SATUAN ACARA KEGIATAN
Pokok Bahasan: Keperawatan AnakSub Pokok Bahasan:Terapi Bermain
Puzzle Sasaran:Pasien Anak Di Ruang Seruni RSUD Dr M Soewandhi
SurabayaTempat: Ruang Seruni RSUD Dr M SoewandhiHari/tanggal: Rabu,
6 Mei 2015Waktu: 10.00-11.00
I. Tujuan Instruksional UmumSetelah dilakukan terapi bermain
puzzle pada pasien anak di Ruang Seruni RSUD Dr M Soewandhi
Surabaya diharapkan dapat melanjutkan proses tumbuh kembang anak,
memperahankan dan meningkatkan kreativitas dan imajinasi anak..
II. Tujuan Instruksional KhususSetelah mengikuti terapi bermain
puzzle, pasien anak di Ruang Seruni RSUD Dr M Soewandhi Surabaya
diharapkan mampu:1. Untuk menyalurkan energi anak2. Untuk
mengembangkan aktivitas dan kreativitas melalui pengalaman
bermain3. Untuk membantu anak beradaptasi dengan efektif terhadap
stress karena penyakit dan dirawat4. Untuk membantu anak
terdistraksi terhadap penyakit yang sedang dialamiIII.
SasaranPasien anak di Ruang Seruni RSUD Dr M Soewandhi Surabaya
IV. PerencanaanA. Jenis Program Bermain1. Menyusun PuzzleB.
Karakteristik Permainan1. Melatih motorik kasar2. Mengembangkan
kreativitas dan imajinasi anakC. Karakteristik Peserta1. Usia : 3-5
tahun2. Keadaan Umum: Baik, Kooperatif3. Posisi: DudukD.
SasaranSasaran terapi kreativitas ini adalah anak-anak usia
pra-sekolah (3-5 thn) yang dirawat di ruang perawatan anak (Seruni
RSUD Dr. Soewandhi Surabaya)
V. Metode1. Demonstrasi
VI. Media1. Puzzle
VII.Pengorganisasian1. Moderator: Ghora Kertapati2. Pemateri:
Nuril Fadlila3. Observer: Nurul Fahmi Rizka L4. Fasilitator: Sarah
Anindita, Yanis Citra
VIII. Setting Tempat
Keterangan : =Leader=CoLeader=Anak-anak = Fasilitator
IX. Kriteria Evaluasi1. Evaluasi Struktura. Pengorganisasian
terapi bermain dilakukan dua hari sebelumnya.b. Kepanitiaan sudah
menyiapkan SAK dan media yang akan digunakan.c. Seluruh pasien anak
(3-5 tahun) di Ruang Seruni RSUD Dr. Soewandhi Surabaya ikut terapi
bermain.d. Penyelenggaraan terapi bermain dilakukan Ruang Seruni
RSUD Dr. Soewandhi Surabaya.2. Evaluasi Prosesa. Para pasien anak
di Ruang Seruni RSUD Dr. Soewandhi Surabaya antusias untuk
mengikuti terapi bermainb. Sasaran tidak meninggalkan tempat saat
terapi bermain dilaksanakanc. Mahasiswa Stikes Hang Tuah Surabaya
terlibat aktif dalam kegiatan terapi bermain
3. Evaluasi Hasila. Pasien anak di Ruang Seruni RSUD Dr.
Soewandhi Surabaya mengikuti bermain dari awal sampai selesai.
X. Kegiatan PenyuluhanNoWaktuKegiatan PenyuluhanKegiatan
Peserta
1.5 MenitPembukaan:a. Membuka kegiatan dengan mengucapkan
salamb. Memperkenalkan diric. Menjelaskan tujuan dari terapi
bermaind. Menjelakan tujuan terapi bermaine. Menyanyi bersama
a. Menjawab salam
b. Memperhatikanc. Memperhatikan
d. Memperhatikane. Menyanyi
2.45 menitPelaksanaan:a. Membagi peserta dalam beberapa
kelompokb. Memulai permainan puzzlea. Memperhatikan
b. Memperhatikan
3.5 menitEvaluasi:a. Menanyakan kepada peserta perasaan setelah
bermain puzzleb. Mengevaluasi reaksi peserta sebelum dan sesudah
bermain puzzle.a. Menjawab pertanyaanb. Memperhatikan.
4.5 menitTerminasi:a. Mengucapkan terima kasih terhadap peran
serta pesertab. Mengucapkan salam penutupa. Mendengarkan
b. Menjawab salam
5
MATERI
I. PengertianTumbuh Kembang anak usia prasekolah akhir (3-5
tahun) merupakan pertumbuhan dimana anak berada pada fase inisiatif
vs masa bersalah (initiative vs guilty). Sedangkan menurut Sigmund
Freud anak berada pada fase phalik yaitu dimana anak mulai mengenal
perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki .Bermain adalah
cara alamiah bagi anak mengungkapkan konflik dalam dirinya yang
tidak disadari (wholey and Wong,1991). Bermain adalah suatu
kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginan untuk memperoleh
kesenangan (Foster,1989). Bermain adalah kegiatan yang dilakukan
untuk kesenangan yang ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil
akhir (Hurlock).
II. Fungsi BermainMenurut Wong (1996), fungsi bermain bagi anak
meliputi :1. Perkembangan sensori motorikBermain penting untuk
mengembangkan otot dan energi. Komponen yang paling untuk semua
umur terutama bayi. Anak mengekslorasi alam sekitarnya :a. Bayi
melalui stimulasi taktil ( sentuhan ), audio, visual.b. Toddler dan
prasekolah ; gerakan tubuh dan eksplorasi lingkunganc. Sekolah dan
remaja : Memodifikasi gerakan tubuh lebih terkoordinasi dan rumit.
Contoh berlari dan bersepeda.2. Perkembangan Intelektual/
KognitifAnak belajar berhubungan dengan lingkungannya, belajar
mengenal objek dan bagaimana menggunakannya. Anak belajar berpikir
abstrak dapat meningkatkan kemampuan bahasa, dapat mengatasi
masalah dan menolong anak membandingkan antara fantasi dan
realita.3. SosialisasiDengan bermain akan mengembangkan dan
memperluas sosialisasi anak sehingga anak cepat mengatasi persoalan
yang akan timbul dalam hubungan sosial. Dengan sosialisasi akan
berkembang nilai-nilai normal dan etik. Anak belajar yang benar dan
salah serta bertanggung jawab atas kehendaknya.a. Bayi : perhatian
dan rasa senangnya akan kehadiran orang lain dimana kontak sosial
pertama anak adalah figur ibu.b. Sampai usia 1 tahun : bayi
memeriksa bayi lain, memeriksa objek di lingkungan.c. Usia 23 tahun
: permainan pura-pura dengan ibu dan anak, dokter dan pasien,
penjual dan pembeli. Kemudian meluas teman sementara dan teman
permainannya.d. Usia prasekolah : sadar akan keberadaan teman
sebaya, mengidentifikasi ciri yang ada pada setiap bermainnya.e.
Usia sekolah : teman 1 atau 2 orang yang disukai, belajar memberi
dan menerima, belajar peran benar atau salah, nilai moral dan etik,
mulai memahami tanggung jawab dari tindakannya.4.
KreativitasMelalui bermain anak menjadi kreatif, anak mencoba
ide-ide baru dalam bermain. Kalau anak merasa puas dari kreativitas
baru, maka anak akan mencoba pada situasi yang lain.5. Nilai
terapeutikUntuk melepaskan stress dan ketegangan.6. Kesadaran
diriAnak akan sadar akan kemampuan dan kelemahannya serta tingkah
lakunya.7. Nilai MoralBelajar salah/benar dari kultur, rumah,
sekolah dan interaksi. Contoh bila ingin diterima sebagai anggota
kelompok, anak harus mematuhi kode perilaku yang diterima secara
kultur, adil, jujur, kendali diri dan mempertimbangkan kepentingan
orang lain.III. Tujuan BermainMelalui fungsi yang terurai diatas,
pada prinsipnya bermain mempunyai tujuan sebagai berikut :1. Untuk
melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat
sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Walaupun demikian, selama anak dirawat di rumah
sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih harus
tetap dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.2. Mengekspresikan
perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.3. Mengembangkan
kreativitas dan kemampuannya memecahkan masalah.4. Dapat
beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat
dirumah sakit.IV. Ciri BermainBeberapa ciri bermain yaitu :1.
Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksud muncul atas
keinginan pribadi serta untuk kepentingan sendiri.2. Perasaan dari
orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh
emosi-emosi yang positif.3. Fleksibilitas yang ditandai mudahnya
kegiatan beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lain.4. Lebih
menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir.5.
Bebas memilih, dan ciri ini merupakan elemen yang sangat penting
bagi konsep bermain pada anak-anak kecil.V. Klasifikasi Bermain1.
Menurut isi permainan1) Social Affektif Play, permainan yang
membuat anak belajar berhubungan dengan orang lain. Contoh : orang
tua berbicara, memeluk, bersenandung, anak memberi respon dengan
tersenyum, mendengkur, tertawa, beraktivitas, dll.2) Sense Pleasure
Play (bermain untuk bersenang-senang), contoh : Obyek, cahaya, bau,
rasa, benda alam dan gerakan tubuh.3) Skill Play, bermain yang
sifatnya membina keterampilan Misalnya berulangkali melakukan dan
melatih kemampuan yang baru didapat, Contoh naik sepeda.4) Dramatik
Role Play/bermain Dramatik/ Simbolik, dimulai pada akhir masa bayi
11-13 bulan. Contoh : berpura-pura melakukan kegiatan keluarga
seperti makan, minum dan tidur. Usia Toddler kegiatan berupa
hal-hal yang lebih dikenalnya. Usia Prasekolah kegiatan sehari-hari
tetapi lebih rumit.5) Permainan game, contoh Puzzle, komputer games
dan video.2. Menurut Karakteristik Sosial1) Onlooker
Play/mengamati, anak melihat apa yang dilakukan anak lain tetapi
tidak ada usaha untuk ikut bermain. Contoh : menonton televisi2)
Solitary/mandiri, anak bermain sendiri. Menyukai kehadiran orang
lain tapi tidak ada usaha untuk mendekat atau berbicara. Hanya
terpusat pada aktivitas/ permainanya sendiri.3) ParalelPlay,
bermain sendiri di tengah anak lain, tidak ada asosiasi kelompok.
Ciri bermain anak Toddler.4) Asosiasi Play, bermain dan
beraktifitas serupa bersama, tetapi tidak ada pembagian kerja,
pemimpin/ tujuan bersama, Anak interaksi dengan saling meminjam
alat permainan. Ciri Anak Prasekolah5) Cooperatif Play, bermain
dalam kelompok, ada perasaan kebersamaan/ sebaliknya, terbentuk
hubungan pemimpin dan pengikut. Ada tujuan yang ditetapkan dan
ingin dicapai.3. Menurut Usia Anak Pra SekolahAnak usia sekolah (4
tahun - 6 tahun) Usia 4 TahunMotorik Kasar : Berjalan berjinjit,
melompat dengan satu kaki, menangkap bola dan melemparkannya dari
atas kepalaMotorik Halus: Sudah bisa menggunakan gunting dengan
lancar, sudah bisa menggambar kotak, menggambar garis vertical
maupun horizontal, belajar membuka dan memasang kancing baju. Usia
5 tahunMotorik Kasar: Berjalan mundur sambil berjinjit, sudah dapat
menangkap dan melempar bola dengan baik, sudah dapat melompat
dengan kaki secara bergantian.Motorik Halus: Menulis dengan angka
angka, menulis dengan huruf, menulis dengan kata kata, belajar
menulis nama, belajar mengikat tali sepatu.Sosial Emosional:
Bermain sendiri mulai berkurang, sering berkumpul dengan teman
sebaya, interaksi sosial selama bermain meningkat, sudah siap untuk
menggunakan alat alat bermain.Pertumbumbuhan Fisik :Berat badan
meningkat 2,5 kg/ tahun, tinggi badan meningkat 6,75 7,5 cm/
tahun.
Perkembangan Psikososial AnakTeori mengenai perkembangan
psikososial dikemukakan oleh Erick Ericson (1963). Tahapan
perkembangan pada anak prasekolah menurut Erikson adalah :Inisiatif
versus rasa bersalah (Umur 3-6 tahun)Tahap ini anak mulai belajar
untuk mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa
inisiatif mulai menguasai anak, anak sudah mulai diikutsertakan
sebagai individu atau membantu orang tua dan lingkungan. Suatu
contoh; anak ikut serta merapikan tempat tidur, bagi anak wanita
bisa membantu ibu di dapur. Dalam hal ini anak sudah mulai
memperluas lingkup pergaulannya. Ia menjadi aktif di luar rumah,
kemampuan berbahasa semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya
dan saudara cenderung untuk selalu menang sendiri.Disini peran
seorang ayah sudah mulai berjalan, harus ada hubungan yang harmonis
antara ayah, ibu dan anak yang tujuan akhirnya adalah untuk
memantapkan identitas diri anak. Orang tua dapat melatih diri anak
untuk mengintegrasikan peran peran sosial dan tanggung jawab
sosial. Pada tahap ini pula kadang kadang anak tidak dapat mencapai
tujuan atau kegiatan yang lebih disebabkan karena keterbatasan
kemampuannya. Akan tetapi jika ada tuntutan lingkungan, semisal
dari orang tua sendiri ataupun orang lain yang terlalu tinggi, maka
akan dapat mengakibatkan anak merasa aktivitasnya/ imajinasinya
buruk dan tahap berikutnya anak akan merasa kecewa dan
bersalah.
Tahap psikoseksual menurut Sigmund FreudFase Phalic ( umur 3-6
tahun)Fase ini anak akan senang memegang genetalia, kecendrungan
anak akan dekat dengan orang tua yang berlawanan jenis kelamin.
Misalnya nak laki laki lebih dekat dengan ibunya, sedangkan anak
perempuan akan lebih dekat dengan ayahnya. Selai itu juga anak
mempunyai rasa persaingan yang ketat dengan orang tua yang sesama
jenis kelamin. Misalnya anak laki laki merasa tersaingi oleh
ayahnya untuk memperebutkan kasih sayang dari ibunya. Demikian pula
dengan anak perempuan, dia akan merasa tersaingi oleh ibunya untuk
mendapatkan kasih sayang dari ayahnya, sehingga jangan heran jika
anak perempuan sering bergelanyut di pangkuan ayahnya daripada
digendong ibunya. Sifat egosentris yang tinggi pada anak dan
interaksi sosial sudah mulai tumbuh
VI. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bermain1. Tahap perkembangan
anakAktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai
dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak. Tentunya
permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya karena
pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Dengan demikian, orang tua dan perawat harus
mengetahui dan memberikan jenis permainan yang tepat untuk setiap
tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.2. Status kesehatan
anakUntuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi, walaupun
demikian, bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang
sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan
bekerja pada orang dewasa. Yang penting pada saat kondisi anak
sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah
sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang
dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang
sedang dirawat di rumah sakit.3. Jenis KelaminDalam melaksanakan
aktivitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau
perempuan. Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki
atau perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi,
kreativitas dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi, ada pendapat
lain yang meyakini bahwa permainan adalah salah satu alat untuk
membantu anak mengenal identitas diri sehingga sebagian alat
permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak
laki-laki. Hal ini di latarbelakangi oleh alasan adanya tuntutan
perilaku yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan hal ini
dipelajari melalui media permainan.4. Lingkungan yang
mendukungTerselenggaranya aktivitas bermain yang baik untuk
perkembangan anak salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral,
budaya dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain tidak selalu
harus yang dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan
yang dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan
sering kali mainan tradisional yang dibuat sendiri dari/atau
berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak akan lebih
merangsang anak untuk kreatif, keyakinan keluarga tentang moral dan
budaya juga mempengaruhi bagaimana anak di didik melalui permainan.
Sementara lingkungan fisik sekitar lebih banyak mempengaruhi ruang
gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan motorik. Lingkungan
rumah yang cukup luas untuk bermain memungkinkan anak mempunyai
cukup ruang gerak untuk bermain, berjalan, mondar-mandir, berlari,
melompat dan bermain dengan teman sekelompoknya.5. Alat dan jenis
permainan yang cocok atau sesuai bagi anakOrang tua harus bijaksana
dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih yang sesuai
dengan tahap tumbuh kembang anak. Label yang tertera pada mainan
harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan
tersebut sesuai dengan usia anak. Alat permainan tidak selalu harus
yang dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang
dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan seringkali
mainan tradisional yang dibuat sendiri dari atau berasal dari
benda-benda di sekitar kehidupan anak, akan lebih merangsang anak
untuk kreatif. Alat permainan yang harus didorong, ditarik, dan
dimanipulasi, akan manegajarkan anak untuk dapat mengembangkan
kemampuan koordinasi alat gerak. Permainan membantu anak untuk
meningkatkan kemampuan dalam mengenal norma dan aturan serta
interaksi sosial dengan orang lain.
VII. Karakteristik Bermain Sesuai Tahap Perkembangan Anak1.
Tradisia. Setiap generasi meniru permainan generasi sebelumnyab.
Bentuk permainan yang memuaskan akan dilanjutkanc. Tergantung dari
perubahan musim2. Bermain mengikuti pola perkembangan yang dapat
diramalkan. Usia bertambah, penggunaan material lebih bermakna,
misalnya balok.3. Waktu dan usiaa. Ragam kegiatan bermain berkurang
dengan tambahnya usiab. Waktu berkurang sesuai usiac. Aktifitas
fisik berkurangd. Waktu untuk aktifitas spesifik meningkate.
Perhatian menyempit tetapi lebih lamaf. Jumlah dan usia teman (
lebih sedikit dan spesifik )VIII. Prinsip Permainan pada Anak di
Rumah Sakit1. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan
yang sedang dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring,
harus dipilih permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan
anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat
bermain khusus yang ada di ruangan rawat.2. Permainan yang tidak
membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana3. Permainan harus
mempertimbangkan keamanan anak4. Permainan harus melibatkan
kelompok umur yang sama5. Melibatkan orang tua
IX. Keuntungan Bermain Pada Anak di Rumah Sakit1. Meningkatkan
hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat2. Perawatan
di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.
Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri
pada anak.3. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya
memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak
mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih tegang dan
nyeri.4. Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan
kemampuan anak untuk mempunyai tingkah laku yang positif
X. Pengertian PuzzleMenurut Depdiknas (2003: 43) permainan
puzzle kegiatan bongkar dan menyusun kembali kepingan puzzle
menjadi bentuk utuh. Posisi awal puzzle yang dalam keadaan
acak-acakan bahkan keluar dari tempatnya anak akan merasa
tertantang untuk karena hal ini yang mendorong kelincahan
koordinasi tangan dan pikiran terwujud secara nyata.XI. Tujuan
Permainan PuzzleMemberikan permainan pada anak yaitu permainan yang
menarik dan memberikan pengetahuan yang dapat mengasah strategi
anak. Permainan anak yang diberikan dapat memberikan simbol.
Permainan membuat anak belajar dengan senang, dan dengan belajar
melalui permainan anak dapat menguasai pelajaran yang lebih
menantang. Permainan puzzle menurut Sunarti (2005: 49) mempunyai
tujuan, yaitu: 1. Mengenalkan anak beberapa strategi sederhana
dalam menyelesaikan masalah. 2. Melatih kecepatan, kecermatan, dan
ketelitin dalam menyelesaikan masalah. 3. Menanamkan sikap pantang
menyerah dalam menghadapi masalah.
XII. Manfaat Permainan Puzzle1. Mengasah otak, kecerdasan otak
anak akan terlatih karena permainan puzzle yang melatih sel-sel
otak untuk memecahkan masalah. 2. Melatih koordinasi mata dan
tangan, permainan puzzle melatih koordinasi tangan dan mata anak.
Hal itu dikarenakan anak harus mencocokan keping-keping puzzle dan
menyusunnya menjadi satu gambar utuh. 3. Melatih membaca, membantu
mengenal bentuk dan langkah penting menuju pengembangan
keterampilan membaca. 4. Melatih nalar, permainan puzzle dalam
bentuk manusia akan melatih nalar anak-anak karena anaak-anak akan
menyimpulkan dimana letak kepala, tangan, kaki, dan lain-lain
sesuai dengan logika. 5. Melatih kesabaran. Aktivitas permainan
puzzle, kesabaran akan terlatih karena saat bermain puzzle di
butuhkan kesabaran dalam menyelesaikan permasalahan. 6. Memberikan
pengetahuan, permainan puzzle memberikan pengetahuan kepada
anak-anak untuk mengenal warna dan bentuk. Anak juga akan belajar
konsep dasar binatang, alam sekitar, jenis-jenis benda, anatomi
tubuh manusia, dan lain-lain.
XIII. Cara Memainkan PuzzlePermainan yang dapat merangsang daya
pikir anak, termasuk diantaranya meningkatkan kemampuan konsentrasi
dan memecahkan masalah. Permainan tidak hanya membuat anak
menikmati permainan tapi juga dituntut agar membuat anak untuk
teliti dan tekun ketika mengerjakan permainan tersebut. Kegiatan
yang aktif dan menyenangkan juga meningkatkan aktifitas sel otaknya
dan juga merupakan masukan-masukkan pengamatan atau ingatan yang
selanjutnya akan menyuburkan proses pembelajaran dan menggunakan
semua panca indranya secara aktif. Cara memainkan puzzle pun tidak
sulit. Menurut Yulianti (2008: 43) langkah-kangkah memainkan
permainan puzzle adalah sebagai berikut: 1. Lepaskan kepingan
puzzle dari papannya
2. Acak kepingan puzzle tersebut
3. Mintalah anak untuk memasangkannya kembali
4. Berikan tantangan pada anak untuk melakukannya dengan cepat,
biasanya dengan hitungan angka dari 1 sampai 10, stopwatch,
dll.
DAFTAR PUSTAKA
Berhman et al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol 3, Editor
bahasa Indonesia: A. Samik Wahab-Ed.15- Jakarta : EGC Hurlock.1991.
Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta : Erlangga Ngastiyah, 2005,
Perawatan Anak Sakit, Ed.2, Jakarta:EGCSoetjiningsih, 1995, Tumbuh
Kembang Anak, Jakarta : EGCWong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EGCYulianti I, Rani.
2008. Permainan yang Meningkatkan Kecerdasan Anak. Jakarta: Laskar
Askara.