Top Banner
BAB III PALESTINA PASCA PERANG DUNIA I A. Pendudukan Palestina oleh Inggris Inggris demikian besar perhatiannya terhadap dunia Arab dan demikian bulat kemauannya hendak menguasai Palestina, karena dunia Arab memiliki tiga arti penting yang tidak terdapat pada negara-negara lain. Pertama, sebagai lalu lintas Internasional. Kedua, sebagai pusat strategi. Dan ketiga, sebagai gudang minyak yang luar biasa besarnya. Negeri-negeri Arab merupakan daerah- daerah lalulintas Internasional yang vital sekali dan bersifat alamiyah menghubungkan barat dengan timur dan utara dengan selatan dengan secara timbal balik. Sejak jaman dulu, dunia Arab sudah menjadi lalulintas darat dan laut. Dalam jaman sekarang fungsinya bertambah lagi sebagai lalulintas udara internasional. Jenderal Inggris, John Glubb, dalam bukunya “A Soldier With the Arabsdengan jujur mengatakan bahwa Inggris sangat mengkhawatirkan
62

Rian yuliani fah

Jun 30, 2015

Download

Documents

La Mone
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Rian yuliani fah

BAB III

PALESTINA PASCA PERANG DUNIA I

A. Pendudukan Palestina oleh Inggris

Inggris demikian besar perhatiannya terhadap dunia Arab dan demikian bulat kemauannya

hendak menguasai Palestina, karena dunia Arab memiliki tiga arti penting yang tidak terdapat

pada negara-negara lain. Pertama, sebagai lalu lintas Internasional. Kedua, sebagai pusat

strategi. Dan ketiga, sebagai gudang minyak yang luar biasa besarnya. Negeri-negeri Arab

merupakan daerah-daerah lalulintas Internasional yang vital sekali dan bersifat alamiyah

menghubungkan barat dengan timur dan utara dengan selatan dengan secara timbal balik. Sejak

jaman dulu, dunia Arab sudah menjadi lalulintas darat dan laut. Dalam jaman sekarang fungsinya

bertambah lagi sebagai lalulintas udara internasional. Jenderal Inggris, John Glubb, dalam

bukunya “A Soldier With the Arabs” dengan jujur mengatakan bahwa Inggris sangat

mengkhawatirkan hubungan dagangnya dengan Timur akan terputus pada suatu ketika

disebabkan oleh tertutupnya lalulintas Arab. Kekhawatiran tersebut selalu membayangi

kepentingan-kepentingan Inggris sejak abad-abad lalu. Negeri Arab juga merupakan pusat

strategi yang tidak ada bandingnya di dunia. Ia dapat menguasai tiga benua, yaitu Eropa, Afrika,

dan Asia. Ia dapat pula menguasai kontrol atas Laut Tengah, Laut Merah, Samudera Hindia,

Selat Akaba, Selat Arabia, dan bagian timur Samudera Atlantik. Barang siapa menguasai daerah

ini, ia dapat dengan mudah memindah-mindahkan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan

Angkatan Udaranya dari satu tempat ke tempat lain, ke samudera-samudera, selat-selat, serta

Page 2: Rian yuliani fah

benua-benua tadi.1

Pemerintahan Inggris pun mengakui kurangnya minat kaum muslim terhadap Palestina pada

masa Perang Dunia I. Dengan perundingan-perundingan dengan Sharif Husain dari Makkah pada

tahun 1915-1916 berkenaan dengan perlawanannya terhadap Ottoman, London memutuskan

untuk tidak memasukan Palestina dalam wilayah yang harus diserahkan kepada Arab. Inggris

menguasai Palestina pada tahun 1917-1948. Pasca Perang Dunia I usaha pendekatan kepada

pemerintahan Inggris semakin gencar dilakukan dan pada saat yang sama Turki kalah dalam

perang. Para peminpin Zionis mendesak Inggris agar mendukung deklarasi mereka, karena

mereka banyak berjasa kepada Inggris dalam menbiayai Perang Dunia. Jika mereka mendukung,

Inggris dijanjikan akan memperoleh keuntungan dengan mengamankan terusan Suez hingga

kepentingan dan keamanan Inggris di Timur Tengah akan terjamin. Lobi Yahudi terhadap

Inggris menghasilkan Deklarasi Balfour pada tanggal 12 November 1917 yang ditandatangani

Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour, di mana Inggris mengakui hak-hak Yahudi

yang bersejarah atas Palestina, selanjutnya bersedia menyediakan fasilitas guna terbentuknya

satu tempat tinggal nasional bagi umat Yahudi. Pengakuan Internasional terhadap Deklarasi

tersebut baru terjadi tiga tahun kemudian, yaitu ketika Liga Bangsa-Bangsa menyerahkan

Palestina sebagai mandat kepada Inggris dan Inggris dapat melaksanakan janjinya.2 Akhirnya,

pada 9 Desember 1917, Inggris menduduki Palestina di bawah pimpinan Jenderal Edmund

Allenby. Pada tahun yang sama, Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour memberikan isyarat

kepada Zionis kaya dan berpengaruh Lord Rothschild, bahwa pemerintah Inggris mendukung

1 Nicola Durr. Palestina: Beginilah Ia Hilang Beginilah Ia Kembali, (Bandung: PT. Alma’arif, 1980. Hal. 40)

2 Hermawati. op. cit. hal. 97

Page 3: Rian yuliani fah

terbentuknya sebuah Homeland bagi Yahudi di Palestina. Disinilah kemudian persoalan dimulai

dan berlangsung hingga kini.3 Tugas yang diberikan Liga Bangsa-Bangsa kepada Inggris untuk

mengelola wilayah Palestina sampai mereka bisa memerintah secara otonom, ternyata

menimbulkan banyak friksi di antara warga di wilayah Palestina, khususnya antara Arab dan

Yahudi. Kedua bangsa tersebut telah dijanjikan Inggris untuk bisa membentuk pemerintahan

berdaulat yang berdiri sendiri, sehingga menimbulkan banyaknya gesekan terutama klaim

mengenai siapa yang paling berhak untuk berada di wilayah palestina. Keberadaan Inggris di

wilayah Palestina juga untuk membantu warga Palestina menjadi daerah otonom, akan tetapi

menimbulkan resistensi dari Arab, sehingga keberadannya tidak berfungsi maksimal dan jauh

dari yang diharapkan ketika Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Inggris.4 Israel selalu meyatakan

bahwa posisi legal Internasional mereka atas Palestina berasal dari Mandat Inggris ( Palestine

Mandate, 24 Juni 1922), yang mana Liga Bangsa-Bangsa menjadi sumber utama legitimasi

internasional PBB mengakui “hubungan histories bangsa Yahudi dengan Palestina” dan

menghendaki agar Palestina menjadi National Home bagi bangsa Yahudi. Mandat Palestina yang

aslinya disebut “The British Mandate For Palestine: diputuskan dalam sebuah konferensi yang

diselenggarakan pasca Perang Dunia I oleh Dewan Tertinggi Sekutu di San Remo, Itali, pada

tanggal 19-26 April 1920. Keputusan ini disahkan oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tanggal 24

Juni 1922 dan mulai diberlakukan pada bulan September 1923. Istilah national home bagi bagsa

Yahudi tertulis dalam Piagam PBB pasal 2 paragraf 4 dan juga dalam pembukaan tentang

ketentuan Mandat Palestina. Dalam pasal 2 itu juga disebutkan Inggris berkewajiban untuk

melindungi hak-hak sipil dan agama bagi semua penduduk Palestina, terlepas dari apa agama dan

3 Trias Kuncahyono. op. cit, hal. 160

4 Ahmad Ghazali Khairi dan Amin Bukhari. Air Mata Palestina, (Jakarta: Hi-Fest, 2009. Hal. 141)

Page 4: Rian yuliani fah

ras mereka. Bagian ini sangat penting, namun jarang sekali disebutkan Israel. Yang ditekankan

Israel adalah tentang ketentuan national home saja. Tapi hak Israel yang mendasarkan pada

mandat Palestina yang diputuskan di San Remo, dan juga perjanjian Serves, serta deklarasi

Balfour, dibantah oleh Inggris lewat apa yang disebut “Churchill White Paper” atau “White

Paper of 1922”. Dalam Churchill white Paper ini, Inggris menyatakan tidak mendukung sebuah

nation yang terpisah yang disebut sebagai Jewish Nation Home. Yang didukung Inggris adalah

pembentukan komunitas Yahudi di wilayah Palestina. Selain itu, dalam salah satu alenianya,

Churchill White Paper juga menyangkal pembentukan sebuah negara Palestina Yahudi

seluruhnya dan menyatakan bahwa pemerintah Inggris tidak berkeinginan untuk melihat

Palestina menjadi Yahudi-nya Inggris. Sementara Palestina juga menyatakan bahwa Jerusalem

atau Al-Quds akan menjadi ibu kota Negara Palestina Merdeka di masa mendatang, atas dasar

klaim pada agama, sejarah, dan jumlah penduduk kota itu. Saling klaim terus terjadi, status

Jerusalem itu sangat berkait dengan masa depan perdamaian Timur Tengah, bahkan mungkin

perdamaian dunia. Rasanya tidak akan pernah ada penyelesaian konflik antara Israel-Palestina

kalau tidak ada penyelesaian yang menyangkut Jerusalem.5 Di Palestina, Resolusi terhadap

kepentingan yang bertabrakan tampaknya mustahil untuk dilakukan, dan ini menyebabkan

kerusakan yang berlarut-larut terhadap hubungan antara masyarakat Arab dan kekuatan Barat.

Selama Perang Dunia II, imigrasi Yahudi ke Palestina benar-benar mustahil, dan sebagian besar

aktifitas politik telah ditunda. Seiring dengan berakhirnya perang, jelas bahwa hubungan

kekuasaan telah berubah. Bangsa Arab Palestina, dibandingkan sebelumnya kurang mampu

menunjukan front yang padu. Sementara itu, Yahudi Palestina disatukan oleh lembaga-lembaga

manual yang kuat. Banyak di antara mereka yang memperoleh pelatihan dan pengalaman militer

5 Trias Koncahyono. op. cit, hal. 256

Page 5: Rian yuliani fah

di angkatan bersenjata Inggris selama perang. Mereka memiliki dukungan yang lebih luas dan

lebih pasti dari Yahudi di negeri-negeri lain.

Pemerintahan Inggris selain sadar akan argumen yang mendukung imigrasi Yahudi yang cepat

dan berskala besar, juga menyadari bahwa hal itu akan mengarah kepada tuntutan sebuah negara

Yahudi, dan ini akan membangkitkan perlawanan yang kuat oleh bangsa Arab yang telah dijajah

atau dirampas hak miliknya. Inggris juga tidak bebas berindak seperti tahun 1939, karena

hubungan dekatnya dengan Amerika Serikat dan ketergantungan ekonomi kepadanya,. Pada

tahun 1947, Inggris memutuskan untuk menyerahkan perkara ini ke PBB. Sebuah komisi khusus

PBB dikirim untuk menyelidiki masalah dan mengeluarkan sebuah rencana pemisahan dengan

syarat-syarat yang menguntungkan kalangan Zionis. Hal ini disetujui oleh Majelis Umum PBB

pada November 1947, dengan dukungan yang sangat aktif dari Amerika Serikat dan Rusia, yang

menginginkan Inggris menarik diri dari Palestina. Anggota PBB dari negeri-negeri Arab dan

Arab Palestina menolak rencana itu.6

B. Kebijakan Inggris Terhadap Palestina

Pihak yang bertanggung jawab atas pemandatarisan Palestina merupakan tanggung jawab Inggris

selaku negara yang menerima mandat untuk terus mendirikan lembaga-lembaga pemerintahan

regional, serta memberikan jaminan hak-hak sipil dan agama kepada seluruh rakyat Palestina.

Artinya, dengan ini diharapkan agar janji Balfour tidak akan menghalangi anak bangsa Palestina

saat menuntut pembentukan lembaga-lembaga pendirian negara Inggris selalu lebih

mengutamakan komitmen pada pemecahan wilayah sesuai dengan janji Balfour, dan menutup

telinganya serta tidak menghormati pemecahan yang bergantung pada hak-hak bangsa Palestina

yang merupakan komposisi penduduk saat awal penjajahan. Inggris memberlakukan undang-

6 Albert Hourani. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2004. Hal. 670)

Page 6: Rian yuliani fah

undang pemerintahan militer di Palestina hingga akhir Juni 1920, kemudian baru berubah ke

pemerintahan sipil. Inggris menunjuk seorang Yahudi Zionis, Herbert Samuel sebagai Komisaris

Tinggi Inggris di Palestina (1920-1925) untuk mengemban tugas riil realisasi proyek zionis di

Palestina (1920-1925). Palestina benar-benar hidup di bawah konspirasi penjajahan Inggris yang

sangat hebat. Rakyat Palestina dilarang membangun lembaga-lembaga konstitusional dan

pemerintahan serta harus tunduk di bawah pemerintahan Inggris secara langsung. Inggris juga

terus menganjurkan bangsa Yahudi untuk terus berimigrasi ke Palestina hingga jumlah Yahudi

kian bertambah dari 55 ribu (8 pesen dari populasi) tahun 1918 menjadi 650 ribu (31 persen dari

populasi 1948). Kendati dengan seluruh daya upaya Yahudi-Inggris untuk merampas tanah

Palestina, namun Yahudi masih belum dapat menguasai wilayah tersebut kecuali hanya 6,7

persen dari seluruh wilayah Palestina tahun 1948. Pada tahun 1918 Inggris membatasi imigrasi

Yahudi dan menahan peralihan kepemilikan wilayah Palestina kepada orang-orang Yahudi, atas

dasar bahwa penyerahan itu akan melanggar status quo. Inggris juga melarang “Hatikvah” (lagu

kebangsaan zionis) dinyanyikan di depan umum dan menolak untuk mengakui bahasa Ibrani

sebagai bahasa resmi. Tentu saja kebijakan-kebijakan ini membuat orang-orang Arab Palestina

berharap bahwa Rumah Nasional Yahudi tinggal tunggu untuk dihapus saja. Keyakinan tersebut

mungkin telah mendorong pecahnya tindakan kekerasan orang Arab Palestina terhadap orang-

orang Yahudi di Jerusalem pada beberapa bulan di awal tahun 1920. Selama kerusuhan rasial itu,

Sir Donald Storrs, Gubernur Palestina saat itu, tidak mengirimkan tentara keamanan dan tidak

mengizinkan kaum Yahudi mengorganisasi pertahanan mereka sendiri. Tetapi kerusuhan rasial

itu menumbuhkan kembali simpati kalangan pemerintah Inggris terhadap zionisme. Pemerintah

Inggris juga meneguhkan kembali komitmennya, sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi

Balfour: Departemen Luar Negeri 2 November 1917 Lord Rothschild yang terhormat,

Page 7: Rian yuliani fah

Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda,

pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui

oleh Kabinet. "Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air

untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan

tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan

yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi

yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-

negara lainnya ."

Saya sangat berterima kasih jika Anda dapat menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi Zionis. Salam, Arthur James Balfour yang sebelumnya telah menunjukan tanda-tanda akan ditinggalkan. Pada saat itu Inggris secara remi mendukung Rumah Nasional bagi orang-orang Yahudi, tetapi tidak mendukung negara Yahudi. Pada titik ini Inggris tetap setia pada Deklarasi Balfour selama beberapa tahun, sehingga kaum Yahudi secara relative hidup damai sebelum mulai membangun Rumah Nasional mereka. Selama tahun 1930-an, Inggris tetap dingin terhadap Zionisme. Masa itu adalah saat ketika Inggris memegang prinsip penyelesaian konflik dengan cara- cara damai yang memang disengaja karena pemerintah berusaha untuk mengenyahkan kemungkinan yang cukup mengerikan akan terjadinya perang dunia. Inggris berfikir bahwa jika tanah air bagi orang-orang Yahudi yang menyebabkan semua masalah itu, maka gagasan tersebut pasti tidak dapat berjalan dan karena itu harus ditinggalkan. Pada tahun 1937 muncul pemberontakan Arab Palestina terhadap penguasa Mandat Inggris. Pemberontakan ini mendorong Inggris mengubah kebijakan yang memperlonggar eksodus bangsa Yahudi dari berbagai belahan dunia, terutama dari Eropa, ke Palestina. Pada tanggal 17 Mei 1939 Inggris mengumumkan Naskah Putih yang berisi prinsip-prinsip baru tentang Palestina. Kebalikan dari kebijakan lama, pemerintah mengusulkan pendirian, dalam

Page 8: Rian yuliani fah

31 sepuluh tahun, Negara Palestina Merdeka yang dihubungkan dengan Inggris oleh suatu perjanjian khusus. Ketentuannya yang terpenting adalah mengenai imigrasi dan transfer tanah. Pada kedua hal ini, Inggris sebenarnya mengabulkan tuntutan orang-orang Arab, yaitu para imigran dibatasi hingga 75.000 orang untuk lima tahu berikutnya, dan setelah itu dihentikan sama sekali. Sementara itu Palestina akan dibagi ke dalam tiga zona: pertama, zona yang memperbolehkan transfer tanah dari golongan Arab ke Yahudi. Kedua, zona yang membatasi tindakan itu. Dan ketiga, zona yang melarang sama sekali adanya transfer tanah itu. Naskah Putih ini, sekalipun belum memuaskan pihak Arab, namun telah mencatat kemenangan cukup berarti bagi mereka. Pada saat yang sama Zionis merasa sangat terganggu dengan munculnya kebijakan itu. Mereka menganggap kebijakan itu telah menyalahi Deklarasi Balfour. Zionis Yahudi kemudian menuntut Inggris agar mencabut kembali kebijakan itu. 26 Inggris tetap menentang Zionisme dan bertekad untuk menjaga hak-hak orang Palestina hingga akhir pemerintahan mandat mereka. Bahkan setelah terungkapnya fakta yang mengerikan tentang Holokaos Nazi, Inggris tetap menentang imigrasi kaum Yahudi. Tuntutan publik dari Presiden Harry S. Turman pada tahun 1946 untuk segera memberikan izin bagi 100.000 pengungsi Yahudi ke Palestina ditolak oleh Inggris. Pada 29 Juni tahun itu pemerintah Inggris memerintahkan penangkapan beberapa pemimpin Yahudi. Karena ditekan oleh Yahudi di Palestina, sekretaris Luar Negeri Ernest Bevin mengumumkan niat 26 Tiar Anwar Bachtiar. Hamas kenapa dibenci Israel? , (Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika, 2009, hal. 48-49) 32 Inggris untuk mengembalikan mandatnya di Palestina kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Februari 1947. Mandat Inggris berakhir pada tanggal 15 Mei 1948, sehari setelah Ben Gurion memproklamasikan Negara Israel, dengan dukungan dari PBB.27 Pemerintahan Inggris dengan secara intensif melucuti senjata rakyat Palestina. Namun pada kesempatan lain, pemerintah Inggris menutup mata pada pihak Israel, bahkan menggalakkan pemilikan senjata secara rahasia, mempersenjatai mereka, dan membentuk milisi serta melatih mereka. Hingga pada saat pecahnya perang 1948, jumlah pasukan bersenjata Israel sudah mencapai 70.000 tentara. Jumlah ini tiga kali lipat dari jumlah tentara Arab yang ikut bagian dalam kancah perang 1948.28 Inggris menjalankan mandatnya di Palestina dan daerah di sebelah Timurnya. Karena kewajiban yang dibebankan Deklarasi Balfour dan yang diulangi dalam mandat, mengharuskan Inggris untuk menfasilitasi pembentukan negara nasional bagi Yahudi, maka Inggris memerintah langsung Palestina. Dari

Page 9: Rian yuliani fah

titik awal pemerintahan Inggris, jelas akan sulit untuk menciptakan struktur pemerintahan lokal apapun yang akan menampung kepentingan-kepentingan penduduk Arab Palestina asli maupun kepentingan-kepentingan Zionis itu. Bagi Zionis yang terpenting adalah membuka terus pintu masuk untuk imigrasi, dan ini termasuk mempertahankan kendali langsung Inggris sampai komunitas Yahudi menjadi cukup besar dan telah mengamankan kendali yang memadai atas sumber 27 Karen Armstrong. Perang Suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, (Jakarta: Serambi, 2004. Hal. 167-170) 28 Muhsin Muhammad Shaleh. Op. Cit. hal. 46-48 33 ekonomi negeri ini sehingga mampu mengurus kepentingan-kepentingannya sendiri. Bagi orang Arab Palestina yang terpenting adalah mencegah imigrasi Yahudi agar tidak membahayakan hak untuk menentukan pemerintahan sendiri, dan bahkan eksistensi komunitas Arab. Terperangkap diantara dua tekanan itu, kebijakan pemerintah Inggris adalah tetap memegang kendali langsung, mengizinkan imigrasi dalam batasan-batasan, menyokong seluruh kepentingan ekonomi komunitas Yahudi, dan meyakinkan bangsa Arab Palestina dari waktu ke waktu apa yang akan terjadi tidak akan mengarah kepada pendudukan atas mereka. Kebijakan ini lebih berat memihak kepada kepentingan Zionis dari pada bangsa Arab Palestina. C. Konflik Arab Yahudi di Palestina Konflik Arab-Yahudi sebetulnya sudah dimulai sejak eksodus besar- besaran bangsa Yahudi ke Palestina pasca Deklarasi Balfour tahun 1917. Konflik ini semakin menggila setelah terbit resolusi Majlis Umum PBB tentang pembagian wilayah palestina November 1947. Konflik pada tahun itu berubah menjadi pertempuran yang menelan korban lebih dari 2.500 korban jiwa rakyat Palestina.29 Konflik-konflik yang terjadi sebelum tahun 1947 lebih banyak berupa ketegangan-ketegangan diplomatik dan protes-protes keras antara bangsa Arab Palestina yang merasa tanah mereka direbut dengan bangsa Yahudi yang begitu 29 Garry M. Burge. Op. cit. hal. 47 34 ambisius ingin menguasai Palestina. Protes-protes biasanya diwujudkan dalam bentuk kerusuhan-kerusuhan. Antara tahun 1880-1919 ketegangan juga terjadi antara penguasa Turki Utsmani dengan pihak Sekutu Eropa yang dimotori oleh Inggris. Tahun 1920 terjadi kerusuhan di Palestina, tahun 1921 terjadi di Jaffa. Kerusuhan-kerusuhan itu kemudian mendorong pihak Sekutu Eropa untuk memberikan mandat kepada

Page 10: Rian yuliani fah

Inggris setelah runtuhnya Turki Utsmani yang secara de jure menguasai Palestina pada 1924 untuk meredam kerusuhan-kerusuhan itu. Namun, kerusuhan- kerusuhan tetap saja terjadi. Pada 1929 terjadi lagi kerusuhan, kemudian antara tahun 1936-1939, dan terakhir tahun 1946. Pada 4 April 1920 terjadi lagi pertikaian antara Arab dan Yahudi. Massa Arab berpencar dan menyerbu kompleks pemukiman Yahudi. Polisi Arab berpihak kepada perusuh, pasukan Inggris tidak keluar untuk menghentikan kekerasan itu, dan orang-orang Yahudi dilarang untuk mengorganisir pertahanan mereka sendiri. Sebagian besar korban adalah Yahudi. Sebanyak 90 orang terbunuh dan 244 orang mengalami luka-luka. Ketegangan terus berkembang di kedua belah pihak, kekerasan terjadi di seluruh Palestina. Pada akhir Agustus 1920, 133 orang Yahudi terbunuh dan 339 cedera. Polisi Inggris telah menewaskan 110 orang Arab, dan 6 orang tewas dalam serangan balasan Yahudi ke Tel Aviv. Pada musim panas 1929, terjadi konfrontasi berdarah pertama antara bangsa Arab Palestina dengan para imigran Zionis. Kaum Zionis dan pasukan Inggris menyerang bangsa Palestina dan menewaskan sekitar 531 orang. Banyak 35 di antaranya terluka atau dipenjara seumur hidup. Sejak akhir 1920 hingga 1935 pemberontakan bersenjata oleh Syeikh Izzudin al Qassam, pemimpin Arab pertama di Palestina yang menyerukan perlawanan bersenjata melawan para kolonialis dan penguasa asing. Pada tahun 1935 al Qassam menghimpun 800 pasukan bersenjata ke Haifa dan bergerak ke perbukitan di Tepi Barat, sebagai upaya untuk mengenyahkan kekuatan Inggris dan memerdekakan Palestina. Mereka berkonfrontasi dengan pasukan Inggris dan Zionis dalam sebuah pertempuran tak seimbang, dimana al Qassam beserta beberapa pengikutnya terbunuh dan sebagian yang lain banyak yang menjadi tawanan. Abdul Qadir Husaini mengambil alih kepemimpinan perjuangan Palestina pada tahun 1937, namun ia pun terbunuh bersama beberapa pengikutnya setelah terlibat dengan banyak pertempuran. Pada tahun 1940, Hasan Salameh memikul tanggung jawab untuk memimpin perang gerilya melawan kekuatan persekutuan Inggris-Zionis, namun pada akhirnya ia pun terbunuh.30 Kekecewaan orang-orang Arab mencapai puncaknya menjadi pembangkangan sipil secara terang-terangan. Kemudian terjadilah pemberontakan Arab melawan Inggris dari 1936 hingga 1938, yang selama masa-masa itu Palestina sangat menderita. Kerumunan orang-orang Arab dengan marah meledakan sebuah bom di sekolah agama Yahudi yang membunuh 9 orang anak dan 46 Yahudi tewas dalam serangan lainnya.

Page 11: Rian yuliani fah

30 Imam Khomeini. Palestina Dalam Pandangan Imam Khomeini, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2004. hal. 14) 36 Dalam suatu peristiwa di tahun 1938, para pemberontak Palestina sempat menguasai kota. Selama krisis ini, kepemimpinan Zionis masih menerapkan kebijakan menahan diri, tetapi Irgun melakukan pemboman dan serangan yang dalam peristiwa itu 48 orang Arab kehilangan nyawa mereka. Selama pemberontakan tersebut, Jerusalem kehilangan tempatnya sebagai pemimpin perlawanan terhadap Zionisme. Kerusuhan-kerusahan itu sebenarnya memperlihatkan sebuah bentuk pemberontakan bangsa Arab terhadap dominasi asing dan Yahudi. Kerusuhan antara 1936-1939, terurama didominasi oleh gerakan yang dipimpin oleh seorang yang sangat berpengaruh, Izzuddin Al-qassam. Pemberontakan ini amat dikenal karena merupakan puncak perkembangan dari pergerakan bangsa Palestina. Sejak Zionisme memasuki tanah Palestina, para pengikutnya telah berusaha menghancurkan orang-orang Palestina. Agar memberi ruang pada para imigran Yahudi, orang-orang Palestina terus ditekan, diasingkan, dan diusir dari rumah-rumah dan tanah mereka. Hal ini terjadi sampai berdirinya Negara Israel tahun 1948 dan telah menghancurkan kehidupan ratusan ribu warga Palestina. Bahkan saat ini, sekitar 3,5 juta orang palestina masih berjuang mempertahankan kehidupannya, menjadi pengungsi di kamp-kamp pengungsian dalam keadaan yang sangat sulit karena pengusiran tersebut. Setiap kedatangan orang Yahudi yang baru berati kekejaman, tekanan, dan kekerasan baru terhadap orang-orang Palestina. Untuk memberi tempat tinggal bagi pendatang baru, Zionis menggunakan tekanan dan kekuatan untuk mengusir orang-orang Palestina dari tanahnya yang telah mereka tempati selama berabad- 37 abad, hingga mereka harus pindah ke padang pasir dan tempat-tempat pengungsian. Itulah yang menyebabkan orang-orang Arab merasa harus melakukan perlawanan terhadap bangsa Yahudi yang datang ke Palestina.31 Terbentuknya negara Israel pada 14 Mei 1948 telah memicu konflik berkepanjangan antara Arab dengan Yahudi Israel. Konflik bersenjata pertama antara Arab dengan Israel terjadi beberapa hari setelah diproklamasikannya kemerdekaan Israel. Pada saat itu, Israel belum memiliki angkatan bersenjata yang resmi, dan hanya mengandalkan organisasi paramiliter seperti Hagana dan Irgun yang berjuang tanpa komando. Alasan-alasan berdirinya Negara Israel selain karena dorongan religius yang sangat kuat untuk kembali, ada empat faktor lain yang menjadi alasannya, yaitu: Pertama, alasan keamanan. Persoalan yang biadab dari orang-orang Nazi dimana 6.000.000 orang Yahudi terbunuh. Hal itu memberi mereka keyakinan

Page 12: Rian yuliani fah

bahwa keamanan diri mereka hanya mungkin terjuwud bila di negeri mereka sendiri. Kedua, alasan Psikologis. Sebagian dari mereka yakin bahwa sudut Psikologis tidak sehat bagi orang Yahudi untuk hidup sebagai minoritas. Hal ini dapat dihindari jika mereka memiliki identitas bangsa dalam negerinya sendiri. Ketiga, alasan kultural. Semangat keagamaan Yahudi semakin lama semakin luntur, dan tradisinya hampir punah sama sekali. Harus ada sebidang tanah di muka bumi ini dimana agama yahudi itu merupakan kebudayaan utama dari orang-orang Yahudi. Keempat, alasan idealisme. Pada suatu tempat di dunia ini 31 Tiar Anwar Bahtiar. Op. Cit. hal. 57 38 harus ada suatu bangsa bernegara yang diabadikan untuk mewujudkan cita-cita serta moral-moral kenabian mereka.32 Peperangan tahun 1948 yang juga dikenal dengan nama Al Nakba dimenangkan oleh Israel, setelah selama lebih dari satu tahun bertempur. Dan pada tahun itu pula, eksistensi Israel sebagai negara ditegaskan dengan diterimanya Israel sebagai anggota PBB. Perang 1948 telah memunculkan persoalan pengungsi yang terusir dari kediamannya di Palestina.33 Orang-orang Israel juga memaksa orang-orang Palestina untuk hidup dalam pemblokiran. Meskipun mereka hanya memiliki sejumlah kecil tanah dibandingkan jumlah penduduk mereka, orang-orang Palestina berada dalam kendali yang ketat dan pengawasan terus menerus. Israel terus menerapkan kewenangan pengawasan atas 97% Tepi Barat dan 40% Jalur Gaza yang keduanya berada di bawah Otorita otonomi Palestina. Meskipun orang-orang Palestina yang tinggal di daerah ini tampak diatur oleh pemerintahannya sendiri, Israel telah menentukan batasan-batasan ketat akan kemerdekaan bergerak bagi semua orang Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan sebagian besar Jalur Gaza.34 Pada 2 Desember 1946, suatu kerumunan warga Arab bergerak melewati gerbang Yaffa dan menjarah pusat perdagangan Yahudi. Irgun membalas dengan cara menyerang pinggiran kota Arab di Katamon dan Syeikh Jarrah. Pada Maret 1948, Tujuh Puluh orang Yahudi dan Dua Ratus Tiga Puluh orang Arab terbunuh 32 Huston Smith. Agama-Agama Manusia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995. Hal. 352) 33 Ahmad Ghazali Khairi dan Amin Bukhari. op. cit, hal. 144 34 Harun Yahya. op. cit hal. 113 39 dalam sebuah pertempuran di sekitar Jerusalem, bahkan sebelum selesainya secara resmi masa kerja Mandat Inggris. Pada Febuari 1948 warga Arab mengepung pinggiran kota Yahudi di Jerusalem Barat, yang terputus dari bagian negeri itu hingga Haganah membuka Jalan. Pada 10 April perang memasuki fase baru ketika Irgun menyerang

Page 13: Rian yuliani fah

perkampungan Arab di Deir Yassin, tiga mil sebelah barat Jerusalem. Pada 13 April, orang-orang Arab menyerang sebuah konvoi yang membawa para pasukan Irgun yang terluka di Deir Yassin ke Klinik Pusat Gunung Scopus.35 Setelah Perang 1967, status Jerusalem yang secara de facto diduduki dan dikuasai Israel tidak jelas secara de jure. Israel bahkan melakukan “Yudaisasi” atas Jerusalem, yakni dengan menerapkan hukumnya atas wilayah Jerusalem Timur dan menyatakan bahwa Jerusalem secara menyeluruh dan bersatu merupakan ibu kota abadi Israel. Hal ini diputuskan oleh Knesset pada tanggal 18 Juni 1967. Tindakan itu oleh Majelis Umun PBB dinyatakan tidak sah. Pernyataan tersebut dituangkan dalam resolusi Nomor 2253. Resolusi yang dirancang oleh Pakistan itu diterbitkan pada 4 Juli 1967. Yang pada intinya resolusi itu mengganggap semua yang dilakukan oleh Isreal di Jerusalem Timur adalah illegal dan arena itu harus dihentikan. Resolusi tersebut didukung oleh 99 anggota, 20 abstain, dan 3 absen. Akan tetapi semua itu tidak dianggap oleh Israel. Mereka tetap menyatakan bahwa Jerusalem adalah ibu kotanya. Dan, setelah melalui perdebatan panjang selama berbulan-bulan, Dewan Keamanan PBB pada tahun 1967 35 Karen Armstrong. Op.Cit, hal. 523 40 mengeluarkan Resolusi yang amat terkenal, yaitu Resolusi 242. Resolusi ini menyerukan: 1. Penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah pendudukan yang diambil pada saat Perang 1967. 2. Penghentian semua klaim oleh semua negara yang berperang dan menghormati serta mengakui kedaulatan dan integritas teritorial serta kemerdekaan politik dari setiap negara di wilayah itu.36 Perang antara Arab dan Yahudi Isreal lagi-lagi pecah. Perang ini berkobar setelah keluarnya resolusi pembagian wilayah Palestina. Bangsa Palestina ini terus memikul beban-baban hidup yang terlalu berat selama enam bulan pertama dengan bantuan sejumlah sukarelawan. Karena negara-negara Arab menolak untuk mengirimkan pasukannya kecuali setelah Inggris keluar pada tanggal 15 Mei 1948. Bangsa Palestina sudah merasakan redupnya dukungan Negara-negara Arab dari segi persenjataan dan perlengkapan perang lainnya yang dikarenakan negara-negara Arab yang telibat dalam peperangan mengalami kekalahan secara beruntun dan hal tersebut mengakibatkan hancurnya perekonomian serta banyaknya tentara dan masyarakat sipil yang menjadi korban. Namun mereka berhasil mananamkan kegelisahan, kegoncangan, dan ketakutan dalam diri Yahudi untuk masa yang cukup lama, hingga pembentukan militer Zionis yang kuat dan ditambah dengan bantuan dari pasukan Inggris. 36 Trias Kuncahyono. op. cit, hal. 264

Page 14: Rian yuliani fah

41 Yahudi mendeklarasikan Negara Israel pada sore hari tanggal 14 Mei 1948. Dengan usainya perang, mereka telah berhasil mengalahkan pasukan militer Arab dan menguasai sekitar 78% wilayah Palestina. Adapun bangsa Palestina telah mendeklarasikan Pemerintahan Rakyat Palestina dalam konferensi di Gaza, Oktober 1948. Namun pemerintahan Arab tidak punya tentara di atas wilayah Palestina yang dapat memungkinkan mereka untuk mengendalikan kekuasaan. Bahkan, al-Hajj Amin al_Husain dipaksa pergi dari Gaza dengan ancaman senjata Mesir. 42 BAB IV

PENGUSIRAN ETNIS PALESTINA DAN DIASPORA ETNIS PALESTINA A. Pengusiran Etnis Palestina

Target Israel tahun 1948 tidak hanya menguasai kota suci Jerusalem, juga mengevakuasi penduduk aslinya, bangsa Palestina. Dalam mewujudkan target tersebut organisasi-organisasi Yahudi melakukan banyak tindakan-tindakan kekejaman atas bangsa Arab.37 Faktor-faktor yang menyebabkan pengusiran etnis Palestina adalah: 1. Agama, Yahudi Iarael berkeyakinan bahwa tanah Palestina merupakan tanah yang telah dijanjikan oleh nenek moyang mereka. 2. Ekonomi, wilayah Palestina merupakan wilayah yang strategis bagi lalulintas Internsional, serta hasil alam yang melimpah seperti Jeruk, biji- bijian dan Zaitun serta kekayaan alam seperti logam. Taktik pengusiran etnis Palestina oleh organisasi militan Israel antara lain dengan cara: desa-desa dikepung dari tiga arah dan arah ke empat dibuka untuk

Page 15: Rian yuliani fah

penerbangan dan evakuasi. Pengusiran etnis dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah dari Desember 1947 hingga akhir musim panas 1948. Dalam tahap ini desa-desa Palestina di sepanjang pesisir dan bagian yang lebih dalam dihancurkan dan penduduk desa-desa itu diusir. Hingga Juni 1948, sekitar 370.000 orang Palestina telah diusir dari rumah- rumah mereka dan pada akhir tahun itu, angka-angka orang-orang terusir menjadi 37 Ribhi Y, Awad. Mencari Palestina: Dilema dari Pemukiman Yahudi Pertama hingga Perdamaian Oslo 1993, (Jakarta, 2006), hal. 84 43 780.000. Pada pertemuan kabinet yang dipimpin oleh Ben Gurion tanggal 18 Agustus 1948, dilaporkan bahwa 286 desa telah dibersihkan dan 3 juta dunum lahan (setara dengan 3 miliar meter persegi) ditinggalkan oleh-orang-orang Palestina yang memilikinya. Operasi tahap kedua, yaitu enam bulan setelah berakhirnya operasi tahun pertama, Haganah telah mengusir 432.780 orang-orang Palestina dari kawasan- kawasan yang menjadi daerah jatah Israel dalam UN Partition Plan. Sebanyak 347.220 orang lainnya diusir dari kawasan di sekitar garis batas daerah jatah Israel. Operasi tahap ketiga dilakukan hingga tahun 1954. Sebanyak 900.000 orang yang hidup di kawasan jatah Israel, hanya 100.000 orang yang tetap tinggal di tanah mereka atau di dekat rumah mereka. Mereka inilah yang menjadi kelompok minoritas Palestina yang menjadi warga Israel. Sisanya, (800.000 orang) diusir, melarikan diri karena rasa takut, atau tewas. Dengan demikian total 80 persen orang Palestina yang tinggal di daerah jatah Israel telah terusir dan hidup di penampungan hingga kini.38 Pada tanggal 25 April 1948, Irgun menyerang orang-orang Arab di Deir Yassin, hampir seluruh penduduk yang berjumlah 70.000 orang meninggalkan kota mereka dan mengungsi. Pemandangan berlanjut dengan penjarahan, perampokan, dan perusakan. Pada pertempuran dan pengusiran etnis itu, sekitar 750.000 orang Palestina keluar dari negeri itu dan menjadi pengungsi. Mereka tidak penah diizinkan untuk kembali. Penjelasan resmi Israel tentang eksodus 38 Dina Y. Sulaeman. op. cit, hal. 81-83 44 massal ini adalah bahwa kaum Yahudi mengundang orang-orang Arab untuk tetap tinggal, tetapi mereka lebih memilih untuk mendengarkan nasihat para pemimpin mereka yang mendesak mereka untuk pergi. Penjelasan para pengungsi sendiri adalah bahwa mereka pergi karena ketakutan mereka pada kekejaman Irgun. Orang-orang Palestina juga mengklaim bahwa para tentara Israel meneror banyak desa Arab, mengumpulkan para sandera dan menembaki mereka di desa-desa juga sebagian orang Arab dipaksa keluar dari desa-desa mereka dan dilarang untuk

Page 16: Rian yuliani fah

kembali.39 Dengan dikuasainya Jerusalem oleh Israel, ia berkali-kali melakukan pengusiran terhadap bangsa Palestina dari kota itu, walaupun tidak berhasil secara sempurna. Setelah pendudukan atas kota suci berhasil, serdadu Israel langsung memerintahkan penduduk Arab Palestina agar angkat kaki atau mengungsi.40 Ketika perang pada tahun 1948 semakin berkobar, semakin banyak penduduk daerah lain yang pindah ke Ramallah. Maka mengalirlah pengungsi ke Jaffa, Lydd, Ramleh serta desa-desa lain di Ramallah. Banyak diantara mereka yang meninggalkan kampung halamannya karena kemauannya sendiri dan banyak pula yang terpaksa meninggalkan rumah dan kampung halamannya karena diusir oleh milisi Yahudi yang kemudian menjadi angkatan bersenjata Israel. Pada tahun 1953, jumlah penduduk Ramallah sudah berlipat dua. Tetapi sepertiganya adalah pendatang. Para pendatang itu membangun kamp-kamp pengungsian, antara lain di Amari, Qadurah, dan Jalason. Sejak itulah hingga kini komunitas Kristen dan 39 Karen Armstrong. op. cit, hal. 183-184 40 Ribhi Y, Awad. op. cit, hal. 85 45 muslim yang merupakan pendatang, mereka hidup dengan rukun, aman, dan damai.41 Perang 1948 merupakan perang yang telah menghancurkan kohesi sosial ekonomi bangsa Palestina yang menemukan diri mereka terusir, setelah berdiam di negerinya sendiri selama 4.500 tahun yang lalu. Setelah perang 1948, bencana kemanusian terus terjadi di Palestina tanpa dapat dikendalikan. PBB telah mencatat bahwa terdapat 726.000 yang melakukan pengungsian, 25.000 orang Palestina terdaftar sebagai pengungsi kasus perbatasan. Sumber Arab bahkan mencatat 800.000 jiwa telah kehilangan harta benda serta rumah mereka. Pada Perang Enam Hari, lagi-lagi Israel mendapat kemenangan dan lagi- lagi terjadi eksodus para pengungsi Palestina sebanyak 400.000 orang Palestina meninggalkan Tepi Barat dan menetap di kamp-kamp Yordania.42 Akibat Perang Enam Hari, 160.000 orang meninggalkan Jerusalem dan menjadi pengungsi. Ketika Sharon menjadi penanggung jawab di Gaza, 2000 rumah telah dihancurkan dan 16.000 orang diusir untuk kedua kalinya. Sejak Israel diciptakan sebagai negara, pengusiran penduduk Palestina terus berlanjut. Sejak itu pula Israel mempertahankan ilegalitas negaranya dengan teror dan pengusiran, sejak awal pula Israel sadar bahwa negara-negara Arab adalah ancaman utama atas eksistensi negaranya. Dengan bantuan Inggris, Perancis, Dan Amerika Serikat dan negara-negara sekutu lainnya, Israel semakin 41 Trias Kuncahyono. op. cit, hal. 79 42 Karen Armstrong. op. cit, hal. 227

Page 17: Rian yuliani fah

46 memperluas wilayahnya dengan melakukan pencaplokan. Semakin hari peta Palestina semakin menyempit. Pada penduduk yang ketakutan di Lydda dan Ramla meninggalkan tanahnya. Sekitar 60.000 orang Palestina keluar dari negerinya dan 350 orang lebih tewas dalam perjalanan karena keadaan kesehatan yang parah. Lima belas perkampungan kecil yang kurang dari 300 penduduk, beberapa diantaranya besar dengan sekitar 5.000 penduduk diusir dalam urutan-urutan yang cepat. Abu Susha, Abbu Zurayq, Arab al fuqara, Arab al Nufay’at, Arab zahrat, al-Dumayri, Balaf alSyakh, Danum, Khirbat al Kasayir, Khirbat al Manshiyyah, Rihaniyah, Khirbat al sarkas, War’at alSarris, dan Yajur hilang dari peta Palestina. Kenyataan bahwa agenda dunia dikendalikan oleh media Barat, yang sebagian besarnya memihak Israel, kadangkala mencegah peristiwa-peristiwa di Israel untuk diungkap. Namun beberapa kejadian berupa kekerasan dan kekejaman telah didokumentasikan secara terperinci oleh lembaga-lembaga Internasional. Kekejaman dan kebidaban Yahudi dalam pembantaian penduduk Palestina merupakan ambisi yang dipaksakan guna menciptakan Negara Israel Raya, serta membangun kembali Kuil Sulaiman (Temple of Solomon) yang runtuh dan hancur akibat keganasan Romawi. Dan mereka yakin bahwa Temple of Solomon terletak persis pada dinding barat Masjid Al Aqhsa. Program ini akhirnya dilanjutkan oleh tokoh Yahudi yang bernama Meir Kahane yang punya program untuk mengusir seluruh warga Arab Palestina dari Israel dan merobohkan Masjid Al Aqsha untuk diganti dengan Haikal Sulaiman. 47 Inggris terkadang membantu dalam pengusiran etnis dengan cara lain, lebih langsung, dengan menyediakan akte kepemilikan dan data-data penting lainnya yang telah mereka copy sebelum menghancurkannya ke pemimpin Yahudi, sebagai hal yang biasa dalam proses dekolonisasi yang mereka lakukan. Inventaris ini menambahkan detail pematangan berkas perkampungan yang dibutuhkan Zionis untuk depopulasi besar-besaran. Kekuatan militer dan kebrutalan dari sana adalah syarat pertama untuk pengusiran dan pendudukan, namun birokrasi tidak kurang penting untuk secara efisien melaksanakan operasi besar-besaran pengusiran etnis yang meminta tidak hanya pembuangan penduduk tapi juga kepemilikan barang rampasan. Sekalipun Israel secara mendasar telah menyelesaikan pengusiran etnis, namun bagi warga Palestina penderitaan belum barakhir. Sekitar 8.000 orang Palestina menghabiskan tahun 1949 di kamp tawanan, di kamp pengungsian, lainnya menderita siksaan fisik di kota, dan sejumlah besar warga Palestina diganggu dengan berbagai cara di bawah penguasa militer Israel. Rumah-rumah mereka masih terus dijarah, ladang-ladang mereka disita, tempat-tempat suci mereka dicemarkan, dan Israel melanggar hak-hak dasar seperti kebebasan untuk berkumpul dan berekspresi, dan persamaan di hadapan hukum.

Page 18: Rian yuliani fah

Besarnya bencana bagi desa-desa dapat dilihat dari 807 desa yang terdapat di Palestina yang terdaftar pada tahun 1945, hanya tersisa 433 desa yang masih berdiri pada tahun 1967. Singkatnya, 45 persen desa Palestina telah dikosongkan dan dihancurkan demi terciptanya sebuah wilayah Negara Israel. Karena Israel membutuhkan tanah, salah satu tujuannya adalah mengosongkan tanah tersebut 48 dari penduduk Palestina. Orang-orang Palestina menjadi korban dari kampanye propaganda yang menganjurkan mereka untuk mengungsi keluar. Banyak Negara Arab yang menyakinkan mereka agar mengungsi dengan asumsi bahwa setiap orang nantinya dapat kembali pulang ke rumahnya saat perang usai. Namun sungguh disayangkan, asumsi itu meleset sama sekali. B. Diaspora Etnis Palestina

Hampir semua konflik besar yang terjadi di Palestina menghasilkan pengungsi yang lari dari tempat tinggal mereka karena perang dan kemudian ditolak untuk pulang kembali. Jumlah pengungsi ini sangat mengejutkan. Seluruh anggota keluarga tumbuh besar di lingkungan kamp-kamp pengungsian dan mereka yang beranjak dewasa tidak punya masa depan. Menurut data PBB, saat ini terdapat lebih dari 3,6 juta pengungsi Palestina yang tersebar di seluruh wilayah Tepi Barat, Gaza, dan negara-negara di sekitar Israel. Di Palestina, diaspora penduduk merupakan akibat langsung dari perubahan potilik. Meningkatnya sejumlah penduduk pedesaan telah terlihat di desa-desa Arab menjelang tahun 1948, tetapi peristiwa-peristiwa tahun itu justru mengarah kepada pencabutan hak milik lebih dari separuh penduduk desa, dan kebanyakan mereka menjadi pengungsi di kamp-kamp kumuh yang berada di Yordania, Suriah, dan Lebanon.43 Sebelum Inggris mengakhiri mandatnya pada 15 Mei 1948, Irgun menyerang Yaffa dan kesan yang menghantui dari peristiwa Deir Yassin 43 Albert Hourani. op.cit, hal. 697 49 menyebabkan 70.000 orang Arab di kota itu melarikan diri. Peristiwa ini menandai permulaan dari eksodus orang-orang Palestina dari negeri-negeri mereka. Selama masa permusuhan, sekitar 750.000 orang Arab dari Palestina yang merasa ketakutan atas laporan tentang kekejaman yang terjadi di Deir Yassin, telah keluar dari negeri itu. Sebagian besar dari pengungsi berdiam di kamp-kamp di sekitar negara-negara Arab. Tak satu pun dari mereka yang diizinkan untuk kembali ke kota dan desa-desa mereka masing-masing. Pada tahun 1948, dengan diakuinya resolusi PBB No. 181, ratusan ribu warga Palestina tiba-tiba telah menjadi orang yang tak bernegara di tanahnya

Page 19: Rian yuliani fah

sendiri. Menurut Resolusi ini, Palestina dibagi menjadi sebagai berikut: 55 persen dari tanah tersebut, termasuk bagian yang lebih besar yang terdiri atas pantai yang menguntungkan secara ekonomi, diserahkan kepada orang-orang Israel, sedangkan sisanya, yang 45 persen termasuk jalur pantai sempit Gaza, setengah Galilea, dataran tinggi Judi dan samaria, serta sedikit Negev, diberikan kepada orang Palestina. Begitu tentara Inggris sepenuhnya menarik diri dari daerah ini, perang pun meletus pada 15 Mei 1948. Akibat dari perang tersebut, lebih dari 750.000 orang Arab Palestina meninggalkan segalanya yang mereka miliki dan keluar dari Palestina. Sekitar sepertiga dari mereka tinggal di Tepi Barat, sepertiga lainnya di Jalur Gaza, dan sisanya menempati pengungsian di negara-negara Arab tetangganya. Selama perang 1967, Israel menduduki Tepi Barat dan Jalur gaza. Sebagian besar warga Palestina pun meninggalkan daerah ini menuju negara- 50 negara tetangganya itu. Jumlah orang Palestina yang tersebar di seluruh dunia saat ini diperkirakan mencapai 3,4 sampai 4 juta jiwa. Dari jumlah ini, sekitar 1 juta jiwa tinggal di kamp-kamp pengungsian Tepi Barat, dan Jalur Gaza dan sepanjang perbatasan Lebanon, Syiria, dan Yordania. Lainnya tinggal di luar kamp, namun tanpa kewarganegaraan.44 Pengungsian pun terjadi di Jalur Gaza, wilayah Jalur Gaza merupakan kondisi khusus karena otoritas Israel memperlakukan wilayah tersebut jauh berbeda dengan Israel memperlakukan wilayah Tepi Barat. Wilayah Jalur Gaza luas wilayahnya kecil berpenduduk sangat padat. Sebanyak 75 persen dari jumlah 500.000 jiwa berasal dari kamp para pengungsi tahun 1948, mereka di delapan Kamp pengungsian besar. Kamp Gabalia menampung 42.000 jiwa, Kamp Rafh menampung 40.000 jiwa, Kamp Khon Yunis menampung 27.000 jiwa.45 Adapun sebagian negara-negara tujuan diaspora etnis Palestina adalah: 1. Lebanon

Pengungsi Palestina sejak kedatangannya ke Lebanon, menyusul perang Arab-Israel pertama tahun 1948, berdomisili di 17 kamp pengungsi yang tersebar di seluruh Lebanon dengan pengawasan langsung dari Badan PBB Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA) yang didirikan pada tahun 1950. Jumlah pengungsi Palestina pada tahun 1949, menurut data statistik Pemerintah Lebanon, sebanyak 104.000 pengungsi. Menurut data UNRWA, berkisar dari 105.000 hngga 130.000 pengungsi. Jumlah pengungsi Palestina di Lebanon pada tahun 1940 kurang lebih sekitar 127.000 orang, tahun 1967 sekitar 44 Harun Yahya. op. cit, hal. 104-105 45 Ribhi Y, Awad. op. cit, hal. 101 51

Page 20: Rian yuliani fah

160.723. Sedang penduduk Lebanon saat itu sekitar 1.130.000 jiwa. Jadi, secara presentase pengungsi Palestina sekitar 10 persen dari jumlah keseluruhan penduduk Lebanon.46 Di kamp-kamp itu, pengungsi Palestina mendapatkan tempat tinggal darurat, santunan, suplai air, listrik, dan pelayanan sosial, seperti kesehatan dan pendidikan secara gratis. Sekolah-sekolah gtaris yang didirikan UNRWA untuk warga Palestina dari usia enam tahun hingga 16 tahun, membantu putra-putri pengungsi memperoleh pekerjaan yang layak dan meningkatkan pendapatan mereka. Sejak tahun 1958, pemerintah Lebanon tidak mengizinkan lagi berdirinya kamp-kamp pengungsi baru atau memperluas kamp-kamp yang ada. Keputusan tersebut membuat pengungsi terpaksa harus pindah ke luar kamp atau keluar Lebanon. Setelah Israel berdiri dengan mencaplok bumi Palestina dan menginvasi negara-negara Arab pada 1948, 1956, dan 1967, Lebanon Selatan menjadi rumah untuk 150.000 pengungsi Palestina. Kini jumlah pengungsi Palestina di Lebanon Selatan membengkak hingga lebih dari 300.000 orang. Serangan Israel itu bukan yang pertama kalinya ke Lebanon Selatan. Israel tidak ingin ada pejuang kemerdekaan Palestina, dimana pun mereka berada.47 Banyak pengungsi Palestina yang tinggal di Naher al-Barid, sebuah kamp pengungsian dekat Tripoli, Lebanon. Beberapa ada di kamp Rashidiyya dekat Tyre, dan yang lainnya kebanyakan dari klan, tinggal di Ghazzawiyya. Sebuah 46 Mustafa Abdurrahman. op.cit, hal. 270 47 Anwar M. Aris. Israel Is Not Real, (Jakarta: Rajut Publishing House, 2009. Hal. 105) 52 komunitas yang lebih kecil juga mendiami kamp pengungsian Ayn Hilwa di Selatan Lebanon. Kamp-kamp pengungsi Sabra-Shatila dibangun menyusul perang Arab- Israel pertama tahun 1948 untuk menampung eksodus pengungsi Palestina ke Lebanon, yang sebagian besar dari wilayah Galilie (wilayah Palestina Utara). Kini sebagian besar penghuni Sabra-Shatila sudah merupakan generasi kedua atau ketiga, atau bahkan generasi keempat yang lahir dan dibesarkan di kamp tersebut. Hanya segelintir pengungsi Palestina dari generasi pertama yang masih hidup di kamp Sabra-Shatila. Kamp pengungsi Sabra dan Shatila terletak dalam satu komplek. Kamp Shatila dihuni oleh sekitar 17.000 pengungsi, sedangkan Kamp Sabra dihuni sekitar 7.000 pengungsi. Luas Sabra dan Shatila, yang total dihuni 24.000 pengungsi itu hanya sekitar satu kilometer pesegi saja. Rumah-rumah yang dihuni para pengungsi Palestina itu berbentuk rumah petak yang sangat sempit dan sangat kumuh. Sangat tidak layak menjadi tempat hunian. Di dalam kompleks Kamp Shatila misalnya, rumah-rumah gubuk yang dibuat dari bahan papan kayu atau semen sekadarnya, banyak tidak terkena pancaran sinar matahari yang membuat lingkungan itu sama sekali tidak sehat

Page 21: Rian yuliani fah

Lorong sempit dengan lebar hanya satu meter hingga dua meter, menjadi jalan penghubung utama di dalam kompleks kamp-kamp tersebut, sekaligus sebagai pemisah antara satu rumah dengan rumah yang lainnya. Di lorong-lorong sempit itu seringkali terlihat anak-anak kecil bermain, yang merupakan generasi ketiga atau keempat dari pengungsi Palestina di sabra dan Shatila. 53 Kompleks kamp-kamp pengungsi Sabra dan Shatila, sudah tampak tidak ada jarak lagi dengan perkampungan di sekitarnya. Suatu hal yang membedakan antara kamp pengungsi Sabra-Shatila dan perkampungan sekitarnya adalah pemandangan ratusan rumah gubuk yang menjadi tempat domisili puluhan tahun para penghuni kamp-kamp pengungsi Palestina itu. Selain itu, juga menjadi batas pemisah antara kamp-kamp pengungsi Sabra-Shatila dan perkampungan sekitarnya. Panorama rumah-rumah gubuk tersebut bisa menjadi bukti betapa penghuni kamp pengungsi itu menjalani hidup dalam keadaan sangat menyedihkan selama lebih dari setengah abad ini. Seperti diketahui kamp-kamp pengungsi Sabra-Shatila seperti halnya kamp-kamp pengungsi Palestina lainnya di Lebanon, dibangun pasca perang Arab-Israel tahun 1948, menyusul eksodus warga Palestina secara besar-besaran setelah perang tersebut.48 Kehadiran orang-orang Palestina di Lebanon sedikit banyaknya telah menyebabkan terjadinya konflik di Lebanon. Hal ini tidak terlepas dari diproklamasikannya negara Israel pada tahun 1948 yang didirikan di atas wilayah yang juga dihuni oleh bangsa Palestina dan berbatasan dengan Lebanon Selatan. Sejak sat itu, orang-orang Palestina yang tak mau hidup di bawah pemerinthan Israel mulai memasuki Lebanon pada tahun 1940. Masalah yang ditimbulkan orang-orang Palestina di Lebanon adalah bahwa sejak Perang Arab Yahudi 1967 orang-orang Palestina menjadi satu kekuatan politik yang cukup tangguh di Lebanon. Sejak saat itu yang hadir di 48 Mustafa Abdurrahman. Jejak-Jejak Juang Palestina: Dari Oslo Hingga Intifadah Al Aqsa, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2002. Hal. 260) 54 Lebanon tidak hanya orang-orang Palestina dari kalangan sipil saja, tetapi juga para gerilyawan yang bersenjata. Hal ini menimbulkan masalah bagi keamanan dalam negeri Lebanon. 2. Jordania

Setelah perang Arab-Israel tahun 1948, Jordania di bawah kepemimpinan Raja Abdullah menampung 400.000 pengungsi Palestina yang kehilangan rumah mereka. Kurang lebih sepertiga dari orang-orang Palestina di Jordania tinggal di

Page 22: Rian yuliani fah

kamp-kamp, sementara yang lainnya tinggal di luar kamp atau di sembarang tempat asalkan ada tempat untuk berteduh, sepert di Masjid, Gereja, tenda-tenda, gua-gua, maupun di bangunan-bangunan publik. Sebagian menolak menerina perumahan permanen, mereka selalu mengklaim bahwa satu-satunya tanah atau rumah mereka adalah di Palestina. Banyak diantara pengungsi tersebut tetap menjadi pengangguran dan disubsidi dari alokasi makanan lembaga-lembaga pemberi bantuan PBB. Ketika terjadi penggabungan secara resmi antara Tepi Barat dengan Jordania yang disahkan oleh parlemen Jordania pada April 1950, seluruh pengungsi Palestina ditawarkan kewarganegaraan, namun banyak juga yang menolak karena mereka lebih memilih untuk mempertahankan identitasnya sebagai orang Palestina. Pasca perang 1967 Jordania di bawah pemerintahan Raja Hussein kembali menampung pengungsi tanbahan sebanyak 250.000 jiwa dari Tepi Barat tinggal di Jordan, di wilayah timur sungai tersebut. Pengungsi Palestina terus berdatangan di 55 Jordania, sehingga semakin bertambah banyak pula pengungsi palestina yang berada di Jordania, baik itu yang berada di kamp-kamp maupun di luar kamp- kamp pengungsian yang berada di Jordania.49 Akibat dari perang yang terjadi 1948 hingga 1967, Jordania telah menampung sekitar 1,6 juta jiwa pengungsi Palestina yang membuat negara ini bersimpati pada masalah Palestina. Meskipun kelompok-kelompok milisi Palestina telah diusir, namun Jordania masih memiliki perhatian yang tulus terhadap nasib Palestina yang hidup di bawah pendudukan Israel. Banyak orang Jordania yang masih memiliki ikatan keluarga dengan mereka. Sementara itu, orang-orang Palestina sering berkunjung ke Amman guna mendapatkan perawatan kesehatan dan untuk berbisnis. 3. Syria, Arab Saudi, dan Mesir Selain dari ketiga negara tersebut, Arab Saudi juga ikut berpartisipsi dalam menanggulangi pengungsi Palestina. Sejak tahun 1946, Arab Saudi telah berusaha mengkordinasi kebijakannya dengan Palestina, ketika Arab Saudi menerima pengungsi Palestina sebanyak 200.000 orang, dan meminta para pimpinan gerakan Palestina untuk bersama-sama melatih pengungsi tersebut untuk dijadikan sebagai serdadu perjuangan kemerdekaan Palestina. Setelah tahun 1946, Syria menerima lagi pengungsi Palestina yang berjumlah sekitar 75.0000 kemudian bertambah lagi hingga mencapai 392.000. 49 Jimmy Carter. Palestina Perdamaian Bukan Perpecahan, (Jakarta: Dian Rakyat, 2010), hal. 99 56

Page 23: Rian yuliani fah

Sebanyak 110.000 tingal di kamp-kamp pengungsian dan sebagian lainnya tinggal di luar kamp pengungsian. Mesir memiliki simpati yang mendalam atas kehilangan yang dialami bangsa Palestina sehingga selalu bergabung dihampir semua peperangan melawan Israel. Sedikit pengungsi yang datang ke Mesir pada tahun 1948 yaitu sekitar 7.000 orang karena jaraknya yang jauh. Namun, lebih dari 200.000 orang pengungsi Palestina lari ke selatan dan hidup berdesakan di Gaza, sebuah daerah pantai di bawah penguasaan Mesir. Diaspora etnis Palestina tidak hanya terjadi di negara-negara Arab saja tetapi ada juga rakyat Palestina yang berdiaspora ke negara-negara Barat seperti Australia dan Amerika Serikat. Sekarang ini di Chicago dan Detroit, misalnya, terdapat komunitas-komunitas Palestina yang memiliki toko-toko.50 Hak pengungsi Palestina yang diusir Israel tahun 1948 untuk pulang ke rumah diketahui Dewan Umum PBB bulan September 1948. Hak tersebut berpegang pada hukum Internasional dan sesuai dengan semua maksud keadilan universal. Namun Zionis menolak warga Palestina mendapatkan Hak Pemulangan warga Palestina. Hal ini dikarenakan ketakutan Yahudi Israel bahwa meraka akhirnya dikalahkan jumlahnya oleh Arab. C. Kondisi Kehidupan Etnis Palestina di Diaspora Kekejaman yang dilakukan atas orang Palestina tengah dilakukan dan disaksikan dunia. Para pengungsi hidup dalam keadaan yang sangat sukar. Pada 50 Garry M. Burge. op. cit. hal. 52 57 musim dingin 1949, 750.000 orang Palestina menjalani musim dingin pertamanya. Udara teramat dingin dan menyengsarakan. Keluarga-keluarga berpelukan di gua- gua, meninggalkan pondok, atau menggulung tenda-tenda. Banyak di antara mereka yang kelaparan itu berada hanya beberapa kilometer dari kebun sayur dan ladang-ladang mereka di Palestina yang diduduki, yang berubah menjadi negera baru Israel. Pada akhir 1949 PBB akhirnya bertindak. Ia membentuk Administrasi Kegiatan Pemulihan (UNRWA) untuk mengambil alih enam puluh kamp pengungsi dari lembaga-lembaga relawan. Lembaga PBB ini bertujuan untuk menyelamatkan hidup pengungsi agar mereka tetap hidup. Namun sungguh disayangkan, lembaga ini hanya bersifat sementara saja. UNRWA didirikan guna mengurangi penderitaan kelaparan yang dialami oleh banyak pengungsi Palestina akibat dirampasnya tempat-tempat tinggal mereka maka diciptakannyalah kamp-kamp untuk menampung mereka. Para pengungsi Palestina menjalani kehidupan yang keras disegala bidang akibat hal- hal berikut: 1) Kumuhnya kamp-kamp pengungsian.

Page 24: Rian yuliani fah

2) Kurangnya persediaan air bersih, memburuknya kondisi kesehatan, kurangnya bahan-bahan pokok, lumpuhnya system pendidikan, dan pengangguran yang mengerikan. 3) Kondisi sosiologis dan kejiwaan para pengungsgi amat desduktrif dan amat memprihatinkan. 58 Peran UNWRA di mata pengungsi Palestina tidak berbeda dengan bangsa manapun di dunia yang pernah mengalami agresi kekejaman, barbarisme, dan terror dari bangsa lain. Para pengungsi merupakan korban-korban agresi, dengan demikian mereka ini sangat memerlukan perhatian dan bahan pokok makanan dan lain sebagainya. Demikian para pengungsi Palestina tidak mempunyai pilihan lain selain menerima pelayanan-pelayanan Badan UNWRA ini, karena jika tidak mereka akan mati kelaparan dan sakit serta kedinginan. Bila kondisi tekanan berat dan keadaan menyedihkan yang dialami pengungsi Palestina memaksa mereka agar menerima pelayanan-pelayanan Badan PBB ini, maka lambat laun dan setelah mereka menyadari kondisi mereka, pandangan pengungsi Palestina terhadap organisasi ini berubah, karena tidak ada suatu apapun yang bisa menggantikan tanah air mereka. Artinya makanam, minumana, pakaian, dan pengobatan-pengobatan tidak akan pernah dapat menukar tanah air. Sebagian besar warga Palestina yang saat ini berusia separuh baya dilahirkan di kamp-kamp pengungsian ini. Orang-orang Palestina hidup dalam keadaan yang begitu sulit dan terbelakang di kamp-kamp ini karena setiap satu keluarga menempati tempat seluas 60 meter persegi dan hampir tanpa prasarana. Salah satu masalah yang terbesar juga adalag sebagian besar penduduk ini menganggur.51 Para pengungsi Palestina melalui musim dingin di tenda-tenda yang di sediakan oleh para sukarelawan, hampir semua lokasi pengungsian ini akhirnya 51 Harun Yahya. op. cit . hal. 106 59 menjadi tempat tinggal permanent mereka hingga saat ini. Tenda-tenda itu kemudian digantikan dengan gubuk-gubuk dari tahan liat. Satu-satunya harapan bagi para pengungsi saat itu adalah Resolusi PBB No. 194 (11 Desember 1948) yang menjanjikan bahwa mereka akan segera dipulangkan ke rumah-rumah mereka masing-masuing, Resolusi tersebut adalah salah satu dari sekian banyak janji yang dibuat oleh masyarakat internasional untuk bangsa Palestina, yang tidak pernah dilaksanakan hingga saat ini.52 Mereka yang telah mengungsi dari Israel, didera dislokasi emosional

Page 25: Rian yuliani fah

akibat berada dalam pengasingan. Hal ini terjadi pada orang-orang Palestina yang mampu menemukan pekerjan yang menguntungkan dan kehidupan yang nyaman di dunia Arab, maupun mereka yang terpaksa hidup di kamp-kamp pengungsian. Di kamp-kamp, para pengungsi dari kampung yang sama akan mengelompokan diri seakan hendak menciptakan kembali kampung mereka yang hilang di Palestina dengan sesempurna mungkin. Mereka akan duduk-duduk mengenang negeri mereka yang hilang dengan kejelasan yang bahkan membuat para pengungsi yang pergi dari Palestina ketika masih kanak-kanak atau mereka yang lahir di pengasingan akan menjadi akrab dengan setiap detail kehidupan kampung mereka di Palestina. Bahkan mereka yang memiliki kehidupan yang nyaman dan makmur di diaspora memandang hidup mereka dalam pengasingan sebagai keadaan yang tidak alami dan mereka merindukan pulang ke rumah mereka di Palestina.53 52 Dina Y. Sulaeman. op. cit, hal. 82 53 Karen Armstrong. op. cit, hal. 217-219 60 Rezim Badui pimpinan Raja Husein di Yordania, merasa segan menampung ribuan pengungsi Palestina ini. Mereka bukanlah satu-satunya yang merasa bahwa penampungan para pengungsi dan imigran itu menyulitkan. Pada saat yang sama, ketika para pengungsi Palestina menyebar ke negara-negara Arab, sikap permusuhan yang bangkit di negara-negara Arab yang bangkit akibat pendirian negara Israel membuat 600.000 orang Yahudi meninggalkan rumah- rumah mereka dan mereka mencari perlindungan di negara Yahudi itu.54 Pada Perang Enam Hari, lagi-lagi Israel mendapat kemenangan dan lagi- lagi terjadi eksodus para pengungsi Palestina sebanyak 400.000 orang Palestina meninggalkan Tepi Barat dan menetap di kamp-kamp Yordania.55 Keberadaan para pengungsi di Yordania membawa permasalahan baru, yaitu dengan semakin bertambahnya jumlah polulasi masyarakat Palestina di negara tersebut. Ketegangan antara para pengungsi dan penduduk Yordania mulai terjadi sehingga Raja Husain memutuskan untuk mengeluarkan secara paksa seluruh pengungsi Palestina dari wilayah negaranya. Para pengungsi Palestina di diaspora pun tak luput dari kekejaman yang dilancarkan oleh Israel. Israel juga meluluhlantakan pemukiman warga Es Samu, sebuah desa yang berada di Yordania, yang kketika itu berpenduduk 4.000 jiwa. Seluruh penduduk Es Samu adalah pengungsi dari Palestina yang diusir Israel dari tanah airnya. Hanya dengan dalih bahwa Golde Meir, Perdana Menteri Israel ketika itu takut apabila kelak penduduk Es samu akan melakukan balas dendam kepada Israel.

Page 26: Rian yuliani fah

54 Karen Armstrong. op. cit, hal. 206 55 Karen Armtrong. op. cit, hal. 227 61 Para pengungsi yang tinggal di kamp pekerja menjalani hidupnya dengan sangat berat. Mereka dipekerjakan sebagai tenaga kerja paksa oleh Israel. Mereka bekerja di tambang dan mengangkut batu-batu berat. Makan hanya satu umbi kentang di pagi hari dan separuh ikan kering di siang hari. Tidak ada yang boleh mengeluh karena kalau mereka terlihat mengeluh dan tidak taat, mereka akan dihukum dengan hukuman berat. Pada 25 November 1966, Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 228 dan menyesalkan tindakan Israel terhadap para pengungsi Palestina di Es Samu. Kondisi ekonomi dan sosial pengungsi Palestina di Lebanon sangat buruk. Sekitar 60 persen dari 370.000 pengungsi hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka bekerja disektor-sektor kelas bawah atau pekerja kasar. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai sopir taksi, kuli bangunan, atau pedagang kaki lima. Parlemen Lebanon mengeluarkan undang-undang yang membatasi akses ekonomi pengungsi Palestina, antara lain dilarang bekerja di perusahaan- perusahaan besar, dilarang bekerja di sektor profesional seperti dokter, pengacara, dan insinyur yang dapat meraup pendapatan tinggi. Satu-satunya harapan pengungsi Palestina adalah kembali ke Tanah Air mereka. Akan tetapi , dilemma yang mereka hadapi adalah masalah utama yang diperdebatkan dalam semua perundingan damai. Sebaliknya, Israel memiliki kebijakan yang amat ketat dalam hal ini yang dengan jelas diperlihatkan dengan semboyan Perdana Menteri Ariel Sharon, yaitu “ Jerusalem tidak akan dibagi, para pengungsi tidak akan kembali”. 62 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Tragedi memilukan yang menimpa bangsa Palestina ini terjadi dikarenakan para Yahudi Israel bersenjata merampas, merampok, dan menjarah harta benda milik bangsa Palestina. Israel merampas rumah-rumah tempat orang- orang Palestina tinggal, perkampungan-perkampungan dan perkotaan-perkotaan

Page 27: Rian yuliani fah

mereka. Penjarahan perampokan, perampasan terhadap harta kepemilikan bangsa Palestina mulai meningkat sejak tahun 1948. Pada tahun-tahun berikutnya, bangsa Palestina tidak mampu dibuat bertindak oleh Yahudi Israel, karena memang belum adanya kekuatan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan agresi Yahudi Israel dari satu segi dengan kekuatan-kekuatan bangsa Arab Palestrina. Keunggulan kekuatan Yahudi Israel tersebut menyebabkan terjadinya eksodus pindahnya orang-orag Palestina dengan jumlah yang banyak. Jumlah ini terus meningkat dengan tajam seiring meningkatnya agresi Yahudi Israel terhadap bangsa Palestina dari waktu ke waktu. Pengusiran etnis Palestina dari tanah air mereka bertujuan untuk mengosongkan bumi Palestina dan mengambil alih wilayah tersebut, karena Israel berpendapat banwa Palestina yang dulunya bernama Kan΄an merupakan tanah suci yang telah dijanjikan untuk kaum Yahudi, mereka berusaha merebut kembali tanah Palestina dari tangan orang-orang palestina. 63 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengusiran etnis Palestina disebabkan karena keyakinan Yahudi Israel bahwa tanah Palestina merupakan tanah yang dijanjikan oleh nenek moyang mereka untuk mereka tinggali. Wilayah Palestina juga merupakan wilayah strategis bagi lalulintas Internasional serta hasil alam yang berlimpah seperti Jeruk dan Zaitun. Di Diaspora pun, kehidupan etnis Palestina tidak cukup baik dan tenang. Mereka selalu dihantui oleh teror-teror yang dilakukan oleh zionis. Mereka juga harus menjalani kehidupan yang berat, siksaan serta pembantaian yang dilakukan oleh Yahudi Israel. Bentuk paling umum dari kekejaman yang dilakukan Israel di kamp-kamp pengungsian adalah “Pogrom (Pembantaian)”. Memasuki kamp-kamap setelah senja, para tentara memberondongkan senjata dan gas air mata mereka ke pengungsi Palestina. Iarael meledakan pintu-pintu dan memecahkan jendela- jendela, masuk ke dalam rumah dan menghancurkan segala yang ada di rumah dengan secepat kilat. Di kamp pengungsian minimnya prasarana dan air membuat para pengungsi Palestina mendapatkan air dengan cara menampung air hujan. Selain itu hak untuk mendidik anak-anak yang tinggal di kamp-kamp pengungsian pun dilanggar karena para guru pada umumnya berasal dari kota-kota lain, sedangkan akses untuk menuju kamp-kamp pengungsian telah diblokir oleh Israel. Diaspora etnis Palestina kembali terjadi dan semakin meningkat setelah perang 1948, banyak warga Palestina yang berdiaspora ke negara-negara Arab tetangga, seperti Lebanon, Jordania, Suria, Mesir dan Arab Saudi. Sebagian besar 64 dari mereka ada yang hidup di kamp-kamp pengungsian dan ada pula yang hidup di luar kamp-kamp pengungsian.

Page 28: Rian yuliani fah

B. Saran

Literatur untuk kajian Timur Tengah yang tersedia di Perpustakaan Umum maupun Perpustakaan Fakultas amatlah terbatas. Ada baiknya jika Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas dapat menambahkan literatur mengenai Timur Tengah sehingga dapat memudahkan Mahasiswa/mahasiswinya untuk mengkaji. DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian sejarah, Jakarta: Logos, 1999. 65 Abdurraman, Musthafa. Dilema Israel: Antara Krisis dan Perdamaian, Jakarta: kompas, 2002 ---------------------------. J ejak-Jejak Juang Palestina: Dari Oslo Hingga Intifadah Al Aqsa, Jakarta: Kompas Media Nusantara, Agustus 2002. Abu, Bakar. Berebut Tanah Suci Palestina, Yogyakarta: Pustaka Insan Mandiri, 2008. Al-Haqq, Abdi dan tim Kajian Zionis. Israel Menjarah Organ Tubuh Muslim Palestina, —Cet I— Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009. Amiry, Suad. Palestinaku Dalam Cengkraman Ariel Sharon, —Cet I— Yogyakarta: e-Nusantara, September 2008. Aris M. Anwar. Israel Is Not Real: Negara Fiktif Di Tanah Rampasan, —Cet I— Jakarta: Rajut Publishing House, Februari 2009. Armsrtong, Karen. Jerusalem: Satu Kota Tiga Iman —Cet III—. Penerjemah A. Asnawi. Surabaya: Risalah Gusti, Agustus 2009. ---------------------. Perang Suci: Dari Perang Salib Hingga Perang Teluk, Jakarta: Serambi, 2004. Awad, Y Ribhi. Mencari Palestina: Dilema dari Pemukiman Yahudi Pertama Hingga Perdamaian Oslo 1993, Jakarta, 2006. Bachtiar, Tiar Anwar. Hamas: Kenapa dibenci Israel? —Cet I—Jakarta: Hikmah, 2009.

Page 29: Rian yuliani fah

Baker, Rachel. Sejarah Palestina, —Cet I— Yogyakarta: SKETSA, 2004. Basyar, M. Hamdan. Et.all. Problematika Minoritas Muslim Palestina, —Cet I— Jakarta: LIPI, Desember 2002. 66 Boyle, Francis. Bohong Besar: Palestina dan Hukum Internasional, —Cet I— Jakarta: Alvabet, Juni 2002. Burge, Gary M. Palestina Milik Siapa?: Fakta yang tidak Diungkapkan kepada Orang Kristen tentang Tanah Perjanjian, —Cet I—(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010. Carr, G. William . Yahudi Menggenggam Dunia, —Cet III— Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, September 1993. Carter, Jimmy. Palestina Perdamaian Bukan Perpecahan, —Cet I— Jakarta: Dian Rakyat, 2010. Duur, Nicola. Palestina: Beginilah Ia Hilang Beginilah Ia Kembali, —Cet I— Bandung: PT. Alma’arif, 1980. Esposito L. John. Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern Jilid I, —Cet I— Jakarta: Mizan, Januari 2001. Fealy, Greg dan Anthony Bubalo. Jejak Kafilah: Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia, —Cet I—Bandung: Mizan dan Lowly Institute for International Policy, Desember 2007. Garaudy, Roger. Zionisme Sebuah Gerakan Keagamaan dan Politik, —Cet II— Jakarta: Gema Insani Press, September 1991. Gayo, Lukman Hakim. Zionisme Israel Atas Hak Palestina, —Cet I— Jakarta: Arikha Media cipta, September 1993. Gerges A. Fawas. Amerika Dan Islam Politik, Jakarta: Alvabet, 2002.. Hakim, Masykur. Zionisme Bin Israel—Cet I—Jakarta: Bina Utama Plubisher, 2005. 67 Hermawati. Sejarah Agama dan Bangsa Yahudi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Hitty, Phillip K. History Of The Arabs. Jakarta: Serambi, 2005. Hunter, Shireen T. ed. Politik Kebangkitan Islam: Keragaman dan Kesatuan, — Cet I—Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, Juli 2001. Hourani, Albert. Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, —Cet I— Bandung: Mizan, Desember 2004. Janet Veen-Brown. Pejuang Palestina Untukmu, Jakarta: Pustaka Firdsaus, 1989. Kauma, Fuad. Menelanjangi Yahudi, —Cet I— Surabaya: Dunia ilmu Offset, Juli 1997. Kazziha, Walid. Transformasi Revolusioner Di Dunia Arab, —Cet I— Jakarta: Grafindo Utama, Mei 1985. Khairi, Ghazali Ahmad dan Amin Bukhari. Air Mata Palestina, —Cet I— Jakarta: Hi-Fest Publishing 2009.

Page 30: Rian yuliani fah

Khomeini, Imam. Palestina Dalam Pandangan Imam Khomeini,— Cet I—. Penerjemah Muhammad Anis Maulachela. Jakarta: Pustaka Zahra, Februari 2004. Kumoro, Bawono. Hamas: Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel— Cet I—Bandung: Mizan, 2009. Kuncahyono, Trias. Jalur Gaza: tanah Terjanji, Intifada, dan Pembersihan Etnis. Jakarta: Kompas, Agusrus 2009. ------------------------. Jerusalem: Kesucian, Konflik, Dan Pengadilan Akhir—Cet X—Jakarta: Kompas, November 2009. 68 -----------------------. Jerusalem 33: Imperium Romanium, Kota Para Nabi, Dan Tragedi di Tanah Suci, Jakarta: Kompas, April 2011. Labib, Muhsin dan Irman Abdurrahman. Gelegar Gaza: Denyut Perlawanan Palestina, —Cet I— Jakarta: Zahraa Publishing House, Maret 2009. Lapidus M. Ira. Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: PT Rajawali Press, 1999. Latief, Ibrahim. Zionis Israel dan Kebangkitan Nasionalme Arab, —Cet I— Jakarta: Metro Pos Jakarta, 1991. Lewis, Bernard. The Crisis of Islam: Antara Perang Suci dan Teror kotor, —Cet I—Surabaya: Jawa Pos Press, Juni 2004. Mahally, Abdul Halim. Membongkar Ambisi Global Amerika Serikat, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003. Mustofa, Dewi. Dahsyatnya Lobi-Lobi Gila Internasional Israel, —Cet II— Jogjakarta: IRCiSoD, Maret 2011. Pappe, Ilan. Pembersihan Etnis Palestina: Holocaust Kedua, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009. Priyatna, Haris. Kebiadaban Zionisme Israel: Kesaksian Orang-Orang Yahudi, — Cet I— Bandung: Mizan, Februari 2009. Saikal, Amin. Islam Dan Barat: Konflik Atau Kerjasama, —Cet I— Jakarta: Sanâbil Pustaka, Juli 2006. Shaleh, Muhsin Muhammad. Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press, 2004 . Sihbudi, M. Riza. Bara Timur Tengah: Islam, Dunia Arab, Iran. Jakarta: Mizan, 1991. 69 --------------------. Menyandra Timur Tengah; kebijakan AS dan Israel atas negara-negara Muslim. Jakarta: Mizan, Juni 2007. Sihbudi, M. Riza dan Ahmad Hadi. Palestina: Solidaritas Islam dan Tata politik Dunia Baru, —Cet I— Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992. Smith, Huston. Agama-agama Manusia, —Cet III— Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995. Sulaeman, Dina Y. Ahmadinejad On Palestine: Perjuangan Nalar dan Jiwa Seorang Presiden Untuk Palestina —Cet I—. Depok: Pustaka Iman, Maret

Page 31: Rian yuliani fah

2008. Taufiqulhadi. Ironi Satu Kota Tiga Tuhan: Deskripsi Jurnalistik Di Jerusalem, — Cet I— Jakarta: Paramadina, April, 2000 Yahya, Harun. Palestina: Zionisme dan Terorisme Israel. Bandung: Dzikra, 2005. LAMPIRAN

Teks Deklarasi Balfour

70 Departemen Luar Negeri 2 November 1917 Lord Rothschild yang terhormat, Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda, pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui oleh Kabinet. "Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya ." Saya sangat berterima kasih jika Anda dapat menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi Zionis. Salam, Arthur James Balfour

Page 32: Rian yuliani fah

71

Gambar I

Ket: Peta Palestina tahun 1967 72

Page 33: Rian yuliani fah

Gambar II

Ket: Peta Palestina tahun 1946 73

Page 34: Rian yuliani fah

Gambar III

: Palestina : Israel Ket: Peta Palestina dan Israel dari taahun 1949-1967 74

Page 35: Rian yuliani fah

Gambar IV

Ket: Seorang anak palestina tengah melihat rumahnya yang sudah hancur 75

Gambar V

Ket: Balita korban dari kekejaman Israel

Page 36: Rian yuliani fah

76

Page 37: Rian yuliani fah