Top Banner
70 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN PROF. DR. YUSRIL IHZA MAHENDRA (PAKAR HUKUM TATA NEGARA) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Tahun Sidang : 2010 – 2011 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (dihadiri 6 Anggota Komite I DPD RI) Hari / Tanggal : Kamis, 24 Februari 2011 Pukul : 10.00 WIB – selesai Tempat Rapat : Ruang Rapat Komisi II DPR-RI (KK. III/Gd Nusantara) Ketua Rapat : H. Chairuman Harahap, SH.,MH/Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Mencari Masukan terkait dengan RUU Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Anggota : 31 dari 49 orang Anggota Komisi II DPR RI 18 orang Ijin Nama Anggota : Pimpinan Komisi II DPR RI : 1. H. Chairuman Harahap, SH.,MH 2. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Fraksi Partai Demokrat : Fraksi Persatuan Pembangunan : 3. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 4. Drs. H. Djufri 5. Drs. H. Amrun Daulay, MM 6. Ignatius Moelyono --
69

RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

Nov 06, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

70

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN

PROF. DR. YUSRIL IHZA MAHENDRA (PAKAR HUKUM TATA NEGARA) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Tahun Sidang : 2010 – 2011 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (dihadiri 6 Anggota Komite I DPD RI) Hari / Tanggal : Kamis, 24 Februari 2011 Pukul : 10.00 WIB – selesai Tempat Rapat : Ruang Rapat Komisi II DPR-RI (KK. III/Gd Nusantara) Ketua Rapat : H. Chairuman Harahap, SH.,MH/Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Mencari Masukan terkait dengan RUU Keistimewaan Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta Anggota : 31 dari 49 orang Anggota Komisi II DPR RI

18 orang Ijin Nama Anggota :

Pimpinan Komisi II DPR RI : 1. H. Chairuman Harahap, SH.,MH 2. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Fraksi Partai Demokrat : Fraksi Persatuan Pembangunan : 3. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 4. Drs. H. Djufri 5. Drs. H. Amrun Daulay, MM 6. Ignatius Moelyono

--

Page 2: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

71

7. Dra. Gray Koesmoertiyah, M.Pd 8. Ir. Nanang Samodra, KA, M.Sc 9. Dr. H. Subyakto, SH, MH, MM 10. Khatibul Umam Wiranu, M.Hum 11. Drs. Abdul Gafar Patappe Fraksi Partai Golkar : Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa : 12. Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM 13. Nurul Arifin, S.IP, M.Si 14. Drs. Agun Gunanjar Sudarsa, BcIP, M.Si 15. Drs. Taufiq Hidayat, M.Si 16. Drs. Murad U Nasir, M.Si 17. Agustina Basik-Basik. S.Sos.,MM.,M.Pd 18. Hj. Nurokhmah Ahmad Hidayat Mus

28. Hj. Masitah, S.Ag, M.Pd.I

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan : Fraksi Partai Gerindra: 19. H. Rahadi Zakaria, S.IP, MH 20. Budiman Sudjatmiko, MSc, M.Phill 21. Dr. Yasonna H Laoly, SH, MH 22. Alexander Litaay

29. Mestariany Habie, SH 30. Drs. H. Harun Al Rasyid, M.Si

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera: Fraksi Partai Hanura: 23. Hermanto, SE.,MM 24. Drs. Almuzzamil Yusuf

31. Drs. Akbar Faizal, M.Si

Fraksi Partai Amanat Nasional: 25. Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si 26. H. Chairul Naim, M.Anik, SH.,MH 27. Drs. H. Fauzan Syai’e

Anggota yang berhalangan hadir (Izin) : 1. DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA 2. Ganjar Pranowo 3. Muslim, SH 4. Rusminiati, SH 5. Kasma Bouty, SE, MM 6. Dr. M. Idrus Marham 7. Drs. Soewarno 8. Arif Wibowo 9. Vanda Sarundajang

10. Agus Purnomo, S.IP 11. Aus Hidayat Nur 12. TB. Soenmandjaja.SD 13. Drs. H. Nu’man Abdul Hakim 14. H.M. Izzul Islam 15. Dr. AW. Thalib, M.Si 16. Dra. Hj. Ida Fauziyah 17. Abdul Malik Haraman, M.Si 18. Miryam Haryani, SE, M.Si

Page 3: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

72

JALANNYA RAPAT: KETUA RAPAT (H. CHAIRUMAN HARAHAP,SH.,MH/F-PG): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salam sejahtera bagi kita semua Yang terhormat Saudara Prof.DR.Yusril Ihza Mahendra Yang terhoramat Saudara Komite I DPD RI Yang terhormat rekan-rekan Anggota Komisi II DPR RI Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allha SWT karena hanya atas perkenanNya kita bisa menghadiri rapat dengar pendapat umum Komisi II DPR RI dengan Pakar Bidang Hukum Tata Negara pada hari ini dalam keadaan sehat wal afiat. Rapat ini tidak memerlukan kuorum karena rapat ini tidak mengambil keputusan tetapi hanya menampung aspirasi dan masukan dari pakar hukum tata negara tapi sebagai informasi saya sampaikan hadir Anggota 17 orang dari 5 (lima) Fraksi, dan DPD RI menjadi 4 orang dari tadi 3. Oleh karena itu perkenankan kami membuka rapat ini dan rapat dinyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT : DIBUKA) Dan sebagaimana tata tertib kita saya menawarkan dan minta persetujuan untuk acara rapat kita pada rapat dengat pendapat umum ini yaitu mendapat masukan terkait dengan RUU Tentang Keistimewaan Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta, apakah disetujui

(RAPAT : SETUJU) Bapak dan Ibu sekalian Dalam rangka mencari masukan RUU Tentang Keistimewaan DIY, Komisi II DPR RI telah mengagendakan RDP dan RDPU untuk mendapatkan masukan-masukan dari berbagai pakar ahli serta masyarakat sebagaimana telah kami lakukan beberapa waktu yang lalu dengan Prof.DR. Maswadi Rauf, DR.Isbodoroini Suyanto MA dan Muhammad Fazrur Falah SH,MH, Msc. Sebelumnya perlu kami sampaikan dalam materi pokok dalam Undang-Undang yang sisampaikan pemerintah antara lain mengenai kewenangan Provinsi DIY sebagai daerah otonom dan mencakup kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, juga wewenang tambahan tertentu yang dimiliki Provinsi DIY, bentuk dan susunan pemerintahan Provinsi DIY yang bersifat istimewa yang terdiri atas pemerintah Provinsi DIY dan DPRD Provinsi dalam rangka keistimewaan DIY dibentuk Gubernur dan Wakil Gubernur Utama sebagai satu kesatuan yang mempunyai fungsi sebagai simbol pelindung dan penjaga budaya serta pengayom dan pemersatu masyarakat DIY, dan mempunyai kewenangan dan hak khusus. Tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur mekanisme pencalonan Sri Sultan Hamungkubowono dan Sri Paku Alam, mekanisme pencalonan kesultanan dan kepakualaman serta masyarakat umum untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur serta pemilihan dan pengesahan. Pengaturan urusan keistimewaan diantaranya :

Page 4: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

73

Penetapan kelembagaan pemerintah daerah provinsi dan kewenangan kebudayaan serta kewenangan serta penyelenggaraan pertanahan dan penataan ruang sebagai badan hukum, kesultanan mempunyai hak milik atas pakualaman, pengaturan pendanaan dalam pengaturan pemerintahan dalam urusan khusus dianggar dalam APBN dan ditentukan antara pemerintah dan DPR berdasarkan usulan pemerintah daerah DIY yang pengalokasiannya melalui kementerian dan lembaga terkait serta pada setiap akhir tahun anggaran Gubernur dan Wakil Gubernur wajib melaporkan seluruh pelaksanaan kegiatan dan penggunaan keuangan yang terkait dengan keistimewaan kepada pemerintah. Kepada Prof. DR. Yusril Ahza Mahendra kami sampaikan RUU dan kajian akademisnya untuk menjadi bahan didalam, beliau menyampaikan pemikiran-pemikirannya, pendapatnya sebagai ahli kepada Komisi II, untuk mempersingkat waktu kami persilahkan. Kepada Profesor DR. Yusril Ihza Mahendara untuk menyampaikan masukannya. Silahkan Pak Prof. Dr. YUSRIL IHZA MAHENDRA: Terima kasih Saudara Ketua. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Saudara Ketua dan para Anggota Dewan yang saya hormati Pertama-tama saya menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya karena pada pagi ini diberikan kesempatan untuk menyampaikan pandangan dan pokok-pokok pikiran dalam rangka pembahasan RUU Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Jogjakarta, sebelum saya hadir disini pagi ini beberapa pakar telah menyampaikan pandangan dan pendapat mereka sesuai dengan bidang keahlian masing-masing dan kepada saya dimintakan satu pendapat dari sudut hukum tata negara dan sudah barang tentu akan menynggung juga aspek-aspek kesejarahan yang terkait dengan keberadaan daerah istimewa jogjakarta dari dulu sampai sekarang. Pertama-tama haruslah kita menyadari bahwa sebelum terbentuknya Negara Republik Indonesia yang di proklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, maka di wilayah nusantara yang kemudian dipersatuan oleh Belanda dalam bentuk sebuah seni negara jajahan yang disebut dengan Hindia Belanda, sudah terdapat beberapa kerajaan-kerajaan dan kesultanan-kesultanan yang masing-masiang berdaulat, merdeka, sendiri-sendiri dan tidak terikat dalam kesatuan walaupun kita tidak begitu suka medengarnya tetapi harus juga kita akui secara sejarah bahwa Belanda memainkan peranan juga dalam menyatukan kerajaan-kerajaan nusantara kesultanan-kesultanan itu dalam satu ikatan negara semi kolonial yang disebut dengan negara Hindia Belanda itu dengan UUD nya Indiche Staatsegeling (IS), yang masih kita warisi sampai kita merdeka jauh dibelakang hari. Kesultanan Jogjakrta Hadiningrat kita ketahui sudah ada sejak Tahun 1755 akibat perjanjian giyanti yang membelah Jogjakarat dengan Surakarta dan sejak itu eksistensinya ada sampai sekarang, bersamaan juga dengan eksistensi dari kesultanan-kesultanan lain yang masing-masing mempunyai ciri dan karakteristik tersendiri perjanjian mereka dengan Belanda walaupun Kesultanan-Kesultanan itu tetap ada tapi akibat perjanjian itu sebenarnya mereka telah mengakui kedaulatan

Page 5: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

74

Belanda, kewenangan-kewenangan dari para Sultan dan para raja itu umumnya terbatas hanya menyangkut adat istiadat agama dan sedikit mengenai masalah pertanahan didaerahnya. Jogjakarta mempunyai tempat yang spesifik dibandingkan dengan Kesultanan-kesultanan yang lain, walaupun semua juga memberikan dukungan yang kuat bagi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti yang ditunjukan oleh Kesultanan Langkat sebagai satu contoh misalnya tegas-tegas Sultan Langkat mengumumkan dukungannya kepada Pemerintah Republik Indonesia dan Teungku Amir Hamzah ditunjuk oleh Presiden RI sebagai wakil pemerintah pusat di Kesultanan Langkat, walaupun Amir Hamzah terbunuh akibat revolusi sosial 1946 namun menjadi pertanyaan bagi banyak orang kenapa Langkat tidak menjadi daerah Istimewa seperti Jogjakarta atau Kesultanan-Kesultanan lain yang juga memberikan dukungan yang sama bagi kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Jogja memang punya arti yang spesifik oleh karena situasi yang sulit bagi Sri Sultan dan Paku Alam waktu itu memberikan dukungan yang penuh dan menyatakan wilayah dari kesultanan dan kepakualaman adalah bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indoensia dan beliau sebagai penguasa dua daerah itu tunduk kepada pemerintah pusat republik indonesia dan dalam situasi sulit bagaimana kita maklumi bersama sudah diduga sejak awal bahwa Jakarta mungkin akan sangat mudah diduduki oleh Belanda atau tentara sekutu dan memang betul tanggal 29 Agustus 1945 pasukan sekutu sudah mendarat di Tanjung Priok, dan menurunkan pasukan payung di Kemayoran pada waktu itu dan Jakarta mulau diduduki pada waktu itu oleh sekutu maupun Belanda dan ajakan Sri Sultan untuk memindahkan Ibu Kota ke Jogjakarta akan memberikan rasa aman dan karena kekhawatiran Belanda dan ketidak beranian Belanda terhadap Sri Sultan karena kewibawaan yang begitu besar bagi masyarakat didaerahnya. Inilah sebenarnya awal hubungan Republik Indonesia dengan Jogjakarta dan seperti kita ketahui pengormabanan yang diberikan Sri Sultan Hamangkubuwono ke XI dalam mempertahankan eksistensi Republik Indonesia begitu besar dan setelah Ibu Kota pindah ke Jogja dan kita juga mengetahui satu demi satu wilayah kita jatuh ke tangan Belanda, dan dibentuklah negara-negar boneka yang banyak sekali termasuk kampung saya Bangka Belitung itu juga sebuah negar pada waktu itu dan mempunyai dua senator padahal tidak mewakili Bangka Belitung dan ikut perjajian Konfreksi Meja Bundar di Denhag (Belanda) waktu menyusun pembentukan Negara Federal Republik Serikat pada tahun 1949. Harus kita akui bahwa satu demi satu daerah-daerah itu jatuh ketangan Belanda kecuali Republik Indonesia yang berkedudukan di Jogjakarta dan 16 Negara Federal dalam RIS itu dengan mosi integral Natsir Tahun 1950 timbul pertanyaan apakah memang kita bubarkan semua negara ini bentuk yang baru negara-negara bagain dari RIS itu menyatu ke Jogjakarta yang pada waktu itu tinggal 3 negara, Republik Indonesia di Jogjakarta, Negara Indonesia Timur dan Sumatera Timur (NST) pada waktu itu dan kemudian berunding dan menyatakan melebur ke Jogjakarta, dan sebenarnya Jogjakrta itu adalah republik indonesia yang merupakan salah satu bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). Seperti kita ketahui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta itu bukan Undang-Undang Nasional, itu

Page 6: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

75

Undang-Undang Negara bagian Republik Idonesia sebagai salah satu dari 16 Negara bagian Indonesia serikat oleh karena itu Undang-Undang itu ditanda tangani oleh Mr. As’ad selaku pemangku Presiden Republik Indonesia. Jadi ini bukan Undang-Undang Nasional membentuk Jogja sebagai Provinsi itu adalah Undang-Undang Negara bagian pada waktu itu, dan begitulah peran besar dari Jogjakarta dan seperti kita baca dalam naskah akademik dari RUU ini memang disebutkan 4 (empat) ciri keistimewaan Jogja, dan didalan pengantar disebutkan juga faktor historis dari peran Jogja dalam menjaga keutuhan Negara Republik Indonesia ini. Kalau kita mendalami ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 Tentang pemerintah daerah yang menjadi dasar dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 Tentang pembentukan daerah DIY itu dengan tegas disebutkan bahwa selain pembentukan provinsi-provinsi pada waktu itu kita merdeka hanya ada 8 provinsi, Sumatera pada waktu itu hanya 1 provinsi di Medan dengan Gubernurnya Pak Teungku Muhammad Hasan Tahun 1945 itu dan barulah dibentuk Jogja ini disebutkan tidak sebagai provinsi disebutkan sebagai daerah Istimewa dan berkedudukan setingkat provinsi dan ini sebenarnya mengacu pada penjelasan UUD 1945 pada waktu itu. Penjelasan di UUD 45 Negara mengakui adanya susunan pemerintahan yang asli, pemerintahan swapraja dan sebagainya tetapi sejak awal disepakati bahwa dalam perdebatan penyusunan UUD 45 bahwa yang ingin dibentuk adalah sebuah negara kesatuan dan tidak akan ada negara di dalam negara kesatuan itu. Jadi memang sejak awal memang menolak adanya sebuah negara federal, walaupun kenyataan hostoris bahwa dengan sangat terpaksa dan berat hati tidak mungkin bagian dari taktik perjuangan kita menerima Negara Federal dengan prinsip pada waktu itu bahwa kalau pemerintah Indonesia setuju membentuk negara federal maka pemerintah Belanda akan mentransfer kedaulatan, jadi bentuklan negara federal nanti diserahkan kedaulan kita bubarkan RIS, semangatnya memang pada waktu itu dan memang dianggapnya sebagai taktik perjuangan saja. Jadi memang sesudah adanya Undang-Undang 22 Tahun 1948 itu dan dalam situasi federal pada waktu itu pemerintah republik Indonesia di Jogja sebagai bagian negara RIS pada waktu itu mengeluarkan Undang-Undang ini dengan persetujuan badan pekerja KNIP yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 yang membentuk DIY setingkat dengan provinsi mengacu kepada penjelasan dari UUD 45 sebagai UUD Negara Bagian pada waktu itu, bukan karena pemerintah RIS itu ada konstitusinya sendiri, Konstitusi RIS dan kalau kita telaah secara sekasama ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 itu tidak masuk kepada seperti apakah sebenarnya sistem pemerintahan didaerah DIY itu, hanya sisebutkan dibentuk DIY setingkat dengan Provinsi dan hal-hal lain mengenai urusan-urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan didaerah tapi tidak diatur seperti apakah sebenarnya pemerintahan daerah di Jogjakarta itu. Kelihatannya memang KNIP pada waktu itu berusaha untuk menghindari peredebatan, memasuki perdebatan kepada persoalan-persoalan yang sensitif yang menyangku kedudukan harjat dan martabat kedudukan Sri Sultan yang sangat dihormati pada masa itu dan juga Paku Alam sehingga dianggap bahwa struktur pemerintahan Jogja itu sudah diketahui, sudah seperti itulah

Page 7: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

76

keadaannya, jadi sebenarnya mengacu pada praktet penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu dan juga mengacu kepada tradisi dan juga mengacu kepada apa yang sudah ada dan diterima oleh masyarakat dan kenyataannya walaupun dua kali Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 diamandemen tetapi dua kali amandemen itu hanya menyangkut DPRD Jogjakarta dan sama sekali tidak menyangkut substansi tentang struktur pemerintahan Jogjakarta cara pengisian jabatan kepala daerah, pemerintaha DIY dan seterusnya sehingga keadaan itu berlangsung terus walalupun kita tahu tidak lama sesudah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 itu di undangan pada bulan Maret 1950, pada bulan Agustus beberapa bulan kemudian Sri Sultan menjadi Perdana Menteri yang dui Pimpin oleh Muhamad Natsir (Kabinet Natsir), tapi meskipun Sri Sultannya menjadi Wakil Perdana Menteri pada pemerintah pusat, karena 17 Agustus 1950 sudah terbentuk lagi negara kesatuan RIS sudah bubar begitu tetapi tidak di permasalahkan dari Sri Sultan sebagai Kepada Daerah DIY dan keadaan ini berlangsung terus Sri Sultan kemudian beberapa kali menjadi Menteri bahkan jadi Wakil Presiden pada masa Presiden Suharto, statusnya tidak dipermasalahkan dan otomatis ketika beliau non aktif maka tugas-tugas itu dilaksanakan oleh Wakil Darerah Istimewa Jogjakarta yaitu Paku Alam dan keadaan ini sebenarnya tidak menimbulkan masalah apa-apa berlangsung panjang sampai sekarang, ini menjadi satu permasalahan kemungkinan setelah terjadinya amandemen UUD 45, mulai 1999 khususnya amandemen Pasal 18 yang dulunya sangat singkat tetapi kemudian menjadi lebih panjang sesudah hasil amandeman ini. Memang seperti kita ketahui Pasal 18 itu banyak sekali berubah sesudah amandeman dulu singkat sekali mengatakan “terdiri dari daerah-daerah yang akan diatur oleh Undang-Undang” dan sekarang ini sangat luas pengaturan dari Pasal 18 sendiri, semua diamandemen kemudian muncul Pasal 18 A, dan muncul Pasal 18 B yang sebelumnya tidak ada didalam UUD 1945. Saya menyarankan juga kepada seluruh Anggota Dewan dan Komisi II khsusnya dalam membahas RUU tentan Jogjakarta ini agak lebih mencermati latar belakang perubahan amandemen dari Pasal 18 mengapa begitu banyak berubah kemudian muncul Pasal 18 A, dan muncul Pasal 18 B, agar kita tidak terjebak oleh rumusan-rumusan tersebut kemudian kita menganggap bahwa harus diterapkan pada Undang-Undang DIY, apalagi kalau kita sampai terjebak pada Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ini harus diatur lagi disini karena memang mungkin saja dalam Undang-Undang tentang Jogjakrta ini ada pengaturan-pengaturan yang spesifik mungkin berbeda bahkan mungkin bisa menyimpang dari ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah karena tingkatannya yang sama. Bisa saja satu Undang-Undang mengatur lain dari Undang-Undang yang ada. Tapi menyangkut sejauh menyangkut ketentuan Pasal 18 bagaimana kah kita harus memahami ketentuan Pasal 18 ini khususnya dalam kaitannya dengan RUU yang sedang kita bahas sekarang ini. Memang didalam ketentuan Pasal 18 setelah amandemen dikatakan dengan jelas bahwa “ Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari daerah-daerah Provinsi, dan dibagi atas Kabupaten dan Kota yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang

Page 8: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

77

diatur dengan Undang-Undang kemudian pemerintah provinsi, kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan menurut asas ekonomi dan seterusnya” dan kemudian berbicara mengenai DPRD lalu ayat 4 dikatakan “ Gubernur, Bupati, Wali Kota masing-masing sebagai kepala daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratos” ini yang membuat kita menajdi konfuise ketika kita menyusun tentang RUU Jogjakarta ini, karena dengan tegas dikatakan Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah, kepada pemerintah daerah didaerah-daerah, provinsi, kabupaten dan kota dipilih secata demokratis. Jadi haruskan memang bagaimana dengan Jogjakrta, haruskah dipilih dengan demokratis atau bagaimanakah, haruskah dikatakan pertanyaannya haruskan dikatakan kepala daerah itu harus dinamakah Gubernur, haruskan daerah istimewa itu dinamakan daerah Provinsi? Dan ini mulai kita lihat konfuise masalah ini, kita lihat juga dalam RUU yang diajukan pemerintah kepada DPR ini, saya melihat baik dalam praktek maupun dalam pengalaman, kalau kita melihat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 pun sebenarnya hanya disebutkan keberadaan provinsi, tidak spesifik mengarakan daerah istimewa, penjelasan UUD 45 mengakui keberadaan dari satuan-satuan daerah yang sifatnya istimewa tetapi tidak jelas apa implikasinya, apakah harus dibentuk suatu pemberitaan yang mencakup didaerah istimewa itu atau tidak, tapi pada waktu kita mulai merdeka, kalau tidak salah itu tanggal 19 Agustus itu tegas dikatakan setelah dirancang kabinet diumumkan bahwa kita ini terdiri atas 8 provinsi dan tidak membicarakan sama sekali tentang daerah-daerah yang istimewa itu dan kita tahu Gubernur Jawa Barat, Jawa Timur memang sudah provinsi pada waktu kita merdeka, karena pada waktu itu dijaman Belanda sudah ada Gubernur sudah ada sejak Tahun 21 di Jawa Timur sudah jadi Gubernur disana. Jadi waktu merdeka ditunjuk delapan Gubernru dan tiga gubernur di Jakarta pada waktu itu Wali Kota, bagaimana Jogjakarta tetap tidak begitu jelas, tetapi didalam piagam, nanti kalau ada yang salah keliru tolong diluruskan nanti. Kemudian baru muncul Tahun 1950 itu Undang-Undang Nomor 3 ini , walalupun seperti saya katakan tadi ini adalah Undang-Undang Negara bagian tetapi mengacu kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 dan tidak menyebut Jogjakarta itu sebagai provinsi, tapi dikatakan dia dibentuk sebagai daerah istimewa dengan kedudukan setingkat provinsi, pada waktu itu juga sebetulya pembentukan Aceh juga tida disebut provinsi pada awalnya hanya disebut Daerah Istimewa Aceh, dan DIY. Saya ingin sedikit bercerita pengalaman yang barangkali tidak terrecord banyak dalam buku-buku sejarah, pada Tahun 1999 pada awal Tahun 2000 pada waktu itu Presiden Abdurrahman Wahid menugasi saya secara khusus untuk berdialog dengan tokoh-tokoh masyarakat Aceh dan saya datang pada waktu itu hari Jum’at habis sembanhyang Jum’at di Kampaus Darussalam banyak sekali tokoh-tokoh Aceh, Ulama, Cendikiawan termasuk GAM berkumpul ada disana, pada waktu itu kita mulai bicarakan karena pesan Presiden kepada saya “saudara Yusril pergi ke Aceh dan dialog dengan tokoh-tokoh Aceh, bilang sama mereka apa yang orang Aceh minta akan kita kasih kecuali satu, lepas dari Republik Indonesia” kita mulai satu dialog dan pada waktu itu memang sedang di draf RUU tentang Aceh yang baru tapi tawaran saya pada waktu itu mewakili

Page 9: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

78

pemerintah bahwa kemungkinan Aceh itu menjadi satu daerah otonomi yang luas yang tidak lagi disebut sebagai Provinsi bahkan pertama kali saya mengajukan nama Negeri Aceh Darussalam pada waktu itu yang mereka terima dan menjadi Nangro Aceh Darussalam yang meruka ubah dalam bahasa Aceh, dan pada waktu itu kita mengusulkan supaya kalau mau di gunakan istilah lain tidak disebut Gubernur pemerintah bisa terima pada waktu itu. Jadi jangan kita terpaku kemudian karena ketentuan pasal 18 mengatakan pemerintah di daerah itu Gubernur, Bupati, Walikota haruskan memang ini disebut Gubernur, haruskah, bisakah menggunakan istilah yang lain sebenarnya fleksibilitas itu tidak bisa secara kaku kita mengacu kepada ketentuan Pasal 18 ayat 4 tetapi mengacu kepada ketentuan dalam Pasal 18 B, yaitu negara mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daserah yang bersifat khusus dan bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang, jadi secara sistematik kita harus memahami bahwa Pasal 18 B sebenarnya adalah suatu pengaturan spesialis dari pengaturan dalam pasal 18, khususnya pasal 18 ayat 4, jadi kemungkinan kita mengatakan bukan provinsi, tapi memang seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 disebut daerah istimewa Jogjakarta tidak harus kita mengatakan dia Gubernur tidak, bisa saja kita mengatakan kepada DIY. Jadi kita tidak terjebak dengan peristilahan-peristilahan yang memang secara spesifik diatur Pasal 18 ayat 4 dalam kaitannya dengan daerah-daerah provinsi yang tidak terkategorikan sebagai khusus dan sebagai sitimewa, kalau kita lihat Papua disebut sebagai khusus Aceh dulu waktu Undang-Undang pemerintahah Aceh disebut sebagai otonomi khusus sebelumnya memang Istimewa, kemudian digabung belakangan tapi tetang Jogjakarta kita katakan dalam Pasal 14 B adalah dia besifat khusus atau bersifat istimewa, dan keistimewaan itulah yang sebenarnya diatur dalam Undang-Undang yang akan kita bahas sekarang ini. Jadi kalau kita memilih bahwa kita tidak lagi menggunakan ini provinsi daerah DIY dan seperti dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950, daerah DIY itu kedudukan setingkat dengan provinsi. Jadi ini sebenarnya kita kembali lagi kepada ketentuan-ketentuan yang lama dan tidak perlu terikat dengan ketentuan dalam pasal 18 ayat 4 karena kita merujuk pada pasal 18 B dari hasil amandemen UUD 45. Kalau masalahnya sampai disini kita membicarakan dimanakan keistimewaan yang sudah terdampar di dalam draf akademik, dan kemudian naskah akademik dan draf RUU ini bahwa sebenarnya yang terjadi di Jogjakarta sedikit beda dengan draf akademik yang memisah unsur politik dan kultural yang menurut saya yang sebenarnya di jogjakarta urusan kultural dan politik itu bisa menyatu pada tingkat pemerintahan dan kita ketahui bahwa Sri Sultan itu adalah memang Sultan Ngayogyakarta dan sekaligus dengan segala warisan budaya dan kemudian juga tradisi politik baik pada masa kesultanan pada masa Hindia Belanda maupun Kesultanan dimasa republik Indonesia dan selalu terjadi katakanlah tumpang tinding, keterkaitan antara hal-hal yang bersifat kultural, tradisi dan budaya dan kaitannya dengan politik di Jogjakarta ini. Kalau kita melihat alternatif-alternatif pengisian jabatan kepada daerah Jogjakarta yang sekarang disebut Gubernur ini kaku dengan Gubernur ini lantas konfius ada Gubernur utama yang menimbulkan problema, barangkali kalau kita tidak menggunaka istilah Gubernur tetapi kepada

Page 10: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

79

daerah istimewa Jogjakarta barangkali masalahnya akan lebih sederhana dari pada terpaku dengan istilah Gubernur yang harus di pilih secara demokratis dan kita terjebak bagaimana merumuskannya didalam Undang-Undang tentang Jogjakarta yang baru ini. Kalau kita memilih bahwa Jogjakarta ini tidak pakai istilah Gubernur tapi pake istilah Kepala Daerah Istimewa Jogjakarta maka pertanyaannya bagaiman mengisi kepala daerah Istimewa itu, apakah harus dengan pemilihan atau dia bukan Gubernur tapi Kepala, dan itulah keistimewaan dia, dengan keistimewaanya kita katakan siapun yang menjadi Sri Sultan dialah otomatis menjadi Kepala Daerah Istimewa Jogjakarta dan dengan demikian perdebatan itu menjadi tidak rumit dan tidak terjebak kepada istilah Gubernur yang harus dipilih secara demokratis itu, ini alternatif yang menurut saya merupakan satu cara penyelesaian yang mungkin dapat di terima oleh kerabat kesultanan Jogjakarta dan Pakualaam dan sekaligus dapat diterima oleh masyarakat Jogjakarta dan paling tidak secara politik menentramkan masyarakat dari polemik yang berkepanjangan tentang bagaimana cara pengisian dari sultan kepala daerah istimewa atau Gubernur DIY. Karena kita memang kaku mengikuti peristilahan Gubernur maka muncul tentang ide tentang Gubernur Utama yang otomatis siapapun yang bertahta menjadi Sultan dan siapapun yang menjadi kepala daerah di Pakualam otomatis menjadi Gubernur Utama dan kemudian status dari Gubernur Utama inipun bukan tidak akan menimbulkan suatu permasalahan dengan Gubernur yang dimaksud oleh Undang-Undang ini, yang pasti akan mengacu pada Pasal 18 A, Undang-Undang Tentang Pemrintahan Daerah, sebagaimaan Gubernur di Provinsi yang lain. Persoalan kita sekarang adalah kalaulah memang menempatkan dari Sri Sultan dan Paku Alam itu sebagai Gubernur Utama, lalu apakah ini kira-kira mengadopsi sistem monarki kostitusional, kira-kira ini menjadi mirip dengan menempatkan Sri Sultan dengan para Sultan-Sultan Melayu dalam Federasi Malaysia, Sultan itu siapa saja oleh kerabat kesultanan diputuskan menjadi sultan, iya akan menjadi Sultan seperti di Johor, Selangir, Pahang dan begitu tapi Ketua Menteri (Menteri besar) yang memimpin pemerintah di negara bagian berdasarkan pemilu siapa yang menang di dewan undangan negeri DPRD lokal itu otomastis dia diangkat oleh Sultan menjadi Menteri besar tetapi kalau ketentuan seperti itu memang kita mengakui satu pemerintahan Monarki Konstitusional dalam kontek sebuah negara bagian, sedangkan kita ini kan tidak begitu pikirannya. Memang beda Malaysia tegas dinyatakan Federasi, Federal Malaysia, ada negara-negaar bagian ada Sultan ditiap-tiap bagian itu Malaka, Sabah, Serawak, tetapi kita menganut negara kesatuan tidak mengakui keberadaan monarki itu. Jadi Jogjakarta sebenarnya daerah istimewa setingkat dengan provinsi dan disitu ada kepada daerah istimewa Jogjakarta yang bukan menjalankan kekuasaan sebagai monarki tapi menjalankan kekuasaan. Dalam monarki konstitusional sebenarnya rakyat banyak menjaga raja dari pada raja menjaga kita sebagai rakyat sebenarnya, karena itu dihindari maka dalam tradisi politik melayu di Malaysia seorang bangsawan tidak boleh ikut dalam politik, kalau dia ikut dalam politik maka hak dia untuk menjadi raja gugur, seperti terjadi pada Teunku Rajali Hamzah, itu berkali-kali jadi Mekteri Keuangan dari Mahatir dan sebenarnya dia itu putera

Page 11: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

80

mahkota Kalntan, karena dia ikut politik maka hak dia untuk menjadi Sultan gugur, jadi aga rumit pengaturan seperti ini kalau misalnya kerabat kesultanan di Jogjakarta bisa ikut jadi calon Gubernur itukan bisa mejadi persoalan sendiri internal, Justeru seperti saya katakana kemarin anehnya di Negara monarki konstitusional Justeru rajanya menjaga rakyatnya supaya kelihatan bagus jangan ada yang jelek ditutupi, kalau ini diberi kesempatan kerabat akan menjadi konflik. Jadi kalau kita melihat jauh kedepan hal-hal yang harus dilihat memang selama ini belum ada masalah apa-apa, baru dua kali semenjak merdeka ini Sultan IX dan Sultan X sekarang ini terus kemudian bagaimana kedepannya, kedepannya akan teradi apa, lalu mau diantisipati rancangan seperti ini yang menurut pikiran saya sebenarnya hanya akan membuat masalah ini menjadi rumit sekarang, karena bagaimanapun juga kesultanan ini mempunyai satu tradisi bagaimana memilih raja kalau raja sultan itu tidak punya permaisuri siapa yang akan menjadi sultan, kemudian kalau dia anak laki-laki itu bagaimana, itu ada mekanisme internal, bisakah kita menerima mekanisme internal itu siapapun jadi sultan dia jadi kepala daerah istimewa Jogjakarta dan kemudian timbul pertanyaan bagaimana kalau dia masih belum dewasa, siapa yang akan pemangku sultan, sejauhmana kewenangannya itu yang mungkin tidak terlalu banyak diatur dalam UU ini karena makin coba kita atur secara jelimet banyak hal-hal yang tidak tercakup dalam pengaturan ini, lebih baik kita secara teknis membuat suatu rancangan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum kita menyerahkan bagaiman prakteknya nanti dilapangan karena kebanyakan kita ini ingin membuat UU ingin mengatur segala-galanya tapi tidak ada hokum yang mengatur segala-galanya, makin coba diatur lebih detail makin terasa kekuranganya. Jadi kita cobalah membuat suatu yang lebih simple tetapi bagaiman dia dapat berjalan dalam praktek, prinsip-prinsipnya kita rumuskan paling tidak sedikit lebih melangkah dari pada UU Nomor 3 Tahun 1950, sama sekali tidak mengatur tentang kepala daerah tentang mekanisme rekrutmen, tentang pergantian Sultan tidak disinggung sama sekali, dibiarkan itu berjalan pada praktek dan kenyataannya selama Tahun 45 sampai sekarang tidak terjadi apa-apa. Jadi ini hal-hal yang patut kita renungkan bersama, karena makin jauh kita membahas ini makin banyak hal yang sensitive yang justeru tidak menguntungkan secara politik bagi kepentingan kita sebagai sebuah bangsa sebagai suatu kesatuan dan persatuan sesama kita tetapi satu rumusan yang paling komplit yang paling simpel dengan mengakui dan merujuk pada ketradisi yang sudah berjalan barangkali akan menjadi solusi yang paling baik dalam menyesuaikan masalah-masalah kita sekarang ini. Tidak mungkin kita menyelesaikan semua masalah untuk sepanjang jaman, tapi apa yang dapat kita sesuaikan adalah masalah-masalah yang menjadi tugas kewenangan kewaiban kita sekarang sambil tentunya tidak meninggalkan masalah-masalah yang menjadi sumber kerumitan bagi generasi yang akan datang. Saya kira itulah pendapat dan masukan saya. Terima kasih dan lebih kurang mohon maaf.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Page 12: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

81

KETUA RAPAT : Waalaiku salam Warahmatullahi Wabarakatuh. Terima kasih Profesor Yusril Ihza Mahendra yang telah memberikan pemikiran dan pandangannya pada kita sekalian barangkali nanti bisa dikembangkan oleh para Anggota yang terhormat termasuk DPD RI sedikit tadi barangkali ada konfius kita antara monarki konstitusional dengan yang tadi disebutkan raja langsung menjadi kepala daerah dan kepada pemerintahan dan cara pemilihannya di internal bukannya itu monarki juga ya, apakah yang monarkhi konstitusional yang mana dan monarki ini absolut atau bagaimana jadi perlu penjelasan Pak Yusril lebih luas tentang tata cara memang makin diatur detail makin banyak persoalan tetapi juga kadang-kadang menjadi lebih terang, lebih pasti tapi saya kira nanti dibahas. Saya persilahkan dari rekan-rekan Anggota pertama Pak Almuzamil Yusuf ada silahkan, pojok kanan DRS. AL-MUZAMMIL YUSUF/F-PKS: Terima kasih Pimpinan dan para Anggota yang saya hormati serta nara sumber kita Profesor DR Yusril Ihza Mahendara yang saya hormati. Beberapa poin sudah kita dapatkan pikiran segar dari Prof Yusril, pendalaman saya adalah terkait dengan Pasal 18 ayat 4 “bahwa gubernur, buapi dan wali kota masing-masing sebagai kepala provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis” jika ini yang menjadi sebab perlu dirumahnya keistimewaan provinsi Jogjakarta pertanyaan saya bukankah yang lebih dekat dari jogja saja sudah menyimpang dari ini, wali kota di Jakarta siapa yang memilihnya, kalau itu alasan perubahan Jogjakarta. Di Jakarta kit memilih Gubernur DKI tetapi tidak memilih wali kota karena Jogjakarta juga adalah daerah khusus seperti disampaikan tadi, Pasal 18 B ayat 1, ada daerah pemerintahan khusus dan bersifat istimewa. Apakah ini berarti kita harus merubah berikutnya adalah Jakarta, konsekuensi dari cara berpikir itu berarti kita akan merubah cara pemilihan wali kota di Jakarta kalau Pasal 18 ayat 4 itu menjadi sebuah kemestian tanpa memandang Pasal 14 B ayat 1 ini. Poin yang Prof sampaikan menarik ketika sultan di Malaysia tidak berpolitik, kita serahkan regulasi itu kepada kesultanan, tetapi dengan segala hormat kita keta ketahui Sultan Jogja bagian dari salah satu partai politik, ini tentu sudah menjadi pengetahuan kita bersama. Ini menarik saya kira ini suatu pengaturan yang adil ketika kita menyerahkan regulasi itu kepada kesultanan dengan asumsi kesultanan itu milik bersama, milik semua kelompok maka dia harus dipaksa untuk tidak berpartai, ketika dia berpartai seperti contoh di Malaysia tadi Teungku Rozali ini poin. Poin lainnya yang menariknya adalah selama ini tidak diatur tidak masalah begitu kita atur timbul masalah ini menarik juga dan saya kira menjadi masukan berikutnya ketika menyebut Gubernur Utama kalau kita bicara konstitusi pemerintah mengusulkan gubernur utama itu nomentelatur kita itu tidak dikenal dalam konstitusi kita, yang kita ada adalah Gubernur, Bupati dan Walikota, itu sendiri menunjukan pemerintah untuk mengatur daerah istimewa itu ada nomentelatur yang tidak dikenal dimungkinkan, kenapa harus mempermasalahakan ketika seorang gubernur tidak dipilih, inikan sama

Page 13: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

82

logikanya, Pasal 18 ayat 4 mengatakan gubernur, bupati dan wali kota harus dipilih secara demokratis maka dirubahlah Jogjakarta, tetapi ketika merubah Jogjakarta harus dipilih memunculkan nomentelatur yang tidak dikenal di pasal 14 ayat 4 yang menjadi rujukan itu. Ini kan dikotomi dalam cara berpikirnya menjadikan rujukan ayat untuk merubah UU pada saat yang sama UU rujukan bertentangan dengan UU tersebut, karena tidak dikenal istilah Gubernur Utama Ini bagaimana Prof Yusril mungkin perlu pendalaman karena masukan-masukan kita ini UU ini Pasal ini saja karena yang lain bukan domain politik, ini pilihan politik kita semua sangat jelas, saya kira Prof Yusril sudah memberikan masukan yang menarik tidak usah kita sebut Gubernur sehingga kita tidak terjerat oleh Pasal 18 ayat 4 tadi, ini domainnya dan khusus saja tinggal apakah penyebutannya. Saya kira ini usulan yang menarik. Pendek kata masukan dari Profesor sudah kami catat untuk Fraksi kami peristilahan tidak harus Gubernur atau Sultan, tidak boleh berpolitik dan bagi partai kami pilihan ini sudah sangat jelas. Terima kasih Pimpinan. Wassalamualikum Warahtullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Wassalamualaikum. Terima kasih Pak Muzamil Yusuf, silahkan Pak Chairul H. CHAIRUL NAIM, M.ANIK, SH.,MH/ F-PAN: Terima kasih. Yang saya hormati Pimpinan dan Anggota Komisi II Yang saya hormati Bapak Yusril Ihza Mahendara nara sumber kita pada hari ini Dan rekan-rekan sahabat kita dari DPD Bapak-Bapak yang kami hormati. Nampaknya Pak Ketua makin lama makin seru dan menarik pembahasan RUU ini, dari beberpa pakar akademik itu juga berbeda-beda pendapatnya tapi saya kira itu sah-sah saja. Pak Yusril barangkali saya mulai dari penjelasan Bapak tadi mengenai UU Nomor 3 Tahun 1950 barangkali ini regulasinya mengenai Jogjakarta dan disana Bapak juga menjelaskan bahwa tidak diatur secara jelas mengenai mekanisme yang ada termasuk dengan pemilihan kepala daerahnya. Pertanyaan saya pertama kira-kira penetapan dari pada Sultan dan Sri Paku alam menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur landasannya dari mana Pak itu yang pertama, kemudian yang kedua dari apa yang Bapak sampaikan bahwa ada sebenarnya kalau kita melihat dari perspektif sejarah terhadap kesultanan ini ada mekanisme khusus yang tidak bisa dibaurkan dengan mekanisme yang ada dalam keteraturan UU kita barangkali demikian tadi penelasannya, dan saya juga melihat dari UU yang ada ini kemudian dari pada sejarah yang sumber sejarahnya memang kerajaan ini suatu hal yang sangat istimewa dan beliau sudah hadir sebelum jauh sebelumnya Indonesia merdeka kemudian ketika hadir mendukung Indonesia dan sekaligu bergabung dan disana juga ada bala tentara ada protokolernya, ada juga hak-hak atas tanahnya. Kemudian dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 ternyata diadakan pemilihan terhadap kesultanan kepala daerah melalui DPRD DIY kalalu tidak salah dua periode itu dipilih. Pertanyaannya

Page 14: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

83

disini kenapa terjadi peralihan seperti itu, apakah ini semacam spirit sejarah saja atau euporia reformasi saat itu ataukan tidak lagi mengindahkan keistimewaan Jogjakarta kalau diartikan keistimewaan itu diartikan sebagai penetapan kesultanan sebagai kepala daerah dan memberikan otonomi luas yang seluas-luasnya kepada DIY yang pada waktu pemberian UU Tahun 1955 itu tidak diberakan kepada provinsi-provinsi lain. Demikian Pak jadi kepada nya diberikan hak anggaran dan protokoler dan ketika raja memanggil gubernur itu bisa dan pertanyaanya apakah kondisi demikian apakah itu bertentangan dengan searah yang telah disampaikan tadi. Kemudian yang terakhir Pasal 18 B tadi Bapak sebutkan sebagai spesialisasi dari Pasal 18 A, pertanyaan saya apakah mungkin adanya spesialisasi terhadap satu pasal terhadapa pasal yang diatur oleh UU yang sama yaitu UUd 45, menuru henat saya kalau kita liat dari tataran hokum yang ada bahwa spesialisasi dari UU Nomor UUD Pasal 18 A itu adalah UU Nomor 32 Tahun 2004 dan diperbaharui dengan UU Nomor 18 Tahun 2008, dimana dikatakan Gubernur dan Wakil Gubernur dipilih secara demokrastis, breakdown nya adalah UU Nomor 32, dijelaskan disitu dipilih secara langsung. Jadi saya tidak melihat antara penetapan dan tidak penetapan saya kira saya melihat dari pada dasar hokum landasan konstitusional kita Pak. Artinya kalau kita mengatakan bahwa pasal 18 b merupakan lex spesialis dari pasal 18, pasahal menurut hemat saya UU Nomor 32 Tahun 2004 itu lex spesialis dari pada UUD Pasal 18 a ayat 4 saya kira demikian Pak Yusril mohon penjelasan,mudah-mudahan kita semua berkeinginan diharapkan UU ini lahir UU yang sempurna yang disenangi oleh semua pihak, aspiratif dan sesuai dengan dinamika masyarakat di Indonesia. Demikian.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Waalaikum salam. Terima kasih Pak Khairul Naim, silahkan Pak Abdul Gaffar Pattape DRS. H. ABDUL GAFFAR PATAPPE/F-PD: Terima kasih Pak Ketua. Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Bapak Prof Yusril yang saya hormati, nama saya Ghafar Patappe. Ada dua pertanyaan saya. Saya ketahui Bapak sebagai pakar hokum tata Negara dan juga saya mengenai Bapak sebagai reformis namun ada perubahan nilai pada saat-saat sekarang ini yang biasa kita kenal, seorang Sospol itu atau yang berlatar belakang social politik itu biasanya menggunakan pola diplomasi sedangkan pakar hokum itu agak saklek, tetapi sekarang ini sudah berubah orang hokum juga sudah tidak saklek tetapi diplomasi, seperti contoh karena ada kepentingan di tayangan TV One yang namanya Lawyer Club ada 100 disitu ahli hokum yang hadir membahas satu persoalan itu 100 itu berbeda semua, jadi multi tafsir itu sangat luar biasa padahal digambarkan tadi pasalnya sudah jelas penjelasannya jelas kemudian dibuat demikian rupa menjadi berbeda. Jadi pertanyaan saya mudah-mudahan Bapak Prof Yusril masih ada ciri reformasinya Bapak ini yang pertama yang ingin saya

Page 15: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

84

tanyakan. Saya dengarka dipenjelasan Prof Daud Yusuf mengenai status keistimewaan, saya mau tanyakan kesitimewaan itu sebenarnya daerahnya yang istimewa atau orangnya yang istimewa itu satau pertanyaan saya Pak. Yang kedua bisa khusus Jogja bisa juga umum, bahwa pada jaman orde lama Pak juga mengaku disitu Indonesia sudah menerapkan system demokrasi, waktu itu diberi istilah demokrasi terpimpin disitu kebanyakan memasang pejabat itu penetapan, tetapi kondisi pada waktu itu 60 Tahun lebih yang lalu kondisi kurang memungkinkan jadi ditempuh demokrasi terpimpin, kemudian pada jaman orde baru juga begitu Pak, juga di claim itu demokrasi, demokrasinya pancasila, mufakat kebanyakan juga penetapan atau dipilih, pemilihan pejabat tetapi sudah ditetapkan dalam sudah diatur sedemikian rupa dulu baru dipilih, jadi demokrasi juga dan sekarang yang ketiga terakhir ini saya tanya Bapak, sebenarnya di era reformasi sekrang ini yang kehendaki rakyat itu adalah demokrasi murni, demokrasi murni dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Saya kemarin dengar pakar demokrasi itu tidak satu –satunya pemilihan, ditetapkan juga demokrasi saya juga sependapat itu tetapi penilaian saya bahwa demokrasi orde lama , orde baru dan sekarang demokrasi tetapi karatnya yang berbeda. sama dengan emas oral 10 karat, sekarang ini orba 12 karat emas juga karatnya yang kurang. Yang dikehendaki sekarang ini 24 karat tetapi tidak ada termasuk di USA, sekarang Pak bagaimana dengan Bapak, demokrasi reformasi ini dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat berarti pemilihan langsung. Saya minta hati nurani dan kepakaran Bapak untuk menjawab ini. Terima kasih Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Walaikumsalam dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Intinya disitu Pak demokrasi 24 karat, ini luar biasa, jangan lagi kita ulang tahap-tahap itu. Selanjutnya saya geser kesebelah sayap kiri dari DPD Ibu Aida Nasution, silahkan. Hj. AIDA Z. ISMET, SE.,MM/KOMITE I DPD RI: Terima kasih Bapak. Pimpinan Komisi dan Anggota Komisi II yang saudara tua kami. Bapak Yusril yang sangat membanggakan, tadi jelas semua dan saya juga banyak sekali hal-hal yang merupakan informasi baru yang sangat berguna dimasa yang akan datang. Yang ingin saya tanyakan adalah kita disatu pihak kalau kita lihat mohon saya tidak latar belakang hokum ya Pak. Bahwa Pasal 18 b ayat 1 dan 2 negara disatu pihak mengakui dan menghormati hal-hal yang bersifat istimewa dan seterusnya, kemudian kita lihat bahwa selanjutnya harus diatur dengan UU, selama ini selama 60 Tahun ternyata tidak ada pengaturan tersebut, sehingga dirasakan mungkin perlu ada pengaturan, kalau menurut Pak Yusril sudah 60 Tahun demikian kemudian kita lihat di satu pihak saya mohon secara objektif ingin bicara disatu pihak tidak bisa melupakan jasa-jasa dari Jogjakarta mulai dari bersidangnya KNIP, Ibu Kota dan lain-lain berbeda dengan kesultanan-kesultanan lain dan kemudan dana dan lain-lain dan kita ini NKRI berdiri atas jasa Jogjakarta juga, secara internasional mengakui dan dengan memperhatikan dua aspek tersebut kita tidak bisa melupakan sejarah

Page 16: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

85

dibandingkan kita dengan harus menyempurnakan dengan UU supaya ada kepastian nantinya apakah sekarang saatnya kita harus menyempurnakannya. Kita tahu bahwa Sultan Wakil Perdana Menteri dulu, Wakil Presiden dia uga sibuk mengatur Negara ini. Apakah pengorbanan yang demikian besar menurut Pak Yusril harus kita korbankan untuk satu hal pada saat ini. Jadi apakah dengan konflik dan membandingkan tersebut apakah dan 60 Tahun dibiarkan tidak ada kepastian apakah memang saatnya itu the question my save thank you.

Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Terima kasih Ibu. Ini lagi musim bahasa inggris ya ibu..selanjutnya silakan Pak Paulus. DRS. PAULUS YAHONES SUMMINO, MM/ KOMITE I DPD RI: Pimpinan Komisi II yang saya hormati. Professor yang saya hormati dan Bapak Ibu para Anggota DPR RI yang saya hormati dan rekan-rekan DPR RI beserta para hadirin yang saya hormati. Saya sangat terkesan dengan Profesor ketika mencarikan landasan hokum ketatanegaraan ketika Pak Harto lengser bagi saya sangat terkesan dan mendapatkan aformulasi ketatanegaraan yang baik saya pikir Profesor ini seharusnya dihargai oleh DPR dan diangkat dari salah satu pemikirannya luar bisa. Saya yang kedua sangat apresiasi sangat kagum bahwa pada hari ini sebenarnya Profesor mencarikan solusi dari perdebatan yang sekarang terjadi. Dan profesor sangat lembut kata-kata dan hatinya kelihannya untuk menghargai peran sejarah dan saya pikir apa yang tadi dikatakan Profesor kalau kita tuliskan ini menjadi suatu referensi yang sangat baik. Saya kebetulan daru dari Lampung Prof, disana ada masalah pertanahan yang akar masalahnya sebenarnya ketika ada kerusakan dan pemimpin-pemimpin adat pada waktu lalu itu sudah tidak dihargai laigi, putusan dengan UU dengan aturan Menteri akhirnya menimbulkan masalah Pak. Jadi saya pikir ini perlu penataan, sejarah kita memang tidak ingin membernuk Negara Federasi tetapi penghargaan yang sudah ditempatkan dalam UUD 45 seperti dalam Pasal 18 b,saya pikir layak untuk kita cermati. Jadi saya pikir dari segala yang sudah diungkapkan Profesor sendiri melihat betapa tidak konsistennya draf RUU dari Pemerintah, disatu sisi mau menempatkan Sultan di tempat yang terhormat, tetapi dalam penjabaran Pasal-Pasal akan menimbulkan konflik yang luar bisa di Jogja dan justeru akan meninggalkan wibawa dari pada Sultan itu sendiri, sependapat dengan DPD kit juga melihat bahwa rencana UU diajukan pemerintah ini tidak ambigiu sekali sangat tidak konsisten. Tetapi Profesor tadi juga memberikan solusi jalan keluar terhadap kandungan ketika ada kata provinsi, ada kata gubernur, kata gubernur yang kemudian tersandung dengan pasal 18 ayat 4 itu dapat diberikan solusi kita tidak usah pakai kata “gubernur” kepada daerah seperti juga pada UU Tahun 1950 dulu. Begitu juga ketika tersandung dengan provinsi kita bisa tidak menggunakan provinsi seperti yang diatur dalam UU 32 tetapi kita kembali kepada yang ada tercantum didalam UUD 45 daerah Istimewa seperti juga Aceh dan Jogjakarta jadi ini menurut saya perlu kita catat Pak Ketua dan kita pertimbangkan dengan sungguh-sungguh pencerahan yang diberkan oleh Profesor.

Page 17: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

86

Pertanyaan saya Prof. menurut Profesor untuk membangun kita kedepan mengikat negara kesatuan dengan baik karena benturan dan harga demokrasi sangat mahal, Undang-Undang perekonomian kita tidak berpihak pada rakyat keretakan bangsa ini sudah mulai mucul untuk semua politisi masih mengawal SBY sampai 4 Tahun kedepan kalau tidak ini baerangkali ini bisa meledak seperti di Timur Tengah, kemarin orang Lampung terika, jadi negara ini perlu perekat baru untuk NKRI kedepan. Profesor pertanyaan saya adalah dalam menghormati, mengangakat dan menempatkan pada proporsinya Pasal 18 b kalau Jogka sudah jelas disebutkan tetapi di bawahnya disebutkan yang mengatur tentang hak-hak ulayat, hak-hak kesultanan juga dengan yang lain-lain, jadi PR kita bukan hanya merumuskan Jogja saya apa saja formulasinya buat semua kecuali soal Jogja sudah ada solusinya. Kedepan bagaimana menurut Profesor dalam penataan adat ulayat. Terima kasih. KETUA RAPAT : Terima kasih Pak Paulus, ini kita sudah jam 11.55 menit Jam 14.00 kita ada lagi untuk mendengarkan pakar Profesro DR Adnan Buyung Nasution, jadi saya harap rekan-rekan untuk lebih mempersingkat pertanyaan maupun tanggapannya. Selanjutnya saya persilahkan Ibu Gusti Raden Ayu Koesmoertyah, silahkan DRA. GRAY. KOESMOERTYAH, M.PD/F-PD: Terima kasih Pimpinan. Yang saya hormati rekan-rekan Komisi II DPR RI dan rekan-rekan DPD juga pakar yang hari ini ada di Komisi II Bapak Prof Yusril Ihza Mahendra. Saya hanya sedikit akan menambahkan dan akan memberikan masukan kepada Bapak dan bagaimana kita mau mengundangkan bersama-sama keistimewaan Jogjakarta, yang pertama tadi disebutkan oleh Bapak bahwa keputusan BPUPKI untuk pembentukan daerah besar dan daerah kecil di Indonesia hanya ada delapan provinsi tapi disana sebetulnya ada delapan provinsi dan dua daerah istimewa yaitu Surakarta dan Jogjakarta, dan ini hanya untuk bandingan, jadi Surakarta itu berjalan sembilan bulan pemerintahan itu jadi struktur pemerintahan dan pegawainya pada waktu itu sudah ada, terjadi pergolakan yang luar biasa sampai dampaknya juga ke Jakarta bahkan Syahrir juga di culik ada di BI Surakarta, akhirnya sementara keadaan tidak kondusif dua daerah ini dibentuk menjadi daerah kerisedenan dan itu ada PP nya Pak itu 18/SD/1946, namun Jogjakarta itu pada waktu RIS itu berjalan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 kemudian dilanjutkan dengan Undang-Undang berikutnya dan berikutnya sampai dengan Undang-Undang 74 itu kepala daerah istimewa menjadi Provinsi daerah istimewa. Ini juga yang perlu jadi telaah kita dan yang berikutnya saya tanyakan jasa-jasa seorang pahlawan nasional itu bisa diwariskan kepada perorangan, kalau seperti itu apakah anak yang lain tidak bisa minta, ini pun juga ada Undang-Undang nya Bapak Prof itu di Undang-Undang 22 Tahun 1948 Pasal 18 ayat 5 yang menyebutkan kepala daerah istimewa diangkat oleh Presiden dari anak keturunan kepala atau yang masih menguasai daerahnya yang cakap, jujur dan setia, menurut adat

Page 18: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

87

istiadat, disana jelas-jelas anak keturunan, ini mungkin istimewanya yang perlu juga di kaji nanti Bapak akan saya kasih buku-buku karena saya sendiri dengan menjadi di RUUK mesti banyak memberi imbangan-imbangan apa itu istimewa dan daerah istimewa itu mana saja, kalau daerah istimewa di Indonesia yang dulu adalah mempunyai pemerintahan asli itu ada 35o, tapi apakah yang menjadi dasar ketatanegaraan kita juga tidak bisa melihat bahwa hubungan daerah yang kecil-kecil tadi yang 250 itu dibawah pemerintahan kolonial dengan ditenggarai dengan kontrak pendek dan daerah yang merdeka sejajar antar negar dan negara adalah dengan kontrak panjang ini juga tidak bisa menjadi acuan dalam kita akan mengundangkan masalah Jogjakarta ini. Karena ini akan sangat bikin permasalahan karena tadi dari rekan PKS menyampaikan, inikan sudah tentram, sudah ini, memang didalam PP 16 dijanjikan akan diundangkan begitu, jadi memang ini harus diundangkan. Sekarang tugas kita untuk mengundangkan itu akan seperti apa wujudnya yang namanya keistimewaan daerah-daerah di Indonesia yang disitu sebenarnya dasarnya kontak panjang dan di Indonesia itu ada tiga belas Prof. ini mungkin perlu jadi kajian kita bersama. Terima kasih. KETUA RAPAT : Terima kasih Ibu Koesmoertyah, dan semua wilayah kita ini daerah jajahan Hindia Belanda, ini catatan-catatan dan saya kira banyak, itulah gunanya kita mendengar para pakar ini untuk kita lebih arif dalampembahasan Undang-Undang ini, silahkan Pak Fauzan. DRS. H. FAUZAN SYAI’E/F-PAN : Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Pimpinan, rekan-rekan DPD dan Anggota Komisi II DPR RI Bapak Profesor Yusril yang hormati Saya pada pagi ini agak salah memprediksi, bahwa Komisi II telah mengundang empat pakar Pak, jadi prediksi saya jadi skornya itu dua, dua yang dua adalah dengan segala argumentasinya setuju pada posisi penetapan, yang dua pakar prediksi saya dengan segala srgumentasinya lebih pas pada posisi pemilihan, jadi termasuk sekarang ini skornya 3-1 bahwa Pak Prof pada posisinya dengan segala argumentasi baik ditinjau dari sejarah, tradisi dan ketentraman masyarakat Jogja muaranya lebih pas pada posisi penetapan. KETUA RAPAT : Pak Fauzan perlu saya jelaskan supaya jangan salag prediksi. Jadi memang pertama kita undang dua pakar, tapi kemudian Pimpinan melihat bahwa yang terbaik adalah kita undang masing-masing pakar itu dan kita dengar, bukan didalam keberpihakannya tetapi dalam keilmuannya, jadi supaya jangan nanti ini diluar ini nanati , ada anggapan Komisi II sudah memilah-milih pakar ini, tidak , kita tidak memilah pakar mana yang pro dan mana yang tidak, bahwa pikiran-pikirannya yang kita harapkan, tentu juga kita tidak melihat pakar ini ada yang pro dan ada yang tidak, tetapi ada

Page 19: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

88

pandang-pandangannya yang sedikit kesini, sedikit kesana itu pandangannya. Jadi mohon kearifannya bersama untuk mendengar para ahli ini untuk bahan kita dalami. Terima Pak Fauzan silahan. DRS. H. FAUZAN SYAI’E/F-PAN: Menyambung Pak Ketua. Jadi ini saya hanya mengungkapkan jadi prediksi ini seorang sosok Profesor Yusril dengan keahlian hukum tata negara, saya punya prediksi beliau akan segala argumentasinya akan cenderung adalah pemilihan jadi saya salah memprediksi itu. hal demikian tapi ini hak kita untuk beda pendapat dan dijamin Pak hal yang demikian. Saya hanya ingin yang menggelitik jadi dalam situasi yang kita lihat penomena sekarang ini apakah penomena alam apakah keinginan dari masyakat dunia, bahwa yang terjadi di Timur Tengah dengan segala kemapanannya bahw ada seorang Presiden yang 42, ada yang 32, dan seterusnya jadi ada kecenderungan hal yang semacam ini supaya masyarakat ini lebih transparan dan ingin supaya pemimpin itu dipilih secara demokratis. Sekarang kita melihat saya punya keyakinan tersebut, kalau kita lihat kita lokalisir untuk kepentigan Jogja an sih sudah dipastikan itu tidak akan jadi masalah, apakah ini dipilih atau tidak dipilih, dan ini sejarah sudah membuktikan bahwa Jogja pun pernah itu memalui pemilihan juga tidak jadi masalah. Jadi kalau kita lihat tapi saya ingin dapat masukan dari Pak Prof bahwa sejauhmana kira-kira kalau kita sandingkan kemanfaatannya dengan tidak ditetapkan untuk ditnjau republik ini termasuk untuk masa kini dan masa depan yang akan datang ditinjau dari keilmuan segala aspek hal yang demikian jadi itu yang pertama. Yang kedua sejarahpun sudah mengukir Jogja juga pernah ditetapkan sekian puluh tahun, tetapi ada dua periode juga dilakukan suatu bentuk pemilihan, hal yang demikian unsur manfaat dengan penetapan kira-kita seperti apa gambaran dengan artiannya dipilih karena memang salah satu indikator untuk menetapkan suatu keputusan adalah sesuatu yang kit alihat standar minimal dari efek samping yang akan kita lakukan. Saya kira demikian terima kasih Pak Ketua. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Fauzan Syai’e. Selanjutnya Ibu Agustina Basik Basik. Silahkan. AGUSTINA BASIK BASIK, S.SOS.,MM.,M.PD/F-PG: Pimpinan Komisi II dan rekan-rekan Anggota Komisi II yang saya hormati Yang saya hormati rekan-rekan dari DPD RI Dan yang saya hormati dan saya banggakan Bapak Profesor Yusril Ihza Mahendara Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita sekalian Pada kesempatan ini saya sangat berterima kasih karena mendapatkan paparan dari pakar Bapak Profesor yang sungguh menambah wawasan saya dan kita pada umunya. Yang ingin saya sampaikan pada saat ini adalah bahwa rupanya dari revisi UUD 1945 terutama Pasal 18 kemudian

Page 20: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

89

setelah direvisi lahirlah pasal 18 b yang bunyinya “negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifa khusus dan bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang “ terkait dengan sebutan disini bersifat khusus dan bersifat istimewa dalam pemahaman saya sebagai seorang awam bahwa kalau bersifat khusus itu artinya ada sesuatu yang berbeda dengan yang lainnya, sehingga mendapat sebutan khusus, sementara kalau istimewa ada sesuatu yang lebih bisa memberikan manfaat untuk semua orang dan semua pihak. Apakah memang seperti itu sehigga kita di indonesia memiliki 4 atau 3 daerah yaitu Jogjakarta, Aceh, DKI Jakarta dan Papua. Apakah pemahaman saya seperti itu mungkin nanti ada penjelasan dari Prof. Kemudian yang berikut bahwa terkait dengan isu yang muncul terkait dengan pembahasan RUU DIY yaitu menyangkut tentang sistem pemerintahan, ini muncul banyak perdebatan, ada yang menyebut sistem monarki bisa disandingkan dengan sistem demokrasi, namun ada juga yang mengatakan keduanya tidak bisa disandingkan. Yang ingin kami tanyakan adalah apakah sistem pemerintahan di DIY yang selama ini sudah berjalan puluhan tahun itu dapat dikatakan sebagai bentuk pemerintahan monarki atau monarki yang demokrasi, karena di DIY juga ada sistem pemilihan lurah, ditingkat desa, terdapat Pilkada di 4 Kabupaten dan 1 Kota dan pemilihan DPRD bahkan kalau ada persoalan-persoalan penting rakyat dapat berdialog langsung dengan sultan untuk menyampaikan aspirasi mereka. Terima kasih untuk kesempatan ini dan selamat siang. DRS. ABDUL HAKAM NAJAM, M.SI/F-PAN: Terima kasih Ibu Agustina. Berikutnya Pak Khotibul Umam. KHATIBUL UMAM WIRANU, M.Hum/F-PD: Terima kasih Pimpinan. Mas Hakam Naja dan terima kasih saudara Profesor Yusril Ihza Mahendara dan kawan-kawan DPD yang saya hormati. Ada kalimat yang saya kira tadi sangat bijak dari Pak Yusril bahwa kadangkala semakin detail kita mengatur suatu masalah kadang muncul masalah baru karena aturan yang dibikin tidak dibarengi dengan aturan sangsi sosial yang diterapkan. Dan memang kalau asas-asas hukum Profesor mengajarkan kepada kita satu apakah ada manfaatnya membikin sebuah aturan atau Undang-Undang, apakah ada nilai keadilannya dan yang ketiga apa kepastian hukumnya. Jadi filosofi hukum yang kita pelajari dari para teoritikus hukum saya kira itu. Ada juga kalimat lain dalam kontek ushul fiqih almuhafadzoh alalqodim isholeh jadi menjaga nilai-nilai lama yang baik Walahdu biljadidil aslah pada saat yang sama kita mengakomodasi nilai-nilai baru yang juga baik. Kalau kita stagnan pada seluruh argumen Profesor tadi lebih baik tidak usah. Itu saya kira cukup argumentatif tetapi tidak ada progres, pada titik dimana pemerintah saya lihat pada RUU yang diajukan keistimewaan yang begitu besar dalam arti seorang raja punya hak-hak khusus untuk khusus Jogja terhadap satu siapa yang mau jadi Gubernur, tentang keuangan istimewa khusus,

Page 21: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

90

tetang pangaturan tanah, itu liar bisa hak-hak yang akan diberikan Undang-Undang ini terhadap seorang Sultan disamping hak yang lebih pribadi hak imunitas, saya agak kerepotan ketika seorang pejabat publik dalam hal ini kepala daerah Gubernur yang juga sekaligu sebagai Sultan dimana Gubernur adalag jabatan publik yang harus dipertanggungjawabkan seluruh kebijakannya dan jika ada pelanggaran hukum harus diajukan ke pengadilan tapi pada saat yang sama dia sebagai seorang raja yang tidak mengenal salah, situ saya llihat substansi pemerintah ingin mencoba mencari jalan keluar yang lebih progres, yang lebih maju dari sekedar yang ada sekarang. Jadi saya ingin bertanya kalau sebuah Undang-Undang tanpa asas manfaat kedilan dan kepastian hukum kan kita tidak perlu bikin Prof. kalau sintesa saya tidak keliru mengambil kesimpulan dari seluruh argumentasi Profesor tadi tidak perlu ada pemilihan di Jogja, kalau itu betul praduga saya, kesimpulan saya maka gugatan saya itu tadi yang sudah saya sampaikan itu yag pertama. Yang kedua sudah dinyatakan oleh pembicara dahulu bahwa Gubernur Jogja itu sudah pernah dipilih Prof, bahkan sebelumnya juga dipilih ada dua pasangan dan yang menang adalah Sultan Hamangkubuwono X itu, memang ini problem politik dibalik RUU adalah sebuah fakta, saya juga kepingin mendengar penjelasan Profesor memang kaca mata kita membuat Undang-Undang sosiologis perspektifnya bukan semata-mata hukum semata. Tetapi kita agak aneh, misalnya kita menganut sistem Presidensil kemudian ada satu daerah yang dikecualikan yaitu Jogjakarta atau daerah lain, sistemnya kita mau ambil sistem yang menurut saya diameter, memang kalau dibiarkan tidak ada masalah Prof tetapi dikemudian hari kalau Gubernurnya atau Sultannya ganti ini yang mau kita antisipasi. Karena itu dibutuhkan padangan kedepannya agar Jogjakarta juga secara UUD itu tidak melampaui aturan yang sudah diatur oleh Negara Republik Indonesia. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Gus Umam yang telah menyampaikan beberapa pesan dari Gus Dur, berikutnya ke kiri dipersilahkan yang terhormat Bapak I Wayan I WAYAN SUDIRTA, SH /KOMITE I DPD RI : Prof Yusril. Pimpinan, Anggota DPR dan DPD yang saya hormati. Pertama saya ingin menggarisbawahi pandangan Prof Yusril tentang Pasal 18 b, dulu sebelum ada putusan MK masalah DKI menjadi perdebatan seru di DPD ada usulan agar kita melakukan yudisial review ke MK secara kelembagaan, karena pecah pendapat maka Benyamin yang mengajukannya hasilnya ada putusan yang pertanggal 7 Agustus 2008 Nomor 11 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN/VII/2008 itu jelas-jelas menujuk Pasal 18 b sebagai dasar kenapa tidak ada pemilihan di Tingkat Kota se Jakarta inilah yang salah satu yang menyebabkan DPD membuat rancangan dan menyerahkan ke DPR dimana 18 b mengijinkan di Jogja menggunakan pentapan ketika melahirkan seorang Gubernur. Kalau pemerintah sekarang mengatakan alasan DKI itu karena disebut administratif kami pasti mampu membantah dengan jelas, tapi saya minta komentar jangan-

Page 22: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

91

jangan pendapat kami keliru apa benar daeraj administratif dimungkinkan oleh Undang-Undang yang sekarang. Dari para ahli yang kami undang sekarang itu tidak dimungkinkan daerah administratif, orang Jakarta, DKI pemerintahan Kota itu hanya di ayomi oleh Pasal 18 b, dan karena itupula kalau DKI boleh Papua juga boleh Gubernurnya orang asli, Aceh dengan Syariat Islam kenapa Jogja tidak dibolehkan, meminta penetapan. DPD sudah memutuskan melalui Paripurna aspirasi kita adalah Gubernur jogja melalui penetapan. Hadirin yang saya hormati. Tadi sudah diuraikan berdasarkan sejarah sudah, bagaimana dedikasi Jogjakarta terhadap NKRI juga dalam beberapa litelatur dikatakan betapa beratnya waktu itu kesultanan Jogja menanggung resiko ketika melindungi NKRI Soekarno-Hatta dan lain-lain, itu resikonya luar bisa berat, taruhannya luar biasa tetapi Hamangkubuwono Komisi VII sangat berani. Apakah dengan fakta ini selain fakta sejarah lain bisa kita mengatakan Jogja ini berbeda, orang mengatakan itu tidak berbeda, tetapi saya pribadi Anggota DPD menyatakan itu berbeda dengan daerah lain, Jogja tidak bisa disamakan dengan daerah lain, sekalipun daerah lain tidak bisa dikecilkan dalam pengorbanannya dengan NKRI banyak sekali pengorbanan daerah-daerah. Khusus tentang keistimewaan Jogja hendaknya memang daerah-daerah lain juga tidak perlu mengatakan Jogja sama dengan daerah lain. Prof Yusril yang saya hormati. Kalau sekarang masyarakat Jogja dikatakan sejahtera dikatakan tenteram saya mendapat informasi dari mantan rektor Sofyan Effendi bahwa salah satu usaha penerbangan dalam waktu dekat andaikata penetapan ini selesai dia akan memindahkan kantor pusatnya di Jogja dengan alasan di Jogja penetapan lebih stabil kepemimpinannya membuat investasi mudah terlindungi, ini penerbangan asing, mereka merasa lebih tentram, didaerah lain yang kepemimpinannya gonjang ganing ada pemilihan, pake money politik, pake ke MK kemudian tidak bisa dilantik seperti Kota Waringin Barat, kalau demikian boleh kita sandingkan di Waringin pemilihannya namanya demokrasi langsung kalau penetapan juga boleh dan itu berdasarkan nilai-nilai lokal dan hasilnya bisa kita lihat, setara dengan apa yang saya kemukakan dulu menurut beberapa pakar kita sudah pernah keliru menyeragamkan semua desa-desa di seluruh Indonesia, dan hasilnya apa, nilai-nilai lokal hilang hanya beberapa daerah yang masih bertahan, ada Nagari di Sumatera Barat, ada Desa Adat di Bali dan ada desa baduy. Bapak-Bapak saya minta tolong perhatian kalau dari segi kriminalitas bukankah 3 desa-desa adat itu termasuk yang paling minim, kalau dari segi penjagaan lingkungan sebagai contoh yang kedua bukankah disana dimasukan dalam aturan-aturan dan kemudian ternyata masyarakat yang diatur dengan tradisi lokal jauh lebih taat dibanding dengan Undang-Undang buatan belakangan. oleh karena itu sebenarnya tidak tradisi yang sembarangan yang kita dukung di Jogja tapi tradisi yang memang terbukti membuat Jogja sejahtera. Lalu yang berikutnya pernah tidak kita membayangkan

Page 23: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

92

Pak Habibi dulu ketika sangat demokratis dan panas ketika ditantang oleh Asutrali untuk mengatakan referendum di Timor-Timur kali ini masyarakat Jogja sudah mulai mengisukan masalah referendum. Saya hanya ingin bertanya pada Prof Yusril berdasarkan pengamatan dan analisanya referendum Jogja mungkin tidak kalau situasinya begitu, kalau penetapan dikabulkan, saya berharap pemerintah tidak mengentengkan masalah ini, karena kerbau saja tidai jatuh pada lubang yang sama kedua kali. Saya pikir jangan meremehkan aspirasi-aspirasi daerah, mohon maaf banyak kekecewaan yang terjadi setelah otonomi dan desentralisasi setengah hati, lalu jangan tambah lagi kekecewaan-kekecewaan yang lain. Oleh karena itu saya ingin mencatatkan saya khawatir kalau referendum ini terjadi nanti solidaritas Aceh muncul, Papua muncul dan lain-lainnya yang Selama ini merasa tertindas, kemudian yang berikutnya. Para hadirin yang kami hormati. Kalau misalnya sekarang ada pertanyaan yang sudah tenteram yang sudah jalan diutak-atik saya juga tadi sempat bertanya sebelum acara ini dimulai, tidak dijawab dan juga tidak dibantah berarti boleh diajukan, Bapak mesti secara jujur menyampaikan kepada kita karena Bapak banyak tahu tentang pemerintahan sekarang sesunggunya apa yang menyebabkan keistimewaan Jogja ini diutak-atik karena banyak sekali muncul, kalau Bapak karena keilmuannya karena status Guru Besarnya lalu karena sebagai politisi banyak tahu boleh dong saya minta keujuran Bapak karena ditempat lain juga diminta kejujuranya, apa yang menyebabakan Jogja diutak-atik, apakah ada persoalan antara Sultan dengan Pak SBY ini bertanya kan boleh, jadi jawabannya itu yang penting. Terima kasih. KETUA RAPAT : Terima kasih. Ini masih ada enam Anggota empat dari DPR dan dua dari DPD. Waktu sudah pukul 12.55 menit , kita mestinya berakhir pukul 14.00 karena akan mulau lagi. Jadi mohon saya kira bisa dipersingkat. Untuk berikutnya kami persilahkan Pak Agun Gunanjar Drs. AGUN GUNANDJAR SUDARSA, Bc IP.,M.Si/ F-PG: Terima kasih Pimpinan Prof Yusri sahabat saya, rekan saya dan teman saya bahkan sempat sama-sama di kos-kosan bareng Pak. Prof yang saya hormati, saya memulai dengan sebuah pertanyaan, Jogja ini tenang-tenang aja tidak ada geolak apa-apa, petanyaan saya ada apa ini ko ngotot amat dipilih secara langsung, ngotot betul. Ini saya, saya tidak mewakili Golkar saya mewakili Agun. Disatu sisi itu disisi yang berbeda saya sedang galau hari ini, saya Ketua Tim sosialisasi di MPR, mensosialisasikan empat pilar tentang Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, saya sedang galau hari ini karena saya juga sedang sekolah, dan secara teoritik, secara prinsipil yang namanya doktrin globalisasi dengan ideologi internasionalismenya sebetulnya telah memberangus paham, ajaran nasionalisme yang ada hanya satu hokum Internasional, Politik, Ekonomi, Hukum, Budaya Global, tidak ada lagi sekat, kalau mau bicara demokrasi ya demokrasi Internasional, kalau bicara hak asasi ya hak asasi Internasional. Persetan amat dengan idiologi the end of ideology tidak ada lagi

Page 24: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

93

Marxisme, tidak ada lagi Sosialisme, Liberalisme, Kapitalisme tidak ada yang ada satu Internasionalisme, ekonomi harus menjadi satu kesatuan, politik harus menjadi satu kesatuan, namum problemnya Prof Negara yang satu itu sebetulnya tetap tidak bisa menghilangkan sejumlah Negara-negara yang berkumpul dan berhimpun didalamnya dan masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda, itu yang dipaksankan. Benar itu menjadi sebuah ideology menyatu mengglobal tapi ketika memerankan untuk menyerahkan roda itu ibaratkan kalau mobil itu perlu bensin, dunia juga perlu energy, kehidupan juga perlu sumber daya alam ada sekelompok pemodal MNC itu yang sampai hari ini dialah yang menguasai dunia. Ternyata dibalik itu semua, dia hanya akan bisa bertahan mensejahterakan dunia dengan doktrinnya itu kalau akses politik, hokum dan akses ekonomi itu semakin efektif dan semakin efisien. Oleh karena itu bagaimana mengambil, mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, sumber daya energy untuk hidupnya dunia itu tidak boleh ada sekat dipotong. Oleh karena itu kalau perlu timah tidak perlu lagi ijin ke Jakarta, tinggal kita langsung ke Bangka Belitung, kalau butuh emas tidak perlu lagi ijin Jakarta tinggal langusng ke Freeport, kalau kita butuh minyak dan lain sebagainya kalau perlu langsung ke Kalimantan Timur atau ke Riau. Riak-riak ini dalam kontek dunia sudah terjadi diberbagai Negara. Saya meyakini Mesir, Yaman, Tunisia dan lain sebagainya dan terakhir Libya adalah tentang kekhawatiran ketakutan kaum-kaum pemodal itu yang dia takut lagi terjadi krisis enegri, krisis ekonomi, oleh karena itu bagaimana mereka membuka sekat-sekat itu bisa dibuka. Adakah saya meyakini prof, ini ada korelasi soal Jogja, jadi saya memberikan apresied sangat bangga kepada DPD, DPD lebih cerdas, DPD lebih cermat, pintu masuk itu bagi kita bagi dunia global persetan amat denga Negara Indonesia tidak ada urusan yang penting buat dia saya bisa mengambil timah langsung dari Bangka Belitung, saya bisa ngambil emas langsung dari Papua dan sebagainya persetan amat dengan Indonesia yang penting semuanya sejahtera, tapi apakah ada jaminan apakah Bangka Belitung yang sudah memerdekakan diri, Papuan, Jogja juga apakah akan jauh lebih sejahtera dibandingkan dengan mereka No. tetap dia the leather, Komander. Ini yang menurut hemat saya pintu masuk Indonesia menjadi Negara yang terpecah belah hanya bisa masuk lewat satu Jakarta, kita sudah DPD sudah merasakan itu, Jogja, Papua sudah di coba, Aceh sudah di coba, dan kalau ini, titik simpul ini jebol dengan alasan demokrasi tidak ada lagi nilai-nilai nasionalisme, tidak ada lagi nilai-nilai kultural, kalau itu jebol asumsi saya inilah pintu masuk yang pada tataran berikutnya tidak akan pecah Indonesia tetapi akan digugat tentang ideology Pancasila, tidak perlu lagi yang namanya pancasila karena hari ini komunitas facebook, tweeter sudah telanjang bulat, yang membuat Indonesia tidak sejahtera ini adalah karena ideology, karena Ketuhanan, kita bisa saksikan hari ini dengan mendompleng Bhineka Tunggal Ika didalamnya ada sekelompok komunitas yang “Islam” bukan Islam yang sesunguhnya, bahkan orang tidak beragamapun ada di komunitas Bhineka Tunggal Ika, Indonesia tidak mengenal Bhineka Tunggal Ika itu, Bhineka Tunggal Ika yang kita miliki itu adalah yang tetap berkeTuhanan Yang Maha Esa dan

Page 25: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

94

bekesatuan dan menjunjung tinggi kerakyatan, musyawarah dan mufakat, serta adil tidak ada dictator mayoritas dan minoritas. Intinya Pak Ketua ada apa ko ngotot-ngotot amat, saya yakin berkorelasi dengan kepentingan poilitk global karena sebetulnya mereka ingin Indonesia pecah. Yugoslavia besama dengan kita diuji sekarang menjadi 10 negara, Soviet sudah tidak ada yang ada tinggal Rusia dan beberapa Negara, Indonesia makanya Pemilu 2014 kalau Jogja jebol Pak saya yakin pemilu 2014 itu akan menjadi ya kalau mungkin kalau gagal mungkin Pasundan yang akan menjadi Negara pertama yang akan memisahkan diri dab Presidennya Agun Gunanjar Sudarsa. Terima kasih. Wasslaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Kelihatannya mau ada daerah Istimewa Pasundan ini. Berikutnya Pak Alexander Litay, silahkan. ALEXANDER LITAAY/F-PDI PERJUANGAN: Terima kasih Pak Ketua. Pak Yusril yang saya hormati. Rekan-rekan DPR dan rekan-rekan DPD dan hadirin sekalian. Kalau Pak Agun ngomong begitu itu harus itu pantas, Ketua Tim soalnya sosialisasi empat pilar harus galau, khawatir dan resah gelisah, beliau tenang justeru saya khawatir. Jadi Pak Ketua saya tidak banyak bertanya kita satu prekwensi dengan Prof Yusril saya bahkan terima kasih makin memperkuat keyakinan saya Fraksi kami PDI Perjuangan sejak periode lalu mendukung penetapan, Pak Ketua saya hanya mau katakana, waktu pemerintah ajukan usul ini saya teringat kakek saya dikamung di Saparua, itu kalau ke Gereja Pak Yusril, itu kaki telanjang tidak pernah pake sepatu, satu waktu setelah saya menjadi Anggota DPR saya belikan beliau sepatu bagus sebagai kebanggan cucu Anggota DPR ini dibelikan sepatu untuk Kakeknya, kita bersama-sama ke Gereja, pulang dari Geraja semenjak itu beliau tidak mau lagi pakai sepatu, saya tanya kenapa Kek, “kaki saya lecet” katanya. Jadi belum tentu yang semua kita ngomong ini cocok dengan keinginan orang-orang di Jogja begitu kan Pak Ketua, belum tentu yang pemerintah rumuskan pake pakar dan sebagainya sesuai dengan keinginan saudara-saudara kita di Jogja baik kesultanannya maupun rakyatnya. Ketika kita rumuskan kebetukan saya ikut merumuskan UU 21 Tahun 2004 tentang otonomi khusus Papua, kita ikuti keinginan rakyat Papua dan pemerintah disana, itu yang diakonodir oleh pemerintah beliau waktu itu masih Menteri Hukum nya, dan akhirnya pemerintah ikut kebetulan waktu itu Presidennya Ketua Umum saya. Jadi pemerintah waktu itu ikuti keinginan rakyatnya disana sama dengan cerita kemarin Aceh, boleh minta apa saja tetapi jangan minta “merdeka”. Di Papuan juga begitu tetapi jangan minta “merdeka”. UU Otonomi Aceh itu luar biasa cob abaca isinya , UU Otonomi Papua juga luar biasa, saya khawatir kita buatkan sepatu buat rakyat Jogja mungkin lecer, dan mungkin dia buang itu

Page 26: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

95

Jadi memang kita mesti hati-hati kita kadang-kadang sok tahu juga, sok moderenkan rakyat belum tentu yang menurut kita itu demokratis menurut mereka lain. Ada tadi teman-teman bicara jangan-jangan nanti Jogja sama dengan Timur Tengah, saya kira beda, yang terjadi di Timur Tengah itu monarki yang tidak mengurus rakyatnya dan memperkaya diri dan rakyatnya miskin kan begitu bedanya begitu, saya kira kesultanan Jogja berbeda ada “buku tahta untuk rakyat” jelas menunjukan kiprah sultan terhadap rakyatnya. Yang kedua kalau dibilang mereka tenang-tenang saya kira tidak, waktu pemilihan dulu dua kali itu ada lecet-lecet juga itu, tapi cara Jogja merekamnya itu luar biasa, lecet itu. Jadi kadang-kadang kita tidak bisa mengukur satu daerah dengan kaca mata Jakarta, kaca mata kita sendiri. Oleh karena itu saya dukung sekali satu solusi yang Prof tawarkan tadi di UU 50 itu jelas, tidak harus Provinsi, setingkat Provinsi, tidak harus Gubernur, Kepala Daerah, selama ini no problem, pernah juga Wakil Presiden sekaligus Kesultanan No Problem, tidak ada masalah, kita saja yang sok tahu kasih sepatu baru ke orang-orang di Jogja. Yang terakhir Pak Ketua, kami dapat infromasi banyak tentang adanya ijab kabuki antara Sultan dengan Pemerintah RI waktu itu ketika kesultanan mau bergabung dengan Republik Indonesia, kalau tidak salah itu “oke kami bergabung dengan republik Indonesia tapi angan garuk-garuk keistimewaan kami” begitu kira-kira intinya itu. Mungkin Prof bisa tambahkan kepada kami, kemarin Pak Fazrur juga singgung soal itu dibelakang layar, tapi itu barangkali itu tetap harus kita hargai, Cuma kita khawatir kita jadi satu bangsa yang tidak menghargai bangsa kita sendiri, sehingga yang disebut pahlawan dan founding father segala itu yaa nothing.

Saya kira itu Pak Ketua beberapa hal yang perlu saya sampaikan. Terima kasih. KETUA RAPAT: Jadi diskusi kita dengan para pakar ini agar mantap kita akan tetap tidak pake sepatu atau pakai sepatu agar tidak lecet, itu saya kira. Berikutnya Ibu Masitoh silahkan HJ. MASITAH, S.AG.,M.PD.I/F-PKB: Terima kasih Pimpinan. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Yang saya hormati Pipinan dan Anggota juga Pak narasumber Pak Profesor Yusril. Saya sedikit saja Pak, negara kita ini adalah negara hukum yang mana hukum adalah jadi dasar negara, masyarakat berpijak pada hukum, jadi sesuatu ini kalau di Indonesia ini berdasarkan hukum, aturan dan sebagainya ini yang harus kita taati dan kita patuhi, kita dalam satu kasus yaitu masalah Jogja kita medatangkan pakar-pakar hukum yang mana dari yang sudah kita datangkan disini tidak semuanya dalam satu kesimpulan yang sama, padahal yang kita datangkan ahli hukum semua, tetapi yang membuat saya gelisah ini pandangan dari sudut mana, kita akan kepingin mendapat pemasukan yang pasti kalau masyarakat saya kira mintanya itu yang pasti-pasti, karena

Page 27: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

96

yang membaca itu adalah pakar, masyarakat berpendapat pandangan dari pakar, kepastian hukum yang bisa membaca adalag ahli pakar hukum bukan masyarakat. Jadi kita ini pasti. Pertanyaan saya siapakah yang bisa meluruskan dan membaca kalau ada suatu masalah hukum, saya aga sedikit lega masalah sengketa Pemilukada yang bisa memutuskan adalah MK, masyarakat bisa menerima kalau MK itu membaca, tetapi ketika ada permasalahan DIY ini kami berharap pakar yang sudah ahli dalam ketatanegaraan bisa dalam satu visi dalam satu kesimpulan, inilah permasalahannya Pak. Terima kasih. KETUA RAPAT : Terima kasih Ibu Masitah, berikutnya dari DPD kami persilahkan Ibu Denti, silahkan DENTY EKA WIDI PRATIWI, SE/KOMITE I DPD RI: Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Yang saya hormati Pimpinan Komisi II Rekan-rekan DPR RI, DPD RI dan hadirin yang terhormati Pada kesempatan yang berbahagia ini, sungguh saya mendapatkan pencerahan yang sangat konfrehensif dari Profesor terkait beberapa pandangan yang cukup tadi satu poin yang saya simpulkan bahwasannya kita terlalu kaku dengan istilah Gubernur, sehingga saya bisa menganggap ini biangnya dari permasalahan-permasalahan yang ada dan kerancuan, sehingga memang kita sering terkontek dan terpaku pada suatu hal yang sebenarnya tidak perlu dipusingkan seperti itu. pada kenyataanya suatu daerah dan keistimewaan diberikan apabila seseorang menginginkan ataupun bercita-cita menjadi bagian dari daerah itu berarti mereka harus lahir di daerah tersebut mereka juga harus lahir jadi Sultan supaya jadi Gubernur atau istilahnya seperti itu. dari pandangan Bapak tadi saya ingin menanyakan kaitannya apakah yang salah didalam tata kelola pemerintahan di DIY, kontruski yang seperti apa yang nantinya yang bisa dilaksanakan dan diterima mengingat keistimewaan yang ada pada satu daerah di Jogjakara dan mungkin juga berbeda dengan daerah-daerah yang lain seperti itu. kemudian terletak dimana kekcauan atau keresahan terhadap kedudukan ataupun Sultan yang jumeneng ini yang berhak memangku jabatan sebagai kepala daerah dengan istilah Gubernur. Terima kasih. Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih. Berikutnya dari DPD juga yang terhormat Jhon Pieres. Prof. JHON PIERES/KOMITE I DPD RI: Bapak Pimpinan yang terhormat terima kasih atas kesempatan ini Prof Yusril, kemarin saya sampaikan pada waktu RDP dengan Pak Fazrur Falah, sedikit dengan apa yang disampaikan Prof Yusril, ada dua konsep besar kalau kita memahami keistimewaan DIY itu yaitu satu konsep budaya

Page 28: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

97

yang kedua konsep politik, dari dua konsep itu kristalisasi menjadi sebuah konsep yang baru yang menurut saya yang ideal yaitu konsep hukum, yang khas untuk DIY itu atas dasar itu saya menerima semua basis argumentasi dan teoritik yang disampaikan oleh Profesor tadi, hampir sama juga dengan pakar yang lain jadi saya tidak mengulang lagi, diatas konsep hukum yang ideal itulah maka kita melahirkan landasan filosofis, landasan sosiologis yang kuat untuk membuat Undang-Undang Tentang DIY yang baik. Saya dari aspek filsafatnya dari DIY memang bertumpu pada konsep-konsep tadi, negara tidak boleh menafikan itu, negara tidak boleh merusak itu ketahuilah bahwa tidak ada daerah-daerah itu, negara ini bukan dilahirkan oleh partai politik, negara dilahirkan oleh orang-orang dari daerah-daerah itu, dengan defertifitas sosio kultural sebagai masyarakat majemuk kita harus menghargai, menunjung tinggi itu. yang kedua itu juga harus dilihat pada perspektif ideologis pada sila keempat pancasila kita, kerakyatan yang dipimpin oleh himah kebijaksanaan, harus mewarnai perdebatan kita dalam melahirkan sebuah Undang-Undang terutama Undang-Undang tentan DIY ini. Kalau hikmah kebijaksanaan daerah DIY menghendaki, ada perbedaan pemilihan kepala daerah dengan daerah-daerah yang lain berdasarkan sila keempat itu negara harus menerimanya, itu demokrasi murni kita, bukan demokrasi yang dari sana itu. kita harus menghargai itu, kemudian konsep demokrsai tidak tunggal menurut saya, konsep demokrasi itu sesuai dengan konteks dimana bangsa dan masyarakat tumbuh dan berkembang, oleh sebab itu kita harus mencari paradigma yang sedikit berbeda dalam pembuatan Undang-Undang DIY ini. Dalam konsep hukum Prof Yusril memahami betul, tidak semata-mata negara memaksakan konsep-konsep itu tetapi merusak manfaatnya kepada masyarakat apa. Kedepan kita juga sudah mengantisipasi bahwa pemilihan Gubernur seperti sekarang ini tidak efektif, tidak efisien, oleh sebab itu untuk menciptakan pemerintah yang efektif demokrasi juga harus efektif, salahnya dimana kalau penetapan. Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Terima kasih. Yang berikutnya yang terakhir dari DPR yang terhoermat Pak Djufri, silahkan. DRS. H. DJUFRI/F-PD : Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Saudara Pimpinan dan rekan-rekan dari DPD, dan DPR RI Komisi II dan khusus kepada Pak Profesor Yusril Ihza Mahendra. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami. Pertama kita ingin mengingatkan lagi kepada kita bersama, bahwa RUU yang telah diajukan oleh Pemerintah pada masa bhakti DPR 2009-2014 sebenarnya amanah dari DPR masa lalu, yang belum bisa menuntaskan RUU pada waktu itu yang diharapkan agar RUU DIY ini diprioritaskan pada masa bhakti 2009-2014, ini perlu kita kemukakan supaya jangan ada kesan ada pihak-pihak tertentu

Page 29: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

98

yan medesak, mendorong kondisi Jogja begitu tenang, kenapa harus dipaksakan tidak, ini amanah yang kita terima, kita dalam menjalankan amanah ini juga perlu kita berpikir secara tenang. Yang kedua, sebenarnya dalam menyikapi RUU baik pemerintah maupun kita semua sudah memahami agar tiga pilah utama, pertama kita mengakui keistimewaan Jogjakarta karena historisnya, yang kedua kiat juga mengakui konsep negara kesatuan republik Indonesia, yang ketiga kita juga dalam satu proses demokratisasi, tiga unsur inilah yang kita coba mengawinkan dalam mencarikan solusi berkenaan dengan hari esok dan seterusnya Jogjakarta, memang pada saat ini kondisi Jogjakarta tenang-tenang saja, justeru pada masa-masa tenang seperti inilah kita berpikir secara tenang dengan melayangkan suatu Undang-Undang yang mampu menjangkau jauh kedepan, hari depan yaitu pemerintahan istimewa Jogjakarta. Jadi ada istilah yang kita kenal dengan, pemerintah melihat jauh kedepan dan kita mengakomodir kemungkinan-kemungkinan dan mengatisipasi kemungkinan yang tejadi kelak kemudian hari, banyak orang melahirkan Undang-Undang pada saat sudah ada gejolak, kama rasa pada saat sepert itu kondisi kita berada pada posisi yang lebih tenang. Bapak dan Ibu yang kami hormati. Kita sangat memberikan apresiasi kepada Ihza Mahendara yang telah memberikan suatu pencerahan kepada kita dan belia juga memberikan juga pengertian bagaimana istilah itu agar tidak terpaku pada istilah Gubernur atau pada terminologi lain, tetapi yang jelas fungsinya jelas. Dulu kita pernah kenal ada sitilahnya gubernur, bupati dan kepala daerah, berarti ada dua fungsi pada satu badan dalam satu tubuh itu kepala daerahnya juga yang dipilih oleh masyarakat kemudian adanya Gubernur yang meupakan wakil pemerintah pusat didaerah, sekarang konsep yang terlihat dalam RUU itu sebenrnya mau mencoba memisahkan dua fungsi, fungsi keistimewaan dan fungsi pemerintahan keseharian, maka dikenallah istilah Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama atau nama lain sesuai di Jogjakarta itu, sesuai dengan keinginan masyarakat yang diatur oleh Perdais, yang kedua masalah pemerintahan, bagaimanapula kita mengelola pemerintahan sesuai dengan amanah kepada Pasal 18 Undang-Undang Dasar 45 ini. Jadi dalam hal ini Pak Yusril, Bapak juga memberikan contoh tadi, bagaimana dilihat kerajaan di Malaysia, kalau Sultan itu akan tetap menjadi Sultan dan dia tidak akan ikut dalam perpolitikan, dia tidak akan ikut pemilihan Menteri besar satu bagian itu. konsep ini kami rasa juga bisa kita akomodir, dan juga pada saat menyampaikan pandangan fraksi pada masa yang lampau kita juga harus belajar bagaiman misalnya walaupun itu tidak 100 persen sistem adanya kerajaan di Thailand, raja dan perdana menteri. Raja menangani masalah –masalah kerajaan, Perdana Menteri menangani kesehatian, demikian di Jepang dan negar lain. Jadi masalah yang terjadi sekarang adalah bagaimana memperlakukan Sri Sultan dan Paku Alam dalam posisinya sebagai yang menangani kerajaan dan kesultanan dengan penetapan, kemudana yang menangani keseharian itu yang dikatakan kepala daerah atau gubernur atau namanya bisa kita carikan yang lain

Page 30: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

99

Jadi pemisahan ini perlu supaya nanti satu sisi raja betul-betul ada pada posisi tidak tersentuh dengan masalah-masalah katakan dengan istilah The King can’t The Norrow jadi hal inilah yang kami rasa perlu dicari jalan keluar kami minta pendapat Pak Yusril untuk bisa mengawinkan konsep disatu sisi kita menyelamatkan memberikan pada posisi yang lebih terhormat pada raja atau sultan dan menempatkan pemerintahan kesehari-hari itu pada seseorang yang naamanya gubernut, kalau di Thailand, fungsi perdana Menteri dan Gubernur fungsi raja ini ada di Sultan. Kami rasa demikan Pak Yusril. Terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT : Terima kasih Pak DJufri, hadirin sekalian, kita telah melakukan pendalaman melakukan beberapa pengkajian terhadap beberapa isu yang terkait dengan RUU keistimewaan DIY, dan selanjutnya kami beri kesempatan kepada Prof Yusril, dan sekarang sudah jam 12.55 menit, kita sepakati ini sampai jam berapa 13.30, kita sepakati nanti barangkali ada beberapa hal yang akan diberikan catatan dan penekanan dan tanggapan yang lebih konfrehensif dari Profesor DR Yusril silahkan. Prof. Dr. YUSRIL IHZA MAHENDRA: Terima kasih atas semua tanggapan, masukan dan kritik dan komentar terhadap apa yang saya sampaikan dan tiba saatnya saya memberikan satu tanggapan umum terhadap apa yang dikemukakan oleh karena begitu banyak masalah yang dikemukan tidak mungkin bisa saya jawab satu demi satu. Namun mungkin ada sedikit perbedaan persepsi kita melihat sumber rekrutmen yang menjadi gubernur atau kepada daerah di Jogjakarta, apalagi beberapa pembicara membandingkannya dengan system monarki konstitusional ataupun system monarki pada Negara bagian Federasi Malaysia, ada perbedaanya apa yang ada di Jogjakarta seperti telah ketahu bersama bahwa menjelang kemerdekaan itu kita telah sepakat membentuk Negara kesatuan, tidak ada Negara didalam Negara itu sudah prinsip, ada daerah yang bersifat istimewa tetapi apakah istimewa itu memang betul-betul ada satu kesultanan menjalankan roda pemerintahan secara langsung dikawasan itu atau tidak. Kalau kita melihat sejarah Jogjakarta dari awal-awal kemerdekaan atau sampai saat-saat terakhir ini, sebenarnya pemerintahan oleh kesultanan Jogjakarta itu sudah tidak ada, pemerintahan oleh kesultanan itu tidak ada. Jadi Sru Sultan sebagai Gubernur ya itulah Gubernur, hanya sumber orang jadi Gubenrnur itu Sri Sultan tapi dia menjalankan kekuasaan pemerintahan itu bukan menjalankan pemerintahan kesultanan, dia menjalankan kekuasaan republik Indonesia, hanya sumbernya orang ini adalah Sri Sultan, jadi berbeda dengan monarki konstitusional apalagi di sebutkan di Thailand atau di Jepang, yang aga dekat barangkali di Malaysia, seperti saya katakan bahwa 9 dari 13 Negara bagian Malaysia itu punya Sultan, Sultan-Sultan itu adalah bagian integral dari pada pemerintahan monarki konstitusional Malaysia, ada hak ada kewenangan menjakankan kekuasaan karena dia Sultan, di Jogja tidak ada, “saya memerintah ini karena saya Sultan” tidak ada,

Page 31: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

100

dia memerintah itu sebagai Gubernur, hanya asal muasalanya dia jadi Gubernur ini karena dia Sultan jadi Gubernur. Kalau persepsi ini kita luruskan, ini akan lebih simpel kita melihat persoalan Jogjakarta ini, kalau konsep pemerintahan dalam UU ini menepatkan Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama, Gubernur dan Wakil Gubernur itu seakan-akan kita menempatkan Jogja itu seperti negera kesultanan Malaysia, ada kewenangan dia sebagai Sultan, ada kewenangan dia sebegai Gubernur Utama yang nota bene dia Sultan, sedangkan konsep yang selama ini berjalan mulai Tahun 45 sampai sekarang ini “tidak” Sultan itu menjalankan tugas-tugasnya sebagai pemerintah, bagian dari pejabat pemerintah Republik Indonesia baik istilah lama itu sebagai Gubernur Kepala daerah atau sebagai Kepala Daerah saja menjalankan tugas-tugas pemerintahan republik Indonesia tapi tidak menjalankan tugas-tugas sebagai kesultanan. Bahwa ada hak-hak Sultan kesultanan yang masih ada seperti hak ulayat mengenai tanah dan sebagainya, itu didalam RUU ini pun sudah ditetapkan bahwa kesultanan dan kepakualaman itu diakui sebagai suatu badan hokum, sebagai rechperson karena itu memiliki tanah-tanah ulayat atau diakui itu sebagai suatu kesatuan masyarakat hokum adat yang mempunyai hak ulayat atas tanah-tanah yang ada di tempat itu, bahkan ini bukan lagi hak ulayat tetapi hak milik atas tanah-tanah itu berdasarkan ketentuan-ketentuan hokum adat yang ada berlaku di Jogjakarta tetapi itu bukan Sultannya yang punya itu kesultanannya yang memiliki tanah-tanah itu, jadi kesultanan sebagai badan hokum tapi siapa yang dipilih sebagai Sultan itu representasi dari mereka dan kemudian Sultanannya ini yang menjadi Gubernur menjalankan tugas-tugas sebagai Gubernur kita di Jogjakarta itu. Memang saya tidak melihat ada ketentuan-ketentuan yang seperti kekebalan atau imunitas dalam RUU ini yang mungkin yang akan menjadi persoalannya apakah kalau Gubernurnya itu melakukan satu penyimpangan apakah kalau kepala daerah Sri Sultan melakukan penyimpangan dapat dilakukan investigasi secara hokum, saya kira tetap bisa, normal saja, apakah bisa dituntut kepengadilan ya bisa Cuma nanti persoalannya kemudian kalau dia tunduk pada aturan-aturan umum seperti sekarang itu Gubernur itu diperiksa KPK, kalau masih dinyatakan sebagai tersangka masih tetap Gubernur seperti Pak Syamsul Arifin tetapi begitu dinyatakan terdakawa diberhentikan, kalau diberhentikan sebagai kepala daerah Jogjakarta atau istilahnya Gubernur Jogjakarta lalu bagaimana kaitannya dengan posisinya sebagai Sultan, itu yang memang harus dicarikan formulanya didalam RUU ini, walaupun sebenarnya RUU ini tidak mungkin mengatur internal kesultanan, Malaysia bisa saya dimintai pendapat oleh Pemerintah Malaysia pada waktu itu hubungan mengenai amandemen konstitusi mengenai kekebalan raja-raja Melayu, itu sangat unit lama berdebat masalah ini sehingga akhirnya solusi yang saya sampaikan pada waktu itu, kalau kerabat diraja ataupun Sultan sendiri melakukan suatu tindak pidana dia dituntut yang dinamakan “tribunal raja-raja melayu” dan kalau diputuskan itu sebagai pengadilan pertama dan terahkir dan kalau seorang Sultan dikuhum meskipun sehari di turun tahta, itu sekarang petanyaanya apakah UU Republik Idnonesia bisa mengatur Internal kesultanan Jogjakarta saya kira juga bisa itu sesuatu yang lain, tetapi harus ada pembicaraan juga

Page 32: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

101

internal kalau kita sepakati konsep ini bahwa kepala daerah yang siapapun yang jadi Sri Sultan dan Paku Alam otomatis menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah Jogjakarta tapi kalau terlibat kasus-kasus pidana bagaimana mekanisme penyelesaiannya, karena orang itu bisa diperiksa aparat penegak hokum dan di dakwa kemudian di dakwa dan sesuai dengan UU Pemerintah Daerah sekarang harus diberhentikan sebagai ya otomatis Paku Alam sebagai pejabat Gubernur karena Wakil tetapi kalau ini terus kalau ini dihukum sampai lama lalu bagai mana ini, apakah juga harus turun tahta, kalau turun tahta lanta bagaiman mengisi kepakuman Gubenur ini, saya kita ini yang harus kita jernihkan persoalan ini begitu juga tadi pembicaran hatuskah seorang Sultan itu terlibat dalam soal politik langusng saya bandingkan tadi di Malaysia Pangeran tidak bisa ikut politik, kalau ikut politik tetap dia pengeran tetapi kehilangan hak-haknya sebagai kekebalan sebagai kerabat diraja dan tidak diadili di special triguno, tetapi betul-betul dia jadi orang biasa walapun dia tetap bangsawan, itu bukan hanya sekarang, Teungku Abdurahman sendiri Putera keusltanan Pahang yang akan jadi Sultan, tapi karena Teungku menjadi pejuang dan menjadi Perdana Menteri Malaysia dia kehilangan hak menjadi Sultan di Pahang. Persoalannya bagi kita kalau Sultan yang 9 itu memang tidak pernah jadi Anggota Partai manapun juga, terus saja begitu..kadang-kadang ikut Masyumi, kadang ikut PSI kadang PNI ya sultanya santai begitu, tapi yang sultan yang belakangan ini jadi Golkar, Gusti Joyokusumo menjadi Ketua Demokrat disana, begitu hak mereka untuk menjadi anggota partai politik kita tidak bisa batasi itu, tetapi kalau misalnya kita sepakati bahwa Sri Sultan dia adalah kepala daerah menurut pandangan saya memang Sultan itu menjadi otomatis menjadi Gubernur itu memang dia harus membebaskan diri dari partai politik manapun, jadi memang betul-betul dia milik semua orang di Jogja itu sebagai Sultan dan Gubernur Jogjakarta, apakah itu mungkin diatur didalam UU ini karena memang sifat yang istimewa ini. Saya kita inilah kangkah untuk kita mencari suatu jalan kompromi dan penyelesaian tinggal poertanyaan-pertanyaan apakah ini memang demokrasi atau tidak demokrasi saya berpendapat bahwa memang yang terbaik itu system yang demokrasi tetapi kita mengetahui bahwa demokrasi itu juga banyak sekali kesulitan-kesulitan dalam penerapanya sehingga yang kita pikirkan sekarang adalah apakah yang paling baik, apakah yang paling bermanfaat bagi masyarakat yang ada diaerah itu bukan persoalan apakah, yang menurut kita demokrasi dan tidak demokrasi berdasarkan kriteria dan pandangan kita apakah yang demokrasi dan yang tidak demokrasi itu. Jadi kalau kita melihat perkembang Negara-negara Spayol misalnya dulu pernah sebuah kerajaan, Spayol penah menjadi Republik dan kembali lagi pada kerajaan itu terjadi pada Spanyol. Apa yang kita lihat di Jogjapun sebenarnya apa yang paling sesuai, apa yang menjadi pikiran-pikiran dasar bagi masyarakat Jogja dan kita sebagai law maker adalah memformulasikan apa-apa yang menjadi pikiran-pikiran dan aspirasi-aspirasi orang disana, jadi kita lebih pada mazhab historis dalam sosiologis dalam ilmu hokum bukan sebagai legal positifisme yang mengganggap secara teori menurut kita yang ideal begini, bisa juga kita mencari satu kompromi antara keduanya kita merumuskan satu kaidah suatu

Page 33: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

102

peraturan perundang-undangan itu pada titik tolak dari kesadaran hokum aspirasi nilai-nilai masyarakat disitu kita formulasikan keatas menjadi kaidah-kaidah hokum positif tapi sekaligus pula kita memberikan suatu pengarahan, suatu arah supaya apa yang menjadi pikiran-pikiran dasar, menjadi harapan-harapan aspirasi didaerah itu berkembang kearah yang lebih baik, mungkin kalau dari segi ilmu fiqih saya tadi dikatakan “apakah yang khadim kita pertahankan, kita abaikan jadi yang baru-baru, ataukah memang kita bertitik tolak dari apa yang sudah ada itu, yang khadim itu lalu kita juga melakukan suatu perbaikan-perbaikan dengan harapan satu yang kebih baik” tetapi bukan dengan cara kita merombak akar historis dari sebuah masyarakat itu. Saya kita pemerintah gagal, apabla pemeintah itu melawan kesadaran historis masyarakatnya sendiri, biarkanlah seperti itu dan kemudian kita memformulasikan untuk kedepan yang lebih baik. Apa yang dikatakan Pak Alex tadi itu betul, saya pada waktu itu mewakili Pemerintah dua kali membahasa RUU Aceh yang pertama Nangro Aceh Darussalam maupun yang terakhir RUU Pemerintahan Aceh dan Juga RUU Tentang Papua itu betapa berat, kalau saja terjadi class antar suku disana orang Papua tidak mau pakai KUHP nasional, bagaimana menyelesaikannya itu dan kita menggunakan asas-asas hokum adat dan hokum Islam dalam menyelesaikan konflik antar suku di Papua dan itu diterima dan aneh tapi itulah, jadi konflik suku itu bagaimana menggunakan konsep dia dalam hokum Islam itu diterima oleh orang Papua dan ini universal model Islam dan model siapapun pakai yang cocok, sudah kita terima jadi nilai-nilai itu juga yang harus ada di Jogja dan begitupun di Aceh, kompromi itu luar bisa, seperti Pak Alex katakana, betul saya betul-betul pelaku sejarah melakukan dialog, diskuskan apa yang mau diminta sejauh masih mungkin dikasih, kasih, satu yang tidaj boleh lepas dari NKRI. Jadi kalau kita lihat soal pembagian ‘soal minyak dan gas’ luar biasa untuk Aceh dan Papua itu, itullah yang harus kita korbankan demi untuk menjaga dua wilayah ini tetap bagian dari integral kita bersama, karena itu sebenarnya kompromi untuk Jogja itu tidak berat dibandingkan degan kompromi untuk Aceh dan Papua, inikan hanya soal Sultan, tidak ada soal apa-apanya, yang saya kira soal Sultan ini jalan terbaik adalah koimpromi antara kita dengan kerabat kesultanan bagaimana menyelesaikan masalah ini. Jadi kita sekarang ini cederung suruh UGM bikin draf akademik terus para legal drafting membuat dan ini yang pas buat Jogja tetapi sementar orang Jogjanya yang betul Pak Alex katakana, “dikasih sepati yang bikin lecet itu” ya marah orang itu, jadi saya katakana inlah apanamanya jangan dibiarkan Sri Sultan itu pergi ke mesjid ke kauman itu tanpa alas kaki tapi jangan juga dikasih sepatu yang Pak Alex kasih, tapi kasih lah sepatu yang cocok dikaki Sri Sultan itu. Jadi beliau tidak telanjang kaki dan pakai sepatu yang cocok dikaki beliau, itu yang kita lakukan, kemudian hal-hal lain yang ditanyakan juga kepada saya kaitannya dengan Jakarta saya kira betul apa yang dikatakan Pak Wayah betul, memang Jakarta mengacu pada Pasal 18 b, dan MK betul memutuskan itu ada yang spesifik pada Jakarta kita terima, walaupun Jakarta betul bukan lagi konsep kota administratif berdasarkan UU 74 kotif-koyif itu sudah tidak ada lagi, dank arena itu kekhususan Jakarta diakui apalagi Jogja dan Aceh itu bukan lagi khusus, tapi malah memang dia punya

Page 34: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

103

keistimewaan seperti yang Ibu katakana tadi bahwa kalau khusus begini, kalau istimewa begini betul, Jogjakarta itu bukan hanya khusus tapi ada keistimewaan yang harus kita hormati dengan kebijakan, kemudian hal yang menjadi kekhawatiran mengenai referendum-referendum ini kekhawatiran kita dulu mulai dari Tim-Tim, Aceh sampai Papua itu Pemerintah yang lalu sangat menghadapi beban-beban mental Anggota Dewan juga menghadapi ancaman-ancaman untuk referendum ancaman, ancaman untuk referendum lebih-lebih pada masa Pak Habibi dengan mudah orang kemudian mengintervensi masalah Timur-Timor itu walaupun itu istilahnya bukan referendum dan mungkin Pak Habibi juga merasa tertipu permainan kata-kata yang ada jadi jejak pendapat di Tim-Tim apapun jejak pendapat itu belum selesai nanti MPR yang akan putuskan apakah Tim-Tim akan lepas atau tidak, tetapi kalau sudah diputuskan mayoritas masyarakat Tim-Tim MPR bisa bikin apa, ini beban moril termasuk saya juga sebagai Anggota MPR waktu itu yang dengan terpaksa dengan berat hati harus mencabut Tap MPR tentang integradi Timur-Timor itu, semulah kita-kita yang ada disini bukan saja menikmati masinya politik tetapi pahitnya juga, beban-beban sejarah bagaimana kita harus mencabut Tap Tim-Tim itu menangis kita, tapi itulah sejarah yang harus kita hadapi. Tapi sebenarnya soal Jogja ini dibiarkan berlarut-larut dan kemudian dimasuki oleh kepentingan-kepentingan Internasional, selama itu masih belum tidak terjadi walaupun Aceh Papua itu kuat sekali desakan-desakan dari Negara lain termasuk Australia, tetapi masih bisa kita manaje secara Intrenasional dengan tidak dapat mendapat satu dukungan yang luas, tapi bila mendapat dukunga yang luas memang bisa menjadi satu masalah sendiri. Dan saya percara betul apa yang dikatakan Pak Agun Gunanjar itu, bahwa peranan-peranan atas nama globalisasi sekarang ini mengobrak-abrik kita semua dan tanpa kita sadari kitapun tetjebak dalam permainan mereka sendiri, mungkin Bapak-Bapak masih tetap disini sudah lama rasa sensitive itu sudah berkurang tapi pengalaman saya ada di pemerintah kemudian keluar saya melihat lho saya salah rupanya, kita menyadari ketika kita sudah ada diluar situ, saya pikir juga kadang-kadang berbagai kebijakan yang kita tempuh sebenarnya tanpa sadar menjerumuskan diri kita sendiri, sejauhmana otonomi daerah ini betul sejauhmana revisi UU ini betul dalam rangka kepentingan nasional secara keseluruhan apa iya misalnya kewenangan Bupati sebegitu jauhnya untuk memberikan SOP-SOP segala macam, termasuk ya itu menyangkut batu bara, emas dan lain-lain jadi masalah belakangan baru kita sadari kenapa ini keliru dalam rangka untuk menjaga keutuhan dan kepentingan bangsa kita ini kedepan. Kemudian hal-hal yang ditanyakan ke saya ini kalau Jogja ini keistimewaannya ini pada siapa, pada orangnya atau pada daerahnya begitu. Sebenarnya susah memilah-milah ini tetapi yang jelas bawah daerah Istimewa Jogjakarta kita anggap istimewa dan istimewanya itu salah satunya karena politik dan budaya yang melekat dengan kesultanan itu dan dengan sendirinya daerah keistimewaan Jogjakarta dia istimewa karena memang persoalan gubernurnya yang berasal dari kesultanan jadi keistimewanya pada daerahnya dan melekat pada orangnya juga tetapi yang kita anggap yang paling penting justeru yang itu yang dapat diterima dan paling menstabilkan daerah di Jogjakarta itu.

Page 35: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

104

Kemudian mengenai, Ibu terima kasih atas masukannya yang disampaikan kepada saya mengenai Jogjakarta ini kalau jasa-jasa pahlawan nasional tentu tidak bisa diwariskan kepada keturunannya , anak cucunya tidak begitu, tapi apa yang diwarisi di Jogja bukan karena Sri Sultan itu pahlawan. Sebelum meninggal Sri Sultan IX belum diakui sebagai pahlawan Nasional. Jadi Jogja ini sebagai daerah itulah yang diwarisi terus menerus. Tapi kalau hanya sebagai Sultan, ya ia diwarisi, tapi bukan karena ia jadi pahlawan Nasional terus diwarisi, dan saya kira siapa yang menjadi Sultan tunduk kepada mekanisme internal kesultanan itu sendiri. Kemudian hal yang juga penting untuk saya kemukakan disini apa yang disampaikan oleh Pak Wayan mengenai dasar apa yang mengutak-atik Yogyakarta ini, itu yang tadi ditanyakan kepada saya. Tapi memang betul bahwa DPR yang lalu sudah membahas RUU kalau tidak salah “Inisiatif”, Bpk Jamaludin anggota DPR dulu di komisi II, yang sebenarnya sudah hampir selesai hanya tinggal pasal mengenai “Sultan” ini. Saya sudah capai kompromi-kompromi tapir tidak selesai dan dilimpahkan kepada DPR yang baru untuk meneruskan. Tetapi yang terjadi sekartang bukan meneruskan RUU yang lama itu, tetapi Pemerintah mengajukan satu RUU yang sama sekali baru tentang Yogyakarta dan kemudian menyangkut suatu masalah yang agak sensitive ketika konsef yang lama itu tidak banyak bedanya dengan konsep yang seperti ini berjalan tentang “Kesultanan” lalu konsep tentang pemilahan langsung ini. Dahulu memang pernah Sri Sultan itu dipilih oleh DPRD tetapi tidak ada maslah, padahal ada masalah juga, tetapi itu pun dengan ketidakpuasan, saya ingat betul pada waktu itu sdr. Ilyas Rasyid menjadi Menteri Negara Otonomi Daerah yang merumuskan UU No. 22 itu dan sejak awal kita sudah mengingatkan juga apa ini akan timbul masalah bagi Jogja tapi karena masih pemilihan itu oleh DPRD tampaknya tidak terlalu besar sperti yang terjadi belakangan apabila gubernur DIY dipilh langusung oleh rakyat apalagi misalnya Sri Sultan itu harus sesuai dengan yang ada di draf RUU ini, RUU Ini harus mengatakan bisa maju sebagai pemilihan calon gubernur berpasangan dengan Paku Alam, kan bisa jadi problem juga bisa jadi kalah juga dalam pemilihanya dan bagaiman kewibawaan sebagai Sultan yang harus dijaga oleh kita bersama, lagi-lagi saya katakana memang rakyat yang menjaga Sultan itu bukan Sultan sendiri, balance supaya tidak kehilangan kewibawaan beliau. Kemudian apakan ini ada persoalan antara Presiden dengan Sri Sultan, saya tidak tahu persis apa masalah kedua beliau itu karena saya tidak pernah tanya langsung, Sri Sultan memang ada nehgosiasi-negosiasi politik yang tidak berhasil pada Tahun 2004 tapi saya kira itu bukan satu masalh yang terlalu besar untk ini apakah ini juga akan dianggap menjadi potensi 2014 ya spekulasi saja bukan suatu pendapat yang berdasarkan suatu data yang akurat tentang hal itu. Namun memang Timsus Gajah Mada membuat satu yang menjadi dasar penyusunan RUU ini dan saya lihat juga beberapa keterangan Presiden dan keterangan Mendagri itu mengacu pada naskah akademik yang dibuat oleh Tim dari Universitas Gadjah Mada ini, dan seperti itulah gambarannya dan menimbulkan kesan dan saya sendiri jug menyampakan pendapat pada waktu itu bahwa tentunya pemerintah tidak memahami sejarah dan demokrasi dalam kontek Jogjakarta ini, karena statemen Presiden waktu itu

Page 36: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

105

menimbulkan satu masalah karena dianggap mengatakan monarki itu tidak bertentangan dengan demokrasi yang bagaimana karena di Jogja ini dikatakan monarki atau tidak, sebab sepajang sejarah yang kita pahami dalam kemerdekaan kita monarki itu hanya ada dalam artian Sri Sultan VIII meninggal dan diganti Sultan X dan dia menjadi Gubernur tapi bukan menjalankan pemerintahan monarki itu kan timbul kesalahan persepsi, saya juga tidak tahu mengapa Presiden sampai salah menyampaikan satu statemen dan ini kemudian menimbulkan keganduhan yang makin memanas apalagi belakang ini diketengahkan muncul pada saat sedang tejadi bencana gunung merapi di Jogja, jadi banyak hal yang secara incidental membuat keadaan jadi kisruh ketika membahas Rancangan UU DIY dan saya kira pada waktu itu setelah banyak aspirasi berkembang, protes, demonstrasi dan sikap DPD saya kira pemerintah akan berubah ternyata yang diajukan pemerintah tetap sama seperti ini dan itu menimbulkan masalah-masalah baru lagi. Jadi kalau pemerintah barangkali kurang bijaksana maka kita harapkan DPR lah yang bijaksana untk membahas ini bersama-sama dengan DPD dan bagi saya sebetulnya yang paling penting bagaiman masalah ini selesai dan damai dan baik bermanfaat bagi kita semua tanpa menimbulkan keretakan dan masalah-masalah baru dikemudian hari. Saya kira itulah yang dapat saya sampaikan. Terima kasih dan mohon maaf atas segala kekurangan yang saya sampaikan. KETUA RAPAT : Terima kasih pada Profesor DR Yusril Ihza Mahendra yang telah menyampaikan pokok-pokok pikiran yang saya kira sangat menarik, bagaimana sebuah peratutan perundang-undangan dibikin dengan mempertimbangkan juga aspek social histori yang berkembang dimasyarakat dan juga legal positifisme yang sebagaimana pemerintahan seharusnya diatur dan saya kira ini memang tugas kita di parlemen ini untuk menyelesaikan silang beda pendapat tentang masalah ini dan saya kira seperti tiga RUU keistimewaan yang lain DPR bisa mencari titik kompromi itu dan juga nanti dengan masukan dari DPD. Demikian Bapak dan Ibu sekalian sekarang sudah jam 13.25 sekaligus kita ucapkan kepada Prof DR Yusril yang sudah menyampaikan paparannya dan selanjutnya kita akan nanti jam 14.00 kita akan masuk kembali untuk mendengatkan dari Profesor DR Adnan Buyung Nasution. Baik saudara sekalian marilah kita akhiri rapat dengar pendapat pada hari ini dengan membaca hamdalah.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

(RAPAT DITUTUP PUKUL 13.25 WIB) a.n. Ketua Rapat

Sekretaris Ttd.

ARINI WIJAYANTI, SH.,MH. 19710518 199803 2 010

Page 37: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

106

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI DENGAN

PROF. DR. IUR. ADNAN BUYUNG NASUTION (PRAKTISI HUKUM) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG KEISTIMEWAAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Tahun Sidang : 2010 – 2011 Masa Persidangan : III Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr. IUR. Adnan Buyung Nasution (dihadiri 6 Anggota Komite I

DPD RI) Hari / Tanggal : Kamis, 24 Februari 2011 Pukul : 14.00 WIB – selesai Tempat Rapat : Ruang Rapat Komisi II DPR-RI (KK. III/Gd Nusantara) Ketua Rapat : Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si/Wakil Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : Mencari Masukan terkait dengan RUU Keistimewaan Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta Anggota : 28 dari 49 orang Anggota Komisi II DPR RI

21 orang Ijin Nama Anggota :

Pimpinan Komisi II DPR RI : 1. H. Chairuman Harahap, SH.,MH 2. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Fraksi Partai Demokrat : Fraksi Persatuan Pembangunan : 3. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 4. Drs. H. Djufri 5. Drs. H. Amrun Daulay, MM

--

Page 38: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

107

6. Ignatius Moelyono 7. Dra. Gray Koesmoertiyah, M.Pd 8. Dr. H. Subyakto, SH, MH, MM 9. Khatibul Umam Wiranu, M.Hum 10. Kasma Bouty, SE, MM 11. Drs. Abdul Gafar Patappe

Fraksi Partai Golkar : Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa : 12. Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM 13. Nurul Arifin, S.IP, M.Si 14. Drs. Agun Gunanjar Sudarsa, BcIP, M.Si 15. Drs. Taufiq Hidayat, M.Si 16. Drs. Murad U Nasir, M.Si 17. Agustina Basik-Basik. S.Sos.,MM.,M.Pd 18. Hj. Nurokhmah Ahmad Hidayat Mus

24. Hj. Masitah, S.Ag, M.Pd.I 25. Abdul Malik Haraman, M.Si

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan : Fraksi Partai Gerindra: 19. H. Rahadi Zakaria, S.IP, MH 20. Alexander Litaay

26. Mestariany Habie, SH 37. Drs. H. Harun Al Rasyid, M.Si

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera: Fraksi Partai Hanura: -- 28. Drs. Akbar Faizal, M.Si Fraksi Partai Amanat Nasional: 21. Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si 22. H. Chairul Naim, M.Anik, SH.,MH 23. Drs. H. Fauzan Syai’e

Anggota yang berhalangan hadir (Izin) : 1. DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA 2. Ganjar Pranowo 3. Muslim, SH 4. Rusminiati, SH 5. Ir. Nanang Samodra, KA, M.Sc 6. Dr. M. Idrus Marham 7. Drs. Soewarno 8. Budiman Sudjatmiko, MSc, M.Phill 9. Arif Wibowo 10. Dr. Yasonna H Laoly, SH, MH 11. Vanda Sarundajang

12. Drs. Almuzzamil Yusuf 13. Agus Purnomo, S.IP 14. Aus Hidayat Nur 15. Hermanto, SE.,MM 16. TB. Soenmandjaja.SD 17. Drs. H. Nu’man Abdul Hakim 18. H.M. Izzul Islam 19. Dr. AW. Thalib, M.Si 20. Dra. Hj. Ida Fauziyah 21. Miryam Haryani, SE, M.Si

Page 39: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

108

JALANNYA RAPAT: KETUA RAPAT/DRS. ABDUL HAKAM NAJA, M.Si/F-PAN: Pada hari ini menjadi hal yang penting kita mendengarkan dari Prof.Dr Adnan Buyung Nasution, setelah beberapa hari yg lalu kita mendengarkan Prof.Dr.Maskardi Rauf, kemudian Dr.Isbodroini Suyanto, kemudian juga Muhammad Fazrul Falah dan yg terakhir tadi dari Prof.Dr. Yusril Iza Mahendra. Pada hari ini kita ingin melakukan beberapa hal yang menyangkut pendalaman pokok-pokok rancangan undang-undang tentang Keistimewaan Yogjakarta. Yg pertama kita ingin mendapatkan gambaran masukan tentang kewenangan Propinsi Daerah Istimewa Jogjakarta (DIY) sebagai daerah otonom selain mencakup sebagai kewenangan sebagaimana yg di maksud dalam Undang-undang daerah juga wewenang tertentu yang dimiliki oleh Propinsi DIY. Yang kedua juga menyangkut bentuk dan susunan Pemerintah Propinsi DIY yang bersifat Istimewa yang terdiri atas pemerintah propinsi daerah istimewa Yogajakarta dan DPRD Propinsi, juga dalam rangka penyelenggraan keistimewaan Yogjakarta di Propinsi DIY maka di bentuk Gubenur dan Wakil Gubernur Utama yang ada di dalam draft yang diajukan pemerintah, sebagai satu kesatuan yang mempunyai fungsi sebagai simbol pelindung dan penjaga budaya serta pengayom dan pemersatu masyarakat DIY dan mempunyai kewenangan serta hak khusus. Berikutnya adalah tentang tata cara pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur mekanisme pencalonan Sri Sultan Hamengkubuwono dan Sri Paku Alam, mekanisme pencalonan kerabat Kesultanan dan Paku alaman serta masyarakat umum serta pemilihan dan pengesahan. Selanjutnya tentang pengaturan tentang urusan keistimewaan diantaranya penetapan kelembagaan pemerintah daerah propinsi dan kewenangan kebudayaan serta penyelenggaraan pertanahan dan penataan ruang sebagai badan hukum yaitu kesultanan mempunyai hak milik Sultanat ground dan Paku Alam mempunyai hak milik atas Paku alamat Ground. Terakhir adalah tentang pengaturan pendanaan dalam penyelenggaraan dalam urusan pemerintahan yang bersifat khusus yang dianggarkan dalam APBN, dana ditetapkan antara Pemerintah dan DPR-RI berdasarkan usulan Pemerintah Propinsi DIY, yg pengalokasiannya melalui kementerian atau lembaga terkait serta pada setiap akhir tahun anggaran, Gubernur wajib melaporkan seluruh pelaksanaan kegiatan dan pertanggung jawaban keuangan yang terkait dengan kejenuhan kepada Pemerintah. Saya kira hal-hal itu yang nanti diharapkan bisa kita dapatkan masukan, pencerahan dari Prof Dr. Buyung Nasution. Sebelum kami berikan kesempatan, saya mungkin sedikit secara garis besar, saya kira meskipun kita sudah kita kenal mungkin secara lengkap belum kita ketahui. Dan ini yang terpenting Beliau lahir di Jakarta 20 Juli 1934, jadi tahun ini akan ULTAH yang ke 77 tahun, Alhamdulillah saya kira beliau masih sehat, berumur panjang masih sehat dan masih cerah. Dan ini yang tidak kalah pentingnya ternyata Beliau SD, SMP, SMA itu ada Yogjakartanya. SD SMP di Jogja SMA nya juga separo di Yogja, S1 di Fakultas Hukum UI, S2 di Universitas Melbourne, S3 di Read Universited

Page 40: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

109

Ultrech Netherland, dan lulus tahun 1942 dan Beliau adalah Guru Besar Tatanegara Universitas Melbourne Australia. Kemudian juga Jabatan/Karir pernah menjadi anggota DPR/MPR tahun 1966/1968, kemudian jadi Wakil Ketua KPU pada tahun 1999, kemudian Anggota Wantimpres 2007 – 2009, Anggota Pembina LBHI dan terakhir adalah sebagai advokat Saya kira langsung saja kami berikan kesempatan kepada Prof Dr. Adnan Buyung Nasution, kami persilahkan Prof. Dr. IUR. ADNAN BUYUNG NASUTION: Saya tidak berpritasi bisa menjawab semua pertanyaan tadi, karena memang piver ini saya buat buru-buru semalam, dan terus terang sulit sekali saya merasakan karena ada konflik batin, di satu pihak saya merasa anak Yogja dibesarkan dari satu SD muaran, sampai SMP di gerbang taman, selesai SMA harus pindah ke Jakarta, jadi merasa orang Yogja. Bahasa batak saya ga bisa, tapi kalo bahasa jawa saya bisa he..he..he.. Nah ini susahnya, jadi ada keterkaitan emosional sama Yogja untuk menghadapi sekarang ini. Tapi dilain pihak saya juga harus pegang teguh disiplin ilmu sebagai seseorang yang mendalami hukum tatanegara. Disertasi saya mengenai “Aspirasi Pemerintahan Konstitusional“ atau kita sebut lebih mengenal dengan istilah Pengkajian Demokratis, negara hukum ya demokratis tapi sebenarnya bahasa yang lebih umum di media ini konstitusinal govermant….. Sebelum lupa saya harus ucapkan terimakasih dulu kepada Pimpinan dan Seluruh Anggota Dewan yang saya hormati, yang telah memberikan undangan bagi saya untuk memberikan somasi pikiran sayalah ya, kedalam masalah yang kita hadapi ini. Masalah ini memang tidak mudah ya, bukan saja rumit tapi menjadi sensitif sekali sekarang ini, karena itu saya pahami betapa peliknya yang kalian hadapi sekarang belum lagi dicampur dengan berbagai perasaan. Karena isu yang berkembang tentang monarki versus nilai-nilai demokrasi menambah panas situasi. Oleh karena itu diperlukanlah kalau menurut saya satu yang menurut saya bisa tenang berpikir bagaimana mengatasi masalah Yogja ini. Pendekatan saya terus terang dilihat dari sudut konstitusional saya lihat masalah ini adalah menyangkut bukan hanya khusus Yogja, tapi kita juga harus berpikir kedepan bagaimana kita mengembangkan kedepan 1 sistem pemerintahan yang demokratis konstitusional bukan hanya buat Yogja tapi buat seluruh Indonesia ini supaya makin lama makin maju kita. Untuk itu saya mencoba melihat kembali lihat refleksi sejarah kebelakang tentang DIY supaya bisa memahami apa permasalahan yang kita hadapi sekarang. Kalau saya lihat kebelakang saya coba pelajari, teliti kembali perdebatan di BPUPKI dan PPKI, ini saya luruskan dalam piver saya di halaman 3 sampai halaman 10. Saya melihat ada perkembangan yang menarik pada waktu kita proklamasi sehari setelah itu Sultan Yogja sebagai orang pergerakan, walaupun Beliau seorang sultan setahu saya menurut ayah saya yang dekat dengan Beliau itu memang orang pergerakan di bawah tanah dia ikut didalam perjuangan kemerdekaan secara diam-diam. Jadi begitu Proklamasi Beliau amat berbahagia dan mengirim kawat

Page 41: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

110

langsung kepada Presiden untuk menyatakan kebanggaannya “inilah yang kita tunggu-tunggu kata

Beliau” itu respon pertama dari Sri Sultan. Kemudian kita lihat dari perkembangan berikutnya Sri Sultan dan Sri Paku Alam mengeluarkan 1 maklumat atau amanat sama… yang isinya mengintegrasikan daerah Yogja ini kedalam Republik Indonesia dan di sambut juga dengan piagam di respon oleh Bung Karno dengan satu piagam yang menetapkan Sultan sebagai tetap sultan, Paku Alam juga begitu dan di sebutkan daerah Jogjakarta itu sebagai bagian yang integral dari Republik Indonesia. Namun ada perbedaan yang saya lihat menarik, piagam dari kesultanan itu mengatakan bahwa negeri Nga-Jogjakarto wahardiningrat bersifat kerajaan dan menjadi daerah istimewa dari negara Republik Indonesia juga paku Alam sinkrus seperti itu. Akan tetapi piagam pengakuan dari Pemerintah atau dari Bung Karno itu hanya mengatakan daerah Jogjakarta sebagai bagian dari Republik Indonesia bagian integral tidak terpisahkan. Untuk memahami ini kita lihat perdebatan, perdebatan di BPUPKI maupun di PPKI memang seperti itu. Saya singkatkan aja ya, ada permintaan dari tokoh2 founding father sidang, kalau ingat satu tokoh ingin menghendaki satu pemberitaan terotarial daerah yang bersifat luas sekali untuk melakukan pemetaan daerahnya. Maupun dalam kerangka republik Indonesia pendengar Indonesia ini. Ditentang oleh Bung Karno yang memang menghendaki hanya satu Kesatuan Republik . Itu makin jelas pada waktu Pak Purboyo itu waktu itu meminta supaya khusus untuk Yogjakarta yang pada waktu itu dinamakan koti oleh Jepara itu diakui daerah Jogja bagian Indonesia itu sebagai daerah istimewa dengan kewenangan untuk memerintah sendiri. Justru Sukarno lah yang menolak keras Beliau mengatakan kalo kita berikan daerah Yogjakarta ini sebagai daerah yang otoritas sendiri seluruhnya, maka itu berarti ada negara di dalam negara. Stat di dalam republik Indonesia itu bertentangan dengan azas kesatuan republik Indonesia yang di rancang pada waktu itu. pusat Jadi memang sejak awal kita lihat sudah ada perbedaan ini dalam pemahaman, apakah keistimewaan Jogjakarta ini dalam arti self is your, sebelumnya oleh belanda diadakan dia force

landon itu merupakan rest sming…. yang berdiri sendiri lah ataukah kepada 1 negara kesatuan itu sudah menjadi satu masalah kepada 1 negara kesatuan itu sudah menjadi masalah sejak kita memproklamirkan negara ini. Tapi perkembangan yang menarik bagaimana Sri Sultan merespon keadaan? Kalau saya lihat perkembangannya Sultan itu mengaraha kepada menyatukan diri dengan UUD 45, mengarah dengan menyesuaikan diri dengan apa yang ada di pusat. Pada waktu keluar no 44 no xtod 45 bulan oktober itu di bentuk adanya KNIP adanya badan pekerja, yg akan memegang pemerintahan, Yogja juga sama pada hari yang sama Beliau bobot begitu di buat…………..Indonesia daerah kepada pekerjanya dan yang memerintah kepada pekerja yang terdiri dari 5 orang dimana ketuanya Sultan dan wakil ketuanya Paku Alam dan ada 3 orang lagi. Jadi saya melihat memang dalam perkembangan ketatanegaraan Sri Sultan itu mengacu pada pemerintahan Nasional dan Beliau pun dalam kehidapnnya saya lihat lebih mengacu kepada seorang negarawan ikut membela dan mempertahankan Republik Indonesia ini, ketimbang mengurus

Page 42: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

111

Pemerintah daerahnya soal praktek di serahkan pada Paku Alam, nah begitulah riwayat sejarah Yogja itu. Nah sekarangkan timbul masalah jadinya, karena dalam undang-undang Jogja dari tadi saya katakan yang satu memiliki daerah istimewa yang terdiri dari undang-undang kita Bung Karno untuk PPKI itu tetap mengangap sebagai daerah tetapRepublik Indonesia saja tidak istimewa, tapi belakangan undang pemerintah mengakui dengan UU No. 17 kemudian UU No.32, itu mengakua hak-hak asal usul daerah sebelum jadi republik terus diakui daerah Istimewa. Tapi sayangnya seperti diakui dalam studi akademis yang saya baca tadi dari Gajah Mada, makna atau substansi daerah Iistimewa ini tidak pernah dirumuskan secara jelas oleh UU, sampai dimana maknannya itu, makna substantifnya, apakah sebagai daerah wilayah istmewa atau termasuk juga urusan pemerintahannya, kalau iya sampai mana yang di bicarakan istimewa yang diberikan beda atau juga termasuk tatacara pengangkatan kepala daerah itu tidak pernah ada perumusan dalam undang-undang kita sendiri. Maupun berganti-ganti Pemerintahan daerah ini di, buat banyak sekali UU legislatif ini, tapi tidak ada satupun yang merumuskan dengan jelas. Inilah yang menjadi sekarang tantangan buat kita, bagaimana kita merumuskan daerah Istimewa Yojakarta ini tapi dalam fram world koteks Negara Kesatuan republik Indonesia yang demokratis dan konstitusional. Saya mencari arah, tidak bisa menjawab dengan kongrit tapi arah penyelesaian. Saya pernah bertemu dengan Sri Sultan sendiri ini pengalaman empiris Saya. Tahun 1945 sebelum berangkat ke Belanda, untuk saya studi saya pamitan kepada Sri Sultan dan Beliau memberi kehormatan mengundang saya makan malam bersama istri Beliau Ibu Norma saya dengan istri saya dan saya juga bawa Pak Haryono bersama Istrinya yang sekarang sudah Almarhumah. Pada waktu itu Sri Sultan Cerita/Curhat ma saya tentang apa sebenarnya peristiwa 1 maret di Jogja itu, yang banyak di manipulasi sejarah, panjang lebar Beliau cerita, dan saya kira itu perlu di catat dalam sejarah bangsa kita. Syukur telah di dokumentasikan oleh BBC. Sama ceritanya, Walikota Jogja Almarhum Purwokusumo, jadi saya dengar dari sumber Sultan sendiri pernah bicara sama saya tentang serangan umum 1 maret di Jogja dan Purwokusumo memberi penjelasan pada BBC. Tetapi di samping itu saya bertanya sama Sultan waktu itu. Sultan nanti bagaimana the to

comsonan Jogja ini? Apakah putra-putra Sultan akan jadi Sultan dan Gubernur? Beliau menjawab pada saat itu, Buyung saya itu republiked …………….saya seorang demokrat, kau harus mengerti maksudnya apa hanya itu yang saya ingat yang dikatakannya. Nah bahwasannya memang masih menjadi tanda tanya apakah memang putra-putranya sebagai Sultan itu pasti tapi apakah merangkap gubernur? Beliau tidak jawab waktu itu. Tapi kalau saya lihat praktek ketatanegaraan yang di jalankan, memang ini dua hal yang berbeda. Jawaban yang saya peroleh juga dari bukunya Atma Kusumah tentang “Tahta untuk rakyat”, dengan subjudul “Celah-Celah Kehidupan Hamengkubuwono ke 9” terbitan Gramedia tahun 1882. Ada satu ucapan dari Beliau yang sangat menarik, saya kutip ya “mengenai masa depan

Page 43: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

112

kesultanan Jogja sendiri dikatakan akan berjalan terus seperti ratusan tahun sebelumnya”, artinya kesultanan akan tetap ada seperti kesultanan Cirebon dan lain-lain, dengan seorang Sultan yang bertahta berfungsi sebagai kepala keluarga. Tetapi apakah Sultan itu apakah sekaligus menjadi Gubernur kepala DIY? Sebagaimana tercantum dalam UU daerah istimewa, itu terserah nanti. Itulah jawaban Beliau dan menurut pendapat Beliau hari ini biar saja di bicarakan antara Pemerintah Pusat dan juga melihat apakah rakyat setempat juga menyetujuinya. Jadi sebenarnya Sri Sultan sendiri terbuka, dalam kesimpulan saya, tidak pernah mengangan-angankan bahwa putra-putra Beliau yang menjadi Sultan juga akan otomatis menjadi Gubernur tidak, itu tergantung kehendak rakyat sendiri bersama pemerintah pusat yang harus merumuskannya. Ini yang membuat saya kunci untuk menyelesaikan masalah. Maka saya melihat ada dua hal yang harus kita pikirkan. Pertama, makna keistimewaan itu apa? Sejauh mana? Saya lebih mengkiblatkan pada urusan pemerintahan yang memang khusus diberikan kepada Yogja hal-hal yang sifatnya otonomis, itu sudah di rinci sama UU daerah, mungkin perlu di tambah sama yang lain yang sekarang ini belum ada. Misalnya tentang undang-undang tanah kraton Sutanat Khot / Paku alam khot. Itu memang menjadi permasalahan yang sangat sensitif dan krusial di Jogja, celakanya UU agraria kita bersadasarkan UU pasal 43 lisafat 5 menyatakan secara umum semua tanah ini, bumi ini, sungai-sungai dan isi di bawah itu di kuasai negara, pengertian di kuasai negara ini saya kira masih debateble, apakah artinya milik negara seluruhnya atau di kuasai dalam arti di menej oleh negara ini di perdebatkan di DPR dan masa Belanda berbeda itu. Esenen

memiliki dan beseket kalau bahasa inggris bisa saya perbandingkan to ound bulership dan managemennya, mengelolanya. Sebenarnya apa yang dimaksud? Ini perlu pemikiran kembali supaya kita bisa lihat dengan jernih bagaimana tanah-tanah keraton ini apakah kan ada undang-undang pengelolaannya ketika undang-undang dasar jadi milik negara seluruhnya sehingga keraton tidak bisa memiliki hak untuk mengelola tanah keraton. Ini masalah menurut saya krusial sekali di Yogja dan ini tidak mustahil menjadi latar belakang bagaimana keinginan adanya ke istimeawaan Yogja ini lebih kongkrit, karena bukan hanya menyangkut masalah budaya, masalah pertanahan, tetapi juga masalah ruang lingkup atau tata ruang. Ini masalah yang campu baur dengan latar belakang sosial budaya, filsafat dan sebagainya. Jadi menurut saya yang paling penting itu dulu yang harus di utamakan urusan-urusan pemerintahan apa yang masuk daerah Jogja. Kedua masalah tatacara pengisian bagaimana? Kalau dengan hal ini saya harus terus terang mengatakan walaupun secara emosional saya sangat setuju dengan pikiran-pikiran berkembang di Yogja tetapi secara rasional sebagai seorang Ilmuwan saya harus konsisten di dalam prinsif mengembangkan sistem pemerintahan yang demokratis konstitusional. Kongkritnya untuk Yogjakata Gubernur harus di pilih, tidak bisa Sultan menjadi Gubernur menurut saya, sebab ini akan menyalahi prinsif negara demokrasi konstitusional, sekarang pada Yogya, hal ini bisa berkembang di daerah lainnya kalau ada sultan-sultan atau raja-raja yang menghendaki juga otomatis menjadi Gubenur kepala daerah, gimana Sultan Ternate kita pilih saja, Sultan Cirebon misalnya. Kalau kita lihat dari Sri

Page 44: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

113

Sultan sendiri Beliau tidak menginginkan menjadi Gubernur langsung Beliau katakan tetap Sultan Kepala Keluarga, Beliau juga tabah apa yang di rancang oleh Pemerintah itu menjadi yang berwenang untuk menjaga nilai-nilai budaya seluruh tradisi kraton termasuk aset Kraton, itu tetap pada Sultan jangan di kurangi sedikit pun. Tapi tentang prinsif sistem pemerintahan yang demokratis konstitusional bagi saya itu jangan di tawar, itu kedaulatan yang sudah kita perjuangkan demokrasi bertahun-tahun. Dimana perubahan revolusi kabinet pertama, dikatakan kabinet bucok Soekarno – Hatta, kemudian pindah ke pakuta no x tahun 45 jadi pemerintahan yang parlementer, RIS juga begitu Parlementer, UUD tahun 50 juga parlementer, terus sistem konstitusional, baru tahun 59 kita kembali ke permulaan yang akibatnya apa? Kembali ke otoritarianisme dan diktator. Jaman Soeharto kita kira akan bisa merubah keadaan, tapi kita balik lagi terjerumus kepada otoriterianisme. Pengalaman ini harusnya kita menjadi pegangan kita tidak boleh pernah mengendor dalam prinsif untuk mempertahankan sistem pemerintahan demokratis konstitusional dimana kepala pemerintahan ini dipilih. Dan kalau melihat perkembangan dunia ya seperti itu tidak ada monarki berkuasa lagi, kecuali negara-negara arab. Negara Arab memang rajanya masih berkuasa penuh ga ada konstitusi yang ada hanya Qur’an. Jadi di di negara lainnya apakah inggris, Belanda, Belgia, Swedia, bahkan Kaisar Jepangpun sekarang ga berkuasa lagi tetapi dia sepakat pemerintah yang di pilih berupa perdana menteri kan begitu semuanya. Jadi kalau iti trend yang berklembang di dunia dan Sultan adalah yang modern berpikirnya jauh kedepan. Saya tidak yakin Beliau juga menghendaki, putra-putranya langsung menjadi Gubernur. Biar serahkan itu kepada mekanisme demokrasi konstitusional. Tetapi tentang kesultanan kita harus pertahankan sebagai suatu katakanlah Lesnal Heratage satu warisan bangsa yang harus kita pertahankan segala tradisi nilai-nilai budayanya maupun asetnya jangan dikurangi. Meskipun begitu, saya mencoba berhati-hati memberi arti demikian. Penyelesaian ada dua menurut saya, penyelesaian jangka pendek, dan penyelesaian jangka panjang. Kalau jangka pendek karena memang Yogja ini memerlukan penyelesaian cepat, saya menganjurkan kita pilihlah penetapan untuk Sri Sultan paling lama 5 tahun kedepan. Selama 5 tahun itu kita bentuk satu komisi indevendent untuk memikirkan dengan jernih dengan tenang bagaimana nanti status kedepannya ini, makna keistimeawaan itu apa? sejauh mana? Apakah hanya wilayahnya Istimewa, apakah urusan-urusan pemerintahannya juga istimewa, apakah tatacara pengangkatan Gubernurnya istimewa? Ini memerlukan satu studi yang lebih matang lebih indevendent tidak dalam emosional seperti sekarang. Hasil 5 tahun inilah yang nanti akan kita kembali pada prinsif domokrasi kostitiusional. Itu yang ada dalam pikiran saya. Penyelesaian jangka pendek penetapan dulu, tapi jangka panjang kita harus menuju kepada profesional dimana Gunbernur / kepala daerah itu dipilih oleh rakyat secara langsung dan demokratis. Usul Pemerintah dengan rancangan undang-undang menurut saya ini dan adanya Gubernur utama Wakil Gubernur Utama di samping Gubernu Propinsi, menurut saya ini menambah kompleks masalah, sama sekali bertolak belakang dengan prinsif demokrasi konstitusional

Page 45: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

114

bahkan menimbulkan dualisme pemerintahan tumpang tindih yang nanti akan menambah rancu Pemerintaha Yogjakarta ini. Bayangkanlah sekarang saja peraturan daerah dengan Perda-Perda tidak bisa kita kontrol begitu banyak ratusan perda yang berkembang, apalagi nanti dengan UUD ini ada dua ada perda ada perdais lebih parah lagi negara kita ini. Jadi saya terus terang menganjurkan juga untuk tidak menerima rancangan UU pemerintah mencoba kesan saya menggabungkan, mengkompromikan, mengkomodasikan permintaan satu pihak ada yang dipilh, satu pihak ada yang ditetapkan, jadi dua-duanya dijadikan gado-gado, ini bukan penyelesaian menurut saya, menambah kompleksitas masalah. Saya pikir seharusnya di tolak. Saya kira itu pengantar dari saya, saya persilahkan tanya jawab. KETUA RAPAT: Terimakasih kepada Prof. Dr Adnan Buyung Nasution yang telah memberikan masukan pemikirannya segera clear jelas lugas seperti biasanya. Saya kira tadi beberapa hal yag di sampaikan Bang Buyung tentang terobosan 5 tahun ini ditetapkan kemudian saya kira ini bisa menjadi salah satu masukan diantara sekian banyak hal yang sudah di sampaikan oleh banyak pakar saya kira cukup menarik. Dan berikutnya tadi tentang Sultanat Ground, Paku Almat Ground juga menjadi pemikiran kita tentang masalah keagrariaan, karena saya kira banyak orang menyoroti hanya fokus pada penetapan atau pemilihan di deal UU itu banyak hal nanti menyangkut sistem kenegaraan bagaimana juga tentang pengaturan itu. Ada beberapa dari Anggota DPR dan DPD telah mengajukan untuk melakukan pendalaman terhadap paparan dari Prof.Dr. Adnan Buyung Nasution. Saya kira kami akan mulai dari DPD, ini DPD lebih banyak katanya saya ga tau, mungkin…Yang pertama saya persilahkan kepada.. Prof. Dr. IUR. ADNAN BUYUNG NASUTION: Maaf saudara Ketua, walaupun saya seorang Profesor, tapi saya lebih akrab di panggil Bang Buyung saja, saya bilang dimana-mana begitu, kalau di sekolah/Universitas bolehlah…he..he.. KETUA RAPAT: Ok, jadi bukan Bang Profesor Bang Buyung ya, he.. he.. Ok, saya persilahakan untuk yang pertama yang terhormat Pak Faruk Muhammad dari DPD silahkan.. Prof. Dr. FAROUK MUHAMMAD/KOMITE I DPD-RI: Pimpinan dan Bang Buyung yang saya banggakan Ass.wr.wb, selamat sore. Pertama tadi di satu pihak Bang Buyun, saya tadi kurang jelas menangkap dialog begitu yang coba menyimpulkan bahwa tidak ada kehendak untuk harus meneruskan kesultanan itu memimpin pemerintahan. Tapi kalau saya baca amanat yang di kutip dalam naskahnya Abang disini baik amanat dari Sri Sultan maupun amanat dari Sri Paduka Paku Alam satu yang saya lihat disini substansi dari amanat ini mencerminkan pemerintahan jadi bukan hanya Sultan di sini, Jadi pemerintah Yogja itu di

Page 46: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

115

pegang oleh Sultan. Sehingga hubungan ke pusat pun semua adalah tanggung jawab Sultan dan yang menjadi menarik saya disini dua naskah dokumen ini bunyinya hampir sama persis, seolah-olah di karang oleh 1 orang ya 22 yang di halaman 4 dan 5 Yogja dan Paku Alam ini rumusan kalimatnya sama 5 September, ini memberikan kesan bahwa ini satu konseptor, apakah konseptor ini bukan akhirnya nanti negosiasi dengan pemerintah pusat pada saat itu, jadi bukan hanya keinginan sepihak dari Sutna ataupun Paku Alam. Jadi kekuasaan memimpin pemerintahan oleh Sultan dan Paku Alam itu bukan keinginan sepihak tapi merupakan memang satu perjanjian, itu yang pertama. Kemudian yang kedua tadi sebenannya Abang sudah memberikan kritisi tentang RUU saya hanya ingin mempertegas, bahwa sebenarnya dengan adanya konsep Gubernur Utama ini Pemerintah telah mengadakan secara tidak langsung konsep mau mencari jalan keluar, tapi sebenarnya pemerintah secara tidak langsung menciptakan suatu kelembagaan baru yang nanti pada akhirnya akan mengganggi sistem ketatanegaraan. Sementara yang sudah jalan sekarang kalau saya menggambarkannya kondisi seperti 2 gelas ini, ini adalah keraton, ini adalah pemerintahan DKI. Yang sekarang terjadi adalah pimpinan keraton Sultan duduk disini dan semua sistem berjalan, ini sistem ketatanegaraan berjalan. Tetapi yang di konsepkan pemerintah, akan menempatkan lagi seolah-olah disini. Sehingga dari sistem ketatanegaraan ini akan terjadi suatu perbedaan lembaga struktur ketatanegaraan di Republik ini, artinya republik ini tidak lagi murni sama sistemnya tapi hadir satu lembaga baru dan juga sistem baru, ini yang ingin tanggapan Abang terhadap konsep ini. Kemudian apa jalan keluar yang abang tawarkan 5 tahun kedepan? Ini memang bukan terjadi dalam konsep RUU Yogja, dalam beberapa hal saya juga sering berhadapan dengan kondisi-kondisi bahwa idealisme yang ingin kita tanamkan rumuskan dalam satu undang-undang tidak bisa nanti serta merta bisa kita terapkan. Tetapi perlu ada sesuatu proses, maksud saya bukan hanya sekedar proses transisi seperti ketentuan peralihan di dalam UU, dalam tempo ini sekian-sekian, tidak. Tapi suatu substansi yang diatur, memang substansi ini hanya berlaku dalam waktu 5 tahun kedepan, 5 tahun kedepan nanti apakah boleh suatu UU mengatur substansi yang masa berlakunya ditentukan sekian tahun dan sekian tahun nantinya akan berubah? Jadi 3 itu Bang. Pertama soal tadi yang ada disini amanat ini, apakah ini sekedar Sultan yang duduk di pemerintahan, unsur- unsur pemerintahan? Kedua tadi ada suatu Gubernur Utama sebagai sutu struktur apakah merubah keseluruhan sistem ketatanegaraan?, Ketiga, kemungkinan suatu UU mengatur suatu substansi yang bersifat jangka tertentu? Sekian dan terima kasih. KETUA RAPAT: Terimakasih Pak Faruq, berikutnya yang terhormat Pak Haji Jufri di persilahkan…! DRS.H. DJUFRI/F-DEMOKRAT: Terimakasih pimpinan, Bang Buyung yang sudah lama saya kenal orangnya, dari sejak Orla dulu yang menantang pemerintah untuk menjadi menteri periode Hata, ini luar biasa, saya mengikuti terus dan persentasi Bapak pada hari ini sangat menarik. Berangkat dari pemahaman yang sangat

Page 47: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

116

dalam tentang ketatanegaraan dan juga sejarah, diantara sejarah dan ketatanegaraan. Bang Buyung mengatakan kita harus tetap harus berpegang kepada prinsif satu sistem pemerintahan yang demokratis konstitusional jangan dilakukan suatu upaya yang mengawinkan. Sekarang ada dikotomi antara ditetapkan dan dipilih. Ini menarik, sehingga Bang Buyung mengatakan jangan digunakan istilah Gubernur utama. Kalau begitu bagaimana konsep kepemerintahan, kesultanan yang ada di Yogjakarta dengan adanya Sultan, kemudian adanya pemerintahan sesuai dengan undang-undang pemerinhan daerah, bagaimana hubungannya? Tadi juga pembicaraan terdahulu mencontohkan Malaysia, dimana Menteri Besar itu memang dipilih dan keluarga kerajaan yang mau ikut berpolitik meninggalkan kesempatannya untuk menjadi Sultan. Kemudian untuk di Yogjakarta ini bagaimana? Supaya istilahnya Bang Buyung dalam kondisi sekarang ini mencoba menarik rambut dari dalam

tepung, rambutnya ga putus, tepungnya ga berserakan, keistimewaan Yogjakarta terlihat tapi sistem pemerintahan kita sesuai dengan UU yang berlaku. Nah bagaimana pula hubungannya dengan Pemerintahan pusat? Jadi kewenangan-kewenangan apa saja yang menjadi kewenangan kesultanan dan kewenangan apa aja di pemerintahan? Kepala pemerintahan itu? Kalau seandainya Sri Sultan dan Paku Alam maju sebagai Gubernur tentu dengan persyaratan dan undang-undang berlaku tentang kepemilihan seorang kepala daerah di Propinsi atau tingkat propinsi. Hanya demikian Bang Buyung terimakasih, Ass.wr.wb. KETUA RAPAT: Terimakasih Pak Jufri yang telah menyampaikan, apa? Petatah petitih apa istilahnya kalo diminang itu agar rambut tidak putus dan tepung tidak berserakan…

Berikutnya kami persilahkan ibu Gusti Raden Ayu Koesmoertiyah, di persilahkan…! DRA. GRAY KOESMOERTIYAH, M.Pd/F-DEMOKRAT: Terimakasih Pimpinan yang saya hormati rekan-rekan anggota DPR Komisi 2 dan rekan-rekan DPD-RI, juga Bang Buyung sebagai Narasumber. Mungkin saya akan memberi masukan sedikit untuk pertimbangan, bahwa sebetulnya Republik Indonesia ini berdiri sudah ada perencanaan yang matang yaitu sejak bulan april, itu oleh BPUPKI, yang mana Panitianya itu kebanyakan pejabat-pejabat Keraton Surakarta dan Jogja itu oleh Pangeran Purboyo itu. Jadi kalau tadi di sampaikan Pak Faruq ada maklumat yang sama persis kata-katanya juga konsepnya yang mengkonsep pasti satu orang, itu juga terjadi dengan Keraton Surakarta Pak. Jadi Keraton Surakarta juga ada penyampaian ucapan selamat tanggal 18 Agustus, terus juga ada piagam kedudukan, terus Pakubuwono ke 12, Ayahanda itu menyampaikan maklumat yang persis sama dengan Yogja Mangukunegaran dan Paku Alaman itu malah lebih dulu tanggal 1 September, terus piagam kedudukan Bung Karno yang mestinya tanggal 19 sudah ada, baru disampaikan pada waktu tanggal 6 September 1945. Dan sebetulnya daerah DIY ini sendiri bersamaan dibentuknya UUD yang mana pembagian daerah besar kecil, itu ada sepuluh daerah yaitu delapan propinsi dan dua daerah istimewa adalah daerah Surakarta dan Jogjakarta, tapi keadaan tidak kondusif pada waktu itu yg sudah sampai ke seluruh wilayah Republik Indonesia bahkan ke Ibu Kota ke Jakarta di bekukan

Page 48: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

117

sementara dengan di keluarkannya PP 16, itu juga Surakarta dan Yogjakarta Pak, tidak pernah itu hanya menyampaikan Surakarta atau hanya Yogjakarta PP 16/SD/tahun 1946 itu bulannya juni. Setelah itu, karena Yogjakarta sebagai Ibukota untuk memindahkan dari Jakarta ke Yogjakarta Pemerintahannya berjalan dengan UU RIS, tanggal 3 Agustus 1950 ini mungkin bisa menjadi kajian bapak dan saya juga menyampaikan. Beliau-Beliau ini pada tahun 1948 ini masih pada hidup sugeng. Ini sudah ada UU juga yang dibikin pemerintah ini 22 tahun 1948 pasal 18 ayat 5, yang bunyinya adalah: ”Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari anak keturunan raja atau yang

menguasai daerah yang jujur yang cakap dan setia, menurut adat iistiadat” ini yang perlu kita pake pijakan akan mengundangkan Yogjakarta ini. Memang Jojakarta ini harus di undangkan karena amanat UU juga dan UUD harus diundangkan. Jadi kalau tidak di undangkan juga kesalahan pemerintah berarti melanggar konstitusi, Jadi marilah bersama-sama bagaimana supaya tadi yang di sampaikan Pak Jufri mengambil rambut

supaya jangan patah dan jangan putus dan tepungnya tidak tercerai berai. Nah seperti yang di sampaikan oleh Bang Buyung tadi masalah pertanahan jangan di utak-atik dan harus diberikan. Ini yang menjadi masalah dimana-mana Bang Buyung di seluruh daerah istimewa di Indonesia itu yang ada 250, yang itu ada juga di pasal 18, yang bikin sekarang ini mulai bergolak mulai mempetanyakan sebetulnya dengan Jogjakarta yang akan di undangkan ini akan menjadi tolak ukur bagi daerah lain untuk sebagaimana mereka juga akan mengurus semua hak-hak adatnya kepada pemerintah. Ini masukan saya Bang Buyung, terimakasih. KETUA RAPAT: Terimakasih Ibu Koesmoertiyah, memang ini dari awal Beliau termasuk orang yang gigih memperjuangkan daerah Istimewa Surakarta. Berikutnya ke sebelah kiri lagi Ibu Dendi dari DPD silahkan…! DENTY EKA WIDI PRATIWI, SE/KOMITE I DPD-RI: Ass.Wr.Wb…Yang saya hormati Pimpinan komiisi 2, rekan-rekan DPR dan DPD RI serta hadirin yang saya hormati khusus Bang Buyung. Bang mungkin ada dua yang ingin saya tanyakan berkenaan dengan pembahasan-pembahasan yang sudah kita ikuti sebelumnya dan juga kita telah banyak mendengar kan dari banyak narasumber terkait dengan konstruksi seperti apa? Sekiranya dalam rangka menduduki Sultan sebagai Gubernur sehingga bisa di terapkan dalam upaya mengakomodir kemauan masyarakat, yang secara utuh itu sebagai konstruksi daripada demokrasi Pancasila yang kita anut khususnya pada pasal sila ke 4. Tentunya di dalam bingkai-bingkai dan bahwasannya ini merupakan suatu hal yang mengakomodir suatu keistimewaan daerah. Jadi konstruksi yang bisa diterima yang kalau sekirnya flaksible dari pada suatu implementasi sebuah UU itu bisa berlangsung lama, jadi apa yang sekiranya bisa diterima entah nanti ataupun berapa tahun lagi yang menurut bapak tadi, mungkin juga bisa berubah dalam rangka penetapan

Page 49: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

118

ataupun pemilihan daripada Sultan walaupun kami dari DPD sudah mempunyai sikap sendiri bahwasannya DIY itu Penetapan daripada Sultan tersebut. Yang kedua apakah dalam pelaksanaan demokrasi di dalam perjalanan selama ini dari yahun 1945 hinggga sekarang di negara republik Indonesia, ini kan sudah berubah-rubah, sampai sekarang juga demokrasi Pancasila adakah suatu hal yang dirasa itu ideal yang bisa menjadi patokan, demokrasi yang seperti apa? Yang cocok untuk republik kita ini? Di luar mungkin ada kekhususan atau keistimewaan daerah karena memang ini yang sebenarnya yang ingin kita pahami bersama bahmawasannya demokrasi suatu bangunan kostruksi dimana rakyat disitu mempunyai hak atau nilai tersendiri dalam suatu formulasi yang dia kemudian bisa mencetuskan kehendaknya sehingga dia merasa sebuah tujuan negara itu mensejahterakan mereka. Terimakasih Wass.wr. wb,,, KETUA RAPAT: Wass,wr,wb, terimakasih… Berikutnya Pak Paulus Sumino dari DPD, silahkan…! DRS. PAULUS YAHONES SUMMINO, MM/KOMITE I DPD-RI: Kepada Pimpinan Komisi yang saya hormati Bang Buyung yang saya hormati, Bapak Ibu anggota Komisi 2 yang saya hormati, rekan-rekan anggota DPD. Saya mencermati apa yang di sampaikan Bang Buyung, saya merasakan kontradiksi yang dialami oleh Bang buyung, antara hati dan pikiran, tetapi sebenarnya saya melihat tidak terlalu kontradiksi, karena Bang Buyung bisa mampu memberikan sebuah solusi, jadi konflik batin sudah di selesaikan. Pada per umusan UUD. Prof. Dr. IUR. ADNAN BUYUNG NASUTION: Walaupun itu berhari-hari saya ga bisa tidur, karena ada perasaan takut dianggap kwalat (Di selangi suara tertawa Pak Paulus) DRS. PAULUS YAHONES SUMMINO, MM/KOMITE I DPD-RI: Jadi konflik batin sudah di selesaikan, he..he..nah Bang Buyung ini. Saya kalau ke Jogja juga hati-hati, he..he.. Bang Buyung pada saat perumusan UUD 45 itu sudah di cantumkan tentang penghormatan negara terahadap asal-usul dan pemerintahan yang bersifat khusus istimewa, artinya bahwa saat itu tentang istimewa itu tentu ada objeknya istimewa inikan sifatnya perdikatnya, tapi ada objek yang sedang di bicarakan. Hemat saya salah satu diantaranya Aceh dan Yogjakarta kemudian menjadi daerah Istimewa Jogjakarta dan Aceh. Artinya bahwa konsep itu sejak berdirinya negara itu sudah ada apalagi dengan disusuli oleh sikap dari pada kraton sendiri, yang kemudian di sambut dengan penetapan daripada Bung Karno, yang penetapan Bung Karno tersebut menjadi taradisi dalam tata pemerintahan negara Republik Indonesia untuk mengakomodir Yogja tetap berada dalam negara kesatuan, nah itu menjadi sampai

Page 50: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

119

sekarang. Memang benar apa yang disampaikan Bang Buyung bahwa UUD kita tidak rinci sehingga sampai sekarang ini menimbulkan masalah tapi memang pada saat ini, komisi 2 di tugasi oleh UU untuk menyusun UU ini yang diamanatkan oleh UUD. Bang Buyung dengan mengacu kepada tradisi pemerintahan yang telah dilandasannnya mulai dibangun oleh para pendiri negara termasuk bapak Buyung sendiri, saya pikir pemikirannya sudah sangat matang. Ketika pemerintah pusat memberikan juga pengakuan, pengukuhan dan membangun tradisi dari generasi ke generasi berikutnya, ini saya pikir juga menjadi ketatanegaraan yang dapat kita referens. Sehingga hemat saya Pemilihan, pengkajian dan akhirnya pemilihan suksesi kepemimpina Yogjakarta itu dengan rakyat Yogjakarta menghendaki penetapan, hemat saya ini hanya pilar demokrasi yang mendekatkan tradisi itu. Kalau kita bicara soal pemerintahan monarki di Yogjakarta hemat saya, saya tidak merasakan hal itu bahmwa pemerintahan Yogja monarki, saya orang Papua tapi kebetulan juga lahir di Jawa jadi juga saya tahu sistem monarki, pemerintahan monarki laksapto pandito ratu artinya apa yang dikatakan raja itulah norma, itu aturan, itu hukum. Tetapikan di Jogja tidak seperti itu, di Jogja itu sistem pemerintahannya adalah pemerintahan yang di dasarkan pada UU Negara Republik Indonesia, kemudian disusun di jabarkan dalam Perda propinsi, Perda Kabupaten / Kota. UUD kita menghendaki sistem pemerintahan demokratis. Nah, ketika Norma bukan lagi sabdo

pandito ratu tetapi adalah tatana struktur UU yang di bangun oleh pembangun UU dalam negara republik ini, saya pikir tidak layak di pertentangkan antara monarki dengan pemerintahan demokrasi di Yogjakarta. Nah ini untuk saya mau mendapatkan masukan daripada Bang Buyung, karena ada statemennya dari pada Bapak Presiden SBY, yang mempertentangkan itu. Yang kedua yang ingin saya tanyakan kepada Bang Buyung juga, bahwa kita bicara tentang tatacara suksesi. DPRD Kabupaten Yogyakarta itu ada 6 / 5 kalau ga salah, kemudian DPRD Propinsi ada 1 jadi ada 6 DPRD disana, ketika dia mengambil keputusan yang menyampaikan kepada DPD, yang mudah-mudahan sudah di sampaikan kepada DPR-RI, bahwa dalam lembaga demokrasi itu rakyat Yogjakarta menghendaki penetapan. Keputusan lembaga demokrasi ini apakah tidak memberikan bobot terhadap demokrasi yang sebenarnya kita tadi mau mengejar-ngejar itu, apakah itu dihadapan kita tangkap sebagai true demokrasi? Saya ingat itu konfrensi Demokrasi di Bali. Bahwa Demokrasi didorong untuk seluruh dunia tetapi hendaknya, ini kesepakatan mereka demokrasi itu di dasarkan kepada kearifan budaya lokal pada suatu bangsa jadi bukan demokrasi yang turunya dari Amerika menggeneralisir sebuah demokrasi suatu negara sistem dari sebuah negara. Oleh karena itu perkembangan demokrasi kita saya pikir mencari dasar demokrasi yang berlandaskan pada budaya Indonesia dan tentu saja ya kalo di Yogja ya Yogja. Pertanyaan saya yang ke 3, Bang Buyung kalau misalnya karena terjebak dengan pertentangan yang debateble pada kata pemilihan yang secara demokratis untuk gubernur dan wakil gubernur tadi dari narasumber terdahulu memberikan kunci pintu untuk membuka belenggu penjara pemikiran itu. Kalau kita hindarkan kata-kata gubernur kita pake saja kepala daerah maka disitu kita

Page 51: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

120

tak terjebak kepada pasal yang mewajibkan gubernur harus dipilih karena dalam amanat UU tidak ada kepala daerah yang di pilih, Apakah menurut pandangan Bang Buyung itu sudah menjadi satu alternatif barngkali tidak perlu menunggu 5 tahun lagi, pada akhirnya nanti kalau memang tidak ada jalan lain lagi saran dari Bang Buyung sebagai alternatif terakhir. Tetapi kita barangkali kita sebelum menunggu yang 5 tahun itu kita bisa menyelesaikan dengan memadukan pikiran ini, begitu juga dengan Propinsi Yogjakarta ga usah di sebut Propinsi daerah istimewa saja, karena memang sudah berlaku pada UU yang terlebih dahulu. Dengan begitu kita terlepas dari kontradiksi-kontradiksi yang kita alami dan juga bang Buyung alami tadi. Dengan begitu barangkali andaikata pemikiran tadi dapat di benarkan oleh Bang Buyung, kita bisa menggunakan alternatif Bang Buyung tapi tidak perlu harus tunggu 5 tahun kita tunggu pansus,panja lagi he..he…sehingga pekerjaan dapat selesai. Tapi kalau misalnya itu yang terakhir yang dapat kita pilih supaya kompromis pada situasi, terimakasih…. KETUA RAPAT: Terimakasih Pak Paulus, sudah mulai masuk ke ranah substansi dan posisi Bang Buyung ini saya kira bisa menjadi jalan tengah tadi Pak Paulus. Berikutnya kita ke kanan lagi, saya persilahkan yang terhormat kepada Pak Agun Gunanjar, Silahkan. DRS. AGUN GUNANDJAR SUDARSA, Bc IP, M.Si/F-PG: Terimakasih Pimpinan, Bang Buyung yang saya Hormati sebelah kiri bapak-bapak. Saya melihat memang persoalan Yogja ini masih banyak perbedaan pandangan dalam menyikapi soal Yogjakarta ini. Namun saya ada beberapa bagian yang sama dengan jalan pikiran Bang Buyung, tapi dalam kesimpulan pilihan mungkin agak berbeda. Perbedaannya itu kalau tadi Bang Buyung mengatakan persoalan katan dengan ternate lalu Cirebon dan lain sebagainya, kalau mereka ditetapkan, lalu mereka juga minta di tetapkan. Menuut saya mungkin tidak pas karena yang namanya Ternate, Cirebon, itukan sudah tidak ada masalah, tapi memang negara mengakui menghormati tradisi kesultanan tetap hidup itu diakui, sebagaimana konstitusi memberikan jaminan tidak bisa itu menjadi wacana yang dikait-kaitkan dengan persoalan Yogja ini, Yogja ya Yogja jadi sejarah kelahirannya Yogja menjadi bagian dari kesatuan republik Indonesia memang diawal pembentukan negara itu ada problem ada masalah, seperti yang juga dalam makalah Bang Buyung paparkan, tetapi persoalan Ternate, Cirebon itu sudah menjadi bagian wilayah negara kesatuan yang memang tidak pernah bermasalah karena memang dalam literatur yang saya baca, bahwa Belanda sekalipun itu tetap mengakui menghormati kedaulatan di kesultanan Yogja. Sehingga ketika sampai merdeka pun Indonesia tetap Sultan Yogja HB 9 itu tetap berkuasa di situ, sebelum merdeka pun dia sudah berkuasa di situ. Disitullah terjadi proses komunikasi politik antara pemerintah pusat Bung Karno sebagai Presiden dan HB 9 sebagai Sultan Jogja pada waktu itu. Di paparkan dengan demikian gamblang tentang perkembangan-perkembangan berikutnya, sehingga buat saya tidak heran ketika rujukan pasal 18 di konstitusi kita yang hanya 1 ayat, di sana pun menempatkan negara itu negara itu dalam pembentukan propinsi-propinsi itu dengan mengingat

Page 52: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

121

latar belakang sejarah pembentukannya daerah-daerah bahkan yang bersifat kehususan atau istimewa itu di pasal 18 tanpa ayat itupun yang pada tanggal 18 Agustus sudah tertuang teks nya seperti itu. Yang pada perkembangan berikutnya Bang Buyung sistem pemerintahan kita gunta-ganti, gunta–ganti pernah, RIS, pernah sistem parlementer dan sebagainya. Kembali ke Dekrit dan orde lamanya berikutnya dengan orde barunya, dan berakhir dengan reformasi dan kita pada pilihan pasal 9 itu di bedah, menjadi 3 pasal, pasal 18, pasal 18a dan Pasal 18 B. Pasal 18 itu mengatur tentang prinsif-perinsif penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk mengatur tentang gubernur yang di pilih secara demokrasi problem pada saat itu memang MPR belum menetapkan apakah masih memiliki kewenangan memilih Presiden atau wakil Presiden Bang Buyung menjadi salah seorang pakar yang setiap waktu setiap saat ikut mendampingi kami, karena pada saat itu di panitia ad hoc 1. Masukan-masukan Bang Buyung cukup banyak mewarnai pada pembahasan-pembahasan seperti itu yang akhirnya rumusan demokratislah yang kita pilih, karena ada problem. Pertama karena MPR belum menetapkan apakah milih Presiden atau tidak. Dan kedua memang kita temukan memang ada daerah kalau di pilih secara langsung akan timbul problem, salah satu contohnya kita baca Yogja, apakah iya kita menabrak begitu saja tanpa konsultasi dulu dengan latar belakang historis, dipilih secara langsung artinya semua warga Yogja punya hak untuk menjadi Gubernur. Akhirnya rumusan demokratis jadi pilihan pada saat itu. Lalu yang kedua pasal 18 a itu kita atur lebih pada hubungan wewenang, pembagian sumber daya alam antara pusat dan daerah, pengelolaan SDA nya itu diatur semua UU, dengan memperhatikan keragaman-keragaman daerah. Latar Belakang sejarah dan lainnya di pasal 18 yang lama di rumuskan kembali di pasal 18 b menjadi 2 ayat. Yang pertama itu negara mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Lalu yang pasal 18 b ayat 2 nya juga negara mengakui adat istiadat, kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta dengan hak-hak tradisionalnya. Nah itu diantaranya seperti kesultanan ternate, Cirebon, lalu desa-desa ada namanya subak, kampuang dan sebagainya. Makalah tentang itu Bang Buyung saya masih nyimpen. Problem kita hari ini menurut saya tetap bahwa secara historis Yogja memiliki perbedaan pembentukannya dengan daerah-daerah yang lain dan setelah saya lihat di dekumentasikan Bang Buyung jelas Keistimewaannya Yogja itu jelas sekali, keistimewaan itu bukan kepada Kesultanan itu yang bersifat Istimewa kalau saya menangkap. Keistimewaannya itu kepada Gubernurnya yang Sultan Yogja yang wakilnya itu adalah Paku Alam. Tapi tentang hukum positif yang berlaku hukum negara yang berlaku, bentuk negara yang berlaku, rejim pemerintahan yang berlaku semuanya satu tidak penah ada beda yang dilakukan tentang pendidikan, kesehatan, infrstruktur hanya budaya yang mungkin berbeda sehingga keistimewaan itu kami artikan dan dirumuskan dalam perundang-undangan berikutnya keistimewaannya ya itu, Gubernurnya dari Kesultanan Wakilnya dari Paku Alam itu ke Istimewaannya. Itu historis yang tidak bisa menurut saya kita nafikan begitu saja.

Page 53: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

122

Oleh karena itu bagaimana kedepan apakah kita akan tetap memperhatikan itu semua dengan perkembangan-perkembangan yang terjadi? kalau saya lebih melihatnya ada 3 pertimbangan kedepan yang harus kita rumuskan secara cermat secara arif dan bijak dalam memutuskan UU Yogja berkenaan dengan pemilihan kepala daerahnya. Yang pertama kita tidak mungkin membuat UU, DPR betul mempunyai kekuasaan membuat UU, pemerintah juga mempunyai kewenangan untuk memutuskan bersama untuk menjadi UU DIY, yang pertama tidak mungkin kita mengabaikan dasar hukum konstitusi kita. Dasar hukum konstitusi kita itu mengakui dan menghormati. Yang diakui dan di hormati itu apa? Yang diakui dan di hormati itu adalah Gubernur harus keturunan Sultan wakilnya harus keturunan Paku Alam itu diakui (historis). Yang kedua dalam membuat UU kita juga harus melihat latar belakang sosiologisnya. Secara sosiologis faktual hari ini saya melihat bahwa masyarakat Yogja, elemen-elemen publik di Yogja, ada orang yang mengatakan itu rekayasa dan sebagainya bagi pihak yang tidak menghendaki penetapan tapi fakta itu kita temukan dan kita dapatkan kalaupun tidak semuanya ada yang menghendaki komunitas yang sampai hari ini minta ketetapan, itu secara sosiologis fakta itu kita dapatkan. Apabila latar belakang historis dan latar belakang sosilogis ini tidak menemukan persoalan pada satu rumuskan yang kita dapatkan, maka harus kita pertajam latar belakang filosofis. Latar belakang filosofis ini yang mungkin saya yang sedikit berbeda dengan Bang Buyung. Latar belakang filosofis yang dikemukakan Bang Buyung lebih kepada tataran esensi prinsif-prinsif kedaulatan yang ada di tangan rakyat. Dalam sebuah negara demokrasi rakyatlah yang berkuasa rakyat lah yang menentukan segalanya. Sehingga berkembang pemikiran ada istilah monarki konstitusional yang menurut hemat kami pikiran monarki konstitusional ini sesungguhnya tidak relevan. Karena sesungguhnya setelah Indonesia merdeka tidak ada lagi monarki di kita, kerajaan apa ga ada, berdaulatnya reptop. Kalau rakyat kan ada berdaulat ya, pemerintahan ga, pemerintahan kita di Yogja sama ada Kodimnya, ada Koramilnya, ada polsek, lemabaga pengadilannya sama. Jadi kalau kita memperebatkan antara monarki dengan demokrasi menurut saya kehilangan relevansinya. Sehingga pemikiran tentang monarki konstitusional, tidak. Yang berikutnya pun pemikiran dipilih secara langsung dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, saya lebih berpendapat ini berbicara tentang landasan filosofis. Menurut saya juga ini mengingkari fakta sejarah, mengingkari yang sampai hari ini kostitusi mengakui dan menghormati itu. Jadi dipilih langsung dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat tidak bisa di terjemahkan seperti itu. Tapi mungkinkah di pilih secara langsung mungkin-mungkin saja, dengan rumusan seperti apa? Kembalikan rumusan tentang Yogja itu, kepada sejarahnya kepada sang pemilik kedaulatan. Jadi jangan kita mengaku rakyat Indonesia yang punya hak kedaulatan lalu, seenak-enaknya ngatur Yogja harus sama seperti kita, gak bisa…! Daerah lain bisa kita paksa Hindu menuntut supaya menjadi istimewa tidak bisa…! Wong sejarah kelahirannya begitu merdeka anda tunduk patuh kepada panitia pusat, Kaltim minta Istimewa karena sumber daya alam, ga bisa! Sehingga dalam perdebatan di panitia ad hok 1 yang namanya mengakui dan menghormati itu hanya di batasi 4 propinsi. Pertama

Page 54: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

123

itu Yogja, karena sejarah pembentukannya seperti itu, Aceh Darussalam karena pembentukannya seperti itu lalu Jakarta sebagai daerah khusus pembentukan khusus Ibukota karena memang berada di pusat supaya efesien dan efektif tidak ada daerah otonom di propinsi dan perkembangan setelah reformasi ya Papua karena memang mereka bergabung dengan Indonesia setelah tidak pada tahun 45. Sehinga 4 itu negara mengakui dan menghormati. Saya lebih pada bang Buyung jalan keluarnya itu. Kalau Bang Buyung secara filosofis belum menegaskan yang akan datang itu seperti apa? Bang buyung lebih kepada bentuk aja komisi Indevenden supaya memikirkan yang terbaik kedepan karena kita yang akan datang sudah ga ada, yang ada itu generasi selanjutnya kita. Itu saya pikir pemikiran yang cukup moderat, cukup maju. 5 tahun kedepan Bang Buyung lebih kepada pilihan secara historis, secara sosilogis, itu fakta, sehingga Bang Buyung sudah selesai tentang beban itu yaitu dengan, sudah 5 tahun tetapkan lah yang ada, menjadi kurun waktu 5 tahun. Dan dalam kurun waktu 5 tahun di bentuk komisi Independen untuk mempersiapkan Yogja berikutnya. Ini mungkin pemikiran Bang Buyung. Tapi kalu pemikiran saya landasan folsofis yang saya pake itu Bang Buyung. Demokrasi dari rakyat oleh rakyat, untuk rakyat, dengan ukuran-ukuran yang sama bagi setiap negara. Menurut hemat saya sesuatu yang pada akhirnya akan menapikan akan menggeser nilai-nilai kultural nilai-nilai budaya, habit (kebiasaan) yang tumbuh dan bahkan mungkin akan mengelemenir ideologi bagi sebuah negara bangsa. Karena demokrasi yang bergulir dalam konteks one man, one fut, one fell

you, hari ini bergerak dalam koridor konteks politik global yang tuntutannya menghendaki satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan budaya dan tidak ada lagi faham-faham nasionalisme itu, karena orientasinya bagaimana membuat rakyat sejahtera tanpa sekat, tanpa batas, yang terpenting efesien yang terpenting efektif dan kalau ini yg di kembangkan terus Bang Buyung. Saya sekarang dalam kondisi galau selaku ketua tim sosialisasi 4 pilar pada sila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika saya dalam kondisi gamang hari ini, karena sudah banyak pihak yang hari ini menyalahkan Indonesia tidak merdeka ini karena ideologi Pancasila, karena ketuhanan yang maha Esa, Atheis tumbuh subur. Muncul koalisi Bhineka Tunggal Ika, yang didalamnya ada sekolompok komunitas yang tidak mengakui dengan ke-Esaan Tuhan dan merasa punya hak hidup. Padahal hak asasi di kita, tidak bisa menggunakan secara hak asasi internasional, karena konstitusi kita memberikan pasal 28 z yang harus menikmati nilai-nilai sosial, nilai-nilai moral, nilai-nilai agama dan nilai persatuan dan kesatuan nasional kita di pasal 28 y, mengunci itu yang di protes oleh berbagai LSM di dalam negeri, yang mengatakan HAM kita itu tidak benar karena tidak merujuk kepada universal hak asasi internasional. Ini yang saya khawatirkan, sehingga saya lebih pada pilihan. Secara filosofis saya lebih pada pilihan tetap Gubernur itu bisa di pilih secara langsung apabila memang calonnya lebih dari 1, tapi sumber siapa yang bisa dan jadi gubernur menurut hemat saya harus dari kesultanan Yogja Wakilnya tetap dari Paku Alam. Namun apabila memang badan hukum kesultanan itu Paku Alaman itu telah memutuskan bahwa yang di calonkan itu hanya 1 orang, artinya memang kesultanan Jogja, Paku

Page 55: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

124

Alaman hanya memutuskan satu orang, ini yg di maksud dengan penetapan. Tapi memang kultur Kesultanan yang di hormati dan diakui itu kan ada mekanisme internal, serahkan pada mereka. Ini bisa berubah apabila memang yang berdaulat di sana raja adalah sultan dan rakyat yang ada di Yogja menghendaki berbeda, oleh karena itu menurur saya rumusannya tetap saja. Jadi artinya Gubernur Yogja harus dari keturunan Kesultanan Yogja Wakil Gubernur harus dari Paku Alaman. Yang penetapan nama dan sebagainya serahkan sepenuhnya kepaada Kesultanan dan kepada Paku Alaman. Setelah itu lalu dilakukan pemilihan, apabila memang pemilihannya hanya 1, ya artinya kita tinggal penetapan dilakukan di mana? Di DPRD setempat. Bagaimana mengantisipasi yang akan datang Bang Buyung ? menurut hemat saya hal-hal ini kita tidak boleh kunci, biarkanlah perkembangan-perkembangan kehidupan masyarakat di Yogja itu sendiri. Apa memang masyarakat Yogja sudah pada tataran pertumbuhan peradaban yang memang, misalnya ah kita sudah jenuh sudah ini, rakyat Yogja yang memutuskan atau Sultannya itu sendiri. Kesultanan memutuskan sudah kami akan mengahiri, kamu persilahkan semuanya kepada masyarakat Yogja akan ada dialog antara Sultannya dengan rakyatnya. Itulah menurut saya yang paling arif yang paling bijak yang kami lakukan, demikian Pimpinan Ass.wr.wb….. KETUA RAPAT: Wass…terimakasi Pak Agun. Saya kira ini menggambarkan betapa sekarang ini banyak orang yang galau, jadi kalau sekarang Pak Agun Galau Seskab Dipo Alam juga di sini Galau, semoga ga menular kegalauan ini kemana-mana. Berikutnya Ibu Mestariani Habi, silahkan…! Hj. MESTARIANY HABIE, SH/F-GERINDRA: Terimakasih Pimpinan, Yang saya hormati Pimpinan komisi 2, rekan-rekan anggota komisi dua dan rekan-rekan anggota DPD RI, teristimewa yang saya hormati Bang Buyung, Ass.wr.wb…salam sejahtera bagi kita semua saya tadi setuju dengan pendapat Bang Buyung mengatakan apabila kita membahas, kita harus terlebih dahulu mengtahui makna dari keistimewaan DIY, ini sehingga menurut saya substansi istimewa dari daerah istimewa yogjakarta ini terdiri dari 3 hal. Pertama kita melihat dari istimewa dalam secara pembentukan pemerintahan daerah istimewa, ini terlihat dalam pasal 18 UUD 45 berikut penjelasan asal-usulnya berikut juga bukti-bukti otentik dalam kesejaharaannya. Yang kedua istimewa dalam hal bentuk pemerintahan daerah istimewa Yogyakarta yang terdiri dari penggabungan 2 wilayah Kesultanan dan Paku Alam menjadi satu daerah setingkat Sementara yang ke 3, substansi istimewa bagi daerah Yogyakarta itu istimewa dalam hal kepala pemerintahan daerah Yogyakarta yang dijabat oleh Sultan dan Adipati yang bertahta. Nah terkait dengan substansi istimewa ini, kita juga mengetahui subangsih Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono yang ke 9 dan Sri Paku Alam ke 8 kepada Indonesia merupakan suatu hal yang

Page 56: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

125

tidak bisa diingkari, sehingga kemudian yogyakarta menjadi daerah istimewa. Dan Sri Sultan ke 9 dan Sri Paku Alam menjadi Dwi tunggal Pemerintahan daerah DIY seumur hidup. Pada kempatan ini saya dalam rangka ingin memperkaya ilmu tentang hukum tatanegara, Bang Buyung saya ingin mendapatkan pandangan dari Bang Buyung terkait dengan peraturan perundangan yang selama ini yang menyatakan posisi soal dwi tunggal sebagai pemegang tampuk pemerintahan propinsi DIY seumur hidup tersebut. Selanjutnya yang keduadalam pasal 18 ayat 4, UUD 45 menyebutkan Gubernur Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan dipilih secara demokratis dan di dalam pasal 18 ayat 18 a ayat 1 dan 18 b ayat 1, dimungkinkan ada kekhususan dan keistimewaan, menjadi pertentangan terutama bila dikaitkan dalam konteks DIY. Sementara untuk kekhususan dan keistimewaan Aceh dan Papua tidak bertentangan karena kedua propinsi tersebut walaupun khusus dan istimewa tapi Gubernur di pilih langsung oleh rakyat bagaimana pendapat dan pandangan Bang Buyung terkait nuansa yang bertentangan dengan pasal 18 dan pasal 18a dan pasal 18b terutama dalam konteks DIY? Selanjutnya yang terakhir dalam draft RUUK DIY, usul pemerintahan posisi Sri Sultan Hamangkubuwono 10 dan Sri Paku Alam 9 di tetapkan menjadi Gubernur Utama dan menjadi Wakil Gubernur Utama. Sementara posisi Gubernur dan Wakil Gubernur DIY dipilih oleh DPRD-DPRD, dimana di mungkinkan Sri Sultan dan Sri Paku Alam mencalonkan diri. Dan jika ini terjadi maka tidak boleh ada calon lain dalam konteks ke tatanegaraan apa pendapat Bang Buyung terkait usulan ini, terimakasih, wass.wr.wb… KETUA RAPAT: Terimakasih Bu Mestaryani. Tampaknya dari DPR sudah tuntas. Jadi tinggal dari DPD masih dua orang, saat ini kami persilahkan Yang terhormat Pak Wayan Sudirta, silahkan. I WAYAN SUDIRTA, SH/KOMITE I DPD-RI: Ini hari semakin senja bahan-bahan sudah hampir habis, jadi saya tidak akan mengulang apa yang sudah dikatakan. Bang Buyung yang saya hormati para hadirin. Pertama yang ingin saya sampaikan adalah orang seperti Bang Buyung memang benar, mungkin dia mengingkari tugas seorang intelektual seorang akademisi mesti berpikir seperti ini, tapi saya juga menghargai ketika Bang Buyung ini kalau sudah berbicara, aspirasi rakyat, nilai-nilai lokal yang masih hidup Bang Buyung juga bisa bersikap bijak melakukan kompromi. Oleh karena itu yang terisi dalam pikiran saya ini, Bang Buyung mengajarkan kepada kita masa kalian seorang politisi masa ga bisa kompromi-kompromi itu yang saya tangkap, kalau ini benar mudah-mudahan semua yang hadir disini menjadi saksi untuk mengembangkan kompromi-kompromi. Karena ini Lembaga politik biar bagaimanapun kompromi untuk kepentingan Bangsa itu harus. Yang berikutnya ini saya tunjukan pada Abang, Tapi Pak Agung dengan teman-teman sudah mengutip dengan Fasih Pasal 18 b ini, mungkin karena sudah berkali-kali sampai hapal di luar bacaannya, jadi di situ ada hal-hal yang bersifat istimewa bersifat khusus kemudian juga ada

Page 57: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

126

perkembangan masyarakat di akomodir lalu pasal 18b ini apakah tidak cukup kuat menampung andaikata masyarakat Yogya ingin penetapan. Jadi bagaimana persepsi Abang tentang pasal 18b jika masyarakat sampai DPR nya sampai orang-orang kampus berdasarkan hasil penelitian mereka mendukung bahkan makin hari makin banyak dukungannya. Dan jujur kami itu tertular Bang, di DPD itu paripurna jadi semuanya menyetujui. Ini soal, kan mereka selalu bertumpu pada pasal 18b dan merasa tidak ada kesalahan kalau kami bertumpu pada itu. Pasal 18b ini kita tahu kapan kelahirannya, sedangkan teori demokrasi mungkin jauh lebih tua dari pada ini. Oleh karena itu jika Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 1 Agustus 2008 memberi putusan atas gugatan Judisial riview dari DPD, MK memutuskan bahwa oh ya Jakarta itu boleh tidak boleh pemilihan Walikotanya karena apa? Karena ada pasal 18b. Dan itu ada no.nya Bang saya punya putusannya. Dan yang jadi soal pimpinan yang saya hormati. Saya khawatir Pemerintah belum dapat putusan MK ini, saya khawatir. Jadi keputusan MK nya jelas Pa, Sebab dalam keputusan MK itu jelas, bagaimana pasal 18b di akui di setarakan dengan pasal-pasal lain. Kemudian orang Papua juga boleh orang asli yang menjadi Gubernur, kemudian Aceh juga boleh minta syari’at Islam. Semua bertumpu pada pasal 18b ini. Oleh karena itu karena waktunya bisa pendek, saya tidak tahu apakah demikian banyak pertanyaan ini, hari ini Abang bisa menjawab dan bisa mengeluarkan kemampuannya. Saya khawatir kemampuannya luar biasa tapi waktunya pendek saya tidak tahu apakah kalau Abang tidak keberatan biar masuk Risalah, karena Abang ini salah satu tokoh yang masih di percaya indevendesinya bikinkan kami juga jawaban tertulis kalau saat ini Abang tidak lengkap, agar masuk dalam risalah kemasan Yogya ini. Agar 100 tahun kemudian nama Abang ini masih ada di hati para pembaca bagaimana sebenarnya Bang Buyung, mempunyai pendapat soal-soal keistimewaan, soal-soal nilai lokal, soal-soal kekhususan, nilai-nilai hidup dan kehendak masyarakat. Selanjuutnya Abang Buyung sudah menguak data dengan baik, ketika membela di Yogya dalam piver nya menyebutkan bahwa ternayata ketika Paku Alam ini di panggil tidak muncul di persidangan ketika ada kasus DPD. Saya tidak tahu apakah ini ketakutan hakim yang menjadikan tradisi tidak bisa manggil pejabat, mungkin Pak Ketua paham maksud saya ini dalam banyak hal memang mereka ga berani memanggil pejabat tertentu. Atau memang hakim ini sudah di rasuki pikiran Paku Alaman ini orang kebal hukum. Kalau ada yang punya pikiran yang kebal hukum memang ini bahaya bagi Bang Buyung, bahaya juga buat Kita. Kalau ada warga negara Indonesia yang merasa kebal hukum memang bahaya. Dan kalau memang ada keragua-raguan itu jalan keluarnya mungkin harus diatur dalam UU sekarang biar tidak ada kebal hukum sehingga bisa menjawab kehawatiran Abang. Sesungguhnya saya sendiri kalau boleh juga membuka masing-masing pernah mengatakan sikap pribadinya saya sendiri ketemu Bu Emas, saya sendiri paling anti feodal, di Bali saya dianggap pemberontak, tapi saya juga setelah satu-satu saya temui memberikan penjelasan

Page 58: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

127

termasuk Sopyan Efendi Matan Rektor Yogya. Nilai demokrasi yang paling kuat adalah demokrasi yang berakar pada budaya lokal ini belum lama saat dimasuki oleh Pak Agun ini. Oleh karena itu sekali lagi bagaimana ini? Apakah kebhinekaan yang ada masih terjamin kehidupannya kalau misalnya orang Yogya mengharapkan penetapan tidak boleh. Kemudian tadi disinggung oleh beberapa pembicara juga mengenai, bagaimana Sultan hanya berkuasa di Kratonnyai, di luar Beliau sama sekali tidak memiliki kekebalan. Ini sama dengan yang tadi saya hanya ingin menambahkan bahwa ada ga kekhawatiran-kekhawatiran lain selain yang dikemukakan disini saya berharap UU ini juga menjawab semua kekhawatiran itu. Kekhawatiran jangan dibiarkan dan jangan membuat kita takut kekhawatiran di jawab dengan pasal UU dengan ayat-ayatnya. Kemudian yang perlu kita pahami sekarang, ini suasana hati kita mesti ada sambung rasa ada benang merah dengan masyarakat Yogya. Kenapa mereka bersikukuh ingin penetapan? Pertanyaannya agak mundur sedikit, kenapa mereka bersikukuh penetapan ? bisa sangat hormat sama Sultan bisa kana relatif sejahtera, bisa juga orang Yogya mulai tidak senang pada orang yang menentang Sultan yang berhadapan dengan Sultan , bisa juga mohon maaf ya tanda petik., orang- orang yang tidak senang sama SBY kesempatan sekarang bergabung sama Sultan, bisa saja kan. Oleh karena itu sekarang demikian melonjak dukungan pada penetapan. Okelah sekarang karena dukungan pada penetapan saya setuju. Yang sekarng faktanya rakyat seperti itu, maka Bang Buyung seratus persen betul itu, yang sekarang kasih aja dulu penetapan. Kelak kalau masyarakat berpikir berubah. Ga ada yang bisa menghalangi, karena pasal 18b juga mengatakan perkemabangan masyarakat itu penting diperhatikan. Kelak kalau Sultannya tidak begitu baik pasti ga akan di minta penetapan. Kelak kalau pemilihan kepala daerah tidak Kolusi tidak money politik dan sebagainya, bisa saja masyarakat Yogya berubah. Bisa saja sekarang mereka minta penetapan karena hasil-hasil yang ada sekarang tidak mencerminkan calon kepala daerah yang baik asliya ini tidak terlalu baik. Maka terdapatlah 17 Gubernur, dan 33 Gubernur yang menjadi tersangka. Jadi bisa akumulasi persooalan menyebabkan penetapan ini ada. Oleh karena itu saya tidak pesimis kalau kelak memang rakyat keadaan ini berubah, UU yang kali ini mengatakan penetapan bisa di rubah juga. UUD juga bisa di rubah kenapa UU tidak . Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, ada berbeda sedikit dengan Abang tapi suasana kebatinannya sama Bang ini hanya soal pilihan jangka pendek dan jangka panjang. Kalau jangka panjang kalau Sultannya kalau Sultan nya ga baik kalau pemilihan kepala daerahnya baik pasti rakyat Yogya lebih tahu tentang dirinya bagaimana dia menentukan pilihan. Yang paling akhir Bang, ada ahli hukum yang menyatakan begini saya tidak tahu ini benar atau tidak. Kalau kita membuat UU untuk satu wilayah, golongan atau sektor terntentu mestinya yang menjadi Subyek yang dijadikan patokan adalah aspirasi dari daerah dan orang, kelompok atau sektor yang bersangkutan. Jangan sekali-kali kalau bikin UU Aceh kita mecari aspirasi di Papua, tidak boleh sudut pandang Papua di di gunakan memotret dan membuat pasal-pasal UU Aceh, dan seterusnya. Demikian juga Yogya, kalau memang Yogya bisa dijadikan patokan / dasar untuk melihat dengan

Page 59: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

128

kacamat Yogya dalam membuat UU ini bisa jadi kita sepakat bahwa sesungguhnya memang kita tidak bisa mengelak, karena Yogya menghendaki penetapan. Terima Kasih. KETUA RAPAT: Terimakasih, kita pikir Pak Wayan agak singkat, karena sudah penuh, ternyata, he..he..he.. Sekalian sesuai dengan tata tertib kita mesti selesai sampai jam 4, tapi saya kira kita bisa perpanjang sesuai kesapakatan kita sampai jam berapa nih kita? Jam 16.30 ya? Setengah 5 ya? Ox kita nanti masih ada yang terakhir Pak Jhon nanti kita beri kesempatan pada tamu kita kepada Bang Buyung. Selanjutnya yang terakhir Pak Jhon Pieris dari DPD-RI silahkan? Prof. JHON PIERES/KOMITE I DPD-RI: Terimakasih Pimpinan, Bang Buyung yang saya Hormati , saudara sekalian Anggota DPR-RI maupun DPD-RI komisi 2 dan Komisi 1 DPD RI. Bang Buyung sebagian Pakar hukum tatanegara Indonesia mengatakan begini, kalau pada sila keempat itu Presiden tidak harus dipilih oleh Rakyat tapi di pilih oleh MPR. Karena kerakyatan itukan harus dipimpin dengan kehikmatan kita melalui perwakilan dan permusyawaratan, harus seperti itu. Tapi kemudian terjadi reformasi politik dan reformasi konstitusi lantas dipilih langsung. Diikuti dengan Gubernur, Bupati dan seterusnya. Tapi ada perkembangan menarik bahwa sistem pemilihan langsung itu justru mencederai demokrasi substansial itu, yang prosedural itu mencederai yang substansial, money politik dan hal-hal lain yang terjadi di berbagai daerah, itu melelahkan. Lalu ada pikiran untuk Gubernur dan Bupati dipilih oleh parlemen lagi? Oke-olke saja tergantung kita nih, tergantung DPR dan Presiden, tergantung partai-partai politik. Kalau Gubernur Bupati sudah dipilih oleh DPRD nanti katakanlah seperti itu ini berbanding lurus juga dengan Gubernur Yogyakarta bisa di tetapkan. Jadi tetap status quo begitu. Itung-itungannya begitu, komrominya begitu. Dan saya lihat makin tua mungkin kompromi jadinya nih, DPD juga tidak bermaksud mempertahankan argumentasi dan kira-kira kita cari jalan yang terbaik ya Pak. Itu sebabnya dualisme kepemimpinan mungkin yang di khawatirkan Bang Buyung itu tidak perlu, terjadi dan kalau terjadi itu malapetaka besar buat kita sendiri. Lalu tahta untuk rakyat Pak. Saya menyimak tadi keterangan Bang Buyung bahwa kedepan kalau kesultanan menghendaki status Gubernur, tergantung dari pemerintah tergantung dari negara, nah sekarang tergantung dari kita, tergantung DPR tergantung Presiden dan juga saya kira tergantung DPD sedikit-sedikit lah, he..he.., ada lah he..he.. Apa salahnya Bang Buyung, saya suka Bang Buyung karena itu, apaka penetapan itu bertentangan dengan Pancasila? Apakah penetapan bertentangan dengan semua kitab suci? Ga dan konsensu 45 itu Pancasila titik bukan Pancasila Plus. Tapi sekarang plus banyak. Yang jadi Gubernur harus hitam dan rambut keriting kan tidak boleh, tidak boleh orang lain. Ya saya rambut keriting juga karena bukan orang Papua tidak boleh jadi Gubernur. Aceh syari’at Islam jadi negara membuka

Page 60: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

129

ruang yang begitu kreatif untuk mencari paradigma yang pas. Dan hasilnya trikal, otonomi juga tidak bisa simetris. Demokrasi juga seperti itu. problem demokrasi lokal. Jadi saya tidak mau kalau ada national wisdom menyingkir lokal wisdom seperti itu.kesadaran hukum dan kesadaran politik, masyarakat lokal justru itu sumber hukum. Kalau masyarakat Yogyakarta bermusyawarah dengan cara mereka dan saya yakin iya. Bermusyawarah dengan cara mereka dan mereka memilih peneka dan mereka memilih penetapan. Apakah negara menolak itu? Agak susah karena sudah ada ancaman referendum sudah ada ancaman itu, walaupun juga saya tidak sependapat dengan ancaman itu sama dengan ketua jangan lah. Karena fungsi dari integratis dari konstitusi itu harus kita jaga. Saya merasa terhormat jadi senator dari maluku dari pada jadi menteri pada Republik Maluku Selatan (Republik mimpi) kan begitu Bang Buyung. Jadi saya kira ada hal yang sensitif . Kalau saja dikatakan tadi dia merupakan simbol, budaya, Sultan itu ya. Apakah masyarakat Yogyakarta dapat menerima itu? Saya yakin dan percaya mereka tidak bisa menerima itu. Selain sebagai simbol kultural mereka juga menginginkan Sultan sebagai kekuatan Magis untuk mengintegrasikan masyarakat Yogya dan sekaligus sebagai kepala daerah. Terimakasih Pak Ketua. KETUA RAPAT: Terimakasih Pak Jhon Pieres. DRS. H. DJUFRI/F-DEMOKRAT: Pimpinan sebentar instrupsi… KETUA RAPAT: Silahkan Pak Jufri DRS. H. DJUFRI/F-DEMOKRAT: Semenjak kemarin dulu kita sudah bicarakan tentang masyarakat Yogya. Kita mau tanya kepada Bang Buyung, maksud Bang Buyung masyarakat Yogya itu siapa saja? Terimakasih. KETUA RAPAT: Oke, terimakasih. Saudara sekalian tampaknya dari pendapat, tanggapan dan pendalaman dari anggota DPR RI dan DPD RI ini menggambarkan bagaimana kayanya pemikiran kita. Banyak aspek yang memang harus kita bahas. Dan ini juga pertama kali UU MD3 yang baru yang melibatkan DPD dalam pembahasan UU , baru sekarang ini di implementasikan. Jadi saya kira banyak yang sebenarnya yang perlu kita berikan tanggapan pada Bang Buyung untuk memberikan respon kita harapkan bisa mendapatkan secara konferhensif dan ada pencerahan pada hari ini. Karena kita akan terus berproses, termasuk nanti kita akan Undang Sultan, duduk di tempat seperti Bang Buyung, nanti juga kita akan ke Yogya. Silahkan Bang Buyung…! Prof. Dr. IUR. ADNAN BUYUNG NASUTION: Saya ucapkan terimakasih dulu kepada semua anggota yang terhormat, saya berbangga pertanyaannya bermuncul mendalam menukik konferhensiflah yah melihat berbagai aspek persoalan

Page 61: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

130

ini sampai pertanyaan terakhir itu menggoda bener bagi saya, apa sih masyarakat Yogya itu? Saya kira itu kuncinya masyarakat Yogya ini. Saya mau jawab dari situ dulu ya. Bangsa kita ini bangsa berkembang. Justru ini yang terakhir semalam beri soul saya telepon temen-temen saya di Yogya sudah 30, 40 tahun yang paling risen atau LSM –LSM juga, para Cendikiawan yang tamatan Gajah Mada banyak di Jakarta ini. Saya mencari itu what does mean? apa masyarakat Yogya itu? Kan jawabannya begini sekarang ini sulit kita memastikan, makanya saya ambil masyarakat transisi yang 5 tahun itu. Menunggu berkembang ini dan menjadi mengkristal. Sekarang apa yang dikatakan Wayan itu betul. Campur aduk perasaan itu. Cobalah kita lihat, pada waktu Pemilu dulu, Sultan kan mencalonkan diri dengan Partainya dapat berapa persen ? hanya dapat 2%! Tapi sekarang melonjak tinggi, suport pada Beliau. Sehingga suara yang misalnya tidak setuju dengan penetapan tidak berani ngomong di Yogya ini, satu orang yang berani ngomong Akmal mantan rektor. Dia bilang masa itu kaya PKI, ribut kan orang semua di demo dia di rumahnya di suruh cabut dan minta maaf. Jadi kalau saya di tanya pendapatnya, masyarakat ini sekarang sedang bergolak dibusi yang betul-betul tinggi sekali kecintaan pada Sultan untuk tapsir Sultan di Tetapkan, itu yang tidak bisa terbantahkan. Tapi tidak semua orang di Yogya itu setuju, masalahnya orang yang tidak setuju di Yogya itu tidak mau ngomong ini kalau saya boleh terus terang tidak sat koranpun berani bicara karena memang sudah begitu situasinya yang berkembang. Tapi dari para cendikiawan ini yang saya dengar, Bang saya ini 10 tahun di Yogya, saya lihat temen-temen saya generasi muda terjadi proses transformasi di Yogya sekarang. Jadi masyarakat yang feodal menuju egalitarianisme ke arah egaliter dan itu nantinya akan menentukan masa depan. Kalau masyarakat sudah egaliter ga ada yang mau Sultan ko jadi Gubernur. Setiap orang sama artinya 1 warga negara ga istimewa dong. Kalau Beliau mau menjadi Gubernur juga kepala daerah ya turunlah menjadi rakyat terpilih bisa begitu sutu masa. Tapi sekarang tidak mungkin kita berbuat seperti itu, situasi amat emosional dan saya percaya kata Pak Wayan tadi. Isue SBY ini memang keterlaluan mempertentangkan Monarki dengan nilai-nilai demokrasi. Kapan Sultan Monarki? Saya tidak jelas sejarahnya kan, tidak pernah lagi Beliau, Beliau sendiri, secara praktek ketatanegaraan kalu bisa dianggap sebagai konvensi, merobah monarki itu ke arah kerakyatan. Oh benar itu dipilih diikuti model Jakarta menyesuaikan dengan UUD 45. Ada KNIP yang sekarang berubah jadi badan Legislatif ada badan pekerja yang bertanggung jawab pada KNIP. Di daerah juga begitu ada KNIP daerah ada pemerintah daerah Dewan daerah terdiri dari 5 orang, 2 itu Sultan dan Paku Alam jadi koresial ya tidak lagi otoriter monarki tidak lagi otokrasi. Itu memang tidak pernah Yogya itu otokrasi, Sultan sudah meninggalkan itu. Jadi salah lah kalau ada yang menuduh Sultan mau bikin menjadi monarki. Kalau Beliau dalam keadaan gamang itu bisa. Apa cita-cita Beliau sebagai Ayahandanya kemudian Beliau sebagai Demokrat sejati sama dengan negara biasa yang tetap dipertahankan adalah keratonnya seperti yang dikatakan dalam bukunya Adma Kusumah seperti kraton Yogya, seperti Cirebon di pertahankan, nilai-nilai budayanya tapi Gubernur di pilih.

Page 62: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

131

Tapi sekarang tidak mungkin keluarga kerabat keraton, masyarakat pendukungnya, struktur yang lama dari periode waktu sampai ke desa-desa ini, semuanya kan ikut dalam demonstrasi mendukung Sultan. Jadi secara emosional dan tradisi ini, menguat sekarang ini. Tapi saya ingin moment bicara ini tadi yang dikatakan Gunanjar filosofis tapi memang bukan soal kofisorofis tapi soal komitmen, kita mau kemana bangsa ini? Saya setuju dengan pandangan bahwa selalu kita harus melihat nilai-nilai budaya kearifan lokal. Oke tapi To work Estate wiser piper harapan dengan nilai-nilai universal, disini saya mengakui saya penganut pahan Universal. Karena saya sudah 2 kali dalam sejarah orang yang mengacu pada nilai-nilai lokal dan mengagungkan itu, itu merusak negara kita. Soekarno bilang apa Beliau? Dulu Demokrat sejati, tapi tahun 59 saya sekolah di Australia tapi saya baca beliau mengangguk-anggukan kita harus kembali kepada demokrasi asli Indonesia Demokrasi yang sesuai dengan jiwa, semangat dan kepribadian bangsa. So what akhirnya? Demokrsi terpimpin apa? Diktator kan?! Itu dari periode Hatta. Dimana Hatta ngomong di Gajah Mada, waktu pamitan sama rakyat Indonesia. Hati-hati ini mengarah kepada Otoriterisme dengan alasan budaya lokal. Begitu juga Soeharto……kepada jati diri Bangsa istilahnya itulah segala P4 di buat kan hancur juga. Jadi saya menganut kepada paham nilai-nilai universal, norma-norma universal, tapi di dalam universal itu di akui dan hormati hak-hak yang lokal yang baik. Yang baik dalam arti menunjang kepada Universalisme, kalau tidak celaka kita. Saya pernah berdebat tentang nilai-nilai budaya lokal itu. Nilai budaya lokal apa yang kita pertahankan? Menurut saya konjusif menunjang kepada Indonesia punya bangsa yang menganut paham atau sesuai dengan martabat kemanusian yang universal. Jadi itu secara Filosof seperti itu saya, sebab kalau tidak bahaya kita. Nilai-nilai lokal itu bisa menghambat kita maju. Kita maju kita di tarik wah ini kita ko kebarat-baratan nah itulah timbul. Padahal sebenarnya tidak ada barat dan timur, kalau misalnya HAM itu memang itu perjuangan manusia menghadapi tirani kekuasaan, mulai di Inggris, di AS, Francis. Bacalah Hobers, Jhon Lock, montosqou, itu semuanya kan begitu perlawanan manusia terhadap penindasan, kungkungan. Tapi kita tidak bisa seperti membalikan tangan ini sulitnya memang kita harus akui Yogya masyarakatnya sekarang sedang bergolak, secara emosional ingin mempertahankan Sultan, ya pertahankanlah dulu, habis 5 tahun. Itu mintain nah kita coba buat komite itu coba mengkaji kembali bagaimana sich efektifitasnya pernah diukur? Bahwa pemerintahan model sekarang ini efektif tidak? Ada Gubernur yang mempunya kharisma tetapi dengan otonomi luas sampai Kabupaten-Kabupaten para Bupati ga denger sama Sultannya lagi. Apalagi soal pertanahan sensitif sekali. Lihatlah tanah Kulot Progo misalnya mau di bikin jadi konsisi apa itu, kan ribut. Ada hal-hal yang memang dilematis itu betul. Kita betul-betul harus jauh memikirkan kedepan memang saya setuju, lokal daerah itu apa? Tetapi UU ini karena tekan juga didalam menghormati ya, Pasal apa ini eeee……………….ayat satu ini kan. “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan kepala daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, yang diatur dengan UU ”. Jadi tidak otomatis begitu harus di atur UU. Nah kenapa UU karena memang kitakan Goverment by los, bukan

Page 63: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

132

government by man, bukan government by the gree. Itu nilai-nilai universalnya norma itu harus kita pegang teguh kalau ga keluar lagi Pempres-Pempres jaman Soekarno. Itukan semuanya the creet, yang menurut saya tidak bisa kita tolelir, kalau secara universal ga ada budaya teraki pemerintahan dulu itu. Jadi sekarang kembali pada Yogya ya, jadi panjang sory saya…begitu ya…he..he.. sampai keluar unek-unek semua. Pak Faruk ya pertama kali melihat itu. Memang betul ada perbedaan yang melihat itu. Bagaimana Pangeran Purboyo itu mungkin Beliau, saya tidak mengatakan Beliau pasti, tapi saya ingin mengatakan bahwa Beliau orang yang sangat berpengaruh mewakili daerah Istimewa Yogya maupun Kesultanan Solo pada waktu itu. Tapikan tadi saya katakan inses menghendaki supaya di berikan sang of Jure Pemerintahan sendiri buat Yogya dan Paku Alaman, Soekarno tolak itu berarti negara dalam negara, itu sudah jelas dalam permulaan. Makanya saya melihat jangan dari situ saja lihat prakteknya Sultan Grajulde secara bertahap menyerahkan pemerintahan itu kepada, sesuai dengan struktur pemerintahan pusat ada pada legislatif ada pada eksekutif, eksekutisf korisial tidak dia sendiri. Nah dalam UU nya dikatakan yang tadi ada dalam peraturan pemerintah ya, dan kemudian UU no.22 yang di sebut oleh anggota tadi ya. No.22 itu mengatakan begini ada beberapa pasal ayat 1,2,3, ayat 3 nya, “Dapat di tetapkan sebagai

daerah istimewa yang setingkat dengan propinsi kabupaten atau dewan yang berhak mengatur rumah

tangga sendiri.” Yang berikutnya mengatakan pasal…ayat 1 nya mengatur cara pengisian jabatan kepala daerah khusus dearah propinsi, setelah itu dikatakan, kepala daerah propinsi diangkat oleh Presiden dari sedikit-sedikitnya 2 atau 4 orang yang diajukan oleh dewan beberapa….daerah. Artinya apa tetap harus dipilih oleh DPRD tidak pernah Sultan itu jadi ketua Dewan itu langsung, karena menghormati dewan daerah. Tapi pemerintah pusat waktu iitu memang langsung menetapkan Beliau sebagai kepala daerah. Tapi kalau melihat UU mengatakan dipilih oleh DPRD, tapi sekarang sudah berubah jadi di plih lansung oleh rakyat. Apa yang dikatakan tadi sekali lagi oleh siapa tadi yang bicara ya? Sekali lagi kita ini demokratisasi yang begitu luas tapi prakteknya money politik, ini memang satu hal yang perlu di simak kembali atau kita renungkan. Salahnya pada sistemkah? bahwa kita langsung menganut nilai-nilai universal bahwa pemilihan langsung, karena kita anggap itu lebih demokratik daripada pemilihan melalui MPR yang dalam 2 periode berarti 40 tahun kita merdeka selalu bisa di manipulir. Bung Karno diangkat seumur Hidup, konstitusi tidak bisa bilang appa-apa. Soeharto mengangkat dirinya terus 5 kali sampai 6 kali tidak bisa apa-apa. Makanya timbul sudahlah pilihlah langsung 2 kali masa jabatan. Karena praktek ketatanegaraan kita sendiri ternyata mudah sekali memanipulir MPR. Tapi kalau di tanya secara substansial sekarang dengan B langsung memang betul-betul murni, saya ga bisa jawab. Ini proses waktu agar lebih matang nah inilah tugas kita termasuk para pemimpin di DPR ini, para tokoh politik. Karena Hatta pernah mengatakan, ini sering saya pake dalam kegiatan kuliah saya, Hatta pada tahun 55 itu dalam bukunya Demokrasi Kita, bukunya kecil paling 20

Page 64: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

133

halaman belilah kalau masih bisa dapat, Beliau katakan hukum besi sejarah 1 negara demokrasi akan hancur apabila para pemimpinnya, para tokoh masyarakat tidak bisa memimpin rakyat itu menggunakan hak politiknya berdemokrasi dan akhirnya akan mengundang tirani kekuasaan, diktator kembali nanti suatu saat rakyat sadar penindasan itu berontak lagi, timbul lagi demokrasi. Tapi kalau demokrasi tidak di kelola dengan baik oleh para pemimpinnya sendiri akan timbul chaos lagi balik lagi ke Tirani, begitulah terus jaman ini berputar. Oleh karena itu memang tanggung jawab kita berat sekali, bagaimana kesempatan yang kita peroleh dengan bersyukur kepada Tuhan Allah SWT kita berhasil melakukan proses kemerdekaan ini dari keadaan otoritarian ke demokrasi sampai hancur demokrasi karena kesalahan kita juga. Kembali ke persoalan Yogya, kalau memang daerah istimewa itu diakui dan di hormati tapi harus diatur oleh UU tidak cukup masyarakat Yogya saja tentunya, harus dilihat dalam konteks Indonesia keseluruhnya. Makanya makanya harus di bentuk UU, siapa yang membuat UU adalah pemerintah dan kalian (DPR). Tentu saja DPR sebagai wakil rakyat harus melihat aspirasi Yogya. Saya menilai situasi sekarang tidak bisa kita anggap itulah kongkritisasi keseluruhan dari pendapat dari Yogya. Masih diperlukan waktu dimana bergolak mengkristal, baru bisa lihat persis bagaimana sebenarnya masyarakat Yogya itu. Jadi itu diperlukan kesabaran, diperlukan komisi indevenden yang benar-benar indevenden melihat dulu coba diadakan observasi ya sabar ibu ya, bagaimana berjalan pemerintahan sekarang? Efektif atau tidak, kurangnya dimana? Salah nya dimana? Saya lihat dalam membuat kedepan ini bisa kita berdasarkan fakta-fakta, data-data empiris. Bukan sebatas asumsi-asumsi saja. Jadi kembali kepada Pak Faruk ya, perbedaan tadi yang satu daerah istimewa yang ini daerah dari Republik Indonesia itu bisa dilihat dari prakteknya di Yogya itu bagaimana? Sultan mengikuti UUD negara sendiri. Pak Jufri, tadi saya kira saya sudah jawab, bahwa Kesatuan Indonesia menurut saya memang suatu negara yang besar sekali. Saya kalau di tanya sistem pemerintahan atau struktur kita kedepan, masih dalam pergolakan pemikiran. Saya seorang di besarkan di Yogya. Maka dari itu saya sangat berutang budi dengan Sri Sultan karena hidup keluarga saya itu di topang sama sultan dalam 1 bulan dapat uang saku ringgit untuk bisa makan beli beras, selebihnya saya makan dua kali, nasi seminggu yang keras makan tiwul begitu lah peran gaib di Yogya jaman revolusi itu, karena orang-orang yang setia yang bertahan di Yogya sebagai orang republik sedikit, sebab banyak lari ke daerah dengan evakuasai Belanda pada lari ke daerah, ada yang ke Jakarta, ke Bandung, Semarang, Surabaya, hanya sedikit yang bertahan keYogya. Jadi kita rasakan sekali lah penderitaan dan dimana figur Sulta menjadi sentrum perjuangan ya, buat kita semua. Jadi ada satu ikatan itu tapi toh saya harus rasionil mengatakan, kita harus melihat juga bukan hanya daerah Yogya tapi Indonesia sebagai keseluruhan bagaimana negara kesatuan ini kita kembangkan tetap memberikan tempat kepada nilai-nilai kearifan dan budaya lokal. Apakah penetapan terus menerus, saya kira ini akan bertentantangan dengan nilai-nilai dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat. Apalagi dengan pengalaman empiris saya pernah terjadi. Itu tadi

Page 65: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

134

yang di tanyakan Pak Wayan. Saya membela kepala Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah (BPD), di dalam proses sidang ketahuan bahwa uang yang dikeluarkannya itu dianggap korupsi pengelapan itu hanya karena di perintah sama Sri Paku Alam. Maka saya dengan lancangnya minta panggil Sri Paku Alam. Wah ribut Yogya koran-koran ribut semua. Itu tabu, memanggil Sultan atau Sri Paku Alam ke pengadilan, Beliau bukan warga negara biasa, bukan permasalahan seperti yang dikatakan Pak Wayan tadi kebal hukum bukan. Memang didalam pandangan satu alam yang berlaku dari dulu kan Kick can do now wrong, seorang Sultan ga bisa salah seperti orang biasa. Di jadikan saksi ga mungkin di terima oleh akal sehat di situ pada waktu itu tahun 80 persisnya. Jadi ini buat saya menjadi masalah bagaimana kedepan kalau misalnya Sultan yang dipilih menjadi Gubernur ataupun di tetapkan menjadi Gubernur, namun ada pemikiran tentang pertanggung jawab hukum. KETUA RAPAT: Sebentar perlu menyepakati kembali, tadi setengah lima, kita perpanjang lagi sampai jam lima ya maksimal, Oke silahkan. Prof. Dr. IUR. ADNAN BUYUNG NASUTION: Pak Jufri sudah terjawab ya pertanyaannya apa masih belum? Kalau Pak Faruk sudah, Pak jufri? Sudah ya. Nah Ibu Mutia tadi. Yang memang mengatakan dari dulu kan waktu negara ini berdiri sudah ada dari satu piagam perlakuan integrisasi kepada berintegrasi pada NKRI ya. Sekarang UU no.32 48 itu di akui absolut sampai mana soal usul itu. Kalau saya lebih melihatnya hak asal-usul ini lebih kepada keratonnya ya. Keraton Yogya itu harus tetap infak. Sultan sebagai kepala keluarga dan juga simbol daerah Istimewa Yogyakarta ini dipertahankan dengan seluruh perangkat, keratonnya, seluruh instrumen untuk kekeratonan dengan nilai-nilai budaya semua dan juga tradisinya. Itu yang harus dipertahankan. Tapi kalau pemerintahan daerah memang harus tunduk kepada azas universal di Indonesia ini. Jangan kita menyimpang terlalu jauh, sehingga akhirnya kita walaupun tidak relevan dikatakan oleh Pak Gunanjar tadi saya tetap khawatir kalau terlalu jauh kita menyimpang ya akhirnya kita bisa tuntutan pada federalisme dimana tiap-tiap daerah merasa punya hak seperti yang dikatakan Pak Rudwangi menentukan sendiri kehendaknya mau bagimana mengatur daerahnya. Lah kan kita tidak setuju itu……saya sebagai rakyat republiked saya belum sama sekali tidak terima dan itidak ikhlas. Tapi saya memahami kita tidak bisa apa yang dikatakan didalam debat konstituante bagus itu. Pada waktu Bung Karno mengatakan kita harus pertahankan…… ini sampai kiamat, sampai akhir jaman. Yang menolak siapa? Hanafi murid Bung Karno sendiri, Beliau katakan tidak bisa kita tidak punya kearifan yang berhak moral untuk menentukan apa yang terbaik untuk masa depan, biarlah anak cucu kita yang menentukan yang terbaik buat dirinya? Saya kira itu satu nasihat yang baik buat kita juga. Kita tidak bisa menentukan dalam situasi sekarang, apa seterusnya daerah istimewa ini semua. Perkembangan demokrasi bagi saya adalah memiliki nilai-nilai Universal bahwa pemerintahan

Page 66: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

135

ini dipilih dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Bahwa pemerintah yang berkuasa itu harus terbatas kekuasaannya, itu namanya konstitusional government in drof. Bahwa kekuasaan terbatas itu bukan si penguasa saja tapi rakyatnya yang mayoritas perlu di jaga. Jangan sampai terjadi kekuasaan tirani Mayoritas. Nah sekarang saya melihat itu bahayanya. Misalnya kekuatan fundamentalis pengen memaksakan kehendaknya pemerintahnya ga berdaya. Kalau ini di teruskan bahaya perkembangan negara kita. Saya ga bisa mengerti suatu pemerintahan diam, saat diancam kalau tidak setuju bubarkan membubarkan Ahmadiyah Revolusi. Barang siapa yang berani bubarkan FPI kita gulingkan pemerintah SBY, loh ko dibiarkan, saya ga mengerti itu. Entah kalau Anggota DPR memahami itu saya ga memahami itu, dan saya sudah mengatakan itu merupakan sudah dalam bentuk makar. Ya paling tidak di periksa kan masih ada pemeriksaan, paling tanggung jawab, apakah bisa jadi di teruskan atau tidak tapi masih ada tindakan eksetum paling tidak memanggil dan memeriksa orangnya, tidak di biarkan saja. Jadi Demokrasi kita buat saya demokrasi masih berkembang terus, tapi prinsif-prinsif universal tentang dipilih oleh rakya, dari rakyat, untuk rakyat, bertanggung jawab dalam arti limited terbatas kekuasaannya tidak boleh sewenang-wenang lagi, harus dilindungi hak asasi manusia, termasuk hak minoritas. Itu nilai-nilai universal. Kalau kita lupa hal itu, kita akhirnya nanti terbawa arus kepada satu sistem pemerintahan yang menurut saya partikularistik. Nah itu berbahaya tiap lokal punya partikularme sendiri. Ini tadi dari Pak Paulus memperkuat apa yang saya katakan. Yogya itu terdiri dari DPRD tapi satu dewan pemerintahan daerah saja. Itu menunjukan betapa azas-azas demokrasi di sana sudah berjalan sejak itu. Persoalannya memang walaupun kepala daerah itu dulu DPRD berdua atau 4 orang di sahkan oleh presiden DPRD Yogya numpanglah itu mengunakan hal itu. Saya ga tau kenapa begitu? Atau menggunakan hal itu untuk mencalonkan siapa kepala daerah, belum pernah. Jadi apa yang sudah terjadi dikukuhkan presiden juga revolusi terus saja berlaku. Sultan 98, pengurus sudah meninggal Sri Paku Alam sebagai penggantinya sudah meninggal langsung diangkat ditetapkan 3 tahun kalau ga salah Sultan sekarang Hamengku Buwono10, Nah yang terakhir oktober tahun ini belum turunan 11. Lah ini yang, memicu/memacu permintaan cepat di selesaikan masalah ini. Tentang diakui Gubernur dan Keturunannya saya kira ga ada masalah ya, kalau Gubernur ikut dipilihkan bisa saja. Kalau Sultan itu kebetulan dipilih sebagai kepala daerah, bagaimana keraton itu sendiri? menyelesaikan internal sendiri siapa yang mengepalai kraton? Serahkan kepada mekanisme tradisi yang berlaku di kraton itu. Di Malaysia memang tidak bisa di jadikan contoh acuan, karena di sana sudah di pisahkan monarki ya berkuasa sama sekali, semua raja-raja ga berkuasa Perdana Menteri yang berkuasa dan ada raja di raja yang dipilih pula antar para raja. Tapi cuma simbol kenegaraan saja tidak lagi kepala pemerintahan. Saya tidak setuju yang di katakan tadi Pak Gunanjar, kembalikan pada kedaulatan asalnya pada siapa.Nah kalau kedaulatan pada siapa? memang di jaman Belanda sendiri di beikan sawah

Page 67: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

136

gusur pada Yogya, tapi tidak kedaulatan sebagai negara yang mempunyai hak kedaulatan, ini ada didalam kedaulatan di jelaskan di bawah kerajaan Belanda yang dimiliki sawah gusur / pemerintahan sendiri jadi dalam tatanan itu. Seperti Bung Karno sebab kalau dia di berikan berdiri sendiri, berarti ada negara dalam negara, fakta sejarah seperti yang saya keluarkan Sultan sendiri sudah mengintegrasikan kedaulatan Yogya itu ke dalam RI, dan mengikuti juga perkembangan selanjutnya ada jadi Perni, ada jadi PD nya dimana Sultan salah satu ketuanya wakil ketuanya Paku alam. Jadi kalau kita lihat tatanegara ini memang tidak pernah lagi sultan mempertahan kan monarki, sebagai……otokratis berada. Kalau tentang RUU Yogya sudah saya katakan tadi. Saya tidak setuju sama sekali tidak secara konseptual berarti tidak jernih pemerintah ya. Mau memilih demokrasikah kita pemilihan oleh rakyat, atau penetapan di coba berkompromi menggapai keduanya ada pemilihan buat Gubernur Propinsi ada Gubernur utama dan Wakil Gubernur utama yang di tetapkan. Ini membuat ranculah, jangan sampai kita terjerumus satu sistem bukan saja dualistis tapi angka pajak menimbulkan persoalan. Ketegangan tensen, bahkan komplik internal dala pemerintahan kota Yogya itu, saya khawatir ke sana. Tadi Pak Wayan memberikan satu pikiran bahwa kalau kita kaumpolitisi, tentu kita harus pandai berkompromi. Tapi di dalam berkompromi itu menurut saya ada batasan-batasan dimana hal-hal yang sifatnya Prinsifil yang fundamental kita jangan tawar menawar sehingga akhirnya kita kehilangan prinsif-prinsif yang fundamental itu, ya tawar-menawar sepanjang sejauh tidak menganggu prinsif-prinsif yang fundamental saya setuju. Saya kira memang itulah seslaw ada tawar-menawar, ada konsesus……etik dan sebagainya. Putusan MK. Saya tidak agak becus sebagai suatu acuan untuk kepala-kepala daerah yang lainya. Karena Jakarta ini Ibukota dimana hanya 1 kepala daerah yaitu Gubernur, dalam rangka menjaga keutuhan ibukota di berikan kewenangan dan midebewin urusan kepegawaian pemerintahan, kepada walikota-walikota. Jadi ada perbedaan lah yah di dalam pengertian tidak analog dengan Yogya kalau menurut saya. Ya betul Demokrasi tidak senantiasa harus ber-universal ya seperti civil widom tadi Ini Pak Jhon ya, bisa a simetris secara teori betul ya, tetapi di dalm praktek saya lihat ini menimbulkan banyak sekali problem, kalau kita tidak kokoh mempertahankan hal-hal yang sifatnya prinsipil dan fundamental. Hal-hal yang lebih tekhnis bolehlah kita melakukan penyimpangan-penyimpangan atau sedikit pariatnya. Tapi hal-hal yang prinsifil tetap saya harus kita jaga demi keutuhan negara kita ini, sebagaimana negara demokratis konstitusional. Karena itu sudah kita perjuangkan bertahun-tahunsampai merdeka sekarang. Kalau kita kehilangan lagi hak-hak kenotarayan ini karena alasan nilai-nilai budaya bahwa kita ga ada lagi acuan kemana lagi arahnya, kita bisa kembali seperti Orla & Orba. Saya kira secara sikap saya sudah coba jawab semua, kalau ada yang masih belum saya pikir yang terbaik mungkin saya berikan tambahan nanti setelah ini nanti saya kirimkan sebagai tambahan makalah saya.

Page 68: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

137

KETUA RAPAT: Saya kira beberapa tanggapan secara lisan langsung Bang Buyung sudah menggambarkan dan saya kira sangat bagus kalau di tuangkan secara lebih konfrehensif dan ini menjadi satu kesatuan nanti dalam legislasi pembuatan UU. Masih ada yang…oh instrupsi ya pa Faruq, silahkan… Prof. Dr. FAROUK MUHAMMAD/KOMITE I DPD-RI: Tadi kayanya esensial sekali, yang satu belum terjawab tadi, tapi saya tidak perlu memperpanajang lebar. Saya mencoba menangkap konsep yang diajukan Bang Buyung, mungkin 5 tahun yang akan datang. Apakah mungkin di dalam rumusannya UU nanti itu, memilih mekanisme penetapan tetapi diberikan klausul pada peralihan atau penutup nanti. Bahwa ketentuan ini dapat di tinjau kembali dengan memperhatikan perkembangan dinamika dan kehidupan masyarakat, tanpa menyebutkan 5 tahun. Sehingga terakomodir lah memberikan kesempatan itu. Terimakasih Pak… KETUA RAPAT: Cukup, masih ada? Silahkan Bang Buyung kalau ada respon atau nanti tertulis, Prof. Dr. IUR. ADNAN BUYUNG NASUTION: Saya Khawatir begini, di negara ini banyak sekali UU secara verbal ataupun tertulis sudah di katakan sementara, tapi tanpa di beri pembatasan ini akan molor tidak ada kepastiannya jadinya. Jadi lebih baik ada satu terobosan yang kongkrit dama tempo sekian lama kita harus bentuk UU yang sekarang jadi kewajiban ini. Sekarang memang mungkin terlalu tidak kondusif situasinya untuk mengambil keputusan cepat, itu saja yang saya pikir ya. Saya terus terang tidak ingin keputusan kita sekarang akan membawa dampak strategis kedepan kepada daerah-daerah lain, tanpa harus membatasi pada Cirebon, ternate itu saja ada just for besic of formation, tapikan keinginan daerah istimewa itukan banyak. Dan itu sudah dari mula memang seperti itu. Pikiran yang ingin negara sentralistik. Kesatuan, dan negara yang federal ga pernah habis itu saya kira akan berkembang terus. Makanya Bung Karno mengatakan di perlukan National Building d n karakter building itu saya kira memang luar biasa tepatnya. Tapi tidak kita jalankan lagi sayangnya itu, dan itu perlu sekali. Saya kira seperti itu. KETUA RAPAT: Oke, sekali lagi saya ucapkan terimakasih kepada Bang Buyung yang telah menyampaikan pokok2 pikiran, dan saya kira kita bisa melihat beberapa usulan Bang Buyung tadi, mungkin menjembatani adanya perbedaan pendapat, tadi usulan untuk adanya masa transisi, adanya upaya untuk meng akomodasi dan keistimewaan Yogya yang tetap di jaga dan kemudian juga sistem demokrasi yang juga di jalankan. Ini saya kira suatu hal yang menarik yang tentu akan menjadi barang yang sangat berharga untuk kita di DPR. Dan nanti saya kira DPD juga nanti bisa memberikan masukan. Sehingga nanti kita masuk ke pembahasan rancangan UU Keistimewaan tentang Yogya antara DPR dan Pemerintah. Sekali lagi kamu ucapkan terimakasih atas kehadirannya atas pemikirannya masukannya yg konferhensif. Dan kami menunggu bahan tertulis yang akan di susulkan

Page 69: RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI II DPR RI …berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20180315-013458-3373.p… · Rapat Ke : -- Sifat Rapat : Terbuka Dengan : Prof. Dr.

138

menjadi bagian tidak terpisahkan dari makalah dan diskusi kita pada sore hari ini. Kita berikan Aplaus untuk Bang buyung……(terdengar aplaus/tepuk tangan) Sekalian Anggota DPR dan DPD marilah kita akhiri dengar pendapat umum hari ini dengan narasumber Prof.Dr.Adnan Buyung Nasution, dengan bacaan hamdalah, Alhamdulilllahirrabil’alamien,

Ass.wr.wb…..

(RAPAT DITUTUP PUKUL 17.15 WIB) Jakarta, 24 Februari 2011

a.n. Ketua Rapat Sekretaris Rapat,

Ttd. ARINI WIJAYANTI, SH.,MH.

19710518 199803 2 010