Page 1
Ada
SUSPENSI
A. Definisi
Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus
halus dan tidak boleh cepat mengendap. Jika dikocok, perlahan-lahan endapan harus
segera terdispersi kembali.
Suspensi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase, yaitu:
1. Fase kontinyu (fase luar) umumnya merupakan cairan atau semi padat.
2. Fase terdispersi (fase dalam) terbuat dari partikel-partikel berukuran 0,5 m atau
lebih, yang pada dasarnya tidak larut, tetapi terdispersi seluruhnya dalam fase
kontinyu.
Alasan pembuatan sediaan suspensi adalah:
1. Beberapa orang sulit untuk menelan obat dalam bentuk tablet atau kapsul. Sediaan
suspensi mempermudah pemberian obat pada anak, karena mereka lebih menyukai
sediaan obat dalam bentuk cairan daripada bentuk tablet atau kapsul.
2. Obat sukar larut dalam air.
3. Menutupi rasa obat yang pahit.
4. Obat lebih stabil dalam bentuk suspensi dibandingkan dalam bentuk terlarut.
B. Macam-macam Suspensi
Suspensi merupakan sediaan farmasi yang menurut bentuk sediaannya dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu suspensi cair dan suspensi kering (rekonstitusi). Suspensi cair
adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam fase cair,
sedangkan suspensi kering adalah suspensi yang harus disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan.
Berdasarkan penggunaannya, suspensi terdiri dari beberapa jenis yaitu:
1. Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk
halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan
ditujukan untuk penggunaan oral.
2. Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel padat dalam bentuk halus
yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan pada kulit.
3. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel halus
yang ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4. Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel halus
yang terdispersi dalam cairan pembawa yang ditujukkan untuk penggunaan pada
mata.
5. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair
yang sesuai dan tidak disuntikan secara intravena atau ke dalam saluran spinal.
6. Suspensi untuk injeksi terkontinyu adalah sediaan padat kering dengan bahan
pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan
untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
Page 2
1
Berdasarkan istilah, suspensi terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
1. Susu, suspensi dengan pembawa yang mengandung air dan ditujukan untuk
pemakaian oral. Contohnya : susu magnesia.
2. Magma, suspensi zat padat organik dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya
mempunyai kecenderungan terhidrasi dan teragregasi yang menghasilkan konsistensi
seperti gel dan sifat reologi tiksotropik. Contohnya : magma bentonit.
3. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit.
Contoh : lotio kalamin.
C. Formulasi Umum Sediaan Suspensi
Dalam memformulasikan suatu sediaan suspensi, harus diperhatikan faktor-faktor
seperti distribusi besar ukuran partikel, luas permukaan partikel dan pengaruh bentuk
kristal. Selain itu faktor pemilihan pH, ukuran partikel, viskositas, flokulasi, rasa, warna
dan bau adalah faktor penting yang harus dikontrol pada waktu formulasi.
Pada umumnya formula umum suspensi farmasi terdiri atas:
1. Zat Aktif
Suspensi merupakan bentuk sediaan untuk obat-obat yang tidak larut atau sukar
larut dalam medium pendispersinya. Jika obat kurang stabil dalam media cair, bentuk
berbeda dari obat seperti bentuk ester atau garam yang tidak larut dalam air dapat
dibuat dalam bentuk suspensi. Contohnya adalah antibiotik yang tidak stabil dalam
media cair dapat dibuat dalam bentuk suspensi kering dan obat-obat yang tidak larut
juga dapat diformulasikan sebagai suspensi untuk penggunaan topikal, seperti
calamine lotion.
Partikel dari fase terdispersi umumnya adalah bahan padat yang tidak larut dalam
medium pendispersi. Partikel dari fase terdispers pada suspensi berisi partikel-partikel
kasar, biasanya dengan ukuran diameter 1 sampai 50 mikron. Umumnya karena
ukuran yang lebih besar, partikel terdispersi dalam suatu dispersi kasar
kecenderungannya lebih besar untuk memisahkan diri dari medium dispersi.
Kebanyakan padatan dalam dispersi cenderung mengendap pada dasar wadah karena
bobot jenisnya lebih besar daripada medium pendispersi.
Ukuran dari partikel zat aktif bentuk padat pada suspensi merupakan hal yang
paling penting. Pengurangan ukuran partikel umumnya diperoleh dengan
penggilingan kering sebelum pencampuran fase terdispersi ke dalam medium
pendispersi. Seperti ditunjukkan dalam hukum Stoke’s, pengecilan ukuran partikel
dari suatu suspensoid berguna untuk kestabilan suspensi karena laju endap dari
partikel padat berkurang kalau ukuran partikel dikurangi. Pengurangan ukuran
partikel menghasilkan laju pengendapan yang lambat dan lebih seragam. Tetapi,
hindari pengurangan ukuran partikel terlalu besar karena partikel-partikel yang halus
mempunyai kecenderungan membentuk suatu padatan (cake) yang kompak pada
waktu mengendap ke dasar wadah.
Bentuk partikel dari suspensoid (fase terdispersi) juga mempengaruhi
pembentukan cake dan stabilitas produk. Partikel berbentuk bulat simetris dari
suspensi menghasilkan suspensi yang lebih stabil daripada partikel-partikel bentuk
jarum yang asimetris dari bahan yang sama. Partikel berbentuk jarum membentuk
endapan yang keras bila didiamkan dan tidak dapat disebarkan lagi, sedangkan
partikel bulat tidak memadat bila didiamkan.
Page 3
2
Kelarutan zat aktif dipengaruhi oleh faktor-faktor yang juga mempengaruhi
pelarutan partikel-partikel spesifik dalam sediaan “suspensi” yaitu :
a. Kekentalan yang tidak hanya disebabkan oleh surfaktan yang ditambahkan ke
fase luar untuk menstabilkan suspensi, tetapi juga oleh kekentalan struktur
sediaan keseluruhan yang disebabkan reorganisasi partikel dalam cairan selama
pengendapan. Jadi konsentrasi partikel, granulometri dan bentuk partikel
merupakan unsur penentu.
b. Ukuran partikel tidak hanya harus sangat halus, tetapi juga tidak berubah.
Pertumbuhan kristal selama penyimpanan sediaan akan menghambat laju
pelarutan. Timbulnya ”caking”, yaitu pembentukan endapan yang sangat sukar
didispersikan disebabkan karena partikel-partikel suspensi saling bergabung.
c. Adanya flokulasi sangat penting karena hal itu dapat mencegah terjadinya
”caking” yang pengaruhnya terhadap ketersediaanhayati tak dapat diabaikan.
Pembentukan dan cara pembentukannya merupakan faktor yang penting.
Flokulasi yang terjadi pada media berair yang disebabkan oleh adanya jembatan
hidrogen jelas mempunyai aksi yang merugikan, sedangkan flokulasi karena
surfaktan kurang merugikan.
Bahan-bahan aktif obat yang dapat dibuat dalam bentuk suspensi antara lain:
asetaminofen. Ibuprofen, famotidin, pseudoefedrin, chlorpeniramini maleas,
astemizole, terfenadine, dekstrometorfan, famotidin, simethicone dan obat-obat
antasida.
2. Zat Tambahan
a. Zat pensuspensi (suspending agent)
Berfungsi untuk memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel,
dan mencegah penggumpalan resin dan bahan berlemak. Cara kerjanya sebagai
suspending agent adalah meningkatkan kekentalan larutan, suspending agent
membentuk film yang mengelilingi partikel dan menurunkan atraksi antar
partikel. Suspensi yang baik mempunyai kekentalan yang sedang dan partikelnya
terlindung dari gumpalan/aglomerasi.
Faktor pemilihan suspending agent :
- Penggunaan bahan (oral/topikal).
- Komposisi kimia.
- Stabilitas pembawa dan shelf life.
- Produk, sumber, inkompabilitas dengan bahan lainnya.
Contoh suspending agent :
- Golongan polisakarida: acacia gom, tragakan, alginat natrium.
- Golongan selulosa: metil selulosa, hidroksi metil selulosa, Na-CMC, avicel.
- Golongan tanah liat: bentonit, alumunium magnesium silikat, hektokrite,
veegum.
- Golongan sintetik: karbomer, karboksipolimetilen, koloidal silikon diokside.
b. Zat pembasah (wetting agent)
Bahan padat zat aktif bisa terbasahkan oleh cairan dan ada pula yang sulit
untuk dibasahkan. Tingkatan pembasahan tergantung dari afinitas bahan aktif
terhadap air dan sifat dari zat padat yang bisa bersifat hidrofil atau hidrofob.
Umumnya bahan aktif pada sediaaan suspensi bersifat hidrofob, dimana sangat
Page 4
3
sulit untuk dibasahi sehingga akan mengapung pada permukaan cairan pembawa.
Fungsi bahan pembasah untuk menurunkan tegangan permukaan bahan dengan
air (sudut kontak) dan meningkatkan disperse bahan yang tidak larut dengan
memperkecil sudut kontak antara partikel zat padat dan larutan pembawa.
Surfaktan nonionik lebih baik untuk pembasah karena mempunyai range pH
yang cukup besar dan mempunyai toksisitas yang rendah. Surfaktan non ionik
yang mempunyai nilai HLB berkisar antara 7-10 adalah yang terbaik sebagai
pembasah. Konsentrasi surfaktan yang digunakan rendah bervariasi antara 0,05
sampai 0,5% dan tergantung pada bahan padat yang akan disuspensikan karena
bila terlalu tinggi dapat terjadi solubilisasi, busa, memberikan rasa yang tidak
enak dan mengganggu kestabilan sediaan. Penggunaan surfaktan sebagai wetting
agent juga memperlambat terbentuknya kristal. Penggunaan surfaktan dengan
konsentrasi dibawah 0,05% akan memberikan hasil yang kurang maksimal dalam
pembasahan. Sedangkan pada penggunaan konsentrasi surfaktan lebih dari 0,5%
akan melarutkan partikel – partikel yang sangat kecil yang akan mengubah
distribusi ukuran partikel dan pertumbuhan kristal. Contoh zat pembasah :
polisorbat, sodium laurel sulfat, sorbitan ester.
c. Pemanis
Zat ini digunakan untuk menutupi rasa pahit dari sediaan obat.
Contoh pemanis antara lain:
- Pemanis biasa
Gula seperti xylosa, ribosa, glukosa, manosa, galaktosa, fruktosa, dextrosa,
sukrosa,maltosa, sirupus simplek dan gula alkohol seperti sorbitol, xylitol,
manitol dan gliserin.
- Pemanis sintetis
Na siklamat, Na sakarin dan aspartam.
Catatan:
- Pemanis yang biasa digunakan: sorbitol, sukrosa 20-25%.
- Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis: siklamat 0,5%, sakarin 0,05%.
- Kombinasi sorbitol: sirupus simpleks = 30% b/v : 10% b/v.
- pH > 5 dipakai sorbitol karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan
menyebabkan perubahan volume.
- Sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi.
- Konsentrasi pemanis yang digunakan tergantung pada derajat kemanisan
yang dibutuhkan oleh sediaan suspensi.
d. Pewarna dan pemberi aroma
Penggunaan zat pemberi warna dan pemberi aroma dalam preparat farmasi
digunakan untuk tujuan estetika, menarik konsumen, sebagai pembantu sensori
untuk pemberi rasa dan untuk menunjukkan kekhasan produk. Dalam
memformulasikan suatu produk farmasi harus mempertimbangkan warna, bau,
tekstur, dan rasa sediaan. Warna sediaan harus disesuaikan dengan rasanya dan
baunya harus pula menambah rasa tersebut.
Pewarna yang digunakan bisa berasal dari alam maupun sintetis. Pewarna
alami bersumber dari mineral, pigmen tumbuhan dan hewan. Pewarna sintetis
digunakan pada konsentrasi 0,0005% to 0,001% tergantung dari tingkat warna
yang diinginkan dan kemampuannya mewarnai sediaan.
Page 5
4
Contoh pewarna adalah: titanium dioksida (putih), brilliant blue (biru), indigo
carmine (biru), amaranth (merah), tartarazine(kuning), sunset yellow (kuning),
carmine (merah), caramel (brown), chlorophyll (green), annatto seeds (kuning),
carrots (kuning), madder plant (kuning kemerahan), indigo (biru), saffron
(kuning).
Contoh pemberi rasa/aroma adalah:
- Asin : Butterscoth, Mafile, Apricot, Peach, Vanili, Wintergreen mint.
- Pahit : Wild Cherry, Walnut, Chocolate, Mint combination, Passion fruit,
Mint spiceanisi.
- Manis : Buah-buahan berry, vanili.
- Asam : Citrus, Licorice, Rootbeer, Raspberry.
e. Pengawet
Preparat cairan atau setengah padat khususnya sirup, emulsi, suspense
terutama yang mengandung bahan alam, atau bila mengandung larutan gula encer
harus diawetkan terhadap kontaminasi mikroorganisme. Selain itu, pengawet juga
diperlukan bila sediaan dipergunakan untuk pemakaian berulang (multiple dose).
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pemberian pengawet adalah:
- Pengawet efektif dalam mencegah pertumbuhan dari mikrorganisme yang
dianggap kontaminan paling banyak dari preparat yang diformulasikan.
- Pengawet cukup larut dalam air untuk mencapai konsentrasi yang memadai
dalam fase air dari dua sistem fase atau lebih.
- Proporsi pengawet yang tetap tidak terdisosiasi pada pH pembuatan
sedemikian rupa sehingga mampu mempenetrasi mikrioorganisme dan
merusak integritasnya.
- Konsentrasi dari pengawet yang dibutuhkan tidak mempengaruhi keamanan
atau rasa tidak enak dari pasien bila preparat tersebut diberikan dengan rute
yang dimaksud.
- Pengawet mempunyai kestabilan memadai dan tidak akan berkurang dalam
konsentrasi karena penguraian kimia atau volatilisasi selama shelf-life dari
preparat yang dikendaki.
- Pengawet dapat bercampur secara sempurna dengan bahan-bahan formulasi
lainnya dan tidak terganggu atas penambahannya, atau bahan obat tidak
mengganggu efektifitas dari zat pengawet.
- Pengawet tidak dipengaruhi oleh wadah atau tutup sediaan/preparat.
Cara kerja pengawet:
- Memodifikasi permeabilitas membran.
- Denaturasi enzim atau protein-protein sel lain.
- Oksidasi dari konstituen lain.
- Hidrolisis.
Pengawet yang paling sering digunakan antara lain:
- Metal/propil paraben (2:1 hingga 0,1-0,2% total).
- Asam benzoat/Na benzoat.
- Chlorbutanol/chlorreksol (untuk obat luar/mengiritasi).
- Senyawa ammonium (ammonium klorida kuartener).
Page 6
5
f. Antioksidan
Antioksidan jarang digunakan pada sediaan suspensi, kecuali untuk zat aktif
yang mudah terurai karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif pada dosis
rendah. Cara kerja antioksidan adalah dengan memblokir reaksi oksidatif yang
berantain pada tahap awal dengan memberikan atom hydrogen. Hal ini merusak
radikal bebas dan mencegah terbawanya peroksida.
Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih antioksidan:
- Efektif dalam konsentrasi rendah.
- Tidak toksik, tidak merangsang, dan tidak membentuk hasil antara
(sediaan)yang berbahaya.
- Segera larut atau terdispersi pada medium.
- Tidak menimbulkan warna, bau, dan rasa yang tidak dikehendaki.
- Dapat bercampur dengan konstituen lain pada sediaan.
Beberapa antioksidan yang lazim digunakan:
- Gol kuinol : hidrokuinon, tokoferol, hidroksikroman,
hidroksikumeran, BHA, BHT.
- Gol. Tokoferol : kathekol, pirogalol, NDGA, asam galat.
- Senyawa mengandung nitrogen : ester alkanolamin, turunan amino, dan
hidroksi dari p- fenilamin diamin, difenilamin, kasein, edestin.
- Senyawa mengandung belerang : sisteina hidroklotida.
- Fenol monohidrat : timol.
g. Pendapar
Fungsi dari pendapar antara lain sebagai pengatur pH, memperbesar potensi
pengawet, dan peningkat kelarutan. Kriteria dapar yang baik adalah yang
mempunyai kapasitas yang cukup untuk mempertahankan pH, memiliki pka yang
mendekati nilai pH yang diinginkan dan tidak bermasalah dalam inkopatibiltas
dan toksisitas. Contoh dapar yang lazim digunakan: dapar fosfat, dapat sitrat, dan
dapar asetat.
Jenis Dapar pKa Penggunaan
Dapar Fosfat pKa1 = 2,15
sediaan oral, parenteral, dan optalmik pKa2 = 7,20
Dapar sitrat
pKa1 = 3,128
sediaan oral, parenteral, dan optalmik pKa2 = 4,761
pKa3 = 7,20
Dapar asetat pKa = 4,74 sediaan oral
Dapar
karbonat
pKa = 6,34 sediaan oral
pKa2 = 10,36
Dapar borat pKa = 9,24 sediaan optalmik
Page 7
6
h. Acidifier
Acidifier berfungsi sebagi pengatur pH, peningkat kestabilan suspense
memperbesar potensial pengawet dan peningkat kelarutan. Contoh acidifier yang
sering digunakan adalah asam sitrat.
i. Floculating agent
Flokulating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel
berhubungan secara bersama membentuk suatu agregat. Flokulating agent dapat
menyebabkan suatu suspensi dapat mengendap tetapi mudah terdispersi kembali.
Floculating agent dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu :
- Surfaktan
Surfaktan ionic dapat digunakan sebagai flokulating agent. Konsentarsi
yang digunakan berkisar 0,001 sampai 1% b/v. Surfaktan nonionic lebih
disukai karena secara kimia lebih kompetibel dengan bahan lainnya yang ada
dalam formula. Konsentrasi yang tinggi dari surfaktan dapat menghsilkan
rasa yang buruk, membentuk busa dan caking.
- Polimer hidrofilik
Senyawa ini memiliki bobot molekul yang tinggi dengan rantai karbon
panjang termasuk beberapa bahan yang pada konsentrasi besar berperan
sebagai suspending agent. Hal ini disebabkan adanya percabangan rantai
polimer yang membentuk struktur seperti gel dalam sistem dan dapat
tersbsorpsi pada permukaan partikel padat serta mempertahankan kedudukan
mereka dalam bentuk sistem flokulasi. Polimer seperti xantin gom digunakan
sebagai flokulating agent dalam pembuatan sulfaguanidin, bismuth
subkarbonat, serta obat lain. Polimer hidrofilik yang berperan sebagi koloid
hidrofil yang mencegah caking dapat juga berfungsi membentuk agregat
longgar. Penggunaan tunggal surfaktan atau bersama koloid protektif dapat
membentuk suatu sistem flokulasi yang baik.
- Clay
Clay pada konsentrasi sama atau lebih besar dari 0,1% diketahui dapat
berperan sebagai flokulating agent pada pembuatan obat yang disuspensikan
dalam sorbitol atau berbasis sirup. Bentonit digunakan sebagai flokulating
agent pada pembuatan suspense bismuth subnitrat pada konsentrasi 0,7%.
- Elektrolit
Penambahan elektrolit anorganik pada suspense dapat menurunkan
potensial zeta partikel yang terdispersi dan menyebabkan flokulasi.
Kemampuan elektrolit untuk memflokulasi partikel hidrofobik tergantung
dari valensi ionnya. Meskipun lebih efektif, elektrolit dengan valensi tiga
lebih jarang digunkan daripada elektrolit bervalensi satu. Penambahan
elektrolit yang berlebihan atau muatan yang berlawanan dapat menyebabkan
pertikel memisah dan membentuk system flokulasi sehingga menurunkan
kebutuhan konsentrasi surfaktan.
Page 8
7
Bahan Tipe Muatan Ion
Natrium lauril sulfat Surfaktan Anion
Dokusat natrium Anion
Benzalkonium klorida Kation
Cetyloiridinum klorida Kation
Polisorbat 80 Nonionik
Sorbiton monolaurat Nonionik
CMC-Na Polimer hidrofil Anion
Xantan gom Anion
Tragakan Anion
Metilselulosa Nonionik
PFG Nonionik
Magnesium aluminium Clay Anion
Silikat
Attapulgit Anion
Bentonit Anion
Kalium dihidrogen fosfat Elektrolit Anion
AlCl3
NaCl Kation
D. Cara Pembuatan Suspensi
Pembuatan sediaan suspensi terdiri dari empat tahap, yaitu:
1. Penghalusan fase terdispersi.
2. Pembasahan partikel fase terdispersi, jika fase terdispersi tidak larut dalam medium
pendispersi.
3. Pencampuran dan pendispersian fase terdispersi di dalam medium pendispersi.
4. Homogenisasi fase terdispersi dalam medium pendispersi.
Dalam pembuatan suspensi, pembasahan partikel dari serbuk yang tak larut dalam
cairan pembawa (medium pendispersi) adalah langkah yang penting. Kadang-kadang
sukar mendispersi serbuk karena adanya udara, lemak, dan lain-lain.
Serbuk yang sulit dibasahi oleh air, disebut hidrofob, seperti: sulfur, carbo adsorben,
magnesium sterat dan serbuk yang mudah dibasahi oleh air, disebut hidrofil, seperti:
toluen, zinc oksida, magnesium karbonat. Alkohol, gliserin, dan cairan higroskopis
lainnya digunakan sebagai zat pembasah bila suatu pembawa air akan digunakan sebagai
medium pendispersi. Bahan-bahan tersebut berfungsi menggantikan udara dicelah-celah
partikel, mendispersikan partikel tersebut dan kemudian menyebabkan terjadinya
penetrasi medium perndispersi ke dalam serbuk. Setelah serbuk dibasahi, medium
pendispersi (yang telah dicampur dengan semua komponen-komponen formulasi yang
larut seperti pewarna, pemberi rasa dan pengawet) ditambahkan sebagian demi sebagian
ke serbuk tersebut lalu dicampur secara merata.
Carbo adsorbens, carbo ligni dan carbo animali sering digunakan sebagai obat diare
karena mempunyai daya absorpsi terhadap toksin dan bakteri, maka tidak benar bila
Page 9
8
ditambahkan lendir karena akan mengurangi daya kerjanya, maka itu hanya digerus
dengan air dan bila terdapat pula sirup maka digerus dengan sirup.
Mensuspensi garam bismuth seperti bismuth subsalisilat, bismuth subkarbonat,
bismuth subnitrat dilakukan dengan menggerus dulu dengan air kira-kira ¼ beratnya,
diencerkan, setelah itu dicampurkan dengan medium pendispersinya.
Suspensi dapat dibuat dengan metode sebagai berikut:
1. Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat ke dalam
musilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan. Perlu diketahui bahwa
kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersikan serbuk ke dalam
pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk.
Serbuk yang sangat halus mudah termasuki udara sehingga sukar dibasahi.
Mudah dan sukarnya serbuk dibasahi tergantung pada besarnya sudut kontak
antara zat terdispersi dengan medium. Jika sudut kontak ± 90o, serbuk akan
mengambang di atas cairan. Serbuk yang demikian disebut memiliki sifat hidrofob.
Untuk menurunkan tegangan permukaan antara partikel zat padat dengan cairan
tersebut perlu ditambahkan zat pembasah atau wetting agent.
2. Metode Presipitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik yang
hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik, larutan zat ini
kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi
endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut adalah
etanol, propilenglikol, dan polietilenglikol.
Sistem Pembentukan Suspensi
1. Sistem Flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada
penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.
2. Sistem Deflokulasi
Partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya membentuk sedimen, akan
terjadi agregas, dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi
kembali.
Secara umum, sifat partikel flokulasi dan deflokulasi adalah:
No. Flokulasi Deflokulasi
1. Partikel merupakan agregat yang bebas. Partikel suspensi dalam keadaan terpisah
satu dengan yang lainnya.
2. Sedimentasi terjadi cepat. Sedimentasi yang terjadi lambat, masing-
masing partikel mengendap terpisah dan
partikel berada dalam ukuran paling kecil.
3. Sedimen terbentuk cepat. Sedimen terbentuk lambat.
4. Sedimen tidak membentuk cake yang
keras dan padat serta mudah terdispersi
kembali seperti semula.
Sedimen akhirnya akan membentuk cake
yang keras dan sukar terdispersi kembali.
5. Wujud suspensi kurang bagus sebab
sedimentasi terjadi cepat dan di atasnya
terjadi daerah cairan yang jernih dan
nyata.
Wujud suspensi bagus karena zat
tersuspensi dalam waktu relatif lama.
Terlihat bahwa ada endapan dan cairan atas
berkabut.
Page 10
9
Untuk membuat suspensi stabil secara fisik ada dua cara, yaitu:
1. Penggunaan “structured vehicle” untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi.
Structured vehicle adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-lain.
2. Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun cepat terjadi
pengendapan, tetapi dengan pegocokan ringan mudah disuspensikan kembali.
Pembuatan suspensi sistem flokulasi:
1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium.
2. Setelah itu ditambahkan zat pemflokulasi, biasanya larutan elektrolit, surfaktan, atau
polimer.
3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir.
4. Jika dikehendaki, agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka ditambah
structured vehicle.
5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam structured vehicle.
Bahan pemflokulasi yang dipergunakan dapat berupa larutan elektrolit, surfaktan, atau
polimer. Untuk partikel yang bermuatan positif digunakan zat pemflokulasi yang bermuatan
negatif, dan sebaliknya. Contohnya, untuk suspensi bismut subnitrat yang bermuatan positif
digunakan zat pemflokulasi yang bermuatan negatif yaitu kalium fosfat monobase. Untuk
suspensi sulfonamida yang bermuatan negatif digunakan zat pemflokulasi yang bermuatan
positif yaitu AlCl3 (aluminium klorida).
E. Perhitungan Dosis
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan dosis suspensi adalah :
1. Untuk obat berkhasiat keras disuspensi dengan Pulvis Gummosus sebanyak 2% dari
jumlah cairan obat minum.
2. Untuk obat tidak berkhasiat keras disuspensi dengan Pulvis Gummosus sebanyak 1%
dari jumlah cairan obat minum.
Page 11
10
F. Contoh Resep Suspensi
Resep 1:
1. Pengerjaan resep
Nama Obat OB UD Kelarutan Khasiat Referensi
Atropin
Sulfat
K 1/3
mg
Larut dalam kurang dari 1
bagian air dan lebih kurang
3 bagian etanol, sukar larut
dalam kloroform, praktis
tidaklarut dalam eter dan
benzen.
Parasimpatolitikum FI III,
hal.98-99
Belladonae
extract
K 20/80
mg
- Parasimpatolitikum FI III,
hal.108
Sirupus
Simplex
B - Sangat mudah larut dalam
air
Pemanis FI III,
hal.567
2. Kelengkapan resep : Lengkap.
3. OB/OK : -/ Atropin sulfat dan Belladonae extract.
4. Perhitungan TM :
Volume 1 (satu) sendok makan = 15 mL
Berat jenis sirup = 1,3 g/mL (kandungan gula lebih dari 16,6 %)
Bobot sirup tiap sendok makan = 15 mL x 1,3 g/mL = 19,5 g
Oleh karena itu, tiap 1 sdm mengandung :
a. Atropin sulfat = 100
5,19x 1,5 mg = 0,29 mg
b. Belladonae extract = 100
5,19x 60 mg = 11,7 mg
Dosis sekali :
a. Atropin sulfat = 1
29,0x 100% = 29%
b. Belladonae extract = 20
7,11x 100% = 58,5%
Dosis gabungan (kombinasi) = 29% + 58,5% = 87,5% (<100%)
dr. Sri Faedah
SIP No. 105/M/87
Jl. Margonda Raya No. 77 Depok
No. Telp. 021-82962356
Depok, 5 Februari 2010
R/ Atropin sulfat 0,0015 g
Belladonae extract 0,06 g
Sirupus simplex 20 mL
m.f. sirop. ad. Aq.dest 100 g
S t d d c
Pro : Tita (dewasa)
Page 12
11
Dosis sehari :
a. Atropin sulfat = 3
29,03xx 100% = 29%
b. Belladonae extract = 80
7,113xx 100% = 43,87%
Dosis gabungan (kombinasi) = 29% + 43,87% = 72,87% (<100%)
5. Perhitungan Bahan :
a. Atropin sulfat = 0,0015 gram
b. Belladonae extract = 0,06 gram
c. Sirupus simplex = 20 mL x 1,3 g/mL = 26 gram
d. Aquadest ad 100 gram
6. Cara Pembuatan :
a. Botol ditara 100 g.
b. Ditimbang bahan-bahan yang diperlukan.
c. Dimasukkan Sir.simplex 26 g ke dalam wadah/botol sirop yang telah ditara.
d. Digerus 0,0015 g Atropin sulfat, kemudian dilarutkan dengan air secukupnya
hingga homogen.
e. Digerus 0,06 g Belladonae extract, kemudian dilarutkan dengan air secukupnya
hingga homogen.
f. Dicampurkan larutan Atropin sulfat dan larutan Belladonae extract hingga merata
dan larut sempurna.
g. Dimasukkan campuran larutan no. 6 ke dalam botol berisi sirupus simplex,
kemudian dikocok hingga homogen.
h. Ditambahkan aquadest hingga 100 g, dikocok.
i. Diberi etiket dan label.
7. Wadah : Botol coklat
8. Etiket : Putih
9. Label :
- Kocok Dahulu
- Tidak Boleh Diulang Tanpa Resep Baru Dari Dokter
APOTEK SMART
Jl. Margonda Raya No. 78 Depok
APA : Andita Manda, S. Farm., Apt.
SIK Nomor : 12345
No. 10 Tgl. 05/02/2010
TITA
Sehari tiga kali satu sendok makan
OBAT LUAR
KOCOK DAHULU
TIDAK BOLEH DIULANG TANPA
RESEP BARU DARI DOKTER
Page 13
12
Resep 2:
Komposisi:
Tiap 5 ml mengandung Bactrim Suspensi:
Trimetoprim 40 mg
Sulfametoksazol 200 mg
Perhitungan TM
1. CTM : -/40 mg
Dosis per hari = 15/20 x 40 mg = 30 mg
Dalam resep:
1 kali =
TM sekali =
TM 1 hari =
2. Codein 60/300 mg
Dosis sekali =
Dosis sehari =
Dalam Resep:
Sekali =
=
TM sekali =
TM sehari =
Perhitungan Bahan
Trimetoprim = 100/5 x 40 = 800 mg
Sulfametoksazol = 100/5 x 200 = 4 g
CTM = 100 mg
dr. Sri Faedah, Sp A.
Jl. Margonda No 77 Depok
No Izin Praktek : DU 1234567/14000
Depok, 7 Februari 2010
R/ Bactrim suspensi 100
adde
CTM 0,10
Codein 0,20
s.t.d.d cth 1
Pro: Dude (15 tahun)
Page 14
13
Codein HCl =
PGS 2% = 2/100 x 100 = 2 g
Air untuk PGS = 7 x PGS = 7 x 2 g = 14 ml
Aquadest = 100,30 – (0,8 + 4 + 0,1 + 0,2 + 2 + 14) = 79,2 ml
Cara Pembuatan
1. Tara botol 100 ml
2. Timbang trimetoprim 800 mg, sulfametoksazol 4 g, PGS 2 g, aquadest 14 ml
3. Gerus bahan No.2 masing-masing, kemudian campur ad homogen dan masukkan
dalam botol
4. Timbang CTM 100 mg, larutkan dalam air dan masukkan dalam botol
5. Timbang Codein HCl 200 mg, larutkan dalam air, masukkan dalam botol
6. Tambahkan air ad 100,30 g dan kocok ad homogen
7. Beri etiket dan label
APOTEK SMART
Jl. Margonda Raya No. 78 Depok
APA : Andita Manda, S. Farm., Apt.
SIK Nomor : 12345
No. 10 Tgl. 07/02/2010
DUDE
Sehari tiga kali satu sendok teh
KOCOK DAHULU
TIDAK BOLEH DIULANG TANPA
RESEP BARU DARI DOKTER
Page 15
14
Resep 3:
Komposisi:
Tiap 5 ml mengandung Bactrim Suspensi:
Trimetoprim 40 mg
Sulfametoksazol 200 mg
Netherland Pharm.
1 mL Ol. Menthae Pip. Diencerkan hingga 1000 mL dengan Aqua Menthae Pip.
Perhitungan Bahan
Trimetoprim = 100/5 x 40 = 800 mg
Sulfametoksazol = 100/5 x 200 = 4 g
Codein HCl =
Syr.Simplex = 20 mLx 1,3 g/mL = 26 g
Ol. Menthae Pip. = 3,5 tetes = 3,5 x 19 g= 66,5 g Aqua menth.pip = 70 mL
PGS 2% = 2/100 x 100 = 2 g
Air untuk PGS = 7 x PGS = 7 x 2 g = 14 ml
Aquadest sisa = 100 – (0,8 + 4 + 2 + 14) = 79,2 mL
3,5 tetes Ol.menth.pip = 3,5x19 mg = 66,5 mg=70 mg
Perhitungan TM
Codein 60/300 mg
Dosis sekali =
Dosis sehari =
Dalam Resep:
Sekali = (3x1,3) / (100+0,2+26+0,07) x 200,25 mg= 6,18 mg
TM sekali = 6,18/ 45 x 100 % = 13,73%
TM sehari = 3x6,18/ 225 x 100% = 8,24%
dr. Sri Faedah, Sp A.
Jl. Margonda No 77 Depok
No Izin Praktek : DU 1234567/14000
Depok, 7 Februari 2010
R/ Bactrim suspensi 100
adde
Codein 0,20
Syr.simplex 20 mL
Ol.menthae pip 3,5 tetes
s.t.d.d cth 1
Pro: Dude (15 tahun)
Page 16
15
Cara Pembuatan
1. Tara botol 150 g
2. Timbang trimetoprim 800 mg, sulfametoksazol 4 g, PGS 2 g, aquadest 14 ml
3. Gerus bahan No.2 masing-masing, kemudian aduk hingga terbentuk bactrin suspensi,
dan masukkan dalam botol.
4. Timbang Codein HCl 200,25 mg, digerus dan larutkan dalam air, masukkan dalam
botol.
5. Tambahkan 70 mL Aqua Menth.pip
6. Tambahkan air ad 126,27 g dan kocok ad homogen
7. Beri etiket dan label
DAFTAR PUSTAKA
1. Erawati, Tristiana. 2007. Sediaan Suspensi.
http://www.ff.unair.ac.id/emodule/farmasetika/LIKUIDA%20SUSPENSI.pdf, 8
Februari 2010, pk. 21.00.
2. Remington. 2000. The Science and Practice of Pharmacy 28th Ed. Philadelphia :
Lippincot Williams.
3. Lieberman, H.A., M.M. Rieger, G.S. Banker. 1989. Pharmaceutical Dosage Form,
Disperse System. New York : Marcel Dekker. 2.
4. Aulton, M.E. 2002. Pharmaceutics-The Science of Dosage Form Design. New York :
Churchill Livingstone.
5. Banker, G.S., C.T. Rhodes. 1979. Modern Pharmaceutics (Disperse System). New York :
Marcel Dekker.
6. Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
7. Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Penerjemah :
Farida Ibrahim. Jakarta : UI Press.
APOTEK SMART MANTAP Jl. Margonda Raya No 117, Depok.
APA: Andita Manda, S.Farm., Apt. SIK Nomor: 1234567
No. 10 Tgl.07/02/10
DUDE
Sehari tiga kali satu sendok teh
KOCOK DAHULU
TIDAK BOLEH DIULANG TANPA
RESEP BARU DARI DOKTER
Page 17
16
Pertanyaan dan Jawaban Hasil Diskusi Kelompok Suspensi
1. Pertanyaan (Yulita) :
Bagaimana cara memilih suspending agent yang baik?
Jawab (Helsa devina):
Faktor2 pemilihan suspending agent
a) Penggunaan bahan
Pemilihan suspending agent diplih sesuai dengan bahan dan penggunaan sediaan
apakan digunakan untuk oral atau topical. Untuk penggunaan oral dipilih
suspending agent yang tidak dapat mengiritasi kulit.
b) Komposisi kmia dari zat aktif tidak berinteraksi dengan suspending agent
Contonhya seperti tragacant yang digunakan untuk serbuk yang sukar berdifusi.
c) Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk
d) Produk, sumber suspending agent, inkompatibiltas dari suspending agent.
2. Pertanyaan (Galih Prakarsa):
Bagaimana stabilitas atau perbedaan suspensi biasa dengan suspensi kering?
Jawaban (Andita M):
Pada suspensi biasa, tidak perlu pendispersian dahulu sebelum digunakan, cukup
kocok dahulu, sedangkan pada suspensi kering perlu rekonstitusi atau pendispersian
dengan air terlebih dahulu sebelum digunakan. Hal tersebut dibedakan karena
umumnya pada bahan-bahan yang digunakan dalam suspensi kering terdapat bahan
yang tidak stabil dalam air selama jangka waktu penyimpanan yang lama, sedangkan
pada suspensi biasanya umumnya digunakan bahan-bahan yang cukup stabil. Contoh
bahan aktif yang dibuat suspensi kering karena ketidakstabilannya adalah antibiotik
kloramfenikol palmitat.
Page 18
17
EMULSI
Definisi
Menurut Farmakope Indonesia edisi III, emulsi adalah sediaan yang mengandung
bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan
zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok (1).
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, emulsi adalah sistem dua fase, yang
salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil (2).
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi
menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain, dimana diperlukan suatu zat yang dapat
mengemulsikan kedua cairan tersebut atau yang disebut zat pengemulsi (emulsifier,
emulgator).
Komposisi Emulsi
Emulsi terdiri dari tiga komponen utama yaitu fase air, fase minyak dan komponen
ketiga yaitu zat pengemulsi. Komponen lain juga bisa ditambahkan adalah pengawet,
pemanis, flavouring agent serta pewarna juga dapat ditambahkan pada pembuatan emulsi
untuk pemakaian dalam.
Komponen utama emulsi:
1. Fase Air
2. Fase Minyak
3. Zat Pengemulsi
a. Bahan-bahan karbohidrat (emulgator M/A)
Contoh : akasia (gom), tragakan, agar, kondrus, dan pektin.
b. Emulgator anionik (anion aktif)
Contoh : Natrium palmitat, Natrium stearat
c. Emulgator kationik (kation aktif)
Contoh : Alkoniumbromida, Benzalkoniumbromida, Cetrimid
d. Emulgator Nonionik (bukan ionik)
Contoh : setil alkohol, stearil alkohol, Span, Tween,
e. Emulgator amfoter (emulgator M/A)
Contoh : Protein, Lesitin
f. Emulgator tak larut
Contoh : bentonit, serbuk karbon, aluminium hidroksida
Komponen Tambahan:
1. Pengawet : Asam sorbat, metilparaben, etilparaben, propilparaben, benzalkonium
klorida.
2. Pemanis : Sukrosa, sorbitol, sakarin, siklamat, aspartam, asesulfam K, sodium
siklamat.
3. Pewarna : Beta-carotene, Indigo carmine, sunset yellow, tartrazine, amaranth,
erythrosine.
4. Perasa : ethyl maltol, ethyl vanillin, asam malat, maltol, dan menthol.
5. Antioksidan : BHA, BHT, Propil galat, TBHQ.
Page 19
18
Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal maupun eksternal,
emulsi digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Emulsi tipe O/W (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam air), adalah emulsi yang terdiri
atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase
internal dan air sebagai fase eksternal.
2. Emulsi tipe W/O (Water in Oil) atau A/M (air dalam minyak), adalah emulsi yang terdiri
atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai fase internal
dan minyak sebagai fase eksternal.
3. Sistem emulsi ganda: Dimana bola-bola emulsi yang terbentuk masih terdapat lagi bola-
bola dari fase lainnya. Sistem ini bisa terdapat dalam bentuk M/A/M atau A/M/A.
Teori Terbentuknya Emulsi (4)
1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat cair akan
terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan
yang terjadi pada permukaan disebut tegangan permukaan (Surface Tension). Tegangan
yang terjadi antara dua batas cairan yang tidak bercampur disebut tegangan bidang batas
(interfacial tension).
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi di bidang batas, semakin sulit
kedua zat cair tersebut untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah
dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi akan
berkurang dengan penambahan senyawa organic tertentu antara lain sabun. Emulgator
akan menurunkan tegangan yang terjadi pada bidang batas sehingga kedua zat cair akan
mudah bercampur.
Emulgator yang digunakan adalah:
a. golongan anionic contoh:TEA,Na lauril sulfat,dan TEA lauril sulfat
b. golongan kationik contoh:benzalkonium klorida,setil piridinium klorida
c. golongan nonionic contoh Tween (20,40,60,80), Span (20,40,60,80)
d. golongan ampoterik contoh:ammonium kwartener
2. Teori Film Plastic (interfacial film)
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan
minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers.
Dengan terbungkusnya partikel tersebut, usaha antara partikel yang sejenis untuk
bergabung menjadi terhalang, sehingga fase dispers menjadi stabil. Syarat emulgator yang
dipakai:
a. Dapat membentuk lapisan film yang kuat tetapi lunak
b. Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers.
c. Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua partikel
dengan segera.
Emulgator yang biasa digunakan adalah emulgator golongan karbohidrat, contoh:
gom arab, tragacanth, pectin, agar.
3. Teori Lapisan Listrik Rangkap
Jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan
dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan
mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. Sehingga tiap partikel
Page 20
19
minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut
akan menolak setiap usaha partikel minyak yang akan mengadakan penggabungan menjadi
satu molekul yang besar, karena susunan listrik yang menyelubungi setiap partikel minyak
mempunyai susunan yang sama. Dengan demikian antara partikel sejenis akan tolak-
menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah.
Emulgator yang digunakan bisa digunakan adalah emulgator yang berasal dari
bahan-bahan dari partikel padat halus, contoh: bentonit, magnesium hdroksida, alukol,
aerosol.
Stabilitas Sediaan Emulsi
Ketidakstabilan emulsi dapat dilihat dari fase internal yang cenderung membentuk
agregat, dan globul yang besar (agregat) naik ke permukaan atau turun ke dasar dan
membentuk lapisan yang tebal (koalesensi).
1. Creaming atau Flokulasi (3)
Adalah peristiwa terbentuknya dua lapisan emulsi yang memiliki viskositas yang
berbeda, dimana agregat dari bulatannya fase dalam mempunyai kecenderungan yang
lebih besar untuk naik kepermukaan emulsi atau jatuh kedasar emulsi tersebut dengan
keadaan yang bersifat reversibel atau dapat didistribusikan kembali melalui
pengocokan.
2. Inversi
Ialah suatu peristiwa pecahnya emulsi dengan tiba-tiba dari satu tipe ke tipe yang lain.
3. Cracking atau Koalesensi (7)
Adalah peristiwa pecahnya emulsi karena adanya penggabungan partikel-partikel
kecil fase terdispersi membentuk lapisan atau endapan yang bersifat ireversibel
dimana emulsi tidak dapat terbentuk kembali seperti semula melalui pengocokan
Metode Pembuatan Emulsi
Ada tiga metode pembuatan emulsi, diantaranya (3):
1. Metode gom kering atau metode continental
Metode ini juga dikenal sebagai metode “4:2:1” karena untuk 4 bagian (volume)
mnyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom ditambahkan untuk membuat emulsi pertama atau
emulsi awal. Harus digunakan mortir dengan permukaan dalam yang kasar bukan yang
halus untuk menjamin kerja penggilingan yang tepat dan pengurangan ukuran bulatan
selama penyiapan emulsi. Sesudah gom dan minyak dicampur, dua bagian air kemudian
ditambahkan sekaligus dan kedua campuran tersebut digerus dengan segera serta terus-
menerus hingga terdengar bunyi “krek” pada pergerakan alu. Bahan formulatif cair yang
Page 21
20
larut dalam fase luar atau bercampur dengan fase luar bisa ditambahkan kemudian ke
dalam emulsi utama tersebut dengan pengadukkan. Zat padat seperti pengawet, zat
penstabil, pewarna, pemberi rasa biasanya dilarutkan dalam air dengan volume yang
sesuai kemudian ditambahkan ke dalam emulsi utama.
2. Metode gom basah atau metode Inggris
Pada metode ini, mucilage gom dibuat dengan menghaluskan gom arab dengan
air dua kali beratnya dalam suatu mortir. Minyaknya kemudian ditambahkan dengan
perlahan-lahan kemudian campuran tersebut diaduk sampai minyaknya teremulsi.
Campuran tersebut haruslah kental selama proses itu, air bisa ditambahkan dan diaduk ke
dalam campuran tersebut sebelum bagian minyak berikutnya ditambahkan. Sesudah
semua bagian minyak ditambahkan, campuran diaduk selama beberapa menit untuk
memastikan homogenitasnya setelah itu volumenya dicukupkan dengan air. Metode ini
cocok untuk emulsi minyak-minyak yang sangat kental dan cara ini digunakan terutama
bila emulgator yang akan dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan dulu dengan air.
3. Metode botol atau botol forbes
Digunakan untuk minyak menguap dan zat –zat yang bersifat minyak dan
mempunyai viskositas rendah. Dalam metode ini, serbuk gom dimasukkan ke dalam
botol kering, ditambahkan dua bagian air kemudian botol ditutup dan campuran tersebut
dikocok dengan kuat dalam wadah tertutup. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit
sambil dikocok.
4. Metode HLB (Hydrophilic-lipophilic balance) atau HLB Value (6)
Zat pengemulsi seringkali memiliki bagian hidrofilik dan bagian lipofilik yang
salah satunya lebih atau kurang dominan. Zat pengemulsi atau surface active agent dapat
dikategorikan berdasarkan sifat hydrophilic-lipophilic balance atau nilai HLB. Dengan
metode ini, masing-masing zat pengemulsi ditandai dengan nilai HLB atau nilai yang
mengindikasikan substansi polaritas, yang bervariasi nilainya dari 40 untuk sodium lauril
sulfat, sampai 1 untuk asam oleat. Walaupun nilai HLB paling tinggi adalah 40 tetapi
kisaran yang biasa digunakan adalah antara 1-20. Bahan-bahan yang sangat polar atau
hidrofilik angkanya lebih besar daripada bahan-bahan yang kurang polar dan lebih
lipofilik.
Zat-zat yang mempunyai Nilai HLB juga berguna dalam mendeskripsikan sifat
fungsional sutau bahan surface active agent. Nilai HLB sebagai berikut:
- HLB 1-3 bersifat antibusa,
- HLB 3-6 sebagai pengemulsi (a/m),
- HLB 7-10 memperlihatkan sifat pembasah yang baik,
- HLB 8-18 menghasilkan emulsi m/a.
- HLB 13-20 bersifat sebagai solubilizer,
- HLB 13-15 berfungsi sebagai deterjen.
Sistem HLB juga ditetapkan untuk minyak-minyak dan zat-zat seperti minyak.
Dalam menggunakan konsep HLB untuk pembuatan emulsi, pemilihan emulsifying agent
memiliki nilai HLB yang sama atau hampir sama dengan fase minyak dari emulsi yang
dimaksud. Jika dibutuhkan, dua atau lebih zat pengemulsi dapat dikombinasikan untuk
mencapai nilai HLB yang tepat.
Page 22
21
Sifat ionik dari surfaktan merupakan pertimbangan yang penting ketika memilih
surfaktan untuk emulsi. Surfaktan nonionic efektif pada pH 3-10, surfaktan kationik
efektif pada pH 3-7 dan surfaktan anionic membutuhkan pH lebih besar dari 8.
Contoh Perhitungan HLB
R/ Oleum Ricini 20 (HLB butuh = 12)
Emulgator 5
- Tween 20 (HLB=16,7)
- Span 20 (HLB=8,6)
Aqua ad 100
m.f.emulsi
Perhitungan Bahan:
a. Jumlah emulgator 5/100 x 100 = 5 g
b. Aquadest 100 – (20 + 5) = 75 g
c. Jumlah Tween 20 (HLB 16,7) dan Span 20 (HLB 8,6)
Tween 20 (16,7) 3,4 3,4
12
Span 20 (8,6) 4,7 4,7
Tween 20 = 3,4/8,1 x 5 = 2,1
Span 20 = 5 - 2,1 = 2,9
CARA KERJA
1. Kalibrasi botol sesuai dengan jumlah aquades yang dibutuhkan (100 mL).
2. Hitung jumlah tween 20 dan span 20 yang dibutuhkan.
3. Timbang masing-masing tween 20, span 20, aquadest dan oleum ricini sejumlah
yang dibutuhkan.
4. Campurkan span 20 ke dalam cawan penguap yang berisi oleum ricini, kemudian
dilebur di panangas air.
5. Larutkan tween 20 dengan aquadest panas (suhu ± 700C)
6. Tambahkan campuran minyak dan air lalu segera dimasukkan ke dalam
homogenizer.
Page 23
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
2. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
3. Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
4. King, J.C. & Barker, D.Y. 1971. Emulsification. Dalam: Martin, E.W. Dispensing of
Medication. Mack Publishing Company, Pennsylvania.
5. Leon, Lachmann., Herbert A. Lieberman, dan Joseph L. Koning. 1994. Teori dan
Praktek Farmasi Industri. Edisi 3. Jilid 2. UI Press, Jakarta.
6. Troy, David B. (Ed). 1975. Remington’s Pharmaceutical Sciences. 15th Edition. Mack
Publishing Company, Pennsylvania.
7. Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek, Gadjah Mada University
Press, Jogjakarta.
8. Lieberman, H.A et all.1989. Pharmaceutical Dosage Form Disperse System Vol. 2.
Marcel Dekker, Inc, New York.
9. Agoes, Goeswin. 2006. Pengembangan Sediaan Farmasi. ITB, Bandung.
10. Agoes, Goeswin dan Darijanto, ST. 1993. Teknologi Likuida dan Semi Solida. ITB,
Bandung.
Page 24
23
Pertanyaan dan Jawaban
Pertanyaan:
1. Jelaskan tentang multiemulsi dan emulgator yang biasa di gunakan? (Penanya:
Hamka Hamdan)
2. Bagaimana cara memilih emulgator yang baik? (Penanya: Yulita)
3. Bagaimana cara memilih metode pembuatan emulsi?
Jawaban:
1. Multi emulsi merupakan sistem dispersi yang kompleks dimana globul dari fase
terdispersi mengandung droplet yang lebih kecil yang mempunyai sifat yang sama
dengan fase eksternalnya. Dua tipe multi emulsi adalah air/minyak/air (water/in oil/in
water atau w/o/w) dan minyak/air/minyak (oil/in water/in oil atau o/w/o). Multi
emulsi tipe w/o/w mengandung dua fase air yang dipisahkan oleh lapisan minyak
yang berperan sebagai membran cair. Sementara multi emulsi o/w/o mengandung dua
fase minyak yang dipisahkan oleh lapisan air. Multi emulsi mempunyai potensi tinggi
terhadap pengendalian dan perpanjangan laju pelepasan obat. Sistem multi emulsi ini
juga digunakan dalam upaya menghindari degradasi dari zat aktif.
Emulgator yang digunakan adalah surfaktan yang bersifat hidrofobik dan hidrofilik.
2. Memilih emulgator:
- mampu menjaga stabilitas emulsi hingga mencapai shelf time (usia simpan)
- dapat bercampur (tidak OTT) dengan bahan obat atau bahan tambahan lainnya
- tidak mengganggu stabilitas dan efektivitas bahan obat
- tidak toksik dalam batas penggunaan
- bau,rasa,warna lemah
3. Memilih metode pembuatan emulsi:
- Metode Gom Kering: metode yg umum digunakan dalam pembuatan emulsi.
- Metode Gom Kering: Metode ini cocok untuk emulsi minyak-minyak yang
sangat kental dan cara ini digunakan terutama bila emulgator yang akan dipakai
berupa cairan atau harus dilarutkan dulu dengan air.
- Metode Botol: Digunakan untuk minyak menguap dan zat –zat yang bersifat
minyak dan mempunyai viskositas rendah.
- Metode HLB: Sistem HLB juga ditetapkan untuk minyak-minyak dan zat-zat
seperti minyak.
Page 25
24
LARUTAN ORAL
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, larutan merupakan suatu sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam
pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Oleh karena molekul-
molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk
sediaan, umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiiki ketelitian yang baik
jika larutan diencerkan atau dicampurkan (2).
Sediaan larutan memiliki kestabilan lebih rendah dibandingkan sediaan padat, untuk
sediaan larutan yang mengandung pelarut mudah menguap harus menggunakan wadah
tertutup dan terhindar dari panas berlebih. Untuk senyawa-senyawa yang tidak stabil dan
mudah mengalami degradasi secara fitokimia, penggunaan wadah tahan cahaya perlu
dipertimbangkan (2).
Bentuk sediaan larutan digolongkan menurut:
1. Cara pemberian: larutan oral, larutan topical
2. Berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut: spirit, tingtur, dan larutan air.
3. Larutan yang diberikan secara parenteral: injeksi
Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu
atau lebih zat dengan atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau
pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven-air. Beberapa contoh sediaan larutan
oral yaitu:
1. Potiones (obat minum)
Adalah solutio yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam (peroral). Selain
berbentuk larutan potio dapat juga berbentuk emulsi atau suspensi.
2. Sirup
Ada 3 macam sirup yaitu :
a. Sirup simpleks, mengandung 65 % gula dalam larutan nipagin 0,25 % b/v.
b. Sirup obat, mengandung satu atau lebih jenis obat dengan atau tanpa zat
tambahan digunakan untuk pengobatan.
c. Sirup pewangi, tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau
penyedap lain. Penambahan sirup ini bertujuan untuk menutup rasa atau bau
obat yang tidak enak.
3. Elixir
Adalah sediaan larutan yang mengandung bahan obat dan bahan tambahan
(pemanis, pengawet, pewarna dan pewangi) sehingga memiliki bau dan rasa
yang sedap dan sebagai pelarut digunakan campuran air – etanol.
Disini etanol berfungsi mempertinggi kelarutan obat pada elixir dapat pula
ditmbahkan glicerol, sorbitol atau propilenglikol. Sedangkan untuk pengganti
gula bisa digunakan sirup gula.
4. Netralisasi, saturatio dan potio effervescent.
a. Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan mencampurkan bagian
asam dan bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan bersifat netral.
Contohnya : solutio citratis magnesici, amygdalas ammonicus.
b. Saturatio adalah Obat minum yang dibuat dengan mereaksikan asam dengan
basa tetapi gas yang terjadi ditahan dalam wadah sehingga larutan jenuh
dengan gas.
c. Potio effervescent adalah Saturatio yang CO2 nya lewat jenuh.
Page 26
25
5. Guttae (drops)
Guttae / obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi,
apabila tidak dinyatakan lain maka dimaksudkan untuk obat dalam.
Larutan topikal merupakan larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali
mengandung pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topical pada kulit, atau
untuk penggunaan pada permukaan mukosa mulut. Sediaan-sediaan yang termasuk larutan
topikal yaitu:
1. Collyrium
adalah sediaan berupa larutan steril, jernih, bebas pirogen, isotonis, digunakan
untuk membersihkan mata. Dapat ditambahkan zat dapar dan zat pengawet.
2. Guttae Ophthalmicae
Tetes mata adalah larutan steril bebas partikel asing merupakan sediaan yang
dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Tetes
mata juga tersedia dalam bentuk suspensi, partikel halus dalam bentuk
termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
3. Gargarisma
Gargarisma / obat kumur mulut adalah sediaan berupa larutan umumnya dalam
keadaan pekat yang harus diencerkan dahulu sebelum digunakan. Dimaksudkan
untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan.
Contohnya : Betadin gargle.
4. Guttae Oris
Tetes mulut adalah Obat tetes yang digunakan untuk mulut dengan cara
mengencerkan lebih dahulu dengan air untuk dikumur-kumur, tidak untuk ditelan.
5. Guttae Nasalis
Tetes hidung adalah obat yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan
obat kedalam rongga hidung, dapat mengandung zat pensuspensi, pendapar dan
pengawet. Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai
cairan pembawa.
6. Inhalation
Sediaan yang dimaksudkan untuk disedot oleh hidung atau mulut, atau
disemprotkan dalam bentuk kabut kedalam saluran pernafasan. Tetesan butiran
kabut harus seragam dan sangat halus sehingga dapat mencapai bronkhioli.
7. Injectiones / Obat suntik
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang
harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir.
8. Lavement / Enema / Clysma
Cairan yang pemakaiannya per rectum / colon yang gunanya untuk membersihkan
atau menghasilkan efek terapi setempat atau sistemik. Enema yang digunakan
untuk membersihkan atau penolong pada sembelit atau pembersih feces sebelum
operasi, tidak boleh mengandung zat lendir. Selain untuk membersihkan enema
juga berfungsi sebagai karminativa, emolient, diagnostic, sedativa, anthelmintic
dan lain-lain.
9. Douche
Adalah larutan dalam air yang dimaksudkan dengan suatu alat kedalam vagina,
baik untuk pengobatan maupun untuk membersihkan. Karena larutan ini
mengandung bahan obat atau antiseptik. Contoh : Betadin Vagina Douche.
Page 27
26
10. Epithema / Obat kompres
Adalah cairan yang dipakai untuk mendatangkan rasa dingin pada tempat-tempat
yang sakit dan panas karena radang atau berdasarkan sifat perbedaan tekanan
osmose digunakan untuk mngeringkan luka bernanah. Contoh : Rivanol.
11. Litus Oris
Oles bibir adalah cairan agak kental dan pemakaiannya secara disapukan dalam
mulut. Contoh larutan 10 % Borax dalam gliserin.
Beberapa contoh diatas merupakan contoh dari sediaan larutan yang berdasarkan dari
cara pemberian obat. Pembahasan lebih mendalam mengenai sediaan oral elixir dan sediaan
topikal gargarisma.
ELIKSIR
1. Definisi:
a. Farmakope Indonesia Edisi IV (2)
Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol sebagai kosolven.
b. Formularium Nasional Edisi II (3)
Eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau yang sedap,
mengandung selain obat juga zat tambahan seperti gula dan atau zat pemanis lainnya, zat
pengawet, zat warna dan zat pewangi, untuk digunakan sebagai obat dalam. Sebagai pelarut
utama digunakan etanol 90% yang dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan obat. Dapat
ditambahkan gliserol, sorbitol dan propilen glikol.sebagai pengganti gula dapat ditambahkan
sirup simpleks.
Eliksir merupakan produk yang kurang umum. Eliksir umumnya mengandung obat
yang poten seperti antibiotik, antihistamin dan sedatif, dan diformulasikan dengan rasa yang
enak dan biasanya sangat stabil. Jika perlu rasa pahit dan rasa yang memabukkan (nauseous)
ditutupi dengan flavour, dan pewarna buatan dapat ditambahkan untuk memberikan
penampilan yang menarik.
Eliksir merupakan produk yang jernih, tidak seperti mixtura yang seringkali keruh
akibat dari minyak atau bahan tumbuhan lain yang tersuspensi. Kejernihan dapat dicapai
dengan pemilihan pembawa yang tepat dan beberapa hal dalam pembuatannya.
Beberapa zat aktif yang dibuat eliksir (contoh: pheneticillin dan phenoxy
methipenisilin) ditandai dengan bentuk bubuk atau granul kerena zat aktif itu tidak stabil
dalam larutan. Zat itu ditambahkan sejumlah volume tertentu dalam botol dan kocok hingga
terlarut sempurna. Sediaan ini diberi label, disimpan ditempat yang dingin dan umur sediaan
hanya 7 hari.
Contoh eliksir adalah Chloral eliksir, untuk pengobatan anak (paediatric) harus dibuat segera
tetapi stabil, dikemas dan disimpan yang cocok, shelf life dapat dianggap kira – kira 2 tahun.
c. British Pharmacopoeia 2002 (4)
Eliksir adalah larutan oral yang jernih dan memiliki rasa dan bau yang enak,
mengandung satu atau lebih zat aktif yang dilarutkan dalam pembawa yang biasanya
mengandung sukrosa yang tinggi atau polihidrik alkohol atau alkohol yang cocok, dan dapat
juga mengandung etanol (96%) atau pelarut etanol.
Page 28
27
d. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (1)
Eliksir adalah sediaan hidroalkohol jernih, manis, yang dimaksudkan untuk
penggunaan secara oral, dan seringkali ditambahkan flavor (aroma dan perasa) untuk
meningkatkan kelezatannya.
4. Hal - hal yang dianggap perlu dalam pembuatan eliksir :
a. Pertumbuhan kristal yang disebabkan oleh perubahan suhu, keseragaman ukuran, dll
b. Ketercampuran zat aktif dengan pelarut campur ataupun zat tambahan untuk
menghindari terjadinya pengendapan. Dasar pemilihan pelarut campur: toksisitas,
kelarutan, konstanta dielektrik pelarut, ketercampuran bahan.
c. Untuk penambahan sirupus simpleks lebih dari 30% harus diperhatikan terjadinya cap
locking pada tutup botol sediaan. Karena itu perlu diberikan anti cap locking. Gliserin
sebagai anti cap locking, penambahan gliserin harus diperhatikan karena gliserin
dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan diare.
d. Peningkat rasa seperti pemanis perlu diberikan untuk meningkatkan penerimaan,
ditambahkan juga rasa dan warna yang sesuai (antara warna dan essens yang
ditambahkan harus ada kesesuaian).
e. Untuk sediaan oral, pemilihan zat aktif perlu memperhatikan pemerian (rasa dan bau).
f. Pemanis yang dapat digunakan : gula, sirupus simpleks, sorbitol, siklamat, aspartam.
g. Karena ada komponen air dalam sediaan maka perlu ditambahkan pengawet,
pengawet yang dapat digunakan:
- Asam & garam benzoat 0,1-0,3% ( teori dan praktek industri Hal 963)
- Kombinasi metil paraben 0,18% dan propil paraben 0,02%. (Excipients edisi 4
hal 390 )
h. Sediaan eliksir yang baik harus mempunyai viskositas yang cukup untuk
memudahkan penuangan.
Pelarut campur yang digunakan: etanol, propilen glikol, gliserol, sorbitol
Pemilihan pelarut campur didasarkan:
- kelarutan, misal: alkohol 10 %, propilen glikol x %, air 90-x %
- Kd (jika diketahui Kd zat aktif)
- Kd campuran = (%air x Kd air) + (% alk x Kd air) + (% prop Gli x Kd prop Gli)
Misal:
Untuk zat yang ke arah polar: Kd camp > Kd zat aktif
Untuk zat yang ke arah non polar: Kd camp < Kd zat aktif.
5. Formula umum eliksir
R/ : - zat berkhasiat
- pelarut utama (etanol dan air perbandingan tertentu sesuai dengan daya
melarut zat berkhasiat)
- pelarut tambahan (gliserol, sorbitol, propilen glikol)
- bahan pembantu (pemanis, pewangi, pewarna, pengawet, antcaplocking agent,
penstabil kimia seperti pendapar, pengkomples, antioksidan)
6. Pembawa
Pembawa eliksir berbeda dengan pembawa mixtura karena:
a. Produksi larutan yang jernih
Kekeruhan dari bahan pewangi (flavour) yang terdiri dari minyak essensial dan
pengendapan dari ekstrak tumbuhan tidak boleh ada dalam eliksir. Kira-kira 10-20 %
Page 29
28
alkohol digunakan untuk melarutkan minyak termasuk gliserol yang juga sebagai
pelarut pewangi berminyak.
b. Larutan medicarrent dengan kelarutan yang rendah dalam air
Kadang-kadang jika suatu medicarrent yang poten memiliki kelarutan rendah harus
diberikan maka dibuat sebagai larutan dengan pelarut campur yang akan melarutkan
dengan sempurna, contoh:
- fenobarbital sukar larut dalam air tetapi dapat menghasilkan larutan yang jernih
jika dibuat dengan melarutkan alkohol dan kemudian dilarutkan dalam gliserol
dan air.
- Satu bagian parasetamol larut dalam 70 bagian air, 7 bagian alkohol, 9 bagian
propilen glikol dan 40 bagian gliserol. Dalam eliksir parasetamol digunakan
alkohol, propilen glikol dan gliserol sebagai pelarut campur.
Alkohol bila digunakan dengan konsentrasi cukup rendah mempunyai aktivitas
fisiologis dan dalam konsentrasi yang tinggi memberikan rasa membakar. Alkohol
juga menekan ketidaknyamanan rasa asin dari bromida, garam iodida dan yang
lainnya.
Bila memungkinkan eliksir untuk anak-anak diformulasikan mengandung sedikit
alkohol atau tidak sama sekali, sebab alkohol tidak dianjurkan untuk diberikan
kepada anak-anak sebagai pelarut.
Propilen glikol digunakan sebagai pelarut minyak essensial dari bahan kimia organik
yang tidak larut air. Propilen glikol memberikan rasa manis seperti gliserol.
c. Produksi sediaan yang berasa enak
Kandungan utama dari eliksir adalah sirup atau sirup yang mengandung flavour
(syrop flavour). Jenis-jenis bahan pembawa adalah sebagai berikut:
Sebagai pelarut utama digunakan etanol 90%, dapat ditambahkan gliserol, sorbitol,
dan propilen glikol.(Fornas ed.II hal 313)
7. Pembuatan eliksir
Eliksir biasanya dibuat seperti larutan sederhana dengan pengadukan dan atau dengan
pencampuran dua atau lebih bahan-bahan cair. Zat yang larut dalam air dilarutkan dalam
air, sedangkan zat yang larut dalam alcohol dilarutkan dalam alcohol. Kmudian larutan
dalam air dimasukkan ke larutan dalam alcohol sedikit-demi sedikit sambil diaduk rata.
Bila dua larutan selesai dicampur, campuran dibuat sesuai volume dengan pelarut atau
pembawa tertentu. Sering campuran akhir akan tidak jernih, tetapi keruh, terutama karena
pemisahan beberapa minyak pemberi rasa dengan menurunnya konsentrasi alkohol. Bila
ini terjadi, eliksir biasanya dibiarkan selama beberapa jam yang ditentukan untuk
menjamin penjenuhan pelarut hidroalkohol dan untuk memungkinkan butiran minyak
bergabung sehingga dapat dihilangkan dengan lebih mudah dengan cara disaring. Talk,
filter yang sering digunakan membantu dalam pembuatan eliksir, mempunyai kemampuan
mengabsorbsi kelebihan minyak-minyak dan karena itu membantu menghilangkannya dari
larutan. Keseksamaan harus dilakukan untuk tidak menggunakan penolong saringan dalam
jumlah berlebihan, seperti kelebihan yang mungkin dihasilkan dalam membuang minyak
dan pewarna yang berlebihan dari larutan dan juga dalam peningkatan waktu penyaringan
yang dibutuhkan untuk mendapatkan kejernihan. Harus diingat bahwa kadar alkohol tiap
eliksir besar kepentingannya untuk kelarutan dari bahan-bahan, maka selama proses
penyaringan, kertas saring harus dibasahi dengan larutan hidroalkohol yang mempunyai
kadar alkohol yang sama dengan larutan alkohol atau harus digunakan yang kering. Eliksir
mengandung alcohol 3% hingga 44%, namun biasanya elikisir memiliki kadar alcohol 5-
Page 30
29
10%. Adanya gliserin, sirup, sorbitol, dan propilen glikol dalam eliksir umumnya memberi
andil pada efek pelarut dari pembawa hidroalkohol, membantu kelarutan zat terlarut, dan
meningkatkan kestabilan sediaan. Akan tetapi adanya bahan-bahan ini menambah
kekentalan eliksir dan memperlambat kecepatan penyaringan. Kadar sirup lebih dari atau
sama dengan 1/6 volume sediaan maka berat jenisnya 1,3. Sedangkan bila kurang dari 1/6
volum sediaan, maka brat jenisnya 1. Sirup dilarutkan dalam air.
Contoh resep
Dr. Yuni
DUM No.55/DINKES/2000
Jl. Margonda 4 Depok
Depok, 5 Februari 2010
R/ Mebhidrolina napadisilat 1
Gliserin 5
Sir. Simpleks 10
Etanol 15
Mf. Eliksir 100
Stdd SK 1
Perhitungan Bahan
Mebhidrolina napadisilat = 1 g
Gliserin = 5 g
Sir. simpleks = 10 g
Etanol = 15 g
Aquadest = 100 - (1 + 5 + 10 + 15) = 69 g
Pembuatan:
1. Tara botol
2. Sir. Simpleks ditimbang dalam botol
3. Etanol dan gliserin ditimbang dalam cawan penguap
4. Timbang Mebhidrolina napadisilat 1 g dan dilarutkan dalam ± 5 g air, gerus hingga larut
dan dimasukkan ke dalam botol
5. Masukkan etanol dan gliserin ke dalam botol
6. Cukupkan berat dengan menambah air ad 100 g
7. Beri etiket dan label
Page 31
30
Dr. Yuni
DUM No.55/DINKES/2000
Jl. Margonda 4 Depok
Depok, 5 Februari 2010
R/ Phenobarbital 0,4 g
Propilenglikol 10 ml
Etanol 20 ml
Sorbitol 70% 60 ml
Ol. Citri qs.
Corr. Coloris qs.
Aq.dest ad 100 ml
S t d d Cth 1
Pro : Rossi (12 thn)
Nama Obat DO TM Farmakologis Kelarutan
Phenobarbital G 300 mg/600 mg Sedativum Larut dalam etanol
PERHITUNGAN :
TM Phenobarbital :
1 kali : 12/20 x 300 mg = 180 mg
1 hari : 12/20 x 600 mg = 360 mg
Dosis pemakaian :
1 kali pakai : 5 ml/100 ml x 0,4 g = 0,02 g = 20 mg
% pemakaian 1 kali : 20 mg/180 mg x 100 % = 11,11%
1 hari pakai : 3 x 5 ml/100 ml x 0,4 g = 0,06 g = 60 mg
% pemakaian 1 hari : 60 mg/360 mg x 100% = 16,67%
Cara pembuatan :
1. Siapkan bahan dan alat, kemudian kalibrasi botol 100 ml
2. Timbang Phenobarbital 0,4 g, gerus Phenobarbital, larutkan dalam etanol 5 ml
(kelarutan phenobarbital 1:8 dalam etanol)
3. Siapkan pelarut yaitu propilenglikol 10 ml, etanol 15 ml, sorbitol 70 % 60ml, campur
ketiga bahan tersebut, aduk ad homogen
4. Tambahkan Ol. Citri pada larutan tersebut secukupnya dan tambahkan pewarna
secukupnya, aduk ad homogen lalu masukkan ke dalam botol.
5. Tambahkan aquadest ad 100 ml, beri etiket dan label.
Page 32
31
GARGARISMA
1. Definisi
Obat kumur adalah sediaan berupa larutan, umumnya dalam bentuk pekat yang harus
diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan, dimaksudkan untuk digunakan sebagai
pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan (5).
Obat kumur adalah larutan yang digunakan untuk mengobati infeksi tenggorokan.
Sediaanya dalam bentuk pekat sehingga sebelum digunakan harus diencerkan terlebih
dahulu. Obat kumur tidak boleh ditelan tetapi ditahan di tenggorokkan. Setelah beberapa
waktu (biasanya selama satu menit) obat kumur tersebut harus dikeluarkan. Contoh obat
kumur adalah obat kumur fenol BPC. Nama paten obat kumur adalah Listerine (6).
Jenis obat kumur lain selain gargarisma yaitu mouthwash (pencuci mulut). Pencuci
mulut serupa dengan obat kumur tetapi digunakan secara spesifik untuk mengatasi kondisi
mulut. Bahan aktif biasanya merupakan antiseptik dan agen bakterisid. Contoh pencuci
mulut adalah pencuci mulut NaCl BP. Nama paten untuk pencuci mulut adalah Corsodyl
(Clorhexidine) dan Betadine (Povidone-iodine) (6).
Penandaan pada etiket harus juga tertera penunjuk pengenceran sebelum digunakan
dan “Hanya untuk kumur, tidak untuk ditelan”.
2. Contoh Resep (9)
Dr. Yuni
DUM No.55/DINKES/2000
Jl. Margonda 4 Depok
Depok, 5 Februari 2010
R/ Zinci chloride 1
Aluminii et Kalii Sulfass 1
Acidum Salicylicum 0,300
Ol. Menthae Pip. Gtt (guttae) II
Aqua dest. Ad 300 ml
m.f. gargle.
Cara pembuatan :
1. Siapkan bahan dan alat, kemudian kalibrasi botol 300 ml
2. Timbang zink klorida 1 g, gerus zink klorida, larutkan dalam aquadest 20 ml
(kelarutan zink klorida sangat mudah larut dalam air).
3. Timbang aluminium kalium sulfat (tawas) 1 g, larutkan dalam aquadest 20 ml
4. Tambahkan Asam salisilat 0,3 g ke dalam campuran nomor 3, aduk sampai
homogen.
5. Setelah campuran bahan homogen tambahkan oleum menthae 2 tetes dan kemudian
diaduk lagi sampai homogen lalu masukkan ke dalam botol.
6. Tambahkan aquadest ad 300 ml, beri etiket dan label.
Perhatian :
Untuk zink klorida, larutannya dalam air akan membentuk zink oksida yang
berbentuk Kristal. Oleh karena itu, harus dilakukan penyaringan sebelum
dicampur dengan zat lain.
Tawas sangat mudah larut dalam air, sehingga dapat langsung ditambahkan air
Page 33
32
Asam salisilat memiliki kelarutan yang kecil dalam air. Oleh karena itu, perlu
ditambahkan dengan spiritus Fortier 2-3 tetes, gerus hingga homogeny. Setelah
itu, tambahkan air. Ada pula metode yang yang lain untuk meningkatkan
kelarutan asam salisilat dalam air, yaitu dengan melarutkannya dalam air panas.
Tabel 2. Contoh Obat Kumur yang berada dipasaran
Nama Dagang (pabrik) Komposisi Indikasi
Bactidol® (Pfizer) Heksetidina 0,1%,
alkohol 9%
Antiseptik lokal dalam
pengobatan radang mulut dan
tenggorokan disebabkan bakteri
dan jamur termasuk sariawan,
radang gusi, radang amandel,
radang tenggorokan.
Betadine® (Mundipharma) Povidon iodida 10
mg (1%) b/v
Faringitis, sariawan, stomatitis,
fingivitis, kondisi peradangan
pada mulut dan faring.
3. Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang biasa terkandung dalam obat kumur atau gargarisma adalah
pelarut, adstringent, keratolitik, dan perasa.
Pelarut
Contoh : aquadest, alkohol.
Adstringent
Contoh : Alumunium kalium sulfat (tawas) Sebagai digunakan alumunium
Fungsi : menyempitkan selaput lendir.
Keratolitik
Contoh : Asam salisilat
Fungsi : antifungi, antibakteri, dan meningkatkan penetrasi obat lain.
Agen perasa
Contoh : peppermint, spearmint, mentol, metil salisilat, dan cengkeh
Fungsi : Untuk menutupi rasa zat aktif yang tidak enak
4. Penandaan
Penandaan : pada etiket harus juga tertera petunjuk pengenceran sebelum digunakan dan
label “Hanya untuk dikumur, jangan ditelan”. Diklasifikasikan sebagai P2.
PERTANYAAN
1. Apakah alkohol dapat ditambahkan ke dalam sediaan gargarisma (Angelina) ?
JAWABAN
Alkohol dapat ditambahkan ke dalam gargarisma.
Fungsi alkohol dalam gargarisma adalah sebagai pelarut dan antiseptik
Contoh sediaan gargarisma yang mengandung alkohol : Bactidol® (Pfizer)
dengan komposisi Heksetidina 0,1% dan alkohol 9%
(Dedy Akhfa)
Page 34
33
DAFTAR ACUAN
1. Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat,
terjemahan Farida Ibrahim. Jakarta: UI press.
2. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
3. Anonim. 1978. Formularium Nasional Edisi II. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
4. Anonim. British Pharmacopoeia 2007 version 11.
5. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
6. Winfield, A.J., R. M. E. Richards. 2004. Pharmaceutical Practice, 3th Edition. New York:
Churchill Livingstone, hlm: 178-179, 182 & 189.
7. Anief M.1989. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. hal 95-131.
8. Rowe, Raymond C, Paul J Sheskey, Sian C Owen. 2004. Handbook of Excipient.
American Pharmaceutical Association.
9. Fauzia. Bentuk sediaan obat cair. 2009. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.