Top Banner
Bimbingan Teknis Pengelolaan DAS di SWP DAS Jeneberang Ditulis Oleh: Agung Pambudi Thursday, 07 May 2009 Pengelolaan DAS adalah upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan manfaat sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, kompleksitas permasalahan dan dinamika yang terjadi dalam lingku DAS semakin banyak dan beragam, sehingga seluruh pihak (stakeholder) yang terkait dalam pengelolaan DAS harus segera merapatkan barsan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman akan pentingnya pengelolaan DAS secara teradu, menyeluruh dengan prinsip “One River, One Plan”. Berangkat dari kondisi diatas, Balai Pengelolaan DAS KJeneberang Walanar, pada tanggal 6-8 Mei 2009 lalu mengadakan kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan DAS yang melibatkan para pihak yang terkait dalam pengelolan sumbetrdaya alam di 4 (empat) kabupaten lngkup SWP DAS Jeneberang yaitu kabupaten Gowa, Bantaeng, Jeneponto dan SInjai. Maksud dan Tujuan Pembinaan/Bintek Pengelolaan DAS adalah melakukan pembinaan kepada para pihak yang terkait dengan pengelolaan DAS yang ada di kabupaten. Tujuannya adalah terbangunnya persepsi yang sama antar
61

Selly Pengelolaan Das

Jun 22, 2015

Download

Documents

mivt
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Selly Pengelolaan Das

Bimbingan Teknis Pengelolaan DAS di SWP DAS Jeneberang Ditulis Oleh: Agung Pambudi    Thursday, 07 May 2009

 

Pengelolaan DAS adalah upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan manfaat sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, kompleksitas permasalahan dan dinamika yang terjadi dalam lingku DAS semakin banyak dan beragam, sehingga seluruh pihak (stakeholder) yang terkait dalam pengelolaan DAS harus segera merapatkan barsan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman akan pentingnya pengelolaan DAS secara teradu, menyeluruh dengan prinsip “One River, One Plan”.

Berangkat dari kondisi diatas, Balai Pengelolaan DAS KJeneberang Walanar, pada tanggal 6-8 Mei 2009 lalu mengadakan kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan DAS yang melibatkan para pihak yang terkait dalam pengelolan sumbetrdaya alam di 4 (empat) kabupaten lngkup SWP DAS Jeneberang yaitu kabupaten Gowa, Bantaeng, Jeneponto dan SInjai.

Maksud dan Tujuan

Pembinaan/Bintek Pengelolaan DAS adalah melakukan pembinaan kepada para pihak yang terkait dengan pengelolaan DAS yang ada di kabupaten. Tujuannya adalah terbangunnya persepsi yang sama antar pihak dalam pengelolaan DAS  serta tersusunnya rumusan pengelolaan DAS terpadu antar pihak terkait

Konsep Pengelolaan DAS Ideal

Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai satu kesatuan ekosistem biofisik, hidrologis, sosial budaya dan ekonomi sangat penting untuk dilestarikan. Terjadinya kerusakan pada DAS Jeneberang dan Walanae telah mengancam kelangsungan hidup masyarakat. Tingkat sedimentasi yang tinggi pada DAS Jeneberang mengancam DAM Bili-Bili yang memiliki nilai strategis bagi masyarakat Kabupaten Gowa dan sekitarnya. Begitupula dengan DAS

Page 2: Selly Pengelolaan Das

Walanae yang telah menjadi langganan banjir setiap musim hujan datang. Hal tersebut merupakan indikator rusaknya ekosistem DAS.

Sejumlah kegiatan dan proyek telah dilaksanakan oleh beberapa instansi yang terkait dengan pengelolaan DAS, akan tetapi hal tersebut belum optimal dalam memulihkan kondisi DAS. Pendekatan yang berbeda antar instansi, perencanaan dan implementasi yang tidak terpadu seringkali memunculkan tabrakan kepentingan antar instansi yang pada akhirnya menghambat laju percepatan pengelolaan DAS.

Pengelolaan DAS yang efektif menuntut adanya koordinasi dan kerjasama dari berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Stakeholder pengelola DAS harus memiliki persepsi dan komitmen yang sama dalam mengelola DAS, wewenang dan tanggungjawab tiap pihak harus jelas sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan mengingat DAS merupakan wilayah lintas batas administratif dan sektoral.   

Seperti yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai bahwa pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem yang dilaksanakan berdasarkan prinsip “satu sungai satu rencana”  yang diterapkan dalam sebuah sistem pengelolaan yang terpadu dalam kebijakan, perencanaan serta operasionalisasi kegiatan dari hulu sampai hilir.              

Agenda Kegiatan

Rencananya, kegiatan serupa juga akan diselenggarakan di 4 kabupaten lingkup SWP DAS Walanae yaitu kabupaten Maros, Soppeng, Sidrap, dan Wajo. Acara tersebut rencananya akan diselenggarakan pada akhir bulan MEI 2009.Terakhir Diperbaharui ( Sunday, 24 May 2009 )

Pengelolaan   DAS

Posted on Senin, Januari 7, 2008 by Eirlangga

Pengertian Pengelolaan DAS

Page 3: Selly Pengelolaan Das

 

 

Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama dalam hal pengertian yang terkandung didalamnya berkaitan dengan pengelolaan DAS, antara lain:

a.                  Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utamanya (single outlet). Satu DAS dipisahkan dari wilayah lain disekitarnya (DAS-DAS lain) oleh pemisah dan topografi, seperti punggung perbukitan dan pegunungan;

b.                  Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis kedalam Sub DAS-Sub DAS;

c.                   Wilayah Sungai (WS) atau wilayah DAS adalah suatu wilayah yang terdiri dari dua atau lebih DAS yang secara geografi dan fisik teknis layak digabungkan sebagai unit perencanaan dalam rangka penyusunan rencana maupun pengelolaannya;

d.                  Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan;

e.                  Rencana Pengelolaan DAS Terpadu merupakan konsep pembangunan yang mengakomodasikan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu rencana berjangka pendek, menengah maupun panjang yang memuat perumusan masalah spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan pengelolaan, arahan kegiatan dalam pemanfaatan, peningkatan dan pelestarian sumber daya alam air, tanah dan vegetasi, pengembangan sumber daya manusia, arahan model pengelolaan DAS, serta sistem monitoring evaluasi kegiatan pengelolaan DAS;

f.                   Pengelolaan DAS terpadu adalah proses formulasi dan implementasi suatu kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS termasuk untuk mencapai tujuan sosial tertentu;

Page 4: Selly Pengelolaan Das

g.                  Tata air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur-unsur hidrologis yang meliputi hujan, aliran permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air tanah dan evapotranspirasi dan unsur lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS;

h.                  Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya demikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air;

i.                    Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) adalah upaya manusia untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan daya dukung lahan agar berfungsi optimal sesuai dengan peruntukannya.

  Kerangka Pikir Pengelolaan DAS Terpadu

Dalam pengelolaan DAS harus jelas tujuan dan sasaran yang diinginkan. Sasaran pengelolaan DAS yang ingin dicapai pada dasarnya berupa:

a.                  Terciptanya kondisi hidrologis yang optimal;

b.                  Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan masyarakat;

c.                   Terbentuknya kelembagaan masyarakat yang tangguh dan muncul dari bawah (bottom-up) sesuai dengan sosial budaya setempat;

d.                  Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan berkeadilan.

Oleh karena itu perumusan program dan kegiatan disamping harus berorientasi pada pencapaian tujuan dan sasaran, juga harus disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi dengan mempertimbangkan pergeseran paradigma, karateristik DAS, peraturan/perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS. Uraian secara sistematis dan rinci tentang pengelolaan DAS terpadu disajikan dalam kerangka pikir

Page 5: Selly Pengelolaan Das

sebagaimana tertera pada

 sumber gambar from www.dephut.go.id

DIarsipkan di bawah: Geomorfologi dan Lingkungan

« Tahukah   AN Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu bentuk pengembangan dan pemanfaatan wilayah yang menempatkan DAS sebagai satu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA). Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi yang ada pada DAS tersebut secara optimum dan berkelanjutan (lestari). Upaya yang dilakukan adalah dengan menekan kerusakan wilayahnya seminimum mungkin, agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun.

Buku yang cukup menarik dan dikupas secara tuntas ini terdiri dari 4 bab. Bab 1 menyoroti masalah tentang perkembangan dan tantangan dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai, pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS), penentuan batas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan filosofi Daerah Aliran Sungai. Bab kedua membahas tentang fungsi-fungsi pengelolaan Daerah Aliran Sungai meliputi fungsi perencanaan (planning), fungsi organisasi dan koordinasi (organizing dan coordinating), fungsi pelaksanaan dan pengawasan (actuating and controlling). Indikator utama keberhasilan pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang meliputi limpasan permukaan, erosi, produktifitas lahan, kekeringan, rasio kawasan resapan, kedalaman air tanah, perubahan morfologi sungai, kualitas air sungai, sedimentasi, rasio debit maksimum dan minimum dan luasan pelanggaran peruntukan sempadan sungai. Bab terakhir penutup, pada bagian ini disampaikan hasil seminar pengelolaan DAS di Jakarta pada tanggal 02-03 Desember 2008 dengan judul ”Keterpaduan Para Pihak dalam Pengelolaan DAS untuk Mencegah Bencana Tanah Longsor, Banjir dan Kekeringan di Indonesia.

Page 6: Selly Pengelolaan Das

Penghijauan & konsep pengelolaan DAS Ditulis Oleh Prof Dr Ir H Suntoro Wongso A MS    Rabu, 11 Februari 2009 Banjir dan longsor yang terjadi di berbagai dearah saat ini mengingatkan kita pada lagu Bengawan Solo ciptaan Sang Maestro Gesang.

Lagu ini mempunyai makna yang sangat mendalam, tentang konsep pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Pengeloaan DAS yang buruk akan berdampak pada kekeringan di musim kemarau dan banjir dimusim hujan. Lagu itu mengungkapkan konsep sistem DAS yang merupakan satu kesatuan ekosistem yang tak terpisahkan antara hulu dan hilir. Baiknya pengelolaan daerah hulu merupakan jaminan kesejahteraan dan keselamatan bagi daerah hilir, sebaliknya kerusakan di daerah hulu ancaman bagi daerah hilir. Jika ekosistem DAS kondusif (utuh), maka DAS dapat sebagai sumber kemakmuran yang mampu menggerakan sendi-sendi perekonomian. Pada akhir tahun 1965, semua perhatian tertuju pada Bengawan Solo termasuk masyarakat dunia, yaitu di saat banjir bandang yang sempat menenggelamkan sebagian Kota Solo, sampai akhirnya Bank Dunia mulai memprakarsai pembangunan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. Banjir bandang, erosi, tanah longsor di musim hujan dan kekeringan berkepanjangan di musim kemarau, sangat erat hubungannya dengan kesalahan penanganan pengelolaan lahan DAS, terutama bagian hulu yang kurang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air. Sehingga di musim hujan sebagian besar air hujan sebagai aliran permukaan/limpasan yang tidak tertampung di dalam waduk atau sungai yang mengakibatkan terjadi banjir bandang di daerah hilir. Sementara pada musim kemarau, akibat pasokan dan cadangan air tanah menurun, menyebabkan terjadinya kekeringan yang berkepanjangan. Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian semakin merebak karena untuk usaha pertanian bergeser dari lahan subur yang terus berkurang ke lahan marginal yang kurang subur (hutan), demikian pula penebangan hutan tak terkendali untuk memenuhi kebutuhan kayu baik untuk bahan bagunan, bahan perkakas rumah tangga, maupun untuk bahan bakar. Kita bisa menghitung berapa volume kayu untuk semua kebutuhan tadi, dan berapa dari luar Jawa yang masuk, dan berapa yang dihasilkan oleh Perhutani, maka akan tidak seimbang, sehingga kekurangan itu berasal dari hutan di sekitar kita sendiri.Pengelolaan DAS bagian hulu sering kali menjadi fokus perhatian, mengingat dalam suatu kawasan DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Sehingga kesalahan penggunaan lahan daerah hulu akan berdampak pada masyarakat di daerah hilir. Terbukanya lahan bagian atas yang berbukit di daerah hulu baik karena penebangan hutan termasuk alih fungsi lahan ataupun penerapan cara pengelolaan tanah yang keliru menyebabkan terjadinya erosi dan tanah longsor. Sedimentasi tanah di sungai dan waduk akan mengurangi daya tampung sungai, yang menyebabkan terjadinya banjir di daerah hilir. Banjir bisa terjadi bila daya tampung sungai tidak mampu lagi menampung aliran air yang melalui sungai tersebut, volume limpasan air permukaan melebihi daya tampung, sehingga air menggenangi wilayah tempat aktivitas manusia. Banjir akan bisa menjadi lebih besar jika penyimpan air (water saving) tidak bisa menahan air limpasan. Hal ini bisa terjadi ketika hutan yang berfungsi sebagai daya simpan air tidak mampu lagi menjalankan fungsinya. Hutan dapat mengatur fluktuasi aliran sungai karena peranannya dalam mengatur limpasan dan infiltrasi. Kejadian banjir ini akan menjadi kejadian tahunan daerah hilir yang rawan bencana apabila pengelolaan bagian hulu tidak diperbaiki dengan segera, baik melalui reboisasi/penghijauan dan upaya konservasi tanah. Di samping itu, karena pasokan air hujan ke dalam tanah (water saving) rendah dan cadangan air di musim kemarau berkurang akan menyebabkan terjadi kekeringan berkepanjangan dan hilangnya mata air seperti banyak terjadi sekarang ini. Walaupun berbagai upaya pembangunan bangunan pengendali erosi dan banjir dilakukan, seperti pembangunan waduk, dam pengendali, cekdam dan bangunan lainnya, bangunan tersebut tidak akan berfungsi secara optimal jika penanganan dan pengelolaan daerah kawasan hulu tidak tertangani secara baik. Misalnya, umur waduk yang tadinya diperkirakan bisa sampai 100 tahun akan berkurang 60 tahun jika praktik-praktik deforestasi dan alih fungsi lahan terus berlangsung. Erosi dan sedimentasi tetap tinggi menyebabkan berkurangnya fungsi waduk, cekdam, dan fungsi sungai sendiri, sehingga banjir tetap

Page 7: Selly Pengelolaan Das

sebagai ancaman daerah hilir.Kejadian lain di musim hujan, yaitu tanah longsor yang merupakan ancaman bagi daerah berlereng, yang pada akhir-akhir ini banyak menelan korban jiwa. Kejadian longsor selain disebabkan oleh kerusakan lingkungan juga disebabkan oleh faktor alam, yaitu curah hujan, jenis tanah (kedalaman lapisan kedap air dan kekuatan tanah) dan topografi/lereng (kemiringan dan stabilitas). Bencana tanah longsor yang akhir-akhir ini telah menelan korban di berbagai tempat, bahkan tahun lalu di Karanganyar menelan korban hingga 67 jiwa, merupakan peringatan bagi kita, akan arti pentingnya menjaga stabilitas lereng dan menjaga lingkungan di daerah rawan longsor, dan masih merupakan acaman apabila kita tidak menanggulanginya secara arif.Tetap stabilHujan lebat dengan volume tinggi dan waktu lama akan menjadi penyebab tanah longsor di daerah lereng curam (rawan longsor). Semakin curam kemiringan lereng di suatu kawasan, semakin besar kemungkinan terjadi longsor. Semua material tanah pada lereng memiliki sebuah sudut di mana material ini akan tetap stabil. Bebatuan kering akan tetap di tempatnya hingga kemiringan 30 derajat, misalnya, akan tetapi tanah yang basah akan lebih mudah meluncur pada kemiringan yang lebih kecil. Sehingga jika curah hujan tinggi, mengguyur dalam tempo lama, dengan drainase yang kurang baik, menyebabkan tanah menjadi jenuh dengan air, dan jika sudut lereng curam maka sangat rentan terjadi longsor. Pola aliran permukaan yang mengalir hanya lewat satu tempat sangat berpengaruh terhadap terjadinya tanah longsor. Kerusakan hutan akibat alih fungsi lahan akan sebagai pemicu utama akan terjadinya longsor dan banjir. Jika ekosistem DAS utuh, maka DAS akan dapat sebagai sumber kemakmuran yang mampu menggerakan sendi-sendi perekonomian. Sektor pertanian, peternakan, perikanan akan berjalan dengan optimal yang mampu menggerakkan sektor industri yang berbasis pertanian, sekaligus sektor perdagangan akan tumbuh secara optimal. Hubungan perekonomian dari hulu sampai hilir akan berjalan dengan lancar, daya beli masayarakat meningkat dan akan terwujud kamakmuran di seluruh kawasan. Untuk itu, upaya pembangunan hutan dalam rangka terciptanya kondisi yang kondosif perlu dilakukan.Dalam suatu kawasan DAS seyogianya 30% lahan tertutup oleh hutan, namun keadaan ini sudah sulit ditemukan di sebagian besar DAS kita. Berbagai upaya pembangunan hutan kembali harus terus dilakukan. Pembangunan hutan akan lebih berhasil bila melibatkan masyarakat sekitar hutan. Sebenarnya rusaknya hutan akibat dari tindakan masyarakat sekitarnya, demikian juga baik atau utuhnya hutan sangat ditentukan pula oleh masyarakat sekitar hutan. Untuk itu, pembangunan hutan bersama masyarakat sekitarnya sangat mendukung keberhasilan program penghutanan kembali baik dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan. Penghutanan kembali di kawasan hutan telah dijalankan oleh Perhutani melaui program PHBM dan terbukti telah berhasil di berbagai tempat, seperti di Ngawi, Sragen dan tempat lainnya, sehingga perlu diperluas diberbagai lokasi lainnya. Demikian juga pembangunan hutan rakyat oleh masyarakat juga harus terus ditingkatkan seperti program Gerakan Rehabilitasi Hutan (Gerhan). Walaupun program ini belum dapat berpengaruh secara signifikan, namun harus terus dilakukan dengan berbagai penyempurnaan. Upaya penghutanan kembali haruslah sekaligus dipikirkan akan kesejahteraan masyarakat, baik di dalam maupun di luar kawasan. - Oleh : Prof Dr Ir H Suntoro Wongso A MS, Dekan Fakultas Pertanian UNS, Ketua Forum Komunikasi Pendidikan Tinggi Pertanian Indonesia.

  < Sebelu

http://www.perumperhutani.com/index.php?option=com_content&task=view&id=754&Itemid=2

PEMBANGUNAN PARTISIPATORIS DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

(PARTICIPATORY ACTIONS PROGRAM IN WATERSHED DEVELOPMENT)

 

oleh 

Page 8: Selly Pengelolaan Das

Apik Karyana

(P23600002/DAS) [email protected]

 

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN 

Pengertian 

Pengertian DAS yang banyak dikenal pada bidang kehutanan, adalah wilayah/daerah yang dibatasi oleh topografi alami yang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga semua air yang jatuh pada daerah tersebut akan keluar dari satu sungai utama. Sedangkan pengelolaan DAS diartikan sebagai upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia dan segala aktifitasnya sehingga terjadi keserasian ekosistem serta dapat meningkatkan kemanfaatan bagi manusia..

Tujuan dari pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) pada dasarnya adalah pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dengan terlanjutkan (sustainable) sehingga tidak membahayakan lingkungan lokal, regional, nasional dan bahkan global.  Tujuan ini sangat mulia dan harus didukung oleh seluruh umat manusia. Oleh karena itu masalahnya bukanlah pada tujuan pengelolaan DAS, tetapi bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. 

Konsep Partisipasi

Kenyataan menunjukkan bahwa kalau dipertanyakan “apakah yang dimaksud dengan partisipasi ?”. Jawabanya bisa tidak menentu. Istilah-istilah lain yang merupakan sinonim partisipasi adalah “keikutsertaan, keterlibatan atau peran serta”. Gordon W. Apport dalam bukunya yang berjudul The Psychology of Participation (1945), dalam Sastropoetro (1988) menyatakan :

“ The person who participates is ego-involved instead of merely tasks involved”

Pendapat ini dapat diterjemahkan dengan kalimat sebagai berikut:

Page 9: Selly Pengelolaan Das

“Bahwa seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dirinya dalam pekerjaan atau tugas saja. Artinya keterlibatan dirinya termasuk keterlibatan pikiran dan perasaannya”.

Ilmuwan Keith Davis dalam bukunya yang berjudul The Human Relation of Work (1962) mengemukakan sebagai berikut:

“ Participation can be defined as mental and emotional involvement of a person in group situation which encourages to contribute to group goals and share responsibility in them”.

Di dalam definisi di atas terdapat tiga gagasan yang penting, yaitu : (a) bahwa dalam partisipasi bukan semata-mata keterlibatan secara jasmaniah, tetapi juga keterlibatan mental dan perasaan, (b) adanya kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok dan (c) adanya unsur tanggung jawab.

Dari berbagai pengalaman proyek-proyek pengelolaan DAS, ada indikasi bahwa “partisipasi” hanya menjadi slogan tanpa makna yang nyata. Partisipasi yang asli harus datang dari inisiatif masyarakat sendiri. Partisipasi seperti itu merupakan partisipasi sejati yang bersifat swakarsa dan interaktif, bukan bersifat artificial atau semu.  Tuntuan dasar untuk menempatkan azas partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS akhirnya menjadi prioritas.

Bryant (1982) merumuskan partisipasi sebagai fungsi dari  manfaat (benefit) yang akan diperoleh, dikalikan probabilitas atau kemungkinan untuk benar-benar memetik manfaat itu (Probability), dikurangi dengan dua jenis biaya (cost), yaitu biaya langsung (direct cost) dan biaya oportunitas (opportunity cost). Semuanya dikalikan dengan besarnya risiko (risks) yang sanggup ditanggung. Secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut:

 

P = ( B X Pr) – (DC + OC) R

Dimana :          P          = Participation           B          = Benefit          Pr        = Probability          DC       = Direct Cost          OC       = Opportunity Cost          R          = Risks

                     

Untuk mengkaji lebih jauh bagaimana mengelola partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS diperlukan kajian yang mendalam berkaitan dengan kharakteristik DAS (biofisik), Kharakteristik aturan main (kelembagaan) dan kharakteristik masyarakat (Sosial ekonomi dan kebudayaan).

HISTORIS 

Page 10: Selly Pengelolaan Das

Konsep pengelolaan DAS di Indonesia sebenarnya telah dikenalkan sejak jaman Belanda, khususnya dalam praktek pengelolaan hutan, dimana pembagian-pembagian daerah hutan diatur berdasarkan satuan DAS. Pada tahun 1961 diadakan gerakan penghijauan secara massal dalam bentuk Pekan Penghijauan I di Gunung Mas, Puncak Bogor.

Pada tahun 1973 sampai 1981, FAO dan UNDP telah melakukan berbagai uji coba untuk memperoleh metoda yang tepat dalam rangka rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang ditinjau dari aspek fisik maupun sosial ekonomi di DAS Solo. Hasil-hasil pengujian ini antara lain diterapkan dalam proyek Inpres Penghijauan dan Reboisasi sejak tahun 1976 pada 36 DAS di Indonesia.

Upaya pengelolaan DAS terpadu yang pertama dilaksanakan di DAS Citanduy pada tahun 1981, dimana berbagai kegiatan yang bersifat lintas sektoral dan lintas disiplin dilakukan. Selanjutnya pengelolaan DAS terpadu dikembangkan di DAS Brantas, Jratun Seluna.  Namun proyek-proyek pengelolaan DAS saat itu lebih menekankan pada pembangunan infrastruktur fisik kegiatan konservasi tanah untuk mencegah erosi dan bajir yang hampir seluruhnya dibiayai oleh dana pemerintah. Baru tahun 1994 konsep partisipasi mulai diterapkan dalam penyelengaraan Inpres Penghijauan dan Reboisasi, walaupun dalam tarap perencanaan.

Meskipun upaya-upaya pengelolaan DAS di Indonesia telah cukup lama dilaksanakan, namun karena kompleksitas masalah yang dihadapi hasilnya belum mencapai yang diinginkan, terutama yang berkaitan dengan pembangunan sumberdaya manusia dan kelembagan masyarakat.

 

FAKTA DAN PERMASALAHAN 

Fakta

Di Indonesia, berdasarkan data resmi yang dikeluarkan oleh Badan Planologi, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, laju kerusakan hutannya hampir mencapai 1,6 juta ha per tahun. Laju angka kerusakan ini  mengalami peningkatan 3 kali lipat selama kurun waktu 6 tahun.

Tingginya angka laju pengundulan hutan ini terutama disebabkan karena kejadian kebakaran hutan rutin yang melanda hutan-hutan di kawasan pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.  FAO (1985) melaporkan bahwa kerusakan hutan di Indonesia menempati urutan tertinggi dibandingkan negara-negara di kawasan Asia Pasifik. 

Jika proses degradasi lahan ini terus berlangsung tanpa upaya yang nyata untuk menghentikannya, produktivitas pertanian akan mengalami penurunan sebesar 15-30 % sampai dengan tahun 2003.  

Permasalahan 

Permasalahan utama dalam pembangunan pengelolaan DAS adalah belum mantapnya institusi dan lemahnya sistem perencanaan yang komprehensif. Gejala umum yang timbuk dari kondisi di atas antara lain: (1) masyarakat dalam DAS masih ditempatkan sebagai objek dan bukan subjek pembangunan (2) manfaat pembangunan lebih banyak dinikmati oleh elit-elit tertentu dan belum terdistribusi secara merata (3) masyarakat belum mampu untuk berpartisipasi secara nyata dalam proses pembangunan  (4) masyarakat masih menjadi bagian terpisah (eksternal) dari ekosistem DAS.

Page 11: Selly Pengelolaan Das

 

PARADIGMA PEMBANGUNAN PARTISIPATORIS

Agar mencapai hasil-hasil pembangunan yang berkelanjutan, banyak kalangan sepakat diperlukan pergeseran paradigma di bidang pengelolan DAS yang bersifat partisipatoris. Pendekatan pembangunan partisipatoris harus mulai dengan orang-orang yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan masyarakat, setempat yaitu masyarakat itu sendiri.

Dalam kontek DAS pendekatan ini memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk menilai dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan  mereka untuk mengembangkan diri.

Pendekatan partisipatoris harus disertai perubahan cara pandang terhadap DAS sebagai sistem hidrologi yang semula merupakan benda fisik menjadi benda ekonomi yang memiliki fungsi sosial. Perubahan peran pemerintah dari provider menjadi enabler, tata pemerintahan dari sentralistis menjadi desentralistis, sistem pembangunan dan pengelolaan dari government centris menjadi public-private community participation, pelayanan dari birokratis-normatif menjadi professional-responsif dan fleksibel, penentuan kebijakan dari top-down menjadi bottom-up.

Munculnya paradigma pembangunan pengelolaan DAS yang partisipatoris mengindikasikan adanya dua perspektif.

Pertama : pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanan dan pelaksanaan proyek/program pengelolaan DAS yang akan mewarnai kehidupan mereka, sehingga dapat dijamin bahwa persepsi, pola sikap dan pola berpikir serta nilai-nilai dan pengetahuan lokal ikut dipertimbangkan secara penuh.

Kedua: adanya umpan balik (feed back) yang pada hakekatnya adalah bagian yang tidak terlepaskan dari kegiatan pembangunan.

Page 12: Selly Pengelolaan Das

METODOLOGI 

Untuk mewujudkan pembangunan pengelolaan DAS yang partisipatoris dibutuhkan pendekatan partisipasi dalam rangka memobilisasi peran serta dan meningkatkan keefektifannya. Untuk memperoleh pendekatan yang partisipatoris diperlukan metoda penelitian yang bersifat partisipatoris pula (studi eksploratoris).

Metoda partisipatoris berguna untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan kunci dalam merumuskan masalah (Mikkelsen, 1999). Metoda ini sedikit menyimpang dari pendekatan konvensional dimana para peneliti ahli yang merumuskan masalah. Dengan metoda partisipatoris, maka dalam merumuskan masalah, menentukan tujuan prioritas dan tidak lanjut yang diperlukan menjadi upaya bersama dengan masyarakat dan pihak-pihak lain yang terkait. 

Kajian Preliminer

Kajian ini diawali dengan serangkaian diskusi tentang kerangka pemikiran serta arah kajian yang akan dicapai dengan berbagai stakeholders. Pada tahap ini juga digali berbagai sumber data dan informasi sekunder yang berkaitan dengan kondisi biofisik DAS, kondisi masyarakat serta berbagai kebijaksanaan yang telah diberlakukan dalam pengelolaan DAS.

Hasil yang diperoleh pada tahap ini adalah dapat dirumuskannya :

1.                          Kerangka pemikiran dan arah kajian

2.                         Kebijaksanan umum pengelolaan DAS secara hipotetik

Seluruh rangkaian proses ini merupakan proses belajar bagi semua pihak. Untuk melaksanakan studi eksploratoris diperlukan teknik-teknik PRA (Participatory Rural Appraisal).  Teknik PRA digunakan untuk memperoleh informasi awal mengenai suatu topik. Gambaran studi eksploratoris untuk pengelolaan DAS dapat dilihat pada Gamber di bawah ini.

Penetapan Peubah Kunci

Dari hasil kajian preliminer dan penjabaran operasional kerangka pemikiran menghasilkan permasalahan hipotetik dalam pengelolaan DAS, yaitu :

“ Rendahnya  produktifitas dan semakin menurunnya daya dukung DAS (yang dapat diukur dari dampak off site maupun on site) – adalah akibat dari rendahnya partisipasi masyarakat dan stakeholders lainnya. Dengan demikian maka

Page 13: Selly Pengelolaan Das

perubahan perilaku masyarakat merupakan objek dan penurunan sistem alami daya dukung DAS sebagai subjek.

Berdasarkan permasalahan hipotetik di atas, harus disusun sejumlah indikator yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran-ukuran partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS, seperti :

1. Tingkat adopsi dan inovasi masyarakat

2. Kualitas biofisik DAS

3. Produktifitas masyarakat

4. Keberadaan intitusi lokal sebagai social capital

5. Aksesibilitas dan daya tangkap

ASUMSI

Dalam melaksanakan studi eksploratoris diperlukan asumsi-asumsi sebagai berikut :

Partisipasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan program pengelolaan DAS, tetapi merupakan suatu proses dan oleh sebab itu studi hendaknya dipadukan dengan kegiatan-kegiatan lain dalam program pengelolaan DAS.

Penyelenggaraan pengelolaan DAS harus didasarkan pada keberadaan organisasi-organisasi lokal yang ada

Partisipasi dihargai secara pragmatis yaitu pelibatan masyarakat dalam tindakan-tindakan administratif yang memiliki pengaruh langsung terhadap mereka.

 

DAFTAR BACAAN

 

Anomim. 1985. Prosiding Lokakarya Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Page 14: Selly Pengelolaan Das

Bryant, C. 1982. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang. LP3ES.

Mikkelsen, B. 1999. Metoda Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Katodihardjo, H., Murtilaksono, K.,Pasaribu. H.S., Sudadi, Untung., Nuryantono. N. 2000. Kajian Institusi Pengelolaan DAS dan Konservasi Tanah. K3SB. Bogor.

Sastropoetro, S. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Penerbit Alumsi, Bandung.

Keith, D. 1962. Human Relations at Work. Mc Graw-Hill Book Company Inc., New York.

 

 

Prosedur Penilaian Eksploratoris dari penPenglolaan DAS

 

Keluaran Langkah-langkah

Kajian Data Sekunder

Wawancara semi terstruktur dengan key informants

Kunjungan lapangan dan observasi langsung

Analisis atas informasi hasil kunjungan

Pertemuan dng masyarakat

Hipotesa yang diperluas

Sketsa fungsi dan struktur

Hipotesis kerja

Hipotesis kerja yang telah diolah

Hipotesis kerja yang telah diolah

Page 15: Selly Pengelolaan Das

Model-model

Lapangan :

Peta

Sketsa

Model

Daftar masalah kunci :

Model hubungan

Diagram venn

Pohon masalah

Analisa bersama

Page 16: Selly Pengelolaan Das
Page 17: Selly Pengelolaan Das

Daerah aliran sungai merupakan ekosistem yang terdiri dari berbagai komponen dan terdapat dalam satu kesatuan wilayah. Dimana komponen-komponen DAS terdiri atas badan air, kawasan lindung, kawasan pemukiman. Sebagai satu kesatuan maka pengelolaan DAS harus berorientasi pada pendekatan ekosistem, dimana mengharuskan pengelolaannya ditangani secara utuh (holistic), untuk memperoleh keseimbangan dan keberlanjutan guna menjamin manfaat yang optimal dan berkelanjutan (jangka panjang). Yang menjadi permasalahan ialah dalam aplikasinya pendekatan ekosistem tidaklah semudah mengatakannya. Oleh karena itu konsep ini tidak pernah diaplikasikan secara utuh sesuai dengan action plan sehingga menimbulkan kesenjangan antara konsep dan pengaktualisasiannya yang harus segera dicari solusinya. Dari kesemuanya itu maka menimbulkan permasalahan dimana timbulnya kebijakan yang rancu diakibatkan labilnya institusi dan sistem perencanaannya yang nantinya berdampak pada pengelolaan DAS yang terfragmentasi. Bahkan pada permasalahan tertentu bertentangan (paradoksal) dan masyarakat yang menuai hasilnya.DAS adalah suatu kawasan mulai dari daerah hulu dipegunungan (up stream) hingga daerah hilir dataran rendah / perkotaan (down stream) oleh karena itu terdapat beraneka sudut pandang dalam menyikapinya. Disis lain sangat diperlukan kesamaan dan kesepakatan persepsi dari multi stake holder untuk melihat DAS sebagai suatu kesatuan ekosistem yang utuh sehingga melahirkan suatu keterpaduan. Diperlukan keterpaduan disebabkan pengelolaan DAS mencakup sumberdaya hutan, lahan, air, manusia. Oleh karena itu diperlukan penetapan baik dari segi sasaran, rencana, kelembagaan, monitoring dan evaluasi sebagai jaminan pelaksanaan kegiatannya terpadu. Pengelolaan yang terfragmentasi dan berbagai hal yang mengakibatkan paradoksal pengelolaan DAS, hasilnya kini sudah kita rasakan bersama. Banjir makin sering terjadi dimusim hujan dan kekeringan merajalela di musim kemarau. Dari perspektif inilah kiranya kita bisa memahami kenapa masyarakat selalu meminta kompensasi yang harus dicantumkan jelas dalam kebijakan maupun pengelolaan lingkungan hidup.  

Pendekatan Geografi dalam Pengelolaan WilayahFeb 21, '08 3:27 AMuntuk

Page 18: Selly Pengelolaan Das

Beberapa waktu lalu, banjir menggenangi beberapa daerah yang termasuk

dalam DAS Bengawan Solo. Banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo, Jawa

Tengah dan Jawa Timur mengejutkan berbagai pihak dan masyarakat karena luapannya

yang sangat luas telah menggenangi wilayah di beberapa kabupaten, mulai dari Sukoharjo,

Solo, Karanganyar, Sragen, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, dan Gresik.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah di daratan yang secara topografis dibatasi oleh igir alam berupa punggung bukit/ perbukitan dan gunung/ pegunungan, dimana wilayah tersebut berfungsi menampung air yang berasal dari presipitasi (curah hujan) yang kemudian mengalirkannya melalui suatu

sungai utama yang merupakan single outlet. 

Beberapa kalangan dan pakar berpedapat bahwa kerusakan ekositem DAS dan sedimentasi Waduk Serbaguna Wonogiri-lah penyebab utama banjir. Sebenarnya jauh hari sebelumnya, sudah muncul prediksi atau dugaan dari para pakar bahwa usia waduk tidak akan lebih dari 20 – 30 tahun ‘jika’ kondisi sedimentasi akibat erosi lahan di daerah tangkapan waduk dibiarkan terus menerus. Sementara itu pada awal pembuatan Waduk Serbaguna Wonogiri diharapan usia waduk dapat mencapai 100 tahun. Prediksi para pakar tersebut sangatlah berlawanan dengan yang diharapkan sebelumnya. Pada kenyataannya kondisi sedimentasi

Page 19: Selly Pengelolaan Das

yang terjadi sungguh diluar prediksi, anak-anak Bengawan Solo di daerah hulu, utamanya di daerah tangkapan airnya telah membawa banyak material sedimen yang tersuspensi pada air yang dialirkannya. Sungai Keduang dilansir sebagai penyumbang terbesar sedimen di Waduk Wonogiri. Banyaknya muatan sedimen pada aliran Sungai Keduang tersebut berkaitan dengan semakin tingginya tingkat erosi yang terjadi akibat maraknya konversi penggunaan lahan dan pola pengelolaan lahan pertanian yang belum mengindahkan konsep dan arahan konservasi tanah.

Page 20: Selly Pengelolaan Das

Ada beberapa faktor penyebab degradasi fungsi hidrologis dan degradasi lahan DAS

Bengawan Solo, diantaranya  :

1. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Misalnya, daerah yang diperuntukkan sebagai kawasan lindung dialihfungsikan menjadi lahan budidaya, kawasan penyangga dialihfungsikan menjadi lahan budidaya semusim dan kawasan produksi dialihfungsikan menjadi permukiman. Kondisi seperti tersebut, sangatlah mudah dijumpai di daerah hulu DAS Bengawan Solo.

2. Pola penggunaan lahan belum menyesuaikan dengan kemampuan dan kesesuaian lahan. Lahan yang semestinya hanya untuk kawasan budidaya tahunan dipakai sebagai lahan budidaya tanaman semusim atau bahkan dipergunakan sebagai permukiman. Lahan dengan kemiringan lereng >30% masih difungsikan sebagai lahan pertanian intensif dan dipergunakan juga sebagai lokasi permukiman.

3. Perlakuan terhadap lahan belum memenuhi kaidah-kaidah konservasi lahan. Kaidah-kaidah konservasi lahan sangatlah dipengaruhi oleh faktor geografis atau lokasi dimana lahan tersebut berada. Pengelolaan dan teknik konservasi dari suatu lokasi akan berbeda dengan lokasi yang lainnya, hal ini tergantung pada kondisi tanah, topografi, penggunaan lahan, iklim dan geologi dari lahan yang bersangkutan.

4. Tekanan penduduk atas lahan yang dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Pertumbuhan penduduk berarti pertambahan kebutuhan akan pangan dan permukiman, dua hal tersebut akan memicu intensifikasi dan ekstensifikasi penggunaan lahan. Daerah tangkapan air disekitar lereng Gunung Merapi dan Gunung Lawu merupakan lahan yang sangat subur dan mempunyai daya tarik keindahan pariwisata sehingga menjadi faktor penarik bagi manusia untuk mengembangkan pemukiman dan pertanian di daerah tersebut.

Page 21: Selly Pengelolaan Das

5. Belum ada peraturan yang mengatur dan mengikat secara jelas mengenai konservasi tanah dan air, sehingga masyarakat sebagai agen pengguna lahan diharuskan menerapkan usaha konservasi tanah dan air secara memadai pada setiap lahan yang digunakannya.

Dalam pengelolaan DAS, secara garis besar,

sumberdaya alamnya dapat dipilahkan menjadi dua sumberdaya alam utama, yaitu

sumberdaya lahan dan sumberdaya air. Dalam prakteknya, pengelolaan kedua sumberdaya

tersebut tidak dapat dipisahkan, namun harus terpadu, karena suatu kegiatan/ usaha

pengelolaan salah satu sumberdaya tersebut akan berdampak pada sumberdaya yang lain.

Secara keruangan, karakteristik DAS dapat diklasifikasikan menjadi 3 wilayah, yaitu

daerah hulu, daerah tengah dan daerah hilir. Tiap keruangan dari DAS tersebut mempunyai

karakteristik dan fungsi yang berbeda, sehingga dalam usaha pengelolaan dan

pemanfaatannya pun akan berbeda. Daerah hulu dari suatu DAS berfungsi sebagai kawasan

lindung dan tangkapan air bagi keseluruhan wilayah DAS. Daerah tengah dari suatu DAS

berfungsi sebagai kawasan penyangga, sedangkan daerah hilir dari suatu DAS berfungsi

sebagai kawasa budidaya.

Page 22: Selly Pengelolaan Das

Dalam konsep DAS berlaku hukum sebab

akibat yang mengalir dari atas ke bawah, oleh karena itu rusaknya daerah hulu (atas) dan

tengah tentunya akan berdampak pada kelestarian wilayah dibawahnya (hilir). Daerah hulu

sebagai kawasan lindung mempunyai nilai dan fungsi penting dalam menangkap dan

menyimpan air, karena itu terjadinya perubahan tata air di daerah hulu akan berdampak di

daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air, volume dan tranportasi sedimen

serta material yang tersuspensi dalam sistem aliran airnya. Dalam interaksi antar ruang

antara daerah hulu dan hilir, keduanya mempunyai keterkaitan dalam hal daur hidrologi.

Mengingat pentingnya fungsi daerah hulu dalam sistem tata air suatu DAS, maka daerah

hulu harus menjadi salah satu fokus perhatian.

Dalam suatu pembangunan berwawasan lingkungan, maka dalam pendekatannya

juga harus menggunakan sistem satuan wilayah yang mengacu pada ruang/ ekosistem

lingkungan. DAS sebagai sebuah ruang (space) dan ekosistem seharusnya sudah mulai

digunakan sebagai pendekatan dalam pembangunan wilayah yang berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan karena DAS memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Fungsi keruangan, karena DAS mempunyai ke-khas-an karakteristik dan batas-batas fisik dan yang jelas. Didalamnya terdapat berbagai komponen yang berinteraksi sehingga membentuk sistem terpadu sebagai satu kesatuan ekosistem.

2. Fungsi hidrologi, karena didalamnya terdapat siklus hidrologi dan proses-proses ikutannya.

3. Fungsi pembangunan, karena DAS dapat digunakan sebagai satuan wilayah pembangunan dimana pengelolaannya untuk kesejahteraan masyarakat di dalamnya.

Sistem pewilayahan yang sudah ada, dimana batas administrasi selalu dijadikan batas pemisah, tidak akan berhasil untuk mengelola ruang dan ekosistem yang notabene bukan ruang administratif. Sistem pewilayahan yang sudah ada tidaklah harus dirubah, akan tetapi sistem dan pola koordinasi antar wilayah didalam DAS-lah yang harus dibenahi. Akan selalu diperlukan kemauan dan itikad baik dari berbagai pihak demi ruang hidup yang lebih baik untuk

kemaslahatan bersama. 

Page 23: Selly Pengelolaan Das

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Maksud dan Tujuan Pedoman

1.3 Ruang Lingkup Pengelolaan DAS

1.4 Beberapa Pengertian Terkait dengan Pengelolaan DAS

1.5 Kerangka Pikir Pengelolaan DAS Terpadu

II KEBIJAKAN

2.1 Peraturan Perundang-undangan Yang Ada

2.2 Prinsip Dasar Pengelolaan DAS

2.3 Kebijakan Dasar

2.4 Pengelolaan DAS dan Otonomi Daerah

III PERENCANAAN

Page 24: Selly Pengelolaan Das

3.1 Proses Perencanaan

3.2 Hirarki Perencanaan

3.3 Penyusunan Rencana Kegiatan

3.4 Legitimasi dan Sosialisasi

IV PENGORGANISASIAN

4.1 Stakeholders dalam Pengelolaan DAS

4.2 Alternatif Bentuk Lembaga Pengelola DAS

4.3 Dewan dan Forum DAS

V PELAKSANAAN

5.1 Manajemen Daerah Aliran Sungai ( Watershed Management )

5.2 Manajemen Sumber Daya Air

5.3 Manajemen Pemeliharaan Prasarana Pengairan

5.4 Manajemen Pengendalian Banjir

5.5 Manajemen Lingkungan Sungai

5.6 Manajemen Pemberdayaan Masyarakat

VI MONITORING DAN EVALUASI

6.1 Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Lahan

6.2 Monitoring dan Evaluasi Tata Air

6.3 Monitoring dan Evaluasi Sosial Ekonomi

6.4 Monitoring dan Evaluasi Kelembagaan

6.5 Kriteria dan Indikator Kinerja DAS

VII KRITERIA DAN INDIKATOR PENGELOLAAN DAS

7.1 Kriteria Perencanaan

Page 25: Selly Pengelolaan Das

7.2 Kriteria Pengorganisasian

7.3 Kriteria Pelaksanaan

7.4 Kriteria Monitoring dan Evaluasi

I.   PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai bagian dari pembangunan wilayah sampai saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait. Permasalahan tersebut antara lain terjadinya erosi, banjir, kekeringan, masih belum adanya keterpaduan antar sektor, antar instansi dan kesadaran msyarakat yang rendah tentang pelestarian manfaat sumber daya alam.

Perkembangan dewasa ini menunjukkan adanya pergeseran paradigma di bidang sumber daya air , yang antara lain berupa perubahan cara pandang terhadap pungsi air dari yang semula benda sosial menjadi benda ekonomi yang memiliki fungsi sosial, peran pemerintah dari provider menjadi enabler, tata pemerintahan dari sentralistis menjadi desentralistis, sistem pembangunan dan pengelolaan  dari government centris menjadi public-private-community participation, pelayanan dari birokratis- normatif  menjadi profesional-responsif�fleksibel-netral, penentuan kebijakan dari top-down menjadi bottom-up.

Aspek desentralisasi dituangkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom yang menetapkan Daerah mempunyai kewenangan otonomi yang luas dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan yang antara lain mencakup kewenangan pengelolaan sumber daya nasional di daerah, baik sumber daya alam, sumber daya buatan maupun sumber daya manusia. Untuk sumber daya alam yang bersifat strategis, Pemerintah menetapkan kebijakan pendayagunaannya.

Menindaklanjuti PP 25 Tahun 2000 pasal 2 ayat 3 angka 4 huruf e bidang kehutanan dan perkebunan, maka dirasakan perlunya sebuah pedoman yang dapat menjadi acuan bagi pihak yang terlibat dalam pengelolaan DAS, baik dinas, instansi, swasta, lembaga masyarakat, maupun stakeholders lainnya.

1.2   Maksud dan Tujuan Pedoman

Pedoman ini disusun dengan maksud memberikan arahan umum atau acuan dalam menyelenggarakan pengelolaan DAS yang disesuaikan dengan perkembangan dan pergeseran paradagima dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Pedoman ini dapat digunakan untuk pengelolaan DAS nasional, regional, dan lokal yang dapat disesuaikan dengan kondisi, tuntutan spesifik dan kewenangan yang dimiliki masing-masing daerah.

Page 26: Selly Pengelolaan Das

Tujuan yang ingin dicapai dari penerbitan pedoman ini yaitu terbentuknya persamaan persepsi dan langkah dalam penyelenggaran pengelolaan DAS sesuai dengan karateristik ekosistemnya, sehingga pemanfaatan sumber daya alam dapat berlangsung secara optimal, berkeadilan, dan berkelanjutan.

1.3   Ruang Lingkup Pengelolaan DAS

Untuk mencapai tujuan akhir pengelolaan DAS yaitu terwujudnya kondisi yang optimal dari sumber daya tanah, air dan vegetasi, maka kegiatan pengelolaan DAS meliputi empat upaya pokok, yaitu:

a. Pengelolaan lahan melalui usaha konsevasi tanah dalam arti yang luas. b. Pengelolaan air melalui pembangunan sumber daya air. c. Pengelolaan vegetasi, khususnya pengelolaan hutan yang memiliki fungsi perlindungan terhadap tanah dan air. d. Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia dalam penggunaan sumber daya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan serta pada upaya pengelolaan DAS.

1.4   Beberapa Pengertian terkait dengan Pengelolaan DAS

Beberapa istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama dalam hal pengertian yang terkandung didalamnya berkaitan dengan pengelolaan DAS, antara lain:

a. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsinya untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utamanya (single outlet). Satu DAS dipisahkan dari wilayah lain disekitarnya (DAS-DAS lain) oleh pemisah dan topografi, seperti punggung perbukitan dan pegunungan;

b. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis kedalam Sub DAS-Sub DAS; c. Wilayah Sungai (WS) atau wilayah DAS adalah suatu wilayah yang terdiri dari dua atau lebih DAS yang secara geografi dan fisik teknis layak digabungkan sebagai unit perencanaan dalam rangka penyusunan rencana maupun pengelolaannya; d. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan; e. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu merupakan konsep pembangunan yang mengakomodasikan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu rencana berjangka pendek, menengah maupun panjang yang memuat perumusan masalah spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan pengelolaan, arahan kegiatan dalam pemanfaatan, peningkatan dan pelestarian sumber daya alam air, tanah dan vegetasi, pengembangan sumber daya manusia, arahan model pengelolaan DAS, serta sistem monitoring evaluasi kegiatan pengelolaan DAS; f. Pengelolaan DAS terpadu adalah proses formulasi dan implementasi suatu kegiatan yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan di dalam dan sekitar DAS termasuk untuk mencapai tujuan sosial tertentu;

Page 27: Selly Pengelolaan Das

g. Tata air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur-unsur hidrologis yang meliputi hujan, aliran permukaan dan aliran sungai, peresapan, aliran air tanah dan evapotranspirasi dan unsur lainnya yang mempengaruhi neraca air suatu DAS; h. Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya demikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air; i. Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) adalah upaya manusia untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan daya dukung lahan agar berfungsi optimal sesuai dengan peruntukannya.

1.5   Kerangka Pikir Pengelolaan DAS Terpadu

Dalam pengelolaan DAS harus jelas tujuan dan sasaran yang diinginkan. Sasaran pengelolaan DAS yang ingin dicapai pada dasarnya berupa:

a. Terciptanya kondisi hidrologis yang optimal; b. Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan masyarakat; c. Terbentuknya kelembagaan masyarakat yang tangguh dan muncul dari bawah (bottom-up) sesuai dengan sosial budaya setempat; d. Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan berkeadilan.

Oleh karena itu perumusan program dan kegiatan disamping harus berorientasi pada pencapaian tujuan dan sasaran, juga harus disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi dengan mempertimbangkan pergeseran paradigma, karateristik DAS, peraturan/perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip dasar pengelolaan DAS. Uraian secara sistematis dan rinci tentang pengelolaan DAS terpadu disajikan dalam kerangka pikir sebagaimana tertera pada gambar 1.

Page 28: Selly Pengelolaan Das

II.   KEBIJAKAN

2.1   Peraturan Perundang-undangan Yang Ada

Mengkaji Daerah Aliran Sungai dewasa ini tidak mungkin hanya didasarkan kepada satu atau beberapa undang-undang yang sejenis atau sebidang. Daerah aliran sungai harus dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh-menyeluruh yang terdiri dari sumber-sumber

Page 29: Selly Pengelolaan Das

air, badan air, sungai, danau, dan waduk, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisah-pisahkan.

Secara hierarkhis peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai  tersusun dengan urutan sebagai berikut:

a.   Undang-Undang Dasar

1. Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; 2. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

b.   Ketetapan MPR

1. Ketetapan MPR No. IX/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara;

2. Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara.

c.   Undang-Undang

1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; 2. Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara; 3. Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan; 4. Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya; 5. Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; 6. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang; 7. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 8. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 9. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah (Pusat) dan Daerah; 10. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

d.   Peraturan Pemerintah

1. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air; 2. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1982 tentang Irigasi; 3. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air; 4. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai; 5. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban,

serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang; 6. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan; 7. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Kewenangan Pemerintah dan

Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

e.   Keputusan Presiden

Page 30: Selly Pengelolaan Das

1. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 2. Keputusan Presiden No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat

Daerah; 3. Keputusan Presiden No. 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Kewenangan,

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen; 4. Keputusan Presiden No. 234/M Tahun 2000 tentang Pembentukan Kabinet Periode

Tahun 1999-2004 jo. Keppres No. 289/M Tahun 2000.

2.2   Prinsip Dasar Pengelolaan DAS

a. Pengelolaan DAS berupa pemanfaatan, pemberdayaan, pengembangan, perlindungan dan pengendalian sumber daya dalam DAS.

b. Pengelolaan DAS berlandaskan pada asas keterpaduan, kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian (kelayakan usaha) serta akuntabilitas.

c. Pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

d. Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem yang dilaksanakan berdasarkan prinsip �satu sungai, satu rencana, satu pengelolaan� dengan memperhatikan sistem pemerintahan yang desentralistis sesuai jiwa otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

1. Satu sungai (dalam arti DAS) merupakan kesatuan wilayah hidrologi yang dapat mencakup beberapa wilayah administratif yang ditetapkan sebagai satu kesatuan wilayah pengelolaan yang tidak dapat diipisah-pisahkan;  

2. Dalam satu sungai hanya berlaku Satu Rencana Kerja yang terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;  

3. Dalam satu sungai diterapkan Satu Sistem Pengelolaan yang dapat menjamin keterpaduan kebijakan, strategi perencanaan serta operasionalisasi kegiatan dari hulu sampai hilir.

Keterpaduan tersebut diperlukan karena :

4. Terdapat keterkaitan antara berbagai kegiatan (multi sektor) dalam pengelolaan sumbar daya alam dan pembinaan aktivitas manusia dalam penggunaannya;

5. Melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendasari (bersifat multi disiplin) dan mencakup berbagai kegiatan;

6. Meliputi daerah hulu sampai hilir.

Pengelolaan DAS terpadu mempunyai ciri pokok sebagai berikut :

7. Sasaran yang jelas, yaitu suatu pencapaian hasil yang telah direncanakan dan diharapkan akan terjadi pada masa datang;

8. Strategi waktu, yaitu penjadwalan untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan setiap kegiatan dalam mewujudkan sasaran;

9. Melibatkan berbagai sektor dan disiplin ilmu terkait, yaitu upaya melibatkan dan mengkoordinasikan peran serta sektor dan disiplin ilmu menuju sasaran secara bersama;

Page 31: Selly Pengelolaan Das

10. Tumbuhnya motivasi setiap sektor, dengan mengacu kepada keterlibatan berbagai sektor dalam proses penetapan sasaran akan merangsang keinginan atau tekad untuk mencapai hasil.

2.3   Kebijakan Dasar

a. Pengelolaan DAS dilakukan secara holistik, terencana dan berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan baik untuk kehidupan maupun penghidupan dan menjaga kelestarian lingkungan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33 ayat (3).

b. Pengelolaan DAS dilakukan secara desentralisasi dengan pendekatan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaaan.

c. Pengelolaan DAS dilaksanakan berdasar prinsip partisipasi dan konsultasi masyarakat pada tiap tingkat untuk mendorong tumbuhnya komitmen bersama antar pihak berkepentingan (stakeholders).

d. Pengelolaan DAS memerlukan kondisi yang memungkinkan partisipasi masyarakat guna mengurangi secara bertahap beban Pemerintah dalam pengelolaan DAS.

e. Masyarakat yang memperoleh manfaat atas pengelolaan DAS secara bertahap (baik secara langsung maupun tak langsung) wajib menanggung biaya pengelolaan berdasar prinsip kecukupan dana � cost recovery.

f. Sasaran wilayah Pengelolaan DAS adalah wilayah DAS secara utuh sebagai satu kesatuan ekosistem. Penentuan sasaran DAS secara utuh ini dimaksudkan agar upaya penanganan kegiatan yang direncanakan dapat dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu berdasarkan satu kesatuan perencanaan yang utuh, sekaligus berkaitan dengan kegiatan monitoring dan evaluasi DAS yang di tinjau dari aspek penggunaan lahan, tata air, dan sosial ekonomi. Lingkup kegiatan pengelolaan  DAS dapat digolongkan menjadi empat sasaran, yaitu : (i) pengelolaan sumber daya air permukaan dan air tanah; (ii) pengelolaan lahan/tanah; (iii) pengelolaan vegetasi, hutan dan tanaman; dan (iv) pengelolaan aktifitas manusia.

2.4   Pengelolaan DAS dan Otonomi Daerah

Penyelenggaraan pengelolaan DAS dalam kaitannya dengan penataan ruang wilayah dan penatagunaan tanah dalam rangka otonomi daerah haruslah disesuaikan dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai berikut:

a. Bahwa kebijakan penatagunaan tanah di tingkat Pusat masih diperlukan keberadaannya jika terdapat kewenangan yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan yang meliputi perencanaan nasional, pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara, lembaga perekonomian negara, pendayagunaan sumber daya alam, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, kebijakan teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan kebijakan standarisasi nasional.

b. Kebijakan penatagunaan tanah ditingkat propinsi sebagai daerah otonom diperlukan keberadaannya jika terdapat adanya kewenangan yang berkaitan dengan : (i) kebijakan di bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta (ii) kewenangan bidang tertentu lainnya, yaitu : perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro; pelatihan bidang tertentu, alokasi sumber daya manusia potensial, dan penelitian yang mencakup wilayah propinsi; pengendalian lingkungan hidup; promosi dagang dan budaya/pariwisata; dan

Page 32: Selly Pengelolaan Das

perencanaan tata ruang propinsi. Di samping itu juga diperlukan keberadaan kebijakan penatagunaan tanah di tingkat propinsi dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, dimana terdapat kewenangan pemerintah Pusat yang di limpahkan kepada Gubernur.

c. Selanjutnya diperlukan kebijakan penatagunaan tanah di tingkat kabupaten dan kota yang mencakup semua kewenangan pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan dalam kedua butir di atas.

Dengan kata lain Pemerintah Pusat mempunyai wewenang pengaturan, pengarahan melalui penerbitan berbagai pedoman, serta pengawasan dan pengendalian berskala makro; pemerintah propinsi mempunyai wewenang bersifat lintas kabupaten/kota, pemberian perijinan tertentu, penyusunan rencana tertentu serta pengawasan dan pengendalian berskala meso; sedang pemerintah kabupaten mempunyai wewenang yang bersifat pemberian perijinan tertentu, perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian berskala mikro.

DAS dan Wilayah Sungai tidaklah pernah mempunyai batas yang bertepatan (co-incided) dengan batas-batas wilayah administrasi. Oleh karena itu DAS perlu diklasifikasi menurut hamparan wilayahnya dan fungsi strategisnya sebagai berikut:

a. DAS lokal : terletak secara utuh berada di satu Daerah Kabupaten/Kota, dan/atau DAS yang secara potensial hanya dimanfaatkan oleh satu Daerah Kabupaten/Kota.

b. DAS Regional : letaknya secara geografis melewati lebih dari satu Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau DAS lokal yang atas usulan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola) oleh Pemerintah Propinsi, dan/atau DAS yang secara potensial bersifat strategis bagi pembangunan regional.

c. DAS Nasional : letaknya secara geografis melewati lebih dari satu Daerah propinsi, dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu Daerah Propinsi, dan/atau DAS Regional yang atas usulan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan, dan hasil penilaian ditetapkan untuk didayagunakan (dikembangkan dan dikelola) oleh Pemerintah Pusat, dan/atau DAS yang secara potensial bersifat strategis bagi pembangunan nasional.

III.   PERENCANAAN

3.1   Proses Perencanaan

Hal yang sangat perlu diperhatikan dalam perencanaan adalah bahwa perencanaan tidak selesai hanya dengan dihasilkannya dokumen rencana, tetapi sebagai proses yang berulang dan mengait dengan aktivitas-aktivitas pengelolaan DAS. Setelah rencana dilaksanakan maka perlu monitoring terhadap tujuan dan sasaran yang ditetapkan, sehingga memungkinkan adanya umpan balik dan revisi terhadap rencana yang telah disusun (Gambar 2).

Page 33: Selly Pengelolaan Das

Dalam pembuatan rencana pengelolaan DAS diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Identifikasi karateristik Daerah Aliran Sungai (DAS) yang antara lain mencakup batas dan luas, topografi, geografi, tanah, iklim, kondisi hidrologi, penggunaan lahan, kerapatan drainase, sosial & ekonomi; b. Identifikasi permasalahan yang meliputi aspek penggunaan lahan, tingkat kekritisan lahan, aspek hidrologi, sosial ekonomi dan kelembagaanseperti terlihat pada Gambar 3; c. Perumusan tujuan dan sasaran; d. Identifikasi dan evaluasi alternatif kegiatan; e. Peyusunan rencana indikatif dan kegiatan; f. Legitimasi dan sosialisasi rencana.

Page 34: Selly Pengelolaan Das

3.2   Hirarki Perencanaan

Perencanaan pengelolaan DAS dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu dan tujuan ke dalam Rencana Jangka Panjang (15 tahun), Jangka Menengah (5tahun) dan Rencana Jangka Pendek (tahunan). Rencana jangka panjang bersifat strategis misalnya Rencana Pengelolaan DAS Terpadu, Pola RLKT yang memiliki output berupa arahan umum penggunaan lahan, rehabilitasi dan konservasi tanah, urutan priorotas penanganan sub DAS dalam DAS yang bersangkutan  serta pengembangan sosial ekonomi.

Rencana jangka menengah lebih bersifat teknis pelaksanaan, misalnya Rencana Teknik Lapangan (RTL) RLKT. Rencana ini memiliki output yang meliputi rekomendasi teknis kegiatan RLKT, proyeksi kegiatan tahunan RLKT, analisis manfaat (finansial dan ekonomi), serta rencana monitoring dan evaluasi . Sedangkan rencana jangka pendek (tahunan) dibuat sangat rinci dan dilengkapi dengan rancangan setiap kegiatan seperti Rencana Teknik  Penghijauan yang memuat informasi lokasi, jenis, volume, waktu dan biaya kegiatan.

Page 35: Selly Pengelolaan Das

3.3   Penyusunan Rencana Kegiatan

Rencana Kegiatan disusun untuk memberi gambaran yang jelas tentang : (1) tujuan kegiatan, (2) fungsi dan kedudukannya dalam pengelolaan DAS, (3) manfaat, (4) kurun waktu, (5) sifat, (6) cakupan wilayah, (7) pelaksana kegiatan, (8) pembiayaan, sarana dan prasarana yang diperlukan, (9) ketatalaksanaan/organisasi dan mekanisme  pelaksanaan, dan (10) institusi dan kelembagaan yang dibutuhkan. Rencana kegiatan tersebut terinci pada masing-masing program dengan skala prioritas yang jelas, yaitu kegiatan untuk pengelolaan DAS (watershed management), kegiatan untuk menunjang pengelolaan sumber daya air (water resources management),dan kegiatan untuk pemberdayaan dan partisipasi masyarakat (empowering and public participation).

Kegiatan yang diprioritaskan dapat dipilih sesuai dengan aspek yang terkait dengan pengeloaan DAS, dan permasalahan yang menonjol pada DAS yang bersangkutan, misalnya:

a. Pengeloaan DAS dan pengembangan sumber daya airKegiatan pengelolaan  DAS misalnya kegiatan RLKT yang perlu dilaksanakan di daerah hulu harus diintegrasikan dengan upaya pengembangan sumber daya air yang lebih banyak dilakukan di bagian tengah dan hilir.

b. Pengelolaan DAS dan pengembangan wilayahDalam kaitannya dengan pengembangan wilayah, maka pengelolaan DAS sangat erat kaitannya dengan penataan ruang dan penatagunaan tanah, seperti penetapan kawasan lindung, budidaya dan kawasan tertentu. Penetapan fungsi kawasan ini berdasarkan pada hasil evaluasi kemampuan lahan agar produktif dan berkelanjutan. Oleh karena itu rencana pengelolaan DAS harus diintegrasikan kedalam Rencana Umum Tata Ruang Daerah.

c. Penanggung biaya bersama (cost sharing)Seperti telah dituangkan dimuka bahwa batas ekosistem DAS tidak berimpitan dengan batas administratif. Satu wilayah administratif secara geografis dapat terletak pada satu wilayah DAS atau sebaliknya. Apabila hal ini terjadi, diperlukan identifikasi tentang wilayah administratif yang termasuk/tidak termasuk dalam DAS yang menjadi kajian. Disamping itu Dengan adanya keterkaitan hulu dan hilir perlu juga dilakukan identifikasi, penentuan lokasi, kategori dan bentuk aktifitas stakeholders dalam DAS. Selanjutnya dirumuskan kebijakan pengelolaan DAS yang dipertimbangkan mekanisme, regulasi dan pengaturan kelembagaan yang akan menerapkan prinsip-prinsip insentif dan disinsentif terhadap stakeholders sesuai dengan kategori dan kedudukannya dalam perspektip prinsip pembiayaan bersama (cost sharing principle). Dengan demikian pelaksanaan kegiatan konservasi tanah dan air di bagian hulu DAS dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dengan adanya biaya dari stakeholders yang mendapat manfaat sebagai akibat adanya kegiatan tersebut.

3.4   Legitimasi dan Sosialisasi

Agar rencana yang dibuat dapat mengikat semua stakeholders untuk mengimplementasikannya, maka penyusunan rencana harus melibatkan semua stakeholders (partisipasi) dan rencana yang dihasilkan harus berkekuatan hukum. Misalnya rencana dibuat dalam bentuk Peraturan Daerah. Tahap selanjutnya adalah distribusi dan sosialisasi rencana kepada semua stakeholders agar dapat diketahui, dipahami dan diimplementasikan sesuai dengan tujuan yag diinginkan.

Page 36: Selly Pengelolaan Das

IV.   PENGORGANISASIAN

4.1   Stakeholders Dalam Pengelolan DAS

Selama ini sejumlah kegiatan dan proyek yang berkaitan dalam pengelolaan DAS telah dilaksanakan oleh instansi-instansi yang mengurus Pemukiman Sarana Prasarana Wilayah (Pekerjaan Umum), Kehutanan, Perkebunan, Pertanian, Dalam Negeri, Badan Pertahanan Nasional, Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, Pertambangan dan Energi dan pihak-pihak lainnya. Masing-masing instansi mempunyai pendekatan yang berbeda dalam kegiatan pengelolaan DAS baik dalam unit perencanaan maupun implementasinya sehinnga dapat dikatakan bahwa pengelolaan DAS merupakan hal yang sangat kompleks baik ditinjau dari banyaknya pihak yang terlibat maupun aspek-aspek yang ada di dalam suatu DAS. Dengan kondisi demikian, maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat menciptakan percepatan dalam pengelolaan DAS secara ideal.

Pengalaman selama ini menujukkan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya, masing-masing lembaga tersebut cenderung bersifat sektoral, dan oleh karenanya, seringkali terdapat tabrakan kepentingan (conflict of interest) antar lembaga yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Untuk menghindari terjadinya tabrakan kepentingan, diperlukan klarifikasi dan identifikasi secara jelas tentang tugas dan wewenang masing-masing lembaga dalam menjalankan fungsinya. Selain masalah tabrakan kepentingan, masalah lain yang umum terjadi dalam pengelolaan sumber daya yang melibatkan banyak lembaga adalah masalah kerjasama dan koordinasi antar lembaga. Oleh karena itu, pengaturan kelembagaan dan regulasi yang mengatur mekanisme kerja antar lembaga tersebut harus disiapkan dengan matang sehingga dapat menghasilkan pola kerjasama dan koordinasi yang optimal.

Menyadari adanya keterbatasan dalam hal kapasitas kelembagaan dan besarnya tingkat kesulitan dalam melaksanakan pengaturan kelembagaan dalam pengelolaan DAS, terutama dalam sistem pengelolaan yang mengandalkan pada pola kerjasama dan koordinasi antar lembaga, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah:

a. melakukan identifikasi dan membuat daftar seluruh lembaga dan pihak yang terkait (stakeholders) dengan pelaksanaan pengelolaan DAS termasuk masyarakat yang diprakirakan akan terkena dampak atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS;

b. melakukan identifikasi tugas dan wewenang masing-masing lembaga dan pihak yang terlibat (stakeholders);

c. merumuskan bentuk lembaga atau badan pengelola DAS yang sesuai dengan kondisi dan letak geografis DAS.

4.2   Alternatif Bentuk Lembaga Pengelola DAS

Bentuk lembaga pengelola DAS dalam arti mempunyai tugas operasional dapat dipilih dari tiga bentuk lembaga sebagai berikut:

a. Badan KoordinasiSebagai koordinator adalah instansi yang berwenang mengkoordinasikan

Page 37: Selly Pengelolaan Das

penyelenggaraan pengelolaan DAS. Pelaksana operasional dan pemeliharaan dilaksanakan oleh instansi fungsional terkait.

b. Badan OtoritaBadan ini dibentuk oleh pemerintah sebagai pelaksana dengan tugas mengurus dan mengusahakan pemberdayaan Daerah Aliran Sungai dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh Forum Air (Komite DAS).

c. Badan UsahaBadan Usaha (dalam bentuk BUMN atau BUMD) dibentuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang ditugasi mengusahakan DAS sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Forum Air (Komite DAS).

4.3   Dewan dan Forum DAS

Kebijakan pengelolaan DAS yang meliputi aspek planning-programming-controling-budgeting dilaksanakan oleh tim yang berbentuk Dewan atau Forum DAS.

a. Tingkatan Dewan DASDewan DAS dibentuk dalam beberapa tingkatan sebagai berikut:

1. Lingkup Nasional (Dewan DAS Nasional)Berfungsi menetapkan kebijakan, strategi dan program pengelolaan DAS pada tingkat nasional.

2. Lingkup Regional (Forum DAS Propinsi)Berfungsi menetapkan kebijakan, strategi dan program pengelolaan DAS pada tingkat regional.

3. Lingkup Lokal (Forum DAS Daerah)Berfungsi menetapkan kebijakan, strategi, program, pelaksanaan dan pembiayaan pengelolaan DAS pada tingkat DAS atau Kabupaten/Kota

b. Tingkatan Dewan dan Forum DASKeanggotaan Dewan DAS tersebut terdiri atas wakil seluruh stakeholders, yaitu :

1. Dewan DAS Nasional :Wakil Departemen dan Lembaga Tinggi Negara terkait, Pakar/Pemerhati dan wakil pemanfaat untuk tingkat nasional.

2. Forum DAS Regional :Gubernur atau pejabat yang ditunjuk (sebagai ketua), instansi yang mengurusi bidang-bidang pengairan, kehutanan, pertanian dan pengendalian dampak lingkungan, instansi yang mengurusi perencanaan pembangunan (sebagai sekretaris), dengan anggota : Bupati/Walikota terkait, wakil pemanfaat (sesuai sektor masing-masing), pemuka masyarakat, pakar/pemerhati (dari Perguruan Tinggi) dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang relevan di tingkat DAS yang bersangkutan.

3. Forum DAS Lokal :Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk (sebagai ketua), instansi yang mengurusi bidang-bidang pengairan, kehutanan, pertanian dan pengendalian dampak lingkungan, instansi yang mengurusi perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota (sebagai Sekretaris), dengan anggota : wakil pemanfaat (sesuai sektor masing-masing), pemuka masyarakat, pakar/pemerhati (dari Perguruan Tinngi) dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang relevan di tingkat DAS.

V.   PELAKSANAAN

Pengelolaan DAS terpadu pada dasarnya merupakan pengelolaan partisipasi berbagai sektor/sub sektor yang berkepentingan dalam pemanfaatan sumber daya alam pada suatu

Page 38: Selly Pengelolaan Das

DAS, sehinnga diantara mereka saling mempercayai, ada keterbukaan, mempunyai rasa tanggung jawab dan saling mempunyai ketergantungan (interdependency). Demekian pula dengan biaya kegiatan pengelolaan DAS, selayaknya tidak lagi seluruhnya dibebankan kepada pemerintah tapi harus ditanggung oleh semua pihak yang memanfaatkan dan semua yang berkepentingan dengan kelestariannya.

Untuk dapat menjamin kelestarian DAS, pelaksanaan pengelolaan DAS harus mengikuti prinsip-prinsip dasar hidrologi. Dalam sistem Hidrologi DAS, komponen masukan utama terdiri atas curah hujan sedang komponen keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara dan bahan pencemar didalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi, tanah, topografi, air/sungai, dan manusia.

Kegiatan yang relevan dengan pengelolaan DAS untuk menjamin kelestarian serta adanya peran para pengelola yang terlibat adalah:

5.1   Manajemen Daerah Aliran Sungai (Watershed Management)

Sesuai dengan rencana induk dan program kerja jangka menengah dan tahunan konservasi Daerah Aliran Sungai, dinas/instansi terkait dan masyarakat, sebagai pelaksanaan konservasi, melaksanakan kegiatan konservasi DAS (rehabilitasi lahan, konservasi tanah, penghijauan dsb-nya), dan pengendalian tata guna lahan. Dilakukan pula kegiatan monitoring kondisi DAS dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana induk konservasi.

5.2   Manajemen Sumber Daya Air

a.   Manajemen kuantitas air (penyediaan air)

1. Pembangunan sumber daya airMenyiapkan rencana induk pengembangan Sumber Daya Air (SD Air), termasuk didalamnya neraca air, yang melibatkan berbagai instansi terkait serta melaksanakan pembangunan prasarana pengairan (sesuai dengan penugasan yang diberikan) dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan SD Air.

2. Prediksi kekeringanMelakukan pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat prediksi kemungkinan terjadinya kekeringan (mungkin menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer yang dihubungkan dengan basis data nasional dan internasional).

3. Penanggulangan kekeringanSecara aktif bersama dinas/instansi terkait dalam Satkorlak�PBA melakukan upaya penanggulangan pada saat terjadi kekeringan yang tidak dapat terelakkan.

4. Perijinan penggunaan airMemberikan rekomendasi teknis atas penerbitan ijin penggunaan air dengan memperhatikan optimasi manfaat sumber daya yang tersedia.

5. Alokasi airMenyusun konsep pada operasi waduk/alokasi air untuk mendapatkan optimasi pengalokasian air.

6. Distribusi airMelakukan pengendalian distribusi air bersama dinas/instansi terkait dengan bantuan telemetri untuk melaksanakan ketetapan alokasi air.

Page 39: Selly Pengelolaan Das

b.   Manajemen kualitas air

1. Perencanaan pengendalian kualitas air   Bersama dinas/instansi terkait menyiapkan rencana induk dan program kerja jangka menengah dan tahunan pengendalian pencemaran air dan peningkatan kualitas air.

2. Pemantauan dan pengendalian kualitas air Berdasarkan rencana induk, melakukan pemantauan dan pengendalian kualitas air yang melibatkan berbagai instansi terkait. Pemantauan dilakukan secara periodik (baik kualitas air sungai maupun buangan limbah cair yang dominan) dan melaksanakan pengujian laboratorium serta evaluasi terhadap hasil uji tersebut. Rekomendasi diberikan kepada Pemerintah Daerah (Gubernur maupun Bapedalda) dalam upaya pengendalian pencemaran air, penegakan aturan dan peningkatan kualitas air sungai.

3. Peyediaan debit pemeliharaan sungai Berdasarkan pola operasi waduk dan/atau kondisi lapangan, dapat disediakan sejumlah debit pemeliharaan sungai setelah mendapatkan pengesahan alokasi dari Dewan DAS Propinsi (Forum DAS Regional).

4. Peningkatan daya dukung sungai Pelaksanaan peningkatan daya dukung sungai dengan melaksanakan upaya pengendalian di in-stream (penggelontoran, penyediaan debit pemeliharaan, peningkatan kemampuan asimilasi sungai) dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengendalian di off-stream (pada sumber pencemar) melalui instrumen hukum maupun instrumen ekonomi disamping melaksanakan kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan kontrol sosial dari masyarakat.

5. KoordinasiBersana dengan instansi/dinas terkait menyelenggarakan koordinasi penyiapan program dan implementasi pengendalian pencemaran dan limbah domestik, industri dan pertanian.

5.3   Manajemen Pemeliharaan Prasarana Pengairan

a. Pemeliharaan preventifMelakukan pemeliharaan rutin, berkala dan perbaikan kecil untuk mencegah terjadinya kerusakan prasarana pengairan yang lebih parah.

b. Pemeliharaan korektifMelakukan perbaikan besar, rehabilitasi dan reaktifikasi dalam rangka mengembalikan atau meningkatkan fungsi prasarana pengairan.

c. Pemeliharaan darurat  Melakukan perbaikan sementara yang harus dilakukan secepatnya karena kondisi mendesak/darurat (karena kerusakan banjir dsb-nya).

d. Pengamatan instrumen keamanan bendunganMelakukan pengamatan instrumen keamanan bendungan (phreatic line, pore pressure dan lain-lain) serta menganalisis hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui adanya penurunan (settlement), rembesan (seepage) atau perubahan ragawi lainnya terhadap bendungan.

5.4   Manajemen Pengendalian Banjir

a. Pemantauan dan prediksi airMelakukan pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat prediksi iklim, cuaca dan banjir

Page 40: Selly Pengelolaan Das

dengan menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer yang dihubungkan dengan basis data nasional dan internasional. b. Pengaturan (distribusi) dan pencegahan banjir.Menyiapkan pedoman siaga banjir yang berlaku sebagai SOP (Standard Operating Procedure) pengendalian banjir yang dipergunakan oleh seluruh instansi terkait. Pengendalian banjir dilakukan melalui pengaturan operasi waduk untuk menampung debit banjir, dan pengaturan bukaan pintu air guna mendistribusikan banjir sehingga dapat dikurangi/dihindari dari bencana banjir. c. Penanggulangan banjirBerpartisipasi secara aktif bersama dinas/instansi terkait dalam Satkorlak-PBA melakukan upaya penanggulangan pada saat terjadi banjir yang tidak dapat terelakkan. d. Perbaikan kerusakan akibat banjirBersama instansi terkait melakukan perbaikan atas kerusakan akibat terjadinya bencana banjir yang tidak terelakkan.

5.5   Manajemen Lingkungan Sungai

a. Perencanaan peruntukan lahan daerah sempadan sungaiBersama dinas/instansi terkait menyusun penetapan garis sempadan dan rencana peruntukan lahan daerah sempadan sungai sesuai dengan Rencana detail Tata Ruang Daerah dalam rangka pengamatan fungsi sungai. b. Pengendalian penggunaan lahan sempadan sungai Melakukan Pengendalian dan penertiban penggunaan lahan di daerah sempadan sungai bersama dinas/instansi terkait. c. Pelestarian biota air Mengupayakan peningkatan kondisi sungai yang kondusif untuk pertumbuhan biota air. d. Pengembangan pariwisata, olah raga, dan transportasi air Mengembangkan pemanfaatan sungai dan waduk untuk keperluan wisata,olah raga, dan transportasi air bekerja sama dengan pihak-pihak terkait.

5.6   Manajemen Pemberdayaan Masyarakat

a. Program penguatan ekonomi masyarakat melalui pengembangan pedesaan, sehingga pendapatan petani meningkat.

b. Program pengembangan pertanian konservasi, sehingga dapat berfungsi produksi dan pelestarian sumber daya tanah dan air.

c. Penyuluhan dan transfer teknologi untuk menunjang program pertanian konservasi dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan  DAS.

d. Berbagai bentuk insentif (rangsangan) baik insentif langsung maupun tidak langsung, dalam bentuk bantuan teknis, pinjaman, yang dapat memacu peringatan produksi pertanian dan usaha konservasi tanah dan air.

e. Upaya mengembangkan kemandirian dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah, sehingga mampu memperluas keberdayaan masyarakat dan berkembangnya ekonomi rakyat.

f. Memonitor dan evaluasi terhadap perkembangan sosial ekonomi masyarakat, serta tingkat kesadaran masyarakat dalam ikut berperan serta dalam pengelolaan DAS.

VI.   MONITORING DAN EVALUASI

Page 41: Selly Pengelolaan Das

Monitoring pengelolaan DAS adalah proses pengamatan data dan fakta yang pelaksanaannya dilakukan secara periodik dan terus menerus terhadap masalah : (1) jalannya kegiatan, (2) penggunaan input, (3) hasil akibat kegiatan yang dilaksanakan (output), dan (4) faktor luar atau kendala yang mempengaruhinya.

Evaluasi pengelolaan DAS adalah proses pengamatan dan analisis data dan fakta, yang pelaksanaannya dilakukan menurut kepentingannya mulai dari penyusunan rencana program, pelaksanaan program dan pengembangan program pengelolaan DAS. Hasil evaluasi pada pengembangan program akan berguna sebagai masukan bagi penyusunan rencana program pada tahapan berikutnya. Untuk memperoleh data dan informasi yang dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai perkembangan keragaan DAS, maka diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi DAS yang ditekankan pada aspek penggunaan lahan, tata air, sosial ekonomi dan kelembagaan. Kegiatan monitoring dan evaluasi secara skematis ditunjukkan pada Gambar 4.

Uraian singkat tentang masing-masing aspek yang akan dilakukan pada kegiatan monitoring dan evaluasi yaitu:

Page 42: Selly Pengelolaan Das

6.1   Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Lahan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai perubahan jenis, pengunaan, pengelolaan lahan, tingkat kesesuaian penggunaan lahan dan erosi pada suatu DAS/Sub DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring penggunaan lahan adalah data dari hasil observasi di lapangan, penginderaan jauh dan data sekunder. Tujuan monitoring dan evaluasi ini adalah untuk mengetahui perubahan kondisi lahan terutama menyangkut ada tidak adanya kecenderungan degradasi lahan.

6.2   Monitoring dan Evaluasi Tata Air

Monitoring tata air dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran air dari DAS/Sub DAS bersangkutan setelah dilaksanakan kegiatan pengelolaan DAS.

Evaluasi tata air dengan analisis terhadap debit sungai maksimum dan minimum hingga dapat diketahui nilai koefisien rejim sungai (KRS)-nya. Sedangkan hasil perhitungan muatan sedimen (sediment load) pada aliran sungai diperlukan untuk memperkirakan erosi yang terjadi. Sementara dari perbandingan secara time series antara debit sungai dengan curah hujan dapat diketahui perubahan koefisien run-off dari tahun ke tahun.

6.3   Monitoring dan Evaluasi Sosial Ekonomi

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh dan hubungan timbal balik antara faktor-faktor ekonomi dengan kondisi sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi ) di dalam DAS/Sub DAS. Data yang dikumpulkan dalam monitoring sosial ekonomi antara lain mencakup kependudukan, tekanan penduduk terhadap lahan, tingkat dan proporsi pendapatan keluarga, dan kepedulian/perilaku masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai adalah mengetahui perubahan kondisi sosial ekonomi sebelum ada kegiatan pengelolaan DAS dan setelah adanya kegiatan pengelolaan, misalnya apakah pengelolaan DAS telah dapat meningkatkan tingkat perekonomian keluarga.

6.4   Monitoring dan Evaluasi Kelembagaan

Salah satu indikator yang penting dimonitor dan evaluasi dalam kelembagaan pengelolaan DAS adalah KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplipikasi) karena pengelolaan DAS melibatkan multi stakeholders, multi sektor dan multi disiplin. Parameter yang bisa digunakan diantaranya ada tidaknya konflik yang terjadi. Hal lain yang perlu dievaluasi dalam kelembagaan adalah keberdayaan lembaga masyarakat lokal (adat) dalam kegiatan pengelolaan DAS dan ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Evaluasi terhadap hal tersebut bisa mencerminkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dan tingkat intervensi pemerintah dalam kegiatan pengelolaan DAS.

6.5   Kriteria dan Indikator Kinerja DAS

Dalam pedoman penyelenggaraan pengelolaan DAS, kriteria dan indikator kinerja DAS perlu ditentukan karena keberhasilan maupun kegagalan hasil kegiatan pengelolaan DAS dapat dimonitor dan dievalusi melalui kriteria dan indikator yang telah ditetapkan. Perlu

Page 43: Selly Pengelolaan Das

ditekankan bahwa kriteria dan indikator tersebut seharusnya bersifat sederhana dan cukup praktis untuk dilaksanakan, terukur, dan mudah dipahami terutama oleh para pengelola DAS dan pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap pengelola DAS. Kriteria dan indikator untuk menentukan kinerja DAS tersebut pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria dan Indikator Kinerja DAS

KRITERIA INDIKATOR PARAMETERSTANDAR EVALUASI

KETERANGAN

A. Penggunaan Lahan

1. Penutupan oleh vegetasi

                L V PIPL = ------------------ x 100%             Luas DAS

IPL > 75% baikIPL = 30 - 75% sedangIPL < 30% jelek

IPL = indek penutupan lahanLVP = luas lahan bervegetasi permanenInformasi dari peta penutupan lahan atau land use

2. Kesesuaian Penggunaan Lahan (KPL)

                L P SKPL = ------------------ x 100%             Luas DAS

KPL > 75% baikKPL = 40 - 75% sedangKPL < 40% jelek

LPS = luas penggunaan lahan yang sesuaiRujukan kesesuaian penggunaan lahan adalah RTRW/K dan atau pola RLKT

3. Erosi, Indek Erosi (IE)

            erosi aktualKPL = ------------------------ x 100%          Erosi yg ditoleransi

IE < 1 baikIE > 1 jelek

Perhitungan erosi merujuk pedoman RTL-RLKT 1998

4. Pengelolaan lahan Pola tanam (C) dan tindakan konservasi (P)

C x P < 0,10 baikC x P = 0,10-0,50 sedangC x P > 0,50 jelek

Perhitungan nilai C & P merujuk pedoman RTL-RLKT tahun 1998

B. Tata Air 1. Debit air sungai                Q maxa. KRS = ----------

               Q min

                     Sdb. CV = ---------------- x 100%             Q rata-rata

              kebutuhanb. IPA = ---------------              persediaan

KRS < 50 baikKRS = 50-120 sedang

KRS > 120 buruk

CV < 10% baikCV > 10% jelek 

Nilai IPA semakin kecil semakin baik

Data SPAS PU/BRLKT/HPHQ = debit sungai 

CV = coefisien varianSd = standar deviasiData SPAS

IPA = Indek Penggunaan Air

2. Kandugan sedimen Kadar lumpur dalam air Semakin menurun semakin baik menurut mutu peruntukan

Data SPAS

3. Kandungan pencemar (polutan)

Kadar biofisik kimia Menurut standar yang berlaku

Standar baku yang berlaku, misal PP 20/1990

4. Nisbah hantar sedimen (SDR)

           Total sedimenSDR = -------------------              Total erosi

SDR < 50% normalSDR 50-75% tdk normalSDR > 75% rusak

Data SPAS dan perhitungan/ pengukuran erosi

Page 44: Selly Pengelolaan Das

C. Sosial 1. Kepedulian individu E Kegiatan positip konservasi mandiri

Ada, tidak ada Data dari instansi terkait

2. Partisipasi masyarakat

% kehadiran masyarakat dalam kegiatan bersama

> 70% tinggi40-70% sedang< 40% rendah

Dari data pengamatan atau laporan instansi terkait

3. Tekanan penduduk terhadap lahan

Indek Tekanan penduduk (TP)                f Po (1 + r)t

TP = zx  ------------------                        L

TP < 1 ringanTP = 1-2 sedangTP > 2 berat

t = waktu dlm 5 tahunz = luas lahan pertanian minimal utk hidup layak/petanif = proporsi petani terhadap populasi penduduk DASPo = jml penduduk tahun 0L = luas lahan pertanianr = Pertumbuhan penduduk/thn

D. Ekonomi 1. Ketergantungan penduduk terhadap lahan

Kontribusi pertanian terhadap total pendapatan keluarga

> 75% tinggi50-75% sedang< 50% rendah

Dihitung KK/thnData dari instansi terkait atau petani sample

2. Tingkat pendapatan Pendapatan keluarga/tahun Garis kemiskinan BPS Data dari instansi terkait atau petani sample

3. Produktivitas lahan Produksi/ha/thn Menurun, tetap, meningkat

Data BPS atau petani sample

4. Jasa lingkungan (air, wisata, iklim mikro, umur waduk)

Internalitas dari externalitas pembiayaan pengelolaan bersama (cost sharing)

Ada, tidak ada Dalam bentuk pajak, retribusi untuk dana lingkungan

E. Kelembagaan 1. Pemberdayaan lembaga lokal/adat

Peranan lembaga lokal dalam pengelolaan DAS

Berperan, tidak berperan

Data hasil pengamatan

2. Ketergantungan masyarakat kepada pemerintah

Intervensi pemerintah Tinggi, sedang, rendah

Data hasil pengamatan

3. K I S S konflik Tinggi, sedang, rendah

Data hasil pengamatan

4. Kegiatan usaha bersama

Jumlah unit usaha BErtambah, berkurang, tetap

Data dari instansi terkait

Penetapan kriteria dan indikator kinerja DAS diupayakan agar relevan dengan tujuan penetapan kriteria dan indikator dan diharapkan mampu menentukan bahwa kegiatan pengelolaan DAS dianggap berhasil atau kurang/tidak berhasil. Dengan kata lain, status atau "kesehatan" suatu DAS dapat ditentukan dengan menggunakan kriteria-kriteria kondisi Penggunaan Lahan, Sosial, Ekonomi dan Kelembagaan.

Sebagai contoh, untuk menentukan kinerja suatu DAS dari aspek/kriteria tata air, maka diperlukan indikator-indikator : debit aliran sungai, kandungan sedimen dan bahan pencemar lainnya serta nisbah hantar sedimen (SDR).

Page 45: Selly Pengelolaan Das

Untuk masing-masing indikator tersebut telah ditentukan parameter dan tolok ukurnya, misalnya parameter untuk debit aliran sungai adalah data time series debit aliran sungai. Sedangkan tolok ukur untuk parameter koefisien rejim sungai (KRS) ditentukan berdasarkan nilai baku yang telah ditentukan, dalam hal ini, kondisi tata air dikatakan baik apabila besarnya angka KRS adalah sama dengan atau lebih kecil dari 50. Dengan cara yang sama, kinerja suatu DAS ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria penggunaan lahan, tata air, sosial, ekonomi dan kelembagaan.

VII.   KRITERIA DAN INDIKATOR PENGELOLAAN DAS

Sejalan dengan pentingnya penetapan kriteria dan indikator untuk menentukan kinerja Daerah Aliran Sungai, penetapan kriteria dan indikator pengelolaan DAS adalah ukuran yang menjadi dasar peningkatan tingkat keberhasilan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan monitoring dan evaluasi (monev) dalam meningkatkan optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Uraian singkat tentang kriteria dan indikator pengelolaan DAS berdasarkan komponen-komponen manajeman yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan komponen monitoring dan evaluasi.

7.1   Kriteria Perencanaan

Kriteria perencanaan yang disusun dalam rangka pengelolaan DAS antara lain, harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Telah menggunakan pendekatan ekosistem, artinya perencanaan bersifat komprehensif dan mencakup sub komponen dalam ekosistem DAS yang dikelola.

b. Telah memadukan perencanaan pengembangan hulu dan hilir, pengembangan sumber daya air dan konservasi DAS.

c. Perencanaan didasarkan atas kejelasan wewenang lembaga yang terlibat dan partisipasi stakeholders.

d. Telah memanfaatkan teknologi sistem informasi geografi dan memanfaatkan teknologi yang bersifat adaptif/teknologi kearifan tradisional .

7.2   Kriteria Pengorganisasian

            Pengorganisasian dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS lebih efektif dan efisien, dalam arti masing-masing pihak yang terlibat dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab. Untuk itu diperlukan kriteria pengorganisasian yang antara lain meliputi:

a. Dikembangkannya pengorganisasian yang melibatkan seluruh stakeholder dan bersifat lintas sektor.

b. Dijalankannya sistem koordinasi yang efektif menurut bentuk kegiatan dan klasifikasi DAS/Sub DAS yang dikelola.

c. Dikembangkannya sistem koordinasi interdependensi sehingga tercipta kerja antar stakeholder yang bersinergis.

7.3   Kriteria Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan berbagai kegiatan yang dirancang haruslah menunjukkan adanya:

Page 46: Selly Pengelolaan Das

a. Optimasi pemanfaatan sumber daya secara efisien dan mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

b. Dorongan pelaksanaan konservasi sumber daya alam DAS .c. Peningkatan partisipasi stakeholder dan sinkronisasi antara lembaga yang terlibat

dalam pengelolaan DAS.

7.4   Kriteria Monitoring dan Evaluasi

Karena pengelolaan DAS bertujuan kearah keberlanjutan pembangunan (sustainable development), maka aktivitas monitoring dan evaluasi tata air menjadi penting untuk dilaksanakan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi adalah:

a. Menggunakan ekosistem DAS sebagai unit analisis dalam melakukan monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS.

b. Memanfaatkan model dan/atau peramgkat lunak yang telah disiapkan untuk melakukan monitoring dan evaluasi.

c. Mendorong partisipasi dan pengawasan publik dalam aktivitas monitoring dan evaluasi.

Uraian diatas telah menunjukkan bahwa kriteria dan indikator memainkan peran penting bagi tercapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Uraian kriteria dan indikator yang lebih lengkap dan komprehensif.

Dalam Tabel 2 ditunjukkan bahwa pengelolaan DAS yang berkelanjutan mempersyaratkan dipenuhinya kriteria dan indikator untuk setiap komponen/aktivitas pengelolaan DAS yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan monitoring dan evaluasi (monev). Untuk masing-masing komponen pengelolaan DAS tersebut di atas, kriteria yang digunakan dan dianggap relevan untuk tecapainya pengelolaan DAS yang berkelanjutan adalah : ekosistem, kelembagaan, teknologi, dan pendanaan.

Pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) Demi Kelestarian Sumber Daya Air

Posted by david shiron malanguna at 22:16

Pendahuluan

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan ekosistem dimana jasad hidup dan lingkungannya berinteraksi secara dinamik dan terdapat saling ketergantungan (interdependensi) komponen-komponen penyusunnya. Pengelolaan DAS merupakan pengelolaan sumberdaya alam dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya kuantitas, kualitas dan kontinuitas air. Untuk kepentingan pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, perikanan, industri dan masyarakat.

Page 47: Selly Pengelolaan Das

Pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang cukup pesat menyebabkan peningkatan kebutuhan manusia akan sumberdaya. Pemenuhan kebutuhan penduduk akan menyebabkan eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Untuk itu, pengendalian dan pengelolaan sumberdaya alam harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Sehingga diharapkan sumberdaya alam dapat dimanfaatkan selama mungkin untuk kepentingan manusia secara lestari dan berkelanjutan.

Adanya tekanan penduduk terhadap kebutuhan lahan baik untuk kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya seperti, pertanian, perumahan ataupun industri. Apabila kegiatan tersebut tidak segera dikelola dengan baik, maka akan menyebabkan kelebihan air (banjir) pada saat musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan karena perubahan penggunaan lahan yang tidak bijaksana (tidak disertai penanganan tindakan konservasi), sehingga hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran permukaan.

Upaya pelestarian sumberdaya air tidak dapat dilepaskan dari pergerakan dan sebaran air tersebut dalam batas alam hidrologis (DAS). Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu, merupakan salah satu wilayah yang cukup penting peranannnya dalam sistem DAS Ciliwung secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena perubahan-perubahan yang terjadi pada DAS Ciliwung Hulu ini akan berimplikasi lebih lanjut pada daerah yang ada di bawahnya (hilir). Sehingga perubahan apapun yang terjadi/dilakukan dalam DAS tersebut harus diperhitungkan secara matang.

Perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 1990—1996, semakin meningkat, begitu juga dengan persentase hujan yang semakin besar. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap perubahan kondisi hidrologi DAS Ciliwung. Untuk itu, diperlukan suatu strategi pengelolaan DAS yang komprehensif dan terpadu sehingga ketersediaan air dimusim kemarau akan terjaga dan pada musim hujan tidak terjadi banjir. Untuk menyusun strategi pengelolaan DAS yang baik (komprehensif dan terpadu) diperlukan informasi/data yang akurat mengenai karakteristik fisik DAS (Biogeofisik) serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut.

Pengelolaan Sumberdaya Alam dengan Pendekatan DAS

Sebagai suatu ekosistem alami yang mudah dikenali, sistem DAS terdiri dari unsur bio-fisik yang bersifat alami dan unsur-unsur non-biofisik. Unsur biofisik terdiri dari, vegetasi, hewan, satwa liar, jasad renik, tanah, iklim dan air. Sedangkan unsur nonbiofisik adalah manusia dengan berbagai ragam persoalannya, latar belakang budaya, sosial ekonomi, sikap politik, kelembagaan serta tatanan masyarakat itu sendiri.

Page 48: Selly Pengelolaan Das

Adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pemanfaatan sumberdaya alam di

dalam sistem DAS semakin terarah, melalui penerapan teknikteknik budidaya tanaman pertanian,

perkebunan, padang rumput, peternakan, atau kehutanan. Selain itu potensi sumberdaya alam

yang terkandung di sistem DAS dimanfaatkan dengan mengarah pada pengaturan ketersediaan

dan peningkatan nilai tambah sumberdaya alam yang ada, misalnya dalam bentuk pembangunan

waduk atau bendungan untuk mengatur air irigasi, menghasilkan tenaga listrik, sarana rekreasi,

usaha perikanan dan lain-lain kegiatan.

Pengkajian dan studi mengenai pengembangan DAS dan pemanfaatan sumberdaya air sebaiknya

ditinjau dari kerangka umum pengembangan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai satuan

hidrologi. Untuk itu dalam pelaksanaannya harus memperhatikan faktor-faktor bio-fisik DAS

yang mempengaruhi proses hidrologi, selain faktor curah hujan sebagai masukan utama dalam

proses hidrologi pada suatu DAS. Proses dan tata alir pengelolaan sumberdaya alam dengan

pendekatan ekosistem DAS disajikan pada diatas.

Dari uraian tersebut di atas dapat dikembangkan berbagai solusi pemecahan masalah yang

berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam dengan konsep pendekatan ekosistem DAS.

Alternatif pemecahan masalah dengan pendekatan ekosistem DAS.

No Masalah Alternatif Solusi Kegiatan Pengelolaan DASsebagai Komplemen Solusi

1 Kebutuhan Penyediaan Suplai Air

Pembuatan waduk dan pengangkutan air

Minimasi sedimen yang masuk ke waduk

Pengambilan air Pengembangan daerah tampungan air

Manipulasi vegetasi, pengurangan

Konversi tanaman berakardalam ke akar serabut,

Page 49: Selly Pengelolaan Das

evapotranspirasi tanaman berdaun jarum ketanaman berdaun lebar

Pengembangan air tanah Pengelolaan peningkatan laju infiltrasi dan pengisian air tanah

2 Bahaya Banjir Pembuatan waduk dan pengangkutan air

Minimasi sedimen yang masuk ke waduk

Pemeliharaan saluran Mengurangi sedimen di saluran

Pengelolaan daerah banjir Zoning pemanfaatan lahan banjir

Penghijuan/reboisasi Penghutanan kembali

3 Degradasi DAS(Erosi dan sedimentasi)

Pengendalian erosi Pemeliharaan bangunan pengendali erosi

Pembuatan terras Penanaman tanaman penguat teras, dan kelembagaan

Penghijauan Penghutanan kembali

4 Pencemaran sumber air minum

Pengembangan pengambilan air melalui air tanah

Melindungi air tanah dari pencemaran

Memberikan perlakuan/treatment pada suplai air

Melindungi DAS daripencemaran

5 Pencemaran airsungai

Mempertahankan penutupan lahan oleh vegetasi di DAS

Pengembangan tanamansepanjang sepadan sungai

Perlakuan pada air buangan Penggunaan cara alami dalam perlakuan air buangan

Menerapkan konsep produksi bersih pada setiap industri

Optimalisasi proses pengolahan air buangan secara terpadu

Minimalisasi penggunaan sumberdaya

6 Keterbatasan pangan Pengembanganagroforestry

Pengembangan tanaman yang sesuai dengan tanah dan iklim

Peningkatan usahatani Pemanfaatan lahan miring dengan teknik konservasi

Peningkatan produksi

ternak

Pengembangan rumput ma-kanan ternak

Page 50: Selly Pengelolaan Das

Pengadaan pangan dariluar DAS

Pengembangan produk ung-gulan untuk di jual ke luar.

Drainase lahan basah Pengelolaan drainase untuk usahatani

7 Keterbatasan Energi Pengembangan kayu baker Pengembangan tanaman tahan pangkas.

Pengembangan SistemAgroforestry

Agroforetry yang mengurangi erosi dan sumber kayu bakar.

Hidro elektrik (PLTA) Pengendalian sedimentasi dan pemeliharaan waduk.

Tags: Sumber Daya Alam

ttp://davidmalanguna.blogspot.com/2009/10/pengelolaan-das-daerah-aliran-sungai.html

Page 51: Selly Pengelolaan Das
Page 52: Selly Pengelolaan Das

Tabel 2 memperlihatkan bahwa untuk menentukan keberhasilan pengelolaan DAS pada tahap perencanaan mencakup wilayah hulu dan hilir DAS dan tetap mempertimbangkan ekosistem DAS sebagai unit perncanaan; telah mempertimbangkan batas ekosistem dan batas administrasi dan telah menyelaraskan kepentingan-kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial dalam menyusun rencana pengelolaan DAS. Dengan cara yang sama, keberhasilan pengelolaan DAS dapat ditentukan oleh kriteria-kriteria kelembagaan teknologi, dan pendanaan serta indikator dari masing-masing kriteria.

Ditetapkan di : JAKARTA           Pada tanggal   : 23 Pebruari 2001

 MENTERI KEHUTANAN,        ttd.                    

Dr.Ir. NUR MAHMUDI ISMA�IL, MSc.

Salinan sesuai dengan aslinyaKepala Biro Hukum dan Organisasi ,                     ttd.   H. NURMAN TASMAN, SH, MH             NIP. 080016761