SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika Gadamer terhadap Novel Ikthtila>s Karya Ha>ni Naqshabandi) Tesis Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar magister dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab Oleh Muhammad Yusuf NIM; 132.00.1.06.01.0032 Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1438 H/2017
34
Embed
SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA Tesis dalam bidang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38720/1/MUHAMMAD... · SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA (Analisis Hermeneutika
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SASTRA DAN TRANSFORMASI BUDAYA
(Analisis Hermeneutika Gadamer terhadap Novel Ikthtila>s
Karya Ha>ni Naqshabandi)
Tesis
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar magister
dalam bidang Bahasa dan Sastra Arab
Oleh
Muhammad Yusuf
NIM; 132.00.1.06.01.0032
Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1438 H/2017
ii
iii
PENGANTAR
Alhamdulillah, segala pujia bagi Allah Tuhan sekalian
alam, dengan segala karunia dan nur-Nya, tesis ini dapat penulis
selesaikan. Shalawat dan Salam yang lahir dari kerinduan yang tak
terpadamkan, semoga senantiasa tercurah pada Nabi Muhammad
saw, para Sahabatnya dan juga pada Orang Tua penulis sendiri.
Untuk sekelas tesis, tesis ini mungkin termasuk salah satu
dari beberapa tesis yang penelitiannya agak lama, dua tahun.
Lama waktu yang digunakan untuk penelitian ini dipengaruhi dua
hal pokok, yakni metodologi penelitian dan teori analisis yang
digunakan. Hingga menjadi tesis seperti sekarang, penulis telah
melakukan empat kali pembuatan proposal yang selalu berganti,
mulai dari analisis Marxisme, analisis Semiotika, Sosiologi Sastra
dan analisis wacana.
Sebagai sarjana yang lahir dari perguruan tinggi (terutama
Perguruan Tinggi Islam) di luar Pulau Jawa, mengikuti
perkembangan UIN Jakarta tidaklah mudah. Ketika beberapa
Perguruan Tinggi mulai belajar membuka diri terhadap pendapat
(opini) baru dan perbedaan pendapat, misalnya, UIN Jakarta telah
berpikir soal perguruan tinggi kelas dunia. Begitu jauhnya, jarak
perkembangan perguruan tinggi UIN Jakarta dengan perguruan
tinggi lainnya. Demikian pula halnya dengan gagasan, cara
berpikir dan perkembangan ilmu kontemporer.
Kondisi itulah yang membuat penulis canggung dan
rendah diri. Ketika mahasiswa S1 UIN Jakarta di mana-mana (di
sekitar kampus) telah sibuk mendiskusikan pikiran dan gagasan
Schleiemarcher, Jean Baudrilard, Michael Foucault, Paul Sartre,
Charles Sanders Peirce, Levis Straus, Roland Barthes, dan masih
banyak lagi, istilah dan nama-nama itu justru terdengar aneh dan
asing bagi saya. Karena selama pendidikan sarjana, nama paling
‘aneh’ yang pernah saya dengar di jurusan sastra Arab hanyalah
Ferdinan Desausre dan istilah yang paling sering adalah soal rafa’, nasab dan huruf jar.
Kebingungan saya bertambah, ketika memasuki kelas
Bahasa dan Filsafat, semakin banyak hal aneh yang saya dengar,
seperti pembedaan ikon, indeks dengan simbol. Pada akhirnya
saya memutuskan untuk menghabiskan waktu di perpustakaan dan
mengenal nama dan istilah aneh itu. Juga mengikuti setiap
perkuliahan tanpa dibatasi kewajiban mengambil mata kuliah
iv
wajib dan pilihan. Hingga semester lima, saya baru sadar ternyata
ada dua belas mata kuliah yang sudah tidak bisa masuk KHS.
Saya sendiri tidak pernah menyesal telah menghabiskan
waktu dua setengah tahun dalam kelas dan pustaka. Pertimbangan
saya adalah saya lebih baik telat menyelesaikan studi dari pada
tidak membawa apa-apa setelah wisuda. Kesempatan membaca
dan kuliah hanya datang sekali. Karena saya tidak percaya pada
saran ‚yang penting selesai dulu, ilmu dicari setelah wisuda‛.
Beberapa teman saya punya pengalaman tentang ini. Ketika
sarjana dia dianjurkan cepat selesai dan mengejar target wisuda.
Saat menempuh pendidikan S2, dia juga mendapat saran yang
sama, yaitu ‚yang penting selesai dulu, ilmu dicari setelah wisuda.
Ketika tengah menjadi pengajar, ia mengeluhkan banyak hal dan
menyesali, meski sebagian besar dari mereka, menikmati
profesinya.
Kembali ke tesis. Setelah melalui proses panjang dan
mengenal satu persatu pemikir modern, pilihan jatuh pada teori
hermeneutik, tepatnya hermeneutika Gadamer. Sehingga
pemikiran hermeneutiknya dijadikan sebagai pisau analisis teks
sastra novel yang saya teliti. Gadamer banyak dipengaruhi oleh
gurunya Hiedegger dalam perkembangan intelektualnya hingga ia
menjadi seorang filsuf besar abad 21, melalui karya besarnya
Wahrheit und Methode atau Ttruth and Methode. Pemilihan
hermeneutika sebagai teori analisis, karena hermeneutika secara
khusus bicara tentang interpretasi teks, termasuk teks sastra.
Richard E Palmer merangkum enam defenisi
hermeneutika, yakni pertama, hermeneutika sebagai sebagai teori
Eksegesis (tafsir) Bibel, kedua, hermeneutika sebagai metodologi
filologis, ketiga, hermeneutika sebagai ilmu pemahaman
linguistik, keempat, hermeneutika sebagai dasar metodologi ilmu
sosial-humaniora, kelima, hermeneutika sebagai fenomenologi
Dasein dan pemahaman eksistensial, keenam, hermeneutika
sebagai sistem interpretasi; menemukan makna vs ikonoklasme.
Gadamer sendiri berpendapat bahwa hermeneutika
sebagai kesepahaman dan pertemuan ada (being) melalui bahasa.
Hermeneutika di tangan Gadamer berkembang menjadi kerja
ontologis. Ia juga berpendapat bahwa pemahaman merupakan
fenomena primer. Ketika membaca sebuah teks, pengarang dan
pembaca bergerak di dalam wilayah kesepahaman yang berbeda,
yang ia sebut sebagai horizon. Karena horizon interpretasi
pembaca dipengaruhi oleh prasangka yang terbangun melalui
v
tradisi tempat ia berada. Tradisi itu sendiri merupakan horizon
yang luas, dan di dalam horizon tradisi itu horizon pembaca
berada. Jadi memahami bukanlah representasi masa lalu di masa
sekarang, melainkan upaya peleburan horizon masing-masing, baik
horizon teks, horizon pengarang maupun horizon pembaca. Untuk
memahami makna teks, pembaca atau penafsir tidak bergerak
meninggalkan horizonnya dan masuk ke horizon pengarang, tetapi
horizon pembaca menjadi lebih luas, karena horizon bersifat
terbuka dan dinamis. Sehingga ketika memahami sebuah teks,
pembaca belajar melihat lebih dekat, dalam keseluruhan yang
lebih luas.
Sedangkan ketika terdapat perbedaan horizon pembaca
dengan teks yang dilakukan adalah mengeksplisitkan kegetangan
horizon itu. Dengan demikian, kerja interpretasi dalam pandangan
Gadamer, adalah memproyeksikan sebuah horizon yang historis
yang berbeda dengan masa kini. Dengan kata lain, kerja seorang
penafsir atau pembaca adalah menyesuaikan makna sebuah teks
untuk masa kini tanpa meninggalkan horizon masing-masing
(pengarang, teks dan pembaca) itu sendiri.
Ketika cara kerja hermeneutika Gadamer ini diterapkan
pada novel Ikhtila>s karya Ha>ni Naqshabandi, kita menjadi tahu
bahwa gerakan revolusi kebudayaan tengah terjadi di Arab Saudi.
Gerakan ini antara lain ditandai dengan munculnya kesadaran
akan kebebasan masyarakat terhadap pemahaman keagamaan dan
tradisi. Praktek keagamaan dituntut sebagai sesuatu yang sesuai
dengan keadilan dan rasionalitas. Hal ini dimulai dengan
kesadaran perlunya redefenisi terhadap manusia itu sendiri,
khususnya perempuan.
Menurut Ha>ni Naqshabandi, dalam masyarakat Arab
Saudi, perempuan dipahami dan didefenisikan sebagai makhluk
yang kurang nalar, tidak rasional dan kurang agamanya. Defenisi
ini ditopang oleh pendapat keagamaan, yang berujung pada
perbedaan perlakuan bahkan diskriminatif terhadap perempuan
dalam kehidupan sosial, agama, pendidikan maupun politik secara
mutlak. Pada akhirnya kehidupan perempuan menjadi objek
kehidupan sosial laki-laki dengan segala perangkatnya. Hal ini
mengingat bahwa agama sendiri merupakan sumber hukum utama
negara yang wajib dijalankan oleh pemerintah dan masyarakat.
Untuk memperkuat defenisi tentang perempuan ini,
masyarakat bersama-sama dengan negara membentuk simbol-
simbol khusus. Simbol itu antara lain cadar sebagai simbol
vi
kesalehan, keperawanan sebagai simbol kehormatan dan
perempuan sendiri sebagai simbol kelemahan. Meski sebagian
simbol-simbol itu diamini oleh dan dapat ditemukan dalam
agama, tetapi tujuan mempertahankan simbol itu sangatlah politis
dan sudah diluar batas kewajaran baik dilihat dari segi
kemanusiaan pun dari sisi agama. Batas ini membawa masyarakat
pada kesimpulan bahwa perempuan tidak berhak untuk
memutuskan sendiri apa yang benar menurut mereka. Nalar dan
akal sehat perempuan menjadi dipertanyakan ketika ia berbicara
tentang agama, tradisi dan politik. Pembahasan ini akan nampak
jelas pada bagian bab empat sebagai bab analisis.
Sampai pada kesimpulan ini teoretis ini, bukanlah
pekerjaan mudah. Oleh sebab itu, saya ingin sampaikan
terimakasih tak terhingga pada Orang Tua tercinta, Nasrul Malin
Sutan (Bapak) dan Khadijah (Emak) yang dengan bimbingan,
dorongan dan doanya, penulis menjalani hidup dan mengarungi
dunia yang intelektual. Terimakasih juga penulis sampai pada Uda
Undrakia yang berkorban dan memberi dorongan banyak hal,
untuk selalu sekolah. Terimakasih Uda Etrizal dan Uni Desi Citra
Dewi, yang menyeberangkan dan banyak membantu penulis ke
perantauan untuk melanjutkan pendidikan. Demikian pula, penulis
sampaikan terimakasih pada Uni Irma Suryani, Khairul (adik) dan
Nelfi Yulianti (adik), yang mengerti dengan segala konsekuensi
dan pilihan penulis.
Ucapan terimakasih pantas juga penulis sampaikan kepada
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA. selaku
Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta beserta pada Deputi
Direktur, Prof. Dr. Didin Saepuddin, MA. Dr. JM. Muslimin yang
telah memberikan wawasan kepada penulis di Sekolah
Pascasarjana UIN Jakarta. Juga kepada Ibu Dr. Yeni Ratna
Yuningsih, selaku pembimbing, Prof. Bambang Pranowo yang
memberi banyak saran penting untuk penulisan. Tak kalah
pentingnya adalah terimakasih untuk Prof. Andi Faisal Bakti.
Karena di kelas Islam, Media and Politics, karena pertemuan
dengan beliaulah penulis dapat memulai penulisan tesis ini dengan
agak percaya diri.
Tesis ini penulis dedikasikan untuk dua kemenakan
tercinta, Arfa dan Abid, dan untuk empat anak yang selalu
dirindukan Rizki, Afiq, Nazil, dan khususnya sebagai kado
vii
istimewa si kecil yang belum bernama. Semoga semuanya sehat,
tumbuh cerdas dan kelak berpendidikan lebih dari penulis.
Ucapan terimakasih penulis, pantas juga disampaikan
pada Keluarga Besar Awak Samo Awak (ASA) Ciputat; Firdaus
Efendi (alm), Bapak Ir.H. Taufik Bey, Dr. Asril Dt. Paduko Sindo,
Dr. Mafri Amir, Buya H. Mazmur, Zulfison, Mursal Tanjung, Budi
Johan, Mamak Edwil, Mak Saud Fauzan AMC, dan nama-nama
yang tidak bisa disebutkan satu persatu, Keluarga Besar Ikatan
Pascasarjana Minang (Ikapasmi) Jakarta, Buya Arrazy Hasyim,
Pengantar .................................................................................... iii
Abstrak ........................................................................................ ix
Transliterasi .................................................................................. xi
Pernyataan Perbaikan ................................................................... xiii
Persetujuan Pembimbing ............................................................... xvi
Daftar Isi ..................................................................................... xx
BAB I ............................................................................................ 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1 B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalalah ................ 13 C. Tujuan Penelitian .................................................................... 14 D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ......................................... 14 E. Metodologi Penelitian ............................................................. 15 F. Sistematika Penulisan ............................................................. 18
BAB II SASTRA DAN KEBUDAYAAN ....................................... 20
A. Karya Sastra; Imajinasi dan Realitas Budaya........................... 20 B. Hermeneutika sebagai Pisau Analisis Sastra ............................ 33
BAB III DINAMIKA SASTRA HANI NAQSHABANDI DALAM
KONTEKS BUDAYA ARAB ........................................................ 47 A. Ha>ni Naqshabandi dan Sastra Arab Kontemporer .................... 48 B. Dinamika Agama dan Budaya Arab Saudi ............................... 59 C. Realitas Sosial dan Politik Arab Saudi .................................... 63
1. Pola hubungan politik dan agama di Arab Saudi .................. 63 2. Pemahaman Islam Masyarakat Arab Saudi .......................... 69
BAB IV TRANSFORMASI BUDAYA ARAB SAUDI ..................... 73 A. Sinopsis Novel ...................................................................... 73 B. Fenomena Budaya Arab Saudi................................................. 75 C. Desimbolisasi Islam di Arab Saudi .......................................... 93
1. Perempuan sebagai Manusia Rasional ............................... 94 2. Cadar sebagai Media Kuasa ........................................... 107 3. Politisasi Keperawanan ................................................... 114
D. Negara dan Horizon Islam Arab Saudi ................................... 126
BAB V ...................................................................................... 139 PENUTUP ................................................................................. 139
A. Kesimpulan ........................................................................... 139 B. Kritik dan Saran .................................................................... 141
0
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan masyarakat Arab menjadi perhatian dunia selama dua
dekade terakhir. Dunia melihat bahwa kehidupan masyarakat Arab jauh
tertinggal peradabannya dari segi kebudayaan dan keagamaan. Mereka
menilai bahwa kekerasan yang atas nama agama sudah tidak lagi relevan
untuk saat ini. Sementara dunia menilai bahwa masyarakat Arab masih
mempertahankan cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan masalsah,
baik atas nama agama maupun budaya. Juga tidak sedikit cara ini
berpengaruh pada individu secara langsung, sehingga banyak orang-
orang Arab menjadi pelaku kekerasan, baik di negaranya sendiri maupun
di negara lain1 Dari aspek politik, negara Arab dipandang sebagai negara
yagn tidak berpihak pada masyarakat dan cenderung melanggar hak asasi
manusia.2 Sehingga terlihat jelas bahwa masyarakat Arab hidup dalam
ketimpangan dalam berbagai hal seperti jender, ekonomi, pendidikan dll.
Masalah yang lebih banyak mendapat perhatian utama dunia
adalah segala aspek yang berkaitan dengan hak asasi, berpikir-
berpendapat dan perempuan. Beragam penelitian dan spekulasi pun
bermunculan tentang kajian hak asasi dan perempuan di dunia Arab. Ada
yang berkesimpulan bahwa masyarakat Arab hidup dalam banyak
ketimpangan ketimpangan, mulai dari jender, pendidikan, politik dan
ekonomi. Penyebab ketimpangan dalam kehidupan masyarakat Arab
adalah karena penerapan hukum Islam.3 Ada pula yang berpendapat
budaya patriarki sebagai penyebab ketimpangan, khususnya jender. Lain
lagi, dengan Nawal Sa’adawi, ia berpandangan bahwa kehidupan sosial
masyarakat Arab dikendalikan oleh kekuasaan dan kolonialisme yang
dipertahankan oleh budaya patriarki. Ia menilai bahwa kolonialisme
mempunyai peran penting dalam membangun struktur budaya di negara
1 Nikolaos Van Dam, Islam dalam Pandangan Barat, (Republika, 29/10/
sastra adalah instrumen untuk mengawasi bahkan memperbaiki praktek
keagamaan dan non keagamaan (tradisi budaya, sosial dan politik) masyarakat.
Persoalan agama yang dirusak oleh muamalah manusia akan berpengaruh pada
kerusakan agama. Apabila kehidupan masyarakat tidak baik dalam hal
mu’amalah, itu menunjukkan buruknya pengamalan agama mereka. perbedaan
kehidupan manusia (dunia) dan agama (akhirat) hanya sebatas sifat dan
hukumnya saja. Itulah pentingnya negara dan politik, yaitu untuk mengatur
segala yang berkaitan dengan dunia.
4
yang mengatakan bahwa sastra akan menggantikan agama.8 Sebab
agama tidak dapat dijadikan sebagai sumber solusi dari permasalahan
hidup manusia dan sumber perdamaian. Itulah Seno Gumira Ajidarma
mengatakan bahwa sastra harus senantiasa bicara kebenaran dan
keadilan. Karena kebenaran yang ada dalam sastra adalah kebenaran
yang bebas dari kepentingan kekuasaan.9 Karya sastra hidup dengan
tujuannya sendiri. Ia menulis novel yang memuat kondisi budaya dan
tradisi keagamaan masyarakat Arab Saudi, serta dalam kaitannya dengan
pendidikan dan politik secara langsung. Sehigga keberadaan karyanya
ditanggapi sebagai antara cerminan dan penyebaran ide.
Dalam menanggapi karya Ha>ni Naqshabandi, masyarakat
pembaca terbelah menjadi dua kelompok, pertama, mereka menilai
bahwa Ha>ni Naqshabandi tengah melakukan upaya pembaharuan
terhadap pemahaman budaya dan keagamaan sekaligus. Kedua, mereka
yang menganggap bahwa apa yang ditulis oleh Ha>ni Naqshabandi tidak
benar-benar menunjukkan kehidupan masyarakat Arab Saudi. Sehingga
mereka menyebut Ha>ni Naqshabandi melakukan tuduhan terhadap
masyarakat Arab Saudi. Tuduhan bahwa Ha>ni Naqshabandi telah
melakukan pembohongan tentang kondisi budaya dan keagamaan
masyarakat Arab Saudi cukup beralasan. Karena Ha>ni Naqshabandi
menggunakan istilah Arab Saudi sebagai latar ceritanya. Sehingga
menjadi wajar apabila yang ditulis oleh Ha>ni Naqshabandi seolah-olah
menunjukkan kondisi masyarakat Arab Saudi itu sendiri. Sementara
yang ditulis oleh Ha>ni Naqshabandi merupakan sebuah karya sastra,
yang merepresentasikan dirinya (karya) sendiri. Sebagaimana sifatnya,
karya sastra tidak merujuk pada realitas dan tidak juga pada
pengarangnya. Sehingga apa yang terdapat dalam sastra bukanlah fakta
yang ada dalam masyarakat, ia semata-mata ide dan gagasan yang
menjelaskan keberadaannya. Realitas kehidupan yang dialami atau
dilihat oleh pengarang tidak lebih sebagai sumber inspirasi dan wacana
yang akan dimunculkan dalam karya sastra. Antara realitas dengan
sastra tidak memiliki hubungan apa-apa selain hubungan apa yang
8 Akram Amiri Senejani, Sartre’s Existentialist View Point in No Exit,
International Journal on Studies in English Language and Literature (IJSELL), Vol. 1, issue 3, (September, 2013), 15-16, http://www.arcjournals.org/pdfs/ijsell/v1-i3/v1-i3-ijsell_2.pdf (akses 18 Februari
2015) 9 Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme dibungkam, Sastra harus
terutama sastra Arab Saudi, dalam kaitannya dengan perubahan sosial
sangat jarang ditemukan. Sehingga hasil penelitian itu tidak dapat
digunakan oleh dan untuk masyarakat di luar Arab dengan kondisi sosial
yang sama. Hal lain yang menjadi perhatian peneliti adalah kehadiran
Ha>ni Naqshabandi sebagai pendatang baru di dunia sastra. Namun
kehadirannya begitu mengejutkan banyak orang termasuk S}alh} Fad}l.
Sebagai pendatang baru, ia sudah dianggap oleh S}alh Fad}l telah
melakukan hal yang lebih berani dari tokoh perubahan sosial. Beberapa
kenyataan di atas menunjukkan pentingnya novel Ha>ni Naqshabandi ini
untuk diteliti yang akan dijelaskan pada bagian identifikasi dan
pembatasan masalah.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkap di atas, maka
dapat diidentifikasi beberapa permasalahan antara lain sebagai berikut;
(1) Bagaimana budaya dan tradisi keagamaan di Arab Saudi? Bagaimana
sastra memandang kehidupan keagama dan politik di Arab Saudi, (2)
Bagaimana pemahaman agama yang ekstrim dalam masyarakat Arab
perspektif Ha>ni Naqshabani? (3) Bagaimana dampaknya terhadap
kebebasan berekspresi dan sosial perempuan? (4) Begaimana kehidupan
sosial agama masyarakat Arab Saudi perspektif Ha>ni Naqshabandi? (5)
Bagaimana Ha>ni Naqshabani melihat realitas perempuan Arab dalam
novel al-Ikhtilas? (6) Apa yang memengaruhi perubahan sosial budaya
Arab Saudi? (7) Wacana apa yang dimunculkan oleh Ha>ni Naqshabandi
dalam novel al-Ikhtilas? (8) Bagaimana Ha>ni Naqshabani memandang
kebebasan berfikir dan berekspresi di Arab Saudi? (9) Bagaimana
hubungan negara dan agama serta dampaknya terhadap perkembangan
Islam dan keadilan masyarakat?
Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini akan dibatasi pada analisis kajian masalah budaya dan
tradisi keagamaan masyarakat Arab Saudi dengan novel Ikhtila>s yang
ditulis oleh Ha>ni Naqshabandi sebagai objek penelitian. Permasalahan
pokok yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah Bagaimana budaya dan tradisi keagamaan masyarakat Arab Saudi dalam pandangan Ha>ni Naqshabandi? Analisis ini menjadi penting dilakukan mengingat Ha>ni
Naqshabandi sebagai penulis asal Arab Saudi menulis novel Ikhtila>s saat
ia telah lama hidup di London. Meskipun fokus pembahasan ini adalah
budaya dan tradisi keagamaan, namun pengungkapan gagasan besar Ha>ni
Naqshabandi yang terdapat dalam novel merupakan konsekuensi logis
dari penelitian ini. Demikian pula dengan cara Ha>ni Naqshabandi
memahami realitas budaya dan tradisi masyarakatnya sendiri sebagai
orang ‘luar’ Arab Saudi.
14
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis novel Ikhtila>s karya Ha>ni
Naqshabandi. Secara spesifik penelitian ini bertujuan sebagai berikut;
mengelaborasi budaya dan tradisi keagamaan masyarakat Arab Saudi
yang terdapat dalam novel Ikhtila>s.
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penilitan ini antara lain adalah;
Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Pia Masiero yang berjudul
Roth's The Counterlife and the Negotiation of Reality and Fiction, (2014). Pia Masiero dalam penelitian membahas novel dari aspek
pembaca. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sastra sebenarnya
merupakan perjalanan pikiran seorang pengarang tentang realitas.
Kedua, Geir Farner, Literary Fiction The Way We Read Narative Literature, (2014) yang berpendapat bahwa pemisah antara fiksi dan non
fiksi ada pada kesetiaan pengarang terhadap nilai kebenaran. Sementtara
teks sastra bukan fakta yang harus dibuktikan kebenarannya tetapi hanya
penghubung antara fiksi dan fakta. Ketiga, Zul Helmi, Sastra dan tranformasi Sosial; Kajian Realisme Sosialis novel Zaynab Karya Haykal, (2015). Ia menyimpulkan bahwa semakin realis suatu sastra
semakin tinggi tingkat kritiknya terhadap persoalan sosial.
Kelima, Mudjia Rahardjo, Kuasa Bahasa dalam Wacana Politik; Analisis Hermeneutika Pidato Gusdur, (2005). Mudjia Rahardjo
menyimpulkan bahwa wacana yang dikemukakan oleh produsen wacana
tidak dapat dipahami secara tunggal. Wacana apa saja akan ditafsirkan
oleh masyarakat yang mempunyai kepentingan berbeda dalam berbagai
hal. Meskipun demikian, bahasa dapat digunakan sebagai piranti
pelanggengan kekuasaan selama tidak terjadi perbedaan kepentingan
antara pemilik wacana dengan masyarakat atau khalayak yang
menafsirkannya. Keenam, Ita Rodiah, Perempuan dan Narasi dalam kesusasteraan Indonesia Kontemporer, (2014). Ita rodiah menyimpulkan
bahwa semakin opresif dan persuasif sistem nilai yang ada dalam
masyarakat maka akan semakin terlihat pengaruhnya terhadap genre
sastra dalam dunia imajinatif pengarang. Hal ini menunjukkan bahwa
realitas sosial mempengaruhi cara berfikir pengarang. Realitas sistem
nilai sosial yang opresif akan ditanggapi oleh penulis perempuan dengan
bentuk frontal-konfliktual dan begitu sebaliknya. Ketujuh, Steven Floyd
Surrency, Gadamer Analysis of Roman Chatolic Hermenutics; A Diacronic Analysis of Intrepretation of Roman 1; 17: 2;17. Ia
berpendapat bahwa untuk memahami suatu teks, tidak harus melakukan
pengulangan terhadap teks itu sendiri. Tetapi dengan cara melakukan
15
dialog antara prasangka yang ada di lingkungan penafsir dengan teks.
Sehingga yang terjadi adalah reproduksi terhadap makna.
E. Metodologi Penelitian
Studi ini menggunakan metodologi penelitian kepustakaan. Data
primer dari penelitian ini adalah novel Ikhtila>s sebagai objek kajian. Hal
yang dikaji dari novel Ha>ni Naqshabandi adalah melihat dan menelusuri
sisi gagasan dan ide sebuah teks yang terkait dengan budaya dan tradis
keagamaan Arab Saudi yang terdapat dalam teks fiksi dan mengurainya
kembali secara deskriptif untuk kebutuhan penelitian. Setelah itu
menjelaskan dan mengurai makna teks tersebut terutama terkait dengan
sub tema yang terdapat dalam novel. Adapun data sekunder penelitian
ini adalah jurnal dan hasil penelitian yang terkait dengan tema
penelitian.
Penelitian ini menitikberatkan pada teks secara utuh dalam
rangka menelisik makna baru sebuah teks. Makna akan diurai melalui
setelah tema-tema budaya dianalisis secara mendalam sehingga teks
dapat dimaknai secara luas dengan pendekatan hermeneutika Gadamer.
Setelah itu, tema diuraikan secara deskriptif dan dijelaskan dengan
memberikan makna baru terhadap teks itu sendiri sebagai bentuk
reproduksi makna. Sebelum makna baru atau hasil pembacaan diungkap,
peneliti memberikan prapemahaman terhadap teks yang meliputi
masing-masing horizon pengarang, horizon teks dan penafsir. Setelah itu
dilakukan produksi asosiasi atau jaringan makna tingkat kedua -sebagai
konsekuensi pembacaan hermeneutika -agar ditemukan batin
keseluruhan teks yang menjadi ide besar Ha>ni Naqshabandi dalam
kaitannya dengan sastra dan pemahamannya terhadap budaya dan tradisi
keagamaan masyarakat Arab Saudi. Sehingga inti pesan sastra tidak
hanya berlaku untuk masyarakat Arab tapi juga berlaku pada setiap
pembaca dan sosial masyarakat berdasarkan konteksnya masing-masing.
Sistem pengolahan data ini dilakukan melalui pembacaan
menyeluruh terhadap teks, sehingga ide pokok dapat ditemukan. Ide
pokok sebuah teks yang dipilih dalam penelitian ini khusus yang terkait
dengan budaya dan tradisi keagamaan. Tema budaya dan tradisi
keagamaan yang dimaksud diungkap oleh teks dalam bentuk simbol-
simbol budaya, antara lain Pertama, tentang cadar yang menjadi
perhatian utama Ha>ni Naqshabandi. Tema tentang cadar bagi perempuan
ini menjadi pembuka cerita dalam novel Ikhtilas tersebut sehingga perlu
dijadikan sebagai tema khusus dalam penelitian ini. Cadar bagi
masyarakat Arab merupakan hal yang sangat penting bahkan sudah
menjadi tiang agama dan tradisi. Jika cara pandang terhadap cadar ini
16
dapat diubah maka persoalan lain yang berkaitan dengan tradisi dan
agama akan ikut terpengaruh.
Kedua, tentang keluarga. Setelah cadar, hal yang menjadi prinsip
dalam masyarakat Arab adalah keluarga. Dalam keluarga, laki-laki
adalah penguasa tunggal yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan
dengan kehidupan. Kebenaran titah laki-laki merupakan hal yang wajib
diikuti oleh perempuan Arab setelah al-Qur’an dan Hadis. Ketiga, tentang kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat bagi
masyarakat Arab adalah hal sulit untuk diterima. Apalagi jika terkait
dengan hal yang bersifat keagamaan, tradisi dan politik. Sehingga tema
ini menjadi penting untuk dikaji. Keempat, tentang hal politik dan
agama dalam masyarakat Arab. Di Arab Saudi antara politik dan agama
adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pada tema ini maka
yang menjadi perhatian Ha>ni Naqshabandi adalah persoalan peraturan
tentang keberadaan polisi syariah yang mengawasi pakaian perempuan,
umat islam yang berkeliaran ketika masuk waktu shalat dan perempuan
yang keluar rumah tanpa mahram. Kelima, adalah tentang pendidikan
dan Guru atau ulama yang berada dalam pengawasan pemerintah.
Pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan tema tersebut adalah
pendekatan hermeneutika yaitu dengan menggunakan pendekatan
instrinsik41
sekaligus ekstrinsik42
sastra. Maksudnya adalah dengan
mengungkap pesan sastra melalui interpretasi teks itu sendiri dan
realitas serta respon pembaca sesuai dengan kebutuhan penelitian.43
Data
yang diperoleh dari novel akan dibagi berdasarkan sub tema dan
dianalisis dengan pembacaan hermeneutika Gadamer.
41 Pendekatan instriksik adalah pendekatan dengan memahami unsur
pembangun karya sastra mulai dari penokohan, alur, latar, kode dan struktur.
Pendekatan ini juga dianggap sebagai pendekatan yang objektif dalam menilai
dan mengapresiasi karya sastra sebab terlepas dari hal-hal di luar sastra dan
interpretasi. Cara ini dilakukan dengan melarutkan diri dalam karya sehingga
mampu merasakan apa yang disampaikan oleh pangarang. Lihat Yudiono K. S,
Pengkajian Kritik Sastra Indonesia, (Semarang; Grasindo, 2009),109 42 Pendekatan ekstrinsik adalah pendekatan dengan memahami karya
sastra dengan melibatkan unsur yang berada di luar sastra namun mempengaruhi
struktur karya. Unsur ini seperti yang disebutkan Welek dan Waren adalah
biografi pengarang, wawasan, lingkungan, ekonomi, sosial budaya dan
pandangan hidup pengarang. Selain itu unsur di luar karya yang tak kalah
pentingnya adalah tanggapan pembaca atau masyarakat terhadap karya sastra
itu sendiri. Tanggapan ini dapat dilihat dari komentator, kritikus dan juga
percetakan yang terjadi secara berulangkali. Lebih lanjut baca Andri