Top Banner
Utama 2 Suara Pembaruan Kamis, 13 April 2017 P ilgub DKI Jakarta putaran kedua tinggal menghitung hari. Persaingan dua pasangan calon (paslon) yang akan berlaga –Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi)– untuk merebut suara, semakin ketat. Survei sejumlah lem- baga pun menunjukkan ting- kat elektabilitas yang ketat di antaranya keduanya. Panasnya persaingan, terkadang memaksa segala cara digunakan, termasuk cara-cara kotor, dem meraih kemenangan. Sumber SP mengungkapkan, salah satu kubu bahkan sudah menyi- apkan skenario menolak hasil penghitungan suara di tem- pat pemungut- an suara (TPS), jika perolehan suara paslon yang diwakilinya meleset dari perkiraan. “Para saksi akan dipe- rintahkan untuk menolak atau tidak menandatangani berita acara hasil penghi- tungan suara di TPS seusai pemungutan suara 19 April nanti. Ini salah satu skenario terburuk. Bahkan kabarnya, sudah diidentifikasi kemungkinan hal itu akan dilakukan di ratusan TPS jika hasilnya meleset dari perkira- an,” jelasnya, Selasa (12/4). Skenario tersebut, lan- jutnya, disiapkan di TPS yang pada pemungutan suara putaran pertama pada 15 Februari lalu, kemenang- an sang lawan sangat men- colok. Dia menjelaskan, skena- rio menolak menandata- ngani hasil penghitungan suara sengaja disiapkan, dengan target dilakukan pemungutan suara ulang. “Targetnya supaya dilaku- kan coblos ulang. Mereka berangkat dari pengalaman pada putaran pertama, di mana ada TPS yang dilaku- kan coblos ulang,” ungkap- nya. Ditambahkan, hal ini dilakukan berangkat dari hasil survei elektabilitas kedua paslon yang berim- bang akhir-akhir ini. “Ini upaya terakhir untuk meraih kemenangan. Dengan coblos ulang, ada peluang mengu- bah perolehan suara,” kata- nya. [R-14] Saksi Diperintahkan Tolak Tanda Tangan? [JAKARTA] Elektabilitas Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat (Ahok- Djarot) terus meroket hingga seminggu sebelum pemilihan putaran kedua Pilgub DKI Jakarta. Kasus hukum dan isu SARA sempat membuat elek- tabilitas pasangan petahana ini anjlok sampai titik terendah pada Desember 2016. Setelah rebound, elekta- bilitasnya terus menanjak. Memenangi putaran pertama Pilgub DKI Jakarta, Februari 2017, posisi Ahok-Djarot belum aman karena isu SARA justru semakin masif berembus. Spanduk ujaran kebencian menolak pemimpin kafir bahkan anjuran tidak menyo- latkan muslim yang mendu- kung pemimpin kafir berte- baran di seantero Jakarta. Survei SMRC yang dirilis kemarin menyebutkan, tren elektabilitas Ahok-Djarot terus naik hingga hanya terpaut 1% dari pasangan penantang, Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Kondisi ini dipengaruhi oleh semakin surutnya isu SARA, seruan-seruan menye- jukkan dari para ulama, dukungan partai Islam dan beralihnya sebagian pendu- kung AHY-Silvy, serta sidang perkara penodaan agama yang terbuka. Peneliti senior LIPI, Syamsuddin Haris menilai, elektabilitas pasangan Ahok- Djarot bangkit kembali pas- casurutnya isu SARA. Menurut dia, elektabilitas Ahok selama ini menurun lebih karena isu SARA yang sangat masif dimainkan. "Isu SARA ini kan sema- kin menyusut dengan adanya penjelasan dan klarifikasi dari para ulama baik ulama NU maupun Muhammadiyah soal isu-isu yang berkembang seperti larangan memilih pemimpin non-muslim dan larangan menyalatkan jenazah pendukung Ahok-Djarot," ujar Syamauddin, Kamis (13/4). Isu SARA juga menyusut, katanya, juga karena fakta persidangan kasus Ahok yang belum bisa membuktikan bahwa Ahok melakukan penodaan agama. Ruang pengadilan, kata dia cukup efektif dimanfaatkan Ahok untuk mengklarifikasi dan menjelaskan pernyataannya. "Selain itu karena adanya dukungan ormas Islam seper- ti GP Anshor dan dua partai berbasis Islam, seperti PPP dan PKB. Dukungan ini bisa memberikan efek psikologis kepada pemilih akar rumput dan jika dukungan NU, PPP dan dioptimalkan, Ahok-Djarot melejit," katanya. Di sisi lain, program pasangan Anies-Sandi dinilai- nya tidak konkret dan tidak ada yang baru. "Secara objek- tif, program Ahok-Djarot justru yang lebih konkret dan implementatif dibanding Anies-Sandi. Itu sangat tampak dalam debat tadi malam (Rabu, 12/4)," ungkap dia. Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing mengatakan, pemenang Pilgub ditentukan oleh paslon yang merangkul NU dan PKB baik pusat maupun di tingkat DKI. Pertama, NU sebagai organi- sasi terbesar secara nasional maupun di DKI. Kedua, NU sebagai organisasi keagamaan yang senantiasa mengusung isu keberagaman, seperti konsep Islam Nusantara. Ketiga, lanjut dia, sebagai partai identitas, kader dan simpatisan PKB sangat militan dan loyal terhadap partai. Terkait isu SARA dan kasus hukum Ahok, hasil survei terbaru Saiful Mujani Research dan Consulting menyebutkan, responden yang setuju bahwa ucapan Ahok tentang surat Al-Maidah menghina agama Islam terus menurun sejak November 2016 hingga April 2017. Isu penghinaan agama berpenga- ruh negatif kepada Ahok. Namun demikian, yang meni- lai Ahok menista agama trennya menurun. Kondisi ini bukan tidak mungkin karena sidang yang telah menghadirkan banyak saksi dan publik bisa menda- patkan akses informasi proses persidangan. Dalam survei tersebut, pasangan Ahok-Djarot mem- peroleh suara 46,9% dan Anies-Sandi memimpin tipis 47,9%, seandainya Pilgub putaran kedua dilakukan saat ini. Sedangkan responden yang belum tahu atau belum memi- lih 5,2%. Survei dilakukan pada 31 Maret -5 April 2017 lalu. Meroket Meski kalah sekitar satu persen, tren elektabilitas Ahok- Djarot terus meroket sejak Desember 2016. "Dalam sebulan terakhir dukungan kepada Ahok-Djarot naik 3,1% sementara Anies- Sandi turun 2,8%," ujar peneliti dari Saiful Mujani Research dan Consulting, Deni Irvani, Rabu (12/4). Deni juga menyebut, debat calon di TV berpengaruh terhadap pilihan. Sekitar 45% warga menonton debat di Metro TV pada 27 Maret 2017 lalu. Di antara yang menonton mayoritas atau 63% menilai Ahok unggul dari Anies. "Karena unggul di debat elektabilitas Ahok dalam sebulan terakhir cenderung naik. Sebaliknya karena tidak unggul dalam debat elektabi- litasnya cenderung sedikit menurun," katanya. Kesimpulan terhadap calon juga dipengaruhi oleh evalu- asi atas kinerja petahana, kualitas personal calon dan isu penistaan agama. Mayoritas warga Jakarta atau 76% puas dengan kinerja Ahok sebagai gubernur. Penilaian ini ber- dampak positif terhadap dukungan pada petahana. Dari sisi kualitas personal, Ahok dinilai unggul atas Anies dalam sifat-sifat kepemimpin- an. Yang bagi penting bagi pemilih adalah jujur, perhati- an dan mampu memimpin. Hal itu, kata dia, juga ikut mendorong elektabilitas petah- ana. Sementara isu penistaan agama berdampak negatif terhadap elektabilitas petahana dan positif terhadap Anies- Sandi. Peneliti Indopolling Networking, Wempy Hadir menilai, faktor yang menonjol meroketnya elektabilitas Ahok- Djarot karena dukungan para ulama NU serta partai yang berbasis agama. Dukungan ulama dan partai tersebut mematahkan isu yang dima- inkan selama ini. "Yang paling menonjol adalah ketika para ulama khusus NU memberikann klarifikasi dan penjelasan terhadap sejumlah isu SARA dan provokatif," ujar Wempy, Kamis (13/4). Apalagi, kata dia bebera- pa hari yang lalu, Ahok-Djarot mendatangi petinggi PBNU untuk melakukan silaturahmi. Menurut dia, silaturahmi ini tentunya bisa mempengaruhi psikologi pemilih NU pada tingkat basis. "Dukungan yang diberikan oleh GP Ansor juga menjadi amunisi bagi Ahok-Djarot untuk meraih dukungan dari segmentasi pemilih pemuda kelompok NU," ungkap dia. Selain itu, lanjutnya yang tidak kalah pentinganya ada- lah perubahan dratis sikap Ahok yang selama ini kesan- nya meledak-ledak dan diang- gap tidak sopan atau kasar. Sekarang, kata dia sikap Ahok sangat berbeda dan cendrung tenang dan santun dalam menyampaikan sesuatu. "Saya kira ini merupakan buah dari masukan masyarakat selama ini yang menginginkan perbaikan komunikasi Ahok dan hasilnya Ahok melakukan perubahan komunikasinya," pungkas dia. [YUS/H-14] Isu SARA Menyusut, Elektabilitas Ahok-Djarot Naik SUMBER: SMRC, FOTO:SP/JOANITO DE SAOJOAO
1

Saksi Diperintahkan Tolak Tanda Tangan? P · dalam debat tadi malam (Rabu, 12/4)," ungkap dia. Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing mengatakan,

Jun 30, 2019

Download

Documents

phamthuy
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Saksi Diperintahkan Tolak Tanda Tangan? P · dalam debat tadi malam (Rabu, 12/4)," ungkap dia. Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing mengatakan,

Utama2 Sua ra Pem ba ru an Kamis, 13 April 2017

Pilgub DKI Jakarta putaran kedua tinggal menghitung hari.

Persaingan dua pasangan calon (paslon) yang akan berlaga –Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi)– untuk merebut suara, semakin ketat. Survei sejumlah lem-baga pun menunjukkan ting-kat elektabilitas yang ketat di antaranya keduanya.

Panasnya persaingan, terkadang memaksa segala cara digunakan, termasuk cara-cara kotor, dem meraih

kemenangan. Sumber SP mengungkapkan, salah satu kubu bahkan sudah menyi-apkan skenario menolak hasil penghitungan suara di tem-pat pemungut-an suara (TPS), jika perolehan suara paslon yang diwakilinya meleset dari perkiraan.

“Para saksi akan dipe-rintahkan untuk menolak atau tidak menandatangani berita acara hasil penghi-tungan suara di TPS seusai pemungutan suara 19 April nanti. Ini salah satu skenario

terburuk. Bahkan kabarnya, sudah diidentifikasi kemungkinan hal itu akan

dilakukan di ratusan TPS jika hasilnya meleset dari perkira-an,” jelasnya, Selasa (12/4).

Skenario tersebut, lan-jutnya, disiapkan di TPS yang pada pemungutan suara putaran pertama pada 15 Februari lalu, kemenang-an sang lawan sangat men-colok.

Dia menjelaskan, skena-rio menolak menandata-ngani hasil penghitungan suara sengaja disiapkan,

dengan target dilakukan pemungutan suara ulang. “Targetnya supaya dilaku-kan coblos ulang. Mereka berangkat dari pengalaman pada putaran pertama, di mana ada TPS yang dilaku-kan coblos ulang,” ungkap-nya.

Ditambahkan, hal ini dilakukan berangkat dari hasil survei elektabilitas kedua paslon yang berim-bang akhir-akhir ini. “Ini upaya terakhir untuk meraih kemenangan. Dengan coblos ulang, ada peluang mengu-bah perolehan suara,” kata-nya. [R-14]

Saksi Diperintahkan Tolak Tanda Tangan?

[JAKARTA] Elektabilitas Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) terus meroket hingga seminggu sebelum pemilihan putaran kedua Pilgub DKI Jakarta. Kasus hukum dan isu SARA sempat membuat elek-tabilitas pasangan petahana ini anjlok sampai titik terendah pada Desember 2016.

Setelah rebound, elekta-bilitasnya terus menanjak. Memenangi putaran pertama Pilgub DKI Jakarta, Februari 2017, posisi Ahok-Djarot belum aman karena isu SARA justru semakin masif berembus. Spanduk ujaran kebencian menolak pemimpin kafir bahkan anjuran tidak menyo-latkan muslim yang mendu-kung pemimpin kafir berte-baran di seantero Jakarta.

Survei SMRC yang dirilis kemarin menyebutkan, tren elektabilitas Ahok-Djarot terus naik hingga hanya terpaut 1% dari pasangan penantang, Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Kondisi ini dipengaruhi oleh semakin surutnya isu SARA, seruan-seruan menye-jukkan dari para ulama, dukungan partai Islam dan beralihnya sebagian pendu-kung AHY-Silvy, serta sidang perkara penodaan agama yang terbuka.

Peneliti senior LIPI, Syamsuddin Haris menilai, elektabilitas pasangan Ahok-Djarot bangkit kembali pas-casurutnya isu SARA. Menurut dia, elektabilitas Ahok selama ini menurun lebih karena isu SARA yang sangat masif dimainkan.

"Isu SARA ini kan sema-kin menyusut dengan adanya penjelasan dan klarifikasi dari para ulama baik ulama NU maupun Muhammadiyah soal isu-isu yang berkembang seperti larangan memilih pemimpin non-muslim dan larangan menyalatkan jenazah pendukung Ahok-Djarot," ujar Syamauddin, Kamis (13/4).

Isu SARA juga menyusut, katanya, juga karena fakta

persidangan kasus Ahok yang belum bisa membuktikan bahwa Ahok melakukan penodaan agama. Ruang pengadilan, kata dia cukup efektif dimanfaatkan Ahok untuk mengklarifikasi dan menjelaskan pernyataannya.

"Selain itu karena adanya dukungan ormas Islam seper-ti GP Anshor dan dua partai berbasis Islam, seperti PPP dan PKB. Dukungan ini bisa memberikan efek psikologis kepada pemilih akar rumput dan jika dukungan NU, PPP dan dioptimalkan, Ahok-Djarot melejit," katanya.

Di sisi lain, program pasangan Anies-Sandi dinilai-nya tidak konkret dan tidak ada yang baru. "Secara objek-tif, program Ahok-Djarot justru yang lebih konkret dan implementatif dibanding Anies-Sandi. Itu sangat tampak dalam debat tadi malam (Rabu, 12/4)," ungkap dia.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing mengatakan, pemenang Pilgub ditentukan oleh paslon yang merangkul NU dan PKB baik pusat maupun di tingkat DKI. Pertama, NU sebagai organi-sasi terbesar secara nasional maupun di DKI. Kedua, NU sebagai organisasi keagamaan yang senantiasa mengusung isu keberagaman, seperti konsep Islam Nusantara. Ketiga, lanjut dia, sebagai partai identitas, kader dan simpatisan PKB sangat militan dan loyal terhadap partai.

Terkait isu SARA dan kasus hukum Ahok, hasil survei terbaru Saiful Mujani Research dan Consulting menyebutkan, responden yang setuju bahwa ucapan Ahok tentang surat Al-Maidah menghina agama Islam terus menurun sejak November 2016 hingga April 2017. Isu penghinaan agama berpenga-ruh negatif kepada Ahok. Namun demikian, yang meni-lai Ahok menista agama trennya menurun.

Kondisi ini bukan tidak mungkin karena sidang yang telah menghadirkan banyak saksi dan publik bisa menda-patkan akses informasi proses persidangan.

Dalam survei tersebut, pasangan Ahok-Djarot mem-peroleh suara 46,9% dan Anies-Sandi memimpin tipis 47,9%, seandainya Pilgub putaran kedua dilakukan saat ini. Sedangkan responden yang belum tahu atau belum memi-lih 5,2%. Survei dilakukan pada 31 Maret -5 April 2017 lalu.

MeroketMeski kalah sekitar satu

persen, tren elektabilitas Ahok-Djarot terus meroket sejak Desember 2016.

"Dalam sebulan terakhir dukungan kepada Ahok-Djarot naik 3,1% sementara Anies-Sandi turun 2,8%," ujar peneliti dari Saiful Mujani Research dan Consulting, Deni

Irvani, Rabu (12/4).Deni juga menyebut, debat

calon di TV berpengaruh terhadap pilihan. Sekitar 45% warga menonton debat di Metro TV pada 27 Maret 2017 lalu. Di antara yang menonton mayoritas atau 63% menilai Ahok unggul dari Anies. "Karena unggul di debat elektabilitas Ahok dalam sebulan terakhir cenderung naik. Sebaliknya karena tidak unggul dalam debat elektabi-litasnya cenderung sedikit menurun," katanya.

Kesimpulan terhadap calon juga dipengaruhi oleh evalu-asi atas kinerja petahana, kualitas personal calon dan isu penistaan agama. Mayoritas warga Jakarta atau 76% puas dengan kinerja Ahok sebagai gubernur. Penilaian ini ber-dampak positif terhadap dukungan pada petahana.

Dari sisi kualitas personal, Ahok dinilai unggul atas Anies dalam sifat-sifat kepemimpin-

an. Yang bagi penting bagi pemilih adalah jujur, perhati-an dan mampu memimpin.

Hal itu, kata dia, juga ikut mendorong elektabilitas petah-ana. Sementara isu penistaan agama berdampak negatif terhadap elektabilitas petahana dan positif terhadap Anies-Sandi.

Peneliti Indopolling Networking, Wempy Hadir menilai, faktor yang menonjol meroketnya elektabilitas Ahok-Djarot karena dukungan para ulama NU serta partai yang berbasis agama. Dukungan ulama dan partai tersebut mematahkan isu yang dima-inkan selama ini.

"Yang paling menonjol adalah ketika para ulama khusus NU memberikann klarifikasi dan penjelasan terhadap sejumlah isu SARA dan provokatif," ujar Wempy, Kamis (13/4).

Apalagi, kata dia bebera-pa hari yang lalu, Ahok-Djarot

mendatangi petinggi PBNU untuk melakukan silaturahmi. Menurut dia, silaturahmi ini tentunya bisa mempengaruhi psikologi pemilih NU pada tingkat basis.

"Dukungan yang diberikan oleh GP Ansor juga menjadi amunisi bagi Ahok-Djarot untuk meraih dukungan dari segmentasi pemilih pemuda kelompok NU," ungkap dia.

Selain itu, lanjutnya yang tidak kalah pentinganya ada-lah perubahan dratis sikap Ahok yang selama ini kesan-nya meledak-ledak dan diang-gap tidak sopan atau kasar. Sekarang, kata dia sikap Ahok sangat berbeda dan cendrung tenang dan santun dalam menyampaikan sesuatu.

"Saya kira ini merupakan buah dari masukan masyarakat selama ini yang menginginkan perbaikan komunikasi Ahok dan hasilnya Ahok melakukan perubahan komunikasinya," pungkas dia. [YUS/H-14]

Isu SARA Menyusut, Elektabilitas Ahok-Djarot Naik

sumber: smrC, foto:sp/joanito de saojoao