+) (artinya: ∆U >>>)

Isokorik: V2 = V1 ∆U = (+) Q = (+) (artinya: sistem menyerap kalor)

Tahap Perencanaan Penyelesaian

Hubungan yang dapat digunakan: dU = Cv dT + (∂U/∂V)T dV, karena

diasumsikan gas ideal maka (∂U/∂V)T dV = 0 sehingga dU = Cv dT

Cv = n x Cv molar dU = đq – P dV, karena keadaan isokorik

maka dV = 0 sehingga dU = đq

Tahap Pelaksanaan Penyelesaian a. dU = Cv dT ∫ dU = ∫ Cv dT ∆U = Cv (T2 – T1) ∆U = (n x Cv molar) (T2 – T1) = 1 mol x 5/2 x 8,314 J/K mol x (323 K – 293 K) ∆U = 623,55 joule b. Isokorik: dU = đq ∆U = Q = 623,55 joule

Tahap Review Pada tahap review dilakukan hal-hal sebagai

berikut: 1. Menyimpulkan masalah:

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa energi dalam pada volum tetap meningkat sebanyak 623,55 joule, yang berasal dari kalor yang diserap oleh sistem. 2. Pemeriksaan pada tahap pemahaman,

perencanaan, dan penyelesaian yang mencakup: Apakah jawaban sesuai dengan dugaan

kualitatif awal? Apa saja prinsip kimia yang digunakan

untuk memecahkan masalah? Apakah semua perhitungan telah

dilakukan dengan benar? Apakah dapat digunakan metode

penyelesaian lain untuk memecahkan masalah di atas?

Page 18: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 18

Apakah masalah yang lain juga dapat diselesaikan?

Sedangkan contoh penggunaan problem

posing dalam materi termodinamika dapat ditampilkan sebagai berikut:

Problem Situation 1

Energi dalam (∆U ) adalah keseluruhan energi yang dimiliki sistem dalam keadaan tertentu. Energi dalam merupakan jumlah kalor dan kerja yang dimiliki sistem. Energi dalam merupakan fungsi keadaan dan dipengaruhi oleh keadaan sistem. Variabel sistem seperti suhu dan tekanan mempengaruhi besarnya energi dalam yang dimiliki sistem.

Buatlah dua pertanyaan berdasarkan situasi soal di atas: a).................................................................. b)..................................................................

Tahap Pengulasan Informasi Energi dalam yang dimiliki sistem berupa

kalor dan kerja. ∆U = q + W (kalor) (kerja) Energi dalam merupakan fungsi keadaan

karena hanya dipengaruhi oleh keadaan awal dan keadaan akhir, tanpa memperhatikan bagaimana proses tersebut terjadi.

dU = đq + đW dU : fungsi keadaan đq dan đW : bukan fungsi keadaan Energi dalam merupakan fungsi variabel

sistem yakni fungsi suhu dan volum. U = U (T,V) Contoh: Jika pada sistem terjadi perubahan

suhu atau tekanan maka akan terjadi perubahan energi dalam yang dimiliki sistem.

Tahap Pembentukan Masalah Skema:

Alternatif pertanyaan yang dapat dirumuskan: 3. Apa yang dimaksud dengan energi dalam? 4. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

besarnya energi dalam suatu sistem? 5. Energi dalam merupakan fungsi keadaan.

Jelaskan maksud pernyataan tersebut! 6. Bagaimana perubahan energi sistem yang

berisi molekul-molekul gas jika suhu sistem dinaikkan dan volume dibuat tetap? Bagaimana pula jika suhu diturunkan?

7. Bagaimanakah perubahan energi dalam suatu sistem yang di dalamnya tidak terjadi kerja volum dan tidak terjadi proses penyerapan atau pelepasan kalor?

8. Bagaimanakah perubahan energi dalam suatu sistem yang melepaskan 10 kJ panas dan di dalamnya tidak terjadi kerja volum?

9. Bagaimanakah perubahan energi dalam 1 mol air yang memiliki kapasitas kalor spesifik 4,184 J/gram K saat dipanaskan pada volum tetap dari suhu 250C sampai suhu 500C?

Tahap Pemeriksaan Solusi Pada tahap pemeriksaan solusi dilakukan

pemeriksaan solusi dari pertanyaan yang telah dirumuskan yang mencakup:

Apakah solusi pertanyaan yang dirumuskan telah benar?

Apakah ada kemungkinan penyelesaian lain dari pertanyaan yang dirumuskan?

Apakah ada informasi baru yang berkaitan dengan pertanyaan yang dirumuskan?

Tahap Review

Pada tahap review dilakukan pemeriksaan pada tahap pengulasan informasi, pembentukan masalah, dan pemeriksaan solusi yang mencakup: 1. Apakah pertanyaan yang telah dirumuskan

sudah sesuai dengan situasi masalah yang diberikan?

2. Apakah pertanyaan telah dirumuskan bisa diselesaikan?

3. Apakah ada cara lain yang lebih mudah dalam merumuskan pertanyaan?

4. Apakah dapat dirumuskan pertanyaan yang lain? Pemberian task (pekerjaan rumah) bertujuan

untuk membekali pembelajar terlebih dahulu sehingga pada saat pelaksanaan problem solving dan problem posing di kelas pembelajar telah terbiasa dengan cara belajar tersebut. Waktu

Page 19: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 19

pelaksanaan menjadi lebih efektif. Tahapan atau sintaks dari problem solving dan problem posing juga dapat terlaksana secara maksimal dan keseluruhan materi akan dapat tersampaikan kepada pembelajar.

Selain itu, problematika pembelajaran yang ditemui pada saat pembelajaran khususnya pada saat menggunakan problem solving adalah jika masalah terlalu kompleks dapat menimbulkan kecemasan dan menurunkan motivasi pembelajar. Hal ini dapat diantisipasi dengan memodifikasi model pembelajaran. Pengajar dapat menerapkan pembelajaran secara kooperatif dalam memecah-kan masalah. Hal ini akan membantu mengurangi kecemasan pembelajar dalam memecahkan masalah yang kompleks. Pembelajar dapat berbagi dalam kelompok dan bertukar pengetahuan yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah.

Kendala pada saat pembelajaran dengan menggunakan problem posing adalah terkait dengan kualitas pertanyaan yang dibentuk. Kualitas pertanyaan berhubungan dengan pengetahuan mendasar yang dimiliki pembelajar terhadap topik masalah. Dengan memodifikasi problem posing dengan pembelajaran kooperatif maka kualitas pertanyaan dapat ditingkatkan. Pengelompokan yang heterogen menunjang proses pembelajaran dengan menggunakan problem posing. Pembelajar yang memiliki kemampuan rendah akan dapat membentuk pertanyaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Keuntungan lainnya adalah dapat berbagi pengetahuan antar anggota kelompok sehingga pembelajar dengan kemampuan rendah juga dapat meningkatkan kualitas pertanyaan yang dibentuk. Keuntungan bagi pembelajar yang me-miliki kemampuan tinggi adalah dapat ber-eksplorasi lebih luas dalam mencari alternatif pertanyaan yang akan dibentuk.

Pada pembelajaran kooperatif terdapat unsur kerjasama. Kerjasama menjadikan proses pembe-lajaran disenangi oleh pembelajar. Tujuan pembe-lajaran kooperatif adalah meningkatkan kerjasama akademik, membentuk hubungan positif, mengem-bangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan ke-mampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Pembelajaran kooperatif memberikan saling keter-gantungan positif di antara pembelajar untuk men-capai tujuan pembelajaran. Aktivitas belajar berpu-sat pada pembelajar dalam bentuk diskusi, menger-jakan tugas bersama, saling membantu dalam me-mecahkan masalah. Melalui interaksi belajar yang efektif pembelajar lebih termotivasi, percaya diri,

mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan inter-personal. Pembelajaran kooperatif memungkinkan pembelajar menguasai materi pada tingkat pengu-asaan yang relatif sama (Mariani, 2008).

Pembelajaran kooperatif telah banyak dikem-bangkan di berbagai penelitian di bidang pendidik-an. Beberapa hasil penelitian tentang pembelajaran kooperatif menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif terhadap pem-belajar yang rendah hasil belajarnya (Sanjaya, 2009:241-242). Penelitian yang dilakukan oleh Robert Slavin, Spencer Kagan, David Johnson mengungkapkan bahwa belajar kooperatif dapat memperbaiki perolehan dan retensi isi pelajaran serta meningkatkan keterampilan-keterampilan in-terpersonal serta kemampuan berpikir yang lebih baik (Heinich, et al., 2002). Suasana belajar yang belum kooperatif atau masih individual memberi-kan andil dalam menurunkan motivasi belajar se-hingga berdampak pada rendahnya hasil belajar.

Model pembelajaran problem solving dan problem posing secara kooperatif dirasa tepat untuk memaksimalkan proses belajar. Selain itu, dengan bekerja dalam kelompok akan memberikan kontri-busi yang positif terhadap setiap tahap kognitif yang dilalui pembelajar. Dengan melakukan proses pembelajaran secara berkelompok, pembelajar lebih termotivasi untuk belajar. Pembelajaran koo-peratif memberikan dampak positif dalam hal pencapaian akademik, terutama pada pembelajar yang kemampuannya rendah. Untuk membuat pembelajaran kooperatif menjadi lebih efektif, pengelompokan harus heterogen dan dilakukan dengan cermat. Jika pembelajaran kooperatif ini diorganisir dengan baik akan mengarah kepada suatu proses pembelajaran yang aktif dan keteram-pilan sosial pembelajar juga akan berkembang dengan baik melalui proses kelompok. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif akan membuat waktu belajar menjadi lebih efektif. Adanya pembagian tugas dan tanggung jawab dalam kelompok serta proses diskusi di dalam proses belajar menjadikan kegiatan belajar maksimal.

Dalam melaksanakan proses pembelajaran diperlukan langkah-langkah sistematis. Salah satu usaha pengajar adalah menggunakan model pem-belajaran yang tepat sesuai materi dan kemampuan pembelajar sehingga menunjang terciptanya kegiat-an pembelajaran yang kondusif dan menarik bagi pembelajar. Dalam hal ini perlu dikembangkan

Page 20: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 20

model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep dan perhitungan matematis, keaktifan dan kreativitas pembelajar, serta me-ngembangkan interaksi kelompok dan kerjasama. Model pembelajaran problem solving dan problem posing secara kooperatif menjadi alternatif yang sesuai untuk pembelajaran termodinamika di kelas.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran problem solving (Sudjana dalam Saprudin, 2010:414-415) yang dimodifikasi dengan pembela-jaran kooperatif disajikan pada Tabel 1.

Sedangkan langkah-langkah model pem-belajaran problem posing menurut Silver and Cai, yang dimodifikasi dengan pembelajaran kooperatif disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran

Problem Solving Kooperatif No Aktivitas Pengajar Aktivitas

Pembelajar 1 Orientasi

Pengajar menyampaikan garis besar materi dan mencontohkan cara melakukan problem solving. Pengajar meres-pon pertanyaan yang ditanyakan oleh pembe-lajar mengenai materi yang dipelajari. Pengajar membentuk kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari 4-5 orang.

Pembelajar memusatkan perhatiannya dengan sugguh-sungguh pada materi yang disampaikan pengajar. Pembelajar mengajukan pertanyaan-pertanyaan di bagian materi yang masih kurang jelas.

2 Identifikasi masalah Pengajar memberikan masalah untuk dipecahkan. Pengajar memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk memberikan respon terhadap masalah yang diberikan.

Setiap kelompok mendapatkan per-masalahan dari pengajar. Pembelajar mem-baca dan mema-hami permasalahan. Di tahap ini pembe-lajar memasuki fasa berpikir internal yang terjadi dalam mental pembelajar.

3 Mencari alternatif pemecahan Pengajar menyiapkan bahan atau alat sebagai sumber belajar berupa buku dan lain-lain. Dalam hal ini pengajar berperan sebagai fasilitator dan

Pembelajar meman-faatkan berbagai sumber belajar untuk mencari pe-mecahan masalah. Pembelajar dituntut untuk mengemuka-

pembimbing. Pengajar memonitor proses diskusi di setiap kelompok.

kan berbagai argu-mennya dalam proses pembelajaran melalui proses dis-kusi dalam kelom-pok belajarnya. Dalam proses dis-kusi kelompok ter-jadi interaksi antar pembelajar dan pro-ses saling membela-jarkan satu sama lain.

4 Menilai setiap alterna-tif pemecahan masalah Pengajar memberi pertanyaan dan tanggapan mengenai pemecahan masalah yang telah dilakukan oleh kelompok belajar. Di tahap ini, terjadi interaksi yang harmonis antara pengajar dan pembelajar. Pengajar mengontrol jalannya proses diskusi kelas.

Kelompok yang ditunjuk oleh pengajar mempre-sentasikan hasil diskusi kelompok-nya mengenai pemecahan masalah. Kelompok lain memberikan tanggapan. Pada tahap ini, terjadi proses diskusi kelas.

5 Menarik kesimpulan Pengajar bersama-sama pembelajar menyimpul-kan masalah yang diberikan.

Pembelajar me-nyimpulkan hasil diskusi dengan arahan dari pengajar.

Tabel 2. Langkah-langkah Model Pembelajaran

Problem Posing Kooperatif

No Aktivitas Pengajar Aktivitas Pembelajar

1 Pengajar menyampai-kan materi sebagai pengantar Pengajar menyampai-kan garis besar materi dan mencontohkan cara melakukan problem posing. Pengajar merespon pertanyaan yang ditanyakan oleh pembelajar mengenai materi yang dipelajari. Pengajar membentuk kelompok kooperatif yang terdiri dari 4-5 orang

Pembelajar memu-satkan perhatiannya dengan sugguh-sungguh pada mate-ri yang disampai-kan pengajar. Pembelajar meng-ajukan pertanyaan-pertanyaan di bagian materi yang masih kurang jelas.

2 Pembelajar diminta untuk menyusun/ membentuk soal

Page 21: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 21

Pengajar memberikan situasi masalah kepada setiap kelompok. Pengajar meminta pembelajar untuk merumuskan pertanyaan secara berkelompok

Pembelajar menda-patkan situasi masalah. Pembelajar memba-ca dan memahami situasi masalah. Di tahap ini pembela-jar memasuki fasa berpikir internal yang terjadi dalam mental pembelajar terkait dengan situasi masalah.

3 Soal yang disusun, didiskusikan dengan teman Pengajar mengumpul-kan soal yang dibuat masing-masing kelompok kemudian menukarkannya ke kelompok lain. Pengajar meminta kelompok lain mendiskusikan dan menyelesaikan pertanyaan tersebut.

Setiap kelompok menerima pertanya-an yang dibuat oleh kelompok lain. Masing-masing kelompok mengkaji pertanyaan dan mencari penyelesai-annya. Pembelajar dituntut untuk mengemukakan berbagai argumen-nya dalam proses diskusi dalam kelompok belajar-nya. Dalam proses diskusi kelompok terjadi interaksi antar pembelajar dan proses saling membelajarkan satu sama lain.

4 Membahas jawaban soal yang dibentuk Pengajar meminta kelompok pengkaji per-tanyaan untuk mempre-sentasikan penyelesaian dari pertanyaan yang dibuat oleh kelompok lain. Pengajar meminta kelompok pembuat per-tanyaan memberikan tanggapan dan diikuti oleh kelompok lain. Pengajar mengontrol jalannya proses diskusi. Pengajar memberikan tanggapan di akhir diskusi.

Kelompok pengkaji pertanyaan yang ditunjuk oleh peng-ajar mempresenta-sikan hasil diskusi kelompoknya me-ngenai penyelesai-an pertanyaan yang telah disusun. Kelompok lain memberikan tang-gapan. Pada tahap ini, terjadi proses diskusi kelas.

5 Menarik kesimpulan Pengajar bersama-sama

Pembelajar me-

Apabila pengajar dapat menerapkan tahapan-

tahapan pembelajaran problem solving dan pro-blem posing kooperatif di kelas secara benar dan sesuai seperti yang dipaparkan di atas maka proses pembelajaran akan menjadi efektif. Dengan demi-kian disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki beberapa kelebihan antara lain: 1) Mem-berikan kesempatan pada pembelajar untuk melak-sanakan pembelajaran dengan menggunakan pro-blem solving dan problem posing sehingga menjadi lebih mudah. 2) Kelompok dapat memecahkan dan atau merumuskan permasalahan yang lebih kom-pleks dibandingkan jika bekerja secara individu, sehingga pembelajar dapat mengambil keuntungan dari pembelajaran ini. 3) Setiap individu dapat ber-latih mempraktikkan rencana yang disusun dan memonitor kemampuan yang harus dimiliki untuk menunjang proses belajarnya 4) Dalam proses dis-kusi, pembelajar saling berhubungan satu sama lain dan dapat memperbaiki miskonsepsi yang mungkin terjadi. 5) Mengurangi rasa takut dan cemas dalam diri pembelajar karena mereka tidak menjawab secara individu, tetapi berkelompok.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesulitan dalam mempelajari dalam materi termodinamika diharapkan dapat disiasati dengan cara pengajar menerapkan model pembelajaran yang menunjang pengembangan kemampuan ber-pikir pembelajar. Model pembelajaran problem sol-ving dan problem posing dapat digunakan sebagai alternatif untuk diterapkan dalam pembelajaran termodinamika. Penerapan model pembelajaran problem solving dan problem posing secara koo-peratif di kelas membuat waktu belajar menjadi lebih efektif. Selain itu, adanya pembagian tugas dan tanggung jawab dalam kelompok serta aktivi-tas diskusi akan dapat memaksimalkan proses bela-jar. Model pembelajaran problem solving dan pro-blem posing lebih tepat dipadukan dengan pembe-lajaran kooperatif. Dengan menerapkan sintaks atau tahapan pembelajaran problem solving dan problem posing secara kooperatif dengan benar maka proses pembelajaran di kelas akan maksimal. Disarankan, sebaiknya dalam menerapkan model pembelajaran problem solving dan problem posing

Page 22: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 22

secara kooperatif benar-benar diorganisir dengan baik materi dan waktu pelaksanaannya agar proses

pembelajaran termodinamika di kelas menjadi efektif.

DAFTAR RUJUKAN

Akay, H. and Boz, N. 2006. The Effect of Problem Pos-ing Oriented Calculus-II Instruction on Aca-demic Success, (Online), (http://ietc2008.home.anadolu. edu.tr, diakses tanggal 1 Pebruari 2010).

Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisika (terjemahan) edisi keempat. Jakarta: Erlangga.

Heinich, et al. 2002. Instructional Media and Technol-ogy for Learning. New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Jegede, S.A.C. 2007. The Effcet of Problem-Solving Technique on Students’ Competence in Tackling Chemical Problems. Research Journal Of Ap-plied Sciences, 2(7): 801-803.

Kusumah, W. 2008. Model-model Pembelajaran, (Online), (http://www.wijaya labs.com/2008/04/, diakses tanggal 1 Januari 2010).

Mariani. 2008. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (http://scmariani-unnes.blog spot.com/2008/11/pembelajaran-kooperatif-pembelajaran.html, diakses tanggal 1 Januari 2010).

Mustapa, K. 2009. Efektivitas Pembelajaran Problem Posing dalam Meningkatkan Proses Belajar, Motivasi, dan Hasil Belajar Mahasiswa pada

Mata Kuliah Kimia Dasar I FKIP Universitas Tadulako. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana UM.

Rahayu, S. 2001. Kecenderungan Pembelajaran Kimia di Awal Abad 21. Jurnal MIPA. 30(2): 1-18.

Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Saprudin. 2010. Pengembangan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah untuk Mengembangkan Kecakapan Berpikir Rasional Siswa dalam Pembelajaran Fisika di SMP. Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010, ISBN: 978-979-98010-6-7.

Sheikzade, M. 2010. Promoting Skills of Problem-Posing and Problem-Solving in Making a Crea-tive Social Studies Classroom, (Online), (http://www.inter -disciplianary.net, diakses tanggal 24 April 2010).

Yudha, I. 2009. Pengaruh Model Pembelajaran Prob-lem Solving-Kooperatif terhadap Pemahaman Konseptual dan Algoritmik, serta Motivasi Bela-jar Mahasiswa pada Pokok Bahasan Termodi-namika Kimia. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana UM.

Page 23: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 23

KENDALA DAN ALTERNATIF SOLUSI IMPLEMENTASI LESSON STUDY PADA PEMBELAJARAN PEMISAHAN

CAMPURAN DI SMP NEGERI 1 SUKOREJO

Dwi Ratna Wati Hayuni Retno Widarti

SMPN I Sukorejo Kabupaten Pasuruan Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Lesson study merupakan salah satu cara untuk meningkatkan proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran yang dilaksanakan secara kolaboratif dan berkelanjutan oleh sekelompok guru. Di Pasuruan telah dilakukan kegiatan Lesson Study berbasis Sekolah (LSBS) di SMPN 1 Sukorejo. Berdasarkan hasil observasi dan ferleksi pembelajaran pada kegiatan Lesson Study di SMPN 1 Sukorejo pada pelajaran Kimia tentang pemisahan campuran ditemukan beberapa kendala yang dialami oleh guru dan siswa. Kendala tersebut, pertama adalah siswa belum paham langkah-langkah percobaan, solusinya adalah siswa diminta membaca LKS dengan cermat sebelum melakukan percobaan. Kedua perlu waktu yang lama dalam mengaduk garam dan air, solusinyagaram yang dipakai sebaiknya garam halus butirannya. Ketiga siswa kesulitan mengisi table pada LKS, solusinya kalimat pada table lebih sederhana dan komunikatif agar siswa mudah paham. Keempat masih ada siswa yang pasif dalam setiap kelompok, solusinya sebaiknya dalam setiap kelompok ada pembagian tugas dan peran yang baik. Kelima siswa tidak konsentrasi pada saat presentasi hasil praktikum karena kelas lain sudah banyak yang pulang, solusinya lebih banyak melibatkan siswa dan memotivasi siswa bahwa kelasnya terpilih sebagai kelas percontohan dalam kegiatan lesson study. Dari hasil refleksi diperoleh kesimpulan sebagai berikut: dalam menyusun RPP termasuk LKS hendaknya dibaca dulu dan minta saran dari guru lain dengan bidang studi yang sama. Langkah-langkah pada LKS hendahnya menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif agar lebih mudah dipahami oleh siswa. Sebelum melakukan percobaan sebaiknya LKS diuji coba lebih dahulu agar mengetahui kendala yang mungkin terjadi. Perlu dukungan dari pihak kepala sekolah untuk mendukung kegiatan lesson study.

Kata kunci: Lesson Study, pemisahan campuran

Lesson study merupakan salah satu model pembinan profesi guru melalui pengkajian pembe-lajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlan-daskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual lerning untuk membangun komunitas belajar. Les-son study telah diterapkan di Kabupaten Pasuruan dan merupakan salah satu kegiatan di Kabupaten Pasuruan yang bekerjasama dengan project SiSSTEM-JICA yang merupakan salah satu kegiat-an pendukung untuk meningkatkan mutu pendidik-an di Indonesia khususnya dalam bidang studi MIPA. Kegiatan Lesson study banyak memberikan solusi dalam meningkatkan mutu proses pembe-lajaran.

Ilmu Pengetahuan (sains) merupakan ilmu yang diperoleh melalui pengamatan dan penelitian terhadap alam serta gejala-gejala alam. Sains meli-

puti berbagai disiplin keilmuan antara lain Bilogi, Kimia dan Fisika. Kimia adalah cabang dari Ilmu pengetahuan (sains) yang mempelajari materi (zat) dan perubahannya.

Dalam kehidupan sehari-hari kita senantiasa berhubungan dengan bahan-bahan kimia baik yang alami maupun buatan, sehingga Kimia merupakan ilmu yang berhubungan langsung dengan kehidup-an peserta didik. Oleh karena itu pembelajaran ki-mia bertujuan agar peserta didik memahami kon-sep-konsep kimia dan peranannya yang sangat pen-ting untuk memenuhi kebutuhan manusia, karena jika kita perhatikan benda-benda disekitar kita sebagian besar dihasilkan melalui proses kimia.

Salah satu materi pokok bahasan dalam Kimia di SMA adalah campuran. Campuran banyak dite-mukan di alam misalnya air, tanah, udara minyak

Page 24: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 24

bumi, dan batuan. Sebagian zat penyusun campur-an sangat berguna bagi manusia, sedangkan seba-giannya lagi merugikan. Zat-zat yang merugikan bagi manusia perlu dipisahkan dari zat penyusun-nya yang berguna. Sebagai contoh zat-zat pengotor perlu dipisahkan pada pengolahan air minum supa-ya layak dikonsumsi. Oleh karena itu perlu dilaku-kan proses pemisahan untuk memperoleh zat-zat yang layak dikonsumsi untuk kebutuhan hidup ma-nusia.

Proses pemisahan zat-zat penyusun dalam campuran tidak hanya untuk memisahkan zat yang merugikan, pemisahan juga dilakukan berdasarkan manfaat dari setiap zat penyusun. Bagaimana cara memisahkan zat-zat penuyus dari suatu campuran?

Zat-zat penyusun campuran dapat dipisahkan berdasarkan perbedaan sifat setiap zat. Contoh sifat-sifat zat tersebut adalah perbedaan titik didih, kelarutan atau ukuran partikel. Campuran dapat di-pisahkan dengan menggunakan berbagai macam metode. Beberapa metode pemisahan campuran adalah sebagai berikut.

PENYARINGAN (FILTRASI)

Penyaringan digunakan untuk memisahkan campuran yang zat penyusunnya berupa cairan dan padatan. Ukuran padatan cukup kecil sehingga ti-dak mengendap didasar cairan tetapi tersebar pada cairan. Penyaringan dilakukan dengan menuang campuran keatas kertas saring yang ada di atas se-buah corong gelas, kertas saring akan menahan pa-datan yang lebih besar daripada ukuran pori-pori kertas saring. Padatan yang tertinggal pada kertas saring disebut residu, sementara zat dengan ukuran partikel lebih kecil dari lubang saring akan lolos melalui kertas saring. Zat yang dapat melewati ker-tas saring disebut filtrate. Metode Penyaringan da-pat digunakan untuk memisahkan pengotor yang terdapat dalam suatu cairan atau udara.

PENGUAPAN (EVAPORASI)

Penguapan dapat digunakan untuk memisah-kan larutan yang zat penyusunnya padatan dan cairan dimana padatan tersebut larut dalam cairan. Metode penguapan dilakukan dengan memanaskan larutan. Pemanasan dapat mengakibatkan pelarut akan menguap sedangkan padatan yang terlarut akan tertinggal kedalam wadah. Metode penguapan dapat digunakan untuk proses pengolahan garam dari air laut.

LESSON STUDY

Lesson Study (Studi Pembelajaran) merupa-kan suatu model pembinaan profesi pendidik (guru dan dosen) melalui pengkajian pembelajaran secar kolaboratif berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar secara sederhana. Lesson Study dapat diartikan sebagai sebuah “in-service training” bagi guru dan dosen (Istamar dan Ibrohim, 2008)

Lesson Study dapat diibaratkan sebuah cermin karena dengan adanya cermin maka kita dapat melihat penampilan diri kita dan dapat memper-baiki diri kita sendiri sebelum kita dilihat atau di-nilai oleh orang lain. Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu Plan (Perencanaan), Do (Pelaksanaan), dan See (Refleksi) atau melihat kembali. Ketiga tahapan tersebut dilakukan secara berulang dan terus menerus sehingga merupakan siklus yang tak pernah berakhir, artinya selama gu-ru ingin terus meningkatkan kemampuan dan kuali-tas mengajarnya maka studi pembelajaran sabagai jawabannya (Istamar dan Ibrohim, 2008).

Kegiatan Lesson Study berbasis sekolah sudah dilaksanakan di SMPN I Sukorejo Pasuruan. Ke-giatan tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu tang-gal 3 Mei 2010, penulis menjadi guru model de-ngan pembelajaran kimia tentang pemisahan cam-puran pada kelas VII F. Kelas VII F merupakan salah satu kelas yang belum pernah digunakan un-tuk kegiatan open class selama kegiatan Lesson study berlangsung di SMP N 1 Sukorejo. Disam-ping itu kelas VII F juga merupakan kelas yang memiliki predikat kurang menyenangkan bagi Ba-pak & Ibu guru yang mengajar di kelas tersebut karena siswanya yang ramai dan kurang kooperatif. Kegiatan pembelajaran pada kelas VII F dimulai pada jam 08.30 sampai dengan jam 09.40.

Berdasarkan hasil observasi kegiatan Lesson Study di SMPN I Sukorejo pelajaran Kimia tentang pemisahan campuran tersebut ditemukan beberapa kendala yang terjadi pada saat pelaksanaan open class. Setelah dilakukan pelaksanaan pembelajaran (open class) dengan pengamatan terhadap pelak-sanaan pembelajaran yang dilakukan oleh para ob-server, maka dilakukan refleksi. Dari hasil dikusi pada kegiatan refleksi diperoleh beberapa alter-native solusi yang merupakan masukan dari para observer. Adapun kendala dan alternative solusiya diantaranya adalah sebagai berikut:

Page 25: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 25

Guru terkesan terburu-buru pada waktu men-jelaskan langkah-langlah percobaan sehingga siswa belum paham benar langkah-langkah percobaan-nya. Hal ini disebabkan pada kegiatan Lesson Study sebelumnya (Tahun 2008) dengan materi pemisahan campuran tersebut waktu yang diguna-kan pasti melebihi waktu pembelajaran yang 2x40 menit.

Solusinya, guru harus tetap tenang dan jelas dalam memberikan penjelasan pada siswa sehingga siswa memahami benar langkah-langkah percoba-an, selain itu siswa harus membaca Lembar kerja Siswa (LKS) sebelum melakukan percobaan agar tidak melakukan kesalahan dalam percobaan.

Pada waktu mengaduk garam dan air siswa melakukannya dalam jangka waktu yang lama, se-hingga banyak waktu yang digunakan dalan mela-rutkan garam saja dan langkah yang berikutnya jadi lambat.

Solusinya, garam yang digunakan seharusnya tidak perlu terlalu kasar (garam grosokan) sehingga siswa tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melarutkan garam.

Siswa kesulitan dalam mengisi tabel yang ada di LKS, karena kalimatnya yang membuat siswa bingung.

Solusinya, Tabel yang ada di LKS kalimatnya lebih disederhanakan lagi dan komunikatif agar ti-dak membuat siswa bingung dan mempermudah siswa dalam mengisi dan melengkapi table. Di-samping itu sebaiknya guru terlebih dahulu mem-berikan contoh cara pengisian dan melengkapi ta-bel tersebut kepada siswa.

Terdapat siswa yang masih pasif dalam setiap kelompok.

Solusinya, sebaiknya dalam setiap kelompok siswa terdapat pembagian tugas yang merata atau setiap siswa memiliki tugas sendiri-sendiri sehing-ga bisa membuat siswa lebih aktif.

Siswa mulai tidak konsentrasi dan fokus pada waktu presentasi karena situasi dan kondisi kelas yang lainnya sudah pulang terlebih dahulu.

Solusinya, Memeberikan motivasi lagi pada siswa bahwa kelas mereka terpilih untuk dijadikan contoh buka kelas (open class) dalam kegiatan Les-

son Study sehingga dihadiri oleh banyak guru se-bagai observer.

Berdasarkan Penilaian Unjuk Kerja Kelom-pok dari Observer menyatakan bahwa siswa yang biasanya tidak aktif di kelas dengan kegiatan Les-son Study siswa tersebut menjadi lebih aktif. Hal ini bisa juga disebabkan karena adanya banyak ob-server sehingga mereka menunujukkan keaktifan-nya dan takut kalau tidak aktif akan mendapatkan nilai yang jelek. Adanya beberapa observer juga membuat kelas VII F tidak ramai lagi serta terlihat tetap enjoy (dalam zona nyaman) dalam mengikuti pelajaran.

PENUTUP

Kegiatan Lesson Study dapat menjadi cermin diri bagi guru dalam pembelajaran yang dilakukan. Apabila terjadi kendala dan kekurangan dalam pembelajaran, maka akan dapat diperbaiki dalam kegiatan refleksi, dimana guru akan dapat mene-mukan alternative solusi dari kendala yang ada, baik itu pendapat dari teman-teman guru atau dari Bapak dan Ibu Dosen pendamping sehingga guru model dapat memperbaiki pembelajaran dimasa yang akan dating. Memang tidak ada pembelajaran yang sempurna tetapi guru sebagai pendidik harus berusaha terus menerus untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajarannya.

Kegiatan Lesson Study yang dapat membantu keberhasilan pembelajaran di kelas tidak akan da-pat berlangsung dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik dari para guru, kepalasekolah dan DIKNAS. Oleh karena itu perlu kerjasama dan dukungan baik itu melalui instansi pemerintah maupun swasta, karena kemajuan bangsa salah satunya dapat tercermin dari kemajuan di bidang kependidikan.

DAFTAR RUJUKAN

Joharmawan, R. 2006. Reformasi Sekolah melalui Kegiatan Lesson Study Kasus SMA Laborato-rium UM. Prosiding Seminar Nasional, 1(1): 235-244.

Syamsuri, I. dan Ibrohim. 2008. Lesson Study (Studi Pembelajaran). Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.

Luthfi, 2004. Sains Kimia SMP untuk kelas VIII (tolong dilengkapi)

Page 26: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 26

Johnson, 2004. Sains Kimia SMP untuk kelas VII

IMPLEMENTASI MODEL-MODEL PENGOLAHAN INFORMASI DALAM KEGIATAN LESSON STUDY

Endang Budiasih

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Pergeseran paradigma pembelajaran diakui telah terjadi pada saat ini. Namun demikian, banyak peneliti yang melaporkan tentang permasalahan rendahnya pemahaman konsep, utamanya dalam bidang sains. Rendahnya pemahaman konsep ini dikontribusi oleh pembelajaran yang sifatnya penerusan informasi atau pemberitaan isi buku yang masih banyak dilakukan dalam dunia pendidikan kita. Pembelajaran lebih banyak menekankan pada konten, penjejalan fakta, dan kurang menekankan pada proses. Pembelajaran sains seharusnya menekankan baik konten maupun proses. Pendekatan inkuiri telah diyakini unggul dalam pembelajaran sains untuk meningkatkan pemahaman konsep, sikap ilmiah, dan keterampilan strategi kognitif yang diperlukan dalam memecahkan masalah. Ada dua macam pendekatan inkuiri, yaitu inkuiri terbimbing dengan contoh pembelajaran menggunakan POGIL Activity, dan inkuiri bebas dengan contoh pembelajaran menggunakan MORE Thinking Frame.

Kata kunci: inkuiri, POGIL Activity, MORE Thinking Frame

Pada abad pengetahuan sekarang ini, telah terjadi pergeseran paradigma pembelajaran, seperti: 1) dari fokus pada penyajian materi menjadi fokus pada penciptaan lingkungan belajar yang sesuai dengan kebutuhan pebelajar, 2) dari pembelajaran yang terkesan mencurahkan informasi menjadi proses membantu pebelajar mengembangkan ilmu pengetahuan, 3) dari pebelajar pasif menjadi pe-belajar aktif, 4) dari pembelajaran yang kurang konstektual menjadi lebih kontekstual, dan 5) dari evaluasi yang bersifat “pencil and paper test” menjadi evaluasi yang bersifat “authentic asses-sment”, dan tugas-tugas bermakna. Seiring dengan pergeseran arah pembelajaran, peran guru juga berubah, yaitu dari “sage on stage” menjadi “guide on the side” (Reigeluth & Cheliman, 2009). Seiring dengan pergeseran paradigma pembelajaran terse-but, maka konsep-konsep belajar didorong pada penciptaan sumber daya yang mampu bekerja sama, mengambil inisiatif, berpikir kritis, dan memecahkan masalah. Ardhana (2008) mengemu-kakan bahwa abad pengetahuan menginginkan paradigma belajar yang berorientasi pada proyek,

masalah, penyelidikan (inkuiri), penemuan, dan penciptaan.

Pergeseran paradigma pembelajaran diakui telah terjadi pada saat ini. Namun, banyak peneliti yang melaporkan tentang permasalahan rendahnya pemahaman konsep, utamanya dalam bidang sains. Rendahnya pemahaman konsep ini dikontribusi oleh pembelajaran yang belum mempertimbangkan hakekat belajar dan hakekat pebelajar. Pembelajar-an yang sifatnya penerusan informasi atau merosot pada pemberitaan isi buku, masih banyak dilaku-kan dalam dunia pendidikan kita. Selain itu, pembelajaran lebih banyak menekankan pada konten, penjejalan fakta, dan kurang menekankan pada proses. Hal ini hanya akan mendorong tercip-tanya sumber daya yang hanya mampu berpikir pada tingkat rendah. Oleh karena itu, pembelajaran yang bersifat penerusan informasi dan “content oriented” perlu dihindari (Raka Joni, 2008).

Hasil evaluasi kegiatan Bimtek KTSP tahun 2009 dan hasil supervisi dan evaluasi RSKM/ RSSN, RPBKL, RPSB, dan KTSP tahun 2009 yang dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan SMA menemukan bahwa pada umumnya pembela-

Page 27: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 27

jaran sudah mulai bergeser ke “student centered”, tetapi guru belum termotivasi untuk memodifikasi model-model pembelajaran yang ada. Guru belum memahami bahwa model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran, belum dapat membedakan antara pendekatan, strategi, metode, dan teknik dalam model pembelajaran. Guru lebih mementingkan penyampaian informasi daripada membelajarkan siswa. Bahkan ada indi-kasi guru menganggap bahwa model pembelajaran yang efektif harus menggunakan peraatan yang canggih/lengkap. Sementara itu, di beberapa seko-lah belum memiliki peralatan yang dimaksud. Kon-disi ini digunakan sebagai alasan untuk belum me-ngembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.

Dalam Juknis yang sama dituliskan pula tentang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 19 ayat 1, yang tertulis sebagai berikut; Proses pembelajaran pada satuan pendidik-an diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta di-dik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan per-kembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompe-tensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran dise-suaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik serta karakteristik dari setiap indikator dan kompe-tensi yang hendak dicapai pada setiap masa pelajaran.

Joyce & Weill (1996) menggolongkan model-model pembelajaran ke dalam empat rumpun yaitu sebagai berikut: Rumpun model-model pengolahan informasi,

misalnya model latihan induktif, latihan inkuiri, synectics dan yang lainnya;

Rumpun model-model pribadi/individual, misal model pengajaran non direktif, system konseptual, dan yang lainnya;

Rumpun model-model sosial, misalnya role playing (bermain peran), dan pasangan dalam belajar (partners in learning);

Model-model perilaku, misalnya mastery learning, self control.

Sains pada hakekatnya adalah produk dan proses. Pembelajaran sains tidak bisa mengabaikan aspek penting bagaimana proses pemerolehan produk sains. Pembelajaran sains sudah semestinya menekankan baik produk (content) maupun proses. Pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri telah diyakini unggul dalam pembelajaran sains un-tuk meningkatkan pemahaman konsep, sikap il-miah, dan keterampilan strategi kognitif yang di-perlukan dalam memecahkan masalah. Oleh karena itu dalam bahasan selanjutnya akan lebih ditekan-kan pada pendekatan inkuiri yang sesungguhnya sudah diimplementasikan pada kegiatan-kegiatan Lesson Study.

MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI

Menurut Joyce & Weill (1996), pembelajaran inkuiri termasuk dalam rumpun model-model pengolahan informasi. Inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek per-tanyaan. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu pro-ses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis. Inkuiri sebenarnya merupakan prosedur yang biasa dilakukan oleh ilmuwan dan orang dewasa yang memiliki motivasi tinggi dalam upaya memahami fenomena alam, memperjelas pemahaman, dan me-nerapkannnya dalam kehidupan sehari-hari.

Secara umum, inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan-kegiatan mengob-servasi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah diketahui, melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, meng-analisis dan menginterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya. Seba-gai strategi pembelajaran, inkuiri dapat diimple-mentasikan secara terpadu dengan strategi lain sehingga dapat membantu pengembangan pengeta-huan dan pemahaman serta kemampuan melakukan kegiatan inkuiri oleh siswa.

Page 28: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 28

Melalui pembelajaran dengan model latihan inkuiri ini, siswa diperlakukan sebagai ilmuwan yang mengembangkan metode ilmiah dalam proses menemukan. Hasil pembelajaran yang dapat diraih siswa antara lain kemampuan merancang dan melakukan penemuan ilmiah, merumuskan penje-lasan ilmiah dari hasil penemuan eksperimen, serta mampu mengkomunikasikan secara efektif hasil penemuan ilmiahnya.

BEBERAPA MACAM POLA PEMBELAJARAN SECARA INKUIRI

Terdapat dua macam tingkatan inkuiri berda-sarkan variasi bentuk keterlibatan siswa selama proses pembelajaran, yaitu:

Inkuiri Terbimbing

Disebut juga inkuiri tingkat pertama, dimana masalah dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku teks kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut di bawah bimbingan yang intensif dari guru. Inkuiri tipe ini, tergolong kategori inkuiri terbimbing karena siswa dibimbing secara hati-hati untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapkan kepadanya.

Dalam inkuiri terbimbing kegiatan belajar harus dikelola dengan baik oleh guru dan luaran pembelajaran sudah dapat diprediksikan sejak awal. Inkuiri jenis ini cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran mengenai konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang mendasar dalam bidang ilmu tertentu. Ada beberapa karakteristik dari inkuiri terbimbing yang perlu diperhatikan yaitu: (1) siswa mengembangkan kemampuan berpikir melalui observasi spesifik hingga membuat inferensi atau generalisasi, (2) sasarannya adalah mempelajari proses mengamati kejadian atau obyek kemudian menyusun generalisasi yang sesuai, (3) guru mengontrol bagian tertentu dari pembelajaran misalnya kejadian, data, materi dan berperan sebagai pemimpin kelas, (4) tiap-tiap siswa berusaha untuk membangun pola yang bermakna berdasarkan hasil observasi di dalam kelas, (5) kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium pembelajaran, (6) biasanya sejumlah generalisasi tertentu akan diperoleh dari siswa, (7) guru memotivasi semua siswa untuk mengkomunikasi-kan hasil generalisasinya sehingga dapat diman-faatkan oleh seluruh siswa dalam kelas.

Berikut diberikan contoh satu pembelajaran inkuiri yang disebut Process-Oriented Guided In-quiry Learning (POGIL). Kelas yang mengguna-kan POGIL sebagai pendekatan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Siswa bekerja dalam kelompok kecil (biasanya

3-4 orang); guru bertindak sebagai fasilitator; siswa bekerja dengan aktivitas yang dirancang

dengan baik, biasanya dalam kegiatan belajar dengan Model Learning Cycle;

siswa melakukan refleksi terhadap hasil dan proses belajarnya. Aktivitas POGIL difungsikan untuk meng-

ikuti tiga fase pembelajaran dalam model “Lear-ning Cycle”. Learning Cycle adalah strategi pembe-lajaran yang pertama kali dipergunakan dalam ele-mentary science program yang dinamakan “The Science Curriculum Improvement Study (SCIS, 1974). Strategi ini banyak dipergunakan dalam berbagai jenjang pembelajaran, termasuk tingkatan universitas, walau pertama kali diperlukan pada tingkat elementary. Learning Cycle mempunyai tiga fase pembelajaran, yaitu exploration, concept introduction, dan concept application. Pada fase exploration, siswa mencari pola keteraturan dari konsep yang akan dipelajari. Tujuan fase ini adalah “to engage the student in a motivating activity, re-quiring hands-on experiences and verbal interac-tion, that will provide a basis for the development of specific concepts or concepts and vocabulary pertinent to concepts”. Sebagai contoh, pada pem-belajaran tentang sel, yaitu perbedaan antara sel hewan dan tumbuhan, maka pada fase ini siswa akan mengamati berbagai sel seperti Onion skin, Squamous epithelium, dan Elodea, di bawah mik-roskop. Siswa menggambarkan perbedaan dan ke-samaan dari sel-sel tersebut.

Pada fase berikutnya, yaitu concept introduc-tion atau concept invention, guru mengumpulkan informasi dari siswa tentang hasil eksplorasinya, dan menggunakannya untuk memperkenalkan kon-sep-konsep utama, dan hubungan antar konsep ataupun istilah-istilah yang diperlukan terkait pokok bahasan yang dipelajari. Oleh karena itu, fase ini disebut juga “concept invention” atau “term introduction” (Lawson, 1995). Selama fase ini guru bisa menyarankan siswa untuk melihat text books, audio visual aids, atau materi pembelajaran yang lain. Pada fase ini bisa terjadi diskusi siswa-siswa maupun guru-siswa untuk mengklarifikasi konsep-konsep yang dipelajari. Dengan menggunakan con-

Page 29: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 29

toh pembelajaran tentang sel di atas, guru memper-silahkan siswa untuk melaporkan apa yang diamat-inya di bawah mikroskop tentang perbedaan sel tumbuhan dan hewan. Dengan menggunakan in-formasi dari siswa ini, guru memberikan penjelasan lebih jauh tentang perbedaan sel tumbuhan dan hewan.

Fase terakhir, yaitu “concept application” mempersilahkan siswa untuk mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Pada pembelajaran tentang sel tersebut, siswa diminta lebih jauh mengidentifikasi sejumlah sel, dan di-minta untuk mengelompokkan apakah sel tersebut termasuk sel hewan atau sel tumbuhan, serta alasan (reasoning) dasar pengelompokan tersebut.

Contoh lain dari POGIL Activity adalah pada pembelajaran struktur atom. Pada fase eksplorasi, siswa mengamati gambar 1.

Setelah siswa mengamati Gambar 1 dengan dipandu oleh guru, siswa mencoba menjawab per-tanyaan yang bersifat critical thinking question pada fase “concept invention” atau concept intro-duction. Dengan menggunakan pertanyaan yang bersifat “guiding question”, siswa belajar lebih jauh tentang atom, ion, nomor massa, isotop, dan se-terusnya. Beberapa contoh critical thinking ques-tion dapat dituliskan sebagai berikut: 1. Berapa jumlah proton yang terdapat pada

12C? 13C? 13C-? 2. Berapa jumlah netron yang terdapat pada

12C? 13C? 13C-? 3. Berapa jumlah elektron yang terdapat pada

12C? 13C? 13C-? 4. Apa yang membedakan antara atom netral

dengan ion? 5. Buat satu pernyataan untuk menentukan

muatan sebuah ion. 6. Berdasarkan model pada Gambar 1. 7. Apa persamaan dari atom karbon dan ion

karbon? 8. Apa persamaan dari atom hidrogen dan ion

hidrogen? 9. Berapa jumlah proton, netron, dan elektron

pada sebuah atom 1H+? 10. Angka yang terdapat di atas simbol atom

pada tabel sistem periodik disebut nomor atom. Apa arti dari nomor atom?

11. Berdasarkan jawaban anda pada soal nomor 6, apa persamaan dari seluruh atom nikel (Ni)?

12. Apa yang membedakan ciri isotop pada elemen tertentu?

13. Nomor massa adalah angka yang terdapat di sebelah kiri atas simbol atom (seperti pada gambar). Bagaimana menentukan besar nomor massa berdasarkan struktur atom?

14. Dimana terdapat sebagian besar massa sebuah atom, di dalam inti atau di luar inti? Kemukakan alasan anda dengan menggunakan Bahasa Inggris yang baik dan benar.

Pada fase aplikasi konsep, siswa bisa diajak

menganalisis sistim periodik unsur, terkait makna simbol-simbol dan tabel tersebut. Jadi, jelas pada POGIL Activity, tidak hanya ditekankan pada penguasaan konsep melalui pemahaman oleh siswa, tapi juga meningkatkan kemampuan learning skills, seperti berpikir kritis, pemecahan masalah, dan self assessment. An Example of a High School Student’s Initial Model (oleh siswa)

“An antacid is a more basic substance that will try to neutralize or raise the pH of the acid in the stomachs. The antacids break the acid par-ticles apart to make the molarity lower. When the antacid, if it a base, is added to the acid in the stomach, they would make water and salt as a product. (Student drawing showing antacid being added to stomach, and water and salt as prod-ucts).

Stomach + antacid H2O (water + salt) (acid) (base)

The smaller the molarity of the acid, the

less harsh it will be. Therefore, when the molar-ity is lowered, it will lower the pH and relieve the pain it is causing.”

Important characteristic of effective antacids

“pH level, the higher the better; chewable, swallowable, or liquid; molarity, higher pH; size, lower surface area = higher rate of reac-tion; type of base used. The acid will start out with a high level of hydronium or H2O+, and to neutralize it, hydroxide or OH- must be added. When using an antacid, when it reacts, would it fizz or bubble? Would the fizzing and bubbling have anything to do with LeChatlier’s theory?”

Page 30: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 30

Gambar 1: Atom

Keterangan: Inti atom terdiri dari proton dan netron amu = atomic mass unit (satuan massa atom) 1H and 2H isotop hidrogen. 12C and 13C

adalah isotop karbon

An Example of a High School Student’s Final Re-fined Model

“On the macroscopic level the main thing we can see is fizzing and bubbling.the color also changed because of the pH indikator. When we started, the acid had a very low pH and the ant-acid always significantly raise the pH… On the molecular level, when the basic molecules come into contact with the acidic ones, they break each other apart and form a substance. We discovered that the most effective antacids have calcium carbonate as their main ingredient. This means it won’t create a salt and water but instead it will create water, carbon dioxide, and a salt. This would explain why the products bubbles and fizzes. (Student drawing showing bubbles labeled “CO2”rising from a container of liquid. The liq-uid phase is labeled “H2O + salt.”) I am not sure what the actual antacid particles look like on a molecular level, but I am guessing the antacid

particles are attracted to acid particles to even the pH out. The antacid particles come between the acid particles and reattach with their polar matched ion. (Student drawing showing reac-tants composed of Ant+Ant- and H+Cl- and prod-ucts composed of Ant+Cl- and H+Ant-). These antacids don’t necessarily contain hydroxide but more often contain a type of carbonate. It is true that the lower the original molarity of the acid, the easier and faster the pH will raise. We were unable to test the pH of the antacid before, so we don’t know the original pH of the antacids…”

KESIMPULAN

Sains pada hakekatnya adalah produk dan proses. Pembelajaran sains tidak bisa mengabaikan aspek penting bagaimana proses pemerolehan pro-duk sains. Penekanan pembelajaran sains seharus-nya berimbang, yaitu menekankan baik produk (konten) maupun proses. Pembelajaran mengguna-kan pendekatan inkuiri telah diyakini unggul dalam pembelajaran sains untuk meningkatkan pemaha-man konsep, sikap ilmiah, dan keterampilan stra-tegi kognitif yang diperlukan dalam memecahkan masalah. Salah satu pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri yang banyak dilakukan di seko-lah adalah Learning Cycle, yang terdiri dari tiga fase pembelajaran, yaitu fase “exploration”, “con-cept invention/ term introduction”, dan “concept application”.

Terdapat dua tingkatan dalam pendekatan inkuiri, yaitu inkuiri terbimbing (guided inquiry) dan inkuiri bebas. Sebagai contoh inkuiri terbimb-ing adalah Process Oriented Guided Inquiry Learn-ing (POGIL), yang biasanya selalu mengikuti pem-belajaran dengan model Learning Cycle. Sedang-kan inkuiri bebas bisa dicontohkan dengan MORE Thinking Frame. Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dapat dimasukkan dalam rumpun pembela-jaran pengolahan informasi.

DAFTAR RUJUKAN

Ardhana, I.W, 2005. Konstruktivisme dan Penerapannya dalam Pembelajaran. Makalah Seminar Pembelajaran Berbasis Kontrukstivistik: Jurusan Kimia Universitas Negeri Malang.

American Chemical Society, 2008. Chemistry in Na-tional Science Education Standards. Washington DC: ACS.

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Me-nengah Atas. 2010. Petunjuk Teknis Pelaksanaan

Page 31: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 31

Pembelajaran dalam Implementasi KTSP di SMA. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.

Joyce, B.P & Weill, M. 2996. Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon. Lawson, A.E. 2995. Science Teaching and The Devel-

opment of Thinking. California: Wadworth, Inc.

Raka Joni, T. 2008. Resureksi Pendidikan Profesional Guru. Malang: LP3 UM. Cakrawala Indonesia.

Reigeluth, C.M & Cheliman, A.A. 2009. Instructional-Design Theories and Models. Vol. III. New York: Taylor and Francis, Publishers.

Page 32: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 32

KONSEP SUKAR DAN KESALAHAN KONSEP TATANAMA SENYAWA BINER DAN ION POLIATOMIK SISWA SMA

Fariati Herunata

Hayu Winarsi (alm)

Prodi Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Konsep sukar dan kesalahan konsep dasar kimia mulai diteliti sejak tahun 2008. Salah satu penelitiannya dilakukan oleh Winarsi (alm) yaitu konsep sukar dan kesalahan konsep tatanama senyawa biner dan ion poliatomik. Hasil penelitiannya dengan menggunakan soal diagnostik yang disebut Model Hayu, dilaporkan bahwa diperoleh dua konsep sukar yaitu: dua konsep sukar yaitu: sistem Stock dan anion poliatomik; 8 kesalahan konsep yang ditemukan ialah: tatanama unsur terhadap lambangnya; muatan kation; muatan anion; sistem Stock digunakan sesuai indeks pada kation; sistem Stock digunakan pada kation menggunakan indeks pada anion; bilangan oksidasi pada anion poliatomik tidak mempengaruhi tatanama anion poliatomik dan senyawa yang mengandung unsur logam-nonlogam menggunakan tatanama senyawa biner nonlogam-nonlogam. Kesalahan konsep terbesar dan juga merupakan konsep sukar yaitu muatan anion pada siswa kelas X sedangkan siswa kelas XI mengalami kesalahan konsep terbesar dan juga merupakan konsep sukar pada konsep bilangan oksidasi pada anion poliatomik tidak mempengaruhi tatanama anion poliatomik.

Kata kunci: Konsep sukar, Kesalahan konsep, Tatanama senyawa biner dan Ion poliatomik

Proses belajar mengajar kimia di SMA sudah dilakukan dengan berbagai inovasi yang dilaksana-kan agar siswa SMA dapat mencapai Standar Kelulusan Minimal (SKM). Hal ini membuat para guru berupaya agar semua siswa lulus dalam mata-pelajaran kimia. Karakteristik konsep kimia yaitu: bersifat abstrak, berjenjang dan saling terkait sehingga diperlukan strategi proses belajar mengajar yang cocok agar siswa tidak salah dalam memahami konsep kimia. Dari hasil ulangan kimia diperoleh data bahwa banyak siswa SMA salah menjawab soal ulangan kimia sehingga mendapat nilai di bawah SKM (komunikasi pribadi). Kesalahan memahami konsep dasar kimia yang dibuat siswa SMA akan berdampak saat siswa mempelajari konsep kimia lebih tinggi dan terkait.

PEMBAHASAN

Pembelajaran kimia di SMA diharapkan dapat membuat siswa paham tentang konsep dasar kimia dan mampu mempelajari konsep kimia dengan

jenjang yang lebih tinggi dan berkaitan. Salah satu konsep dasar kimia adalah tatanama senyawa biner dan ion poliatomik. Dalam KTSP 2006 tatanama senyawa anorganik diajarkan di kelas X SMA. Pokok bahasan tatanama senyawa anorganik di SMA adalah nama senyawa yang terdiri dari dua unsur disebut senyawa biner diajarkan di kelas X semester satu dan tatanama senyawa anorganik yang mempunyai bilangan oksidasi bermacam-ma-cam diajarkan pada pokok bahasan reaksi redoks di kelas X semester dua. Pemahaman tatanama senya-wa biner diperlukan untuk mempelajari kimia lebih tinggi dan berkaitan seperti menuliskan persamaan reaksi, perhitungan kimia, ikatan kimia, asam-basa dan lain-lain.

Sampai sekarang siswa SMA bahkan maha-siswa kimia sering berbuat kesalahan dalam menu-liskan nama senyawa anorganik (komunikasi priba-di). Kesalahan tatanama senyawa biner yang dila-kukan menyebabkan terjadi konsep sukar yaitu konsep yang dianggap sukar oleh siswa dan bukan konsep kimia yang dipelajari tergolong sukar Kon-

Page 33: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 33

sep sukar didefinisikan sebagai konsep yang tidak dapat dipahami atau salah oleh lebih besar atau sama dengan 61% siswa menjawab salah soal (Anjarwati, 2008). Konsep sukar yang dimiliki sis-wa akan menimbulkan kesalahan konsep. Kesalah-an konsep adalah kesalahan yang ajeg dilakukan siswa dan memiliki sumber-sumber tertentu dalam menafsirkan konsep, hubungan konsep dan pene-rapan konsep yang terjadi karena ada perbedaan pemahaman konsep yang dimaksud oleh buku acuan atau ilmuwan atau masyarakat ilmiah (Berg dam Efendy, 2002). Kesalahan siswa SMA dalam memberi nama senyawa biner menarik untuk dite-liti. Sejumlah penelitian tentang kesalahan tatana-ma senyawa anorganik telah dilakukan.

Hasil penelitian Widodo (2003) melaporkan bahwa 63,03% siswa kelas X SMAN sekota Mojo-kerto mengalami kesulitan dalam menuliskan ru-mus kimia. Syukrillah (2009) menunjukkan bahwa 56% siswa kelas X dan 43% siswa kelas XI SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang mengala-mi konsep sukar dalam tatanama senyawa dari lo-gam dan nonlogam. Penelitian Vaudhi (2009) me-nyatakan bahwa konsep sukar pada jenis partikel suatu senyawa yang terbentuk dari unsur logam-nonlogam pada kelas XI SMAN-1 Malang sebesar 70,8%, dari unsur nonlogam-nonlogam sebanyak 75,3% siswa kelas X; 21% siswa kelas XI dan 24% siswa kelas XII. Data tersebut sangat mengejutkan dan menimbulkan rasa ingin tahu kesukaran siswa memahami tatanama senyawa biner sehingga menimbulkan konsep sukar dan kesalahan konsep.

Penelitian dengan judul: IDENTIFIKASI KONSEP SUKAR DAN KESALAHAN KON-SEP TATANAMA SENYAWA BINER DAN ION POLIATOMIK SISWA SMA NEGERI 1 MALANG, telah dilakukan oleh Winarsi, alm. (2010). Subyek penelitian yang digunakan pada penelitiannya adalah 76 siswa kelas X dan 73 siswa kelas XI IPA SMAN-1 Malang. Sumber data yang digunakan yaitu tes diagnostik berjumlah 13 soal dengan 5 alternatif jawaban yang disusun pada kisi-kisi soal sesuai taksonomi Bloom C1-C4.(jenjang pengetahuan, pemahaman, penerapan dan analisis). Realibilitas soal tes diagnostik dihitung dengan ru-mus KR20 dan diperoleh sebesar 0,65 dengan kri-teria tinggi. Soal yang dirakit Winarsi (alm) diberi nama Model Hayu yang melaporkan bahwa di-peroleh dua konsep sukar yaitu: sistem Stock dan anion poliatomik; 8 kesalahan konsep ialah: tata-nama unsur terhadap lambangnya; muatan kation; muatan anion; sistem Stock digunakan sesuai in-

deks pada kation; sistem Stock digunakan pada kation menggunakan indeks pada anion; bilangan oksidasi pada anion poliatomik tidak mempenga-ruhi tatanama anion poliatomik dan senyawa yang mengandung unsur logam-nonlogam menggunakan tatanama senyawa biner nonlogam-nonlogam.

Data konsep sukar sistem Stock yang ditemu-kan adalah 61% siswa kelas X saja pada soal no 3 Untuk konsep sukar anion poliatomik ditunjukkan pada soal no 10 sebesar 79% siswa kelas X; 94% siswa kelas XI.

Pada soal no 3 pilihan jawaban A, CuCl2 = tembaga diklorida, siswa menyatakan bahwa ang-ka indeks pada atom Cl menunjukkan jumlah atom Cl pada senyawa CuCl2 sehingga namanya adalah tembaga diklorida. Pilihan jawaban B, Cu2O = tembaga(II) oksida, siswa menjelaskan bahwa angka indeks pada atom Cu menunjukkan bilangan oksidasinya. Pilihan jawaban C, Li2O – litium(I) oksida, siswa menerangkan bahwa atom Li memi-liki bilangan oksidasi +1 dan merupakan golongan transisi maka tatanamanya dengan menuliskan bi-langan oksidasinya. Pilihan jawaban E, SnO = Seng(II) oksida, siswa membei alasan bahwa na-ma unsur dengan lambang Sn adalah seng. Siswa belum memahami bahwa lambang unsur menggu-nakan singkatan nama dengan menggunakan baha-sa Latin dan bukan bahasa Indonesia.

Soal no 10 merupakan salah satu soal model Hayu melaporkan bahwa jumlah siswa menjawab salah terbanyak pada pilihan jawaban A yaitu 53% siswa kelas X dan 45% siswa kelas XI memilih B. Pada pilihan jawaban A, siswa kelas X menjawab bahwa ion sulfit memiliki lambang SO3

- karena siswa tidak memahami tatanama anion poliatomik. Siswa menyimpulkan bahwa ion sulfat adalah SO4

2- maka ion sulfit adalah SO3-. Siswa kelas XI

memilih pilihan jawaban B sebagai kesalahan dominan dengan alasan ion sulfat adalah SO4

2- maka ion manganat adalah MnO4

2-.

Kation Nama anion poliatomik

Nama senyawa litium

I) NaSO3 Ion sulfit II) NaSO4 III) Na2MnO4 Ion manganat IV) Na2MnO3 V) NaPO3 Ion kromat VI) Na(PO4)3 VII) Na2CrO4 Ion kromat VIII) NaCrO4 IX) NaBrO2

Ion natrium

Ion bromit X) NaBrO4

Page 34: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 34

Soal model Hayu no 10 disajikan berikut: Pasangan anion dan rumus kimia yang benar adalah A) a dan I B) b dan III C) c dan V D) d dan VIII E) e dan IX

Kesalahan konsep tatanama unsur terhadap lambangnya ditunjukkan oleh pilihan jawaban se-bagai pengecoh yaitu pada Tabel 1.

Kesalahan konsep muatan anion merupakan kesalahan terbesar dan juga merupakan konsep sukar untuk siswa kelas X. Siswa kelas XI meng-alami kesalahan konsep terbesar dan juga merupa-kan konsep sukar pada konsep bilangan oksidasi pada anion poliatomik tidak mempengaruhi tata-nama anion poliatomik.

Tabel 1. Pengecoh tatanama unsur terhadap lam-bangnya

No Soal Pengecoh Lambang

Unsur Nama Unsur

1 A Be Besi 3 E Sn Seng 4 C B Bromin 5 A K Kalsium 6 A Ni Nitrogen

PENUTUP

Data penelitian Winarsi (alm) menguatkan bahwa perlu diberin perhatian khusus pembelajaran tatanama senyawa anorganik (biner dan anion poli-atomik) supaya tidak terjadi konsep sukar dan kesa-lahan konsep yang dimiliki siswa sampai ke jen-jang pendidikan yang lebih tinggi.

DAFTAR RUJUKAN

Anjarwati, N. L. 2008. Identifikasi Konsep Sukar dan Kesalahan Konsep Stoikiometri pada Siswa SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan kimia Universitas Negeri Malang

Effendy.2002. Upaya Untuk Mengurangi Kesalahan konsep Dalam Pengajaran Kimia Dengan Menggunakan Strategi Konflik. Media Komunikasi Kimia. 2(6):1-22

Syukrillah, H. 2009. Identifikasi Konsep Sukar dan Kesalahan Konsep Pokok Bahasan Materi pada Siswa SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan kimia Universitas Negeri Malang

Vaudhi, F. 2009. Identifikasi Konsep Sukar dan Kesalahan Konsep Mol

Page 35: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 35

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MAHASISWA DALAM MENGKOSTRUKSI TES KIMIA YANG BAIK BENTUK

PILIHAN GANDA DENGAN METODE “DIPRESENTGAP”

Habiddin Prayitno

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa Pendidikan Ki-mia UM dalam mengembangkan tes kimia yang baik dengan metode “DiPresentGap”. Penelitian ini di-laksanakan dengan format penelitian tindakan kelas dan berlangsung selama 3 siklus. Metode DiPre-sentGap diterapkan pada setiap siklus. Penelitian ini dilakukan berdasarkan masalah yang ditemukan pada perkuliahan Penilaian Pendidikan Kimia pada mahasiswa Semester VI Angkatan 2007 off A, di-mana mahasiswa belum mampu mengkostruksi tes kimia yang baik khususnya bentuk soal pilihan ganda (multiple choice). Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan mahasiswa dalam mengkontruksi tes kimia yang baik mulai dari siklus 1 sampai siklus 3. Pemerian data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif berdasarkan norma-norma penyusunan tes pilihan ganda yang baik.

Kata kunci: tes kimia yang baik, soal pilihan ganda, DiPresentGap

Sajian mata kuliah Penilaian Pendidikan Kimia diberikan untuk membekali mahasiswa agar mampu melakukan perencanaan, pembuatan alat ukur atau instrumen, pengadministrasian pengukuran, pengolahan dan penarikan kesimpulan dari informasi hasil belajar serta bagaimana menindaklanjuti hasil penilaian. Pembuatan instrument tes berupa tes kimia terstandar merupakan hal yang sulit dilakukan oleh mahasiswa. Hal teesebut Nampak pada beberapa pertemuan awal dengan topik kajian mengembangkan tes yang berkualitas.

Berikut ini disajikan contoh soal yang dibuat oleh mahasiswa pada awal perkuliahan. “Hitunglah molalitas larutan yang terjadi bila 24 gram kristal MgSO4 dilarutkan dalam 400 gram air (Mr MgSO4 = 120)…. (A) 0,2 molal (D) 3,33 molal (B) 0,5 molal (E) 0,14 molal (C) 0,0005 molal

Konstruksi soal, pengurutan option jawaban yang berbentuk angka, pertimbangan distraktor, belum memenuhi kriteria soal yang baik. Danili

& Reid dalam Bunce & VandenPlas (2005:160), mengemukakan bahwa hasil-hasil penelitian menunjukkan kemampuan mahasiswa dalam mengkontruksi tes kimia bentuk pilihan ganda (Multiple Choice) tidak sebaik mengkontruksi bentuk essay (uraian). Lebih lanjut Bunce & VandenPlas menyimpulkan bahwa dibutuhkan penelitian yang ekstensif tentang kemampuan mahasiswa dalam mengkontruksi tes kimia yang berkualitas.

Proses mengkonstruksi tes memiliki banyak keuntungan bagi mahasiswa diantaranya dapat mengikatkan pemahaman mahasiswa terhadap materi kimia. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Bunce & VandenPlas (2006). Peranan tes yang berkualitas dalam mengidentifikasi pemahaman mahasiswa telah banyak dibuktikan. Stamovlasis, dkk (2005) telah menganalisis pemahaman konseptual dan algoritmik ber-dasarkan tes yang diberikan. Tan, dkk (2005) menggunakan tes diagnostik untuk meng-identifikasi pemahaman siswa tentang energi ionisasi.

Page 36: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 36

Kemampuan mahasiswa mengkonstruksi tes kimia terstandar akan terbentuk dengan baik jika mahasiswa dikondisikan untuk termotivasi dan tertantang untuk berlatih. Namun, mengingat hal ini tidak mudah maka mahasiswa perlu dibim-bing dan dibiasakan. Dengan demikian, penerap-an metode “DiPresentGap” (diskusi-presentasi-tanggapan) merupakan langkah yang tepat untuk membentuk kemampuan mahasiswa mengem-bangkan tes terstandar.

METODE

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa peserta Mata Kuliah Penilaian Pendidikan Kimia semester genap, tahun akademik 2009/2010 Jurusan Kimia FMIPA UM Malang. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) karena masalah yang diteliti bersumber dari masalah real yang ditemukan oleh dosen dalam proses perkuliahan. Penelitian ini dilakukan dalam 3 siklus. Setiap siklus dilaksanakan dengan metode “DiPresentGap”. Mahasiswa dibagi dalam 5 kelompok dengan anggota masing-masing kelompok 5 orang. Langkah-langkah penelitian, yaitu: (1) pemberian masalah, (2) diskusi kelompok, (3) observasi (presentasi kelas), (4) Tanggapan dan refleksi

Siklus 1

Pemberian masalah 1 Mahasiswa ditugaskan membuat tes kimia bentuk pilihan ganda biasa sebanyak yang di-inginkan dalam Bahasa Indonesia dan Ba-hasa Inggris. Mahasiswa diberi petunjuk un-tuk mencari rambu-rambu penulisan tes yang baik dalam buku-buku evaluasi dan penilaian pendidikan. Soal yang dikembangkan dise-suaikan dengan indikator dan tujuan penya-jian materi kimia dasar yang dipilih pada setiap soal.

Diskusi kelompok Mahasiswa mendiskusikan tes yang di-kembangkan dalam kelompok yang telah di-bentuk sebelumnya. Dalam kelompok terse-but, antara mahasiswa saling memberi masu-kan dan kritik terhadap soal yang dibuat oleh yang lain.

Observasi (presentasi kelas), Sejumlah mahasiswa mempresentasikan soal yang telah dikembangkan. Soal tersebut akan dibahas dalam kelas. Kelebihan dan ke-

kurangan dari tes tersebut diungkap secara kelas serta pemberian saran-saran perbaikan. Tahap ini dipandu oleh Dosen Pembina mata kuliah. Dosen Pembina memberikan penjela-san dan saran-saran kepada mahasiswa ter-kait soal hasil kontruksi mahasiswa.

Tanggapan dan Refleksi Kelebihan dan kekurangan tes yang telah dibuat dijelaskan, selanjutnya ditugaskan un-tuk membuat soal konsep kimia yang lain.

Siklus 2

Pemberian masalah 2 (adaptasi) Mahasiswa ditugaskan melakukan browsing soal-soal kimia terstandar khususnya dari luar negeri. Selanjutnya mahasiswa ditugaskan membuat soal dengan mengadaptasi soal-soal kimia terstandar hasil browsing. Soal yang di-tugaskan difokuskan pada soal-soal yang ditu-runkan dari tabel, grafik, kurva atau gambar.

Langkah selanjutnya sama dengan siklus 1

Siklus 3

Pemberian masalah 3 (mandiri) Mahasiswa ditugaskan mengkonstruksi soal yang diturunkan dari tabel, grafik, kurva atau gambar. Tiap mahasiswa menghasilkan soal yang merupakan hasil karya terbaiknya, ada yang berbahasa Indonesia dan ada yang berba-hasa Inggris.

Langkah selanjutnya sama dengan siklus 1

Hasil setiap siklus dianalisis secara kua-litatif. Data dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif, yaitu pemberian secara sistematis dan faktual terhadap aspek-aspek kualitas tes kimia hasil kontruksi mahasiswa untuk layak tidaknya ditetapkan sebagai tes kimia yang baik sesuai kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Dengan demikian tidak ada data kuantitatif pada setiap siklus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produk Soal Mahasiswa Pada Siklus 1

Pada “Siklus 1” mahasiswa ditugaskan untuk membuat soal kimia tanpa diberikan penjelasan atau contoh terlebih dahulu tentang cara mengkontruksi tes yang baik. Mahasiswa diminta mengeksplorasi sendiri pengetahuannya tentang cara mengkontruksi tes kimia yang baik

Page 37: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 37

melalui penelusuran literatur. Contoh soal kimia hasil bentukan mahasiswa pada tahap ini diberikan pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Tes Kimia Hasil Kontruksi Mahasiswa

Pada “Siklus 1” 1. Diketahui reaksi sebagai berikut:

Zn(s) + HCl(aq) ZnCl2(s) + H2(g) Jika 16,345 gram Zn yang direaksikan menghasilkan 5 liter gas H2 pada suhu dan tekanan tertentu, berapakah 28 gram gas nitrogen pada suhu dan tekanan yang sama? (Ar H=1; N=14; Cl=35,5; Zn=65,38) A. 0,05 L B. 20 L C. 1,25 L D. 40 L E. 280 L

2. Zat aktif yang terdapat dalam pemutih

adalah…. A. NaCl B. NaClO C. NaClO2 D. NaClO3 E. NaClO4

3. How much NaOH 0,0015 M must be titrated

in solution 50 mL HCl 0,03 M in order to get equilibrium point ?

A. 15 mL C. 150 mL E. 1000 mL B. 50 mL D. 500 mL

Soal-soal yang ditampilkan pada tabel 1 di

atas menggambarkan kemampuan mahasiswa dalam mengkontruksi tes kimia terstandar masih kurang. Badan soal dan pokok soal umumnya masih sukar dibedakan, seperti yang terlihat pada soal no. 1 dan 3. Penyajian angka pada soal no. 2 belum diurutkan berdasarkan nilainya. Demikian pula aturan-aturan penulisan soal yang berlaku secara nasional, misalnya penggunaan huruf kapital pada option jawaban (A, B, C, D, E). keseragaman jumlah titik pada akhir pokok soal juga belum diperhatikan dengan baik. Soal no. 4 yang berbahasa inggris cukup baik dari segi grammar karena dimungkinkan mahasiswa mencontoh soal yang telah ada dalam buku kimia berbahasa ingggris.

Produk Soal Mahasiswa Pada siklus 2

Pada “Siklus 2” mahasiswa ditugaskan untuk membuat soal kimia dengan mengadaptasi

soal-soal standar hasil browsing. Mahasiswa diminta menyertakan sumber soal kimia yang diadaptasi. Pada saat evaluasi kinerja, mahasiswa menunjukkan sisi perbedaan antara soal yang disusunya dengan sumber soal yang diadaptasi. Contoh soal kimia hasil bentukan mahasiswa pada tahap ini diberikan pada tabel. Tabel 4. Tes Kimia Hasil Kontruksi Mahasiswa

Pada “Siklus 2”

No. Soal Sumber Adaptasi

1.

Berikut merupakan beberapa kemungkinan struktur ion hidrogensulfat. Di antara keempat struktur tersebut yang merupakan pasangan kanonis yang paling stabil adalah… A. (ii) saja, karena jumlah

muatan formalnya = -1 B. (i) dan (iii), karena

distribusi muatan formal ion memenuhi syarat de-ngan jumlah muatan for-mal = -1 dan mempunyai PEB yang sama banyak

C. (ii) dan (iii), karena ke-duanya memiliki jumlah muatan formal sama dengan -1

D. (i) dan (ii), karena mempunyai jumlah PEB sama banyak dan jumlah ikatan π dan σ yang sama banyak pula

E. (iv) saja, karena distribusi muatan formal ion memenuhi syarat dan memiliki banyak PEB pada substituen

B-R, Sherry, et all. 2005. 2005 U. S. National Chemistry Olympiad. New York: State Univer-sity of New York. (soal no. 51 hal 7)

2.

Perhatikan grafik harga ionisasi pertama unsur-unsur periode 3. Harga ionisasi pertama un-sur magnesium, fosfor, dan belerang berturut-turut ditunjukkan oleh…. (A) B, D, E (B) C, D, F (C) B, E, F (D) D, F, G (E) C, E, F

California Standard Test 2008. (No. 15)

Page 38: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 38

Pada tahap ini mahasiswa mengkonstruksi soal dengan mengadaptasi soal-soal hasil browsing internet. Hal ini dimaksudkan agar pada tahap mahasiswa dapat mengkonstruksi soal yang baik dengan memetik pelajaran dari soal-soal terstandar tersebut.

Produk Soal Mahasiswa Pada “Siklus 3”

Pada “Siklus 3” mahasiswa hanya di-wajibkan menghasilkan 1 soal yang merupakan karya terbaiknya. Soal-soal tersebut kemudian didiskusikan secara kelas. Berdasarkan hasil diskusi tersebut, selanjutnya dihasilkan 10 soal terbaik. Soal-soal tersebut siap untuk divalidasi. Hal ini dapat dilakukan jika hendak dibentuk soal kimia terstandar. Contoh soal tersebut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Tes Kimia Hasil Konstruksi Mahasiswa

Pada “Siklus 3”

1. Perhatikan diagram sel elektrokimia berikut: (A). (B). (C). (D). Dengan melihat diagram sel volta di atas, maka pernyataan di bawah ini yang benar adalah … A. Reaksi dapat berlangsung dengan

menghasilkan potensial sebesar 0,04 volt. B. Reaksi dapat berlangsung jika ada

potensial sebesar 0,04 volt mengalir dalam sel tersebut.

C. Reaksi dapat berlangsung dengan menghasilkan potensial sebesar 1,56 volt.

D. Reaksi dapat berlangsung jika ada potensial sebesar 1,56 volt mengalir dalam sel tersebut.

E. Reaksi dapat berlangsung dan menghasilkan potensial sebesar 2,36 volt.

2. Ketika suatu molekul A dibakar dengan molekul B, diperoleh molekul C dan D, reaksinya sesuai gambar berikut ini.

Apabila 67,2 Liter molekul A bereaksi dengan 134,4 liter molekul B, maka…. A. 18,06 x 1023 molekul C dan 18,06

x 1023 molekul D yang dihasilkan. B. 36,12 x 1023 molekul C dan 18,06

x 1023 molekul D yang dihasilkan. C. 18,06 x 1023 molekul C dan 3,612

x 1024 molekul D yang dihasilkan.

D. 3,612 x 1024 molekul C dan 3,612 x 1024 molekul D yang dihasilkan.

E. 3,612 x 1024 molekul C dan 1,806 x 1023 molekul D yang dihasilkan.

3. Sebanyak 100 ml larutan A 0,2 M dititrasi dengan 0,5 M larutan B dari buret. Dari titrasi tersebut diperoleh grafik perubahan pH larutan seperti di bawah ini.

4. Perhatikan gambar kesetimbangan

antara gas CO dan gas H2 menurut persamaan reaksi berikut:

CO (g) + 3 H 2(g) CH4(g) + H2O(g)

Pada suhu tetap, pengaruh penambahan tekanan terhadap reaksi kesetimbangan: (1) konsentrasi CH4 bertambah (2) kesetimbangan bergeser ke kanan (3) tidak mempengaruhi harga Kc (4) Qc > Kc Pernyataan yang benar berdasarkan keadaan diatas adalah.... (A) (1),(2), dan (3) (B) (1) dan (3) (C) (2) dan (4) (D) (4) saja (E) (1), (2), (3), dan (4)

5. Pembentukan kristal NaCl dari unsur-

unsurnya disajikan pada siklus Born-Haber di bawah ini.

Besarnya harga entalpi pembentukan kristal NaCl adalah... A. - 439 kJ/mol D. 289,9 Kj/mol B. - 289,9 kJ/mol E. 439 kJ/mol C. 58,6 kJ/mol

6. Di bawah ini merupakan grafik titik

senyawa hidrida golongan VI diantaranya H2O, H2Se, H2S, dan H2Te:

Urutan titik didih senyawa yang benar untuk A, B, C, dan D adalah…. A. H2O, H2Se, H2S, H2Te B. H2S, H2O, H2Te, dan H2Se C. H2O, H2S, H2Se, dan H2Te D. H2Te, H2Se, H2S, dan H2O E. H2O, H2Te, H2Se, dan H2S

Page 39: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 39

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan parameter kualitatif, kemampuan mahasiswa mengembangkan tes kimia bentuk pilihan ganda semakin baik dari silus 1 ke siklus 3. Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh, dikemukakan saran-saran berikut ini. Kemampuan mahasiswa

dalam mengkontruksi tes kimia terstandar perlu ditingkatkan, mengingat hal tersebut sangat penting dalam melaksanakan tugas kelak sebagai guru. Soal-soal yang mengandung gambar, grafik, atau tabel hasil kontruksi mahasiswa perlu mendapat perhatian karena umumnya daya dukung gambar, tabel atau grafik terhadap soal konstruksi mahasiswa tidak krusial

DAFTAR RUJUKAN

Bunce, D.M. & VandenPlas, J.R. 2006. Student Recog-nition and Construction of Quality Chemistry Es-say Responses. The Royal Society of Chemistry, Chemistry Education Research and Practice, 7(3) :160-169

Danili, E. & Reid, N. 2005. Assessment Formats: Do They Make A Difference? The Royal Society of Chemistry, Chemistry Education Research and Practice, 6(4): 204-212

Stamovlasis, D., Tsaparlis, G., Kamilatos, C., Papaoiko-nomou, D., & Zarotiadou, E. 2005. Conceptual Understanding Versus Algorithmic Problem Solving: Further Evidence From A National

Chemistry Examination. The Royal Society of Chemistry, Chemistry Education Research and Practice, 6(2) : 104-118

Tan, K.C.D., Taber, K.S., Goh, N.K., & Chia, L.S. 2005. The Ionization Energy Diagnostic Instrument: A Two-Tier Multiple-Choice Instrument to Deter-mine High School Students’ Understanding of Ionization Energy. The Royal Society of Chemis-try, Chemistry Education Research and Practice, 6(4): 180-179

Page 40: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 40

STUDI TENTANG PELAKSANAAN LESSON STUDY DI SMA LABORATORIUM UNIVERSITAS NEGERI MALANG

TAHUN AJARAN 2009/2010

Hayuni Retno Widarti Darsono Sigit

Mahmudi

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Lesson study merupakan suatu model pembinaan pendidikan melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Lesson study dilakukan sebagai upaya untuk mengkaji kegitan pembelajaran melalui kegiatan perencanaan (plan), pelaksanaan (do) dan refleksi (see) bersama yang bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran itu sendiri. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian diskriptif dengan sampel guru PPL dan siswa kelas X3 dan X5 di SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang. Data penelitian diperoleh dengan memberikan angket, lembar observasi kegiatan pembelajaran, lesson learned report. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) kegiatan lesson study di SMA LAboratorium UM dilakukan secara rutin dan banyak memberikan manfaat kepada guru, 2) terdapat peningkatan terhadap kerja guru dengan kategori baik, 3) tanggapan siswa terhadap kegiatan lesson study positif dengan persentase rata-rata sebesar 69%.

Kata kunci: lesson study, SMA Laboratorium UM, Guru PPL

Salah satu topik pendidikan yang belakangan ini menarik untuk diperbincangkan yaitu tentang lesson study, yang muncul sebagai salah satu alter-natif guna mengatasi masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Seperti dimaklumi, bahwa sudah sejak lama praktik pem-belajaran di Indonesia pada umumnya cenderung dilakukan secara konvensional yaitu melalui cera-mah, untuk merubah kebiasaan praktik pembelajar-an dari pembelajaran konvensional dengan cera-mah ke pembelajaran yang berpusat kepada siswa memang tidak mudah. Lesson study tampaknya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif guna mendorong terjadinya perubahan dalam praktik pembelajaran di Indonesia menuju ke arah yang jauh lebih baik.

Lesson study yang dalam bahasa Jepang disebut jugyokenkyu merupakan proses pembelajar-an yang mengkolaborasikan guru dalam grup kecil dengan orang lain (dosen, guru mata pelajaran, atau guru mata pelajaran lainnya) untuk merencanakan

pengajaran (plan), mengobservasi pada saat pelak-sanaan (do), meninjau kembali dan melaporkan hasilnya pada aplikasi dalam pengajaran berikutnya (refleksi). Lesson Study merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pem-belajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi, me-refleksi dan melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajar-an yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan.

Pelaksanaan lesson study melibatkan bebera-pa guru dalam kelompok-kelompok diskusi kecil dengan aktifitas antara lain berdiskusi dalam me-nyusun perencanaan mengajar, melakukan observa-si terhadap proses belajar mengajar dan melakukan diskusi setelah pembelajaran untuk melakukan berbagai perbaikan pada proses berikutnya. Salah

Page 41: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 41

satu guru menjadi guru model dan yang lainnya menjadi observer sehingga suasana kelas bisa terkondisi dengan baik. Oleh karena itu dengan adanya lesson study diharapkan ada pola perubahan belajar siswa sehingga siswa menjadi lebih tertarik dan antusias selama proses pembelajaran berlang-sung. Proses pelaksanaan lesson study pada dasar-nya adalah kegiatan plan - do - see (Perencanaan-Implementasi-diskusi) (Joharmawan, 2006). Pada tahap perencanaan anggota lesson study merancang kegiatan untuk meningkakan mutu belajar siswa dari pembelajaran yang dilakukan oleh salah se-orang guru. Pada pelaksanaan perencanaan pembe-lajaran yang sudah dirancang bersama, kemudian diobservasi oleh teman atau guru yang lain, setelah itu melakukan refleksi bersama atas hasil peng-amatan pembelajaran yang baru saja dilakukan.

Dari hasil observasi yang didapatkan di SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang lesson study sudah diterapkan sejak tahun 2002. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian tentang pelak-sanaan kegiatan lesson study di SMA Laboratorium Universitas Negeri Malang khususnya tentang ma-teri kimia pada pokok bahasan redoks.

METODE

Penelitian yang dilakukan merupakan peneli-tian diskriptif yang memaparkan pelaksanaan ke-giatan lesson study oleh mahasiswa jurusan Kimia yang sedang melaksanakan praktek pengalaman lapangan (PPL) semester genap 2009/2010. Ran-cangan penelitian terdiri dari tahap penyusunan RPP, lembar observasi kegiatan lesson study, dan angket tanggapan siswa terhadap kegiatan lesson study, serta tahap analisis data Penelitian dilaksana-kan pada bulan Mei sampai Juni tahun 2010 dengan subyek penelitian kelas X3 dan X5 guru, mahasiswa PPL dan siswa SMA laboratorium UM pada materi kimia dengan pokok bahasan redoks. Pengumpulan data pada saat plan- do dan see dila-kukan oleh peneliti terhadap guru bidang studi, 2 mahasiswa PPL dan siswa.

Sedangkan hasil observasi kinerja guru pada kelas X3 dan kelas X5 dapat dilihat Tabel 3.

Hasil tanggapan siswa terhadap kegitan lesson study diperoleh dari pemberian angket. Data

perhitungan tanggapan siswa dapat dilihat dalam Tabel 4.

PEMBAHASAN

Pelaksanaan kegiatan lesson study pada kelas yang diajar dengan learning cycle (kelas X3) dilakukan empat kali pertemuan, sedangkan pada kelas ceramah bermakna (kelas X5) dilakukan tiga kali pertemuan. Urutan pelaksanaan kegiatan Lesson study adalah membuat perencanaan (plan), pelaksanaan perencanaan (do), dan pembahasan hasil pelaksanaan (refleksi).

Tahap perencanaan 1. Guru PPL melakukan serangkaian kegiatan yaitu menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), menyiapkan lembar kerja 1 siswa, menyiapkan tugas individu 1, menyiapkan hand out, menyiapkan lembar penilaian keaktifan siswa, menyiapkan lembar penilaian kinerja guru, lesson learned report, lembar observasi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study, dan mempersiapkan anggota kelompok belajar. Tahap pelaksanaan dan observasi, pelaksanaan pembelajaran dimulai dengan penggalian pengetahuan awal siswa agar siswa bisa konsentrasi saat pembelajaran berlangsung. Siswa diberikan permasalahan yang harus dipecahkan oleh siswa sedangkan guru hanya memberikan penguatan dan penjelasan jika siswa tidak mengerti. Pada saat pelaksanaan pembelajaran, sebagian besar siswa tidak mengikuti kegiatan belajar dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari siswa yang masih terlambat, berbicara sendiri saat guru menerangkan, siswa yang dibelakang tidak punya modul, dan ada juga saat guru menerangkan ada siswa yang jalan-jalan menuju bangku temannya. Tahap refleksi, peneliti banyak mendapat masukan dari para observer antara lain agar memperhatikan siswa yang duduk dibelakang dan berkeliling saat pembelajaran berlangsung, dalam menjelaskan materi pelan-pelan, penguasaan kelas lebih di-tingkatkan lagi, meningkatkan motivasi siswa dengan memberikan reward seperti stiker berpoint atau tambahan nilai bagi siswa yang mau mengemukakan pendapatnya.

Page 42: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 42

Tabel 1. Hasil Observasi Kegiatan Lesson Study Kelas X3

Pertemuan Plan Do See Pertemuan

ke-1 RPP, LKS, soal kuis(tugas individu), hand out, lembar penilaian kinerja guru dengan model learning cycle, lembar penilaian keaktifan siswa. Lesson learned report, lembar observasi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study.

Pelaksanaan pembelajaran dimu-lai dengan melakukan apersepsi untuk membuat hipotesis, siswa membaca modul, siswa menjelas-kan, mengerjakan kuis, siswa membuat kesimpulan. Hanya sebagian siswa yang be-

lajar, masih ada siswa yang ter-lambat, berbicara sendiri saat gu-ru menerangkan, siswa yang di-belakang tidak punya modul, saat guru menerangkan ada siswa yang jalan-jalan ke temannya.

Guru lebih memperhatikan siswa yang duduk dibelakang dan berkeliling saat pembelajaran berlangsung, dalam menjelaskan materi pelan-pelan, penguasaan kelas lebih ditingkatkan lagi. Guru memberikan reward seperti stiker berpoint atau tambahan nilai

Pertemuan ke-2

RPP dengan masukan saran refleksi pertemuan ke-1, LKS, soal kuis, hand out, lembar penilaian kinerja guru dengan model learning cycle, lembar penilaian keaktifan siswa. Lesson learned report, lembar observasi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study

Guru mengajukan pertanyaan, siswa membuat hipotesis, guru menjelaskan materi yang belum dipahami siswa, mengerjakan soal, siswa membuat kesimpulan. Tidak semua siswa belajar materi yang diajarkan guru, ada siswa yang membuat gaduh dan berma-in HP,ada siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru.

Jika ada siswa yang belum memahami materi sebaiknya guru mengulang lagi materi yang dipelajari sampai siswa paham, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa yang membuat gaduh agar siswa memperhatikan.

Pertemuan ke-3

RPP dengan masukan saran refleksi pertemuan ke-2, LKS, soal kuis, hand out, lembar penilaian kinerja guru dengan model learning cycle, lembar penilaian keaktifan siswa. Lesson learned report, lembar observasi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study

Guru memotivasi siswa, siswa membuat hipotesis, guru membe-rikan penguatan, mengerjakan soal, membuat kesimpulan. Tidak semua siswa belajar materi yang diajarakan, ada siswa yang masih bingung mengenai materi yang dijelaskan, siswa berbin-cang-bincang dengan temannya sehingga siswa tidak memperhati-kan guru, ada siswa yang bermain sendiri

Siswa sudah mulai aktif dalam menjawab pertanyaan yang diberikan guru karena adanya reward berupa tambahan nilai, masih ada siswa yang kurang percaya diri untuk mengerjakan tugas di papan tulis.

Pertemuan ke-4

RPP dengan masukan refleksi pertemuan ke-3, LKS praktikum, hand out, lembar penilaian kinerja guru dengan model learning cycle, lembar penilaian keaktifan siswa. Lembar penilaian kerja laboratorium, Lesson learned report, lembar observasi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study, alat dan bahan untuk praktikum

Pelaksanaan pembelajaran dimu-lai dari pemberian kuis dan meng-ajukan pertanyaan kepada siswa agar siswa membuat hipotesis praktikum. Guru memberikan pe-modelan cara praktikum agar siswa tidak kesulitan ketika mela-kukan praktikum. Sebagian besar siswa sudah bela-jar, hal ini terlihat dari cara siswa menjawab kuis dan pertanyaan yang diberikan oleh guru, tetapi keadaan masih tetap ramai ketika diberi pertanyaaan. Ada siswa yang tidak memperha-tikan guru, tidak membaca modul karena tidak membawa, bermain dan mengobrol sendiri dengan teman-temannya.

Siswa belum siap untuk kuis, setiap siswa harus mendapat LKS untuk mennunjang praktikum sehingga pemerataan jobdis bagi setiap siswa. Pembagian kelompok masih kurang teratur,pembagian waktu haus lebih diperhatikan lagi karena sebelum materi selesai waktu sudah habis.

Page 43: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 43

Tabel 2. Hasil Kegiatan Lesson Study Kelas X5

Pertemuan Plan Do See Pertemuan

ke-1 RPP, LKS, soal kuis, hand out, lembar penilaian kinerja guru dengan model ceramah bermakna, lembar penilaian keaktifan siswa. Lesson learned report, lembar observasi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study

Guru memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan, guru menerangkan materi, siswa berdiskusi, diakhir kegiatan siswa mengerjakan kuis. Hanya sebagian siswa yang benar-benar belajar, siswa gaduh, bermain Hp, mengobrol dengan teman sebangkunya, melamun. Melihat keluar jendela, tidak berdiskusi saat mengerjakan LKS, siswa menghadap ke belakang saat guru menjelaskan

Meminta siswa yang tidak mempunyai modul untuk duduk dengan siswa yang mempunyai modul, kuis diberikan setelah siswa membuat kesimpulan, memberikan pertanyaan kepada siswa yang ramai agar mau memperhatikan.

Pertemuan ke-2

RPP dengan masukan refleksi pertemuan ke-1, LKS, soal kuis, hand out, lembar penilaian kinerja guru dengan model ceramah bermakna, lembar penilaian keaktifan siswa. Lesson learned report, lembar observasi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study

Guru mengingtkan materi pada pertemuan sebelumnya, guru menerangkan materi, siswa berdiskusi, diakhir kegiatan siswa mengerjakan kuis. Tidak senua siswa belajar topik pembelajaran, ada siswa yang tidur, diam dan melamun saat pembelajaran berlangsung, siswa tidak mempunyai modul, saat mengerjakan LKS bergurau dan mencontoh pekerjaan temannya.

Menegur dan sering mendatangi siswa yang ramai, meminta siswa untuk mengerjakan tugas dipapan tulis, perlu meningkatkan pengelolaan kelas agar siswa tidak gaduh didalam kelas.

Pertemuan ke-3

RPP dengan masukan refleksi pertemuan ke-2, LKS praktikum, hand out, lembar penilaian kinerja guru dengan model ceramah bermakna, lembar penilaian keaktifan siswa. Lembar penilaian kerja laboratorium, Lesson learned report, lembar observasi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study, alat dan bahan untuk praktikum

Guru memberikan pertanyaan konsep oksidator dan reduktor, guru menjelaskan cara melakukan praktikum, siswa membuat laporan praktikum. Tidak semua siswa belajar, siswa mondar mandir kebelakang, keluar masuk kelas, bermain, gaduh, tidak memperhatikan penjelasan guru, tidak menerjakan LKS, LKS masih kosong, siswa kurang siap menerima pelajaran, kurang memahami prosedur percobaan.

Alokasi waktu perlu diperhatikan, mengaitkan hasil praktikum dengan persamaan reaksi dan konsep atau teori yang dipelajari, memberikan gambaran secara ringkas cara kerja di papan tulis agar siswa mudah memahami dan tidak bingung saat praktikum berlangsung.

Tabel 3. Hasil Observasi Kinerja Guru PPL Kelas X3 dan Kelas X5

Kelas X3 Pertemuan ke- Kelas X5 Pertemuan ke- Pengamat 1 2 3 4 1 2 3

Pengamat 1 Pengamat 2 Pengamat 3 Rerata Nilai Keterangan

86 73 84 81

Baik

84 82 80 82

Baik

80 84 84 83

Baik

80 89 78 83

Baik

75 88 95 86

Baik

80 85 98 87

Baik

90 85 90 88

Baik

Page 44: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 44

Tabel 4. Hasil Perhitungan Tanggapan Siswa terhadap Kegiatan Lesson Study Kelas X3 dan Kelas X5

Kelas X3 Kelas X5 Interval skor Jumlah Persentase Kriteria Jumlah Persentase Kriteria 20-35 36-51 52-67 68-80

11 208 341 101

2 % 32 % 52 % 15 %

Sangat negatif Negatif Positif Sangat positif

11 164 388 56

2.00% 25.0% 62.0% 9.00%

Sangat negatif Negatif Positif Sangat positif

Pertemuan kedua guru PPL juga membuat

tahap perencanaan 2 yaitu memperhatikan perbaik-an dalam menyiapkan rencana pelaksanaan pembe-lajaran (RPP) yang telah dibuat berdasarkan refleksi pada pertemuan pertama, menyiapkan lembar kerja siswa 2, menyiapkan tugas individu 2. Menyiapkan hand out, menyiapkan lembar penilai-an keaktifan siswa, menyiapakan lembar penilaian kinerja guru, lesson learned report, lembar observasi pembelajaran dalam kegiatan pembela-jaran, daftar hadir pengamat lesson study yang sama dengan pertemuan 1. Tahap pelaksanaan dan observasi 2, dalam tahapan ini tidak semua siswa belajar dengan baik. Hal ini dapat dilihat masih adanya siswa yang membuat gaduh dan bermain handphone, ada siswa yang tidak mendengarkan penjelasan guru. Tahap refleksi 2, saran yang didapatkan peneliti adalah jika ada siswa yang belum memahami materi sebaiknya guru meng-ulang lagi materi yang dipelajari sampai siswa paham, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa yang membuat gaduh agar siswa memperhatikan.

Tahap perencanaan 3, guru PPL menyiapkan lagi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), menyiapkan lembar kerja siswa 3. Menyiapkan tugas individu 3, menyiapkan hand out, menyiap-kan lembar penilaian keaktifan siswa, menyiapakan lembar penilaian kinerja guru, lesson learned report, lembar observasi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study yang sama dengan pertemuan 1. Tahap pelaksanaan dan observasi, tidak semua siswa belajar materi yang diajarkan, ada siswa yang masih bingung mengenai materi yang dijelaskan, siswa berbincang-bincang dengan temannya se-hingga siswa tidak memperhatikan guru, ada siswa yang bermain sendiri. Kegiatan refleksi, observer memberikan masukkan kepada peneliti bahwa siswa sudah mulai aktif dalam menjawab perta-nyaan yang diberikan guru karena adanya reward berupa tambahan nilai tetapi masih ada siswa yang kurang percaya diri untuk mengerjakan tugas di

papan tulis agar peneliti lebih memotivasi siswa lagi.

Tahap perencanaan 4, serangkaian kegiatan yang dilakukan guru PPL antara lain RPP, LKS praktikum, menyiapkan hand out, lembar penilaian kerja laboratorium. Menyiapkan lembar penilaian keaktifan siswa, lembar penilaian kinerja guru dengan model learning cycle, lesson learned report, lembar observasi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study yang sama dengan pertemuan 1. Alat dan bahan untuk praktikum. Pelaksanaan dan obsevasi, pelaksanaan pembelajaran dimulai dari pemberian kuis dan mengajukan pertanyaan kepada siswa agar siswa membuat hipotesis praktikum. Guru memberikan pemodelan cara praktikum agar siswa tidak kesulitan ketika siswa melakukan praktikum. Sebagian besar siswa sudah belajar, hal ini terlihat dari cara siswa menjawab kuis dan pertanyaan yang diberikan oleh guru, tetapi keadaan masih tetap ramai ketika diberi pertanyaaan. Ada siswa yang tidak memperhatikan guru, tidak membaca modul karena tidak membawa modul, bermain dan mengobrol sendiri dengan teman-temannya. Tahap refleksi, siswa belum siap untuk kuis sehingga perlu dimotivasi lagi agar siswa mau belajar di rumah, setiap siswa sebaiknya mendapat LKS untuk menunjang praktikum sehingga pemerataan tanggung jawab bagi setiap siswa. Pembagian kelompok masih kurang teratur, hal ini terlihat dari siswa yang pindah-pindah kelompok. Pembagian waktu harus lebih diperhatikan lagi karena sebelum materi selesai waktu sudah habis.

Pelaksanaan lesson study dalam kelas ceramah bermakna (kelas X5). Tahap perencanaan 1, dalam perencanaan guru PPL melakukan hal-hal berikut: serangkaian kegiatan guru yang dilakukan untuk kelancaran pelaksanaan pembelajaran yaitu RPP, LKS, soal kuis, hand out, lembar penilaian kinerja guru dengan model ceramah bermakna, lembar penilaian keaktifan siswa. Lesson learned

Page 45: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 45

report, lembar observasi pembelajaran dalam ke-giatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study. Tahap pelaksanaan dan observasi, pelaksannaan dimulai dari pemberian motivasi siswa kepada siswa dengan memberikan pertanyaan, guru menerangkan materi, siswa berdiskusi, diakhir kegiatan siswa mengerjakan kuis. Hanya sebagian siswa yang benar-benar belajar, siswa gaduh, bermain Hp, mengobrol dengan teman sebangkunya, melamun. Melihat keluar jendela, tidak berdiskusi saat mengerjakan LKS, siswa menghadap ke belakang saat guru menjelaskan. Tahap refleksi. Saran yang dipeoleh dalam kegiatan lesson study pertemuan pertama ini antara lain: meminta siswa yang tidak mempunyai modul untuk duduk dengan siswa yang mempunayai modul, kuis diberikan setelah siswa membuat kesimpulan, memberikan pertanyaan kepada siswa yang ramai agar mau memperhatikan.

Tahap perencanaan 2, guru PPL memperhati-kan perbaikan dalam menyiapkan rencana pelak-sanaan pembelajaran (RPP) yang telah dibuat ber-dasarkan refleksi pada pertemuan pertama, LKS, soal kuis. Hand out, lembar penilaian kinerja guru dengan model ceramah bermakna, lembar penilaian keaktifan siswa. Lesson learned report, lembar observasi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study yang sama dengan pertemuan 1. Tahap pelak-sanaan dan observasi, pelaksanaan tindakan dimu-lai dengan mengingatkan materi pada pertemuan sebelumnya, guru menerangkan materi, siswa berdiskusi, diakhir kegiatan siswa mengerjakan kuis. Tidak semua siswa belajar topik pem-belajaran, ada siswa yang tidur, diam dan melamun saat pembelajaran berlangsung, siswa tidak mem-punyai modul, saat mengerjakan LKS bergurau dan mencontoh pekerjaan temannya. Dalam pelaksaan ini keaktifan siswa meningkat tetapi masih dalam kategori kurang. Hal ini dikarenakan saat pembela-jaran siswa sanagt ramai. Tahap refleksi, saran un-tuk perbaikan pertemuan berikutnya adalah mene-gur dan sering mendatangi siswa yang ramai, meminta siswa untuk mengerjakan tugas dipapan tulis, perlu meningkatkan pengelolaan kelas agar siswa tidak gaduh didalam kelas.

Tahap perencanaan 3, serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh guru PPL antara lain RPP, LKS praktikum, hand out, lembar penilaian kinerja guru dengan model ceramah bermakna, lembar penilaian kerja laboratorium, lembar penilaian keaktifan siswa, lesson learned report, lembar ob-

servasi pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, daftar hadir pengamat lesson study, yang sama dengan pertemuan 1. Menyiapkan alat dan bahan untuk praktikum.Tahap pelaksanaan dan observasi. Pelaksanaan pembelajarn dimulai dengan guru memberikan pertanyaan konsep oksidator dan re-duktor, guru menjelaskan cara melakukan prakti-kum, siswa membuat laporan praktikum. Tidak semua siswa belajar, siswa mondar mandir kebe-lakang, keluar masuk kelas, bermain, gaduh, tidaak memperhatikan penjelasan guru, tidak mengerjakan LKS, LKS masih kosong, siswa kurang siap mene-rima pelajaran, kurang memahami prosedur perco-baan. Tahap refleksi, saran untuk perbaikkan pem-belajaran berikutnya antara lain alokasi waktu perlu diperhatikan, mengaitkan hasil praktikum dengan persamaan reaksi dan konsep atau teori yang dipe-lajari, memberikan gambaran secara ringkas cara kerja di papan tulis agar siswa mudah tidak bin-gung saat praktikum berlangsung.

Kinerja guru PPL dalam kelas X3 dan X5 meningkat meskipun tidak terlalu tinggi dan kinerja guru dikategorikan baik. Tanggapan siswa terhadap kegiatan lessosn study rata-rata sebesar 69%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dari penelitian baik untuk kelas yang diajar dengan learning cycle maupun ceramah bermakna adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan kegiatan lesson study di SMA La-

boratorium Universitas Negeri Malang dilaku-kan guru PPL secara rutin yang merupakan salah satu inovasi dari sekolah, sehingga dapat digunakan sebagai upaya memperbaiki citra sekolah.

2. Kegiatan lesson study dapat meningkatakan kinerja guru PPL di SMA Laboratorium universitas negeri Malang.

3. Tanggapan siswa terhadap kegiatan lesson study positif, rata-rata siswa yang tertarik terhadap lesson study sebesar 69%. Saran yang dapat diberikan terhadap hasil

penelitian adalah: 1. Sebaiknya kegiatan lesson study dilanjutkan

terus-menerus dengan harapan kebiasaan siswa dan guru dalam proses pembelajaran menjadi lebih baik dan dapat tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan dan kondusif.

Page 46: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 46

2. Agar kegiatan lesson study dapat berlangsung dengan baik perlu adanya kemauan guru untuk memperbaiki diri.

3. Perpaduan suatu pendekatan pembelajaran dengan pendekatan lain atau perpaduan model

pembelajaran melalui lesson study, disaranakn pada guru agar diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR RUJUKAN

Joharmawan, Ridwan. 2009. Pengalaman Lesson Study di Malang. (online), (http://djejak-pro.blogspot.com diakses tanggal 4 April 2009).

Joharmawan, Ridwan. 2006. Reformasi Sekolah melalui Kegiatan Lesson Study Kasus SMA Laboratorium UM. Prosiding Seminar Nasional, 1(1): 235-244.

Mahmudi, Ali. 2009. Mengembangkan Kompetensi Guru Melalui Lesson Study. Forum Kependidikan. 28(2)84-89.

Rukmini, Elisabeth. 2007. Pendekatan Metode Kolaboratif dalam Pembelajaran Kimia. Jurnal Kajian Teori dan Praktik Kependidikan. 34(2)135-143.

Safrudiannur dan Suriaty. 2008. Penerapan Belajar Kelompok dalam Tahapan Lesson Study pada Materi Teknik Integral. Didaktika (Jurnal Pendidikan Pengembangan Kurikulum dan Teknologi Pembelajaran, 9(3): 258-268.

Sudrajat. Akhmad. 2008. Lesson Study Untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran, (online), (http://ridwanjoharmawan.wordpress.com diakses 4 April 2009).

Sumari dan Muhammad Su’ aidy. 2006. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Piloting dan Lesson Study Mata Pelajaran Kimia di SMPN 4 dan SMA Lab UM Malang. Prosiding Seminar Nasional, 1(1): 214-225.

Syamsuri,Istamar dan Ibrohim. 2008. Lesson Study(Studi Pembelajaran). Malang:FMIPA Universitas Negeri Malang.

Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Edisi keempat. Malang: Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan, dan Sistem Informasi (BAAKPSI) bekerja sama dengan Penerbit Universitas Negeri Malang (UM PRESS).

Widhiarta, Putu Ashintya dkk. 2008. Lesson Study(Sebuah Upaya Peningkatan Mutu Pendidik Pendidikan Nonformal. Surabaya: Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Balai PNFI Regional IV Surabaya.

Page 47: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 47

UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN KIMIA MELALUI LESSON STUDY BERBASIS MGMP

DI KABUPATEN MALANG

Herbandri

Ketua MGMP Kimia SMA Kab.Malang; Guru Kimia SMA PGRI Lawang Kab.Malang; e-mail: [email protected]

Abstrak: Guna meningkatkan kualitas guru kimia SMA di Kab.Malang telah dilaksanakan kegiatan lesson study berbasis MGMP. Kegiatan ini sesuai dengan program MGMP Kimia Kab.Malang yang berawal dari memperkenalkan tentang apa itu lesson study, mengapa perlu mengadakan lesson study dan bagaimana cara melaksanakan lesson study yang penulis sampaikan kepada rekan-rekan peserta MGMP, yang kemudian dilanjutkan dengan mendatangkan seorang dosen jurusan kimia Universitas Negeri Malang yang lebih berkompeten untuk membimbing kegiatan lesson study berbasis MGMP ini mulai dari persiapan sampai pelaksanaannya. Kegiatan lesson study ini dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan yaitu bulan Januari dan Pebruari 2010 tentang persiapan dan perencanaan lesson study (plan) hingga bulan Maret 2010 saat pelaksanaan open lesson. Berdasarkan hasil diskusi bersama dalam tahap perencanaan, penulis ditunjuk sebagai guru penyaji untuk tampil dalam open lesson sekaligus memper-siapkan mulai dari RPP, LKS, media pembelajaran, lembar penilaian proses dan hasil pembelajaran sampai lembar observasi pelaksanaan. Pelaksanaan pembelajaran (do) diadakan tanggal 27 Maret 2010 sekaligus see-nya bertempat di aula SMA PGRI Lawang yang diikuti oleh 21 guru kimia yang menga-jar di berbagai SMA Negeri maupun swasta di wilayah Kab.Malang ditambah 5 orang mahasiswa PPL di SMA Negeri Kepanjen dari jurusan Kimia UM sebagai pengamat dan Drs. Ridwan Joharmawan, M.Si sebagai dosen pembimbing sekaligus pengamat. Materi pokok dalam pelaksanaan open lesson adalah Hidrolisis Garam yang diberikan kepada siswa kelas XI IPA dengan menggunakan model pem-belajaran Jigsaw dalam waktu 2 jam pelajaran yang disesuaikan dengan jadual guru penyaji di tempat mengajarnya. Setelah selesai pelaksanaan (do) dilakukan see yaitu refleksi dalam diskusi bersama untuk melihat sejauh mana tanggapan-tanggapan yang disampaikan baik dari guru penyaji maupun pengamat tentang pembelajaran yang telah dilakukan. Dalam see tersebut pengamat diminta untuk menanggapi bagaimana siswa belajar, bukan menanggapi bagaimana guru mengajar. Berbagai tanggapan yang disampaikan pengamat menjadikan masukan yang sangat berharga baik bagi guru penyaji maupun guru pengamat demi perbaikan praktik pembelajaran dikemudian hari. Hasil kegiatan lesson study ini mem-perlihatkan banyak kendala yang harus diperbaiki, sedang guru peserta lesson study menyatakan termo-tivasi untuk melakukan praktik pembelajaran yang lebih baik lagi dan dapat mencontoh rekan guru yang telah melaksanakan lesson study dengan mengambil hal-hal yang positif. Adanya lesson study berbasis MGMP sangat perlu untuk diteruskan dan ditindak lanjuti oleh para guru untuk bagaimana cara membelajarkan siswanya lebih baik lagi dalam rangka meningkatkan tugas keprofesionalannya.

Kata kunci: Kualitas Pembelajaran, Lesson Study, MGMP

Undang-undang no. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa kedudukan guru sebagai tenaga profesional. Seseo-rang yang menyatakan dirinya profesional harus terus menerus meningkatkan layanan profesinya untuk meningkatkan kemaslahatan anak didiknya. Karena tugasnya yaitu membelajarkan siswa, se-

orang guru harus terus menerus belajar bagaimana caranya membelajarkan siswanya lebih baik karena tuntutan jaman yang makin berubah. Kalau dulu siswa dianggap cukup apabila siswa hanya mengu-asai aspek-aspek kognitif saja dalam pembelajaran, tapi sekarang hal itu sangatlah tidak memadai. Sis-wa juga harus menguasai berbagai kecakapan

Page 48: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 48

hidup yang oleh UNESCO dirumuskan dalam ben-tuk empat pilar pendidikan yaitu learning to be, learning to know, learning to do, dan learning to live together.

Memperhatikan tuntutan tugas keprofesional-an guru tersebut, maka untuk memperbaiki praktik pembelajarannya lesson study merupakan suatu al-ternatif untuk mengatasinya. Lebih lanjut Lewis (2002) menguraikan bagaimana lesson study dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan keprofesionalan guru, yaitu dengan memberikan delapan pengalaman kepada para guru yaitu lesson study memungkinkan guru untuk: 1) memikirkan dengan cermat mengenai tujuan pembelajaran, ma-teri pokok, dan pembelajaran bidang studi, 2) mengkaji dan mengembangkan pembelajaran ter-baik yang dapat dikembangkan, 3) memperdalam pengetahuan mengenai materi pokok yang diajar-kan, 4) memikirkan secara mendalam tujuan jangka panjang yang akan dicapai yang berkaitan dengan peserta didik, 5) merancang pembelajaran secara kolaboratif, 6) mengkaji secara cermat cara dan proses belajar serta tingkah laku peserta didik, 7) mengembangkan pengetahuan pedagogis yang se-suai utuk membelajarkan peserta didik, dan 8) me-lihat hasil pembelajaran sendiri melalui mata pe-serta didik dan kolega.

Berdasarkan hal itulah, dalam rangka untuk meningkatkan kualitas guru dalam praktik pembe-lajarannya maka guru-guru yang tergabung dalam MGMP Kimia SMA Kab.Malang diupayakan da-pat mengikuti lesson study walaupun dengan biaya mandiri. Para guru yang tergabung dalam MGMP Kimia yang mengadakan pertemuan rutin sebulan sekali selama ini arah pembinaannya belum opti-mal, maka lesson study berbasis MGMP dengan pendamping dosen dari Universitas Negeri Malang diharapkan bisa menjadikan guru terbuka untuk menerima saran perbaikan mutu pembelajaran sekaligus meningkatkan kemampuan melakukan inovasi-inovasi pembelajaran.

PEMBAHASAN

Lesson study dilaksanakan dalam tiga tahap-an. Tahap pertama adalah perencanaan (plan) ber-tujuan merancang pembelajaran yang dapat mem-belajarkan siswa dan berpusat pada siswa, bagai-mana supaya siswa berpartisipasi aktif dalam pro-ses pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak di-lakukan sendirian tetapi dilakukan bersama, bebe-rapa guru dapat berkolaborasi atau guru-guru dan

dosen pendamping dapat pula berkolaborasi untuk memperkaya ide-ide. Perencanaan diawali dari analisis permasalahan yang dihadapi dalam pembe-lajaran. Permasalahan dapat berupa materi bidang studi, bagaimana menjelaskan suatu konsep atau dapat juga berupa pedogogik tentang model pem-belajaran yang tepat yang disesuaikan dengan ma-teri pelajaran agar pembelajaran lebih efektif dan efisien atau permasalahan fasilitas, bagaimana mensiasati kekurangan fasilitas pembelajaran.

Berdasarkan situasi dan kondisi di lapangan dengan terpaksa segala perencanaan dibuat oleh guru penyaji seorang diri, tanpa didiskusikan de-ngan guru-guru yang peserta MGMP. Hal ini dise-babkan pelaksanaan (do) akan segera dilakukan dalam pertemuan bulan berikutnya. Berdasarkan hasil diskusi bersama dalam tahap perencanaan, pe-nulis ditunjuk sebagai guru model atau guru penya-ji untuk tampil dalam open lesson sekaligus mem-persiapkan mulai dari RPP, LKS, media pembe-lajaran, lembar penilaian proses dan hasil pembela-jaran sampai lembar observasi pelaksanaan.

Tahap kedua adalah pelaksanaan (do) pembe-lajaran untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam perencanaan. Pelak-sanaan pembelajaran (do) diadakan pada tanggal 27 Maret 2010 sekaligus see-nya bertempat di aula SMA PGRI Lawang yang diikuti oleh 21 guru ki-mia yang mengajar di berbagai SMA Negeri mau-pun swasta di wilayah Kab. Malang ditambah 5 orang mahasiswa PPL di SMA Negeri Kepanjen dari jurusan Kimia UM sebagai pengamat dan Drs. Ridwan Joharmawan, M.Si sebagai dosen pembim-bing sekaligus pengamat. Materi pokok dalam pe-laksanaan open lesson adalah Hidrolisis Garam yang diberikan kepada siswa kelas XI IPA seba-nyak 27 orang dengan menggunakan model pem-belajaran Jigsaw dalam waktu 2 jam pelajaran yang disesuaikan dengan jadual guru penyaji di tempat mengajarnya.

Sebelum pembelajaran dimulai dilakukan briefieng kepada para pengamat untuk menginfor-masikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh seorang guru dan mengingatkan bahwa selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak meng-ganggu kegiatan pembelajaran tetapi mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran.

Tahap ketiga adalah refleksi (see). Setelah selesai pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara guru model atau guru penyaji dan pengamat yang dipandu oleh personil yang ditunjuk untuk membahas pembelajaran yang baru berlangsung.

Page 49: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 49

Guru penyaji mengawali diskusi dengan menyam-paikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembela-jaran. Selanjutnya pengamat diminta bergantian menyampaikan komentar dari pembelajaran ter-utama berkenaan dengan aktifitas siswa. Tentunya kritik dan saran untuk guru penyaji disampaikan secara bijak demi perbaikan pembelajaran, bukan mencari-cari kesalahan guru penyaji. Berdasarkan masukan selama diskusi tersebut dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya yang diharapkan untuk menjadi lebih baik.

Hasil diskusi dan berbagai kendala yang tampak disampaikan pengamat dalam tahap see:

Waktu pelaksanaan (do) lebih dari 2 jam pelajaran sehingga terpaksa meminta jam guru lain, hal ini disebabkan guru penyaji ingin menyelesai-kan semua rencana yang telah tersusun dalam RPP yang akhirnya terpaksa melebihi batas waktu yang tersedia

Masih ada beberapa siswa yang belum bisa bekerjasama dalam kelompok ahli maupun kelom-pok asal dalam menyelesaikan tugas yang diberikan

Masih adanya kesalahan penggunaan satu pi-pet untuk beberapa larutan dari beberapa siswa

Masih adanya siswa yang pasif dan pendiam yang hanya menggantungkan pada teman teman lain dalam kelompoknya

Masih ada siswa dengan kemampuan awal (apersepsi) masih kurang, tetapi guru sudah melanjutkan ke materi inti, untuk itu pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan apersepsi ja-

ngan diberikan secara terbuka tapi sebaiknya individu

Belum menunjukkan pelaksanaan model pembelajaran Jigsaw yang sebenarnya, mengingat waktu yang terbatas

Pertanyaan-pertanyaan dalam LKS terlalu ba-nyak mengakibatkan siswa cenderung tidak me-ngerjakan secara kolaboratif, tapi lebih fokus pada bagaimana menyelesaikan tugas dalam LKS sehingga diskusi tampak belum hidup

KESIMPULAN

Hasil kegiatan lesson study memperlihatkan bahwa siswa merasa pembelajaran pada open les-son berbeda dibanding biasanya karena disaksikan orang banyak dan masih belum mendapatkan hasil maksimal, sedang bagi beberapa guru peserta lesson study menyatakan termotivasi untuk mela-kukan pembelajaran lebih baik dan dapat mencontoh guru penyaji yang telah melaksanakan pembelajaran.

Mengingat lesson study ini baru dilaksanakan untuk yang pertama kali di lingkup MGMP Kimia SMA di Kabupaten Malang tentunya masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi untuk terus ditin-daklanjuti demi perbaikan pelaksanaannya yang melibatkan kolaborasi antara guru peserta MGMP dengan dosen-dosen pembimbing dari LPTK dalam rangka peningkatan kualitas guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

DAFTAR RUJUKAN

Cerbin, Bill & Kopp, Bryan. 2006. Lesson Study for Col-lege Teacher: An Online Guide, (On line) http://www.unwlax.edu/sotl/lsp/intro.htm. diak-ses 19 September 2007.

Hendayana, Sumar dkk. 2007. Lesson Study Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan

Pendidik (Pengalaman IMSTEP-JICA). Band-ung: UPI Press.

Susilo, H. Chotimah, H. Joharmawan, R. Jumiati. Sari, YD. Sunarjo. 2009. Lesson Study Berbasis Sekolah Guru Konservatif Menuju Guru Inovatif. Malang: Bayumedia Publishing.

Page 50: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 50

MASALAH-MASALAH UTAMA PEMBELAJARAN YANG TERPANTAU MELALUI KEGIATAN OPEN CLASS

Muntholib

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Salah satu aspek yang memicu perdebatan panjang Ujian Nasional (UN) adalah aspek sosial dan psikologis pelaksanaannya. Patokan standar nilai kelulusan yang ditetapkan dalam UN menimbul-kan kecemasan psikologis, khususnya bagi peserta didik dan orang tuanya. Kecemasan ini intensitasnya akan meningkat apabila banyak peserta didik yang skor Training UN-nya di bawah patokan standar nilai kelulusan. Kecemasam massal ini memang beralasan, sebab skor Training UN peserta didik yang rendah (baca: tidak lulus) tidak dapat diubah menjadi tinggi (baca: lulus) dalam waktu pendek. Bila pe-serta didik benar-benar tidak lulus UN, dampak psikologisnya yang negatif bisa sangat panjang. Untuk mencegah terjadinya persoalan ini diperlukan suasana belajar yang kondusif, khususnya pembelajaran yang memungkinkan semua peserta didik dapat belajar dengan baik. Tujuan penulisan studi kasus ini adalah mengetahui masalah-masalah utama pembelajaran di kelas. Terungkapnya masalah-masalah ini menjadi masukan bagi guru dalam memperbaiki kualitas pembelajarannya. Dengan demikian peluang terjadinya kegagalan peserta didik, khususnya dalam menempuh UN, dapat diminimalisir. Studi ini mendeskripsikan dan menganalisis pembelajaran di kelas. Objek penelitian ini adalah pembelajaran di mana peneliti berperan sebagai observer dalam 7 kegiatas open class yang berlangsung bulan Agustus-September 2009. Untuk memperkuat analisis, peneliti juga memperhatikan 27 pembelajaran peer teach-ing yang berlangsung dalam kegiatan PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi guru). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa: (1) Kebanyakan guru model mengimplementasikan appersepsi sebagai review materi sebelumnya dan penyampaian tujuan pelajaran, hanya satu dari tujuh guru model yang men-gubah tujuan pelajaran menjadi pertanyaan yang membimbing siswa memahami materi pelajaran; (2) Kebanyakan guru model tidak memetakan konsep-konsep umum suatu topik dan tidak memfokuskan konsep yang akan dipelajari peserta didik dalam suatu pelajaran, hanya ada satu guru model yang me-metakan materi pelajaran (topik) dan menunjukkan bagian yang akan dipelajari saat itu; (3) Kebanya-kan guru masih menggunakan metode ceramah satu arah dalam menjelaskan suatu konsep, hanya ada satu guru yang benar-benar menggali konsep dari siswanya melalui tanya jawab; (4) Ada tiga guru model yang memberikan perhatian pada individu siswa dan satu guru model yang perhatiannya hanya tertuju pada siswa yang pandai saja, perhatian guru model yang lain masih tertuju pada kelompok siswa; (5) Kebanyakan guru model yang menyampaikan dua konsep atau lebih dalam suatu pembela-jaran mengintrodusir konsep-konsep tersebut secara berurutan, tanpa memeriksa pemahaman siswa (atau memberikan pemantapan) terhadap konsep yang telah diberikan sebelum mengintrodusir konsep yang baru; (6) Semua guru model yang memberikan latian soal memberikan semua soal latihan pada akhir proses pembelajaran, tidak ada yang memberikan latihan soal tahap demi tahap secara memadahi menurut kompleksitas materi yang diajarkan; (7) Kebanyakan guru mendominasi pembuatan kesimpu-lan sehingga kesimpulan terkesan dibuat oleh guru, hanya ada satu guru model yang menggali kesimpu-lan dari siswa melalui tanya jawab; (8) Kebanyakan guru model tidak menyiapkan catatan untuk di-bawa pulang peserta didik, LKS disiapkan untuk kelompok dan dibagi satu-dua lembar per kelompok, hanya ada satu guru model yang secara khusus menyiapkan catatan untuk dibawa pulang peserta didik, itupun dalam bentuk latihan soal.

Kata kunci: Prestasi belajar; Masalah pembelajaran; Pembelajaran Berkualitas

Ujian Nasional (UN) telah memicu perde-batan panjang. Salah satu aspek yang dipermasa-

lahkan, di antaranya oleh Koalisi Pendidikan, adalah aspek sosial dan psikologis pelaksanaan

Page 51: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 51

UN. Patokan standar nilai kelulusan 3,01 untuk tahun 2002/2003; 4,01 untuk tahun 2003/2004; dan 4,25 untuk tahun 2004/2005 dan seterusnya menimbulkan kecemasan psikologis peserta di-dik dan orang tuanya (Koran Tempo, 4 Februari 2005). Media massa lain juga memberitakan bahwa kecemasan psikologis ini juga mendera guru, kepala sekolah, kepala dinas pendidikan, dan bahkan kepala daerah. Menurut pengamatan penulis, kecemasan massal ini memang cukup beralasan. Dari beberapa Training Ujian Nasio-nal diketahui bahwa banyak peserta didik yang skor ujiannya di bawah patokan standar nilai kelulusan. Dengan kata lain, bila skor Training UN mencerminkan skor UN maka banyak peserta didik yang tidak dapat mencapai patokan standar nilai kelulusan alias tidak lulus.

Rendahnya skor Training UN memang mencemaskan. Penguasan siswa terhadap materi pelajaran yang rendah tidak dapat diubah secara mendadak menjadi tinggi. Untuk dapat meng-ikuti UN saja umumnya siswa harus belajar di bangku SMP/SMA selama tiga tahun. Apabila masa studi yang panjang ini tidak mampu mengantarkan siswa mencapai patokan standar nilai kelulusan dalam Training UN, apakah sisa waktu yang tersisa antara Training UN dengan UN yang jaraknya beberapa bulan saja mampu mengubah peserta didik dari kemungkinan tidak lulus menjadi lulus UN ? Keadaan inilah yang mencemaskan pihak-pihak tersebut.

Lazimnya sekolah-sekolah Indonesia mem-bekali siswanya untuk menghadapi UN dengan latihan soal-soal. Bahkan ada di antara sekolah-sekolah tersebut yang menghabiskan materi pelajarannya di semester V. Semester VI dikhu-suskan untuk menyiapkan siswanya menghadapi UN dengan latihan soal-soal. Sudah barang tentu ini merupakan langkah yang kurang arif. Pe-nguasaan siswa terhadap materi pelajaran tidak dapat dibangun dengan problem solving saja, tetapi harus melalui pembangunan konsep yang mantap terlebih dahulu. Dengan demikian, seyogyanya UN disikapi sebagai potret pe-nguasaan siswa terhadap materi pelajaran mulai dari semester I sampai semester VI. Oleh karena itu, pembinaan peserta didik yang serius tidak hanya dilakukan di semester VI saja, tetapi harus dimulai dari semester I.

Pembinaan peserta didik telah lama menjadi sorotan. Tidak tanggung-tanggung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan pernah

mengangkat masalah ini dalam sidang kabinet (12/3/2007). Dalam sidang tersebut presiden me-maparkan beberapa langkah yang akan dilakukan pemerintah guna meningkatkan kualitas pendi-dikan di Indonesia, salah satunya adalah mening-katkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional. Memang, mutu pendidikan hanya bisa dicapai apabila kualifikasi guru dan dosen cukup mema-dai, khususnya kualifikasi profesional yang ter-cermin dalam pembelajaran di kelas. Berdasar-kan rasional tersebut maka peneliti bermaksud mengungkap masalah-masalah pembelajaran di kelas khususnya yang terpantau melalui imple-mentasi Lesson Study (Studi Pembelajaran) sela-ma penulis berperan sebagai observer (penga-mat).

METODE

Penelitian ini mengeksplorasi, mendeskrip-sikan dan menganalisis pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh guru model. Objek peneliti-an ini adalah 7 (tujuh) guru model yang mem-buka kelas pada bulan Juli-September 2009. Pengamatan difokuskan pada: (1) apperception, (2) pemfokusan materi pelajaran, (3) ceramah dan tanya jawab, (4) perhatian kepada individu siswa, (5) mengecek pemahaman siswa sebelum mengintrodusir konsep baru, (6) latihan, (7) pembuatan kesimpulan, dan (8) catatan siswa.

HASIL-HASIL PENELITIAN

Apperception Kebanyakan guru model mengimplementa-

sikan appersepsi sebagai review materi sebelum-nya dan penyampaian tujuan pelajaran yang akan disampaikan. Hanya satu guru model yang me-ngubah tujuan pelajaran menjadi pertanyaan. Kebanyakan guru telah memahami bahwa apper-sepsi merupakan bagian penting dari pembelajar-an yang baik, minimal mereka telah mengisinya dengan review materi sebelumnya dan menyam-paikan tujuan pembelajaran. Bahkan sudah ada yang membuka pelajaran dengan masalah yang harus dipecahkan oleh siswa di dalam kelas. Pemahaman ini bagus dan perlu diperdalam, demikian juga penerapannya juga perlu divariasi.

Appersepsi perlu mempertimbangkan tiga hal; kontekstualitas, bahan ajar terkait yang mendahuluinya, dan memancing pikiran siswa untuk mengetahuinya. Sejauh mungkin appersep-

Page 52: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 52

si perlu dilakukan secara kontekstual. Belajar yang paling mudah dimulai dari hal yang kong-krit, yang kontekstual. Siswa akan mengalami banyak kesulitan apabila pembelajaran dimulai dari yang abstrak dan diikuti dengan yang abstrak. Apabila materi pelajaran memang abstrak, appersepsi perlu dilakukan dengan me-nunjukkan peta materi pelajaran atau peta konsep yang membantu memahami materi pembelajaran secara global.

Memancing pikiran siswa untuk terikat dengan materi pelajaran sepanjang waktu pembe-lajaran dapat dilakukan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dengan kalimat tanya. Penggunaan kalimat tanya dalam appersepsi hendaknya mempertimbangkan tiga hal. Pertama, pertanyaan sangat menarik untuk dipecahkan siswa. Kedua, tidak bisa dijawab oleh siswa sebelum pelajaran berlangsung. Ketiga, harus dipecahkan atau direview pada akhir pembela-jaran. Sudah barang tentu, hal ini sangat cocok dengan pembelajaran inkuiri. Contoh appersepsi yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep asam basa Arrhenius adalah sebagai berikut: Guru menunjukkan asam cuka dalam botol

kecil kemudian bertanya, “Anak-anak, ini apa?”

Siswa menjawab, “Asam cuka”. Kalau dicicipi, bagaimana rasanya? Guru menunjukkan Baik, secara perkalimat tanya yang dapat

digunakan adalah: Tahapan belajar yang Pertama, review materi sebelumnya apabila sudah ada materi terkait yang sudah dipahami oleh siswa. Kedua, tujuan pembelajaran yang akan disampaikan.

Pemfokusan Materi Pelajaran

Hanya ada satu guru model yang memeta-kan materi pelajaran (topik) dan menunjukkan bagian yang akan dipelajari saat itu. Ini berarti kebanyakan guru model lemah dalam masalah ini.

Ceramah dan Tanya Jawab

Kebanyakan guru masih ceramah satu arah dalam menjelaskan suatu konsep. Hanya satu guru yang benar-benar menggali konsep dari siswanya dengan cara tanya jawab.

Perhatian kepada Individu Siswa

Ada tiga guru model yang memberikan per-hatian pada individu siswa dan satu guru model yang perhatiannya pada siswa yang pandai saja. Perhatian guru model yang lain masih tertuju pada kelompok siswa.

Mengecek Pemahaman Siswa Sebelum Mengintro-dusir Konsep Baru

Kebanyakan guru model yang menyampai-kan dua konsep atau lebih mengintrodusir kon-sep-konsep tersebut berurutan, tanpa memeriksa pemahaman siswa atau memberikan pemantapan terhadap konsep yang telah diberikan sebelum mengintrodusir konsep yang baru.

Latihan

Semua guru model yang memberikan latian soal memberikan semua soal latihan pada akhir proses pembelajaran.

Pembuatan Kesimpulan

Kebanyakan guru mendominasi pembuatan kesimpulan. Hanya ada satu guru model yang menggali kesimpulan dari siswa melalui tanya jawab.

Catatan Siswa

Kebanyakan guru model tidak menyiapkan catatan untuk siswa, LKS disiapkan untuk kelompok dan dibagi satu-dua lembar per kelompok. Hanya ada satu guru model yang se-cara khusus menyiapkan catatan untuk siswa.

PEMBAHASAN

Apperception Menurut Oxford English Dictionary (2008),

apperception is assimilation into the mind of a new concept. Terjadinya asimilasi dalam rangka pembentukan konsep baru dalam pikiran peserta didik sekurang-kurangnya dipermudah oleh 3 (tiga) hal; pengaitan dengan konsep yang sudah ada, pengaitan dengan dunia nyata yang dapat diamati (kontekstual konkrit), dan membangun rasa ingin tahu siswa yang besar dengan mengu-bah tujuan pembelajaran dari kalimat berita menjadi kalimat tanya. Dari tiga hal ini, hanya satu hal yang sudah sering dilakkan oleh guru, yaitu mengaitkan konsep baru dengan konsep yang sudah ada. Sedangkan pembelajaran kon-tekstual, membawa dunia nyata yang kongkrit ke dalam kelas, dan mengubah tujuan pembelajaran

Page 53: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 53

dari kalimat berita menjadi kalimat tanya masih jarang dilakukan oleh guru.

Kebanyakan guru model mengimplementa-sikan apersepsi sebagai review materi sebelum-nya dan penyampaian tujuan pelajaran. Pada tingkat ini yang dilakukan kebanyakan guru sudah cukup baik. Review materi pelajaran terdahulu yang terkait dengan konsep baru yang akan diintrodusir adalah langkah yang tepat. Ini bisa membantu siswa memahami posisi dan pe-ngertian konsep baru yang diterimanya. Demiki-an juga membangun rasa ingin tahu siswa. Sayangnya kebanyakan guru membangun rasa ingin tahu siswa melalui penyampaian tujuan pelajaran. Ini terkesan monoton dan kurang menarik bagi siswa. Hanya satu guru model yang membangun rasa ingin tahu siswa melalui kalimat tanya. Berikut transkrip pembicaraannya:

Guru : Pada pertemuan terakhir kita berbicara tentang apa?

Siswa : Gaya Pak. Guru : Masih ingat, apa yang dimaksud

gaya? Siswa : Tarikan atau dorongan terhadap

suatu benda. Guru : Coba A (mungkin siswa kelompok

atas), apa gaya tadi? Siswa A : Tarikan atau dorongan. Guru : Bagus. Coba B (mungkin siswa

kelompok sedang), menurutmu apa? Siswa B : Tarikan atau dorongan yang diterima

oleh suatu benda Pak. Guru : Yak, bagus sekali. Coba C (mungkin

siswa kelompok bawah), tirukan temanmu tadi.

Siswa C : Tarikan atau dorongan Pak. Guru : Ya, pintar sekali. Tarikan atau

dorongan yang diterima oleh suatu benda. Kuda menarik pedati dengan suatu gaya, pegas mendorong anak panah dari busurnya dengan suatu gaya, mesin mendorong mobil dengan suatu gaya. Semua sudah mengerti?

Siswa : Sudah Pak. Guru : Ya, saya senang. Kalian semua

sudah mengerti. Sekarang pertanyaan akan saya lanjutkan. Perhatikan baik-baik. Apabila suatu benda ditarik atau didorong dengan suatu gaya, berapa

percepatan yang dialami benda tersebut? Bagaimana cara menentukannya? Berapa percepatan pergeseran meja ini apabila saya dorong dengan gaya tertentu? Bagaimana cara menentukannya? Coba pikirkan! Nah, inilah yang sekarang akan kita pelajari.

Di samping menyampaikan tujuan pelajaran dengan kalimat tanya yang menarik, guru ini juga melakukan apersepsi secara kontekstual. Seperti yang terdapat pada kalimat beriktu ini:

Guru : Ya, pintar sekali. Tarikan atau dorongan yang diterima oleh suatu benda. Kuda menarik pedati dengan suatu gaya, pegas mendorong anak panah dari busurnya dengan suatu gaya, mesin mendorong mobil dengan suatu gaya. Semua sudah mengerti?

Dalam apersepsi, kontekstual seperti ini

sudah cukup. Sebab ini hanya mengingatkan materi pelajaran sebelumnya. Sayangnya, dari 7 guru model yang diamati, hal ini hanya muncul satu kali saja.

Pemfokusan Materi Pelajaran

Apabila suatu topik membutuhkan beberapa pertemuan, materi pelajaran dalam topik tersebut perlu dibuat peta sehingga gambaran global ma-teri tersebut dapat disimpan dalam memori siswa dengan mudah. Hal ini juga berlaku untuk topik-topik yang kaya akan konsep, meskipun materi-nya tidak terlalu banyak, misalnya gerak pada tumbuhan, partikel, materi dan sifat-sifatnya, perubahan materi, dan sebagainya. Sayangnya, dari 7 guru model yang menjadi objek penelitian ini, hanya satu saja yang memetakan materi pelajaran (topik) dan menunjukkan bagian yang akan dipelajari saat itu. Konsekuensinya, tidak mudah bagi siswa untuk segera memahami apa yang seharusnya dipelajari. Akibatnya, siswa membutuhkan lebih banyak waktu dari pada yang semestinya dibutuhkan untuk mempelajari materi pelajaran.

Page 54: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 54

Ceramah dan Tanya Jawab Ceramah adalah metode mengajar yang

paling preference dan populer di Indonesia. Bisa jadi ini warisan dari perguruan tinggi. Dosen yang matang, santun, tutur katanya lembut, kali-matnya runtut, dan pengetahuannya luas biasa-nya menjadi vaforit mahasiswa. Sudah barang tentu, dosen seperti ini biasanya senior dan me-ngajar dengan cara ceramah. Kekaguman inilah yang kemudian diwarisi dan diterapkan di seko-lah. Apalagi cara ini sangat mudah, cukup dengan memahami materi pelajaran dan melaku-kan sistematisasi saja. Inilah kharakter umumnya orang Indonesia, sukanya yang gampang-gam-pang tetapi banyak uang, seperti dalam bahasa pergaulan anak muda: muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga. Bahkan ketika guru menyebut metode mengajar tanya jawab se-kalipun, bila dilihat di kelas dalam proses pem-belajaran, dia tetap mengajarnya dengan metode ceramah. Bukan tanya jawab seperti yang ditulis dalam RPP.

Hasil penelitian ini menunjukkan gambaran umum orang Indonesia tersebut. Dari 7 guru model yang menjadi objek penelitian ini, hanya satu guru yang benar-benar menggali konsep dari siswanya dengan cara tanya jawab. Guru ini adalah guru yang dibahas pada bagian apersepsi di atas.

Perhatian kepada Individu Siswa

Ada tiga guru model yang memberikan perhatian pada individu siswa dan satu guru model yang perhatiannya pada siswa yang pandai saja. Perhatian guru model yang lain masih tertuju pada kelompok siswa.

Mengecek Pemahaman Siswa Sebelum Mengintrodusir Konsep Baru

Kebanyakan guru model yang menyampai-kan dua konsep atau lebih mengintrodusir konsep-konsep tersebut berurutan, tanpa meme-riksa pemahaman siswa atau memberikan pe-mantapan terhadap konsep yang telah diberikan sebelum mengintrodusir konsep yang baru. Konsep yang saling berhubungan dibangun dari yang sederhana menuju ke yang kompleks. Apabila konsep yang sederhana belum dipahami siswa, konsep yang lebih kompleks kurang bisa dipahami pula oleh siswa. Oleh karena itu, diperlukan pengecekan pemahaman siswa,

khususnya siswa kelompok C atau kelompok lemah.

Latihan

Sekurang-kurangnya latihan soal-soal mem-punyai empat manfaat; memantau pemahaman siswa, menerapkan pemahaman siswa untuk memecahkan masalah, memantapkan pemaham-an siswa, melatih keterampilan intelektual siswa.

Pembuatan Kesimpulan

Kesimpulan merupakan rangkuman terpen-ting materi pelajaran. Oleh karena itu harus dibuat sederhana, ringkas dan mudah dipahami. Namun demikian, karena memuat pemahaman yang sudah dipahami oleh siswa, kesimpulan harus dibuat oleh siswa. Dalam hal ini peranan guru hanyalah sebagai editor isi dan bahasa. Sayangnya kebanyakan guru masih mendominasi pembuatan kesimpulan sehingga seolah-olah gurulah yang membuat kesimpulan tersebut. Dari 7 guru model yang diamati, ternyata hanya satu yang benar-benar menggali kesimpulan materi pelajaran dari siswa melalui tanya jawab.

Catatan Siswa

Siswa membutuhkan catatan yang ringkas, representatif, sistematis, dan mudah dipahami. Catatan semacam ini sangat penting dan memu-dahkan siswa dalam belajar, terutama untuk menghadapi ujian bagian, ujian semester, ujian akhir dan lomba. Sayangnya tidak banyak guru yang memberikan perhatian dalam masalah ini. Di antara 7 guru model yang diamati dalam penelitian ini hanya satu yang secara khusus menyiapkan catatan untuk siswa, itupun dalam bentuk kuiz akhir pelajaran, dibahas bersama-sama dan dibawa pulang. Sudah barang tentu isinya kurang mewakili materi pelajaran saat itu.

Memang, banyak guru yang menyiapkan lembar kerja siswa (LKS, worksheet). Tetapi LKS ini hanya disiapkan untuk kelompok dan dibagi satu atau dua lembar per kelompok. Tentu saja ini mengurangi keleluasaan siswa dalam belajar karena harus berebut LKS atau menunggu giliran untuk membacanya. Padahal setiap siswa perlu segera memperoleh panduan dan referensi untuk memahami materi pelajaran. Anehnya lagi, ada guru yang menarik kembali LKS-nya pada akhir pelajaran. Akibatnya, siswa praktis siswa tidak mempunyai catatan pelajaran.

Page 55: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 55

Catatan siswa harus benar-benar dipikirkan. Di samping manfaatnya sangat penting dan banyak, catatan siswa juga meninggalkan bekas yang mendalam bila di dalamnya terdapat kesalahan. Lebih dari itu, bila kurang informatif dan kurang sistematis catatan siswa bahkan bisa bisa mengganggu pemahaman siswa.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat di-simpulkan bahwa pembelajaran di kelas masih diwarnai banyak permasalahan, antara lain: 1. Apersepsi yang kurang variatif, belum ada

guru model yang membangun minat belajar siswa dengan mengemukakan tujuan pem-belajaran dalam bentuk kalimat tanya yang menantang.

2. Pemfokusan pada materi pelajaran masih lemah, pertanyaan yang diajukan kepada siswa masih benyak menimbulkan interpre-tasi dan jawaban ganda sehingga tidak mudah dimengerti oleh siswa.

3. Pembelajaran masih didominasi oleh metode ceramah, meskipun dalam RPP mengguna-kan metode tanya-jawab, diskusi, demon-trasi, atau metode yang lain.

4. Perhatian guru masih bersifat klasikal, perhatian individu malah diberikan kepada siswa yang pandai, bukan siswa yang tertinggal.

5. Introdusir konsep-konsep sering disampaikan secara bersamaan, tanpa memeriksa pema-haman siswa terhadap konsep yang telah diberikan sebelumnya sebelum mengintrodu-sir konsep yang baru.

6. Latihan siswa masih kurang sehingga pema-haman siswa berhenti pada pemahaman, bahkan hafalan, dalam klasifikasi tingkat kesukaran Bloom.

7. Pembuatan kesimpulan pembelajaran masih didominasi oleh guru yang semestinya cukup menjadi fasilotator.

Catatan siswa kurang mendapat perhatian

sehingga siswa tidak memiliki catatan yang sistematis untuk menghadapi ujian.

DAFTAR RUJUKAN

Anonymus. 2009. Panduan untuk Peningkatan Proses Belajar dan Mengajar. JICA

Faqih, A. 2007. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan. http://abdullahfaqih.multiply.com diakses 30 September 2009

Nishitani, I. 2009. Lesson Study dan Ujian Sekolah di Jepang. Personal Comunication

Ramli, M. 2006. Menilai Mutu Pendidikan, Graduate School of Education and Human Development, Nagoya University, Japan. http://indosdm.com diakses 30 September 2009

Ramli, T. 2009. Ujian Nasional dan Peningkatan Mutu Pendidikan. http://www.slideshare.net diakses 11 September 2009

Page 56: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 56

IMPLEMENTASI DAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERTANYA DALAM PAIKEM

Muntholib

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Keterampilan bertanya adalah salah satu dari delapan keterampilan dasar mengajar yang merupakan komponen penting dari kompetensi pedagogis. Keterampilan bertanya merupakan keterampilan dasar mengajar yang paling sederhana yang mendasari dan menjadi syarat bagi penguasaan keterampilan dasar mengajar yang lain. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui implementasi keterampilan bertanya beserta pengembangannya dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru di wilayah Pasuruan dalam kurun waktu 2009-2010. Studi ini mendeskripsikan dan menganalisis implementasi keterampilan bertanya beserta pengembangannya dalam pembelajaran di kelas. Objek penelitian ini adalah guru-guru model yang peneliti observasi Agustus 2009 -- Juli 2010. Pengamatan difokuskan pada 11 komponen keterampilan bertanya beserta pengembangannya oleh guru model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tanya jawab termasuk metode pembelajaran yang cukup populer, 5 dari 16 pembelajaran yang diobservasi mencantumkan metode tanya jawab dalam RPP-nya; (2) tidak semua guru model yang mencantumkan metode tanya jawab dalam RPP-nya benar-benar mengajar dengan metode tanya jawab; (3) tidak banyak komponen keterampilan bertanya muncul dalam pembelajaran; dan (4) ada dua pengembangan pertanyaan penting yang dilakukan oleh guru model; (a) mengubah tujuan pembelajaran dari bentuk pernyataan menjadi pertanyaan dan (b) mendahulukan penunjukan siswa sebelum mengemukakan pertanyaan dalam rangka penyebaran pertanyaan dan pelibatan setiap individu siswa dalam pembelajaran.

Kata kunci: Keterampilan bertanya, Implementasi keterampilan bertanya, Pengembangan keterampil-an bertanya.

Menurut PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi pendidik mencakup 4 komponen, yaitu (1) kompetensi pedagogis, (2) kompetensi profesional (penguasaan bidang ilmu yang diajarkan), (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian. Kompetensi pedagogis adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang mendidik yang memungkinkan peserta didik membangun kharakter dan mengaktualkan potensi-potensinya. Untuk mencapai komptensi ini pendidik perlu menguasai teori belajar dan pembelajaran, terma-suk menguasai dan mengimplementasikan kete-rampilan dasar mengajar dengan baik.

Turney (1979) mengidentifikasi delapan keterampilan dasar mengajar yang menentukan keberhasilan pembelajaran; keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menje-

laskan, membuka dan menutup pelajaran, mem-bimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, dan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan. Di antara delapan keterampilan dasar tersebut, keterampilan bertanya merupakan keterampilan dasar mengajar yang paling sederha-na yang mendasari dan menjadi syarat bagi pengu-asaan keterampilan dasar mengajar yang lain. Dengan kata lain, keterampilan dasar mengajar yang lain tidak dapat dikuasai apabila keterampilan bertanya belum dikuasai dengan baik.

Bagi guru, bertanya tidak sekedar cara untuk memperoleh informasi, tetapi menjadi alat untuk membangun interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa serta men-dorong setiap siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Secara terinci, sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa guru harus menguasai dan menerapkan keterampilan berta-

Page 57: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 57

nya dalam pembelajarannya: Pertama, mening-katkan partisipasi siswa dalam pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih hidup dan variatif. Kedua, membangun budaya bertanya bagi siswa. Alasan ini didasari atas fakta bahwa budaya kita tidak membiasakan anak untuk aktif bertanya. Ketiga, penerapan pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) mengharuskan siswa terlibat secara mental-intelektual dalam pembelajaran. Keempat, menghapus anggapan bahwa pertanyaan hanya berfungsi untuk menguji pemahaman siswa.

Brown dan Edmonson (1984) dalam War-dani dan Julaeha (2007) mendefinisikan per-tanyaan sebagai pernyataan yang menginginkan tanggapan secara lisan. Ini berarti pertanyaan mencakup mencakup perintah dan pertanyaan itu sendiri. Dengan cakupan ini, pertanyaan dapat mempunyai banyak fungsi, di antaranya adalah (1) meningkatkan keterlibatan siswa dalam pem-belajaran, (2) merangsang siswa untuk mengaju-kan pertanyaan, (3) mendiagnosis kelemahan siswa, (4) memusatkan perhatian siswa pada satu masalah, (5) membangkitkan minat belajar siswa terhadap materi pelajaran, (6) mengendalikan pembelajaran sehingga berlangsung secara opti-mal, (7) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan pemahaman dan penda-patnya, dan (8) membangun kebiasaan siswa untuk berdiskusi memecahkan masalah, baik dengan guru maupun sesama siswa.

Menurut Turney (1979), keterampilan ber-tanya mencakup 11 komponen. Komponen-komponen keterampilan bertanya ini dibagi menjadi dua kelompok; keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjut. Keteram-pilan bertanya dasar terdiri atas 7 komponen; pertanyaan singkat dan jelas, pemberian acuan, pemusatan, pemindahan giliran, penyebaran, pemberian waktu berpikir, dan pemberian tuntunan. Pemberian acuan dimaksudkan untuk memberi informasi awal sehingga siswa bisa menjawab pertanyaan yang diberikan kepadanya. Pemusatan adalah pergeseran cakupan pertanya-an dari pertanyaan umum ke pertanyaan khusus. Pemindahan giliran dimaksudkan supaya per-tanyaan kompleks yang menuntut jawaban lebih dari satu tidak hanya dijawab oleh satu siswa saja. Pemindah giliran juga membantu guru mendapatkan jawaban yang sempurna dari siswa. Sedikit berbeda dengan pemindahan giliran, pe-

nyebaran dimaksudkan agar semua siswa mem-peroleh kesempatan yang sama dalam mengaju-kan atau menjawab pertanyaan. Ini menghindari kebiasaan di mana hanya siswa kelompok ter-tentu saja yang biasa mengajukan atau menjawab pertanyaan. Bila pertanyaan yang diberikan tidak bisa dijawab, guru perlu memberikan tuntunan (clues) sehingga siswa bisa menjawab. Berbeda dengan pemberian acuan yang diberikan sebelum guru mengajukan pertanyaan, pemberian tuntun-an dilakukan apabila siswa belum bisa menjawab pertanyaan yang sudah diajukan oleh guru. Pemberian tuntunan ini lebih penting bagi siswa golongan bawah.

Keterampilan bertanya lanjut mencakup empat komponen; pengubahan tuntutan kognitif pertanyaan (dari suatu tingkat kognitif ke tingkat kognitif yang lain), pengaturan urutan pertanyaan (dari tingkat rendah ke tingkat tinggi; dari hafalan ke pemahaman, aplikasi, analisis atau yang tuntutan kognitifnya lebih tinggi lagi; tidak boleh dibalik), penggunaan pertanyaan pelacak, dan peningkatan terjadinya interaksi. Pengguna-an pertanyaan pelacak pada komponen keteram-pilan bertanya lanjut berbeda dengan pemberian tuntunan (clues) pada komponen keterampilan bertanya dasar. Pemberian tuntunan dimaksud-kan untuk menuntun siswa menjawab pertanyaan yang sebelumnya belum bisa dijawab, sedangkan penggunaan pertanyaan pelacak dimaksudkan untuk membantu siswa menyempurnakan jawab-annya yang belum sempurna tetapi sudah me-ngandung kebenaran. Dengan kata lain, per-tanyaan pelacak hanya digunakan untuk per-tanyaan yang menuntut tingkat kognitif tinggi. Komponen peningkatan terjadinya interaksi antar siswa dimaksudkan untuk meningkatkan keter-libatan mental siswa dalam pembelajaran. Ini dapat dibangun dengan penggunaan pertanyaan yang tidak hanya bisa dijawab oleh siswa tertentu saja, mendorong siswa untuk mengaju-kan pertanyaan, dan melemparkan pertanyaan seorang siswa ke siswa yang lain.

METODE

Pengumpulan data dilakukan melalui obser-vasi dan tanya jawab. Observasi dilakukan ter-hadap guru model yang sedang mengajar, se-dangkan tanya jawab dilakukan setelah obser-vasi. Observasi difokuskan pada metode pem-belajaran, pengunaan pertanyaan (tanya jawab)

Page 58: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 58

dalam pembelajaran, komponen keterampilan bertanya yang digunakan, dan inovasi/ pengembangan dalam penggunaan pertanyaan. HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode Tanya Jawab Cukup Populer Tanya jawab termasuk metode pembelajar-

an yang populer. Dari 16 guru model observan, 5 (31%) di antaranya mencantumkan tanya jawab sebagai metode pembelajarannya. Ini menduduki peringkat dua popularitasnya setelah diskusi yang membukukan angka 13 (81%). Secara formal angka ini sesuai dengan hasil penelitian Brown dan Edmonson (1984) yang menunjukkan bahwa 30% waktu pembelajaran dihabiskan oleh guru untuk bertanya. Namun demikian pencan-tuman ini tidak linier dengan penggunaannya dalam pembelajaran di kelas. Tidak semua guru model observan yang mencantumkan tanya ja-wab sebagai metode pembelajarannya meng-habiskan lebih dari 30% waktunya untuk tanya jawab. Sebaliknya, tidak semua guru model observan yang tidak mencantumkan tanya jawab sebagai metode pembelajarannya menghabiskan kurang dari 30% waktunya untuk tanya jawab. Sudah barang tentu ini merupakan anomali guru yang menjadi objek observasi. Fakta ini melahir-kan pertanyaan: mengapa RPP yang merupakan rancangan pembelajaran yang telah disiapkan oleh guru tidak selalu dijadikan pegangan dalam pembelajaran ? Adakah penyiapan RPP hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan administratif ? Mudah-mudahan ini hanya sekedar kasus saja.

Tidak Banyak Komponen Keterampilan Bertanya yang Diimplementasikan dalam Pembelajaran

Meskipun secara formal 31% guru model observan mencantumkan tanya jawab sebagai metode pembelajarannya, tetapi tidak banyak komponen keterampilan bertanya yang diimple-mentasikan dalam pembelajaran. Dari 11 kom-ponen keterampilan bertanya yang di kemukakan oleh Turney (1979), hanya rumusan pertanyaan (singkat dan jelas), pemberian acuan, dan penye-baran yang benar-benar diimplementasikan oleh guru. Adapun 8 komponen lainnya tidak muncul dalam pembelajaran. Pembelajaran berlangsung secara variatif, melibatkan semua keterampilan dasar mengajar. Penggunaan keterampilan dasar tunggal hanya ada dalam micro teaching, latihan mengajar. Tidak ada keharusan menggunakan

keterampilan dasar mengajar tertentu, termasuk keterampilan bertanya. Namun demikian, pen-cantuman suatu metode pembelajaran dalam RPP mestinya by design, ada konsekuensinya, ada penekanan dan persiapan khusus. Oleh karena itu, RPP – barang kali – tidak sekedar mencan-tumkan metode pembelajaran, tetapi metode pembelajaran perlu tercermin dalam langkah-langkah pembelajaran.

Inovasi Keterampilan Bertanya

Barangkali sudah menjadi standar baku pembelajaran di kelas-kelas Indonesia bahwa tujuan pembelajaran dikemukakan dalam bentuk kalimat berita setelah apersepsi. Beberapa guru model observan telah memodifikasi kebiasaan ini dengan mengganti kalimat berita menjadi kali-mat tanya. Ini merupakan inovasi yang luar biasa. Ketika mengajarkan “pola barisan bilang-an sederhana”, misalnya, guru model membuat apersepsi sebagai berikut:

Guru : Siapa yang sudah tahu atau

mempunyai facebook ? Angkat tangan.

Siswa : Semua siswa angkat tangan. Guru : Apa fungsi facebook? Siswa : Sebagian angkat tangan. Guru : Coba A. Siswa A : Untuk komunikasi Pak. Guru : Bagus. Ada yang lain? Siswa : Sebagian angkat tangan. Guru : Coba B. Siswa B : Untuk mencari teman Pak. Guru : Bagus sekali. Ya fungsi facebook

memang banyak. Salah satunya untuk mencari teman. Nah apabila seminggu setelah membuat facebook seseorang memperoleh dua orang teman, satu minggu berikutnya temannya menjadi empat, satu minggu kemudian menjadi delapan, ... berapakah teman facebooker tersebut setelah 52 minggu membuat facebook?

Guru : Bagus sekali. Ya fungsi facebook memang banyak. Salah satunya untuk mencari teman. Nah apabila seminggu setelah membuat facebook seseorang memperoleh dua orang teman, satu minggu berikutnya temannya menjadi

Page 59: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 59

empat, satu minggu kemudian menjadi delapan, ... berapakah teman facebooker tersebut setelah 52 minggu membuat facebook ?

Siswa : Berfikir berusaha mencari jawaban. Guru : Untuk bisa menjawab pertanyaan

tersebut kita harus mempelajari “pola barisan bilangan sederhana” terlebih dahulu. Coba bergabung menurut kelompok masing-masing!

Dibandingkan dengan pernyataan, penyam-

paian tujuan pembelajaran dalam bentuk kalimat tanya seperti di atas jauh lebih banyak melibat-kan aktifitas mental intelektual siswa. Apalagi dikemas dalam format tanya jawab secara kon-tekstual. Sudah barang tentu, dari sisi pedagogis ini merupakan inovasi yang luar biasa.

Keberhasilan guru dalam apersepsi menen-tukan keberhasilan pembelajaran. Menurut Nishitani (2009), 60% keberhasilan pembelajar-an ditentukan oleh keberhasilan guru dalam membawa aktifitas mental siswa ke dalam kelas melalui apersepsi. Oleh karena itu, setiap hendak mengajar hendaknya guru mempersiapkan aper-sepsi secara serius. Dengan demikian, inovasi ini mempunyai nilai yang sangat penting dalam pembelajaran.

Menentukan siswa sebelum mengajukan pertanyaan termasuk kebiasaan yang harus dihin-dari dalam pembelajaran (Wardani dan Julaeha, 2007). Pernyataan ini hendaknya tidak diterima hitam putih. Dalam pembelajaran setiap siswa berhak untuk belajar dan memahami materi pelajaran dengan baik. Konsekuensinya guru wajib membantu setiap siswa untuk belajar. Di samping itu guru juga harus menyebarkan pertanyaan kepada semua siswa. Dengan logika tersebut, penentuan/penunjukan siswa sebelum mengajukan pertanyaan tidak harus dilarang, seperti yang terekam dalam tanya jawab berikut:

Guru : Pada pertemuan terakhir kita berbicara tentang apa ?

Siswa : Gaya Pak. Guru : Masih ingat, apa yang dimaksud

gaya? Siswa A : (siswa kelompok atas) Tarikan atau

dorongan terhadap suatu benda. Guru : Coba B (siswa kelompok sedan g),

apa gaya tadi? Siswa B : Tarikan atau dorongan yang

Guru : Yes, right. Coba C (siswa kelompok bawah), tirukan temanmu tadi.

Siswa C : Tarikan atau dorongan Pak. Guru : Ya, pintar sekali. Tarikan atau

dorongan yang diterima oleh suatu benda. Kuda menarik pedati dengan suatu gaya, pegas mendorong anak panah dari busurnya dengan suatu gaya, mesin mendorong mobil dengan suatu gaya. Semua sudah mengerti?

Siswa : Sudah Pak. Guru : Ya, saya senang. Kalian semua

sudah mengerti. Sekarang pertanyaan akan saya lanjutkan. Perhatikan baik-baik. Apabila suatu benda ditarik atau didorong dengan suatu gaya, berapa percepatan yang dialami benda tersebut? Bagaimana cara menentukannya? Berapa percepatan pergeseran meja ini apabila saya dorong dengan gaya tertentu? Bagaimana cara menentukannya? Coba pikirkan!

Siswa : Melakukan aktifitas untuk menemukan jawaban.

Guru : Untuk menemukan jawabanya, mari kita diskusikan bersama-sama.

Contoh tersebut menggambarkan bahwa

penentuan/penunjukkan siswa sebelum mengaju-kan pertanyaan sekurang-kurannya mempunyai dua manfaat. Pertama, menyebarkan pertanyaan kepada seluruh siswa untuk menghindari tanya jawab dengan siswa tertentu saja. Kedua, me-mantau pemahaman setiap siswa atau kelompok siswa terhadap konsep atau masalah tertentu yang sudah atau sedang dipelajari. KESIMPULAN 1. Tanya jawab termasuk metode pembelajaran

yang populer, 5 dari 16 guru model observan mencantumkan metode tanya jawab dalam RPP-nya.

2. Tidak banyak komponen keterampilan bertanya muncul dalam pembelajaran. Komponen keterampilan bertanya yang cukup populer adalah penyebaran.

Page 60: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 60

3. Inovasi dan pengembangan yang muncul dalam observasi adalah: (a) mengubah tujuan pembelajaran dari bentuk pernyataan menjadi pertanyaan dan (b) mendahulukan penunjukan siswa sebelum mengemukakan

pertanyaan dalam rangka penyebaran pertanyaan dan pelibatan setiap individu siswa dalam pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Anonymus. 2009. Panduan untuk Peningkatan Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: JICA

Faqih, A. 2007. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan. http://abdullahfaqih.multiply.com diakses 30 September 2009

Nishitani, I. 2009. Lesson Study dan Ujian Sekolah di Jepang. Personal Comunication

Ramli, M. 2006. Menilai Mutu Pendidikan, Graduate School of Education and Human Development, Nagoya University, Japan. http://indosdm.com diakses 30 September 2009

Ramli, T. 2009. Ujian Nasional dan Peningkatan Mutu Pendidikan. http://www.slideshare.net diakses 11 September 2009

Suparno dan Waras, K. 2008. Pengembangan Profesionalitas Guru. Malang: Universitas Negeri Malang.

Wardani, I.G.A.K. dan Julaeha, S. 2007. Kerampilan Dasar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.

Page 61: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 61

HAMBATAN PENGGUNAAN METODE DISKUSI-SIMULASI PADA PEMBELAJARAN STRATEGI BELAJAR MENGAJAR KIMIA(HASIL KEGIATAN OPEN CLASS LESSON STUDY)

Oktavia Sulistina

Kimia FMIPA UM, Jl. Semarang 5 Malang, E-mail: [email protected]

Abstrak: Kompetensi yang diharapkan pada Matakuliah Strategi Belajar Mengajar Kimia (SBMK) adalah mahasiswa mampu memilih dan melaksanakan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan hakekat pembelajaran kimia di Sekolah Menengah. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai kompetensi tersebut adalah metode diskusi-simulasi (DS). Metode ini memberi kesempatan mahasiswa untuk memperoleh penjelasan-penjelasan dari berbagai sumber data; merangsang kemampuan berpikir kritis dan keberanian mengemukakan ide, pertanyaan, dan pendapat; memberikan gambaran yang nyata dan pengalaman langsung tentang topik yang di pelajari; mengembangkan kreatifitas, memupuk rasa percaya diri; serta memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis. Kegiatan open class lesson study bertujuan untuk mengkaji hambatan yang ditemui pada saat penerapan metode DS pada pembelajaran SBMK pada semester Gasal 2009/2010 di Jurusan Kimia FMIPA UM. Kegiatan tersebut dilakukan 2 kali, masing-masing meliputi tahap plan, do, see. Tahap plan dilakukan oleh 2 orang pengampu mata kuliah SBMK, tahap do dan see diikuti oleh 5 orang dosen Kimia FMIPA UM dari berbagai bidang ilmu. Hasil kegiatan observasi dan refleksi pada open class menunjukkan terdapat beberapa hambatan dalam penggunaan metode DS dalam pembelajaran SBMK. Hambatan tersebut adalah masih ditemuinya mahasiswa yang kurang perhatian pada saat mahasiswa lain melakukan presentasi maupun simulasi, adanya dominasi peran, sebagian besar kelompok belum bisa mengorganisasi waktu secara efektif dan efisien. Untuk meminimalkan hambatan yang mungkin akan ditemui pada penerapan metode DS disarankan agar pendidik mengelola pembelajaran dengan baik, menjelaskan tugas dan sistem penilaian dengan jelas, sehingga dapat diperoleh hasil pembelajaran yang optimal.

Kata kunci: metode diskusi-simulasi, pembelajaran kimia, lesson study

Strategi dalam kegiatan belajar-mengajar da-pat diartikan sebagai seni dan ilmu untuk membe-lajarkan peserta didik dalam mencapai tujuan pem-belajaran yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif. Dalam perkembangannya, strategi pem-belajaran diartikan sebagai rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Matakuliah SBMK merupakan matakuliah yang memberikan bekal kepada mahasiswa calon guru untuk dapat memilih dan melaksanakan stra-tegi belajar mengajar yang sesuai dengan hakekat pembelajaran kimia di Sekolah Menengah (ano-nim, 2010). Sesuai dengan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pembelajaran di Seko-

lah Menengah harus berprinsip pada pembelajaran yang berbasis kompetensi. Prinsip pembelajaran yang berbasis kompetensi antara lain adalah (a) berpusat pada peserta didik agar mencapai kompe-tensi yang diharapkan; (b) pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang adanya keunikan individual setiap peserta didik; (c) pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, sehingga peserta didik menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi; (d) pembelajaran dilakukan dengan multi strategi dan multimedia sehingga memberikan pengalaman be-lajar beragam bagi peserta didik; dan (e) peran guru sebagai fasilitator, motivator, dan narasumber (Depdiknas, 2008). Selaras dengan tuntutan KTSP, dalam matakuliah SBMK mahasiswa calon

Page 62: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 62

guru dibekali dengan pengetahuan tentang konsep penting dalam proses belajar mengajar (PBM), keterampilan mengelola PBM, penerapan pendekatan pembelajaran yang konstruktivistik, penggunaan media dan penerapan asesmen otentik. Sehingga dengan bekal tersebut, diharapkan maha-siswa mampu memilih dan melaksanakan strategi belajar mengajar yang sesuai dengan hakekat pembelajaran kimia di Sekolah Menengah.

Pelaksanaan kegiatan perkuliahan, menekan-kan keterlibatan aktif mahasiswa dalam memper-oleh pengetahuan tentang strategi pembelajaran yang dipelajari melalui metode diskusi dan mem-peroleh gambaran langsung langkah-langkah pem-belajaran dalam strategi tersebut melalui metode simulasi. Sehingga dengan metode diskusi-simulasi (DS) ini mahasiswa diharapkan dapat me-mahami secara utuh tentang strategi pembelajaran yang sedang dipelajari dan pada akhirnya dapat memilih serta menerapkannya dalam pembelajaran di kelasnya kelak.

Metode DS merupakan gabungan antara me-tode diskusi dan metode simulasi. Metode diskusi memberikan ruang kepada pembelajar untuk menggali pengetahuannya sendiri melalui berbagai sumber data, melatih pembelajar untuk berani mengemukakan ide, pertanyaan, dan pendapat, melatih kemampuan berpikir kritis, membina sikap menghargai pendapat orang lain, dan menjunjung keputusan yang telah dibuat bersama. Hal ini senada dengan pengertian metode diskusi yaitu merupakan cara penyajian pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada pembelajar untuk mengadakan perbincangan ilmiah melalui interaksi antara siswa-siswa dan atau siswa-guru dengan tu-juan untuk memecahkan suatu permasalahan, men-jawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan pembelajar, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen, 1998; Arifin, 2000; dan Gulo, 2002). Metode simulasi dapat memberikan gambaran yang nyata dan pengalaman langsung tentang topik yang di pelajari; mengembangkan kreatifitas, memupuk rasa percaya diri; serta mem-perkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis. Sanjaya (2006), menyatakan hal yang sama, yaitu mengartikan me-tode simulasi sebagai cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip atau keteram-pilan tertentu. Kedua metode tersebut dapat di-kategorikan sebagai metode yang menekankan pada ketercapaian keterampilan proses dengan

pendekatan berpusat pada pembelajar (Anitah, 2007). Jika kedua metode tersebut digabungkan maka diharapkan akan menghasilkan pembelajaran yang dapat memberikan pengetahuan yang utuh terhadap suatu topik materi yang dipelajari, mem-bina sikap ilmiah pembelajar, melatih keterampilan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang di-inginkan.

Sebagai sebuah metode pembelajaran, meto-de DS tentunya juga memiliki kelemahan. Kele-mahan ini dapat diidentikasi dari berbagai hambatan yang ditemui selama proses pembelajar-an. Hambatan tersebut dapat menghasilkan pembe-lajaran yang kurang optimal, sehingga perlu segera untuk diidentifikasi dan dicari pemecahan ma-salahnya agar tercapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Melalui kegiatan open class lesson study diharapkan hambatan selama penerapan metode DS dapat diidentifikasi oleh para observer, sehingga temuan dari para observer dapat dijadi-kan acuan untuk pengembangan perencanaan pem-belajaran yang lebih baik. Iswahyudi (2009) melaporkan bahwa kegiatan lesson study memberi-kan pengaruh bagi peningkatan kompetensi guru dan siswa, karena dalam kegiatan tersebut guru dibiasakan untuk menerima masukan dan atau saran dari observer dengan terbuka, sehingga hal tersebut berimplikasi terhadap peningkatan inovasi dan kreatifitas guru dalam menyusun rencana pembelajaran yang lebih baik dan pada akhirnya siswa merasakan dampak dari meningkatnya kualitas pembelajaran.

METODE

Kegiatan open class lesson study matakuliah SBMK dilaksanakan dua kali di jurusan Kimia FMIPA. Masing-masing kegiatan terdiri dari tahap plan, do, dan see. Pelaksanaan tahap plan I tanggal 9 Oktober 2009, tahap do I tanggal 12 Oktober 2009 dan tahap see I tanggal 13 Oktober 2009. Tahap plan II dilaksanakan tanggal 13 Oktober 2009, tahap do II 16 Oktober 2009 dan tahap see II 19 Oktober 2009. Perencanaan pembuatan rencana pelaksanaan perkuliahan (RPP) dan instrumen pe-nilaian dilakukan pada tahap plan. Kegiatan ini dilakukan oleh dua dosen pengampu matakuliah. RPP dan instrumen penilaian yang dibuat pada tahap plan II merupakan hasil revisi berdasarkan kegiatan see I. Kegiatan pada tahap do dan see diikuti oleh 5 orang, 1 orang dosen model dan 4 orang dosen observer. 1 orang observer merupakan dosen pengampu matakuliah Kimia Fisik, 2 orang

Page 63: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 63

pengampu matakuliah Kimia Analitik, dan 1 orang pengampu matakuliah SBMK.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Open Class Lesson Study I

Metode yang digunakan dalam pembelajaran matakuliah SBMK pada kegiatan open class lesson study I adalah diskusi-simulasi (DS). Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan metode ini adalah: 1) membagi mahasiswa menjadi beberapa kelompok; 2) memberikan tugas masing-masing kelompok untuk membuat makalah tentang strategi pembelajaran dan mensimulasikan strategi tersebut; 3) mahasiswa mempresentasikan makalah yang telah disusun; 4) membuka forum diskusi/tanya jawab terkait dengan makalah yang dipresentasikan; 5) kelompok penyaji mensimu-lasikan strategi yang dibahas; dan 6) membuka fo-rum diskusi/tanya jawab terkait dengan strategi yang disimulasikan. Menurut dosen model, kese-suaian metode pembelajaran yang dilaksanakan dengan harapan adalah 80%. Hal ini disebabkan dosen model merasa waktu (2 x 50 menit) kurang mencukupi dan masih merasa grogi dengan ke-hadiran observer.

Hasil temuan para observer pada tahap do juga memperlihatkan hasil yang hampir mirip de-ngan yang dialami oleh dosen model, yaitu proses pembelajaran kurang optimal. Observer menemu-kan beberapa hal/faktor yang dimungkinkan men-jadi penghambat pada proses pembelajaran, se-hingga dihasilkan pembelajaran yang kurang opti-mal. Adapun beberapa faktor penghambat tersebut adalah (a) terdapat dominasi peran oleh salah seo-rang dari anggota kelompok penyaji, dimana nam-pak dialah yang paling menguasai topik yang di-bahas; (b) kurangnya perhatian dari kelompok non penyaji. Menurut observer, hal tersebut kemungki-nan disebabkan pada saat mempresentasikan makalah, penyaji banyak yang membaca teks makalahnya sehingga nampak kurang menguasai bahan yang dipresentasikan; tampilan power point kurang jelas, dikarenakan pencahayaan dari proyektor yang kurang sempurna; waktu presentasi yang tidak dibatasi sehingga terkesan terlalu lama; posisi duduk mahasiswa dalam kelompok-kelompok memungkinkan mereka kurang leluasa untuk memperhatikan penyaji dan tayangan power point yang posisinya berhadapan.; (c) Kurangnya penguasaan strategi pembelajaran yang dimodel-kan oleh mahasiswa model. Berdasarkan hasil te-

muan observer, mahasiswa model tampak kurang menguasai strategi yang dimodelkan, mahasiswa model cenderung hanya menjelaskan materi kimia-nya. Sehingga pada kegiatan diskusi/tanya jawab tentang hasil simulasi, mahasiswa terkesan pasif.

Pada tahap see, para observer memberikan masukan agar hambatan yang ditemui pada saat pembelajaran dapat diminimalkan, sehingga peng-gunaan metode DS dalam pembelajaran lebih opti-mal dan menghasilkan kualitas pembelajaran yang lebih baik. Masukan itu antara lain: dosen model harus harus menjelaskan aturan selama proses pembelajaran secara jelas yaitu adanya pembatasan waktu presentasi, diskusi dan simulasi, adanya pembagian peran yang merata dalam kelompok; tempat duduk diatur sedemikian rupa sehingga antara mahasiswa kelompok penyaji dan non pen-yaji dalam posisi yang nyaman, saling berhadapan dan pada akhirnya perhatian lebih meningkat; pembuatan alat penilaian yang lebih meningkatkan peranan mahasiswa dalam menilai proses pembe-lajarannya sendiri. Tahap see atau refleksi ini digunakan sebagai acuan untuk penyusunan RPP untuk kegiatan open class lesson study II yang le-bih baik sehingga hambatan yang ditemui pada saat pembelajaran dengan metode DS dapat di-minimalkan.

Kegiatan Open Class Lesson Study II

Pada tahap plan, dihasilkan perbaikan RPP. Langkah-langkah yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan metode DS tidak berubah, hanya aturan dalam pembelajaran yang diperketat dan diperjelas. Aturan tersebut adalah 30 menit waktu presentasi, 20 menit waktu diskusi/tanya jawab hasil presentasi, 30 menit waktu simulasi, dan 20 menit waktu diskusi/tanya jawab hasil si-mulasi. Aturan ini diinformasikan kepada maha-siswa sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Format penilaian dijadikan lebih rinci, penilaian terdiri dari tiga aspek yaitu penilaian presentasi, penilaian diskusi/tanya jawab, dan penilaian simu-lasi. Penilaian dilakukan dengan melibatkan 2 orang mahasiswa non penyaji untuk memberikan skor, dan hasilnya digabung dengan penilaian dosen pengampu.

Berdasarkan hasil kegiatan pada tahap do dan see, dosen model merasa ada peningkatan terhadap optimalisasi pembelajaran yaitu 90% sesuai dengan tujuan yang diharapkan, meningkat 10% dari hasil kegiatan open class I. Para observer menemukan, perhatian sebagian besar mahasiswa

Page 64: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 64

lebih meningkat dibandingkan pada kegiatan I wa-laupun masih ditemui 2-3 orang mahasiswa yang kurang memperhatikan. Keterampilan presentasi maupun simulasi kelompok penyaji lebih baik. Hal tersebut terlihat, pada saat mempresentasikan makalahnya penyaji berupaya untuk tidak memba-ca teks, demikian pula pada saat simulasi langkah-langkah pembelajaran pada strategi yang dimo-delkan lebih tampak meskipun masih ditemui ada beberapa kekurangan. Tahap diskusi/tanya jawab juga berlangsung cukup baik, dimana sebagian besar mahasiswa terlibat aktif untuk saling bertu-kar ide, pendapat dan atau pertanyaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan perencanaan dan pengelolaan pembelajaran yang baik serta penjelasan tugas dan penilaian yang jelas dapat meminimalkan hambatan pada saat proses pembelajaran sehingga dapat diperoleh hasil pembelajaran yang lebih optimal.

KESIMPULAN

Melalui kegiatan open class lesson study, hambatan selama proses kegiatan perkuliahan SBMK dengan menggunakan metode pembelajar-an DS dapat diidentifikasi dan dapat diminimal-kan. Hambatan tersebut adalah masih ditemuinya mahasiswa yang kurang perhatian pada saat maha-siswa lain melakukan presentasi maupun simulasi, adanya dominasi peran, sebagian besar kelompok belum bisa mengorganisasi waktu secara efektif dan efisien. Hal ini akan membawa pengaruh ter-hadap kurang optimalnya pencapaian tujuan pem-belajaran. Hambatan ini dapat diminimalkan den-gan perencanaan dan pengelolaan pembelajaran yang baik, penjelasan aturan, tugas dan penilaian dengan jelas.

DAFTAR RUJUKAN

Anonim. 2010. Katalog FMIPA UM Jurusan Kimia. Malang: FMIPA UM.

Arifin, M. 2000. Strategi Belajar Mengajar: Common Textbook. Bandung: UPI-JICA.

Anitah, S.W. 2007. Materi Pokok Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas terbuka.

Depdiknas. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Tatap Muka, Penugasan Terstruktur dan Tugas Mandiri Tidak Terstruktur.

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Grasindo.

Iswahyudi. 2009. Program Pengembangan Lesson Study di Kabupaten Pasuruan dan Pengaruhnya terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional

Lesson Study 2 yang diselenggarakan oleh PELITA-JICA FIMPA UM di Malang pada tanggal 17 Oktober 2009.

Killen, R. 1998. Effective Teaching Strategies: Lesson from Research and Practice. 2nd edition. Austra-lia: Social Science Press.

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media

Page 65: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 65

MODEL PEMBELAJARAN STAD - EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KERJA KELOMPOK DI KELAS VII

SMP A. YANI TAHUN 2009–2010

Robithoh Suryaningsasi Darsono Sigit

SMPN2 Bangil Pasuruan, SMPN2 Rembang Pasuruan,

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Kegiatan lesson study pembelajaran di kelas VII SMP A. Yani pada tanggal 18 April 2009, dilakukan Open Class (OC) pembelajaran kimia dengan materi campuran homogen dan heterogen. Peneliti sebagai guru model, pelaksanaan pembelajaran disajikan dengan model Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan melakukan praktikum yang kontekstual. Tujuan dari penelitian ini adalah, untuk mengetahuhi apakah dengan menggunakan model pembelajaran STAD disertai praktikum dapat mengaktifkan siswa. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi yang didasarkan pada kajian teori pendidikan untuk siswa SMP tentang pembelajaran STAD dengan penerapan praktikum yang kontekstual. Selanjutnya hasil kajian teori oleh peneliti, disusun dan diselaraskan dengan hasil pengalaman yang berharga peneliti saat mengikuti plan-do-see (refleksi tanggal 18 April 2009) di SMP Achmad Yani untuk kelas VII pada program Kegiatan MGMP Lesson Study SISTTEMS JICA Home Base SMPN 2 Bangil Pasuruan. Hasil penelitian menjelaskan: Model pembelajaran STAD disertai praktikum yang bersifat kontektual, dapat menggali/memperluas wacana berpikir siswa saat mengerjakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS), yang dihubungkan dengan pengetahuan dan pengalaman praktikum siswa dari mencampurkan bahan dan mengelompokkannya pada kolom campuran heterogen atau homogen. Kegiatan praktikum ini juga mengaktifkan kerja siswa, hal ini diakui juga oleh guru kelas sehari-harinya. Dengan praktikum 85% siswa menjadi aktif dan mampu mengemukakan pendapatnya. Penilaian hasil ketercapaian tujuan pembelajaran setelah akhir pembelajaran sebesar 80%.

Kata kunci: STAD, eksperimen, kerja kelompok

Pendidikan pada tingkat SMP, dituntut untuk senantiasa melakukan inovasi dalam pembelajaran, pada berbagai aspeknya, mulai dari visi, misi, tujuan, program, layanan, metode, teknologi, proses, sampai evaluasi. Bagi seorang guru IPA (Kimia) pemilihan model pembelajaran hendaknya dilakukan secara cermat, agar pilihan itu tepat atau relevan dengan berbagai aspek pembelajaran yang lain, efisien dan menarik. Hal tersebut dikarenakan dalam kelas, guru berperan sebagai komunikator dan guru sebagai fasilitator memiliki peran memfasilitasi siswa untuk belajar secara maksimal dengan menggunakan berbagai strategi/metode, media, dan sumber belajar. Dalam proses pembela-jaran siswa sebagai titik sentral belajar, siswa yang

lebih aktif, mencari dan memecahkan permasalahan belajar, dan guru membantu kesulitam siswa yang mendapat hambatan, kesulitan dalam memahami, dan memecahkan permasalahan. Untuk mengefektifkan pembelajaran dan mengaktifkan, biasanya seorang guru memilih model kooperatif untuk melatih siswa saling bekerja sama, saling menunjang keberhasilan individu dan bisa menjadi tutor sebaya bagi siswa yang kurang pandai. Kelough & Kelough (1999) mendefinisikan cooperative learning sabagai sesuatu strategi pembelajaran yang secara berkelompok, siswa belajar bersama-sama dan saling membantu dalam membuat tugas dengan penekanna saling support diantara anggota

Page 66: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 66

kelompok, dimana keberhasilan belajar adalah keberhasilan kelompok. Menurut Kasihani (2007) ada lima prinsip yang mendasari pembelajaran kooperatif yaitu: 1) Saling ketergantungan secara positif, artinya anggota kelompok saling menyadari bahwa mereka perlu bekerja sama untuk mencapai tujuan. 2) Semua anggota kelompok saling berinteraksi dengan saling berhadapan. 3) Setiap anggota kelompok harus belajar dan menyumbangkan hasil pemikirannya demi pekerjaan dan keberhasilan kelompok. 4) Ketrampilan bekerjasama dan bersosialisasi diperlukan untuk berhasilnya pekerjan kelompok, untuk ini perlu bimbingan guru agar siswa dapat berkolaborasi. 5) Siswa perlu menilai bagaimana mereka dapat bekerja secara efektif.

Menurut Trianto (2007), model pembelajaran kooperatif yang bisa digunakan untuk mengak-tifkan kerja kelompok siswa salah satu diantaranya adalah STAD dengan keunggulan seperti pada ta-bel 1.

Tabel 1. Keunggulan Model STAD

Tujuan Kognitif Informasi akademik sederhana

Tujuan sosial Kerja kelompok dan kerja sama

Struktural tim Kelompok belajar heterogen dengan 4 – 5 orang anggota

Pemilihan Topik Biasanya guru Tugas utama Siswa dapat menggunakan

lembar kegiatan & saling membantu untuk menuntaskan materi belajarnya

Penilaian Tes mingguan Pengakuan Lembar pengakuan &

publikasi lain Sedangkan sintak/tahapan pembelajaran

model STAD seperti uraian dalam tabel 2. Penghargaan kelompok inilah yang menjadi

keistimewaan model STAD, harapan dari penghargaan kelompok ini adalah semua anggota kelompok akan termotivasi untuk bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya, karena pada saat kuis masing-masing anggota tidak boleh saling membantu, agar kemajuan prestasi kelompok tersebut bisa terdeteksi. Pemilihan model STAD pembelajaran kimia di kelas VII SMP A. Yani untuk materi tentang campuran homogen dan heterogen dalam kehidupan sehari-

hari, di dasari sebelum penulis menjadi guru model, observasi dulu ke kelas yang akan dibuat Open Class (OC) ke guru kelasnya dan mendapatkan data sebagai berikut: 1) Siswa di kelas VII yang akan dibuat OC dalam setiap pembelajaran kurang aktif. 2) Siswa yang menduduki kelompok A sedikit, dan rata-rata ada pada kelompok B dan C. 3) Materi Kimia bagi kelas VII, masing dianggap materi baru karena di SD belum menerima materi ini.

Tabel 2. Fase dan Kegiatan Guru Model STAD

Fase Kegiatan guru

Awal

Menyampaikan semua tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa. Menyampaikan materi pembejaran bisa dengan jalan demontrasi atau memberi paparan

Inti

Membagi siswa dalam kelompok jika belum ada, jika kelompok sudah terbentuk sebelumnya maka tinggal meminta siswa untuk duduk pada kelompoknya, dan membimbing siswa dalam kelompok ubtuk menyelesaikan masalah dalam LKS, membahas hasil kerja siswa

Akhir

Menyimpulkan atau merefleksi kegiatan kemudian memberi evaluasi dapat berupa kuis atau pertanyaan lisan, diakhir kegiatan ini guru memberi penghargaan kelompok.

Dari data yang diperoleh ini, maka dipilihlah model STAD ini untuk dapat mengaktifkan sekaligus mengefektifkan proses pembelajaran Kimia di kelas VII SMP A. Yani pada saat penulis mendapatkan giliran untuk menjadi guru model saat lesson study berbasis MGMP Wilayah di home base Bangil.

METODE

Ketika mendapatkan giliran untuk menjadi guru model, dan sudah memiliki data tentang karakter siswa yang akan diobservasi, penulis meminta pada pada teman sejawat untuk memilihkan model pembelajaran dan kegiatan afektif yang membangkitkan semangat siswa agar dari kegiatan awal siswa termotivasi untuk

Page 67: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 67

mengikuti kegiatan pembelajaran dengan tujuan yang akan dicapai: 1) Siswa dapat membedakan campuran homogen dan heterogen. 2) Siswa dapat menyebutkan jenis campuran homogen dan heterogen dalam kehidupan sehari-hari.

Akhinya dipilih STAD dengan menggunakan eksperimen untuk mengaktifkan pembelajaran, dengan alasan ada pemberian penghargaan terhadap kelompok agar me-motivasi siswa untuk aktif di kelompokmya, dan untuk kegiatan apersepsinya, ditunjukkan berbagai minuman yang biasa dikonsumsi oleh siswa, seperti okky jelly drink, kopi, teh dan nutrisari, untuk menunjukkan jenis campuran yang terbentuk pada masing-masing minuman tadi. Dari motivasi ini siswa diharapkan mengetahui bahan apa saja yang terkandung dalam larutan minuman tadi dan menentukan apakah jenis campuran tersebut homogen atau heterogen. Hasil diskusi teman sejawat, akhirnya tersusunlah langkah pembelajaran sebagai berikut:

1. Pendahuluan

Setelah memeriksa kesiapan kelas, guru menunjukkan minuman: okky jelly drink.

Kemudian meminta siswa untuk menyebut-kan komposisi bahan yang terkandung di dalam minuman tersebut (harapan guru : salah seorang siswa menjawab: gula, bubuk agar-agar), dari campuran yang terbentuk bisakah kalian membedakan bahan-bahan tersebut! (jawaban: tidak bisa)

Kemudian menunjukkan minuman kopi. Kemudian meminta siswa untuk menye-butkan komposisi bahan yang terkandung di dalam minuman tersebut (harapan guru: salah seorang siswa menjawab: gula, kopi), dari campuran yang terbentuk bisakah kalian membedakan bahan-bahan tersebut! jawaban : bisa)

Dari jawaban siswa, kemudian guru men-jelaskan ciri campuran heterogen.

Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai

2. Inti

Membagi siswa dalam kelompok Membagi LKS pada siswa sambil memberi

petunjuk/ cara mengerjakan. Membimbing dan membantu kelompok

belajar dan bekerja, berkeliling mendampingi setiap kelompok siswa, sampai setiap

kelompok dapat mengerjakan tugas-tugas yang ada LKS sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Memotivasi siswa agar selalu berinter-aksi dengan teman siswa lain dalam kelompok, siswa- guru; siswa – media, siswa dengan dirinya sendiri.

Siswa melakukan aktivitas sesuai petunjuk di LKS.

Ditunjuk salah satu siswa menyajikan hasil kegiatan kelompoknya, kelompok lain memperhatikan dan menanggapi..

Guru menguatkan konsep-konsep yang disampaikan oleh siswa.

Guru membimbing siswa menarik kesim-pulan tentang:

Konsep larutan homogen dan larutan heterogen

Jenis Campuran No Nama Bahan Homogen Heterogen 1. Air susu 2. Energen cereal 3. Nescaffe 4. Nutrisari 5. Ademsari 6. Teh manis 7. Kopi tubruk 8. Air dan minyak

goreng

9. Jas jus 10 Milo

Ciri larutan yang termasuk homogen dan larutan heterogen.

3. Penutup

Memberikan tes individual Golongkan zat-zat berikut ini kedalam larut-

an Homogen dan Heterogen dengan memberi tanda cek (√), pada kolom yang sesuai!

Di akhir pembelajaran guru memberikan penghargaan kelompok.

Kategori super ( 80 – 100 ) Kategori hebat ( 65 – 79 ) Kategori baik ( 55 – 64 )

Tahapan ini digunakan saat kegiatan do-see, pada tanggal 18 April 2009 dimana saat itu peneliti bertindak sebagai guru model.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 68: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 68

Kegiatan do-see, dilanjutkan dengan diskusi refleksi dengan hasil kesepakan bersama guru perserta lesson study sebagai berikut: 1. Pembelajaran yang memakai/menyertakan

praktikum bersifat kontekstual dapat menggali proses berpikir siswa saat mengerjakan LKS yang dihubungkan dengan pengetahuan siswa dari mencampurkan bahan dan mengelompokkannya pada kolom campuran heterogen ataukah homogen, dari kegiatan ini juga mengaktifkan kerja siswa, hal ini diakui juga oleh guru kelas sehari-harinya, dengan praktikum 85% siswa menjadi aktif dan mampu mengemukakan pendapatnya, penilaian hasil ketercapaian tujuan pembelajaran setelah akhir pembelajaran adalah 80%.

2. Salah satu model yang dapat digunakan dalam pembelajaran kimia adalah pem-belajaran kooperatif STAD, yang diharapkan dapat menggali tingkat kerjasama dalam kelompok mengingat kondisi siswa kelas VII di SMP Achmad Yani Bangil, yang sangat heterogen baik tingkat kecerdasan intele-gensi, emosi dan sosialnya. Model pembela-jaran STAD juga membantu guru dalam me-ningkatkan percaya diri siswa dalam kelompok, karena adanya sistem penghargaan yang diberikan pada kelompok yang terbaik diakhir pembelajaran, tetapi ada 2 kelompok yang pembagian kelompoknya kurang pas, karena dari 4 anggota siswa perempuannya hanya satu, kebetulan temannya tidak masuk, sehingga mengham-bat proses diskusi, karena siswi tersebut terlihat enggan untuk aktif melakukan diskusi dengan kelompoknya, hal ini kurang terekam oleh guru sehingga sampai akhir pembelajaran siswi ini tampak minder, walaupun saat evaluasi siswi ini ternyata mampu menjawab pertanyaan. Dari catatan ini dapat direfleksi untuk pendidik, bahwa keaktifan siswa bisa terhambat karena ketidak nyamanan siswa dalam mengikuti pelajaran.

3. Proses penilaian yang dilakukan guru, selain menilai hasil kerja kelompok juga menilai tingkat kerja sama masing-masing individu dalam kelompok, saat penilaian kerja kelompok kendala ada pada presentasi kelas, siswa masih malu jika harus presentasi didepan, maka untuk latihan mereka presentasi di bangkunya, dari kendala ini

maka perlu menjadi catatan pendidik untuk melatih siswa berkomunikasi dengan kelompoknya atau dengan seluruh warga kelas, seperti yang tercantum dalam haket belajar IPA, bahwa siswa harus mampu mensosialisasikan hasul eksperimennya ke lingkungannya, dan terakhir ada pertanyaan kuis, dimana harus dijawab sendiri oleh siswa dan tidak minta bantuan temannya atau membantu temannya, yang ternyata dari proses penilaian saat evaluasi tidak bisa dilakukan karena waktu kurang dan terpakai di kegiatan praktikum, karena guru harus menjelaskan dahulu cara mencampurkan bahan dengan air, hal ini terjadi karena kelas tersebut baru pertama kali melakukan praktikum sehingga waktu banyak terbuang di penjelasan langkah kerja. Catatan pembelajaran ini akhirnya dipakai untuk perbaikan saat pembelajaran selanjutnya, yaitu, perlu pembimbingan siswa dalam kelompok agar bisa terdeteksi siswa yang tidak bisa bekerja dengan kelompoknya, siswa dibiasakan dengan pembelajaran eksperimen, sesuai dengan tujuan pembelaja-ran IPA yang mengharapkan siswa mampu menemukan konsep dari hasil eksperimen yang dilakukan dan mengkomunikasikan ke lingkungannya.

4. Untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain dalam membuat perencanaan pembelajaran harus ada kesesuaian antara metode yang digunakan dengan materi yang akan disampaikan, selain itu pemilihan model pembelajaran untuk efektifitas pe-nyampaian materi juga harus diperhatikan agar antara waktu yang tersedia dengan ke-tuntasan materi bisa diefektifkan dan alat atau media yang digunakan juga harus mam-pu memberi pesan yang positif terhadap sis-wa agar tidak terjadi kesalahan konsep atau kerancuan siswa dalam memahami konsep.

5. Untuk menghadapi tantangan sekarang ini metode/pendekatan kontekstual sangat co-cok, mengingat siswa kita memiliki pengeta-huan awal yang harus digali dari pengalaman belajar untuk mendapatkan pengetahuan baru yang awet. Dari pembelajaran kontekstual juga melatih siswa untuk berpikir kritis dan menanggapi setiap persoalan yang ada di lingkungannya.

Page 69: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 69

6. Apabila keadaan siswa dalam kelas memiliki karakter yang sangat heterogen baik tingkat kecerdasan intelektual, emosi dan sosialnya seperti siswa kelas VII, di SMP Achmad Yani Bangil, maka model pembelajaran koo-peratif sangat tepat untuk melatih kerjasama dan rasa sosial untuk saling membantu dan melengkapi. Ada 3 tingkat dalam pembela-jaran kooperatif, yaitu tingkat awal, menen-gah dan mahir yang didasarkan pada dasar pemikiran siswa, hal ini sangat baik dilaku-kan untuk mengukur proses belajar siswa, bila masih belum pernah menggunakan model kooperatif sebaiknya mencoba yang tingkat awal, yaitu siswa hanya menjalankan tugas terstruktur dari guru, untuk tingkat awal ini bisa mencoba tipe STAD atau Jig-saw, kemudian ditingkatkan ke menengah pada tingkat ini siswa melatih diri untuk aktif bertanya dan mengulang kembali apa yang sudah didapat dengan kalimat yang berbeda tetapi masih dalam pengertian yang sama, untuk tingkat ini bisa mencoba tipe Think Pair and Share (TPS) dan untuk tingkat kooperatif yang lebih mahir siswa sudah mampu menarik kesimpulan sendiri dari konsep yang diajarkan oleh guru, untuk ting-kat mahir ini kita bisa memakai tipe Investi-gasi kelompok.

7. Karena ada tuntutan kerja profesional, maka seorang pendidik harus senantiasa me-ningkatkan kemampuan pedagogisnya, dian-taranya; menguasai karakteristik peserta didik dan aspek fisik, moral, spiritual, sosial,

kultural, emosional, dan intelektual, mengua-sai teori belajar dan prinsip-prinsip pembela-jaran yang mendidik, menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, memfasilitasi pe-ngembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki, melakukan tindakan reflektif untuk kepentingan kualitas pembelajaran. Apabila hal tersebut senantiasa dilakukan, maka tidak menutup kemungkinan kualitas pembelajaran juga meningkat, apabila kualitas pembela-jaran meningkat secara tidak langsung pres-tasi belajar juga meningkat pula.

KESIMPULAN

Model pembelajaran STAD disertai prakti-kum yang bersifat kontektual, dapat meng-gali/memperluas wacana berpikir siswa saat mengerjakan LKS, yang dihubungkan dengan pengetahuan dan pengalaman praktikum siswa dari mencampurkan bahan dan mengelompokkannya pada kolom campuran heterogen atau ho-mogen.Kegiatan praktikum ini juga mengaktifkan kerja siswa, hal ini diakui juga oleh guru kelas se-hari-harinya. Dengan praktikum 85% siswa men-jadi aktif dan mampu mengemukakan pendapatnya. Penilaian hasil ketercapaian tujuan pembelajaran setelah akhir pembelajaran sebesar 80%.

DAFTAR RUJUKAN

Sigit, D. 2009a. Laporan Kegiatan MGMP Lesson Stu-dy SISTTEMS JICA Home Base SMPN 2 Bangil. Malang: Koordinator Lokal (LC) JICA FMIPA UM.

Sigit, D. 2009b. Laporan Kegiatan MGMP Lesson Study SISTTEMS JICA Home Base SMP Darut Tauhid Bangil. Malang: Koordinator Lokal (LC) JICA FMIPA UM.

Sigit, D. 2009c. Laporan Kegiatan MGMP Lesson Study SISTTEMS JICA Home Base SMP Muhammadiyah 2 Bangil. Malang: Koordinator Lokal (LC) JICA FMIPA UM

Sigit, D. 2009d. Laporan Kegiatan MGMP Lesson Study SISTTEMS JICA Home Base MTsN Bangil. Malang: Koordinator Lokal (LC) JICA FMIPA UM

Sigit, D. 2009e. Laporan Pendampingan Pelaksanaan Lesson Study PELITA-JICA Home Base SMPN1 Bangil Pasuruan 10 Oktober 2009. Malang: Koordinator Lokal (LC) JICA FMIPA UM.

Sigit, D. 2009f. Laporan Pendampingan Pelaksanaan Lesson STUDY PELITA-JICA Home Base SMP Achmad Yani Bangil Pasuruan 18 April 2009. Malang: Koordinator Lokal (LC) JICA FMIPA UM.

Kasihani K.E. Suyanto, 2007. Pendekatan, Metode dan Teknik Pembelajaran. Malang.

Nurman, 2009, Pengembangan Profesional Guru, Browse > Home/ posting 8 September 2009, diakses tanggal 23 September 2010.

Mahanal, S. 2006. Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Strategi Kooperatif model

Page 70: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 70

STAD pada Mata Pelajaran Sains Untuk Men-ingkatkan Kemampuan Berpikir Kritis siswa Kalas V MI Jendral Sudirman Malang. Malang.

Trianto, 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

PENGAJARAN PENGELOMPOKAN BAHAN (ASAM, BASA, GARAM) BAGI SISWA KELAS VII

SMPN 2 BANGIL 2009 – 2010

1Thohari 2Agus Daheri

3Trinil Windayati 4Darsono Sigit

1 SMPN 2 Bangil 2&3 SMPN 2 Rembang Pasuruan

4 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Pembelajaran IPA (kimia) SMP akan baik, jika dalam pelaksanaanya memperhatikan aspek-aspek kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik yang ingin dicapai oleh siswa sesuai kompetensi dan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Salah satu indikator keberhasilan pembelajaran IPA (kimia) SMP adalah siswa selalu aktif, karena terjadinya inter-aksi antara: siswa- guru; siswa-siswa lain; siswa – bahan ajar kimia; siswa – dirinya sendiri. Agar siswa selalu aktif, guru sebaiknya selalu memotivasi siswa terus-menerus secara langsung, komprehensif baik fisik, mental maupun emosinya. Jadwal pem-belajaran IPA (kimia) klasifikasi zat mengenai pengelompokan sifat larutan asam,basa dan garam dia-jarkan pada awal semester ganjil untuk siswa kelas VII SMP. Mengingat materi pengelompokan sifat larutan asam basa dan garam yang merupakan materi baru bagi siswa, yang belum pernah diajarkan se-belumnya di kelas VI SD. Maka perlu kiranya diupayakan oleh guru, bagaimana cara pembelajaran yang membuat siswa selalu aktif dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran pengelompokan bahan yang termasuk larutan asam, basa dan garam, dengan praktikum menggunakan bahan-bahan yang su-dah dikenal dan dipakai siswa sehari-hari? Penelitian ini merupakan penelitian yang didasarkan pada kajian teori pendidikan untuk anak-anak tentang pembelajaran direct intruction dengan penerapan prak-tikum yang kontekstual. Selanjutnya hasil kajian teori oleh peneliti, disusun dan diselaraskan dengan hasil pengalaman yang berharga peneliti saat mengikuti plan-do-see program Kegiatan MGMP Lesson Study SISTTEMS JICA Home Base SMPN 2 Bangil Pasuruan. Hasil penelitian, menjelaskan bahwa pembelajaran pengelompokan bahan yang termasuk larutan asam, basa dan garam, dapat dilaksanakan dengan cara direct intruction-praktikum untuk siswa kelas VII di SMPN 2 Bangil. Kelompok belajar siswa yang aktif berinteraksi sesama anggota sebanyak 80%. Siswa yang menjawab benar soal tes akhir pembelajaran sebanyak 85%.

Kata kunci: direct intruction; praktikum; asam, basa, garam

Dalam pembangunan nasional, pendidikan di-artikan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia serta dituntut untuk menghasil-kan kualitas manusia yang lebih tinggi guna men-jamin pelaksanaan dan kelangsungan pembangun-an. Peningkatan dan kesejahteraan pendidik dan te-naga kependidikan lainnya, sudah dipenuhi Peme-rintah melalui peningkatan kesejahteraan Guru de-

ngan memberikan tunjangan profesi, tinggal bagai-mana seorang pendidik meningkatkan kualitas pembelajarannya untuk menunjang peningkatan kualitas belajar siswa.

Pembaharuan kurikulum 2006 yang disesuai-kan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa mengesampingkan nilai-nilai luhur sopan santun dan etika serta didukung penyediaan

Page 71: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 71

sarana dan prasarana yang memadai, karena pendi-dikan yang dilaksanakan sedini mungkin dan ber-langsung seumur hidup menjadi tanggung jawab keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah. Pada era globalisasi, perkembangan iptek semakin marak dimasyarakat. Maraknya perkembangan ip-tek disebabkan oleh adanya tuntutan manusia untuk berkembang dan maju dalam berbagai bidang se-suai dengan perkembangan zaman. Tuntutan terse-but, dapat diperoleh melalui informasi aktual dari peralatan iptek yang canggih.

Pembelajaran yang baik adalah bersifat me-nyeluruh dalam melaksanakannya dan mencakup berbagai aspek, baik aspek kognitif, afektif, mau-pun psikomotorik, sehingga dalam pengukuran tingkat keberhasilannya selain dilihat dari segi kuantitas juga dari kualitas yang telah dilakukan di sekolah-sekolah. Untuk pembelajaran yang aktif ditandai adanya rangkaian kegiatan terencana yang melibatkan siswa secara langsung, pomprehensif baik fisik, mental maupun emosi. Hal semacam ini sering diabaikan oleh guru karena guru lebih mementingkan pada pencapaian tujuan dan target kurikulum. Salah satu upaya guru dalam mencipta-kan suasana kelas yang aktif, efektif dan menye-nangkan dalam pembelajaran yakni dengan meng-gunakan model pembelajaran yang interaktif dan memanfaatkan alat peraga. Hal ini dapat memban-tu guru dalam menggerakkan, menjelaskan gam-baran ide dari suatu materi.

Tujuan utama pembelajaran Ilmu Pengetahu-an Alam (IPA) adalah agar siswa memahami kon-sep-konsep IPA secara sederhana dan mampu menggunakan metode ilmiah, bersikap ilmiah un-tuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan pencipta alam (BSNP, 2006) Pembelajaran IPA memiliki fungsi yang fundamental dalam menim-bulkan serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Agar tujuan tersebut da-pat tercapai, maka IPA perlu diajarkan dengan cara yang tepat dan dapat melibatkan siswa secara aktif yaitu melalui proses dan sikap ilmiah. Pembagian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di ke-las VII tingkat SMP meletakkan Konsep dasar klasifikasi zat pada awal semester ganjil, diantara-nya mengenai pengelompokan sifat larutan asam basa dan garam yang merupakan materi baru bagi siswa, karena mereka belum mengenal teori kimia di Sekolah dasar, sehingga perlu di buat cara pem-belajaran yang membuat siswa aktif dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran pengelompokan ba-han yang termasuk larutan asam, basa dan garam,

melalui praktikum dengan bahan-bahan yang sudah dikenal dan dipakai dalam sehari-hari. Dengan dasar tersebut penulis membuat RPP dan penyiapan media pembelajaran yang merangsang keaktifan siswa dan keberhasilan proses Kegiatan Pembela-jaran ini peneliti catat dan kemudian dibuat kajian teori, selanjutnya dirumuskan, disusun dan dise-laraskan dengan penglaman berharga peneliti saat mengikuti plan-do-see pada Kegiatan MGMP Les-son Study SISTTEMS JICA Home Base SMPN 2 Bangil, dengan judul: Direct Instruction – Prakti-kum untuk Pengajaran Pengelompokan Bahan (Asam, Basa, Garam) bagi Siswa Kelas VII SMPN 2 Bangil Tahun 2009 – 2010.

METODE

Peneliti adalah peserta program lesson study yang berlangsung di SMPN2 Bangil Pasuruan. Kegiatan lesson study meliputi plan, do, see .

Plan: Sebelum kegiatan open class, diawali dulu dengan kegiatan plan yaitu diskusi mengenai bagaimana alur pembelajaran dan tujuan pembela-jaran yang akan dicapai oleh siswa kelas VII SMP nantinya dalam bentuk silabus dan RPP. Peneliti menginginkan persepsi yang merangsang keingin-tahuan siswa untuk benar-benar mempelajari materi pengelompokkan larutan yang bersifat asam dan basa dengan memberikan bahan yang sudah biasa diketahui dan digunakan oleh siswa, sedangkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah: 1) Siswa dapat menguji berbagai zat yang bersifat asam dan basa menggunakan indikator. 2) Siswa dapat mengelompokkan zat yang bersifat asam dan basa berdasarkan percobaan menggunakan indika-tor. 3) Siswa dapat menyebutkan ciri-ciri zat yang termasuk asam dan basa dari percobaan yang dilakukan.

Do: Kemudian RPP dari hasil diskusi peneliti dengan guru peserta lesson study yang lain dapat dilaksanakan (do) oleh guru model peneliti sendiri. Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan pe-neliti sebagai berikut ini:

Kegiatan Pendahuluan dengan waktu 10 menit,

melakukan kegiatan apersepsi dengan langkah sebagai berikut:

Meminta salah satu siswa untuk maju dan mencicipi rasa larutan jeruk, kemudian menanya-kan rasa larutan tersebut, (salah seorang siswi maju dan mencicipi rasa larutan jeruk tadi dan menja-wabnya masam)

Page 72: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 72

Meminta siswa lain untuk maju dan mencicipi bubuk soda kue, dan menanyakan bagaimana rasa bubuk tersebut, (salah seorang siswi maju dan men-cicipi rasa larutan jeruk tadi dan menjawabnya pahit)

Setelah itu guru memberikan pertanyaan se-cara klasikal, dari jawaban teman kalian, mengapa ada rasa berbeda asam dan pahit? Zat apa yang di-kandung 2 larutan tadi ?

Diharapkan ada siswa yang menjawab karena

2 larutan tersebut memiliki kandungan zat yang berbeda. (Bila tidak ada yang menjawab maka guru memberikan penjelasan bahwa di lingkungan kita ada zat yang bersifat asam dan ada yang bersifat basa).

Setelah itu guru memberikan penjelasan sing-kat dengan demonstrasi cara menentukan zat asam dan basa melalui percobaan larutan jeruk dan soda diteteskan pada kertas lakmus merah dan biru, sekaligus memberikan rambu-rambu peringatan da-lam eksperimen nanti. (siswa memperhatikan dan mencatat informasi yang diperlukan).

Kemudian guru menjelaskan tujuan belajar hari ini.

Kegiatan inti, direncanakan 55 menit, dengan

tahap-tahap sebagai berikut: Guru terlebih dahulu membagi siswa dalam

kelompok (4 anggota per kelompok). Menjelaskan secara singkat cara kerja LKS. Siswa duduk dalam kelompok masing-masing dan bersiap mengerjakan tugasnya.

Ketua kelompok mengambil perangkat prak-tikum dan setiap anggota aktif melakukan percoba-an dan mencatat hasil di tabel pengamatan.

Guru membagikan LKS dan perangkat prakti-kum, membimbing siswa dalam kelompok sambil memeriksa kelengkapan praktikum disetiap kelom-pok.

Guru memotivasi siswa, membimbing, meng-amati siswa terus menerus, sampai seluruh tujuan pembelajaran satu persatu dapat tercapai.

Setelah guru mengetahui beberapa kelompok yang telah mengerjakan LKS dengan benar, Selan-jutnya guru meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi dan membimbing diskusi kelas. (Salah satu kelompok mempresenta-sikan hasilnya dengan menempelkan hasil kerja diskusinya).

Meminta salah satu siswa untuk menyebutkan ciri-ciri zat asam dan zat basa (salah satu siswa me-

nyebutkan ciri-ciri zat asam dan zat basa dari hasil praktikum).

Di akhir kegiatan inti guru meminta siswa un-tuk menyimpulkan hasil pelajaran hari ini. Selan-jutnya guru yang menyempurnakannya. Kemudian guru memberikan penghargaan pada kelompok yang memiliki kinerja yang paling bagus.

Kegiatan penutup 15 menit dengan merefleksi

kembali kegiatan pembelajaran, dengan memberi-kan 4 soal yaitu: 1. Sebutkan 2 Ciri-ciri zat yang bersifat asam. 2. Berikan 3 contoh zat yang bersifat asam diseki-

tarmu. 3. Sebutkan 2 Ciri-ciri zat yang bersifat basa. 4. Berikan 3 contoh zat yang bersifat basa diseki-

tarmu. Pada akhir kegiatan, guru memberi tugas ke-

pada siswa, agar membawa bahan-bahan untuk in-dikator alami pengelompokan asam dan basa.

See: Setelah open class selama 2 jam pelajar-an ( 2 x 40 menit ), dilanjutkan dengan kegiatan re-fleksi. Peneliti sebagai guru model, diberikan ke-sempatan pertama, untuk menyampaikan penga-laman peneliti sebagai guru model. Peneliti seba-gai guru model, mengemukaan bahwa: Pada pem-belajaran materi klasifikasi zat menggunakan model pembelajaran Direct Intruction (pembelajar-an langsung) dengan sintak sebagai berikut:

Sintaks Model pengajaran langsung disajikan dalam 5 (lima) tahap, seperti ditunjukkan pada Ta-bel 1. Tabel 1. Sintak Direct Intruction

Fase Peran Guru Fase 1 Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mem-persiapkan siswa untuk bela-jar.

Fase 2 Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan

Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap

Fase 3 Membimbing pelati-han

Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal

Fase 4 Mengecek pema-haman dan mem-berikan umpan balik

Mencek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik

Fase 5 Guru mempersiapkan

Page 73: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 73

Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan

kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasar sintak direct intruction dalam pem-belajaran kali ini memperoleh catatan dari pengamatan para observer yaitu; model direct ins-truction sangat tepat digunakan untuk menanam-kan konsep pengelompokkan larutan yang bersifat asam dan basa, dengan alasan;

Materi klasifikasi zat untuk siswa kelas VII masih belum pernah mengenal pelajaran kimia, se-hingga perlu diberi penjelasan-penjelasan awal latar belakang mempelajari materi larutan asam, basa dan garam, dan bimbingan melakukan prakti-kum dengan didemonstrasikan cara meneteskan cairan bahan ke kertas lakmus, dan perlu dijelaskan cara menyimpulkan setelah diperoleh data penga-matan.

Adanya umpan balik untuk merangsang siswa aktif saat melakukan diskusi dan yang sangat perlu diperhatikan adalah, bila kondisi jumlah siswa ter-lalu banyak (> 25), maka tempat berdiri guru harus diperhatikan agar semua siswa bisa memperhatikan penjelasan materi dan cara pemakaian alat.

Berkaitan dengan keaktifan kerja kelompok: Menurut pengamatan para observer; pembuatan LKS sudah bisa membuat siswa untuk berinteraksi dengan kelompoknya, sehingga sebagian besar dari kelompok sudah terjadi proses diskusi dan kerjasa-ma yang baik, dari 9 kelompok hanya 2 (yaitu ke-lompok 3 dan 9) kelompok yang belum bisa bekerja sama karena;

Di kelompok 3 tersebut terdiri 3 siswa dengan komposisi 2 siswi dan 1 siswa, sehingga kemung-kinan besar siswa ini merasa minder dan malu un-tuk berdiskusi karena 2 temannya perempuan, se-hingga dia lebih banyak diam dan hanya sesekali saja dia ikut meneteskan bahan ke kertas lakmus.

Di kelompok 9, ada satu siswa yang tidak memperhatikan saat temannya melakukan percoba-an, karena dia tidak mendapatkan tugas dari kelom-poknya, walaupun demikian saat evaluasi, siswa tersebut dapat mengerjakan dengan benar.

Dari pengamatan tersebut dapat diartikan bahwa dalam pembentukan kelompok perlu diper-hatikan keheterogenan anggota, agar tidak terjadi minder atau malu karena tidak ada “teman“. Perlu dibuat tugas disetiap kerja kelompok agar tidak ter-

jadi overlab perorangan/kerja individual dalam kegiatan praktikum.

Berkaitan dengan penggunaan alat dan pema-kaian bahan praktikum:

Pemberian label bahan harus dipersiapkan se-belumnya, agar proses praktikum lebih cepat.

Kertas lakmus biru yang digunakan prakti-kum diusahakan yang belum terkontaminasi de-ngan bahan agar anak bisa memperhatikan warna yang berubah saat ditetesi dengan bahan yang mengandung larutan asam.

Berkaitan dengan pelaksanaan direct instruc-tion yang dipadukan dengan praktikum didalam-nya: observer menjelaskan bahwa pembelajaran pengelompokan bahan yang termasuk larutan asam, basa dan garam, dapat dilaksanakan dengan cara direct intruction-praktikum untuk siswa kelas VII di SMPN 2 Bangil.

Berkaitan dengan keaktifan dan keberhasilan belajar siswa: Observer menjelaskan bahwa kelom-pok belajar siswa yang aktif berinteraksi sesama anggota sebanyak 80%. Siswa yang menjawab benar soal tes akhir pembelajaran sebanyak 85%.

Masukan dosen pendamping lesson study 1. Penyimpanan dan peletakan lakmus biru seba-

iknya di atas uap amoniak agar tetap biru, kare-na lakmus biru sangat peka dengan kondisi ru-angan.

2. Pemakaian indikator sebaiknya yang alami, misalnya bunga-bunga yang ada di sekitar se-kolah, bisa dimanfaatkan dengan pembanding larutan NaOH untuk yang basa dan HCl untuk yang asam, sehingga bisa melakukan prakti-kum tanpa hambatan, diantaranya tidak memiliki kertas lakmus.

3. Karena bahan kimia ada yang membahayakan bagi tubuh manusia, maka disarankan saat praktikum bahan tidak dicicipkan terhadap siswa. Refleksi: Dari catatan pengamatan, diskusi dan masuk-

an dari dosen pendamping di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa: Sebaiknya sebelum melakukan pembelajaran seorang guru memikirkan terlebih dahulu, apa sebenarnya tujuan yang akan dicapai oleh siswa, bagaimana karakter materi pelajaran yang akan disampaikan dan media yang digunakan dapat menanamkan konsep pelajaran ataukah tidak, sehingga hal tersebut kembali pada kemampuan paedagogik seorang pendidik, dengan 10 indikator berikut (dalam Nurman, 2009); 1) menguasai ka-rakteristik peserta didik dan aspek fisik, moral,

Page 74: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 74

spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelek-tual. 2) menguasai teori belajar dan priinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 3) mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu. 4) menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. 5) memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. 6) memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. 7) berkomunikasi secara efektif, emperik, dan santun dengan peserta didik. 8) men-yelenggarakan penilaian dan evaluasi, proses dan hasil belajar. 9) memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. 10). me-lakukan tindakan reflektif untuk kepentingan kuali-tas pebelajaran

Kegiatan lesson study yang meliputi plan-do-see, menjelaskan bahwa pembelajaran pengelom-pokan bahan yang termasuk larutan asam, basa dan garam, dapat dilaksanakan dengan cara direct ins-truction-praktikum untuk siswa kelas VII di SMPN 2 Bangil. Kelompok belajar siswa yang aktif ber-interaksi sesama anggota sebanyak 80%. Siswa yang menjawab benar soal tes akhir pembelajaran sebanyak 85%.

KESIMPULAN

Penyampaian materi klasifikasi zat untuk konsep pengelompokkan laruran asam dan larutan basa dengan menggunakan Model Pembelajaran Direct Instruction dan Praktikum bisa memotivasi belajar siswa kelas VII di SMPN 2 Bangil, dan bisa memupuk kerjasama antar individu melalui kerja kelompok saat praktikum. Hal ini ditunjukkan den-gan 80 % kelompok yang dibentuk bisa menge-lompokkan kedua jenis larutan tersebut dan 85 % siswa bisa menjawab pertanyaan evaluasi. Keber-hasilan ini, perlu dilanjutkan dengan kegiatan pene-litian untuk melihat pembelajaran Direct Instruc-tion ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran pada umumnya.

Kualitas pembelajaran tergantung dari kreati-vitas guru, disarankan guru IPA (kimia) termasuk peneliti sendiri sebagai seorang pendidik dapat memahami dan meningkatkan kemapuan profesi-nya sebagai guru, seperti 10 indikator kemampuan pedagogis guru yang tercantum dalam penjelasan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

DAFTAR RUJUKAN

BSNP, 2006, Standart Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMP dan MTs Mata Pelajaran I P A: Jakarta.

Darsono Sigit, 2009a. Laporan Kegiatan MGMP Lesson Study SISTTEMS JICA Home Base SMPN 2 Bangil . Malang : Koordinator Lokal (LC) JICA FMIPA UM.

Darsono Sigit, 2009b. Laporan Kegiatan MGMP Lesson Study SISTTEMS JICA Home Base SMP Darut Tauhid Bangil . Malang : Koordinator Lokal (LC) JICA FMIPA UM.

Darsono Sigit, 2009c. Laporan Kegiatan MGMP Lesson Study SISTTEMS JICA Home Base SMP Muhammadiyah 2 Bangil . Malang : Koordinator Lokal (LC) JICA FMIPA UM

Darsono Sigit, 2009d. Laporan Kegiatan MGMP Lesson Study SISTTEMS JICA Home Base MTsN Bangil . Malang : Koordinator Lokal (LC) JICA FMIPA UM

Darsono Sigit, 2009e. Laporan Pendampingan Pelaksanaan Lesson Study Pelita-Jica Home Base SMPN1 Bangil Pasuruan 10 Oktober 2009 . Malang : Koordinator Lokal (LC) JICA FMIPA UM.

Departemen Pendidikan Nasional, 2006, Standart Kompetensi dan

Kompetensi Dasar Tingkat SMP dan MTs: Jakarta. Indrawati dan Sohib M. 2007. Model Pembelajaran

Terpadu untuk Guru SMP dan SMA. Bandung : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan dan Tenaga Pendidikan IPA.

Kanreguru 2009, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction),, Browse > Home/ posting 12 September 2009, diakses tanggal 23 September 2010.

Michael Purba, 2006. IPA Kimia untuk SMP Kelas VII. Jakarta : Erlangga.

Nurman, 2009, Pengembangan Profesional Guru, Browse > Home/ posting 8 September 2009, diakses tanggal 23 September 2010.

Nurul Kamilati, 2006. Kimia SMP Kelas VII. Kebumen: Yudistira.

Page 75: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 75

PENGGUNAAN MEDIA BOLA PLASTIK DALAM PEMBELAJARAN KONSEP ATOM DAN MOLEKUL

Tuti Ismaniyah

SMP Negeri 3 Nguling Kabupaten Pasuruan

Abstrak: Dalam kegiatan proses belajar mengajar guru harus dapat melayani setiap siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai indikator. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai guru harus pandai memilih metode dan media pembelajaran yang tepat. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan menjadikan siswa tertarik dan tidak bosan sehingga dapat dengan mudah memahami materi pelajaran. Di SMP Negeri 3 Nguling siswa lebih banyak memiliki kemampuan belajar yang kurang dan sedang. Melihat kemampuan siswa yang demikian, maka guru harus berpikir bagaimana siswa dapat memahami materi pelajaran dengan lebih mudah dan siswa yang demikian lebih banyak menggunakan indera mata untuk dapat lebih memahami materi ajar. Agar siswa memahami dengan mudah materi pelajaran mengenai atom dan molekul, dan merasa tertarik guru menggunakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dengan warna-warna pada gambar atom, dan molekul serta menggunakan bola plastik kecil warna-warni untuk menggambarkan atom, molekul unsur dan molekul senyawa. Dari hasil pembelajaran dengan menggunakan bola-bola plastik yang berwarna warni diperoleh bahwa siswa mampu merangkai bola-bola plastik menjadi model molekul. Dalam membuat model molekul tersebut siswa ada yang benar tetapi ada juga yang salah atau kurang benar. Namun demikian siswa telah mampu memahami apa yang dimaksud atom, molekul unsur, dan molekul senyawa. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran berupa bola-bola plastik kecil sangatlah efektif dalam menanamkan konsep atom dan molekul.

Kata kunci: guru yang efektif, media belajar, hasil belajar

Dalam proses belajar mengajar seorang guru harus dapat melayani setiap siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai indikator. Cara mengajar seorang guru sangat berpengaruh terha-dap hasil belajar siswa. Siswa dapat belajar dengan baik apabila siswa dapat mempelajari apa yang se-harusnya dipelajari. Dalam mengajar unsur yang penting yaitu merangsang serta mengarahkan siswa belajar.

Dalam kegiatan proses belajar mengajar anta-ra guru dan siswa harus terjadi interaksi dua arah di mana antara keduanya terjadi komunikasi (trans-fer) yang intens dan terarah menuju pada suatu tar-get yang telah ditetapkan sebelumnya. Di dalam terjadinya interaksi tersebut guru kadang membu-tuhkan sarana agar dapat mencapai tujuan. Untuk itu guru diharapkan menggunakan media agar sis-wanya tertarik dan tidak bosan sehingga dapat de-ngan mudah memahami materi pelajaran.

Siswa yang belajar di SMP Negeri 3 Nguling rata-rata memiliki kemampuan sedang dengan da-sar hasil UASBN SD. Dengan kemampuan siswa yang demikian guru dalam proses belajar menga-jarnya harus pandai memilih metode, pendekatan atau media pembelajaran sehingga pembelajaran berjalan efektif dan efisien. Namun kadangkala gu-ru belum bisa memilih metode, pendekatan atau media pembelajaran yang sesuai sehingga hasil belajar siswa masih jauh dari yang diharapkan atau tidak tercapainya indikator pembelajaran sebagai target keberhasilan siswa. Dengan demikian, maka guru harus menyesuaikan metode, pendekatan ataupun penggunaan media belajar. Penggunaan media belajar sangatlah diperlukan untuk siswa dengan kemampuan kurang dan sedang tersebut.

Pembelajaran dilakukan pada siswa kelas VIII C SMP Negeri 3 Nguling tahun pelajaran 2010/2011. Dari pengalaman selama mengajar di SMP Negeri 3 Nguling, ternyata siswa SMP Ne-

Page 76: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 76

geri 3 Nguling mayoritas malas membaca, di ru-mah jarang belajar dengan mengandalkan belajar di sekolah. Bila diberi tugas banyak siswa yang mengerjakan di sekolah. Kemampuan siswa rata-rata sedang bahkan banyak yang kemampuannya kurang atau siswa yang punya kemauan belajar de-ngan kemampuan yang sangat kurang. Hal ini sa-ngat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar di kelas. Guru harus memiliki kesabaran cukup tinggi untuk melayani siswa dan setiap siswa me-miliki gaya belajar berbeda. Dengan demikian guru harus pandai memilih metode, alat/media pembela-jaran supaya pembelajaran di kelas dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

Dalam pembelajaran dengan penanaman kon-sep atom dan molekul digunakan media berupa bo-la-bola plastik kecil berwarna-warni yang bertuju-an mempermudah pemahaman siswa terhadap konsep atom dan molekul dan diharapkan siswa dapat membedakan molekul unsur dan molekul senyawa dengan benar.

Seorang guru yang memiliki kemampuan mengajar yang baik belum tentu dapat membuat siswa belajar dengan baik, untuk itu seorang guru harus memiliki kesadaran yang tinggi dimana ada usaha sadar dalam membelajarkan siswanya untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan sesuai indikator ketercapaian. Mengajar pada hakikatnya tidak lebih dari sekedar menolong para siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide dan apresiasi yang menjurus kepada peru-bahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa (Subi-yanto, 1988:30) dalam Trianto (2009:17).

MOTIVASI BELAJAR

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling memengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau pe-nguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu.

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang se-dang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat diklasifi-kasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan ke-inginan berhasil, (2) adanya dorongan dan kebu-tuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, (4) adanya penghargaan dalam

belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang sis-wa dapat belajar dengan baik (Hamzah, 2006:23).

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN

Dalam pembelajaran seorang guru pada umumnya masih bersifat satu arah dengan men-transfer dan memberikan konsep-konsep secara langsung kepada siswa. Dalam pembelajaran ter-sebut menurut Clements & Battista (2001), siswa secara pasif “menyerap” struktur pengetahuan yang diberikan guru atau yang terdapat dalam buku pelajaran. Pembelajaran hanya sekedar penyampai-an fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan kepada siswa. Senada dengan itu, Soedjadi (2000) menya-takan bahwa dalam kurikulum sekolah di Indone-sia terutama pada mata pelajaran eksak (matemati-ka, fisika, kimia) dan dalam pengajarannya selama ini terpatri kebiasaan dengan urutan sajian pem-belajaran sebagai berikut: (1) diajarkan teori/teore-ma/definisi, (2) diberikan contoh-contoh, dan (3) diberikan latihan soal-soal. Tetapi dalam pandang-an konstruktivisme hal tersebut sangat bertolak belakang karena dalam kontruktivisme menurut Suparno (1997) adalah sebagai berikut: (1) Penge-tahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun secara sosial, (2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa menalar, (3) Siswa aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga sela-lu terjadi perubahan konsep ilmiah, (4) Guru ber-peran sebagai fasilitator menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan siswa berjalan mulus.

Sistem pembelajaran dalam pandangan kons-truktivis menurut Hudojo (1998) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Siswa terlibat aktif dalam belajarnya. Siswa belajar materi (pengetahuan) secara bermakna dengan bekerja dan berpikir, (2) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata yang dimiliki siswa. Selain sistem pembelajaran, dalam pandangan konstruktivis diperlukan penye-diaan lingkungan belajar yang konstruktif. Masih menurut Hudojo (1998) adalah lingkunan belajar yang, (1) Menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar merupa-kan proses pembentukan pengetahuan, (2) Menye-diakan berbagai alternatif pengalaman belajar, (3) Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi

Page 77: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 77

realistik dan relevan dengan melibatkan pengalam-an konkret, (4) Mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi dan kerja sama antara siswa, 5) Memanfaatkan berbagai media agar pembelajarlan lebih menarik, dan 6) melibatkan siswa secara emosional dan sosial.

Menurut tim Pembina Mata kuliah Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya (1998) dalam Lince (2001:42) yang sekarang menjadi UNESA , bahwa efisiensi dan keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para siswa agar bisa belajar dengan baik. Menurut Soemosasmito (1988:119) suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu: (1) Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM, (2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa, (3) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan, dan (4) Me-ngembangkan suasana belajar yang akrab dan posi-tif, mengembangkan struktur kelas yang mendu-kung butir 2 tanpa mengabaikan butir 4. Masih me-nurut Soemosasmito (1988:119) bahwa guru yang efektif adalah guru yang menemukan cara dan selalu berusaha agar anak didiknya terlibat secara tepat dalam suatu mata pelajaran dengan presentasi waktu belajar akademis yang tinggi dan pelajaran berjalan tanpa menggunakan teknik yang memak-sa, negatif atau hukuman. Selain itu, guru yang efektif menurut Kardi dan Nur (2000:5) adalah orang-orang yang menjalin hubungan simpatik dengan para siswa, menciptakan lingkungan kelas yang mengasuh, penuh perhatian, memiliki sautu rasa cinta belajar, menguasai sepenuhnya bidang studi mereka dan dapat memotivasi siswa untuk bekerja tidak sekedar mencapai suatu prestasi na-mun juga menjadi anggota masyarakat yang pengasih.

MEDIA PEMBELAJARAN

Menurut Wina Sanjaya (2006), bahwa proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam suatu proses komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu komponen pengirim pesan (guru), komponen penerima pesan (siswa), dan komponen pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang dalam proses pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya materi pelajaran atau pesan yang disam-paikan guru tidak dapat diterima oleh siswa dengan

optimal, artinya tidak seluruh materi pelajaran dapat dipahami dengan baik oleh siswa, lebih pa-rah lagi siswa sebagai penerima pesan salah me-nangkap isi pesan yang disampaikan. Untuk meng-hindari semua itu, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan memanfaatkan media dan sumber belajar.

Media pembelajaran menurut Rossi dan Breidle (1996:3) bahwa media pembelajaran ada-lah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai un-tuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Kemudian menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Media pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar memiliki fungsi dan berperan untuk: (1) Menangkap suatu obyek atau peristiwa-peristiwa tertentu, (2) Memanipulasi kea-daan, peristiwa, atau obyek tertentu, dan (3) Me-nambah gairah dan motivasi siswa. Selain fungsi dan perannya, dalam penggunaan media pembela-jaran ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan, diantaranya: (1) Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran bukan untuk media hiburan, atau semata-mata dimanfaatkan untuk mempermu-dah guru menyampaikan materi, akan tetapi benar-benar untuk membantu siswa belajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, (2) Media yang akan di-gunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran, (3) Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi siswa, (4) Media yang digunakan harus memerhatikan efektifitas dan efisien, dan (5) Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam mengope-rasikannya.

PELAKSANAAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR

Pelaksanaan pembelajaran diawali siswa mengerjakan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) untuk memahami konsep atom, ion dan molekul. Dalam mengerjakan LKS, siswa belajar berkelompok dengan cara berdiskusi. Pertanyaan dalam LKS dijawab dalam kelompok kemudian didiskusikan secara klasikal dengan bimbingan guru. Pertanyaan dijawab dengan cara mengerjakan satu soal kemudian langsung dibahas. Setelah itu dilanjutkan dengan mengerjakan soal berikutnya dan langsung

Page 78: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 78

dibahas, begitu seterusnya hingga pertanyaan selesai dijawab semua. Bila terdapat siswa yang belum paham saat itu, maka guru langsung men-jelaskan secara klasikal. Dalam menjawab per-tanyaan dilakukan kegiatan demi kegiatan.

Pada kegiatan satu bertujuan membedakan atom, ion dan molekul. Pembahasan kegiatan satu ini membutuhkan waktu 15 menit. Dalam kegiatan ini, siswa merasa kesulitan dalam menjawab poin A, yaitu definisi ion. Dari sepuluh kelompok yang dapat menjawab hanya satu kelompok. Dari peng-amatan tersebut maka guru langsung membahas secara klasikal dengan membimbing siswa agar paham dan dapat menjawab dengan benar. Selesai menjawab kegiatan satu, dilanjutkan pada kegiatan dua dengan tujuan membedakan molekul unsur dan molekul senyawa. Dalam menjawab poin A mengenai definisi molekul unsur dan molekul senyawa semua kelompok dapat menjawab dengan benar dengan waktu yang dibutuhkan 10 menit. Untuk memperkuat pemahaman siswa, guru meminta setiap siswa menunjukkan atom dengan menggunakan bola yang ada. Kemudian siswa di-minta lagi untuk menunjukkan model molekul unsur. Apabila ada siswa yang salah menunjukkan model molekul unsur, guru segera membenarkan. Selanjutnya siswa diminta untuk menunjukkan model molekul senyawa dan bila ada siswa yang juga salah, maka guru segera membenarkan. Pem-bahasan dilanjutkan ke poin B dengan waktu yang dibutuhkan 10 menit dengan menuliskan jumlah masing-masing atom yang menyusun molekul. Se-telah pembahasan poin B ini, guru memberi penguatan (reinforcement) dengan menunjukkan model molekul dan meminta siswa untuk men-jawab jumlah atom yang menyusun model molekul tersebut.

Dalam poin C siswa diminta untuk membuat model molekul dengan menggunakan bola-bola plastik yang berwarna warni. Sebelum membuat model molekul guru menunjukkan contoh model molekul dan cara membuatnya sehingga siswa me-ngerti apa yang harus dilakukan. Tiap-tiap kelom-pok mengerjakan satu soal dengan alat dan bahan yang telah disediakan guru. Dalam poin C ini siswa tampak begitu antusias dan begitu senang membuat model molekul yang ditampakkan de-ngan kerjasama yang baik sehingga model molekul yang dibuat cepat selesai. Pelaksanaan poin C membutuhkan waktu 20 menit.

Waktu berikutnya wakil dari masing-masing kelompok membawa model molekul yang dibuat ke depan kelas untuk diperlihatkan kepada semua

siswa. Dari 10 kelompok yang maju ternyata ada 2 kelompok yang salah menyusun. Kelompok yang salah menyusun tersebut diberi pengarahan kemu-dian diminta untuk membetulkan dan ditunjukkan kembali di depan kelas. Kelompok yang lain sudah benar dalam arti mereka paham dan mengerti.

Kegiatan selanjutnya merupakan penguatan (reinforcement) terhadap apa yang telah mereka pelajari. Guru menunjukkan model atom/molekul unsur/molekul senyawa dan siswa diminta untuk menjawab sesuai model yang ditunjukkan guru. Ternyata pertanyaan yang diajukan guru dapat di-jawab dengan benar oleh siswa yang ditunjuk teru-tama siswa yang berkemampuan kurang dan se-dang.

Dari apa yang telah dilakukan guru selama proses belajar mengajar berlangsung, tampak bahwa siswa sangat aktif dan merasa senang sekali dengan gambar-gambar model atom dan molekul yang berwarna. Begitu pula saat guru memberikan bola plastik berukuran kecil sebagai alat untuk membuat model molekul untuk menguji pema-haman siswa dalam proses belajar mengajar. De-ngan bola-bola plastik kecil ternyata siswa dapat membuat model molekul sesuai dengan soal yang diberikan kepada kelompoknya. Hal ini menun-jukkan bahwa siswa telah memahami apa yang te-lah mereka pelajari.

Dengan menggunakan bola-bola plastik kecil berwarna warni sebagai media pembelajaran, maka diharapkan dapat : 1. Meningkatkan pemahaman siswa dengan lebih

cepat, 2. Membuat daya ingat siswa lebih lama terha-

dap hasil pembelajaran, 3. Membuat siswa merasa tertarik dan tidak bo-

san dalam pembelajaran, 4. Meningkatkan hasil belajar siswa, 5. Meningkatkan kreatifitas guru dalam menggu-

nakan media pembelajaran.

KESIMPULAN

Dalam proses belajar mengajar seorang guru harus pandai memilih metode dan alat/ media pem-belajaran. Dengan metode dan alat/media pembela-jaran yang tepat akan mampu menjadikan proses belajar mengajar yang efektif sehingga siswa dapat belajar dengan baik dan memahami materi ajar dengan baik pula.

Guru sebaiknya belajar memilih metode dan alat/media pembelajaran yang tepat sebelum meng-ajar di kelas. Selain itu guru harus lebih sabar da-

Page 79: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 79

lam melayani siswa terutama siswa dengan ke- mampuan kurang dan sedang.

DAFTAR RUJUKAN

Baharudin & Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembe-lajaran. Jakarta: Ar-Ruzz Media

Uno, Hamzah. 2006. Teori Motivasi dan Pengu-kurannnya. Jakarta : PT Bumi Aksara

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.

Page 80: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 80

PENERAPAN STUDENT CENTER LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PERFORMANCE SISWA DALAM

PRAKTIKUM LAJU REAKSI MELALUI LESSON STUDY DI MAN MODEL BANGKALAN

Utiya Azizah Sri Wahyuni

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya,

Kampus UNESA Ketintang Gedung C3. Lt 1 Telp. 031-8298761, Email: [email protected]

Abstrak: Dalam rangka meningkatkan performance siswa dalam praktikum laju reaksi di MAN Model Bangkalan, maka diterapkan Student Centered Learning (SCL). Desain penelitian ini adalah The One Shot Case Study yang di analisis secara deskriptif kuantitatif dengan menerapkan Lesson Study di kelas XI IPA-2 semester 1. Dari hasil analisis diperoleh beberapa temuan sebagai berikut: (1) Penerapan Student Centered Learning (SCL) untuk meningkatkan performance siswa dalam praktikum laju reaksi yang dilaksanakan dalam 2 pertemuan meliputi tahapan plan I dan II telah sesuai dengan permasalahan penelitian, do pada pertemuan II siswa menjadi lebih tertib, aktif, kooperatif dan interaksi siswa dengan guru dan perangkat pembelajaran lebih baik dari pada pertemuan I, dan see telah menghasilkan solusi atas permasalahan pembelajaran pada pertemuan I dijadikan bahan perbaikan pembelajaran (replan) pada pertemuan II; (2) Ada peningkatan performance siswa secara klasikal dari nilai 81,11 (pertemuan I) dengan kategori sangat baik, menjadi nilai 84,24 (pertemuan II) dengan kategori sangat baik.

Kata kunci: Student center learning, Performance, Lesson Study

Perubahan paradigma pendidikan yang ber-pusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengeta-huan, sikap dan perilaku. Kunci perubahan tersebut terdapat pada pemikiran bahwa siswa secara aktif membentuk pengetahuannya sendiri, yang dikenal sebagai pemikiran konstruktivisme. Dari sudut pandang teori konstruktivis, guru tidak dapat begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswanya. Agar pengetahuan yang diberikan kepadanya dapat bermakna, maka siswa sendirilah yang harus memproses informasi yang diterimanya, menstruk-turnya kembali dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang dimilikinya. Dengan demikian pengetahuan tersebut menjadi bagian integral dari struktur kognitifnya, bermakna dan bermanfaat dan dapat digunakan untuk menyesuaikan diri dengan lebih baik lagi terhadap lingkungannya (Slavin, 1997). Student Center learning (SCL) merupakan strategi pembelajaran yang menempatkan siswa

sebagai subyek yang aktif dan mandiri, dengan kondisi psikologi sebagai adult learner, bertang-gung jawab sepenuhnya atas pembelajarannya, ser-ta mampu belajar beyond the classroom. Dengan aktifnya siswa, maka performance siswa pada domain kognitif, psikomotor dan afektif akan berkembang. Di sisi lain, para guru beralih fungsi, dari pengajar menjadi mitra pembelajaran maupun sebagai fasilitator (from mentor in the center to guide on the side).

Menurut Ruseffendi, (2000:9), bahwa keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdiri dari faktor dalam (kecerdasan, kesiapan, bakat, kemauan belajar, dan minat) dan faktor luar (model penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, dan kondisi luar). Dari pendapat tersebut, jelas faktor guru merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu, guru pun harus selalu melakukan inovasi-inovasi dalam pembelajaran agar menghasilkan siswa yang berkualitas, yaitu

Page 81: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 81

memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemauan bekerja sama yang efektif. Dengan demikian guru diharapkan selalu meningkatkan kemampuannya secara terus-menerus agar dapat melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya kemampuan siswa yang kita harapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka guru harus dapat mengevaluasi pembelajaran yang telah dilaksanakannya. Dengan demikian, perlu dilakukan pengumpulan data tentang pembelajaran tersebut untuk digunakan sebagai sarana dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran.

Mengevaluasi pembelajaran meliputi evaluasi terhadap proses dan hasil belajar siswa. Artinya di sampan guru juga harus mengevaluasi sampai sejauh mana dia telah dapat membelajarkan siswa-nya. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana berlangsungnya proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar tentu akan teramati bagaimana para siswa belajar dan bagaimana guru membelajarkan siswa.

Akan tetapi melakukan evaluasi terhadap diri sendiri bukan merupakan hal yang mudah dilaku-kan. Oleh karena itu, maka Lesson Study meru-pakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut. Karena menurut Hendayana, dkk., (2006:10), Lesoon Study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengka-jian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelan-jutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas be-lajar. Karena dalam Lesson Study pengkajian pem-belajaran dilakukan secara kolaboratif dan Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu plan (merencanakan), do (melaksanakan), dan see (merefleksi) yang berkelanjutan. Skema kegiatan lesson study ditunjukkan sebagai berikut:

Plan

(Merencanakan ) (Melaksanakan)Do

(Merefleksi)See

Skema Kegiatan Lesson Study

Mengapa Lesson Study dipandang sebagai sarana yang baik untuk melakukan perbaikan yang terus menerus? Karena pertama, ditinjau dari segi guru, dalam Lesson Study seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran, membuat Rencana Pelaksanaan perkuliahan

(RPP) secara kolaboratif dengan sesama guru, kegiatan pembelajarannya diobservasi oleh para observer (guru), dan setelah selesai kegiatan pembelajaran (open lesson) dilakukan refleksi terhadap pembelajaran tadi. Dari hasil refleksi, guru yang melaksanakan open lesson akan men-dapat masukan dari para observer. Masukan tersebut akan bermanfaat bukan hanya untuk guru yang melaksanakan open lesson, tapi akan bermanfaat juga bagi para observer. Dengan melihat proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh salah seorang guru, guru yang lain pun akan dapat mengambil manfaat untuk perbaikan pembelajaran di kelasnya. Kedua, ditinjau dari segi siswa, dalam Lesson Study pembelajarannya harus hands-on activities. Artinya siswa supaya memahami materi pelajaran secara konstruktivis, melalui kegiatan yang menggunakan alat peraga atau alat bantu lainnya. Ketiga, ditinjau dari segi biaya, dalam Lesson Study diharapkan guru dapat mengembangkan pembelajaran yang dapat membuat siswa dapat terlibat secara aktif, menjadi kaya dengan practical work sehingga hands on activities siswa semakin meningkat, dengan menggunakan local material, bahan yang digunakan murah (low cost material), dan mudah didapat. Dengan demikian untuk mengaktifkan siswa tidak memerlukan biaya yang terlalu mahal, karena dapat menggunakan benda-benda yang ada di sekitar, sehingga pembelajaran yang inovatif memungkinkan untuk dilaksanakan. Keempat, ditinjau dari lingkungan sekitar, dalam Lesson Study terbentuk learning community yang terdiri dari siswa, guru dan para observer lainnya, sehingga mereka bisa saling belajar.

Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, peru-bahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh karena itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. Pembelajaran kimia hendaknya ditekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kemampu-an agar siswa mampu memahami alam sekitar. Dengan demikian performance siswa dalam praktikum perlu ditingkatkan.

Page 82: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 82

METODE

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang ingin mendeskripsikan peningkatan performance siswa dalam praktikum laju reaksi melalui lesson study di MAN Model bangkalan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan “One-Shot Case Study” yang hanya memberi perlakuan pada satu kelompok saja tanpa adanya kelompok pembanding (kelompok kontrol) dan tanpa pre tes.

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua pertemuan yang terdiri dari plan I dan II, do and see I dan II. Instrumen penelitian: perangkat performance assessment siswa, dan lembar observasi. Teknik analisis data: 1. Performance siswa: hasil penilaian

performance siswa dalam kelompok diberi skor berdasarkan rubrik penskoran untuk me-nentukan kriteria kemampuan performance siswa. Keberhasilan belajar siswa pada materi laju reaksi dihitung dengan meng-gunakan rumus :

100

""

MaksimalSkorOKelompokPerolehanSkor

2. Data Observasi

Hasil observasi dari observer dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertemuan 1

1. Tahap Plan Pada kegiatan perencanaan (plan) yang

diikuti oleh guru model, guru dan tim peneliti sebagai pengamat, menghasilkan perangkat pembelajaran dengan Kompetensi Dasar 3.1 Mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan percobaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Dalam plan dihasilkan juga tentang rencana praktikum yang akan dilaksanakan untuk meningkatkan perfor-mance siswa, yaitu pengaruh konsentrasi dan luas permukaan terhadap laju reaksi. Untuk mengoptimalkan strategi pembelajaran Student Center Learning (SCL), dan supaya siswa dengan mudah dapat berinteraksi, maka siswa dibagi dalam sepuluh kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4 siswa dan satu kelompok terdiri dari 3 siswa, karena jumlah siswa kelas XI IPA-2 adalah 39 siswa. Demikian pula, seting tempat duduk dikondisikan agar siswa dalam kelompok

dapat face to face. Untuk bahan- bahan praktikum disediakan di depan (meja demonstrasi). 2. Tahap Do

Sebelum pelaksanaan proses pembelajaran, seluruh guru melakukan pertemuan singkat di ruang pertemuan MAN Model Bangkalan, dan tim peneliti menjelaskan secara umum kegiatan Lesson Study yang akan dilakukan. Guru model yang akan melaksanakan pembelajaran diberi kesempatan mengemukakan rencana pembelajaran secara singkat. Guru menyampaikan lembar kerja siswa, peta posisi tempat duduk dan nama siswa.

Selanjutnya seluruh peserta pertemuan menuju ruang laboratorium (tempat proses belajar mengajar), dan menempati tempat yang strategis sesuai rencana pengamatannya masing-masing. Guru bertugas sebagai pengajar melakukan proses pembelajaran sesuai dengan rencana. Setiap observer mengamati aktivitas siswa secara umum dan mengamati kelompok siswa yang telah disepakati sebelumnya antar observer. Hasil pengamatan interaksi antara siswa-siswa, siswa-guru, dan siswa-perangkat ajar melalui lembar observasi disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Observasi Para Observer Lesson

study Pertemuan I Kategori

Observasi Hasil Observasi Keterangan

Siswa dengan Siswa

1. Siswa terkejut dengan adanya tim observer dan pengambilan gambar. Hal ini diketahui saat awal pelaksanaan praktikum siswa sedikit ramai membicarakan tentang adanya observer dan pengambilan gambar.

2. Siswa merubah posisi tempat duduk yang telah disiapkan sehingga kurang tertib.

3. Siswa agak ramai (kurang tertib) karena Siswa yang tidak mengerti bertanya pada siswa lain yang berbeda kelompok.

4. Interaksi siswa dengan siswa dalam masing-masing kelompok cukup karena siswa laki-laki lebih aktif/lebih dominan dalam pelaksanaan praktikum.

5. Kerjasama antar siswa dalam kelompok cukup. Hal ini

1. Awal pembe-lajaran

(pukul 10.00 – 10.05 WIB)

2. 10.05 – 11.30

WIB (selama proses pem-belajaran)

3. 10.05 – 11.00

WIB (selama praktikum)

Page 83: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 83

Kategori Observasi Hasil Observasi Keterangan

disebabkan oleh ada sebagian kelompok yang anggotanya kurang aktif dalam melakukan praktikum.

4. 10.10 – 11.00 WIB (selama praktikum)

5. 10.10 – 11.00

WIB (selama praktikum)

Siswa dengan Guru

Interaksi siswa dengan guru cukup baik. Hal ini terlihat dari siswa bertanya pada guru bila kurang jelas dalam hal memahami prosedur praktikum dan siswa menunjukkan hasil dari praktikum.

Kelompok: Neon (10.30

WIB) Oksigen (10.45

WIB) Radon (10.50

WIB) Helium (10.53

WIB) Siswa

dengan Bahan Ajar

1. Interaksi siswa dengan LKS kurang karena ada sebagian kelompok masih bingung dengan apa yang akan dilakukan (belum memahami prosedur dengan baik dan benar).

2. Interaksi siswa dengan perlengkapan praktikum kurang karena sebagian kelompok ada yang belum terampil menggunakan stopwatch.

Kelompok : Oksigen (10.10

WIB) Xenon (10.12

WIB) Helium (10.15

WIB) Argon (10.16

WIB) Hidrogen (10.40

WIB) Klorin (10.43

WIB)

Sedangkan data hasil performance siswa dalam praktikum laju reaksi pada pertemuan I disajikan pada tabel dan grafik sebagai berikut:

Tabel 2. Performance Domain Kognitif,

Psikomotor, dan Afektif

Performance Kelompok Kogni

tif Psikomotor

Afektif Total

Klorin 75,83 76,11 77,78 229,72 Xenon 75,00 81,67 83,33 240,00 Nitrogen 81,67 87,78 77,78 247,23 Argon 78,33 85,00 83,33 246,66 Helium 88,33 78,89 77,78 245,00 Fluorin 74,59 90,56 83,33 248,48 Hidrogen 85,42 88,33 77,78 251,53 Radon 83,75 91,11 83,33 258,19 Oksigen 83,75 75,56 83,33 242,64 Neon 81,25 82,23 83,33 246,81 Total 807,92 837,24 811,1 2456,26 Rata-rata 80,79 83,72 81,11 81,88 Kategori Sangat

baik (A)

Sangat baik (A)

Sangat baik (A)

Sangat baik (A)

Keterangan : 81 – 100 = A (sangat baik)

61 – 80 = B (baik) 41 – 60 = C (cukup) 21 – 40 = D (kurang) 0 – 20 = E (sangat kurang)

Keterangan:

1 = Klorin 2 = Xenon 3 = Nitrogen 4 = Argon 5 = Helium

6 = Neon 7 = Hidrogen 8 = Radon, 9 = Oksigen 10 = Fluorin

Grafik 1. Performance Kognitif, Psikomotor, dan Afektif siswa

Berdasarkan tabel 2 diatas dapat

disajikan grafik 1. Berdasarkan tabel 1 dan grafik 1 dapat diketahui bahwa pada pertemuan I, performance kognitif siswa memperoleh nilai rata-rata 80,79 dengan kategori sangat baik (A), performance psikomotor siswa memperoleh nilai rata-rata 83,72 dengan kategori sangat baik (A) dan performance afektif siswa memperoleh nilai rata-rata 81,11 dengan kategori sangat baik (A). Secara klasikal performance siswa dalam praktikum laju reaksi pada pertemuan I memperoleh nilai rata-rata 81,88 dengan kategori sangat baik (A).

3. Tahap See

Refleksi dilakukan segera setelah pem-belajaran di kelas selesai dilaksanakan. Dalam refleksi ini diikuti oleh seluruh guru dan tim peneliti. Hasil refleksi sebagai berikut: (1) tempat duduk siswa yang berderet 4 orang, sehingga siswa yang duduk dibagian samping tidak aktif melakukan kegiatan percobaan; (2) bahan-bahan praktikum yang disediakan di meja depan (demonstrasi) kurang efektif, sebaiknya disediakan di meja masing-masing kelompok; (3) kalimat dalam prosedur praktikum diperbaiki, disesuaikan dengan taraf berfikir siswa SMA; (4) memotivasi siswa agar lebih memahami prosedur praktikum (mempelajari prosedur praktikum sebelum melaksanakan praktikum); (5) terjadi fluktuasi keaktifan siswa selama proses pembelajaran.

Berdasarkan data diperoleh bahwa solusi atas permasalahan pembelajaran pada pertemuan

Page 84: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 84

I dijadikan bahan perbaikan pembelajaran (replan) pada pertemuan II dengan kata lain solusi atas permasalahan dalam pembelajaran sebagai bahan perbaikan pada pembelajaran berikutnya.

Pertemuan 2

1. Tahap Plan Pada kegiatan perencanaan (plan) diikuti

oleh guru model, guru dan tim peneliti sebagai pengamat, menghasilkan perangkat pembelajaran untuk pertemuan II dengan mempertimbangkan hasil refleksi (see) per-temuan I. Dalam plan dihasilkan juga tentang rencana praktikum yang akan dilaksanakan untuk meningkatkan performance siswa, yaitu pengaruh suhu dan katalis terhadap laju reaksi. Untuk mengoptimalkan strategi pembelajaran Student Center Learning (SCL), dan supaya siswa dengan mudah dapat berinteraksi, maka siswa tetap dibagi dalam sepuluh kelompok, tiap kelompok terdiri dari 4 siswa dan satu kelompok terdiri dari 3 siswa, karena jumlah siswa kelas XI IPA-2 adalah 39 siswa. Demikian pula, seting tempat duduk dikondisikan agar siswa dalam kelompok dapat saling berhadapan. Untuk bahan- bahan praktikum disediakan di masing-masing meja kelompok.

2. Tahap Do

Sebelum pelaksanaan proses pembelajaran, seluruh guru melakukan pertemuan singkat di ruang pertemuan MAN Model Bangkalan, dan guru model yang akan melaksanakan pembelajaran diberi kesempatan mengemukakan rencana pembelajaran secara singkat. Guru menyampaikan lembar kerja siswa, peta posisi tempat duduk dan nama siswa.

Selanjutnya seluruh peserta pertemuan menuju ruang laboratorium (tempat proses belajar mengajar), dan menempati tempat yang strategis sesuai rencana pengamatannya masing-masing. Guru bertugas sebagai pengajar melakukan proses pembelajaran sesuai dengan rencana. Setiap observer mengamati aktivitas siswa secara umum dan mengamati kelompok siswa yang telah disepakati sebelumnya antar observer. Hasil pengamatan interaksi antara siswa melalui lembar observasi disajikan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Observasi Para Observer Lesson study

Pertemuan II

Kategori

Observasi Hasil Observasi Keterangan

Siswa dengan Siswa

1. Siswa mulai terbiasa dengan adanya tim observer dan pengambilan gambar. Hal ini terlihat dari siswa tidak ramai membicarakan tentang adanya tim observer dan pengambilan gambar. 2. Interaksi siswa dengan siswa dalam masing-masing kelompok lebih baik dari pada pertemuan I (tidak ada dominasi siswa laki-laki) 3. Siswa tidak ada yang bertanya pada kelompok lain bila ada yang kurang jelas sehingga tidak menimbulkan keramaian. 4. Tidak ada dominasi siswa laki-laki dalam pelaksanaan praktikum. 5. Kerjasama antar siswa dalam kelompok baik karena seluruh siswa mengerjakan praktikum dengan baik (kompak).

1. 09.00 – 10.10 WIB (selama proses pem-belajaran)

2. 09.00 – 09.50 WIB (selama praktikum) 3. 09.00 - 09.50 WIB (selama praktikum)

4. 09.00 – 09.50 WIB (selama praktikum)

5. 09.00 - 09.50 WIB (selama praktikum)

Siswa dengan Guru

Interaksi siswa dengan guru sangat baik. Hal ini terlihat dari siswa bertanya pada guru bila kurang jelas dan menunjukkan hasil dari praktikum mereka.

Kelompok: Neon (09.10 WIB) Xenon (09.25 WIB) Klorin (09.26 WIB) Helium (09.27 WIB) Fluorin (09.29 WIB) Hidrogen (09.40 WIB) Radon (09.41 WIB) Argon (09.45 WIB) Oksigen (09.46 WIB) Nitrogen (09.47 WIB)

Siswa dengan Bahan Ajar

1. Interaksi siswa dengan LKS baik. Hal ini terlihat dari siswa tidak merasa bingung dengan prosedur praktikum yang terdapat pada LKS

Kelompok : Oksigen (09.21 WIB) Xenon (09.25WIB) Neon (09.26WIB)

Page 85: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 85

Kategori Observasi Hasil Observasi Keterangan

sehingga siswa tidak saling bertanya. 2. Interaksi siswa dengan perlengkapan praktikum sudah baik tetapi masih ada sebagian kelompok yang belum mengerti cara menggunakan thermometer yang benar (dalam hal memegang thermometer dan thermometer menyentuh dinding gelas kimia).

Berdasarkan tabel 4 diperoleh bahwa pada

tahap do pertemuan II siswa menjadi lebih tertib, aktif, kooperatif dan interaksi siswa dengan guru dan bahan ajar lebih baik dari pada pertemuan I. Dengan demikian diketahui bahwa performance siswa dalam praktikum laju reaksi melalui lesson study dapat membuat siswa lebih aktif, bertang-gung jawab atas jawaban pertanyaan yang diajukan, dan menemukan konsep sendiri.

Data hasil performance siswa dalam praktikum laju reaksi pada pertemuan II disajikan pada tabel dan grafik sebagai berikut: Tabel 4. Performance Domain Kognitif,

Psikomotor, dan Afektif

Performance Kelompok Kogni

tif Psikomotor

Afektif Total

Klorin 66,25 86,11 94,44 246,80 Xenon 75,00 88,89 94,44 258,33 Nitrogen 81,67 88,89 88,89 259,45 Argon 76,25 80,56 88,89 245,70 Helium 78,75 83,33 94,44 256,52 Fluorin 76,67 88,89 94,44 260,00 Hidrogen 67,50 88,89 88,89 245,28 Radon 70,00 88,89 94,44 253,33 Oksigen 83,75 83,34 88,89 255,98 Neon 67,92 83,33 94,44 245,69 Total 743,76 861,12 922,2 2527,08 Rata-rata 74,38 86,11 92,22 84,24 Kategori Baik

(B) Sangat baik (A)

Sangat baik (A)

Sangat baik (A)

Berdasarkan tabel 4 di atas dapat disajikan

grafik 2. Berdasarkan tabel 4 dan grafik 2 dapat diketahui bahwa pada pertemuan II, performance kognitif siswa memperoleh nilai rata-rata 74,38

dengan kategori baik (B), performance psikomotor siswa memperoleh nilai rata-rata 86,11 dengan kategori sangat baik (A) dan performance afektif siswa memperoleh nilai rata-rata 92,22 dengan kategori sangat baik (A). Secara klasikal kinerja siswa dalam praktikum laju reaksi pada pertemuan II memperoleh nilai rata-rata 84,24 dengan kategori sangat baik (A). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan performance siswa dalam praktikum laju reaksi bila dibandingkan dengan pertemuan I.

Keterangan: 1 = Klorin 2 = Xenon 3 = Nitrogen 4 = Argon 5 = Helium

6 = Neon 7 = Hidrogen 8 = Radon, 9 = Oksigen 10 = Fluorin

Grafik 2. Penilaian Performance Kognitif, Psikomotor, dan Afektif

3. Tahap See

Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa masih ada beberapa guru yang mengkritik gurunya, namun sebagian besar sudah berfokus pada siswa. Hal ini sesuai dengan Manabu Sato dalam Liliawati, dkk. (2007) bahwa prinsip-prinsip dasar dari diskusi/refleksi yaitu ditekankan pada kapan siswa belajar dan kapan siswa tidak dapat belajar, para pengamat belajar melalui pelajaran yang mereka amati, setiap pengamat sebaiknya harus memiliki kesempatan untuk berbicara sehingga diskusi yang bersifat demokratis akan terwujud.

Refleksi dilakukan segera setelah pem-belajaran di kelas selesai dilaksanakan. Dalam refleksi ini diikuti oleh seluruh guru dan tim peneliti. Hasil refleksi sebagai berikut: (1) tempat duduk siswa yang berhadapan telah membantu siswa untuk mengembangkan performance mereka baik secara kognitif, psikomotor dan afektif melalui kegiatan percobaan; (2) terjadi fluktuasi keaktifan siswa selama proses pembelajaran; (3) siswa tidak terpengaruh dengan adanya observer.

Berdasarkan data diperoleh bahwa hasil diskusi pada tahap see dapat dijadikan solusi

Page 86: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 86

efektif dalam permasalahan pembelajaran se-hingga dapat meningkatkan kualitas pembe-lajaran secara umum. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan analisis data yang diperoleh selama kegiatan penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan Student Centered Learning (SCL)

untuk meningkatkan performance siswa dalam praktikum laju reaksi yang dilaksanakan dalam 2 pertemuan meliputi tahapan plan I dan II telah sesuai dengan permasalahan penelitian, do pada pertemuan

II siswa menjadi lebih tertib, aktif, kooperatif dan interaksi siswa dengan guru dan perangkat pembelajaran lebih baik dari pada pertemuan I, dan see telah menghasilkan solusi atas permasalahan pembelajaran pada pertemuan I dijadikan bahan perbaikan pembelajaran (replan) pada pertemuan II

2. Ada peningkatan performance siswa secara klasikal dari nilai 81,11 (pertemuan I) dengan kategori sangat baik, menjadi nilai 84,24 (pertemuan II) dengan kategori sangat baik.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Firman, Harry. 2007. Monitoring dan Evaluasi Program Lesson Study. Bandung : UPI PRESS.

Hendayana, Sumar, dkk. 2007. Lesson study. Bandung : UPI Press.

http://www.sisttems.org/id/lesson-study/theory.html. Lesson study. Diakses pada tanggal 4 Maret 2008.

Karim, Muchtar Abdul. 2007. Apa, Mengapa, Dan Ba-gaimana Lesson study. Bahan Ceramah pada Pendidikan dan Pelatihan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional yang Diselenggarakan di Lembaga Pen-jamin Mutu Pendidikan (LPMP) DKI Jakarta Tanggal 29 s.d. 31 Mei 2007 oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Jakarta.

Maryoto, Gunawan. 2008. Pengalaman Terapkan Les-son study.

http://www.smu-net.com/main.php?&act=bg&xkd=429. Diakses tanggal 4 Maret 2008.

Mulyana, Edi Hendri. 2005. Assesmen dalam Pembela-jaran Sains SD. http://re-searchengines.com/0405edi.html. Diakses pada tanggal 21 Maret 2008.

Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Raharjo, Sentot Budi. 2008. Kimia Berbasis Eksperimen 2. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Sudrajat, Akhmad. 2008. Lesson study Untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Pembelajaran. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/22/lesson-study-untuk-meningkatkan-proses-dan-hasil-pembelajaran/. Diakses pada tanggal 4 Ma-ret 2008.

Page 87: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 87

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN KIMIA DI SEKOLAH DALAM RANGKA IMPLEMENTASI

KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

I Wayan Dasna

Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang 5 Malang 65145, e-mail: [email protected]

Abstrak: Pembelajaran kimia di sekolah berpedoman pada KTSP yang dikembangkan oleh sekolah. Implementasi KTSP khususnya matapelajaran kimia setelah 4 tahun implementasi masih menunjukkan adanya masalah-masalah yang perlu diperbaiki. Kualitas proses dan hasil pembelajaran kimia yang ma-sih rendah merupakan salah satu indikator masih adanya masalah implementasi KTSP di sekolah. Be-berapa faktor yang menunjukkan problematika implementasi KTSP (kimia) adalah: (1) pembelajaran kimia lebih mengarah pada “pematematikaan kimia” dimana informasi rumus-rumus, hitungan, dan pengerjaan soal-soal lebih dominan dibandingkan konstruksi konsep, (2) pengembangan perangkat pembelajaran lebih cenderung digunakan sebagai kelengkapan administratif dibandingkan operasional, (3) organisasi materi lebih mengikuti kisi-kisi ujian nasional dibandingkan kompetensi yang harus dia-jarkan (standar isi), (4) pembelajaran proses kurang diminati dibandingkan dengan pembelajaran teori, dan (5) penggunaan lembar kerja siswa lebih dominan sebagai sumber belajar. Untuk mengatasi keadaan tersebut sangat penting dikembangkan rancangan pembelajaran kimia yang operasional seba-gai komplemen KTSP dan dikembangkan pembelajaran aktif yang dapat mendorong terbentuknya karakter dan ketrampilan berpikir (tingkat tinggi) dalam pembelajaran. Penekanan pada pembelajaran proses (pendekatan inkuiri) baik dalam implementasi metode maupun pengembangan bahan ajar sangat relevan diterapkan dalam pembelajaran kimia (sesuai hakekat ilmu kimia).

Kata kunci: pembelajaran kimia, KTSP, problematika pembelajaran

Sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22, 23, dan 24 tahun 2006 sekolah-sekolah mengem-bangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Sampai saat ini, KTSP telah dilaksanakan oleh sekolah hampir 4 tahun, telah meluluskan siswa yang dari kelas VII (SMP) atau kelas X (SMA) dibelajarkan dengan mengacu pada KTSP. Sejauh ini belum dilakukan evaluasi menyeluruh keterlaksanaan KTSP di sekolah sehingga perlu dilakukan kajian-kajian.

Kajian implementasi KTSP di sekolah dapat diamati minimal dengan tiga parameter yaitu: kualitas racangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Produk akhir dari implementasi KTSP di kelas adalah kompetensi lulusan tingkat satuan pendidikan tersebut. Rancangan pembelajaran merupakan satu indikator penting karena kegiatan ini merupakan titik awal pembelajaran di kelas yang dapat

menentukan kualitas pembelajaran. Rancangan yang baik sesuai dengan parameter-parameter pengembangan pembelajaran akan dapat diterapkan dengan baik sehingga pembelajaran di kelas menjadi berkualitas. Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan rencana yang dibuat merupakan kegiatan inti pelaksanaan kurikulum di sekolah. Proses pembelajaran yang berkualitas baik akan dapat menghasilkan lulusan yang berkompetensi sebagaimana yang ditetapkan dalam kurikulum. Dalam konteks pembelajaran kimia, pembelajaran di kelas harus sesuai dengan hakekat ilmu kimia yaitu pembelajaran proses dan produk (konsep, teori) yang dilaksanakan dengan strategi pembelajaran yang relevan. Sedangkan evaluasi terkait dengan instrumen yang digunakan atau metode pengumpulan informasi sebagaimana yang disarankan oleh KTSP yaitu penilaian autentik. Sejauh ini kegiatan evaluasi yang menonjol adalah tes tulis baik di tingkat sekolah(ujian sekolah),

Page 88: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 88

regional (ujian bersama), dan nasional (ujian nasional) (untuk mengetahui kemampuan kognitif).

Untuk mengetahui gambaran hasil belajar dengan KTSP di sekolah secara formal dapat ditinjau dari hasil belajar siswa pada ujian nasional (UN) 2009 seagaimana disajikan pada Tabel 1. Data tersebut menyajikan 5 kisi soal dari 40 soal yang diujikan. Walaupun ada pihak yang meragukan objektivitas UN, data yang diberikan adalah sah. Analisis 5 jenis kisi dan penguasaan siswa pada tingkat nasional. Kelima kisi soal yang disajikaan menghasilkan soal pada tingkat kesukaran mudah dan sedang, namun kelima soal tersebut dikuasai lima paling rendah dibandingkan dengan 40 soal yang lainnya.

Ditinjau dari tingkat kesulitannya, soal-soal tersebut merupakan soal-soal yang mudah dan sedang sehingga seharusnya sebagian besar siswa dapat menyelesaikannya. Soal-soal yang kategori mudah dapat diselesaikan lebih dari 75% siswa pada tingkat nasional. Sedangkan soal-soal kategori sedang (sedikit leih sulit) kurang dari 70% siswa yang dapat menyelesaikannya atau sebagian besar siswa tidak dapat menyelesaikan soal-soal yang dikategorikan sedang. Namun pada kisi yang lain terdapat satu soal dengan tingkat kesulitan kategori tinggi (data no. 6) namun dapat diselesaikan oleh sebagian besar siswa. Apakah yang terjadi pada siswa kita? Mengapa soal yang sulit (hitungan) dapat diselesaikan oleh sebagaian besar siswa sebaliknya yang dikategorikan mudah dan sedang (leih konseptual) tidak dapat diselesaikan oleh sebagian besar siswa?

Bila dikaji soal demi soal diketahui bahwa kisi no. 1 sampai 5 merupakan soal-soal yang menggunakan data untuk menyelesaikannya. Walaupun soal-soal tersebut tergolong mudah namun siswa harus menggunakan olah pikirnya (ketrampilan berpikir) untuk menjawabnya. Sebaliknya soal sukar yang berisi tentang hitungan dan telah sering dikerjakan oleh siswa maka soal-soal tersebut menjadi mudah. Penyelesaian soal-soal yang melibatkan kemampuan berpikir menjadi masalah bagi siswa. Keadaan yang sama dijumpai pada soal-soal seleksi masuk SMA RSBI (Dasna, 2010) dan soal-soal seleksi mahasiswa baru melalui SNMPTN (LP3UM, 2010). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa masih melakukan kegiatan menghafal dalam belajar atau belum optimal menggunakan kemampuan berpikir terutama kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) dalam memecahkan masalah. Kemampuan berpikir tersebut tidak

diperoleh siswa melalui matapelajaran khusus tetapi melalui kegiatan proses pembelajaran pada semua pelajaran yang dibelajarkan di kelas. Bila keadaan tersebut ditelusuri dari sumbernya, apakah tidak mungkin rendahnya penguasaan materi siswa disebabkan oleh masih rendahnya kualitas proses pembelajaran yang terjadi di kelas atau belum optimalnya implementasi KTSP di sekolah?

Tabel 1. Data Penguasaan Materi Soal Kimia SMA UN tahun 2009

No. Kisi Soal Tingkat Kesukaran Nas

1. Disajikan suatu proses pelarutan/pembakaran suatu zat hingga terjadi perubahan suhu tertentu, siswa dapat menghitung H reaksi jika parameternya diketahui

0.528 Sedang 49,87

2. Diberikan tabel hasil uji beberapa air limbah dengan beberapa indikator, siswa dapat memperkira-kan harga pH air limbah tersebut.

0.678 Sedang 60,77

3. Diberikan 3 notasi unsur tak dikenal. Siswa dapat menentukan gambar susunan elektron ion unsur tertentu

0.622 Sedang 67,64

4. Diberikan beberapa meto-de atau contoh, pencegah-an korosi dalam kehidupan sehari-hari, siswa dapat memilih metode yang paling tepat/sebaliknya

0.845 Mudah 77,32

5. Diberikan persamaan reaksi untuk mendapatkan suatu unsur logam/non logam dari batuan mineral-nya, Siswa dapat memilih kegunaan unsur/senyawa yg mengandung unsur tsb dengan benar

0.770 Mudah 76,25

6. Diberikan suatu rangkaian sel volta, siswa dapat menentukan diagram sel dari reaksi tersebut dengan benar

0.252 Sukar 60,74

Sumber data: Puspendik, 2009 Hasil observasi penulis terhadap pembela-

jaran kimia di beberapa sekolah SSN dan RSBI menunjukkan bahwa: (1) pembelajaran konstruksi konsep terkalahkan oleh penggunaan rumus atau simbol lain. Konstruksi konsep dianggap menyita

Page 89: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 89

waktu terlalu lama sehingga belajar kimia cenderung memperkenalkan rumus-rumus atau simbol lain dan latihan soal. Adanya bimbingan belajar yang lebih mengajarkan cara memperoleh jawaban yang benar tanpa menekankan mengapa jawaban tersebut benar mendukung rendahnya konstruksi konsep. (2) penggunaan lembar kerja siswa (LKS) yang berisi ringkasan materi dan latihan soal-soal menjadi dominan dibandingkan dengan menggunakan bahan ajar yang bervariasi. Materi-materi kimia telah lebih banyak dibelajar-kan dengan mengerjakan soal-soal dan membaca ringkasan atau rumus yang ada. Sementara itu waktu membaca siswa untuk memperdalam dan memperluas materi sangat sedikit; (3) pembelajaran melalui kegiatan praktikum dan penerapan metode pembelajaran aktif lebih banyak dihindari karena memerlukan waktu yang lebih lama sehingga target kurikulum bisa tidak terjangkau, Kegiatan pem-belajaran didominasi dengan menjelaskan, latihan soal, dan menjawab soal. Tidak cukup banyak per-tanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa ketika belajar namun cukup banyak informasi yang disajikan. Siswa kurang memperoleh porsi untuk mengembangkan kreativitas kemampuan berpikir-nya;

Keadaan tersebut dapat menggambarkan se-cara kasar implementasi KTSP yang telah dilaksa-nakan sejak tahun 2006 di sekolah. Makalah ini membahas beberapa prolematika penerapan KTSP di sekolah sehingga kualitas proses dan hasil belajar siswa belum optimal.

Perencanaan Pembelajaran sesuai KTSP

Setiap sekolah saat ini telah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan secara formal telah disahkan oleh pejabat yang ter-kait. Namun demikian, hasil wawancara dengan para guru pengembang KTSP di beberapa sekolah SSN dan RSBI (Dasna, 2010) menunjukkan bahwa KTSP tersebut dikembangkan dengan mengadap-tasi contoh-contoh kurikulum yang telah ada. Adaptasi yang dilakukan belum sepenuhnya men-gakomodasi kondisi sekolah yang ada sehingga ku-rikulum tersebut belum dapat dilaksankan secara optimal. Dengan demikian KTSP yang ada di seko-lah cenderung sebagai perlengkapan alat adminis-trasi sekolah dibanding kurikulum sebagai seper-angkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan se-bagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembe-lajaran untuk mencapai tujuan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Selain itu, pelaksanaan

kurikulum di sekolah dapat tidak sesuai dengan paradigma yang ditetapkan dalam kurikulum.

Disamping kurikulum, perangkat kurikulum yang utama seperti silabus dan rencana pelaksana-an pembelajaran yang dikembangkan oleh guru pada umumnya juga masih sebagai perangkat ad-ministratif pembelajaran. Sedangkan pembelajaran yang dilaksanakan pada umumnya mengacu pada sumber belajar (buku paket) yang digunakan oleh guru dan siswa. Keadaan tersebut tidak sesuai den-gan tujuan pengembangan perangkat pembelajaran sebagai acuan yang digunakan oleh pengajar untuk mengembangkan pembelajaran yang mendidik se-suai dengan paradigma KTSP yaitu pembelajaran yang konstruktivistik.

Menurut Dick and Carey (1990) rancangan pembelajaran yang dikembangkan seharusnya me-rupakan kajian komprehensip dari analisis kompe-tensi, analisis karakterisitik siswa yang akan dibela-jarkan, analisis karakteristik materi (konten), anali-sis tujuan pembelajaran, evaluasi yang digunakan, sampai dengan pengembangan perangkat, dan evaluasi formatif perangkat tersebut. Dengan mela-kukan analisis yang komprehensif maka rancangan pembelajaran yang dibbuat guru merupakan ran-cangan pembelajaran yang operasional atau ran-cangan yang dapat diterapkan di kelas.

Hasil observasi penulis terhadap RPP matape-lajaran kimia yang digunakan di SMA kategori SSN dan RSBI di beberapa kota di Jawa Timur menunjukkan bahwa: (1) sebagian besar RPP me-rupakan deskripsi tujuan dan langkah-langkah pembelajaran yang belum dilengkapi dengan hands out, alat evaluasi, media, worksheet. (2) Sering kali strategi atau metode pembelajaran yang digunakan di kelas tidak sesuai dengan RPP yang dibuat, (3) RPP antar sekolah bahkan ada yang lintas kabu-paten isinya hampir sama sehingga tidak relevan dengan KTSP (kondisi masing-masing sekolah). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa pengem-bangan RPP sebagai implementasi KTSP di seko-lah belum dilaksanakan melaui kajian yang kom-prehensif sesuai dengan kondisi sekolah dan siswa yang belajar. Keadaan tersebut menyebabkan RPP yang dibuat tidak dapat dilaksanakan operasional di sekolah. Berdasarkan keadaan tersebut, problem-atika pengembangan rancangan pembelajaran sea-gai implementasi KTSP di sekolah adalah:

Rancangan pembelajaran belum dikembang-kan berdasarkan analisis faktor-faktor belajar yang komprehensif agar sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi sekolah, karakteristik materi yang dibelajarkan, dll

Page 90: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 90

Rancangan pembelajaran masih dipandang sebagai kelengkapan administrasi pembelajaran bu-kan sebagai acuan kegiatan pembelajaran di kelas

Waktu bagi guru untuk mengembangkan RP yang lengkap dan relevan belum dikoordinasikan dengan baik (terkait dengan kompetensi guru juga).

Pengelola sekolah dan pengawas “mungkin” masih mengevaluasi ketersediaan RPP bukan isi, relevansi, dan kelengkapannya.

Terkait dengan pelaksanaan lesson study (LS)

di sekolah-sekolah yang saat ini sangat didorong pelaksanaannya oleh pemerintah, tahap plan yang bertujuan untuk mengembangkan RPP oleh peserta LS secara bersama-sama masih perlu dioptimalkan. Hasil wawancara beberapa guru yang melaksana-kan LS menyatakan bahwa: (1) ada kelompok dalam kegiatan pengembangan RPP hanya dilaku-kan oleh guru model sedangkan guru-guru yang lain hanya menyetujui, atau belum melakukan pengembangan RPP secara bersama-sama, (2) RPP yang dikembangkan belum dilengkapi dengan alat evaluasi, lembar observasi, hands out, dan media, (3) peserta seringkali belum memperoleh masukan yang optimal dari pendamping sehingga penulisan RPP belum sesuai dengan format dan isinya. Pen-yelenggaraan LS di sekolah-sekolah dan PT hen-daknya dapat mendorong para guru untuk mengembangkan RPP yang operasional sehingga sesuai dengan karakteristik siswa, materi yang dibelajarkan, dan kondisi sekolah. Dengan RPP yang operasional maka pelaksanaan pembelajaran akan dapat berlangsung sesuai dengan rancangan pembelajaran.

Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas Johnstone (1986) menyatakan bahwa salah

satu sumber kesulitan para siswa dalam mempelajari kimia adalah overload kapasitas yang dirasakan ketika siswa membutuhkan memori untuk mengingat (Bodner, 1987). Artinya, ketika siswa butuh menggunakan rumus tertentu dia tidak dapat mengingatnya maka dia akan merasakan hal itu adalah sulit. Bila belajar kimia membutuhkan daya ingat yang besar dan kuat maka akan sangat sedikit yang dapat menguasai Kimia. Pada kenyataannya matapelajaran Kimia banyak sekali menggunakan rumus-rumus, prinsip-prinsip, dan teori sehingga bila tidak dapat disimpan dalam memori maka pembelajaran tersebut dianggap sulit. Rumus-rumus tersebut pada umumnya digunakan untuk menyelesaikan soal-soal latihan sehingga kimia dan fisika akan identik dengan penggunaan

matematika yang sulit. Apakah dalam penguasaan konsep-konsep ilmu kimia harus selalu menggunakan hitung-menghitung? Lebih lanjut Bodner menjelaskan bahwa latihan soal (excercise) dan pemecahan masalah tidak harus selalu identik dengan penggunaan algoritma atau hitung menghitung. Bila siswa memperoleh konsep melalui proses kerja ilmiah sehingga terjadi konstruksi konsep pada diri siswa maka kegiatan menghafal akan dapat dikurangi.

Herron (1996) menjelaskan bahwa belajar ilmu kimia adalah kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Paling tidak terdapat empat kategori variabel yang mempengaruhi siswa belajar kimia sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

Bagi orang kimia Gambar 1 telah umum diketahui sebagai bentuk tetrahedral dari molekul CH4. Sebagaimana suatu senyawa, kemampuan guru mengkoordinasikan gugus-gugus yang ter-ikat (variabel-variabel) satu dengan yang lainnya akan dapat menentukan efektivitas proses pem-belajaran yang terjadi di kelas. Masing-masing variabel pada gugus-gugus tersebut adalah independent namun Gambar 1. Variabel yang mempengaruhi belajar.

Kestabilan proses akan sangat bergantung pada kekuatan ikatan yang terjadi dengan atom karbon (guru). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa guru sangat berperan pada kualitas proses pembelajaran yang terjadi di kelas. Bila guru menciptakan kondisi belajar dimana siswa harus banyak menggunakan memorinya maka siswa akan susah payah menghafal, demikian pula sebaliknya bila pembelajaran dikondisikan agar siswa menggunakan kemampuan berpikirnya maka hal itu akan dapat terjadi. Pada Gambar 1, karakteristik pebelajar terkait dengan kemampu-an awal (prior knowledge), kematangan sosial, bakat, dan bagaimana pola belajar siswa; karak-teristik materi terkait dengan bagaimana sifat konsep, abstraksi, keterkaitan antar konsep; karakteristik penugasan terkait dengan bagai-mana siswa diminta mendemontrasikan kompe-

Page 91: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 91

tensinya; dan karakteristik aktivitas belajar merujuk pada bagaimana aktivitas siswa apakah bekerja secara individu, aktif, pasif, atau kerja kelompok. Dalam menciptakan pembelajaran yang mendidik atau pembelajaran aktif di kelas sangat penting mengkoordinasikan antar kluster (empat variabel) terkait. Kondisi pada masing-masing variabel dapat dipaparkan sebagai berikut.

Karakteristik pebelajar yang perlu memper-oleh perhatian agar pembelajaran menjadi aktif adalah tersedianya waktu membaca, mengguna-kan sumber belajar yang bervariasi, dan men-sintesis/mengelaborasi pemahaman yang diper-olehnya. Pada saat ini, siswa atau mahasiswa sangat sedikit waktunya untuk membaca atau memperdalam konsep yang dipelajari baik sebelum atau sesudah pembelajaran di kelas sehingga ketika masuk kelas mereka datang dengan “kepala kosong”. Seyogyanya pebelajar datang ke kelas untuk menghaluskan dan memperluas pengetahuan yang diperolehnya dari sumber belajar sehingga pemahamannya lebih baik. Oleh sebab itu, guru sangat penting memberikan kesempatan kepada siswa membaca sumber belajar yang bervariasi. Pada saat ini, banyak sekolah yang lebih fokus menggunakan lembar kerja siswa (LKS) yang berisi ringkasan materi dan latihan soal-soal sehingga paparan konsep yang dibaca siswa sangat terbatas dan cenderung dangkal. Wawasan konseptual yang sempit dan dangkal akan menyebabkan siswa mengalami kesulitan menerapkan konsep-konsep yang dipelajari dalam pemecahan masalah sehari-hari.

Karateristik materi sains (kimia) mengan-dung konsep-konsep yang abstrak sehingga untuk memahami memerlukan kemampuan ber-fikir formal. Sayangnya, menurut hasil peneliti-an, para siswa SMA walaupun telah berumur diatas 11 tahun sebagian besar masih belum memiliki taraf berfikir formal. Keadaan ini menuntuk pengajar (guru) mendesain paparan konsep mulai dari peristiwa yang faktual. Dari fakta tersebut kemudian dielaborasi konsep-konsep terkait yang dapat menjelaskan mengapa fakta tersebut terjadi. Elaborasi lebih lanjut dapat menggali b. Dengan demikian, paparan materi bukan dimulai dari rumus/reaksi tetapi dari fakta sebagaiman disajikan pada Gambar 2.

Fakta

Konsepsimbol/reaksi

Gambar 2. Kaitan antara fakta, konsep, dan

simbol

Misalnya ketika materi terkait dengan konsentrasi larutan, paparan seyogyanya dimulai dengan fakta bahwa ada larutan garam yang rasanya sangat asin, kemudian cukup asin, atau kurang asin. Dari fakta tersebut dapat digali konsep mengapa terjadi perbedaan rasa yaitu berbedanya kadar zat terlarut yang ada pada larutan tersebut. Setelah konsep konsentrasi diperoleh barulah kemudian siswa diperkenalkan bagaimana menentukan konsentrasi dalam bentuk molaritas, molalitas, persentase, dan sebaginya.

Dengan alur paparan yang demikian maka siswa akan menyadari bahwa materi kimia yang dipelajari terkait dengan kehidupan sehari-hari sehingga penting untuk dipelajari. Keadaan tersebut diharapkan dapat memotivasi siswa belajar dan mengurangi kesan bahwa kimia itu sebagai matapelajaran yang sulit.

Karakteristik penugasan yang dapat meng-aktifkan pebelajar dapat dilakukan dengan me-minta siswa mendemontrasikan pemahaman yang diperolehnya seperti dalam bentuk pre-sentasi, pembuatan makalah, penyelidikan, kerja kelompok (kooperatif) dan sebagainya. Kemam-puan guru menggali potensi pebelajar dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong kemampuan berpikir tingkat tinggi sangat menentukan terjadinya belajar aktif. Pengembangan kemampuan berpikir pada tingkat penerapan (aplikasi), analisis, evaluasi, dan sintesis melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka pada proses pembelajaran akan dapat mencipta-kan proses pembelajaran yang aktif atau proses pembelajaran berpusat pada siswa(Joyce et al, 2009) atau sering juga disebut pembelajaran yang mendidik(Joni, 2005). Karakteristik penu-gasan yang diberikan oleh guru akan sangat mempengaruhi terjadinya pembelajaran aktifdi kelas.

Page 92: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 92

Tabel 2. Aspek-aspek yang perlu dan kurang ditekankan pada design pembelajaran aktif

Less emphasis on More emphasis on

Mengetahui fakta-fakta ilmu kimia dan informasi

Memahami konsep-konsep kimia dan mengembangkan kemampuan inkuiri

Mempelajari materi kajian dan disiplin/bidang-bidang kajian ilmu kimia

Mempelajari materi kajian terkait dalam konteks inkuiri, teknologi, sain dalam perspektif personal dan sosial, dan proses penemuan ilmiah

Memisahkan pengetahuan ilmiah dan konten/kajian ilmu kimia

Mengintegrasikan semua aspek kajian kimia

Melingkupi banyak topik-topik ilmu kimia

Mempelajari beberapa konsep kimia yang fundamental tetapi mendalam (less is more)

Mengimplementasikan inkuiri sebagai rangkaian proses

Mengimplementasikan inkuiri sebagai strategi pembelajaran, kemampuan, dan ide-idea untuk belajar

Karakteristik aktivitas belajar merujuk pada

bagaimana pendekatan, strategi, metode, dan teknik yang digunakan oleh guru dalam pembe-lajaran. Bagaimana pembelajaran didesain oleh guru akan sangat mempengaruhi terjadinya pem-belajaran aktif di kelas. Ray (2007) mendeskrip-sikan aspek-aspek yang harus lebih ditekankan (more emphasis) dan yang kurang ditekankan (less emphasis) dalam mendesign pembelajaran sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan paparan pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa kaitan antara konteks dan konsep yang diperoleh melalui inkuiri oleh siswa sangat penting untuk meningkatkan pemahaman atau perolehan konsep siswa. Inkuiri adalah suatu model yang digunakan dalam pembelajaran dan mengacu pada suatu cara untuk memperta-nyakan, mencari pengetahuan atau informasi, atau mempelajari suatu gejala/objek (Handayanto, 2003:12). Pada pembelajaran pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, siswa didorong untuk terlibat secara aktif dalam me-lakukan percobaan, menggali pengetahuan dan informasi secara langsung sampai memungkin-kan mereka menemukan prinsip-prinsip yang berguna bagi diri mereka sendiri. Keadaan pembelajaran sebagaimana yang dipaparkan di atas belum optimal dilaksanakan di kelas sebagai implementasi KTSP.

Problematika pelaksanaan pembelajaran di kelas dapat dirangkum sebagai berikut: • Penggalian pengetahuan awal yang kurang

dalam untuk memulai pembelajaran sehingga siswa kesulitan menghubungkan antar konsep seelumnya dengan materi yang akan dipelajari.

• Pembelajaran langsung lebih disukai diban-dingkan dengan pembelajaran konstruksi konsep melalui eksplorasi dengan alasan keterbatasan waktu, materi yang padat.

• Penyajian rumus-rumus lebih disukai diban-ding penyajian fakta, analisis konsep sehing-ga siswa cenderung menghafal dan meng-hitung.

• Pelaksanaan pembelajaran masih belum optimal mendorong siswa untuk belajar atau guru belum dapat menciptan kondisi agar anak terdorong belajar (stimulate to learn) tetapi masih menekankan how to teach.

• Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) sebelum pembelajaran materi masih sering dilakukan sehingga pembelajaran konsep menjadi dangkal dan siswa cenderung mem-baca ringkasan materi untuk mengerjakan soal-soal.

Problematika pembelajaran yang digambar-

kan pada paparan tersebut seyogyanya dapat diatasi dengan berbagai cara termasuk melalui kegiatan LS. Pelaksanaan pembelajaran dan refleksi perbaikannya (tahap do dan see dalam LS) hendaknya dapat memberikan masukan yang konstruktif agi guru model dan guru peserta LS lainnya sehingga pembelajaran aktif di kelas dapat terjadi. Seringkali guru peserta LS mengeluhkan bahwa expert pendamping LS belum optimal memberikan masukan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang terkait dengan urutan materi, kedalaman materi, keluasan konsep yang harus dibahas, dan miskonsepsi yang terjadi. Fokus seringkali pada metode atau media yang digunakan sehingga konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting atau bahkan kons-truksi konsep dalam pembelajaran terlewatkan.

1. Pelaksanaan Evaluasi

KTSP menyarankan bahwa evaluasi pembe-lajaran dilakukan dengan asesmen otentik artinya guru harus mengumpulkan informasi tentang kompetensi siswa dengan berbagai cara dan berbagai alat evaluasi. Selain paper and pencil test untuk penilaian kognitif, guru dapat

Page 93: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 93

menggunakan alat ukur lain seperti makalah, presentasi, portofolio, pemecahan masalah atau lainnya yang dapat menggambarkan kemampuan kognitif siswa. Dalam konteks KTSP, telah dilakukan penilaian kognitif, afektif, dan psikomotor melalui berbagai cara namun kualitas alat ukur yag digunakan masih perlu dioptimalkan. Beberapa problema yang diamati dalam rangka pelaksanaan KTSP adalah: • Tes kognitif yang digunakan masih lebih

banyak berfokus pada soal-soal algoritmik (hitungan) sedangkan soal-soal yang meng-ukur penguasaan konsep masih kurang. Kea-daan ini dapat mendorong siswa belajar un-tuk mengerjakan soal-soal sehingga pengua-saan konsep menjadi nomor dua. Adanya metode-metode smart solution mendorong siswa mencari jawaban yang benar tanpa me-mikirkan mengapa jawaban tersebut benar. Kondisi ini tidak sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dari KTSP.

• Ranah kognitif soal-soal yang diujikan lebih dominan pada lower order thinking sehingga pengukuran higher order thinking skill masih sangat sedikit. Kondisi ini dapat mendorong siswa tidak termotivasi mempelajari konsep tetapi cenderung melakukan drill. Dalam memberikan penugasan kepada siswa

setelah pembahasan konsep, seringkali diberikan tugas untuk mengerjakan soal-soal bukan pemecahan masalah. Keadaan ini mengurangi kemampuan analisis, sintesis, dan evalusi yang sangat penting dilatihkan kepada siswa. Terkai dengan penugasan beberapa aspek yang harus ditingkatkan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan

dalam penugasan Sebaiknya dikurangi Seharusnya ditekankan

Mengerjakan soal-soal saja Melakukan pemecahan masalah untuk aplikasi konsep

Menekankan perolehan jawaban

Menekankan mengapa jawabannya seperti itu, cara menjawab secara

konseptual

Kecepatan memecahkan masalah

Kecermatan dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (analisis, sintesis, evaluasi)

PENUTUP

Walau telah diberlakukan KTSP di semua sekolah namun pelaksanaan pembelajaran di kelas masih belum berbeda jauh dengan implementasi kurikulum sebelumnya. Implemen-tasi KTSP di kelas sejak 2006 masih belum optimal, terkait dengan perencanaan pembelajar-an walau telah dilaksanakan berbagai workshop namun belum berbasis kebutuhan.

Lesson Study sebagai alternatif optimalisasi implementasi KTSP di sekolah sebaiknya diarahkan pada penyiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang benar dan kompre-hensif dan bukan untuk memperkenalkan Lesson Study atau hanya memberi pengalaman pada guru. Pemelajaran kimia dalam rangka implementasi KTSP hendaknya bukan berfokus pada: how to teach tetapi hendaknya berorientasi pada how to stimulate learning (Brook & Brook,1993).

Page 94: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 94

DAFTAR RUJUKAN

Bodner, G. M. 1987. The role of algorithms in teaching problem soling. Journal of Chemical Education, 64(6), 513 -514.

Brooks, J.G. dan Martin G. Brooks. 1993. In search of understanding: The case for constructivist classroom. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.

Dasna, IW. 2010. Hasil analisis data seleksi masuk SMA RSBI SMAN 2 Kediri. (Dokumen pribadi).

Dick, W. & Carey, L. 1990. The Systematic Design of Instruction. Second Edition. Illinois: Scott, Foresman and Company.

LP3 UM. 2010. Hasil analisis jawaban peserta SNMPT 2010. (Dokumen LP3).

Herron, J. D. 1996. The chemistry classroom: formula for successful teaching. Washington DC: American Chemical Society.

Joni, R.T. 2005. Pembelajaran yang mendidik. Makalah seminar disajikan di PPs Universitas Negeri Malang, Oktober 2005.

Joyce, B., Weil, M.,Calhoun, E. 2009. Model of teaching Model-model pengajaran. Terjemahan oleh Ahmad Fawaid dkk. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Pienta, N. J., Cooper, M. M., Greenbowe, T.J. 2009. Chemists’ Guide to Effective Teaching Volume II. New Jersey: Prentice Hall.

Puspendik.2009. Analisis hasil Ujian Nasional 2009. (Dokumen LP3 UM).

Ray, B. 2007. Modern Methods to Teaching Chemistry. New Delhi: APH Publishing Corporation

Page 95: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 95

CONTEXT-RICH PROBLEMS DAN PENGANTAR BILINGUAL UNTUK PENGEMBANGAN BAHAN AJAR

MATERI KIMIA LARUTAN

Yusran Khery

Dosen IKIP Mataram, Mahasiswa Program Studi S2 Pendidikan Kimia PPS UM; E-mail: [email protected]

Abstrak: Makalah ini membahas tentang gagasan pengembangan bahan ajar kimia larutan berdasarkan pendekatan pemecahan masalah dengan context-rich problems dan pengantar bilingual. Hasil observasi menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap desain bahan ajar yang dimaksud sangat tinggi. Makalah ini disusun melalui studi literatur. Di dalam makalah ini digambarkan tentang prototype bahan ajar yang dimaksud. Bahan ajar ini diharapkan dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, pemahaman konseptual maupun algoritmik, serta menyeimbangkan kemampuan menyelesai-kan soal-soal dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Sedangkan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan bahan ajar tersebut melalui suatu metode tertentu masih diperlukan. Hal ini perlu untuk mengetahui pengaruh penggunaannya terhadap prestasi belajar, kemampuan menyelesaikan soal kon-septual dan algoritmik, dan kemampuan menyelesaikan soal berbahasa Indonesia dan Inggris.

Kata kunci: pendekatan pemecahan masalah, context-rich problems, bilingual, pemahaman konsep-tual, kemampuan algoritmik, bahan ajar.

Ilmu kimia merupakan salah satu pela-jaran yang dianggap sulit oleh siswa SMU maupun mahasiswa perguruan tinggi karena sifatnya yang abstrak (Kean dan Middlecamp, 1985), konsep yang dipelajari sangat banyak (makroskopis, mikroskopis, dan simbolis) (Colburn, 2009) serta berurutan, dan rendahnya kemampuan siswa dalam operasi matematik. Materi pembelajaran kimia menuntut kemampu-an penyelesaian masalah konseptual dan algorit-mik (Alp dkk, 2005), salah satunya adalah kimia larutan. Terlebih lagi, berdasarkan penelitian Ratcliffe (2002), jumlah guru di A-level che-mistry yang mengalami kesulitan penyampaian materi kimia larutan mencapai 50 % (khususnya materi kesetimbangan asam-basa).

Dalam beberapa studi seputar pembelajaran kimia menyatakan bahwa siswa dapat melakukan penyelesaian masalah konseptual dengan lebih baik daripada masalah algoritmik dalam materi tertentu, misalnya pada pokok bahasan konsep mol dan hukum gas. Akan tetapi, pada pokok bahasan kimia yang lain, siswa dapat mengalami kesulitan lebih besar dalam menjawab pertanya-an konseptual daripada pertanyaan algoritmik, misalnya pada materi sifat-sifat atom dan larutan

(Alp dkk, 2005; Deming dkk, 2003; Smith and Metz, 1996), atau kesulitan pada keduanya (Alfatie, 2009; Nisak, 2010; Sari, 2007). Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode yang dapat mengembangkan pemahaman konseptual maupun algoritmik secara seimbang sehingga siswa akan mampu menyelesaikan berbagai tipe masalah yang berbeda.

Disisi lain, mengacu pada tuntutan globalisasi, siswa dituntut untuk memiliki kompetensi yang dapat bersaing di tingkat global. Salah satu upaya yang dilakukan adalah Depdiknas mendorong berdirinya sekolah berstandar internasional baik di tingkat sekolah dasar, menengah, maupun perguruan tinggi (Kompas, 2005). Pembelajaran di kelas-kelas sekolah bertaraf internasional pun diupayakan semaksimal mungkin menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar. Akan tetapi, ada kendala yaitu guru (RSBI) maupun siswa yang asli Indonesia tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam bahasa Inggris (Kompas, 2009; Republika, 2009; Joglosemar, 2009). Oleh sebab itu, akan sangat mungkin muncul miskonsepsi selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian Nikmah (2009) menunjukkan adanya

Page 96: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 96

perbedaan yang signifikan antara kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Oleh ka-rena itu, disarankan untuk lebih menyeimbang-kan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan memberikan latihan-latihan soal baik berupa pre-test, post-test, maupun latihan-latihan soal selama proses pembelajaran berlang-sung.

Berbagai permasalahan yang telah di-paparkan dalam paragraf sebelumnya akan dapat diatasi dengan penerapan pendekatan pembela-jaran yang tepat. Sedangkan untuk mengatasi masalah kemampuan dalam bahasa, pelaksanaan pembelajaran dapat dilakukan secara bilingual.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif pengembangan pema-haman konseptual dan algoritmik adalah pende-katan pemecahan masalah (Probelm Solving). Dalam penerapan pendekatan pemecahan masa-lah, akan banyak dicantumkan masalah atau soal-soal yang harus dipecahkan oleh siswa (Arifin dkk., 2005).

Strategi pemecahan masalah dapat di-terapkan dengan menyajikan Context-rich Problems (soal-soal yang diperkaya konteks). Context-rich Problems dimaksudkan untuk mendorong siswa menggunakan suatu strategi pemecahan masalah yang logis dan terorganisir daripada menggunakan rumus atau resep cepat (Anonym, 2010). Soal-soal sesi khusus dan konseptual dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami dan menyelesaikan masalah konseptual dan agoritmik (Nakhleh, et al., 1996). Meskipun awal kemunculannya adalah untuk mengatasi masalah dalam pembelajaran fisika, bukan tertutup peluang bahwa strategi ini dapat diterapkan dalam pembelajaran kimia di kelas.

Sementara itu, guru memiliki peran penting dalam mengembangakan keahlian pemecahan masalah dan kemampuan siswa dalam kombinasi dua bahasa. Dibutuhkan desain instruksional berupa bahan ajar yang tepat dalam membantu peran guru tersebut. Oleh karena itu, Pengembangan bahan ajar berdasarkan pendekatan pemecahan masalah dengan context-rich problems dan pengantar bilingual menjadi hal yang penting. Bahan ajar yang seperti ini diharapkan akan dapat membantu guru dalam menerapkan strategi pemecahan masalah dengan pengantar bilingual dalam pembelajaran. Selain

itu, juga diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan keahlian pemecahan ma-salah, kemampuan bilingual, dan mencapai pemahaman konseptual dan algoritmik secara seimbang.

Sebelum menulis makalah ini, penulis telah melakukan studi tentang kebutuhan pengem-bangan bahan ajar materi kimia larutan dengan context-rich problems dan pengantar bilingual. Berdasarkan data angket, diketahui bahwa guru membutuhkan bahan ajar materi kimia larutan yang disertai soal-soal kontekstual karena siswa menyukainya. Bahan ajar yang digunakan guru telah menyajikan soal-soal dan penyelesaian dalam porsi yang cukup, akan tetapi sedikit saja yang bersifat kontekstual. Sebanyak 57 % responden setuju dengan gagasan pengembangan bahan ajar ini sedangkan sisanya menyatakan sangat setuju. Lalu bagaimanakah bentuk bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan pendekatan pemecahan masalah dengan context-rich problems dan pengantar bilingual tersebut akan menjadi pokok pembahasan di dalam makalah ini. PEMBAHASAN

Kemampuan Siswa dalam Pembelajaran Materi-materi Kimia Larutan

Banyak dari materi ilmu kimia menuntut pemahaman konseptual dan algoritmik yang memadai pada diri siswa. Dengan kedua kemampuan tersebut, siswa akan dapat memahami materi-materi kimia tersebut dengan baik. Misalnya saja materi-materi kimia larutan seperti larutan dan sifat-sifatnya; kelarutan dan hasil kalil kelarutan, netralisasi dan titrasi, penentuan pH, konsep mol, dan perhitungan-perhitungan dalam larutan (Ramsen, 2000; Clark, 2000). Materi kimia larutan selain membutuhkan keahlian menentukan rumus yang tepat juga pemahaman konsep yang benar.

Pemahaman konseptual adalah kemampuan siswa dalam menjawab soal yang didasarkan atas teks, diagram, dan fenomena yang melibatkan konsep-konsep pokok yang bersifat abstrak dari teori-teori dasar sains (Zoller, et al., 1995). Pemahaman konseptual mentuntut kemampuan menghafal informasi kimia, menguasai konsep kimia, aturan-aturan dan hukum-hukum dalam ilmu kimia, serta menguasai aturan khusus dalam sintesis/pemodelan rumus matematika dan pemahaman grafik/diagram. Pemahaman kon-septual akan terbentuk apabila siswa mampu

Page 97: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 97

memahami keterkaitan antara informasi-informasi yang tersimpan dalam memori, dan keterkaitan antara bagian pengetahuan yang telah ada dengan sesuatu yang baru dipelajari.

Kemampuan algoritmik adalah kemampuan siswa dalam menggunakan prosedur yang dikembangkan, rumus perhitungan untuk mendapatkan jawaban yang berupa angka terhadap permasalahan (Nakhleh, 1993). Ke-mampuan algoritmik menuntut keahlian meme-cahkan soal-soal generik dan memilih/meng-gunakan rumus dengan proses penyelesaian yang tepat. Kemampuan algoritmik akan terbentuk dalam diri siswa apabila siswa dapat membentuk pengetahuan yang dimiliki dalam representasi matematika dengan algoritma yang tepat.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kemampuan pemahaman konseptual dan algoritmik siswa dalam materi cakupan kimia larutan. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa masih terdapat kesulitan-kesulitan pada siswa sekolah menengah dalam memahami konsep dan penyelesaian masalah algoritmik dalam pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan (Alfatie, 2009; Nisak, 2010). Jumlah siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep mol dan stoikiometri berada diatas 50 %, yang artinya bahwa jumlah siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep mol cukup besar (Andhatini, 2008; Irusti, 2008; Rahmah, 2009;), padahal konsep mol adalah konsep yang sangat penting (Uce, 2009). Konsep Stoikiometri Larutan dan Larutan Penyangga merupakan konsep yang banyak melibatkan perhitungan matematika dan ber-kaitan erat dengan konsep-konsep sebelumnya sehingga siswa kesulitan untuk mempelajari (Kaczmarek & Orgill., 2006). Menurut penelitian Sari (2007), siswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan konseptual maupun algoritmik dalam materi stoikometri masih cukup tinggi yakni sebesar 43%.

Meskipun masih terdapat hambatan kesulitan kemampuan siswa dalam menyele-saikan masalah konseptual dan atau algoritmik pada materi-materi kimia larutan, bukan berarti tidak ada cara untuk mengatasinya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman konseptual siswa dalam materi-materi kimia umum tidak tertinggal dibandingkan pemahaman algoritmiknya (Lin, et al., 1996; Sari, 2007). Dalam penelitian lain diketahui terdapat korelasi positif antara hasil belajar berdasarkan

kemampuan penyelesaian soal konseptual dan algoritmik (Bakar, 2006). Hasil penelitian tersebut memberikan harapan menuju perbaikan pemahaman konseptual dan algoritmik. Berda-sarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa dengan metode yang tepat, pengembangan pemahaman konseptual dan algoritmik yang baik pada siswa dapat diupayakan tercapai secara bersamaan dan sejalan.

Strategi Pemecahan Masalah dengan Context-Rich Problems dalam Pembelajaran Kimia

Pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving Approach) menekankan agar pembelajaran memberikan kemampuan kepada siswa tentang bagaimana cara memecahkan masalah secara objektif dan memahami dengan baik apa yang dihadapi. Dalam kurikulum dan buku-buku yang merujuk pada pendekatan pemecahan masalah, dicantumkan masalah atau soal-soal yang harus dipecahkan siswa. Tahap-tahap pemecahan masalah di sekolah oleh pelajar adalah sebagai berikut (Arifin dkk, 2005). a) Tahap analisis dan perumusan masalah agar

dapat menyimpulkan data. b) Tahap perencanaan masalah, meliput:

pemecahan rumus standar; penelitian hubungan antar konsep; transformasi rumus dan konsep.

c) Tahap perhitungan dan membuat solusi d) Tahap pengecekan dan evaluasi

Melalui pendekatan pemecahan masalah,

siswa tidak hanya mengingat materi pelajaran akan tetapi juga memahami dan menguasai secara penuh. Selain itu pendekatan ini dapat meningkatkan keterampilan berfikir rasional, kemampuan menganalisis situasi, mengenal perbedaan fakta dan pendapat, dan mampu membuat putusan secara objektif. Pendekatan ini dapat memberi tantangan intelektual, dan dorongan agar siswa lebih bertanggung jawab dalam belajarnya (Sanjaya, 2006).

Pembelajaran yang didasarkan pendekatan pemecahan masalah adalah salah satu alternatif yang menjanjikan guna mengembangkan pemahaman konseptual dan algoritmik siswa secara bersamaan dan sejalan. Pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengembangkan ide dan inisatif ilmiah, menghargai pendapat orang lain, mengembangkan suatu hasil karya, kreatif dan berperan aktif memecahkan suatu masalah

Page 98: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 98

dan mengajukan pertanyaan, jawaban, atau tanggapan, meningkatkan keterampilan peme-cahan masalah dan kemampuan berfikir kritis (Gallet, 1998; Setyowati, 2007; Sulistiana, 2008), hasil belajar (Adim, 2008; Bakar, 2006), ketuntasan, dan dianggap sebagai pendekatan pembelajaran yang menyenangkan oleh siswa (Setyaningsih, 2008). Strategi pemecahan masalah lebih efektif untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa khususnya dalam menentukan, memanggil kem-bali, menentukan hukum yang berhubungan dan menyelesaikan ekspresi matematika bermakna. Guru kimia dihimbau agar meningkatkan peng-gunaan strategi pemecahan masalah daripada strategi text book untuk mempercepat kemampuan pemecahan masalah siswa (Jeon, et al, 2005).

Guru memiliki peran penting dalam me-ngembangakan keahlian pemecahan masalah siswa. Keseringan siswa di dalam kelas akan menyelesaikan permasalahan dengan cara yang sama sebagaimana contoh yang diberikan. Dalam memberi pemecahan masalah, guru harus sangat hati-hati untuk menyampaikan bentuk pertanyaan yang akan ditanyakan. Guru sebisa mungkin me-nunjukkan seluruh proses yang digunakan dalam memecahkan masalah dan menempatkan secara tepat setiap langkah yang diambil. Siswa akan sangat kesulitan untuk mengambil langkah yang besar dalam penyelesain masalah karena masih merasa asing. Tidak sedikit dari mereka akan kehilangan langkah dengan sangat cepat ketika harus menyelesaikan masalah dengan cara yang benar-benar sama sebagaimana yang ditirukan kepada mereka (Gilbert, 1980).

Dalam meningkatkan kemampuan menye-lesaikan masalah konseptual, diperlukan pengembangan keahlian kognitif. Pengembangan keahlian kognitif adalah komponen yang esensial dalam pendidikan siswa. Ingatan algoritmik saja tidak akan memberi dampak terhadap keahlian ini. Pengembangan keahlian kognitif harus menjadi pusat perhatian karena ia merupakan bagian yang penting dalam mengembangkan kemampuan ”scientific reasoning”. Keahlian reasoning adalah kemampuan memberi argumentasi logis dan menduga kesimpulan berdasarkan bukti, latar belakang, dasar-dasar pengetahuan, dan asumsi. Keahlian reasoning yang rendah akan menghambat kemampuan dalam menyelesaikan masalah konseptual. Timbulnya perbedaan antara kemampuan peme-

cahan masalah konseptual dan algoritmik disebabkan karena keahlian reasoning yang rendah (Crololice, et al, 2008). Pembelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk mendiskusikan dan mempertahankan idenya dan penerapan pemecahan masalah dalam masalah algoritmik dan konseptual praktis dapat menstimulasi motivasi, meningkatkan interaktif, dan ketertarikan. Soal-soal sesi khusus dan konseptual dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami dan menyelesaikan masalah konseptual dan algoritmik (Nakhleh, et al., 1996). Instruktor/ guru dapat menfasilitasi perkembangan keahlian reasoning siswa dengan meningkatkan penekanan pemecahan masalah bagi siswa berdasarkan kemampuan yang telah mereka miliki (Crololice, et al, 2008).

Salah satu penerapan strategi pemecahan masalah dalam pembelajaran di kelas adalah dengan menerapkan Context-rich Problems (soal-soal yang diperkaya konteks). Context-rich Problems mencoba membawa siswa memasuki permasalahan yang biasa ditemuinya di dunia nyata. Menurut Katsberg dan D’Ambrosio, dalam situasi nyata, integrasi pengetahuan adalah sangat penting guna kesuksesan pengamalan pemecahan masalah. Semakin akrab konteks dimana permasalahan itu dihadirkan dan semakin dekat permasalahan tersebut dengan pengalaman keseharian siswa, maka siswa akan semakin menyukai untuk membuat hubungan-hubungan yang diperlukan dan tiba pada penafsiran yang tepat terhadap permasalahan (Herron, 1996).

Context-rich Problems didesain untuk mendorong siswa menggunakan strategi pemecahan masalah yang terorganisisr dan logis. Dengan demikian siswa terdorong memepertimbangkan konsep-konsep pada konteks objek nyata; memandang pemecahan masalah sebagai sebuah deretan pemilihan keputusan, dan menggunakan konsep-konsep yang fundamental untuk melakukan analisa kualitatif terhadap permasalahan sebelum melakukan manipulasi-manipulasi rumus matematika.

Penerapan item-item konstektual dapat memberi informasi tentang banyak aspek dalam kemampuan reasoning siswa sebagaimana dampak terhadap kultur pengujian kemampuan siswa. Penggunaan item-item kontekstual akan memberitahukan kompleksitas pembelajaran siswa dan kemampuan mereka untuk mengintegrasikan konstruksi pengetahuan yang

Page 99: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 99

majemuk guna memecahkan masalah yang mereka hadapi. Kemudian dengan bertambahnya pengalaman siswa dalam menghadapi berbagai soal terbukti menimbulkan peningkatan menuju tingkah laku pemecahan masalah yang kian mahir, mampu memulai dengan analisis kualitatif dan lebih selektif dalam mencari dan menyajikan informasi (Antonenko, et al., 2007).

Karakteristik context-rich problems adalah sebagai berikut (Anonym, 2010). Setiap soal merupakan cerita pendek dengan

karakter utamanya adalah siswa. Yakni setiap pernyataan soal menggunakan kata ganti personal “kamu/anda”.

Pernyataan soal mengandung motivasi atau alasan bagi “anda” (dalam hal ini siswa) untuk memecahkan/menghitung sesuatu.

Obyek-obyek dalam soal nyata dan dapat dibayangkan.

Tidak ada gambar atau diagram sehingga siswa harus memvisualisasikannya melalui latihan-latihan yang pernah dilakukan.

Soal tidak dapat dipecahkan dengan satu langkah yakni memasukan angka-angka ke dalam rumus.

Banyak siswa berpendapat bahwa me-

nyelesaikan soal algoritmik kimia hanyalah tentang pengerjaan yang bersifat matematis dan tidak ada aplikasi konsep dalam dunia yang sebenarnya. Hal ini dapat disebabkan karena rancangan soal dan penyelesaiannya cenderung didominasi matematika daripada aplikasi konsep. Dengan karakteristik Context-rich Problems, siswa dituntut untuk memecahkan soal dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dan sekaligus mendorong siswa untuk menggambarkan pemecahan masalah yang dapat mereka kerjakan dengan baik.

RSBI DAN PEMBELAJARAN KIMIA DI KELAS

Disisi lain, mengacu pada tuntutan globalisasi, siswa dituntut untuk memiliki kompetensi yang dapat bersaing di tingkat global. Depdiknas kini sedang dalam upaya melakukan reformasi pendidikan. Salah satu yang penting dari upaya tersebut adalah internasionalisasi pendidikan. Depdiknas men-dorong berdirinya sekolah berstandar internasional baik di tingkat sekolah dasar, menengah, maupun perguruan tinggi (Kompas, 2005). Usaha ini sangat membutuhkan dukungan, sehingga Indonesia tidak tertinggal

bahkan oleh negara tetangganya sendiri. Universitas-universitas di Malaysia kini menuju pengembangan pendidikan bertaraf internasional. Karena universitas di Malaysia memiliki nama dan kualitas yang diakui dunia intenasional, Malaysia kini menjadi pillihan keempat masyarakat Indonesia yang ingin belajar ke luar negeri. (Bisnis Indonesia, 2003). Australia, Inggris, Amerika, dan beberapa Negara di Asia memiliki standar pendidikan maju, beberapa alasan diantaranya adalah Negara tersebut aktif dalam menciptakan globalisasi seperti pertumbuhan ekonomi, penguasaan Iptek, dan penerapan aspek linguistic yang condong menerapkan bahasa dunia (bahasa Inggris) sebagai media penyampaian pesan (Triyono, 2009).

Oleh karena itu, universitas-universitas di Indonesia mulai membuka kelas-kelas internasional guna meningkatkan mutu pen-didikan di perguruan tinggi. Kelas internasional dibuka tidak hanya bagi mahasiswa Indonesia akan tetapi bagi mahasiswa asing yang ingin belajar di Indonesia. (Media Indonesia, 2002). Di Indonesia telah dikembangkan pula Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang kurikulumnya dikembangkan berdasarkan KTSP dan Kurikulum Internasional (Depdiknas, 2007). Pendidikan teknologi dasar, meteri mata pelajaran yang umumnya ditulis dalam bahasa Inggris, dan persaingan internasional melalui berbagai perlombaan/olimpiade (matematika, sains, bahasa, dan sebagainya) merupakan bagian penting dalam program pengembangan kurikulum SBI.

Munculnya Sekolah Bertaraf International (SBI) di Indonesia dianggap sebagai langkah maju tumbuhnya perkembangan pendidikan setara luar negeri atau Internasional. Pengembangan SBI sendiri didasarkan pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat 3 yang secara garis besar ketentuan ini berisi bahwa pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan bertaraf internasional. Visi SBI sendiri yakni mewujudkan insan Indonesia cerdas, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Y.M.E, berakhlak mulia, berjati diri Indonesia, dan kompetitif secara global. Dengan adanya dasar dan visi pengembangan SBI tersebut pemerintah terus berusaha menyertakan ratusan SMP dan SMA seluruh Kabupaten/Kotamadya di Indonesia (Triyono, 2009).

Page 100: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 100

Pembelajaran di kelas-kelas sekolah ber-taraf internasional pun diupayakan semaksimal mungkin menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar. Akan tetapi, ada kendala yaitu guru (RSBI) maupun siswa yang asli Indonesia tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam bahasa Inggris (Kompas, 2009; Republika, 2009; Joglosemar, 2009). Oleh karena itu, akan sangat mungkin muncul miskonsepsi selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil penelitian Nikmah (2009) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal berbahasa Inggris lebih tinggi daripada soal yang berbahasa Indonesia baik untuk soal tipe pilihan ganda maupun uraian. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disarankan untuk lebih menyeimbangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan memberikan latihan-latihan soal sebagaimana dalam penelitian tersebut baik berupa pre-test, post-test, maupun latihan-latihan soal selama proses pembelajaran berlangsung.

Untuk mengatasi masalah tersebut dapat diterapkan pembelajaran bilingual dalam pembelajaran kimia. Pembelajaran bilingual ada-lah pembelajaran yang menggunakan kombinasi dua bahasa dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran bilingual umumnya digunakan kombinasi bahasa ibu dan bahasa selainnya (bahasa asing) dalam kasus ini adalah bahasa Indonesia dan Inggris. Pembelajaran bilingual memiliki keunggulan yaitu anak yang memiliki kemampuan bilingual dapat berfikir lebih tajam, fleksibel, kreatif, dan dapat membawa seseorang menjadi lebih hati-hati dalam komunikasi (Beker, 2000 dalam The, 2007).

Secara umum terdapat tiga program bilingual, yaitu transitional (transisi), mainte-nance, dan enrichment (pengayaan). Pada program transisi siswa mempelajari materi bidang studi dengan menggunakan bahasa ibu terlebih dahulu. kemudian siswa dilatih berbahasa asing. Ketika penguasaan bahasa asingnya telah dianggap memadai, selanjutnya siswa belajar materi bidang studi menggunakan bahasa Inggris. Dalam kelas baru ini, seluruh materi bidang studi disajikan dalam bahasa asing.

Pada program bilingual maintenance, siswa belajar bidang studi dalam bahasa ibu. Selanjutnya,untuk meningkatkan penguasaan mereka terhadap materi bidang studi, siswa mempelajari materi bidang studi mereka dalam bahasa asing. Dalam pola ini siswa tidak dibekali dengan keterampilan berbahasa asing.

Sedangkan program pembelajaran bilingual pengayaan, sejumlah atau sebagian materi bidang studi diajarkan dengan maksud untuk pengayaan penguasaan pengetahuan bidang studi. Dalam bentuk pembelajaran bilingual pengayaan semacam ini, materi bidang studi disajikan baik dalam bahasa ibu maupun bahasa asing.

BAHAN AJAR MATERI KIMIA LARUTAN YANG DIKEMBANGKAN DENGAN CONTEXT-RICH PROBLEMS DAN PENGANTAR BILINGUAL

Dalam kesempatan ini penulis akan mem-berikan gambaran tentang bahan ajar materi kimia larutan yang dikembangkan dengan context-rich problems dan pengantar bilingual. Bahan ajar bilingual yang dimaksud adalah alat bantu visual non-projected berupa teks sebagai media cetak yang berisi informasi dan keterampilan secara utuh dan lengkap dalam cakupan subjek/materi pelajaran tertentu yang disajikan dalam dua bahasa (bahasa indonesia dan bahasa inggris). Dalam lampiran, penulis menyajikan prototype bahan ajar yang penulis anggap layak untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Di dalam pengembangan bahan ajar terebut, penulis menerapkan prinsip-prinsip perancangan sebagai berikut, Mengumpulkan materi yang dibutuhkan; Analisis konteks (eksplisit dan inplisit), konsep, dan strategi pemecahan masalah yang dibutuhkan; Siratkan konteks dan motivasi; Hubungkan materi dengan konsep dan strategi pemecahan masalah yang telah diketahui/diperlukan; dan Menata bagian-bagian dalam bahan ajar (materi, contoh soal, dan latihan soal) sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dengan baik. Bila huruf awal dari prinsip-prinsip tersebut diambil, maka akan diperoleh singkatan MASHUM.

Beberapa bagian dalam desain bahan ajar tersebut dijelaskan sebagai berikut. Pertama, di dalam bahan ajar tersebut terdapat kotak dialog yang berisi strategi pemecahan masalah dan konsep-konsep penghubung yang dibutuhkan siswa untuk memahami materi dengan lebih

Page 101: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 101

baik. Kotak dialog ini terdapat baik pada bagian materi maupun bagian soal. Dengan adanya kotak dialog ini, dapat dikatahui pengetahuan dan pemahaman pendahuluan yang diperlukan untuk dapat memahami materi yang sedang disampaikan. Dengan begitu, guru dapat memberi bekal atau memberi penyegaran pengetahuan tentang strategi pemecahan masalah dan pemahaman konsep-konsep yang telah diberikan sebelum memasuki materi yang bersangkutan. Sedangkan siswa dapat membekali dirinya atau melakukan penyegaran kembali terhadap konsep-konsep yang telah dikuasainya sebelum memasuki materi tersebut.

Kedua, bagian contoh soal dilengkapi dengan dua buah soal yang membahas konsep yang sama. Pada contoh soal pertama, diberikan pembahasan yang tidak terlalu mendetil dalam langkah-langkah penyelesaian soal. Hal ini dimaksudkan agar tibul pertanyaan-pertanyaan dalam diri siswa tentang mengapa langkah-langkah penyelesaian tersebut perlu dilakukan. Sedangkan pada contoh soal kedua, pembahasan dibuat lebih mendetil. Pada pembahasan contoh soal kedua digambarkan langkah pemecahan masalah dengan sangat cermat sehingga sedekat mungkin dengan tahap-tahap pemecahan masa-lah. Langkah pemecahan masalah tersebut meliputi analisis masalah, penerapan strategi pemecahan masalah, melakukan penyelesaian, dan memverifikasi jawaban. Penyelesaian dalam bagian contoh soal kedua menunjukkan seluruh proses yang digunakan dalam memecahkan masalah dan menempatkan secara tepat setiap langkah yang diambil (Gilbert, 1980). Pada bagian ini siswa diajak untuk dapat memecahkan masalah berdasarkan kemampuan yang telah mereka miliki dan membantu siswa mengembangkan kemampuan ”scientific reasoning”. Dengan cara ini, diharapkan siswa tidak mudah kehilangan langkah dalam menyelesaikan masalah.

Menurut pengamatan penulis, di dalam sebagian bahan ajar yang telah ada, penyajian langkah pemecahan masalah pada bagian contoh soal dibuat kurang cermat dan tidak memiliki penjelasan yang gamblang. Langkah pemecahan masalah hanya berupa pemilihan rumus dan penerapannya dalam menjawab soal tanpa memaparkan mengapa rumus tersebut dipilih dan bagaimana menerapkannya. Langkah penyele-saian masalah yang disajikan hanya merupakan kumpulan simbol dan angka dengan urutan-

urutan tertentu saja. Kelemahan cara ini yaitu siswa dapat kehilangan langkah dengan sangat cepat ketika harus menyelesaikan masalah dengan cara yang benar-benar sama sebagaimana yang ditirukan.

Pada bagian ini peran guru sangatlah penting guna mempercepat pencapaian ke-mampuan pemecahan masalah siswa. Guru sebisa mungkin menunjukkan seluruh proses yang digunakan dalam memecahkan masalah dan menempatkan secara tepat setiap langkah yang diambil. Guru harus benar-benar menjelaskan mengapa dan bagaimana langkah-langkah pemecahan masalah tersebut dilakukan. Guru harus memberi pengertian kepada siswa bahwa setelah siswa memahami, siswa tidak harus menyelesaikan permasalahan dengan cara yang benar-benar sama sebagaimana contoh yang diberikan. Sedangkan siswa, selain harus memperhatikan, juga harus berusaha untuk benar-benar memahami langkah pemecahan masalah yang diambil dan alasan-alasan dibalik langkah-langkah tersebut. Pada bagian inilah keahlian reasoning siswa akan terbentuk.

Bagian ini perlu karena dalam mening-katkan kemampuan menyelesaikan masalah konseptual, diperlukan pengembangan keahlian kognitif. Pengembangan keahlian kognitif adalah komponen yang esensial dalam pendidikan siswa. Ingatan algoritmik saja tidak akan memberi dampak terhadap keahlian ini. Pengembangan keahlian kognitif harus menjadi pusat perhatian karena ia merupakan bagian yang penting dalam mengembangkan kemampuan ”scientific reasoning”. Keahlian reasoning adalah kemampuan memberi argumentasi logis dan menduga kesimpulan berdasarkan bukti, latar belakang, dasar-dasar pengetahuan, dan asumsi. Keahlian reasoning yang rendah akan menghambat kemampuan dalam menyelesaikan masalah konseptual. Timbulnya perbedaan antara kemampuan pemecahan masalah konseptual dan algoritmik disebabkan karena keahlian reasoning yang rendah (Crololice, et al, 2008).

Ketiga, bagian latihan soal yang dibutuhkan untuk memberi kesempatan kepada siswa menerapkan pengetahuan pemecahan masalah yang telah dimilikinya. Soal-soal pada bagian ini dibuat agar dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami dan menyelesaikan masalah konseptual dan agoritmik. Pemberian pengalaman pemecahan soal-soal akan dapat

Page 102: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 102

menstimulasi kemampuan mereka dan menjadi lebih mahir (Antonenko, 2007).

Keempat, di dalam bahan ajar tersebut juga dikembangkan tipe Context-rich Problems. Gambaran mengenai perbedaan antara Context-rich Problems dan soal konvensional disajikan dalam tabel 1.

Dalam penyusunan context-rich problems digunakan konteks yang sebaiknya berupa isu mutakhir, konteks yang menyimpan makna (mengandung variabel target/ clue), dan kalimat-kalimat motivasi. Penggunaan item-item kon-tekstual akan memberitahukan kompleksitas soal dan membantu mereka mengkonstruksi pengeta-huannya yang majemuk guna memecahkan masalah (Antonenko, et al., 2007). Pada contoh dalam tabel 1, kalimat pendahuluan merupakan pengenalan konteks masalah yang dekat dengan dunia nyata siswa. Kemudian pada potongan kalimat ” ...anda mendapati bahwa indikator bromtimol biru berubah dari kuning menjadi biru setelah larutan asam tersebut direaksikan dengan ....”. Kalimat tersebut adalah konteks yang menuntut pengetahuan bahwa kesetimbangan reaksi terjadi saat indikator berubah warna. Jadi, kalimat menyimpan makna (inplisit) bahwa netralisasi tercapai dan reaksi setimbang.

Kemudian pada Latihan nomor 2 pada lam-piran terdapat penggalan kalimat ” Because of your interest in the environment and your knowl-edge of chemistry, you are a member of a Citi-zen's Committee investigating. You wondering to know what is the concentration of acid in rain-water of your city….”. Penggalan kalimat terse-but mengandung konteks dan kalimat motivasi. Dengan hadirnya kalimat motivasi seperti itu, di-harapkan akan muncul motivasi intrinsik pada siswa yang dapat memfasilitasi perkembangan intelektual siswa tersebut (Herron, 1996).

Pada bagian ini, guru dituntut untuk mampu menjelaskan dan memaknai konteks sehingga penyajian konteks akan mempermudah siswa mencapai penafsiran yang tepat terhadap perma-salahan. Selain itu guru juga perlu memberi penekanan motivasi, dengan cerita dan pengeta-huan yang perlu, sehingga tujuan dari hadirnya kalimat motivasi diharapkan benar-benar terca-pai.

Kelima, bahan ajar ini disajikan dengan pengantar bilingual guna memfasilitasi per-kembangan kemampuan bahasa siswa sekaligus mengembangkan kemampuan menyelesaikan soal berbahasa Indonesia dan Inggris. Kemam-

puan bahasa yang rendah dapat menimbulkan ke-salahan konsep dan akan mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal berbahasa Inggris. Agar tujuan ini tercapai, maka bentuk penyajian bahan ajar dengan pengantar bilingual meru-pakan hal yang harus diperhatikan.

Tabel 1. Perbandingan bentuk soal konvensional

dan Context-rich Problems

Soal konvensional Context-rich Problems

Sebanyak 25,0 cm3 larutan asam klorida di titrasi dengan 37,5 cm3 larutan standar potasium hidroksida (KOH) 0.500 mol/dm3. Hitung konsentrasi larutan asam klorida tersebut?

Ketika anda menemukan larutan pembersih lantai kamar mandi, anda melihat bahwa larutan tersebut mengandung asam klorida yang tidak tertulis konsentrasinya pada kemasan. Kemudian sebanyak 25,0 cm3 larutan pembersih tersebut anda titrasi dengan larutan standar potasium hidroksida (KOH) 0.500 mol/dm3 di laboratorium. Ternyata anda mendapati bahwa indikator bromtimol biru berubah dari kuning menjadi biru setelah larutan asam tersebut direaksikan dengan 37,5 cm3 larutan potassium hidroksida. Hitung konsen-trasi asam klorida dalam larutan pembersih anda tersebut?

Tabel 2. Bentuk penyajian materi dalam bahan ajar bilingual

Bentuk Penyajian

Bahasa Indonesia

Bahasa Inggris

1 Materi A, Materi B

Materi A, Materi B

2 Materi A Materi A, Materi B

3 Materi A Materi B Dalam penyajian bahan ajar bilingual, ter-

dapat beberapa bentuk penyajian yang bisa di-kembangkan sebagaimana disajikan pada tabel 2.

Menurut pengamatan penulis, di pasaran telah tersedia bahan ajar kimia yang ditulis dengan pengantar bilingual. Di dalam buku tersebut materi dan soal disajikan dalam bahasa

Page 103: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 103

Indonesia dan secara keseluruhan dialih bahasakan ke dalam bahasa Inggris (bentuk penyajian 1 dalam tabel 2). Penyajian ini memiliki kelemahan yakni sangat mungkin sekali siswa hanya akan membaca bagian yang berbahasa Indonesia saja dan mengabaikan bagian yang berbahasa Inggris. Untuk mengatasi masalah ini maka, selain menyajikan dalam bentuk alih bahasa dari bahasa Indonesia ke Inggris, dalam sebagian bahan ajar juga disajikan materi atau soal yang hanya menggunakan bahasa Inggris. Dengan cara seperti ini siswa dituntut untuk membaca bagian yang berbahasa Inggris dan berusaha memahami maknanya.

Di dalam prototype bahan ajar yang penulis tawarkan telah terdapat bagian pemaparan materi dan soal yang mengikuti bentuk penyajian ke-2 dalam tabel 2. Pengaruh tata susunan materi, sebagaimana pada tabel 3, terhadap keseimbangan kemampuan bilingual siswa dan kemampuan menjawab soal-soal baik berbahasa Indonesia maupun berbahasa Inggris secara simbang, masih memerlukan penelitian intensif lebih lanjut.

Keefektifan penerapan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari peran guru, demikian pula dengan kefektifan penerapan bahan ajar. Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan guru untuk efektifitas penggunaan bahan ajar ini. Pertama, guru harus memberi penjelasan tentang strategi pemecahan masalah dan konsep-konsep yang dibutuhkan siswa sebelum memasuki materi. Penjelasan ini bisa berupa strategi pemecahan masalah dan konsep yang baru atau penyegaran strategi dan konsep yang telah diketahui siswa sebelumnya. Kedua, guru memberi penjelasan secara cermat dan runut tentang bagaimana pemecahan masalah dilakukan dan alasan-alasan di balik pemilihan strategi pemecahan masalah. Ketiga, guru memberi bekal pengetahuan tentang konteks nyata yang dibutuhkan siswa guna mengem-bangkan kemampuan pemecahan masalahnya. Guru terkadang perlu menjelaskan dan memaknai konteks sehingga mempermudah siswa mencapai penafsiran yang tepat. Keempat, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan soal-soal latihan dengan cara yang tidak harus benar-benar sama dengan urutan langkah pemecahan masalah yang telah dijelaskan. Pada bagian keempat ini, guru harus mampu menjelaskan makna konteks dalam soal yang belum difahami siswa dan mengoreksi

kesalahan langkah pemecahan masalah yang dilakukan siswa. Kelima, guru harus mampu menjelaskan bagian-bagian materi maupun soal yang disajikan dalam bahasa inggris. Keenam, guru harus mampu memberi penekanan motivasi.

Bahan ajar ini juga dapat digunakan oleh siswa secara mandiri. Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan siswa agar tujuan pembelajaran menggunakan bahan ajar ini tercapai dengan baik. Pertama, siswa harus memahami strategi pemecahan masalah dan konsep-konsep penting yang dibutuhkan sebagaimana tersaji dalam kotak dialog. Kedua, siswa harus benar-benar memberi perhatian pada langkah-langkah pemecahan masalah dan alasan-alasan pemilihan pemecahan masalah yang disajikan. Ketiga, siswa harus mampu memverifikasi jawabannya sendiri. Keempat, siswa harus memiliki pengetahuan dan memahami makna konteks-konteks yang tersaji di dalam soal. Kelima, siswa harus memiliki kemampuan bahasa inggris yang baik.

Untuk selanjutnya pengembangan dan penyusunan bahan ajar dapat dilakukan dengan metode pengembangan tertentu, misalnya desain instruksional yang dikembangkan oleh Thiagarajan dkk (1974) yaitu model 4-D. Adapun tahapan dalam model 4-D meliputi tahap perencanaan (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebarluasan (disseminate). Selain itu juga pengembangan bahan ajar harus mengacu pada kelayakan isi dan kelayakan penyajian buku teks pelajaran (Depdiknas, 2008). Setelah pengembangan, maka diperlukan juga penelitian lebih lanjut guna mengetahui pengaruh penggunaannya terhadap prestasi belajar, kemampuan menyelesaikan soal konseptual dan algoritmik, dan kemampuan menyelesaikan soal berbahasa Indonesia dan Inggris.

KESIMPULAN

Materi-materi pembelajaran kimia larutan menuntut kemampuan penyelesaian masalah konseptual dan algoritmik. Akan tetapi, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan konseptual dan atau algoritmik. Disisi lain, tuntutan globalisasi menghendaki siswa dituntut untuk memiliki kemampuan bahasa inggris yang memadai. Akan tetapi, pada pembelajaran kimia, siswa masih memiliki ketidakmampuan menyelesaikan soal-

Page 104: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 104

soal dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris secara seimbang. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode yang dapat mengambangkan pemahaman konseptual maupun algoritmik serta menyeimbangkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif pengembangan pemahaman konseptual dan algoritmik adalah pendekatan pemecahan masalah (Probelm Solving). Strategi pemecahan masalah dalam pembelajaran di kelas dapat dilakukan dengan menerapkan Context-rich Problems. Context-rich Problems dimaksudkan untuk mendorong siswa menggunakan suatu strategi pemecahan masalah yang logis dan terorganisir, sehingga kemam-puan reasoning-nya pun meningkat. Sedangkan untuk mengatasi masalah kemampuan dalam bahasa, pelaksanaan pembelajaran dapat dila-kukan secara bilingual.

Guru memiliki peran penting dalam mengembangakan keahlian pemecahan masalah dan kemampuan siswa dalam kombinasi dua bahasa. Oleh karena itu, dibutuhkan bahan ajar yang dapat membantu peran guru dan memenuhi

kebutuhan siswa. Pengembangan bahan ajar kimia larutan berdasarkan pendekatan pemecahan masalah dengan context-rich problems dan pengantar bilingual menjadi salah satu solusi. Hasil observasi melalui angket menunjukkan kabutuhan yang tinggi terhadap bahan ajar yang dimaksud. Di dalam makalah ini telah dipaparkan tentang prototype bahan ajar yang dimaksud meliputi prinsip perancangan, desain, bentuk, dan keunggulannya.

Berdasarkan pembahasan penuliskan menyarankan perlunya dilakukan penelitian tentang pengembangan bahan ajar materi kimia larutan berdasarkan pendekatan pemecahan masalah dengan context-rich problems dan pengantar bilingual. Pengembangan dapat dilakukan dengan suatu metode tertentu dan harus memenuhi kelayakan isi dan kelayakan penyajian buku teks pelajaran (Depdiknas, 2008). Perlu juga dilakukan studi untuk mengetahui efektifitas penggunaan bahan ajar tersebut pada prestasi belajar, kemampuan menyelesaikan soal konseptual dan algoritmik, dan kemampuan menyelesaikan soal berbahasa Indonesia dan Inggris.

DAFTAR RUJUKAN

Adim, M. 2008. Pengaruh Pembelajaran Pemecahan masalah terhadap Hasil Belajar Siswa pada Ma-teri Hidrolisis Garam pada Siswa Kelas XI SMAN 2 Malang Tahun Ajaran 2007/2008. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Alfatie,W.G. 2009. Identifikasi Kesulitan Siswa Kelas XII IPA-2 MAN MALANG 1 dalam Memahami Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan(Ksp) serta Pemahaman Materi tersebut dalam Kehidupan Sehari-hari. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Alp, E., Yilmaz, A., Ertepinar, H., Sungur, S. & Tek-kaya, C. 2005. A Study on Students' Abilities to Solve Algorithmic and Conceptual Problems on Chemistry Concepts. American Chemical Soci-ety, Aug. 28-Sept. 1.

Arifin, M., Sudja, W.A., Ismail, A.K., Wahyu, W. & Mulyono, H.A.M. 2005. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang (UM Press).

Anonym, 2010. Context-rich Problems. (Online), (http://serc.carleton.edu/sp/library/context_rich/index.html, diakses 2 september 2010).

Antonenko, et al., 2007. Understanding Students Path-ways in Context-rich Problems. (Online), (http://groups.physics.umn.edu/physed/Research/CRP/onlineArchive/crow.html, diakses 2 september 2010).

Bakar, A. 2006. Pengaruh Remedi Menggunakan Me-tode Pemecahan masalah dan Tingkat Intelek terhadap Hasil Belajar dalam Menyelesaikan Soal Konseptual dan Algoritmik pada Topik Stoikiometri Siswa Kelas II SMA Negeri 4 Ma-lang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.

Bisnis Indonesia, 26 Maret, 2003. Malaysia Kaya Pendidikan Bertaraf Internasional, hlm. 15, kol. 1-5.

Clark, J. 2000. Calculations in AS/A Level Chemistry. London: Pearson Education Ltd.

Colburn, A. 2009. Alternative Conceptions in Chemis-try. The Science Teacher, Pg. 10.

Cracolice, M.S., Deming, J.C., Ehlert, B. 2008. Concept Learning Versus Problem Solving: A Cognitive Difference. J. of Chem. Edu. vol. 85, No. 6, pp. 873-878, Juni 2008.

Deming, J.C., Ehlert, B.E. & Cracolice, M.S. 2003. Al-gorithmic and Conceptual Understanding Differ-ences in General Chemistry: A Link to Reason-

Page 105: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 105

ing Ability. American Chemical Society , Sep-tember 7-11, 2003.

Depdiknas. 2007. Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Direktorat Jendral Manajemen Pendidkan Dasar dan Menengah.

Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.

Gallet, C. 1998. Problem-Solving Teaching in the Chemistry Laboratory: Leaving the Cooks…. J. of Chem. Edu, Jan 1998; 75,1; Academic Re-search Library. Pg.72.

Gilbert, GL. 1980. How Do I Get the Answer? Problem Solving in Chemistry. J. of Chem. Edu., Vol. 57, No. 1, pp. 79-81, January 1980.

Haryati, M. 2007. Model dan Teknik Penilaian pada Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: GP Press.

Heppert, J., Ellis, J., Robinson, J., Wolfer, A. & Manson, S. 2002. Problem Solving in the Chemistry Laoratory. Journal of College Science Teaching, Feb 2002, 31,5, Academic Research Library, pg. 322.

Herron, J. D. 1996. The Chemistry Classroom, Formulas for Successful Teaching. Wachington, D.C: American Chemical Society, pg. 88, 247.

Irusti, F.M. 2008. Identifikasi Kesulitan Belajar Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri Jungcangcang Pamekasan 1 Dalam Memahami Konsep Mol. Skripsi tidak diterbitkan, Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Jeon, K., Huffman, D., Noh, Teahee. The Effect of Thinking Aloud Pair Problem Solving on High School Students’ Chemistry Problem-Solving Pervormance and Verbal Interaction. J. of Chem. Edu. vol. 82 No. 10, pp. 1558-1564, Oktober 2005.

Joglosemar, 3 November 2009. Guru RSBI Lemah dalam Penguasaan Bahasa Inggris. (Online), (http://www.joglosemar.com, diakses 24 Mei 2010).

Kaczmarek, K.M. & Orgill, M.K. 2006. General Chem-istry Students' Perceptions of Buffers and Buffer Problems. Abstracts of Papers, 232nd ACS Na-tional Meeting, San Francisco, CA, United States, Sept. 10-14, 2006 (2006), Washington DC: American Chemical Society.

Katsberg, S.E. and D’Ambrosio, B., tanpa tahun. The Role of Contextually-Rich Items in Assesing Student Learning. Indiana University Purdue University Indianapolis(IUPUI)-USA. Artikel National Council of Teachers of Mathematics, National Science Foundation.

Kean, E. & Middlecamp, C. 1985. Panduan Belajar Ki-mia Dasar. Jakarta: PT. Gramedia.

Kompas, 25 Februari, 2005. Pemerintah Terus Pebaiki Mutu Pendidikan-Sekolaj Didorong Berstandar Internasional, hlm. 21. kol. 8-9.

Kompas, 24 Juni, 2009. Waduh, Bahasa Inggris 600 Guru RSBI Ternyata ”Memble”!, (Online), (http://www.kompas.com, diakses 24 Mei 2010).

Lin, Q., Paul, K. & Ralph, T. 1996. Numeric and Con-ceptual Understanding of General Chemistry at Minority Institution. J. of Chem. Edu, Oct 1996; 73, 10; Academic Research Libbrary. Pg. 1003.

Media Indonesia, 15 Oktober, 2002. Kelas Internasional, hlm. 7 kol. 5-6.

Nakhleh, M.B. 1993. Are Our Students Conceptual Thinker or Alghoritmic Problem Solver? Identi-fiying Conceptual Students In General Chemis-try. J. of Chem. Edu, Vol. 70, No. 1, pp. 52-55

Nakhleh, M.B. Lowrey, K.A. & Mitchel, R.C. 1996. Narrowing the Gap Between Concepts and Algo-rithms in Freshman Chemistry. Journal of Chemical Education, Aug 1996; 73,8; Academic Research Library, pg. 758.

Nikmah, M. 2009. Analisis Kemampuan Siswa Kelas X Semester 2 SMAN 5 Malang dalam Menyelesai-kan Soal-Soal dalam Bahasa Indonesia dan Ba-hasa Inggris untuk Topik Ikatan Kovalen, Bentuk dan Kepolaran Molekul. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Nisak, K. 2010. Identifikasi Kesulitan Belajar Siswa Kelas Xi Ipa Semester 2 Sma Lab Um Dalam Memahami Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Rahmah, M.O. 2009. Analisis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal- Soal Stoikiometri Berdasarkan Tahapan Penyelesaian Soal Kelas X Tahun Ajaran 2008/2009 SMA Negeri 2 Trenggalek. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Ramsen, E.N. 2000. A-Level Chemistry, 4th ed. United Kingdom: Nelson Thomas (Publishers) Ltd.

Ratcliffe, M. 2002. What’s difficult about A-level Chemistry. Education in Chemistry, pp. 76-80, May 2002.

Republika, 13 Oktober, 2009. Penguasaan Bahasa Asing Guru Dinilai Masih Buruk. (Online), (http://www.Republika.co.id, diakses 24 Mei 2010).

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Sari, A.N.P. 2007. Identifikasi Pemahaman Konseptual dan Algoritmik dalam Materi Stoikiometri Siswa

Page 106: semnas LS Kimia

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 106

Kelas X SMAK Frateran Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Jurusan kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Setyaningsih, S.O. 2008. Kajian Tentang Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Be-lajar dan Keterampilan Pemecahan Ma-salah Siswa Kelas XI SMAN 7 Malang Pada Materi Pokok Larutan Penyangga. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang.

Setyowati, D. 2007. Implementasi Model Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) dengan Modul Sel Elektrolisis dan Korosi di SMA Negeri 3 Jombang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Malang.

Smith, K.J. & Metz, P.A. 1996. Evaluating student un-derstanding of solution chemistry through micro-scopic representations. J. of Chem. Edu. Easton:Mar 1996. Vol. 73, Iss. 3, p. 233 (1 pp.).

Sulistiana, D. 2008. Kefektifan Penerapan Paduan Model Pembelajaran Pemecahan masalah dan Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Ha-sil Belajar dan Berpikir Kritis Siswa SMA Kelas

XI IPA. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang.

The, Itta. 2007. Kemampuan Berbahasa Inggris Anak dengan Pembelajaran Bilingual. Jurnal Pendidikan Penabur. No.09, Th. 6.

Triyono, N. 25 Maret, 2009. Sekolah Bertaraf Internasional, untuk Apa dan Siapa?.(Online), (Error! Hyperlink reference not valid., diakses tanggal 16 april 2010).

Uce, M. 2009. Teaching the Mole Concept Using A Conceptual Change Method at College Level. Education. Summer 2009; 129, 4; Academic Re-search Library. pg. 683.

Zoller, U., Lubezky, A., Nakhleh, M.B., Tessier, B., and Dori, Y.J. 1995. Success on Alghoritmic and LOCS Vs Vonceptual Chemistry Exam Ques-tions. J. of Chem. Edu, Vol. 72, No. 11, pp. 987-989