I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari gugusan pulau-pulau sebanyak 17.508 pulau dengan luas perairan laut Indonesia diperkirakan sebanyak 58 juta km dan panjang garis pantai 95.181 km, keadaan yang demikian yang menyebabkan Indonesia banyak memiliki potensi yang cukup besar di bidang perikanan, mulai dari prospek pasar baik dalam negeri maupun internasional (Sudirman dan Karim,2008). Salah satu kegiatan yang diharapkan mampu menjadi sumbangsih terbesar dalam peningkatan hasil pada sektor perikanan adalah program revitalisasi perikanan yang merupakan program nasional yang dicanangkan oleh presiden republik Indonesia. Dimana tujuan yang hendak di capai dalam program ini yaitu meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya. Pelaksanaan program ini merupakan wujud dukungan politik, ekonomi dan sosial untuk menjadikan perikanan sebagai salah satu prime mover pembangunan ekonomi nasional. Sasaran program revitalisasi ini di fokuskan pada
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang
terdiri dari gugusan pulau-pulau sebanyak 17.508 pulau dengan luas perairan laut
Indonesia diperkirakan sebanyak 58 juta km dan panjang garis pantai 95.181 km,
keadaan yang demikian yang menyebabkan Indonesia banyak memiliki potensi yang
cukup besar di bidang perikanan, mulai dari prospek pasar baik dalam negeri
maupun internasional (Sudirman dan Karim,2008).
Salah satu kegiatan yang diharapkan mampu menjadi sumbangsih terbesar
dalam peningkatan hasil pada sektor perikanan adalah program revitalisasi
perikanan yang merupakan program nasional yang dicanangkan oleh presiden
republik Indonesia. Dimana tujuan yang hendak di capai dalam program ini yaitu
meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya.
Pelaksanaan program ini merupakan wujud dukungan politik, ekonomi dan sosial
untuk menjadikan perikanan sebagai salah satu prime mover pembangunan
ekonomi nasional. Sasaran program revitalisasi ini di fokuskan pada
pengembangan tiga komoditas penting salah satu di antaranya adalah rumput laut.
Indonesia memiliki lima provinsi utama penghasil rumput laut, yaitu Provinsi
Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tengah
dan Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan merupakan provinsi yang memiliki produksi
rumput laut rata-rata tahunan tertinggi kedua setelah provinsi Bali yaitu sebesar
24.531 ton dalam bentuk rumput laut basah (Departemen kelutan dan perikanan,
2006). Budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan di mulai sejak tahun 1983 dengan
pertimbangan : (1) Peraiaran Sulawesi Selatan mempunyai potensi yang sangat
cocok untuk budidaya rumput laut (2) Usaha budidaya rumput laut tidak terlalu sulit
pemeliharaanya sehingga dapat dilakukan oleh masyarakat pesisir (3) Usaha
budidaya rumput laut dapat membuka lapangan kerja pada masyarakat (4)
Komoditas rumput laut mempunyai peluang pasar yang sangat potensial di pasar
dalam dan luar negeri yang dapat dijadikan sebagai bahan baku industri pengolahan
dan (5) Sumbangan devisa rumput laut cukup besar terhadap total nilai ekspor
daerah Sulawesi Selatan pada khususnya dan Indonesia secara umum.
Dalam upaya menjadikan Indonesia pada tahun 2015 sebagai penghasil
produk perikanan terbesar di dunia, Kementerian Kelautan dan Perikanan
menetapkan perikanan budidaya sebagai ujung tombak. Kongritisasi hal tersebut
dengan jalan memacu produksi perikanan budidaya pada tahun 2014 menjadi 16,89
juta ton, yang diharapkan dapat meningkat secara spektakuler atau 353 persen
dibandingkan produksi pada tahun 2009 yang hanya 4,78 juta ton.
Secara empirik, perkembangan budidaya rumput laut di berbagai daerah di
Sulawesi Selatan mengalami peningkatan yang pesat, salah satunya adalah
Kabupaten Jeneponto. Bahkan Kementerian Koperasi dan UKM telah menetapkan
kabupaten ini sebagai salah satu sentra produksi di Sulawesi Selatan (Dinas
Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan, 2009).
Hasil penelitian dari Summari (2008) menyebutkan bahwa dari total luas
perairan laut Kabupaten Jeneponto yang disurvei seluas 20.848,11 ha, luasan
perairan tersebut yang tergolong kategori sangat sesuai seitar 16.844,88 ha,
kategori sesuai sebesar 3.731,79 ha dan kategori cukup sesuai sebesar 271,44 ha
untuk budidaya rumput laut diperairan laut. Apa yang ditemukan oleh Summari
(2008) menunjukkan bahwa tidak terdapat kawasan perairan yang termasuk kategori
tidak sesuai untuk budidaya rumput laut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perairan
pesisir Kabupaten Jeneponto berdasarkan peubah fisika kimia sebagai kondisi
ekologi merupakan kawasan yang tepat dan sangat berpotensi dikembangkan
secara ekstensifikasi untuk budidaya rumput laut metode long line.
Meskipun demikian perkembangan usaha pembudidayaan rumput laut juga
tidak lepas dari berbagai macam masalah. Fakta empirik memperlihatkan bahwa
keterbatasan modal dan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat pesisir secara
umum dapat diasumsikan bahwa faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya,
membuat mereka (pembudidaya rumput laut) tidak mampu mengembangkan usaha
secara komersial sehingga berimplikasi terhadapat rendahnya pendapatan yang
mereka peroleh. Hal ini menyebabkan sebagian besar dari komunitas mereka masih
tergolong masyarakat miskin dengan pola usaha yang bersifat subsisten.
Secara kontekstual masalah yang di hadapi petani rumput laut dari berbagai
daerah di Kabupaten Jeneponto kurang lebih menunjukan hal yang sama, termasuk
di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke yang dijadikan sebagai wilayah studi
kasus penelitian.
Dalam perkembangan saat ini, pemerintah dengan berbagai programnya
telah berupayah mendorong masyarakat pesisir dalam melakukakan kegiatan
usaha secara berkelompok. Gambaran yang dimaksud terlihat pada pembentukan-
pembentukan kelompok tani/nelayan. Hal ini dimaksudkan agar dengan
berkelompok para petani rumput laut dapat dengan mudah melaksanakan atau
mengerjakan kegiatan-kegiatan dalam pembudidayaan rumput laut berdasarkan
aktivitas interaksi diantara mereka (belajar berdasarkan pengalaman) sehingga
diharapkan bisa meningkatkan usaha budidaya rumput laut yang dilakukan, juga
dengan adanya kelompok tani para petani rumput laut diharapkan dapat bertukar
pikiran atau melakukan diskusi (informasi) sesama anggota kelompok tani, yang
berimplikasi terhadap penyelesaian masalah-masalah yang ada dalam kelompok
tani tersebut, selain itu juga dengan berkelompok, pemerintah dapat dengan mudah
mengontrol, dan mengevaluasi berbagai bantuan yang telah diberikan.
Dari hasil survei awal yang dilakukan di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan
Arungkeke, Kabupaten Jeneponto, ditemukan bahwa kelompok tani yang mereka
bentuk diasumsikan kurang berfungsi sebagaimana layaknya sebagai kelompok
yang ideal. Bertitik tolak dari deskripsi yang di kemukakan di atas, penulis tertarik
untuk menelaah melalui penelitian dengan mengambil judul “Strategi Pemberdayaan
Kelompok Tani Pada Usaha Budidaya Rumput laut di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan
Arungkeke, Kabupaten Jeneponto”
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana aktivitas kelompok tani rumput laut di Desa Bulo – Bulo ?
2. Bagaimana strategi pemberdayaan kelompok tani dalam meningkatkan usaha
budidaya rumput laut di Desa Bulo-Bulo ?
C. Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan yang ingin di capai sehubungan dengan permasalahan penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui aktivitas kelompok tani rumput laut di Desa Bulo-Bulo
2. Untuk membuat strategi pemberdayaan kelompok tani sehingga dapat
meningkatkan usaha budidaya rumput laut di Desa Bulo-Bulo.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi kelompok tani rumput laut untuk dapat
mengembangkan usahanya.
2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah untuk lebih mengaktifkan kelompok
tani rumput laut yang berimplikasi pada kemajuan usaha budidaya rumput laut
di Kabupaten Jeneponto
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Potensi Rumput Laut
Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di
wilayah pesisir dan laut. Istilah ini rancu secara botani karena dipakai untuk dua
kelompok tumbuhan yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia, istilah rumput laut
dipakai untuk menyebut gulma laut dan lamun.
Yang dimaksud sebagai rumput laut adalah anggota dari kelompok vegetasi
yang dikenal sebagai alga. Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang
berasosiasi dengan keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut biasanya
dapat hidup di atas substrat pasir dan karang mati. Dibeberapa daerah pantai di
bagian selatan Jawa dan pantai barat Sumatera, rumput laut banyak ditemui hidup di
atas karang-karang terjal yang melindungi pantai dari deburan ombak. Selain hidup
bebas di alam, beberapa jenis rumput laut juga banyak dibudidayakan oleh sebagian
masyarakat pesisir Indonesia. Contoh jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan
di antaranya adalah Euchema cottonii dan Gracilaria spp. Beberapa daerah dan
pulau di Indonesia yang masyarakat pesisirnya banyak melakukan usaha budidaya
rumput laut ini diantaranya berada di wilayah pesisir Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu, Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Lombok, Sulawesi, Maluku dan
Papua (http//:id.wikipedia.org/wiki/rumput laut).
Salah satu jenis rumput laut Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis
penting dan merupakan salah satu jenis yang potensial untuk dibudidayakan adalah
Eucheuma cottonii. secara lengkap klasifikasi rumput laut jenis Eucheuma cottonii
Jumlah 1351 100,00Sumber : Data Sekunder Kantor Desa Bulo-Bulo,2010
Data diatas menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk terkonsentrasi
pada sektor pertanian yakni sebanyak 572 dengan frekuensi 42,98 %,kemudian
PNS /ABRI sebanyak 235 dengan persentase sebanyak 17,39%,untuk pembudidaya
jumlah frekuensinya adalah 141 dengan jumlah persentase 10,44%. Mata
pencaharian sebagai petambak merupakan mata pencaharian paling sedikit di tekuni
oleh penduduk setempat yaitu hanya sebesar 15 jiwa dengan persentase sebesar
1,11 % .
Mengenai keadaan pendidikan penduduk di Desa Bulo-Bulo dapat
di kemukakan bahwa pada umumnya telah mementingkan soal pendidikan. Banyak
penduduk setempat yang sempat menamatkan pendidikan pada tingkat sekolah,
mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai keperguruan tinggi. pengelompokkan
penduduk menurut tingkat pendidikan di kemukakan dalam tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Bulo-Bulo tahun 2009
No Tingkat pendidikan Banyaknya penduduk(Jiwa)
Presentase
1 Belum sekolah/buta huruf 843 34,212 Tamat SD 448 18,183 Tamat SMP 329 13,354 Tamat SMA 461 18,715 D3 109 4,426 Sarjana (S1) 274 11,12
Jumlah 2464 100Sumber : Data Sekunder Kantor Desa Bulo-Bulo, 2010
Dari data di atas menunjukan bahwa sekitar 1621 jiwa penduduk Desa Bulo-
Bulo telah memiliki latar belakang pendidikan, walaupun dengan jenjang sekolah
yang cukup bervariasi, dan selebihnya adalah sebanyak 843 jiwa yang belum
sekolah atau buta huruf.
D.Kondisi Sosial dan Ekonomi
Masyarakat yang berdomisili di Desa Bulo-Bulo umumnya suku Makassar
sedangkan sedangkan lainnya ada yang berasal dari suku Bugis dan Jawa. Dalam
pergaulan sehari-hari masyarakat Desa Bulo-Bulo menggunakan bahasa makassar.
Adapun mayoritas penduduk Desa Bulo-Bulo memeluk agama Islam dan nampak
bahwa mereka taat menjalankan aktivitas keagamaan. Ini dapat dilihat dari berbagai
aktivitas keagamaan yang diikuti penduduk setempat seperti shalat jumat
berjamaah, shalat Idul Fitri, shalat Idul Adha, Pengajian, Maulid, dan lainnya.
Kegiatan agama ini didukung dengan tersedianya sarana ibadah yaitu Mesjid. Selain
fasilitas keagamaan, juga terdapat fasilitas pendidikan berupa Taman Kanak-Kanak
(TK), Sekolah Dasar (SD) dan Pesantren .
Desa Bulo-Bulo juga memiliki fasilitas kesahatan berupa pustu dan posyandu
sehingga dapat memudahkan maysrakat setempat untuk memperoleh pelayanan
kesehatan. Untuk menunjang kegiatan ekonomi di Desa Bulo-Bulo juga terdapat
pasar dan koperasi.
Masyarakat Desa Bulo-Bulo telah dapat menikmati fasilitas jalan aspal, listrik, air
bersih dan transportasi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga
maupun untuk suatu usaha. Dengan adanya fasilitas-fasilitas tersebut maka dapat
memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk proses mobilitas, dan hal ini
tentunya akan mendorong perkembangan sosial ekonomi masyarakat dengan
cepat. Untuk lebih jelasnya, sarana dan prasarana pendukung perkembangan sosial
ekonomi masyarakat dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini
Tabel 5.Sarana dan Prasarana Di Desa Bulo-Bulo Tahun 2010.
No. Uraian Jumlah (Unit)1. Taman Kanak-Kanak (TK) 32. Sekolah Dasar (SD) 23. Pesantren 14. Mesjid 35. Mushollah 26. Kantor Desa 17. Kantor BPD 18. Puskesmas pembantu 19. Posyandu 3
10. Pasar 111. Koperasi 312. Lapangan 113. Sarana transpostasi
Ojek Mobil
304
Jumlah 53 Sumber : Data Sekunder Kantor Desa Bulo-Bulo, 2010.
E.Sejarah Singkat Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Desa Bulo-Bulo
Masyarakat Desa Bulo-Bulo sebelum masuknya rumput laut, pada umumnya
memiliki mata pencaharian pokok sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian
tersebut ternyata tidak meningkatkan taraf kehidupan bahkan masyarakatnya susah
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (tergolong miskin). Hal ini terjadi
karena mereka hanya hidup dari hasil bertani dan berkebun yang sangat bergantung
dari alam (air hujan), jadi panen hanya dapat dilakukan satu tahun sekali. Di
samping itu, masyarakat yang bekerja sebagai nelayan tradisional juga masih
bergantung dari alam. Hal ini seperti yang disampaikan salah satu informan yang
menyatakan bahwa:
“saya pilih rumput laut karena didesa ini lagi banyak digemari rumput laut, makanya semua orang di desa ini dia budidaya rumput laut, terus saya dengar-dengar juga kalau rumput laut gampang sekali penanamannya baru gampang juga di dapat bibitnya ....(AA,56 thn)
Seiring berjalannya waktu dan semakin hangatnya pembicaraan mengenai
rumput laut yang begitu berkembang dan memiliki nilai jual yang begitu tinggi, maka
sekitar 7 tahun yang lalu atau tepatnya pada tahun 2003 budidaya rumput laut mulai
dibudidayakan di Desa Bulo-Bulo. Adapun jenis rumput laut yang dibudidayakan di
Desa Bulo-Bulo adalah Eucheuma cottoni
Pada tahun 2007 pemerintah kabupaten Jeneponto melalui Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Jeneponto mengadakan pelatihan tentang budidaya
rumput laut untuk para pembudidaya rumput laut se Kabupaten Jeneponto. Dengan
adanya pelatihan ini maka para pembudidaya lebih mengerti cara membudidayakan
rumput laut yang baik sehingga diharapkan dapat membantu masyarakat untuk
meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui usaha tersebut.
Saat ini harapan tersebut sudah terbukti, dapat dilihat dari antusiasme
masyarakat dalam membudidayakan rumput laut. Di samping itu, usaha budidaya
rumput laut ini dapat memberikan peningkatan pendapatan bagi masyarakat
setempat. Dimana, beberapa orang sudah dapat membeli motor, membeli mesin
perahu, menambah jumlah tali, memperbaiki rumah, membeli televisi, dan
sebagainya dari hasil penjualan rumput laut.
F.Identitas Informan
Berdasarkan data yang di peroleh dengan melakukan observasi langsung di
lokasi penelitian dapat di ketahui identitas informan yang meliputi umur, tingkat
pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga. Adapun identitas informan secara rinci
sebagai berikut:
1.Tingkat Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi aktivitas
seseorang dalam mengelola bidang usahanya. Umumnya seseorang yang masih
muda dan sehat memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat di bandingkan dengan
yang berumur tua. Seseorang yang masih muda lebih cepat menerima hal-hal yang
baru, berani mengambil resiko dan lebih dinamis. Sedangkan seseorang yang reltif
tua mempunyai kapasitas pengelolaan yang lebih matang dan memiliki banyak
pengalaman dalam mengelola usahanya, sehingga ia sangat berhati-hati dalam
bertindak dan cenderung pada hal-hal yang tradisional, disamping itu kemampuan
fisiknya sudah mulai berkurang.
Berdasarkan data usia produktifitas manusia dalam bekerja terdapat
4 tingkatan yaitu 25-35 tahun, 36-46 tahun, 47-57 tahun, serta 58-68 tahun.
Klasifikasi informan menurut tingkat umur dapat dilihat pada tabel 6 berikut.
Tabel 6. Presentase jumlah informan berdasarkan tingkat umur di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke,Kabupaten Jeneponto
No Tingkat Umur Frekuensi Presentase1 25-35 8 402 36-46 6 303 47-57 5 254 58-68 1 5
Jumlah 20 100Sumber : Data Primer Setelah Diolah,2010
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa semua informan berada dalam
usia produktif yaitu antara 25-35 tahun dengan frekuensi sebanyak 8 orang dan
presentase sebesar 40%. Kondisi informan yang berada dalam usia produktif
merupakan kondisi yang matang dalam bekerja, dengan kemampuan bekerja,
dengan kemampuan berfikir dan dinamisasi dalam berusaha. Dan kemampuan
yang matang dalam mengelola usaha budidaya rumput laut serta bantuan program
yang ada dalam meningkatkan kesejahteraan. Untuk mengetahui presentase tingkat
umur informan dapat dilihat pada gambar 2
Gambar 2. Jumlah Informan Berdasarkan Tingkat Umur
Berdasarkan gambar 2, Jumlah informan pada kisaran umur 25-35 tahun
sebanyak 40%, umur 36-46 tahun sebanyak 30%, umur 47-57 tahun sebanyak 25%
dan 58-68 tahun sebanyak 5%. Dengan demikian pada kisaran umur 25-35 tahun
dengan presentase sebanyak 40 % banyak informan yang melakukan budidaya
rumput laut. Hal ini dikarenakan dalam budidaya rumput laut diperlukan kondisi fisik
yang kuat, utamanya pada saat kegiatan operasional seperti mengangkat bibit,
membawa bibit ke laut, memasang patok, menurunkan dan mengangkat bentangan.
Tingkat umur seseorang dikatakan dewasa apabila seseorang tersebut dapat
diprediksi dari cara dia menanggapi dan menghadapi suatu persoalan, baik persolan
remeh – lemah maupun persoalan serius (http://www.usia dan tingkat
kedewasaan.com)
G.Tingkat pendidikan
Pendidikan formal petani rumput laut merupakan salah satu faktor penting
karena menyangkut dengan kemampuan mereka mengadopsi teknologi baru dan
keterampilan usaha budidaya rumput laut, selain itu tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi pola pikir mereka dalam pengambilan keputusan dalam suatu
Tabel 8. Presentase informan berdasarkan jumlah tanggungan di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto
No jumlah Tanggungan Frekuensi Presentase1 1-5 orang 17 852 6-11 orang 3 15
Jumlah 20 100Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan
Arungkeke, Kabupaten Jeneponto rata-rata jumlah tanggungan 1-5 orang sebanyak
17 orang dengan presentase sebanyak 85 %, dan jumlah tanggungan 6-11 orang
dengan jumlah presentase sebanyak 15%, sehingga di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan
Arungkeke, Kabupaten Jeneponto rata-rata memiliki jumlah tanggungan sebanyak
6-11 orang. Adapun presentase informan berdasarkan jumlah tanggungan adalah
dapat dilihat pada gambar 4 berikut:
Gambar 4. Jumlah informan berdasarkan jumlah tanggungan
Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan
Arungkeke, Kabupaten Jeneponto rata-rata informan yang memiliki jumlah
tanggungan sebanyak 1-5 orang dengan presentase sebanyak 85% dan jumlah
tanggungan sebanyak 6-11 orang dengan presentase sebesar 15 %.
I.Pengalaman dalam kelompok
Pengalaman berkelompok atau lamanya setiap informasi bekerjasama dalam
kelompok dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Presentase jumlah informan berdasarkan pengalaman dalam berkelompok di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto.
No Pengalaman Berkelompok
Frekuensi Presentase
(Tahun) (orang) (%)1 1-3 tahun 8 402 4-6 tahun 12 60
Jumlah 20 100Sumber : Data primer setelah diolah, 2010
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat secara deskriftif bahwa pengalaman
dalam berkelompok informan didominasi pada kisaran 4-6 tahun yaitu sebanyak 12
orang. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan mereka dalam kelompok masih
relatif singkat. Hal ini dikarenakan pendirian kelompok sangat terkait dengan
kebijakan pemerintah dalam hal pemberdayaan masyarakat , dimana kelompok
dibentuk untuk memperoleh bantuan dana atau saprodi dari program-program yang
dijalankan oleh pemerintah. Untuk mengetahui persentase pengalaman
berkelompok informan dapat dilihat pada gambar 4 berikut.
Gambar 5. Jumlah informan berdasarkan pengalaman dalam kelompok
Berdasarkan gambar 5, pengalaman informan dalam berkelompok pada
umumnya berkisar antara 4-6 tahun yaitu sebanyak 60 %, dan selebihnya pada
kisaran 1-3 tahun sebanyak 40 %. Hal ini terjadi karena belum adanya kesadaran
masyarakat setempat akan pentingnya membentuk suatu kelompok, karena mereka
selalu beranggapan bahwa dengan adanya kelompok meraka lebih mudah
mendapatkan bantuan dari pemerintah, disamping itu pembentukan kelompok
sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam bentuk program
pemberdayaan masyarakat, dimana bentuk programnya berupa pemberian bantuan
modal usaha maupun sarana produksi.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aktivitas Kelompok Tani
Aktivitas adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan
sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya
dengan hasil seperti yang diharapkan. Aktivitas dalam menjalankan fungsinya tidak
berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan,
dipengaruhi oleh keterampilan, pengetahuan, teknologi serta kemampuan dan
sifat - sifat individu.
Oleh karena itu, agar mempunyai aktivitas yang baik, seorang anggota
kelompok harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta
mengetahui pekerjaannya. Dengan kata lain, aktivitas kelompok dapat ditingkatkan
apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Aktivitas kelompok
dipengaruhi oleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja itu sendiri adalah perasaan
individu terhadap pekerjaannya. Perasaan ini berupa suatu hasil penilaian mengenai
seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu memuaskan
kebutuhannya. Karena apabila anggota kelompok puas dengan kerja yang mereka
kerjakan maka anggota kelompok tersebut akan termotifasi untuk selalu melakukan
kegiatan-kegiatan yang bisa memajukan usaha budidaya rumput laut. Untuk
mengetahui aktivitas kinerja kelompok tani di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan
Arungkeke, Kabupaten Jeneponto dilihat dalam pendekatan analisis sebagai berikut
:
1. Struktur Kelompok Tani
Struktur kelompok adalah suatu sistem mengenai relasi antara anggota-
anggota kelompok berdasarkan peranan dan status mereka serta sumbangsih
masing-masing dalam interaksi kelompok dalam mencapai suatu tujuan.
Menurut Samsudin (2003) bahwa dalam suatu kelompok sosial seperti
halnya kelompok tani, selalu mempunyai apa yang disebut external structure atau
socio group dan internal structure atau psycho group. External structure dalam
kelompok tani adalah dinamika kelompok, yaitu aktivitas untuk menanggapi tugas
yang timbul karena adanya tantangan lingkungan dan tantangan kebutuhan, antara
lain termasuk tuntutan meningkatkan produktivitas usahatani. Sedangkan internal
structure adalah menyangkut norma atau pranata dan kewajiban dalam mencapai
prestasi kelompok. Internal structure akan sekaligus merupakan dasar solidaritas
kelompok, yang timbul dari adanya kesadaran setiap anggota kelompok tani yang
bersangkutan.
Gambaran struktur kelompok tani di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan
Arungkeke, Kabupaten Jeneponto, tersimpulkan sebuah kelompok yang tidak
terstruktur dengan baik, khususnya external structure atau socio group, konteks ini
dimaksudkan karena tidak ada pembagian tugas didalam suatu kegiatan kelompok
dimana hanya terdiri dari ketua kelompok tani dan anggota kelompok tani saja, oleh
karena itu kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan atau kegiatan yang dikerjakan oleh
seluruh anggota kelompok tidak berjalan dengan baik, karena semua kegiatan
kelompok hanya di kerjakan oleh ketua kelompok tani saja sehingga hal ini
merupakan salah satu yang menyebabkan produksi rumput laut di Desa Bulo-Bulo,
kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto tidak berkembang. Hal ini sesuai yang
dikatakan salah satu informan yang menyatakan bahwa :
“dikelompok tani yang saya ikuti itu,tidak ada bendahranya,yang ada itu hanya namanya ketua kelompok sama namanya anggota kelompok saja. makanya setiap kegiatan semuanya ketua kelompok yang kerjakan, terus hanya ketua kelompok saja yang tau, nanti ada mi bantuannya baru semua anggotanya dia tau....(TR,40 thn)
Demikian juga internal structure, konteks ini dimaksudkan didalam suatu
kelompok tani harus ada aturan-aturan atau norma dalam suatu kelompok, ini tidak
sesuai dengan kelompok tani yang ada di Desa Bulo-Bulo, kelompok tani yang ada
di desa tersebut tidak memiliki aturan-aturan atau norma-norma yang seharusnya
ada dalam suatu kelompok. Fenomena yang dimaksud dikatakan oleh salah satu
informan yang menyatakan bahwa :
“tidak ada aturan-aturannya dalam kelompok tani yang saya ikuti, karena jarang juga setiap anggota kelompok berkumpul, kalau ada perkumpulan kelompok tani paling hanya mau dikasih tau kalau ada mi bantuan dari pemerintah, itupun terserah kita mau datang jam berapa atau biar kita tidak datang, kita dengar-dengar saja dari orang.......”(MK, 45 thn)
Gambaran diatas memperlihatkan bahwa eksistensi kelompok tidak dalam
konteks yang ideal, Hal ini sesuai yang dikatakan Jumriani (2008) yang menyatakan
bahwa Struktur kelompok yang ideal adalah pola-pola hubungan diantara berbagai
posisi dalam suatu susunan kelompok. Artinya indikator yang sederhana dalam
menganalisis struktur kelompok maka tiga unsur penting yang terkait dalam struktur
kelompok yaitu posisi, status, dan peranan yang terdistribusi/terdelegasikan dengan
baik.
2. Kegiatan Kelompok Tani
Kegiatan kelompok tani pada umumnya adalah (1) melaksanakan 4 fungsi
kelompok tani nelayan yaitu sebagai kelas belajar, sebagai unit produksi, sebagai
wahana kerjasama, sebagai kelompok usaha agribisnis (2) mencari dan
memanfaatkan berbagai peluang dan kesempatan usaha yang lebih menguntungkan
(3) menganalisa potensi wilayah (4) menganalisa permintaan pasar (5)
melaksanakan kegiatan pemupukan modal. Namun kenyataannya di Desa
Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto kegiatan yang dilkukan
oleh kelompok tani yaitu hanya menyiapkan area budidaya, membuat bentangan,
penyediaan bibit, mengikat bibit pada bentangan, mengikat lampung pada
bentangan, pemasangan bibit dilaut, perawatan, panen, penjemuran, sortir dan
pemasaran. Hanya kegiatan tersebut yang sering anggota kelompok lakukan di
desa tersebut, karena mereka beranggapan bahwa dengan masuk sebagai anggota
kelompok, maka dengan mudah dapat mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Asumsi yang dapat disimpulkan bahwa tujuan berkelompok seharusnya kegiatan
yang mereka lakukan adalah diskusi atau saling bertukar pikiran dalam produksi
budidaya rumput laut sehingga bisa meningkatkan usaha budidaya rumput laut. Hal
ini seperti yang disampaikan salah satu informan yang menyatakan bahwa :
“kegiatanta dikelompok hanya itu-itu ji hanya menyiapkan area budidaya sampai pemasaran , tidak ada yg lain, karena rata-rata orang disini mau ikut kelompok tani hanya mau dapatkan saja bantuan karena saya dengar itu pemerintah tidak mau dia kasih bantuan kalau bukan anggota kelompok tani, makanya orang-orang disini semua masuk anggota kelompok tani....”(DG.SB 40 thn)
Apa yang menjadi temuan dilapangan, tidak terlepas dari proses
pembentukan kelompok tani yang terjadi begitu saja, tidak terciptanya kesadaran
dalam berkelompok akibat dari adanya penyadaran sosial yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang terkait akan pentingnya berkelompok dalam pengembangan dan
pertumbuhan usaha yang masyarakat jalankan, akan tetapi kelompok-kelompok
yang terbentuk lebih banyak dimaksudkan karena pemerintah akan memberikan
bantuan apabila mereka mempunyai anggota kelompok. Hal ini seperti yang
disampaikan salah satu informan yang menyatakan bahwa :
“kalau saya masuk ka sebagai anggota kelompok tani ,hanya saya mau saja dapat bantuan, kalau saya dengar ada mi bantuan baru sering-sering lagi saya kumpul di kelompok, tapi kalau tidak ada bantuan saya tanam sendiri ji rumput lautku..(IN 35 thn)
Secara teoritis Gerungan W.A (1991) menyatakan bahwa proses
pembentukan kelompok dilakukan dengan menetukan kedudukan masing-masing
anggota (siapa yang menjadi ketua atau anggota) dan tujuan apa yang ingin dicapai
atau yang telah ditentukan. Dalam prosesnya interaksi yang terjadi suatu saat akan
memunculkan perbedaan antara individu satu dengan lainnya sehingga timbul
perpecahan (konflik). Namun perpecahan yang terjadi biasanya bersifat sementara
karena kesadaran arti pentingnya kelompok tersebut akan memberikan pemahaman
yang sama,.sehingga anggota kelompok - kelompok berusaha menyesuaikan diri
demi kepentingan bersama. Dalam proses akhirnya setelah terjadi penyesuaian,
perubahan dalam kelompok akan mudah terjadi. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan salah satu informan yang menyatakan bahwa :
“ Waktu saya masuk jadi anggota kelompok, yang dicatat hanya namaku saja, tidak dikasih tau jabatanku apa di kelompok itu. Makanya kalau saya liat strukturnya yang ada hanya ketua sama anggota kelompoknya saja, tidak ada bendaharanya. Tapi saya tidak terlalu permasalahkan itu, karena saya tidak tau juga.yang penting kalau ada bantuan saya bisa dapat”
Seiring dengan perkembangan masyarakat, maka seorang individu tidak
selalu hanya menjadi anggota dari satu kelompok saja namun cenderung untuk
menjadi anggota beberapa kelompok sekaligus, dilain pihak, tidak selau dapat
menjadi anggota suatu kelompok secara formal.yang lebih sering terjadi adalah
individu mengembangkan kepribadian dan perilakunya berdasarkan kepada
kelompok yang diacunya. Kelompok demikian dikenal dengan istilah kelompok
acuan. Individu yang mengacu akan berprilaku seperti yang dilakukan oleh indiviidu-
individu anggota kelompok acuannya. Temuan dilapangan memperlihatkan bahwa
salah satu kelemahan akan eksistensi kelompok kerja adalah tidak adanya
kelompok acuan yang dibentuk secara formal sebagai tempat pembelajaran bagi
kelompok-kelompok kerja masyarakat.
Secara konseptual dinyatakan bahwa proses interaksi antara anggota
kelompok acuan dengan individu tersebut tidak dilakukan secara langsung, namun
pengaruh kelompok tersebut dirasakan juga oleh orang-orang yang tidak menjadi
anggota. Pengaruh kelompok acuan terhadap perubahan perilaku individu ini
sangat besar, dan memiliki dampak yang sangat luas (Mulyana, 2005).
Dengan demikian, dalam mensejahterakan kelompok tani yang paling di
perhatikan yang pertama yaitu sumberdaya manusianya, dimana untuk
memperdayakan sumberdaya manusianya itu yang perlu diperhatikan adalah
keterampilan, pengetahuan, dan teknologi
Berikut adalah penjelasan berdasarkan temuan dilapangan mengenai
kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang pernah diberikan kepada kelompok tani di
wilayah kasus penelitian :
1. Keterampilan
Keterampilan merupakan hal yang paling mendasar, dimana bentuk
kreatifitas dan penguasan teknis dan sarana pengolahan hasil perikanan yang harus
dimiliki oleh petani atau kelompok tani (Dahuri, 2000). Kemampuan kelompok dalam
pengembangan usaha budidaya dapat terukur dari kemampuan tingkat keterampilan
apalagi dalam pengolahan hasil perikanan.
Berdasarkan dari data informan di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke,
Kabupaten Jeneponto pada tahun 2008, pernah diadakan pelatihan pembudidayaan
rumput laut sebanyak satu kali, yang dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan
Perikanan, yang diikuti oleh beberapa anggota kelompok . Namun pelatihan
keterampilan tersebut tidak dilanjutkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan,
sehingga masyarakat yang pernah mengikuti keterampilan tersebut tidak terlalu
mengerti, sehingga tidak ada perubahan setelah mengikuti pelatihan tersebut, selain
itu kendala-kendala yang sering dihadapai dalam pengembangan keterampilan yaitu
masih rendahnya tingkat pendidikan yang ada di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan
Arungkeke, Kabupaten Jeneponto sehingga mereka tidak mengerti apa yang
dijelaskan oleh pemateri. Hal ini seperti yang disampaikan oleh salah satu informan
yang menyatakan bahwa :
“Hanya satu kali ji ada pelatihan disini, itupun hanya sedikiti yang ikut karena dikasih menginap di Balai latihan kerja, baru cuma laki-laki saja yang disuruh
ikut....”(ML 45 thn)
Hal ini sesuai dengan pendapat Sumodiningrat (2002) bahwa belum
kondusifnya aspek kelembagaan yang ada, di samping minimnya infrastruktur dan
daya dukung lainnya sehingga potensi-potensi yang dimiliki oleh anggota kelompok
tidak dapat di tumbuh kembangkan.
1. Pengetahuan
Dalam setiap indikator perencanaan kelembagaan harus terlihat jelas, hal ini
akan memudahkan pelaku atau anggota kelompok menjalankan programnya.
Dalam proses penguatan kelompok yang terpenting adalah tingkat pengetahuan
para anggotanya karena hal ini akan mempengaruhi peran kelompok sebagai wadah
penyatuan kebutuhan dan kepentingan bagi anggotanya.
Berdasarkan dari data informan di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke,
Kabupaten Jeneponto, rata-rata informan tidak memiliki kemampuan pengetahuan
tentang kelompok yang harus terpahami, misalnya pada waktu ditanya “menurut
anda apa itu kelompok? sebagian besar anggota kelompok menyatakan bahwa
kelompok adalah untuk saling membantu dan untuk mudah mendapatkan bantuan.
Dari setiap anggota kelompok tidak mengetahui bahwa dirinya sebagai
anggota kelompok. Hal demikian juga terjadi karena lemahnya pengetahuan
sehingga menyebabkan tingkat kesadaran masing-masing individu tidak terbentuk
dari awal proses pembentukan kelompok sehingga sangat berpengaruh terhadap
peningkatan usaha budidaya rumput laut. Hal ini sesuai yang diakatakan salah satu
informan yang menyatakan bahwa :
“sebenarnya saya tidak tau kalau saya masuk anggota kelompok tani, ada orang-orang kasih tau saya kalau saya ini masuk anggota kelompok, saya tanya mi
kenapa bisa,diabilang hanya didaftar saja nama...SL 48 thn)
Secara tegas dalam konteks teorits Mohammad Jafar Hafsah (2009)
menyatakn bahwa kemampuan pengetahuan dari setiap individu dalam sebuah
komunitas atau kelompok merupakan hal yang terpenting, karena sangat
mempengaruhi proses perkembangan komunitas atau kelompok sesuai dengan
tujuan yang ingin di capainya.
2. Teknologi
Teknologi dalam organisasi merupakan perangkat lunak dan keras yang
dimiliki organisasi untuk menjalankan tujuannya. Terobosan manajemen dan
peralatan canggih tentu akan berpengaruh pada kinerja organisasi atau suatu
kelompok. Meski tampak sederhana akan tetapi pada perkembangan teknologi
informasi yang begitu pesat hadirnya peralatan dan teknologi sangat diperlukan
dalam aktivitas baik individu maupun kelompok (Yayu yulianti dan Mangku
Purnomo,2003).
Namun jika melihat dari salah satu teori pembangunan masyarakat bahwa
proses modernisasi serta teknologi yang dihasilkan harus mampu diadopsi dan
mentrasformasi teknologi yang selama ini terpakai oleh masyarakat. Untuk
gambaran kehidupan masyarakat Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke,
Kabupaten Jeneponto, penerapan teknologi yang dimaksudkan masih sangat
tradisional. Hal ini yang diasumsikan kualitas sumberdaya manusia di Desa tersebut
masih kurang baik sehingga kelompok tani yang terbentuk tersebut kurang
mendukung kesejahteraan anggota-anggota kelompok pada khususnya dan
masyarakat di wilayah kasus secara umum.
Penjelasan lebih lanjut diperoleh dari hasil wawancara dengan informan yang
ada di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto, bahwa rata-
rata mereka menggunakan alat yang tradisional seperti yang disampaikan oleh salah
satu informan yang menyatakan bahwa :
“tidak pernah ka de pake alat-alat yang mahal, tidak ku tau ki juga pake, baru mahal sekali juga harganya. kalau pun ada bantuan dari pemerintah biasanya hanya
para-para ji...’’(SB 40 thn)
Dengan melihat kondisi seperti ini, sudah seharusnya pemerintah setempat
menjadi fasilitator dalam peningkatan kapasitas kelompok-kelompok sosial yang ada
di Desa Bulo-Bulo, karena dengan adanya fasilitator dapat membantu dalam
penguasaan informasi mengenai teknologi terbaru sehingga masyarakat termotivasi
mengikuti perkembangan teknologi khususnya teknologi budidaya rumput laut.
Ketiga hal tersebut yang diatas dijadikan sebagai penjelasan yang bisa
menjadikan sumberdaya manusia lebih bermanfaat dalam interaksi, aktivitas dan
kinerja kelompok masyarakat, sehingga dengan bermanfaatnya sumberdaya
manusia maka kelompok tani akan berjalan dengan baik sehingga petani rumput
dapat sejahtera.
B. Strategi Pemberdayaan Kelompok Tani
Rangkuti (2006) menyatakan bahwa, tahapan perencanaan strategis melalui
3 tahapan yaitu (1) Tahapan pengumpulan data dengan mengevaluasi faktor-faktor
eksternal dan faktor-faktor internal, (2) Tahapan analisis dengan menggunakan
matrik SWOT, dan (3) Tahap pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan
hasil-hasil analisis. Berdasarkan dari pendekatan teoritis diatas maka dalam strategi
pemberdayaan kelompok tani di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke, Kabupaten
Jeneponto teranalisis sebagai berikut :
1.Tahapan identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal
a. Faktor internal yang mempengaruhi kelangsungan kerjasama antara kelompok
tani di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto
Lemahnya aspek manajemen kelompok tani dikarenakan oleh tingkat
pengetahuan dan tingkat pendidikan masih sangat rendah sehingga kelompok
tani kurang mendaptkan informasi, dan berujung pada terhambatnya kelompok
tani dalam meningkatkan usaha budidaya rumput laut.
Pola kerja yang terbangun antara sesama anggota kelompok tani masih kurang
dimana anggota kelompok tani masih bergantung kepada ketua kelompok
Tingkat pendidikan yang sebagian besar hanya sampai SD (Sekolah Dasar)
bahkan tidak sekolah atau buta huruf sangat mempengaruhi tindakan khususnya
dalam bidang teknologi sehingga dapat mempengaruhi laju perkembangan
kerjasama usaha budidaya rumput laut.
b. Faktor eksternal yang mempengaruhi kelangsungan pemberdayaan kelompok
tani di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto.
Kurangnya dukungan dari pemerintah daerah khususnya Dinas Kelautan Dan
perikanan Jeneponto untuk bekerja sama dalam meningkatkan perekonomian
masyarakat pesisir khususnya kelompok tani budidaya rumput laut.
a. Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Hambatan
1. Kekuatan (Strenghts)
Kekuatan merupakan faktor internal perusahaan atau lembaga yang dapat
mendukung pengembangan pola kerja sama dalam pemberdayaan suatu kelompok
dalam peningkatan usaha budidaya rumput laut. Kekuatan (strenghts) dalam hal ini
meliputi potensi pada proses kerja sama antara sesama anggota kelompok sebagai
berikut:
Masyarakat dapat mudah berkelompok baik secara formal dan informal
Tersedianya potensi faktor-faktor produksi dalam menjalankan usaha budidaya
rumput laut
2. Kelemahan (Weaknes)
Kelemahan merupakan salah satu faktor internal yang harus dapat segera
diantisipasi sebelum menimbulkan dampak negatif pada proses kerjasama antara
sesama anggota kelompok di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan Arungkeke, Kabupaten
Jeneponto.
Masih saling ketergantungan antara sesama anggota kelompok
Lemahnya manajemen kelompok dikarenakan oleh minimnya interaksi sesama
anggota.
Tidak adanya aturan formal berupa kesepakatan kerjasama antara sesama
anggota kelompok.
Rendahnya pengetahuan anggota kelompok tentang alat teknologi
3. Peluang (Opportunities)
Peluang merupakan kesempatan yang dimiliki untuk mengembangkan pola
kerja sama antara sesama anggota kelompok tani. Peluang biasanya datang
bersamaan dengan perubahan-perubahan lingkungan eksternal. Adapun peluang
yang dimiliki untuk mengembangkan pola kerja sama antara sesama anggota
kelompok adalah sebagai berikut:
Permintaan pasar akan produksi rumput laut terus meningkat.
Terbukanya berbagai macam informasi tentang usaha budidaya rumput laut.
Adanya program-program pemberdayaan dari pemerintah pusat terhadap
penguatan kelompok tani/nelayan
4. Ancaman (Threats)
Ancaman merupakan salah satu bagian dari faktor eksternal yang
mempengaruhi keberlanjutan kerjasama antara anggota kelompok tani yang satu
dengan anggota kelompok tani yang lain. Adapun ancaman yang di hadapi adalah
sebagai berikut:
Kurangnya dukungan dari pemerintah setempat akan program-program
pemberdayaan kelompok
Adanya persepsi dan pemahaman masyarakat terhadap kelompok yang masih
terbatas
Adanya domonasi fungsi dan peran yang terpusat kepada satu orang (ketua
kelompok)
Setelah dilakukan identifikasi mengenai faktor internal yang terdiri atas
kekuatan dan kelemahan dan analisis faktor eksternal yang meliputi peluang dan
ancaman, selanjutnya di susun suatu matriks yang bertujuan untuk menemukan
beberapa alternatif strategi untuk mengembangkan kerja sama antara sesama
anggota kelompok. Matriks tersebut adalah matriks SWOT yang dapat di lihat pada
tabel 10 berikut.
b. Analisis Faktor internal dan eksternal melalui pendekatan SWOT
Hasil evaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan kerjasama
anggota kelompok dengan kelompok yang lain maka tahapan selanjutnya adalah
menjabarkan hasil evaluasi tersebut dalam matriks SWOT. SWOT adalah upaya
memadukan unsur dari lingkingan internal Strenghts (kekuatan) dan Weaknes
(kelemahan) serta lingkungan eksternal Opportunities (peluang) dan Threats
(ancaman) Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang
( Opportunities) dan ancaman (Threats) dengan faktor internal kekuatan (Strenghts)
dan kelemahan ( Weakness) untuk mengetahui peluang yang dimiliki dan masalah–
masalah yang di hadapi dalam proses kerja sama antara sesama anggota kelompok
dalam mengembangkan dan menguatkan peran kelompok dimasa yang akan datang
(Rangkuti,2006)
Adapun analisis faktor internal dan eksternal melalui pendekatan SWOT adalah
sebagai berikut :
Tabel 10. Matriks SWOT Strategi Pemberdayaan Kelompok Tani Dalam Meningkatkan Usaha Budidaya Rumput Laut
IFAS
EFAS
Kekuatan (Strenghts)
1. Masyarakat dapat mudah berkelompok (informal dan formal)
2. Tersedianya potensi faktor-faktor produksi dalam menjalankan usaha budidaya rumput laut
Kelemahan (Weaknes)
1. Masih saling ketergantungan antara sesama anggota kelompok
2. Lemahnya manajemen kelompok dikarenakan oleh minimnya interaksi sesama anggota.
3. Tidak adanya aturan formal berupa kesepakatan kerjasama antara sesama anggota kelompok.
4. Rendahnya tingkat pendidikan anggota kelompok tentang alat teknologi
Peluang (opportunities)
1. Permintaan pasar akan produksi rumput laut terus meningkat
2. Terbukanya berbagai macam informasi tentang usaha budidaya rumput laut.
3. Adanya program-program pemberdayaan dari pemerintah pusat terhadap penguatan kelompok tani/nelayan
Strategi SO
1. Membuat struktur kelompok yang ideal (formal) secara terstruktur sehingga pembagian peran dan fungsi anggota kelompok terdistribusi dengan jelas
2. Membuat Jadwal-Jadwal pertemuan kelompok secara rutin
3. Mnenjadika kelompok sebagai kelas belajar
4. Menjadikan kelompok sebagai unit produksi
5. Menjadikan kelompok sebagai wahana kerjasama
6. Menjadikan kelompok sebagai usaha agribisnis
Strategi WO
1. Menciptakan kemandirian kelompok dengan berwirausaha,
2. Mengadakan pelatihan-pelatihan tentang manajemen kelompok
3. Membuat kesepakatan resmi antara anggota kelompok tani rumput laut dengan ketua kelompok tani, dimana keduanya tidak saling merugikan
Ancaman (Threats)
1. Kurangnya dukungan dari pemerintah setempat akan program-program pemberdayaan kelompok
2. Adanya persepsi dan pemahaman masyarakat terhadap kelompok yang masih terbatas
3. Adanya domonasi fungsi dan peran yang terpusat kepada satu orang (ketua kelompok)
Strategi ST
1. Melakukan sosialisai, penyuluhan dan implementasi program-program pemberdayaan kelompok usaha
2. Pengembangan kelompok usaha atau kelompok kerja melalui pelatihan dan penyuluhan berdasarkan tujuan dan kepentingan anggota kelompok tani sehingga tercipta kerjasama antar anggota yang dinamis untuk meningkatkan produktivitas kelompok
Strategi WT
1. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan atau penyuluhan berbasis teknologi
2. Para anggota kelompok harus secara terus menerus dikembangkan kemampuannya untuk lebih muda mengakses informasi pasar dan teknologi.
4. Rekomendasi pemberdayaan kelompok tani dalam meningkatakan usaha budidaya rumput laut
Berdasarkan hasil analisis SWOT, maka upaya proses pemberdayaan
kelompok tani dalam meningkatkan usaha budidaya rumput laut direkomendasikan
sebagai berikut :
1. Membuat struktur kelompok yang ideal (formal) secara terstruktur sehingga
pembagian peran dan fungsi anggota kelompok terdistribusi dengan jelas
2. Membuat jadwal-jadwal pertemuan kelompok secara rutin
3. Menjadikan kelompok sebagai kelas belajar yaitu tempat pertemuan para anggota
kelompok, tempat diskusi dalam memecahkan permasalahan, tempat menerima
informasi (kursus, pelatihan dll).
4. Menjadikan kelompok sebagai unit produksi yaitu tempat melakukan proses
produksi (budidaya), tempat menghasilkan produksi, tempat menyimpan produksi
5. Menjadikan kelompok sebagai wahana kerjasama yaitu sebagai tempat
melakukan kegiatan bersama (gotong royong), tempat pemupukan modal
bersama, tempat menghasilkan keputusan/kesepakatan bersama,tempat menjalin
kemitraan.
6. Menjadikan kelompok sebagai usaha agribisnis yaitu usaha pengadaan sarana
produksi, usaha prosessing dan pengolahan hasil, serta usaha pemasaran hasil
produksi.
7. Menciptakan kemandirian kelompok dengan berwirausaha,
8. Mengadakan pelatihan-pelatihan tentang manajemen kelompok
9. Membuat kesepakatan resmi antara anggota kelompok tani rumput laut dengan
ketua kelompok tani, dimana keduanya tidak saling merugikan
10. Melakukan sosialisai, penyuluhan dan implementasi program-program
pemberdayaan kelompok usaha
11. Pengembangan kelompok usaha atau kelompok kerja melalui pelatihan dan
penyuluhan berdasarkan tujuan dan kepentingan anggota kelompok tani
sehingga tercipta kerjasama antar anggota yang dinamis untuk meningkatkan
produktivitas kelompok
12. Merekomendasikan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan atau
penyuluhan berbasis teknologi
13. Para anggota kelompok harus secara terus menerus dikembangkan
kemampuannya untuk lebih muda mengakses informasi pasar dan teknologi.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa Bulo-Bulo,
Kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto mengenai strategi pemberdayaan
kelompok tani pada usaha budidaya rumput laut, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Aktivitas yang dilakukan kelompok tani di Desa Bulo-Bulo, Kecamatan
Arungkeke, Kabupaten Jeneponto yaitu hanya pada aktivitas produksi
2. Persepsi masyarakat/anggota kelompok hanya didasarkan kepada
pemahaman pemberian bantuan dari pemerintah.
3. Strategi pemberdayaan kelompok tani harus melalui pendekatan bahwa
kelompok sebagai wahana kelas belajar, unit produksi, wahana kerjasama,
dan wahana kelompok usaha agribisnis.
B. Saran
1. Diharapkan kepada pemerintah agar lebih serius dalam membina dan
memberdayakan kelompok tani, sehingga pembentukan kelompok tidak hanya
sekedar hadir sebagai formalitas saja tetapi bisa meningkatkan usaha
budidaya rumput laut.
2. Agar pemerintah sering mengadakan pelatihan-pelatihan atau seminar-
seminar kepada kelompok tani, baik itu pelatihan tentang penggunaan
teknologi maupun pelatihan dalam berwirausaha.
Daftar Pustaka
Anwar Arifin, 2001, Strategi Komunikasi Suatu Pengantar Ringkas, Bandung,Armico
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Remaja Rosdakarya,Bandung
Sudirman,H dan Muh Yusri Karim.2008.Ikan Kerapu (Biologi,eksploitasi,manajemen dan budidaya)Yarsif Watampone,jakarta
Suharto, Edi 2004, Social Welfare Problems and Social Work in Indonesia: Trends and Issues (Masalah Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial di Indonesia: Kecenderungan dan Isu), makalah yang disampaikan pada International Seminar on Curriculum Development for Social Work Education in Indonesia, Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 2 Maret
Suharto, Edi 2002, Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, Lembaga Studi Pembangunan-STKS.Bandung
Summary,2008,Kesesuaian lahan rumput Laut di perairan laut di Kabupaten Jeneponto,Propinsi Sul Sel
Sumodiningrat, Gunawan,2002, strategi pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan. Makalah Seminar Nasional Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia. Universitas Borneo. Tarakan
Yayu yulianti dan Mangku purnomo.2003. Sosiologi pedesaan. Lappera Pustaka Utama.Yogyakarta.
Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.