SEJARAH DAN MANAJEMEN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) DI PULAU NUSA PENIDA MATA KULIAH PENGELOLAAN SATWA LIAR Oleh Jian Rinda Widya Pambudi ( 0709005047 )
SEJARAH DAN MANAJEMEN PENANGKARAN
BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rothschildi) DI
PULAU NUSA PENIDA
MATA KULIAH
PENGELOLAAN SATWA LIAR
Oleh
Jian Rinda Widya Pambudi
( 0709005047 )
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2007
PENDAHULUAN
Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) satwa simbol Provinsi Bali adalah salah
satu burung paling langka di dunia, dan mewakili genus tunggal dari jenis jalak-
jalakan yang hidup endemik di Pulau Bali bagian Barat.Dalam sejarah
penyebaran, burung Jalak Bali tersebar luas di bagian Barat Pulau Bali termasuk
di kawasan taman nasional, hutan savana kering, dan semak-semak hutan meluruh
(moonson) di taman nasional dan hutan kebun di pedesaan. Namun dengan
berkembangnya wilayah permukiman dan perkebunan, dari tahun ke tahun
populasi Jalak Bali terfragmentasi menjadi populasi-populasi kecil, yang semakin
lama semakin berkurang
Jalak bali (Leucopsar rothscildi) sebagai satwa langka yang merupakan
salah satu makhluk tersisa penghuni bumi, saat ini secara hidupan liar populasinya
berada pada kondisi menghawatirkan, keberadaannya cenderung mengarah pada
situasi terancam bahaya punah. Data terakhir pada Desember 2006 populasi
dialam liar tercatat hanya tersisa sebanyak 6 ekor. Padahal mahkluk yang satu ini
memperoleh perhatian cukup serius dari pemerintah Republik Indonesia, yaitu
dengan ditetapkannya makhluk tersebut sebagai satwa liar yang dilindungi oleh
undang-undang. Perlindungan hukum untuk menyelamatkan satwa tersebut
ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
421/Kpts/Um/8/1970 tanggal 26 Agustus 1970. dalam konvensi perdagangan
internasional bagi jasad liar CITES (Convention on International Trade in
Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Jalak Bali terdaftar pada Apendix
I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan,
Bertitik dari permasalahan tersebut di atas langkah yang ditempuh didalam
merespon pentingnya mempertahankan keberadaan hidupan liar Jalak Bali dari
ancaman bahaya punah, maka pihak Taman Nasional Bali Barat memandang perlu
untuk menyikapi melalui kegiatan nyata konstruktif agar populasi yang sedang
terpuruk tersebut dapat pulih kembali. Aksi alternatif terpilih yang ditempuh
adalah dengan cara meliarkan kembali secara bertahap sub populasi buatan ke
habitatnya. Dengan demikian pengadaan individu sebagai cikal bakal lepas-liar
menjadi sangat prioritas dan merupakan bagian terpenting tidak terpisahkan dari
keseluruhan konsep program pemulihan populasi liar, yaitu melalui
penyelenggaraan kegiatan penangkaran yang dikelola secara intensif dan
profesional.
Populasi Jalak Bali dari tahun ke tahun relatif menurun. Selain deforestasi, harga
yang mahal untuk seekor burung Jalak Bali juga mempengaruhi jumlah
individunya di alam. Pencurian adalah ancaman terbesar pada saat ini. Bukti-bukti
pencurian seringkali ditemukan berupa lem, tali, dan net (jaring-red). Metoda
terbaru yang dilakukan oleh pencuri yang tertangkap oleh aparat hukum adalah
dengan “mengecat” burung Puter dengan warna putih sehingga mirip dengan
Jalak Bali, kemudian digunakan sebagai pemikat (lawan jenis-red) dan disimpan
di pohon sarang dan pohon tempat mencari makan Jalak Bali. Selain itu beberapa
tahun belakangan ini upaya pencurian meningkat dan dibarengi dengan
perampokan populasi Jalak Bali di pusat penangkaran. Perampokan paling besar
terjadi pada tahun 1999 di mana sebanyak 39 ekor Jalak Bali berhasil dijarah dari
pusat penangkaran Taman Nasional Bali Barat. Upaya melestarikan binatang
eksotik ini (yang jantan punya jambul yang kadang mekar kadang kuncup)
menghadapi tantangan berat, karena nilai jual makhluk langka ini benar-benar
menggiurkan. "Sekarang harganya bisa sampai Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per
ekor. Kalau di luar negeri itu hanya sekitar 25-30 dollar AS.
Di sisi lain upaya penyelidikan terhadap semua pencurian dan perampokan
tersebut selalu ditanggapi dengan tidak serius dengan cenderung main-main oleh
pihak taman nasional, kepolisian, dan pengadilan. Namun berkat upaya-upaya
keras dari kelompok LSM dan jaringan kerja Bali Barat, pada akhirnya upaya
hukum mulai dapat dilaksanakan dengan menjatuhkan hukuman penjara bagi para
pencuri. Lemahnya komitmen para penegak hukum menjadi kendala besar yang
akan terus menghalangi upaya pelestarian Jalak Bali. Peran LSM dan masyarakat
masih sangat diperlukan untuk mengontrol upaya-upaya penegakan hukum berkait
dengan kasus-kasus pencurian dan perampokan Jalak Bali di kemudian hari.
Selain bahaya pencurian, juga predator-predator di alam bebas seperti
burung elang, biawak, dan ular, menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup bayi
curik. Selain itu, lingkungan juga menjadi ancaman karena akibat musim kering
mereka bisa kekurangan makanan dan minuman.
Rekomendasi kegiatan pelestarian Jalak Bali di antaranya
1. Monitoring populasi Jalak Bali di alam dan di penangkaran sangat penting
dilanjutkan dengan melibatkan para pihak selain taman nasional dengan
berbagai pengembangannya.
2. Melanjutkan dukungan bagi upaya pendidikan yang telah disiapkan
dengan bantuan teknis dan pendanaan.
3. Meningkatkan tekanan terhadap penegak hukum untuk memperbaiki
upaya penegakan hukum terhadap kasus-kasus Jalak Bali.
4. Meneruskan program-program berbasis riset lapangan sebagai bagian dari
upaya pemantauan populasi dan riset ekologi Jalak Bali serta perbaikan
pengelolaan penangkaran dengan prosedur standar penangkaran yang
berlaku.
Kalau sampai jalak bali punah, semua akan merugi. Dunia akan kehilangan salah
satu ekosistem uniknya, Indonesia akan kehilangan salah satu spesies langkanya,
dan terlebih Bali akan kehilangan maskotnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah
Pertama kali dilaporkan penemuannya oleh Dr. Baron Stressmann seorang
ahli burung berkebangsaan Inggeris pada tanggal 24 Maret 1911. Atas
rekomendasi Stressmann, Dr. Baron Victor Von Plessenn mengadakan penelitian
lanjutan (tahun 1925) dan menemukan penyebaran burung Jalak Bali mulai dari
Bubunan sampai dengan Gilimanuk dengan perkiraan luas penyebaran 320 km2.
Pada tahun 1928 sejumlah 5 ekor Jalak Bali di bawa ke Inggeris dan berhasil
dibiakkan pada tahun 1931. Kebun Binatang Sandiego di Amerika Serikat
mengembangbiakkan Jalak Bali dalam tahun 1962 (Rindjin, 1989).
Status
Sejak tahun 1966, IUCN ( International Union for Conservation of Natur
and Natural Resources) telah memasukan Jalak bali ke dalam Red Data
Book, yaitu buku yang memuat jenis flora dan fauna yang terancam
punah.
Dalam konvensi perdagangan internasional bagi jasad liar CITES
( Convention on International Trade in Endangered Species of wild fauna
and flora) Jalak bali ter daftar dalam Appendix I, yaitu kelompok yang
terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian
No. 421/Kpts/Um/8/70 tanggal 26 Agustus 1970, yang menerangkan
antara lain burung Jalak Bali dilindungi undang-undang.
Dikatagorikan sebagai jenis satwa endemik Bali, yaitu satwa tersebut
hanya terdapat di Pulau Bali (saat ini hanya di dalam kawasan Taman
Nasional Bali Barat), dan secara hidupan liar tidak pernah dijumpai
dibelahan bumi manapun di dunia ini.
Oleh Pemerintah Daerah Propinsi Bali dijadikan sebagai Fauna Symbol
Propinsi Bali.
Morfologi
Dalam Biologi, Jalak Bali mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Phylum
(Chordata), Ordo (Aves), Family (Sturnidae), Species (Leucopsar rothschildi
Stressmann 1912) dengan nama lokal Jalak Bali, Curik Putih, Jalak Putih Bali.
Jalak Bali
Status konservasi: Kritis
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Aves
Ordo: Passeriformes
Familia: Sturnidae
Genus: LeucopsarStresemann, 1912
Spesies: L. rothschildi
Nama binomial
Leucopsar rothschildiStresemann, 1912
Adapun ciri-ciri/karakteristik dari Jalak Bali dapat dikemukakan sebagai berikut :
Bulu
Sebagian besar bulu Jalak Bali berwarna putih bersih, kecuali bulu ekor
dan ujung sayapnya berwarna hitam.
Mata
Mata berwarna coklat tua, daerah sekitar kelopak mata tidak berbulu
dengan warna biru tua.
Jambul
Burung Jalak Bali mempunyai jambul yang indah, baik pada jenis kelamin
jantan maupun pada betina.
Kaki
Jalak Bali mempunyai kaki berwarna abu-abu biru dengan 4 jari jemari (1
ke belakang dan 3 ke depan).
Paruh
Paruh runcing dengan panjang 2 - 5 cm, dengan bentuk yang khas dimana
pada bagian atasnya terdapat peninggian yang memipih tegak. Warna
paruh abu-abu kehitaman dengan ujung berwarna kuning kecoklat-
coklatan.
Ukuran
Sulit membedakan ukuran badan burung Jalak Bali jantan dan betina,
namun secara umum yang jantan agak lebih besar dan memiliki kuncir yang lebih
panjang.
Telur
Jalak Bali mempunyai telur berbentuk oval berwarna hijau kebiruan
dengan rata-rata diameter terpanjang 3 cm dan diameter terkecil 2 cm.
Musim Berbiak di Habitat
Di habitat (alam) Jalak Bali menunjukkan proses berbiak pada periode
musim penghujan, berkisar pada bulan Nopember sampai dengan Mei.
Habitat, Penyebaran dan Populasi
Habitat terakhir Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat hanya terdapat di
Semenanjung Prapat Agung (tepatnya Teluk Brumbun dan Teluk Kelor). Hal ini
menarik karena dalam catatan sejarah penyebaran Jalak Bali pernah sampai ke
daerah Bubunan - Singaraja (± 50 km sebelah Timur kawasan.
PEMBAHASAN
Nusa Penida, Model Terbaik Konservasi Jalak Bali
Nusa Penida sebuah pulau yang kini tidak hanya menyimpan kekayaan
biota laut, satwa daratan. Para ahli dan aktivis lingkungan banyak melirik Nusa
Penida adalah model terbaik dalam tata laksana konservasi jalak Bali. Ada tiga hal
penting yang membuat Nusa Penida layak menjadi model konservasi. Konservasi
berbasis masyarakat, memiliki dua keuntungan penting dibandingkan konservasi
berbasis institusi, sebagaimana yang selama ini telah diterapkan di Taman
Nasional Bali Barat. Pertama, masyarakat turut menjadi pemilik program itu
sehingga pasti akan turut serta menjaga keberlangsungan program tersebut.
Kedua, persentuhan intensif antara program dengan masyarakat lokal akan secara
gradual meningkatkan pengetahuan serta kesadaran masyarakat akan pentingnya
konservasi lingkungan.
Singkatnya, konservasi berbasis masyarakat akan melahirkan sebuah
masyarakat berbasis konservasi. Hal penting kedua, menurutnya, adalah
keberhasilan pelaksana program dalam mengintegrasikan nilai-nilai serta
kebijaksanaan tradisional dalam tata laksana konservasinya.
Perlindungan jalak Bali kini telah disuratkan dalam awig-awig serta
pararem desa pakraman setempat. Ini hal yang luar biasa karena masyarakat Bali
jauh lebih menghormati pranata hukum tradisional tersebut dibandingkan pranata
hukum modern.
Hal penting ketiga, tata laksana konservasi di Nusa Penida telah berhasil
melepaskan kembali sejumlah besar jalak Bali ke alam bebas. Pada akhirnya,
semua program konservasi bertujuan mengembalikan binatang tersebut pada
kehidupan serta habitatnya yang alami. Dari sudut ini, Nusa Penida jelas telah
berhasil mencapai tujuan tersebut.
Keberhasilan Nusa Penida dalam melakukan konservasi jalak Bali tak
terlepas dari kerja keras dua LSM konservasi; Yayasan Begawan Giri dan
Yayasan Pencinta/Penyantun Taman Nasional (Friends of National Parks
Foundation -- FNPF) serta dedikasi luar biasa seorang putra Bali drh. I Gede
Nyoman Bayu Wirayudha.
Berbasis di Ubud, Yayasan Begawan Giri didirikan serta didanai oleh
pasangan penyayang burung Bradley dan Debbie Gardner. Sejak akhir 1990-an
yayasan ini giat melaksanakan konservasi jalak Bali melalui program
penangkaran.
Sementara FNPF adalah LSM yang mencita-citakan Nusa Penida sebagai
sebuah daerah Bird Sanctuary (Suaka Burung). FNPF didirikan serta hingga saat
ini masih dipimpin oleh drh I Gede Bayu Wirayudha.
Bekerja sama dengan masyarakat dan aparat lokal, FNPF telah memasang
72 papan imbauan di berbagai lokasi di Nusa Penida. Isinya sederhana;
mengingatkan para pengunjung untuk melindungi jalak Bali serta tidak mencoba-
coba menyelundupkannya ke luar Nusa Penida.
Pelepasliaran Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida
Setelah sukses dengan kegiatan pelepasliaran I pada tanggal 10 Juli 2006,
Yayasan Begawan Giri yang bekerjasama dengan Yayasan Pecinta Taman
Nasional kembali melakukan kegiatan pelepasliaran burung Jalak Bali (Leucopsar
rothshildi) untuk kedua kalinya di Nusa Penida pada tanggal 12 Desember 2006.
Tidak sebagaimanahalnya pelepasan I, kali ini pelepasliaran dilakukan dengan
cara yang lebih sederhana namun tanpa mengurangi porsi kegiatan ritual
sebagaimana yang telah dilakukan pada pelepasliaran I. Pelepasan dilakukan di
Pura Mujaning Tembeling yang terletak di Banjar Saren I desa Batumadeg
Kecamatan Nusa Penida. Sebelum upacara pemberkatan pelepasan / “matur
piuning” di Pura Mujaning Tembeling, upacara sejenis juga telah dilakukan di
pura sad kahyangan yang berada di pulau Nusa Penida seperti Pura Penataran
Agung Ped, Pura Dalem Bungkut, P. Puncak Mundi, P. Batu Medau, P. Giri Putri,
P. Penida, P. Puserin Saab, P. Tunjuk Pusuh.
12 ekor burung Jalak Bali yang telah direhabilitasi secara intensif selama 1
bulan di kandang rehabilitasi di sisi hutan Tembeling. Sebelum direhabilitasi di
kandang ini, burung Jalak Bali yang dilepas telah menjalani fase rehabilitasi di
Banjar Bodong Desa Ped kurang lebih selama 4 bulan. 2 ekor burung dilepas di
halaman Pura Mujaning Tembeling yang disaksikan oleh Kepala Dusun Saren I
yang juga merupakan “Jero Mangku” pura Mujaning Tembeling dan seluruh staff
Yayasan Begawan Giri, Yayasan Pecinta Taman Nasional, beberapa anggota
masyarakat dan pemerhati burung dari Bali dan Belanda yang tertarik akan
kegiatan ini. Untuk menandai pelepasan burung di Pura Mujaning Tembeling juga
dilakukan penanaman kurang lebih 20 pohon Cempaka di halaman luar dan dalam
pura. Sebagaimana pelepasan I, setelah dilakukan kegiatan ritual dan pelepasan
simbolis di Pura Mujaning Tembeling, pembukaan pintu kandang rehabilitasi di
banjar Batumadeg di pinggir hutan Tembeling juga dilakukan kurang lebih 30
menit setelah pelepasan di Pura Mujaning Tembeling. Hingga malam hari baru
tiga ekor burung memutuskan untuk meninggalkan kandang.
Hingga tanggal 12 Desember 2006 pelepasliaran burung ini telah
menunjukkan keberhasilan yang cukup menggembirakan yaitu dengan adanya 2
ekor anak burung yang telah terbang bebas yang merupakan hasil
perkembangbiakan di alam dari 2 pasang burung yang dilepas di Desa Batumadeg
dan 3 ekor burung merupakan hasil perkembangbiakan alami 2 pasang burung di
desa Ped. Kematian akibat ketidakmampuan beradaptasi pada pelepasan I hanya
berjumlah 1 ekor yang terjadi 5 hari setelah pelepasan , 1 ekor mati akibat
dimakan ular saat mengeram di dalam pohon Ficus. Daerah jelajah burung pun
sudah cukup jauh yaitu bervariasi dari 100 m hingga 1.5 Km.
Masyarakat Nusa Penida juga telah menunjukkan komitmennya untuk
mendukung ide Nusa Penida Bird Sanctuary yang diinisiasi oleh Yayasan Pecinta
Taman Nasional dengan selalu memberikan informasi tentang keberadaan burung
Jalak Bali yang dilepas dan juga memberikan perlindungan kepada burung dari
ancaman para pencuri.
KONDISI UMUM PENANGKARAN JALAK BALI DI NUSA PENIDA
BIRD SANCTUARY
A. Penangkaran
Secara bebas penangkaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
untuk mengembangbiakan jenis satwa liar dan tumbuhan alam, tujuan
untuk memperbanyak populasinya dengan mempertahankan kemurnian
jenisnya, sehingga kelestarian dan keberadaannya dapat dipertahankan.
Bahwa prisip kebijaksanaan penangkaran jenis satwa liar adalah:
Mengupayakan jenis-jenis langka menjadi tidak langka, dan
pemanfaatannya berazaskan kelestarian.
Upaya pelestarian jenis perlu dilakukan di dalam kawasan
konservasi maupun di luar habitat alaminya. Diluar habitat
alami berbentuk penangkaran, baik di Kebun Binatang
maupun lokasi lainnya yang ditangani secara intensif.
Peliaran kembali satwa hasil penangkaran ke habitat
alaminya ditunjukan untuk meningkatkan populasi sesuai
dengan daya dukung habitatnya tanpa mengakibatkan adanya
polusi genetik ataupun sifat-sifat yang menyimpang dari
aslinya.
B. Lokasi
Penyelenggaraan kegiatan dilaksanakan di lokasi Nusa Penida Bird
Sanctuary di Pulau Nusa Penida.
Berdasarkan pembagian wilayah administratif lokasi tersebut di
wilayah Pemerintah Kabupaten Buleleng, Propinsi Bali.
C. Awal Kegiatan
Nusa Penida Bird Sanctuary merupakan salah satu program
konservasi burung yang menggunakan Kepulauan Nusa Penida sebagai
kawasan pelepasliaran dan perlindungan burung dengan melibatkan peran
masyarakat setempat secara maksimal.
Program ini terwujud atas kerjasama Yayasan Pecinta Taman
Nasional dengan Yayasan Begawan Giri dan didukung oleh seluruh desa
pekraman yang ada di Nusa Penida, terutama dalam melindungi burung-
burung pasca pelepasliaran melalui pemberdayaan hukum adat (awig-
awig). Beberapa burung yang menjadi prioritas utama adalah burung-
burung yang merupakan endemik Pulau Bali yang keberadaannya
terancam punah. Jenis-jenis tersebut antara lain burung Jalak Bali
(Leucopsar rotchschildi), burung Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua
sulphurea parvula) dan Nuri Bali (Trichoglosus haematodus mitchell).
Cikal bakal kegiatan Bird Sanctuary ini telah dimulai secara
signifikan pada tahun 1999 melalui kegiatan penangkaran non-komersial
burung Jalak Bali dengan mengimpor 2 pasang burung hasil penangkaran
dari Inggris pada bulan Juni 1999. Dengan perlakuan dan pengawasan
yang cukup intensif, kegiatan penangkaran ini telah membuahkan hasil
pertama kalinya pada bulan Desember 1999 dan sampai bulan Juni 2006
populasi Jalak Bali di fasilitas penangkaran Begawan Giri berjumlah 93
ekor. Target terakhir dari hasil penangkaran ini adalah pelepasliaran ke
alam.
Terpilihnya Kepulauan Nusa Penida karena kesanggupan dari
pihak desa pekraman melindunginya melalui awig-awig, disamping juga
pertimbangan hasil survey yang menunjukkan kondisi hutan-hutan di Nusa
Penida sesuai dan memiliki banyak persamaan dengan Taman Nasional
Bali Barat.
Disamping itu beberapa program penunjang tetap dilakukan seperti
program rehabilitasi lahan, pendidikan konservasi dan pemberdayaan
masyarakat sekitar. Program-program tersebut sangat mendukung
terwujudnya keberhasilan program pelepasliaran dan perlindungan burung
di Kepulauan Nusa Penida ini.
D. Asal Usul Induk
Asal-usul induk yang diberdayakan dalam kegiatan penangkaran
ini, antara lain individu yang berasal dari peninggalan ICBP (3 ekor), dan
selanjutnya diperoleh secara kerjasama pelestarian dengan Taman Burung
Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Taman Safari Indonesia (TSI),
Kebun Binatang Surabaya (KBS), BKSDA DKI, hasil pertukaran individu
dengan individu dengan penangkar di Bandung, Madiun, dan Denpasar,
serta berasal, serta berasal dari hasil sitaan.
E. Sangkar Pembiakan
Sarana ini secara khusus diperuntukan untuk kepentingan
pembiakan. Sangkar ini merupakan sarang yang digunakan untuk burung
yang telah mempunyai pasangan dan siap melakukan perkawinan, siap
menghasilkan telur dan memelihara anak yang dihasilkan hingga umur
tertentu.
Sangkar Pembiakan ini berukuran 4 m x 2,25 m, sebanyak 20 unit.
Dilengkapi tempat makan dan minum serta shower. Dengan lantai yang
sengaja tidak dilapisi dengan semen.
F. Sarang Biak
Sarang biak disesuaikan dengan kebiasaan Jalak Bali
menggunakan sarang biak di alam. Pada hidupan liar Jalak Bali
menggunakan media biaknya pada batang pohon yang berlubang, jenis
pohon yang umum digunakan antara lain pohon Talok (Grewia
koordersiana), Walikukun (Shoutenia ovata), Laban (Vitex pubescens),
dan Pilang (Acacia leucoplopea).
Dipenangkaran media tersebut terbuat dari bahan kayu berbentuk
silindris, dengan ukuran diameter 15 cm, panjang/tinggi 50 cm, dibuat
sedemikian rupa dengan bagian dalam gerowong. Untuk keluar masuk
burung di salah satu bagian depan dibuat lubang berbentuk lingkaran
dengan diameter 7 cm – 8 cm. media biak ini ditempatkan dengan posisi
tegak, ditempelkan pada dinding atau penyangga tertentu yang
dipersiapkan.
Untuk kebutuhan burung jalak mencari ranting – ranting untuk
membuat sarang biak, telah disediakan ranting – ranting dari dahan pohon
– pohon yang sengaja disebarkan di dalam sangkar. Dengan demikian
burung akan mengumpulkan ranting- ranting tersebut untuk digunakan
membuat sarangnya di dalam sarang biak yang telah dibuat.
G. Sangkar Sapihan
Sarana ini diperuntukan guna menampung anakan usia sapihan,
yaitu individu anakan mulai usia mandiri (35 hari). Sangkar ini berukuran
lebih lebar dari sangkar pembiakan sesuai dengan peruntukannya untuk
dapat menampung setidaknya 10 ekor. Sangkar yang ada dan digunakan
untuk kepentingan ini yaitu 1 unit berukuran 4 m x 4 m x 2.5 m, 1 unit
ukuran 3 m x 3 m x 2.5 m dan 1 unit ukuran 4 m x 3 m x 2.5 m. dilengkapi
dengan tempat makan, tempat minum, shower.
H. Sangkar Calon Induk
Adalah sangkar yang digunakan menjodohkan burung Jalak Bali
yang telah dewasa untuk jantan dan betina. Dipasangkan oleh pengelola
dan dilepaskan bersama. Untuk memperoleh pasangan yang sesuai
Sangkar dilengkapi dengan kelengkapan yang ada yaitu : tempat makan,
minum, dan shower.
Adapun ukuran sangkar yaitu : 6 m x 2 m dan terdapat 5 unit.
I. Sangkar Karantina
Merupakan Sangkar yang digunakan untuk mengisolasi burung
yang sakit atau yang didatangkan dari tempat lain.
Perlengkapan sangkar yaitu tempat makan, tempat minum, shower
( untuk mandi ), dan tempat untuk berteduh.
J. Makanan
Di alam bebas, pakan alam yang dikonsumsi oleh Jalak Bali dalam
meniti hidupan liarnya, antara lain untuk jenis pakan berkategori hewani
terdiri dari : Semut, telor semut, belalang, jangkrik, ulat, kupu-kupu,
rayap, dan serangga tanah. Untuk pakan berkategori nabati terdiri dari
buah : kerasi (lamntana camara), bekul (Zyzyphus mauritiana), intaran
(Azadirachta indica), daging buah kepuh (Sterculuia foetida), talok
(Grewia koordersiana), trenggulun, buni (Antidesma bunius), kalak,
ciplukan, kelayu.
Sedangkan makanan yang disajikan di penangkaran untuk kategori
nabati antara lain pisang dan pepaya. Sedangkan untuk hewani terdiri dari
ulat hongkong, belalang, jangkrik, dan kroto basah (telur semut). Jenis
pakan pendukung lainnya yang disajikan yaitu jenis pakan olahan seperti
kroto kristal kroto voer 521, kroto fancy food serta pemberian cabe yang
bertujuan untuk menigkatkan kerja metabolisme agar burung menjadi
lincah. Penyajian pakan ada dua macam pengolahan yaitu pengolahan
pakan dengan cara dicincang dan pengolahan pakan dengan cara
dihaluskan ( diblender ).
K. Metoda
Pasangan induk yang dipersiapkan untuk kepentingan perbiakan
terdiri dari satu ekor jantan dan satu ekor betina dengan usia masing-
masing telah mencapai usia dewasa kelamin yaitu minimal 8 bulan.
Setiap sangkar hanya berisi satu pasangan induk dimana jantan dan betina
telah menunjukan harmonisasi jodohnya.
L. Populasi
Populasi saat ini di penangkaran adalah sebanyak 108 ekor.
M. Pemeliharaan
Tenaga yang betugas sebagai pemelihara burung berjumlah 2 orang
dan rekruetmentnya dipentingkan berkaitan dengan tugas-tugas sebagai
berikut :
Menyajikan pakan dan air dua kali setiap harinya, yaitu pada pagi
hari dan siang menjelang sore hari.
Melaksanakan kegiatan kebersihan di dalam sangkar, dan
lingkungan diluar sangkar.
Merawat anakan burung saat usia piyik
Penyajian vitamin
Pemantauan terhadap perilaku, aktifitas biak, dan keadaan
kesehatan burung.
N. Perawatan kesehatan
Perawatan kesehatan burung dilakukan setidaknya 1 sampai 2
setiap bulan sekali.
PROGRAM KERJA
Program kerja secara umum yaitu merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang tidak terpisahkan dari keseluruhan konsep Program Pemulihan Populasi Liar
Jalak Bali yang meliputi kegiatan :
A. Pembiakan
Pengkayaan individu melalui pembiakan secara penangkaran adalah
merupakan aktifitas kegiatan prioritas terdepan dari seluruh mata rantai
kegiatan yang dicanangkan, karena produktifitas anakan yang dihasilkannya
secara keseluruhan diperuntukan guna mendukung pemulihan populasi liar di
habitatnya. Distribusi anakan pada setiap tahunnya diatur untuk memenuhi
tiga kepentingan, yaitu satu bagian dipersiapkan sebagai cikal bakal lepas liar
pada tahun berjalan, satu bagian diperuntukan sebagai calon induk, dan satu
bagian lagi dicalonkan untuk lepas liar pada tahun berikutnya setelah masing-
masing mencapai usia dewasa kelamin.
B. Peningkatan Produktifitas Biak
Untuk memperoleh individu baru dari hasil pembiakan sesuai dengan
target yang direncanakan, maka setiap periode tahunnya secara kuantitas
dilakukan upaya-upaya antara lain melalui penciptaan pasangan induk baru
baik dari anakan yang telah mencapai usia dewasa kelamin, maupun induk
yang diperoleh secara transfer dari pihak-pihak lembaga pemerhati konservasi.
C. Pendataan Silsilah Keturunan
Untuk memperoleh kualitas keturunan yang lebih baik maka setiap
individu yang dipasangkan untuk dijadikan induk dipastikan bahwa individu
tersebut telah diketahui terlebih dahulu alur sejarah silsilahnya berdasarkan
catatan stoot book.
D. Pengelolaan Induk
Pada saat pasangan induk memasuki masa istirahat dan tidak
melakukan produktivitas biaknya, maka diperlukan perlakuan-perlakuan agar
induk tersebut tetap optimal melakukan aktifitas biaknya.dengan dilakukan
monitoring secara terus menerus sampai pasangan tersebut menunjukan
perilaku yang mengarah pada kecenderungan berbiak.
E. Pemeliharaan dan Pembesaran Piyik
Adalah kegiatan untuk meminimalisasi angka kematian piyik yaitu
dengan dilakukan pembesaran secara manual dengan media brooder, apabila
pembesaran piyik yang dilakukan sendiri oleh induknya selama masa
pengasuhan didalam sarang biak, seringkali terjadi peristiwa kematian.
F. Penyapihan anak
Setiap anak yang telah memasuki usia 60 hari selanjutnya dilakukan
penyapihan pada sangkar sapihan yang berkapasitas hingga 10 ekor. Masa
sapihan tersebut terutama lebih diarahkan agar : bisa melakukan aktifitas
sendiri seperti mengkonsumsi pakan, memudahkan untuk penyeleksian
kelamin, memudahkan monitoring pasangan serasi pilihannya sendiri,
penciptaan keserasian diantara mereka sebagai sub populasi buatan.
G. Pembentukan sub populasi buatan
Program ini menitik beratkan pada terciptanya koloni dimana setiap
anggota pembentukannya bisa saling mengenal sebagai suatu populasi.
H. Pemeriksaan kesehatan
Kegiatan ini dilakukan agar seluruh individu yang akan dilepas liarkan
betul-betul dalam kondisi tidak mengidap suatu penyakit, sehingga
mewabahnya penyakit bawaan terhadap populasi liar lainnya yang lebih dulu
berada di habitat dapat dihindari.
I. Pelatihan pra liar
Pelatihan ini diselengarakan terhadap semua anggota yang telah
menjalani masa pengkolonian yang dicanangkan untuk program lepas liar, dan
pelatihan dilaksanakan dihabitatnya dimana kelak lingkungan tersebut akan
menjadi petualangan liarnya, rentang waktu pelatihan yaitu selama 30 hari.
J. Monitoring pasca lepas liar
Aktifitas lanjutan sesaat setelah dilaksanakan peliaran adalah
dilakukannya kegiatan monitoring yang dilaksanakan oleh pengelola yaitu
sejak mulai diliarkan hingga periode peliaraan tahun berikutnya. Kegiatan ini
didukung dengan adanya pemasangan microchip pada setiap burung yang
dilepasliarkan. Sehingga akan diketahui apabila burung hilang ataupun adanya
pencurian oleh oknum tertentu. Kegiatan monitoring ini juga mencakup
pemantuan tempat sarang – sarang burung jalak di alam, dengan melihat
perkembangan populasinya pada tempat itu. Dengan demikian akan diketahui
bagaimana perkembangan populasi dan kemampuan bertahan burung jalak
pada saat setelah dilepasliarkan.
Gambar sangkar burung jalak bali
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang dilakukan selama ini terhadap burung Jalak
Bali yang dilepasliarkan ada beberapa hal yang dapat disampaikan, yaitu : Sampai
saat ini, hampir sekitar 5 bulan sejak hari pelepasan I sejumlah 25 ekor, jumlah
burung yang masih mampu mempertahankan hidupnya sebanyak 23 ekor yang
berarti angka kematiannya hanya 8%. Sedangkan penambahan populasi sebanyak
5 ekor anakan yang berarti 20%. Ini menunjukkan bahwa kemampuan burung
yang telah dilepasliarkan dalam hal mencari makan dan minum sangat baik
termasuk kemampuan mereka dalam mencari pasangan dan berkembangbiak
cukup baik. Dalam hal mencari makanan dan minum mereka sudah mampu
mengenali jenis pakan yang ada di alam dan mampu memilih tempat ataupun
pohon yang dapat dipakai sebagai sarang. Sehingga secara total dari pelepasan
burung I telah terjadi peningkatan populasi sebanyak 12 %; Pasangan yang telah
terbentuk hingga saat ini sebanyak 10 pasang dan jumlah pasangan yang telah
menunjukkan tanda-tanda bersarang dan berkembangbiak sebanyak 7 pasangan,
bahkan 4 pasang telah memiliki anak dan berhasil membesarkannya hingga
mandiri sebanyak 5 ekor; Jarak jelajah burung Jalak Bali yang dilepaskan di Nusa
Penida sangat bervariasi. Ada pasangan yang sampai terbang dari lokasi pelepasan
sejauh 1,5 km dan jarak terdekat adalah sekitar 10 meter; Masyarakat Nusa Penida
telah menunjukkan komitmen dalam melindungi keberadaan burung Jalak Bali di
Nusa Penida yang merupakan faktor kesuksesan terbesar dari kegiatan
pelepasliaran burung Jalak Bali ini; Dari keempat fakta ini dapat kita simpulkan
untuk sementara bahwa habitat di Nusa Penida sangat mendukung untuk
pelepasliaran burung Jalak Bali. Dukungan masyarakat Nusa Penida menjadi
faktor penentu keberhasilan kegiatan ini yang merupakan hal yang paling
signifikan yang dapat dilihat dari program sejenis yang dilakukan di habitat
terakhir Jalak Bali yaitu di Taman Nasional Bali Barat. Hal ini tidak menutup
kemungkinan juga akan cocok untuk burung jenis lainnya yang membutuhkan
kondisi lingkungan yang mirip dengan Nusa Penida.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonimus2]. 2006.Satwa Langka Jalak Bali di Kepulauan Nusa Penida.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0109/20/daerah/jala26.htm
[ Selasa, 11 Juli 2006]
[Anonimus2]. 2006. Berita Pelepasan Burung Jalak Bali di Pulau Nusa Penida.
http://www.gibbon-indonesia.org/eng/Berita/PELEPASLIARAN
%20BURUNG%20JALAK%20BALI%20II%20DI%20PULAU
%20NUSA%20PENIDA.htm
[ Desember 2006]
[Anonimus2]. 2007. Nusa Penida Tempat Terbaik Konservasi Jalak Bali.
http://www.BaliPost.com/BaliPost-cetak/0189/21.htm
[ Senin, 19 Februari 2007]
[Anonimus2]. 2006. Lestarikan Jalak Bali Milik Bangsa Kita.
http://community.kompas.com/index.php?
fuseaction=home.detail&id=34130§ion=92 [ Senin, 30 Desember
2006]
[Anonimus2]. 2006. Jalak Bali Riwayatmu Kini.
http://kopipakegula.blogspot.com/2006/04/jalak-bali-riwayatmu-kini.html
[ Kamis, 27 April 2006]
[Anonimus2]. 2001. Jalak Bali Nasibmu.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0607/11/humaniora/2804093.htm [
Kamis, 21 Desember 2001]
[Anonimus2]. 2001. Jalak Bali. http://www.tnbalibarat.com/jalak_bali.html
[ Desember 2001]
[Anonimus2]. 2001. Pengelolaan Penangkaran Jalak Bali.
http://www.tnbalibarat.com/artikel.html - 43k [ Desember 2001]
[Anonimus2]. 2007. Nusa Penida Bird Sanctuary. http://www.mapalawd-
unud.com/artikel.html - 43k [ Januari 2007]
Alikodra, Hadi S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Amzu E. 1984. Studi Tentang Pengaruh tanaman pekarangan terhadap kelestarian
burung di wilayah DT II bogor. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor