Top Banner

of 51

RUU Nakes Masukan IAKMI

Oct 31, 2015

Download

Documents

asa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

NOBATANG TUBUH PENJELASANMASUKAN IAKMI

1. RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR

TENTANG

TENAGA KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,RANCANGAN

P E N J E L A S A NATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

TENAGA KESEHATANKata-kata yang diberi warna merah adalah masukan dari profesi Kesmas dengan pertimbangan akademis sebagai berikut

2. Menimbang:a.bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis, dan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b.bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang komprehensif mulai pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat, secara terarah, terpadu, dan berkesinambungan, nondiskriminatif, adil dan merata, serta aman, berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat;

c. bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan peri kemanusiaan, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan;

d.bahwa untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat (diganti dengan) memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan masyarakat, dan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan dan pembinaan-pengawasan tenaga kesehatan;

e.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan;

UMUM

Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembangunan bidang kesehatan melalui upaya kesehatan harus dilaksanakan secara berkesinambungan, terarah, adil dan merata (garis bawah oleh IAKMI) yang didukung oleh sumber daya manusia kesehatan yang memadai.

Sumber daya manusia kesehatan yang meliputi tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan memiliki peran sangat penting dalam upaya kesehatan. Untuk itu ketersediaan sumber daya manusia kesehatan terutama tenaga kesehatan, baik yang melakukan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat maupun pelayanan kesehatan tidak langsung, harus mencukupi baik dari segi jenis, kualifikasi maupun jumlah. Tenaga kesehatan harus terdistribusi secara adil dan merata sesuai tuntutan kebutuhan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu guna menjamin ketersediaan tenaga kesehatan tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah yang meliputi 1) perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan 2) pengadaan tenaga kesehatan yang dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, 3) pendayagunaan tenaga kesehatan, dan 4) pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan

Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat, perlu mendayagunakan tenaga kesehatan melalui penempatan dengan cara pengangkatan sebagai PNS/TNI/POLRI, pengangkatan sebagai pegawai tidak tetap, penugasan khusus, program pasca internship dan residen senior, pengabdian pasca tugas belajar serta cara lain yang ditetapkan oleh pemerintah.Upaya pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan sampai saat ini belum memadai, baik dari segi jenis, kualifikasi, jumlah dan pendayagunaannya. Sebagai contoh, yaitu jumlah dokter Indonesia masih termasuk rendah, yaitu 19 per 100.000 penduduk bila dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, seperti Filipina 58 per 100.000 penduduk dan Malaysia 70 per 100.000 pada tahun 2007. Tantangan pengaturan tenaga kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah: a) pengembangan dan pemberdayaan tenaga kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan untuk pembangunan kesehatan; b) perencanaan kebijakan dan program tenaga kesehatan masih lemah baik di pusat dan daerah dan belum didukung sistem informasi tenaga kesehatan yang memadai; c) masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis tenaga kesehatan. Kualitas hasil pendidikan tenaga kesehatan dan pendidikan dan pelatihan kesehatan pada umumnya masih belum memadai; d) dalam pendayagunaan tenaga kesehatan, pemerataan tenaga kesehatan berkualitas masih kurang, pengembangan karier, sistem penghargaan, dan sanksi belum terselenggara sebagaimana mestinya.

Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan secara nasional disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan masalah kesehatan, kebutuhan pengembangan program pembangunan kesehatan, serta ketersediaan tenaga kesehatan setempat. Keterlibatan pemerintah daerah dalam berbagai aspek ketenagaan kesehatan masih perlu ditingkatkan sebagaimana diamanahkan dalam UU 32/2004 Pengadaan tenaga kesehatan sesuai dengan perencanaan kebutuhan tersebut diselenggarakan melalui pendidikan dan pelatihan baik oleh pemerintah dan/atau oleh masyarakat termasuk swasta.

Tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya didukung oleh tenaga non kesehatan, khususnya tenaga kesehatan pembantu, dan selalu dilakukan pembinaan dan pengawasan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Dukungan tenaga non kesehatan dan pembinaan dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuannya, sehingga selalu tanggap terhadap permasalahan kesehatan yang menjadi tanggung jawabnya. Kalimat ini tidak mengalir dengan kalimat sebelumnya. Agar dikonsultasikan ke ahli bahasa. Sedangkan pengawasan dilakukan terhadap kegiatannya agar tenaga kesehatan tersebut dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan kebijaksanaan peraturan perundang-undangan dan sistem yang telah ditetapkan. Setiap penyimpangan pelaksanaan tugas oleh tenaga kesehatan mengakibatkan konsekuensi dalam bentuk sanksi.

Dalam rangka memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada tenaga kesehatan baik yang melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat maupun yang tidak langsung, dan kepada masyarakat penerima pelayanan itu sendiri, diperlukan adanya landasan hukum yang kuat yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. Pertanyaan: Apakah landasan hukum hanya sejalan dengan perkembangan iptek? Bagaimana dengan perkembangan sosial ekonomi dan budaya?

Masukan untuk Menimbang poin b adalah didasari argumen sbb:1. Pembangunan kesehatan yg bertujuan seperti tercantum dalam poin a (meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat..dst) memerlukan upaya yankes yang memberdayakan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah disemua tingkatan (pusat dan daerah) mulai dari upaya promotif s/d rehabilitatif (rujukan: UU 36/2009; UU 32/2008 ttg otoda)2. Upaya kesehatan tersebut harus terarah (memiliki unsur perencanaan pembangunan yang baik, monev terstruktur) sehingga menjamin kesinambungannya.3. Oleh karena kesehatan adalah hak setiap individu (poin a), maka sewajarnya dalam poin b tersebut diekspresikan kata-kata adil dan merata dan bukan hanya berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.

Masukan untuk Menimbang poin c adalah didasari argumen:1. Pada Menimbang poin a disebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah dst bagi setiap individu. Oleh karena itu kesehatan harus dilihat sebagai kebutuhan dasar yang sama bagi setiap WN dan harus memenuhi unsur keadilan dan peri kemanusiaan bila ingin dikaitkan dengan kata-kata tenaga kesehatan yang memiliki etika dan moral yang tinggi pada poin c tersebut, dan bukan hanya mengandalkan kepada sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatanMasukan untuk Menimbang poin d adalah didasari argumen sbb:

1. Pada menimbang poin b sudah disitasi bahwa kesehatan adalah hak dasar kebutuhan setiap WN, maka selayaknya poin d juga selaras (allign)2. Bahwa tujuan pembangunan bukan saja memeratakan pelayanan, tetapi lihat poin b yaiitu pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang komprehensif mulai pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat., secara berkesinambungan, terarah, adil dan merata, berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat

3. Mengingat:1.Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28E ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

4. 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

Selain UU 36/2009 ttg kesehatan ada baiknya mencantumkan UU terkait desentralisasi

5. Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIADANPRESIDEN REPUBLIK INDONESIAMEMUTUSKAN:

6. Menetapkan:UNDANG-UNDANG TENTANG TENAGA KESEHATAN.

7. B A B I

KETENTUAN UMUM

8. Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :

1. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif (diganti demi konsistensi) mulai pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat., secara berkesinambungan, terarah, adil dan merata.(Agar disesuaikan dengan definisi dalam Pasal 1 angka 7 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.)3. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang (ditambahkan sesuai diatas/demi konsistensi) terarah dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.

4. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang tenaga kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya.

5. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.

6. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya.

7. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR, adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia kepada tenaga kesehatan yang telah diregistrasi.

8. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat KTKI, adalah lembaga nonstruktural yang bersifat independen dalam melaksanakan tugasnya.(agar lebih dijelaskan KTKI terdiri atas apa?? Dan perlu didefinisikan pula MKDTKI)

9. Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP, adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada tenaga kesehatan yang akan menjalankan praktik mandiri. 10. Surat Izin Kerja yang selanjutnya disingkat SIK, adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada tenaga kesehatan yang akan menjalankan pekerjaan profesinya di suatu fasilitas pelayanan kesehatan.11. Standar profesi adalah batasan kemampuan (yang terdiri dari knowledge, skills (spelling?), and professional attitudes) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.12. Standar pelayanan profesi adalah pedoman yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan (Perlukah dijelaskan siapa yang merumuskan & menetapkan standar tersebut). 13. Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu dengan memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.14. Organisasi Profesi adalah wadah masyarakat ilmiah profesional dalam suatu disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan. 15. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.16. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. ??????Bukan pemerintah tetapi pemerintahan17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Pasal 1

Cukup jelas

2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat. (definisi disesuaikan dengan Pasal 1 angka 7 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)

8. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat KTKI, adalah lembaga nonstruktural yang bersifat independen dalam melaksanakan tugasnya, yang terdiri atas konsil-konsil dan Majelis Kehormatan Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia.Perlu juga dijelaskan definisi MKDTKI:

Majelis Kehormatan Disiplin Tenaga Kesehatan Indonesia adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan tenaga kesehatan dalam penerapan disiplin ilmu kesehatan, dan menerapkan sanksi.

Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

9. Pasal 2Pengaturan tenaga kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, pemerataan, etika dan profesionalitas, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, pengabdian, dan norma agama.(agar dijabarkan dalam bentuk poin-poin untuk konsistensi dengan penjelasan), sehingga mejadi:a. perikemanusiaan;

b. manfaat;

c. pemerataan;

d. etika dan profesionalitas;

e. penghormatan terhadap hak dan kewajiban;

f. keadilan;

g. pengabdian; dan

h. norma agama.

Dalam Penjelasan belum dijelaskan definisi asas pengabdianPasal 2

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:a. asas perikemanusiaan adalah bahwa pengaturan tenaga kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, ras dan tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki.

b. asas manfaat adalah bahwa pengaturan tenaga kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara.

c. asas pemerataan adalah pengaturan tenaga kesehatan dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.d. asas etika dan profesionalitas adalah pengaturan tenaga kesehatan harus dapat mencapai dan meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya serta memiliki etika profesi dan sikap profesional.

e. asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban adalah pengaturan tenaga kesehatan harus bertujuan untuk menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum.f. asas keadilan adalah pengaturan tenaga kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau.g. asas norma agama adalah pengaturan tenaga kesehatan harus memperhatikan dan menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat.

(agar dijabarkan dalam bentuk poin-poin untuk konsistensi dengan penjelasan), sehingga mejadi:a. perikemanusiaan;

b. manfaat;

c. pemerataan;

d. etika dan profesionalitas;

e. penghormatan terhadap hak dan kewajiban;

f. keadilan;

g. pengabdian; dan

h. norma agama.

Dalam Penjelasan belum dijelaskan definisi asas pengabdiang. asas pengabdian adalah.

10. Pasal 3

Pengaturan tenaga kesehatan bertujuan untuk :

a. memberikan perlindungan kepada penerima upaya kesehatan;

b. mempertahankan dan meningkatkan mutu upaya kesehatan yang berkesinambungan, terarah, adil dan merata, yang diberikan tenaga kesehatan; dan c. memberikan kepastian hukum.

(apa hanya memberikan perlindungan bagi penerima upaya kesehatan??)Sebaiknya juga:

Memberikan perlindungan dan kepastian hukum baik bagi tenaga kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan;

Pasal 3

Cukup jelasPenambahan kalimat tersebut didasari bahwa etika profesi kesmas adalah memastikan bahwa sistem kesehatan yang dibangun adalah untuk terjadinya & berkembangnya upaya kesehatan yang melindungi penerima pelayanan kesehatan baik individu & masyarakat, yang bermutu secara berkesinambungan, terarh, adil dan merata(apa hanya memberikan perlindungan bagi penerima upaya kesehatan??)Sebaiknya juga:

Memberikan perlindungan dan kepastian hukum baik bagi tenaga kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan;

11. Pasal 4

Undang-Undang ini mengatur mengenai tenaga kesehatan tidak termasuk hal-hal yang telah diatur dalam Undang-Undang mengenai praktik kedokteran.

Pasal 4

Cukup jelas

12. BAB II

TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG

PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH

13. Pasal 5Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab terhadap:

a. pengaturan, pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan;b. peningkatan kualitas tenaga kesehatan;

c. perencanaan, pengadaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan sesuai kebutuhan; dand. perlindungan dan kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya.

Pasal 5

Cukup jelas

a. pengaturan, pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan; (sesuai Pasal 21 ayat (1) UU 36 Tahun 2009)

14. Pasal 6

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pemerintah berwenang untuk:

a. penetapan kebijakan tenaga kesehatan skala nasional selaras dengan kebijakan pembangunan nasional;b. perencanaan tenaga kesehatan;

c. pengadaan tenaga kesehatan;

d. pendayagunaan tenaga kesehatan;

e. pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan melalui kegiatan registrasi tenaga kesehatan;f. pelaksanaan kerjasama baik dalam negeri maupun luar negeri di bidang tenaga kesehatan; dan

g. pemberian izin nakes asing.h. penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan dalam rangka peningkatan mutu tenaga kesehatan.(sesuai Pasal 25 UU 36 Tahun 2009)Pasal 6

Cukup jelas

Poin g:Pemberian izin nakes dst, adalah bagian dari poin d: pendayagunaan tenaga kesehatan termasuk nakes asing. Terasa redudansi atau penekanan yang tidak perlu. Selanjutnya juga bertentangan dengan nafas UU Otoda yang memberi kewenangan kepada pemerintah daerah. Peran pemerintah pusat sebaiknya tetap pada NSPK dalam persoalan nakes asing

Perlu ditambahkan:

a. penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan dalam rangka peningkatan mutu tenaga kesehatan.

15. Pasal 7

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pemerintah provinsi berwenang:

a. penetapan kebijakan tenaga kesehatan skala provinsi selaras dengan kebijakan pembangunan nasional;b. pelaksanaan kebijakan tenaga kesehatan skala provinsi;c. perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan;

d. pengadaan tenaga kesehatan;

e. pendayagunaan melalui pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan;

f. pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan melalui kegiatan sertifikasi kompetensi dan pelaksanaan registrasi tenaga kesehatan;

g. pelaksanaan kerjasama dalam negeri di bidang tenaga kesehatan; dan

h. pemberian rekomendasi izin tenaga kesehatan asing.i. penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan dalam rangka peningkatan mutu tenaga kesehatan.(sesuai Pasal 25 UU 36 Tahun 2009)

Pasal 7

Cukup jelas

Melanjutkan dan terkait dengan pasal 6 diatas, sebaiknya propinsi memiliki kewenangan pemberian izin nakes asing, sehingga poin h menjadi: pemberian izin nakes asing dan menjadi lebih memudahkan dalam pelaksanaan poin g diatasnyaHuruf a. agar ditambahkan kata pembangunan, sehingga menjadi kebijakan pembangunan nasional.Perlu ditambahkan

penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan dalam rangka peningkatan mutu tenaga kesehatan.(sesuai pasal 25 UU 36 Tahun 2009)

16. Pasal 8

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pemerintah kabupaten/kota berwenang:

a. penetapan kebijakan tenaga kesehatan skala kabupaten/kota selaras dengan kebijakan pembangunan nasional dan provinsi;b. pelaksanaan kebijakan tenaga kesehatan skala kabupaten/kota;c. perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan pengadaan tenaga kesehatan;

d. pendayagunaan melalui pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan;

e. pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan melalui kegiatan perizinan tenaga kesehatan; danf. pelaksanaan kerjasama dalam negeri di bidang tenaga kesehatan.g. penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan dalam rangka peningkatan mutu tenaga kesehatan.(sesuai pasal 25 UU 36 Tahun 2009)

Pasal 8

Cukup jelas

Huruf a. agar ditambahkan kata pembangunan, sehingga menjadi kebijakan pembangunan nasionalAgar huruf c dicermati kembali, mungkin dipisah antara perencanaan dan pengadaan, sehingga menjadi:

c. perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan;

d. pengadaan tenaga kesehatan;

dan ditambahkan:

penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan dalam rangka peningkatan mutu tenaga kesehatan.

(sesuai Pasal 25 UU 36 Tahun 2009)

17. BAB III

KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN

18. Pasal 9

(1) Setiap tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum.

(2) Kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada pendidikan tinggi bidang kesehatan sekurang-kurangnya Diploma III.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Untuk dokter, dokter gigi, apoteker dan psikologi klinis, kesehatan msyarakat kualifikasi minimum didasarkan pada pendidikan profesi yang merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.Tenaga yang dihasilkan oleh pendidikan menengah, Diploma I dan Diploma II di bidang kesehatan hanya dapat menjalankan tugas dan fungsinya di bawah bimbingan tenaga kesehatan, antara lain tenaga menengah farmasi/asisten apoteker, perawat lulusan pendidikan menengah, bidan lulusan pendidikan menengah dan Diploma I Kebidanan.Ayat (3)

Cukup jelas

Penjelasan untuk Pasal 9(2) menambahkan profesi kesehatan masyarakat dengan argumen: (a) memenuhi dan diakui pendidikannya dan keberadaannya dalam peraturan terkait pendidikan tinggi; (b) pertumbuhan keprofesian yang cepat dalam mengisi kebutuhan dan tuntutan masyarakat

19. Pasal 10

(1) Tenaga kesehatan dikelompokkan ke dalam:

a. tenaga medis;

b. tenaga keperawatan dan farmasi;

c. tenaga kefarmasian;

d. tenaga kesehatan masyarakat dan lingkungan;

e. tenaga gizi ; f. tenaga keterapian fisik;

g. tenaga keteknisian medis;

h. tenaga psikososial;

i. tenaga kesehatan lainnya.

(2)Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.

(3)Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain terdiri dari perawat, perawat gigi, perawat anestesi, dan bidan.

(4) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari apoteker, dan tenaga teknis kefarmasian yang meliputi sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker.

(5)Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri dari epidemiolog, promosi kesehatan dan ilmu perilaku, dan kesehatan kerja, administrasi dan kebijakan kesehatan, kesehatan lingkungan, biostatistik dan kependudukan, gizi kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi dan keluarga, entomologi dan mikrobiologi kesehatan (6) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri dari sanitarian, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan. (7)Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri dari nutrisionis dan dietisien.

(8)Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keterapian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g terdiri dari fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur.

(9)Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keteknisian medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h terdiri dari radiografer, radioterapis, teknisi gigi, elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, ortotik prostetik, teknisi transfusi darah, perekam medis dan informasi kesehatan, teknisi kardiovaskuler, fisikawan medis, dan audiolog.(10) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga psikososial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i terdiri dari antara lain psikologi klinis dan pekerja sosial kesehatan.(11) Tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j diatur dengan Peraturan Menteri.

Ranah profesi kesehatan masyarakat termasuk di dalamnya profesi kekhususan yang terdiri dari: (1)kesehatan lingkungan; (2)epidemiologi; (3)pendidikan & promosi kesehatan; (4)gizi kesehatan masyarakat; (5)administrasi & kebijakan kesehatan; (6)biostatistik; (7)kesehatn & keselamatan kerja, K3; (8)kesehatan reproduksi & keluarga. Perkembangan kedepan akan semakin teramifikasi lebih lanjut, sehingga sebaiknnya:1. Pasal 10(1) dikaji ulang, dimana kesling dimasukkan kedalam tenaga kesehatan masyarakat2. Pasal 10(5) diuraikan sebagaimana perkembangan yg terjadi

3. Pasal 10(6) dikaji ulang

Kajian dan penguraian ini akan terkait dengan Pasal 11(1) sd ps.11(3) dibawahnya Ilmu Kesmas terdiri dari 8 bidang, Keslingk masuk sebagai bagian dari tenaga kesehatan masyarakat dan juga gizi kesehatan masyarakat. Penulisan redaksional tsb dg mempertimbangkan :1. body of knowledge kesmas. Mengacu di LN, mikrobiologi kesehatan juga dapat merupakan bagian dari kesehatan masyarakat dan akan semakin penting terkait dengan Public Health Security (Biological warfare)2. fakta empirik dan sosiologis yg menunjukkan bahwa 8 bidang ilmu tsb sdh ada dan tersebar di 165 institusi kesmas di seluruh indonesia, dimana kesling dan gizi kesmas juga masuk di dalam ilmu kesmas, termasuk yang diselenggarakan di Undip yaitu entomologi kesmas.3. asas kegunaan/manfaat hukum

20. Pasal 11

(1) Tenaga kesehatan memiliki kewenangan profesi sesuai dengan kompetensi di bidang keilmuannya masing-masing.

(2) Jenis tenaga kesehatan tertentu yang memiliki lebih dari satu jenjang pendidikan memiliki kewenangan profesi sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensi.

(3) Lingkup dan tingkat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dari pendidikan dan/atau pelatihan profesi.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan dan/atau pelatihan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

Cukup jelas

21. BAB IV

PERENCANAAN, PENGADAAN, DAN PENDAYAGUNAAN

22. Bagian Kesatu

Umum

23. Pasal 12(1) Menteri menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan secara nasional. (2) Perencanaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan sesuai dengan perencanaan yang diusulkan pemerintah daerah secara berjenjang.

(3) Ketersediaan dan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dari hasil penelitian kesehatan dan/atau pemetaan tenaga kesehatan. (4) Perencanaan tenaga kesehatan secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan faktor-faktor:

a. jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga kesehatan;

b. jenis pelayanan dan fasilitas pelayanan kesehatan; dan

c. keseimbangan antara pengadaan, kebutuhan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.d. Prioritas pembangunan kesehatan

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana kebutuhan tenaga kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri.Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Yang dimaksud dengan perencanaan secara berjenjang adalah perencanaan yang dimulai dari pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi, sampai dengan pemerintah secara nasional.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Selayaknya pemenuhan kebutuhan nakes terkait dengan prioritas pembangunan kesehatan. Nampaknya rasional saja, namun bila tidak ditetapkan maka seringkali kemudian tidak sambung antara dokumen prioritas dengan penyedian faktor input

24. Bagian Kedua

Pengadaan

25. Pasal 13

(1) Pengadaan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan pendayagunaan tenaga kesehatan.

Usulan ayat (2) dan ayat (3) baru:(2) Pengadaan tenaga kesehatan oleh Pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya.(3) Pengadaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan:

a. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat;

b. jumlah sarana pelayanan kesehatan;

c. jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada.(3) Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan tinggi bidang kesehatan dan pelatihan ketrampilan profesi.(4) Pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diarahkan untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang bermutu sesuai standar profesi, standar pelayanan profesi dan standar prosedur operasional. (5) Pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan dengan memperhatikan:a. keseimbangan antara kebutuhan pelayanan dan dinamika kesempatan kerja baik di dalam negeri maupun di luar negeri;

b. keseimbangan antara kemampuan produksi tenaga kesehatan dan sumber daya yang tersedia; dan

c. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.(6) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Pasal 13

Cukup jelas

Masukan untuk Pasal 13(2) didasari argumen: (1) kelimuan yan terus berkembang (2) kebutuhan ketrampilan spesifik yang dapat berbeda untuk berbagai kebutuhan kesehatan masyarakat, sebagaimana disebutkan daam Ps13(4).Perlu dicantumkan bahwa pengadaan nakes oleh Pemda sesuai dengan kebutuhan daerahnya, rumusan alternatifnya:

(2) Pengadaan tenaga kesehatan oleh Pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya.(3) Pengadaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan:

a. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat;b. jumlah sarana pelayanan kesehatan;c. jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada.

Pasal 13(5) dan 13(6) harus sejalan dengan amanah yang ada pada UU Sisdiknas dan jangan sampai multi interpretasi sehinngga terjadi dualisme dalam soal pendidikan tinggi

26. Pasal 14

(1) Pendidikan tinggi bidang kesehatan diselenggarakan berdasarkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri.(3) Pembinaan teknis pendidikan tinggi bidang kesehatan dilakukan oleh Menteri.(4) Pembinaan akademik pendidikan tinggi bidang kesehatan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional.(5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud pembinaan teknis adalah pembinaan teknis keprofesian untuk mencapai standar profesi atau standar kompetensi.Ayat (4)

Yang dimaksud dengan pembinaan akademik antara lain berupa pemberian izin penyelenggaraan, kurikulum, sistem penjaminan mutu internal dan akreditasi.Ayat (5)

Cukup jelasImplikasi Ps 14 akan terjadi konflik dengan Kementrian Diknas. Agar dikonsultasikan dengan Kemenhukham.

Implikasi dari ayat2 dalam pasal ini, semua FK, FKM, FKG dll harus dalam pembinaan teknis Kemenkes. Sesuatu yang harus dilihat jauh kedepan dan dibicarakan matang2 dg Kemendiknas

27. Pasal 15

(1) Pendidikan tinggi bidang kesehatan dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan tenaga kesehatan yang mengacu kepada standar profesi dan standar pelayanan profesi.

(2) Standar pendidikan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.

(3) Standar pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) disusun oleh asosisasi pendidikan bidang kesehatan, organisasi profesi dan/atau asosiasi rumah sakit pendidikan terkait.Apa iya hanya disusun oleh itu saja?

Sebaiknya perlu melibatkan/koordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional.

Pasal 15

Cukup jelasPendirian KTKI juga harus dikonsulkan dengan fihak KemendiknasApa iya standar pendidikan hanya disusun oleh itu saja?

Sebaiknya perlu melibatkan/koordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional.

28. Bagian Ketiga

Pendayagunaan

29. Pasal 16

(1) Pendayagunaan tenaga kesehatan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

(2) Pendayagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pendayagunaan tenaga kesehatan di dalam negeri dan luar negeri.(3) Pendayagunaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan aspek pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan.Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Aspek pemerataan merupakan upaya distribusi tenaga kesehatan sesuai kebutuhan melalui proses rekrutmen, seleksi dan penempatan. Aspek pemanfaatan merupakan proses pemberdayaan tenaga kesehatn sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Aspek pengembangan merupakan proses pengembangan tenaga kesehatan yang bersifat multi disiplin dan lintas sektor serta program untuk meratakan dan meningkatkan kualitas tenaga kesehatan.Catatan perlu dimasukkan juga:

Pendayagunaan tenaga kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya, dengan memperhatikan:

a. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat;

b. jumlah sarana pelayanan kesehatan;c. jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan yang ada.

30. Pasal 17

(1) Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat melakukan penempatan tenaga kesehatan.

Catatan: (sesuai Pasal 26 ayat (4) UU No.36 Tahun 2009),bahwa:Penempatan tenaga kesehatan dilakukan dengan tetap memperhatikan hak tenaga kesehatan dan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata.

(2) Penempatan tenaga kesehatan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:

a. pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil;

b. pengangkatan sebagai Pegawai Tidak Tetap; atauc. penugasan khusus.(3) Selain penempatan tenaga kesehatan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat menempatkan tenaga kesehatan melalui pengangkatan sebagai anggota TNI/POLRI.(4) Penempatan dengan cara pengangkatan sebagai Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Tidak Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta penempatan melalui pengangkatan sebagai anggota TNI/POLRI dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dengan penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur dengan Peraturan Menteri.

(6) Penempatan tenaga kesehatan oleh masyarakat dilaksanakan melalui pemanfaatan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan milik masyarakat.

(7) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan pemanfaatan dan pengembangan tenaga kesehatan tersebut.

(8) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan mempertimbangkan antara lain:a.kondisi geografis meliputi daerah terpencil, sangat terpencil, perbatasan dan kepulauan.

b. masalah kesehatan/pola penyakit;

c. sarana, prasarana dan infrastruktur yang tersedia;

d. ratio tenaga kesehatan dengan luas wilayah;

e. daerah rawan konflik atau bencana;

f. indeks pembangunan kesehatan masyarakat daerah;

g. kemampuan fiskal daerah.

Pasal 17

Ayat (1)

Penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai rencana kebutuhan yang telah dibuat berdasarkan jumlah, jenis dan kualitas serta distribusi tenaga kesehatan, dengan tetap memperhatikan hak tenaga kesehatan dan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata pemanfaatan dan pengembangan tenaga kesehatan tersebut Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Catatan: (sesuai Pasal 26 ayat (4) UU No.36 Tahun 2009),bahwa:

Penempatan tenaga kesehatan dilakukan dengan tetap memperhatikan hak tenaga kesehatan dan hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata.

31. Pasal 18

(1) Tenaga kesehatan yang telah ditempatkan di fasilitas pelayanan kesehatan harus dimanfaatkan sesuai kompetensi dan kewenangannya.

(2) Pemanfaatan tenaga kesehatan harus mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan, lokasi, serta keamanan dan keselamatan kerja tenaga kesehatan.

Pasal 18

Cukup jelas

Perlu diberi penjelasan konsekuensi bila Ps18(1) tidak dilaksanakan, sebagaimana diurai pada pasal-pasal tentang sanksiPerlu diberi penjelasan konsekuensi bila Ps18(2) tidak dilaksanakan sebagaimana diurai pada pasal-pasal tentang sanksi

32. Pasal 19

(1) Pengembangan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan karir tenaga kesehatan.(2) Pengembangan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan serta kesinambungan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya.(3) Dalam rangka pengembangan tenaga kesehatan, pimpinan institusi kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan yang sama kepada tenaga kesehatan dengan mempertimbangkan penilaian kinerja.

Pasal 19

Ayat (1)

Pemerintah, pemerintah daerah dan swasta mengembangkan dan menerapkan pola karir tenaga kesehatan yang dilakukan secara transparan, terbuka dan lintas institusi melalui jenjang jabtan struktural dan jabatan fungsional.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

33. Pasal 20

(1) Pelatihan tenaga kesehatan dapat diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.

(2) Penyelenggaraan pelatihan tenaga kesehatan dilaksanakan dengan program pelatihan yang diakreditasi oleh Menteri. (3) Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan di institusi penyelenggara pelatihan yang terakreditasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

Cukup jelas. Perlu dijelaskan yang dimaksud dengan masyarakat termasuk didalamnya adalah organisasi profesi terkait dengan penjenjangan ketrampilan keprofesian

34. Pasal 21

(1) Pendayagunaan tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri dapat dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan tenaga kesehatan di Indonesia dan peluang kerja bagi tenaga kesehatan Indonesia di luar negeri.(2) Pendayagunaan tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21

Cukup jelas. Perlu dijelaskan bukan saja ke LN tetapi juga nakes asing ke DN

35. BAB VKTKI

36. Bagian Kesatu

Nama dan kedudukan

37. Pasal 22

(1) Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dibentuk KTKI.

(2) KTKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Menteri.

Catatan:Mengapa KTKI tidak bertanggung jawab kepada Presiden?

Sebagai contoh, Konsil Kedokteran Indonesia bertanggung jawab kepada Presiden (dalam RUU Keperawatan juga)Pasal 22

Cukup jelas

Catatan:Mengapa KTKI tidak bertanggung jawab kepada Presiden?

Sebagai contoh, Konsil Kedokteran Indonesia bertanggung jawab kepada Presiden (dalam RUU Keperawatan juga)

38. Pasal 23

KTKI berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.

Pasal 23

Cukup jelas

39. Bagian KeduaSusunan Organisasi dan Keanggotaan

40. Pasal 24

(1) Susunan organisasi KTKI terdiri atas:

a. Konsil-konsil; dan

b. MKDTKI.

(2) Konsil-Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. Konsil tenaga keperawatan

b. Konsil tenaga kefarmasian;

c. Konsil tenaga kesehatan masyarakat;

d. Konsil tenaga kesehatan lingkungan;

e. Konsil tenaga gizi ; f. Konsil tenaga keterapian fisik;

g. Konsil tenaga keteknisian medis;

h. Konsil tenaga psikososial.

(3) Selain konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri atas usul KTKI dapat menetapkan konsil untuk tenaga kesehatan lainnya.

(4) KTKI dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota yang dipilih dari keanggotaan KTKI.

Pasal 24

Cukup jelas

Catatan:

Belum dijelaskan masing-masing konsil ada berapa divisi?Dan divisi apa saja?

Ayat 2: c dan d di jadikan satu

41. Pasal 25

Keanggotaan KTKI berjumlah 35 (tiga puluh lima) orang yang terdiri atas keanggotaan konsil-konsil dan keanggotaan MKDTKI dengan unsur-unsur yang berasal dari:

a. wakil tenaga keperawatan 3 (tiga) orang;

b. wakil tenaga kefarmasian 3 (tiga) orang;c. wakil tenaga kesehatan masyarakat 3 (tiga) orang;d. wakil tenaga kesehatan lingkungan 3 (tiga) orang;e. wakil tenaga gizi 3 (tiga) orang;f. wakil tenaga keterapian fisik 3 (tiga) orang;g. wakil tenaga keteknisian medis 3 (tiga) orang;h. wakil tenaga psikososial 3 (tiga) orang.i. kementerian kesehatan 3 (tiga) orang;j. kementerian pendidikan nasional 2 (dua) orang;k. asosiasi institusi pendidikan tenaga kesehatan 2 (dua) orang;l. asosiasi rumah sakit 2 (dua) orang; danm. sarjana hukum 2 (dua) orang.

Pasal 25

Cukup jelas

Poin c dan d dijadikan satu

42. Pasal 26

(1)Keanggotaan masing-masing konsil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sebanyak 3 (tiga) orang yang terdiri atas:

a. 2 (dua) orang dari unsur tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a sampai huruf h; dan

b. 1 (satu) orang dari unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf i sampai huruf l.

(2)Masing-masing konsil tenaga kesehatan dipimpin seorang ketua yang dipilih dari anggota yang berasal dari unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

(3)Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan registrar yang menandatangani Surat Tanda Registrasi.

Pasal 26

Cukup jelas

43. Pasal 27

(1) Keanggotaan MKDTKI sebanyak 11 (sebelas) orang yang terdiri atas:

a. 1 (satu) orang dari masing-masing unsur tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a sampai huruf h;

b. 2 (dua) orang sarjana hukum; dan

c. 1 (satu) orang dari unsur Kementerian Kesehatan.

(2) MKDTKI dipimpin seorang ketua yang dipilih dari unsur sarjana hukum.

Pasal 27

Cukup jelas

44. Pasal 28

(1)Menteri menetapkan keanggotaan KTKI.

(2)Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan KTKI diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 28

Cukup jelas

45. Pasal 29Masa bakti keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 29

Cukup jelasBanyaknya profesi kesehatan (ada 33 lebih kurang) akan menyebabkan persoalan keterwakilan, Masa bakti yang panjang yi 5 tahun dapat menyebabkan semakin kronis permasalahan tersebut. Solusi adalah memperpendek masa jabatan; struktur KTKI yang diperluas dalam Divisi/Komis Keprofesian masing2; rencana kerja yang komprehensif mencakup semua profesi dan disahkan Menkes sebagai pedoman kerja 5tahunan.

46. Pasal 30

(1) Anggota KTKI sebelum memangku jabatan wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Menteri.(2)Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:

Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia dan taat kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepepnuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya.

Pasal 30

Cukup jelas

47. Pasal 31

Persyaratan untuk dapat menjadi anggota KTKI meliputi:

a. warga negara Republik Indonesia;

b. sehat jasmani dan rohani;

c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;

d. berkelakuan baik;

e. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada waktu diangkat menjadi anggota Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia;

f. pernah menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya paling sedikit 5 (lima) tahun;

g. bagi sarjana hukum, pernah melakukan pekerjaan di bidang hukum paling sedikit 5 (lima) tahun dan memiliki pengetahuan di bidang hukum kesehatan;

h. cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik; dan

i. melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota KTKI.

Pasal 31

Cukup jelas

48. Pasal 32

(1) Anggota KTKI berhenti atau diberhentikan karena :

a. berakhir masa jabatan sebagai anggota;

b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;

c. meninggal dunia;

d. bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;

e. tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan; atau

f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(2)

Dalam hal anggota KTKI menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua KTKI.

Pasal 32

Cukup jelas

49. Pasal 33

(1) Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia membentuk Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia di Propinsi.

(2) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia di Propinsi mempunyai tugas:

a. melaksanakan uji kompetensi;

b. menyampaikan laporan pelaksanaan uji kompetensi kepada Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia; dan

c. melakukan pembinaan dan pengawasan.

(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia di Propinsi ditetapkan oleh KTKI.

Pasal 33

Cukup jelas

50. Bagian Ketiga

Tugas, Fungsi dan Wewenang

51. Pasal 34KTKI mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan. Apakah tugas KTKI hanya ini saja?

Pasal 34

Lingkup tugas KTKI adalah tenaga kesehatan di luar tenaga medis.

Apakah tugas KTKI hanya ini saja?

52. Pasal 35

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, KTKI menyelenggarakan fungsi:

a. pelaksanaan teknis sertifikasi kompetensi;

b. pelaksanaan registrasi tenaga kesehatan;

c. penetapan standar pendidikan tenaga kesehatan;

d. pembinaan terhadap tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya;

e. penegakan disiplin tenaga kesehatan.

Pasal 35

Cukup jelas

53. Pasal 36

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 KTKI mempunyai wewenang: a. melaksanakan uji kompetensi bersama Organisasi Profesi;

b. menyetujui atau menolak permohonan registrasi; c. menerbitkan atau mencabut surat tanda registrasi; d. menetapkan standar pendidikan tenaga kesehatan yang disusun oleh asosisasi pendidikan tenaga kesehatan, organisasi profesi dan/atau asosiasi rumah sakit pendidikan;

e. melakukan pembinaan terhadap tenaga kesehatan mengenai pelaksanaan etika profesi bersama dengan Organisasi Profesi;f. melakukan pencatatan terhadap tenaga kesehatan yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi karena melanggar ketentuan etika profesi;g. memberikan sanksi disiplin profesi kepada tenaga kesehatan yang melakukan pelanggaran disiplin profesi.

Pasal 36

Cukup jelas

Ketrampilan keprofesian termasuk didalamnya etiak dalam menjalankan keprofesian, sehingga selayaknya bukan saja pembinaan harus melibatkan OP (seperti diusulkan di poin e), tetapi juga uji kompetensi. Perhatikan juga rancangan Ps58(2) dan Ps71

54. Pasal 37

(1) Dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya, KTKI dibantu oleh sekretariat yang dipimpin seorang sekretaris.

(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unit struktural di bawah Kementerian Kesehatan yang terdiri atas:a. bagian sertifikasi kompetensi;

b. bagian registrasi; dan c. bagian pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan.

(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

(4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan KTKI.

(5) Ketentuan lebih lanjut tentang sekretariat KTKI diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 37

Cukup jelas

Perlu disebutkan bahwa :Sekretaris bukan anggota Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia

55. Bagian Keempat

Tata Kerja

56. Pasal 38(1) KTKI dalam melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip koordinasi dan sinkronisasi.(2) Ketua KTKI wajib melaksanakan sistem pengendalian internal.(3) Ketua KTKI bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan anggotanya dan memberikan pengarahan serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas anggotanya.

(4) KTKI wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap KTKI di Propinsi.

Pasal 38Cukup jelas

57. Pasal 39

(1) MKDTKI menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin tenaga kesehatan yang diajukan.(2) Dalam menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), MKDTKI dapat membentuk panitia adhoc dari unsur organisasi profesi tenaga kesehatan sesuai kebutuhan.

(3) Tata cara pengaduan, pemeriksaan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan keputusan atas kasus pelanggaran disiplin tenaga kesehatan ditetapkan dengan peraturan Menteri.

Pasal 39

Cukup jelas

58. Pasal 40

Ketentuan lebih lanjut tentang tata kerja KTKI diatur dengan Peraturan KTKI.

Pasal 40

Cukup jelas

59. Bagian Kelima

Pendanaan

60. Pasal 41

(1) Pendanaan penyelenggaraan tugas-tugas KTKI dan KTKI di provinsi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2) Selain sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap penyelenggaraan atas tugas-tugas KTKI dapat dibiayai oleh masyarakat sebagai pendapatan negara bukan pajak. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran pendapatan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 41

Cukup jelas

61. BAB VISERTIFIKASI, REGISTRASI DAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN

62. Bagian Kesatu

Sertifikasi

63. Pasal 42

(1) Setiap tenaga kesehatan harus memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi.

(2) Untuk memperoleh sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap tenaga kesehatan harus mengikuti uji kompetensi.

(3) Tenaga kesehatan yang telah lulus uji kompetensi diberikan sertifikat kompetensi yang berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

(4) Uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh sertifikat kompetensi diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 42

Cukup jelas

Lihat usulan IAKMI ttg Ps36, setidaknya dalam menetapkan uji kompetensi OP masing-masing dilibatkan sebagai pemangku kepentingan kunci. Perhatikan permasalahan ketwerwakilan semua OP tdk dapat ditampung dalam RUU ini.

64. Bagian Kedua

Registrasi

65. Pasal 43

(1) Setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya wajib memiliki STR.

(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia setelah memenuhi persyaratan.

(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :

a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan;

b. memiliki sertifikat kompetensi yang diterbitkan paling lama 1 (satu) tahun sebelum pengajuan permohonan registrasi;

c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;

d. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi, dan

e. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.(4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.(5) Persyaratan untuk registrasi ulang sebagai mana dimaksud pada ayat (4) meliputi:a. STR lama;

b. memiliki sertifikat kompetensi yang diterbitkan paling lama 1 (satu) tahun sebelum pengajuan permohonan registrasi ulang;

c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan

d. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Catatan:

Belum dijelaskan mengenai pengaturan STR tidak berlaku karena..Pasal 43

Cukup jelas

Catatan:

Belum dijelaskan mengenai pengaturan STR tidak berlaku karena..

66. Bagian Ketiga

Izin Tenaga Kesehatan

67. Pasal 44

(1) Setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya di bidang pelayanan kesehatan perseorangan wajib memiliki izin.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIP atau SIK.

(3) SIP atau SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota tempat tenaga kesehatan menjalankan pekerjaan keprofesiannya. (4) Untuk mendapatkan SIP atau SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tenaga kesehatan harus memiliki:a. surat tanda registrasi yang masih berlaku; dan

b. tempat praktik dan/atau tempat kerja.

(5) SIP atau SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berlaku untuk 1 (satu) tempat.

(6) SIP atau SIK masih berlaku sepanjang :a. STR masih berlaku; dan

b. tempat praktik atau tempat kerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP atau SIK.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai SIP atau SIK diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 44

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan profesi di bidang pelayanan kesehatan perseorangan adalah profesi yang berhubungan langsung dengan pasien, baik dalam kegiatan promotif, preventif, diagnostik, kuratif, ataupun rehabilitatif.Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

68. Pasal 45

(1) Tenaga kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki SIP dan memasang papan nama praktik.(2) Tenaga kesehatan yang tidak memasang papan nama, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, atau pencabutan izin oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 45

Cukup jelas

69. BAB VII

ORGANISASI PROFESI

70. Pasal 46

(1) Tenaga kesehatan harus membentuk organisasi profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat dan etika profesi tenaga kesehatan. (2) Setiap jenis tenaga kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi profesi.

(3)Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46

Cukup jelas

Ps46 hanya menjelaskan hak pemerintah terhadap OP. Selayaknya kewajiban pemerintah juga dijelaskan (bila ada), termasuk pembinaan, pengawasan, pengembangan dll

71. BAB VIII

TENAGA KESEHATAN LULUSAN LUAR NEGERI DAN

TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING

72. Pasal 47

(1) Tenaga kesehatan warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan melakukan upaya kesehatan di Indonesia harus dilakukan evaluasi.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penilaian:a. keabsahan ijazah; danb. kemampuan untuk menjalankan pekerjaan keprofesiannya yang dinyatakan dengan sertifikat kompetensi setelah dilakukan uji kompetensi.

(3) Selain harus memenuhi persyaratan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tenaga kesehatan lulusan luar negeri harus memenuhi persyaratan registrasi dan perizinan.

(4) Pelaksanaan sertifikasi kompetensi, registrasi, dan perizinan tenaga kesehatan lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 47

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Huruf a

Cukup Jelas

Huruf b

dalam evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan program adaptasi sebelum dilakukan uji kompetensi

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas

Ayat (5)

Cukup Jelas

73. Pasal 48

(1) Fasilitas pelayanan kesehatan dapat mendayagunakan tenaga kesehatan warga negara asing.

(2) Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan alih teknologi dan ilmu pengetahuan, dan ketersediaan tenaga kesehatan setempat.(3) Tenaga kesehatan warga negara asing yang akan menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya harus mengikuti evaluasi, sertifikasi kompetensi, serta memiliki STR dan SIP atau SIK.

(4) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tenaga kesehatan warga negara asing harus memenuhi persyaratan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan tenaga kesehatan asing diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 48

Cukup jelas

Ps48 ini hanya menjelaskan penapisan awal dan berkala 5 tahunan, tetapi tidak diatur pengawasan kontinyu. Diusulkan agar civil society selengkapnya ikut mengawasi dan melaporkan setiap kejadian kepada KTKI untuk tindak lanjut

74. BAB IXHAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN

75. Pasal 49

Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya berhak:

a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional;

b. memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar profesi, standar pelayanan profesi dan standar prosedur operasional;

c. memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien atau keluarganya;

d. menerima imbalan jasa;e. memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan serta nilai-nilai agama;f. mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya;g. atas hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 49

Cukup jelas

76. Pasal 50

(1) Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya wajib:

a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, etika profesi serta kebutuhan kesehatan pasien;

b. memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan;

c. menjaga kerahasiaan pasien dan/atau keluarganya; d. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang pemeriksaan, asuhan dan tindakan yang dilakukan; dane. merujuk pasien ke tenaga kesehatan lain yang mempunyai kompetensi dan kewenangan yang sesuai. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan d hanya berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perseorangan.(3) Tenaga kesehatan yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi, standar prosedur operasional, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tanpa alasan yang sah, dikenakan sanksi disiplin berupa:a. pemberian peringatan tertulis;

b. pencabutan sementara surat tanda registrasi atau surat izin praktik paling lama 1 (satu) tahun;

c.pencabutan selamanya surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau

d. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kesehatan.

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup jelasAyat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud alasan yang sah antara lain dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan pasien, bencana serta keterbatasan sumber daya.

77. Pasal 51

(1) Tenaga kesehatan yang menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya pada fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama kepada pasien dalam keadaan gawat darurat dan pada bencana untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.

(2) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu.(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 51

Cukup jelas

78. BAB XPENYELENGGARAAN KEPROFESIAN

79. Bagian Kesatu

Umum

80. Pasal 52

Tenaga kesehatan bertanggung jawab untuk:

a. mengabdikan diri sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki;

b. memelihara dan meningkatkan kompetensi;

c. bersikap dan berperilaku sesuai dengan etika profesi;

d. mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau kelompok;

e. melakukan kendali mutu pelayanan dan kendali biaya dalam menyelenggarakan upaya kesehatan.Pasal 52

Cukup jelas

81. Pasal 53

(1) Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya harus sesuai dengan kompetensi dan kewenangan.(2) Dalam keadaan tertentu tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai menjalankan keprofesian di luar kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah suatu kondisi dimana tidak adanya tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan serta tidak dimungkinkan untuk di rujuk. Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya antara lain perawat atau bidan memberikan pelayanan kedokteran dalam batas tertentu, tenaga teknis kefarmasian memberikan pelayanan kefarmasian yang menjadi kewenangan apoteker dalam batas tertentu.

Ayat (3)

Cukup jelas

82. Pasal 54

Setiap tenaga kesehatan dilarang memberikan pelayanan kesehatan perseorangan dengan menggunakan metode atau tata cara nonkonvensional yang belum ditetapkan sebagai metode pengobatan komplementer-alternatif.Pasal 54

Yang dimaksud dengan metode atau tata cara pengobatan nonkonvensional adalah metode atau tata cara pengobatan di luar kedokteran modern, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional.

Suatu metode atau tata-cara pengobatan nonkonvensial ditetapkan sebagai suatu metode komplementer/alternatif oleh Menteri setelah dilakukan penapisan oleh Kelompok Kerja yang dibentuk khusus untuk itu.

83. Pasal 55

(1) Upaya kesehatan masyarakat dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.(2) Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mengendalikan penyakit di masyarakat.(3) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengoptimalkan kesehatan melalui kegiatan penataan sistem kesehatan dan pelayanan kesehatan, penyuluhan, penyebarluasan informasi, perbaikan sanitasi lingkungan, atau kegiatan lain yang menunjang perilaku hidup bersih dan sehat dan mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat secara luas.(4) Pengendalian penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menghindari atau mengurangi risiko, masalah, dan dampak buruk akibat penyakit bagi kesejahteraan masyarakat secara luas.Pasal 55

Cukup jelas

Ruang lingkup kesmas dengan mengikuti teori Blum menjelaskan lbh luas dari sekedar intervensi lingkungan dan perilaku. Termasuk didalamnya adalah merencanakan, menata, mengembangkan, mengawasi, dan mengevaluasi sistem pelayanan kesehatan dari sisi efektifitas, efisiensi, mutu, ekuitas, sustainabilitas dan kemandiran masyarakat untuk menumbuh kembangkan sistem layanan kesehatan bagi diri mereka sendiri. Ke masa depan persoalan genetic hijacking dan polimerasi genetik akibat lingkungan akan menyebakan pentingnya kebijakan kesehatan yang sesuai kebutuhan yang berbeda mengikuti prinsip ekuitas. Peran ahli kebijakan kesehatan yang memahami genome, konteks keluarga, lingk dan masy adalah sangat penting untuk kembangkan sistem kesehatan yang efektif.

Kesehatan sudah terbukti dapat mengancam bukan saja tk kesehatan masyarakat tetapi dapat mengguncangkan sistem geopolitik kawasan, ketahanan nasional, perekonomian, dll, sehingga seharus pada ayat(4) dijelaskan persoalan tersebut

84. Pasal 56

(1) Pelayanan kesehatan perseorangan dilakukan dengan pengendalian, pengobatan dan/atau perawatan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.(2) Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit, menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.

(3) Peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit diselenggarakan melalui penyuluhan, konseling, dan imunisasi.

(4) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan, mengembalikan fungsi tubuh akibat penyakit dan/atau akibat cacat, atau menghilangkan cacat guna mencapai kualitas hidup yang optimal.

Pasal 56

Cukup jelas

85. Bagian Kedua

Delegasi Tindakan

86. Pasal 57

(1) Dalam melakukan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dapat menerima pendelegasian tindakan medis dari tenaga medis.(2) Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian dapat menerima pendelegasian pekerjaan kefarmasian dari tenaga apoteker.

(3) Pendelegasian tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:a. tindakan yang didelegasikan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima delegasi;

b. pelaksanaan tindakan yang didelegasikan tetap dibawah pengawasan pemberi delegasi;

c. pemberi delegasi tetap bertanggung jawab atas tindakan yang didelegasikan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan delegasi yang diberikan; dand. tindakan yang didelegasikan tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendelegasian tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 57

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan dalam ketentuan ini antara lain perawat, bidan, perawat gigi, perawat anestesi, tenaga keterapian fisik dan keteknisian medis.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

87. Bagian Ketiga

Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi dan

Standar Prosedur Operasional

88. Pasal 58

(1) Setiap tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional.

(2) Standar profesi dan standar pelayanan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing jenis tenaga kesehatan ditetapkan oleh organisasi profesi dan disahkan oleh Menteri.

(3) Standar pelayanan profesi yang berlaku universal ditetapkan dengan Peraturan Menteri.(4) Standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan standar profesi, standar pelayanan profesi, dan standar prosedur operasional diatur oleh Menteri.

Pasal 58

Ayat (1)

Cukup JelasAyat (2)

Cukup Jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan standar pelayanan profesi yang bersifat universal antara lain Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan lain-lain.

Ayat (4)

Cukup Jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

89. Pasal 59

(1) Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya dapat melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.

(2) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi dan teknologi informasi kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan.

(3) Penelitian dan pengembangan kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 59

Cukup jelas

90. Bagian Keempat

Persetujuan Tindakan Tenaga Kesehatan

91. Pasal 60

(1) Setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penerima pelayanan kesehatan harus mendapat persetujuan.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah penerima pelayanan kesehatan mendapat penjelasan secara cukup dan patut.

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:

a. tata cara tindakan pelayanan;

b. tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan;

c. alternatif tindakan lain dan risikonya;

d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.

(5) Setiap tindakan tenaga kesehatan yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 60

Cukup jelas

92. Pasal 61

(1) Pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah dimana pelayanan tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak, maka persetujuan tindakan tidak diperlukan.

(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap harus diinformasikan kepada masyarakat penerima pelayanan kesehatan tersebut.

Pasal 61

Cukup jelas

93. Bagian KelimaCatatan dan Dokumen Pasien

94. Pasal 62

(1) Setiap tenaga kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan wajib membuat catatan dan dokumen pasien.

(2) Catatan dan dokumen pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

(3) Setiap catatan dan dokumen pasien harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan atau paraf petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

(4) Catatan dan dokumen pasien dalam fasilitas pelayanan kesehatan merupakan satu kesatuan dalam berkas rekam medis.(5) Setiap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan mengenai catatan dan dokumen pasien, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dikenakan sanksi administratif dan/atau disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis atau pencabutan izin oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 62

Cukup jelas

95. Pasal 63

(1) Catatan dan dokumen pasien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 merupakan milik fasilitas pelayanan kesehatan, sedangkan isi catatan status kesehatan adalah milik pasien.

(2) Catatan dan dokumen pasien lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh tenaga kesehatan dan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 63

Cukup jelas

96. Pasal 64

(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan wajib menyimpan rahasia kesehatan pasien.(2) Rahasia kesehatan pasien dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum untuk kepentingan pada saat sidang pengadilan, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.(3) Ketentuan lebih lanjut tentang rahasia kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 64

Cukup jelas

97. Bagian Keenam

Hubungan Tenaga Kesehatan dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

98. Paragraf Kesatu

Hubungan Kerja

99. Pasal 65

Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan tenaga kesehatan yang tidak memiliki STR dan izin untuk menjalankan praktik atau pekerjaan profesinya di fasilitas pelayanan kesehatan tersebut.

Pasal 65

Cukup jelas

100. Paragraf Kedua

Perlindungan tenaga kesehatan

101. Pasal 66

(1) Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya berhak mendapatkan perlindungan.(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan waktu kerja, honor/imbalan jasa, kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja serta mogok kerja.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 66

Cukup jelas

102. Paragraf Ketiga

Komite Tenaga Kesehatan

103. Pasal 67

(1) Dalam Fasilitas pelayanan kesehatan, dibentuk komite tenaga kesehatan sesuai kebutuhan.

(2) Komite tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menapis dan memastikan kompetensi tenaga kesehatan, meningkatkan mutu profesi serta melakukan pembinaan profesi melalui penegakan disiplin profesi.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai komite tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 67

Cukup jelas

104. BAB XIPENYELESAIAN PERSELISIHAN

105. Pasal 68

Disebutkan dalam Pasal 29 UU 36 Tahun 2009, bahwa:

Apabila terjadi sengketa dalam pelayanan kesehatan harus dselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.(1) Setiap penerima pelayanan kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian tenaga kesehatan dapat meminta ganti rugi melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan musyawarah, dengan atau tanpa mediasi.

(3) Dalam hal dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh para pihak yang bersengketa.

(4) Penyelesaian sengketa melalui pengadilan atau di luar pengadilan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 68

Cukup jelas

Disebutkan dalam Pasal 29 UU 36 Tahun 2009, bahwa:

Apabila terjadi sengketa dalam pelayanan kesehatan harus dselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.

106. Pasal 69

(1) Penyelesaian perselisihan antara tenaga kesehatan dengan fasilitas pelayanan kesehatan wajib dilaksanakan melalui musyawarah untuk mufakat.

(2) Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan menyelesaikan perselisihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 69

Cukup jelas

107. Pasal 70

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bertanggung jawab untuk menyelenggarakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilakukan melalui mediasi.

Pasal 70

Cukup jelas

108. BAB XII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

109. Pasal 71

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya bekerjasama dengan organisasi profesi membina dan mengawasi pelaksanaan Undang-Undang ini.

Pasal 71

Cukup jelas

110. Pasal 72

(1) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diarahkan untuk:

a. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan tenaga kesehatan;

b. melindungi pasien dan masyarakat atas tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan; dan

c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan tenaga kesehatan.(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 72

Cukup jelas

111. Pasal 73

(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang.

(2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode, atau tata cara lain dalam memberikan pelayanan kesehatan perorangan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang.

Pasal 73

Cukup jelas

112. Pasal 74

(1) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang ini.

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; dan/atau

c. denda dan pencabutan izin.

(3) Tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 74

Cukup jelas

113. BAB XIII

KETENTUAN PIDANA

114. Pasal 75

(1) Setiap tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan praktik dan/atau keprofesiannya tanpa memiliki STR, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Setiap tenaga kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki STR, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 75

Cukup jelas

115. Pasal 76

(1) Setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya tanpa memiliki izin, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Setiap tenaga kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki Izin, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 76

Cukup jelas

116. Pasal 77

Dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah), setiap tenaga kesehatan yang:

a. dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan dengan menggunakan metode atau tata cara yang belum disahkan sebagai metode pengobatan komplementer-alternatif, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54;

b. dengan sengaja dalam menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya tidak mematuhi standar profesi, standar pelayanan profesi dan standar prosedur operasional, sehingga menyebabkan cedera atau kematian pada pasien, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf a.

Pasal 77

Cukup jelas

117. Pasal 78

Dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap tenaga kesehatan yang:

a. dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama kepada pasien dalam keadaan gawat darurat dan pada bencana untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51;b. melakukan tindakan pelayanan kesehatan perorangan tanpa memperoleh persetujuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60;

c. dengan sengaja membuka rahasia kesehatan pasien tanpa alasan yang sah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64; atau

d. dengan sengaja tidak merujuk pasien ke tenaga kesehatan lain yang mempunyai kompetensi lebih baik dan kewenangan yang sesuai untuk menangani permasalahan kesehatan pasien, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf e.

Pasal 78

Cukup jelas

118. Pasal 79

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah tenaga kesehatan yang telah memiliki STR dan Izin, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 79

Cukup jelas

119. Pasal 80

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode, atau tata cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah tenaga kesehatan yang telah memiliki STR dan Izin, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 80

Cukup jelas

120. Pasal 81

(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan tenaga kesehatan tanpa STR dan izin, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 81

Cukup jelas

121. BAB XIVKETENTUAN PERALIHAN

122. Pasal 82

(1) Bukti registrasi dan perizinan tenaga kesehatan yang telah dimiliki oleh tenaga kesehatan, pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.

(2) Tenaga kesehatan yang belum memiliki Bukti registrasi dan perizinan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 82

Cukup jelas

123. Pasal 83

Tenaga kesehatan lulusan pendidikan menengah, Diploma I dan Diploma II yang telah memiliki pengalaman kerja sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun sebelum ditetapkannya Undang-Undang ini, dianggap sebagai tenaga kesehatan yang setara dengan lulusan Diploma III.

Pasal 83

Cukup jelas

124. BAB XVKETENTUAN PENUTUP

125. Pasal 84

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tenaga kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 84

Cukup jelas

126. Pasal 85

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1988 Tentang Masa Bakti Dokter dan Dokter Gigi;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan;

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 85

Cukup jelas

127. Pasal 86

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Pasal 86

Cukup jelas

128. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

129. Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal ....

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Ttd

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

130. Diundangkan di Jakarta

pada tanggal ....

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

ttd

SUDI SILALAHI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN .... NOMOR ... TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Berdasarkan UU no 10 tahun 2004, pengundangan dilakukan oleh Menteri yang membidangi urusan perundang-undangan, bukan sekretaris negara,sehingga menjadi:

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal.

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR