Top Banner
1 Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah Abstrak Kebutuhan akan pembangunan infrastruktur di daerah membutuhkan biaya yang besar. Untuk itu diperlukan sumber-sumber pembiayaan di luar yang sudah ada, salah satu diantaranya Obligasi Daerah. Obligasi Daerah adalah pinjaman daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal. Pada saat ini belum ada Pemerintah Daerah yang telah menerbitkan Obligasi Daerah. Untuk itu, perlu dilakukan pembahasan terkait dengan regulasi dan kelembagaan penerbitan Obligasi Daerah dan pengalaman daerah dan negara lain dalam penerbitan Obligasi Daerah dalam rangka mengidentifikasi kendala yang timbul dan kemungkinan penyelesainnya. Regulasi yang mengatur Obligasi Daerah menyatu dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan aturan teknisnya terdapat pada Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Sedangkan untuk kelembagaan tersebar di Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek maupun Pemerintan Daerah, termasuk DPRD. Kata Kunci: Obligasi Daerah, Undang-Undang Pasar Modal, Pinjaman Daerah 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang baru saja menjadi negara berpenghasilan menengah (middle income country), Indonesia perlu mewaspadai resiko terperangkap dalam jebakan negara berpenghasilan menengah (Middle Income Trap/MIT). Jebakan Pendapatan Menengah adalah istilah yang menggambarkan ketidakmampuan suatu negara untuk meningkat dari statusnya sebagai negara berpendapatan menengah menjadi negara maju. Selain itu, suatu negara bisa terperangkap dikarenakan tidak mampu bersaing dengan negara lain yang memiliki tingkat upah rendah dalam memproduksi barang ekspor dan tidak mampu bersaing dengan negara maju menghasilkan produk dengan inovasi dan teknologi tinggi. Wakil Menteri Keuangan RI menyatakan berdasarkan simulasi, Indonesia dapat melewati perangkap ini apabila mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,9 persen per tahun dan pendapatan perkapita tumbuh rata-rata 5,9 persen per tahun sampai pada 2031 1 . Untuk mendapatkan tingkat pertumbuhan tersebut, dibutuhkan investasi yang cukup besar. Namun dengan adanya keterbatasan anggaran Pemerintah, maka penggunaan anggaran Pemerintah perlu difokuskan pada sektor atau bidang yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian 2 . Apabila mengacu pada Global Competitive Index (GCI) dari World Economic Forum salah satu komponen penting dalam daya saing nasional adalah ketersediaan infrastruktur 3 . Untuk menyediakan infrastruktur yang memadai guna mendorong pertumbuhan perekonomian bukanlah hal yang mudah, 1 Jaringnews, Wamenkeu: RI Berisiko Terperangkap dalam Middle Income Trap, diakses dari http://jaringnews.com/ekonomi/umum/55917/wamenkeu-ri-berisiko-terperangkap-dalam-middle-income- trap, pada tanggal 5 Juni 2014 pukul 23.00 WIB. 2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 mengindikasikan bahwa investasi Pemerintah untuk mendukung pembangunan nasional hanya 20% dari PDB, sisanya dilakukan oleh Swasta. 3 Dalam Global Competitive Index (GCI), World Economic Forum menempatkan komponen infrastruktur sebagai komponen penting bersama dengan isu korupsi dan inefisiensi birokrasi pemerintah.
15

Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

Feb 04, 2018

Download

Documents

phungdang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

1

Ringkasan

Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah

dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah

Abstrak Kebutuhan akan pembangunan infrastruktur di daerah membutuhkan biaya yang besar. Untuk

itu diperlukan sumber-sumber pembiayaan di luar yang sudah ada, salah satu diantaranya

Obligasi Daerah. Obligasi Daerah adalah pinjaman daerah yang ditawarkan kepada publik

melalui penawaran umum di pasar modal. Pada saat ini belum ada Pemerintah Daerah yang

telah menerbitkan Obligasi Daerah. Untuk itu, perlu dilakukan pembahasan terkait dengan

regulasi dan kelembagaan penerbitan Obligasi Daerah dan pengalaman daerah dan negara

lain dalam penerbitan Obligasi Daerah dalam rangka mengidentifikasi kendala yang timbul

dan kemungkinan penyelesainnya. Regulasi yang mengatur Obligasi Daerah menyatu dengan

Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan aturan teknisnya terdapat pada

Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Sedangkan untuk

kelembagaan tersebar di Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek

maupun Pemerintan Daerah, termasuk DPRD.

Kata Kunci: Obligasi Daerah, Undang-Undang Pasar Modal, Pinjaman Daerah

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara yang baru saja menjadi negara berpenghasilan menengah

(middle income country), Indonesia perlu mewaspadai resiko terperangkap dalam

jebakan negara berpenghasilan menengah (Middle Income Trap/MIT). Jebakan

Pendapatan Menengah adalah istilah yang menggambarkan ketidakmampuan suatu

negara untuk meningkat dari statusnya sebagai negara berpendapatan menengah

menjadi negara maju. Selain itu, suatu negara bisa terperangkap dikarenakan tidak

mampu bersaing dengan negara lain yang memiliki tingkat upah rendah dalam

memproduksi barang ekspor dan tidak mampu bersaing dengan negara maju

menghasilkan produk dengan inovasi dan teknologi tinggi. Wakil Menteri Keuangan RI

menyatakan berdasarkan simulasi, Indonesia dapat melewati perangkap ini apabila

mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,9 persen per tahun dan pendapatan

perkapita tumbuh rata-rata 5,9 persen per tahun sampai pada 20311.

Untuk mendapatkan tingkat pertumbuhan tersebut, dibutuhkan investasi yang

cukup besar. Namun dengan adanya keterbatasan anggaran Pemerintah, maka

penggunaan anggaran Pemerintah perlu difokuskan pada sektor atau bidang yang dapat

mendorong pertumbuhan perekonomian2. Apabila mengacu pada Global Competitive

Index (GCI) dari World Economic Forum salah satu komponen penting dalam daya

saing nasional adalah ketersediaan infrastruktur3. Untuk menyediakan infrastruktur yang

memadai guna mendorong pertumbuhan perekonomian bukanlah hal yang mudah,

1 Jaringnews, Wamenkeu: RI Berisiko Terperangkap dalam Middle Income Trap, diakses dari http://jaringnews.com/ekonomi/umum/55917/wamenkeu-ri-berisiko-terperangkap-dalam-middle-income-trap, pada tanggal 5 Juni 2014 pukul 23.00 WIB.

2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 mengindikasikan bahwa investasi Pemerintah untuk mendukung pembangunan nasional hanya 20% dari PDB, sisanya dilakukan oleh Swasta.

3 Dalam Global Competitive Index (GCI), World Economic Forum menempatkan komponen infrastruktur sebagai komponen penting bersama dengan isu korupsi dan inefisiensi birokrasi pemerintah.

Page 2: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

2

dibutuhkan pendanaan yang besar untuk itu. Indikasi kebutuhan pendanaan untuk lima

tahun ke depan (2015-2019) dalam rangka mendukung perekonomian nasional

dibutuhkan sekitar Rp. 1.114 triliun yang dipergunakan untuk membiayai kebutuhan di

bidang perkeretaapian, transportasi laut, transportasi udara, transportasi penyeberangan,

lalu-lintas dan angkutan jalan, transportasi perkotaan dan transportasi multimoda4.

Dengan adanya kebutuhan investasi di sektor infrastruktur yang besar tersebut,

dibutuhkan efisiensi dalam penggunaan dana Pemerintah dan upaya-upaya untuk

mencari sumber pembiayaan menjadi sangat penting. Pencarian sumber pembiayaan ini

tidak hanya terbatas untuk Pemerintah Pusat saja, namun juga untuk Pemerintah Daerah.

Hal ini dikarenakan tanggung jawab penyediaan infrastruktur merupakan tanggung

jawab bersama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah5, yang membedakan tanggung

jawab tersebut adalah cakupan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah, misalnya terkait dengan cakupan wilayah. Pengaturan mengenai hal tersebut

terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintah Pusat dan Daerah.

Salah satu sumber pembiayaan yang menarik untuk dikembangkan terkait

dengan Pemerintah Daerah adalah mengenai penerbitan Obligasi Daerah untuk

membiayai pembangunan infrastruktur di daerah. Pilihan untuk mengembangkan

Obligasi Daerah dilandasi oleh kecilnya anggaran pembangunan di daerah membuat

pelayanan kepada masyarakat dapat terabaikan 6 . Selain itu, terdapat trend Belanja

Modal dalam APBD kurang mendukung pembangunan dan penyediaan infrastruktur

yang menunjang pembangunan ekonomi7. Di sisi lain, Pinjaman Daerah di negara maju

sudah menjadi trend sumber pembiayaan bagi pembangunan infrastruktur, contoh di

Jepang, Cina, Vietnam, dan Polandia 8 . Dalam konteks nasional, status Indonesia

sebagai middle income country menyebabkan Indonesia semakin sulit mendapatkan

pinjaman lunak/murah dari lembaga donor Internasional maupun dari negara bilateral.

Pemerintah Daerah menurut peraturan perundangan yang berlaku, yaitu Undang-

Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dan Peraturan

Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah, dimungkinkan untuk

menerbitkan Obligasi Daerah untuk pembiayaan sarana dan prasrana (infrastruktur).

Kewenangan untuk menerbitkan Obligasi Daerah ini tentunya perlu dilakukan secara

hati-hati, karena Obligasi Daerah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang

diserap dari masyarakat disertai dengan biaya pinjaman berupa bunga yang ditetapkan

dalam obligasi daerah tersebut. Untuk itu, diperlukan pembahasan mengenai potensi

penerbitan Obligasi Daerah di Indonesia dari aspek regulasi maupun kelembagaan.

Pembahasan ini dalam kerangka untuk mengantisipasi kendala yang dihadapi ketika

suatu Pemerintah Daerah akan menerbitkan Obligasi Daerah.

4 Bappenas dan Indonesia Infrastructure Initiative (Australia Aid), Beberapa Fakta dan Pemikiran Tentang Pembiayaan Inovatif Sektor Transportasi, bahan paparan dalam FGD V RPJMN 2015-2019 tanggal 16 April 2014 di Jakarta.

5 Menteri PPN/Kepala Bappenas, Pembangunan Infrastruktur dan Sinergi Pusat-Daerah, bahan paparan pada Seminar Nasional Sosialisasi Produk Perencanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas pada 11 November 2010 di Bandung.

6 Irawati Hermawan, 2006, Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan Kegiatan Infrastruktur yang Dikerjasamakan dengan Badan Usaha, Jakarta.

7 Direktorat Pembiayaan dan Kapasitas Daerah, Kementerian Keuangan, Obligasi Daerah sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan, bahan paparan, tanpa tahun.

8 ibid

Page 3: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

3

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang disampaikan di atas, dapat diperoleh beberapa

permasalahan yang akan dikaji dari aspek hukum, yaitu:

a. Pengaturan tentang Obligasi Daerah diterbitkan melalui Peraturan Pemerintah

No.54/2005 dan diperbarui dengan Peraturan Pemerintah No.30/2011 yang

dilengkapi dengan pengaturan terknis tentang tata cara penerbitan dan

pertanggungjawaban Obligasi Daerah

b. Penerbitan Obligasi Daerah belum dimanfaatkan sebagai salah satu sumber

pembiayaan infrastruktur daerah sehingga belum dapat diidentifikasi potensi

pemanfaatannya.

1.3. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:

a. Kemungkinan penerbitan Obligasi Daerah untuk pembiayaan infrastruktur

berdasarkan regulasi yang ada;

b. Kendala dan langkah-langkah yang diperlukan untuk penerbitan Obligasi Daerah;

c. Rekomendasi untuk pemerintah daerah terkait hal-hal yang dilakukan dalam

penerbitan Obligasi Daerah.

1.4. Ruang Lingkup

a. Tinjauan regulasi dan kelembagaan terkait obligasi daerah

b. Pengalaman pelaksanaan obligasi daerah di Indonesia dan negara lain.

1.5. Metodologi dan Alur Pembahasan

Dalam makalah ini metodologi yang digunakan adalah studi literatur menggunakan data

sekunder yang diperoleh dari publikasi dari berbagai sumber. Selanjutnya Focus Group

Discussion (FGD) untuk mengetahui gambaran umum dari penerbitan obligasi daerah

dan mengidentifikasi kendala penerbitan Obligasi Daerah dari segi regulasi dan

kelembagaan. Kemudian In-depth Interview, difokuskan untuk menggali lebih dalam

dari potensi penerbitan Obligasi Daerah dan sebagai langkah lanjutan dari FGD.

Selanjutnya, dilakukan seminar untuk mensosialisasikan hasil dari kajian naskah

kebijakan ini dan untuk mendapatkan input rekomendasi dalam penerbitan Obligasi

Daerah. Berdasarkan data yang diperoleh, alur pikir makalah ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Alur Pikir Pembahasan

1.6. Struktur Penulisan

Sistematika penulisan makalah adalah sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan

Analisa Regulasi dan Kelembagaan

Pemerintah Daerah

Aspek Hukum: Tinjauan Regulasi Pengalaman Pelaksanaaan

Obligasi Daerah di beberapa daerah

Pengalaman Negara lain

Kemungkinan penerbitan Obligasi Daerah

Kendala dan langkah penyelesaian

Rekomendasi untuk pemerintah Daerah

Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur di Daerah

Kewenangan: UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004

Penerbitan Obligasi Daerah

Page 4: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

4

Bab ini berisi penjelasan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan

makalah, hipotesa, ruang lingkup, metodologi dan sistematika penulisan makalah ini.

Bab 2 Tinjauan Regulasi Penerbitan Obligasi Daerah

Bab ini menjelaskan tentang gambaran umkum tentang obligasi daerah dan tinjauan

regulasi penerbitan Obligasi Daerah, baik dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,

dan Peraturan Menteri terkait aturan penerbitan Obligasi Daerah.

Bab 3 Pengalaman Daerah dan Negara Lain dalam Penerbitan Obligasi Daerah

Bab ini berisi tentang pengalaman dari daerah di Indonesia dan negara lain dalam

penerbitan Obligasi Daerah. Khusus untuk pengalaman dari daerah di Indonesia, hanya

memaparkan proses yang sudah dan sedang berjalan, karena belum ada daerah yang

sudah menerbitkan Obligasi Daerah.

Bab 4 Analisa Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah

Bab ini berisi analisa mengenai penerbitan Obligasi Daerah di Indonesia dilihat dari sisi

regulasi dan kelembagaan yang terkait dalam penerbitan Obligasi Daerah.

Bab 5 Kesimpulan dan Rekomendasi

Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi tentang penerbitan Obligasi Daerah di

Indonesia.

2. Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah

2.1. Gambaran Umum Obligasi Daerah

Berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

Daerah, Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk menerbitkan Obligasi Daerah

dalam bentuk mata uang Rupiah di pasar domestik. Obligasi Daerah didefinisikan

sebagai Pinjaman Daerah yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di

pasar modal. Penerbitan Obligasi Daerah dilaksanakan dalam kerangka Pinjaman

Daerah. Dengan diberikannya wewenang tersebut, Pemerintah Daerah dapat

menerbitkan Obligasi Daerah untuk membiayai pembangunan di daerahnya.

2.2. Landasan Hukum

Peraturan perundangan yang menjadi landasan dalam pelaksanaan penerbitan Obligasi

Daerah:

a. Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

b. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

c. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

d. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

e. Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

f. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah

g. Peraturan Menteri Keuangan No. 111/PMK.07/2012 tentang Tata cara Penerbitan

dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah.

2.3. Kerangka Regulasi

2.3.1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

Dalam UU No. 8/1995 keberadaan Obligasi Daerah tidak disebutkan secara implisit dan

spesifik. Obligasi Daerah dikaitkan dengan Undang-undang ini melalui Peraturan

Pemerintah No. 30/2011 yang menyebutkan penerbitan Obligasi Daerah wajib

Page 5: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

5

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 30/2011 dan

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

2.3.2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

Penerbitan Obligasi Daerah dimaksudkan untuk menutupi defisit anggaran dalam

APBD. UU No. 17/2003 Pasal 17 ayat (3) mengamanatkan bahwa ”Dalam hal

anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup

defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD”. Untuk membatasi anggaran

dalam APBD, dalam penjelasan Pasal 17 ayat (3) UU No. 17/2003 menyebutkan bahwa

defisit anggaran daerah dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang

bersangkutan dan jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto

daerah yang bersangkutan.

2.3.3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 32/2004 memperbolehkan Pemerintah Daerah untuk melakukan

pinjaman daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini tercantum pada

Pasal 169 ayat (1) yang berbunyi “Untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan

daerah, pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah,

pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan

masyarakat”.

2.3.4. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Gambaran umum terkait Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah dalam UU No. 33/2011,

antara lain terdapat dalam Pasal 1 ayat (25) “Obligasi Daerah adalah Pinjaman daerah

yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal”, dan Pasal 51

ayat (1) “Pinjaman daerah bersumber dari pemerintah, Pemerintah Daerah lain,

Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Keuangan bukan bank, dan masyarakat”. Dari

penjelasan pasal-pasal tersebut, definisi Obligasi Daerah adalah Pinjaman Daerah yang

berasal dari masyarakat dan ditawarkan melalui penawaran umum di pasar modal.

Obligasi Daerah secara khusus dijelaskan pada Bab VIII bagian ketujuh diantaranya

terkait: persyaratan pinjaman, pengaturan Penerbitan Obligasi Daerah, persetujuan

DPRD, dan penerbitan Obligasi Daerah tidak dijamin oleh Pemerintah Pusat.

2.3.5. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemeriantahan

Dalam PP No. 38/2007 diatur mengenai pembagian urusan pemerintahan pusat dan

pemerintahan daerah. Pembagian ini terkait dengan kewenangan masing-masing

institusi delam menjalankan pemerintahannya, termasuk di dalamnya adalah

melaksanakan pembangunan di bidang infrastruktur. Pembagian kewenangan dalam PP

ini ditunjukkan dalam tabel yang memperlihatkan bidang-bidang yang menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintrah Provinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten.

Tabel pembagian kewenangan tersebut dapat menjadi rujukan dalam pemanfaatan

Obligasi Daerah baik oleh Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kota/Kabupaten.

2.3.6. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah

PP No. 30/2011 merupakan ketentuan lebih lanjut dari UU No. 34/2004 yang mengatur

lebih rinci dalam pelaksanaan Pinjaman Daerah, termasuk di dalamnya adalah

penerbitan Obligasi Daerah. Obligasi Daerah merupakan salah satu jenis Pinjaman

Daerah jangka panjang dan bersumber dari masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut,

terdapat dua hal penting yang melandasi penerbitan Obligasi Daerah, yaitu Obligasi

Daerah ditawarkan kepada publik melalaui pasar modal dan aset yang melekat pada

kegiatan yang dibiayai Obligasi Daerah dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

Page 6: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

6

Pengaturan Obligasi Daerah dalam ketentuan tersebut mencakup antara lain:

persyaratan penerbitan Obligasi Daerah, pengaturan penerbitan Obligasi Daerah, dan

pemanfaatan penerbitan Obligasi Daerah

2.3.7. Peraturan Menteri Kuangan Nomor 111/PMK.07/2012 tentang Tata cara

Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah

Peraturan Menteri Keuangan No. 111/PMK.07/2012 ini merupakan aturan teknis terkait

tata cara penerbitan dan pertanggungjawaban obligasi daerah sebagai amanat dari

Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah. Berikut beberapa

hal penting yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yaitu: pengaturan dalam

tahap perencanaan, pengaturan dalam tahap pengajuan usulan, pengaturan terkait

pertanggungjawaban, dan pengaturan terkait sanksi.

2.4. Kerangka Kelembagaan

Selain tinjuan dari segi regulasi, dilakukan tinjauan mengenai kelembagaan dalam

proses penerbitan Obligasi Daerah. Tinjauan kelembagaan dilakukan berupa identifikasi

lembaga yang terlibat dalam penerbitan Obligasi Daerah. Gambaran mengenai lembaga

yang terlibat dalam penerbitan Obligasi Daerah bisa dilihat pada Gambar 2 di atas.

Gambar 2 Kerangka Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah

Sumber: Panduan Penerbitan Obligasi Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Departemen

Keuangan, 2007

a. Regulator

Regulator adalah instansi pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan

mengawasi penawaran umum Obligasi Daerah di pasar modal, terdiri dari (i)

Kementerian Keuangan berperan dalam perizinan permohonan usulan penerbitan

Obligasi Daerah, dan (ii) Otoritas Jasa Keuangan terkait tugas pengaturan dan

pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.

b. Self Regulatory Organizations (SRO)

Self Regulatory Organizations merupakan lembaga yang berwenang untuk

mengeluarkan peraturan bagi kegiatan usahanya. Di pasar modal, SRO terdiri dari (i)

Lembaga Kliring dan Penjaminan, (ii) Bursa Efek, dan (iii) Lembaga Penyimpanan dan

Penyelesaian

Menteri Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan

Regulator Emiten Pemegang Efek

SRO

Perusahaan Efek

Profesi Penunjang

Lembaga Pendukung

Pemerintah Daerah

Lembaga Kliring dan Penjaminan

Bursa efek

Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian

Investor

Akuntan Publik

Notaris

Konsultan Hukum

Penilai

Wali Amanat

Lembaga Pemeringkat Efek

Page 7: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

7

c. Emiten

Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum. Dalam hal penerbitan Obligasi

Daerah, pihak yang menjadi emiten adalah pemerintah daerah.

d. Pemegang Efek

Pemegang efek adalah pihak yang menanamkan modalnya dalam bentuk pemberian

pinjaman pada pemerintah daerah. Dalam hal ini pemegang efek bertindak sebagai

investor.

e. Perusahaan Efek

Perusahaan efek adalah perusahaan yang mempunyai aktifitas sebagai penjamin emisi

efek, perantara pedagang efek, manajer investasi atau gabungan dari ketiga kegiatan itu.

f. Profesi Penunjang

Profesi penunjang merupakan pihak-pihak yang karena profesinya, turut menunjang

terlaksananya penawaran umum di pasar modal, seperti Akuntan publik, Notaris,

Konsultan hukum dan Penilai. Profesi penunjang harus terdaftar dalam Otoritas Jasa

Keuangan..

g. Lembaga Pendukung

Lembaga pendukung merupakan pihak-pihak yang berperan dalam pelaksanaan

penawaran umum Obligasi Daerah di pasar modal, namun tidak terlibat secara langsung

dalam proses transaksi perdagangan efek, seperti (i) Wali amanat, dan (ii) Lembaga

Pemeringkat Efek.

3. Pengalaman Negara dan Pemerintah Daerah dalam Penerbitan

Obligasi Daerah

a. China

Pada tahun 2013 pemerintah daerah di China diizinkan menerbitkan Obligasi Daerah

yang mencapai angka 70 milyar yuan. Angka ini meningkat dari tahun 2012 sebesar

28,9 milyar yuan dan tahun 2011 yang hanya 22.9 milyar yuan. Tahun 2013 merupakan

tahun pertama penerbitan obligasi daerah langsung oleh pemerintah daerah. Pemerintah

China tidak mengizinkan semua pemerintah daerah untuk menerbitkan obligasi daerah,

hanya beberapa saja yang relatif mapan yang diizinkan untuk menerbitkan obligasi

daerah, seperti Zhejiang, Guangdong, Shanghai, Shenzen, Shandong dan Jiangsu.

Pelajaran yang bisa diambil dari keberhasilan China menerbitkan obligasi daerah adalah

pemerintah China tidak langsung menyerahkan semua urusan terkait obligasi daerah ke

pemerintah daerah. Semua urusan terkait obligasi daerah pada awal penerbitannya

diambil alih oleh pemerintah pusat. Kemudian ketika sudah dianggap mampu, tanggung

jawab obligasi daerah diserahkan kepada pemerintah daerah dengan izin dari

pemerintah pusat.

b. India

India merupakan salah satu negara yang berhasil dalam penerbitan obligasi daerah.

Ahmedabad Municipal Corporation (AMC) merencanakan invstasi modal sebesar 150

juta dolar amerika untuk periode 1996/97 – 2001/02. Invenstasi ini mencangkup suplai

air minum dan penyediaan sewerage. AMC merencanakan 30% dari total investasi

tersebut berasal dari pendanaan internal, kemudian sisanya berasal dari obligasi daerah

dan pinjaman. Pada Januari 1998, AMC menerbitkan obligasi sebesar 25 juta dolar

amerika untuk membiayai sebagian dari kebutuhan pendanaan penyediaan air minum

dan sewerage. Hal ini merupakan pencapaian luar biasa karena penerbitan obligasi

daerah ini merupakan obligasi daerah pertama yang tidak dijamin oleh pemerintah pusat.

Page 8: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

8

Hal ini juga merepresentasikan langkah pertama menuju system keuangan daerah yang

berbasis pasar modal.

Keberhasilan penerbitan obligasi daerah di India merupakan pencapaian yang baik

karena penerbitan obligasi daerah di India tidak dijamin oleh pemerintah pusat. Salah

satu hal yang dicermati pada obligasi daerah di india adalah pemberian intensif pajak

yang dilakukan pemerintah pusat terhadap pembeli obligasi.

c. Provinsi DKI Jakarta

Provinsi pertama di Indonesia yang sudah melakukan perencanaan penerbitan obligasi

daerah adalah provinsi DKI Jakarta. Penerbitan obligasi daerah di Indonesia diawali

pada tahun 2008 melalui inisiatif menteri keuangan untuk mempercepat pembangunan

infrastruktur daerah melalui pembiayaan alternatif. Salah satu instrument yang

berpotensi dikembangkan adalah obligasi daerah melalui mekanisme pasar modal.

Pemerintah DKI Jakarta menyiapkan proyek-proyek yang berpotensi dibiayai melalui

obligasi daerah. Nilai total proyek tersebut adalah 1,7 Trilyun rupiah meliputi

pembangunan terminal Pulo Gebang, pembangunan Rumah Susun Tanah Pasir,

perbaikan fasilitas “waste treatment plant” Setiabudi/Casablanca dan pembangunan

rumah sakit Pasar Rebo. Setelah itu, sarana dan prasarana melakukan Financial

Management Assessment (FMA) dan rating untuk pemerintah provinsi DKI Jakarta.

Rating ini kemudian dilanjutkan oleh Pefindo pada tahun 2012 dengan hasil idAA+.

Untuk mengelola setiap kegiatan yang berhubungan dengan obligasi daerah, pemerintah

provinsi DKI Jakarta menyiapkan Unit Pengelola Keuangan/Debt Management Unit

untuk mengelola obligasi daerah dengan menunjuk underwriter, konsultan hukum dan

profesi penunjang lainnya untuk registrasi obligasi daerah ke Bappepam.

Dari kasus yang dialami oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta, bisa diambil kesimpulan

peran penting kepala daerah dalam penerbitan obligasi daerah. Untuk itu, perlu peran

dan komitmen pimpinan daerah dalam mendorong penerbitan Obligasi Daerah.

d. Provinsi Jawa Barat

Pemerintah provinsi Jawa Barat memang belum pernah menerbitkan obligasi daerah.

Namun, pemerintah jawa Barat merupakan salah satu pemerintah daerah yang serius

menjajaki kemungkinan penerbitan obligasi daerah. Diawali tahun 2011, pemerintah

provinsi Jawa Barat merencanakan penerbitan obligasi daerah untuk membiayai proyek

Aero City di Sumedang yang terdiri dari Bandara Internasional dan Kawasan Industri.

Proyek ini diperkirakan menelan biaya Rp. 11 trilyun dan Rp. 4 trilyun dari kebutuhan

pendanaan proyek direncanakan berasal dari Obligasi Daerah. Seperti pemerintahan

DKI Jakarta, penilaian rating dan Financial Management Assessment (FMA) dilakukan

oleh PT. Pefindo. Untuk saat ini pemerintah Jawa Barat sedang menyiapkan

penunjukkan untuk underwriter, konsultan hokum dan profesi penunjang lainnya untuk

registrasi obligasi daerah ke OJK. Direncanakan untuk melakukan registrasi dan

mengeluarkan obligasi daerah pada tahun 2015. Usulan penerbitan Obligasi Daerah ini

belum mendapatkan persetujuan dari DPRD.

4. Analisa Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah

4.1. Analisa Regulasi

a. Audit Keuangan Daerah

Obligasi Daerah harus mengacu pada undang-undang di bidang pasar modal. Hal

tersebut tertuang dalam Pasal 38 PP No. 30/2011 yang berbunyi “Penerbitan Obligasi

Daerah wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal”. Salah satu prosedur

Page 9: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

9

yang harus dilalui oleh Pemerintah Daerah yang akan menerbitkan obligasi adalah

keuangan daerah yang diaudit oleh akuntan publik selama 3 tahun terakhir yang

dilakukan oleh akuntan publik yang terdaftar di pasar modal. Keperluan audit ini

merupakan prasyarat yang harus dipenuhi oleh Pemerintah daerah pada saat akan

mengajukan usulan penerbitan Obligasi ke Menteri Keuangan. Hal ini menganut PMK

No.111 tahun 2012 tentang Tatacara Menerbitkan dan Pertanggungjawaban Obligasi

Daerah.

Di sisi lain, menurut Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

ditekankan bahwa audit pemerintah daerah dilakukan setiap akhir tahun oleh Badan

Pemeriksa Keuangan. Hal ini menimbulkan isu bahwa pemerintah daerah yang akan

menerbitkan obligasi akan diaudit oleh dua auditor yang berbeda (BPK dan akuntan

publik) yang bisa jadi hasil audit tidak sama satu dengan yang lain.

Namun perlu dicermati bahwa kedua audit ini memiliki kepentingan yang berbeda. UU

No.32 tahun 2004 mengatur audit pemerintahan daerah dalam hal tujuannya untuk

pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sedangkan

PMK No.111 tahun 2012 mengatur audit keuangan pemerintah daerah dalam hal

penerbitan Obligasi Daerah. Dari penjelasan ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa regulasi

yang mengatur audit keuangan pemerintah daerah tidak bertentangan karena masing-

masing audit memiliki tujuan yang berbeda.

b. Sinkronisasi Obligasi Daerah dengan Undang-Undang Pasar Modal

Peraturan Pemerintah No.30 tahun 2010 menyebutkan bahwa aturan penerbitan obligasi

daerah menganut pada peraturan perundangan yang berlaku di pasar modal. Kita perlu

tinjau peraturan pemerintah No.54 tahun 2006 tentang Pinjaman daerah yang kemudian

diperbarui dengan Peraturan Pemerintah No.30 tahun 2010. Dalam PP No.54 tahun

2006 dijelaskan bahwa Pemerintah daerah harus mendaftar di Bappepam untuk

mengajukan penerbitan Obligasi daerah. Namun, tahun 2011 peran Bappepam

digantikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga perlu ditelaah bagaimana

pengaruh Bappepam yang digantikan oleh OJK dalam hal penerbitan Obligasi daerah

dari segi regulasi.

Regulasi tentang pembuatan OJK dituangkan dalam Undang-undang No.21 tahun 2011.

Sesuai dengan Undang-undang tersebut, OJK melaksanakan tugas pengaturan dan

pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal berarti dalam hal

ini OJK menggantikan peran yang sebelumnya diperankan oleh Bappepam dan LK.

Kemudian dalam ketentuan peralihan pasal 55 disebutkan sejak tanggal 31 desember

2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan

disektor pasar modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan

Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas

Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. Dengan bergantinya Bappepam dan LK

ke OJK, maka kita perlu telaahan tentang ketentuan yang berlaku di pasar modal

tentang Obligasi daerah masih berlaku atau tidak.

Dalam pasal lainnya di bab peralihan Undang-Undang No.21 tahun 2011 disebutkan

bahwa keputusan mengenai pemberian izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya

pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha,

pengesahan, dan persetujuan atau penetapan pembubaran, dan setiap keputusan yang

telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Badan Pengawas

Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan peraturan perundang-undangan di

sektor jasa keuangan sebelum beralihnya fungsi , tugas dan wewenang, sebagaimana

dimaksud dalam pasal 55, dinyatakan tetap berlaku.

Page 10: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

10

Dalam hal ini paket aturan mengenai obligasi daerah di pasar modal telah ditetapkan

Bappepam melalui Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga

Keuangan Nomor:Kep-692/BL/2011 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi

Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah. Dengan

mengambil intisari dari ketentuan peralihan Undang-Undang 21 tahun 2011, maka

keputusan dari Bappepam dan LK ini dapat dinyatakan masih berlaku. Oleh karena itu,

sinkronisasi antara peraturan mengenai Obligasi daerah dan Peraturan perundangan

yang berlaku di Pasar modal sudah dilakukan atau tetap bisa dilakukan.

c. Penjaminan Obligasi Daerah

Dalam Peraturan Pemerintah No.30 tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah disebutkan

bahwa Obligasi daerah merupakan efek yang diterbitkan oleh pemerintah daerah dan

tidak dijamin oleh pemerintah pusat. Dari hasil FGD dinyatakan bahwa penerbitan

obligasi daerah harus melalui persetujuan menteri keuangan karena bisa mempengaruhi

defisit fiskal secara nasional yang telah di tetapkan dalam Undang-Undang No. 17/2003

tentang Keuangan Daerah.

Kemudian untuk memastikan efek dari Obligasi Daerah supaya habis terbeli dapat

dilakukan dengan cara menunjuk lembaga penjamin Obligasi yang terdapat di pasar

modal. Dengan hal ini maka kekhawatiran Obligasi daerah tidak akan laku dapat

diminimalisir. Kemudian untuk mengurangi resiko gagal bayar, sebaiknya pemerintah

daerah menggandeng professional yang terbiasa dengan Obligasi di pasar modal ini

untuk dijadikan sebagai konsultan/pendampingan penerbitan Obligasi Daerah.

d. Penerbitan Obligasi Daerah yang Rumit dan Panjang

Regulasi tentang Tatacara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah

dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.111 tahun 2012. Prosedur penerbitan

obligasi daerah adalah penentuan kegiatan, melaksanakan kegiatan persiapan,

mengajuan persetujuan DPRD, mengajukan usulan penerbitan kepada Menteri

Keuangan, Pembuatan perda, penawaran umum di pasar modal serta pengelolaan

Obligasi Daerah. Dalam prosedur penerbitannya Obligasi Daerah memang melibatkan

lembaga di Tingkat pusat dan di tingkat daerah, serta harus memenuhi beberapa

persyaratan dalam PMK No.111/2012 dan aturan di pasar modal. Hal inilah yang

membuat kesan penerbitan obligasi daerah rumit dan panjang.

Apabila melihat syarat yang dilekatkan pada pemerintah daerah yang ingin menerbitkan

obligasi daerah, memang hanya daerah-daerah yang sudah mapan dan cukup kaya untuk

bisa menggunakan instrumen pembangunan ini. Namun, perlu ditinjau bahwa

penggunaan obligasi daerah sebagai sumber pembiayaan infrastruktur bukan hanya

sebagai penyedia dana segar untuk pembangunan, namun perlu dilihat juga bahwa

penerbitan obligasi daerah ini dapat mendorong keuangan pemerintah daerah lebih

transparan dan akuntabel. Dari segi ini dapat dilihat bahwa obligasi daerah memberikan

pendidikan pada pemerintah daerah dalam hal transparansi keuangan daerah.

4.2. Analisa Kelembagaan

Lembaga di tingkat pusat yang terlibat dalam penerbitan obligasi daerah adalah Ditjen

Perimbangan Keuangan dan Ditjen Pengelolaan Utang - Kementerian Keuangan dan

lembaga-lembaga yang terdaftar di Pasar modal yang terkait penerbitan Oblgiasi Daerah.

Pada tingkat daerah, lembaga yang terlibat adalah Pemeritah Daerah (Unit Pengelola

Obligasi dan Tim Persiapan) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Page 11: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

11

Gambar 3 Skema Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah

Daerah Kemenkeu OJK Pasar Modal

Sumber: Panduan Penerbitan Obligasi daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Departemen

Keuangan, 2007

Gambar 3 menunjukkan skema keterkaitan lembaga dalam proses penerbitan Obligasi

Daerah. Pada awal penerbitan Obligasi Daerah pemerintah daerah membentuk tim

persiapan yang bertugas melaksanakan kegiatan persiapan. Tim persiapan berhubungan

dengan penilai yang terdaftar di OJK, karena dalam persyaratan pengajuan usulan ke

menteri keuangan, harus menyertakan dokumen studi kelayakan yang dinilai oleh

penilai yang terdaftar di pasar modal (1a). Setelah menyusun tim persiapan, kepala

daerah membentuk unit pengelola obligasi (1b) yang memiliki tugas untuk mengelola

obligasi setelah ditawarkan di pasar modal. Setelah itu, kepala daerah meminta

persetujuan prinsip ke DPRD (1c) terkait penerbitan Obligasi di pasar modal.

Setelah semua kegiatan persiapan pernerbitan obligasi daerah selesai dilakukan, kepala

daerah mengajukan usulan penerbitan ke Menteri Keuangan, melalui Direktorat

Jenderal Perimbangan Keuangan dengan pertimbangan Direktorat Jenderal Pengelolaan

Utang (2). Apabila persyaratan penerbitan obligasi sudah dipenuhi pemerintah daerah,

Menteri Keuangan akan memberikan izin dan kepala daerah akan diberitahukan bahwa

Menteri Keuangan telah memberikan persetujuan terkait obligasi yang akan diterbitkan

oleh pemerintah daerah (2a).

Langkah selanjutnya adalah melakukan kegiatan persiapan penawaran umum di pasar

modal (3) meliputi penunjukkan lembaga penjamin (3a), penunjukkan profesi penjamin

(3b), dan penunjukkan lembaga pendukung di pasar modal (3c). Penunjukkan lembaga

penjamin bisa ditujukan pada bank umum yang terdaftar di pasar modal. Penunjukkan

profesi penjamin memiliki fungsi masing-masing. Akuntan publik bertugas untuk

mengaudit keuangan daerah, notaris bertugas untuk melakukan perjanjian hukum antara

emiten (pemerintah daerah) dengan lembaga di pasar modal. Kemudian konsultan

hukum bertugas untuk memberi konsultasi hukum dalam hal penerbitan obligasi.

Lembaga pendukung berfungsi untuk mendukung kegiatan di pasar modal yang

Kepala Daerah

Tim Persiapan

Unit Pengelola Obligasi

Penilai

DPRD

Akuntan Publik

DJPU

DJPK

Notaris

Konsultan Hukum

Wali amanat

Lembaga Pemeringkat

Efek

Penjamin Emisi

Penawaran Umum

1

2

2a

3

4

5

1a

1b

1c

3a

3b

3c

Page 12: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

12

meliputi wali amanat dan lembaga pemeringkat efek. Kemudian setelah berkas-berkas

syarat ketentuan penawaran umum di pasar modal diperiksa oleh otoritas jasa keuangan

dan memenuhi syarat, maka OJK akan mengeluarkan pernyataan efektif dan kemudian

obligasi di terbitkan di pasar modal (4). Pengelolaan obligasi daerah dilakukan oleh unit

pengelola obligasi (5) yang dibentuk oleh kepala daerah pada saat melakukan kegiatan

persiapan penerbitan obligasi daerah.

Dari prosedur penerbitan sesuai dengan PMK No.111 tahun 2012, terdapat beberapa

isu/permasalahan yang teridentifikasi menghambat penerbitan obligasi daerah.

Permasalahan/isu yang teridentifikasi dari segi kelembagaan antara lain :

a. Pelaksanaan Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah

Tahap awal setelah penentuan kegiatan dalam prosedur penerbitan obligasi daerah

adalah melaksanakan persiapan penerbitan Obligasi Daerah. Mengkutip pasal 1 dalam

PMK No.111/2012 menyatakan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota melaksanakan

persiapan penerbitan Obligasi Daerah. Persiapan-persiapan yang dimaksud adalah

menentukan kegiatan, membuat Kerangka Acuan Kegiatan, menyiapkan studi

kelayakan kegiatan, membuat perhitungan batas kumulatif pinjaman, membuat

perhitungan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman atau

Debt Service Coverage Ratio dan mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Untuk melaksanakan kegiatan persiapan penerbitan obligasi daerah ini, bisa diambil

lesson learned dari DKI Jakarta. Dalam hal pelaksanaan persiapan penerbitan obligasi

daerah, pemerintah DKI Jakarta membentuk Tim Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah

(TPOD). Adapun tugas dan tanggung jawab yang diberikan pada Tim Persiapan

Penerbitan Obligasi Daerah Provinsi DKI Jakarta adalah melakukan Identifikasi

kegiatan-kegiatan prospektif untuk dibiayai melalui Obligasi Daerah; melakukan kajian

secara lebih komprehensif terhadap kegiatan-kegiatan yang akan dibiayai dengan

Obligasi Daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006;

dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas dan dokumentasi yang diisyaratkan

dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006

Tim persiapan penerbitan Obligasi Daerah yang dibentuk oleh pemerintah provinsi DKI

Jakarta memiliki tugas dan kewajiban yang mengacu pada PMK No.147/2006. Namun,

saat ini PMK tentang Tata cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban Obligasi Daerah

telah diperbarui dalam PMK No.111/2012. Pembentukan TPOD yang dilakukan oleh

pemerintah provinsi DKI Jakarta bisa diadopsi daerah lain yang akan menerbitkan

Obligasi sesuai dengan PMK yang sekarang berlaku yaitu PMK No.111 tahun 2012.

b. Pembentukan Unit Pengelola Obligasi di Pemerintah Daerah

Salah satu unit yang disyaratkan ada dalam struktur pemerintah daerah bila akan

menerbitkan obligasi adalah Unit Pengelola Obligasi. Fungsi dari Unit ini adalah

mengelola Obligasi Daerah yang telah ditawarkan di pasar modal. Menurut PMK

No.111/2012, yang termasuk kegiatan pengelolaan Obligasi Daerah adalah Penetapan

strategi dan kebijakan pengelolaan Obligasi Daerah termasuk kebijakan pengendalian

resiko; Perencanaan dan penetapan struktur portopolio pinjaman daerah; Penerbitan

Obligasi Daerah; Penjualan Obligasi Daerah melalui lelang untuk penjualan kembali;

Pembelian kembali Obligasi Daerah sebelum jatuh tempo; Pelunasan pada saat jatuh

tempo; dan Pertanggungjawaban.

Belum ada daerah yang memiliki Unit Pengelola Obligasi dalam struktur

pemerintahannya, sehingga belum ada lesson learned dari daerah lain tentang unit

pengelola obligasi ini. Dalam PMK No.111 tahun 2012, unit pengelola obligasi ini

diatur dalam pasal 2. Kutipan-kutipan peraturan tersebut adalah Pengelolaan Obligasi

Page 13: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

13

Daerah dilaksanakan oleh unit yang ditunjuk oleh Gubernur, Bupati atau Walikota”

(ayat 4); Unit sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) memastikan pengelolaan

pendapatan dan barang milik daerah yang dibiayai dari Obligasi Daerah oleh satuan

kerja perangkat daerah, Badan Layanan Umum Daerah, atau Badan Usaha Milik Daerah

dilakukan secara professional untuk menjamin pembayaran kewajiban Obligasi Daerah”

(ayat 5); Unit sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa satuan kerja yang sudah ada

atau satuan kerja yang baru” (ayat 6); dan Satuan Kerja yang dimaksud pada ayat (6)

memiliki struktur organisasi, perangkat kerja, dan kapasitas sumber daya manusia untuk

melaksanakan fungsi pengelolaan Obligasi Daerah sebagaimana yang dimaksud papa

ayat (3) (ayat 7).

Pembentukan Unit Pengelola Obligasi ini selain untuk mengelola Obligasi yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah, berfungsi pula sebagai lembaga atau satuan kerja

yang mengatur tentang utang pemerintah daerah. Dengan adanya unit pengelola

Obligasi ini selain berfungsi sebagai pengelola Obligasi Daerah, juga akan

mempermudah bagi lembaga pemeringkat obligasi untuk meringkat efek dalam

penerbitannya di pasar modal. Sesuai amanat dalam Peraturan Menteri Keuangan

No.111/PMK.07/2012, unit pengelola obligasi daerah berupa Debt Management Unit

(DMU) bertugas menyusun tingkat utang, merencanakan kebutuhan biaya, mengkaji

alternatif pembayaran pokok dan bunga, dan menyiapkan administrasi penerbitan

obligasi daerah.

Keberadaan DMU ini menjadi penting untuk Pemerintah Daerah yang akan

menerbitkan Obligasi Daerah. Hal ini juga diperkuat oleh lembaga rating seperti

PEFINDO, karena keberadaan DMU dapat meningkatkan rating dari Pemerintah

Daerah. Namun, DMU yang dibentuk hanya ketika Pemerintah Daerah akan

menerbitkan Obligasi Daerah menunjukkan bahwa DMU merupakan lembaga yang

bersifat sementara, tidak seperti Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian

Keuangan yang bersifat lembaga permanen. Kondisi ini tentunya menjadi tidak ideal

ketika penilaian rating akan diterapkan kepada Pemerintah Daerah, karena akan

menunjukkan ketidaksiapan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan pinjaman, yaitu

adanya kelemahan dalam kelembagaan dan sumber daya manusia yang akan mengelola

pinjaman dari Obligasi Daerah. Hal ini akan lebih mudah bila Pemerintah telah

memiliki lembaga pengelolaan pinjaman yang permanen, mengingat pinjaman oleh

Pemerintah Daerah tentunya tidak hanya dari Obligasi Daerah, terdapat sumber

pinjaman lain yang perlu dikelola secara berkesinambungan.

c. Lembaga Penunjang di Pasar Modal

PEFINDO merupakan lembaga pemeringkat yang berpengalaman dalam menilai

kelayakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk

menerbitkan Obligasi daerah. Peringkat ini akan menjadi pegangan bagi investor dalam

menginvestasikan uangnya pada Obligasi Daerah yang akan diterbitkan. Dalam menilai

peringkat Pemerintah Daerah, PEFINDO menyatakan bahwa rating obligasi oleh

Pemerintah Daerah lebih sulit dibandingkan dengan obligasi oleh Perusahaan9. Hal ini

dikarenakan di daerah tidak ada sistem yang memegang kendali atas surat utang.

Selain rating, penilaian kelayakan Obligasi Daerah juga dilakukan oleh

Kementerian Keuangan. Penilaian ini menyangkut penilaian administasi dan penilaian

keuangan. Penilaian administratif menyangkut kelengkapan dokumen sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, sedangkan penilaian keuangan menyangkut kelayakan

9 MetroTVNews.com, Pefindo: Rating Obligasi Pemda Lebih Sulit Dibanding Koorporasi

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/05/11/240467/pefindo-rating-obligasi-pemda-lebih-sulit-dibanding-koorporasi, diakses pada tanggal 4 Juni 2014 pukul 19:00 WIB.

Page 14: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

14

Pemerintah Daerah untuk menerbitkan Obligasi Daerah dari sisi keuangan dan

kemampuan Pemerintah Daerah untuk mengembalikan pinjaman. Terhadap penilaian

tersebut, belum diketahui mekanisme dan prosedur penilaiannya, termasuk di dalamnya

adalah proses verifikasi terhadap hitung-hitungan kemampuan Pemerintah Daerah untuk

meminjam. Hal tersebut tentunya akan menyulitkan Pemerintah Daerah yang

berkeinginan akan menerbitkan Obligas Daerah, karena Pemerintah Daerah tersebut

tidak tahu apakah secara finansial boleh menerbitkan Obligasi Daerah. Akan lebih

mudah apabila ada daftar mengenai Pemerintah Daerah yang memungkinkan untuk

menerbitkan Obligasi Daerah oleh instansi tertentu (misalnya Kementerian Keuangan),

sehingga Pemerintah Daerah dapat lebih fokus untuk memenuhi persyaratan lainnya,

seperti penyiapan Studi Kelayakan dan Kerangka Acuan Kerja.

5. Penutup

5.1. Kesimpulan

a. Berdasarkan regulasi dan kelembagaan yang ada saat ini, terdapat beberapa kendala

penerbitan Obligasi Daerah yang perlu mendapat perhatian.

b. Kendala dari segi regulasi antara lain : Audit Keuangan Daerah oleh akuntan publik,

sinkronisasi peraturan tentang Obligasi Daerah dan peraturan yang berlaku di

bidang pasar modal, Penjaminan Obligasi Daerah dan Penerbitan Obligasi Daerah

yang panjang alurnya serta cukup banyak persyaratanya.

c. Kendala dari sisi kelembagaan adalah tidak adanya Unit Pengelola Obligasi di

dalam struktur pemerintahan daerah karena belum ada daerah yang pernah

menerbitkan Obligasi di Indonesia. Hal ini menyebabkan lembaga pemerintah efek

merasa kesulitan untuk memeringkat obligasi yang diterbitkan pemerintah daerah.

Dalam hal pembentukan Unit Pengelola Obligasi kendala yang dihadapi adalah

ketersediaan sumber daya manusia di daerah. Langkah yang bisa ditempuh untuk

mengatasi permasalahan SDM adalah memberikan pelatihan pada sumber daya

manusia di daerah terkait pengelolaan Obligasi.

d. Lesson Learned yang bisa diambil dari pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta

dalam melaksanakan kegiatan persiapan penerbitan Obligasi Daerah adalah

membentuk Tim Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah (TPOD).

e. Melihat dari kegiatan persiapan penerbitan Obligasi Daerah, pembentukan Tim

Persiapan Penerbitan Obligasi Daerah sebaiknya terdiri dari Pegawai pemerintah

yang terkait dengan kegiatan yang akan dibiayai dengan Obligasi Daerah dan

Akademisi yang berkecimpung di bidang Obligasi di pasar modal.

5.2. Rekomendasi

a. Tidak semua Pemerintah Daerah dapat menawarkan Obligasi Daerah di pasar

modal. Untuk itu, perlu kiranya disusun daftar secara periodik Pemerintah Daerah

yang layak dan diijinkan untuk menerbitkan Obligasi Daerah. Daftar ini sangat

penting bagi Pemerintah Daerah sebagai acuan dalam mengakses dana di pasar

modal. Dengan kepastian tersebut, Pemerintah Daerah akan lebih fokus dalam

menyusun Studi Kelayakan dan Kerangka Acuan Kerja.

b. Perlu disusun panduan berupa langkah-langkah yang diperlukan oleh Pemerintah

Daerah untuk dapat menerbitkan Obligasi Daerah di pasar modal. Hal ini untuk

memudahkan Pemerintah Daerah yang telah siap dan mampu untuk mengakses dana

di pasar modal, sehinga dapat mempercepat proses penerbitan Obligasi Daerah.

c. Pemanfaatan Obligasi Daerah hanya untuk proyek infrastruktur yang dapat

menghasilkan penerimaan, untuk itu perlu dilakukan pengkajian yang mendalam

Page 15: Ringkasan Tinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan ... · PDF fileTinjauan Regulasi dan Kelembagaan Penerbitan Obligasi Daerah dalam Pembangunan Infrastruktur di Daerah ... Tujuan

15

terhadap proyek infrastruktur yang dapat menghasilkan penerimaan yang menjadi

kewenangan Pemerintah Daerah. Kajian ini penting untuk menghindarkan tumpang

tindih kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam

memanfaatkan dana Obligasi Daerah.

d. Perlu disusun suatu pilot project pada beberapa Pemerintah Daerah yang telah siap

untuk menerbitkan Obligasi Daerah. Tujuannya untuk melihat lebih mendalam

kendala yang timbul dalam penerbitan Obligasi Daerah dan kemungkinan solusinya

sebelum Obligasi Daerah diberlakukan secara menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bappenas dan Indonesia Infrastructure Initiative (Australia Aid), Beberapa Fakta

dan Pemikiran Tentang Pembiayaan Inovatif Sektor Transportasi,

bahan paparan dalam FGD V RPJMN 2015-2019 tanggal 16 April

2014 di Jakarta.

2. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, Panduan

Penerbitan Obligasi Daerah, Jakarta :2007

3. Direktorat Pembiayaan dan Kapasitas Daerah, Kementerian Keuangan, Obligasi

Daerah sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan, bahan paparan, tanpa

tahun.

4. Hermawan, Irawati, 2006, Obligasi Daerah Sebagai Alternatif Pembiayaan

Kegiatan Infrastruktur yang Dikerjasamakan dengan Badan Usaha,

Jakarta.

5. Jaringnews, Wamenkeu: RI Berisiko Terperangkap dalam Middle Income Trap,

diakses dari http://jaringnews.com/ekonomi/umum/55917/wamenkeu-

ri-berisiko-terperangkap-dalam-middle-income-trap, pada tanggal 5

Juni 2014 pukul 23.00 WIB.

6. Menteri PPN/Kepala Bappenas, Pembangunan Infrastruktur dan Sinergi Pusat-

Daerah, bahan paparan pada Seminar Nasional Sosialisasi Produk

Perencanaan Kementerian Perencanaan Pembangunan

Nasional/Bappenas pada 11 November 2010 di Bandung.

7. MetroTVNews.com, Pefindo: Rating Obligasi Pemda Lebih Sulit Dibanding

Koorporasi diakses dari

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/05/11/240467/ pefindo-

rating-obligasi-pemda-lebih-sulit-dibanding-koorporasi, pada tanggal

4 Juni 2014 pukul 19:00 WIB.