Top Banner
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERTAMBANGAN DAN INDUSTRI MIGAS DI SUMATERA UTARA DAN ACEH PENDAHULUAN Dalam catatan sejarah Pertambangan dan Industri Permigasan Indonesia, wilayah Kabupaten Langkat, khususnya di kawasan Telaga Said, Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darussalam merupakan daerah penghasil minyak yang pertama di Indonesia, yaitu dimulai pada akhir abad ke XIX. Awal pemburuan minyak bumi di Indonesia hanya selisih waktu dua belas tahun dengan peristiwa penting yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1859, ketika “Colonel” Edwin L. Drake di Titusville, Pennsylvania, melakukan pemboran sumur minyak pertamanya. Pencarian tersebut dilakukan oleh Jan Reerink, yang kemudian tercatat sebagai orang pertama yang melakukan pemboran minyak bumi di Indonesia, tepatnya di kaki lereng Gunung Ceremai (Cibodas), Jawa Barat. Tapi sayang, usaha Reerink tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Empat sumur telah dibor, tapi hasilnya tidak komersial, walaupun di kawasan lereng Gunung Ceremai banyak terdapat rengkah-rengkahan tanah yang mengandung minyak (oil seepages). Usaha pencarian sumber minyak bumi pada masa tempo doeloe selalu berpedoman dan diarahkan ke kawasan “oil seepages (rembesan minyak)” yang merupakan petunjuk ke arah ditemukannya sumur - sumur minyak dangkal yang dapat dibor hanya dengan mempergunakan peralatan bor yang sederhana pada masa itu seismik belum dipergunakan untuk mendeteksi sumber cadangan migas. Dua belas tahun sudahpun berlalu, seorang inspektur perkebunan tembakau Belanda di daerah Langkat, Sumatera Utara, adalah Aeilko Janszoon Zijlker tercatat sebagai orang kedua yang mencari minyak bumi di Indonesia, yang pada masa itu oleh penjajah Belanda diberi nama Nederlands Oost Indie (Hindia Belanda). Setelah setahun melakukan pemburuan minyak bumi di daerah Langkat (Telaga Said), akhirnya pada tanggal 15 Juni 1885 Zijlker berhasil menemukan cadangan minyak bumi yang cukup komersial melalui sumur “Telaga Tunggal I” pada kedalaman 121 meter. Sumur ini kemudian tercatat sebagai sumur minyak bumi pertama di Hindia Belanda yang mampu berproduksi selama lebih kurang 15 tahun. Pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu antara tahun 1885 1890 telah terjadi beberapa penemuan sumber minyak bumi di daerah lainnya di Indonesia, seperti di desa Ledok, Jawa Tengah, Desa Minyak Hitam, Muara Enim, Sumatera Selatan dan di Riam Kiwa dekat Sanga-Sanga, Kalimantan Timur. Memasuki tahun 1926, N.V. Koninklijke Nederlandsche Maatschappij tot Exploitatie van Petroleum Brownen in Nederlandsche Indie (Royal Dutch Company) yang telah bergabung dengan Shell Transport & Trading Company (24 Februari 1907) dalam wadah The Koninklijke Shell Group atau yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Shell, melalui anak perusahaannya yang bernama Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), Shell/BPM mulai mengembangkan kegiatan usahanya untuk mencari minyak bumi di daerah Paluh Tabuhan, Langkat dan Aceh Timur sekarang Aceh Tamiang -, khususnya di Rantau dan sekitarnya. Lapangan yang ditemukan pada tahun 1928, yaitu Rantau, merupakan lapangan minyak yang paling produktif di seluruh Indonesia semasa penjajahan Belanda -pasca Telaga Said-, bahkan sampai terbentuknya perusahaan minyak nasional milik bangsa Indonesia, yaitu PT PERMINA. Setelah Indonesia memproklamirkan Kemerdekaanya dan berhasil memperoleh kedaulatan penuh pada tanggal 27 Desember 1949, maka sesuai dengan isi kandungan UUD 1945, seluruh kegiatan usaha industri perminyakan di bumi Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pada mulanya usaha mendirikan perusahaan minyak melalui puing-puing kilang minyak dan sumur- sumur tua peninggalan Shell/BPM di kawasan Teluk Haru (Kecamatan Sei Lepan, Kecamatan Babalan,
54

Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Nov 28, 2015

Download

Documents

muhammad faisal
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERTAMBANGAN DAN INDUSTRI MIGAS DI SUMATERA UTARA DAN ACEH

PENDAHULUAN

Dalam catatan sejarah Pertambangan dan Industri Permigasan Indonesia, wilayah Kabupaten Langkat,

khususnya di kawasan Telaga Said, Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh

Darussalam merupakan daerah penghasil minyak yang pertama di Indonesia, yaitu dimulai pada akhir

abad ke XIX.

Awal pemburuan minyak bumi di Indonesia hanya selisih waktu dua belas tahun dengan peristiwa penting

yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1859, ketika “Colonel” Edwin L. Drake di Titusville,

Pennsylvania, melakukan pemboran sumur minyak pertamanya. Pencarian tersebut dilakukan oleh Jan

Reerink, yang kemudian tercatat sebagai orang pertama yang melakukan pemboran minyak bumi di

Indonesia, tepatnya di kaki lereng Gunung Ceremai (Cibodas), Jawa Barat. Tapi sayang, usaha Reerink

tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Empat sumur telah dibor, tapi hasilnya tidak komersial,

walaupun di kawasan lereng Gunung Ceremai banyak terdapat rengkah-rengkahan tanah yang

mengandung minyak (oil seepages).

Usaha pencarian sumber minyak bumi pada masa tempo doeloe selalu berpedoman dan diarahkan ke

kawasan “oil seepages (rembesan minyak)” yang merupakan petunjuk ke arah ditemukannya sumur-

sumur minyak dangkal yang dapat dibor hanya dengan mempergunakan peralatan bor yang sederhana –

pada masa itu seismik belum dipergunakan untuk mendeteksi sumber cadangan migas.

Dua belas tahun sudahpun berlalu, seorang inspektur perkebunan tembakau Belanda di daerah Langkat,

Sumatera Utara, adalah Aeilko Janszoon Zijlker tercatat sebagai orang kedua yang mencari minyak bumi

di Indonesia, yang pada masa itu oleh penjajah Belanda diberi nama Nederlands Oost Indie (Hindia

Belanda).

Setelah setahun melakukan pemburuan minyak bumi di daerah Langkat (Telaga Said), akhirnya pada

tanggal 15 Juni 1885 Zijlker berhasil menemukan cadangan minyak bumi yang cukup komersial melalui

sumur “Telaga Tunggal I” pada kedalaman 121 meter. Sumur ini kemudian tercatat sebagai sumur

minyak bumi pertama di Hindia Belanda yang mampu berproduksi selama lebih kurang 15 tahun.

Pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu antara tahun 1885 – 1890 telah terjadi beberapa penemuan

sumber minyak bumi di daerah lainnya di Indonesia, seperti di desa Ledok, Jawa Tengah, Desa Minyak

Hitam, Muara Enim, Sumatera Selatan dan di Riam Kiwa dekat Sanga-Sanga, Kalimantan Timur.

Memasuki tahun 1926, N.V. Koninklijke Nederlandsche Maatschappij tot Exploitatie van Petroleum

Brownen in Nederlandsche Indie (Royal Dutch Company) yang telah bergabung dengan Shell Transport

& Trading Company (24 Februari 1907) dalam wadah The Koninklijke Shell Group atau yang kemudian

lebih dikenal dengan sebutan Shell, melalui anak perusahaannya yang bernama Bataafsche Petroleum

Maatschappij (BPM), Shell/BPM mulai mengembangkan kegiatan usahanya untuk mencari minyak bumi

di daerah Paluh Tabuhan, Langkat dan Aceh Timur – sekarang Aceh Tamiang -, khususnya di Rantau

dan sekitarnya.

Lapangan yang ditemukan pada tahun 1928, yaitu Rantau, merupakan lapangan minyak yang paling

produktif di seluruh Indonesia semasa penjajahan Belanda -pasca Telaga Said-, bahkan sampai

terbentuknya perusahaan minyak nasional milik bangsa Indonesia, yaitu PT PERMINA.

Setelah Indonesia memproklamirkan Kemerdekaanya dan berhasil memperoleh kedaulatan penuh pada

tanggal 27 Desember 1949, maka sesuai dengan isi kandungan UUD 1945, seluruh kegiatan usaha

industri perminyakan di bumi Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh Negara untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

Pada mulanya usaha mendirikan perusahaan minyak melalui puing-puing kilang minyak dan sumur-

sumur tua peninggalan Shell/BPM di kawasan Teluk Haru (Kecamatan Sei Lepan, Kecamatan Babalan,

Page 2: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Kecamatan Brandan Barat, Kecamatan Gebang, Kecamatan Pangkalan Susu dan Kecamatan Besitang

di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara) dan Kabupaten Aceh Tamiang, khusus di Kecamatan Kejuruan

Muda dan Kecamatan Rantau – sekarang jadi kantor pusat PT PERTAMINA (PERSERO) DOH NAD-

Sumbagut, Rantau – mendapat reaksi yang sinis dan skeptis dari sementara kalangan bangsa sendiri

apalagi bangsa asing. Sebab mitos yang berkembang pada masa itu menyatakan bahwa bangsa

Indonesia tidak mungkin dapat mengelola kegiatan usaha pertambangan dan industri perminyakan.

Namun sejarah membuktikan bahwa mithos tersebut dibuat hanya untuk mengecilkan kemampuan

bangsa Indonesia yang pada kenyataan finalnya ternyata mampu melaksanakan kegiatan usaha

pertambangan dan industri perminyakan di Indonesia, bahkan kemudian berkembang menjadi “an

integrated oil company “ serta memegang peranan yang penting dalam gerak langkah pembangunan

nasional.

Awal penambangan minyak bumi di Indonesia.

Menurut catatan sejarah, awal penambangan minyak di bumi Indonesia dibedug dari daerah Kesultanan

Langkat (Lapangan Telaga Said) dan dari Kesultanan Tamiang (Lapangan Rantau) seperti yang

dikisahkan bahwa pada suatu malam di tahun 1880 turun hujan lebat dengan disertai ribut petir yang

berkesinambungan di daerah perkebunan tembakau milik Belanda, sehingga memaksa seorang ahli

perkebunan tembakau Belanda bernama Aeilko Janszoon Zijlker yang sedang melakukan inspeksi di

lapangan untuk berteduh di sebuah gubuk dalam areal perkebunan itu.

Dalam cuaca yang gelap gulita, seorang pembantunya menyalakan beberapa batang obor sambil

berdiang untuk menghilangkan rasa dingin. Cahaya yang dipancarkan oleh salah satu obor itu telah

menarik perhatian Zijlker karena nyala apinya sangat terang, melebihi sinar obor lainnya.

Menjawab pertanyaan Zijlker, pembantunya menjelaskan bahwa bahan bakar yang dipergunakan adalah

berasal dari sebuah kubangan (semacam kolam kecil) berisi cairan hitam yang berbau tidak sedap di

belakang gubuk tempat mereka berteduh.

Zijlker kemudian mengambil contoh cairan hitam itu dan dikirimkan ke laboratorium untuk di analisa

keberadaanya. Dari hasil penelitian laboratorium, ternyata cairan hitam itu adalah minyak bumi bermutu

tinggi.

Setelah mendapat rezeki nomplok itu, Zijlker kemudian menghimpun dana dari rekan-rekannya di negeri

kincir angin untuk memperoleh konsesi dari Sultan Langkat, Musa dan biaya pengeboran sumur minyak

dikawasan Telaga Said.

Pengeboran perdana dilakukan di sumur Telaga Tiga, tetapi hasil yang diperoleh tidak memuaskan, alias

non komersial. Kegagalan tersebut tidak membuat semangat Zijlker dkk. jadi kendor. Pengeboran

berikutnya dilakukan di Telaga Tunggal selama satu tahun. Ketika pemboran telah mencapai kedalaman

22 meter, diperoleh 1.710 liter dalam 48 jam, dan pada kedalam 31 meter telah pula diperoleh minyak

sebanyak 86.402 liter.

Ketika pemboran mencapai kedalaman 121 meter, tiba-tiba terjadi semburan kuat gas bercampur air dan

minyak dari dalam tanah dengan suara gemuruh sehingga pengeboran selanjutnya jadi terhenti.

Peristiwa yang terjadi pada tanggal 15 Juni 1885 di sumur Telaga Tunggal I kemudian tercatat sebagai

awal penemuan minyak bumi secara komersial di Hindia Belanda. Sumur ini sangat produktif dan terus

mengalirkan minyak selama lebih dari lima belas tahun. Bahkan sampai saat buku ini dibuat (2004), ada

beberapa sumur peninggalan Belanda yang masih meneteskan minyak mentah secara alami. Contohnya

di struktur Telaga Darat (Buluh Telang, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat-Sumut) dan di

struktur Telaga Said (Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat-Sumut).

Penemuan minyak mentah yang cukup komersial di Telaga Tunggal I telah menelurkan penemuan

sumur-sumur minyak lainnya di kawasan Telaga Said, yang berlokasi tidak jauh dari Pangkalan

Berandan.

Page 3: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Konon khabarnya, bahan minyak dari daerah ini (Telaga Said) yang dulu pernah digunakan oleh Laskar

Kerajaan Pase (Aceh) untuk menghalau dan membakar kapal armada laut Portugis pimpinan Laksamana

Alfonso D’Albuquerque dalam suatu pertempuran laut di perairan Selat Malaka saat orang-orang Portugis

itu ingin mendarat di pesisir pantai Timur Aceh dengan alasan untuk mencari rempah-rempah.

Penemuan yang cukup gemilang itu telah menyebabkan Zijlker dkk. mendirikan perusahaan perminyakan

bernama “ Koninklijke Nederlandsche Petroleum Company “ di Den Haag, Belanda yang kegiatan

administrasinya dipusatkan di Pangkalan Berandan.

Sedangkan untuk kepentingan memproduksi dan pengolahan minyak mentah untuk dijadikan BBM dan

Pelumas, pada tahun 1892 telah pula dibangun kilang penyulingan BBM di Pangkalan Berandan. Kilang

ini kemudian tercatat sebagai kilang BBM yang pertama di Indonesia.

Enam tahun kemudian (1898) juga telah dibangun pelabuhan minyak yang pertama di Indonesia,

tepatnya berada di tepi pantai Teluk Haru, Pangkalan Susu yang dilengkapi dengan segala fasilitas dan

sarana pendukungnya.

Dengan adanya Pelabuhan Minyak di Pangkalan Susu, maka ekspor minyak mentah dari Telaga Said

dapat berjalan lancar. Sehingga minyak asal bumi Langkat jadi kesohor di manca negara berkat usaha

A.J. Zijlker dkk. Selain Ibnu Sutowo yang dikenal sebagai Bapak Pembangunan Industri Perminyakan

Indonesia, A.J. Zijlker juga seharus dinobatkan sebagai Founding Father minyak bumi di Indonesia.

Sementara untuk mendukung kelancaran operasi industri perminyakan yang dihasilkan dari lapangan

Telaga Said, Koninklijke Nederlandsche Petroleum Company yang telah mengganti nama menjadi N.V.

Koninklijke Nederlandsche Maatschappij tot Exploitatie van Petroleum in Nederlandsche Indie dan

bergabung dengan Shell Transport & Trading Company dalam perusahaan The Koninklijke Shell Group,

kemudian dikenal dengan sebutan Shell telah pula mendirikan tiga anak perusahaan, yaitu Bataafsche

Petroleum Maatschappij (BPM) untuk bidang produksi, Aziatic Petroleum bergerak di bidang pemasaran

dan Saxon Petroleum Company menangani bidang pengangkutan minyak.

Setelah meraih sukses di Telaga Said, pada tahun 1926 Shell/BPM mulai mengembangan kegiatan

usahanya untuk mencari minyak di Aceh yang kini dikenal sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

khususnya di Rantau dan daerah sekitarnya.

BPM yang telah memperoleh konsesi untuk melaksanakan penambangan minyak di Aceh mulai

melakukan penelitian kemungkinan adanya minyak di kawasan Peurlak (Perlak), Rantau Panjang,

Panton, Idi Rayeuk, Langsa dan sekitarnya.

Dalam perjalanan sejarah penemuan minyak di Tanah Rencong tercatat nama putra Indonesia yang

bekerja di BPM/Shell sebagai Asisten Geologi dan berkat kerja kerasnya sejak tahun 1926, akhirnya R.

Suroso Notohadiprawiro dapat membuktikan bahwa di Tamiang Blok terdapat cadangan minyak, yang

semula tidak diyakini oleh BPM. Suroso mempertaruhkan jabatannya jika perhitungannya keliru.

Pengeboran sumur minyak R-1 di Rantau pada tahun 1928 ternyata mampu memproduksikan minyak

sebanyak 136 m3/hari dari kedalaman 340 meter pada Februari 1929. Kemudian disusul dengan

pemboran sumur R- 2 yang ternyata juga menghasilkan minyak sebesar 105 m3/hari dari kedalaman 290

meter.

Sejak itu usaha pencarian minyak di Tamiang Blok terus dilanjutkan. Dan untuk tahun 1939 saja sudah

tercatat sebanyak 173 sumur minyak yang berproduksi dengan rata-rata produksinya mencapai 1.700

ton/hari.

Minyak bumi Indonesia terus dikuras oleh bangsa asing dengan penghasilan yang cukup besar bagi

perusahaan maupun negara mereka masing-masing. Sedangkan bangsa Indonesia yang ketika itu masih

dijajah oleh Belanda, tidak dapat berbuat banyak kecuali jadi “Penonton Budiman.”

Menjelang Perang Dunia II, semua kegiatan peminyakan di Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh

Shell/BPM, kecuali Sumatera Tengah dan Selatan yang hak konsesinya berada di tangan Stanvac.

Page 4: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Pada masa itu dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan daerah penghasil minyak bumi terbesar di

Timur Jauh yang rata-rata produksinya mencapai sekitar 62 juta barrel/tahun. Oleh sebab itu tidaklah

mengherankan bila bumi Nusantara jadi incaran para pengusaha Multinasional untuk memburu minyak di

Indonesia. Sebelumnya yang diincar bangsa Eropa adalah rempah-rempah yang memang sudah terkenal

di manca negara sejak berabad-abad lampau.

Pecah Perang Dunia II

Mengingat bahwa minyak bumi merupakan bahan baku sumber energi yang sangat penting bagi

penggerak roda perekonomian dan roda-roda mesin perang, maka ketika meletus perang dunia ke-II dan

setelah Pearl Harbour diluluh-lantakan oleh ratusan pesawat tempur Zerro Kamikaze Kerajaan Dai

Nippon, dalam sandi operasi “Tora Tora Tora” selama tiga jam pada tanggal 7 Desember 1941, Indonesia

yang ketika itu masih dijajah oleh Belanda mendapat giliran diserang oleh Jepang, sebagai jembatan

untuk penyerbuan selanjutnya ke Australia.

Karena merasa sudah tidak mampu lagi untuk menahan serbuan tentara Jepang yan sedemikian

cepatnya, apalagi setelah mengetahui bahwa armada laut Belanda (Pimpinan Laksamana Muda Karel

Boorman) dapat dilumpuhkan oleh Laksamana Takegi dalam pertempuran laut yang dahsyat di perairan

Laut Jawa, maka Belanda melakukan taktik bumi hangus terhadap semua sarana dan fasilitas industri

perminyakan di Indonesia termasuk di Pangkalan Berandan.

Akan tetapi karena pembumihangusan terhadap instalasi dan fasilitas industri perminyakan dilakukan

secara tergesa-gesa oleh Vernielinkcorp (tentara Belanda) pada tanggal 9 Maret 1942, maka tidak semua

instalansi tersebut dapat dihancurkan.

Penyerbuan balatentara Dai Nippon yang sangat cepat itu akhirnya berhasil menguasai industri

perminyakan di Pangkalan Berandan dan sekitarnya termasuk yang terdapat di Aceh Timur, dan

pengoperasiannya diserahkan di bawah pengawasan Komandan Militer setempat.

Untuk mengatasi kebutuhan BBM yang sangat mendesak demi kelancaran operasi militer Kerajaan

Jepang yang ambisius menjadi penguasa tertinggi di Asia Timur Raya, maka segera dilakukan perbaikan

lapangan dan kilang minyak dengan mempergunakan tenaga kerja Romusha dan para pekerja bekas

BPM/Shell.

Berkat kerja keras para pekerja bangsa Indonesia di bawah pimpinan tenaga ahli berkebangsaan Jepang

yang khusus dibawa dari negeri Sakura, dalam waktu yang relatif singkat Jepang telah berhasil

memperbaiki kembali tambang minyak berikut kilang BBM peninggalan BPM di Pangkalan Berandan.

Untuk kepentingan militer dan industri di negerinya, Jepang telah pula berhasil meningkatkan produksi

dan kapasitas kilang secara paksa. Contohnya, kilang BBM di Pangkalan Berandan yang berkapasitas

produksi sebesar 300 ton/hari telah dipaksa produksinya menjadi 10.000 ton/hari.

Bukan hanya itu saja, pada tahun 1943 Jepang juga telah mendirikan kilang BBM yang berlokasi

tersembunyi di kebun karet Paya Buyok agar tidak diketahui oleh pihak Sekutu yang sedang berseteru

dengan Jepang. Kilang ini dipimpin oleh tiga orang pegawai berkebangsaan Jepang, yang dikepalai oleh

seorang militer berpangkat Letda. dari Angkatan Darat Jepang dibantu tiga orang lulusan Nampo Sekyu

Gakko (Sekolah Tambang Minyak), Pangkalan Berandan.

Peristiwa keberhasilan Jepang membangun kembali kilang BBM berikut fasilitas pendukungnya baik yang

terdapat di Pangkalan Berandan maupun di Aceh, telah menjadi perhatian serius dan incaran

penyerbuan Sekutu untuk membombardir industri perminyakan di Pangkalan Berandan dengan maksud

agar kekuatan Jepang di Asia dapat dilumpuhkan.

Walaupun mendapat perlawanan yang sengit dari tentara Jepang, akan tetapi Sekutu terus berupaya

menghancurkan pertahanan lawan dengan dukungan ratusan pesawat pembom. Peristiwa 4 januari 1945

ini tidak berhasil menaklukkan tentara Kerajaan Dai Nippon yang dikenal sebagai pasukan berani mati.

Akan tetapi tidak demikian halnya ketika Jepang menerima bingkisan bom atom “Little Boy“ untuk

Hiroshima pada tanggal 15 Agustus 1945, dan “Fat Man“ pada tanggal 9 Agustus1945 untuk Nagasaki

Page 5: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

yang dikirim melalui pesawat pembom B-29 “Enola Gray” milik Amerika Serikat. Akhirnya Jepang

bertekuk-lutut setelah Kaisar Mikado Hirohito, menyatakan menyerah kalah tanpa syarat.

Perjuangan Merebut Tambang Minyak

Setelah balatentara Kerajaan Dai Nippon berhasil dilumpuhkan oleh Sekutu, orang Belanda yang telah

memperoleh angin segar atas kemenangan Sekutu dalam pertempuran Asia-Pasifik, berusaha keras

untuk menguasai kembali perusahaan tambang minyak di Pangkalan Berandan dan aceh Timur, tapi

sayang niat Belanda tidak kesampaian karena secara defenitif Pemerintah Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) telah berkuasa di kawasan yang berada di luar daerah pendudukan tentara Sekutu.

Menyadari bahwa pihak Tentara Jepang tetap ngotot tidak mau menyerahkan tambang minyak Sayutai

kepada Laskar Minyak ( eks. Pegawai BPM / Sayutai ) yang mendapat dukungan sepenuhnya dari

Komite Nasional Indonesia Teluk Haru dari Barisan Pemuda Indonesia (BPI), pada tanggal 8 Oktober

1945 beberapa pemuda BPI secara mengendap-endap dikegelapan malam berhasil menerobos masuk

ke kompleks tambang minyak Pangkalan Berandan.

Adalah Bedul yang memanjat menara Pretoping setinggi 50 meter untuk mengibarkan bendera Merah

Putih di puncak Pretoping sebagai tanda bahwa tambang minyak Pangkalan Berandan telah dikuasai

oleh Laskar Minyak Pangkalan Berandan.

Sejak itu para pegawai Sayutai berkebangsaan Indonesia tidak bersedia lagi menjalankan perintah

atasannya yang berkebangsaan Jepang dan tetap meduduki tambang minyak tersebut dengan aksi

mogok kerja. Dengan demikian sejak pertengahan Oktober 1945 secara praktis kegiatan produksi

tambang minyak Sayutai terhenti total.

Tambang minyak Pangkalan Berandan yang telah dikuasai oleh para Laskar Minyak, namanya diganti

dari Sayutai menjadi Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI). Penggantian

nama ini dilakukan secara sepihak, sedangkan Tentara Jepang dan pegawai Sayutai yang

berkebangsaan Jepang tidak dapat berbuat banyak karena memang posisi mereka sangat terjepit akibat

kalah perang ditambah lagi dengan adanya penekanan dari pihak Laskar Minyak yang telah menduduki

Sayutai dan penekanan dari Sekutu.

Sementara Pemerintah Republik Indonesia sendiri belum berhasil menguasai sepenuhnya perusahaan

tambang minyak Sayutai eks BPM/Shell karena pihak Sekutu atas permintaan Kerajaan Belanda,

menekan tentara Jepang yang masih berada di kompleks kilang minyak Pangkalan Berandan agar tetap

mempertahankan status quo perusahaan tersebut.

Karena adanya perjuangan yang gigih dari para insan perminyakan dan dukungan dari pejuang

Kemerdekaan R.I., akhirnya pihak Sekutu yang diwakili oleh tentara Inggeris, Mayor Fergusson atas

nama Komando Tertinggi Tentara Sekutu di Sumatera, menyerahkan tambang minyak di Pangkalan

Berandan dan Aceh Timur kepada Pemerintah NRI yang diterima oleh Residen Sumatera, Abdul Karim

M.S. mewakili Gubernur Sumatera Utara, Mr. Teuku Mohammad Hasan dengan disaksikan oleh dua

orang petugas dari Badan Komisi Dewan Keamanan, Residen Sumatera Timur, Mr. Luat Siregar, Bupati

Langkat, Adnan Nur Lubis, Wedana Teluk Haru, Basir Nasution, Ketua Komite Nasional Indonesia

Wilayah Teluk Haru merangkap anggota Dewan Sumatera, Amin Sutarjo, Sekretaris KNI Teluk Haru,

Amiruddin Basir dan Komandan Keamanan Wilayah Teluk Haru, Letda. M. Hayar.

Seusai acara serah-terima itu, pada tanggal 20 Juni 1946 Gubernur Sumatera memberi mandat kepada

Amin Sutarjo untuk mengatur dan menertibkan susunan organisasi serta mengangkat pengurus baru di

perusahaan minyak eks Sayutai/BPM yang telah dirobah dan ditetapkan namanya menjadi Perusahaan

Tambang Minyak Republik Indonesia atau yang lebih dikenal dengan singkatan PTMRI, yang merupakan

cikal bakal PT PERTAMINA (PERSERO) seperti yang dikenal saat ini.

Berdasarkan mandat tersebut, Amin Sutarjo mengangkat S.H. Sapardan yang mantan Ka. Adm. Sayutai

menjadi pimpinan PTMRI dibantu Djohan sebagai Kabidtek dan Senen sebagai Kabid. Pemasakan

minyak. Sedangkan Amin Sutarjo sendiri duduk di kepengurusan itu sebagai Penasehat.

Page 6: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Selain itu mandor Karsani dan Hamdani masing-masing diangkat menjadi pimpinan kelompok kerja

Tambang Minyak Paluh Tabuhan (sekarang termasuk dalam wilayah Kecamatan Berandan Barat, sekitar

10 Km dari pusat kota Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat, Sumatera Utara) yang bertugas

mengelola sumur-sumur migas di struktur Paluh Tabuhan khususnya Telaga 49. Sedangkan sebagai

pengawas dari usaha itu dipercayakan kepada Amiruddin Nasir, Sekretaris KNI wilayah Teluk Haru.

Sedangkan kegiatan perminyakan di Rantau yang berpusat di Langsa dipimpin oleh M. Abbas (Ka. Dept.

Prod.) dan Djohan yang telah ditarik ke Aceh sebagai Ka. Dept. Tek., Abdurrahman sebagai Ka. Dept.

Umum dan Keuangan, Abdullah sebagai Sekretaris dan Teuku Usman Peudada sebagai Penasehat

PTMRI Aceh Julouk.

Pada tahun 1949 telah dicapai kata sepakat antara PTMRI-SU (berkedudukan di Pangkalan Berandan)

dengan PTMRI Aceh Julouk (berkedudukan di Langsa, Aceh) bahwa tugas PTMRI-SU adalah mencari

sumber minyak bumi untuk kemudian diolah menjadi BBM. Sedangkan PTMRI Aceh Julouk bertindak

selaku penjual (pemasaran) hasil produk BBM PTMRI-SU.

Sementara kantor pusat administrasi kedua perusahaaan tersebut berkedudukan di Langsa, Aceh Timur

dibawah pimpinan Mayjend. Teuku Amir Husin Al Mudjahid dibantu oleh M. Abbas, Djohan, Abdul

Rachman dan Abdullah dengan penasehatnya, Teuku Usman Peudada.

Karena terjadi pergolakan politik dan perselisihan paham, akhirnya PTMRI-SU memisahkan diri dari Aceh

pada tahun 1950. Tambang Minyak Pangkalan Berandan bergabung dengan Tambang Minyak

Pangkalan Susu untuk melaksanakan kegiatan industri perminyakan di Sumatera Utara dalam wadah

PTMRI-SU.

Militerisasi Tambang Minyak

Setelah berhasil menguasai sepenuhnya instalasi dan fasilitas industri perminyakan di Pangkalan

Berandan, Pangkalan Susu, Langsa termasuk Rantau dan sekitarnya, maka hasil produksi PTMRI lebih

diutamakan untuk konsumsi masyarakat dan keperluan perjuangan pengisi kemerdekaan.

Pada waktu itu PTMRI setiap harinya hanya mampu memproduksi sekitar 1000 ton bensin dan minyak

tanah ditambah sejumlah kecil solar, minyak diesel dan pelumas yang disalurkan sampai ke pelosok

daerah di Sumatera Utara dan Aceh.

Penyaluran BBM tersebut pada awalnya berjalan cukup mulus dan lancar. Akan tetapi belakangan

pendistribusiannya jadi tersendat-sendat akibat adanya pihak-pihak tertentu yang berebutan ingin

mendapatkan jatah istimewa, sehingga hal itu menyulitkan pimpinan PTMRI untuk mengatur pelaksanaan

penyaluran BBM sampai ke pedesaan.

Untuk mengatasi keruwetan itu, pimpinan PTMRI, S.H. Sapardan mengusulkan kepada Gubernur

Sumatera dan Panglima Komandemen Tentara Sumatera agar PTMRI dimiliterisasi dalam waktu

secepatnya.

Sebagai realisasi permohonan tersebut, pada bulan Oktober 1946, Mayjen. Suharjo Harjowardoyo selaku

Panglima Komandemen Tentara Sumatera berkunjung ke Pangkalan Berandan untuk meresmikan

militerisasi PTMRI dengan menabalkan pangkat Mayor Tituler kepada Pimpinan PTMRI, S.H. Sapardan.

Sedangkan untuk para kepala bidang/departemen diberi pangkat Kapten dan kepada para staff ahli

lainnya diberi pangkat Letnan.

Dengan terlaksananya militerisasi di PTMRI, maka pendistribusian BBM ke daerah-daerah yang tadinya

terkendala, akhirnya dapat teratasi dengan baik dan lancar.

Aksi Bumi Hangus

Tanggal 21 Juli 1947 diterima informasi dari pihak intelijen bahwa tentara Kerajaan Belanda telah

melancarkan agresi militer terhadap kedaulatan Negara Republik Indonesia termasuk niatnya untuk

merebut kembali perusahaan pertambangan minyak di Pangkalan Berandan dan sekitarnya.

Page 7: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Sebelum menyerbu ke Pangkalan Berandan, pihak Kerajaan Orange dengan dukungan Brigade “Z“ telah

mengerahkan Batalyon IV/VI KNIL dan Batalyon 4-2 RI.KL untuk melakukan ofensif ke kawasan sektor

Barat dan Utara Medan Area, yang dikabarkan telah berhasil melumpuhkan kota Medan pada tanggal 29

Juli 1947.

Setelah mematahkan perlawanan para pejuang Kemerdekaan R.I. di kota Medan, Sunggal, Binjai, Stabat

dan Tanjung Pura, Belanda yang telah mengingkari Perjanjian Linggarjati (8 Maret 1947), terus bergerak

maju ke arah Barat dengan tujuan Pangkalan Berandan.

Pasukan yang dipimpin oleh Letkol. H. Kroes yang khusus ditugaskan untuk menduduki Langkat, telah

mendapat perlawanan sengit dari para pejuang kita yang tergabung dalam Batalyon Istimewa Divisi X

TRI pimpinan Kapten Agus Husin. Pasukan musuh yang telah memasuki Securai berhasil dipukul mundur

sampai ke batas demarkasi Gebang. Untuk memperingati peristiwa tersebut, di Gebang telah didirikan

Tugu Demarkasi.

Beberapa hari setelah dipukul mundur oleh para pejuang kita, diperoleh informasi bahwa pasukan

Belanda akan melakukan serangan secara besar-besaran untuk merebut instalasi industri perminyakan di

Pangkalan Berandan. Hal ini dapat diketahui dari mata-mata Belanda yang berhasil di tangkap, yaitu

Tengku Karma bin Tengku Sulaiman, kontelir Belanda di Tanjung Pura.

Melihat situasi yang sudah tidak menguntungkan lagi bagi keamanan dan keselamatan instalasi dan

fasilitas industri perminyakan di Pangkalan Berandan, maka perintah Panglima Komando Divisi X TRI,

Kolonel Husin Yusuf kepada Komandan KSBO (Komando Sektor Barat dan Oetara) Medan Area, Letkol

Hasballah Hadji untuk membumi hanguskan seluruh instalasi industri perminyakan berikut objek-objek

vital lainnya baik yang terdapat di Pangkalan Berandan maupun di Pangkalan Susu harus segera

dilaksanakan.

Surat Perintah yang sudah dipersiapkan oleh perwira operasi KSBO, Kapten Sudirman, Segera ditanda-

tangani oleh Komandan KSBO pada tanggal 12 Agustus 1947. Surat tersebut diberikan kepada para

komandan pioner pembumihangusan Pangkalan Berandan, yaitu Lettu. Usman Amir (mantan Ka.

Djawatan Persendjataan Divisi Gajah I), Tengku Nurdin (mantan Danyon V RIMA/ Pesindo Divisi

Rencong), Umar Husin (mantan perwira Pesindo Divisi Rencong) dan M. Yusuf Sukony (mantan perwira

Divisi Rencong). Sedangkan tembusannya disampaikan kepada pemimpin PMC ( Plaatselijk Militair

Commando ) Pangkalan Berandan, Mayor Nasaruddin yang bertanggungjawab penuh atas keamanan

umum dan keselamatan penduduk kota itu.

Tepat pada pukul 03.00 dini hari tanggal 13 Agustus 1947, peristiwa pembumihangusan seluruh instalasi

dan fasilitas industri perminyakan di Pangkalan Berandan dan sekitarnya telah tercatat dalam sejarah

perjuangan bangsa Indonesia. Sedangkan pembumihangusan kota Pangkalan Berandan berlangsung

pada pukul 04.00.

Akibat dari aksi tersebut, secara praktis kota Pangkalan Berandan berikut kompleks industri perminyakan

telah berubah wujud jadi lautan api dan gerak roda perekonomian jadi macet total. Itulah konsekuensi

yang harus diterima oleh bangsa dan rakyat Indonesia ketika itu, khususnya yang berdomisili di kota

Pangkalan Berandan dan sekitarnya,

Menurut catatan sejarah, bumi hangus di Pangkalan Berandan telah dilakukan sebanyak tiga kali.

Pertama pada tanggal 9 Maret 1942 dilakukan oleh Vernielinkcorps (tentara Belanda) sebelum

penyerbuan tentara Jepang, tetapi karena dilakukan secara tergesa-gesa, kerusakannya tidak separah

bumi hangus yang kedua.

Bumi hangus kedua dilakukan pada tanggal 13 Agustus 1947 oleh pasukan PMC yang mengakibatkan

seluruh instalasi dan fasilitas industri perminyakan di Pangkalan Berandan termasuk ruko dan rumah

penduduk jadi porak-poranda.

Bumi hangus ketiga dilakukan oleh bangsa kita pada tanggal 19 Desember 1948 ketika Belanda yang

masih penasaran, melakukan agresi militer kedua di bumi Indonesia. Akibatnya, seluruh pertambangan

minyak di Pangkalan Berandan jadi puing-puing yang berserakan dan ditinggalkan begitu saja untuk

beberapa waktu lamanya.

Page 8: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Sedangkan tambang minyak di Rantau dan Langsa, Aceh Timur dapat diselamatkan dari taktik bumi

hangus karena pertahanannya diperkuat oleh pasukan Bateri II Arteleri dibawah pimpinan Kapten Nukun

Sanany dibantu oleh TPR II Aceh Divisi Sumatera pimpinan Lettu. TN. Basyir Abdullah dan Letda. Syarif

Agus.

Hari Jadi PERTAMINA

Setelah Indonesia memperoleh kedaulatan penuh pada tanggal 27 Desember 1949 yang penandatangan

penyerahannya dilakukan oleh Delegasi Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dipimpin oleh Perdana

Menteri RIS, Mohammad Hatta dan dari pihak Belanda diwakili oleh Perdana Menteri, Dr. Williem Drees

dan Menteri Seberang Lautan Belanda, A.M.J.A. Sassen di Ruang Taktha Ratu Juliana di Amsterdam,

pertumbuhan dan perkembangan perusahaan perminyakan di Indonesia adalah sejalan dengan sejarah

pencarian minyak itu sendiri.

Perusahaan minyak nasional pertama yang didirikan sesudah penyerahan kedaulatan ialah Perusahaan

Tambang Minyak Republik Indonesia (PTMRI) yang pada masa pergolakan (Agresi I dan II oleh Belanda)

oleh para pejuang perminyakan disebut sebagai Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik

Indonesia (PTMNRI). Perusahaan ini berasal dari bekas perusahaan Shell/BPM yang ditinggalkan

mereka begitu saja oleh Belanda ketika tentara Jepang berhasil menduduki Sumatera Utara dalam

Perang Dunia II. Dan oleh Jepang perusahaan bekas Shell/BPM itu diberi nama Sayutai (1942).

Pada tanggal 9 Maret 1951, Residen Teuku Mohammad Daudsyah atas nama Gubernur Sumatera

mengeluarkan ketetapan sementara tentang pemecahan administrasi (restrukturisasi dimasa kini) PTMRI

menjadi Langkat Kompleks (PTMRI-SU) berpusat di Pangkalan Berandan dan Aceh Kompleks (PTMRI

Aceh Julouk) berkedudukan di Langsa.

Sebagai pimpinan PTMRI Aceh Julouk dipercayakan kepada Mayjend. Teuku Amir Husin Al Mudjahid,

dan Djohan ditunjuk untuk memimpin PTMRI Sumatera Utara yang sebelumnya dijabat oleh S.H.

Sapardan.

Dengan keputusan tersebut diharapkan usaha pertambangan minyak dapat diselenggarakan secara self-

supporting, dan masing-masing daerah administrasi mendapat hak untuk mengurus rumah-tangganya

sendiri serta saling berpacu untuk mencapai efisiensi dalam meningkatkan produksi di daerah masing-

masing.

Akan tetapi masalah yang timbul kemudian sangat bertolak-belakang dengan harapan semula, baik

ditinjau dari sudut finansial maupun kesejahteraan pekerja di semua lapangan. Keadaan itu dibebani oleh

soal utama, yaitu masalah status tambang minyak belum ada kepastian hukumnya. Sementara para

pekerja yang merasa dirinya bukan pegawai negeri terus mendesak pemerintah agar menasionalisasikan

tambang minyak untuk kepentingan nasional yang pada gilirannya juga dapat memperbaiki nasib dan

kesejahteraan pekerjanya.

Dalam keadaan yang tidak menyenangkan secara internal dan kacau secara nasional akibat timbulnya

pemberontakan D.I., sabotase, staking, dll. yang mengakibatkan eksploitasi produksi jadi terganggu

termasuk pembayaran gaji pekerjanya jadi tersendat-sendat, tetapi para pekerja tambang minyak Rantau

tetap bekerja dengan segala konsekuensi dan kemampuan yang ada, sambil menunggu keputusan dari

pemerintah pusat tentang status tambang minyak di Rantau.

Kabar yang dinantikan belum muncul, malah terdengar berita bahwa tambang minyak di daerah

Sumatera Utara dan Aceh akan dikembalikan kepada BPM/Shell. Hal itu tentu saja menimbulkan reaksi

yang cukup keras dari para insan perminyakan.

Menghadapi kenyataan yang sudah demikian ruwetnya dan demi untuk mengantisipasi kemungkinan-

kemungkinan yang timbul dari reaksi keras para insan perminyakan di Sumatera Utara dan Aceh serta

mengingat bahwa kilang minyak di Langsa Aceh, (kapasitas produksi 40 ton/hari) sangat membantu

perjuangan bangsa Indonesia, maka Mr. Teuku Mohammad Hasan selaku ketua komisi perdagangan dan

industri di DPR, setelah menerima pengaduan dari para insan perminyakan segera mengajukan usul-

mosi kepada Pemerintah, yang isinya antara lain mendesak pemerintah supaya menunda segala

Page 9: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

pemberian izin konsesi, eksploitasi maupun perpanjangan izin-izin yang sudah habis masa berlakunya,

selama menunggu hasil pekerjaan Panitia Negara urusan Tambang.

Usulan / mosi tersebut ditanda-tangani oleh Mr. Teuku Mohammad Hasan, Mr. Burhanuddin, Siauw Giok

Tjan, Saroso, Mr. A.Z. Abidin, Mochran bin Haji Ali, Maruto Nitimiharjo, Said Bachroisj, A.S. Bachmid,

K.H. Tjikwan dan I.R. Lobo.

Pada tanggal 12 April 1954 Pemerintah mengumumkan bahwa Perusahaan Tambang Minyak Republik

Indonesia (PTMRI) Sumatera Utara dan PTMRI Aceh Julouk yang berkedudukan di Langsa digabung

dibawah satu perusahaan yang diberi nama Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU) dengan kantor

pusatnya di Pangkalan Berandan.

Setelah melalui berbagai gelombang perjuangan para insan perminyakan dibantu oleh para anggota

Dewan khususnya Mr. Teuku Mohammad Hasan dan kawan-kawan, akhirnya, pada tanggal 22 Juli 1957

Pemerintah Republik Indonesia Serikat (sekarang Serikatnya dibuang) memutuskan untuk menyerahkan

lapangan minyak Sumatera Utara dan Aceh kepada Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) yang pada

masa itu dijabat oleh Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution. Sedangkan seluruh saham TMSU berada

ditangan Pemerintah.

Sementara mengenai pengusahaannya diserahkan kepada KASAD yang kemudian megganti nama

TMSU menjadi PT ETMSU (Perseroan Terbatas Ekploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara). Dan oleh

keputusan Menteri Perdagangan dan Industri, Prof. Dr. Sunaryo tertanggal 15 Oktober 1957 ditetapkan

Kolonel dr. Ibnu Sutowo sebagai pimpinan PT ETMSU, kemudian pada tanggal 10 Desember 1957, PT

ETSMU diganti namanya menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional atau yang lebih dikenal dengan

akronim PT PERMINA.

Pengganti nama tersebut selain dimaksudkan untuk lebih menegaskan bahwa minyak bumi adalah milik

nasional (negara) juga dapat diartikan bahwa PERMINA bukan perusahaan daerah atau yang bersifat

kedaerahan, melainkan perusahaan minyak milik negara. Hari bersejarah ini kemudian ditetapkan

sebagai hari jadinya PERTAMINA yang setiap tahunnya diperingati dengan penuh hikmat.

KRONOLOGI PERUSAHAAN TAMBANG MINYAK DI SUMATERA UTARA DAN ACEH

KESULITAN DANA

Langkah awal yang dilakukan oleh dr. Ibnu Sutowo dkk. adalah berupaya untuk menjual minyak mentah

yang ada guna memenuhi kebutuhan dan yang sangat diperlukan untuk merehabilitasi atau membangun

kembali sarana dan fasilitas industri perminyakan yang hancur akibat korban Perang Dunia II dan bumi

hangus.

Subsidi sebesar Rp. 10 juta setahun yang diberikan oleh Pemerintah Pusat sejak tahun 1945 untuk

merehabilitasi lapangan minyak di Sumatera Utara dan Aceh, masih dirasakan kurang. Oleh sebab itu

Ibnu Sutowo berusaha mengadakan pendekatan dengan Harold Hutton dari Refining Associated of

Canada Ltd. (Refican).

Upaya pimpinan Permina merangkul Refican telah membuahkan hasil, setelah dilangsungkannya kontrak

jual-beli minyak mentah antara Pertamina dengan Refican terwujud pada bulan Desember 1957.

Akan tetapi usah pencarian dana itu tidak berjalan mulus, karena masih banyak permasalahan yang

belum terpecahkan, khususnya tentang status kepemilikan minyak mentah yang akan dijual. Sebab

menurut kalangan pakar hukum di Washington DC, Amerika, Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1956

hanya menyangkut masalah pengelolaan dan tidak menentukan tentang kepemilikan atas lapangan

minyak yang bersangkutan.

Hal itu menjadi alasan bagi para pakar hukum Amerika untuk menyatakan bahwa lapangan minyak di

Sumatera Utara dan Aceh, masih merupakan sebahagian dari daerah konsesi Shell/BPM. Maka atas

dasar itu, minyak mentah yang telah dikapalkan dapat dituntut oleh Shell.

Page 10: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Menyadari kondisi yang serba sulit itu, ditambah lagi kebutuhan dana untuk merehabilitasi lapangan

minyak di Langkat dan Aceh Timur sudah demikian mendesaknya, maka Pemerintah Indonesia merasa

perlu untuk mengeluarkan Surat Perintah Penguasa Perang No. Prt/PM/017/1957 guna membatalkan

konsesi Shell di Sumatera Utara dan Aceh yang tembusannya disampaikan kepada pihak Shell.

Sebulan setelah dikeluarkannya surat tersebut, pihak Kedutaan Besar Inggeris di Jakarta menuntut

kopensasi atas nama Shell. Akan tetapi akhirnya kemelut itu dapat diatasi dengan baik oleh kedua pihak

yang bersengketa.

Setelah semua hambatan berhasil dilalui, pada tanggal 24 Mei 1958, minyak mentah sebanyak 1.700 ton

dengan nilai sekitar US$ 30.000,- berhasil dimuat di kapal tanker Shozui Maru yang berbobot 3000 dwt.

dari Pelabuhan Minyak Pangkalan Susu (anno 1892). Kapal tanker ukuran ini dipergunakan karena

ketidakpastian mengenai keadaan alur pelayaran di perairan Teluk Haru yang diperkirakan masih banyak

terpendam benda-benda reruntuhan sisa Perang Dunia II.

Melihat keterbatasan dana Permina untuk merehabilitasi lapangan industri perminyakan di Sumatera

Utara (Langkat) dan Aceh, maka sekelompok investor asing dari Jepang yang dimotori oleh Nishijima dan

rekannya A. Kobayashi melakukan kunjungan ke Jakarta untuk menjajaki kemungkinan kerjasama

dibidang pengelolaan industri perminyakan dan gas bumi dengan Permina.

Setelah melalui meja perundingan, pada tanggal 7 April 1960 telah dicapai kesepakatan bahwa

Kobayashi Group bersedia memberikan bantuan kredit sebesar US$ 53 juta dalam bentuk perlengkapan

mesin-mesin industri perminyakan berikut suku cadang dan material lainnya serta bantuan teknik kepada

Permina. Dan sebagai imbalannya, Permina akan membayar kembali kreditnya dalam bentuk minyak

mentah kepada kreditor selama 10 tahun.

Pada kesempatan itu, Kobayashi Group yang telah membentuk badan usaha baru, yaitu North Sumatera

Oil Development Cooperation Ltd. atau yang dikenal dengan singkatan NOSODECO telah menyetujui

perjanjian kontrak Producing Sharing dengan ketentuan 60 % hasil minyak buminya untuk Pemerintah

(Permina) dan 40 % adalah bagian NOSODECO.

Ketika bantuan tersebut sudah diterima, maka Kolonel. dr. Ibnu Sutowo segera membangun kembali

sarana dan fasilitas industri perminyakan di Sumatera Utara dan Aceh serta menunjuk Mayor CZI J.M.

Pattiasina – selain sebagai Komandan Detasemen X batalyon Sriwijaya 34 Bukit, beliau juga pernah

menduduki jabatan tehnisi senior operasi kilang di Plaju, Sumatera Selatan – untuk membangun dan

mengamankan jalannya pelaksanaan pembangunan kembali industri perminyakan dari sisa puing-puing

korban bumi hangus dan Perang Dunia II.

Kehadiran Batalyon Sriwijaya 34 Bukit di Langkat dan Aceh Timur sangat besar artinya mengingat selain

para anggota Zeni itu handal dalam pelaksanaan konstruksi besi juga dimaksud untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadinya gangguan (sabotase) dari pihak-pihak yang anti Pemerintah R.I. apalagi pada

masa itu sedang terjadi gelombang pemberontakan D.I. dan Sabang – Merauke.

Secara perlahan tapi pasti, dengan dibekali tekad kerja keras melalui motto “ Belajar sambil bekerja dan

bekerja sambil belajar “, akhirnya PERMINA (Pertamina) mampu bangkit dari tumpukan besi tua yang

terbengkalai menjadi suatu perusahaan pertambangan dan industri perminyakan Nasional (BUMN) yang

terbesar di Asia serta menjadi andalan pemerintah dalam usahanya menyedot devisa untuk kepentingan

dan kelangsungan pembangunan di Tanah Air tercinta, Indonesia.

Dari PTMNRI Sampai Ke DOH NAD – Sumbagut, Rantau.

Berawal dari dibentuknya Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI-1945)

yang kemudian dirobah namanya menjadi Perusahaan Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU-1954)

dan lagi – lagi diganti menjadi PT. ETMSU (15-10-1957) yang usianya tidak lebih dari dua bulan, kerena

nama perusahaan tersebut masih besifat kedaerahan, maka pada tanggal 10 Desember 1957 nama PT.

ETMSU telah diganti pula menjadi PT Permina untuk meninggalkan bau kedaerahan, meningkat jadi

berstatus nasional. Akan tetapi itupun masih belum pas bila dikaji dari bunyi Pasal 33 ayat (3) yang

dijabarkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup

orang banyak harus dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka PT. Permina

diganti lagi menjadi PN. Permina (1961). BUMN ini terus berkembang mencari jati diri sampai ditemukan

Page 11: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

landasan yang kuat dari PN. Pertamina (1968) menjadi PERTAMINA (Perusahaan Pertambangan Minyak

Nasional) sesuai Undang-Undang No. 8 tahun 1971.

Untuk mempertegas pembagian wilayah kerja, maka sejak diberlakukannya SK Menteri Migas No.

124/M/Migas/1996, wilayah kerja Pertamina (dulu PN Permina) telah dibagi jadi lima bagian (unit), yaitu

Unit I membawahi Sumatera Utara dan Aceh. Unit II mencakup wilayah Bengkulu, jambi, Sumatera

Selatan dan Lampung. Unit III menguasai daerah Pulau Jawa dan Madura. Unit IV wilayah kerjanya di

Pulau Kalimantan termasuk tarakan dan Pulau Bunyu. Sedangkan Unit V bekerja di Nusa Tenggara,

Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya.

Sesuai dengan tuntutan jaman, maka struktur organisasi Permina Unit I (Kemudian menjadi Pertamina

Unit I) yang berkantor pusat di Pangkalan Berandan, telah diganti menjadi Pertamina Daerah Sumatera

Bagian Utara seperti yang ditetapkan oleh KEPPRES No. 11 tahun 1990 tertanggal 31 Desember 1990.

Dengan demikian, secara organisatoris Unit EP I tunduk kepada PUD (Pimpinan Umum Daerah)

Sumbagut.

Bila pada tahun 1998 merupakan era reformasi, maka Pertamina sudah memulainya sejak tahun 1946,

dari reformasi berkesinambungan mulai terbentuknya PTMNRI di tahun 1945 sampai ke PERTAMINA di

tahun 1971. Dan kemudian disusul lagi dengan SK Direksi No. KPTS-070/C0000/94 – S0 tentang

restrukturisasi.

Setelah diberlakukannya paket Restrukturisasi pada tahun 1994, maka secara otomatis struktur

organisasi Pertamina Daerah Sumbagut dibubarkan demi tercapainya efisiensi yang lebih mantap dan

lebih berdayaguna serta mempersingkat alur birokrasi.

Sejak itu Pertamina Unit EP I berobah struktur organisasinya menjadi Pertamina Operasi Eksplorasi dan

Produksi Rantau atau disingkat menjadi Pertamina OP. EP. Rantau.

Sebagai salah satu wilayah kerja Direktorat EP, Pertamina OP. EP. Rantau semasa UEP-I yang memiliki

daerah operasi seluas 18.369 Km2 di Provinsi Sumatera Utara dan Aceh telah melebar sampai ke

Sumatera Barat dan Riau termasuk Kepulauan Natuna kecuali Lapangan Lirik. Sedangkan luas wilayah

operasinya juga bertambah menjadi seluas 16.360.003 Km2.

Sementara wilayah kerja operasinya dibagi dalam dua kelompok, yaitu Operasi Eksploitasi meliputi

kawasan Rantau (Aceh) seluas 1.848,39 Km2. Kawasan Aru (Sumut) seluas 4.135,10 Km2 dan kawasan

Tebing Tinggi (Sumut) seluas 7.583.00 Km2. Sedangkan wilayah Operasi Eksploitasi Produksi/Penghasil

minyak dan gas bumi adalah di ASSET –I Rantau (Dista Aceh) dan ASSET – II Pangkalan Susu (Sumut).

Masing-Masing ASSET dipimpin oleh seorang Manajer ASSET yang biasa disebut sebagai MA. Manajer

ASSET – I berkedudukan di Rantau, Aceh Timur dan Manajer ASSET II berkedudukan di Pangkalan

Susu, Langkat, Sumatera Utara.

Pertamina Operasi Eksplorasi Produksi Rantau yang berkantor pusat di Rantau, Kecamatan Kejuruan

Muda, Aceh Timur dipimpin oleh seorang Pimpinan Operasi (PO). P.O. pertama adalah Ir. H. Ambar

Sudiono (1995 – 1998), dan P.O. kedua, Ir. H. Eteng Achmad Salam.

Area Operasi Rantau

Lapangan Eksploitasi dan Produksi Area Operasi Rantau yang ditemukan oleh Shell/BPM pada tahun

1928 setelah dibuktikan cadangan produksinya oleh Asisten Geologi Shell/BPM berkebangsaan

Indonesia , yaitu R. Suroso Notohadiprawiro, yang telah melakukan penyelidikan sumber cadangan

migas selama lebih dari 10 tahun di Pulau Sumatera, akhirnya mampu mengalihkan perhatian Shell/BPM

untuk menggarap Lapangan Rantau secara intensif karena Lapangan Produksi (struktur) Telaga Said

mulai menyusut produksinya.

Betapa tidak. Kalau hanya dari kedalaman 340 meter, sumur R-1 telah mempu memproduksi minyak

mentah sebanyak 136M3/hari atau sekitar 855 BOPD. Sukses R-1 disusul sumur R-2 dengan produksi

sebesar 660,45 BOPD atau sebanyak 105 M3/hari. Kedua sumur ini ditemukan pada tahun 1929 oleh

Shell/BPM berkat kerja keras dan kegigihan putra Indonesia yang bernama R. Suroso Hadiprawiro.

Page 12: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Sejak penemuan tersebut, dominasi produksi yang semula berada di Lapangan Telaga Said telah diambil

alih oleh Lapangan Rantau yang berada dalam areal konsesi Shell/BPM di Tamiang Blok dengan tingkat

produksi di tahun 1939 mencapai sebesar 13.272 BOPD yang dihasilkan dari 173 sumur.

Dengan tingkat produksi yang cukup menggembirakan itu tentunya telah mendatangkan keuntungan

yang besar bagi pihak Shell setelah menemukan lapangan minyak paling produktif di seluruh Kepulauan

Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Setelah Indonesia memperoleh kedaulatan penuh pada tahun 1949, Lapangan Rantau yang luput dari

taktik bumi hangus karena mendapat pengawalan yang cukup ketat oleh pasukan Bateri II Arteleri

pimpinan Kapten Nukun Sanany dibantu oleh TPR II Aceh divisi Sumatera yang dipimpin oleh Lettu.

Tubagus Basyir Abdullah dan Letda. Syarif Agus telah tercatat sebagai lapangan minyak yang terpenting

di Indonesia khususnya dalam hal penyediaan dana bagi kelanjutan pembangunan kembali sarana dan

fasilitas industri perminyakan di Sumatera Utara (Pangkalan Berandan, Pangkalan Susu dan sekitarnya)

dan Aceh Timur.

Pada masa itu pusat Administrasi Lapangan Rantau berada di Langsa dan di pimpin Mayjend. Amir Husin

Al Mudjahid dibantu oleh M. Abbas (Ka. Dept. Teknik) Djohan (Ka. Tek.),Abdul Rahman (Ka. Dept.

Umum/Keu.), Abdullah (Sekretaris) dan Teuku Usman Peudada menjabat sebagai penasehat di

Perusahaan Tambang Minyak Aceh Julouk.

Lagi getolnya para insan perminyakan di Aceh Timur berupaya meningkatkan hasil produksinya, tiba-tiba

terbetik berita bahwa pihak Shell/BPM telah melakukan tuntutan atas keberadaan lapangan industri

minyak di Aceh melalui saluran resmi di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) yang diteruskan kepada

Gubernur Militer Aceh dan pejabat di Langkat serta Tanah karo.

Untuk mengantisipasi kemungkinan dikembalikannya Lapangan Rantau kepada Shell, maka pada

tanggal 19 Desember 1949 Pimpinan Teras PTMRI Aceh Julouk, Amir Husin Al Mudjahid, H. Hasan

Abbas dan Teuku Usman Peudada telah melakukan rapat rahasia di hotel de Boer Medan, yang

menghasilkan keputusan untuk tetap mempertahankan Perusahaan Tambang Minyak Aceh Julouk

jangan sampai jatuh kembali ke tangan Shell/BPM.

Berkat perjuangan yang gigih dari para pejuang perminyakan di Sumatera Utara dan Aceh, akhirnya

Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution selaku penguasa Militer Angkatan Darat, atas persetujuan Perdana

Menteri, Djuanda pada tanggal 1 Februari 1957 melalui Surat Keputusan Penguasa Perang No.

Prt./PM/017/1957, konsesi Shell dibatalkan secara sepihak.

Setelah keadaan kembali normal (sengketa dengan Shell ditutup, pemberontakan D.I. dan PPRI sudah

berhasil diredam), pada tahun 1965 di Lapangan EP. Rantau juga telah dibangun pabrik pengolahan gas

untuk dijadikan LPG (Liquefied Petroleum Gas).

Pada masa awal, produksi kilang tersebut hanya sekitar 30 juta kaki kubik perhari dengan penyesuaian

pemasaran setempat yang masih rendah. Tetapi setelah adanya kontrak penjualan dengan Phillipine

National Oil Company berkisar antara 33.000 sampai 40.000 ton pertahun, maka produksi kilang elpiji

yang terdiri dari 30 % Propane dan 70 % Butana terus ditingkatkan.

Selain kilang LPG, di Rantau pada masa itu juga terdapat kilang Karbon Black (yang pertama di

Indonesia) dengan kapasitas produksi sebesar 20 ton/hari yang bahan bakunya diperoleh dari sisa gas

kilang LPG. Tetapi usia pabrik ini hanya sampai tahun 1975.

Sementara di bidang perminyakan, Permina (Pertamina) yang telah melakukan kerja sama dengan

beberapa kontraktor asing seperti Nosodeco, Refican dan Asamera, jumlah sumur produktif di Lapangan

Rantau yang semula berjumlah 60 sumur di tahun 1960 telah meningkat menjadi 174 sumur di tahun

1968.

Dengan bertambahnya jumlah sumur produktif di Rantau, maka tingkat produksi minyak mentahnya juga

terus meningkat dari 678.997 M3/hari (tahun 1960) menjadi 1.343.954 M3/hari di tahun 1966.

Page 13: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Sedangkan top production yang pernah dicapai di Lapangan EP. Rantau (sekarang Area Operasi

Rantau) terjadi pada tahun 1972 setelah mendapat suntikan produksi dari Struktur Serang Jaya dan

Peurlak dengan tingkat produksi sebesar 2.036.405 M3/hari. Akan tetapi karena sifat alami minyak bumi

yang tidak dapat diperbaharui, ditambah pengurasan secara terus menerus. Sementara cadangan baru

belum ditemukan, maka produksi minyak mentah di WKP (Wilayah Kerja Pertamina) ASSET I Rantau

terus anjlok menjadi sekitar 997 M3 dalam tahun fiskal 1997/1998 (status September 1997). Sedangkan

produksi gasnya hanya sebanyak 4,1 Milyar Kaki Kubik dalam TF yang sama.

Penurunan produksi setelah mencapai puncak di tahun 1972 umumnya bersifat alamiah, sehingga upaya

peningkatan produksi tahap I merupakan tantangan yang paling berat. Berbeda dengan upaya

peningkatan produksi gas yang relatif lebih mudah untuk dilaksanakan ketimbang menangani sumur-

sumur yang telah berproduksi lebih dari 10 tahun. Sebab, sewaktu-waktu dapat mengakibatkan low

production pada sumur yang digarap akibat keadaan depleted dan faktor-faktor lainnya seperti, kenaikan

kadar air yang relatif cepat pada sumur existing dan KUPL. Ditambah lagi bahwa pada umumnya sumur-

sumur KUPL sudah dekat pada batas air minyak.

Penurunan produksi minyak di WKP Area Operasi Rantau yang mulai dirasakan pada tahun 1973,

sebenarnya sudah diantisipasi melalui usaha pengembangan baru melalui sistem pengurasan dari

reservoir. Sedangkan untuk menambah daya pengurasan minyak dari reservoir yang tidak terjangkau

dengan cara primary recovery telah pula dilaksanakan melalui cara secondary recovery atau penyerapan

tahap kedua.

Pilot Proyect Secondary Recovery ini pernah dilakukan pada lapisan pasir 560/Al terhadap 7 sumur di

Lapangan Rantau yang ternyata mampu menghasilkan minyak sekunder rata-rata sebanyak 138 m3/hari.

Kegiatan Own Secondary Recovery dengan cara menginjeksi air laut dinilai masih kurang ekonomis bila

dibandingkan dengan biaya operasi dan penghasilan produksi yang diperoleh, sehingga akhirnya proyek

tersebut terpaksa dihentikan sejak 1 November 1988.

Disamping kerjasama dengan Nesodeco Ltd., sejak 20 September 1972 juga telah dilakukan hal yang

sama dengan Japex Rantau Ltd. dalam Proyect Secondary Recovery untuk mengangkat minyak mentah

dari sumur-sumur lama yang sudah dianggap kurang produktif. Pelaksanaannya dilakukan pada lapisan

600, 640 dan 660 terhadap 57 sumur atau 63 string.

Berdasarkan perhitungan, dari Proyect Secondary Recovery ini akan dihasilkan sekitar 400 sampai 450

m3 perhari pada awal produksi dan puncaknya akan tercapai setelah lima tahun dengan hasil produksi

sebesar 520 m3 perhari. Dan pada tahun 1988 telah berhasil diproduksi minyak mentah dari proyek

tersebut sebesar 151.157,7 m3. Ini berarti 22 persen dari keseluruhan produksi Lapangan Rantau

dihasilkan dari proyek penyerapan tahap kedua (Secondary Recovery).

Sejak tanggal 31 Maret 1992 pengelolaan kegiatan Secondary Recovery yang semula dilaksanakan oleh

Japex Rantau Ltd. telah diserahkan kepada Pertamina dan untuk selanjutnya dioperasikan sendiri oleh

Lapangan Rantau.

Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak di Rantau dan sekitarnya yang telah

dilaksanakan melalui berbagai kegiatan utama maupun jangka panjang, tetap mengacu kepada

penekanan biaya produksi serendah mungkin dan pelaksanaan Waskat (pengawasan melekat) dibidang

administrasi, keuangan dan tatalaksana operasi.

Sejak tahun 1988, hasil pengembangan produksi melalui pengeboran baru dan KUPL ikut

mempertahankan tingkat produksi.

Selain pelaksanaan pengeboran baru di 13 struktur produktif yang ada di Area Operasi Rantau (status

1998), telah pula dilakukan pengembangan struktur baru pada tahun 1992 di Perapen yang

menghasilkan satu lagi sumur produktif. Sedangkan struktur di Bukit Tiram (1992), Paluh Sipat (1993)

dan sekitar struktur Paya Bujuk (1995) tidak memberikan cadangan potensial seperti yang diharapkan.

Ketiga struktur itu masih perlu pengkajian lebih lanjut.

Dalam era tahun 1997 di Area Operasi Rantau terdapat sebanyak 7 struktur aktif dan dua struktur non

aktif yang keseluruhannya berada di Kabupaten Aceh Tamiang. Sedangkan sumur yang tercatat sampai

Page 14: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

September 1997 berjumlah sebanyak 111 sumur masing-masing terdiri dari 88 sumur minyak dan 23

sumur gas. Sedangkan 654 sumur sudah dinyatakan tidak berproduksi lagi.

Namun demikian bukan berarti lantas masa depan Area Operasi Rantau jadi suram. Sebab keberadaan

dan prospek cadangan migas di kawasan itu masih menjanjikan masa depan yang lebih baik, karena

cadangan itu diperkirakan mencapai angka 72,1 juta barrel minyak dan 683,1 milyar kaki kubik untuk gas

yang masih terpendam di bumi Tamiang.

Sebagai informasi tambahan dapat dijelaskan bahwa sejak diberlakukannya penggabungan Tambang

Minyak Aceh dan Sumut menjadi Unit EP-I, Lapangan Rantau telah dipimpin oleh 12 orang Ka. Lapangan

yang secara berturut-turut pernah dipimpin oleh Amir Hamzah, Hassan Abbas, Ben Husin, Ir. HJ.

Tupamahu, Ir. Idrus Syahrial, Hadrani, H. Suparman KS, Toerido Brodjo Loekito, Ir. H. Sofyan A. Siregar,

Ir. H. Luqman Hakim, Ir. H. M. Assegaf, Ir. H. T. Rustam dan Ir. H. Achmad Arifin. Sedangkan pada masa

sebutan ASSET I, Manajer Asetnya adalah Ir. IDK. Sunarda. Akan tetapi sayang, Ir. Sunarda tidak dapat

meneruskan tugasnya karena keburu menghadap kehadirad Allah S.W.T. Jabatan yang kosong itu kini

dirangkap oleh KOORTEK

Area Operasi Pangkalan Susu

Sebagai salah satu lapangan eksploitasi dan produksi yang bernaung dibawah panji Pertamina Operasi

EP. Rantau, Lapangan EP. Pangkalan Susu yang telah berganti nama menjadi daerah administrasi

ASSET II Pangkalan Susu dan sekarang dikenal dengan sebutan Area Operasi Pangkalan Susu, sejak

ditemukan pada pengujung abad XIX oleh Koninklijke Nederlandsche Petroleum Company, setelah

rangkaian penemuan sumur minyak di Telaga Said, memang sangat minim catatan agendanya di arena

industri perminyakan baik semasa Kolonial Belanda maupun dimasa perjuangan perminyakan. Namun

demikian bukan berarti bahwa Pangkalan Susu tidak punya andil dalam menumbuhkembangkan

Pertamina dari puing-puing besi tua di Pangkalan Berandan hingga menjadi BUMN yang terbesar di

Asean.

Sebagai gambaran dapat dijelaskan disini, ada dua hal yang patut diingat oleh para generasi muda

Indonesia, yaitu : Apa bila pada tahun 1958 di Pangkalan Susu tidak ada pelabuhan minyak yang

pertama di Indonesia, mana mungkin Permina dapat mengekspor minyak mentah ke Jepang dengan

mempergunakan tanker Shozui Maru dalam upaya mencari dana (devisa) untuk membangun kembali

industri perminyakan di Sumatera Utara dan Aceh.

Dengan keberhasilan tersebut Permina telah memperoleh masukan dana sebesar US$ 30.000,- dan itu

merupakan catatan bersejarah kedua yang terjadi di Pelabuhan khusus Pangkalan Susu setelah pada

tahun 1918 BPM untuk pertama kalinya berhasil mengekspor minyak mentah senilai 35,4 juta Gulden dari

Pelabuhan minyak Pangkalan Susu.

Pada hal waktu itu kondisi pelabuhan minyak Pangkalan Susu yang dibangun oleh Belanda pada tahun

1898 lengkap dengan segala fasilitas pendukungnya, masih berada dalam keadaan yang

memprihatinkan akibat dibombardir oleh puluhan pesawat pembom “Mustang” milik angkatan udara

Sekutu untuk melumpuhkan basis logistik BBM eks BPM yang telah dikuasai oleh Jepang. Peristiwa

pemboman ini terjadi pada tanggal 4 Januari 1945. Itu satu

Kedua. Disaat Permina membutuhkan minyak mentah baik untuk diekspor maupun untuk keperluan

kilang BBM di Pangkalan Berandan, Lapangan EP Pangkalan Susu juga ikut ambil bagian sebagai

pemasok minyak mentah walau hanya sekitar 27 ribu meter kubik di tahun 1958 yang dihasilkan dari

struktur Paluh Tabuhan Timur dan Arubai.

Satu hal yang menggembirakan pada masa revolusi fisik bahwa dari sekian banyak sumur minyak di

struktur Paluh Tabuhan Timur, tercatat sumur Telaga 49 yang mampu menghasilkan minyak mentah

berkualitas tinggi. Selain itu minyak yang dihasilkan juga tidak perlu diolah lagi karena sudah siap pakai

dan dapat dipergunakan untuk bahan bakar kenderaan bermotor serta keperluan lainnya. Itulah

keistimewaan sumur Telaga 49 di struktur Paluh Tabuhan Timur yang sekarang berada di Desa Lubuk

Kertang, Kecamatan Berandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Page 15: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Pada tahun 1997 dari 15 struktur yang ada di wilayah kerja Area Operasi Pangkalan Susu tercatat

sebanyak 4 struktur yang sudah tidak berproduksi, yaitu, Besitang, Wampu, Batu Mandi dan Pulau

Sembilan. Sedangkan struktur yang paling produktif pada tahun itu adalah Pulau Panjang dengan tingkat

produksi minyak mentah sebesar 20.185 m3. Menyusul di belakangnya adalah struktur Gebang (20.172

m3), Paluh Tabuhan Timur (15.289 m3), Paluh Tabuhan Barat (11.046 m3) dan struktur Pantai Pakam

Timur (10.121 m3).

Produksi puncak yang pernah dicapai di Area Operasi. Pangkalan Susu terjadi pada tahun 1978 dengan

jumlah produksi sebesar 437.480 m3 atau 2.751.749 barrel. Pada tahun 1997 jumlah produksinya anjlok

sebesar 355.468 m3 menjadi hanya 82.012 m3.

Sementara produksi gas di Area Operasi Pangkalan Susu terjadi pasang-surut sejak tahun 1961 sampai

tahun 1997. Produksi awal yang dihasilkan dari struktur Paluh Tabuhan Timur tercatat sebesar 24.371

Mm3 sedangkan struktur lainnya belum terjamah.

Sampai dengan tahun 2004 (data Mei) di wilayah Area Pangkalan Susu terdapat sebanyak 995 sumur

yang tersebar di 37 struktur. Dari jumlah tersebut tercatat sebanyak 113 sumur yang berproduksi, 155

sumur ditangguhkan dan 727 sumur berstatus ditinggalkan.

Sementara wilayah kerja Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu di Provinsi Sumatera Utara tercatat

seluas sekitar 14.211,74 Km2, termasuk di dalamnya wilayah Kabupaten Langkat yang dikuasai oleh

Pertamina ada seluas 8.377.586,37 m2 sisanya berada di Kabupaten Deli Serdang dan Kota Madya

Binjai.

Cadangan migas Area Operasi Pangkalan Susu berada di dalam cekungan Sumatera Utara. Cekungan

ini merupakan cekungan Tersier yang di belahan Timur Laut dibatasi Paparan Sunda, di sebelah Selatan

dibatasi Busur Asahan dan di sebelah Barat Daya dibatasi Pegunungan Bukit Barisan.

Di cekungan Sumatera Utara terdapat akumulasi minyak dan gas bumi seperti yang telah diproduksi di

Area Operasi Pangkalan Susu, Area Operasi Rantau, Lapangan Arun dan sebagainya.

Proses pembentukan cekungan Sumatera Utara terjadi setelah terjadinya gerakan tektonik pada akhir

jaman Misosoikum atau sebelum berlangsungnya pengendapan sedimen Tersier.

Gerakan-gerakan konvergern terjadi pada akhir tersier dan menghasilkan bentuk cekungan bulat

memanjang dan berarah ke Barat Laut Tenggara.

Pengendapan sedimen yang terjadi selama Tersier, secara umum dimulai dengan transgresi dan disusul

regresi setelah berada pada kedalaman maksimum tercapai. Kemudian disusul pula dengan adanya

gerakan – gerakan tektonik berupa gerakan konvergern serong pada akhir tersier sebagai bagian dari

gerakan tektonik regional pada masa itu.

Pada cekungan Sumatera Utara terdapat dua pola struktur, yaitu jaman Pra Tersier dan Tersier Atas (Plio

Plestosen), pola strukturnya sama dengan pola struktur umum yang terdapat pada cekungan-cekungan di

sepanjang back arc Pulau Sumatera.

Dalam cekungan Sumatera Utara terdapat pula sedimen – sedimen dari endapan darat, transisi dan laut

dalam yang terjadi melalui proses transgresi.

Proses transgresi telah membentuk endapan-endapan batuan klastik berbutir kasar dan halus, batuan

lempung hitam, napal, batuan lempung, gamping dan serpih, semuanya diendapkan dan terletak tidak

selaras di atas batuan Pra-Tersier.

1. Stratigrafi

Berbicara mengenai stratigrafi dapat dijelaskan sebagai berikut :

Page 16: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Terjadi endapan cekungan Sumatera Utara dimulai pada Oligosen-Awal, berupa batuan sedimen klastik

kasar di atas batuan pratesier yang disebut juga sebagai formasi Prapat. Sedangkan di atas formasi

Prapat mengendap batuan lempung hitam yang yang kemudian disebut sebagai formasi Bampo.

Sementara ketika trasgresi laut mencapai puncak dan berhenti pada Miosen Awal, pengendapan batuan

napal yang banyak mengandung foraminitera planktonik disebut sebagai formasi Peutu.

Sedangkan di bagian Timur cekungan formasi Peutu terdapat endapan formasi Belumai yang

berkembang menjadi dua facies sedimen klasik dan karbonat.

Proses pengendapan itu terus berlangsung sampai masa Miosen Tengah dengan pengendapan serpih

dari formasi Baong yang di atasnya diendapan formasi Keutapang, Seureula dan formasi Julok Rayeuk

yang merupakan type regresi.

Pada posisi tidak selaras, di atasnya diendapkan Tufa Toba dan Aluvial seperti yang tergambar dalam

diagram Stratigraphi cekungan Sumatera Utara.

Dapat ditambahkan di sini bahwa minyak dan gas bumi yang terdapat di wilayah kerja Asset Pangkalan

Susu dihasilkan dari lapisan batu pasir bagian tengah formasi Baong (MBS) dan lapisan pasir bagian

bawah formasi Keutapang.

Sebagai gambaran dapat dijelaskan di sini bahwa formasi Baong pada umumnya berbutir pasir halus,

masif, mengandung mineral glankonit, bersih dengan porositas sedang sampai baik. Sementara pada

lapisan tipis, umumnya berbutir, lempungan, porositas jelek dan serpih.

Kelompok dari lapisan batu pasir bagian tengah formasi Baong di struktur Besitang dan Paluh Tabuhan

Barat disebut sebagai Besitang River yang mampu menghasilkan minyak dan gas bumi.

Sementara formasi Keutapang diendapkan pada kondisi neritik dalam hingga marin dan merupakan zone

produktif di struktur Gebang, Paluh Tabuhan Timur dan struktur Pulau Panjang.

2. Struktur Geologi

Setelah disampaikan secara selintas mengenai Stratigrafi, maka kini akan dipaparkan mengenai struktur

geologi yang ada di wilayah kerja Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu. Struktur geologi di daerah ini

dicirikan oleh struktur antiklin dengan arah Barat Laut Tenggara. Sedangkan pada bagian Timur Laut

berupa antiklin dengan sumbu terletak di pantai Selat Malaka dengan puncak di struktur Gebang dan

Paluh Tabuhan Timur.

Sementara antiklin yang lain, ke arah Barat Daya, yaitu antiklin panjang dengan puncak di struktur

Securai dan Pulau Panjang. Sedangkan yang mengarah di atas Barat Daya adalah antiklin Tabuhan

Barat dengan puncaknya di struktur Paluh Tabuhan Barat dan antiklin dengan puncak di struktur

Besitang.

Sesar berupa sesar normal dan sesar naik di daerah ini. Sesar normal biasanya sejajar dengan sumbu

lipatan tetapi ada beberapa mengarah Timur Barat dan Utara Selatan. Sesar naik seperti pada bagian

Timur Laut Besitang diperkirakan berasosiasi dengan serpih diapir.

Intrusi serpih merupakan hal yang biasa dalam cekungan Sumatera Utara. Serpih dari formasi

keutapang. Sering antiklin berasosiasi intrusi dan serpih tersebut diperkirakan merupakan media migrasi

dari hidrokarbon dari batuan asal dalam serpih formasi Baong ke dalam formasi Keutapang.

Adanya lipatan-lipatan dan diapir seperti tersebut di atas kemungkinan ada kaitannya dengan Block

Faulting di batuan dasar yang dapat diidentifikasikan sebagai mekanisme utama cekungan Sumatera

Utara.

Seperti telah dijelaskan pada lembaran sebelumnya bahwa sejak tahun 1884 sampai tahun 1998 untuk

wilayah kerja Area Operasi Pangkalan Susu sudah dikerjakan sebanyak 37 struktur didrokarbon yang

Page 17: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

berserak di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang serta di sekitar kawasan kota Madya Medan (struktur

Polonia ).

Dari jumlah tersebut tercatat sebanyak 7 struktur yang dinilai komersial, yaitu masing-masing adalah .

1. Struktur Paluh Tabuhan Timur (Langkat).

Struktur ini terletak pada antiklin yang berarah Barat Laut Timur Tenggara. Dua sesar normal berarah

Barat Laut Tenggara, memotong bagian tengah antiklin dan membentuk pola yang sejajar. Bagian tengah

relatif turun terhadap sayap Timur Barat dan miring ke Utara dan ke Timur Laut Barat Daya miring ke

Barat Laut.

Lapisan atau zona penghasil hidrokarbon dari struktur ini terdapat pada batu pasir formasi Keutapang di

zone 1080, 1030, 1000-B, 1000-A, 990, 950-B, 950-A, 910 dan 850. Gas dominan berada pada daerah

sekitar Tenggara struktur Paluh Tabuhan Timur, yaitu zone 950-B, 950-A, 910 dan 860-B, yang

merupakan pemasok utama gas ke konsumen di samping struktur Gebang.

Kumulatif produksi minyak dan kondensat sampai akhir tahun 1999 tercatat sebesar 21.522 Mstb ( 79,95

% Rec.Res. ). Perkiraan sisa cadangan minyak dan kondensat per 01 Januari 2000 adalah pasti 5396,6

Mstb. Withdrawl Rate sebesar 0,94 persen. Sedangkan untuk tahun 2000 jumlah produksi minyak

mentah yang dihasilkan adalah sebanyak 33.307,330 m3. Untuk tahun 2001 tercatat sebesar 17.625,269

m3. Tahun 2002 produksinya sebesar 13.026,439 m3. Sedang untuk Tahun 2003 tercatat sebesar

11.592,21m3. Untuk tahun 2004 (Jan-Mei) terdata produksinya sebesar 5.815,45m3.

Sementara kumulatif produksi gas (asosiasi dan non asosiasi) pada akhir tahun 1999 tercatat sebanyak

167.580,4 MMSCF. Sedangkan untuk tahun 2000 produksi gas dari struktur ini tercatat sebesar

10.798,37 MMSCF. Sedangkan untuk tahun 2001 produksinya terdata sebesar 8.826,07 MMSCF. Untuk

tahun 2002 produksinya menurun menjadi sebesar 7.688,86 MMSCF. Untuk tahun 2003 produksinya

tercatat sebesar 7.620,93 MMSCF. Tahun 2004 (Jan-Mei) adalah sebesar 3.321,32 MMSCF.

Semua migas tersebut dihasilkan melalui 37 sumur dari 131 sumur yang ada di struktur Paluh Tabuhan

Timur sedangkan sisanya, 94 sumur dinyatakan sudah tidak berproduksi lagi. Dari 94 sumur, 13 sumur

diketahui sebagai sumur kering (data Mei 2004).

Dapat ditambahkan di sini bahwa struktur Paluh Tabuhan Timur mempunyai WDR yang rendah karena

sebagian besar sumur – sumur berproduksi pada lapisan atas yang mengandung gas.

2. Struktur Gebang (Langkat).

Struktur Gebang sebagai penghasil minyak dan gas dari formasi Keutapang bawah merupakan antiklin

yang berarah Timur Barat dengan dua kulminasi yang masing – masing menyerupai dome. Kedua

kulminasi pada zone 860-A1, 860-A2, 860-B2 dan 900 dipisahkan oleh sesar normal berarah Barat Laut

Tenggara. Untuk memudahkan pembahasan zone tersebut dibagi dalam 2 segment, yaitu segment Barat

dan segment Timur yang dibatasi oleh sesar normal.

Pada zone 950, 1000-A1, 1000-A2,1000-B, 1030-A, 1030-B1 dan 1030-B2 ditandai oleh sepasang sesar

normal yang berarah Barat Laut Tenggara di mana bagian tengahnya relatif turun terhadap kedua ujung-

ujungnya.

Kumulatif produksi minyak dan kondensat dari struktur Gebang sampai akhir tahun 1999 tercatat sebesar

6.858 Mstb (80,7 Rec.Res.). Sedangkan produksi minyak pada tahun 2000 tercatat sebesar

14.110,74m3. Untuk tahun 2001 tercatat 13.823,48 m3. Sedang dalam tahun 2002 produksinya

mencapai sebesar 13.086,95 m3. Untuk tahun 2003 jumlah produksinya terdata sebesar 10.781,72 m3.

Tahun 2004 (Jan-Mei) produksinya adalah sebesar 5.774,15 m3.

Sedangkan produksi gas tahun 2000 tercatat sebesar 8.477,34 MMSCF. Tahun 2001 naik menjadi

sebesar 9.100 MMSCF. Tahun 2002 produksinya meningkat lagi menjadi sebesar 9.848,70 MMSCF.

Page 18: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Sementara untuk tahun 2003 tercatat sebesar 9.416,61 MMSCF. Tahun 2004 (Jan-Mei) produksinya

tercatat sebesar 4.336,39 MMSCF.

Sementara jumlah sumur di struktur Gebang ada sebanyak 56 sumur dan dari jumlah itu tercatat

sebanyak 47 sumur yang masih aktif dan 9 sumur sudah tidask berproduksi lagi. (data Mei 2004).

Dalam upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak dan gas bumi di struktur

Gebang serta untuk meningkatkan laju pengurasan cadangan, pengembangan sumur akan terus

dilakukan di daerah Timur dan Tenggara, disamping upaya KUPL dan reparasi sumur.

4. Struktur Paluh Tabuhan Barat (Langkat).

Struktur Paluh Tabuhan Barat adalah merupakan kumulasi dari antiklin yang memanjang dalam arah

Barat Laut Tenggara. Struktur ini dipotong oleh dua sesar normal yang searah dengan antiklin membagi

struktur ini menjadi tiga segment, yaitu segment Barat Daya, segmen Tengah dan segment Timur Laut.

Sedangkan batuan reservoir di struktur Paluh Tabuhan Barat termasuk dalam katagori Middle Baong

Sand atau juga disebut sebagai Besitang River Sand.

Struktur Paluh Tabuhan Barat sebagai penghasil minyak dari formasi Baong Tengah meliputi lapisan-

lapisan BRS-1, BRS-2, BRS-3 dan BRS-4 yang mempunyai permeabilitas sangat kecil.

Dari struktur Paluh Tabuhan Barat telah diperoleh kumulatif produksi minyak dan kondensart sampai

akhir tahun 1999 tercatat sebesar 7.811,20 Mstb. (67.15 persen Rec. Res.). Perkiraan sisa cadangan

minyak dan kondensat per awal Januari 2000 adalah pasti 3.820,78 Mstb. Mungkin 628,16 Mstb dan

harapan tidak ada. Withdrawl Rate sebesar 0,87 persen.

Sedangkan produksi di tahun 2000 tercatat sebesar 4.268,78 m3. Tahun 2001 tercatat sebesar 6.203,49

m3. Tahun 2002 sebesar 6.838,49 m3, dan pada tahun 2003 produksinya turun menjadi 5.569,81m3.

Sedangkan untuk Januari-Mei 2004 produksinya adalah sebesar 2.717,848 m3

Sementara produksi gas yang berasal dari struktur Paluh Tabuhan Barat pada tahun 2000 adalah

sebesar 2.258,90. Tahun 2001 tercatat sebesar 2.594,13 MMSCF. Tahun 2002 produksinya meningkat

menjadi 3.125,13 MMSCF. Sedangkan produksi untuk tahun 2003 juga ikutan turun seperti minyak

mentah menjadi 2.569,26 MMSCF. Untuk Tahun 2004 (data Jan-Mei) produksi tercatat sebesar 912,4575

MMSCF

Sementara jumlah sumur yang sudah dibor di struktur Paluh Tabuhan Barat terdata sebanyak 45 sumur,

9 sumur masih diproduksikan sebagai sumur minyak dan sisanya 36 sumur sudah tidak berproduksi lagi

(data Mei 2004).

Untuk meningkatkan penambahan produksi gas di struktur Paluh Tabuhan Barat yang mempunyai WDR

rendah karena permeabilitas batuan sangat kecil.

5. Struktur Pulau Panjang (Langkat).

Sebagai penghasil minyak dan gas bumi dari formasi Keutapang melalui lapisan atau zone 680, 660, 640,

620, 580, 560, 535, 480-OB, 480-BB dan 460. Kesepuluh zona itu adalah merupakan zona penghasil

minyak yang kumulatif produksinya hingga akhir tahun 1999 tercatat sebesar 15.300,98 Mstb (77,3

persen Rec. Res.) Sedangkan produksi pada tahun 2000 tercatat sebesar 7.919,447 m3. Tahun 2001

sebesar 12.234,576 m3. Tahun 2002 tercatat berjumlah 9.298,178 m3. Untuk tahun 2003 tercatat

sebesar 4.564,553 m3. Tahun 2004 (Jan-Mei) produksinya tercatat sebesar 1.521,483 m3

Perkiraan sisa cadang minyak di struktur yang ditemukan pada tahun 1928 sampai akhir tahun 1999

adalah pasti 4.490,27 Mstb, Mungkin dan Harapan tidak ada. Withdrawl Rate sebesar l,39 % Struktur

Pulau Panjang mempunyai WDR rendah karena sedikitnya jumlah sumur yang diproduksikan disebabkan

faktor mekanis dan kondisi permukaan tidak memungkinkan untuk melaksanakan pekerjaan sumur

(lokasi sulit dan berat).

Page 19: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Kumulatif produksi gas (assosiasi dan non assosiasi) sampai dengan akhir Desember l999 tercatat

sebesar 2.327,05 MMSCF. Tahun 2000 sebesar 96,31 MMSCF. Sedangkan untuk tahun 2001

produksinya merosot menjadi sebesar 51,12 MMSCF. Untuk tahun 2002 produksi gas dari struktur ini

naik lagi menjadi sebesar 65,68 MMSCF. Sementara untuk tahun 2003 produksinya tercatat sebesar

51,56 MMSCF. Sedangkan untuk Tahun 2004 tercatat sebesar 18,3952 MMSCF (data Jan-Mei)

Sementara jumlah sumur yang ada di struktur Pulau Panjang tercatat sebanyak 66 sumur (termasuk

sumur peninggalan BPM). Dari jumlah itu tercatat sebanyak 55 sumur yang sudah tidak produksi. Ini

berarti yang produktif hanya 11 sumur. (data Mei 2004).

6. Struktur Arubay (Langkat).

Struktur Arubay sebagai penghasil minyak dan gas bumi melalui zone 580, 535 dan 480 dari formasi

Keutapang , kumulatif produksi minyak sampai akhir tahun 1999 adalah sebesar 487,67 Mstb (56,l % Rec

. Res ). Sedangkan perkiraan sisa cadangan minyak per awal Januari 2000 adalah Pasti 380,93 Mstb.

Dan yang berhasil diproduksi pada tahun 2000 adalah sebesar 1.112,06 m3. Tahun 2001 produksinya

tercatat sebesar 435,18 m3. Untuk tahun 2002 sebesar 168,75 m3, dan di tahun 2003 anjlok menjadi

52,50 m3.

Sementara untuk gas bumi, kumulatif produksinya sampai akhir 2000 adalah sebesar 133,68 MMSCF.

Tahun 2001 tercatat sebesar 111,17 MMSCF. Tahun 2002 sebesar 75,91 MMSCF. Sedangkan untuk

2003 produksinya tercatat sebesar 60 MMSCF

Sedangkan jumlah sumur yang sudah dikembangkan di struktur Arubay adalah sebanyak 135 sumur.

Dari jumlah itu tercatat 3 sumur aktiv diproduksikan, 4 sumur ditanggungkan dan sisanya ditinggalkan

sementara.

7. Struktur Wampu (Kodya Binjai).

Struktur Wampu merupakan struktur penghasil gas dan kondensat dari formasi Belumai di zone BLM-1

dan BLM-2 pada kedalaman sekitar 2400 meter dari permukaan laut.

Struktur yang diaktifkan kembali pada tahun 1999 melalui sumur WP-02 dan WP-06 telah memproduksi

gas sekitar 5 MMSCF, dan kondensat sekitar 50m3 per hari. Sedangkan sisa cadangan minyak yang

pasti adalah sebesar 5,5 MMSCF dan gas bumi sekitar 40,446 MMSCF.

Untuk tahun 2000 dari struktur ini telah berhasil produksi minyak mentah sebanyak 20.961,98 m3. Tahun

2001 produksinya menurun menjadi sebesar 16.377,80 m3 dan anjlok secara drastis menjadi tinggal

sebanyak 3.207,51m3. Untuk tahun 2003 produksinya terus menurun menjadi sebesar 2.063 m3 akibat

sejak bulan Februari 2003 sumurnya tidak berproduksi lagi.

Sedangkan produksi gas alam pada tahun 2000 tercatat sebesar 1.847,80 MMSCF. Tahun 2001 sebesar

1.364,82 MMSCF. Untuk tahun 2002 sebesar 263,06 MMSCF. Sedangkan untuk tahun 2003 truktur

Wampu sudah tidak memproduksi gas lagi.

Akan tetapi syukur alhamdulillah, berkat kegigihan insan permigasan di Area Operasi Pangkalan Susu,

struktur Wampu dapat diaktifkan kembali sejak tanggal 30 Mei 2004 melalui sumur Wampu-02 dan

produksinya terus meningkat dari 47,952 m3 (gross-tgl.30/5/2004) naik menjadi 65,683 m3 (gross) atau

nett 52,668 m3 (nett-tgl.13/6’2004) untuk minyak mentah. Sedangkan pada tanggal yang sama, produksi

gas alam dari sumur yang sama tercatat sebesar 4.1917 MMSCFD.

8. Struktur Pantai Pakam Timur (Deli Serdang).

Struktur Pantai Pakam Timur sebagai penghasil gas dari formasi Belumai di lapisan 2400, 2385 dan dari

formasi Keutapang pada zone 1275 melalui 7 sumur pengembangan telah berhasil memproduksi

kondensat sebesar 159 Mstb (7,2 persen Rec.Res.) dan kumulatif produksi gas non asosiasi sampai

akhir tahun 1999 tercatat sebesar 14.962 MMSCF. Sedangkan untuk 2000 telah diproduksi gas sebesar

4.184 MMSCF.Tahun 2001 meningkat menjadi 4.284,7 MMSCF. Tahun 2002 meningkat lagi menjadi

Page 20: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

4.305 MMSCF. Sementara untuk tahun 2003 produksinya tercatat sebesar 4.255,02 MMSCF, dan pada

tahun 2004 (Jan-Mei) produksinya tercatat sebesar 2.050,21 MMSCF.

Mengingat bahwa mekanisme pendorong di struktur Pantai Pakam Timur berupa depletion drive, water

drive dan kombinasi keduanya, potensi reservoir penghasil gas di struktur ini dapat dikatakan masih

cukup baik, walaupun dewasa ini hanya dua sumur yang diproduksikan, dua sumur ditangguhkan, tiga

sumur pengamatan dan satu status ditinggalkan.

Di samping memproduksikan gas, struktur Pantai Pakam Timur juga ada memproduksi minyak mentah

sebanyak 45,46 m3 pada tahun 2000 (Januari dan Maret). Tahun 2001 nol, dan pada tahun 2002 (Mei,

Oktober, November & Desember) produksinya tercatat sebesar 350,86 m3. Sedangkan untuk tahun 2003

produksinya kembali turun menjadi sebesar 272,28 m3. Untuk tahun 2004 (data Maret-Mei) produksinya

tercatat sebesar 66,22 m3.

Dari 7 sumur yang ada di struktur Pantai Pakam Timur tercatat sebanyak 4 sumur yang sudah tidak

berproduksi lagi.

Sementara itu selain yang dikelola sendiri oleh Pertamina, masih ada beberapa struktur yang dikelola

oleh mitra usaha Pertamina, yaitu masing-masing adalah Struktur Diski dan Basilam Selatan dikerjakan

oleh TAC PT. Putra Kencana Basilam Petrogas sejak Juli 2002 sudah tidak berproduksi.

Struktur Batu Mandi dikelola oleh TAC PT. Putra Batu Mandi Petroleum, tapi sejak tahun 2001 sudah

tidak berproduksi lagi.

Struktur Pulau Sembilan, Arbey, ARO dan Secanggang yang berada di lepas pantai Teluk Haru dan

Stabat dikelola oleh JOB Pertamina-COSTA IG Ltd., dulu dikelola oleh JOB Pertamina-Japex North

Sumatera Ltd.

Sebagai salah satu lapangan eksplorasi dan produksi di wilayah operasional Pertamina DOH NAD-

Sumbagut, Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu mempunyai andil yang besar dalam

mempertahankan keberadaan Pertamina di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, khususnya

dalam hal pengadaan minyak dan gas bumi, teristimewa mengenai masukan PAD bagi Pemkab Langkat

dan Sumatera Utara.

Setelah mengalami masa suram selama lebih kurang 18 tahun, ketika produksi puncaknya di tahun 1978

(437.480 m3) anjlok menjadi hanya sekitar 91.486 m3 di tahun 1996, dan pada tahun 2000 produksi

minyak mentah di wilayah kerja Area Operasi Hulu Pangkalan Susu telah menunjukkan suatu

peningkatan produksi yang cukup menggembirakan, yaitu sudah dapat mencapai angka sebesar

128.038,999 m3 yang terdiri dari produksi Pertamina sendiri (own production) sebesar 90.427,499 m3

dan plus mitra usaha sebesar 37.611,500 m3.

Upaya yang dilakukan hingga dapat meningkatkan jumlah produksi di lingkungan Area Pangkalan Susu

pada Tahun 2000 antara lain adalah melalui cara membuka zone 850 di struktur Paluh Tabuhan Timur.

Reparasi dan perawatan sumur POL-01 dan WP-02. Optimasi sumur-sumur gas lift dan peningkatan

perolehan kondensat dengan cara memasang coller di SP/SK yang ada di Area Operasi Pangkalan Susu.

Dengan diterapkannya sistem tersebut di atas, maka tingkat produksi minyak mentah di Area Operasi

Pangkalan Susu berhasil melampaui target sekitar 133 persen pada Tahun Anggaran 1999/2000.

Namun mengingat bahwa struktur migas yang ada di WKP Area Operasi Pangkalan Susu rata-rata sudah

berumur di atas 20 tahun, maka sesuai dengan sifat energi forsil yang tidak dapat diperbaharui, produksi

minyak mentah dari daerah ini menurun menjadi sebesar 72.510,874 m3 di tahun 2002, dan pada tahun

2003 produksinya meningkat dalam jumlah yang cukup signifikan yaitu sebesar 126.702,066 m3.

Sementara untuk produksi gas sejak tahun 2000 ada sedikit mengalami fluktuasi karena menurunnya

tingkat pemakaian di konsumen PLN Paya Pasir, Medan dan kilang LPG Unit Pengolahan I Pangkalan

Berandan. Namun demikian untuk mengantisipasi kemungkinan meningkatnya konsumsi gas di masa

Page 21: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

mendatang, maka akan diupayakan sumber-sumber gas dari hasil temuan baru atau pengemban struktur

– struktur marginal.

Dalam kaitan itu, Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu telah melakukan pengkajian kemampuan

penyaluran gas yang berdasarkan hasil uji produksi sumur dari beberapa struktur produktif dapat

diketahui bahwa kemampuan pasokan gas dari daerah ini adalah sekitar 92 MMSCFD. Jumlah ini belum

termasuk produksi gas yang dihasilkan oleh JOB Pertamina Japex North Sumatera Ltd. Sebesar 16,3

MMSCFD dan TAC Basilam sebanyak 4,1 MMSCFD yang bila ditotalkan secara menyeluruh produksi

gas dari Area Operasi Pangkalan Susu pada tahun 2000 tercatat sebesar 27.796,3980 MMSCF.

Sedangkan pada tahun 2001 produksinya turun menjadi 26.339,4725 MMSCF dan pada tahun 2002

turun lagi menjadi sebesar 25.372,2770 MMSCF. Produksi pada tahun 2003 tercatat sebesar

23.973,3978 MMSCF.

Dari uraian di atas jelas terbaca bahwa produksi gas di Area Operasi Pangkalan Susu sejak tahun 2001

terus mengalami penurunan rata-rata di atas 1000 MMSCF per tahun.

Sementara untuk kelancaran pengiriman minyak dan gas bumi dari sumur – sumur migas yang

bertebaran di struktur-struktur produktif sampai ke Tank Meter dan tempat penampungan di Tank Yard,

Bukit Khayangan, Pangkalan Susu yang nantinya akan disalurkan ke kilang BBM UP-I Pangkalan

Berandan dan kilang lainnya, termasuk pengiriman gas untuk PLN, PGN dan sebagainya, di Area

Operasi Pangkalan Susu terdapat sebanyak 6 (enam) Stasiun Pengumpul / Stasiun Kompressor (SP/SK)

yang dilengkapi dengan 39 unit kompressor dari berbagai jenis dan ukuran. Kompressor-kompressor

tersebut dipergunakan untuk melayani pasokan migas dari struktur-struktur yang ada di Area Operasi

Rantau, Aceh Tamiang dan dari struktur di Area Operasi Pangkalan Susu untuk disimpan di Tank Yard,

Bukit Khayangan, Pangkalan Susu atau langsung dikirim ke kilang BBM di Pangkalan Berandan atau

dikapalkan ke kilang BBM di Cilacap / Lawi-lawi.

Sedangkan pengiriman minyak mentah untuk kilang BBM di luar Pulau Sumatera ataupun untuk ekspor,

dilakukan dengan mempergunakan kapal tanker melalui SBM ( Single Bouy Mooring ) yang berada

sekitar 31 km di lepas pantai Teluk Haru, Pangkalan Susu dekat perairan Selat Malaka.

Sebab perairan di pelabuhan pengekspor minyak tertua di Indonesia itu tidak dapat dimasuki oleh ocean

tanker (tanker berukuran besar), maka dibangun Single Bouy Mooring di lepas pantai Teluk Haru,

Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang miniaturnya dapat anda lihat

dalam bentuk Tugu di tepi jalan raya lintas Sumatera, tepatnya di Simpang Tiga Pangkalan Susu .Desa

Lubuk Kasih, Kecamatan Berandan Barat,Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang merupakan satu-

satunya jalan masuk ke kota Pangkalan Susu (Pusat Perkantoran Pertamina Area Operasi Pangkalan

Susu).

Berbicara mengenai lindungan lingkungan, tetap menjadi prioritas utama Pertamina untuk menanganinya

secara serius, dan ini memang sudah menjadi komitmen Pertamina sejak dibentuknya Badan Koordinator

Lindungan Lingkungan (BKLL) pada tanggal 7 Juni 1973. Pembentukan BKLL dapat juga diartikan

sebagai deklarasi komitmen kegiatan industri perminyakan nasional.

Sedangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para pekerja dan pekarya termasuk mitra

kerja dan mitra usaha tentang arti pentingnya lindungan lingkungan, maka secara berkala Pertamina

memberi kesempatan kepada insan perminyakan untuk mengikuti program pelatihan dan kursus

termasuk yang menyangkut dengan masalah kesehatan dan keselamatan kerja serta pelatihan teknik

untuk memadamkan api kebakaran (Fire Fighting Technique), exploisidemo dan sebagainya. Selain itu

juga disediakan tempat praktek dan pelatihan usaha penanggulangan dan pemadaman api kebakaran di

Fire Training Ground, Pangkalan Susu.

Tegasnya, masalah lindungan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja sudah sejak dulu diterapkan

di semua fungsi operasional Pertamina.

Sebagai contoh telah diterapkannya upaya penyelamatan lindungan lingkungan serta keselamatan kerja

di setiap lokasi pengeboran sumur minyak dan gas bumi juga tersedia tempat penampungan khusus

untuk lumpur limbah pengeboran dan sisa-sisa tumpahan minyak dari peralatan bor dan sebagainya.

Selain itu juga dilengkapi dengan peralatan pemadam api kebakaran dan alat pendeteksi kebocoran gas.

Page 22: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Sementara untuk mengantisipasi bahaya kebakaran di kompleks perkantoran dan perumahan karyawan

termasuk kebakaran di lokasi sumur-sumur migas serta kebakaran di lingkungan pemukiman warga

masyarakat, Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu juga menyediakan beberapa unit mobil pemadam

kebakaran yang bermarkas di Kantor KK/LL Pangkalan Susu. “Tidak bekerja lebih baik dari pada bekerja”

Itulah semboyan petugas Pemadam Api Kebakaran di Area Operasi Pangkalan Susu.

Pertamina dalam melaksanakan kegiatan eksplorasi sumber daya migas pada umumnya dilakukan di

daerah rawa-rawa pasang surut, sehingga mau tidak mau, peran kendaraan alat-alat berat seperti

bulldozer, payloader, grader, dump truck, beko, trado, scanner dan scammel memang sangat di butuhkan

ketika membuka lokasi pengeboran baru.

Selain angkutan berat seperti tersebut di atas juga terdapat 4 unit bus karyawan dan belasanan

kenderaan angkutan ringan jenis station wagon, Jeep dan pick-up.

Untuk merawat alat-alat berat dan kendaraan tersebut termasuk perawatan serta perbaikan mesin-mesin

lainnya, di Area Operasi Pangkalan Susu juga tersedia bengkel mekanik yang juga dilengkapi dengan

mesin bubut dan sebagainya.

Sedangkan untuk melaksanakan pengeboran sumur migas yang berada di seberang daratan Pangkalan

Susu seperti di Pulau Panjang dan sekitarnya, di Area Operasi Pangkalan Susu juga tersedia satu unit

kapal pendarat LC Lumba-lumba, tug boat dan beberapa unit speed boat.

Sementara untuk mendukung kelancaran operasional dan komunikasi antar fungsi antar daerah operasi,

antar pekerja / pekarya yang bertugas di lokasi pengeboran maupun di SP/SK, di Area Operasi

Pangkalan Susu juga ada sarana dan fasilitas telekomunikasi misalnya, Radio Multi & Single Channel,

Base Repeater, Handy Talky, Two Way Radio, Central PABX, Perangkat jaringan internal, Saluran

telepon PT Telkom, dan Satelit/SKSP (2 port voice & 3 port data).

Selain itu di areal kompleks Pelabuhan Minyak Pangkalan Susu juga terdapat fasilitas docking repair

yang dikelola oleh Pertamina DOK PB/PS. Galangan kapal DOK Pangkalan Susu merupakan docking

repair yang terlengkap di Sumatera Utara.

Sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kecerdasan sumber daya manusia

Indonesia seutuhnya yang beriman dan taqwa, selain disediakan sarana dan fasilitas pendidikan mulai

tingkat sekolah Taman Kanak-kanak, SD, SLTP, SMU dan Madrasah, di areal kompleks perumahan

karyawan Pertamina Pangkalan Susu juga terdapat aset Perusahaan yang berbentuk rumah ibadah,

yaitu Masjid Al Muhajirin di Bukit Kunci, Masjid Bitrul Ainan di Paluh Tabuhan dan Gereja.

Sebagai perusahaan vital milik Negara yang sampai saat ini masih diandalkan sebagai tulang punggung

pengadaan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan masukan devisa bagi Negara termasuk sebagai pemasok

BBM dan gas bagi masyarakat, maka stamina dan kebugaran para pekerja serta pekarya di lingkungan

Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu harus tetap berada dalam kondisi prima.

Untuk tujuan dimaksud selain Poliklinik yang juga terbuka untuk umum, di Area Operasi Pangkalan Susu

juga terdapat Stadion Olahraga (anno 1974) di Bukit Kunci yang terlengkap di Sumatera Utara dan

bahkan stadion ini pernah beberapa kali dimanfaatkan untuk kompetisi sepak bola tingkat daerah dan

nasional.

Selain lapangan sepak bola dan atletik, di sekitar Stadion Olahraga Bukit Kunci juga terdapat beberapa

lapangan Tennis, Bola basket, Volly, Bulu Tangkis dan lapangan Golf mini juga terdapat satu gedung

Pertemuan Petro Ria Bukit Kunci dan Gedung Petro Plaza atau Guest House di Bukit Khayangan,

Pangkalan Susu.

Sejalan dengan adanya kebijakan restrukturisasi yang implementasinya telah melahirkanSurat Keputusan

Direksi No.: KPTS-070/C0000/94 – S8 tanggal 11 Maret 1994, maka terhitung mulai 1 April 1995 struktur

organisasi Pertamina DOH Rantau Asset Pangkalan Susu yang sebelumnya dipimpin oleh seorang

Kepala Lapangan, dan sebutan Kepala Lapangan kemudian diganti sebutannya menjadi Manager Asset

yang tugas operasionalnya membawahi wilayah kerja Pertamina Asset Hulu Pangkalan Susu di

Sumatera Utara dan berkantor di Pangkalan Susu.

Page 23: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Sedangkan kantor induknya berada di Rantau, Aceh Tamiang yang dikenal dengan sebutan Pertamina

Daerah Operasi Hulu Rantau atau biasanya disingkat dengan PERTAMINA DOH RANTAU.

Ketika struktur baru terbentuk berdasarkan SK Dirut Pertamina No.Kpts-004/C00000/2001-SO tanggal 11

Januari 2002, maka sebutan Manager Asset diganti menjadi Manager Area Operasi, dan sebagai Top

Manajemen di Area Operasi Pangkalan Susu yang membawahi fungsi Perencanaan Operasi, Operasi

Produksi, Work Over & Well Service dan Pemeliharaan. Sedangkan fungsi – fungsi lainnya seperti, Pml

Top / Sip, KK/LL, Utilities, Infokom, Pergudangan, SDM, Keuangan, Sekuriti dan Hupmas secara

administrasi tunduk kepada Manager masing-masing baik yang berkedudukan di Rantau, Kabupaten

Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darussalam maupun di Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera

Utara.

Sementara puncuk pimpinan Pertamina yang pernah bertugas di Pangkalan Susu sejak terbentuknya

struktur organinasi permanen pada tahun 1960-an tercatat sebagai berikut :

01. Ir. Soekadir : Menejer Lapangan 1965 – 1973

02. Ir. Pradipto : Menejer Lapangan 1973 – 1976

03. R.J. Soemardjo : Kepala Lapangan 1976 – 1979

04. Syafawi Azim : Kepala Lapangan 1979 – 1983

05. Syarief Komaruddin : Kepala Lapangan 1983 – 1987

06. Soeyoto : Kepala Lapangan 1987 – 1989

07. Ir. Iskandar Kasim : Kepala Lapangan 1989 – 1991

08. H. Utama Rasyid : Kepala Lapangan 1991 – 1995

09. Ir. H. Widjiono : Manager Asset 1995 – 1998

10. Ir. H. T. Syahrul : Manager Asset 1998 – 1999

11. Ir. H. Slamet Wibisono : Manager Asset 1999 – 2000

12. Ir. H. Bambang Sugiyanto : Manager Asset 2000 – 2002

13. Ir. H. Bambang Sugiyanto : Manager Asset 2000 – 2002.

14. Ir. H. Fauzan Helmi : Manager Area Operasi 2002 -……

Note : Sejak diberlakukannya SK Direktur Hulu No.Kptsp-005/D00000/2002-S8 tanggal 30 Januari 2002,

maka sebutan Manager Asset telah diubah menjadi Menejer Area Operasi dengan akronim MAO.

Sedangkan kekuatan SDM pekerja/pegawai Pertamina (data akhir tahun 2005) yang ada di Pertamina

Area Operasi Pangkalan Susu tercatat sebanyak 76 orang yang masing-masing terdiri dari 43 pekerja

Staf dan 33 pekerja non staf serta didukung oleh 575 orang pekarya yang diperbantukan di seluruh fungsi

sebagai tenaga kerja kontrak. Bila ditambah dengan tenaga kerja 8 orang di Badan Dakwa Islam (BDI), 1

orang di Badan Kordinator Umat Kristiani (Bakor Umkris), maka jumlah keseluruhan tenaga penggerak

dan pendukung operasional Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu tercatat sebanyak 660 orang.

Sementara untuk mengamankan kelancaran kegiatan operasional Pertamina, di Area Operasi Pangkalan

Susu saat ini tercatat ada sebanyak 54 tenaga kerja TKPP alias Sekuriti yang dibantu oleh 73 tenaga

PAM Lokal dan sekitar 14 orang tenaga Siskamling yang bertugas jaga malam di kompleks perumahan

karyawan masing-masing di Puraka I (68 pintu) Kelurahan Bukit Jengkol, Puraka II (49 pintu), Puraka III-

A (137 pintu), Puraka III-B (136 pintu) di Desa Alur Cempedak, Kecamatan Pangkalan Susu dan Puraka

IV (41 pintu) di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Berandan Barat.

Sejalan dengan diterbitkannya Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

tanggal 23 November 2001 dan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun

2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertamina Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO)

pada tanggal 18 Juni 2003, maka melalui Akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH tanggal 17 September

2003, Pertamina telah resmi berubah statusnya dari BUMN menjadi Perusahaan Perseroan PT

PERTAMINA (PERSERO).

Keberadaan PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, Rantau.

Ketika masih dikenal dengan sebutan Pertamina Operasi EP. Rantau, dan sejak diberlakukannya SK.

Direksi No. Kpts-070/C0000/94 – S0 tentang restrukturisasi, saat kepemimpinannya dijabat oleh Ir. H.

Ambar Sudiono sampai ke Ir. H. Eteng Achmad Salam (PO ke II), memang telah terjadi perubahan yang

Page 24: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

cukup menggembirakan, khususnya dalam hal penekanan biaya produksi (production cost) dari 19 DAS

(Dolar Amerika Serikat) per barrel menjadi 7 DAS/bbl, termasuk suksesnya penciutan jumlah karyawan

berdasarkan azas sukarela melalui program Pensiun APS atau yang lebih dikenal di manca negara

sebagai program “ Golden Shake-Hand “ dengan kompensasi pesangon yang jumlahnya cukup untuk

mandiri di luar wadah Pertamina.

Dengan terlaksananya dengan program Pensiun APS secara bergelombang, yang sebagian besar diikuti

oleh “ unskilled labour “ berpendidikan SLTP kebawah, maka jumlah pegawai di lingkungan Pertamina

Operasi EP. Rantau (Pertamina masa itu) yang semula berjumlah 1004 orang pada tahun 1994 telah

menyusut menjadi 795 orang pada Tahun Fiskal 1997/1998. Dan jumlah tersebut masih terus berkurang

secara alami karena generasi senior pasti akan memasuki pintu gerbang pensiun, jumlah pegawai

Pertamina di Area Operasi Pangkalan Susu sampai akhir tahun 2005 (bila tidak ada penambahan

pegawai baru) akan menyusut menjadi hanya tinggal 76 orang.

Sementara dalam upaya menyongsong kehadiran (cepat atau lambat) Strategic Business Unit (SBU) di

Pertamina Operasi EP. Rantau, BUMN yang berkantor Pusat di Rantau, Kecamatan Kejuruan Muda,

Kabupaten Aceh Timur, telah melakukan berbagai persiapan dan pembenahan, selain yang telah

disebutkan terdahulu, juga telah memberi peluang kepada para pegawainya untuk mengikuti pelatihan

berbagai disiplin ilmu, diantaranya melalui program Kursus Prinsip-Prinsip Dasar dan Lanjutan ( KPPD –

KPPL ), Management Development Program, Suspi-Migas, Managerial / Supervisory, Bahasa Inggeris

dan Komputer serta menyinambungkan program PMT / GKM, pemantapan IPTEK termasuk IMTAQ yang

menjadi modal dasar menjauhkan praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.

Semua program pembinaan tersebut didasari oleh etikad untuk mencapai tujuan organisasi se-efektif

mungkin, yaitu menggunakan tenaga kerja dalam jumlah yang tepat dengan kualifikasi yang tepat pula.

Karena pengetahuan dan keterampilan dibidang teknologi dan managerial masih dirasakan belum

memadai akibat perusahaan terus berkembang dalam era yang serba global apalagi dalam menghadapi

era perdagangan bebas, maka peranan dan pemanfaatan Pembinaan Sumber Daya Manusia PT

Pertamina (Persero) khususnya DOH NAD-Sumbagut sangat besar artinya demi terjaminnya tenaga

kerja yang tepat guna dan terampil dibidangnya masing-masing.

Dengan demikian diharapkan para junioren dapat diarahkan melalui pola perusahaan dari integrated

operation of cost centres menuju ke tata kerja berpola Strategis Holding yang mandiri. Dan apabila para

insan perminyakan di lingkungan PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, Rantau telah mampu

berpola pikir, pola sikap dan berpola tindak yang mengacu pada formula organisasi perusahaan modern,

maka Pertamina yang semula berciri Unit Biaya (cost centre) dapat diubah menjadi Unit Laba (profit

centre) dengan cara mendayagunakan semua sumber daya yang ada (Sumber Daya Manusia dan Alam)

seoptimal mungkin.

Menyinggung tentang keberadaan dan prospek minyak dan gas bumi di Wilayah Kerja PT Pertamina

(Persero) DOH NAD-Sumbagut dapat dikatakan cukup baik apabila dilihat dari prakiraan atas cadangan

sumber daya alam berupa minyak yang berjumlah sekitar 103,1 juta barrel dan gas bumi sebesar 1.239,4

Milyar Kaki Kubik, status 1 Oktober 1997, dengan perincian untuk WKP ASSET I (sekarang Area Operasi

Rantau) : Minyak sebesar 72,1 MMBO dan gas bumi berjumlah sebesar 683,1 BSCF. Sedangkan di

ASSET II (sekarang Area Operasi Pangkalan Susu) untuk minyak tercatat sebesar 31 MMBO dan gas

bumi sebesar 556,3 BSCF.

Sementara produksi minyak yang berhasil dicapai dalam TF 1997/1998 (status September 1997) tercatat

sebesar 937.760 bbl yang dihasilkan dari ASSET I Rantau (626.812 bbl.) dan ASSET II Pangkalan Susu

(310.968 bbl.). Sedangkan produksi gas telah menunjukkan suatu peningkatan dari 100 MMSCFD dalam

TF 1996/1997 menjadi 129 MMSCFD dalam TF 1997/1998.

Jumlah produksi tersebut masing-masing dihasilkan dari 122 sumur minyak dan 82 sumur gas, dengan

perincian : ASSET I Rantau 88 Sumur minyak dan 23 sumur gas. Sedangkan untuk ASSET II Pangkalan

Susu 34 sumur minyak dan 59 sumur gas. Jadi total keseluruhan sumur minyak dan gas bumi yang

terdapat di Wilayah Kerja Pertamina Operasi EP. Rantau pada September 1997 tercatat sebanyak 204

sumur produktif. Sementara yang sudah tidak berproduksi (termasuk sumur peninggalan Shell/BPM)

terlacak sebanyak 1.550 sumur.

Page 25: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Untuk menggarap areal seluas 16.360.003 Km2 tentu saja Pertamina Operasi EP. Rantau tidak dapat

bekerja sendirian, jadi dukungan mitra usaha sangat diperlukan dalam kegiatan penambangan minyak

dan gas bumi baik yang berada di daratan maupun lepas pantai. Sampai dengan September 1997

tercatat sebanyak 38 perusahaan swasta nasional dan asing sebagai mitra usaha Pertamina Operasi EP.

Rantau. Dari jumlah itu tercatat sebanyak 16 perusahaan berstatus produksi dan 22 perusahaan status

Eksplorasi.

Ke 38 Mitra Usaha Pertamina Operasi EP. Rantau yang beroperasi mulai dari Lhokseumawe (Barat)

sampai ke Riau (Timur) dan Natuna (Utara) terikat dengan berbagai jenis kontrak, seperti KPS, TAC,

LOAN, JOP sampai kesistem JOB.

Menyinggung tentang Lindungan Lingkungan, tetap menjadi prioritas utama Pertamina Operasi EP.

Rantau untuk menanganinya secara serius, dan ini memang sudah menjadi komitmen Pertamina sejak

dibentuknya Badan Koordinasi Lindungan Lingkungan (BKKL) pada tanggal 7 Juni 1973. Pembentukan

BKKL dapat juga diartikan sebagai deklarasi komitmen industri perminyakan nasional dalam

pembangunan Indonesia seutuhnya. Jadi sejak dini Pertamina sudah memperhatikan secara serius

tentang masalah pengelolaan lingkungan hidup (ennvironmental management).

Tegasnya sejak berdirinya industri perminyakan nasional di Indoensia, masalah lindungan lingkungan

sudah ditangani oleh semua fungsi operasional mulai dari eksplorasi, eksploitasi, produksi, angkutan,

pengolahan sampai kepembekalan dalam negeri. Sebagai contoh bahwa disetiap lokasi pengeboran

telah disediakan tempat penampungan khusus untuk lumpur pengeboran dan sisa-sisa tumpahan minyak

dari peralatan Bor dan sebagainya agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya, demikian juga ditempat-

tempat/pusat pengumpulan minyak mentah (SPM), air formasi dibuang secara bertahap (setelah melalui

proses penelitian) agar salinitasnya tidak mencemarkan air sungai yang dipakai penduduk setempat

ataupun pencemaran air laut (untuk kegiatan dekat pantai) melalui muara sungai. Dan kalaupun sampai

lolos ke sungai ataupun laut, Pertamina sudah menyiapkan peralatan seperti Oil Boom, Oil Skimmer, Oil

Sorbent dan Oil Dispersant.

Sedangkan untuk menunjang peningkatan usaha lindungan lingkungan, melalui SK No.390 /

Kpts/DR/DU/1974 tertanggal 6 maret 1974, Pertamina telah menerbitkan buku tentang “ Peraturan Umum

Pencegahan Pencemaran “.

Agent of Community Development

PT Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut, Rantau selain mengemban tugas pokok untuk

membangun dan melaksanakan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi serta eksplorasi dan

eksploitasi sumber daya panas bumi dalam arti seluas-luasnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

dan Negara serta memperkokoh ketahanan nasional, Pertamina secara moral juga terlibat dalam

program pengembangan pembangunan fisik dan non fisik disekitar wilayah operasi kerjanya.

Sebagai contoh atas peran serta Pertamina dalam pembangunan fisik khususnya mengenai fasilitas

angkutan darat, pada sekitar 25 tahun yang lalu, Pertamina telah melakukan pengaspalan kembali jalan-

jalan yang terdapat di kota Kuala Simpang dan sekitar, Pangkalan Susu dan Pangkalan Berandan

dengan mempergunakan aspal hotmix, sehingga mengakibatkan jalan-jalan yang ada di ketiga kota itu,

termulus di Sumatera Utara dan Aceh.

Dampak positif lainnya, ketika akan membuka lokasi baru di pedalaman, Pertamina juga telah membuka

jalur jalan baru yang pada gilirannya dapat dipergunakan oleh penduduk setempat untuk memperlancar

gerak roda perekonomian dari pedesaan ke kota, dan dikedua sisi jalan tersebut juga telah didirikan

tempat-tempat hunian baru oleh penduduk setempat.

Selain membantu pembangunan fasilitas umum seperti jalan-jalan, jembatan dan gedung sekolah mulai

dari tingkat SD sampai SMA, Pertamina juga membantu rehabilitasi dan pembangunan baru rumah-

rumah ibadah, pengadaan air bersih dan MCK untuk masyarakat, Pertamina (jauh sebelum pemerintah

mencanangkan program pengentasan kemiskinan melalui bantuan PUKK) telah memberikan

bantuan/suntikan dana bagi pengusaha ekonomi lemah dan koperasi melalui program PPELK

(Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi) yang kemudian berlanjut ke program PUKK

(Pemberdayaan Usaha Kecil dan Koperasi), dan kini berubah lagi menjadi Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan. Untuk program ini – sejak tahun 1994 sampai 2003 – PT Pertamina (Persero) DOH NAD-

Page 26: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Sumbagut, Rantau telah menyalurkan dana sebesar Rp. 12.890.200.000,- kepada mitra binaan di

Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Pemko Langsa dan Kabupaten Langkat (Kecamatan

Pangkalan Susu dan Besitang).

Disamping bantuan tersebut diatas termasuk menyukseskan pelaksanaan Program IDT atas nama PT

Pertamina (Persero) DOH NAD-sumbagut, Rantau, isteri para pekerja Pertamina setempat yang berada

dalam wadah PWP juga telah melakukan serangkaian kegiatan sosial seperti membantu pembangunan

POSYANDU, melaksanakan kegiatan GN-OTA, khitanan massal dan sebagainya.

Untuk bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan baik untuk kalangan sendiri maupun masyarakat, PT

Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut, Rantau menyediakan Rumah Sakit di Rantau dan di

Pangkalan Susu yang dilengkapi dengan beberapa dokter spesialis dan Bidan. Sedangkan untuk

membekali ilmu pengetahuan bagi generasi muda Indonesia, juga telah disediakan gedung sekolah mulai

dari tingkat Taman Kanak-Kanak (dikelola oleh PWP) sampai ke jenjang SMU. Dunia pendidikan ini (SD,

SLTP & SMU) dikelola oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai Pertamina (YKPP) Dharma Patra PT

Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut, Rantau kecuali untuk TK dikelola oleh PWP (Persatuan

Wanita Patra) Tingkat Wilayah DOH NAD-Sumbagut.

Untuk menunjang motto “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat“ dan “Karyawan Sehat,

Produksi Meningkat,“ maka bagi Pekerja, Pekarya dan keluarganya serta masyarakat umum yang gemar

berolah raga, PT Pertamina (Persero) DOH NAD- Sumbagut, Rantau baik di Area Operasi Rantau

maupun Pangkalan Susu telah menyediakan fasilitas berbagai cabang olahraga, mulai dari Lapangan

Bulu tangkis, Voli, Tennis Lapangan, Tenis Meja, Lapangan Golf, Basket, Stadion Olahraga, dan Kolam

Renang (hanya ada di Area Operasi Rantau).

Sedangkan untuk tempat relaks juga tersedia tempat anti stress, yaitu kolam tempat memancing dan

Taman Rekreasi yang dilengkapi dengan monumen alat-alat berat dan peralatan penambangan minyak

tempoe doeloe yang bertujuan agar generasi muda yang telah memasuki era teknologi tinggi dapat

mengetahui bahwa begitulah sarana penunjang kegiatan industri perminyakan “tempo doeloe” yang

pernah dipakai di daerah ini.

Kendala dan Tantangan

Keberadaan PT Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut, Rantau sejak Era Revolusi sampai ke Era

Reformasi telah memberikan sumbangan yang besar untuk masyarakat dan Negara. Oleh sebab itu

Pertamina di daerah Aceh dan Sumatera Utara harus mampu berproduksi pada tingkat ekonomi yang

menguntungkan agar tetap survive dan eksis dimasa mendatang, karena mengingat kebutuhan

masyarakat terhadap BBM dan gas (elpiji) akan terus meningkat. Hal inilah yang mengharuskan

Pertamina untuk memacu produksinya dengan membangun kilang-kilang baru serta berupaya

mengembangkan temuan sumber minyak dan gas bumi yang baru di jajaran PT Pertamina (Persero)

DOH NAD – Sumbagut, Rantau.

Untuk melaksanakan kegiatan tersebut terkadang terbentur kendala, baik yang menyangkut dengan

masalah biaya operasi maupun biaya rehabilitasi dan pemeliharaan sarana-sarana penunjang yang

makin menuntut efisiensi dan efektivitas.

Disamping persaingan internasional yang terus bertambah ketat, maka Pertamina harus mampu bersaing

saat berada dalam lingkaran Era Globalisasi dan perdagangan bebas, mengingat bahwa misinya adalah

sebagai pemasok devisa bagi Negara yang pada giliran akhir, hasilnya adalah untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia.

Keberhasilan PT Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut, Rantau dalam perkembangannya untuk

tetap produktif merupakan tantangan tersendiri, karena bobot sehat sangat tergantung dari optimalisasi

unsur kinerja yang antara lain menyangkut kemampuan unsur dana. Dengan pengertian agar

perkembangan suatu perusahaan dapat diharapkan di masa mendatang, maka perlu disusun suatu

anggaran biaya operasional, anggaran biaya investasi dan anggaran biaya produksi.

Terhadap kenaikan 11 % dari tahun sebelumnya adalah akibat kenaikan nilai dollar Amerika Serikat

terhadap mata uang rupiah sebesar 21 %. Anggaran TF. 1998/1999 berpatok pada nilai tukar US$ = Rp.

Page 27: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

3.000,- terhadap tambahan biaya yang pada tahun sebelumnya tidak dianggarkan, yaitu untuk kontrak

pipa PGN; KKA dan AAF sebesar Rp. 13,5 milyar.

Adapun anggaran biaya investasi seperti yang terlihat pada lampiran. Usulan anggaran ini secara total

mengalami penurunan dari tahun sebelumnya (TF. 1997/1998) sebesar satu persen. Sedangkan biaya

produksi untuk TF. 1998/1999 diperkirakan lebih rendah dari tahun sebelumnya karena sebagian

Rencana Kerja Penunjang telah diselesaikan pada tahun sebelumnya.

Sementara biaya produksi gas mencapai 103 % bila dibandingkan dengan rencana-rencana tahun

sebelumnya karena adanya tambahan biaya kontrak pipa PGN, KKA dan AAF dalam TF. 1998/1999 yang

sebelumnya dianggarkan di Pusat. Penyebab lainnya adalah perbedaan sasaran dari 47.312 MMSCF

menjadi 40.606 MMSCF atau lebih rendah dari tahun sebelumnya.

Kalau dilihat dari besarnya biaya produksi minyak yang mencapai angka US$ 6,97/barrel dan gas bumi

sekitar US$ 0,74/MSCF (data tahun 2002), maka di masa mendatang ada kemungkinan terbuka peluang

untuk kerjasama dengan kontraktor asing maupun swasta nasional, akan diusahakan biaya pengambilan

minyak dan gas bumi sepenuhnya ditanggung oleh pihak kontraktor. Dengan demikian resiko kegagalan

tidak jadi beban Pertamina. Dan apabila kegiatan itu berhasil, maka hasilnya dibagi sesuai dengan

perjanjian kontrak yang saling menguntungkan.

Setelah kendala yang menyangkut dengan masalah dana seperti disebut diatas, aspek penunjang (fisik

dan non fisik) bagi aktivitas produksi adalah tersedianya sarana dan prasarana terpasang. Pelaksanaan

awal dari langkah produksi minyak dan gas bumi adalah tersedianya perabot pemboran dan sarana vital

lainnya sebagai pendukung keberhasilan mendapat minyak dan gas bumi.

Keadaan perabot bor KUPL dan perawatan sumur pada umumnya dinilai masih layak pakai dan mampu

melaksanakan Rencana Kerja untuk tiga tahun ke depan, walaupun kondisinya 60-70 % adalah baik.

Terlebih setelah adanya penggantian Mask (menara bor) yang sebelumnya dinilai tidak layak dengan

mempergunakan anggaran TF. 1996/1997.

Adapun perabot tersebut terdiri dari National, Ideco, Cardwell, Freed Cooper, N 80 UE, E 900, H-40-D,

KT-210-B, LTO-350, F-126-DDU, AB-100 dan BIR 100. (Sumber : Memori Serah Terima Jabatan

Pimpinan OP. EP. Rantau, 09 Februari 1998).

Sementara kekurangan alat penunjang pokok seperti Mud Tank (tangki lumpur), Shale Sahker dan unit

BOP, sarana Hadling dan Tabular goods serta solis control memerlukan adanya penggantian atau

penambahan agar tingkat keberhasilan pelaksanaan pemboran dapat berjalan ideal.

Dalam usaha pengembangan operasi yang dirasakan kurang mendukung saat ini adalah Armada

Angkutan Berat (HTE) yang kondisi fisiknya sudah memperihatinkan. Dengan keadaan demikian

dikhawatirkan setiap saat dapat mempengaruhi gerakan Rig ketika akan moving. Namun begitu, dari

keseluruhan sarana umumnya rencana kerja BOR/KUPL pada setiap tahun fisikal dapat dilaksanakan

keseluruhannya dengan baik, bahkan dapat membantu operasi JOB Pertamina Peurlak.

Selain alat utama pengambilan minyak dan gas bumi (alat pemboran), juga diperlukan fasilitas

pengumpul minyak mentah, yaitu Stasiun Pengumpul Minyak (SPM). Bila dibandingkan pada kondisi

tahun 1993, untuk Area Operasi Rantau ada sebanyak 13 SPM, tapi jumlah tersebut telah berkurang

menjadi sebanyak 11 SPM. Sedangkan di daerah operasi Area Operasi Pangkalan Susu juga telah

terjadi pengurangan sebanyak tiga SPM. Keadaan tersebut selain dikarenakan idle juga sebagian

assetnya telah dialihkan ke SP lainnya termasuk ke Tets Unit Pulau Panjang.

Sementara fisik lain yang mendukung proses BBM dan Gas adalah Compressor dan Pipa Transmisi Gas.

Keberadaan sarana penunjang tersebut antara lain adalah Stasiun Kompressor Gas/Boster di Pangkalan

Berandan (dalam areal operasi UP-I), Stasiun Ukur Gas di Wampu dan Jaringan Jalur Pipa Gas dari

Pangkalan Berandan ke Wampu (dua jalur : (a). mempegunakan pipa ukuran 12” X 52 Km. (b). 18” X 52

Km, PT. Arun – PT. PIM 14” X 6 Km. PT. PTM – PT. AAF 14” X 2 Km, dan jalur PT. AAT ke PT. KKA 8” X

13,5 Km.

Page 28: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Sedangkan Master Custudy untuk PT. PGN di Wampu 2 unit. PPT 1 unit, PLN Paya Pasir 2 unit,

Sicanang 4 unit, CDU UP-I Pangkalan Berandan 1 unit dan PT. PIM, PT. AAF, PT. KKA Lhokseumawe

masing-masing satu unit. Kompresor gas 96 unit dan Turbin gas Secondary Recovery 5 unit.

Kembali kemasalah dan permasalahan yang merupakan kendala pada sektor eksternal yang sering

dialami oleh Pertamina Operasi EP. Rantau ada empat point yang dapat menghambat kelancaran

operasi penambangan minyak dan gas bumi, yaitu :

1. Untuk pembuatan lokasi pemboran, Pemda setempat minta agar Pertamina harus mempunyai/memiliki

surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) atas penggunaan tanah timbun (bahan galian C).

2. Masalah retribusi izin Undang-Undang Gangguan SK Gubsu No. 188-342-111/tahun 1994 tanggal 28

November 1994.

3. Gangguan Keamanan/Pencurian dalam TF. 1996/1997 terjadi sebanyak 27 kali terhadap asset

perusahaan seperti pipa-pipa minyak, kerangan, kabel listrik dan kondensat.

4. Masalah pembebasan tanah/lahan untuk tapak lokasi pemboran membutuhkan waktu penyelesaian

yang cukup lama, yaitu sekitar tiga bulan baru rampung. Hal ini tentunya merupakan salah satu faktor

penghambat yang mengakibatkan timbulnya keterlambatan jadual pekerjaan pemboran pada sumur

migas yang akan dikerjakan.

Visi dan Misi PERTAMINA

Dalam memasuki Era Globalisasi dan Perdagangan Bebas, maka pada kesempatan ini perlu dijelaskan

mengenai landasan dan pengertian tentang Visi dan Misi Pertamina. Hal ini sangat penting untuk

diketahui oleh seluruh lapisan pegawai Pertamina agar kita tidak kehilangan arah dan acuan dalam

pelaksanaan tugas masing-masing.

Sebagai Landasan Idil, Pancasila mencanangkan Visi Negara Republik Indonesia yang ingin

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Visi ini diturunkan menjadi Landasan Konstitusional

kedalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 33 ayat (2) dan (3) memberikan dasar untuk melaksanakan

pembangunan nasional, dimana dijelaskan bahwa perekonomian kita disusun berdasarkan atas

demokrasi ekonomi dan kemakmuran bagi semua orang. Oleh sebab itu cabang-cabang produksi yang

penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, harus dikuasai oleh negara. Pasal ini juga

menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok

kemakmuran rakyat. Oleh karenanya harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Dari penataran P4 kita semua mengetahui bahwa Pancasila dan UUD 1945

merupakan nilai dasar yang tidak dapat dirobah.

Pasal 33 ayat (2) dan (3) diturunkan menjadi Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 untuk

memberikan landasan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi. UU ini mengakhiri sistem konsesi

perusahaan migas asing di Indonesia dan menegaskan bahwa usaha pertambangan migas dilaksanakan

oleh Perusahaan Negara. Selanjutnya UU ini dijabarkan ke dalam UU No. 8 Tahun 1971 untuk

memberikan landasan pendirian perusahaan negara dimaksud, yaitu PERTAMINA. Undang Undang ini

memberikan tugas ganda kepada PERTAMINA :

Pertama, adalah untuk melaksanakan pengusahaan migas dengan memperoleh hasil yang sebesar-

besarnya bagi kemakmuran rakyat dan negara;

Kedua, adalah untuk menyediakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk

dalam negeri sesuai dengan peraturan pemerintah. Tugas kedua ini menegaskan bahwa kegiatan

penyediaan dan pelayanan BBM dalam negeri tidak dapat diselenggarakan semata-mata atas dasar

untuk mencari keuntungan. Peraturan perundangan ini dalam penataran P4 disebut sebagai nilai

instrumental yang dapat kita robah sesuai perkembangan zaman.

Garis-Garis Besar Haluan Negara memberikan arahan pembangunan nasional dengan tujuan untuk

mewujudkan suatu masyarakat adil makmur berdasarkan visi dan amanat UUD 1945. Sasaran untuk

bidang ekonomi adalah terciptanya ekonomi yang mandiri dan handal yang bertumpu pada Trilogi

Pembangunan : peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata, pertumbuhan yang cukup tinggi

dan stabilitas nasional yang mantap. Pertumbuhan ekonomi harus didukung oleh peningkatan

produktivitas, efisiensi serta sumber daya manusia yang berkualitas. Khusus mengenai pengusahaan dan

pemanfaatan energi, harus dilaksanakan secara hemat dan efisien agar dapat menjamin pemenuhan

Page 29: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

kebuthan serta aman, adil dan terjangkau. Seperti diketahui GBHN dan Trilogi Pembangunan dapat

dirobah setiap lima-tahunan, sesuai dengan kebutuhan.

Kebijaksanaan Energi nasional diarahkan untuk mendorong kegiatan pembangunan yang berkelanjutan,

mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi

dengan menjamin tersedianya energi yang cukup jumlahnya, tepat waktunya, baik mutunya dan

terjangkau harganya. Kebijaksanaan ini berintikan tiga hal :

1. Intensifikasi, yaitu upaya untuk menemukan dan atau menambah cadangan energi baru. Intensifikasi,

termasuk ekstensifikasi, dilaksanakan melalui survai dan eksplorasi sumber-sumber energi secara

berkelanjutan.

2. Diversifikasi, yaitu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap satu atau beberapa sumber

energi (khususnya minyak). Diversifikasi dilaksanakan melalui peningkatan produksi dan pemakaian

energi baru atau yang terbarukan.

3. Konservasi, yaitu upaya untuk meningkatkan efisiensi dan rasionalisasi pengusahaan dan pemakaian

energi. Konservasi dilaksanakan di kegiatan Hulu (misalnya no-flare gas policy) dan Hilir (misalnya

pemakaian peralatan yang hemat energi).

Berdasarkan atas landasan-landasan tersebut diatas dan dengan memperhitungkan berbagai

kecenderungan lingkungan usaha di masa mendatang, maka PERTAMINA telah mencanangkan visinya

sebagai berikut :

“ Menjadi perusahaan minyak dan gas bumi yang efisien, unggul, maju dan mandiri “.

PERTAMINA ( Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara ) yang didirikan melalui UU No.

8 Tahun 1971 adalah merupakan Perusahaan Negara atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak

dibidang minyak dan gas bumi. Inilah yang selalu menjadi bisnis utama (core business) PERTAMINA.

Oleh sebab itu marilah kita tinjau satu persatu apa yang menjadi dambaan dalam visi tersebut :

1. EFISIEN – Kunci keberhasilan suatu perusahaan adalah peningkatan efisiensi disegala bidang. Hanya

dengan upaya peningkatan efisiensi secara terus-menerus kita akan dapat berhasil dalam mengemban

amanat UUD 1945 untuk mengusahakan sumber daya migas sebesar-besar kemakmuran rakyat.

2. UNGGUL – Disamping efisiensi kita juga dituntut harus menjadi perusahaan yang unggul dan

terkemuka diantara perusahaan sejenis. Tanpa keunggulan kompetitif kita tidak mungkin dapat

mempertahankan diri, apalagi memang dalam era keterbukaan yang ditandai dengan persaingan yang

semakin ketat.

3. MAJU – Kita harus maju bersama bahkan harus mendahului perkembangan lingkungan usaha

bilamana kita ingin tetap survive and grow. Untuk dapat berperan dan berhasil dalam melenium ketiga,

kita perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berimtaq dan beriptek tinggi.

4. MANDIRI – Kita tidak dapat lagi mengandalkan proteksi dan minta subsidi dari pemerintah dalam era

persaingan dan perdagangan bebas di tahun 2003. Untuk dapat lepas landas kita harus dapat

melepaskan diri baik dari ketergantungan pihak luar maupun dari keterkaitan birokrasi pemerintah. Untuk

mencapai visi tersebut telah dirumuskan misi PERTAMINA sebagai berikut :

Bergerak dalam kegiatan eksplorasi, produksi, pengolahan, pemasaran, niaga di Indonesia dan secara

selektif di dunia internasional.

Dengan tujuan untuk menjadi perusahaan yang :

a. Kuat dan sehat.

b. Memenuhi kepentingan kosumen dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

c. Berprestasi setaraf dengan perusahaan terbaik di bidang minyak dan gas bumi.

Dalam melaksanakan usaha selalu berdasarkan pada tata nilai unggul yang :

Page 30: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

a. Berstandar internasional.

b. Berwawasan lingkungan.

c. Menumbuhkan kembanggaan dan mengembangkan profesionalisme karyawan.

d. Menumbuhkan kembanggaan dan mengembangkan profesionalisme karyawan.

e. Mendukung program Pemerintah.

Seperti dikemukakan sebelumnya, rumus misi perusahaan yang baik harus mendukung tiga unsur yaitu :

Batasan Bidang Usaha, Tujuan Utama Perusahaan dan Nilai-Nilai Yang Dianut, yang intinya adalah

sebagai berikut :

1. Batasan bidang usaha PERTAMINA yaitu bergerak pada kegiatan hulu sampai hilir baik di Indonesia

maupun di luar negeri secara selektif, digambarkan secara rinci dalam kalimat pertama. Dengan demikian

PERTAMINA secara bertahap akan melepaskan semua kegiatan diluar bidang usaha yang berada diluar

rumusan ini, dan sebaliknya secara selektif akan mengembangkan usaha bisnis internasional bilamana

prospeknya dinilai baik.

2. Tujuan utama PERTAMINA ditegaskan dalam kalimat kedua, yaitu :

a. Kuat daya saingnya sehingga dapat unggul dan maju serta sehat tingkat kerjanya sehingga dapat

mandiri dalam melaksanakan tugas berdasarkan prinsip perusahaan yang umum berlaku.

b. Memenuhi kepentingan konsumen baik dalam segi mutu maupun dalam segi pelayanan kepada

masyarakat serta menghasilkan keuntungan bagi perusahaan secara berkelanjutan.

c. Berprestasi setaraf dengan perusahaan terbaik di bidang migas sehingga mampu memenangkan

persaingan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

3. Tata nilai yang dianut PERTAMINA ditegaskan dalam kalimat ketiga, yaitu dalam menjalankan

usahanya selalu :

a. Berstandar internasional melalui berbagai program competitive internal dan external benchmarking

serta melaksanakan continuous improvement.

b. Berwawasan lingkungan melalui berbagai program kepedulian sosial, environmental, health and safety

dalam semua langkah kegiatannya.

c. Menumbuhkan kebanggaan dan mengembangkan profesionalisme karyawan melalui berbagai

program pembinaan dan pemberdayaan SDM.

d. Mendukung program pemerintah melalui beberapa program pengentasan kemiskinan dan pembinaan

pengusaha kecil, menengah dan koperasi.

Sementara budaya kerja PT Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut telah digariskan dalam visi dan

misi yang selengkapnya sebagai berikut : Menjadi salah satu Daerah Operasi Hulu yang Unggul, Maju

dan Terpandang. Sedangkan Misinya adalah menjadi entitas bisnis di bidang minyak dan gas bumi di

daerah Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara yang dikelola secara profesional, kompetitif dan

berdasarkan tata nilai unggulan. Memberikan nilai tambah bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja

dan masyarakat sekitarnya dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Untuk mengimplementasikan tujuan utama tersebut, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut

berupaya untuk mengelola cadang minyak dan gas bumi yang produktif secara optimal serta

penambahan usaha cadangan Migas baru yang ekonomis untuk diproduksikan agar dapat dimanfaatkan

untuk kepentingan masyarakat.

Tata nilai budaya baru unggulan yang telah diprogramkan oleh Direksi PT Pertamina (Persero) melalui

Five (5) – M adalah sebagai berikut :

1. F = Focus.

Memusatkan penggunaan secara optimal berbagai kompetensi Perusahaan untuk meningkatkan nilai

tambah Perusahaan.

2. I = Integrity.

Mampu untuk mewujudkan dan menyatupadukan komitmen ke dalam tindakan nyata.

3. V = Visionary.

Mengantisipasi lingkungan usaha yang berkembang saat ini maupun yang akan datang untuk dapat

Page 31: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

tumbuh dan berkembang.

4. E = Excellence.

Menampilkan yang terbaik dalam semua aspek pengelolaan usaha.

5. M = Menempatkan seluruh pihak dalam semua aspek pengelolaan usaha.

Untuk menjabarkan dan sekaligus mengiplementasikan nilai-nilai budaya baru yang dituangkan dalam

Visi dan Misi tersebut di atas, GM PT Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut , Ir. H. Lukman Umar

berupaya keras untuk mengarahkan perilaku setiap pekerja agar mampu mengimplementasikan nilai-nilai

budaya baru dengan keteladanan dari pimpinan di seluruh strata yang dimulai dari Pimpinan Senior

sampai Pimpinan langsung pekerja (Pengawas).

Selaku General Manager, Ir.H. Lukman Umar telah bertekad untuk memantapkan pelaksanaan

kepemimpinan dengan menyebarluaskan prinsip – prinsip kepemimpinan sebagai berikut :

Menjadi teladan yang baik.

Menjadi agen perubahan.

Memberdayakan pekerja sebagai mitra kerja.

Menerapkan reward dan punishment secara konsisten.

Sedangkan untuk mengarahkan budaya Perusahaan, DOH NAD-Sumbagut menerapkannya sesuai

dengan arahan Pertamina Korporat sebagai berikut :

1. Pelaksanaan Program Leadership Development Program yang khusus diperuntukkan bagi pekerja

setingkat Kepala Fungsi.

2. Program Pertamina Transformations Membership yang diperuntukkan bagi Pekerja Pimpinan.

3. Program Corporate Days diperuntukkan bagi seluruh Pekerja.

4. Kebijakan Mutu DOH NAD-Sumbagut sebagai acuan pelaksanaan prinsip perbaikan secara

berkesinambungan sejalan dengan peta perjalanan Sistem Manajemen Mutu Pertamina tahun 2002-

2010.

Sementara dalam upaya mencapai misinya, DOH NAD-Sumbagut menuangkan strategi bisnisnya

menjadi dua tahapan sasaran bisnis, yaitu :

1. Rencana jangka pendek diupayakan untuk memperoleh laba.

2. Rencana kerja jangka panjang berupa Business Plan yang bersifat dinamis.

Selain itu Ir. H. Lukman Umar juga berupaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang mampu

mendorong pemberdayaan, inovasi dan ejiliti perusahaan melalui :

• Komunikasi yang efektif.

• Pendelegasian wewenang sesuai jabatan.

• Sistem manajemen kinerja bagi setiap pekerja.

• Peningkatan kompetensi pekerja dan pekarya melalui pendidikan dan pelatihan, penyediaan sarana

pembelajaran.

• Pemberian reward kepada pekerja dan pekarya yang berprestasi.

• Kesempatan untuk melakukan inovasi dan improvement bagi setiap pekerja dan pekarya.

Kinerja PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut

Sebagai perusahaan perseroan terbesar dalam menangani penambangan minyak dan gas bumi di

Indonesia, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut telah menerapkan prinsip good corporate

governance dengan cara :

1. Melakukan pertanggungjawaban kinerja tahunan kepada Direktur Hulu.

2. Melakukan general audit baik secara internal oleh Inspektorat Daerah maupun eksternal oleh BPKP.

Page 32: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Untuk itu Tim Manajemen PT Pertamina (Persero) DOH NAD- Sumbagut secara berkala melakukan

kontrol dan evaluasi atas kinerja dan kapabilitas organisasi. Apabila terdapat berbagai kelemahan, maka

dilakukan upaya menyempurnaan sistem dan prosedur kerja melalui :

1. Program penyempurnaan sistem dan prosedur kerja.

• Program penyempurnaan Sistem Tata Kerja (STK) yang terdiri dari ; Pedoman, TKO,TKI,TKPA dan

Formulir Kerja, secara menyeluruh akan dilaksanakan sambil menunggu terbitnya Pedoman

Penyempurnaan STK dari korporat.

• Program penyederhanaan prosedur pengadaan barang dan jasa serta prosedur keuangan.

2. Program pembinaan Sumber daya Manusia.

• Program perubahan Budaya Kerja.

• Program pelatihan.

• Program pengembangan kinerja.

Untuk mengukur hasil kinerja seluruh fungsi, General Manager PT Pertamina (Persero) DOH NAD-

Sumbagut, Ir. H.Lukman Umar bersama Tim Manajemen membuat, menyepakati dan menetapkan

Ukuran Kinerja Terpilih (UKT) sesuai dengan fungsi masing-masing.

Selanjutnya UKT yang disepakati di atas menjadi Key Performance Indicator (KPI) bagi Tim Manajemen

yang dijabarkan kepada seluruh pekerja dalam bentuk Sistem Manajemen Kinerja (SMK) yang digunakan

sebagai pedoman sasaran individu.

Pelaksanaan analisa/evaluasi terhadap KPI/PMS dilaksanakan setiap tiga bulan sekali dan SMK

dilaksanakan setiap enam bulan berdasarkan kondisi terkini dan kebutuhan yang terjadi atau masukan

dari stakeholder.

Pimpinan mempertimbangkan nilai-nilai yang diharapkan oleh para pelanggan dan stakeholder dengan

senantiasa berupaya memenuhi seluruh komitmen yang dibuat dan disepakati, yang berorientasi kepada

kepuasan pelangan serta menghasilkan keuntungan yang optimal bagi Perusahaan.

Guna mengetahui tingkat pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai organisasi khususnya tentang

kuantitas dan kualitas produksi minyak mentah dan gas bumi, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-

Sumbagut mempunyai komitmen sebagai berikut :

• Resevoir reassessment.

• Penambahan cadangan migas baru melalui pemboran eksplorasi.

• Pelaksanaan Rencana Kerja pemboran, KUPL dan reparasi sesuai jadual yang telah ditetapkan.

• Optimasi sumur produksi existing yang dilaksanakan secara berkelanjutan.

• Penekanan losses minyak mentah dan gas bumi pada setiap tingkatan pemrosesan

• Pemeriksaan kualitas produk minyak mentah dan gas bumi sesuai standar yang diminta pelanggan.

Setelah melalui beberapa tahapan tersebut, Tim Manajemen meninjau kesuksesan atau kegagalan

organisasi dalam mewujudnyatakan berbagai program melalui analisa dan kajian yang bersumber dari

Laporan Bulanan, Triwulan dan Laporan Tahunan Kinerja PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut

yang dibuat dan disampaikan oleh masing-masing Fungsi berdasarkan :

• Ukuran Kinerja Terpilih yang tercantum pada KPI masing-masing Fungsi.

• Analisa biaya produksi.

• Realisasi Rencana Kerja dan Anggaran.

• Realisasi Pengiriman minyak mentah dan penjualan gas bumi.

Kajian-kajian yang dilakukan oleh Tim Manajemen meliputi tentang :

• Aspek Struktur Organisasi melalui restrukturisasi.

• Aspek Budaya Kerja melalui Audit Budaya Kerja.

Page 33: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

• Aspek lingkungan melalui Audit Internal maupun rencana penerapan SML ISO 14000 (Sistem

Manajemen Lingkungan).

• Aspek Mutu melalui ISO 9001 : 2000 pada Fungsi Transmisi Gas yang sertfikatnya diperoleh pada

tanggal 18 Desember 2002 lalu, untuk fungsi lain direncanakan mulai tahun 2004.

• Aspek Keuangan melalui audit internal (IAD) dan eksternal (BPK/BPKP).

Kemudian Tim Manajemen menyikapi hasil temuan/ketidaksesuaian dari tinjauan kinerja organisasi

melalui identifikasi dan tindaklanjut dalam bentuk :

1. Aspek organisasi.

• Pendelegasian wewenang melalui pelimpahan otorisasi.

• Pemutakhiran STK (Pedoman, TKO, TKI, TKPA dan Formulir Kerja).

2. Aspek keuangan.

• Rapat dengan auditor (Internal & Eksternal) untuk membahas dan menyelesaikan temuan dimaksud.

• Temuan yang bersifat penyimpangan prinsip akuntansi, regulasi/peraturan dan Pedoman Keuangan

Pertamina dilakukan koreksi dan perbaikan, sedangkan yang mengandung unsur pidana diteruskan

kepada pihak Kejaksaan.

3. Aspek kehandalan operasi.

• Program inspeksi, kalibrasi dan sertifikasi peralatan/fasilitas.

• Program preventif maintenance.

• Program pigging pipa gas.

4. Aspek kepuasan pelanggan.

• Program peningkatan kepuasan pelanggan.

• Melakukan peninjauan kepuasan pelanggan.

• Mengadakan pertemuan berkala dengan pelanggan.

• Menangani komplain pelanggan.

• Menerapkan prinsip fair payment (jika terjadi penyimpangan dalam pengiriman, pembayaran dilakukan

sesuai kualitas dan kuantitas yang dikirim).

Perencanaan strategis

Sesuai dengan penugasan pemerintah dan analisis permasalahan yang tengah dan akan dihadapi oleh

PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, maka disusunlah pengembangan strategi yang

berdasarkan visi, misi dan sasaran.

Rencana bisnis PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut disusun dengan sasaran sebagai berikut :

a. Peningkatan kepuasan langganan.

b. Peningkatan kinerja finansial.

c. Pencapaian target produksi minyak mentah dan gas bumi per tahun.

d. Penguasaan pangsa pasar gas bumi di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.

Dalam menyusun visi, misi dan sasaran tersebut, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut

melibatkan seluruh pekerja untuk dapat memberikan partisipasi ke arah sempurnanya program jangka

pendek (1 tahun) dan jangka panjang (5 tahun). Business Plan ini selalu ditinjau ulang sesuai perubahan

lingkungan bisnis, tantangan dan peluang yang berkembang setiap tahunnya.

Dalam menyusun perencanaan strategis PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut melakukan

analisis mengenai :

• Kebutuhan/harapan/peluang pelanggan dan pasar. Jaminan continuous supply, tepat jumlah, tepat

mutu, tepat waktu dan harga kompetitif.

Page 34: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Penetapan harga gas oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Sedangkan untuk harga

minyak mentah ditentukan berdasarkan ICP.

• Lingkup persaingan dan kemampuan relatif terhadap pesaing,

Untuk gas bumi, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut mendapat pesaing dari Conoco Phillips

yang sudah membuat MOU dengan PGN untuk wilayah Sumatera Utara. Sedangkan untuk wilayah

Nanggroe Aceh Darussalam terdapat pesaing yaitu Exxon Mobil Oil Indonesia.

• Teknologi dan perubahan utama yang berdampak pada produksi minyak mentah dan gas bumi.

Guna meningkatkan perolehan laba melalui pencapaian produksi minyak mentah dan gas bumi serta

memenuhi tuntutan pelanggan gas, maka PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut menerapkan

teknologi baru yang sudah terbukti dapat meningkatkan produksi minyak dan gas di daerah lain.

Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.

Dalam penyusunan strategi, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut melakukan analisis kekuatan,

kelemahan dan peluang sebagai berikut :

Kekuatan

1. Pengalaman dalam mengelola produksi migas di daerah Nanggore Aceh Darussalam dan Sumatera

Utara.

2. Memiliki instalasi fasilitas produksi dan transmisi.

3. Memiliki potensi migas yang tinggi.

Kelemahan

1. Kualitas dan kuantitas SDM belum memadai.

2. Budaya kerja masih birokratis.

3. Pemanfaatan dan penguasaan teknologi secara umum masih kurang.

4. Keterbatasan modal untuk pengembangan usaha.

5. Belum optimalnya pengelolaan migas dan usaha pencarian cadangan migas baru.

Peluang

1. Demand terhadap sumber energi migas yang terus meningkat.

2. Potensi pasar yang belum sepenuhnya terpenuhi.

3. Masih adanya struktur migas yang belum dikembangkan secara komersial.

4. Harga jual produk migas yang kompetitif dibandingkan sumber energi lainnya.

5. Perkembangan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk optimalisasi pengelolaan migas.

Ancaman

1. Kondisi sosial, politik dan keamanan.

2. Masuknya pesaing baru dalam era perdagangan bebas.

3. Regulasi dan ekses akibat implementasi Otonomi Daerah yang kurang tepat.

Sementara dalam penyusunan rencana strategi PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut selalu

mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu :

• Analisis keekonomian, yaitu analisa sensitivitas terhadap berbagai parameter.

• Resiko lingkungan sosial, pencemaran, kesadaran konsumen/masyarakat terhadap keamanan,

keselamatan dan nilai manfaat/kontribusi yang bisa diperoleh.

Sasaran strategis

Page 35: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Sasaran strategis utama PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut disesuaikan dengan visi dan misi

Pertamina Korporat dan strategi Direktorat Hulu, yaitu mengelola cadangan migas baru yang ekonomis

untuk diproduksikan agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

Implementasi dari pencapaian sasaran strategis di atas tercermin dalam Hard Target dari KPI General

Manager dan proyeksi di masa yang akan datang, yaitu :

• Pencapaian dan proyeksi target produksi.

• Proyeksi rugi laba (Net Profit Margin).

• Biaya persatuan produk (Cost per barrel).

• Supply commited gas ratio.

• Turn Over Ratio material.

• Number of Incident.

Strategis menghadapi tantangan.

Dalam rangkan untuk mengatasi tantangan yang direspon dalam profil organisasi, disusun program

strategis yang terdiri dari :

1. Meningkatkan produksi migas.

2. Meningkatkan efisiensi biaya melalui kajian tekno ekonomi.

3. Meningkatkan kualitas operasi.

4. Meningkatkan kualitas proses penunjang.

5. Mengembangkan sistem pengendalian manajemen.

6. Menjalankan operasi yang berwawasan lingkungan.

7. Mentaati ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

8. Membantu Pemerintah Daerah untuk memberdayakan masyarakat di wilayah operasi dengan program

Community development).

Program di atas akan memberikan hasil yang berkaitan dengan kepentingan stakeholder berupa :

1. Pekerja : mendapatkan peningkatan kesejahteraan.

2. DKPP : mendapat profit yang optimum.

3. Rekanan : pola kemitraan yang saling menguntungkan.

4. Masyarakat : meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat.

5. Pemerintah Pusat & Daerah : pajak dan retribusi.

Metoda pembuatan strategi selalu dievaluasi setiap 6 (enam) bulan dan diperbaiki bila ditemukan

kekurangan.

Penjabaran strategi

Pengembangan dan penjabaran rencana kerja untuk mencapai sararan strategis dilakukan berdasarkan

strategi utama dan program strategis yaitu :

• Meningkatkan kegiatan eksplorasi di dalam wilayah kerja existing.

• Mengaktifkan kembali struktur migas dalam kategori suspended.

• Optimasi produksi sumur-sumur existing.

• Penerapan teknologi baru.

• Peningkatan utilisasi dan availability asset.

• Pemanfaatan over capasity asset.

• Penerapan prinsip cost effectiveness.

Program tersebut di atas diterjemahkan secara berjenjang ke dalam rencana kerja individu.

Perubahan utama yang mempengaruhi.

Perubahan-perubahan utama yang berpengaruh terhadap produksi mencakup :

Page 36: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

• Aturan Pemerintah.

• Harga minyak dunia.

Sasaran utama rencana jangka panjang PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut adalah :

• Menjadi produsen gas yang utama.

• Meningkatkan produksi minyak.

• Menurunkan ongkos produksi.

Sasaran jangka panjang tersebut direfleksikan dengan upaya reaktifikasi struktur gas yang termasuk

kategori suspended maupun usaha pengkajian struktur gas di wilayah kerja PT Pertamina (Persero) DOH

NAD – Sumbagut yang masih dalam kategori potensial. Apabila struktur-struktur gas tersebut dinilai layak

dan ekonomis untuk dikomersialkan, maka upaya pengembangan lebih lanjut dari struktur-struktur

tersebut akan segera dilakukan dalam skala penuh.

Adapun struktur-struktur gas yang termasuk dalam kategori suspended maupun potensial adalah Struktur

Serang, Sembilan, Paluh Sipat, Paluh Sani, Besitang, Pantai Pakam Timur, Paya Bujuk, Securai, Polonia,

Susu Deep, Sembilan Tenggara, Gebang Deep dan EKS-08A (off shore) di Sumatera Utara, dan

Seruway di Aceh Tamiang – NAD.

Sementara untuk menaikkan produksi minyak mentah yang termasuk dalam rencana jangka panjang

adalah melaksanakan resevoir reassessment untuk mengetahui sisa cadangan minyak dari struktur

penghasil existing. Alasan yang mendasari ressessment tersebut adalah :

• Sisa cadangan tertulis yang sangat besar.

• Angka laju pengurasan (withdrawal rate) yang rendah.

• Sukses rasio hasil pengeboran maupun KUPL yang rendah.

• Peta bawah tanah yang out of date.

Dari hasil reservoir reassessment akan diketahui potensi dari struktur tersebut, dan kemudian akan

ditentukan metoda pengelolaan reservoir yang tepat, yaitu :

• Kategori propek : penambahan titik serap secara efektif.

• Kategori tidak/kurang prospek : Optimasi produksi sumur eksisting.

• Secondary recovery (jika memungkinkan).

Adapun struktur-struktur produktif eksisting yang akan dilakukan reassessment adalah struktur Rantau,

Kuala Simpang Barat, Pematang Panjang, Bukit Tiram, Kuala Dalam, Sungai Buluh dan Pulau Panjang.

Jumlah sumur minyak dan gas yang akan dibor maupun KUPL dalam rencana jangka panjang sesuai

dengan Business Plan PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut pada tahun 2004 sd. 2013 tercatat

sebanyak 75 sumur gas dan 38 sumur minyak. Sedangkan yang KUPL sebanyak 39 sumur minyak dan

42 sumur gas.

Dari data di atas, maka dapat diketahui bahwa rencana PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut

menjadi “Respected Gas Produser” di masa mendatang.

Sedangkan rencana kerja jangka pendek PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut dituangkan

dalam bentuk RKPL tahunan yang utamanya berisi :

• Target produksi yang akan dicapai.

• Jumlah sumur bor/KUPL/reparasi.

• Rencana kerja fungsi-fungsi pendukung.

• Analisa keekonomian proyek.

• Proyeksi perolehan laba secara keseluruhan.

RKPL disusun dengan mempertimbangkan beberapa faktor utama, yaitu :

Page 37: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

• Sisa cadangan migas di struktur-struktur yang akan dibor, KUPL dan reparasi.

• Permintaan pelanggan akan produk yang dihasilkan.

• Realisasi produksi migas tahun sebelumnya.

• Ketersediaan serta kemampuan sarana dan fasilitas pendukung operasi.

• Problema yang mungkin timbul dalam merealisasikan RKPL serta kemampuan untuk mengatasinya.

Apabila RKPL tersebut disetujui oleh Direktur Direktorat Hulu, maka dituangkan dalam bentuk program

kerja pada tahun berikutnya.

SUMBER DAYA MANUSIA

1. Pengelolaan Pekerjaan :

Sistem manajemen kerja di PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut tercantum dalam Peraturan

Perusahaan Bidang Sumber Daya Manusia yang telah ditetapkan melalui SK Dirut No.Kpts-48/C0000/99-

S0 tanggal 08 Maret 1999 yang mencakup masalah Pendelegasian Wewenang; Perencanaan dan

Pembinaan SDM; Norma dan Syarat-Syarat Kerja.

Untuk mencapai tujuan sesuai dengan Visi dan Misi PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, maka

ditetapkanlah Struktur Organisasi baru berdasarkan SK Dir. Hulu No.Kpts-002/D00000/2002-S0 tanggal

25 Januari 2002, yang mengacu kepada SK Direksi No.Kpts-004/C00000/2002-S0.

Ruang lingkup kegiatan dan sistem Manajemen Sumber Daya Manusia di PT Pertamina (Persero) DOH

NAD – Sumbagut, dibagi menjadi beberapa kegiatan, seperti ; Perencanaan dan Pengembangan

Pekerja. Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja; dan Kesehatan Pekerja.

Ketiga butir lingkup kegiatan di atas dilakukan oleh Fungsi SDM DOH NAD-Sumbagut berkoordinasi

dengan SDM Direktorat Hulu.

Sementara untuk mewujudkan iklim kerja yang harmonis antar pegawai, pekerjaan dirancang secara

korporat oleh Tim Gabungan dari berbagai Fungsi guna terciptanya budaya kerjasama.

Tegasnya, pelaksanaan pekerjaan sehari-hari di lingkungan PT Pertamina (Persero) DOH NAD-

Sumbagut mempunyai Sistem Tata Kerja (STK) sebagai berikut :

• Pedoman yang berisi kebijakan operasional perusahaan secara umum.

• Tata Kerja Organisasi (TKO) yang mengatur hubungan kerja antar fungsi atau antar bagian.

• Tata Kerja Individu (TKI) yang mengatur tata kerja individu pekerja untuk setiap pekerjaan..

• Tata Kerja Penggunaan Alat (TKPA) yang mengatur cara pengoperasian alat.

Sedangkan untuk melaksanakan pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan khusus, PT Pertamina

(Persero) DOH NAD-Sumbagut menempuh kebijakan kontrak pemborongan pekerjaan pada pihak

rekanan penyedia jasa tenaga kerja. Penentuan jumlah tenaga bantu atau biasa disebut sebagai Pekarya

yang dibutuhkan oleh setiap fungsi/bagian ditentukan berdasarkan volume/jenis pekerjaan, bukan

berdasarkan pada formasi jabatan vacant. Rekruitment Pekarya dilaksanakan setelah mendapat ijin

prinsip dari General Manager, dan dilaksanakan melalui mekanisme yang diatur dalam TKO Fungsi

Organisasi dan Tatalaksana No.B-011 & B-012/F6160/97, tanggal 15 Juli 1997.

2. Mengakomodasikan Keragaman Ide :

Proeses mengakomodasikan perbedaan ide, budaya dan cara berfikir pekerja dilakukan dengan :

• Rapat Kerja yang dilakukan secara berkala.

• Morning Meeting pada fungsi tertentu.

• Penerapan Sistem Manajemen Mutu pada semua level.

• Kegiatan Corporate Days.

Sedangkan untuk masyarakat sekitar daerah operasional Pertamina dilakukan kegiatan sebagai berikut :

Page 38: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

• Pendekatan dari segi keagamaan.

• Kegiatan sosial dan olahraga.

• Community Development.

3. Menjaga Efektivitas Komunikasi.

Untuk menjaga efektivitas komunikasi dilakukan dengan cara :

• Rapat Koordinasi Tim Manajemen yang dilakukan secara berkala.

• Komunikasi antar fungsi dengan menggunakan memo, nota dinas dan surat edaran.

Metoda yang dilakukan dalam mentransfer keterampilan antar unit kerja dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

• Mutasi Pekerja.

• Pembentukan Kelompok Kerja pada kegiatan tertentu.

• In-House Training yang dilaksanakan oleh Diklat.

Sistem Manajemen Kinerja.

Sistem Manajemen Kinerja (SMK) adalah suatu proses yang menciptakan pemahaman bersama antara

pekerja dengan atasan tentang apa yang akan dicapai danm bagaimana cara mencapainya.

Pelaksanaan SMK diatur dalam Tata Kerja Organisasi dan Petunjuk Pelaksanaan Sistem Manajemen

Kinerja yang berlaku sejak tanggal 1 April 1999.

Tujuan SMK yaitu mengelola kinerja pekerja untuk menunjang pencapaian tujuan perusahaan.

Sedangkan ruang lingkupnya meliputi penetapan sasaran kerja, bimbingan pencapaian sasaran kerja

serta evaluasi kinerja yang dicapai oleh pekerja.

Untuk pekerja dengan level General Manager (L1D) dan Manajer (L2D), Sistem Manajemen Kinerja yang

digunakan adalah KPI yang ditetapkan oleh Direktorat Hulu. Sedangkan untuk level di bawahnya,

penilaian dilaksanakan dengan SMK yang dikoordinirkan oleh fungsi SDM.

Tujuan Pengelolaan Kinerja adalah :

• Sebagai umpan balik bagi pekerja untuk mengembangkan diri dan karir.

• Sebagai dasar pertimbangan promosi, mutasi, demosi dan tindakan perbaikan.

• Sebagai alat untuk memperoleh data program pendidikan, pelatihan dan pengembangan.

• Sebagai alat pengalokasian kompensasi dan sistem imbalan.

Sirklus kegiatan SMK setiap tahun penilaian, meliputi tahapan sebagai berikut :

1. Penyusunan/penetapan sasaran kerja individu dengan mengacu pada :

• UKT dan uraian jabatan.

• Kompetensi Pekerja dan Kompeten Jabatan.

• Partisipasi atasan bawahan.

• Komitmen bersama.

2. Bimbingan/Coaching.

Sebagai sarana monitoring, komunikasi, umpan balik, perbaikan dan peningkatan kerja.

3. Evaluasi Kinerja.

Dilakukan untuk membandingkan prestasi dengan sasaran kerja yang telah disepakati beserta umpan

balik yang relevan.

Adapun feed back (umpan balik) terhadap sistem manajemen kinerja yang berisi sasaran kerja,

dilaksanakan langsung oleh manajer/kepala fungsi terkait melalui bimbingan formal pada pertengahan

tahun dan bimbingan informal sepanjang tahun.

Page 39: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Sebagai hasil dari sistem manajemen kinerja adalah diberikannya merit increase yang berbeda untuk

setiap pekerja sesuai dengan klasifikasi kinerja.

Sistem Penerimaan dan Karir Pekerja.

1. Identifikasi Karateristik.

Guna mengidentifikasi karakteristik dan keahlian yang diperlukan oleh pekerja potensial yang

direncanakan untuk menduduki jabatan pada level L3D dilakukan melalui uji pemenuhan persyaratan,

yaitu :

• Kompetensi Tenaga Ahli.

• Pertimbangan DPKP

Yang dikenal dengan sebutan Professional Development Program (PDP).

Sedangkan untuk L2D harus melalui Assessment Test yang dilakukan oleh Pertamina Korporat dan untuk

L4D ke bawah dilakukan oleh Manajer terkait di bawah koordinir Manajer SDM.

Sementara itu untuk menentukan kebutuhan keahlian pekerja baru, Pertamina Puisat memiliki proses

perencanaan pekerja yang didasarkan pada masukan dari Unit Kerja/Daerah Operasi.

2. Sistem Penerimaan Pekerja.

Perencanaan tenaga kerja di PT Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut dilaksanakan oleh

Pertamina Korporat dengan mempertimbangkan usulan dari PT Pertamina (Persero) DOH NAD-

Sumbagut. Fungsi SDM menyusun rencana kebutuhan tenaga kerja secara berkala dengan

memperhatikan beberapa faktor yaitu jumlah pekerja yang akan pensiun, pindah tugas maupun

meninggal dunia.

Proses penerimaan pekerja di PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut terdiri dari

1. Pekerja Waktu Tidak Tertentu (PWTT)

Rekrutmen Pekerja Waktu Tidak Tertentu dengan jenjang pendidikan S1, S2 dan S3 dilakukan oleh

Pertamina Direktorat Pengembangan dengan memperhatikan usulan dari PT Pertamina (Persero) DOH

NAD-Sumbagut. Untuk tenaga kerja dengan pendidikan setara program Diploma dan SLTA menjadi

kewenangan fungsi SDM DOH NAD-Sumbagut dengan ijin prinsip pejabat pusat yang berwenang.

Namun, sampai saat ini belum disusun tata aturan dan kebijakannya.

2. Pekerja Waktu Tertentu (PWT).

Rekruitmen Tenaga Kerja Waktu Tertentu (TKWT) dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) DOH NAD-

Sumbagut setelah mendapat ijin prinsip pejabat yang berwenang di Kantor Pusat. Kegiatan rekruitmen

dimulai dengan menginformasikan kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan kriteria yang ditentukan melalui

papan pengumuman dan seleksi surat lamaran yang masuk ke perusahaan.

Pengangkatan pekerja diambil dari hasil seleksi serta penempatannya disesuaikan dengan kontrak dan

formasi jabatan.

Sementara proses pengangkatan Pekerja Waktu Tidak Tertentu (PWTT) adalah sebagai berikut :

1. Pelamar yang diputuskan untuk diterima bekerja tanpa melalui program Pendidikan Khusus, diangkat

menjadi pekerja, melalui masa percobaan paling lama 3 (tiga) bulan dengan diberikan 80% upah.

2. Selama masa percobaan, baik perusahaan maupun pekerja yang bersangkutan dapat memutuskan

hubungan kerja tanpa kewajiban untuk memberitahukan alasannya, dan Perusahaan tidak berkewajiban

membayar pesangon dan atau kerugian apapun.

3. Pekerja yang dinyatakan tidak memenuhi persyaratan dalam masa percobaan dan harus diakhiri

hubungan kerjanya, maka selanjutnya dikembalikan ke Fungsi SDM untuk proses pengakhirannya.

4. Hubungan kerja pada masa percobaan dengan Surat Perjanjian Kerja dan setelah berakhirnya masa

percobaan akan ditetapkan dengan Surat Keputusan Pengangkatan Pekerja Waktu Tidak Tertentu.

5. Pelamar yang memenuhi persyaratan diputuskan untuk diterima bekerja melalui program pendidikan

Page 40: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

khususndiangkat menjadi pekerja tanpa melalui masa percobaan terhitung sejak tanggal Wisuda

Pendidikan.

Penentuan golongan upah disesuaikan dengan golongan jabatan yang akan diisi oleh pekerja tersebut.

Upah yang akan diterima disesuaikan dengan skala upah tetap pada masing-masing golongan upah

serta pendapatan lainnya yang terkait.

Penempatan pekerja baru pembagiannya dilakukan oleh SDM Kantor Pusat, berdasarkan kebutuhan

operasional dan formasi jabatan DOH NAD-Sumbagut. Segala ketentuan yang berhubungan dengan

status, hubungan kerja, perawatan dan pembinaan diatur dalam norma dan syarat-syarat kerja yang

berlaku.

Dasar pengembangan karir pekerja Pertamina adalah :

Pada awal Tahun 2003 PT Pertamina (Persero) Direktorat Hulu telah menyusun kompetensi individu

sebagai dasar perencanaan, pembinaan dan pengembangan karir pekerja dengan standard

pertimbangan yang objektif.

Usaha-usaha yang mulai dilakukan adalah :

1. Membangun Compency Based, menyusun kompetensi jabatan dan menyesuaikan profil kompetensi

pekerja dengan profil kompetansi jabatan yang dipersyaratkan. PT Pertamina (Persero) DOH NAD-

Sumbagut sudah menyusun kompetensi jabatan sampai ke level L3D.

2. Mengacu hasil assessment center yang menggambarkan profil kompetensi (kelebihan/ kekurangan)

dan potensi pekerja secara individual, sampai saat ini masih difokuskan sampai pejabat L2D.

3. Menggunakan metoda pengembangan kompetensi seperti :

• Pendidikan formal (secara selektif/sesuai kebutuhan).

• Pelatihan (mandotory, required and elective program).

• On the Job/Developmental Assignment (intern & extern).

4. Menyusun perencanaan suksesi.

• Menyusun rencana suksesi pada setiap jabatan dan menyiapkan kandidat melalui assessment (masih

terfokus untuk jabatan strategis dan L3D ke atas).

• Penetapan dilakukan secara transparan dan objektif.

• Pembinaan yang terprogram diarahkan untuk mengurangi gap antara kompetensi pekerja dengan

kompetensi jabatan yang dipersyaratkan.

5. Membuat klasifikasi kerja berdasarkan kategori tertentu, seperti : kader, pendidikan /pelatihan,

pengalaman, kinerja dan keahlian.

• Eks program kader/non kader (BPS atau non BPS).

• Berpendidikan S1 – S2, D3, dan SLTA ke bawah.

6. Menentukan jabatan yang akan diisi.

• Besar kecilnya Unit kerja (Besar, Sedang, Kecil).

• Tingkat kompleksitas tugas ; misalnya, urutan dari yang terkompleks sampai yang simple.

• Peran dan fungsi : conceptor, fasilitator, executor/implementor/decision maker.

Langkah-langkah Pelaksanaan Pengembangan Karir adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi kandidat.

- Menyusun data base jabatan dan pekerja masing-masing fungsi (golongan, status dan lokasi) yang

mutakhir.

Page 41: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

- Melakukan Assessment untuk inventarisasi kompetensi atau menggunakan data hasil assessment yang

up to date (masih terbatas dan sesuai kebutuhan).

2. Menetapkan kurang lebih 3 (tiga) suksesor untuk setiap jabatan yang telah dikoordinasikan dan

disetujui oleh fungsi terkait.

3. Melaksanakan proses pengembangan karir.

4. Memantau pelaksanaan pengembangan karir.

5. Melakukan evaluasi pelaksanaan dan penyempurnaan program pengembangan karir.

Untuk memantau pelaksanaan pengembangan karir pekerja dibentuk Komite Pembinaan yang disebut

DPKP (Dewan Pembinaan Karir Pekerja).

Ketua : General Manager PT Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut, Rantau.

Anggota : Tim Manajemen.

Motivasi Pekerja.

Upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka memotivasi pekerja antara lain :

a. Motivasi yang langsung dapat dirasakan pekerja.

• Formal :

Promosi jabatan, delegasi wewenang, merit increase, insentif, Haji atas biaya perusahaan, pelatihan,

penghargaan atas prestasi dan pemberlakuan sanksi secara konsisten (reward & punishment).

• Informal :

Kunjungan Tim Manajemen ke lokasi kerja pekerja, memberikan pujian atas prestasi

yang telah dicapai, ramah tamah, kegiatan sosial dan olahraga.

b. Motivasi berupa dorongan moril.

Upaya Manajemen dalam membantu pekerja mencapai Jabatan dan Karir yang Relevan serta Sasaran

yang diharapkan dalam bentuk dorongan moril, yaitu :

• Formal :

Pendidikan Perusahaan melalui penanaman Visi, Misi dan Tata Nilai, Orientasi pekerjaan dan Identifikasi

minat serta kemampuan bidang kerja.

• Informal :

Mengadakan kunjungan kerja ke lokasi-lokasi, kegiatan olahraga bersama, kegiatan PWP dan UTD

pekerja.

Secara khusus PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut telah membentuk Tim Penghargaan dan

Perbaikan berdasarkan Surat Keputusan General Manager DOH NAD-Sumbagut No. Kpts-

003/D10000/2002-B1 tanggal 21 Januari 2002.

Kesejahteraan dan Kepuasan Pekerja.

Perusahaan di dalam melaksanakan kegiatan sangat memperhatikan kesejahteraan dan kepuasan

pekerja yang meliputi :

Lingkup Kerja

Dalam upaya untuk menjadikan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat, PT Pertamina (Persero)

DOH NAD-Sumbagut telah menyusun program antara lain sebagai berikut :

1. Aspek Keselamatan, meliputi : Safety inspection, safety talk, safety promotion, safety training, safety

equitment dan zero incident.

Page 42: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

2. Aspek Lindungan Lingkungan, meliputi : Penanganan limbah B3, inspeksi lingkungan, pemeriksaan air

limbah (pH, kandungan minyak dalam air) dan good house keeping.

3. Aspek Kesehatan Lingkungan Kerja, meliputi : Kebisingan, bahaya gas beracun.

4. Aspek Kesehatan Manusia, meliputi : Jaminan Kesehatan, medical check up, extra food bagi pekerja di

lokasi tertentu.

Partisipasi pekerja dalam meningkatkan kualitas LK3 dilaksanakan dengan cara :

1. Mematuhi ketentuan-ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Melaksanakan safety talk sebelum pekerjaan dimulai.

3. Menyelenggarakan bulan K3 (setiap tahun), dan pemasangan bendera simbol peduli lingkungan dan

keselamatan kerja.

4. Memeriksa secara berkala peralatan LK3 agar siap pakai setiap.

Meningkatkan kesiagaan keadaan darurat.

Selain hal tersebut di atas, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut juga senantiasa siap siaga

untuk menghadapi kondisi darurat dan bencana alam dengan cara :

1. Membentuk satuan tugas penanggulangan keadaan darurat (OKD).

2. Melaksanakan simulasi OKD.

3. Menyiapkan peralatanm keselamatan kerja.

PROSES PENCIPTAAN NILAI

1. Bisnis Utama.

Seperti telah dijelaskan bahwa tugas pokok PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut adalah untuk

mengelola cadangan minyak dan gas bumi existing secara optimal dan usaha penambahan cadangan

minyak dan gas bumi baru yang ekonomis untuk diproduksikan agar dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan masyarakat.

Produk yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut adalah berupa minyak

mentah (API Spec 45-57’, Viscositas 0,5-0,85 CP, BS&W < 0,5%, Water Content < 0,5%), dan gas bumi

yang mengandung kompenen : Methane 80% min. d/vol ; Ethane max. 15% d/vol ; Propane max. 5%

d/vo; Buthane max. 5% d/vol ; C5+ max. 1% d/vol ; N2 max. 0,8% d/vol ; CO2 max. 10% d/vol ; S2 max.

0,15 gram/MMBTU; H2S max. 4 ppm ; H2O max. 10 lbs/MMSCF ; Temperatur 18’ F – 120’ F ; Nilai kalori

1000 – 1365 BTU/SCF ; Tekanan 19,5 – 27 Ksc.

Sementara untuk jasa pelayanan PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut memperoleh pendapatan

dari pengenaan Toll Fee transportasi gas bumi di daerah Lhokseumawe (PT Exxon Mobil Oil) yang

menggunakan pipa Pertamina.

Kontribusi hasil produksi terhadap pencapaian kinerja keuangan dalam hal ini Net Profit Margin pada

tahun 2002 sebesar Rp 702.516.663.240,- dengan komposisi dari minyak mentah sebesar 30%, gas

bumi sebesar 68% dan lain-lain sebesar 2%.

Sedangkan untuk menjamin konsisten pencapaian proses bisnis PT Pertamina (Persero) DOH NAD-

Sumbagut menerapkan pendekatan manajemen dengan menggunakan Sistem Manajemen Mutu

Pertamina pada semua Fungsi/Bagian, dan ISO 9001 : 2000 pada Fungsi Transmisi Gas.

2. Metoda untuk mengakomodasikan masukan pelanggan.

Untuk memenuhi kebutuhan pasar/pelanggan, dilakukan penyesuaian, perubahan, penggembangan dan

peningkatan sistem, serta modifikasi skala kecil dan besar dengan tetap mengacu pada strategi bisnis PT

Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut.

Proses penyesuaian tersebut dilakukan berdasarkan :

Page 43: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

a. Survey kebutuhan pasar, berdasarkan permintaan kebutuhan pelanggan melalui proses surat-

menyurat, sebagai contoh adalah :

• Surat Direktur Hulu Pertamina kepada Direktur Operasi PT PLN No. 738 /D00000/2001-S1 tanggal 30

November 2001 mengenai perpanjangan jual-beli gas untuk pembangkit listrik PLTG di Medan.

• Surat Direktur Utama PT PLN kepada Dirut Pertamina No. 889/180/DIRUT/2001, tanggal 05 Oktober

2001 mengenai Perpanjangan jual-beli gas untuk PLTG di Medan dengan lampiran data kebutuhan gas.

b. Masukan dari pelanggan baik formal maupun informal sebagai contoh adalah hasil rapat koordinasi

antara PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut dengan para pelanggan gas yang terdiri dari PT

PGN, PT PLN, Kilang LPG UP-I, Kilang LPG PT Maruta Bumi Putra dan PT Kilang Aspal Sumatera.

c. Melakukan analisa terhadap realisasi produksi minyak dan gas bumi masa lalu.

d. Proyeksi kemampuan produksi minyak dan gas bumi.

e. Kebutuhan dari pelanggan disampaikan melalui Direktorat Hulu untuk gas atau langsung kepada PT

Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut untuk minyak mentah.

Sebagai informasi dapat dijelaskan bahwa produksi migas sejak tahun 2000 terus mengalami penurunan.

Contohnya, produksi rata-rata minyak mentah PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut mengalami

fluktuasi dapat terbaca pada produksi untuk tahun 2000 yang tercatat sebesar 4.687 barrel/hari (BOPD =

barrel oil per day) turun menjadi 3.595 BOPD di tahun 2001, dan naik lagi di tahun 2002 menjadi sebesar

3.841 BOPD. Untuk tahun 2003 (Jan-Sept.) produksi minyak mentahnya naik satu point dari 3.841 BOPD

menjadi 3.842 BOPD, pada bulan berikutnya produksinya diproyeksikan menjadi 3.886 BOPD.

Sedangkan produksi gas bumi rata-rata per harinya terus mengalami penurunan dan ini terdeteksi mulai

tahun 2000 yang produksinya sebesar 93 MMSCFD turun menjadi 81 MMSCFD di tahun 2001, tahun

2002 turun lagi menjadi sebesar 78 MMSCFD, dan turun lagi 2 point di tahun 2003 (Jan-Sept.) menjadi

76 MMSCFD. Untuk bulan berikutnya produksinya diproyeksikan akan mencapai angka sebesar 85

MMSCFD.

Untuk mengantisipasi terus menurunnya produksi gas, maka kini sedang diupayakan untuk menggarap

struktur Serang yang produksinya diperkirakan akan mampu memenuhi kebutuhan gas bagi konsumen di

Aceh dan Sumatera Utara.

Mengingat bahwa peluang pasar gas alam yang masih terbuka lebar di wilayah Sumatera Bagian Utara,

maka kini PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut sedang mempersiapkan untuk mempercepat

pengembangan prospek gas alam di struktur Serang, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat,

Sumatera Utara dengan melakukan pemboran penilaian 3 sumur dan secara simultan membangun

fasilitas produksi tahap-I tahun 2003, serta melakukan Seismik tiga dimensi dan pemboran 4 sumur lagi

pada tahun 2004. Selanjutnya melakukan pemboran pengembangan dan pembangunan fasilitas produksi

tahap-II yang diharapkan seluruhnya dapat dilaksanakan pada tahun 2005.

Selanjutnya pihak PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut juga akan melakukan pemboran infill

pada struktur gas existing antara lain struktur Wampu (4 sumur) dan struktur Paluh Sipat (2 sumur) pada

tahun 2004. Dan upaya menemukan cadangan gas baru melalui pemboron eksplorasi masing-masing 1

sumur di struktur Sembilan (SEM), Susu Selatan Deep (SSD) dan Susu Tenggara Deep (STD) pada

tahun 2004.

Namun apabila PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut tidak mampu memenuhi kebutuhan

pelanggan sesuai permintaan, maka untuk pemenuhannya dapat meminta bantuan dari Mitra Kerja

seperti dari JOB atau TAC melalui kesepakatan bersama.

Program kerja diterjemahkan dalam proses kerja yang menghasilkan produk siap jual/kirim ke pelanggan.

Proyeksi kebutuhan gas bumi bagi pelanggan pada tahun 2004 sebesar 176,05 MMSCFD; tahun 2005

sebesar 208,85 MMSCFD; tahun 2006 sebesar 219,35 MMSCFD; dan tahun 2007 akan terjadi loncatan

menjadi sebesar 236,85 MMSCFD; tahun 2008 sebesar 249,25 MMSCFD; tahun 2009 dan 2010 sebesar

249,45 MMSCFD.

Page 44: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Berdasarkan data tersebut di atas, maka proses bisnis utama PT Pertamina (Persero) DOH NAD-

Sumbagut akan diperioritaskan kepada bisnis gas bumi dengan tidak mengenyampingkan bisnis minyak

mentah.

Kebutuhan pasar/pelanggan yang berkaitan dengan proses bisnis utama dikelola sebagai masukan awal,

untuk kemudian dikaji dan bila dianggap menguntungkan, diusulkan sebagai usulan Rencana Kerja.

3. Indikator Kinerja.

Agar sasaran/target kinerja PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut yang telah disepakati bersama

Pertamina Direktorat Hulu dapat dicapai, maka perlu ditetapkan suatu indikator untuk melihat kondisi

perusahaan pada peride tertentu, sehingga manajemen dapat segera menentukan langkah yang tepat

untuk mengoreksi penyimpangan dari sasaran yang telah direncanakan.

Ukuran kinerja tersebut dapat diubah dari yang telah disepakati berdasarkan kondisi terkini. Indikator

kinerja utama tercermin dalam KPI GM PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut.

4. Meminimalkan Biaya Operasi.

Metoda ataupun usaha yang dilakukan oleh Tim Manajemen PT Pertamina (Persero) DOH NAD-

Sumbagut dalam rangka memenimalkan biaya operasi yang berkaitan dengan pemeriksanaan, uji produk

dan audit kinerja termasuk mencegah cacat produk dilakukan dengan cara :

a. Pretreatment terhadap produk sebelum dikirim ke pelanggan/konsumen, sebagai contoh :

• Produk minyak, mengurangi kadar BS & W dengan cara settling dan pemberian demusifier di Pusat

Penampungan Produksi dan Terminal Loading.

• Produk gas, mengurangi kadar air dalam gas dengan cara pengoperasian dehydration unit.

b. Reevaluasi asset yang diasuransikan.

c. Menerapkan kajian tekno ekonomi pada setiap kegiatan.

d. Analisis biaya persatuan produk (minyak dan gas).

e. Memanfaatkan over capacity asset.

f. Memanfaatkan material dead stock sebagai substitusi.

5. Sistem Operasi Bisnis Utama.

Sementara upaya untuk meningkatkan operasi bisnis utama dilakukan dengan beberapa cara, misalnya :

• Program optimasi produksi pada sumur existing.

• Penambahan titik serap minyak dan gas pada struktur existing.

• Stimulasi sumur dengan metoda hydraulic fracturing.

• Pemanfaatan over capasity asset dan material.

• Optimasi gathering system.

• Rekondisi material bekas.

• Stockless policy dengan Master Agreement.

6. Fungsi Penunjang Bisnis Utama.

Untuk mendukung kelancaran bisnis utama terdapat aktivitas penunjang yang dilakukan oleh beberapa

Fungsi penunjang seperti :

1. Fungsi Perencana dan Manajemen Usaha.

a. Melakukan koordinasi dengan seluruh Fungsi untuk proses perencanaan, pengajuan, pengawasan dan

evaluasi RKPL PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut.

b. Melakukan pengawasan kinerja Mitra Kerja (TAC, JOB dan Aliansi).

c. Meningkatkan kinerja mutu perusahaan dengan cara :

Page 45: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

- Pemutakhiran Sistem Tata Kerja.

- Evaluasi proses operasi dan kinerja.

2. Fungsi Jasa dan Sarana.

Mengelola jasa penunjang operasional perusahaan berupa :

- Teknik sipil dan survey pemetaan.

- Teknologi Informasi dan Komunikasi.

- Utilitis dan Instrumentasi.

- Inventory.

3. Fungsi Keuangan.

Mengelola keuangan perusahaan secara accountable dan auditable, guna mendukung kelancaran

operasi perusahaan sehingga diharapkan dapat tercapai kondisi liquiditas, rentabilitas dan solvabilitas

yang optimal.

4. Fungsi Sumber Daya Manusia.

a. Pembinaan SDM yang berorientasi kepada proses bisnis utama.

b. Melakukan pengembangan kinerja dan profesionalitas pekerja melalui pengembangan karir,

pendidikan dan pelatihan.

c. Penerapan sistem reward & punishment.

d. Memberikan tingkat kesejahteraan pekerja yang baik secara menyeluruh.

5. Fungsi Umum.

Mengelola kegiatan yang menunjang operasional perusahaan meliputi :

- Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan.

- Inspeksi.

- Hukum dan Pertanahan.

- Hupmas dan Sekuriti.

6. Fungsi Pengadaan.

Menunjang operasional perusahaan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Artinya, Fungsi inilah

yang senantiasa berhubungan dengan pihak rekanan PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut.

Dalam hal pengadaan barang dan jasa, Fungsi ini sering mengalami “pressure” dari kelompok tertentu

yang memaksa kehendak. Misalnya, mereka berkeinginan agar PT Pertamina (Persero) DOH NAD –

Sumbagut, jangan memberi pekerjaan atau proyek kepada pengusaha atau rekanan yang berdomisili di

luar Kabupaten Aceh Tamiang. Itu sah-sah saja sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang

telah ditentukan dalam Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keppres Republik Indonesia Nomor 18 Tahun

2000. Pada hal dalam BAB II tentang Pengumuman dan Pendataran Peserta Lelang, butir 4 huruf (f)

secara tegas dinyatakan “Calon peserta lelang dari provinsi/kabupaten/kota lain tidak dilarang untuk

mengikuti proses lelang di provinsi/kabupaten/kota lain di mana pelelangan dilakukan.

Menyinggung tentang adanya keinginan dari para asosiasi maupun Kadinda Aceh Tamiang agar dalam

setiap pengumuman lelang PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, Rantau, jangan hanya

mencatumkan klasifikasi M saja, tapi harus lebih spesifik. Misalnya mencantumkan klasifikasi M1 atau M2

seperti yang lazim berlaku di kalangan asosiasi rekanan/kontraktor/leveransir.

Menanggapi hal itu, GM PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, Ir.H.Lukman Umar berpendapat,

sepanjang tidak bertentangan dengan isi kandungan dari Keppres No.18 Tahun 2000 dapat disetujui.

Namun dalam kondisi harus menyimpang dari Keppres No.18 Tahun 2000 dan SK Direksi Pertamina No.

Kpts-077/c0000/2000-SO, pihak Asosiasi Rekanan/Kadinda Aceh Tamiang harus dapat mengupayakan

pernyataan tertulis dari BPKP Naggroe Aceh Darussalam sebagai auditor resmi PT Pertamina (Persero)

DOH NAD-Sumbagut, Rantau yang intinya menyebutkan bahwa PT Pertamina (Persero) DOH NAD-

Page 46: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Sumbagut, Rantau dapat melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa tanpa mengindahkan

kaidah-kaidah yang terkandung di dalam Keppres No.18 Tahun 2000 dan SK Direksi PT Pertamina

(Persero) Holding.

Sejak diberlakukannya perubahan Pertamina dari BUMN menjadi Perusahaan Perseroan, maka

jangankan Keppres No.18 tahun 2000, Keppres No.80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa

juga sudah tidak ada relevansi dengan PT Pertamina (Persero) yang pendanaannya tidak dibebankan

dari APBN apa lagi APBD.

7. Minimisasi Biaya.

Sebagai Perusahaan Perseroan Terbatas, Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut berupaya untuk

melakukan minimisasi biaya dari Inspeksi, pengujian, audit proses dan kinerja serta mencegah kegagalan

dan biaya kehandalan dengan :

- Melaksanakan ispeksi sesuai kebutuhan minimal namun masih memenuhi standar yang ada (metoda

sampling pada pengecekan jalur pipa, subtitusi material untuk pelaksanaan inspeksi).

- Melakukan audit internal Sistem Manajemen Mutu sebelum dilakukan audit oleh pihak internal.

8. Peningkatan Proses Penunjang.

Upaya untuk meningkatkan proses penunjang dilakukan melalui standarisasi, Otomasi, Integrasi,

Learning Process, Simplifikasi dan Eliminasi proses kerja seperti :

- Melaksanakan Stockless Policy Material dengan Price Agreement.

- Mengganti sistem komunikasi satelit perminyakan menjadi radio link.

- Melakukan kerjasama dengan pabrikasi guna mendapatkan harga yang kompetitif dan jaminan kualitas.

- Memanfaatkan gas bakaran sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

- Memperbaharui Peraturan Perusahaan Bidang Sumber Daya Manusia (dilaksanakan oleh Pertamina

Korporat).

- Memanfaatkan tenaga aparat keamanan untuk membantu kinerja sekuriti.

Sementara dalam upaya mewujudkan Visi & Misi, PT Pertamina (Persero) secara nasional telah bertekad

untuk melakukan perubahan dengan komitmen sebagai berikut:

1. Secara berkelanjutan melaksanakan perubahan budaya korporat dari birokratis menjadi entrepreneur

berdasarkan prinsip Good Corporate Governance.

2. Meningkatkan citra korporat dalam setiap aspek kegiatan perusahaan sebagai bagian dari upaya

peningkatan reputasi perusahaan.

3. Mengembangkan pola bisnis yang memberikan nilai tambah lebih dan akrab lingkungan dengan

menerapkan Management Information System.

Sementara dari rumusan hasil Rapat Pimpinan (Rapim) PT Pertamina (Persero) pada tanggal 18-19

Maret 2004 yang berlangsung di Lantai M Kantor Pusat Pertamina Jalan Perwira No.6 Jakarta Pusat

dengan tema " Akselerasi Transformasi Dalam Rangka Menghadapi Kompetisi" telah menghasilkan

sejumlah butir perubahan dalam program utama BUMN Pertamina yang berubah menjadi perusahaan

perseroan sejak tanggal 17 September 2003 lalu, yang rangkumannya sbb.:

Perubahan kebijakan di tingkat nasional, dalam hal ini mengenai pengaturan kegiatan migas dan panas

bumi, terjadi seiring dengan terbitnya UU Migas No. 22 Tahun 2001 dan pengukuhan Pertamina menjadi

perusahaan perseroan pada tanggal 17 September 2003 lalu. Perubahan tersebut meliputi kegiatan

usaha, pola usaha, kontrak kerjasama dan penerimaan negara di bidang hulu/hilir, pembagian keuangan

pusat dan daerah, pembinaan dan pengawasan, tanggungjawab dan pelaporan serta penanganan

masalah panas bumi. Perubahan regulasi yang cukup signifikan ini memberikan dampak langsung pada

dinamika dan perubahan di dalam tubuh Pertamina.

Pertamina yang pada mulanya diamanatkan untuk mengurus sumber daya alam minyak, gas dan panas

bumi, kini dituntut untuk dapat tampil sebagai entitas bisnis murni.

Page 47: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Dalam pengarahannya, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Laksamana Sukardi menegaskan

bahwa untuk mengelola sumber daya alam yang strategis ini perlu ditunjang dengan penguasaan

manajemen yang profesional serta modal. Lebih lanjut Komisaris Utama menegaskan bahwa manajemen

perusahaan sebagai pucuk kepemimpinan harus bertanggungjawab atas kondisi perusahaan. Sehingga

diharapkan tidak terjadi pemisahan antara manajemen dan problema perusahaan (decoupling).

Selain perubahan dalam hal regulasi, sejumlah perubahan yang terjadi secara signifikan pada tataran

ekonomi makro serta iklim reformasi tentunya turut memberikan dampak terhadap perkembangan

perusahaan. Pertamina yang kini berbentuk persero, akan berhadapan dengan sejumlah tantangan yang

perlu disikapi dengan seksama. Oleh karena itu sejumlag penyesuaian perlu dilakukan oleh Pertamina.

Dewan Komisaris memberikan arahan untuk mengakselerasikan transformasi perusahaan menjadi

persero sesuai roadmap yang telah ditentukan, upaya serius untuk melaksanakan business development

serta peningkatan citra perusahaan. Dengan arahan ini diharapkan Pertamina mampu untuk menjawab

tantangan yang dihadapi di era global.

Transformasi dan Citra

Dalam pergerakannya menjadi entitas bisnis, Pertamina mengalami perubahan status badan hukum dari

BUMN menjadi sebuah Perusahaan Perseroan yang sebagian sahamnya dipegang pemerintah, dan

pemerintah telah memberikan ketegasan sikap dalam transformasi Pertamina sebagai persero.

Ketegasan tersebut diwujudkan dengan menunjuk Dewan Komisaris dan Direksi PT Pertamina (Persero)

yang diharapkan akan membawa perusahaan secepatnya berubah dari pola dan perilaku lama yang

birokratis menjadi suatu entitas bisnis murni serta berorientasi laba. Maka melalui koridor RUPS, langkah

transformasi perusahaan digerakkan dalam konsep pengembangan bisnis secara terintegrasi dari tataran

superholding, holding dan Anak Perusahaan.

Namun demikian, transformasi perusahaan menjadi persero belum sepenuhnya kelihatan. Stakeholders

masih merasakan nuasa Pertamina yang lama. Dalam hal ini, citra Pertamina masih tergambar sebagai

institusi publik bukan coporate. Di sinilah letaknya peran strategis Corporatye Secretary agar dapat

"bermain cantik" dalam mendukung kebijakan perusahaan dengan tujuan akhir agar citra Pertamina yang

masih identik dengan pemerintah dapat segera dilakukan pembenahan dan penyesuaian. Dalam

perubahan tersebut yang perlu digarisbawahi adalah faktor transformasi budaya perusahaan. Hal ini

mengingat bahwa perubahan budaya membutuhkan komitmen nyata dari seluruh lini perusahaan.

Business Development

Sebagai perusahaan yang mengarah pada profit, maka diperlukan adanya cara pengembangan bisnis

perusahaan, termasuk bagaimana mengembangkan financial engineering. Anggota Dewan Komisaris

Syarifuddin Arsyad Temenggung dalam kesempatan ini menegaskan bahwa Pertamina masih dihadapi

dengan banyak kendala dalam proses pengembangan seperti pada bidang eksplorasi maupun

eksploitasi. Pertamina telah memiliki kesempatan awal yang namanya first right of refusal tetapi pada

kenyataannya masih banyak ladang migas yang dimiliki, belum dikembangkan. Singkatnya, dalam

pengembangan bisnis ini, Pertamina diminta untuk melakukan efisiensi terhadap seluruh fasilitas yang

ada. Disamping itu, Pertamina dituntut untuk dapat menentukan time frame dan pola kerjasama untuk

pengembangan dimaksud.

Anak Perusahaan

Nuasa transformasi di dalam Anak Perusahaan pun tidak luput dari perhatian. Anak Perusahaan diminta

untuk menunjukkan kinerjanya masing-masing dan harus bersinergi dengan Pertamina. Intinya, Anak

Perusahaan harus dapat memberi dampak positif dan menghasilkan revenue. Pada tahun 2005

diharapkan sudah ada ketegasan apakah tetap fokus pada bisnis migas atau terkait dengan yang lain.

Era Persero

Pada era ini, kegiatan usaha Pertamina lebih difokuskan pada upaya peningkatan keuntungan (profit

oriented). Perbedaan fundamental antara Pertamina dan PT Pertamina (Persero) terletak pada dua hal

yakni : Pertama, kontrak manajemen yang kini ada pada era PT Pertamina (Persero). Kontrak

Page 48: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

manajemen antara perusahaan dan pemegang saham tersebut menghasilkan butir-butir kesepakatan

sebagai berikut :

PT Pertamina (Persero)

(1). Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Pertamina (Persero) 2004 telah disusun

dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan telah mempertimbangkan semua resiko secara terukur.

(2). Mengupayakan peningkatan efisiensi dan efektivitas atas pelaksanaan RKAP 2004.

(3). Bertanggungjawab secara renteng sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar PT Pertamina

(Persero) dan peraturan perundang – undangan yang berlaku serta bersedia mempertanggungjawabkan

secara profesional atas tercapai atau tidaknya target-target RKAP Tahun 2004.

Pemegang Saham :

(1) Membantu sepenuhnya PT Pertamina (Persero) dalam rangka melaksanakan kegiatan untuk

mencapai target yang disepakati sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Memberikan penghargaan kepada PT Pertamina (Persero) dalam bentuk tantiem/bonus atas

pencapaian target-target yang disepakati berdasarkan ketentuan yang berlaku di lingkungan Kementerian

Badan Usaha Milik Negara.

Perbedaan fundamental yang kedua menyangkut tentang penilaian terhadap kinerja perusahaan. Pada

era perseroan penilaian tersebut dilakukan secara lebih terperinci mengacu Keputusan Menteri BUMN

No.: KEP-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN. Penilaian dalam Keputusan

Menteri dimaksud meliputi aspek keuangan, operasional dan administrasi.

Penandatanganan Kesepakatan Kinerja/Ukuran Kinerja Terpilih (UKT) 2004

Pada acara Rapim telah dilaksanakan penandatanganan kesepakatan kinerja dimaksud yang untuk

pertama kalinya mengacu kepada Kepmen BUMN No.:KEP-100/MBU/2002.

Penandatanganan kesepakatan kinerja dilaksanakan antara :

1. Direktur Utama dengan para Direktur.

2. Direktur dengan para Deputi Direktur.

3. Direktur/Deputi Direktur dengan para General Manager.

Manajemen Perubahan.

Menyikapi faktor eksternal dan kondisi perusahaan saat ini di mana pengelolaan bisnis perusahaan (TI)

masih bercirikan BUMN, birokratis dan tidak ramping, masalah SDM dan Teknologi Informasi yang masih

perlu disesuaikan, Good Corporate Governance (GCG) yang belum terinteraksi, K3LL, dan Citra yang

masih perlu dibenahi, maka Pertamina memilih transformasi sebagai strategi untuk mencapai kepada

kondisi yang diinginkan perusahaan. Program transformasi tersebut meliputi pengembangan bisnis,

implementasi organisasi, pengembangan SDM, pengembangan sistem & TI, peningkatan citra & K3LL,

peningkatan implementasi GCG. Dengan dilaksanakannya program tersebut, maka diharapkan pada

tahun 2005 Pertamina dapat mencapai kondisi yang diinginkan , yaitu bisnis perusahaan dan Anak

Perusahaan dikelola sebagai persero sesuai visi, organisasi efisien dan berkinerja tinggi, SDM berbasis

kompetisi sesuai kebutuhan bisnis, TI menunjang proses bisnis, GCG bagian tak terpisahkan dari proses

bisnis, K3LL menjadi bagian daya saing dan proses bisnis, serta citra Pertamina sesuai visi dan misi.

Dengan demikian diharapkan dapat mewujudkan visi dan misi perusahaan.

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan.

Penyaluran akan difokuskan pada usaha kecil yang memiliki kaitan dengan bisnis inti perusahaan dengan

pertimbangan untuk memberdayakan usaha kecil, memberi kontribusi terhadap distribusi dan daya saing

Page 49: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

produk-produk Pertamina. Porsi penyaluran dana kemitraan kepada kelompok tersebut sebesar 75%.

Sedangkan 25% sisanya akan disalurkan kepada usaha kecil kelompok non bisnis inti. Untuk program

bina lingkungan, porsi bentuk pengeluaran meliputi 10% untuk korban bencana alam, 45% untuk

pendidikan dan pelatihan, 25% untuk peningkatan kesehatan, 10% untuk pengembangan prasarana dan

sarana umum dan 10% untuk sarana ibadah. Porsi alokasi dana total sebesar 60% untuk unit/wilayah

usaha dan 40% untuk program PKBL Pusat dan aspek kebutuhan tingkat nasional.

7 Aspek Perubahan.

Mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, maka dalam Rapat Pimpinan PT Pertamina (Persero)

menggaris-bawahi 7 (tujuh) aspek perubahan yang perlu diakselerasikan untuk menunjang kinerja

perusahaan. Aspek-aspek tersebut meliputi :

1. Pengembangan Bisnis Persero, Portofolio Korporat, AP & Joven (Joint Venture), dan Riset Industri.

2. Implementasi Organisasi Persero.

3. Pengembangan Sumber Daya Manusia.

4. Pengembangan Sistem & Teknologi Informasi.

5. Peningkatan Implementasi Good Corporate Governance.

6. Peningkatan Citra Perusahaan.

7. Peningkatan Implementasi K3LL.

Agar proses perubahan dapat dilaksanakan secara lebih terfokus, maka dalam sidang-sidang komisi

telah dikaji dan dipilih beberapa program yang menjadi fokus percepatan perubahan dari program-

program yang ada dan harus direalisasikan dalam periode sampai dengan akhir tahun 2005, meliputi :

1. PENGEMBANGAN BISNIS

a. Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Bisnis dan Portofolio Perusahaan Berorientasi Pada

Penciptaan Nilai.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan sesuai dengan misi perusahaan dan melakukan

PSO (Public Service Obligation). Program ini akan diimplementasikan melalui peningkatan komitmen

pengembangan bisnis pada tingkat top manajemen dan manajemen unit operasi serta seluruh pekerja,

menyusun kebijakan Direksi dalam aspek pengembangan bisnis dan portofolio Perusahaan berorientasi

pada penciptaan nilai yang selanjutnya ditetapkan melalui kebijakan Direksi, serta melaksanakan

programprogram strategis Korporat, Strategic Invesment, Hulu dan Hilir.

b. Optimalisasi Aset Penunjang Usaha.

Program ini bertujuan untuk mengurangi beban PT Pertamina (Persero) terhadap biaya-biaya

pengeluaran yang berkaitan dengan Aset Penunjang. Program ini diimplementasikan melalui analisa

secara komprehensif status Aset Penunjang Usaha, mengusulkan penghapusan dan pelepasan aset

pada instansi terkait, menyiapkan kebijakan Direksi dan Pedoman Optimalisasi Aset, menghasilkan

Revenue dari penjualan/divestasi aset tahun 2004, serta mendapatkan keuntungan kerjasama dan kelola

sendiri.

c. Restrukturisasi Holding dan Anak Perusahaan dan Perusahaan Patungan.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan optimalisasi bisnis Anak Perusahaan.

Implementasinya dilakukan dengan akan dibentuknya Tim Restrukturisasi Anak Perusahaan dan

Perusahaan Patungan, yang akan melakukan analisis portofolio secara komprehensif meliputi analisis

finansial, kualitatif internal, industri/pasar dan benchmarking. Disamping itu, Tim akan melakukan

restrukturisasi dan pengelompokan kembali Anak-Anak Perusahaan, akan dihasilkannya Kebijakan

Direksi dalam aspek restrukturisasi Anak Perusahaan dan Perusahaan Patungan, serta menghasilkan

Revenue dari penjualan/divestasi Anak Perusahaan dan Perusahaan Patungan.

2. IMPLEMENTASI ORGANISASI PERSERO.

Page 50: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

a. Perubahan Organisasi.

Program ini bertujuan untuk mendapatkan struktur organisasi ramping, efektif dan responsif serta

kelengkapannya. Untuk itu perlu disepakati struktur organisasi yang mengacu kepada Road Map di mana

ultimate-nya terdiri dari Superholding, Holding dan Anak Perusahaan dengan catatan implikasinya

terhadap pajak perlu dipertimbangkan, disepakatinya pembentukan SSO (Shared Service Organisation)

bagi jasa yang dapat di-share oleh Korporat dan Anak Perusahaan, serta blueprint yang ditargetkan

selesai akhir Juni 2004 dan implementasinya sampai dengan akhir November 2005.

b. Penyelenggaraan Pertamina Quality Award.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pola pengelolaan bisnis Perusahaan. Dengan demikian

ditargetkan Score 400 akhir 2005 beserta Strength dan OFI serta koordinasi pemantauan perbaikan OFI

secara berkala untuk mengakselerasi perubahan pola pengelolaan Perusahaan.

PENUTUP

Berawal dari penemuan minyak secara tidak sengaja oleh A. J. Zijlker pada tahun 1883 dan berhasilnya

diproduksi minyak mentah dari sumur Telaga Tunggal I di Telaga Said, Langkat, Sumatera Utara pada

tahun 1885, maka awal industri perminyakan di Indonesia (dulu Hindia Belanda) sudahpun dicanangkan

sampai ke penjuru dunia oleh A. J. Zijlker melalui perusahaannya, yaitu Koninklijke Nederlandsche

Petroleum Company yang kemudian bergabung dengan Shell Transport & Trading Company untuk

selanjutnya dikenal sebagai The Koninklijke Shell Group atau sering disingkat jadi Shell, dan BPM

(Bataafsche Petroleum Maatschappij) selaku anak perusahaan Shell Group mendapat tugas untuk

mencari sumber minyak dan memproduksinya di Sumatera Utara dan Aceh.

Setelah produksi minyak bumi dilapangan Telaga Said telah menurun, maka mereka beralih ke Aceh

Timur, khususnya Lapangan Rantau. Dan di daerah ini mereka berhasil mendapat sumber minyak bumi

di sumur R-1, menyusul R-2. Dari kedua sumur tersebut telah dihasilkan minyak mentah sebanyak 241

M3/hari.

Usaha pengembangan terus dilanjutkan termasuk didaerah Paluh Tabuhan, Langkat, Sumatera Utara,

sehingga dari sekitar 175 sumur, BPM telah mampu memproduksi minyak mentah sebanyak 1.700

ton/hari. Sumur-sumur minyak di Rantau dan Paluh Tabuhan tercatat sebagai sumur yang paling

produktif diseluruh kepulauan Nusantara pada masa Hindia Belanda sampai lahirnya PT. Permina.

Selama perang merebut kemerdekaan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia, Lapangan Rantau

dan Pangkalan Susu (Paluh Tabuhan) telah banyak berbuat dalam hal menunjang dana dan BBM bagi

kelanjutan perjuangan para pejuang kita dimasa itu.

Setelah Indonesia memperoleh kedaulatan penuh, Lapangan Rantau dan Pangkalan Susu mempunyai

andil yang besar sebagai daerah penghasil minyak dan devisa untuk kelanjutan pembangunan industri

perminyakan di Sumatera Utara dan Aceh yang sempat porak-poranda menjadi puing-puing berserakan

(kecuali Lapangan Rantau), sehingga akhirnya menjadi Pertamina, seperti yang dikenal saat ini, sebagai

BUMN yang terbesar di Asean.

Namun dalam beberapa tahun belakangan ini kegiatan untuk meningkatkan produksi minyak mentah baik

dari hasil pemboran sumur baru maupun dari sumur-sumur yang telah ada, hasilnya kurang begitu

menggembirakan yang dicerminkan dari withdrawal rute berkisar 2 – 3 % per tahun.

Usaha untuk meningkatkan produksi dan memperoleh minyak dengan cara pengangkatan tahap kedua

(Secondary Recovery) yang sudah dilaksanakan, khususnya di struktur Rantau, masih perlu ditindak-

lanjuti di struktur-struktur lainnya.

Karakteristik reservoar dari sumur-sumur yang terdapat di WKP Operasi EP Rantau dan perlu dicermati

antara lain adalah sumur-sumur yang terdapat di struktur Paluh Tabuhan Timur, Perapen dan Kuala

Simpang Barat yang semula sebagai sumur gas, dalam waktu yang relatif lama, yang diperkirakan akan

berubah sebagai sumur-sumur penghasil minyak mentah.

Page 51: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Karakteristik Reservoar sumur-sumur minyak dan shallow zones di struktur Rantau dan Kuala Simpang

Barat yang menunjukkan adanya produksi pasir halus berbentuk lumpur merupakan kendala yang belum

dapat teratasi sampai saat ini.

Korelasi kualitatif yang didasarkan hanya pada analisa log saja kurang dapat dihandalkan karena

kontinuitas belum dapat dipastikan jika tidak didukung dengan data produksi, tekanan, litologi dan bahkan

harus lebih tajam dengan mineralogi dan analisis dari minyak, air dan gas kandungannya.

Untuk itu maka pemahaman tentang “ reservoar management “ harus benar-benar dihayati, sehingga

kontribusi pemikiran, semangat dan kerja keras yang telah dilakukan akan memberikan hasil maksimal

seperti yang diharapkan oleh perusahaan.

Walaupun pengendalian biaya operasi menunjukkan hasil yang menggembirakan setelah

diberlakukannya restrukturisasi, namun masih perlu lebih ditingkatkan dengan pemahaman akan “ sadar

biaya “ dan sensitif terhadap biaya.

Kegagalan-kegagalan dalam pencarian minyak dan gas bumi belakangan ini banyak disebabkan karena

kurang tajam di dalam penganalisaan. Sebab belum seluruh engineers mencurahkan kontribusinya saat

menganalisa dan mengevaluasi setiap rencana dan hasil yang telah dicapai atau dengan kata lain,

bahwa synergi kerja belum berjalan seoptimal mungkin.

Oleh karena itu seluruh insan perminyakan yang berada di jajaran PT PERTAMINA (PERSERO) DOH

NAD-Sumbagut, Rantau telah bertekad untuk menindaklanjuti hasil rumusan pada Rapim 18-19 Maret

2004.

Menyusul kebijakan yang telah dituangkan dalam SK Dirut No. KPTS 026/C0000/97 – S0 tanggal 3 Maret

1997 mengenai upaya untuk mengantisipasi berbagai perubahan terutama masalah lingkungan usaha

yang mungkin terjadi di masa mendatang, dan keterkaitannya dengan landasan hukum sebagai berikut :

1. UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

2. UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN.

3. UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT).

4. PP No.31 Tahun 2003 tentang Pengalihanan Bentuk Pertamina Menjadi Perusahaan Perseroan.

5. Keppres No.76 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.

6. Kepmen BUMN No.KEP-102/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik

Negara.

7. Kepmen BUMN No.KEP-102/MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana Jangka Panjang Perusahaan

BUMN, dan

8. Kepmen BUMN No.KEP-117/M-BUMN/2002 tentang Penerapan Praktek Good Governance (GCG).

Maka untuk kurun waktu lima tahun (2004-2008) PT PERTAMINA (PERSERO) telah menyusun Visi, Misi

dan Tata Nilai baru yang selengkapnya sebagai berikut :

a. VISI

Menjadi Perusahaan yang Unggul, Maju dan Terpandang.

b. MISI

1) Melakukan usaha dalam bidang energi dan petrokimia serta usaha lain yang menunjang bisnis PT

PERTAMINA (PERSERO).

2) Merupakan entitas bisnis yang dikelola secara profesional, kompetitif, dan berorientasi laba.

3) Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja, dan masyarakat, serta

mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

c. TATA NILAI

Page 52: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance.

1. Transparansi.

Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam

mengemukakan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

2. Kemandirian.

Keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan

pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

3. Akuntabilitas.

Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan

terlaksana secara efektif.

4. Pertanggungjawaban.

Kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan

prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5. Kewajaran (Fairness).

Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian

dan peraturan perundangan yang berlaku.

Catatan : Penerapan "Good Corporate Governance" sangat penting apabila

PT PERTAMINA (PERSERO) ingin "Go Public" pada tahun 2007.

Refrensi : Kep.Men.BUMN No.Kep-117/MBU/2002 tentang GCG pada BUMN.

Sementara strategi kegiatan usaha di sektor Hulu (Eksplorasi & Produksi) yang telah diprogramkan oleh

Direktorat Hulu PT PERTAMINA (PERSERO) adalah sbb.:

1. Strategi Dasar : " First Quality Then Growth".

2. Strategi Pokok :

- Meningkatkan pendapatan melalui perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam rencana dan implementasi

program operasional di lahan existing.

- Menemukan dan mengembangkan cadangan migas di dalam dan luar negeri serta pengembangan

panas bumi di dalam negeri.

3. Strategi Usaha :

- Meningkatkan penyertaan usaha melalui akuisisi, farm-in, penyertaan.

- Mempercepat siklur usaha dengan exploration campaign untuk perluasan resouces base dan reserve

replacement.

- Meningkatkan laba dengan peningkatan volume dan openurunan biaya produksi.

- Mengembangkan panas bumi untuk memenuhi kebutuhan listrik.

- Melaksanakan overseas ventures baik langsung maupun melalui Anak Perusahaan atau Joint Venture.

Sedangkan issue strategis yang berkaitan dengan transformasi BUMN Pertamina menjadi perusahaan

perseroan PT PERTAMINA (PERSERO) mencakup dua faktor yang perlu mendapat perhatian serius

dalam penangannya, yaitu faktor internal dan internal.

Page 53: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

a. Internal.

1) Re-evaluasi & pengelolaan Aset.

2) Organisasi Holding dan Anak Perusahaan.

3) Perubahan Sistem, Manajemen dan Prosedur.

4) Tuntutan kompetensi SDM dalam persaingan usaha global.

5) Perubahan "Budaya Perusahaan".

6) Sumber pendanaan.

7) Aliansi Strategis.

8) Peningkatan Citra Perusahaan (nama, logo, merek).

b. Eksternal.

1) Semakin berkurangnya cadangan dan produksi nasional.

2) Liberalisasi pasar meningkatkan persaingan.

3) Margin usaha kilang rendah.

4) Otonomi Daerah dan Pembagian Pendapatan Pusat & Daerah.

5) Tuntutan lingkungan hidup yang semakin ketat.

6) Perkembangan teknologi.

Dengan memiliki pola usaha dan pola pengelolaan yang berorientasi pada laba, maka ini akan membuat

PT PERTAMINA (PERSERO) jadi jauh lebih berkembang, lebih maju dan lebih mandiri dalam semua

aspek dan kegiatannya.

AWAL TERCIPTANYA MINYAK DAN GAS BUMI

Untuk melengkapi perbendaharaan pembaca sekalian, maka pada lembaran khusus ini akan disajikan

tulisan mengenai awal terciptanya minyak dan gas bumi di "Planet Biru" yang kita huni saat ini.

Seperti diketahui, sejarah telah mencatat bahwa kegiatan usaha penambangan minyak dan gas bumi di

belah bumi manapun selalu menjadi incaran pelaku industri migas sejak ratusan tahun lalu. Kenapa ?

Sebab energi forsil ini bukan hanya mampu memberikan satu macam cairan energi saja kepada umat

manusia, tapi begitu banjak jenis dan ragamya yang bersumber dari minyak mentah (crude oil) dan

condensate yang kalau diolah akan melahirkan generasi turunannya seperti bensin, premium, premix,

avtur, avgas, solar, minyak tanah, minyak diesel, minyak bakar, minyak pelumas, minyak gemuk, aspal,

LNG, elpiji dan berbagai produk petrokimia seperti serat nylon, plastik, cat, racun serangga, pupuk, lilin,

karet sintetis, sabun, salep dan sebagainya. Namun, apa, bagaimana dan kapan proses terciptanya

minyak dan gas yang terkandung di dalam perut bumi, masih merupakan suatu tanda-tanya besar bagi

umat manusia sejak dulu sampai saat tulisan ini dibuat.

Bebagai usaha dan penelitian sudahpun dilakukan oleh para ahli untuk menguak tabir misteri ihwal apa,

bagaimana dan kapan terciptanya minyak dan gas bumi serta di mana minyak bumi itu secara pasti dapat

ditemukan. Masih terus diteliti, baik berdasarkan ilmu kimia, aktivitas elektronik seperti seismik,

pelacakan melalui satelit maupun ilmu bakteri.

Dewasa ini ada tiga macam teori yang selama ini dipakai orang dalam menyelidiki rahasia terbentuknya

minyak dan gas bumi. Pertama, lewat teori "bio-genetic" atau yang lebih dikenal dengan sebutan teori

"organic". Kedua, teori "a-biogenetic" atau "in-organic." Dan ketiga, teori "duplex origin" yang merupakan

perpaduan dari kedua teori terdahulu.

Dalam rumusan teori pertama memperkirakan bahwa minyak dan gas bumi terbentuk dari berbagai jenis

organisme laut, hewani dan nabati. Hingga saat ini teori tersebut yang banyak diterima oleh para pakar

dan ilmuwan perminyakan di mancanegara. Teori ini selanjutnya menyatakan bahwa minyak dan gas

bumi hanya terdapat di dasar laut purba yang berada jauh di bawah permukaan planet bumi. Katanya sih,

di jaman purbakala, wajah dan bentuk bumi yang kita huni saat ini, tidak sama keadaannya dengan apa

yang kita kenal saat ini. Apa yang kita kenal dengan daratan dewasa ini, dulu merupakan lautan dan

danau yang amat luas. Demikian pula halnya dengan keadaan bukit-bukit dan gunung-gunung yang

menjulang tinggi ke angkasa, mungkin dulu merupakan daerah-daerah yang digenangi air dan lautan.

Page 54: Sejarah Dan Perkembangan Pertambangan Dan Industri Migas Di Langkat

Dalam kondisi demikian, jauh sebelum manusia berperan di muka bumi, konon kabarnya telah hidup

beranekaragam flora dan fauna, antara lain berbagai jenis ikan purba yang besar dan jutaan jenis

binatang darat mulai yang berukuran kecil sampai yang berukuran raksasa seperti kelompok spesies

Dinosaurus dan berbagai spesies tumbuh-tumbuhan purba. Fosil fauna dan flora yang sudah punah itu

terkubur dalam peredaran waktu yang cukup panjang, akhirnya terbenam dan terjebak di dalam lapisan-

lapisan endapan lumpur dan pasir, jauh di dasar lautan purba yang terus berevolusi. Ada yang tepat

menjadi lautan dan ada pula yang sudah berubah menjadi daratan dan gurun pasir.

Bersama lapisan-lapisan tersebut, mengendap pula lumpur-lumpur lain yang bercampur dengan bahan-

bahan organik jenis lainnya. Benda-benda tersebut kemudian terkikis dan dihanyutkan oleh air hujan ke

sungai yang terus menuju ke laut. Sebagai akibat dari tindihan lapisan-lapisan yang berat, ditambah lagi

dengan adanya daya berat air laut yang secara bersamaan menekan endapan tersebut ke bawah.

Akibatnya proses yang berlangsung jutaan tahun lamanya, endapan-endapan itu akhirnya ada yang

berubah menjadi lapisan batu dan karang yang kemudian dikenal dalam dunia perminyakan dengan

sebutan lapisan sedimen.

Selain itu, lapisan-lapisan sedimen tersebut ada yang tercipta dari butiran-butiran kecil yang melengket

satu dengan lainnya.Akibat proses tersebut, butiran-butisan yang telah menyatu itu jadi berpori-pori yang

dapat ditembus oleh cairan. Sedangkan butiran-butiran yang sangat halus mengendap di dasar lautan

yang letaknya lebih jauh dari bibir pantai dan kemudian berubah menjadi batuan tanah liat yang disebut

juga sebagai serpih atau shale.

Lapisan-lapisan itu kemudian makin lama menjadi makin tebal. Proses ini tentunya berlangsung secara

berkesinambungan dari jaman ke jaman sampai memakan waktu jutaan tahun lamanya.

Meskipun tidak diketahui secara pasti bagaimana bahan-bahan yang terdapat di dalam lapisan-lapisan

sedimen itu menjadi minyak dan gas bumi, tapi itulah langkah awal yang diketahui oleh manusia tentang

prakiraan terjadinya proses pembentukan minyak dan gas bumi. Bahan-bahan utama itu diperkirakan

berubah ujub dari padat menjadi setengah cair, cair total dan sebagiannya lagi menjadi gas alam.

Menurut beberapa ilmuwan, akumulasi minyak dan gas alam yang berada di dalam jebakan, terjadi dan

tercipta ketika sifat-sifat phisik dan geolometri dari bebatuan yang berubah jutaan tahun lamanya.

Dapat dijelaskan di sini bahwa bentuk utama dari jebakan atau cekungan tempat bersemayamnya minyak

dan gas alam adalah terdiri dari antiklin, patahan dan stratigraphi.

Sementara jebakan minyak dan gas bumi yang berada di antiklin membutuhkan bentuk geometri closure,

permen-able dan porous. Sedangkan stratigraphi jebakan migas terbentuk melalui migrasi primer dan

sekunder dari source rock dan lapisan permen-able menuju jebakan yang disebut sebagai struktur

stratigraphi.

Dapat ditambahkan bahwa sebagian besar jebakan itu adalah merupakan kombinasi jebakan yang

terbentuk karena migrasi mekanisme kombinasi antiklin dan stratigraphi.