Top Banner
SEJARAH TERBENTUKNYA MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA SEBAGAI PENGAWAL KONSTITUSI OLEH AGUNG NADHI NURCAHYANTO, SH. MH. 1
36

Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

Aug 12, 2015

Download

Law

Riberly
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

SEJARAH TERBENTUKNYA MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA

SEBAGAI PENGAWAL KONSTITUSI

OLEH

AGUNG NADHI NURCAHYANTO, SH. MH.

1

Page 2: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan

Gagasan mengenai pelembagaan/ institusionalisasi sebuah lembaga peradilan tata

negara (constitutional court), tidak lepas dari upaya serius untuk memberikan

perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara, yang acapkali terancam

oleh kesewenang-wenangan pemerintah berkuasa. Upaya inilah yang selanjutnya

melahirkan konsepsi “constitutional review” atau pengujian konstitusional. Konsepsi

ini lahir sebagai buah perkembangan pemikiran dari gagasan tentang negara hukum –

dalam pengertian rule of law–, prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power), dan

upaya perlindungan serta pemajuan hak asasi manusia. Kolaborasi ketiga Ide dasar

kemudian dikembangkan dalam sebuah konsep constitutional review, sebagai jawaban

atas kebutuhan adanya suatu pemerintahan modern yang demokratis. Terdapat

sedikitnya dua tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari pengembangan model

constitutional review. Pertama, adalah untuk menjamin adanya sebuah perimbangan

atau hubungan yang sinergis yang menjadi refleksi dari berjalannya system demokrasi

antara tiga cabang kekuasaan yang ada, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Mekanisme

ini dimaksudkan agar ketiga cabang kekuasaan yang ada tidak berjalan secara timpang,

atau ada dominasi oleh satu cabang kekusaan yang satu terhadap cabang kekuasaan

yang lain, semisal praktek-praktek executive heavy atau legislative heavy yang kerap

melanda Indonesia. Kedua, adalah sebagai sebuah upaya untuk melindungi hak-hak

konstitusional warga negara, yang telah dijamin konstitusionalitasnya oleh konstitusi

(UUD), dari perilaku absolute pemegang kekuasaan, yang dapat berakibat pada

dikebirinya/dilanggarnya hak-hak fundamental warga negara.1

Ide constitutional review pada kelanjutannya tumbuh dengan massif seiring

dengan menguatnya semangat penegakkan konstitusi sebagai grondnorm/higest norm

atau hukum dasar tertinggi, yang artinya segala peraturan perundang-undangan yang

berada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan apa yang sudah diatur dalam

konstitusi, semua norma hukum negara haruslah konsonan dengan norma-norma

1 www.Gogele.com-gagasan pembentukan mk.htm

2

Page 3: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

konstitusi. Konstitusi menjadi perwujudan dari konsepsi negara hukum baik rechtsstaat

maupun the rule of law, dimana negara tidak hanya berdasarkan pada kekuasaan semata

(absolutisme/machtstaat), tetapi didasarkan atas hukum, yang diejawantahkan sekaligus

disimbolkan dalam suatu konstitusi, sebagai bentuk kontrak sosial warga negara dengan

negara. Konstitusi merupakan bentuk pelimpahan kedaulatan rakyat (the sovereignty of

the people) kepada negara, melalui konstitusilah rakyat merelakan pemberian sebagian

hak-haknya kepada negara. Oleh karena itu, konstitusi harus senantiasa dikawal dan

dijaga, sebab semua bentuk penyimpangan kekuasaan, baik oleh pemegang kekuasaan

maupun aturan hukum di bawah konstitusi terhadap konstitusi, merupakan wujud

pengingkaran terhadap kedaulatan rakyat. 2

Pascameletusnya Revolusi Perancis, yang melahirkan gagasan pemisahan

kekuasaan negara secara ketat (strict separation of governmental power), sebagaimana

dicetuskan oleh Montesquieu 1748, pemisahan secara absolut ini merupakan

manifestasi perlawanan terhadap tradisi absolutisme. Berakar dari gagasan pemisahan

kuasa inilah kemudian berkembang ide yang dikenal dengan judicial review, doktrin ini

mengajarkan bahwa hakim memiliki kewenangan untuk menilai dan menentukan

berlaku tidaknya suatu aturan hukum yang dianggap sesuai atau bertentangan dengan

aturan-aturan yang lebih tinggi. Meski Perancis pada waktu itu menolak pandangan ini,

karena berpegang teguh pada supremasi parlemen, sebagai lembaga perwakilan rakyat,

setidaknya ide tentang mekanisme judicial review telah terlontar semenjak pecahnya

Revolusi Perancis. 3

Upaya penegakkan konstitusi dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara

menjadi karakteristik dari cita-cita tentang negara hukum, meskipun karakteristik ini

kemudian diaplikasikan dalam bentuk yang berbeda, namun esensi keduanya tetaplah

sama. Konsep rechtsstaat mengehendaki perlindungan hak-hak konstitusional warga

negara melalui mekanisme paradilan adiministrasi, yang artinya warga negara dapat

mengajukan gugatan administrasi terhadap tindakan pemegang kekuasaan atau aturan

yang dianggap melanggar hak-hak konstitusionalnya, pada sebuah lembaga peradilan

administrasi, sedangkan konsep the rule of law menitikberatkan pada metode judicial,

atau melalui mekanisme judicial review. Karena tulisan ini akan mencoba untuk

melakukan penelusuran terhadap pelembagaan pengadilan tata negara (constitutional

2 Ibid3 Ibid

3

Page 4: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

court), maka tulisan ini selanjutnya akan lebih banyak mengelupas term judicial review,

dan mengenai upaya administrasi akan dikupas pada bagian tulisan yang lain.4

Doktrin judicial review menyeruak kembali dan dipertegas oleh Mahkamah

Agung Amerika Serikat (The Supreme Court United States of America) ketika memutus

perkara Marbury versus Madison tahun 1803. Dalam putusannya John Marshall sebagai

Ketua Mahkamah Agung (chief justice) menyatakan bahwa Judiciary Act 1789 yang

dijadikan dasar gugatan William Marbury terhadap James Madison adalah bertentangan

dengan Article III Section 2 Konstitusi Amerika Serikat, sehingga dalam memeriksa

perkara tersebut Mahkamah Agung menggunakan pintu kewenangan yang ditafsirkan

dari konstitusi, bukan melalui Judiciary Act 1789. Peristiwa monumental yang tidak

pernah terjadi dalam dunia peradilan sebelumnya inilah yang kemudian

melatarbelakangi lahirnya gelar sebagai lembaga pengawal konstitusi (the guardian of

constitution), yang melekat pada Mahkamah Agung. Konstitusi menjadi “the supreme

law of the land,” oleh karenanya segala peraturan perundang-undangan yang berada di

bawahnya harus tunduk dan konsonan terhadapnya, apabila terjadi pertentangan, maka

aturan yang lebih rendah dinyatakan tidaklah berlaku mengikat. Jadi, di sini

Mahkamah Agung berfungsi sebagai negative legislature, dan hakim-hakimnya

berkedudukan sebagai judge made law, karena mereka berwenang menemukan dan

menginterpretasikan suatu aturan hukum dengan sandaran konstitusi.5

Jika di Amerika Serikat yang menganut system hukum anglo saxon fungsi

sebagai the guardian and the interpreter of constitution melekat pada Mahkamah

Agung, maka lain lagi yang berlaku di Austria yang menganut system hukum Eropa

Kontinental. Austria yang menganut model Kelsenian (the Kelsenian model) 1920,

mempunyai sebuah institusi peradilan tersendiri di luar Mahkamah Agung, yang

melaksanakan fungsi constitutional review. Institusi ini disebut sebagai Mahkamah

Konstitusi (Constitutional Court/Verfassungsgerichtshoft). Usulan pembentukan

Mahmkamah Konstitusi disampaikan ketika Kelsen diangkat sebagai anggota lembaga

pembaharau Konstitusi Austria (Chancelery), pada tahun 1919-1920. Mahkamah

Konstitusi Austria menjadi Mahkamah Konstitusi pertama di dunia. Model pemisahan

ini terkait dengan hubungan antara prinsip supremasi konstitusi (the principle of the

supremacy of the constitution) dan prinsip supremasi parlemen (the principle of the

4 Ibid5 Ibid

4

Page 5: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

supremacy of the parliament). Terhadap konsepsi ini Hans Kelsen mengatakan:

“Penerapan peraturan-peraturan konstitusi mengenai pembuatan undang-undang

hanya dapat dijamin secara efektif jika suatu organ selain organ legislative diberi

mandat untuk menguji apakah suatu undang-undang (hukum) sesuai atau tidak dengan

konstitusi, dan untuk membatalkannya jika –menurut pendapat organ ini– hukum

tersebut “tidak konstitusional.” Mungkin ada organ khusus yang dibentuk untuk tujuan

ini, misalnya, pengadilan khusus yang disebut “pengadilan konstitusi;” atau

pengawasan “kekonstitusionalitasan” suatu undang-undang yang disebut judicial

review, dapat dilakukan oleh pengadilan-pengadilan biasa, dan terutama oleh

pengadilan tertinggi (Mahkamah Agung).6

Model pembagian dua lembaga (Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi)

yang dikemukakan Hans Kelsen ini, kemudian banyak ditiru oleh negara-negara di

dunia, termasuk Indonesia, dengan maksud untuk memaksimalkan fungsi dari

mekanisme constitutional review dan judicial review. Walaupaun begitu, sampai saat

ini, baru sekitar 78 negara yang memiliki organ Mahkamah Konstitusi, karena

kemunculan organ ini merupakan sebuah fenomena baru dalam dunia ketatanegaraan.

Yang menarik dicermati, kemunculan organ Mahkamah Konstitusi yang terlepas dari

lembaga Mahkamah Agung, umumnya terjadi pada negara-negara yang mengalami

perubahan dari otoritarian menjadi negara demokrasi konstitusional.7

Sebagai gambaran, Mahkamah Konstitusi sebenarnya telah hampir dibentuk oleh

para founding fathers kita di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (BPUPKI). Pada rapat-rapat BPUPKI yang mempersiapkan UUD Indonesia,

sempat pula diperdebatkan perlu tidaknya pembentukan pengadilan spesial di luar

Mahkamah Agung.8

Dalam salah satu rapat BPUPKI, Prof. M. Yamin pernah menggagas lembaga

yang berwenang menyelesaikan sengketa yang timbul di bidang pelaksanaan konstitusi,

lazim disebut constitutioneele geschil atau constitutional disputes. Gagasan Prof.

Yamin berawal dari pemikiran perlunya diberlakukan suatu materieele toetsengrecht

(uji materil) terhadap UU.9

6 Ibid7 Ibid8 www.Hukumonline.com9 Ibid

5

Page 6: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

Namun, gagasan itu disanggah oleh anggota BPUPKI yang lain Prof. Soepomo.

Dalam rapat besar BPUPKI pada 15 Juli 1945 ia mengatakan bahwa pembentukan

sebuah pengadilan spesial yang khusus menangani konstitusi belumlah diperlukan.

Alasannya, menurut Prof. Soepomo, Indonesia belum memiliki banyak ahli yang dapat

mengisi jabatan itu.10

Untuk mengetahui apa dan bagaimana argumen Prof. Soepomo menanggapi

gagasan dibentuknya pengadilan spesial yang diusulkan Prof. Yamin, berikut kami

kutipkan pernyataan selengkapnya sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Laica

Marzuki:"Kecuali itu Paduka Tuan Ketua. Kita dengan terus terang akan mengatakan,

bahwa para akhli hukum Indonesia pun sama sekali tidak mempunyai pengalaman

dalam hal ini, dan tuan Yamin harus mengingat pula bahwa di Austria, di Ceko

Slowakia, dan Jerman waktu Weimar bukan Mahkamah Agung, akan tetapi pengadilan

spesial, Constitutioneel Hof, yang melulu mengerjakan konstitusi. Kita harus

mengetahui, bahwa tenaga kita belum begitu banyak, dan bahwa kita harus menambah

tenaga-tenaga, ahli-ahli tentang hal itu. Jadi buat negara yang muda, saya kira belum

waktunya mengerjakan persoalan itu".11

Menurut Pendapat Laica, pernyataan dari Prof. Soepomo ditafsirkan sebagai

penangguhan pembentukan pengadilan konstitusi, dan bukan penolakan. Demikian

disampaikan Laica dalam buku "Merambah Pembentukan Mahkamah Konstitusi di

Indonesia" yang diterbitkan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN).12

Argumen dari Prof. Soepomo tersebut tampaknya mengakhiri perdebatan

mengenai pembentukan pengadilan konstitusi. Sejarah mencatat bahwa tanggal 15 Juli

1945 merupakan sidang terakhir yang diselenggarakan BPUPKI. Hasil sembilan hari

sidang BPUPKI kemudian disahkan sebagai UUD Sementara (UUDS) oleh Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945.13

Bagaimanapun, mengingat luasnya wawasan dan tingginya intelektualitas Prof.

Yamin, yang disebut Laica sebagai the great lawyer, gagasan pembentukan pengadilan

spesial tentu tidak ia lontarkan secara spontan. Malah, dilihat dari risalah persidangan

10 Ibid11 Ibid12 Ibid13 Ibid

6

Page 7: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

BPUPKI, menurut sejarawan Taufik Abdullah, Prof. Yamin memperlihatkan dirinya

sebagai orang yang paling siap tampil sebagai salah seorang perancang UUD.14

Menurut Taufik Abdullah di dalam buku "1000 Tahun Nusantara", Prof. Yamin

merupakan seorang ahli hukum yang mempelajari perbandingan konstitusi dan

sejarawan yang romantik visioner. Sementara, Prof. Soepomo oleh Taufik disebut

sebagai "arsitek" rancangan UUD.15

Sejarah juga mencatat bahwa gagasan Prof. Yamin soal pengadilan spesial di

Indonesia merupakan sebagian dari ide-idenya yang kandas lantaran dirinya tidak

masuk menjadi anggota panitia khusus BPUPKI yang merancang UUD. Masih menurut

Taufik, ide-ide Prof. Soepomo yang anggota panitia perancang UUD, soal MPR, DPR,

DPA, dan negara kesatuan telah diusulkan Prof. Yamin sebelumnya.16

Mengenai luasnya penguasaan para founding fathers tentang konstitusi dikuatkan

oleh pendapat Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Jimly

Asshiddiqie. Menurut Jimly, para anggota BPUPKI lebih hebat dibandingkan dengan

para penyusun konstitusi sekarang. "Karena mereka rata-rata vested intelektual

kelompok yang mempunyai konstitusi negara lain di mejanya," kata Jimly dalam

"Merambah Pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia".17

Selain itu, ada usah keras para founding fathers untuk meramu konstitusi negara-

negara lain itu secara baik, sehingga UUD kita kental dengan pengaruh Eropa Timur,

Amerika, Perancis, dan RRC. Jimly mencontohkan, sistem presidensil diambil dari

Amerika, yang aslinya ada kepala negara dan ada kepala pemerintahan. Sedangkan,

MPR diambil dari RRC.18

Mahkamah Konstitusi merupakan sesuatu fenomena baru, bukan saja bagi

Indonesia, namun juga bagi dunia ketatanegaraan di banyak negara. Dari seluruh negara

di dunia, Mahkamah Konstitusi hanya dikenal di 45 negara.19

Dari ke-45 negara tersebut, rata-rata memang pernah mengalami krisis

konstitusional dan berubah dari otoritaan menjadi demokrasi. Dalam proses perubahan

14 Ibid15 Ibid16 Ibid17 Ibid18 Ibid19 Ibid

7

Page 8: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

itulah Mahkamah Konstitusi dibentuk. Jimly mencatat, hanya Filipina lah negara yang

baru berubah menjadi negara demokrasi namun tidak memiliki Mahkamah Konstitusi.20

Beberapa dari ke-45 negara tersebut dapat disebutkan di sini antara lain Afrika

Selatan, Equador, Indonesia, Venezuela, Lithuania, Korea Selatan, Mesir, Croatia,

Czech, Jerman, Italia, Thailand, Austria, dan juga Spanyol. Khusus untuk Jerman,

Italia, Austria dan Spanyol merupakan pengecualian sebagaimana disebut sebelumnya,

yakni dibentuknya Mahkamah Konstitusi di masing-masing negara tersebut tidak

terkait dengan krisis konstitusional.21

Ke-45 negara tersebut tidak sepenuhnya mengenal satu istilah Mahkamah

Konstitusi atau Constitutional Court (Indonesia, Korsel, Lithuania) untuk lembaga yang

memiliki fungsi 'judicial review'. Istilah lain untuk Mahkamah Konstitusi atau lembaga

yang agak mirip pengertiannya antara lain Counsel Constitutionel (Perancis), Privy

Council (Inggris), dan Dewan Konstitusi atau Constitutional Council (Alzajair) yang

merupakan pengaruh dari model Counsel Constitutionel-nya Perancis.22

Ketentuan dalam ayat selanjutnya memberikan larangan kepada para hakim

konstitusi untuk terlibat atau melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis atau

menjadi anggota dan apalagi pengurus partai politik tertentu. Ayat berikutnya mengatur

bahwa hakim konstitusi hanya dapat diberhentikan karena alasan yang bersifat hukum,

yaitu karena 'impeachment' atau karena dikenakan pidana penjara atau hukuman yang

lebih berat dari pidana penjara.23

Lain di Korea Selatan lain pula di Afrika Selatan. Mahkamah Konstitusi dibentuk

pertama kali pada 1994 berdasarkan 'Interim Constitution' Tahun 1993. setelah

Konstitusi 1996 disahkan, Mahkamah Konstitusi tersebut terus bekerja yaitu mulai

persidangannya yang pertama pada Februari 1995. Anggotanya 11 orang, dengan masa

tugas 12 tahun dan tidak dapat diperpanjang lagi, dengan kemungkinan penggantian

karena pensiun yaitu ketika mencapai usia 70 tahun.24

Semua anggota Mahkamah bersifat independen, dengan tugas memegang teguh

atau menjalankan hukum dan konstitusi secara adil (impartial) dan tanpa rasa takut,

20 Ibid21 Ibid22 Ibid23 Ibid24 Ibid

8

Page 9: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

memihak, atau prasangka buruk. 'Modifikasi' berbagai model Mahkamah Konstitusi

terjadi bukan hanya karena adanya perbedaan istilah, namun juga disebabkan

keragaman sistem hukum yang dianut negara yang bersangkutan. Mahkamah Konstitusi

di lingkungan negara-negara yang menganut 'civil law', berlainan dengan konsep di

lingkungan 'common law' sepeti di Amerika Serikat.25

Titik berat dalam membedakan kedua sistem hukum ini, terkait dengan

Mahkamah Konstitusi, adalah pada upaya untuk tidak mencampur-adukan antara fungsi

Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung. Atau lebih khusus lagi, menyangkut

eksistensi peradilan tata usaha negara yang hanya dikenal dalam sistem 'civil law'

seperti di Indonesia.26

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan

disini adalah bagaimana sejarah terbentuknya Mahkamah Konstitusi di Indonesia

sebagai pengawal konstitusi?

BAB II

PEMBAHASAN

Sejarah terbentukya Mahkamah Konstitusi di Indonesia sebagai pengawal

konstitusi

25 Ibid26 Ibid

9

Page 10: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

Konstitusi sebenarnya membawa pesan tentang bagaimana kekuasaan pemerintah

distrukturkan. Isi dari konstitusi memang berbeda-beda antar negara, namun pada

intinya sering memuat empat fungsi sebagai berikut. Pertama, konstitusi memberikan

rancangan bagi terbentuknya struktur pemerintahan. Kedua, konstitusi memberikan

kekuasaan bagi unit-unit pemerintahan. Ketiga, konstitusi menyatakan konsensus

tentang tujuan apa yang akan dicapai oleh suatu pemerintahan. Asumsi dasarnya adalah

bahwa tidak ada masyarakat yang tidak majemuk, baik secara kultural, profesi maupun

etnik. Mengingat hukum berisi kemajemukan semacam ini, kepentingan yang sangat

beragam selalu hadir dalam masyarakat. Kehadiran konstitusi dalam konteks

kemajemukan semacam ini dapat juga disebutkan sebagai refleks adanya konsensus

tersebut. Keempat, konstitusi menciptakan suatu pemerintahan yang stabil untuk

perubahan pemerintah. Biasanya ada 2 (dua) rumusan dasar yang implisit terkandung di

dalam konstitusi yaitu formula untuk mewujudkan “stabilitas” dan formula untuk

mengizinkan adanya perubahan.27

Konstitusi merupakan buatan manusia dan dirumuskan oleh pemimpin-pemimpin

negara dan para sarjana serta praktisi politik untuk dipatuhi rakyat. Ini merupakan

fenomena sosial dan mencerminkan adanya nilai-nilai,ide-ide, kepentingan-kepentingan

golongan, dan juga kepentingan perumusnya. Suatu konstitusi dengan demikian

dipahami sebagai produk dari suatu proses politik yang seharusnya secara demokratis

menampung dan menyalurkan aspirasi-aspirasi politik yang utama, yang sebenarnya

mencerminkan pandangan rakyat tentang tata norma etis sosial, ketertiban umum,

keadilan, tata nilai sosial, dan budaya, peranan serta hubungan antar lembaga-lembaga

sosial.28

Catatan historis timbulnya negara konstitusional, sebenarnya merupakan proses

sejarah yang panjang dan selalu menarik untuk dikaji. Konstitusi sebagai suatu

kerangka kehidupan politik yang telah disusun melalui dan oleh hukum, yaitu sejak

zaman sejarah yunani, dimana mereka telah mengenal beberapa kumpulan hukum

(semacam kitab hukum). Pada masa kejayaannya (antara tahun 624-404S.M.) Athena

pernah mempunyai tidak kurang dari 11 konstitusi. Koleksi Aristoteles sendiri berhasil

terkumpul sebanyak 158 buah konstitusi dari berbagai negara.29

27 Adi Sulistiyono, Kekuasaan Negara hukum dan paradigma nasional, Sebelas Maret University Perss, Surakarta, 2005, Hal 1628 Ibid, Hal 1729 Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008, Hal 2

10

Page 11: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

Pemahaman awal tentang “konstitusi” pada masa itu, hanyalah merupakan suatu

kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan semata-mata. Kemudian pada masa

kekaisaran Roma, pengertian constitutionnes memperoleh tambahan arti sebagai suatu

kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para kaisar atau para preator.

Termasuk didalamnya pernyatan-pernyataan pendapat dari para ahli hukum/negarawan,

serta adat kebiasaan setempat, disamping undang-undang. Konstitusi Roma mempunyai

pengaruh cukup besar sampai abad pertengahan. Dimana konsep tentang kekuasaan

tertinggi (ultimate power) dari para Kaisar Roma, telah menjelma dalam bentuk L’Etat

General di Perancis, bahkan kegandrungan orang Romawi akan ordo et unitas telah

memberikan inspirasi bagi tumbuhnya paham: “Demokrasi perwakilan” dan

“Nasionalisme”. Dua paham inilah merupakan cita bakal munculnya paham

konstitusionalisme modern.30

Konstitusi sebagai Undang-Undang Dasar dan hukum dasar yang mempunyai arti

penting atau sering disebut dengan “Konstitusi Modern”, baru muncul bersamaan

dengan semakin berkmbangnya “sistem demokrasi perwakilan dan konsep

nasionalisme”. Demokrasi Perwakilan muncul sebagai pemenuhan kebutuhan rakyat

akan kehadiran lembaga legislatif. Lembaga ini diharapkan dapat membuat undang-

undang mengurangi serta membatasi dominasi hak-hak raja. Alasan inilah yang

mndudukan konstitusi (yang tertulis) itu sebagai hukum dasar yang lebih tinggi

daripada raja, sekaligus terkandung maksud memperkokoh Lembaga Perwakilan

Rakyat.31

Menurut Sri Soemantri dalam disertasinya, tidak ada satu negarapun di dunia

yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Negara dan konstitusi

merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.32

Konstitusi menjadi perwujudan dari konsepsi negara hukum baik rechtsstaat

maupun the rule of law, dimana negara tidak hanya berdasarkan pada kekuasaan semata

(absolutisme/machtstaat), tetapi didasarkan atas hukum, yang diejawantahkan sekaligus

disimbolkan dalam suatu konstitusi, sebagai bentuk kontrak sosial warga negara dengan

negara. Konstitusi merupakan bentuk pelimpahan kedaulatan rakyat (the sovereignty of

the people) kepada negara, melalui konstitusilah rakyat merelakan pemberian sebagian

hak-haknya kepada negara. Oleh karena itu, konstitusi harus senantiasa dikawal dan

30 Ibid, Hal 331 Ibid, Hal 532 Sri Soemantri M., Susunan Ketatangaraan Menurut UUD 1945 dalam ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1993, Hal 1-2

11

Page 12: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

dijaga, sebab semua bentuk penyimpangan kekuasaan, baik oleh pemegang kekuasaan

maupun aturan hukum di bawah konstitusi terhadap konstitusi, merupakan wujud

pengingkaran terhadap kedaulatan rakyat. 33

Gagasan mengenai pelembagaan/ institusionalisasi sebuah lembaga peradilan tata

negara (constitutional court), tidak lepas dari upaya serius untuk memberikan

perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara, yang acapkali terancam

oleh kesewenang-wenangan pemerintah berkuasa. Upaya inilah yang selanjutnya

melahirkan konsepsi “constitutional review” atau pengujian konstitusional. Konsepsi

ini lahir sebagai buah perkembangan pemikiran dari gagasan tentang negara hukum –

dalam pengertian rule of law–, prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power), dan

upaya perlindungan serta pemajuan hak asasi manusia. Kolaborasi ketiga Ide dasar

kemudian dikembangkan dalam sebuah konsep constitutional review, sebagai jawaban

atas kebutuhan adanya suatu pemerintahan modern yang demokratis.34

Terdapat sedikitnya dua tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari pengembangan

model constitutional review. Pertama, adalah untuk menjamin adanya sebuah

perimbangan atau hubungan yang sinergis yang menjadi refleksi dari berjalannya

system demokrasi antara tiga cabang kekuasaan yang ada, eksekutif, legislatif, dan

yudikatif. Mekanisme ini dimaksudkan agar ketiga cabang kekuasaan yang ada tidak

berjalan secara timpang, atau ada dominasi oleh satu cabang kekusaan yang satu

terhadap cabang kekuasaan yang lain, semisal praktek-praktek executive heavy atau

legislative heavy yang kerap melanda Indonesia. Kedua, adalah sebagai sebuah upaya

untuk melindungi hak-hak konstitusional warga negara, yang telah dijamin

konstitusionalitasnya oleh konstitusi (UUD), dari perilaku absolute pemegang

kekuasaan, yang dapat berakibat pada dikebirinya/dilanggarnya hak-hak fundamental

warga negara.35

Upaya penegakkan konstitusi dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara

menjadi karakteristik dari cita-cita tentang negara hukum, meskipun karakteristik ini

kemudian diaplikasikan dalam bentuk yang berbeda, namun esensi keduanya tetaplah

sama. Konsep rechtsstaat mengehendaki perlindungan hak-hak konstitusional warga

negara melalui mekanisme paradilan adiministrasi, yang artinya warga negara dapat

mengajukan gugatan administrasi terhadap tindakan pemegang kekuasaan atau aturan

33 www.Gogele.com-gagasan pembentukan mk.htm34 Ibid35 Ibid

12

Page 13: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

yang dianggap melanggar hak-hak konstitusionalnya, pada sebuah lembaga peradilan

administrasi, sedangkan konsep the rule of law menitikberatkan pada metode judicial,

atau melalui mekanisme judicial review.36

Mahkamah Konstitusi, berikut tugas dan wewenangnya, pertama kali

diperkenalkan pada Perubahan Ketiga UUD 45. Pasal III Aturan Peralihan Perubahan

Keempat UUD 45 seperti dikutip di awal tulisan, yang disahkan pada Sidang Tahunan

MPR 9 November 2001. Sebetulnya, pasal ini hadir sebagai jalan keluar untuk mengisi

kekosongan hukum sementara Mahkamah Konstitusi belum terbentuk. 37

Keadaan saat itu, Indonesia benar-benar berada di tengah krisis konstitusi yang

parah. Khususnya pasca impeachment Abdurahman Wahid dari kursi presiden pada

Sidang Istimewa MPR akhir 2001. Mungkin tak perlu ulasan panjang lebar mengenai

sengketa (penafsiran) isi konstitusi antara Presiden Wahid di satu sisi, dan parlemen

(MPR/DPR) di sisi yang lain yang berujung pada impeachment. 38

Sejumlah pakar yang menjadi staf ahli Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR

kemudian mengatakan bahwa perlu ada masa peralihan sementara Mahkamah

Konstitusi belum terbentuk. Terdapat dua pemikiran yang berkembang saat itu yaitu

mereka yang menginginkan pelaksana sementara kewenangan Mahkamah Konstitusi

dipegang oleh Mahkamah Agung (MA), sedang yang lain menghendaki oleh MPR. Hal

demikian wajar saja mengingat kewenangan Mahkamah Konstitusi yang sangat luas

dan strategis.39

Sesuai Pasal 24C UUD 45, Mahkamah Konstitusi memiliki lima kewenangan

yaitu menguji undang-undang terhadap UUD (judicial review/materieele

toetsengrecht), memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh UUD, memutus pembubaran parpol, memutus sengketa hasil pemilu,

dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh

presiden/wakil presiden. Akhirnya, pada Sidang Tahunan MPR 10 Agustus 2002

disahkan Amandemen Keempat UUD 1945 yang dalam Pasal III Aturan Peralihan

diatur bahwa Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus

2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh MA.40

36 Ibid37 Ibid38 Ibid39 Ibid40 Ibid

13

Page 14: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

Kemudian, pada 16 Oktober 2002 Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan

menandatangani Peraturan MA (Perma) No.2 Tahun 2002 tentang Tata Cara

Penyelenggaraan Wewenang Mahkamah Konstitusi oleh Mahkamah Agung. Dalam

Perma tersebut, MA sudah mulai menyusun hukum acara Mahkamah Konstitusi.41

Di saat yang sama, DPR tengah menyusun RUU tentang Mahkamah Konstitusi

yang dimotori oleh Ketua Badan Legislasi DPR Zain Badjeber. Zain mengatakan

proses penyusunan RUU Mahkamah Konstitusi sudah mulai dirintis Baleg sejak

Perubahan Ketiga UUD 45 disahkan. Namun, ia mengakui penyusunan RUU sempat

terhenti menjelang dikeluarkannya Perma No.2/2002. RUU Mahkamah Konstitusi

kemudian diajukan ke pimpinan DPR pada 15 November 2002 sebagai usul inisiatif

Baleg. Pada tanggal 23 Januari 2003 rapat paripurna DPR menerima usul inisiatif ini

menjadi usul DPR. Namun, usul DPR ini terpendam di DPR sampai 13 Mei 2003 dan

kemudian baru dibentuk Pansus DPR. ternyata, meski sudah terbentuk pansus RUU-

nya sendiri belum dikirim ke pemerintah.42

Akhirnya, tanggal 18 Mei Presiden mengirim surat amanat presiden (Ampres)

menunjuk Menteri Kehakiman dan HAM dan Jaksa Agung untuk membahas RUU

Mahkamah Konstitusi bersama pansus. Hal yang menarik, menurut Zain, isi Ampres

tersebut tidak lazim. Pasalnya, di dalam surat itu presiden memberikan catatan panjang

lebar mengenai RUU yang akan dibahas.43

Kesembilan hakim konstitusi itu adalah Prof. Jimly Asshiddiqie, Achmad

Rustandi, I Dewa Gede Palguna, Prof. H.A.S. Natabaya, Prof. Muktie Fadjar, Dr.

Haryono, Prof. Laica Marzuki, Sudarsono, dan Muarar Siahaan. Tiga nama pertama

diusulkan DPR, tiga nama berikutnya diusulkan Presiden, dan tiga yang terakhir oleh

MA.44

Jimly Asshidiqie, dikenal sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas

Indonesia. Namun Jimly, yang diusulkan oleh banyak fraksi ini juga dikenal aktif di

41 Ibid42 Ibid43 Ibid44 Ibid

14

Page 15: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

The Habibie Center. Saat ini ia menjabat sebagai Chairman of The Affiliate Center.

Sejak dulu, Jimly memang dikenal dekat dengan mantan presiden RI itu. 45

Sedangkan Achmad Roestandi, purnawirawan Letjen ini merupakan anggota

Majelis Pakar Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Roestandi

pernah pula menjabat sebagai anggota MPR. Adapun I Dewa Gede Palguna merupakan

Wakil Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan di MPR dan diusulkan oleh Fraksi PDIP.

Sedangkan Achmad Roestandi, purnawirawan Letjen ini merupakan anggota Majelis

Pakar Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Roestandi pernah

pula menjabat sebagai anggota MPR. Adapun I Dewa Gede Palguna merupakan Wakil

Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan di MPR dan diusulkan oleh Fraksi PDIP.46

Mahkamah Konstitusi pada dasarnya juga adalah lembaga politik. Bahkan, kelak

jika terbentuk akan menjadi lembaga kekuasaan terbesar di negeri kita. Ia bisa

melakukan "pengadilan politik" dan menjatuhkan vonis atau sanksi terhadap lembaga-

lembaga politik yang ada, seperti terhadap lembaga legislatif (judicial review), lembaga

eksekutif (impeachment), partai politik (pembubaran partai politik), dan lembaga

pemilu (pembatasan hasil pemilu). Karena itu, ia berpeluang turut serta dalam arena

permainan kekuasaan, dan jika hal itu dilakukan, adanya ramalan orang bahwa MK

akan menjadi monster politik pasti akan terwujud.47

Pemikiran mengenai pentingnya suatu Mahkamah Konstitusi (MK) telah muncul

dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia sebelum merdeka. Pada saat pembahasan

rancangan UUD di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(BPUPKI), anggota BPUPKI Prof. Muhammad Yamin telah mengemukakan pendapat

bahwa Mahkamah Agung (MA) perlu diberi kewenangan untuk membanding Undang-

Undang. Namun ide ini ditolak oleh Prof. Soepomo berdasarkan dua alasan, pertama,

UUD yang sedang disusun pada saat itu (yang kemudian menjadi UUD 1945) tidak

menganut paham trias politika. Kedua, pada saat itu jumlah sarjana hukum kita belum

banyak dan belum memiliki pengalaman mengenai hal ini.48

45 Ibid46 Ibid47 www.KCM.com48 Paparan Mahkamah Konstitusi dalam sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

15

Page 16: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI) adalah salah satu kekuasaan

kehakiman di Indonesia. Sesuai dengan UUD 1945 (Perubahan Ketiga), kekuasaan

kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.49

Sejarah berdirinya MK diawali dengan Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam Pasal

24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B yang disahkan pada 9 November 2001. Setelah

disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945, maka dalam rangka menunggu

pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan Mahkamah Agung

menjalankan fungsi MK untuk sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan

Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.50

Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa

jabatan 3 tahun. Masa jabatan Ketua MK selama 3 tahun yang diatur dalam UU

24/2003 ini sedikit aneh, karena masa jabatan Hakim Konstitusi sendiri adalah 5 tahun,

sehingga berarti untuk masa jabatan kedua Ketua MK dalam satu masa jabatan Hakim

Konstitusi berakhir sebelum waktunya (hanya 2 tahun).51

Ketua MK yang pertama adalah Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.. Guru besar

hukum tata negara Universitas Indonesia kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat

internal antar anggota hakim Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Agustus 2003. Jimly

terpilih lagi sebagai ketua untuk masa bakti 2006-2009 pada 18 Agustus 2006 dan

disumpah pada 22 Agustus 2006. Pada 19 Agustus 2008, Hakim Konstitusi yang baru

diangkat melakukan voting tertutup untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua MK masa

bakti 2008-2011 dan menghasilkan Mohammad Mahfud MD sebagai ketua serta Abdul

Mukthie Fadjar sebagai wakil ketua.52

Pada saat pembahasan perubahan UUD 1945 dalam era reformasi, pendapat

mengenai pentingnya suatu MK muncul kembali. Perubahan UUD 1945 yang terjadi

dalam era reformasi telah menyebabkan MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga

tertinggi negara dan supremasi telah beralih dari supremasi MPR kepada supremasi

konstitusi.53 Karena perubahan yang mendasar ini maka perlu disediakan sebuah

mekanisme institusional dan konstitusional serta hadirnya lembaga negara yang

mengatasi kemungkinan sengketa antarlembaga negara yang kini telah menjadi

49 www.Wikipedia.com50 Ibid.51 Ibid52 Ibid53 Lihat Pasal 1 ayat (2) UUD 1945: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

16

Page 17: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

sederajat serta saling mengimbangi dan saling mengendalikan (checks and balances).

Seiring dengan itu muncul desakan agar tradisi pengujian peraturan perundang-

undangan perlu ditingkatkan tidak hanya terbatas pada peraturan di bawah undang-

undang (UU) melainkan juga atas UU terhadap UUD. Kewenangan melakukan

pengujian UU terhadap UUD itu diberikan kepada sebuah mahkamah tersendiri di luar

Mahkamah Agung (MA). Atas dasar pemikiran itu, adanya MK yang berdiri sendiri di

samping MA menjadi sebuah keniscayaan. 54

Dalam perkembangannya, ide pembentukan MK mendapat respon positif dan

menjadi salah satu materi perubahan UUD yang diputuskan oleh MPR. Setelah melalui

proses pembahasan yang mendalam, cermat, dan demokratis, akhirnya ide MK menjadi

kenyataan dengan disahkannya Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C UUD 1945 yang

menjadi bagian Perubahan Ketiga UUD 1945 pada ST MPR 2001 tanggal 9 November

2001. Dengan disahkannya dua pasal tersebut, maka Indonesia menjadi negara ke-78

yang membentuk MK dan menjadi negara pertama pada abad ke-21 yang membentuk

lembaga kekuasaan kehakiman tersebut.55

Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan:“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh

sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan

peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan

peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.

Pasal 24C UUD 1945 menyatakan:

(1)Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang

Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan

memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

(2)Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan

Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut

Undang-Undang Dasar.

(3)Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang

ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah

Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.

54 Jimly Asshiddigie, Op.Cit.55 Ibid.

17

Page 18: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.

(5)Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,

negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap

sebagai pejabat negara.

(6)Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan

lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.

Sesuai ketentuan UUD 1945 tersebut, MK mempunyai wewenang sebagai

berikut.56

a. Menguji undang-undang terhadap UUD;

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan oleh Undang-Undang Dasar;

c. Memutus pembubaran partai politik;

d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum;

e. Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah melakukan

pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau

pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Aturan Peralihan Pasal III UUD 1945 yang menjadi bagian dalam Perubahan

Keempat (tahun 2002), dinyatakan bahwa MK paling lambat sudah harus terbentuk

pada tanggal 17 Agustus 2003. Sebelum MK terbentuk, segala kewenangannya

dilakukan oleh MA. Terkait dengan ini, sejak disahkannya Perubahan Keempat UUD

1945 yang mengesahkan Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 (11 Agustus 2002),

sampai terbentuknya MK pada tanggal 13 Agustus 2003, MA telah menerima 14

perkara yang menjadi wewenang MK. Namun sampai berlangsungnya pengalihan

perkara dari MA ke MK pada tanggal 15 Oktober 2003, tidak ada satu pun perkara

yang masuk tersebut telah diputus oleh MA. 57

Sebagai tindak lanjut pengaturan mengenai MK di dalam UUD, pemerintah dan

DPR membahas pembentukan UU mengenai MK. UU ini selesai disusun dan disahkan

pada tanggal 13 Agustus 2003 menjadi UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

56 Ibid.57 Jimly Asshiddigie, Op.Cit.

18

Page 19: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

Tanggal 13 Agustus 2003 inilah yang disepakati oleh hakim konstitusi menjadi waktu

dibentuknya MK dan setiap tanggal 13 Agustus ditetapkan sebagai Hari Ulang Tahun

(HUT) MK.58

Sembilan hakim konstitusi yang pertama kali dalam sejarah Indonesia ditetapkan

pada tanggal 15 Agustus 2003 dengan Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003.

Pengucapan sumpah jabatan kesembilan hakim dilakukan di Istana Negara pada tanggal

16 Agustus 2003 disaksikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Sesuai ketentuan

UUD, tiga hakim konstitusi berasal dari usul DPR, tiga hakim konstitusi berasal dari

usul MA, dan tiga hakim konstitusi berasal dari usul Presiden. Konfigurasi sumber

rekrutmen hakim konstitusi dari tiga cabang kekuasaan negara tersebut mencerminkan

keseimbangan dan keterwakilan tiga cabang kekuasaan negara tersebut di dalam tubuh

MK sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman yang memperkuat sistem checks

and balances antarcabang kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).59

Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5 tahun, dan dapat dipilh kembali untuk

satu (1) kali masa jabatan berikutnya. Adapun Hakim Konstitusi periode 2003-2008

dan Hakim Konstitusi periode 2008-2013 adalah:

Hakim Konstitusi periode 2003-2008 adalah:60

1. Jimly Asshiddiqie

2. Mohammad Laica Marzuki

3. Abdul Mukthie Fadjar

4. Achmad Roestandi

5. H. A. S. Natabaya

6. Harjono

7. I Dewa Gede Palguna

8. Maruarar Siahaan

9. Soedarsono

Hakim Konstitusi periode 2008-2013 adalah:61

1. Jimly Asshiddiqie

2. Maria Farida Indrati 3. Maruarar Siahaan

58 Ibid59 Ibid60 www.Wikipedia.com

19

Page 20: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

4. Abdul Mukthie Fajar 5. Mohammad Mahfud MD 6. Muhammad Alim 7. Achmad Sodiki 8. Arsyad Sanusi 9. Akil Mochtar

Seiring dengan perubahan UUD 1945 yang menggantikan paham Supremasi

MPR dengan Supremasi Konstitusi, maka kedudukan tertinggi dalam negara Indonesia

tidak lagi lembaga MPR tetapi UUD 1945. Dalam temu ilmiah Mahkamah Konstitusi di

Universitas Sebelas Maret Surakarta tanggal 27 Oktober 2008 yang langsung

dijelaskan oleh Prof. Dr. Moh. Mahfud MD., S.H. beliau mengatakan bahwa saat ini

“MPR tidak boleh mengeluarkan TAPMPR lagi dalam Undang-Undang baru sehingga

lembaga tertinggi dan tinggi negara sudah tidak ada lagi dan DPA saat ini tidak ada lagi

berdasarkan hasil amandemen.62

Dengan demikian walaupun MK baru dibentuk pada era reformasi, namun

lembaga negara ini mempunyai kedudukan yang sederajat atau sama dengan lembaga

negara yang lain yang telah ada sebelumnya, seperti Presiden, DPR, dan MPR serta

MA. Dengan kedudukan MK yang sederajat atau sama dengan lembaga negara lain dan

adanya kesederajatan atau kesamaan kedudukan antar lembaga negara, maka

pelaksanaan tugas konstitusional MK menjadi jauh lebih mudah dan lancar dalam

memperkuat sistem checks and balances antarcabang kekuasaan negara.63

61 Ibid62 Bahan Temu Ilmiah Mahkamah Konstitusi dan Pembangunan Demokrasi Indonesia, Mahmud MD, UNS, 27 Oktober 200863 Jimly Asshiddigie, Op.Cit.

20

Page 21: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perjalanan pembentukan Mahkamah Konstitusi ini diawali pasca impeachment

Abdurahman Wahid dari kursi presiden pada Sidang Istimewa MPR akhir 2001

terutama mengenai sengketa (penafsiran) isi konstitusi antara Presiden Wahid di satu

sisi, dan parlemen (MPR/DPR) di sisi yang lain yang berujung pada impeachment.RUU

Mahkamah Konstitusi diselesaikan pada 6 Agustus setelah melalui masa pembahasan

yang cukup singkat. Sepekan kemudian, tepatnya 13 Agustus, Presiden

menandatangani UU No.24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pada 16 Agustus,

Presiden mengambil sumpah sembilan orang hakim konstitusi yang telah ditunjuk oleh

DPR, MA dan Presiden. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakahn bahwa Mahkamah

Konstitusi terbentuk pada tanggal 16 Agustus 2003 dengan pengambilan sumpah yang

dilakukan oleh Presiden kepada sembilan orang hakim konstitusi.

21

Page 22: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

Melihat kewenangan MK dalam Pasal 24C UUD 1945 adalah mengadili pada

tingkat pertama dan terakhir yang putusnnya bersifat final untuk (1) menguji UU

terhadap UUD; (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh UUD; (3) memutus pembubaran partai politik; dan (4)

memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Sedangkan kewajiban MK adalah

memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden

dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Pada dasarnya MK berdasarkan hasil

amandemen dibuat berdasarkan segala sesuatu yang tidak bisa disentuh. Contohnya

dalam hal ini yaitu UU bisa dibatalkan oleh MK. Dalam hal ini tampaklah jelas bahwa

adanya MK sebagai pengawal konstitusi, karena MK disini fungsinya bisa menguji UU,

artinya apa yang dulu tidak boleh dibatalkan saat ini bisa dibatalkan. Contohnya adalah

UU amroji hukuman mati dan UU kepailitan.

B. SARAN

1. Adanya suatu kepengurusan dari MK terdiri dari beberapa anggota parpol,

seharusnya dalam hal ini untuk pengangkatan anggota MK bisa diluar dari anggota

parpol ataupun dari kalangan praktisi pengadilan yang terpisah dari permainan

parpol,Untuk hal ini bisa dikatakan juga bahwa Mahkamah Konstitusi pada

dasarnya juga adalah lembaga politik. Bahkan, kelak jika terbentuk akan menjadi

lembaga kekuasaan terbesar di negeri kita. Ia bisa melakukan "pengadilan politik"

dan menjatuhkan vonis atau sanksi terhadap lembaga-lembaga politik yang ada,

seperti terhadap lembaga legislatif (judicial review), lembaga eksekutif

(impeachment), partai politik (pembubaran partai politik), dan lembaga pemilu

(pembatasan hasil pemilu). Karena itu, ia berpeluang turut serta dalam arena

permainan kekuasaan, dan jika hal itu dilakukan, adanya ramalan orang bahwa MK

akan menjadi monster politik pasti akan terwujud.

2. MK adalah sebagai pengawal dari konstitusi, sehingga untuk hakim MK dalam

menguji suatu pembuatan UU dapat melihat apakah UU tersebut dapat bermanfaat

dan apakah hanya menguntungkan satu pihak saja. Sehingga dalam hal ini harus

bisa bersifat netral dalam penolakan maupun penerimaan suatu produk UU. Kalau

hal ini tidak terbukti, seperti yang dikatakan oleh Stjipto Rahardjo dalam bukunya

22

Page 23: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

membedah hukum progresif64, menjalankan hukum di Indonesia kini terancam

kedangkalan berpikir, karena orang lebih banyak membaca huruf undang-undang

daripada berusaha menjangkau makna dan nilai yang lebih dalam.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adi Sulistiyono, Kekuasaan Negara hukum dan paradigma nasional, Sebelas Maret University Perss,

Surakarta, 2005.

Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, PT Rajagrafindo

Persada, Jakarta, 2008.

Mahmud MD , Mahkamah Konstitusi dan Pembangunan Demokrasi Indonesia, Mahkamah

Konstitusi Republik Indonesia, Surakarta, 2008.

Sri Soemantri M., Susunan Ketatangaraan Menurut UUD 1945 dalam ketatanegaraan

Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta, 1993.

INTERNET

64 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Kompas, Jakarta, 2008, hal 21

23

Page 24: Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi

www.Gogele.com-gagasanpembentukan mk.htm

www.Hukumonline.com

www.KCM.com

www.Gogele.com - Paparan Mahkamah Konstitusi dalam sistem Ketatanegaraan Republik

Indonesia oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.

www.Wikipedia.com

24