Top Banner
Sasaran belajar LI 1. Memahami dan Menjelaskan Demam LO 1.1. Suhu Tubuh Normal Temperatur tubuh bervariasi setiap saat pada suatu rentang normal yang dikontrol oleh pusat termoregulasi yang berlokasi di hipotalamus. Tubuh secara normal mampu mempertahankan temperatur karena pusat termoregulasi hipotalamus menyeimbangkan produksi panas berlebih yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme di otot dan hepar dengan kehilangan panas dari kulit dan paru. Individu normal, rata-rata temperatur oral adalah berkisar dari 96ºf (35,5ºc) pada pagi hari hingga 99,9ºf (37,2ºc) pada malam hari, dengan rerata keseluruhan 98,2ºf (36,7ºc). Suhu subnormal apabila < 35,5ºc dan demam apabila suhu tubuh > 37,2ºc. Terdapat beberapa tempat yang mudah diakses untuk memantau suhu tubuh. Suhu mulut dan ketiak (aksila) setara, sedangkan suhu rektal rata-rata lebih tinggi 1ºf (0,56ºc). Selain itu ada juga alat pemantau suhu yang memindai panas yang dikeluarkan oleh gendang telinga dan mengubah suhu ini menjadi ekivalen oral. (Sherwood, L. 2011) LO 1.2. Definisi Demam Demam adalah peningkatan suhu tubuh di atas normal; hal ini dapat disebabkan oleh stress fisiologik, seperti pada ovulasi, sekresi hormone tiroid berlebihan, atau olahraga berat; oleh lesi sistem saraf pusat atau infeksi mikroorganisme atau oleh sejumlah proses non-infeksi, misalnya radang atau pelepasan bahan tertentu, seperti pada leukemia. Disebut juga pireksia. (Dorland, 2012) Demam adalah peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau peradangan. (Sherwood, L. 2011) Demam terjadi apabila suhu tubuh di atas batas normal, dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh
32

sasbel demam tifoid

Dec 13, 2015

Download

Documents

ipt
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: sasbel demam tifoid

Sasaran belajar

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Demam

LO 1.1. Suhu Tubuh Normal

Temperatur tubuh bervariasi setiap saat pada suatu rentang normal yang dikontrol oleh pusat termoregulasi yang berlokasi di hipotalamus. Tubuh secara normal mampu mempertahankan temperatur karena pusat termoregulasi hipotalamus menyeimbangkan produksi panas berlebih yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme di otot dan hepar dengan kehilangan panas dari kulit dan paru.

Individu normal, rata-rata temperatur oral adalah berkisar dari 96ºf (35,5ºc) pada pagi hari hingga 99,9ºf (37,2ºc) pada malam hari, dengan rerata keseluruhan 98,2ºf (36,7ºc). Suhu subnormal apabila < 35,5ºc dan demam apabila suhu tubuh > 37,2ºc.

Terdapat beberapa tempat yang mudah diakses untuk memantau suhu tubuh. Suhu mulut dan ketiak (aksila) setara, sedangkan suhu rektal rata-rata lebih tinggi 1ºf (0,56ºc). Selain itu ada juga alat pemantau suhu yang memindai panas yang dikeluarkan oleh gendang telinga dan mengubah suhu ini menjadi ekivalen oral. (Sherwood, L. 2011)

LO 1.2. Definisi Demam

Demam adalah peningkatan suhu tubuh di atas normal; hal ini dapat disebabkan oleh stress fisiologik, seperti pada ovulasi, sekresi hormone tiroid berlebihan, atau olahraga berat; oleh lesi sistem saraf pusat atau infeksi mikroorganisme atau oleh sejumlah proses non-infeksi, misalnya radang atau pelepasan bahan tertentu, seperti pada leukemia. Disebut juga pireksia. (Dorland, 2012)

Demam adalah peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau peradangan. (Sherwood, L. 2011)

Demam terjadi apabila suhu tubuh di atas batas normal, dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat pengaturan suhu. (Guyton & Hall. 2011)

LO 1.3. Etiologi Demam

Demam dapat disebabkan oleh:

Adanya infeksi bakteri atau virus, seperti influenza Radang Toksemia karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat Gangguan pusat regulasi suhu sentral, seperti heat stroke, pendarahan otak,

koma, atau gangguan sentral lainnya.(Sudoyo, Aru W., dkk. 2014)

Page 2: sasbel demam tifoid

LO 1.4. Klasifikasi Demam

Demam septik Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi

sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat dia atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.

Demam remitenSuhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan

normal. Perbedaan kenaikan suhu tidak sebesar demam septik. Demam intermiten

Suhu badan turun ke tingkat normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana , dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam disebut kuartana. Contohnya malaria.

Demam kontinyuVariasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat

demam yang terus menerus tinggi disebut hiperpireksia. Demam siklik

Kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

(Sudoyo, Aru W., dkk. 2014)

LO 1.5. Manifestasi Klinis Demam

Tergantung dari apa yang menyebabkan demam, gejala yang sering menyertai demam antara lain:1. Berkeringat2. Menggigil3. Sakit kepala4. Nyeri otot5. Nafsu makan menurun6. Lemas7. Dehidrasi

Demam yang sangat tinggi, lebih dari 39 derajat celcius, dapat menyebabkan:1. Halusinasi2. Kejang

LO 1.6. Patogenesis Demam

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh akibat dari peradangan atau infeksi. Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh.

Page 3: sasbel demam tifoid

Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen.

Dengan masuknya mikroorganisme tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan memacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).

Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang di bawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/menggigil. Selain itu vasokontriksi perifer juga berlangsung sehingga mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Adanya proses menggigil (pergerakan otot rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan terjadilah demam.

(Sherwood, L. 2011)

Page 4: sasbel demam tifoid

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Salmonella enterica

LO 2.1. Definisi Salmonella enterica

LO 2.2. Morfologi Salmonella enterica

Berbentuk batang, tidak berspora, bersifat negatif pada pewarnaan Gram. Ukuran Salmonella bervariasi 1–3,5 µm x 0,5–0,8 µm. Besar koloni rata-rata 2–4 mm. optimal 37,5oC) dan pH pertumbuhan 6–8. Mudah tumbuh pada medium sederhana, misalnya garam empedu. Tidak dapat tumbuh dalam larutan KCN. Membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa. Menghasikan H2S. Antigen O: bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit

polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Antigan O resisten terhadap panas dan alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama adalah IgM.

Antigen Vi atau K: terletak di luar antigen O, merupakan polisakarida dan yang lainnya merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O, dan dapat berhubungan dengan virulensi. Dapat diidentifikasi dengan uji pembengkakan kapsul dengan antiserum spesifik.

Antigen H: terdapat di flagel dan didenaturasi atau dirusak oleh panas dan alkohol. Antigen dipertahankan dengan memberikan formalin pada beberapa bakteri yang motil. Antigen H beraglutinasi dengan anti-H dan IgG. Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagel (flagelin). Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi antigen O.

Page 5: sasbel demam tifoid

Organisme dapat kehilangan antigen H dan menjadi tidak motil. Kehilangan antigen O dapat menimbulkan perubahan bentuk koloni yang halus

menjadi kasar.

Antigen Vi atau Sebagian besar isolat motil dengan flagel peritrik. Tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15–41oC (suhu

pertumbuhan K dapat hilang sebagian atau seluruhnya dalam proses transduksi.

Page 6: sasbel demam tifoid

(Jawezt et al, 2004)

Struktur Antigen       Salmonella sp. mempunyai tiga macam antigen utama untuk diagnostik

atau mengidentifikasi yaitu : somatik antigen (O), antigen flagel (H) dan antigen Vi (kasul).

• Antigen O (Cell Wall Antigens) merupakan kompleks fosfolipid protein polisakarida yang tahan panas (termostabil), dan alkohol asam. Antibodi yang dibentuk  adalah IgM. Namun antigen O kurang imunogenik dan aglutinasi berlangsung lambat. Maka kurang bagus untuk pemeriksaan serologi karena terdapat 67 faktor antigen, tiap-tiap spesies memiliki beberapa faktor. Oleh karena itu titer antibodi O sesudah infeksi lebih rendah daripada antibodi H.

• Antigen H pada Salmonella sp. dibagi dalam 2 fase yaitu fase I : spesifik dan fase II : non spesifik. Antigen H adalah protein yang tidak tahan panas (termolabil), dapat dirusak dengan pemanasan di atas 60ºC dan alkohol asam. Antigen H sangat imunogenik dan antibodi yang dibentuk adalah IgG.

• Antigen Vi adalah polimer dari polisakarida yang bersifat asam. Terdapat dibagian paling luar dari badan kuman bersifai termolabil. Dapat dirusak dengan pemanasan 60ºC selama 1 jam. Kuman yang mempunyai antigen Vi bersifat virulens pada hewan dan mausia. Antigen Vi juga menentukan kepekaan terhadap bakteriofaga dan dalam laboratorium sangat berguna untuk diagnosis cepat kuman S. typhi. Adanya antigen Vi menunjukkan individu yang bersangkutan merupakan pembawa kuman (carrier).

Struktur Antigen

Enterobacteri memiliki struktur antigenik yang kompleks.Enterobakteri digolongkan berdasarkan lebih dari 150 antigen somatik O (liposakarida) yang tahan panas, lebih dari 100 antigen K (kapsular) yang tidak tahan panas dan lebih dari antigen H (flagela). Pada Salmonella thypi antigen kapsular disebut antigen vi. (Jawetz, 2008)

Antigen O bagian terluar dari lipopolisakarida dinding sel dan terdiri dari unit polisakarida yang berulang. Beberapa polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik.Antigen O resisten terhadap panas, alkohol dan biasanya terdeteksi oleh aglutinasi bakteri.Antibodi pada antigen O terutama adalah IgM.

Page 7: sasbel demam tifoid

Antigen K terletak diluar antigen O pada beberapa enterobakteri tetapi tidak semuanya. Beberapa antigen K merupakan polisakarida termasuk antigen K pada E.coli dan yang lain merupakan protein. Antigen K dapat mengganggu aglutinasi dengan antiserum O dan dapat berhubungan dengan virulensi (contoh; strain E.coli yang menghasilkan anti gen K1 sering ditemui pada meningitis neonatal dan antigen K pada E.coli menyebabkan peletakan bakteri pada sel epitel sebelum invasi ke saluran pencernaan / saluran kemih.)

Antigen H terdapat di flagela dan didenaturasi atau dirusak oleh panas atau alkohol. Antigen ini dipertahankan dengan memberikan formalin pada varian bakteri yang motil. Antigen H seperti ini beraglutinasi dengan antibodi anti-H terutama IgG.Penentu dalam antigen H adalah fungsi sekuens asam amino pada protein flagella (flagelin).Didalam satu seriotip, antigen flagel terdapat dalam satu / dua bentuk disebut fase 1 dan fase 2. Organisme ini cenderung berganti dari satu fase ke fase lainyang disebut variasi fase. Antigen H pada permukaan bakteri dapat mengganggu aglutinasi dengan antibodi O.

(Jawetz, Melnick, dan Adelbeg’s. 2004.)

LO 2.3. Siklus Hidup Salmonella enterica

LO 2.4. Cara Transmisi Salmonella enterica

Infeksi terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Sal. typhimurium dari organisme pembawa (hosts). Setelah masuk dalam saluran pencernaan maka Sal. typhimurium menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan. ‘Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain seperti hati, paru-paru, limpa, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembusnya sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, dan ke membran yang menyelubungi otak. Subtansi racun diproduksi oleh bakteri ini dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi Sal. typhimurium, pada fesesnya terdapat kumpulan Sal. typhimurium yang bisa bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Bakteri ini tahan terhadap range yang lebar dari temperature sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air. Dosis infektif rata-rata untuk menimbulkan infeksi klinis atau subklinis pada manusia adalah 105-108 bakteri. Beberapa faktor pejamu yang menimbulkan resistansi terhadap infeksi salmonella adalah keasaman lambung, flora mikroba normal usus, dan kekebalan usus setempat.

Manusia terinfeksi Salmonella typhi secara fecal-oral. Tidak selalu Salmonella typhi yang masuk ke saluran cerna akan menyebabkan infeksi karena untuk menimbulkan infeksi, Salmonella typhi harus dapat mencapai usus halus. Salah satu faktor penting yang menghalangi Salmonella typhi mencapai usus halus adalah keasaman lambung. Bila keasaman lambung berkurang atau makanan terlalu cepat melewati lambung, maka hal ini akan memudahkan infeksi Salmonella typhi. (Salyers & Whitt, 2002).

Page 8: sasbel demam tifoid

KLASIFIKASI

Salmonella enterica:Kingdom : Eubacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gamma Proteobacteria Ordo : EnterobacterialesFamili : EnterobacteriaceaeGenus : SalmonellaSpesies : Salmonella entericaSubspesies : Salmonella enterica enterica

Salmonella enterica salamae Salmonella enterica arizonae Salmonella enterica diarizonae Salmonella enterica houtenae Salmonella enterica indica

LI 3. Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid

LO 3.1. Definisi Demam Typhoid

Demam typhoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Demam tifoid adalah penyakit demam sistemik akut generalisata yang disebabkan oleh Salmonella typhi, biasanya menyebar melalui ingesti makanan dan air yang terkontaminasi, ditandai dengan bakteremia berkepanjangan serta invasi oleh patogen dan multifikasinya dalam sel-sel fagosit mononuklear pada hati, limpa, kelenjar getah bening, dan plak Peyeri di ileum. (Sudoyo, Aru W., dkk. 2009).

Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan oleh Salmonella typhi enteritica serovar/ Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, di topang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe, usus, dan peyer’s patch. (Sumarmo, S., dkk. 2008)

LO 3.2. Etiologi Demam Typhoid

Demam typhoid disebabkan oleh Salmonella typhi  yang merupakan basil Gram-negatif, mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, dan fakulatif anaerob. Organisme Salmonella typhi tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4ºC (130ºF) selama 1 jam atau 60ºC (140ºF) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan bahan tinja. (Karnasih et al, 1994)

Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu:

Page 9: sasbel demam tifoid

1.      Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein, lipopolisakarida dan lipid. Sering disebut endotoksin.

2.      Antigen H (flagela), terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman, berstruktur kimia protein.

3.      Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi fagositosis dan berstruktur kimia protein.

Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik.

Tanda dan Gejala1. Masa inkubasi (10-14 hari): asimtomatis2. Fase invasi. Demam ringan, naik secara bertahap, terkadang suhu malam lebih

tinggi dibandingkan pagi hari. Gejala lainnya ialah nyeri kepala, rasa tidak nyaman pada saluran cerna, mual, muntah, sakit perut, batuk, lemas, konstipasi

3. Di akhir minggu pertama, demam telah mencapai suhu tertinggi dan akan konstan tinggi selama minggu kedua. Tanda lainnya ialah bradikardia relatif, pulsasi dikrotik, hepatomegali, splenomegali, lidah kotor, serta diare dan konstipasi

4. Stadium evolusi. Demam mulai turun perlahan, tetapi dalam waktu yang cukup lama. Dapat terjadi komplikasi perforasi usus. Pada sebagian kasus, bakteri masih ada dalam jumlah minimal (menjadi karier kronis)

EpidemiologiIndonesia merupakan endemic demam tifoid. Diperkirakan terdapat 800 penderita

per 100.000 penduduk setiap tahun yang ditemukan sepanjang tahun. Penyakitnya ini tersebar di seluruh wilayah dengan insidensi yang tidak berbeda jauh yang tidak berbeda jauh antar daerah. Serangan penyakit lebih bersifat sporadic dan bukan epidemic. (Widoyono, 2011)

LO 3.3. Patofisiologi Demam Typhoid

Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.

Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.

Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakiy infeksi sistemik.

Page 10: sasbel demam tifoid

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setalah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialga, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.

Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dpat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.

Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.

(Sudoyo, Aru W., dkk. 2014)

LO 3.4. Diagnosis dan Diagnosis Banding Demam Typhoid

Diagnosis demam typhoid dapat ditegakkan apabila ditemukan gejala klinis typhoid yang didukung dengan minimal salah satu pemeriksaan penunjang.

1. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relative lambat (bradikardi), lidah kotor, pembesaran hati dan limpa (hepatomegali dan splenomegali), kembung (meteorismus), radang paru (pneumonia), dan kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa, pendarahan usus, dinding usus bocor (perforasi), radang selaput perut (peritonitis), serta gagal ginjal.

2. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Rutin

Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi. Pemeriksaan darah dilakukan pada biakan kuman (paling tinggi pada minggu I sakit), diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I: 80-90%, minggu II: 20-25%, minggu III: 10-15%) Pada saat pemeriksaan hitung leukosit sering ditemukan leukopenia, tetapi dapat pula normal atau tinggi (leukositosis). Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam typhoid dapat meningkat. (Sudoyo, Aru W. 2014)

Urinalis

Page 11: sasbel demam tifoid

Tes Diazo Positif : Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes ammonia 30% (dalam tabung reaksi)→dikocok→buih berwarna merah atau merah muda (Djoko, 2009)

Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Biakan kuman (paling tinggi pada minggu II/III diagnosis pasti atau sakit “carrier” ( Sumarmo et al, 2010)

Tinja (feses)Ditemukian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool), kadang-kadang

darah (bloody stool). Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier posttyphi) pada minggu II atau III sakit. (Sumarmo et al, 2010)

Kimia KlinikEnzim hati (SGOT dan SGPT) sering meningkat dengan gambaran

peradangan sampai hepatitis akut. Akan tetapi dapat kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.

Uji WidalUji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada uji

widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara kuman S.thypi dengan antibodi yang disebut aglutinin . Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu :

1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)2. Aglutinin H (flagela kuman)3. Aglutinin Vi (simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Widal dinyatakan positif bila :

1. Titer O Widal I 1/320 atau2. Titer O Widal II naik 4 kali lipat atau lebih dibanding titer O Widal I

atau Titer O Widal I (-) tetapi titer O II (+) berapapun angkanya.

Diagnosis demam tifoid/paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka

Page 12: sasbel demam tifoid

kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak sebelumnya.

Faktor yang mempengaruhi uji Widal:1. Pengobatan dini dengan antibiotik2. Gangguan pembentukan antibodi dan pemberian kortikosteroid3. Waktu pengambilan darah4. Daerah endemik atau non endemik5. Riwayat vaksinasi6. Reaksi anamnestik (yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan

demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi)7. Faktor teknik pemeriksaan antar labolatorium, akibat aglutinasi silang,

dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen

Uji TyphidotUji typhidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada

protein membrane luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji ini didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.

Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76,6% dan efisiensi uji sebesar 84%. Pada kasus reinfeksi, respons imun sekunder (IgG) teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG pada sampel serum. Uji ini dikenal dengan uji Typhidot-M, memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada pada serum pasien. Uji Typhidot-M telah teruji lebih sensitif (sensitivitas mencapai 100%) dan lebih cepat (3 jam) dibandingkan dengan kultur. Typhidot-M sangat bermanfaat untuk diagnosis cepat di daerah endemis demam tifoid.

Uji IgM DipstickUji ini secara khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap S. typhi

pada spesimen serum atau whole blood. Pemeriksaan IgM dipstick dapat menggunakan serum dengan perbandingan 1:50 dan darah 1:25. Selanjutnya diinkubasi 3 jam pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan air biarkan kering. Hasil dibaca positif jika ada warna dan hasil negatif jika tidak ada warna. Interpretasi hasil 1+, 2+, 3+ atau 4+ jika positif lemah. Pemeriksaan ini mudah dan cepat (dalam 1 hari) dilakukan tanpa peralatan khusus apapun, namun akurasi hasil didapatkan apabila pemeriksaan dilakukan 1 minggu setelah timbulnya gejala.

Page 13: sasbel demam tifoid

IDL Tubex test

Tubex test pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Prinsip pemeriksaannya adalah mendeteksi antibodi pada penderita. Serum yang dicampur 1 menit dengan larutan A. Kemudian 2 tetes larutan B dicampur selama 12 menit. Tabung ditempelkan pada magnet khusus. Kemudian pembacaan hasil didasarkan pada warna akibat ikatan antigen dan antibodi. Yang akan menimbulkan warna dan disamakan dengan warna pada magnet khusus.

Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/paratyphi lgG dan lgM

Merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Tifoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. (John, 2008)

MikrobiologiMetode diagnosis mikrobiologik atau kultur merupakan gold standart untuk

diagnosis demam tifoid. Spesifikasinya lebih dari 90% pada penderita yang belum diobati, kultur darahnya positif pada minggu pertama. Jika sudah diobati hasil positif menjadi 40% namun pada kultur sum-sum tulang hasil positif tinggi 90%. Pada minggu selanjutnya kultur tinja dan urin meningkat yaitu 85% dan 25%, berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Selama 3 bulan kultur tinja dapat positif kira-kira 3% karena penderita tersebut termasuk carrier kronik. Carrier kronik sering terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak dan lebih sering pada wanita dari pada laki-laki.

Biologi molekularPCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan.

Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

Diagnosis Banding

Influenza, gastroenteritis, bronkitis, dan bronkopneumonia. Pada demam typhoid yang berat maka sepsis, leukemia, limfoma, dan penyakit Hodgin dapat dipikirkan.

Page 14: sasbel demam tifoid

LO 3.5. Prognosis Demam Typhoid

Prognosis pada demam tifoid tergantung kepada terapi, usia, keadaan kesehatan sebelumnya dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju dengan terapi antibiotic yang adekuat, angka mortalitas <1% . Di negara berkembang , mortalitasnya >10%, niasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan salmonella typhi >3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier rendah pada anak – anak dan meningkat sesuai usia.karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insiden penyakit truktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibanding dengan populasi umum. Walaupun karier urin kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis. (Sudoyo A.W,dkk, 2006)

LO 3.6. Komplikasi Demam Typhoid

1. Komplikasi Intestinal Perdarahan Usus

Pada plak payeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena factor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (KID) atau gabunagn kedua factor. Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfuse darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam dengan factor hemostasis dalam batas normal. Jika penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-32%, bahkan ada yang melaporkan sampai 80%. Bila transfuse yang diberikan tidak dapat menimbangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan.

Perforasi Usus Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada

minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Beberapa factor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur (biasanya berumur 20-30

Page 15: sasbel demam tifoid

tahun), lama demam, modalitas pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.

Antibiotic diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman S.typhi tetapi juga untuk mengatas kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobic pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotic spectrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin/metronidazol. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric tube. Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal.

Ileus paralitik

Pancreatitis

2. Komplikasi Ekstra-intestinal

Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, dan tromboflebitis.

Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler diseminata, dan trombosis.

Komplikasi paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis. Komplikasi hepar dan kandung kemih (hepatobilier): hepatitis dan kolesistitis. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis. Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik.

Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma, Parkinson rigidity/ transient parkinsonism, sindrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia, sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polyneuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, dan psikosis.

Hepatitis Tifosa

Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai ada 50% kasus dengan tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi dari pada S.paratyphi. untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Pada demam tifoid kenaikan enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan system imun yang kurang. Meskipun sangat jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.

LO 3.7. Penatalaksanaan Demam Typhoid

1. Nonfarmakologis Istirahat dan perawatan.

Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan mempercepat masa

Page 16: sasbel demam tifoid

penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai.

Diet dan terapi penunjang Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit

demam typhoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Di masa lampau penderita demam typhoid diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

2. Farmakologis (Pemberian antimikroba)Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam typhoid adalah sebagai berikut: Kloramfenikol

Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demam typhoid. Dosis yang diberikan adalah 4×500 mg per hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. Diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata-rata 7,2 hari. Penulis lain menyebutkan penurunan demam dapat terjadi rata-rata setelah hari ke-5. Pada penelitian yang dilakukan selama 2002 hingga 2008 oleh Moehario LH dkk didapatkan 90% kuman masih memiliki kepekaan terhadap antibiotik ini.

Tiamfenikol

Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hamper sama dengan kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4×500 mg,dengan rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

Kontrimoksazol

Efektivitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa adalah 2×2 tablet (1 tablet mengandungb sulfametaksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.

Ampisilin dan amoksisilin

Page 17: sasbel demam tifoid

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.

Sefalosporin Generasi Ketiga

Hingga saat ini golongan sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.

Golongan fluorokuinon

Golongan ini beberapa jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya:

- Norfloksasin dosis 2×400 mg/hari selama 14 hari

- Siprofloksasin 2×500 mg/hari selama 6 hari

- Ofloksasin dosis 2×400 mg/hari selama 7 hari

- Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari

- Fleroksasin dosis 400 mg/hariselama 7 hari

Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang harike-4. Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin yang merupakan fluorokuinon pertama yang memiliki biovailabilitas tidak sebaik fluorokuinon yang dikembangkan kemudian.

Azitromisin

Penggunaan azitromisin (dosis 2×500 mg) menunjukkan bahwa penggunaan obat ini jika dibandingkan dengan fluorokuinon, azitromisin secara signifikan mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap, terutama jika penelitian mengikutsertakan pula strain MDR (multi drug resistance) maupun NARST (Nalidixic Acid Resistant S. typi). Jika dibandingkan dengan ceftriakson, penggunaan azitromisin dapat mengurangi angka relaps. Azitromisisn mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun konsentrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika akan terkonsentrasi di dalam sel, sehingga antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi oleh S. typi yang meupakan kuman intraselular. Keuntungan lain adalah azitromisisn tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun suntikan intravena.

LO 3.8. Pencegahan Demam Typhoid

Kebersihan makanan dan minuman sangat penting dalam pencegahan demam tifoid. Merebus air minum dan makanan sampai mendidih juga sangat membantu. Sanitasi linkungan, termasuk pembuangan sampah dan imunisasi, berguna untuk mencegah

Page 18: sasbel demam tifoid

penyakit. Secara lebih detail, strategi pencegahan demam tifoid mencakup hal-hal berikut:

1. Penyediaan sumber air minum yang baik2. Penyediaan jamban yang sehat3. Sosialisasi budaya cuci tangan 4. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum 5. Pemberantasan lalat6. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman7. Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui8. Imunisasi

Walaupun imunisasi tidak dianjurkan di AS ( kecuali pada kelompok yang berisiko tinggi), imunisasi pencegahan tifoid termasuk dalam program pengembangan imunisasi yang dianjurkan di Indonesia. Akan tetapi, program ini masih belum diberikan secara gratis karena keterbatasan sumber daya pemerintah Indonesia. Oleh sebab itu, orangtua harus membayar biaya Imunisasi untuk anaknya.

Jenis vaksinisasi yang tersedia adalah:

1. Vaksin parental utuhBerasal dari sel S. Typhi utuh yang sudah mati. Setiap cc vaksin mengandung sekitar 1 miliar kuman. Dosis untuk anak usia 1-5 tahun adalah 0,1cc, anak usia 6-12 tahun 0,25 cc, dan dewasa 0,5 cc. dosis diberikan 2 kali dengan interval 4 minggu. Karena efek samping dan tingkat perlindungannya yang pendek, vaksin jenis ini sudah tidak beredar lagi.

2. Vaksin oral Ty21aVaksin ini adalah vaksin oral yang mengandung S.Typhi stain Ty12a hidup. Vaksin ini diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari selama1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral Ty21a bisa memberikan perlindungan selama 5 tahun.

3. Vaksin parenteral poolisakaridaVaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman salmonella. Vaksin diberikan secara parentral dengan dosis tunggal 0,5 cc intramuscular pada usia mulai2 tahun dengan dosis ulangan (booster) setiap 3 tahun. Lama perlindungan sekitar 60-70%. Jenis vaksin ini menjadi pilihan utama karena relative paling aman.

Imunisasi rutin dengan vaksin tifoid pada orang yang kontak dengan penderita seperti anggota keluarga dan petugas yang menangani penderita tifoid, dianggap kurang bermanfaat, tetapi mungkin berguna bagi mereka yang terpapar oleh carrie. Vaksin oral tifoid bisa juga memberi perlindungan parsial terhadap demam paratifoid, Karena sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang efektif untuk demam paratifoid. (Widoyono. 2011)

Page 19: sasbel demam tifoid

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Antiobiotik Khusus Demam Typhoid

LO 4.1. Farmakodinamik

Obat yang efektif untuk demam tifoid adalah golongan kloramfenikol. Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air (1 : 400) dan rasanya sangat pahit.

A. Efek Antimikroba

Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Pada proses sintesis protein kuman ikatan peptida tidak terbentuk.

Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu.Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi D. pneumoniae, S. pyogenes, S. viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P. multocida, C. diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema dan kebanyakan kuman anaerob.

B. Resistensi

Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat oleh asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R. Resistensi terhadap P. aeruginosa, Proteus dan Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas membran yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel bakteri.Beberapa strain D. pneumoniae, H. influenzae dan N. meningitidis bersifat resisten; S. aureus umumnya sensitif, sedang Enterobactericeae banyak yang telah resisten.

Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E. coli, K. pneumoniae dan P. mirabilis, kebanyakan strain Serratia, Providencia dan Proteus rettgerii resisten, juga kebanyakan strain P. aeruginosa dan strain tertentu S. typhi.

LO 4.2. Farmakokinetik

Pada anak biasanya diberikan bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit. Bentuk ester ini akan mengalami hidrolisis dalam usus dan membebaskan kloramfenikol. Untuk pemberian secara parenteral digunakan kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol.

Masa paruh eliminasi pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, dan pada bayi yang umurnya kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam. Obat ini didistribusikan secar baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.

Dalam hati, kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asam glukuronat oleh enzim glukuronil transferase. Pada pasien gangguan faal hati, waktu paruh lebih panjang. Kloramfenikol yang diekskresi melalui urin hanya berkisar 5-10% dalam bentuk aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk glukuronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. Kloramfenikol dalam bentuk aktif diekskresi terutama melalui fitrat glomerulus dan metabolitnya dengan sekresi tubulus.

Page 20: sasbel demam tifoid

Pada gagal ginjal, masa paruh kloramfenikol bentuk aktif tidak banyak berubah sehingga tidak perlu penguraian dosis. Dosis perlu dikurangi jika terdapat gangguan fungsi hepar.

Interaksi obat dengan fenobarbital dan rifampisin akan memperpendek waktu paruh dari kloramfenikol sehingga kadar obat ini dalam darah menjadi subterapeutik. Adapun dalam dosis terapi, toksisitas obat menjadi lebih tinggi bila diberikan bersamaan dengan kloramfenikol karena kloramfenikol menghambat biotransformasi tolbutamid, fenitoin, dikumarol, dan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim mikrosom hepar.

LO 4.3. Kontraindikasi

Pengobatan demam typhoid pada wanita hamil:

Tidak dianjurkan:

KloramfenikolKloramfenikol tidak dianjurkan untuk wanita yang sedang berada pada trisemester ke-3 kehamilan karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus, dan gray sindrom pada neonatus.

TiamfenikolTiamfenikol tidak dianjurkan untuk wanita yang sedang berada pada trisemester I kehamilan karena dapat menyebabkan efek teratogenik terhadap fetus manusia.

Golongan obat flurokuinolon maupun kotrimoksazol

Dianjurkan:

Ampisilin Amoksisilin Seftriakson

Kontaindikasi:

FluoroquinolonObat ini berkontraindikasi pada anak-anak dan remaja, karena memiliki efek samping pada tulang rawan sendi lutut.

SefiksimObat ini dapat mengakibatkan mual dan muntah yang ringan. Sefiksim merupakan obat alternatif secara oral untuk demam typhoid MDR. Dosis sefiksim yaitu 10-15 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari.

LO 4.4. Efek Samping

Reaksi HematologikTerdapat dalam 2 bentuk, yaitu :

1. Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan ini berhubungan dengan dosis, progresif dan pulih bila pengbatan dihentikan. Kelainan darah yang terlihat adalah anemia, retikulositopenia, peningkatan serum

Page 21: sasbel demam tifoid

iron dan iron binding capacity serta vakuolisai seri eritrosit muda. Reaksi ini terlihat bila kadar kloramfenikol dalam serum melampaui 25 µg/mL.

2. Anemia aplastik dengan pansitopenia yang ireversibel dan memiliki prognosis sangat buruk. Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis atau lamanya pengobtan. Insidens berkisar antara 1:24.000 – 50.000. Efek samping ini diduga merupakan reaksi idiosinkrasi dan mungkin disebabkan oleh adanya kelainan genetik.

Reaksi Saluran CernaBermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis.

2. Sindrom Gray

Pada neonatus, terutama bayi prematur yang mendapat dosis tingi (200 mg/kgBB) dapat menimbulkan Sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2-9 masa terapi, rata-rata hari ke-4. Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusu, pernapasan cepat dan tidak teratur, perut kembung, sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak sakit berat. Pada hari berikutnya, tubuh bayi lemas dan berwarna keabu-abuan; terjadi pula hipotermia.

Efek toksik ini diduga disebabkan oleh:

1. Sistem konjugasi oleh enzim glukuronil transferase belum sempurna, dan2. Kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat diekskresi dengan baik oleh

ginjal.Maka, untuk mengurangi efek samping tersebut, dosis kloramfenikol untuk bayi yang umurnya kurang dari 1 bulan tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB sehari dan yang berumur lebih dari 1 bulan dosisnya 50 mg/kgBB.

Page 22: sasbel demam tifoid

Daftar Pustaka

Jawetz M, Adelberg’s. 2008. Mikrobiologi Kedokteran edisi 23. Alih Bahasa: Huriwati Price, Hartanto dkk. Jakarta: EGC.

Nelwan, R.H.H. 2014. Demam: Tipe dan Pendekatan dalam Sudoyo, Aru W. et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem edisi 6. Jakarta: EGC.

Sumarmo, dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi 2. Jakarta: EGC.

Syarif, Amir, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Tanto, Chris, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius.

Widodo, Djoko. 2014. Demam Tifoid dalam Sudoyo, Aru W. et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pembrantasan. Jakarta: Erlangga.


Related Documents