MODUL PERTEMUAN KE 6
Jurusan Teknik Sipil MODUL KE-7Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan
Universitas Mercu Buana
MODUL PERTEMUAN KE 7MATA KULIAH :
TEKNOLOGI BAHAN & KONSTRUKSI (4 sks)
MATERI KULIAH:
Sejarah Semen, Jenis Semen, Penyimpanan Semen.POKOK BAHASAN:
SEMEN1-1 SEJARAH SEMENBeton mulai ditinggalkan orang seiring
dengan mndurnya kerajaan Romawi. Baru sekitar tahun 1790, J.
Smeaton dari Inggris menemukan bahwa kapur yang mengandung lempung
dan dibakar akan mengeras didalam air. Nahan ini mirip dengan semen
yang dibuat oleh bangsa Romawi.
Penyelidikan lebih lanjut yang mengarah pada kepentingan
komersial dilakukan oleh J. Parker pada masa yang sama. Bahan
tersebut mulai digunakan sekitar awal abad ke 19 di Inggris dan
kemudian di Perancis. Karya konstruksi sipil pertama dikerjakan
pada tahun 1816 di Souillac, Perancis berupa jembatan yang dibuat
dengan beton tak bertulang. Nama semen portland (Portland Cement)
diusulkan oleh Joseph Aspdin pada tahun 1824 karena campuran air,
pasir, dan batu abatuan yang bersifat pozzolan dan berbentuk bubuk
ini pertama kali diolah di Pulau Portland, dekat pantai Dorset,
Inggris. Semen Portland pertama kali diproduksi di pabrik oleh
David Saylor di Coplay Pennsylvania, Amerika Serikat pada tahun
1875. sejak itu, semen portland berkembang dan terus dibuat sesuai
dengan kebutuhan.Indonesia telah pula memiliki banyak pabrik semen
portland modern dengan mutu internasional. Pabrik yang tersebar di
Sumatera, Jawa dan Sulawesi itu antara lain:
a) Pabrik semen Indarung yang memproduksi Semen Padang di
Padang, Sumatera Barat serta pabrik semen Baturaja yang memproduksi
semen Tiga Gajah, keduanya terletak di Sumatera.
b) Pabrik Semen gresik, Smen Cibinong, Semen Tiga Roda, dan
Semen Nusantara di Jawa.
c) Pabrik Semen Tonasa di Sulawesi.
1-2 JENIS SEMEN
Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan
campuran serta susunan yang berbeda beda. Semen dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu:
a) Semen non Hidrolik
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam
air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen
non-hidrolik adalah kapur.Kapur dihasilkan oleh proses kimia dan
mekanis di alam. Kapur telah digunakan selama berabad abad lamanya
sebagai bahan adukan dan plesteran untuk bangunan. Hal tersebut
terlihat pada piramida piramida di Mesir yang dibangun 4500 tahun
sebelum masehi. Kapur digunakan sebagai bahan pengikat selama zaman
Romawi dan Yunani. Orang orang Romawai menggunakan beton untuk
membangun Colloseum dan Parthenon, dengan cara mencampur kapur
dengan abu gunung yang mereka peroleh didekat Pozzuoli, Italia dan
mereka namakan Pozzolan.
Pondasi jlan pada zaman Romawai, termasuk jalan ia Appia,
merupakan tanah yang distabilkan dengan kapur. Kini kapur digunakan
dalam bidang pertanian, industri kimia, industri karet, industri
kayu, industri farmasi, industri baja, industri gula, dan industri
semen.Jenis kapur yang baik adalah kapur putih, yaitu yang
mengandung kalsium oksida yang tinggi ketika masih berbentuk kapur
tohor (belum berhubungan dengan air) dan akan mengandung banyak
kalsium hidroksida ketika telah berhubungan dengan air. Kapur
tersebut dihasilkan denga membakar batu kapur atau kalsium karbonat
bersama beserta bahan bahan pengotornya, yaitu magnesium, silikat,
besi, alkali, alumina, dan belerang. Proses pembakaran dilaksanakan
dalam tungku tanur tinggi yang berbentuk vertikal atau tungku putar
pada suhu (800 1200) 0C. Kalsium karbonat terurai menjadi kalsium
oksida dan karbon dioksida dengan reaksi kimia sebagai
berikut.CaCO3 ( CaO + CO2Kalsium oksida yang terbentuk disebut
kapur tohor, dan jika berhubungan dengan air akan menjadi kalsium
hidroksida serta panas. Reaksi kimianya adalah:
CaO + H2O ( Ca(OH)2 + panas
Proses ini dinamakan proses mematikan kapur (slaking) dan
hasilnya, yaitu kalsium hidroksida, sering disebut sebagai kapur
mati. Kecepatan berlangsungnya reaksi terutama bergantung pada
kemurnian kapur; makin tinggi kemurnian kapur yang bersangkutan
makin besar daya reaksinya terhadap air. Kapur mati dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok, yaitu 1). Dapat dimatikan dengan cepat, 2).
Dapat dimatikan dengan agak lambat, dan 3). Dapat dimatikan dengan
lambat.
Kapur mati didapatkan dengan menambahkan air secukupnya (sekitar
sepertiga dari berat kapur tohor). Dempul kapur diperoleh dengan
menambahkan air yang berlebihan pada kapur tohor. Pengikatan kapur
terjadi akibat kehilangan air akibat penyerapan oleh bata atau
akibat penguapan. Proses pengerasan berlangsung akibat reaksi
karbondioksida dari udara dengan kapur mati. Reaksinya adalah
sebagai berikut.Ca(OH)2 + CO2 ( CaCO3 + H2O
Dari reaksi kimia diatas terlihat bahwa akan terbentuk kembali
kristal kristal kalsium karbonat, yang mengikat massa heterogen itu
menjadi massa padat. Proses pengerasan ini berjalan lambat dan
dapat berlangsung bertahun tahun sebelum mencapai kekuatan yang
penuh. Agar dapat berlangsung , diperlukan aliran udara bebas untuk
persediaan karbondioksida yang dapat menembus bagian terdalam dari
adukan sehingga proses pengerasan dapat berlangsung menyeluruh.
Kapur putih ini cocok untuk menjernihkan plesteran langit
langit, untuk mengapur kamar kamar yang tidak penting dan garasi,
atau untuk membasmi kutu kutu dalam kandang. Jika digunakan sebagai
bahan tambah campuran beton, kapur putih akan menambah kekenyalan
dan memperbaiki sifat pengerjaan beton. Dengan menggunakan campuran
1:3, kapur putih dapat memperbaiki permukaan beton yang tidak
mengandung pori pori. Kapur putih merupakan komponen utama dan bata
yang terbuat dari pasir dan kapur. Kekuatan kapur sebagai bahan
pengikat hanya dapat mencapai sepertiga kekuatan semen portland.b)
Semen Hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras
di dalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik,
semen pozollan, semen terak, semen alam, semen portland, semen,
portland-pozollan, semen portland terak tanur tinggi, semen alumina
dan semen expansif. Contoh lainnya adalah semen portland putih,
semen warna, dan semen semen untuk keperluan khusus. Kapur Hidrolik
BahanSebagian besar (65-75) bahan kapur hidrolik terbuat dari batu
gamping, yaitu kalsium karbonat beserta bahan pengikutnya berupa
silika, alumina, magnesia dan oksida besi.
Cara PembuatanKapur hidrolik dibuat dengan cara membakar batu
kapur yang mengandung silika dan lempung sampai menjadi klinker dan
mengandung cukup kapur dan silikat untuk menghasilkan kapur
hidrolik. Klinker yang dihasilkan haruss mengandung cukup kapur
bebas sehingga massa klinker itu dapat menghasilkan kapur tohor
setelah berhubungan dengan air.
Bila kadar alumina dan silika dalam batu kapur bertambah, maka
panas yang terjadi berkurang dan pada suatu saat reaksi antara air
dan kapur tersebut berhenti. Pada suhu tinggi, alumina dan silika
berpadu dengan kalsium oksida, kalsium silikat, dan alumina yang
tidak mudah bergabung dengan air bila berada dalam bentuk
gumpalan-gumpalan. Oleh karena itu, kapur tohor ditambahkan pada
saat pemberian air, sehingga gumpalan-gumpalan yang besar
terpecah-pecah menjadi serbuk halus akibat pengembangan kapur
tohor.
Produksi Kapur di IndonesiaBahan mentah yang biasa dipakai
sebagai pozollan yang terdapat diIndonesia umumnya berupa teras
bahan, misalnya batu apung yang dihasilkan dari magma gunung berapi
yang mati.
Tanur yang digunakan untuk pembuatan kapur hidrolik ini
bervariasi bentuknya, mulai dari yang sederhana sampai yang
berbentuk cerobong vertikal (silo). Karena tidak adanya kontrol
yang baik selama pembuatan kapur ini, kapur yang dihasilkan
seringkali memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga segera
menyerap karbondioksida dari udara dan membentuk kembali kalsium
karbonat. Jika kita berjalan kearah Bandung, di daerah Padalarang
akan terlihat tungku-tungku vertikal pengolahan batu kapur yang
hasilnya lebih baik. Bahan pembakar tungku menggunakan kayu bakar
ataupun batubara. Hasil pembakaran kapur yang baik dapat dilihat
dari hasil kapur tohor yang ringan, kering dan berbentuk halus.
Secara sederhana, kapur hidrolik dapat dihasilkan dengan
menghamparkan beberapa kilogram kapur tohor dan kemudian memercikan
air secukupnya. Jika dilaksanakan dengan baik dan seksama, akan
didapatkan kapur mati yang baik. Jika dikehendaki hasil yang besar,
sekitar 10-50 ton, hal itu perlu dilakukan di dalam pabrik atau
industri pengolahan batu kapur. Secara sederhana, proses pembakaran
kapur dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Sifat Sifat Kapur HidrolikKapur hidrolik memperlihatkan sifat
hidroliknya, namun tidak cocok untuk bangunan-bangunan di dalam
air, karena membutuhkan udara yang cukup untuk mengeras. Sifat umum
dari kapur adalah sebagai berikut:
a. Kekuatannya rendah
b. Beratjenis rata-rata 1000 kg/m3.
c. Bersifat hidrolik
d. Tidak menunjukkan pelapukan
e. Dapat terbawa arus.
Perawatan kapur hidrolik dimulai setelah 1 (satu) jam dan
diakhiri setelah 15 (lima belas) jam. Pengunaannya antara lain
untuk adukan tembok, lapisan bawah plesteran, plesteran akhir,
bahan pencampur semen dan sebagai bahan tambahjika beton akan
diekspos.
Gambar 2.1 Proses Pembuatan Kapur Hidrolik Semen Pozollan
Pozollan adalah sejenis bahan yang mengandung silisium
ataualuminium, yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya
halus dan dapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang
serta membentuk senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-sifat
semen.Semen pozollan adalah bahan ikat yang mengandung silika
amorf, yang apabila dicampur dengan kapur akan membentuk benda
padat yang keras. Bahan yang mengandung pozollan adalah teras,
semen merah, abu terbang, dan bubukan terak tanur tinggi (SK.SNI
T-15-1990-03:2).
Teras alam dapat dibagi menjadi:
Batu apung, obsidian, scoria, tuff, santorin, dan teras yang
dihasilkan dari batuan vulkanik.
Teras yang mengandung silika amorf halus yang tersebar dalam
jumlah banyak dan dapat bereaksi dengan kapur Jika dibubuhl air
serta membentuk silikat yang mempunyai sifat hidrolik.
Teras buatan, meliputi abu batu, abu terbang (fly-ash) dari
hasil residu PLTU dan hasil tambahan dari pengolahan bijih bauksit.
Teras buatan mi dibuat dengan pembakaran batuan vulkanik dan
kemudian menggilingnya. Semen teras meliputi semua bahan semen yang
dibuat dengan menggunakan teras dan kapur tohor. yang tidak
membutuhkan pembakaran. Teras buatan ini digunakan sebagai bahan
tambah dan digunakan pada bangunan yang tidak memerlukan
persyaratan konstmksi yang khusus, tetapi menggunakan banyak bahan
semen.
Semen Terak
Semen terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri
dari suatu campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur
tinggi dan kapur tohor. Sekitar 60 %beratnya berasal terak tanur
tinggi. Campuranini biasanya tidak dibakar. Jenis semen terak ada
dua, yaitu:
Bahan yang dapat digunakan sebagai kombmasi portland cement
dalam pembuatan beton dan sebagai kombinasi kapur dalam pembuatan
adukan tembok. Bahan yang mengandung bahan pembantu berupa udara,
yang digunakan seperti halnya jenis pertama.
Terak tanur tinggi adalah suatu bahan non-metalik, yang sebagian
besar terdiri dari silikat, alumina silikat, kalsium dan senyawa
basa lainnya, yang terbentuk dalam keadaan cair bersama-sama dengan
besi di dalam tanur tinggi.
Semen terak dibuat melalui proses tertentu yakni penggilingan,
yang menyebabkan terak itu bersifat hidrolik, sekaligus berkurang
jumlah sulfatnya yang dapat merusak. Terak tersebut kemudian
dikeringkan dan ditambahi kapur tohor dengan perbandingan tertentu.
Seluruh bahan kemudian dicampur dan dihaluskan kembali menjadi
butiran yang halus.
Semen terak tidak begitu penting dalam struktur beton, tetapi
cukup menguntungkan jika digunakan untuk pekerjaan yang besar yang
tidak begitu mementingkan aspek kekuatan. Karena kadar alkali yang
rendah semen terak tidak memperlihatkan noda-noda oleh kadar alkali
sehingga dapat digunakan untuk pekerjaan yang khusus.
Semen Alam
Semen alam dihasilkan melalui pembakaran batu kapur yang
mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan.
Hasil pembakaran kemudian digiling menjadi serbuk halus. Kadar
silika, alumina dan oksida besi pada serbuk cukup untuk membuatnya
bergabung dengan kalsium oksida sehingga membentuk senyawa kalsium
silikat dan aluminat yang dapat dianggap mempunyai sifat
hidrolik.
Semen alam dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1). Semen
alam yang digunakan bersama-sama dengan portland cement dalam suatu
konstruksi, dan 2). Semen alam yang telah dibubuhi bahan pembantu,
yaitu udara, yang fungsinya sama dengan jenis pertama.
Cara Pembuatan
Semen alam dibuat dengan cara membakar lempung batu kapur yang
memilik kadar lempung 13-35, kadar silika 10-20, kadar alumina
10-20, serta kadar oksida besi 10-20. Setelah dibakar, kapur
tersebut dibasahi dengan air untuk mematikan kapur dan
menghilangkan kapur bebas. Hasil pembekuannya disebut klinker.
Klinker tersebut
Kemudian digiling menjadi butiran yang berbentuk halus. Semen
alam yang dihasilkan biasanya mempunyai komposisi sebagai
berikut:
- SiO222 - 29 %
-CaO31-57 %
-MgO1.5-2.2 %
-Fe2 O31.5-3.2 %
- Al2 O35.2 - 8.8 %
Semen alam tidak boleh digunakan di tempat yang langsung
terekspos perubahan cuaca, tetapi dapat digunakan dalam adukan
beton untuk konstruksi yang tidak memerlukan kekuatan tinggi.
Semen Portland
Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak
digunakan dalam pekerjaan beton. Menurut ASTM C-150,1985, semen
portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan
dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat
hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium
sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan
bahan utamanya.
Semen portland yang digunakan di Indonesia harus memenuhi syarat
SII. 0013-81 atau Standar Uji Bahan Bangunan Indonesia 1986, dan
harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar tersebut
(PB.1989:3.2-8).
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan
dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah
air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus,
pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan
agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah
mengeras akan menjadi beton keras (concrete).
Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus disesuaikan
dengan rencana kekuatan dan spesifikasi teknik yang diberikan.
Pemilihan tipe semen ini kelihatannya mudah dilakukan karena semen
dapat langsung diambil dari sumbemya (pabrik). Hal itu hanya benar
jika standar deviasi yang ditemui kecil, sehingga semen yang
berasal beberapa sumber langsung dapat digunakan. Akan tetapi, jika
standar deviasi hasil uji kekuatan semen besar, hal tersebut akan
menjadi masalah. Saat ini banyak tipe semen yang ada di pasaran
sehingga kemungkinan variasi kekuatan semennya pun besar (ACI
318-89:2-1).
Fungsi utama semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga
membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di
antara butir-butir agregat. Walaupun komposisi semen dalam beton
hanya sekitar 10 %, namun karena fungsinya sebagai bahan pengikat
maka peranan semen menjadi penting.
Proses Pembuatan Semen PortlandSemen portland dibuat dari serbuk
halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium dan
aluminium silikat. Penambahan air pada mineral ini menghasilkan
suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti
batu. Berat jenis yang dihasilkan berkisar antara 3.12 dan 3.16 dan
berat volume sekitar 1500 kg/cm3 (Nawy, 1985:9). Bahan utama
pembentuk semen portland adalah kapur (CaO), silika (SiO3), alumina
(Al2O3), sedikit magnesia (MgO), dan terkadang sedikit alkali.
Untuk mengontrol komposisinya, terkadang ditambahkan oksida besi,
sedangkan gipsum (CaSO4.H2O) ditambahkan untuk mengatur waktu ikat
semen.
Klinker dibuat dari batu kapur (CaCO3), tanah liat dan bahan
dasar berkadar besi. Bahan kapur di Indonesia tersedia melimpah.
Kebanyakan pabrik semen dibangun di dekat gunung kapur.
Pembuatan semen portland dilaksanakan melalui beberapa tahapan,
yaitu:
1. Penambangan di quarry
2. Pemecahan di crushing plant
3. Penggilingan (blending)
4. Pencampuran bahan-bahan
5. Pembakaran (ciln)
6. Penggilingan kembali hasil pembakaran,
7. Penambahan bahan tambah (gipsum)
8. Pengikatan (packing plant)
Proses pembuatan semen portland dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu proses basah dan proses kering.
Proses BasahPada proses basah, sebelum dibakar bahan dicampur
dengan air (slurry) dan digiling hingga berupa bubur halus. Proses
basah umumnya dilakukan jika yang diolah merupakan bahan-bahan
lunak seperti kapur dan lempung.
Bubur halus yang dihasilkan selanjutnya dimasukan dalam sebuah
pengering (oven) berbentuk silinder yang dipasang miring (ciln).
Suhu ciln ini sedikit demi sedikit dinaikkan dan diputar dengan
kecepatan tertentu. Bahan akan mengalami perubahan sedikit demi
sedikit akibat naiknya suhu dan akibat terjadinya sliding di dalam
ciln. Pada suhu 100 0C air mulai menguap; pada suhu 850 0C
karbondioksida dilepaskan. Pada suhu sekitar 1400 0C, berlangsung
permulaan perpaduan di daerah pembakaran, dimana akan terbentuk
klinker yang terdiri dari senyawa kalsium silikat dan kalsium
aluminat. Klinker tersebut selanjutnya didinginkan, kemudian
dihaluskan menjadi butir halus dan ditambah dengan bahan gipsum
sekitar 1%-5%.
Proses KeringProses kering biasanya digunakan untuk jenis batuan
yang lebih keras misalnya untuk batu kapur jenis shale. Pada proses
ini bahan dicampur dan digiling dalam keadaan kering menjadi bubuk
kasar. Selanjutnya, bahan tersebut dimasukkan ke dalam ciln dan
proses selanjutnya sama dengan proses basah. Lihat Gambar 2.2.
(Gideon,1994:146).
Gambar 2.2 Proses Pembuatan Semen
Dalam fabrikasi akhir, semen portland digiling dalam kilang
peluru (kogelmoles/ciln) hingga halus dan ditambahl beberapa bahan
tambahan, termasuk gipsum. Jenis semen yang diproduksi pabnk
disesuaikan dengan kebutuhan. Nama pabnk semen tersebut biasanya
digunakan sebagai merek dagang. Bagan alir dan proses fabrikasi
semen portland dipabrik dapat dilihat pada Gambar 2.3. Secara
ringkas, proses pembuatan semen portland dapat dijelaskan sebagai
berikut (Nawy, 1985:9).
1. Bahan baku yang berasal dari tambang (quarry) berupa campuran
CaO SiO2, dan Al2O3 digiling (blended) bersama-sama beberapa bahan
tambah lainnya, baik dalam proses basah maupun dalam proses
kering.
2. Hasil campuran tersebut dituangkan ke ujung atas ciln yang
diletakan agak miring.
3. Selama ciln berputar dan dipanaskan, bahan tersebut mengalir
dengan lambat dari ujung atas ke ujung bawah.
4. Temperatur dalam ciln dinaikkan secara perlahan hingga
mencapai temperatur klinker (clincer temperature) dimana difusi
awal terjadi. Temperatur mi dipertahankan sampai campuran membentuk
butiran semen portland pada suhu 1400 0C (2700 0F). Butiran yang
dihasilkan disebut sebagai klinker (clincer) dan memiliki diameter
antara 1.5-50 mm.
5. Klinker tersebut kemudian didinginkan dalam clinker storage
dan selanjutnya dihancurkan menjadi butiran-butiran yang halus.
6. Bahan tambah, yakni sedikit gipsum (sekitar 1%-5%)
ditambahkan untuk mengontrol waktu ikat semen, yakni waktu
pengerasan semen di lapangan.
7. Hasil yang diperoleh kemudian disimpan pada sebuah cement
silo untuk penggunaan yang kecil, yakni kebutuhan masyarakat.
Pengolahan selanjutnya adalah pengepakan dalam packing plant. Untuk
kebutuhan pekerjaan besar, pndistribusian semen dapat dilakukan
menggunakan capsule truck.
Gambar 2.3 Bagan Alir Proses Pabrikasi Semen
Sifat Dan Karakteristik Semen PortlandSemen yang satu dapat
dibedakan dengan semen lainnya berdasarkan susunan kimianya maupun
kehalusan butimya. Perbandingan bahan-bahan utama penyusun semen
portland adalah kapur (CaO) sekitar 60%-65%, silika (SiO2) sekitar
20%-25%, dan oksida besi serta alumina (Fe2O3 dan Al2O3) sekitar
7%-12%. Sifat-sifat semen portland dapat iibedakan menjadi dua,
yaitu sifat fisika dan sifat kimia.
Sifat Fisika Semen Portland
Sifat-sifat fisika semen meliputi kehalusan butir, waktu
pengikatan, kekalan, kekuatan tekan, pengikatan semu, panas
hidrasi, dan hilang pijar. Berikut ini adalah penjelasan untuk
masing-masing sifat.
Kehalusan Butir
Kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi. Waktu
pengikatan (setting time) menjadi semakin lama jika butir semen
lebih kasar. Kehalusan penggilingan butir semen dinamakan penampang
spesifik, yaitu luas butir permukaan semen. Jika permukaan
penampang semen lebih besar, semen akan memperbesar bidang kontak
dengan air. Semakin halus butiran semen, proses hidrasinya semakin
cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan
berkurang.
Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya
bleeding atau naiknya air ke permukaan, tetapi menambah
kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah
terjadinya retak susut. Menurut ASTM, butir semen yang lewat ayakan
No.200 harus lebih dari 78%. Untuk mengukur kehalusan butir semen
digunakan "Turbidimeter" dari Wagner atau "Air Permeability" dari
Blaine.
Kepadatan (density)Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM
adalah 3.15 Mg/m3. Pada kenyataannya, berat jenis semen yang
diproduksi berkisar antara 3.05 Mg/m3 sampai 3.25 Mg/m3. Variasi
ini akan berpengaruh pada proporsi campuran semen dalam campuran.
Pengujian berat jenis dapat dilakukan menggunakan Le Cliatelier
Flask menurut standar ASTM C-188.
Konsistensi
Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat
pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada
saat beton mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio
antara semen dan air serta aspek-aspek bahan semen seperti
kehalusan dan kecepatan hidrasi. Konsistensi mortar bergantung pada
konsistensi semen dan agregate pencampurya.
Waktu PengikatanWaktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen
untuk mengeras, terhitung dari mulai bereaksi dengan air dan
menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan
tekanan. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua: 1). waktu ikat
awal (initial setting time) yaitu waktu dari pencampuran semen
dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat keplastisan,
2). waktu ikatan akhir (final setting time) yaitu waktu antara
terbentuknya pasta semen hingga beton mengeras. Pada semen portland
initial setting time berkisar 1.0 - 2.0 jam, tetapi tidak boleh
kurang dan 1.0 jam, sedangkan final setting time tidak boleh lebih
dari 8.0 jam.
Waktu ikatan awal sangat penting pada kontrol pekerjaan beton.
Untuk kasus-kasus tertentu, diperlukan initial setting time lebih
dan 2.0 jam agar waktu terjadinya ikatan awal lebih panjang. Waktu
yang panjang ini diperlukan untuk transportasi (hauling), penuangan
(dumping/pouring), pemadatan (vibrating) dan penyelesaiannya
(finishing). Proses ikatan ini disertai perubahan temperatur yang
dimulai terjadi sejak ikatan awal dan mencapai puncaknya pada waktu
berakhimya ikatan akhir. Waktu ikatan akan memendek karena naiknya
temperatur sebesar 30 0C atau lebih. Waktu ikatan ini sangat
dipengaruhi oleh jumlah air yang dipakai dan oleh lingkungan
sekitamya.
Pengikatan semu diukur dengan alat "Vicat" atau "Gillmore".
Pengikatan semu untuk prosentase penetrasi akhir minimum pada semua
jenis semen adalah 50%.
Panas Hidrasi
Panas hidrasi adalah panas yang terjadi pada saat semen bereaksi
dengan air, dinyatakan dalam kalori/gram. Jumlah panas yang
dibentuk antara lain bergantung pada jenis semen yang dipakai dan
kehalusan butir semen. Dalam pelaksanaan, perkembangan panas ini
dapat mengakibatkan masalah yakni timbulnya retakan pada saat
pendinginan. Pada beberapa struktur beton, terutama pada struktur
beton mutu tinggi, retakan ini tidak diinginkan. Oleh karena itu
perlu dilakukan pendinginan melalui perawatan (curing) pada saat
pelaksanaan.
Panas hidrasi naik sesuai dengan nilai temperatur pada saat
hidrasi terjadi. Untuk semen biasa, panas hidrasi bervariasi mulai
37 kalori/gram pada temperatur sekitar 5 0C hingga 80 kalori/gram
pada temperatur 40 0C. Semua jenis semen umumnya telah membebaskan
sekitar 50% panas totalnya pada satu hingga tiga hari pertama 70%
pada hari ketujuh, serta 83-91% setelah 6 bulan. Laju perubahan
panas ini bergantung pada komposisi semen.
Perkembangan panas hidrasi untuk berbagai jenis semen pada suhu
21 0C ditunjukkan pada Tabel.2.1.
Tabel 2.1 Perkembangan Panas Hidrasi Semen Portland pada Suhu 21
0CJenis Semen PortlandHari
12372890
Tipe I3353618096104
Tipe II---5875-
Tipe III53677592101107
Tipe IV--41506675
Tipe V---4550-
Perubahan Volume (Kekalan)
Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran
yang menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan
kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi.
Ketidak kekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah
kapur bebas yang pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang
terdapat dalam campuran tersebut. Kapur bebas itu mengikat air dan
kemudian menimbulkan gaya-gaya expansi. Alat uji untuk menentukan
nilai kekalan semen portland adalah "Autoclave Expansion of
Portland Cement" cara ASTM C-151, atau cara Inggris, BS, "Expansion
by Le Chatellier".
Sifat-sifat semen portland sangat dipengaruhi oleh susunan
ikatan oksida-oksida serta bahan-bahan pengotor lainnya. Semen yang
digunakan untuk membangun suatu struktur hams mempunyai kualitas
tertentu agar dapat berfungsi secara efektif. Pemeriksaan secara
berkala perlu dilakukan, baik pada saat pemrosesan, saat menjadi
bubuk semen maupun setelah menjadi pasta semen. Pemeriksaan semen
atau pengujian semen hams dilakukan sesuai dengan standar mutu.
Standar yang paling umum dianut di dunia adalah Standar ASTM,
"American Society for Testing and Material" C-150 dan British
Standar (BS-12). Di Indonesia, kita menggunakan Standar Industri
Indonesia, (SII-0013-81) yang mengadopsi ASTM C-150-80. SU kini
telah diperbarui menjadi SNI.
Kekuatan Tekan
Kekuatan tekan semen diuji dengan cara membuat mortar yang
kemudian ditekan sampai hancur. Contoh semen yang akan diuji
dicampur dengan pasir silika dengan perbandingan tertentu, kemudian
dibentuk menjadi kubus-kubus berukuran 5x5x5 cm.
Setelah berumur 3, 7, 14 dan 28 hari dan mengalami perawatan
dengan perendaman, benda uji tersebut diuji kekuatan tekannya.
Perkembangan kekuatan tekan untuk. mortar dan beton yang
menggunakan berbagai jenis semen dapat dilihat pada Gambar 2.4 dan
2.5.
Gambar 2.4 Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar untuk Berbagai
Tipe
Portland Cement
Gambar 2.5 Perkembangan Kekuatan Tekan Beton untuk Berbagai
Tipe
Portland Cement dengan FAS 0.49
Sifat dan Karakteristik Kimia Semen Portland
Senyawa Kimia
Secara garis besar, ada 4 (empat) senyawa kimia utama yang
menyusun semen portland, yaitu:
1. Trikalsium Silikat (3CaO. SiO2) yang disingkat menjadi
C3S.
2. Dikalsium Silikat (2CaO. SiO2) yang disingkat menjadi
C2S.
3. Trikalsium Aluminat (3CaO. AL2O3) yang di singkat menjadi
C3A.
4. Tertrakalsium aluminoferrit (4CaO. AL2O3.Fe2O3) yang
disingkat menjadi C4AF.
Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang saling
mengikat/mengunci ketika menjadi klinker. Komposisi C3S dan C2S
adalah 70%-80% dari berat semen dan merupakan bagian yang paling
dominan memberikan sifat semen (Cokrodimuldjo, 1992). Semen dan air
saling bereaksi. Persenyawaan ini dinamakan proses hidrasi, dan
hasilnya dinamakan hidrasi semen. Senyawa C3S jika terkena air akan
cepat bereaksi dan menghasilkan panas. Panas tersebut akan
mempengaruhi kecepatan mengeras sebelum hari ke-14. Senyawa C2S
lebih lambat bereaksi dengan air dan hanya berpengaruh terhadap
semen setelah umur 7 hari. C2S memberikan ketahanan terhadap
serangan kimia (chemical attack) dan mempengaruhi susut terhadap
pengaruh panas akibat lingkungan.
Kedua senyawa utama tadi membutuhkan air sekitar 21%-24% dari
beratnya untuk bereaksi. Senyawa C3S membebaskan kalsium hidroksida
hampir tiga kali dari yang dibebaskan oleh C2S. Jika kandungan C3S
lebih banyak maka akan terbentuk semen dengan kekuatan tekan awal
yang tinggi dan panas hidrasi yang tinggi, sebaliknya jika
kandungan C2S lebih banyak maka akan terbentuk semen dengan
kekuatan tekan awal yang rendah dan ketahanan terhadap serangan
kimia yang tinggi.Senyawa ketiga, C3A, bereaksi secara exothermic
dan beraksi sangat cepat, memberikan kekuatan awal yang sangat
cepat pada 24 jam pertama. C3A bereaksi dengan air yang jumlahnya
sekitar 40% dari beratnya. Karena persentasinya dalam semen yang
kecil (sekitar 10%), maka pengaruhnya pada jumlah air untuk reaksi
menjadi kecil. Unsur ini sangat berpengamh pada nilai panas hidrasi
tertinggi, baik pada saat awal maupun pada saat pengerasan
berikutnya yang sangat panjang. Semen yang mengandung unsur C3A
lebih dari 10% tidak akan tahan terhadap serangan sulfat.
Prinsip dasar pemilihan semen yang akan digunakan sebagai bahan
campuran beton yang tahan terhadap serangan sulfat adalah berapa
banyak kandungan senyawa C3A-nya. Semen yang tahan sulfat harus
memiliki kandungan C3A tidak lebih dari 5%. Semen yang kandungan
C3A-nya tinggi, jika terkena sulfat yang terdapat pada air atau
tanah akan mengeluarkan C3A yang bereaksi dengan sulfat dan
mengambang sehingga mengakibatkan retak-retak pada betonnya
(Cokrodimuldjo, 1992).
Untuk struktur drainase yang kandungan sulfatnya lebih tinggi
dari normal, harus digunakan bahan campuran beton yang tahan
terhadap serangan sulfat. Semen yang akan digunakan harus memiliki
kandungan C3A sekitar 0.10%-0.20% (ACI 318-83:2-7). Semen portland
Tipe II biasanya mengandung C3A lebih kecil dari 8% (ASTM C-150).
Untuk struktur yang benar-benar akan terekspos serangan sulfat,
sebaiknya digunakan semen Tipe V, dimana kandungan C3A maksimumnya
sekitar 5% (ACI.318-83:2-7).
Senyawa keempat, yakni C4AF, kurang begitu besar pengaruhnya
terhadap kekerasan semen atau beton sehingga kontribusinya dalam
peningkatan kekuatan kecil. Komposisi kandungan senyawa yang
dibutuhkan dalam semen portland menurut standar ASTM C-150 (ASTM
C-150 Vol.04.02: 1995, 92) dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Karakteristik Senyawa Penyusun Semen Portland
NilaiTrikalsium SilikatDikalsium
SilikatTrikalsiumTetrakalsium
3CaO.SiO22CaO.SiCO2AluminatAluminofferit
AtauAtau3CaO.Al2O34CaO.Al2O3Fe2O3.
C3SC2SAtauAtau C4AF
C3A
Penyemenan
KecepatanBaik
SedangBaik
LambatBuruk
CepatBuruk
Lambat
Reaksi
Pelepasan PanasSedangSedikitBanyakSedikit
Hidrasi
Dari uraian di atas nampak bahwa perbedaan persentasi senyawa
kimia akan menyebabkan perbedaan sifat semen. Kandungan senyawa
yang terdapat dalam semen akan membentuk karakter dan jenis semen.
Peraturan Beton 1989 (SKBI.1.4.53.1989) dalam ulasannya di halaman
1, membagi semen portland menjadi lima jenis (SK.SNI
T-15-1990-03-.2) yaitu:
1. Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak
memerlukan persyaratan khusus sepertijenis-jenis lainnya.
2. Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
3. Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan
terjadi.
4. Tipe TV, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
panas hidrasi yang rendah.
5. Tipe V, Semen portland yang dalam penggunaaimya memerlukan
ketahanan yang tinggi terhadap sulfat.
Komposisi kimia dari kelima jenis semen tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.3. (Nawy,1985:ll).
Tabel 2.3 Persentasi Komposisi Semen portlandKomposisi Dalam
Persen %Karakteristik Umum
C3SC2SC3AC4AFCaSO4CaOMgQ
Tipe I, Normal49251282.90.82.4Semen untuk semua
Tujuan
Tipe II, Modifikasi46296122.80.63Relatif sedikit pelepasan
panas, digunakan untuk
struktur besar
Tipe III, Kekuatan
Awal Tinggi56151283.91.42.6Mencapai kekuatan awal yang tinggi
pada umur 3 hari
Tipe IV, Panas
Hidrasi Rendah30465132,90.32.7Dipakai pada bendungan beton
Tipe V, Tahan Sulfat43364122.70.41.6Dipakai pada saluran dan
struktur yang diekspose terhadap sulfat.
Dalam SII 0013-1981 dan Ulasan PB 1989, semen Tipe I digunakan
untuk bangunan-bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan
khusus. Semen Tipe II yang memiliki kadar C3A tidak lebih dari 8%
digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terns menerns
berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang
tertanam di dalam tanah yang mengandung air agresif (garam-garam
sutfat) dan saluran air buangan atau bangunan yang berhubungan
langsung dengan rawa. Semen Tipe III, memiliki kadar C3A serta C3S
yang tinggi dan butirannya digiling sangat halus, sehingga cepat
mengalami proses hidrasi. Semen jenis ini dipergunakan pada daerah
yang bertemperatur rendah, terutama pada daerah yang mempunyai
muslin dingin (winter season). Semen Tipe IV mempunyai panas
hidrasi yang rendah, kadar C3S-nya dibatasi maksimum sekitar 35%
dan kadar C3A-nya maksimum 5%. Semen tipe ini digunakan untuk
pekerjaan-pekerjaan yang besar dan masif, umpamanya untuk pekerjaan
bendung, pondasi berukuran besar atau pekerjaan besar lainnya.
Semen Tipe V digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air
laut, air buangan industri, bangunan yang terkena pengaruh gas atau
uap kimia yang agresif serta untuk bangunan yang berhubungan dengan
air tanah yang mengandung sulfat dalam prosentase yang tinggi.
Total alkali yang terkandung dalam semen dalam campuran beton harus
dibatasi sekitar 0.5%-0.6% (Stanton, 1940).
Sifat KimiaSifat kimia semen meliputi kesegaran semen, sisa yang
tak larut dan yang paling utama adalah komposisi syarat yang
diberikan.
Kesegaran Semen
Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran (loss of ignition)
dilakukan pada semen dengan suhu 900-1000 0C. Kehilangan berat ini
terjadi karena kelembaban yang menyebabkan prehidrasi dan
karbonisasi dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang
menguap.
Kelembaban ini disebabkan oleh atmosfir yang mengandung air,
juga karena karbondioksida yang terserap di atmostir. Kehilangan
berat dari semen ini merupakan ukuran dari kesegaran semen.
Pemeriksaan kesegaran semen dilakukan dengan cara mengambil satu
gram semen dan menempatkannya dalam platina bertemperatur 900-1000
0C, selama 15 menit. Dalam keadaan normal, akan terjadi kehilangan
berat sekitar 2 (batas maksimum sekitar 4).
Sisa Yang Tak Larut (Insoluble Residue)
Sisa bahan yang tak habis bereaksi adalah sisa bahan tak aktif
yang terdapat pada semen. Semakin sedikit sisa bahan ini, semakin
baik kualitas semen. Jumlah maksimum sisa tak larut yang
dipersyaratkan adalah 0.85%. Pemeriksaan bahan yang tak larut dapat
dilakukan dengan mengaduk satu gram semen dalam 40 ml air yang
kemudian ditambahi dengan 10 ml HCL pekat. Campuran tersebut
selanjutnya dididihkan selama 10 menit dan volumenya dibuat tetap.
Jika terbentuk gumpalan, gumpalan tersebut harus dipecah dan
larutan disaring dengan kertas filter. Sisa yang tak larut disaring
dan dicuci dengan larutan Na2CO3+H2O+HCL, kemudian dicuci dengan
air. Untuk memperoleh sisa yang tak larut, kertas filter
dikeringkan lalu dibakar dan ditimbang.
Panas Hidrasi Semen
Seperti, yang telah. .diuraikan, hidrasi terjadi jika semen
bersentuhan dengan air. Proses hidrasi terjadi dengan, arah kedalam
dan keluar. Maksudnya, hasil hidrasi mengendap di bagian luar,
semen yang bagian dalamnya belum terhidrasi secara bertahap akan
terhidrasi sehingga volumenya mengecil (susut): Reaksi ini
berlangsung lambat (sekitar 2 - 8 jam) sebelum mengalami percepatan
setelah kulit permukaan pecah.
Pada tahap berikutnya akan terbentuk pasta semen yang terdiri
dari gel (tobermorite).dan sisa semen yang tidak bereaksi, seperti
kalsium Ca(OH)2, air dan senyawa yang lainnya. Kristalin senyawa
tersebut membentuk suatu rangkaian tiga dimensi yang saling melekat
secara acak, dan sedikit demi sedikit mengisi ruangan yang
ditempati air, lalu membeku dan mengeras sehingga mempunyai
kekuatan tertentu, Selama proses hidrasi berlangsung, akan keluar
panas yang dinamakan panas hidrasi. Pasta semen yang telah mengeras
memiliki strukfur berpori dengan ukuran yang sangat kecil, dan
bervariasi ukurannya sekitar 4 x 107 mm; Setelah hidrasi
berlangsung, endapan pada permukaan butiran semen akan menyebabkan
difusi air ke bagian dalam yang belum terhidrasi semakin sulit
sehingga proses hidrasi menjadi lambat. Proses ini dapat mencapai
umur 50 tahun dalam peningkatan kekuatan beton.
Kekuatan Pasta Semen dan Faktor Air Semen (FAS)Banyaknya air
yang dipakai selama proses hidrasi akan mempengarnhi karakteristik
kekuatan beton jadi. Pada dasarnya jumlah air yang dibutuhkan untuk
proses hidrasi tersebut adalah sekitar 25 dari berat semen. Jika
air yang digunakan kurang dari 25, maka kelecakan atau kemudahan
dalam pengerjaan tidak akan tercapai.
Beton yang memiliki workability didefmisikan sebagai beton yang
dapat dengan mudah dikerjakan atau dituangkan (poured) ke dalam
cetakan (forms, molds) dan dapat dengan mudah dibentuk (Ilsley
Hewes, 1942:224). Identifikasi dari kemudahan pekerjaan ini adalah
nilai konsistensi dari beton segar. Hal ini secara khusus akan
dibahas pada Bab 13. Kekuatan beton akan turun jika air yang
ditambahkan ke dalam campuran semakin banyak. Karena itu penambahan
air harus dilakukan sedikit demi sedikit sampai nilai maksium yang
tercantum dalam rencana tercapai.
Faktor air semen (FAS) atau water cement ratio (wcr) adalah
indikator yang penting dalam perancangan campuran beton. Faktor air
semen adalah berat air dibagi dengan berat semen, yang dituliskan
sebagai:
FAS = berat air/berat semen
FAS yang rendah menyebabkan air yang berada di antara
bagian-bagian semen sedikit dan jarak antara butiran-butiran semen
menjadi pendek. Akibatnya, massa semen lebih menunjukan
keterkaitannya (kekuatan awal lebih berpengaruh). Batuan semen
mencapai kepadatan yang tinggi dan kekuatan tekannya menjadi lebih
tinggi (normal ratio sekitar 0.25-0.65). Duff dan Abrams (1919)
meneliti hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton
pada umur 28 hari dengan uji silinder. Jika faktor air semen
semakin besar, kekuatan tekan akan menurun, seperti disajikan di
Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Hubungan antara kekuatan tekan beton umur 7 hari
dengan faktor
air semen menggunakan semen yang cepat mengeras
Gambar 2.6 menunjukkan peningkatan kekuatan beton yang ekstrem
pada FAS 0.5 sampai 1.10. Hubungan antara variasi kuat tekan selama
masa umur 28 hari untuk beberapa FAS ditunjukkan pada Gambar
2.7.
Gambar 2.7 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan
beton selama
masa perkembangannya
Dari Gambar 2.6 dan gambar 2.7 terlihat bahwa pada nilai FAS
0.4, semen telah terhidrasi dengan baik dan mempunyai kekuatan
tekan yang tinggi pada umur 28 hari. Jika diberi tambahan air,
pori-porinya akan bertambah banyak. Akibatnya beton lebih banyak
berpori dan kekuatannya akan menurun.
Syarat Mutu Semen Portland
Semen portland yang digunakan untuk konstruksi sipil harus
memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan. Di Indonesia, syarat
mutu yang dipergunakan adalah SII.0013-81, "Mutu dan Cara Uji Semen
Portland". Syarat mutu yang ditetapkan oleh SII ini diadopsi dari
syarat mutu ASTM C-150.
Syarat mutu semen portland, SII.0013-81 (ASTM.C-150)
Tabel 2.4 Syarat Kimia
URAIANJenisSemen
IIIIIIIVV
MgO,%,maksimum5.05.05.05.05.0
SO3,%,maksimum
C3A ( 8.0%3.03.03.52.32.3
C3A ( 8.0%3.5-4.5--
Hilang pijar, % maksimum3.03.03.02.53.0
Bagian tak larut, % maksimum1.51.51.51.51.5
Alkali sebagai Na2O, % maksimum*)0.60.60.60.60.6
C3S, % maksimum**)---35-
C2S, % maksimum**)---40-
C3A, % maksimum**)-81575
C3AF+2C3A, atau C4AF+C2F,----20++)
% maksimum**)
C3S+C3A, % maksimum-58+)-
Keterangan:
+) Nilai ini berlaku bila disyaratkan panas hidrasi sedang bag!
semen yang sedang diuji; pengujian panas hidrasi tidak
diperiksa.
++) Syarat ini tidak berlaku apabila nilai pemuaian karena
sulfat yang terdapat pada syarat fisika diikutkan.
*) Hanya berlaku apabila digunakan dengan agregat beton yang
reaktif terhadap alkali.
*) Apabila perbandingan antara % Al2O3 dan % Fe2O3 lebih dari
0.64 maka perbandingan C3S, C2S, C3A dan C4AF adalah sebagai
berikut:
C3S= 3CaO.SiO2
= (4.071x%CaO) (7.600x%SiO2) (6.718x%Al2O3) (1.430x%Fe2O3)
(2.852xSO3)
C2S= 2CaO.SiO2 = (2.867x%SiO2) - (0.7544x%C3S)C3A= 3CaO. Al2O3 =
(2.650x%Al2O3) - (1.692x%Fe2O3)
C4AF= 4CaO.Al2O3.Fe2O3 = 3.043x%Fe2O3Apabila perbandingan Al2O3
dan Fe2O3 kurang dari 0.64 perbandingannya adalah:
C4AF+C2F = 4CaO.Al2O3.Fe2O3 + 2CaO. Fe2O3Sehingga perhitungan
C4AF+C2F dan C3Smenjadi:
C4AF+C2F = 2.100x% Al2O3+1.702x% Fe2O3C3S= (4.071x%CaO) -
(7.600x%SiO2) - (4.479x% Al2O3) (2.859x% Fe2O3) - (2.852xSO3)
Dalam komposisi ini tidak terdapat C3A dalam semen, sedangkan
C2S dapat dihitung seperti rumus di atas.
Tabel 2.5 Syarat FisikaNo.UraianTipe Semen
IIIIIIIVV
1Kehalusan
Sisa diatas ayakan 0,09 mm, %1010101010
Maksimum
Dengan alat Vicat Blainey28002800280028002800
2Waktu Pengikatan (setting time),
Menggunakan alat "Vicat"
Awal, menit minimum4545454545
Akhir, jam maksimum88888
Waktu Pengikatan (setting time),
menggunakan "Gillmore"
Awal, menit minimum6060606060
Akhir, jam maksimum1010101010
3Kekalan; Pemuaian dalam0,800,800,800,800,80
autoclave, maksimum
4Kekuatan tekan:-----
1 hari kg/cm2, minimum--125--
1 + 2 hari kg/cm2, minimum125100250-85
1 + 6 hari kg/cm2, minimum200175-70150
1 +27 hari kg/cm2, minimum---175210
5Pengikatan semu (false set) 5050505050
Penetrasi akhir, % minimum
6Panas hidrasi-----
7 hari, cal/g, maksimum-70-60-
28 hari, cal/g, maksimum-80-70-
7Pemuaian karena sulfat----0,45*)
14 hari, %maksimum
*) Bila pemuaian karena sulfat disyaratkan; syarat ini berlaku
sebagai ganti dari nilai batas kadar
C3A dan C4AF+2C3A;seperti yang disyaratkan di syarat kimia.
Standar Pengujian
Tabel 2.6 Standar Pengujian Sifat Fisika Menurut ASTM
Sifat FisikaASTM Test
Kehalusan Butir (fineness)
- Air Permeability
- Turbidimeter
- SievingC.204
C.115
C.I 84 (No. 100 and 200, dry)
C.786(No.50,100,200,wet)
C.430 (No.325, wet)
Kepadatan (density)C.I 88
Konsistensi (concislency)
- Water requirement
- Konsistensi normal
C.I 09
C.I 87
Pengikatan (setting lime)
- Time of Set
- False Set C.266 (Gillmore)
C.191 (Vicat)
C.807 (Vicat Modifikasi)
C.451
Panas Hidrasi C.186
Perubahan Volume C.157
Kekuatan C.109
Keawetan (Durability)- Air Content
- Reaksi Alkali
- Siilfnte expansionC.185
C.227 (menggunakan Pyrex glass)
C.452 (untuk semen portland)
Semen Portland Pozollan
Semen portland pozollan adalah campuran semen portland dan
bahan-bahan yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi dan
hasil residu PLTU. Semen jenis ini biasanya digunakan untuk beton
yang diekspos terhadap sulfat. Menurut (SK.SNI T-15-1990-03:2),
semen portland-pozollan dihasilkan dengan mencampurkan bahan semen
portland dan pozollan (15-40% dari berat total campuran), dengan
kandungan SiO2 + Al2 O3 + Fe2 O3 dalam pozollan minimum 70%
(SK.SNIT-1991-03:2).
Suatu konstruksi sipil yang menggunakan semen portland pozollan
sebagai bahan ikat harus memenuhi standar SII 0132 "Mutu dan Cara
Uji Semen Portland Pozollan atau syarat ASTM C.595-82, yaitu
"Spesification for Blend Hydraulic Cement. (SKBI.l. 4.53:4).
Abu terbang (fly ash) atau bahan pozollan lainnya yang dipakai
sebagai bahan campuran tambahan hams memenuhi "Spesification for
Fly Ash and Raw or Calcined Natural Pozollan for Use as a Mineral
Admixture in Portland Cement" (ASTM C.618).
Semen Putih
Semen putih adalah semen portland yang kadar oksida besinya
rendah, kurang dari 0.5%. Bahan baku yang digunakan harus kapur
mumi, lempung putih yang tidak mengandung oksida besi dan pasir
silika. Semen putih digunakan untuk membuat star ubin/keramik dan
benda yang, lebih banyak nilai seninya, tetapi biasanya tidak
digunakan untuk bangunan struktur. Semen putih telah diproduksi
secara massal di pabrik.
Semen Alumina
Semen alumina dihasilkan melalui pembakaran batu kapur dan
bauksit yang telah digiling halus pada temperatur 1600 0C. Hasil
pembakaran tersebut berbentuk klinker dan selanjutnya dihaluskan
hingga menyerupai bubuk. Jadilah semen alumina yang berwama
abu-abu.
Semen alumina mempunyai kekuatan tekan awal yang tinggi, tahan
terhadap serangan asam dan garam-garam sulfat dan tahan api. Akan
tetapi, jika dipergunakan pada suhu lebih dari 29 0C, kekuatannya
berangsur-angsur akan berkurang. Oleh karena itu, jenis semen ini
hanya dapat dipergunakan untuk negara yang mempunyai musim
dingin.
1-3 PENYIMPANAN SEMEN
Agar semen tetap memenuhi syarat meskipun disimpan dalam waktu
lama, cara penyimpanan semen perlu diperhatikan (PB, 1989:13).
Semen harus terbebas dari bahan kotoran dari luar. Semen dalam
kantong harus disimpan dalam gudang tertutup, terhindar dari basah
dan lembab, dan tidak tercampur dengan bahan lain. Semen dari jenis
yang berbeda harus dikelompokan sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan tertukarnya jenis semen yang satu dengan yang lainnya.
Urutan penyimpanan harus diatur sehingga semen yang lebih dahulu
masuk gudang terpakai lebih dahulu.
Semen curah harus disimpan di dalam silo yang terbuat dari baja
atau beton dan harus terhindar dari kemungkinan tercampur dengan
bahan lainnya. Apabila semen telah disimpan terlalu lama, perlu
dibuktikan dulu bahwa semen tersebut memenuhi syarat sebelum
dipakai.
Untuk menghindari pecahnya kantong semen, tinggi maksimum
timbunan zak semen adalah 2 meter atau sekitar 10 zak. Jarak bebas
antara bidang dinding dan semen sekitar 50 cm, sedangkan jarak
bebas antara lantai dan semen sekitar 30 cm.
LATIHAN:
1. Jelaskan deskripsi dari semen
2. Sebutkanjenis-jenis semen hidrolik dan non-hidrolik!
3. Jelaskan proses pembuatan kapur hidrolik di Indonesia!
4. Apa yang dimaksud dengan pozollan? Apa saja yang dapat
dikelompokkan sebagai pozollan?
5. Bagaimana proses pembuatan a), semen terak, b). semen alam
dan c). semen portland?
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan proses basah dan proses
kering dalam pembuatan semen portland!7. Jelaskan sifat dan
karakteristik semen portland, baik sifat kimia maupun fisika!8.
Jelaskan komposisi kimia dan kegunaan dari lima tipe semen
portland!
9. Sebutkan dan Jelaskan empat unsur kimia utama penyusun semen
portland! 10. Jelaskan perkembangan kekuatan tekan (sampai dengan
umur 28 hari) beton yang menggunakan lima jenis semen portland
dengan FAS 0.49! 11. Sebutkan dan Jelaskan syarat mutu semen
portland sebagai campuran beton!12. Bagaimanakah cara penyimpanan
semen portland?
Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMBIR. ALIZAR, M.T TEKNOLOGI
BAHAN KONSTRUKSI