Top Banner
102

Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Jul 27, 2016

Download

Documents

TN.BABUL

 
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung
Page 2: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

KEⅣIENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEⅡ UTANANDIREKTORAT JENDERAL

KONSERVASI SUⅣ質BER DAYA ALAPIIDAN EKOSISTEⅣ 質

KEPCTCSAN DIREKTdR」 ENDERALKONSERVASISCMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

NOMOR:SK.3ァ ]洋1応31た五一ふ亜 ノ[:015

TENTANG

ZONASITAMAN NASIONAL BANTIMdRdNG BCLCSARAdNG

DIREKTUR」ENDERAL PERLINDCNGAN HdTAN DAN KONSERVASIALAM,

Menimbang : a.

Mengingat : 1.

b.

C.

bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 3g8/Menhut-ll/20)4 tanggal 18 Oktober 2004, telah diubah fungsi kawasan hutan pada

kelompok hutan Bantimurung Bulusaraung seluas-r 43.750 (empat puluh

tiga ribu tujuh ratus lima puluh) hektar, yang terdiri dari cagar alam seluas t10.282,65 (sepuluh ribu dua ratus delapan puluh dua koma enam puluhlima) hekar, taman wisata alam seluas 1- t.624,25 (seribu enam ratus duapuluh empat koma dua puluh lima) hektar, hutan lindung seluas -f

27.343,10 (dua puluh satu ribu tiga ratus empat puluh tiga koma sepuluh)

hektar, hutan produksi terbatas seluas 'r 145 (seratus emPat puluh lima)hektar dan hutan produksi tetap seluas -r 10.355 (sepuluh ribu tiga ratuslima puluh lima) hel(ar yang terletak di Kabupaten Maros dan Pangkep,

Provinsi Sulawesi Selatan, menjadi Taman Nasional BantimurungBulusaraung;

bahwa dengan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam Nomor SK. 5BllY-SEf/2}LZ tanggal 4 April 2012 telahditetapkan Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung;bahwa dengan hasil evaluasi dan mempertimbangkan kondisi dinamikayang terjadi di dalam maupun di luar Taman Nasional BantimurungBulusaraung, maka perlu dilakukan perubahan zonasi Taman Nasional

Bantimurung Bulusaraung sebagaimana dimaksud pada huruf b;

bahwa Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sesuai surat

S.806/BTNBABUL-1/2015 tanggal 11 Desember 2015, mengusulkan revisi

Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung kepada Direktur JenderalKonservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,

huruf b, huruf c dan huruf d, perlu ditetapkan Keputusan Direktur JenderalKonservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem tentang Zonasi TamanNasional Bantimurung Bulusaraung.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SumberdayaAlam Hayati dan Ekosistemnya;

Undang-undang Nomor 4t Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 tentangPenetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1

Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4l Tahun

1999 tentang Kehutanan, menjadi Undang-undang;

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan

Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya

dan Taman Wsata AIam;4. Peraturan.....

d.

e.

2

3.

Page 3: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Menetapkan

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam;

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 56/Menhut-lll2}O1 tentang PedomanZonasiTaman Nasional;

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-lll2007 sebagaimanatelah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan P.52lMenhut-ll/2009tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional;Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-ll/2}t5 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidupdan Kehutanan.

MEMUTUEKAII:

KEPUTUS${ DIREKTUR JENDEML KONSERVASI SUMBER DAYA AIA/VIDAN EKOSISTEM TENTANG ZQNASI TAMAN NASIONAL BAI'{TIMURUNGBULUSARAUNG.

Mengesahkan Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung seluas-{- 43.750 (empat puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh) hektar,sebagaimana peta lampiran keputusan ini.

Zonasi Taman Nasional sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU,sebagaimana buku lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkandari keputusan ini.

Menugaskan Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung untukmenindaklanjuti keputusan ini dalam mengelola kawasan.

Dengan ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutandan Konservasi Alam ini, maka Keputusan Direktur Jenderal PHKANomor SK. 5BllV-S{f/2012 tanggal 4 April 2012 tentang Zonasi TamanNasional Bantimurung Bulusaraung, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

KELIMA Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.

di

:31 Dette菫ねer 2015

R FA 1,MoSc1982021 001

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. :

1. MenteriLingkungan Hidup dan Kehutanan;2. Direktur Jenderal/l(epala Badan lingkup Lingkungan Hidup dan Kehutanan;3. Gubernur Sulawesi Selatan;4. Sekretaris/Direktur lingkup Direktorat Jenderal KSDAE;5. BupatiMaros;6. Bupati Pangkajene dan Kepulauan;7. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan;8. Kepala Bappeda ProvinsiSulawesi Selatan;9. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Maros;

10. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan;

11. Kepala Bappeda Kabupaten Maros;12. Kepala Bappeda Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan;13. Kepala BalaiTaman Nasional Batimurung Bulusaraung.

4.

5.

6.

一/

KESATC

KEDGヘ

KETIGA

KEEMPAT

Page 4: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

K E M E N T E R I A N L I N G K U N G A N H I D U P D A N K E H U T A N A N DIREKTORAT JENDERAL KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEM

BALAI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG Jl. Poros Maros Bone Km. 12 Bantimurung, Telp. (0411) 3880252, Fax. (0411) 3880139

Maros - Sulawesi Selatan 90561

Nomor Laporan: 192/LAP/KEU/2015

REVISI ZONASI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG

Maros, Desember 2015

Page 5: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

ii

REVISI ZONASI TAMAN NASIONAL BANTIMURUNG BULUSARAUNG

Dinilai di : Jakarta Pada tanggal : Oleh : Direktur Pemolaan dan Informasi Konservasi Alam, Ir. LISTYA KUSUMA WARDHANI, M.Sc NIP. 19590520 198501 2 001

Disusun di : Maros Pada tanggal : November 2015 Oleh : Plt. Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Ir. DODY WAHYU KARYANTO, MM NIP. 19590101 198803 1 002

Disahkan di : Jakarta Pada tanggal : Oleh : Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya dan Ekosistem, Dr. Ir. TACHRIR FATHONI, M.Sc. NIP. 19560929 198202 1 001

Page 6: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat

hidayah-Nya sehingga dokumen Revisi Zonasi Taman Nasional (TN)

Bantimurung Bulusaraung ini telah selesai disusun.

Revisi zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung disusun sebagai amanat

Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya, dimana disebutkan bahwa taman nasional

adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi.

Penyusunan Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung mengacu pada Peraturan

Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman

Nasional, serta dengan memperhatikan kaidah-kaidah teknis dan keilmuan

dalam praktek pengelolaan kawasan konservasi.

Sistem zonasi menjadi penting peranannya dalam pengelolaan taman

nasional karena merupakan “rules of the game” atau “management order”.

Penataan zonasi pada kawasan taman nasional diperlukan dalam rangka

pengelolaan kawasan dan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

secara efektif guna memperoleh manfaat yang optimal dan lestari. Zonasi TN.

Bantimurung Bulusaraung dimaksudkan untuk menyediakan salah satu

perangkat lunak pengelolaan kawasan sebagai pedoman dan arahan dalam

perencanaan dan evaluasi, pengembangan serta pemanfaatan sumber daya

alam hayati dan ekosistemnya secara efektif dan optimal.

Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung telah melalui proses yang

panjang. Penyusunannya telah dirintis sejak tahun 2007 dengan mengumpulkan

dan mengkompilasi data dan informasi yang akurat, valid dan reliable, baik data

primer maupun data dan informasi sekunder. Pada akhirnya, hasil analisis

spasial dan rancangan zonasi dapat diselesaikan pada tahun 2009. Dalam tahun

2010 hingga 2011, dilaksanakan konsultasi publik rancangan zonasi secara

berjenjang dari tingkat desa hingga ke tingkat provinsi. Konsultasi publik

menghasilkan berbagai masukan dan koreksi dari pihak-pihak terkait, yang

sebagian besar digunakan untuk penyempurnaan zonasi yang telah disusun.

Pada tahun 2012, TN. Bantimurung Bulusaraung telah memiliki sistem zonasi

sesuai Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi

Page 7: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

iv

Alam Nomor: SK.58/IV-SET/2012 tanggal 04 April 2012. Seiring dengan

perkembangan yang ada baik kondisi faktual di lapangan maupun kebijakan

dalam rangka optimalisasi pengelolaan maka dilakukan revisi zonasi.

Besar harapan kami bahwa revisi zonasi ini bermanfaat adanya, serta

dipedomani dengan sungguh-sungguh dalam pengelolaan TN. Bantimurung

Bulusaraung. Selain oleh pemangku dan pengelola kawasan, revisi zonasi ini

juga diharapkan dapat dipatuhi secara konsisten oleh pihak-pihak yang

berkepentingan terhadap kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung. Semoga

dengan penerapan sistem zonasi ini, kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung

dapat memberikan manfaat yang optimal dan lestari bagi kepentingan ekologi,

ekonomi dan sosial secara serasi dan seimbang.

Kepada para pihak yang telah turut berpartisipasi dalam penyusunan

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung ini dari awal hingga akhir, kami

sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan atas segala jerih payahnya,

kesediaannya untuk meluangkan banyak waktu, serta keikhlasan sumbangan

pemikirannya.

Maros, November 2015 Plt. Kepala Balai,

Ir. Dody Wahyu Karyanto, MM NIP. 19590101 198803 1 002

Page 8: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. ii KATA PENGANTAR ............................................................................ iii DAFTAR ISI ........................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ............................................................................. vii DAFTAR TABEL ................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix TIM PENYUSUN ................................................................................... x

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................. 1 1.2. Tujuan dan Sasaran .......................................................... 3 1.3. Ruang Lingkup .................................................................. 3 1.4. Batasan Pengertian ............................................................ 3

II. LANDASAN PEMIKIRAN 2.1. Kebijakan Umum Pengelolaan Taman Nasional ................. 6 2.2. Dasar Hukum Zonasi Taman Nasional ............................... 7 2.3. Metode Revisi Zonasi ......................................................... 18

III. DESKRIPSI TAMAN NASIONAL 3.1. Sejarah Kawasan ............................................................... 22 3.2. Karakteristik Penunjukan .................................................... 29 3.3. Letak Kawasan ................................................................... 32 3.4. Topografi ............................................................................ 33 3.5. Geologi dan Hidrologi ......................................................... 33 3.6. Iklim ................................................................................... 34 3.7. Bioekologi ........................................................................... 35 3.8. Sosial, Ekonomi dan Budaya .............................................. 37 3.9. Permasalahan Kawasan ..................................................... 45

IV. HASIL EVALUASI ZONASI 4.1. Pengembangan Ruas Jalan Nasional Maros-Ujung

Lamuru-Watampone ........................................................... 48 4.2. Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Mata Air Ulu Ere, Mata

Air Leang Paniki, Sungai Galung-galung dan Sungai Balanglohe ......................................................................... 49

4.3. Pemanfaatan Tradisional Ammarae .................................... 51 4.4. Perlindungan dan Pengawetan Ekosistem Hutan Tombolo 53 4.5. Konsultasi Publik ................................................................ 54

V. DESKRIPSI ZONASI 5.1. Zona Inti ............................................................................. 56 5.2. Zona Rimba ........................................................................ 59 5.3. Zona Pemanfaatan ............................................................. 61

5.4. Zona Tradisional ................................................................. 66 5.5. Zona Rehabilitasi ................................................................ 68 5.6. Zona Religi, Budaya dan Sejarah ....................................... 71 5.7. Zona khusus ....................................................................... 72

Page 9: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

vi

VI. PENUTUP ................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 76

LAMPIRAN ........................................................................................... 78

Page 10: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema penyusunan rancangan zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung ................................................................................ 20

Page 11: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Rumah tangga, penduduk, luas wilayah, dan kepadatan penduduk di daerah penyangga TN. Bantimurung Bulusaraung .. 38

2. Banyaknya sekolah menurut tingkatannya di daerah penyangga TN. Bantimurung Bulusaraung ..................................................... 40

3. Banyaknya peserta didik pada sekolah menurut tingkatannya di daerah penyangga TN. Bantimurung Bulusaraung ...................... 41

4. Revisi zona untuk Pengembangan Ruas Jalan Nasional Maros-Ujung Lamuru-Watampone .......................................................... 49

5. Jenis pemanfaatan jasa lingkungan air di TN. Bantimurung Bulusaraung pada zona inti dan zona rimba ................................ 50

6. Revisi zona untuk pemanfaatan jasa lingkungan air .................... 51

7. Revisi zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung ............................... 75

Page 12: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung dan Keterwakilan Tipe Ekosistem ............................................................................ 78

2. Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung berdasarkan Wilayah Administrasi .................................................................... 79

3. Matriks Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung .................. 81

4. Peta Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung ...................... 84

Page 13: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

x

TIM PENYUSUN

Pengarah/ : 1. Ir. Siti Chadidjah Kaniawati, MWC.

Penanggung jawab (Kepala Balai TN. Bantimurung Bulusaraung)

2. Ir. Dody Wahyu Karyanto, MM

(Plt. Kepala Balai TN. Bantimurung Bulusaraung)

Koordinator : 1. Dedy Asriady, S.Si, MP

(Kepala SBTU Balai TN. Bantimurung Bulusaraung)

2. Daniwari Widiyanto, S.Hut, M.Si

(Kepala SPTN Wilayah I)

3. Abdul Rajab, S.TP, MP

(Kepala SPTN Wilayah II)

Tim Ahli : 1. Prof. Dr. Ir. Amran Achmad, M.Sc

(Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin)

2. Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc

(Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin)

Tim Kerja :

Ketua : Kama Jaya Shagir, S.Hut

Sekretaris : Iqbal Abadi Rasjid, S.Pt

Anggota : 1. Chaeril, S.Hut

2. Much. Syachrir, S. Hut

3. Muasril

4. Kadriansyah

5. Saiful Bachri, S. Hut

Page 14: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Taman Nasional (TN) adalah kawasan pelestarian alam baik daratan

maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi

yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Dalam pengelolaan

taman nasional, zonasi merupakan suatu perangkat penting pengelolaan yang

menjadi “rules of the game” atau “management order”. Penataan zonasi pada

kawasan taman nasional diperlukan dalam rangka pengelolaan kawasan dan

potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya secara efektif guna

memperoleh manfaat yang optimal dan lestari. Penataan zonasi tersebut

merupakan upaya penataan ruang di dalam taman nasional untuk optimalisasi

fungsi dan peruntukan potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistem pada

setiap bagian kawasan, serta untuk penerapan dan penegakan hukum yang

dilaksanakan atas pelanggaran di setiap zona taman nasional secara tegas dan

pasti.

Kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung merupakan salah satu kawasan

pelestarian alam yang penting di Indonesia untuk perlindungan dan pengawetan

perwakilan tipe ekosistem alami, yaitu ekosistem hutan pada batu gamping atau

diistilahkan sebagai ekosistem karst, ekosistem hutan hujan non

dipterocarpaceae pamah, dan ekosistem hutan pegunungan bawah. Pada

masing-masing tipe ekosistem alami tersebut memiliki potensi sumberdaya alam

hayati dengan keanekaragaman yang tinggi, keunikan dan kekhasan gejala alam

dengan fenomena alam yang indah. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor: SK.398/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004, kawasan ini

ditunjuk dengan luas ± 43.750 ha memiliki fungsi sebagai laboratorium alam

untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan konservasi alam serta kepentingan

ekowisata, juga merupakan daerah tangkapan air bagi kawasan di bawahnya

(catchment area) dan beberapa sungai penting provinsi Sulawesi Selatan seperti

sungai Walanae, sungai Pangkep, sungai Pute dan sungai Bantimurung.

Page 15: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 2

Saat ini TN. Bantimurung Bulusaraung telah memiliki sistem zonasi sesuai

Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

Nomor: SK.58/IV-SET/2012 tanggal 04 April 2012. Zonasi TN. Bantimurung

Bulusaraung tersebut dirancang dengan mengkompilasikan seluruh data dan

informasi terkait potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya,

permasalahan dan potensi konflik di dalam dan sekitar kawasan, serta

memperhatikan hak-hak masyarakat setempat yang lahir karena kesejarahan

dan kondisi aktualnya sebagai akibat penunjukan dan penerapan pengelolaan

taman nasional. Dengan pertimbangan kekhasan kawasan TN. Bantimurung

Bulusaraung, penyusunan zonasi dilaksanakan dengan metode Sensitifitas

Ekologi. Metode ini dipilih karena dianggap bersifat lebih obyektif dan kuantitatif.

Adapun dalam pelaksanaan penyusunan zonasi kawasan TN. Bantimurung

Bulusaraung, dilakukan beberapa modifikasi terhadap metode tersebut dengan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman

Zonasi Taman Nasional. Seiring dengan perkembangan yang ada baik kondisi

faktual di lapangan maupun kebijakan dalam rangka optimalisasi pengelolaan

maka beberapa pertimbangan yang menjadi dasar revisi zonasi TN. Bantimurung

Bulusaraung adalah:

1. Optimalisasi pengelolaan TN. Bantimurung Bulusaraung dalam

pengembangan jalan di dalam kawasan yang mendukung pembangunan

daerah dalam skala pembangunan nasional.

2. Optimalisasi fungsi TN. Bantimurung Bulusaraung dalam memberikan

kontribusi kepada masyarakat sekitar kawasan melalui pengembangan

pemanfaatan jasa lingkungan air dan pemanfaatan tradisional.

3. Optimalisasi perlindungan dan pengawetan ekosistem alami TN.

Bantimurung Bulusaraung yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati

dengan keanekaragaman yang tinggi, keunikan dan kekhasan gejala alam

dengan fenomena alam yang indah.

Page 16: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 3

1.2. Tujuan dan Sasaran

Tujuan penyusunan revisi zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung adalah:

1. Menyusun sistem zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung sesuai dengan

kondisi bio-fisik kawasan dan sosial, ekonomi, budaya masyarakat yang ada

di dalam dan sekitar kawasan;

2. Memetakan pengaturan pemanfaatan ruang di dalam kawasan TN.

Bantimurung Bulusaraung yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi

ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang ada di dalam dan

sekitar kawasan;

3. Menyelaraskan dokumen zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung sesuai

dengan perkembangan kondisi kawasan terkini sehingga dapat dijadikan

pedoman yang lebih konkrit dan akurat dalam pengelolaan TN. Bantimurung

Bulusaraung.

Sasaran yang ingin dicapai adalah:

1. Tersedianya sistem Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung sesuai dengan

kondisi bio-fisik kawasan dan sosial, ekonomi, budaya masyarakat yang ada

di dalam dan sekitar kawasan;

2. Terpetakannya pengaturan pemanfaatan ruang di dalam kawasan TN.

Bantimurung Bulusaraung yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi

ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang ada di dalam dan

sekitar kawasan.

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup rancangan revisi zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung

meliputi evaluasi, perubahan zonasi dan deskripsi zonasi berdasarkan hasil

evaluasi zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung.

1.4. Batasan Pengertian

1. Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik

daratan maupun perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem

penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan

satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya.

Page 17: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 4

2. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata,

dan rekreasi.

3. Zonasi Taman Nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam

taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap

persiapan, pengumpulan dan analisa data, penyusunan draft rancangan

zonasi, konsultasi public, perancangan, tata batas dan penetapan, dengan

mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, social, ekonomi

dan budaya masyarakat.

4. Zona Taman Nasional adalah wilayah di dalam kawasan taman nasional

yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, social, ekonomi dan

budaya masyarakat.

5. Zona Inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik

biota atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia

yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan

keanekaragaman hayati.

6. Zona Rimba adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan

potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan

zona pemanfaatan.

7. Zona Pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan

potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata

alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya.

8. Zona Tradisional adalah bagian taman nasional yang ditetapkan untuk

kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena

kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumberdaya alam.

9. Zona Rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena

mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan

komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan.

10. Zona Religi, Budaya dan Sejarah adalah bagian dari taman nasional yang

didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau

sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-

nilai budaya atau sejarah.

Page 18: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 5

11. Zona Khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak

dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana

penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan

sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas

transportasi dan listrik.

12. Pengelolaan Taman Nasional adalah upaya terpadu dalam perencanaan,

penataan, pengembangan, pemanfaatan, pemeliharaan, pengawasan,

perlindungan, dan pengendalian kawasan Taman Nasional dan sumberdaya

alam di dalamnya.

13. Rencana Pengelolaan Taman Nasional adalah panduan yang memuat

tujuan, kegiatan, dan perangkat yang diperlukan untuk pengelolaan Taman

Nasional.

14. Jasa lingkungan adalah jasa yang diberikan oleh potensi ekosistem,

keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis dan peninggalan budaya

yang dapat dikategorikan sebagai keindahan dan fenomena alam,

keanekaragaman hayati dan ekosistem, fungsi hidrologi, penyerapan dan

penyimpanan karbon, dan berbagai jasa lainnya.

15. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah pemanfaatan potensi ekosistem,

keadaan iklim, fenomena alam, kekhasan jenis dan peninggalan budaya

yang berada dalam kawasan konservasi dan hutan lindung.

16. Para pihak (stakeholder) bagi taman nasional dalam hal ini dapat terdiri

dari masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah daerah

setempat, perguruan tinggi, serta pihak-pihak lain yang berinteraksi, baik

secara langsung maupun tidak langsung dengan kawasan konservasi, serta

mendapatkan manfaat dari keberadaan taman nasional tersebut.

Page 19: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

II. LANDASAN PEMIKIRAN

2.1. Kebijakan Umum Pengelolaan Taman Nasional

Secara umum landasan utama dalam pengelolaan kawasan taman

nasional hutan sampai saat ini adalah Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999

tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya, dan Undang-Undang Nomor 23 tahun

1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 68

tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam serta

peraturan-peraturan lain sebagai turunannya.

Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 pasal 6, disebutkan bahwa

fungsi pokok hutan ditetapkan menjadi hutan produksi, hutan konservasi dan

hutan lindung. Hutan konservasi didefinisikan sebagai kawasan hutan dengan ciri

khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai pengawetan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (pasal 1 UU No 41

tahun 1999). Pembagian fungsi pokok hutan tersebut, apabila dicermati

sesungguhnya masing-masing fungsi hutan tersebut hanya terfokus pada satu

fungsi hutan saja. Atas dasar hal tersebut akibatnya dalam pengelolaan hutan

cenderung kurang memandang hutan sebagai satu kesatuan ekosistem sebagai

sistem penyangga kehidupan.

Pengertian konservasi berdasarkan peraturan perundang-undangan,

menimbulkan arti yang berbeda. Menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999

konservasi menekankan pada aspek kewilayahan, sementara Undang-Undang

Nomor 5 tahun 1990 dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 konservasi lebih

menekankan pada kegiatan pengelolaan sumberdaya alam hayati yang

dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya,

dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati.

Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 klasifikasi

hutan konservasi itu sendiri terdiri dari kawasan hutan suaka alam, kawasan

hutan pelestarian alam dan taman buru. Kawasan pelestarian alam terdiri dari

taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

Page 20: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 7

“Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik

di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem

penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa,

serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.”

Kawasan pelestarian alam utamanya dalam bentuk taman nasional saat ini

merupakan salah satu pengelolaan kawasan hutan konservasi yang dianggap

mampu mewujudkan kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya,

karena sistem pengelolaannya berdasarkan zonasi yang mencakup aspek

ekologi, sosial ekonomi, dan budaya. Pengertian taman nasional adalah:

“Taman nasional merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang

mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan

untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,

pariwisata, dan rekreasi.”

Selanjutnya pada pasal 30 disebutkan bahwa fungsi kawasan pelestarian

alam yaitu (1) perlindungan terhadap ekosistem penyangga kehidupan, (2)

pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya,

(3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Atas

dasar hal tersebut maka dalam pengelolaan TN. Bantimurung Bulusaraung juga

tidak terlepas dari fungsi yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang

ada.

2.2. Dasar Hukum Zonasi Taman Nasional

Pengelolaan taman nasional saat ini menghadapi permasalahan dan

tantangan yang tidak ringan dalam rangka mewujudkan kelestarian sumberdaya

alam hayati dan ekosistemnya. Hal ini sangat dimungkinkan karena dalam

pengelolaannya tidak hanya aspek ekologis saja yang harus dicapai, tetapi juga

dituntut untuk bisa mengakomodir kepentingan masyarakat utamanya

masyarakat sekitar kawasan hutan. Mengingat kompleksitasnya tantangan dan

permasalahan yang ada dalam pengelolaan kawasan taman nasional, maka

dilakukan pembagian ruang menjadi zona-zona yang disesuaikan dengan kondisi

dan potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

Page 21: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 8

Prinsipnya pengelolaan taman nasional dengan sistem zonasi telah

memiliki landasan hukum yang mendukung dalam penetapannya, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya

2. Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup

3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

5. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tentang

Perubahan Fungsi Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Bantimurung-

Bulusaraung seluas ± 43.750 Ha terdiri dari Cagar Alam seluas ± 10.282,65

Ha, Taman Wisata Alam seluas ± 1.624,25 Ha, Hutan Lindung seluas ±

21.343,10 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas ± 145 Ha, dan Hutan

Produksi Tetap seluas ± 10.335 Ha yang terletak di Kabupaten Maros dan

Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung.

6. Keputusan Menteri Kehutanan P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman

Zonasi Taman Nasional

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 diamanatkan

bahwa untuk mewujudkan fungsi taman nasional, maka kawasan taman nasional

itu harus dikelola dengan sistem zonasi. Zonasi taman nasional pada dasarnya

merupakan pengaturan ruang dalam taman nasional dengan mempertimbangkan

kajian-kajian dari aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

Selanjutnya sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-

II/2006 pasal 3 disebutkan bahwa zona kawasan hutan terdiri dari zona inti, zona

rimba, zona pemanfaatan, dan zona lain. Zona lain seperti zona tradisional, zona

rehabilitasi, zona religi, budaya dan sejarah, serta zona khusus. Pembagian

kawasan menjadi zona-zona dimaksud tentunya disesuaikan dengan kondisi

potensi sumberdaya alam di setiap taman nasional. Selanjutnya berdasarkan

pada peraturan yang sama pada pasal 4 dinyatakan bahwa zonasi suatu

kawasan taman nasional sekurang-kurangnya terdiri dari zona inti, zona rimba

dan zona pemanfaatan. Sementara itu untuk pengelolaan lebih lanjut suatu

kawasan taman nasional dapat dibentuk zona lainnya sesuai dengan variasi

Page 22: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 9

kondisi dari taman nasional baik ditinjau dari aspek potensi sumberdaya alamnya

maupun adanya pemanfaatan oleh masyarakat sekitar. Jika merujuk pada

pengertian taman nasional, maka dalam penetapan rancangan zonasi yang perlu

mendapat perhatian adalah keberadaan ekosistem asli yang mutlak harus ada di

dalam suatu kawasan taman nasinal sebagai sumber plasma nutfah dan

keterwakilan keanekaragaman hayati. Keberadaan ekosistem asli merupakan

pertimbangan yang utama dalam penetapan zonasi, utamanya untuk zona inti.

Zona rimba merupakan ruang di dalam kawasan taman nasional yang

diperuntukan sebagai zona perlindungan bagi ekosistem yang berada di zona inti

dan mampu melindungi ekosistem pada zona pemanfaatan. Sementara itu zona

pemanfaatan merupakan bagian dari taman nasional yang memiliki potensi baik

dari aspek kondisi, letak dan potensi alamnya dapat dimanfaatkan untuk tujuan

wisata alam dan manfaat jasa lingkungan. Zona-zona lain ditetapkan dengan

memperhatikan dan mempertimbangkan posisi/letak, potensi, kondisi, dan

pengaruh atau tekanan masyarakat sekitar kawasan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.56/Menhut-II/2006

tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, maka Zona dalam kawasan taman

nasional terdiri dari:

1. Zona Inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik

biota atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia

yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan

keanekaragaman hayati.

Diskripsi:

Zona inti merupakan kawasan yang sangat sensitif dan memerlukan upaya

perlindungan secara ketat, terutama untuk perlindungan hidupan liar (flora

dan fauna) terpenting/kunci berikut habitatnya dan umumnya berupa

habitat/hutan primer. Zona ini merupakan bagian kawasan yang berada

relatif jauh dari batas kawasan dengan akses yang minimum.

Tujuan:

Untuk memberikan perlindungan mutlak atas flora dan fauna penting/kunci,

endemik, langka dan dilindungi, sangat peka/sensitif terhadap berbagai

bentuk gangguan/kerusakan, dengan keanekaragaman hayati yang tinggi,

ekosistem khas, dan merupakan contoh perwakilan ekosistem. Pada zona ini

Page 23: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 10

tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia, dan

perubahan yang terjadi agar dijaga dan berjalan secara alami. Kegiatan yang

diperkenankan adalah penelitian, pemantauan, perlindungan dan

pengamanan.

Fungsi dan Peruntukan:

Untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan fauna khas beserta

habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma

nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya

Kriteria:

a. Bagian taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis

tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;

b. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang

merupakan cirri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang

kondisi fisiknya masih asli dan belum diganggu oleh manusia;

c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli

dan tidak atau belum diganggu manusia;

d. Mempunyai luasan yang cukup dan bentuk tertentu untuk menjamin

kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang pengelolaan yang

efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami;

e. Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang

keberadaannya memerlukan upaya konservasi;

f. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta

ekosistemnya yang langka yang keberadaannya terancam punah;

g. Merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas dan

khas/endemik;

h. Merupakan tempat aktivitas satwa migran.

Kegiatan yang dapat dilakukan:

a. Perlindungan dan pengamanan;

b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan

ekosistemnya;

Page 24: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 11

c. Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan atau

penunjang budidaya;

d. Dapat dibangun sarana dan prasarana tidak permanen dan terbatas

untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan.

2. Zona rimba/zona perlindungan bahari (untuk wilayah perairan) adalah

adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya

mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona

pemanfaatan.

Diskripsi:

Merupakan zona yang memerlukan upaya perlindungan dan pelestarian

serta merupakan zona peralihan antara zona inti dengan zona pemanfaatan

dan/atau zona lainnya, serta proses alami tetap menjadi prioritas namun

kegiatan manusia dalam batas tertentu masih diperkenankan dan bahkan

diperlukan dalam bentuk pembinaan habitat, pembinaan populasi dan

kegiatan pariwisata alam terbatas.

Tujuan:

Untuk memberikan perlindungan dan pelestarian terhadap zona inti dan

sekaligus sebagai perluasan habitat zona inti dan merupakan daerah jelajah

berbagai jenis satwa liar, khususnya jenis satwa liar yang dilindungi dari

bahaya kepunahan, serta pemanfaatan atas potensi sumberdaya alam dan

lingkungan alam yang kurang sensitif terhadap gangguan/kerusakan untuk

kegiatan penelitian, pemantauan, pendidikan lingkungan dan konservasi

alam, serta pariwisata alam secara terbatas.

Fungsi dan Peruntukan:

Untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumber daya alam dan

lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata

terbatas, habitat satwa migrant dan menunjang budidaya serta mendukung

zona inti.

Kriteria:

a. Kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi

dan mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa liar;

Page 25: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 12

b. Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu

menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan;

c. Merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran.

Kegiatan yang dapat dilakukan:

a. Perlindungan dan pengamanan;

b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan

ekosistemnya;

c. Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas,

pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya;

d. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan

keberadaan populasi hidupan liar;

e. Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan

penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas.

3. Zona Pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan

potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata

alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya.

Diskripsi:

Merupakan zona yang memiliki potensi phenomena alam yang menarik, dan

secara fisik dan biologi kurang sensitif untuk kepentingan pembangunan

sarana dan prasarana fisik bagi akomodasi pariwisata alam dan pengelolaan

taman nasional. Zona pemanfaatan ini merupakan pusat rekreasi dan

kunjungan wisata, yang dikembangkan pada lokasi-lokasi sesuai kondisi

lingkungan untuk kepentingan wisata alam. Lokasi-lokasi tersebut tersebut

pada umumnya dikembangkan berdekatan atau terdapat kemudahan akses

dengan perkampung-an tempat pemukiman masyarakat, sehingga

pengembangan wisata alam/ekologi di kawasan ini dapat memberi dampak

penyertaan masyarakat dalam pelayanan jasa wisata alam dan memberikan

keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat. Fasilitas yang akan

dilengkapi di setiap lokasi selain fasilitas pengelolaan lapangan dan

akomodasi wisata alam, juga akan dilengkapi jalan, areal parkir, jalur trail,

papan informasi, papan petunjuk, shelter, MCK umum, sarana keamanan

pengunjung, pos jaga, dan lain-lain.

Page 26: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 13

Tujuan:

Untuk pemanfaatan potensi jasa lingkungan alam berupa phenomena dan

keindahan alam bagi pengembangan pariwisata alam dan pusat rekreasi,

pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam dan pengelolaan

lapangan, dan menunjang keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam

pelayanan jasa pariwisata alam serta mendorong pengembangan ekonomi

masyarakat dan daerah dari jasa pariwisata alam

Fungsi dan Peruntukan:

Untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan,

pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan,

kegiatan penunjang budidaya.

Kriteria:

a. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi

ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik;

b. Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya

tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;

c. Kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan,

pengembangan pariwisata alam, penelitian dan pendidikan;

d. Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana dan

prasarana bagi kegiatan, pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam,

rekreasi, penelitian dan pendidikan;

e. Tidak berbatasan langsung dengan zona inti.

Secara fisik dan biologi dapat dikembangkan untuk pembangunan sarana

dan prasarana akomodasi pariwisata alam dan pengelolaan lapangan, serta

memiliki topografi dan fisik lapangan yang memungkinkan kegiatan wisata

alam berlangsung secara aman dan nyaman. Dampak negatif akibat

pengembangan fasilitas akomodasi dan peningkatan jumlah pengunjung

berada dalam batas-batas daya dukung dan dapat dikendalikan oleh

pengelola, serta masih dalam batas recovery secara alami. Memiliki

pengembangan aksesibilitas yang cukup baik dan mudah dikunjungi, serta

lokasi pengembanganya dekat pemukiman/ perkampungan penduduk,

Page 27: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 14

sehingga dapat mendorong peranserta aktif masyarakat dalam pelayanan

jasa pariwisata alam.

Kegiatan yang dapat dilakukan:

a. Perlindungan dan pengamanan;

b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan

ekosistemnya;

c. Penelitian dan pengembangan pendidikan, dan penunjang budidaya;

d. Pengembangan, potensi dan daya tarik wisata alam;

e. Pembinaan habitat dan populasi;

f. Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa

lingkungan;

g. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan,penelitian,

pendidikan, wisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan.

4. Zona lain adalah merupakan zona kawasan taman nasional yang karena

fungsi dan kondisinya dikembangkan di luar ketentuan zona inti dan zona

pemanfaatan, yang mencakup :

a. Zona tradisional adalah bagian taman nasional yang ditetapkan untuk

kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena

kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam

Diskripsi:

Merupakan bagian kawasan taman nasional yang masih terdapat

kegiatan tradisional penduduk setempat dalam memanfaatkan

sumberdaya alam hayati untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-

hari dan bersifat non-komersial.

Tujuan:

Untuk mengakomodasi pemanfaatan secara tradisonal yang dilakukan

oleh penduduk setempat dalam memanfaatkan sumberdaya alam hayati

untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari dan bersifat non-

komersial, serta mencegah kemungkinan terjadinya perluasan

perambahan untuk perladangan dan pemanfaatan lain yang merusak.

Page 28: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 15

Fungsi dan Peruntukan:

Untuk pemanfaatan potensi tertentu taman nasional oleh masyarakat

setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka

memenuhi kebutuhan hidupnya

Kriteria:

1) Adanya potensi dan kondisi sumber daya alam hayati non kayu

tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh

masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya;

2) Di wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi sumber daya alam

hayati tertentu yang telah dimanfaatkan melalui kegiatan

pengembangbiakan, perbanyakan dan pembesaran oleh

masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kegiatan yang dapat dilakukan:

1) Perlindungan dan pengamanan;

2) Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh

masyarakat;

3) Pembinaan habitat dan populasi;

4) Penelitian dan pengembangan;

5) Pemanfaatan potensi dan kondisi sumber daya alam sesuai dengan

kesepakatan dan ketentuan yang berlaku.

b. Zona rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena

mengalami kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pemulihan

komunitas hayati dan ekosistemnya yang mengalami kerusakan

Diskripsi:

Merupakan zona/bagian kawasan yang mengalami kerusakan akibat

ulah/kegiatan manusia atau alam, dan perlu segera direhabilitasi/

dipulihkan kembali dengan memper-gunakan jenis-jenis asli setempat.

Zona ini mencakup areal bekas peladangan, pemukiman liar, bencana

alam dan sebagainya.

Page 29: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 16

Tujuan:

Untuk pemulihan dan rehabilitasi kawasan yang rusak akibat kegiatan

manusia atau bencana alam agar dapat dikembalikan kepada fungsi

semula.

Fungsi dan Peruntukan :

Untuk mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi atau

mendekati kondisi ekosistem alamiahnya.

Kriteria:

1) Adanya perubahan fisik, sifat fisik dan hayati yang secara ekologi

berpengaruh kepada kelestarian ekosistem yang pemulihannya

diperlukan campur tangan manusia;

2) Adanya invasive spesies yang menggangu jenis atau spesies asli

dalam kawasan;

3) Pemulihan kawasan pada huruf a, dan b sekurang-kurangnya

memerlukan waktu 5 (lima) tahun.

c. Zona religi, budaya dan sejarah adalah bagian dari taman nasional

yang didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan

atau sejarah yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan,

perlindungan nilai-nilai budaya atau sejarah.

Diskripsi:

Merupakan zona yang memiliki potensi sebagai lokasi kegiatan manusia

di masa lampau dengan meninggalkan hasil karya budaya yang bernilai

sejarah, arkeologi maupun keagamaan, baik pada lokasi yang sering

dikunjungi manusia maupun tidak pernah.

Tujuan:

Untuk memperlihatkan dan melindungi nilai-nilai budaya yang pernah

ada dan berkembang, serta dikembangkan sebagai wahana penelitian,

pendidikan, dan wisata alam sejarah, arkeologi dan religius.

Page 30: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 17

Fungsi dan Peruntukan:

Untuk memperlihatkan dan melindungi nilai-nilai hasil karya budaya,

sejarah, arkeologi maupun keagamaan, sebagai wahana penelitian,

pendidikan dan wisata alam sejarah, arkeologi, dan religius.

Kriteria:

1) Adanya lokasi untuk kegiatan religi yang masih dipelihara dan

dipergunakan oleh masyarakat;

2) Adanya situs budaya dan sejarah baik yang dilindungi undang-

undang, maupun tidak dilindungi undang-undang.

Kegiatan yang dapat dilakukan:

1) Perlindungan dan pengamanan;

2) Pemanfaatan pariwisata alam, penelitian, pendidikan dan religi;

3) Penyelenggaraan upacara adat;

4) Pemeliharaan situs budaya dan sejarah, serta keberlangsungan

upacara-upacara ritual keagamaan/adat yang ada.

d. Zona khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang

tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana

penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut

ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi,

fasilitas transportasi dan listrik.

Diskripsi:

Merupakan zona yang memiliki potensi sumberdaya alam dan kondisi

lingkungan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kepentingan

khusus dengan pengaturan yang bersifat khusus dengan tidak

melakukan penebangan pohon dan merubah bentang alam seperti

untuk pemanfaatan sarang burung, pemanfaatan lebah madu,

pemanfaatan bahan baku obat, dan lain-lain kegiatan.

Fungsi dan Peruntukan:

Untuk kepentingan aktivitas kelompok masyarakat yang tinggal di

wilayah tersebut sebelum ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional

dan sarana penunjang kehidupannya, serta kepentingan yang tidak

Page 31: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 18

dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan

listrik.

Kriteria:

1) Telah terdapat sekelompok masyarakat dan sarana penunjang

kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut

ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional;

2) Telah terdapat sarana dan prasarana antara lain telekomunikasi,

faslitas transportasi dan listrik, sebelum wilayah tersebut

ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional;

3) Lokasi tidak berbatasan dengan zona inti.

Kegiatan yang dapat dilakukan:

1) Perlindungan dan pengamanan;

2) Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat, dan;

3) Rehabilitasi;

4) Monitoring populasi dan aktivitas masyarakat serta daya dukung

wilayah.

2.3. Metode Revisi Zonasi

TN. Bantimurung Bulusaraung telah memiliki sistem zonasi sesuai Surat

Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor:

SK.58/IV-SET/2012 tanggal 04 April 2012. Dalam penentuan penataan zonasi

tersebut telah dikembangkan suatu metoda penentuan usulan penetapan zonasi

kawasan Taman nasional dengan cara memadukan empat macam peta dasar:

Peta Vegetasi, Peta Sensitivitas Satwa liar, Peta Kelas Ketinggian, dan Peta Kelas kemiringan. Peta-peta tersebut kemudian dibagi ke dalam kota-kotak

(grid) dengan luasan 1 km², untuk selanjutnya dilakukan klasifikasi sesuai status

dari setiap kotak/grid tersebut menurut nilai dari 0-3 atau 4.

Peta-peta yang diperoleh dari klasifikasi status penilaian tersebut kemudian

dioverlaping dengan menjumlahkan nilai-nilai pada setiap kotak/grid. Hasil

overlaping peta-peta tersebut dilakukan deliniasi berdasarkan suatu klasifikasi

sensitifitas ekologi yang terdiri dari penjumlahan nilai-nilai pada kotak/grid, untuk

diklasifikasi menurut : nilai sangat sensitif (total nilai kotak/grid : 9-12), nilai

Page 32: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 19

sensitif (total nilai kotak/grid : 6-8), dan nilai tidak sensitif (total nilai kotak/grid: 3-

5), peta yang dihasilkan tersebut disebut sebagai peta sensitifitas ekologi.

Berdasarkan peta sensitifitas ekologi tersebut dan dilengkapi dengan informasi

tambahan yang mencakup keberadaan jalan trail, jalan patroli, potensi obyek wisata,

informasi keberadaan keunikan potensi kawasan, tempat bersarang/home range

satwa liar yang tercatat, adanya aktivitas ilegal, dan batas-batas tata guna lahan di

sekitarnya dilakukan penetapan kriteria untuk setiap zonasi. Secara umum skematis

penyusunan rancangan zonasi kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung dapat

digambarkan pada Gambar 1.

Page 33: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 20

Gambar 1. Skema penyusunan rancangan zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung

PETA VEGETASI Nilai 0 : Perkebunan Nilai 1 : Pertanian Nilai 2 : H. Sekunder Nilai 3 : H. Primer

PETA SEBARAN FLORA & FAUNA

Nilai 1 : Rendah Nilai 2 : Sedang Nilai 3 : Tinggi

PETA KELAS KELERENGAN

Nilai 1 : <30% Nilai 2 : 30 – 45% Nilai 3 : > 45%

PETA KELAS KETINGGIAN

Nilai 1 : <1000 m Nilai 2 : 1000-1400 m Nilai 3 : >1400 m

ANALISA PADA SETIAP UNIT PENGUKURAN (ukuran grid 1 Ha)

PETA SENSITIFITAS EKOLOGI Sangat sensitif : Nilai 9 - 12 Sensitif : Nilai 6 - 8 Kurang Sensitif : Nilai 3 - 5

ZONASI AWAL Zona Inti : S. Sensitif - Sensitif Zona Rimba : Kurang Sensitif Zona Pemanfaatan : ODTWA Prioritas

PETA SEBARAN ODTWA

DRAFT RANCANGAN ZONASI

Zona Rimba : - Buffer 50 m jalan - Buffer 50 m jalan trail - Buffer 250 m dari batas

luar - Buffer 100 m dari Zona Inti - Buffer 100 m dari Zona

Pemanfaatan - Buffer 100 m dari Zona

Tradisional dan Zona Khusus

- Buffer 100 m dari Zona Religi, Budaya dan Sejarah

- Zona Tradisional : sesuai kriteria dalam P.56/2006

- Zona Rehabilitasi : sesuai

kriteria dalam P.56/2006 - Zona Religi, Budaya dan

Sejarah : sesuai kriteria dalam P.56/2006

- Zona Khusus : sesuai

kriteria dalam P.56/2006 - Zona Rimba : radius 50 m

dari mulut gua

Page 34: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 21

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.56/Menhut-II/2006

pasal 20 dinyatakan bahwa evaluasi zonasi dapat dilakukan sebagai peninjauan

ulang untuk usulan perubahan zonasi yang diperlukan sesuai dengan

kepentingan pengelolaan. Seiring dengan perkembangan yang ada baik kondisi

faktual di lapangan maupun kebijakan dalam rangka optimalisasi pengelolaan

maka beberapa pertimbangan yang menjadi dasar revisi zonasi TN. Bantimurung

Bulusaraung adalah:

1. Optimalisasi pengelolaan TN. Bantimurung Bulusaraung dalam

pengembangan jalan di dalam kawasan yang mendukung pembangunan

daerah dalam skala pembangunan nasional.

2. Optimalisasi fungsi TN. Bantimurung Bulusaraung dalam memberikan

kontribusi kepada masyarakat sekitar kawasan melalui pengembangan

pemanfaatan jasa lingkungan air dan pemanfaatan tradisional.

3. Optimalisasi perlindungan dan pengawetan ekosistem alami TN.

Bantimurung Bulusaraung yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati

dengan keanekaragaman yang tinggi, keunikan dan kekhasan gejala alam

dengan fenomena alam yang indah.

Metoda pelaksanaan penyusunan rancangan revisi zonasi TN.

Bantimurung Bulusaraung adalah:

1. Persiapan

Tahap awal yang dilaksanakan dalam kegiatan Revisi Zonasi ini adalah

persiapan dengan pembentukan Tim Kerja yang dibentuk oleh Kepala Balai TN.

Bantimurung Bulusaraung melalui Surat Keputusan Nomor : SK. 77/BTNBABUL-

1/2015 tanggal 26 Mei 2015.

2. Pengumpulan dan Analisis Data

Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan alat dan bahan yang diperlukan,

terutama peta dasar (Peta Kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung), citra satelit,

peta Rupa Bumi Indonesia, peta penutupan lahan, dan peta zonasi dari kajian

sebelumnya.

Analisis data dilaksanakan melalui:

Rapat dan Focus Group Discussion;

Konsultasi dengan Tenaga Ahli;

Page 35: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 22

Peta zonasi kajian sebelumnya dan peta penutupan lahan TN.

Bantimurung Bulusaraung tahun 2015 dilakukan analisis overlay guna

menentukan rancangan revisi zonasi serta dilengkapi dengan data dan

informasi tambahan yang mencakup keberadaan pengembangan jalan,

pemanfaatan jasa lingkungan air dan pemanfaatan tradisional, serta

perlindungan dan pengawetan ekosistem.

Verifikasi lapangan

Hasil zonasi yang masih bersifat hipotetis tersebut kemudian diverifikasi di

lapangan. Verifikasi dilakukan terhadap kebenaran interpretasi citra

terhadap batas yang ditetapkan dan kebenaran kegiatan interpretasi

penggunaan lahan. Verifikasi lapangan juga dilakukan terhadap macam

zonasi, jumlah zonasi dan kebenaran isi zonasi.

3. Penyusunan draft rancangan revisi zonasi

Draft rancangan revisi zonasi disusun berdasarkan hasil analisa data serta

mengacu pada Permenhut No. 56/menhut-II/2006 tentang Pedoman Zonasi

Taman Nasional.

4. Konsultasi Publik

Konsultasi Publik dilaksanakan dilaksanakan di tingkat Daerah dan Pusat

dengan melibatkan Para Pihak (stakeholder).

5. Pengiriman Dokumen

Page 36: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

III. DESKRIPSI TAMAN NASIONAL

3.1. Sejarah Kawasan

Alfred Russel Wallace, adalah naturalis berkebangsaan Inggris yang

pernah menjelajah Kepulauan Nusantara (The Malay Archipelago) dari tahun

1856 sampai dengan 1862. Sejak kembalinya ke Inggris sampai dengan tahun

1886, Wallace menerbitkan delapan belas dokumen, baik berupa catatan

maupun proceeding untuk Linnaean Zoological and Entomological Societies yang

menggambarkan atau mendeskripsikan koleksi speciemennya. Setelah itu, ia

kemudian menuliskan dan menerbitkan jurnal perjalanan eksplorasi selama

enam tahunnya yang berjudul “The Malay Archipelago”. Deskripsi yang dibuat

oleh Wallace pada saat itu menjadi pembuka tabir keunikan khasanah

keanekaragaman hayati Nusantara dan menggugah kekaguman para ilmuwan

dan naturalis. Wallace sangat terpesona oleh keunikan ekosistem Sulawesi dan

pulau-pulau satelitnya, dan memberinya inspirasi pencetusan teori biogeografi

(Neo-Darwinism) yang menjadi sumbangan sangat berharga buat sang pencetus

teori evolusi Charles Robert Darwin. Wallace melakukan eksplorasi flora dan

fauna di kawasan Maros dari tanggal 11 Juli 1857 sampai dengan awal

Nopember 1857 dan berhasil mengumpulkan cukup banyak koleksi speciemen di

wilayah Maros. Wallace sendiri memberikan julukan “The Kingdom of Butterfly”

untuk kawasan Bantimurung dan sekitarnya.

Hal lain yang menarik dari kawasan ini adalah bentang alam karst yang

berbangun menara. “The Spectacular Tower Karst”, begitu kemudian orang-

orang memberikan nama pada kawasan Karst Maros-Pangkep. Memang

berbeda dengan kebanyakan kawasan karst di tempat-tempat lain yang pada

umumnya berbentuk Conicall Hill Karst, Karst Maros-Pangkep berbentuk

menara-menara yang berdiri sendiri maupun berkelompok membentuk gugusan

pegunungan batu gamping. Ko (2001) menginformasikan bahwa kawasan Karst

Maros-Pangkep sudah dikenal oleh dunia internasional sejak sebelum perang

dunia II. Kawasan ini antara lain juga dikenal melalui publikasi ahli geografi

Danes. Kawasan ini dikatakan memiliki geomorfologi yang amat khas dan tidak

dijumpai di tempat lain. Karst Maros-Pangkep menjadi kawasan karst yang paling

terkenal di Indonesia karena landsekapnya yang spesifik dan ornamen gua

terindah (ACS, 1989; Deharveng dan Bedos, 1999; McDonald, 1976; Whitten

Page 37: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 24

dkk, 1987; Suhardjono dkk, 2007). Di samping itu, Maros juga terkenal memiliki

keanekaragaman hayati tertinggi di Asia Tropika (Deharveng dan Bedos, 1999

dalam Suhardjono dkk, 2007).

Dari segi arkeologi, kawasan Karst Maros-Pangkep dikenal karena temuan

Frits Sarasin dan Paul Sarasin. Di awal abad kedua puluh, tepatnya pada tahun

1902-1903, mereka menemukan sisa-sisa peralatan manusia prasejarah berupa

serpih, bilah, mata panah dan alat-alat yang terbuat dari tulang di Gua Cakondo,

Ulu Leba dan Balisao Kabupaten Maros. Berdasarkan temuan-temuan tersebut,

para ahli menyimpulkan bahwa pada masa prasejarah, Sulawesi merupakan

salah satu daerah lintasan yang strategis bagi perpindahan penduduk dari

daratan Asia Tenggara ke kawasan Pasifik. Dalam perjalanan migrasi tersebut,

gua-gua payung atau rock shelter merupakan satu-satunya tempat yang ideal

untuk berlindung, baik sebagai tempat tinggal maupun sekedar transit bagi para

imigran (Gunadi, 1997 dalam Achmad, 2001). Pada tahun 2007 Balai

Peninggalan Prasejarah dan Purbakala (BP3) Sulawesi Selatan melaporkan 27

Situs Purbakala yang dilindungi di kawasan Karst Maros-Pangkep dari total 89

gua prasejarah yang ada.

Seluruh kawasan yang dideskripsikan tersebut di atas, kemudian

ditetapkan sebagai kawasan hutan oleh pemerintah melalui Surat Keputusan

Menteri Pertanian Nomor : 760/Kpts/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982,

menyempurnakan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Tahun 1976,

walaupun sebelumnya telah dilakukan penetapan kawasan hutan secara parsial

oleh Pemerintah Hindia Belanda pada dekade awal abad ke-20. Karena

kebutuhan akan lahan budidaya yang semakin meningkat, Departemen

Kehutanan mulai melakukan penyesuaian antara TGHK dan rencana tata ruang

wilayah (RTRW) pada tahun 1997. Provinsi Sulawesi Selatan berhasil

menyelesaikan Paduserasi TGHK-RTRWP pada tahun 1999 dengan

diterbitkannya Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor: 276/IV/Tahun 1999

tanggal 1 April 1999 tentang Penetapan Hasil Paduserasi antara Rencana Tata

Ruang Wilayah dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan Propinsi Daerah Tingkat I

Sulawesi Selatan. Paduserasi ditindaklajuti dengan penerbitan Keputusan

Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 890/Kpts-II/1999 tanggal 14 Oktober

1999 tentang Penunjukan Kembali Kawasan Hutan di Provinsi Sulawesi Selatan

seluas ± 3.879.771 Ha. Berdasarkan seluruh dokumen tersebut, kawasan Karst

Page 38: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 25

Maros-Pangkep dan sekitarnya merupakan kawasan hutan dengan fungsi

lindung, produksi dan konservasi.

Antara dekade 1970-1980, di kawasan Karst Maros-Pangkep telah ditunjuk

dan/atau ditetapkan 5 unit kawasan konservasi seluas ±11.906,9 Ha. Air terjun

Bantimurung yang terkenal sejak kunjungan Wallace dijadikan kawasan

konservasi sejak tahun 1919 dengan luas 18 Ha berdasarkan Gouvernements

Besluits tanggal 21-2-1919 No. 6 Staatblad No. 90. Kawasan Bantimurung

karena potensi wisata tirta, panorama alam dan gua-gua alamnya, ditunjuk

kembali menjadi kawasan konservasi taman wisata alam dengan nama TWA.

Bantimurung seluas 118 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

237/Kpts/Um/3/1981 tanggal 30 Maret 1981.

Kawasan hutan di sekitar Pattunuang Asue ditetapkan menjadi kawasan

konservasi taman wisata alam dengan nama TWA. Gua Pattunuang seluas

1.506,25 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 59/Kpts-II/1987

tanggal 12 Maret 1987. Penunjukan kawasan ini didasarkan pada potensi wisata

tirta wilayah tersebut, keanekaragaman hayatinya, panorama alamnya,

fenomena tebing-tebing karstnya yang ideal untuk wisata alam minat khusus,

legenda tentang perahu yang membatu (Biseang Labboro) di Sungai Pattunuang,

serta gua-gua alamnya.

Sebagian kawasan karst Bantimurung, karena mempunyai

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, kondisi alam, baik biota maupun

fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia, ciri khas

potensi yang merupakan contoh ekosistem karst yang keberadaannya

memerlukan upaya konservasi, komunitas tumbuhan dan satwa beserta

ekosistemnya yang langka, ditunjuk menjadi kawasan konservasi cagar alam

dengan nama CA. Bantimurung seluas 1.000 Ha berdasarkan Keputusan Menteri

Pertanian Nomor : 839/Kpts/Um/11/1980 tanggal 23 Nopember 1980. Tidak jauh

berbeda dengan pertimbangan tersebut di atas, kawasan karst dan hutan pamah

primer di wilayah sebelah Timur Bantimurung ditunjuk menjadi kawasan

konservasi cagar alam dengan nama CA. Karaenta seluas 1.000 Ha berdasarkan

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 647/Kpts/Um/10/1976 tanggal 15 Oktober

1976. Berdasarkan hasil penataan batas CA. Karaenta yang dilaksanakan pada

tahun 1979/1980, luasnya definitifnya bertambah menjadi 1.226 Ha.

Page 39: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 26

Kawasan konservasi yang lainnya adalah CA. Bulusaraung. Kawasan ini

memiliki komunitas tumbuhan dan satwa beserta ekosistem yang memerlukan

upaya konservasi. Kawasan ini terletak di wilayah paling Utara Kabupaten Maros

yang berbatasan dengan wilayah administratif Kabupaten Bone. Kawasan seluas

5.690 Ha yang merupakan bagian dari gugusan Pegunungan Bulusaraung ini

ditunjuk menjadi kawasan konservasi berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian

Nomor 607/Kpts/Um/8/1980 tanggal 20 Agustus 1980. Berdasarkan hasil

penataan batas CA. Bulusaraung yang dilaksanakan pada tahun 1999/2000,

luasnya definitifnya berubah menjadi 8.056,65 Ha.

Pada tahun 1989, seluruh kawasan konservasi di Kabupaten Maros

tersebut beserta kawasan karst dan kawasan hutan lainnya di wilayah Kabupaten

Maros dan Kabupaten Pangkep diusulkan oleh Kantor Wilayah Departemen

Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan untuk dirubah fungsinya menjadi taman

nasional, dengan nama Taman Nasional Hasanuddin. Nama tersebut diambil dari

nama pahlawan nasional Sulawesi Selatan. Dalam proses berikutnya, nama

calon taman nasional ini berulang kali dirubah berdasarkan berbagai

pertimbangan. Menindaklanjuti usulan Kantor Wilayah Departemen Kehutanan

Propinsi Sulawesi Selatan tersebut, Direktur Jenderal PHKA Departemen

Kehutanan kemudian mengusulkan kepada Menteri Kehutanan untuk melakukan

perubahan fungsi kawasan hutan di Kabupaten Maros dan Pangkep menjadi

Taman Nasional Hasanuddin dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian

terhadap lokasi yang diusulkan.

National Conservation Plan for Indonesia Volume 6D Sulawesi Selatan

Province (Juni 1995) yang merupakan review dan updating NCP 1982,

menguraikan bahwa pada tahun 1993, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan

dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan menetapkan gabungan dari CA.

Bulusaraung, TWA. Bantimurung, CA. Bantimurung, CA. Karaenta, TWA Gua

Pattunuang serta Hutan Lindung di sekitarnya sebagai calon kawasan konservasi

Taman Nasional Hasanuddin seluas 86.682 Ha (termasuk seluruh kawasan Dry

Lowland Forest on Limestone seluas 47.000 Ha dan Wet Lowland Forest on

Limestone seluas 1.000 Ha) dengan pertimbangan perlindungan flora dan fauna,

perlindungan fungsi hydrologis, pengembangan wisata alam serta membatasi

perluasan perladangan di kawasan tersebut. Tujuan utama NCP 1995, yaitu

untuk mengevaluasi dan menentukan prioritas pengembangan kawasan

konservasi, dan Calon Taman Nasional Hasanuddin mendapatkan prioritas

Page 40: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 27

pertama. Hasil skoring yang dilakukan memberikan genetic value 115 dan socio-

economic justification 10.

International Union of Speleology menyelenggarakan Kongres

Internasional ke-11 di Beijing pada tanggal 8 Agustus 1993. Kongres ini dihadiri

oleh para ilmuwan dan pemerhati kawasan karst dan gua dari 34 negara.

Kongres ini secara aklamasi menyatakan Karst Maros-Pangkep memiliki nilai

keunikan yang mendunia. Dalam rapat pleno, Presiden dan Sekretaris Jenderal

International Union of Speleology mengesahkan surat himbauan kepada

Pemerintah Indonesia agar kawasan Karst Maros-Pangkep dikonservasi dan

diusulkan sebagai bentukan alam Warisan Dunia (Ko, 2001; Palaguna, 2001).

Dukungan datang dari berbagai pihak dengan pertimbangan adanya asosiasi

secara langsung antara karst dengan kepurbakalaan serta antara karst dengan

keanekaragaman hayatinya. Pusat Studi Lingkungan Universitas Hasanuddin

yang menyelenggarakan Seminar Lingkungan Karst di Makassar pada tanggal

19 Desember 1997 juga menekankan pentingnya perlindungan ekosistem karst

Maros-Pangkep dan melaporkan sedikitnya terdapat 29 gua di kawasan Karst

Maros-Pangkep yang layak dilindungi.

Melanjutkan dan menindaklajuti usulan Kantor Wilayah Departemen

Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan dan NCP 1995, Unit KSDA Sulawesi

Selatan I bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin melakukan penilaian

potensi calon taman nasional pada tahun 1999, dan memberikan rekomendasi

kelayakannya. Berdasarkan rekomendasi tersebut, Kepala Kantor Wilayah

Departemen Kehutanan Propinsi Sulawesi Selatan kembali mengajukan usulan

penunjukan taman nasional di kawasan Maros-pangkep dengan nama Taman

Nasional Karaenta.

Pada bulan Mei 2001, IUCN Asia Regional Office dan UNESCO World

Heritage Centre mengadakan The Asia-Pasific Forum on Karst Ecosystems and

World Heritage di Gunung Mulu, Serawak, Malaysia. Forum ini dihadiri oleh para

ahli dari berbagai disiplin ilmu serta dihadiri pula oleh para pejabat tinggi

UNESCO dan World Bank. Forum ini bertekad menyatakan kawasan Karst

Maros-Pangkep sebagai Warisan Dunia. Forum ini memberikan rekomendasi

kepada Pemerintah Indonesia agar mengkonservasi kawasan-kawasan karst,

termasuk kawasan Karst Maros-Pangkep. Nilai-nilai warisan dunianya akan

ditinjau kemudian dan kelayakan status perlindungannya akan diidentifikasi

Page 41: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 28

kemudian guna mendapatkan pengakuan internasional (Ko, 2001; Nitta, 2001;

Samodra, 2003).

Tanggal 12-13 Nopember 2001, Bapedal Regional III di Makassar

menyelenggarakan Simposium Karst Maros-Pangkep yang bertema “Menuju

Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World

Heritage di Era Otonomi Daerah”. Melalui acara ini, Bapedal Regional III

berusaha membangun kembali komitmen dan menggalang kerjasama dengan

berbagai pihak terkait dalam upaya mewujudkan kawasan Karst Maros-Pangkep

sebagai kawasan taman nasional dan situs warisan dunia. Beberapa kesimpulan

dari simposium ini adalah bahwa kawasan Karst Maros-Pangkep memiliki

berbagai potensi sumberdaya yang perlu mendapat perlindungan dan

pengelolaan secara seksama, terpadu dan menyeluruh; Pemerintah Sulawesi

Selatan, Maros dan Pangkep mendukung dan berkomitmen terhadap pengajuan

kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai taman nasional maupun world heritage

site; serta membentuk tim terpadu untuk menyusun rencana aksi dalam

mewujudkan penetapan kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai taman nasional

dan world heritage site. Untuk mempercepat proses penunjukan kawasan Karst

Maros-Pangkep menjadi taman nasional diadakan pertemuan dengan berbagai

pihak terkait di Sulawesi Selatan pada tanggal 15 Januari 2002 dan membentuk

tim terpadu yang terdiri dari unsur Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan,

Pemerintah Kabupaten Maros dan Pangkep, Unit KSDA Sulawesi Selatan I,

Bapedal Regional III dan diketuai oleh Universitas Hasanuddin. Tim terpadu ini

terus melaksanakan tugasnya hingga tahun 2004.

Pada tanggal 5 Januari 2004, Gubernur Sulawesi Selatan mengusulkan

kembali kawasan Karst Maros-Pangkep untuk ditetapkan menjadi Taman

Nasional Bantimurung Bulusaraung. Direktur Jenderal PHKA pada tanggal 25

Pebruari 2004 mengusulkan kembali perubahan fungsi kawasan hutan di

Kabupaten Maros dan Pangkep menjadi taman nasional melalui Sekretaris

Jenderal Departemen Kehutanan dan Kepala Badan Planologi Kehutanan.

Tanggal 29 April 2004, Gubernur Sulawesi Selatan sekali lagi mendesak Menteri

Kehutanan agar memproses penetapan kawasan Karst Maros-Pangkep menjadi

taman nasional.

Dalam proses koordinasi yang berjalan lamban tersebut, Kepala Pusat

Pembentukan Wilayah Pengelolaan dan Perubahan Kawasan Hutan Badan

Page 42: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 29

Planologi Kehutanan mengundang seluruh anggota tim terpadu dan pihak terkait

untuk hadir pada tanggal 8 Oktober 2004 dengan agenda pengkajian dan

pembahasan oleh Tim Terpadu Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Bantimurung

Bulusaraung. Pertemuan ini menyimpulkan bahwa perubahan fungsi Kawasan

Hutan Bantimurung dan Bulusaraung memenuhi syarat untuk dirubah menjadi

kawasan pelestarian alam dengan fungsi taman nasional berdasarkan : (1)

Laporan Hasil Pengkajian Tim Terpadu yang dipaparkan oleh Amran Achmad

(Universitas Hasanuddin) selaku Ketua Tim Terpadu Daerah; (2) Surat Gubernur

Sulawesi Selatan Nomor 660/27/Set tanggal 5 Januari 2004 dan Rekomendasi

nomor 660/472/SET tanggal 7 Pebruari 2003; (3) Rekomendasi Bupati Maros

nomor 660.1/532/Set tanggal 13 Nopember 2002; (4) Surat Bupati Pangkep

nomor 430/13/DLHK tanggal 15 Maret 2003; (5) Keputusan DPRD Provinsi

Sulawesi Selatan Nomor 27 Tahun 2003 tanggal 19 Desember 2003; (6)

Rekomendasi DPRD Kabupaten Maros nomor 660.1/347/DPRD/2002 tanggal 17

Desember 2002; serta (7) Surat Ketua DPRD Kabupaten Pangkep nomor

005/194/Sek-DPRD tanggal 30 Juli 2003.

Pada tanggal 18 Oktober 2004, Menteri Kehutanan menerbitkan Keputusan

Nomor SK.398/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan pada

Kelompok Hutan Bantimurung-Bulusaraung seluas ± 43.750 Ha terdiri dari Cagar

Alam seluas ± 10.282,65 Ha, Taman Wisata Alam seluas ± 1.624,25 Ha, Hutan

Lindung seluas ± 21.343,10 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas ± 145 Ha, dan

Hutan Produksi Tetap seluas ± 10.335 Ha yang terletak di Kabupaten Maros dan

Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung.

3.2. Karakteristik Penunjukkan

Wilayah yang saat ini merupakan kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung

merupakan sebagian dari kawasan Karst Maros-Pangkep yang sudah terkenal ke

seluruh dunia. Samodra (2003) menyampaikan bahwa singkapan batu gamping

yang luas di Sulawesi Selatan ini membentuk tipe karst tersendiri. Bukit-bukit

berlereng terjal yang sebagian besar genesanya dipengaruhi oleh struktur

geologi, sebelum diperlebar dan diperluas oleh proses pelarutan (karstifikasi)

membentuk bangun menara yang sangat khas (tower karst). Bukit-bukit menara

Karst Maros-Pangkep serupa dengan karst yang ada di China Selatan dan

Vietnam.

Page 43: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 30

Tipe Karst Maros-Pangkep memang berbeda dengan karst yang ada di

tempat lain yang pada umumnya berbentuk Conicall Hill Karst atau perpaduan

dari keduanya. Karakteristik eksokarstnya dikatakan sebagai bentukan karst

yang terindah kedua setelah kawasan karst yang telah ditetapkan sebagai

warisan alam dunia di Halong Bay Vietnam. Karst Maros-Pangkep juga

merupakan kawasan karst terluas kedua setelah karst yang ada di China

Selatan. Selain keindahan eksokarst, kawasan Karst Maros-Pangkep

sebagaimana pada umumnya kawasan karst juga dihiasi oleh endokarst yang tak

ternilai. Tidak kurang dari 400 gua di kawasan ini yang dapat menyajikan

keindahan bentukan ornamen gua (speleothem).

Gua-gua di kawasan Karst Maros-Pangkep, terutama gua fosil mempunyai

nilai arkeologi yang tinggi. Di dalamnya banyak dijumpai lukisan gua (rock

painting) manusia prasejarah yang dapat menguak kehidupan manusia

prasejarah dan budayanya (Samodra, 2003). Karst Maros-Pangkep menjadi

kawasan karst yang paling terkenal di Indonesia karena landsekapnya yang

spesifik dan ornamen gua terindah (ACS, 1989; Deharveng and Bedos, 1999;

McDonald, 1976; Whitten dkk, 1987; Suhardjono dkk 2007). Di samping itu,

Maros juga terkenal memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di Asia Tropika

(Deharveng and Bedos, 1999 dalam Suhardjono dkk, 2007).

Dari segi keanekaragaman hayati, TN. Bantimurung Bulusaraung dikenal

dengan potensi Kupu-kupunya yang beranekaragam. Selama berada di wilayah

Maros, Wallace menemukan Rusa (Cervus timorensis), Babi (Sus celebensis),

Monyet Hitam Sulawesi Cynopthecus nigrescens (sekarang Macaca maura),

Rangkong (Rhyticeros cassidix), Trichoglossus ornatus, burung Punai, Corvus

advena, Idea tondana, Kumbang Macan (Therates flavilabris) dan berbagai jenis

kumbang lainnya, tiga species Ornithoptera yang sayapnya berukuran 7 – 8 inchi

(17 – 20 cm), Papilio miletus, P. telephus, P. macedon, Papilio rhesus (sekarang

Graphium rhesus), Papilio gigon, Tachyris zarinda (sekarang Appias zarinda),

dan banyak lagi yang lainnya. Hal yang paling berkesan bagi Wallace di

Bantimurung adalah pertemuannya dengan “The Magnificent Butterfly” Papilio

androcles (sekarang Graphium androcles), salah satu jenis Kupu-kupu Swallow

Tailed terbesar dan terjarang ditemukan.

Banyak yang kemudian mengikuti jejak Wallace untuk menapaki kawasan

Bantimurung. 25 tahun kemudian, di tahun 1882 Graphium androcles tidak

Page 44: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 31

ditemukan dan dilaporkan punah walaupun species-species lain tetap ada

(Guillemard, 1889 dalam Whitten, 2002). Hal ini mungkin merupakan pengaruh

iklim, sebab 45 tahun kemudian Kupu-kupu ini kembali banyak ditemukan

(Leefmans, 1927 dalam Whitten, 2002). Wallace (1890) dalam Whitten dkk

(2002) melaporkan bahwa ia menemukan 256 species Kupu-kupu dari kawasan

Bantimurung. Berbeda dengan laporan tersebut, Mattimu (1977) melaporkan

bahwa ada 103 jenis kupu-kupu yang ia temukan di hutan wisata Bantimurung,

dengan jenis endemik antara lain adalah : Papilio blumei, P. polites, P. sataspes,

Troides haliphron, T. helena, T. hypolitus, dan Graphium androcles. Achmad

(1998) telah meneliti secara khusus habitat dan pola sebaran kupu-kupu jenis

komersil di hutan wisata Bantimurung selama satu tahun. Ia juga

menginformasikan bahwa kupu-kupu Troides haliphron dan Papilio blumei adalah

dua jenis endemik yang mempunyai sebaran yang sangat sempit, yakni hanya

pada habitat berhutan di pinggiran sungai.

Kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung juga terkenal sebagai habitat

beberapa species penting lain yang kondisi populasinya sudah semakin menurun

di alam. Dare atau Monyet Hitam Sulawesi (Macaca maura) adalah salah satu

jenis primata endemik Sulawesi yang habitatnya meluas hampir di seluruh

kawasan. Kuskus Beruang (Ailurops ursinus) dan Kuskus Kecil (Stigocuscus

celebensis) juga dapat ditemukan di dalam kawasan ini. Salah satu primata

terkecil di dunia, Tarsius fuscus atau oleh masyarakat setempat diberikan nama

Balao-cengke atau Passipassi tersebar di beberapa lokasi di dalam kawasan.

Namun, keberadaan T. fuscus hanya diketahui di kawasan TN. Bantimurung

Bulusaraung, tidak ada yang melaporkan keberadaannya di tempat lain.

Dari aspek tata air, kawasan karst merupakan reservoir air raksasa yang

sangat strategis kedudukannya dalam menunjang berbagai kepentingan.

Kemampuan bukit karst dan mintakat epikarst pada umumnya mampu

menyimpan air selama tiga hingga empat bulan setelah berakhirnya musim

penghujan, sehingga sebagian besar sungai bawah tanah dan mata air di

kawasan karst mengalir sepanjang tahun dengan kualitas air yang baik. Dengan

formasi geologi utama berupa batuan kapur, kawasan TN. Bantimurung

Bulusaraung merupakan catchment area bagi beberapa sungai besar di Sulawesi

Selatan. Beberapa sungai menghulu di kawasan ini, antara lain sungai Walanae

yang merupakan salah satu sungai yang mempengaruhi sistem hidrologi Danau

Tempe. Sungai lainnya adalah Sungai Pangkep, Sungai Pute dan Sungai

Page 45: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 32

Bantimurung/Maros. Di samping itu juga ditemukan beberapa mata air dan

sungai kecil, terutama di kawasan Karst, serta air bawah tanah pada sistem

perguaan, seperti di Gua Salle dan Gua Salukang Kallang.

Dari segi keunikan dan fenomena alam untuk kepentingan pariwisata dan

rekreasi alam, kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung tidak kekurangan potensi.

Bantimurung dengan air terjunnya sudah dikenal luas sampai ke seluruh belahan

dunia. Endokarst dengan keheningan, kegelapan abadinya serta berbagai

bentukan ornamen gua merupakan daya tarik tersendiri bagi sebagian besar

wisatawan maupun para penggiat perguaan (speleolog/ caver). Tebing-tebing

batu gamping yang berdiri vertikal atau bahkan overhang menjadi tantangan

tersendiri yang mengasyikkan bagi para penggiat panjat tebing. Untuk aktifitas

pendakian gunung, Pegunungan Bulusaraung menjadi pilihan yang tepat dan

biaya yang tidak mahal. Dari seluruh potensi petualangan itulah maka kawasan

TN. Bantimurung Bulusaraung kemudian diberikan julukan “Surga bagi Para

Petualang” (The Adventurer Paradise).

Apabila seluruh karakteristik dan keunikan utama TN. Bantimurung

Bulusaraung tersebut ingin diungkapkan dengan beberapa kalimat, maka

setidaknya terdapat tiga jargon atau gelar yang dapat diberikan, yaitu: (1) The

Kingdom of Butterfly; (2) The Spectacular Tower Karst; dan (3) The Adventurer

Paradise.

3.3. Letak Kawasan

Secara administrasi pemerintahan, TN. Bantimurung Bulusaraung terletak di

Wilayah Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep dengan batas-batas

wilayahnya adalah:

- Sebelah Utara : Kabupaten Pangkep, Barru dan Bone

- Sebelah Timur : Kabupaten Maros dan Bone

- Sebelah Selatan : Kabupaten Maros

- Sebelah Barat : Kabupaten Maros dan Pangkep

Kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung yang memiliki luas ±43.750 Ha

ini secara geografis terletak pada 4°42’49” – 5°06’42” Lintang Selatan dan

119°34’17” – 119°55’13” Bujur Timur.

Page 46: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 33

3.4. Topografi

Sebagaimana pada umumnya kawasan dengan landskap karst, bentuk

permukaan kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung bervariasi dari datar,

bergelombang, berbukit sampai dengan bergunung. Bagian kawasan yang

bergunung terletak pada sisi Timur Laut kawasan atau terletak pada blok

Pegunungan Bulusaraung di Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros dan

Gunung Bulusaraung sendiri di Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkep.

Puncak tertinggi terletak pada ketinggian 1.565 m.dpl di sebelah Utara

Pegunungan Bulusaraung. Puncak Gunung Bulusaraung sendiri terletak pada

ketinggian 1.315 m.dpl. Sisi ini dicirikan oleh kenampakan topografi relief

tinggi, bentuk lereng yang terjal dan tekstur topografi yang kasar.

Daerah perbukitan dicirikan oleh bentuk relief dan tekstur topografi halus

sampai sedang, bentuk lereng sedang sampai rendah, bentuk bukit yang

tumpul dengan lembah yang sempit sampai melebar. Daerah perbukitan ini

dapat dikelompokkan ke dalam perbukitan intrusi, perbukitan sedimen dan

perbukitan karst. Kawasan dengan topografi dataran dicirikan oleh bentuk

permukaan lahan yang datar sampai sedang dan sedikit bergelombang, relief

rendah dan tekstur topografi halus. Bentuk permukaan seperti ini banyak

dijumpai di antara perbukitan karst yang berbentuk menara.

3.5. Geologi dan Hidrologi

Kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung tersusun atas beberapa formasi

geologi. Formasi yang didasarkan pada ciri-ciri litologi dan dominasi batuan

tersebut antara lain adalah: Formasi Balang Baru, Batuan Gunungapi

Terpropilitkan, Formasi Mallawa, Formasi Tonasa, Formasi Camba, Batuan

Gunungapi Formasi Camba, Batuan Gunungapi Baturape-Cindako, Batuan

Terobosan, dan Endapan Aluvium.

Pada Bukit kapur Maros-Pangkep terdapat dua jenis tanah yang kaya

akan Kalsium dan Magnesium, yaitu:

1. Rendolls, dengan ciri warna kehitaman karena kandungan bahan organik

yang tinggi. Ditemukan pada dasar lembah lereng yang landai, terutama di

bagian Selatan batu kapur Maros.

Page 47: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 34

2. Eutropepts, merupakan turunan dari inceptisol. Umumnya ditemukan pada

daerah dengan kelerengan yang terjal dan di puncak bukit kapur. Tanah ini

sangat dangkal dan berwarna terang.

Batuan kapur dikenal memiliki porositas yang tinggi, namun tidak

mampu melepaskan air selain mengalirkannya dalam bentuk aliran bawah

tanah melalui lorong/celah batuannya. Dengan formasi geologi utama berupa

batuan kapur, kawasan TN. Bantimurung-Bulusaraung merupakan catchment

area bagi beberapa sungai besar di Sulawesi Selatan. Beberapa sungai menghulu di

kawasan ini, antara lain Sungai Walanae yang merupakan salah satu sungai yang

mempengaruhi sistem hidrologi Danau Tempe. Sungai lainnya adalah Sungai

Pangkep, Sungai Pute dan Sungai Bantimurung/Maros. Di samping itu, juga

ditemukan beberapa mata air dan sungai kecil, terutama di kawasan Karst, serta air

bawah tanah pada sistem gua. Debit mata air terbesar dijumpai pada batu gamping

pejal dengan debit 50-250 lt/det, sedangkan mata air yang muncul di batuan sedimen

terlipat dan batuan gunung api umumnya < 10 lt/det.

3.6. Iklim

Berdasarkan perhitungan data curah hujan yang dikumpulkan dari

beberapa stasiun yang ada di sekitar kawasan taman nasional, ditemukan

bahwa pada wilayah bagian selatan terutama bagian yang berdekatan dengan

ibukota Kabupaten Maros, seperti Bantimurung termasuk beriklim tipe D

(Schmidt dan Ferguson), sedangkan Bengo-Bengo, Karaenta, Biseang

Labboro, Tonasa dan Minasa Te’ne beriklim tipe C, sementara pada bagian

utara, terutama wilayah Kecamatan Camba dan Mallawa termasuk kedalam

tipe B.

Peta curah hujan TN. Bantimurung Bulusaraung memperlihatkan adanya

empat zona curah hujan, yakni curah hujan 2.250 mm, 2.750 mm, 3.250 mm

dan 3.750 mm. Peta curah hujan memperlihatkan bahwa curah hujan 2.250

mm sampai 2.750 mm berada di bagian timur kawasan taman nasional,

dimana di wilayah inilah masyarakat banyak memanfaatkan kawasan hutan.

Sebaliknya, curah hujan yang lebih tinggi yakni 3.250 mm sampai 3.750 mm,

berada di bagian barat taman nasional dimana sekitar 75 % wilayah

cakupannya merupakan arael karst. Di wilayah ini, pemanfaatan lahan oleh

masyarakat dalam kawasan hutan relatif kecil karena kondisi lahan yang tidak

memungkinkan. Sisanya 25 % yang berupa ekosistem non karst dan

Page 48: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 35

menyebar di bagian selatan, juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat

sebagai lahan pertanian. Tingginya pemanfaatan lahan areal taman nasional

oleh masyarakat pada wilayah yang mempunyai curah hujan tinggi, adalah

merupakan ancaman terhadap sumberdaya lahan di wilayah taman nasional,

terutama kaitannya dengan erosi tanah.

3.7. Biekologi

Berdasarkan pembagian tipe ekosistem alami yang ada di Indonesia dan

Sulawesi (mengikuti Sastrapradja dkk dan Whitten dkk), kawasan TN.

Bantimurung Bulusaraung dibagi ke dalam tiga tipe ekosistem utama, yaitu

ekosistem hutan pada batuan gamping (forest over limestone) atau lebih dikenal

dengan nama ekosistem karst, ekosistem hutan hujan non dipterocarpaceae

pamah, serta ekosistem hutan pegunungan bawah. Batas ketiga tipe ekosistem

ini sangat jelas karena hamparan batuan karst yang berdinding terjal dengan

puncak menaranya yang relatif datar, sangat berbeda dengan topografi dataran

rendah yang mempunyai topografi datar sampai berbukit, serta kondisi ekosistem

hutan pegunungan yang ditandai oleh bentuk relief yang terjal atau terkadang

bergelombang.

Pada kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung, terdapat dua lokasi

ekosistem karst yang saling terpisah, yaitu di wilayah Maros - Pangkep pada

bagian barat taman nasional, dan di ujung Utara, yakni di wilayah Mallawa. Para

ahli geologi membedakan kedua kelompok karst ini, yakni yang pertama dikenal

dengan kelompok Pangkajene dan yang kedua disebut kelompok pegunungan

bagian timur. Kedua lokasi ini merupakan wilayah penyebaran vegetasi bukit

karst dan lainnya merupakan areal penyebaran vegetasi hutan dataran rendah.

Tingginya kandungan kalsium dan magnesium dari batuan kapur yang

mendominasi areal karst di wilayah TN. Bantimurung Bulusaraung,

menyebabkan terbatasnya jenis-jenis tumbuhan yang dapat hidup pada

ekosistem tersebut. Achmad (2001) melakukan penelitian vegetasi pada empat

tipe habitat, yakni daerah puncak, tebing, lereng dan lorong patahan di wilayah

yang dulu merupakan areal Taman Wisata Alam Gua Pattunuang. Ia melaporkan

adanya variasi jenis yang menyusun kelompok vegetasi pada keempat tipe

habitat tersebut. Bahkan ada jenis yang ditemukan sangat spesifik berdasarkan

tempat tumbuhnya.

Page 49: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 36

Jenis flora yang terdapat di dalam TN. Bantimurung Bulusaraung sangat

beranekaragam dan di antaranya terdapat jenis-jenis dominan seperti palem

wanga (Piqafetta filaris dan Arenga sp.) yang tidak dijumpai lagi pada ketinggian

di atas 1.000 m.dpl. Jenis kayu-kayuan antara lain terdiri dari Uru (Elmerillia sp.),

Casuaria sp., Duabanga moluccana, Vatica sp., Pangium edule, termasuk

dijumpai tegakan murni Eucalyptus deglupta. Pada hutan pegunungan bawah

dijumpai Litsea sp., Agathis philippinensis, berbagai jenis bambu dan Ficus

sumatrana.

Hutan primer bukan pada batuan kapur ditemukan pada kompleks

Pegunungan Bulusaraung, sekitar hutan pendidikan Bengo-Bengo dan formasi

hutan di Kecamatan Camba dan Mallawa, serta sedikit di bagian Selatan TN.

Bantimurung Bulusaraung. Berdasarkan hasil eksplorasi, diketahui bahwa pada

hutan dataran rendah tersebut dihuni oleh jenis-jenis Vitex cofassus (bitti),

Palaquium obtusifolium (nyatoh), Pterocarpus indicus (cendrana), Ficus spp.

(beringin), Sterqulia foetida, Dracontomelon dao (dao), Dracontomelon

mangiferum, Arenga pinnata (aren), Colona sp., Dillenia serrata, Aleurites

moluccana (Kemiri), Pterospermum celebicum (bayur), Mangifera spp., Cananga

odoratum (kenanga), Duabanga moluccana, Eugenia spp., Garcinia spp.,

Zizigium cuminii, Arthocarpus spp., Diospyros celebica (kayu hitam), Buchanania

arborescens, Antocephalus cadamba, Myristica sp., Knema sp., dan Calophyllum

inophyllum.

Sampai tahun 2014 telah teridentifikasi sedikitnya 709 jenis tumbuhan yang

terdiri dari 14 family kelas monocotyledonae dan 86 family kelas dicotyledonae.

Di antaranya 43 jenis Ficus merupakan key species di kawasan TN. Bantimurung

Bulusaraung, 116 jenis Anggrek alam, dan 6 jenis yang dilindungi, yaitu ebony

(Diospyros celebica), palem (Livistona chinensis, Livistona sp.), anggrek alam

(Ascocentrum miniatum, Dendrobium macrophyllum dan Phalaenopsis

amboinensis).

Dari keluarga fauna, hingga tahun 2015 tercatat sedikitnya 728 jenis satwa

liar terdiri dari 33 jenis mamalia, 154 jenis burung, 17 jenis amphibia, 30 jenis

reptil, 329 jenis serangga (di antaranya 238 jenis kupu-kupu/Papilionoidea), serta

165 jenis collembola, pisces, moluska dan lain sebagainya. Di antaranya terdapat

52 jenis satwa liar penting yang dilindungi undang-undang dan 153 jenis satwa

liar endemik Sulawesi.

Page 50: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 37

Jenis-jenis mamalia yang ditemukan antara lain monyet hitam sulawesi

(Macaca maura), musang sulawesi (Macrogalidia musschenbroeckii), kuskus

sulawesi (Strigocuscus celebencis), kuskus beruang sulawesi (Ailurops ursinus),

Rusa (Cervus timorensis) dan Tarsius (Tarsius fuscus). Beberapa jenis burung

yang dijumpai di antaranya julang sulawesi (Aceros cassidix), cekakak-hutan

tunggir-hijau (Actenoides monachus), udang-merah sulawesi (Ceyx fallax),

kangkareng sulawesi (Penelopides exarhatus), elang ular sulawesi (Spilornis

rufipectu) dan perkici dora (Trichoglossus ornatus). Jenis herpetofauna seperti

katak sulawesi (Bufo celebensis dan Rana celebensis), ular kepala dua

(Cylindrophis melanotus), tokek-tanah sulawesi (Cyrtodactylus jellesmae), soa-

soa (Hydrosaurus amboinensis), dan kadal terbang (Draco walkeri).

TN. Bantimurung Bulusaraung juga dikenal ke segala penjuru dunia karena

memiliki keanekaragaman jenis dan populasi kupu-kupu yang tinggi. Alfred

Russel Wallace (1856) bahkan menjulukinya sebagai “The Kingdom of Butterfly”.

Kupu-kupu yang terdapat di Taman Nasional ini tidak kurang 200 jenis yang

teridentifikasi pada tingkat species, dengan jenis endemik antara lain adalah:

Papilio blumei, Papilio polytes, Papilio sataspes, Troides halyphron, Troides

Helena, Troides hypolithus, dan Graphium androcles.

Selain itu, terdapat jenis fauna yang endemik dalam gua sebagai penghuni

gelap abadi seperi ikan yang dengan mata tereduksi bahkan Mata buta

(Bostrychus spp.), Kecoa buta (Nocticola spp.) Kumbang gua (Eustra

saripaensis), Jangkrik gua (Rhaphidophora sp.) serta Tungau gua

(Trombidiidae).

3.8. Sosial, Ekonomi, dan Budaya

3.8.1. Demografi

Seluruh wilayah atau daerah penyangga kawasan TN. Bantimurung

Bulusaraung yang berjumlah 45 desa/kelurahan didiami oleh penduduk yang

berjumlah 100.879 jiwa dan terhimpun dalam 25.842 rumah tangga. Dengan total

wilayah administratif di daerah penyangga seluas 938,55 Km2, maka kepadatan

penduduk di wilayah-wilayah tersebut adalah 107 jiwa/Km2. Angka kepadatan

tersebut masih berada di bawah angka kepadatan total penduduk Provinsi

Sulawesi Selatan (201 jiwa/Km2), serta masih berada di bawah angka kepadatan

total penduduk Indonesia (136 jiwa/Km2). Namun demikian, angka kepadatan

Page 51: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 38

total penduduk tersebut masih berada jauh di atas angka kepadatan penduduk di

beberapa provinsi di Indonesia, seperti Papua (9 jiwa/Km2), Papua Barat (10

jiwa/Km2), Sulawesi Tengah (43 jiwa/Km2), Sulawesi Tenggara (66 jiwa/Km2),

Sulawesi Barat (85 jiwa/Km2), Gorontalo (102 jiwa/Km2), serta banyak provinsi

lainnya.

Di antara 45 desa/kelurahan tersebut, kepadatan penduduk tertinggi

berada pada wilayah Kelurahan Minasa Tene (1.257 jiwa/Km2), Kelurahan

Tonasa (800 jiwa/Km2), dan Kelurahan Kalabbirang (595 jiwa/Km2). Adapun

wilayah desa/kelurahan dengan kepadatan penduduk terendah berada pada

wilayah Desa Samaenre (21 jiwa/Km2), Desa Gattareng Matinggi (27 jiwa/Km2),

dan Desa Tompo Bulu (32 jiwa/Km2). Wilayah-wilayah dengan kepadatan

tertinggi tersebut, pada umumnya adalah wilayah yang sangat dekat dengan

wilayah perkotaan, dengan infrastruktur yang relatif baik. Adapun beberapa

wilayah dengan kepadatan terendah, pada umumnya merupakan wilayah

pedesaan yang terpencil dan relatif sulit dijangkau. Wilayah-wilayah dengan

kepadatan penduduk rendah, pada umumnya juga merupakan wilayah dengan

topografi yang terjal serta pada umumnya merupakan bagian dari kawasan TN.

Bantimurung Bulusaraung. Kondisi demografi di daerah penyangga kawasan TN.

Bantimurung Bulusaraung adalah sebagaimana diuraikan secara lengkap pada

Tabel 1.

Tabel 1. Rumah tangga, penduduk, luas wilayah, dan kepadatan penduduk di daerah penyangga TN. Bantimurung Bulusaraung.

No. Kabupaten/ Kecamatan/ Kelurahan/ Desa

Rumah Tangga

Penduduk (Jiwa)

Luas Wilayah

(Km2)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

I. KABUPATEN MAROS I.A. Kec. Bantimurung 1. Kalabbirang 932 4.095 7,25 595 2. Leang-Leang 574 2.201 10,70 382

I.B. Kec. Simbang 3. Jenetaesa 483 3.763 10,08 373 4. Samangki 1.082 4.848 43,62 111 5. Sambueja 965 3.626 19,67 184

I.C. Kec. Cenrana 6. Laiya 671 2.682 63,83 42 7. Lebbotengae 262 1.047 15,67 66 8. Labuaja 520 2.078 21,45 97 9. Baji Pamai 328 1.311 7,55 173 10 Rompe Gading 397 1.586 17,97 88 11. Limampoccoe 836 3.343 23,37 143 I.D. Kec. Tompobulu 12. Toddolimae 289 1.952 45,54 43 13. Bonto Manai 373 1.426 12,00 119 14. Bonto Matinggi 382 1.268 23,67 54 15. Bonto Somba 306 1.236 32,13 38 I.E. Kec. Camba 16. Pattanyamang 360 1.228 27,91 44 17. Pattiro Deceng 475 1.775 13,47 132

Page 52: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 39

No. Kabupaten/ Kecamatan/ Kelurahan/ Desa

Rumah Tangga

Penduduk (Jiwa)

Luas Wilayah

(Km2)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

18. Cempaniga 538 2.036 6,34 321 19. Timpuseng 367 1.425 10,75 133 20. Mario Pulana 317 1.198 16,70 72 I.F. Kec. Mallawa 21. Wanua Waru 386 1.459 21,22 67 22. Gattareng Matinggi 225 884 33,34 27 23. Batu Putih 332 1.183 24,61 48 24. Uludaya 182 641 11,30 57 25. Samaenre 232 894 42,25 21 26. Bentenge 254 875 23,84 37 27. Barugae 261 1.034 18,11 57

II. KAB. PANGKEP

II.A. Kec. Balocci 28. Kassi 920 3.485 19,23 181 29. Balocci Baru 788 2.949 39,00 76 30. Balleangin 1.303 4.048 23,40 173 31. Tompobulu 520 1.851 57,52 32 32. Tonasa 803 3.462 4,33 800 II.B. Kec. Minasa Te’ne 33. Kalabbirang 1.206 4.179 11,30 370 34. Minasa Te’ne 1.307 4.299 3,42 1.257 35. Bontokio 1.088 4.681 6,65 704 36. Kabba 957 3.172 10,20 311 37. Panaikang 710 2.714 10,20 266 38. Bontoa 1.033 4.289 16,00 268 II.C. Kec. Tondong Tallasa 39. Malaka 245 927 17,62 53 40. Bantimurung 528 1.938 26,42 73 41. Tondong Kura 493 1.917 19,00 95 42. Bonto Birao 414 1.453 11,92 121 43. Lanne 480 1.734 20.00 86

III. KABUPATEN BONE

III.A. Kec. Tellu Limpoe 44. Bonto Masunggu 238 1.031 26,00 40 45. Polewali 480 1.656 32,00 52

Jumlah 25.842 100.879 938,55 107 Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) dan Monografi Desa/Kelurahan (2012)

3.8.2. Pendidikan

Pada 45 desa/kelurahan yang menjadi daerah penyangga kawasan TN.

Bantimurung Bulusaraung, terdapat 230 sekolah dalam berbagai tingkatan.

Namun demikian, pada umumnya di setiap desa/kelurahan hanya terdapat

sekolah dasar. 56,09% dari total jumlah tersebut merupakan sekolah dasar atau

sejumlah 129 unit. Adapun peserta didik pada seluruh wilayah daerah penyangga

kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung berjumlah 22.003 orang. 65,31% dari

total jumlah tersebut merupakan peserta didik sekolah dasar atau sejumlah

14.369 orang. Uraian lengkap terkait pendidikan masyarakat di daerah

penyangga kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung adalah sebagaimana dalam

Tabel 2 dan Tabel 3.

Jika dibandingkan dengan populasi penduduk, maka jumlah peserta didik

di daerah penyangga kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung adalah sejumlah

Page 53: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 40

21,81% dari total populasi. Jumlah tersebut dapat dianggap masih rendah dan

dapat diasumsikan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengikuti

pendidikan sebagaimana mestinya. Namun demikian, ketersediaan fasilitas

pendidikan yang dapat diakses oleh masyarakat masih merupakan kendala

utama. Dari data pada Tabel 2, dapat dilihat pada pada 45 desa/kelurahan

tersebut dengan luas wilayah 938,55 Km2, hanya terdapat 16 sekolah setingkat

SLTA dan 30 sekolah setingkat SLTP. Untuk menempuh pendidikan tinggi, pada

umumnya masyarakat ini hijrah ke kota kabupaten dan ke Kota Makassar atau

kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Tabel 2. Banyaknya sekolah menurut tingkatannya di daerah penyangga TN. Bantimurung Bulusaraung.

No. Kabupaten/ Kecamatan/ Kelurahan/ Desa

TK/ MDA SD/ MI SLTP/

MTs SLTA/

MA Akademi/

Universitas Jumlah

I. KABUPATEN MAROS I.A. Kec. Bantimurung 1. Kalabbirang 2 4 3 2 - 11 2. Leang-Leang 2 3 - - - 5 I.B. Kec. Simbang 3. Jenetaesa 2 4 1 2 - 9 4. Samangki 1 5 1 1 - 8 5. Sambueja 2 2 1 - - 5 I.C. Kec. Cenrana 6. Laiya 2 6 2 - - 10 7. Lebbotengae 1 2 - - - 3 8. Labuaja 3 5 - - - 8 9. Baji Pamai 2 1 - - - 3 10 Rompe Gading 1 4 1 1 - 7 11. Limampoccoe 3 7 1 - - 11 I.D. Kec. Tompobulu 12. Toddolimae - 3 1 1 - 5 13. Bonto Manai - 1 - - - 1 14. Bonto Matinggi - 1 1 - - 2 15. Bonto Somba - - - - - - I.E. Kec. Camba 16. Pattanyamang 2 3 - - - 5 17. Pattiro Deceng 2 2 - - - 4 18. Cempaniga 3 4 3 1 - 11 19. Timpuseng 2 4 1 - - 7 20. Mario Pulana 1 2 - 1 - 4 I.F. Kec. Mallawa 21. Wanua Waru - 2 1 - - 3 22. Gattareng Matinggi 1 2 - - - 3 23. Batu Putih 2 3 - - - 5 24. Uludaya - 1 - - - 1 25. Samaenre - 2 - - - 2 26. Bentenge 1 1 - - - 2 27. Barugae - 1 - - - 1 II. KAB. PANGKEP II.A. Kec. Balocci 28. Kassi ? 3 1 - - 4 29. Balocci Baru ? 4 - - - 4 30. Balleangin ? 4 2 1 - 7 31. Tompobulu ? 4 1 - - 5 32. Tonasa ? 4 1 1 - 6 II.B. Kec. Minasa Te’ne 33. Kalabbirang 1 3 1 - - 5 34. Minasa Te’ne 2 6 3 3 - 14 35. Bontokio 2 2 - - 1 5 36. Kabba 3 3 - 1 - 7 37. Panaikang 2 3 - - - 5

Page 54: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 41

No. Kabupaten/ Kecamatan/ Kelurahan/ Desa

TK/ MDA SD/ MI SLTP/

MTs SLTA/

MA Akademi/

Universitas Jumlah

38. Bontoa - 4 - - - 4 II.C. Kec. Tondong Tallasa 39. Malaka 1 1 - - - 2 40. Bantimurung 2 3 1 1 - 7 41. Tondong Kura 2 3 1 - - 6 42. Bonto Birao 1 2 1 - - 4 43. Lanne 1 3 1 - - 5 III. KABUPATEN BONE III.A. Kec. Tellu Limpoe 44. Bonto Masunggu 1 1 - - - 2 45. Polewali 1 1 - - - 2 Jumlah 54 129 30 16 1 230

Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) dan Monografi Desa/Kelurahan (2012) Keterangan: ? = tidak tersedia data

Tabel 3. Banyaknya peserta didik pada sekolah menurut tingkatannya di daerah penyangga TN. Bantimurung Bulusaraung.

No. Kabupaten/ Kecamatan/ Kelurahan/ Desa

TK/ MDA SD/ MI SLTP/

MTs SLTA/

MA Akad/ Univ Jumlah

I. KABUPATEN MAROS

I.A. Kec. Bantimurung 1. Kalabbirang 58 511 1.034 753 - 2.356 2. Leang-Leang 62 263 - - - 325

I.B. Kec. Simbang 3. Jenetaesa 38 554 42 499 - 1.133 4. Samangki 10 590 268 20 - 888 5. Sambueja 66 484 - - - 550

I.C. Kec. Cenrana 6. Laiya 21 696 41 - - 758 7. Lebbotengae 22 290 - - - 312 8. Labuaja 39 479 - - - 518 9. Baji Pamai 37 80 - - - 117 10 Rompe Gading 17 256 289 261 - 823 11. Limampoccoe 44 849 287 - - 1.180

I.D. Kec. Tompobulu 12. Toddolimae - 463 107 49 - 619 13. Bonto Manai - 164 - - - 164 14. Bonto Matinggi - 204 90 - - 294 15. Bonto Somba - - - - - -

I.E. Kec. Camba 16. Pattanyamang 30 179 45 - - 254 17. Pattiro Deceng 41 174 - - - 215 18. Cempaniga 73 300 545 118 - 1.036 19. Timpuseng 46 243 46 - - 335 20. Mario Pulana 18 138 - 298 - 554

I.F. Kec. Mallawa 21. Wanua Waru ? 189 52 - - 241 22. Gattareng Matinggi ? 160 - - - 160 23. Batu Putih ? 316 - - - 316 24. Uludaya ? 90 - - - 90 25. Samaenre ? 158 - - - 158 26. Bentenge ? 106 - - - 106 27. Barugae ? 77 - - - 77 II. KAB. PANGKEP

II.A. Kec. Balocci 28. Kassi ? 504 461 - - 922 29. Balocci Baru ? 386 - - - 386 30. Balleangin ? 631 311 301 - 1.243 31. Tompobulu ? 242 89 - - 331 32. Tonasa ? 626 370 332 - 1.328

Page 55: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 42

No. Kabupaten/ Kecamatan/ Kelurahan/ Desa

TK/ MDA SD/ MI SLTP/

MTs SLTA/

MA Akad/ Univ Jumlah

II.B. Kec. Minasa Te’ne 33. Kalabbirang 28 486 180 - - 694 34. Minasa Te’ne 90 984 172 206 - 1.452 35. Bontokio 52 468 - - 213 733 36. Kabba 58 524 - 55 - 637 37. Panaikang 88 296 - - - 384 38. Bontoa - 440 - - - 440

II.C. Kec. Tondong Tallasa 39. Malaka 22 91 - - - 113 40. Bantimurung 58 219 200 270 - 747

41. Tondong Kura 85 246 122 - - 453 42. Bonto Birao 32 196 52 - - 280 43. Lanne 41 173 24 - - 238 III. KABUPATEN BONE

III.A. Kec. Tellu Limpoe 44. Bonto Masunggu 21 160 - - - 181 45. Polewali 23 195 - - - 218

Jumlah 1.162 14.369 3.793 2.409 213 22.003 Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) dan Monografi Desa/Kelurahan (2012) Keterangan: ? = tidak tersedia data

3.8.3. Ekonomi Wilayah

Kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung, sebagaimana telah diuraikan

sebelumnya berada di wilayah administrasi Kabupaten Maros dan Kabupaten

Pangkep. Namun demikian, daerah penyangga kawasan taman nasional ini juga

meliputi dua desa di Kabupaten Bone. Secara umum, ekonomi masyarakat di

seluruh daerah penyangga kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung masih sangat

berkaitan dengan sektor pertanian. Komoditas pertanian utama di wilayah-

wilayah ini adalah padi dan palawija. Komoditas tanaman perkebunan yang

banyak diusahakan antara lain kakao, kopi, jambu mete, kemiri, dan lain-lain.

Sub sektor peternakan didominasi oleh ternak sapi, kambing, kuda, dan unggas.

Ekonomi Kabupaten Maros terutama ditunjang oleh sektor pertanian,

industri pengolahan, serta sektor jasa. Berdasarkan data yang dipublikasikan

oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), PDRB Kabupaten Maros

disumbang oleh sektor pertanian sebesar Rp. 471 Trilyun atau sebesar 37,97%

dari total PDRB. Komoditi pertanian unggulan antara lain berupa kemiri, kakao,

kelapa, kopi, jagung, lada, jambu mete, sapi, kerbau, kambing, budidaya

perikanan, serta padi dan palawija. Sektor industri pengolahan menyumbangkan

23,76% dari total PDRB Kabupaten Maros atau sebesar Rp. 294,75 Trilyun. Hal

yang menarik dari kondisi ekonomi di Kabupaten Maros adalah sektor jasa,

terutama jasa wisata. Sektor tersebut merupakan penyumbang terbesar ketiga

Page 56: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 43

untuk PDRB Kabupaten Maros, yaitu sebesar Rp. 164,77 Trilyun atau sebesar

13,28% dari total PDRB. Adapun pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maros pada

tahun 2011 adalah sebesar 8%.

Ekonomi Kabupaten Pangkep terutama ditunjang oleh sektor pertanian dan

industri. Komoditi unggulan Kabupaten Pangkajene Kepulauan yaitu sektor

perkebunan, pertanian dan jasa. Komoditi unggulan sektor perkebunan adalah

kakao, kopi, kelapa, cengkeh, jambu mete, kemiri dan lada. Komoditi unggulan

sub sektor pertanian berupa jagung dan ubi kayu. Sub sektor jasa pariwisatanya

yaitu wisata alam dan budaya.

Ekonomi Kabupaten Bone sangat erat dengan sektor pertanian. 50,22%

dari PDRB disumbang oleh sektor pertanian atau sebesar Rp. 1.713 Trilyun.

Komoditi pertanian unggulan antara lain berupa kemiri, kakao, kelapa, kopi,

jagung, lada, jambu mete, sapi, kerbau, kambing, budidaya perikanan, serta padi

dan palawija. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bone pada tahun 2011 adalah

sebesar 6%.

3.8.4. Budaya Masyarakat

Masyarakat Kabupaten Maros, Pangkep dan Bone yang bermukim di

sekitar TN. Bantimurung Bulusaraung pada umumnya merupakan etnis Bugis

dan Makassar yang menganut Agama Islam. Kabupaten Maros dan Pangkep

merupakan daerah peralihan antara wilayah etnis Bugis dengan wilayah etnis

Makassar, sehingga masyarakat yang berada di wilayah tersebut umumnya

mampu berbahasa Bugis dan Makassar. Pada beberapa kecamatan di

Kabupaten Maros dan Pangkep, terdapat komunitas yang menggunakan Bahasa

Dentong dan Bahasa Makassar berdialek Konjo. Sistem kepercayaan dan

budaya masyarakat Maros, Pangkep dan Bone sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai

budaya Bugis-Makassar dan Islam. Nilai-nilai budaya yang berlaku masih

dijunjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat di wilayah-wilayah ini.

Sebagai masyarakat agraris, dikenal berbagai kegiatan kebudayaan yang

berkaitan dengan aktifitas pertanian, mulai dari persiapan lahan, penanaman dan

panen. Semangat gotong royong dalam pembuatan atau perbaikan saluran air,

jalan desa dan ritual budaya masih terpelihara dengan baik. Dalam penentuan

waktu musim tanam dilakukan kegiatan Tudang Sipulung yang dihadiri oleh

masyarakat dan aparat desa. Sedangkan kegiatan Mappadendang merupakan

Page 57: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 44

acara syukuran yang dilaksanakan setelah musim panen padi. Disamping itu,

dikenal berbagai budaya lokal yang terkait dengan sistem kepemilikan (sanra,

teseng, dan pewarisan) dan perkawinan yang berkaitan dengan budaya agraris.

Masyarakat yang bermukim di sekitar taman nasional, selain bekerja

sebagai petani, peternak dan pedagang, sebagian juga menggantungkan

hidupnya dari hasil hutan. Bisa saja dikatakan bahwa tidak sedikit yang

menggantungkan hidupnya dari hasil hutan walaupun tidak dapat dikatakan

subsisten, karena pada umumnya masyarakat ini juga mempunyai mata

pencaharian ganda dan mata pencaharian alternatif. Aktifitas ekonomi

masyarakat yang dilakukan di dalam kawasan taman nasional umumnya adalah

pembuatan gula aren, mencari madu, menangkap kupu-kupu, memungut kemiri,

dan mengambil kayu bahan bangunan, bahkan sebagian masyarakat berkebun

atau berladang di dalam kawasan taman nasional karena ketidaktahuan atau

kurangnya informasi tentang status lahan, serta faktor kesejarahan pengelolaan

dan penguasaan lahan sebelum penunjukan taman nasional (pada umumnya di

wilayah-wilayah yang dulunya adalah hutan lindung dan produksi). Pemungutan

hasil hutan ikutan seperti gula aren, kemiri dan madu merupakan aktifitas yang

memberikan keuntungan ekonomi yang cukup besar bagi masyarakat setempat.

Penangkapan kupu-kupu juga merupakan sumber pendapatan masyarakat yang

bermukim di sekitar kawasan wisata Bantimurung (Kecamatan Bantimurung dan

Simbang).

Masyarakat yang hidup di sekitar kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung

merupakan masyarakat yang tergolong sudah dipengaruhi oleh modernisasi

karena letaknya yang tidak jauh dari wilayah perkotaan. Selain letaknya secara

geografis, infrastruktur yang umumnya tersedia di wilayah perkotaan juga telah

banyak tersedia di desa-desa sekitar kawasan. Sarana komunikasi telepon,

termasuk juga telepon seluler sudah menjangkau hampir seluruh bagian

kawasan. Fasilitas listrik (baik yang disediakan oleh PLN maupun swadaya

masyarakat) juga telah menjangkau pelosok pedesaan, walaupun belum secara

menyeluruh.

Walaupun demikian, kebersahajaan hidup masyarakat pedesaan masih

dapat dilihat di wilayah-wilayah tertentu, terutama di wilayah yang tingkat

aksesibilitasnya rendah. Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di wilayah

tersebut pada umumnya berupa LKMD, kelompok tani dan koperasi. Keberadaan

Page 58: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 45

lembaga-lembaga adat secara konsisten tidak lagi ditemukan di seluruh wilayah

daerah penyangga taman nasional. Pada daerah penyangga kawasan TN.

Bantimurung Bulusaraung, di tahun 2006 dan 2007 telah dibentuk dua sentra

penyuluhan kehutanan pedesaan (SPKP), yaitu di Desa Samangki Kecamatan

Simbang dan Desa Pattanyamang Kecamatan Camba. Kedua desa tersebut juga

merupakan model desa konservasi yang dicanangkan sejak tahun 2006, namun

pembinaan-pembinaannya saat ini lebih diarahkan ke Desa Labuaja dan Desa

Tompobulu yang juga merupakan pilot project pemberdayaan masyarakat

berbasis zonasi taman nasional.

3.9. Permasalahan Kawasan

Berbagai permasalahan masih menyelimuti upaya-upaya pengelolaan

kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung. Permasalahan- permasalahan tersebut

pada dasarnya merupakan dampak dari upaya pembangunan ekonomi yang

belum berpihak kepada upaya konservasi, dampak dari populasi manusia dan

semakin tingginya kebutuhan manusia akan sumberdaya alam hayati, serta

belum mantapnya kelembagaan Balai TN. Bantimurung Bulusaraung.

Beberapa permasalahan yang terkait dengan pengelolaan kawasan

TN Bantimurung Bulusaraung diuraikan sebagai berikut:

1. Penataan batas kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung belum temu gelang.

Sampai dengan tahun 2011, realisasi tata batas sudah mencapai 432,52

Km (90,44%) dari total panjang batas luar 478,22 Km. Penataan batas

direncanakan akan dirampungkan hingga temu gelang pada tahun 2012.

Karena belum terselesaikannya penataan batas maka penetapan kawasan

juga belum dapat dilakukan.

2. Sebagian hasil tata batas kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung yang

dilaksanakan antara tahun 1975 sampai dengan tahun 2001, telah

mengalami banyak perubahan. Pada tahun 2006 sampai dengan 2009

dilaksanakan rekonstruksi batas kawasan dan banyak ditemukan tumpang

tindih penggunaan lahan di sekitar batas kawasan. Terkait dengan batas-

batas kawasan di lapangan, pada tahun 2009 telah dilakukan reposisi batas

kawasan hutan dan difokuskan pada kawasan TN Bantimurung

Bulusaraung, namun upaya ini belum mampu menjawab permasalahan

presisi batas kawasan di lapangan dan dokumen tata batas yang ada.

Page 59: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 46

3. Kawasan-kawasan hutan yang kemudian diubah fungsinya menjadi TN.

Bantimurung Bulusaraung belum clear and clean. Masih terdapat

tumpang tindih penggunaan atau kepemilikan lahan di dalam kawasan.

Berdasarkan penafsiran citra satelit yang tersedia, lebih dari 20% dari total

luas kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung merupakan bagian kawasan

yang bermasalah. Lahan- lahan tersebut antara lain telah berubah fungsi

menjadi kawasan pemukiman, areal persawahan, lahan pertanian dan

perkebunan serta areal yang ditumbuhi semak belukar.

4. Di dalam kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung terdapat tanaman Kemiri

(Aleurites moluccana) yang bagi masyarakat setempat merupakan

komoditas penunjang usaha ekonominya. Selain itu terdapat pula tanaman

Jati (Tectona grandis). Tanaman ini pada umumnya berada di dalam

kawasan yang sebelumnya berfungsi lindung dan produksi. Masyarakat di

sekitar kawasan mengakui tanaman Kemiri dan Jati tersebut sebagai milik

mereka walaupun diakui berada di dalam kawasan hutan. Karena klaim

kepemilikan tersebut, kelompok-kelompok masyarakat ini menuntut untuk

dapat memanfaatkan hasilnya.

5. Fenomena alam di bawah permukaan karst (endokarst) sangat khas dan

unik namun belum semua dapat diekplorasi karena keterbatasan

sumberdaya.

6. Pemanfaatan Kupu-kupu dari habitat alaminya masih terus terjadi di

kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung karena harga jualnya yang cukup

menjanjikan serta masih tingginya permintaan pasar. Untuk mengatasi

permasalahan ini, telah diupayakan untuk mensosialisasikan upaya-upaya

penangkaran jenis Kupu-Kupu, termasuk salah satunya dengan

pengembangan demplot penangkaran Kupu-kupu di kawasan Bantimurung.

7. Pengelolaan TN. Bantimurung Bulusaraung secara kolaboratif belum

sepenuhnya berjalan dengan baik.

8. Kelembagaan Balai TN. Bantimurung Bulusaraung belum mapan. SDM yang

ada masih sangat terbatas, sarana dan prasarana pengelolaan juga

demikian adanya. Selain itu, struktur organisasi yang ada belum mampu

mendukung kebutuhan pengelolaan.

Page 60: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

IV. HASIL EVALUASI ZONASI

Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung sesuai Surat Keputusan Direktur

Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK.58/IV-SET/2012

tanggal 04 April 2012, terdiri dari:

1. Zona Inti = 22.865,48 ha

2. Zona Rimba = 9.997,21 ha

3. Zona Pemanfaatan = 367,41 ha

4. Zona Tradisional = 4.349,77 ha

5. Zona Rehabilitasi = 1.791,49 ha

6. Zona Religi, Budaya dan Sejarah = 191,49 ha

7. Zona Khusus = 4.187,15 ha

Pelaksanaan evaluasi zonasi dilakukan dengan pencermatan dokumen

zonasi yang sudah ada, menampung aspirasi dari internal Balai TN. Bantimurung

Bulusaraung berupa data lapangan maupun data eksternal hasil penelitian yang

dilakukan di TN. Bantimurung Bulusaraung.

Dari data-data dan masukan tersebut selanjutnya dibahas dan disusun

dalam bentuk Draft Revisi Zonasi, selanjutnya draft tersebut divalidasi di

lapangan. Pengecekan data di lapangan dilakukan untuk memastikan lokasi

revisi dan kebenaran interpretasi penggunaan lahan di lapangan. Draft revisi

zonasi tersebut selanjutnya dibahas di tingkat daerah dan pusat untuk

memperoleh kesepahaman mengenai hasil revisi zonasi. Ada beberapa prinsip

dalam revisi zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung sebagai berikut:

1. Optimalisasi pengelolaan TN. Bantimurung Bulusaraung dalam

pengembangan jalan di dalam kawasan yang mendukung pembangunan

daerah dalam skala pembangunan nasional.

2. Optimalisasi fungsi TN. Bantimurung Bulusaraung dalam memberikan

kontribusi kepada masyarakat sekitar kawasan melalui pengembangan

pemanfaatan jasa lingkungan air dan pemanfaatan tradisional.

Page 61: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 48

3. Optimalisasi perlindungan dan pengawetan ekosistem alami TN.

Bantimurung Bulusaraung yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati

dengan keanekaragaman yang tinggi, keunikan dan kekhasan gejala alam

dengan fenomena alam yang indah.

Berikut kajian beberapa zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung yang harus

direvisi guna peningkatan efektifitas pengelolaan kawasan:

4.1. Pengembangan Ruas Jalan Nasional Maros-Ujung Lamuru-Watampone

4.1.1. Kondisi Saat ini

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam Nomor: SK.58/IV-SET/2012 tanggal 04 April 2012 tentang

zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung, bahwa di antara zona khusus di taman

nasional terdapat sarana transportasi yang meliputi jalan nasional yang

memotong kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung sepanjang 11 km mulai km

km.48 sampai dengan km.59.

Kondisi vegetasi di sepanjang jalan berupa hutan karst. Jenis satwa yang

sering dijumpai langsung di sepanjang jalan adalah jenis monyet hitam Sulawesi

(Macaca maura), berbagai jenis burung dan jenis kupu-kupu.

Kondisi jalan yang sangat sempit dan berkelok serta pada beberapa titik di

sebelah kanan dan atau kiri jalan terdapat jurang dan tebing karst. Untuk

peningkatan jalan ini, Kementerian PU akan melakukan kegiatan pelebaran jalan

pada existing dan sebagian adalah perbaikan alinyement pada 4 (empat) daerah

Black Spot dengan Elevated Bridge atau Elevated Road sesuai dengan hasil

rekomendasi Feasibity Study. Lokasi Black Spot dimaksud antara lain:

- Segmen-1 mulai dari km.47+750 sampai dengan km.49+157

- Segmen-2 mulai dari km.52+685 sampai dengan km.53+358

- Segmen-3 mulai dari km.54+200 sampai dengan km.55+000

- Segmen-4 mulai dari km.56+240 sampai dengan km.56+604

4.1.2. Revisi Zona

Menindaklanjuti surat Menteri Kehutanan Nomor: S.429/Menhut-IV/2014

tanggal 24 September 2014 perihal Persetujuan Pemanfaatan Kawasan TN.

Page 62: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 49

Bantimurung Bulusaraung untuk Penanganan Ruas Jalan Nasional Maros-Ujung

Lamuru-Watampone di Provinsi Sulawesi Selatan, diperlukan perubahan zonasi

pada rencana lokasi jalan, sebagai dasar penyusunan perjanjian kerjasama

antara Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI Makassar dengan Balai TN.

Bantimurung Bulusaraung sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor: 390/Kpts-II/2003 dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.19/Menhut-

II/2004, serta perubahannya berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:

P.85/Menhut-II/2014.

Berdasarkan pembahasan hasil survei lapangan dalam rangka usulan

peningkatan ruas jalan Maros – Ujung Lamuru – Watampone di dalam kawasan

TN. Bantimurung Bulusaraung pada tanggal 04 Juni 2015, maka rencana

perbaikan alinyement pada 4 (empat) daerah Black Spot dengan Elevated Bridge

atau Elevated Road perlu dilakukan perubahan zona sebagaimana disajikan

pada Tabel 4.

Tabel 4. Revisi zona untuk Pengembangan Ruas Jalan Nasional Maros-Ujung Lamuru-Watampone.

No. Lokasi Zona Awal Revisi Zona Luas (ha) 1. Segmen-1 1. Pemanfaatan Khusus 2,46 2. Rimba Khusus 0,02

2. Segmen-2 1. Rimba Khusus 1,48

2. Inti Khusus 0,83

3. Inti Rimba 2,19 3. Segmen-3 1. Rimba Khusus 0,59 2. Inti Rimba 1,34

4. Segmen-4 Rimba Khusus 0,55

4.2. Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Mata Air Ulu Ere, Mata Air Leang Paniki, Sungai Galung-galung dan Sungai Balanglohe

4.2.1. Kondisi Saat Ini

Kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung memiliki peran yang sangat penting

dan strategis karena kawasan ini merupakan daerah tangkapan air (catchments

area) bagi daerah-daerah yang ada di sekitarnya. Keberadaan catchments area ini

mendukung pemanfaatan jasa lingkungan air untuk konsumsi rumah tangga,

pertanian, perikanan, industri dan kebutuhan hidup lainnya. Berikut disampaikan

data pemanfaatan jasa lingkungan air (massa dan energi) di TN. Bantimurung

Bulusaraung pada zona inti dan atau zona rimba pada Tabel 3.

Page 63: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 50

Tabel 5. Jenis pemanfaatan jasa lingkungan air di TN. Bantimurung Bulusaraung pada zona inti dan zona rimba.

No. Nama Sungai/ Mata air Lokasi zona Jenis Pemanfaatan Keterangan

1. Mata air Ulu Ere Zona Rimba Komersial PDAM 2. Mata air Leang Paniki Zona Rimba Non komersial Air bersih 3. Sungai Galung-galung Zona Inti dan

Zona Rimba Non Komersial Saluran irigasi pertanian

4. Sungai Balanglohe Zona Rimba Non Komersial Mikrohidro

Keberadaan perbukitan karst potensial sebagai cadangan air, terutama

endokarst yang memiliki jaringan gua berair (sistem hidrologi karst) yang

mengalirkan sungai bawah permukaan (sub-terrain drainage). Di kabupaten

Pangkep beberapa sungai bawah permukaan yang masih aktif di TN.

Bantimurung Bulusaraung dan keberadaannya untuk pemanfaatan jasa

lingkungan air di antaranya Ulu ere dan Leang Paniki.

Di kabupaten Pangkep, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kabupaten

Pangkep telah memanfaatkan 2 (dua) sumber mata air, yaitu: Leang Kassi,

kelurahan Biraeng sejak tahun 1982, dan Ulu Ere di dusun Lonrong, desa

Panaikang, kecamatan Minasatene sejak tahun 1990. Hingga saat ini penyaluran

air bersih oleh PDAM kabupaten Pangkep telah didistribusikan pada masyarakat

dari berbagai jenis konsumen sebanyak 7.468 pelanggan (BPS kabupaten

Pangkep, 2013). Selain itu, di desa Bontobirao, kecamatan Tondong Tallasa

terdapat mata air dari Leang Paniki dan telah dibangun sarana dan prasarana air

bersih untuk masyarakat sekitar.

Sementara di kabupaten Maros beberapa aliran sungai di TN. Bantimurung

Bulusaraung juga telah dimanfaatkan oleh masyarakat di antaranya sungai

Galung-galung untuk saluran irigasi dan sungai Balanglohe untuk mikrohidro.

Aliran sungai Galung-galung di dusun Pattiro, desa Rompe Gading, Kecamatan

Cendrana dimanfaatkan oleh masyarakat desa Rompe Gading untuk saluran

irigasi pertanian bantuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

Lingkungan Mandiri Perdesaan (LMP) tahun 2011 sepanjang 575 meter.

Sedangkan aliran sungai Balanglohe di dusun Balanglohe, desa Barugae,

Kecamatan Mallawa dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Barugae untuk

pembangunan mikrohidro bantuan dari PNPM LMP tahun 1998.

Page 64: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 51

4.2.2. Revisi Zona

Areal pemanfaatan air dan energi air pada TN. Bantimurung Bulusaraung

telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Dirjen PHKA Nomor: SK.237/IV-

SET/2014 tanggal 2 Desember 2014. Dari keputusan tersebut, 13 areal

pemanfaatan air yang telah ditetapkan dan berada di luar zona inti dan zona

rimba. Sedangkan pemanfaatan air di mata air Ulu Ere, mata air Leang Paniki,

sungai Galung-galung dan sungai Balanglohe tidak ditetapkan karena berada di

dalam zona inti dan zona rimba.

Keberadaan air di mata air Ulu Ere, mata air Leang Paniki, sungai Galung-

galung dan sungai Balanglohe sangat diperlukan oleh masyarakat sekitar, maka

diperlukan perubahan zona di kawasan tersebut secara khusus lebih diarahkan

untuk pemanfaatan jasa lingkungan air. Namun dalam pengelolaanya perlu

kesadaran semua pihak, untuk memanfaatkan dan bertanggung jawab dalam

melakukan kewajibannya untuk menjaga kelestarian hutan berupa kontribusinya

sebagai kompensasi agar kebutuhan akan sumber air dapat terpenuhi.

Perubahan zona di mata air Ulu Ere, mata air Leang Paniki, sungai Galung-

galung dan sungai Balanglohe selengkapnya tercantum dalam Tabel 6.

Tabel 6. Revisi zona untuk pemanfaatan jasa lingkungan air. No. Nama Sungai/

Mata air Zona Awal Revisi Zona Luas (ha)

1. Mata air Ulu Ere Rimba Pemanfaatan 3,90 2. Mata air Leang Paniki Rimba Pemanfaatan 4,23 3. Sungai Galung-galung 1. Inti Pemanfaatan 0,53

2. Inti Rimba 10,86

3. Rimba Pemanfaatan 0,19 4. Sungai Balanglohe Rimba Pemanfaatan 0,62

4.3. Pemanfaatan Tradisional Ammarae

4.3.1. Kondisi Saat Ini

1. Kondisi Ekologi

Zona rehabilitasi Ammarae yang berbatasan dengan zona rimba memiliki

luas 24,28 ha berada pada ketinggian 80 - 130 m dpl. Zona ini merupakan tipe

eksosistem hutan karst dengan karakteristik morfologi hutan sekunder datar

dengan dominasi oleh rerumputan. Tingginya kadar kalsium dalam tanah, lapisan

tanah tipis, dan areal yang sering dimanfaatkan untuk pengembalaan ternak oleh

masyarakat sehingga pertumbuhan berbagai pohon menjadi terhambat.

Page 65: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 52

Sedangkan zona rimba dengan karakteristik morfologi hutan primer pada

perbukitan karst yang berbatasan dengan zona rehabilitasi ini merupakan habitat

satwa di antaranya tarsius (Tarsius fuscus), monyet hitam Sulawesi (Macaca

maura), julang Sulawesi (Rhyticeros cassidix), berbagai jenis burung dan jenis

kupu-kupu.

2. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya

Secara administrasi, Ammarae termasuk dalam dusun Bangkesangkeang,

kelurahan Kassi, kecamatan Balocci, kabupaten Pangkep. Kelurahan Kassi

merupakan wilayah administratif pemerintahan seluas ± 9,3 Km2. Populasi

penduduknya berjumlah 3.494 jiwa, yang terdiri dari 1.697 jiwa laki-laki dan 1.797

jiwa perempuan. Keseluruhan populasi tersebut berasal dari 919 rumah tangga.

Kelurahan ini terletak kurang lebih 7 Km dari ibukota kecamatan Balocci,

kabupaten Pangkep. Untuk mencapai desa ini dapat menggunakan kendaraan

bermotor roda empat selama lebih kurang 30 menit atau lebih kurang 15 menit

dengan kendaraan roda dua.

Masyarakat kelurahan Kassi pada umumnya adalah etnis Bugis dan

beragama Islam. Bahasa pengantar yang digunakan adalah Bahasa Bugis dan

Bahasa Indonesia. Mata pencaharian masyarakat pada umumnya adalah di

bidang pertanian, karyawan pemerintah serta bekerja di sektor industri dan

swasta lainnya. Sarana dan prasarana yang tersedia di Kelurahan ini terbilang

cukup baik. Fasilitas yang tersedia antara lain terdiri dari 3 buah sekolah dasar,

sebuah sekolah menengah pertama, sebuah PAUD, 3 buah masjid, 1 unit

Poskesdes, 1 unit Puskesmas Pembantu, serta fasilitas lainnya. Untuk

kepentingan perhubungan, di wilayah ini tersedia jalan aspal dengan kualitas

yang cukup baik.

Listrik disediakan oleh PLN di wilayah ini, sedangkan air bersih disediakan

sendiri oleh masyarakat dengan memanfaatkan sungai, mata air dan sumur.

Untuk kebutuhan komunikasi, tersedia telepon selluler dengan kualitas signal

yang cukup baik di seluruh wilayah. Tingkat pendidikan masyarakat cukup baik

apabila ditinjau dari jumlah peserta didik yang cukup signifikan dibandingkan

dengan total populasi dan fasilitas pendidikan yang cukup tersedia.

Masyarakat Kassi bermukim pada wilayah-wilayah yang sebagian

berbatasan langsung dengan kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung. Walaupun

demikian, belum seluruh masyarakat ini memahami keberadaan kawasan serta

Page 66: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 53

fungsi dan manfaatnya. Masyarakat ini secara terbatas mengakses kawasan

taman nasional karena faktor topografi menara karst vertikal di sekitar desa ini.

Potensi kawasan yang dimanfaatkan terbatas pada tegakan bambu untuk

keperluan pertukangan, dan dengan demikian maka potensi ancaman terhadap

kawasan yang dapat ditimbulkan oleh masyarakat Kassi dapat dikatakan sangat

kecil. Begitu juga dengan pemanfaatan areal rehabilitasi Ammarae untuk

pengembalaan ternak, tidak terjadi konflik satwa liar dengan masyarakat sekitar.

4.3.2. Revisi Zona

Berdasarkan aspek ekologi kawasan, karakteristik sosial ekonomi, tingkat

ketergantungan terhadap hutan, dan persepsi masyarakat serta dengan

memperhatikan kebijakan pembangunan dan manajemen TN. Bantimurung

Bulusaraung, maka lokasi dan zona rehabilitasi Ammarae saat ini perlu ditinjau

ulang kembali dan perlu dirancang khusus agar dapat berfungsi lebih optimal

dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi tekanan terhadap

TN. Bantimurung Bulusaraung, sehingga zona rehabilitasi Ammarae direvisi menjadi zona tradisional seluas 24,28 ha. Namun demikian, pemberian

persetujuan tersebut perlu disertai dengan ketentuan-ketentuan yang menjamin

kelestarian kawasan, termasuk di dalamnya ketentuan-ketentuan yang mengatur

kewajiban masyarakat untuk secara proaktif melakukan kegiatan pengamanan

kawasan.

4.4. Perlindungan dan Pengawetan Ekosistem Hutan Tombolo

4.4.1. Kondisi Saat Ini

Perambahan hutan yang terjadi sebelum penunjukan TN. Bantimurung

Bulusaraung telah mengakibatkan rusaknya beberapa kawasan hutan di taman

nasional di antaranya di zona rehabilitasi Tombolo seluas 701,41 ha. Kondisi fisik

sebagian kawasan yang sebelumnya terbuka telah berubah menjadi hutan

sekunder muda dengan strata yang bervariasi seluas 435,84 ha dikarenakan

suksesi alami dan rehabilitasi hutan. Selain itu, zona rehabilitasi Tombolo ini juga

merupakan habitat satwa di antaranya tarsius (Tarsius fuscus), monyet hitam

Sulawesi (Macaca maura), julang Sulawesi (Rhyticeros cassidix), berbagai jenis

burung dan kupu-kupu.

Page 67: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 54

4.4.2. Revisi Zona

Pulihnya sebagian zona rehabilitasi Tombolo sebagai akibat dari suksesi

alami dan rehabilitasi hutan berdampak pada optimalnya sebagian zona

rehabilitasi Tombolo untuk melaksanakan fungsi ekologi habitat satwa dan fungsi

hidrologi serta termasuk mendukung sosial ekonomi masyarakat sekitar.

Berdasarkan hasil evaluasi dan pemantauan, sebagian zona rehabilitasi Tombolo ditingkatkan penataan zona-nya menjadi zona rimba seluas 435,84

ha dengan mempertimbangkan keberadaan habitat di antaranya satwa tarsius

(Tarsius fuscus), monyet hitam Sulawesi (Macaca maura), julang Sulawesi

(Rhyticeros cassidix), berbagai jenis burung dan jenis kupu-kupu.

4.5. Konsultasi Publik

Salah satu rangkaian kegiatan penyusunan revisi zonasi taman nasional

adalah digelarnya konsultasi publik. Konsultasi publik ditujukan untuk

mendapatkan dukungan, masukan, koreksi, dan rekomendasi dari pihak

pemerintahan daerah. Konsultasi publik dalam rangka penyusunan Revisi Zonasi

TN. Bantimurung Bulusaraung dilaksanakan pada tingkat daerah. Pada tahap

selanjutnya, diadakan penyempurnaan rancangan zonasi berdasarkan

kesepahaman yang terbangun, yang kemudian digunakan untuk penyempurnaan

rancangan zonasi hingga menjadi Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung.

Butir-butir kesepahaman bersama dalam konsultasi publik Rancangan

Revisi Zonasi TN Bantimurung Bulusaraung di tingkat daerah yang mengikat

secara umum adalah sebagai berikut:

1. Peserta Konsultasi Publik Rancangan Revisi Zonasi TN. Bantimurung

Bulusaraung Tingkat Daerah tidak berkeberatan atas revisi zonasi yang

telah disusun;

2. Peningkatan Jalan Poros Maros Ujung Lammuru sepanjang 11 km yang

melintasi kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung dilaksanakan

berdasarkan hasil zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung yang sudah

direvisi;

3. Pemanfaatan jasa ligkungan air di Mata air di Ulu Ere, Mata air Leang

Paniki, Sungai Galung-galung dan Sungai Balanglohe dilakukan revisi dari

zona rimba ke zona pemanfaatan;

Page 68: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 55

4. Pemanfaatan tradisional Ammarae yang sebelumnya merupakan zona

rehabilitasi direvisi menjadi zona tradisional;

5. Zona rehabilitasi tombolo direvisi menjadi zona rimba berdasarkan hasil

analisa tutupan lahan TN. Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015;

6. Konsultasi Publik Rancangan Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung

Tingkat Daerah tetap memperhatikan prinsip pembangunan dan konservasi

yang berkelanjutan;

7. Pelaksanaan setiap program dari berbagai sektor yang terkait di dalam dan

di sekitar kawasan taman nasional, agar dikoordinasikan dengan Balai TN.

Bantimurung Bulusaraung, agar selalu sinkron dengan fungsi dan

peruntukan setiap zona taman nasional;

8. Kerjasama dan/atau kolaborasi agar selalu dikedepankan dalam

pengembangan pengelolaan TN. Bantimurung Bulusaraung;

Berdasarkan hasil kajian dan hasil kesepahaman dalam konsultasi publik

tersebut di atas, telah diadakan penyempurnaan revisi zonasi TN. Bantimurung

Bulusaraung. Adapun hasil penyempurnaannya adalah:

1. Zona Inti = 22.849,73 ha

2. Zona Rimba = 10.435,84 ha

3. Zona Pemanfaatan = 374,43 ha

4. Zona Tradisional = 4.374,05 ha

5. Zona Rehabilitasi = 1.331,38 ha

6. Zona Religi, Budaya dan Sejarah = 191,49 ha

7. Zona Khusus = 4.193,08 ha

Page 69: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

V. DESKRIPSI ZONASI

5.1. Zona Inti

Zona Inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik

biota atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang

mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman

hayati. Zona Inti merupakan kawasan yang sangat sensitif dan memerlukan

upaya perlindungan secara ketat, terutama untuk perlindungan hidupan liar (flora

dan fauna) terpenting/kunci berikut habitatnya dan umumnya berupa

habitat/hutan primer. Zona ini merupakan bagian kawasan yang berada relatif

jauh dari batas kawasan dengan akses yang minimum.

Keberadaan Zona Inti bertujuan untuk memberikan perlindungan mutlak

atas flora dan fauna penting/kunci, endemik, langka dan dilindungi, sangat peka/

sensitif terhadap berbagai bentuk gangguan/kerusakan, dengan

keanekaragaman hayati yang tinggi, ekosistem khas, dan merupakan contoh

perwakilan ekosistem. Pada zona ini tidak diperbolehkan adanya perubahan

apapun oleh aktivitas manusia, dan perubahan yang terjadi agar dijaga dan

berjalan secara alami. Kegiatan yang diperkenankan adalah penelitian,

pemantauan, perlindungan dan pengamanan.

Zona Inti berfungsi dan diperuntukkan bagi perlindungan ekosistem,

pengawetan flora dan fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap

gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa

liar, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan,

pendidikan, penunjang budidaya.

Zona Inti ditetapkan berdasarkan kriteria:

1. Bagian taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan

dan satwa beserta ekosistemnya;

2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang

merupakan ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang kondisi

fisiknya masih asli dan belum diganggu oleh manusia;

3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan

tidak atau belum diganggu manusia;

Page 70: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 57

4. Mempunyai luasan yang cukup dan bentuk tertentu untuk menjamin

kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang pengelolaan yang

efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami;

5. Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang

keberadaannya memerlukan upaya konservasi;

6. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta ekosistemnya

yang langka yang keberadaannya terancam punah;

7. Merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas dan

khas/endemik;

8. Merupakan tempat aktifitas satwa migran.

Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Inti TN. Bantimurung

Bulusaraung adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan dan pengamanan;

2. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan

ekosistemnya;

3. Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan atau

penunjang budidaya;

4. Pembangunan sarana dan prasarana non permanen dan terbatas untuk

kegiatan penelitian dan pengelolaan.

Zona Inti TN. Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas 22.849,73

ha atau sebesar 52,23% dari total luas taman nasional. Zona Inti TN.

Bantimurung Bulusaraung meliputi seluruh tipe ekosistem yang ada di dalam

kawasan. Tipe ekosistem terluas yang terwakili di dalam Zona Inti adalah

ekosistem Karst seluas 13.063,81 ha atau sebesar 29,86% dari total luas

kawasan taman nasional. 5.841,52 ha atau sebesar 13,35% dari total luas

kawasan taman nasional merupakan tipe ekosistem Hutan Hujan Non

Dipterocarpaceae Pamah yang terwakili di dalam Zona Inti. Adapun tipe

ekosistem Hutan Pegunungan Bawah terwakili di dalam Zona Inti seluas

3.944,40 ha atau sebesar 9,02% dari total luas kawasan taman nasional.

Keterwakilan tipe ekosistem Hutan Pegunungan Bawah di dalam zona inti taman

nasional adalah yang terluas dari seluruh zona yang ada. Hal tersebut antara lain

disebabkan oleh kondisi sensitifitas ekologinya, keterjangkauannya dari pusat-

Page 71: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 58

pusat penyebaran pemukiman masyarakat, serta kondisinya yang pada

umumnya masih sangat baik atau dapat dikatakan dalam tingkat gangguan yang

minim.

Hampir seluruh potensi keanekaragaman hayati kawasan TN. Bantimurung

Bulusaraung menempati area pada Zona Inti. Pusat-pusat sebaran flora dan

fauna penting, unik dan endemik pada umumnya berada di dalam Zona Inti.

Ekosistem Karst yang merupakan pertimbangan utama penunjukan kawasan

hutan ini menjadi taman nasional juga terwakili dengan baik di dalam Zona Inti.

66,11% dari kawasan Karst seluas 19.767,33 ha yang ada di dalam kawasan TN.

Bantimurung Bulusaraung berada di dalam Zona Inti taman nasional.

Hingga saat ini, di dalam Zona Inti TN. Bantimurung Bulusaraung diketahui

terdapat 709 jenis tumbuhan yang terdiri dari 112 family. Jumlah tersebut

kemungkinan dapat bertambah seiring dengan semakin intensifnya pelaksanaan

eksplorasi. Selain itu, terdapat pula 728 jenis satwa liar fauna yang terdiri dari

hampir semua kelas yang ada.

Secara geografis, Zona Inti TN. Bantimurung Bulusaraung tersebar hampir

merata di seluruh kawasan. Zona Inti TN. Bantimurung Bulusaraung meliputi 16

area yang terpisah, namun terdapat 3 area terluas yang kompak, yang masing-

masing terletak di sisi Barat Laut taman nasional di wilayah kabupaten Pangkep,

di sisi Timur Laut taman nasional yang merupakan wilayah administratif

kabupaten Maros, serta di sisi bagian tengah hingga Selatan taman nasional

yang merupakan wilayah administratif kabupaten Maros dan kabupaten

Pangkep. Zona Inti terluas pertama (5.963,37 ha) berada kisaran antara

119,574562° sampai dengan 119,748901° Bujur Timur, dan antara 4,817125°

sampai dengan 4,905248° Lintang Selatan. Zona Inti terluas kedua (5.631,64 ha)

berada kisaran antara 119,802010° sampai dengan 119,887718° Bujur Timur,

dan antara 4,727007° sampai dengan 4,844246° Lintang Selatan. Zona Inti

terluas ketiga (6.782,33 Ha) berada kisaran antara 119,665833° sampai dengan

119,796967° Bujur Timur, dan antara 4,913637° sampai dengan 5,055723°

Lintang Selatan.

Zona Inti TN. Bantimurung Bulusaraung seluas 22.849,73 ha, meliputi:

1. Sebagian wilayah kerja Resort Bantimurung yang terletak di kecamatan

Bantimurung, kabupaten Maros seluas 4.633,51 ha;

Page 72: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 59

2. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Bantimurung yang

terletak di kecamatan Simbang, kabupaten Maros seluas 1.274,66 ha;

3. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di kecamatan

Tompobulu, kabupaten Maros seluas 59,96 ha;

4. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Camba yang terletak

di kecamatan Cenrana, kabupaten Maros seluas 1.639,65 ha;

5. Sebagian wilayah kerja Resort Camba yang terletak di kecamatan Camba,

kabupaten Maros seluas 829,46 ha;

6. Wilayah kerja Resort Mallawa yang terletak di kecamatan Mallawa,

kabupaten Maros seluas 6.085,33 ha;

7. Wilayah kerja Resort Minasatene yang terletak di kecamatan Minasatene,

kabupaten Pangkep seluas 2.474,17 ha;

8. Wilayah kerja Resort Balocci yang terletak di kecamatan Balocci, kabupaten

Pangkep seluas 5.386,17 ha;

9. Wilayah kerja Resort Tondong Tallasa yang terletak di kecamatan Tondong

Tallasa, kabupaten Pangkep seluas 466,82 ha.

5.2. Zona Rimba

Zona Rimba adalah adalah bagian taman nasional yang karena letak,

kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada Zona

Inti dan Zona Pemanfaatan. Zona Rimba merupakan zona yang memerlukan

upaya perlindungan dan pelestarian serta merupakan zona peralihan antara

Zona Inti dengan Zona Pemanfaatan dan/atau zona lainnya, serta proses alami

tetap menjadi prioritas namun kegiatan manusia dalam batas tertentu masih

diperkenankan dan bahkan diperlukan dalam bentuk pembinaan habitat,

pembinaan populasi dan kegiatan pariwisata alam terbatas.

Keberadaan Zona Rimba bertujuan untuk memberikan perlindungan dan

pelestarian terhadap Zona Inti dan sekaligus sebagai perluasan habitat Zona Inti

dan merupakan daerah jelajah berbagai jenis satwa liar, khususnya jenis satwa

liar yang dilindungi dari bahaya kepunahan, serta pemanfaatan atas potensi

sumberdaya alam dan lingkungan alam yang kurang sensitif terhadap

gangguan/kerusakan untuk kegiatan penelitian, pemantauan, pendidikan

lingkungan dan konservasi alam, serta pariwisata alam secara terbatas.

Page 73: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 60

Zona Rimba berfungsi dan diperuntukkan bagi kegiatan pengawetan dan

pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan

penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan

menunjang budidaya serta mendukung Zona Inti. Zona Rimba ditetapkan

berdasarkan kriteria:

1. Kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan

mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa liar;

2. Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu

menyangga pelestarian Zona Inti dan Zona Pemanfaatan;

3. Merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran.

Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Rimba TN. Bantimurung

Bulusaraung adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan dan pengamanan;

2. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan

ekosistemnya;

3. Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas, pemanfaatan

jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya;

4. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan

populasi hidupan liar;

5. Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan

penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas.

Karena posisinya yang berbatasan langsung dengan Zona Inti atau dapat

dikatakan melingkupi seluruh Zona Inti, maka pada dasarnya dapat diasumsikan

bahwa potensi yang ada di dalam Zona Rimba tidak berbeda jauh dengan

potensi Zona Inti. Dari segi sensitifitas ekologinya, sebagian Zona Rimba

merupakan area yang termasuk kurang sensitif. Sebagian lagi merupakan bagian

yang diperuntukkan sebagai penyangga Zona Inti.

Zona Rimba TN. Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas 10.435,84 ha atau sebesar 23,85% dari total luas taman nasional. Zona Rimba

TN. Bantimurung Bulusaraung juga meliputi seluruh tipe ekosistem yang ada di

dalam kawasan. Tipe ekosistem terluas yang terwakili di dalam Zona Rimba

adalah ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 5.389,66 ha

Page 74: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 61

atau sebesar 12,32% dari total luas kawasan taman nasional 4.554,06 ha atau

sebesar 10,41% dari total luas kawasan taman nasional merupakan tipe

ekosistem Karst yang terwakili di dalam Zona Rimba. Adapun tipe ekosistem

Hutan Pegunungan Bawah terwakili di dalam Zona Rimba seluas 492,11 ha atau

sebesar 1,12% dari total luas kawasan taman nasional.

Berdasarkan kriteria, fungsi dan peruntukannya, maka Zona Rimba

tersebar hampir merata di seluruh kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung. Zona

Rimba ini membatasi atau melingkupi seluruh Zona Inti, serta melingkupi hampir

seluruh batas luar taman nasional. Zona Rimba TN. Bantimurung Bulusaraung

seluas 10.435,84 ha, meliputi:

1. Sebagian wilayah kerja Resort Bantimurung yang terletak di kecamatan

Bantimurung, kabupaten Maros seluas 882,75 ha;

2. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Bantimurung yang

terletak di kecamatan Simbang, kabupaten Maros seluas 686,91 ha;

3. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di kecamatan

Tompobulu, kabupaten Maros seluas 118,05 ha;

4. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Camba yang terletak

di kecamatan Cenrana, kabupaten Maros seluas 1.748,83 ha;

5. Sebagian wilayah kerja Resort Camba yang terletak di kecamatan Camba,

kabupaten Maros seluas 1.225,10 ha;

6. Wilayah kerja Resort Mallawa yang terletak di kecamatan Mallawa,

kabupaten Maros seluas 1.212,99 ha;

7. Wilayah kerja Resort Minasatene yang terletak di kecamatan Minasatene,

Kabupaten Pangkep seluas 806,93 ha;

8. Wilayah kerja Resort Balocci yang terletak di kecamatan Balocci, kabupaten

Pangkep seluas 3.348,55 ha;

9. Wilayah kerja Resort Tondong Tallasa yang terletak di kecamatan Tondong

Tallasa, kabupaten Pangkep seluas 405,73 ha.

Page 75: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 62

5.3. Zona Pemanfaatan

Zona Pemanfaatan adalah adalah bagian taman nasional yang letak,

kondisi dan potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan

pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. Zona Pemanfaatan

merupakan zona yang memiliki potensi fenomena alam yang menarik, dan

secara fisik dan biologi kurang sensitif untuk kepentingan pembangunan sarana

dan prasarana fisik bagi akomodasi pariwisata alam, jasa lingkungan dan

pengelolaan taman nasional. Zona Pemanfaatan ini merupakan pusat rekreasi

dan kunjungan wisata serta jasa lingkungan, yang dikembangkan pada lokasi-

lokasi sesuai kondisi lingkungan untuk kepentingan wisata alam dan jasa

lingkungan. Lokasi-lokasi tersebut tersebut pada umumnya dikembangkan

berdekatan atau terdapat kemudahan akses dengan perkampungan tempat

pemukiman masyarakat, sehingga pengembangan wisata alam dan jasa

lingkungan di kawasan ini dapat memberi dampak penyertaan masyarakat dalam

pelayanan jasa wisata alam, jasa lingkungan dan memberikan keuntungan

ekonomi bagi masyarakat setempat. Fasilitas yang akan dilengkapi di setiap

lokasi selain fasilitas pengelolaan lapangan dan akomodasi wisata alam, juga

akan dilengkapi jalan, areal parkir, jalur trail, papan informasi, papan petunjuk,

shelter, MCK umum, sarana keamanan pengunjung, pos jaga, dan fasilitas jasa

lingkungan lainnya.

Keberadaan Zona Pemanfaatan bertujuan untuk pemanfaatan potensi jasa

lingkungan alam berupa fenomena dan keindahan alam bagi pengembangan

pariwisata alam dan pusat rekreasi, pembangunan sarana dan prasarana

pariwisata alam, jasa lingkungan dan pengelolaan lapangan, dan menunjang

keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam pelayanan jasa pariwisata alam

serta mendorong pengembangan ekonomi masyarakat dan daerah dari jasa

pariwisata alam dan jasa lingkungan.

Zona Pemanfaatan berfungsi dan diperuntukkan bagi pengembangan

pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan

pengembangan yang menunjang pemanfaatan, serta kegiatan penunjang

budidaya. Zona Pemanfaatan ditetapkan berdasarkan kriteria:

1. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi

ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik;

Page 76: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 63

2. Mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya

tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam;

3. Kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan,

pengembangan pariwisata alam, penelitian dan pendidikan;

4. Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana dan

prasarana bagi kegiatan, pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam,

rekreasi, penelitian dan pendidikan;

5. Tidak berbatasan langsung dengan Zona Inti.

Kawasan yang dicadangkan untuk Zona Pemanfaatan sebaik mungkin

secara fisik dan biologi dapat dikembangkan untuk pembangunan sarana dan

prasarana akomodasi pariwisata alam, jasa lingkungan dan pengelolaan

lapangan, serta memiliki topografi dan fisik lapangan yang memungkinkan

kegiatan wisata alam berlangsung secara aman dan nyaman. Dampak negatif

akibat pengembangan fasilitas akomodasi dan peningkatan jumlah pengunjung

berada dalam batas-batas daya dukung dan dapat dikendalikan oleh pengelola,

serta masih dalam batas recovery secara alami. Memiliki pengembangan

aksesibilitas yang cukup baik dan mudah dikunjungi, serta lokasi

pengembangannya dekat pemukiman/ perkampungan penduduk, sehingga dapat

mendorong peranserta aktif masyarakat dalam pelayanan jasa pariwisata alam

dan jasa lingkungan.

Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Pemanfaatan TN.

Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan dan pengamanan;

2. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan

ekosistemnya;

3. Penelitian, pengembangan pendidikan, dan kegiatan penunjang budidaya;

Pengembangan, potensi dan daya tarik wisata alam;

4. Pembinaan habitat dan populasi;

5. Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan;

6. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan,

wisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan.

Page 77: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 64

Zona Pemanfaatan TN. Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas

374,43 ha atau sebesar 0,86% dari total luas taman nasional. Zona Pemanfaatan

TN. Bantimurung Bulusaraung meliputi tipe ekosistem Karst seluas 235,47 ha

(0,54%), tipe ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 54,82

ha (0,13%), serta tipe Hutan Pegunungan Bawah seluas 84,15 ha (0,19%).

Zona Pemanfaatan ini, selain ditetapkan berdasarkan kriteria-kriteria yang

telah diuraikan di atas, juga ditetapkan berdasarkan pertimbangan prioritas

pengembangannya. Mengacu kepada hasil Analisis Daerah Operasi Obyek dan

Daya Tarik Wisata Alam (ADOODTWA), pada kawasan TN. Bantimurung

Bulusaraung terdapat 7 situs ODTWA yang prioritas untuk dikembangkan.

Lokasi-lokasi dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Kawasan Wisata Bantimurung dan sekitarnya

Kawasan Wisata Bantimurung terletak di wilayah administratif kecamatan

Bantimurung, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional, kawasan ini

merupakan wilayah kerja Resort Bantimurung. Zona Pemanfaatan ini meliputi

area seluas 48,60 ha. Secara geografis, kawasan ini terletak antara 119,678436°

sampai dengan 119,691872° Bujur Timur, dan antara 5,008744° sampai dengan

5,021357° Lintang Selatan.

ODTWA yang terdapat di dalam Kawasan Wisata Bantimurung adalah Air

Terjun Bantimurung, Gua Mimpi, Gua Batu, Telaga Kassi Kebo, Telaga Toakala,

Mata Air Bidadari (Jamala), serta Penangkaran Kupu-kupu. Adapun aktifitas

wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain wisata tirta,

menikmati panorama alam, tracking, flying fox, selusur gua, mengamati flora dan

fauna.

2. Kawasan Wisata Pattunuang Asue

Kawasan Wisata Pattunuang Asue terletak di wilayah administratif

kecamatan Simbang, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional,

kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Pattunuang. Zona Pemanfaatan ini

meliputi area seluas 101,16 ha. Secara geografis, kawasan ini terletak antara

119,710411° sampai dengan 119,727165° Bujur Timur, dan antara 5,050045°

sampai dengan 5,067427° Lintang Selatan.

ODTWA yang terdapat di dalam Kawasan Wisata Pattunuang Asue adalah

Sungai Pattunuang, Gua Pattunuang Asue, serta Biseang Labboro. Adapun

Page 78: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 65

aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain

wisata tirta, menikmati panorama alam, tracking, rock climbing, mengamati flora

dan fauna.

3. Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta

Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta terletak di wilayah administratif

kecamatan Cenrana, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional,

kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Pattunuang. Zona Pemanfaatan ini

meliputi area seluas 8,90 ha. Secara geografis, kawasan ini terletak antara

119,737923° sampai dengan 119,741165° Bujur Timur, dan antara 5,030678°

sampai dengan 5,033394° Lintang Selatan. ODTWA yang terdapat di dalam

Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta adalah keragaman species flora dan

fauna terutama jenis Macaca maura yang dapat berinteraksi secara langsung

dengan manusia. Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam

kawasan ini antara lain menikmati panorama alam, tracking, mengamati flora dan

fauna.

4. Kawasan Gua Vertikal Leang Pute

Kawasan Gua Vertikal Leang Pute terletak di wilayah administratif

kecamatan Cenrana, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional,

kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Pattunuang. Zona Pemanfaatan ini

meliputi area seluas 15,19 ha. Secara geografis, kawasan ini terletak antara

119,721947° sampai dengan 119,725914° Bujur Timur, dan antara 4,983336°

sampai dengan 4,986477° Lintang Selatan. ODTWA yang terdapat di dalam

kawasan ini adalah Gua Vertikal Leang Pute dan Gua Dinosaurus. Leang Pute

adalah gua vertikal single pitch terdalam di Asia Tenggara, dengan kedalaman -

273 m. Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini

antara lain penelusuran gua vertikal, pengamatan flora dan fauna, panorama

alam, camping dan tracking.

5. Kawasan Situs Prasejarah Leang-leang

Kawasan Situs Prasejarah Leang-leang terletak di wilayah administratif

kecamatan Bantimurung, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional,

kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Bantimurung. Zona Pemanfaatan ini

meliputi area seluas 2,25 ha. Secara geografis, kawasan ini terletak antara

119,674049° sampai dengan 119,676888° Bujur Timur, dan antara 4,977801°

Page 79: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 66

sampai dengan 4,979686° Lintang Selatan. ODTWA yang terdapat di dalam

kawasan ini adalah Gua Prasejarah Leang Pettae dan Leang Petta Kere. Kedua

gua prasejarah ini adalah gua yang ditemukan pertama kali oleh Sarasin

bersaudara pada awal abad ke-19 dalam ekplorasi arkeologinya di Sulawesi. Di

dalam kedua gua terdapat peninggalan lukisan-lukisan dinding gua serta benda-

benda purbakala lainnya.

6. Kawasan Pegunungan Bulusaraung

Kawasan Pegunungan Bulusaraung terletak di wilayah administratif

kecamatan Balocci, kabupaten Pangkep. Dalam pengelolaan taman nasional,

kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Balocci. Zona Pemanfaatan ini

meliputi area seluas 137,29 ha. Secara geografis, kawasan ini terletak antara

119,740807° sampai dengan 119,766853° Bujur Timur, dan antara 4,923181°

sampai dengan 4,932688° Lintang Selatan. ODTWA yang terdapat di dalam

kawasan ini adalah Desa Wisata Tompobulu, dan Gunung Bulusaraung. Aktifitas

wisata yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain pendakian gunung

Bulusaraung (hiking), pengamatan flora dan fauna, panorama alam dan camping.

7. Kawasan Permandian Alam Leang Londrong

Kawasan Permandian Alam Leang Londrong terletak di wilayah

administratif kecamatan Minasatene, kabupaten Pangkep. Dalam pengelolaan

taman nasional, kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Minasatene. Zona

Pemanfaatan ini meliputi area seluas 51,57 ha. Secara geografis, kawasan ini

terletak antara 119,630699° sampai dengan 119,639259° Bujur Timur, dan

antara 4,856477° sampai dengan 4,865425° Lintang Selatan. ODTWA yang

terdapat di dalam kawasan ini adalah Gua Leang Londrong dan aliran sungai

yang berasal dari dalam gua. Aktifitas wisata yang dapat dilakukan di dalam

kawasan ini antara lain wisata tirta, penelusuran gua horisontal, pengamatan

flora dan fauna, panorama alam, dan tracking.

Page 80: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 67

5.4. Zona Tradisional

Zona Tradisional adalah adalah bagian taman nasional yang ditetapkan

untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena

kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam. Zona

Tradisional merupakan bagian kawasan taman nasional yang masih terdapat

kegiatan tradisional penduduk setempat dalam memanfaatkan sumberdaya alam

hayati untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari dan bersifat non

komersial.

Keberadaan Zona Tradisional bertujuan untuk mengakomodasi

pemanfaatan secara tradisional yang dilakukan oleh penduduk setempat dalam

memanfaatkan sumberdaya alam hayati untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya

sehari-hari dan bersifat non komersial, serta mencegah kemungkinan terjadinya

perluasan perambahan untuk perladangan dan pemanfaatan lain yang merusak.

Zona Tradisional berfungsi dan diperuntukkan bagi kegiatan pemanfaatan

potensi tertentu taman nasional oleh masyarakat setempat secara lestari melalui

pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.

Zona Tradisional ditetapkan berdasarkan kriteria :

1. Adanya potensi dan kondisi sumber daya alam hayati non kayu tertentu yang

telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna

memenuhi kebutuhan hidupnya;

2. Di wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi sumber daya alam hayati

tertentu yang telah dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan,

perbanyakan dan pembesaran oleh masyarakat setempat guna memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Tradisional TN. Bantimurung

Bulusaraung adalah sebagai berikut :

1. Perlindungan dan pengamanan;

2. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh

masyarakat;

3. Pembinaan habitat dan populasi;

4. Penelitian dan pengembangan;

Page 81: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 68

5. Pemanfaatan potensi dan kondisi sumber daya alam sesuai dengan

kesepakatan dan ketentuan yang berlaku.

Zona Tradisional TN. Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas

4.374,05 ha atau sebesar 10,00% dari total luas taman nasional. Zona

Tradisional TN. Bantimurung Bulusaraung meliputi ketiga tipe ekosistem yang

ada di dalam kawasan. Tipe ekosistem terluas yang terwakili di dalam zona

tradisional adalah ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas

3.860,21 ha atau sebesar 8,82% dari total luas kawasan taman nasional. 469,79

ha atau sebesar 1,07% dari total luas kawasan taman nasional merupakan tipe

ekosistem Karst yang terwakili di dalam Zona Tradisional. Adapun tipe ekosistem

Hutan Pegunungan Bawah terwakili di dalam Zona Tradisional seluas 44,05 ha

atau sebesar 0,10% dari total luas kawasan taman nasional.

Sebagian besar area Zona Tradisional pada kawasan TN. Bantimurung

Bulusaraung terletak di wilayah administratif kabupaten Maros dan hanya

sebagian kecil yang berada di wilayah administratif kabupaten Pangkep. Zona

Tradisional ini pada umumnya merupakan areal yang ditumbuhi oleh tegakan

Kemiri (Aleurites moluccana) dan sebagian kecil lainnya merupakan tegakan

Pinus merkusii yang homogen. Kemiri tersebut telah dibudidayakan oleh

masyarakat setempat sejak beberapa generasi sebelumnya. Sebagian besar

Zona Tradisional TN. Bantimurung Bulusaraung berada di ekosistem Hutan

Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah karena kesesuaian kondisi lingkungan

biofisiknya dengan persyaratan tumbuh jenis Kemiri.

Zona Tradisional TN. Bantimurung Bulusaraung seluas 4.374,05 ha,

meliputi :

1. Sebagian wilayah kerja Resort Bantimurung yang terletak di kecamatan

Bantimurung, kabupaten Maros seluas 677,92 ha;

2. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Bantimurung yang

terletak di kecamatan Simbang, kabupaten Maros seluas 11,90 ha;

3. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Camba yang terletak

di kecamatan Cenrana, kabupaten Maros seluas 248,64 ha;

4. Sebagian wilayah kerja Resort Camba yang terletak di kecamatan Camba,

kabupaten Maros seluas 1.024,03 ha;

Page 82: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 69

5. Wilayah kerja Resort Mallawa yang terletak di kecamatan Mallawa,

kabupaten Maros seluas 2.380,96 ha;

6. Wilayah kerja Resort Balocci yang terletak di kecamatan Balocci, kabupaten

Pangkep seluas 30,60 ha.

5.5. Zona Rehabilitasi

Zona Rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena

mengalami degradasi dan/atau kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan

pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya. Zona Rehabilitasi merupakan

zona/bagian kawasan yang mengalami kerusakan akibat ulah/ kegiatan manusia

atau alam, dan perlu segera direhabilitasi/ dipulihkan kembali dengan

mempergunakan jenis-jenis asli setempat. Zona ini mencakup areal bekas

peladangan, pemukiman liar, bencana alam dan sebagainya.

Keberadaan Zona Rehabilitasi bertujuan untuk pemulihan dan rehabilitasi

kawasan yang rusak akibat kegiatan manusia atau bencana alam agar dapat

dikembalikan kepada fungsi semula. Zona Rehabilitasi berfungsi dan

diperuntukkan bagi upaya mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak

menjadi atau mendekati kondisi ekosistem alamiahnya. Zona Rehabilitasi

ditetapkan berdasarkan kriteria :

1. Adanya perubahan fisik, sifat fisik dan hayati yang secara ekologi

berpengaruh kepada kelestarian ekosistem yang pemulihannya memerlukan

campur tangan manusia;

2. Adanya spesies invasif yang menggangu jenis atau spesies asli di dalam

kawasan;

3. Pemulihan kawasan sekurang-kurangnya memerlukan waktu 5 (lima) tahun.

Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Rehabilitasi TN.

Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai berikut :

1. Perlindungan dan pengamanan;

2. Inventarisasi dan monitoring;

3. Rehabilitasi, pembinaan habitat dan populasi;

4. Penelitian dan pengembangan.

Page 83: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 70

Zona Rehabilitasi TN. Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas

1.331,38 ha atau sebesar 3,04% dari total luas taman nasional. Zona Rehabilitasi

TN. Bantimurung Bulusaraung meliputi dua dari tiga tipe ekosistem yang ada di

dalam kawasan. Tipe ekosistem terluas yang terwakili di dalam Zona Rehabilitasi

adalah ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 740,41 ha

atau sebesar 1,69% dari total luas kawasan taman nasional. Adapun tipe

ekosistem Karst terwakili di dalam Zona Rehabilitasi seluas 590,96 ha atau

sebesar 1,35% dari total luas kawasan taman nasional. Areal-areal di dalam

taman nasional yang perlu dilakukan rehabilitasi ini terutama disebabkan oleh

degradasi sumberdaya akibat okupasi oleh masyarakat yang ada di dalam dan

sekitar kawasan.

Zona Rehabilitasi TN. Bantimurung Bulusaraung seluas 1.331,38 ha,

meliputi :

1. Sebagian wilayah kerja Resort Bantimurung yang terletak di kecamatan

Bantimurung, kabupaten Maros seluas 49,62 ha;

2. Wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di kecamatan Simbang,

kabupaten Maros seluas 780,31 ha;

3. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di kecamatan

Tompobulu, kabupaten Maros seluas 42,18 ha;

4. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Camba yang terletak

di kecamatan Cenrana, kabupaten Maros seluas 105,38 ha;

5. Wilayah kerja Resort Balocci yang terletak di kecamatan Balocci, kabupaten

Pangkep seluas 342,00 ha;

6. Wilayah kerja Resort Tondong Tallasa yang terletak di kecamatan Tondong

Tallasa, kabupaten Pangkep seluas 11,89 ha.

Page 84: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 71

5.6. Zona Religi, Budaya dan Sejarah

Zona Religi, Budaya dan Sejarah adalah bagian dari taman nasional yang

didalamnya terdapat situs religi, peninggalan warisan budaya dan atau sejarah

yang dimanfaatkan untuk kegiatan keagamaan, perlindungan nilai-nilai budaya

atau sejarah. Zona Religi, Budaya dan Sejarah merupakan zona yang memiliki

potensi sebagai lokasi kegiatan manusia di masa lampau dengan meninggalkan

hasil karya budaya yang bernilai sejarah, arkeologi maupun keagamaan, baik

pada lokasi yang sering dikunjungi manusia maupun tidak pernah.

Keberadaan Zona Religi, Budaya dan Sejarah bertujuan untuk

memperlihatkan dan melindungi nilai-nilai budaya yang pernah ada dan

berkembang, serta dikembangkan sebagai wahana penelitian, pendidikan, dan

wisata alam sejarah, arkeologi dan religius. Zona Religi, Budaya dan Sejarah

berfungsi dan diperuntukkan bagi perlindungan dan memamerkan nilai-nilai hasil

karya budaya, sejarah, arkeologi maupun keagamaan, sebagai wahana

penelitian, pendidikan dan wisata alam sejarah, arkeologi, dan religius. Zona

Religi, Budaya dan Sejarah ditetapkan berdasarkan kriteria :

1. Adanya lokasi untuk kegiatan religi yang masih dipelihara dan dipergunakan

oleh masyarakat;

2. Adanya situs budaya dan sejarah baik yang dilindungi undangundang,

maupun tidak dilindungi undang-undang.

Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Religi, Budaya dan Sejarah

TN. Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai berikut :

1. Perlindungan dan pengamanan;

2. Pemanfaatan pariwisata alam, penelitian, pendidikan dan religi;

3. Penyelenggaraan upacara adat;

4. Pemeliharaan situs budaya dan sejarah, serta keberlangsungan upacara-

upacara ritual keagamaan/adat yang ada.

Zona Religi, Budaya dan Sejarah TN. Bantimurung Bulusaraung meliputi

kawasan seluas 191,49 ha atau sebesar 0,44% dari total luas taman nasional.

Zona Religi, Budaya dan Sejarah TN. Bantimurung Bulusaraung secara

keseluruhan berada di dalam ekosistem Karst. Zona ini adalah bagian kawasan

taman nasional di mana terdapat situs prasejarah berupa gua-gua purbakala.

Page 85: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 72

Gua prasejarah ini adalah gua-gua yang ditemukan oleh Sarasin bersaudara

pada awal abad ke-19 dalam ekplorasi arkeologi di Sulawesi. Di dalam gua-gua

tersebut terdapat peninggalan lukisan-lukisan dinding gua serta benda-benda

purbakala lainnya, baik berupa artefak, fitur, maupun ekofak.

Zona Religi, Budaya dan Sejarah TN. Bantimurung Bulusaraung seluas

191,49 ha, meliputi :

1. Sebagian wilayah kerja Resort Bantimurung yang terletak di kecamatan

Bantimurung, kabupaten Maros seluas 57,47 ha;

2. Wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di kecamatan Simbang,

kabupaten Maros seluas 16,49 ha;

3. Wilayah kerja Resort Minasatene yang terletak di kecamatan Minasatene,

kabupaten Pangkep seluas 117,53 ha.

5.7. Zona Khusus

Zona Khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak

dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang

kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman

nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. Zona

Khusus merupakan zona yang memiliki potensi sumberdaya alam dan kondisi

lingkungan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kepentingan khusus

dengan pengaturan yang bersifat khusus dengan tidak melakukan penebangan

pohon dan merubah bentang alam.

Zona Khusus berfungsi dan diperuntukkan bagi kepentingan aktifitas

kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sebelum

ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional dan sarana penunjang

kehidupannya, serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana

telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. Zona Khusus ditetapkan

berdasarkan kriteria :

1. Telah terdapat sekelompok masyarakat dan sarana penunjang

kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan

sebagai taman nasional;

Page 86: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 73

2. Telah terdapat sarana dan prasarana antara lain telekomunikasi, faslitas

transportasi dan listrik, sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai

taman nasional;

3. Lokasi tidak berbatasan dengan Zona Inti.

Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Khusus TN. Bantimurung

Bulusaraung adalah sebagai berikut :

1. Perlindungan dan pengamanan;

2. Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat;

3. Rehabilitasi;

4. Monitoring populasi dan aktivitas masyarakat serta daya dukung wilayah.

Zona Khusus TN. Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas

4.193,08 ha atau sebesar 9,58% dari total luas taman nasional. Zona Khusus TN.

Bantimurung Bulusaraung berada pada kawasan dengan tipe ekosistem Hutan

Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 3.501,31 ha atau sebesar 8,00%

dari total luas kawasan. 661,75 ha atau sebesar 1,51% dari luas kawasan

merupakan Zona Khusus yang berada pada kawasan dengan tipe ekosistem

Karst, dan 30,02 ha atau sebesar 0,07% dari luas kawasan merupakan Zona

Khusus yang berada pada kawasan dengan tipe ekosistem Hutan Pegunungan

Bawah. Zona Khusus TN. Bantimurung Bulusaraung terdiri atas 42 bagian yang

terpisah di dalam kawasan taman nasional.

Zona Khusus di kawasan TN. Bantimurung Bulusaraung merupakan areal

yang telah sejak lama terokupasi oleh masyarakat. Zona Khusus di Kabupaten

Maros pada umumnya telah terekam di dalam Peta Topografi edisi tahun 1946

yang dibuat dan diterbitkan oleh US Army untuk Pemerintah Kerajaan Belanda.

Zona Khusus ini merupakan areal pemukiman masyarakat, areal persawahan

dan areal budidaya lainnya, serta sebagian kecil merupakan fasilitas umum yang

telah ada sejak sebelum penunjukan taman nasional.

Zona Khusus TN. Bantimurung Bulusaraung seluas 4.193,08 ha, meliputi :

1. Sebagian wilayah kerja Resort Bantimurung yang terletak di kecamatan

Bantimurung, kabupaten Maros seluas 457,87 ha;

2. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di kecamatan

Simbang, kabupaten Maros seluas 441,37 ha;

Page 87: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 74

3. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di kecamatan

Tompobulu, kabupaten Maros seluas 101,87 ha;

4. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Camba yang terletak

di kecamatan Cenrana, kabupaten Maros seluas 1.166,59 ha;

5. Sebagian wilayah kerja Resort Camba yang terletak di kecamatan Camba,

kabupaten Maros seluas 352,05 ha;

6. Wilayah kerja Resort Mallawa yang terletak di kecamatan Mallawa,

kabupaten Maros seluas 1.301,20 ha;

7. Wilayah kerja Resort Balocci yang terletak di kecamatan Balocci, kabupaten

Pangkep seluas 270,66 ha;

8. Wilayah kerja Resort Tondong Tallasa yang terletak di kecamatan Tondong

Tallasa, kabupaten Pangkep seluas 101,47 ha.

Page 88: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

VI. PENUTUP

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung sebelumnya telah memiliki

sistem zonasi sesuai Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam Nomor: SK.58/IV-SET/2012 tanggal 04 April 2012. Seiring

dengan perkembangan yang ada baik kondisi faktual di lapangan maupun

kebijakan dalam rangka optimalisasi pengelolaan maka beberapa pertimbangan

yang menjadi dasar revisi zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung adalah:

1. Optimalisasi pengelolaan TN. Bantimurung Bulusaraung dalam

pengembangan jalan di dalam kawasan yang mendukung pembangunan

daerah dalam skala pembangunan nasional.

2. Optimalisasi fungsi TN. Bantimurung Bulusaraung dalam memberikan

kontribusi kepada masyarakat sekitar kawasan melalui pengembangan

pemanfaatan jasa lingkungan air dan pemanfaatan tradisional.

3. Optimalisasi perlindungan dan pengawetan ekosistem alami TN.

Bantimurung Bulusaraung yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati

dengan keanekaragaman yang tinggi, keunikan dan kekhasan gejala alam

dengan fenomena alam yang indah.

Berdasarkan hasil kajian dan hasil kesepahaman dalam konsultasi publik

maka dilakukan penyempurnaan sehingga menghasilkan Revisi Zonasi TN.

Bantimurung Bulusaraung dengan uraian sebagai berikut:

Tabel 7. Revisi zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung.

No. Jenis Zona Kode Luas (ha) Presentase (%) 1. Zona Inti ZI 22.849,73 52,23 2. Zona Rimba Zri 10.435,84 23,85 3. Zona Pemanfaatan ZP 374,43 0,86 4. Zona Tradisional ZTr 4.374,05 10,00 5. Zona Rehabilitasi Zre 1.331,38 3,04 6. Zona Religi, Budaya dan Sejarah ZBS 191,49 0,44 7. Zona Khusus ZKh 4.193,08 9,58

Jumlah

43.750,00 100,00

Page 89: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A. 2001. Potensi dan Kondisi Kawasan Karst Maros-Pangkep. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III. Makassar.

Anonim. 1995. National Conservation Plan for Indonesia. (Volume 6D) Sulawesi Selatan Province. Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation Ministry of Forestry. Jakarta.

Anonim. 2001. Kerangka Acuan (Term of Reference) Simposium Karst Maros-Pangkep. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III. Makassar.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2008. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2008 – 2027. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2009. Identifikasi dan Pemetaan Sebaran ODTWA Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2010. Rencana Strategis Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2010 – 2014. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2010. Rencana Pengembangan Pariwisata Alam Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2011. Identifikasi Potensi Jasa Lingkungan Air Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2012. Zonasi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2012. Profil Daerah Penyangga Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2015. Analisis Tutupan Lahan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros.

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. 2015. Data flora dan fauna Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2015. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Maros.

Page 90: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung | 77

Deharveng, Louis. 2007. Zoological Investigations in The Karst of South and Southeast Sulawesi. Project Report. Museum National d’Histoire Naturelle de Paris. Paris. Unpublished.

Departemen Kehutanan, 2006. Pedoman Zonasi Taman Nasional. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.56/Menhut-II/2006.

Ko, R.K.T. 2001. Kawasan Karst Maros-Pangkep, Nilai Lebihnya dalam Bidang Non Pertambangan. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III. Makassar.

Mattimu, A.A., H. Sugondo dan H. Pabittei. 1977. Identifikasi dan Inventarisasi Jenis Kupu-kupu di Daerah Bantimurung Sulawesi Selatan. Proyek Penelitian Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Nitta, K. dan P. Delanghe. 2001. Introduction on Cultural and Natural World Heritage and World Heritage in Karst Areas. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III. Makassar.

Palaguna, H.Z.B dan Haruna Rachman. 2001. Kebijakan dan Komitmen Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan Terhadap Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Karst Maros-Pangkep yang Berkelanjutan. Prosiding Simposium Karst Maros-Pangkep: Menuju Perlindungan dan Pemanfaatan Kawasan Karst Maros-Pangkep sebagai World Heritage di Era Otonomi Daerah. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Regional III. Makassar.

Samodra, Hanang. 2003. Nilai Strategis Kawasan Kars di Indonesia dan Usaha Pengelolaannya Secara Berkelanjutan. Suplemen tulisan pada Pelatihan Dasar Geologi untuk Pecinta Alam dan Pendaki Gunung, kerjasama IAGI dengan Klub Pecinta Alam. Ikatan Ahli Geologi Indonesia. Bogor.

Suhardjono dan Yayuk R. 207. Laporan Teknik 206. Inventarisasi dan Karakterisasi Biota Karst dan Gua Pegunungan Sewu dan Sulawesi Selatan. Proyek 212. Bidang Zologi (Museum Zologicum Bogoriense) Pusat Penelitan Biologi – LIPI, Bogor.

Wallace, A.R. 1890. The Malay Archipelago. Periplus Editions (HK) Ltd. Singapore.

Whitten, T., G.S. Henderson and M. Mustafa. 2002. The Ecology of Indonesia Series (Volume IV), The Ecology of Sulawesi. Periplus Editions (HK) Ltd. Singapore.

Winarto, Bambang. 2006. Kamus Rimbawan. Yayasan Bumi Indonesia Hijau. Jakarta.

Page 91: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

LAMPIRAN 1 Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung dan Keterwakilan Tipe Ekosistem

Page 92: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Lampiran 1. Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung dan Keterwakilan Tipe Ekosistem

Luas (ha)Persentase

(%)Luas (ha)

Persentase

(%)

1. Zona Inti 22.865,48 52,26 22.849,73 52,23

· Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah 5.852,91 13,38 5.841,52 13,35

· Hutan pada Batuan Gamping (Karst) 13.068,17 29,87 13.063,81 29,86

· Hutan Pegunungan Bawah 3.944,40 9,02 3.944,40 9,02

2. Zona Rimba 9.997,21 22,85 10.435,84 23,85

· Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah 4.943,77 11,30 5.389,66 12,32

· Hutan pada Batuan Gamping (Karst) 4.561,32 10,43 4.554,06 10,41

· Hutan Pegunungan Bawah 492,12 1,12 492,12 1,12

3. Zona Pemanfaatan 367,41 0,84 374,43 0,86

· Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah 53,48 0,12 54,82 0,13

· Hutan pada Batuan Gamping (Karst) 229,79 0,53 235,47 0,54

· Hutan Pegunungan Bawah 84,14 0,19 84,14 0,19

4. Zona Tradisional 4.349,77 9,94 4.374,05 10,00

· Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah 3.860,21 8,82 3.860,21 8,82

· Hutan pada Batuan Gamping (Karst) 445,51 1,02 469,79 1,07

· Hutan Pegunungan Bawah 44,05 0,10 44,05 0,10

5. Zona Rehabilitasi 1.791,49 4,09 1.331,38 3,04

· Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah 1.176,25 2,69 740,41 1,69

· Hutan pada Batuan Gamping (Karst) 615,24 1,41 590,96 1,35

· Hutan Pegunungan Bawah - - - -

6. Zona Religi, Budaya dan Sejarah 191,49 0,44 191,49 0,44

· Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah - - - -

· Hutan pada Batuan Gamping (Karst) 191,49 0,44 191,49 0,44

· Hutan Pegunungan Bawah - - - -

7. Zona Khusus 4.187,15 9,57 4.193,08 9,58

· Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah 3.501,31 8,00 3.501,31 8,00

· Hutan pada Batuan Gamping (Karst) 655,82 1,50 661,75 1,51

· Hutan Pegunungan Bawah 30,02 0,07 30,02 0,07

JUMLAH 43.750,00 100,00 43.750,00 100,00

Awal Revisi

Jenis Zona dan Tipe EkosistemNo.

Page 93: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

LAMPIRAN 2 Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung berdasarkan Wilayah Administrasi

Page 94: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Lampiran 2. Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung berdasarkan Wilayah Administrasi

Luas (ha)Persentase

(%)Luas (ha)

Persentase

(%)

1. Zona Inti 22.865,48 52,26 22.849,73 52,23

· Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros 4.633,51 10,59 4.633,51 10,59

· Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros 1.279,02 2,92 1.274,66 2,91

· Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros 59,96 0,14 59,96 0,14

· Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros 1.651,04 3,77 1.639,65 3,75

· Kecamatan Camba, Kabupaten Maros 829,46 1,90 829,46 1,90

· Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros 6.085,33 13,91 6.085,33 13,91

· Kecamatan Minasatene, Kabupaten Pangkep 2.474,17 5,66 2.474,17 5,66

· Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep 5.386,17 12,31 5.386,17 12,31

· Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep 466,82 1,07 466,82 1,07

2. Zona Rimba 9.997,21 22,85 10.435,84 23,85

· Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros 882,75 2,02 882,75 2,02

· Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros 686,02 1,57 686,91 1,57

· Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros 118,05 0,27 118,05 0,27

· Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros 1.738,16 3,97 1.748,83 4,00

· Kecamatan Camba, Kabupaten Maros 1.225,10 2,80 1.225,10 2,80

· Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros 1.213,61 2,77 1.212,99 2,77

· Kecamatan Minasatene, Kabupaten Pangkep 810,83 1,85 806,93 1,84

· Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep 2.912,73 6,66 3.348,55 7,65

· Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep 409,96 0,94 405,73 0,93

3. Zona Pemanfaatan 367,41 0,84 374,43 0,86

· Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros 66,26 0,15 66,26 0,15

· Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros 102,95 0,24 100,49 0,23

· Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros - - - -

· Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros 8,93 0,02 9,66 0,02

· Kecamatan Camba, Kabupaten Maros - - - -

· Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros - - 0,62 0,00

· Kecamatan Minasatene, Kabupaten Pangkep 51,70 0,12 55,60 0,13

· Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep 137,57 0,31 137,57 0,31

· Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep - - 4,23 0,01

4. Zona Tradisional 4.349,77 9,94 4.374,05 10,00

· Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros 677,92 1,55 677,92 1,55

· Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros 11,90 0,03 11,90 0,03

· Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros - - - -

· Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros 248,64 0,57 248,64 0,57

· Kecamatan Camba, Kabupaten Maros 1.024,03 2,34 1.024,03 2,34

· Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros 2.380,96 5,44 2.380,96 5,44

· Kecamatan Minasatene, Kabupaten Pangkep - - - -

· Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep 6,32 0,01 30,60 0,07

· Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep - - - -

5. Zona Rehabilitasi 1.791,49 4,09 1.331,38 3,04

· Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros 49,62 0,11 49,62 0,11

· Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros 780,31 1,78 780,31 1,78

· Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros 42,18 0,10 42,18 0,10

· Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros 105,38 0,24 105,38 0,24

· Kecamatan Camba, Kabupaten Maros - - - -

· Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros - - - -

· Kecamatan Minasatene, Kabupaten Pangkep - - - -

· Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep 802,11 1,83 342,00 0,78

· Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep 11,89 0,03 11,89 0,03

6. Zona Religi, Budaya dan Sejarah 191,49 0,44 191,49 0,44

· Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros 57,47 0,13 57,47 0,13

· Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros 16,49 0,04 16,49 0,04

· Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros - - - -

· Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros - - - -

· Kecamatan Camba, Kabupaten Maros - - - -

· Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros - - - -

· Kecamatan Minasatene, Kabupaten Pangkep 117,53 0,27 117,53 0,27

· Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep - - - -

· Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep - - - -

Lanjutan Lampiran 2. Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung berdasarkan Wilayah Administrasi

No. Jenis Zona dan Tipe Ekosistem

Awal Revisi

Page 95: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

7. Zona Khusus 4.187,15 9,57 4.193,08 9,58

· Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros 457,87 1,05 457,87 1,05

· Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros 435,44 1,00 441,37 1,00

· Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros 101,87 0,23 101,87 0,23

· Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros 1.166,59 2,67 1.166,59 2,67

· Kecamatan Camba, Kabupaten Maros 352,05 0,80 352,05 0,80

· Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros 1.301,20 2,97 1.301,20 2,97

· Kecamatan Minasatene, Kabupaten Pangkep - - - -

· Kecamatan Balocci, Kabupaten Pangkep 270,66 0,62 270,66 0,62

· Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep 101,47 0,23 101,47 0,23

JUMLAH 43.750,00 100,00 43.750,00 100,00

Page 96: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

LAMPIRAN 3 Matriks Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung

Page 97: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Lampiran 3. Matriks Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung

Luas (ha)Persentase

(%)

1. 22.849,73 52,23

a. Sebagian wilayah kerja Resort Bantimurung yang terletak di

Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros.

4.633,51 10,59 · Ekosistem Karst (13.063,81 Ha, 29,86%). a. Perlindungan dan pengamanan.

b. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort

Bantimurung yang terletak di Kecamatan Simbang, Kabupaten

Maros.

1.274,66 2,91 · Ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah (5.841,52

Ha, 13,35%).

b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan

ekosistemnya.

c. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di

Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros.

59,96 0,14 · Ekosistem Hutan Pegunungan Bawah (3.944,40 Ha, 9,02%). c. Penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan,

dan atau penunjang budidaya.

d. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Camba

yang terletak di Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros.

1.639,65 3,75 · 709 species tumbuhan alam dan 728 species satwa liar. d. Pembangunan sarana dan prasarana non permanen dan

terbatas untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan.

e. Sebagian wilayah kerja Resort Camba yang terletak di

Kecamatan Camba, Kabupaten Maros.

829,46 1,90

f. Wilayah kerja Resort Mallawa yang terletak di Kecamatan

Mallawa, Kabupaten Maros.

6.085,33 13,91

g. Wilayah kerja Resort Minasatene yang terletak di Kecamatan

Minasatene, Kabupaten Pangkep.

2.474,17 5,66

h. Wilayah kerja Resort Balocci yang terletak di Kecamatan Balocci,

Kabupaten Pangkep.

5.386,17 12,31

i. Wilayah kerja Resort Tondong Tallasa yang terletak di

Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep

466,82 1,07

2. 10.435,84 23,85

a. Sebagian wilayah kerja Resort Bantimurung yang terletak di

Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros.

882,75 2,02 · Ekosistem Karst (4.551,43 Ha, 10,40%). a. Perlindungan dan pengamanan.

b. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort

Bantimurung yang terletak di Kecamatan Simbang, Kabupaten

Maros.

686,91 1,57 · Ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah (5.389,66

Ha, 12,32%).

b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan

ekosistemnya.

c. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di

Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros.

118,05 0,27 · Ekosistem Hutan Pegunungan Bawah (492,12 Ha, 1,12%). c. Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas,

pemanfaatan jasa lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya.

d. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Camba

yang terletak di Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros.

1.748,83 4,00 · 709 species tumbuhan alam dan 728 species satwa liar. d. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan

keberadaan populasi hidupan liar.

e. Sebagian wilayah kerja Resort Camba yang terletak di

Kecamatan Camba, Kabupaten Maros.

1.225,10 2,80 e. Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk

kepentingan penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas.

f. Wilayah kerja Resort Mallawa yang terletak di Kecamatan

Mallawa, Kabupaten Maros.

1.212,99 2,77

g. Wilayah kerja Resort Minasatene yang terletak di Kecamatan

Minasatene, Kabupaten Pangkep.

806,93 1,84

h. Wilayah kerja Resort Balocci yang terletak di Kecamatan Balocci,

Kabupaten Pangkep.

3.348,55 7,65

i. Wilayah kerja Resort Tondong Tallasa yang terletak di

Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep.

405,73 0,93

3. 374,43 0,86

a. Kawasan Wisata Bantimurung dan Sekitarnya (Kecamatan

Bantimurung, Kabupaten Maros, Wilayah kerja Resort

Bantimurung).

48,60 0,11 · Air Terjun Bantimurung, Gua Mimpi, Gua Batu, Telaga Kassi

Kebo, Telaga Toakala, Jamala, serta Penangkaran Kupu-kupu.

a. Perlindungan dan pengamanan.

b. Kawasan Wisata Pattunuang Asue (Kecamatan Simbang,

Kabupaten Maros, Wilayah kerja Resort Pattunuang).

101,16 0,24 · Sungai Pattunuang, Gua Pattunuang Asue, serta Biseang

Labboro.

b. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan

ekosistemnya.

Kegiatan

Zona Rimba

Zona Pemanfaatan

Zona Inti

Revisi

No. Jenis Zona dan Lokasi Potensi

Page 98: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

Lanjutan Lampiran 3. Matriks Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraungc. Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta (Kecamatan Cendrana,

Kabupaten Maros, Wilayah kerja Resort Pattunuang).

8,90 0,02 · Keragaman species flora dan fauna, terutama Macaca maura

yang dapat berinteraksi langsung dengan manusia.

c. Penelitian, pengembangan pendidikan, dan kegiatan penunjang

budidaya.

d. Gua Vertikal Leang Pute (Kecamatan Cendrana, Kabupaten

Maros, Wilayah kerja Resort Pattunuang).

15,19 0,03 · Gua Vertikal Leang Pute dan Gua Dinosaurus. d. Pengembangan, potensi dan daya tarik wisata alam.

e. Situs Prasejarah Leang-leang (Kecamatan Bantimurung,

Kabupaten Maros, Wilayah kerja Resort Bantimurung).

2,25 0,01 · Gua Prasejarah Leang Pettae dan Leang Petta Kere. e. Pembinaan habitat dan populasi.

f. Kawasan Pegunungan Bulusaraung (Kecamatan Balocci,

Kabupaten Pangkep, Wilayah kerja Resort Balocci).

137,29 0,31 · Desa Wisata Tompobulu, dan Jalur Pendakian Gunung

Bulusaraung.

f. Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa

lingkungan.

g. Kawasan Permandian Alam Leang Londrong (Kecamatan

Minasatene, Kabupaten Pangkep, Wilayah kerja Resort

Minasatene).

51,57 0,12 · Gua Leang Londrong dan aliran sungai yang berasal dari dalam

gua.

h. Mata air Ulu ere (Kecamatan Minasatene, Kabupaten Pangkep,

Wilayah kerja Resort Minasatene).

3,90 0,01 · Pemanfaatan air komersial oleh Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM) Kabupaten Pangkep.

i. Mata air Leang paniki (Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten

Pangkep, Wilayah kerja Resort Tondong Tallasa)

4,23 0,01 · Pemanfaatan air non komersial oleh Masyarakat untuk air bersih.

j. Sungai Galung-galung (Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros,

Wilayah Kerja Resort Camba)

0,72 0,002 · Pemanfaatan air non komersial oleh Masyarakat untuk saluran

irigasi pertanian.

k. Sungai Balanglohe (Kecamatan Mallawa, Kabupaten Maros,

Wilayah Kerja Resort Mallawa)

0,62 0,001 · Pemanfaatan energi air non komersial oleh Masyarakat untuk

Mikrohidro.

4. 4.374,05 10,00

a. Sebagian wilayah kerja Resort Bantimurung yang terletak di

Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros.

677,92 1,55 · Ekosistem Karst (469,79 Ha, 1,07%). a. Perlindungan dan pengamanan.

b. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort

Bantimurung yang terletak di Kecamatan Simbang, Kabupaten

Maros.

11,90 0,03 · Ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah (3.860,21

Ha, 8,82%).

b. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan

oleh masyarakat.

c. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Camba

yang terletak di Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros.

248,64 0,57 · Ekosistem Hutan Pegunungan Bawah (44,05 Ha, 0,10%). c. Pembinaan habitat dan populasi.

d. Sebagian wilayah kerja Resort Camba yang terletak di

Kecamatan Camba, Kabupaten Maros.

1.024,03 2,34 · Pada umumnya merupakan areal yang ditumbuhi oleh tegakan

Kemiri (Aleurites moluccana ) dan sebagian lagi merupakan

tegakan Pinus merkusii yang homogen serta padang rumput.

d. Penelitian dan pengembangan.

e. Wilayah kerja Resort Mallawa yang terletak di Kecamatan

Mallawa, Kabupaten Maros.

2.380,96 5,44 e. Pemanfaatan potensi dan kondisi sumber daya alam sesuai

dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku.

f. Wilayah kerja Resort Balocci yang terletak di Kecamatan Balocci,

Kabupaten Pangkep.

30,60 0,07

5. 1.331,38 3,04

a. Sebagian wilayah kerja Resort Bantimurung yang terletak di

Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros.

49,62 0,11 · Ekosistem Karst (590,96 Ha, 1,35%). a. Perlindungan dan pengamanan.

b. Wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di Kecamatan

Simbang, Kabupaten Maros.

780,31 1,78 · Ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah (740,41

Ha, 1,69%).

b. Inventarisasi dan monitoring.

c. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di

Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros.

42,18 0,10 c. Rehabilitasi, pembinaan habitat dan populasi.

d. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Camba

yang terletak di Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros.

105,38 0,24 d. Penelitian dan pengembangan.

e. Wilayah kerja Resort Balocci yang terletak di Kecamatan Balocci,

Kabupaten Pangkep.

342,00 0,78

f. Wilayah kerja Resort Tondong Tallasa yang terletak di

Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep.

11,89 0,03

Lanjutan Lampiran 3. Matriks Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung

Zona Tradisional

Zona Rehabilitasi

Page 99: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

6. 191,49 0,44

a. Sebagian wilayah kerja Resort Bantimurung yang terletak di

Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros.

57,47 0,13 · Situs prasejarah berupa gua-gua purbakala. Gua prasejarah ini

adalah gua-gua yang ditemukan oleh Sarasin bersaudara pada

awal abad ke-19 dalam ekplorasi arkeologi di Sulawesi.

a. Perlindungan dan pengamanan.

b. Wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di Kecamatan

Simbang, Kabupaten Maros.

16,49 0,04 · Peninggalan lukisan-lukisan dinding gua serta benda-benda

purbakala lainnya, baik berupa artefak, fitur, maupun ekofak.

b. Pemanfaatan pariwisata alam, penelitian, pendidikan dan religi.

c. Wilayah kerja Resort Minasatene yang terletak di Kecamatan

Minasatene, Kabupaten Pangkep.

117,53 0,27 c. Penyelenggaraan upacara adat.

7. 4.193,08 9,58

a. Sebagian wilayah kerja Resort Bantimurung yang terletak di

Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros.

457,87 1,05 · Ekosistem Karst (661,75 Ha, 1,51%). a. Perlindungan dan pengamanan.

b. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di

Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros.

441,37 1,00 · Ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah (3.501,31

Ha, 8,00%).

b. Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat.

c. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang yang terletak di

Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros.

101,87 0,23 · Ekosistem Hutan Pegunungan Bawah (30,02 Ha, 0,07%). c. Rehabilitasi.

d. Sebagian wilayah kerja Resort Pattunuang dan Resort Camba

yang terletak di Kecamatan Cendrana, Kabupaten Maros.

1.166,59 2,67 d. Monitoring populasi dan aktivitas masyarakat serta daya dukung

wilayah.

e. Sebagian wilayah kerja Resort Camba yang terletak di

Kecamatan Camba, Kabupaten Maros.

352,05 0,80

f. Wilayah kerja Resort Mallawa yang terletak di Kecamatan

Mallawa, Kabupaten Maros.

1.301,20 2,97

g. Wilayah kerja Resort Balocci yang terletak di Kecamatan Balocci,

Kabupaten Pangkep.

270,66 0,62

h. Wilayah kerja Resort Tondong Tallasa yang terletak di

Kecamatan Tondong Tallasa, Kabupaten Pangkep.

101,47 0,23

JUMLAH 43.750,00 100

Zona Religi, Budaya dan Sejarah

Zona Khusus

Page 100: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung

LAMPIRAN 4 Peta Revisi Zonasi TN. Bantimurung Bulusaraung

Page 101: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung
Page 102: Revisi zonasi taman nasional bantimurung bulusaraung