Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah penyakit kronik saluran pernapasan yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai, asma dapat terjadi pada semua orang dan segala usia di semua negara di seluruh dunia. Ketika penyakit ini tidak terkontrol maka akan membahayakan bahkan akan berdampak fatal pada kehidupan. Tingkat kejadian asma meningkat di sebagian besar negara, terutama di kalangan anak-anak. Asma merupakan masalah yang serius, tidak hanya dalam pelayanan kesehatan tetapi juga merupakan masalah yang serius dalam tingkat keselamatan hidup. 1 Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang 1
49

Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

Jan 18, 2016

Download

Documents

asma
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma adalah penyakit kronik saluran pernapasan yang ditandai oleh

inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran

napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai, asma dapat

terjadi pada semua orang dan segala usia di semua negara di seluruh dunia. Ketika

penyakit ini tidak terkontrol maka akan membahayakan bahkan akan berdampak fatal

pada kehidupan. Tingkat kejadian asma meningkat di sebagian besar negara, terutama

di kalangan anak-anak. Asma merupakan masalah yang serius, tidak hanya dalam

pelayanan kesehatan tetapi juga merupakan masalah yang serius dalam tingkat

keselamatan hidup. 1

Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan

perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat

yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di

masyarakat adalah penyakit asma. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis

saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat

penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus

meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia

Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa

tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di

Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat

di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya.

Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari

pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).2

1

Page 2: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima

belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk

penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas

hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya

kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. Asma merupakan

sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari

data Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di

Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma

menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama

dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan

emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun

1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis

kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang

dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in

Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan

terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.2 referat

Selama dua dekade terakhir. kita menyaksikan banyak kemajuan ilmiah yang

telah meningkatkan pemahaman kita tentang asma dan kemampuan kita untuk

mengelola dan mengendalikan secara efektif. Namun, keragaman sistem pelayanan

kesehatan nasional dan variasi ketersediaan terapi asma mengharuskan pemerintah

khususnya petugas kesehatan untuk dapat menjelaskan dan memberikan pemahaman

yang efektif tentang cara dalam mempersiapkan, memahami, dan menangani masalah

gangguan napas kronis ini dalam tiap negara.1 gina

Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti

dengan kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai negara

yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap, kesakitan

dan bahkan kematian karena asma. Berbagai argumentasi diketengahkan seperti

2

Page 3: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

perbaikan kolektif data, perbaikan diagnosis dan deteksi perburukan dan sebagainya.

Akan tetapi juga disadari masih banyak permasalahan akibat keterlambatan

penanganan baik karena penderita maupun dokter (medis). Kesepakatan bagaimana

menangani asma dengan benar yang dilakukan oleh National Institute of Heallth

National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) bekerja sama dengan World

Health Organization (WHO) bertujuan memberikan petunjuk bagi para dokter dan

tenaga kesehatan untuk melakukan penatalaksanaan asma yang optimal sehingga

menurunkan angka kesakitan dan kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang

telah dibuat dianjurkan dipakai di seluruh dunia disesuaikan dengan kondisi dan

permasalahan negara masing-masing. Merujuk kepada pedoman tersebut, disusun

pedoman penanggulangan asma di Indonesia. Diharapkan dengan mengikuti petunjuk

ini dokter dapat menatalaksana asma dengan tepat dan benar, baik yang bekerja di

layanan kesehatan dengan fasiliti minimal di daerah perifer, maupun di rumah sakit

dengan fasiliti lengkap di pusat-pusat kota.3 konsensus

3

Page 4: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan

banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan

hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa

mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau

dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,

bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1

Asma mengancam jiwa adalah serangan asma berat dengan gejala

2.2 Epidemologi

Penyakit asma berasal dari keturunan sebesar 30 % dan 70 % disebabkan

oleh berbagai faktor lainnya. Departemen Kesehatan memperkirakan penyakit

asma termasuk 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di RS dan

diperkirakan 10% dari 25 juta penduduk Indonesia menderita asma. Angka

kejadian asma pada anak dan bayi sekitar 10-85% dan lebih tinggi dibandingkan

oleh orang dewasa(10-45%). Pada anak, penyakit asama dapat mempengaruhi

masa pertumbuhan, karena anak yang menderita asma sering mengalami kambuh

sehingga dapat menurunkan prestasi belajar di sekolah. Prevalensi asma di

perkotaan umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan, karena pola

hidup di kota besar meningkatkan risiko terjadinya asma.2

2.3 Anatomi dan Fisiologi

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak

mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.

4

Page 5: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Secara

garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang

dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan

berakhir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari

bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus

terminalis. Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh

membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara

tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan

fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thorak yang

bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan

mukus yang disekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang

kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung.

Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk

kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan

mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi berasal dari jaringan

dibawahnya yang kaya dengan pembuluh darah, sehingga bila udara mencapai

faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembabannya

mencapai 100%.2,3

Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan

antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga

bagian yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dibawah selaput lendir

terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat folikel getah bening yang

dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari

tekak. Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara

terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk

ke trakea di bawahnya. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang

dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat

glotis yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada

5

Page 6: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

saat menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada

aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan

makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka

laring mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan

sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah.2,3

Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk

seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm,

dan diantara kartilago satu dengan yang lain dihubungkan oleh jaringan fibrosa,

sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar(sel bersilia) yang

hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-

benda asing yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari

jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa. Bronkus

merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian

vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang

menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki banyak

syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk

dirangsang.2

Bronkus utama kanan lebih pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari yang

kiri. Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih

panjang,dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang.

Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung

alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat

oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat

berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis

ini disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini

mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan

otot polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus.

Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional

6

Page 7: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris,

duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir

dari paru.2

Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu

pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga

proses yang terjadi, yaitu:2,3

1. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara

melalui cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli

dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan

tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang

rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma

turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan

tekanan intra pleura dari –4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi

sekitar –8mmHg. Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun

–2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran

udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai

tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan

intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil

sehingga udara mengalir keluar paru.

2. Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler

melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari

tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan

partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih

tinggi dari oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih

tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida dialveoli. Akibatnya

karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli.

3. Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke

jaringan melalui transportaliran darah. Oksigen dapat masuk ke jaringan

7

Page 8: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara

kimiawi berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan

karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat, natrium

bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah.

Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi

hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1

ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ),bila darah teroksigenasi

mencapai jaringan . Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan

karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan

dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalan

sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan karbondioksida yang

dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial

karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam darah

maka karbondioksida mengalir dari cairan jaringan kedalam darah.

Fungsi sebagai pengatur keseimbangan asam basa : pH darah yang normal

berkisar 7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 –

7,45. Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun

bertambahnya produksi CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru

menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis respiratoris adalah keadaan

terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi oleh jaringan lebih banyak

dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis respiratorius

adalah suatu keadaan PaCO2 turun akibat hiperventilasi.

2.4 Patofisiologi Asma

Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain

alegen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma

8

Page 9: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan syaraf otonom. Jalur

imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe

I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada

orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal

dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE

terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang

berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila sesorang menghirup

alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen

kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.

Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor

kemotaktik, eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema

lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen

bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi

saluran nafas.1,2,3

Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15

menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons

terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot

polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam, bahkan kadang-

kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel

mast dan antigen precenting cell (APC) merupakan sel-sel kunci fdalam

patogenesis asma.1,2,3

Pada jalur syaraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast

intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus, dan mungkin juga epitel saluran

napas. Peregangan vagal menyebabkan reflek bronkus, sedangkan mediator

inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan menbuat epitel

saluran napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam

submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel

9

Page 10: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat

terjadi tanpa melibatkan sel mast, misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara

dingin, asap, kabut, dan SO2. Pada keadaan tersebut, reaksi asma terjadi melalui

reflek syaraf. Ujung syaraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan

dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A, dan Calcitonin Gen-

Related Peptid (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya

bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan

aktifasi sel-sel inflamasi.

Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas

bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter

objektifberatnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk

mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut antara lain dengan uji provokasi

beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, dan inhalasi zat nonspesifik.1

2.5 Faktor Resiko

Secara umum faktor resiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor

lingkungan.1,3

1. Faktor genetik

a. Atopi/alergi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya

mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi

ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan

dengan faktor pencetus.

b. Hipereaktivitas bronkus

Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun

iritan.

c. Jenis kelamin

10

Page 11: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

Pria merupakan resiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,

prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak

perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang

sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.

d. Ras/etnik

e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan body mass index (BMI), merupakan faktor

resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi

saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun

mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas

dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status

kesehatan.

2. Faktor lingkungan

a. Alergen dalam rumah (tungau, debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan

kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).

b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur)

3. Faktor lain

a. Alergen makanan

Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi,

jeruk, bahan penyedap, pengawet dan pewarna makanan.

b. Alergen obat-obatan tertentu

Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritosin,

tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain-lain.

c. Bahan yang mengiritasi

Contoh:parfum, household spray, dan lain-lain.

d. Ekspresi emosi berlebih

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu

dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala

asma yang timbul harus segera diobati, penderita asma yang mengalami

11

Page 12: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

stress/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelsaikan masalah

pribadinya. Karena jika stressnya belum diobati maka gejala asmanya

lebih sulit diobati.

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif

Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap

rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek

berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan resiko terjadinya

gejala serupa asma pada usia dini.

f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan

g. Exercise-induced asthma

Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan

aktivitas/olahraga tertentu. Sebagaian besar penderita asma akan mendapat

serangan jika melakukan aktiviatas jasmani atau olahraga yang berat. Lari

cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena

aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.

h. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi

asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu

terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan

musim, seperti: musim hujan, musin kemarau, musim bunga (serbuk sari

beterbangan)

i. Status ekonomi

2.6 Gambaran Klinis

Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan

sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelasseperti rasa berat di

dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada

12

Page 13: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya

pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang

purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa

disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant asthma. Bila hal yang

terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan

sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin.

Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala

asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala

terhadap faktor pencetus non alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang,

infeksi saluran napas maupun perubahan cuaca.

Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada

awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya

tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila

pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya.

Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan

tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan

diagnosis

2.7 Klasifikasi asma

Sebenarnya derajat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat

asma persisten dapat berkurang atau bertambah. derajat gejala eksaserbasi atau

serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat sebelumnya.1,3

1. Klasifikasi menurut etiologi

Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut etilogi, terutama

dengan bahan lingkungan yang mensensitisasi. Namun hal itu sulit dilakukan

antara lain oleh karena bahan tersebut sering tidak diketahui.

2. Klasifikasi menurut derajat berat asma

13

Page 14: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menetukan obat yang

diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma

diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan

persisten berat.

3. Klasifikasi menurut kontrol asma

Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara. Pada umumnya,

istilah kontrol menunjukkan penyakit yang tercegah atau sembuh. Namun

pada asma, hal itu tidak realistis. Maksud kontrol adalah kontrol manifestasi

penyakit. Kontrol yang lengkap biasanya diperoleh dengan pengobatan.

Tujuan pengobatan adalah memperoleh dan mempertahankan kontrol untuk

waktu lama dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa efek samping.

4. Klasifikasi menurut gejala

Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan.

Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat ringannya

suatu penyakit. Pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk

mengklasifikasikan penyakit menurut berat ringannya. Klasifikasi itu sangat

penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan asma ditentukan oleh

berbagai faktor seperti gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala,

eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β-2 agonis, dan uji

faal paru) serta obat-obat yang digunakan untukmengontrol asma (jenis obat,

kombinasi obat, dan frekuensi pemakaian obat). Asma dapat diklasifikasikan

menjadi intermitten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat

(Tabel 1).

Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan danobat yang

digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya

serangan. Global initiative for asthma (GINA) melakukan pembagian derajat

serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan

pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menetukan terapi yang akan

diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah asma serangan ringan, asma serangan

14

Page 15: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

sedang, dan asma serangan berat (tabel 2). Dalam hal ini perlu adanya

pembedaan antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam melakukan

penilaian berat ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap

pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani

pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang

ada.3

15

Page 16: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gejala pada orang dewasa3

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal ParuIntermitten Bulanan

Gejala <1x/minggu, tanpa gejala di luar seranganSerangan singkat

≤2 kali sebulan APE ≥80%VEP1≥80% nilai prediksi APE ≥80% nilai terbaikVariabilitas APE <20%

Persisten ringan Mingguan Gejala >1x/minggu, tetapi <1x/hariSerangan dapat menggangu aktivitas dan tidur

>2 kali sebulan APE >80%VEP1≥80% nilai prediksi APE ≥80% nilai terbaikVariabilitas APE 20-30%

Persisten sedang

Harian Gejala setiap hariSerangan menggangu aktivitas dan tidurBronkodilator setiap hari

>2 kali sebulan APE 60-80%-VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik-Variabilitas APE >30%

Persisten berat Kontinyu Gejala terus menerus Sering kambuhaktivitas fisik terbatas

Sering APE ≤60%VEP1 ≤60% nilai prediksi APE ≤60% nilai terbaikVariabilitas APE >30%

16

Page 17: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma3,4

Ringan Sedang BeratAktivitas Dapat berjalan

Dapat berbaringJalan terbatasLebih suka duduk

Sukar berjalanDuduk membungkuk ke depan

Bicara Beberapa kalimat Kalimat terbatas Kata demi kataKesadaran Mungkin

tergangguBiasanya terganggu

Biasanya terganggu

Frekuensi napas

Meningkat meningkat Sering >30 kali/menit

Retraksi otot-otot

bantu napas

Umumnya tidak ada

Kadang kala ada Ada

Mengi Lemah sampai sedang

Keras Keras

Frekuensi nadi

<100 100-120 >120

Pulsus paradoksus

Tidak ada (<10mmHg)

Mungkin ada (10-25mmHg)

Sering ada (>25mmHg)

APE sesudah bronkodilator (% prediksi)

>80% 60-80% <60%

PaCO2 <45mmHg <45mmHg <45mmHgSaCO2 >95% 91-95% <90%

Keterangan: dalam menentukan klasifikasi tidak seluruh parameter harus dipenuhi.4

2.8 Diagnosis Asma

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat

ditangani dengan baik, mengi (wheezing) berulang dan/atau batuk kronik

berulang merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Asma pada anak-

anak umumnya hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidak ditemukan

mengi maupun sesak. Diagnosis asma didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala

berupa sesak episodik, mengi, batuk dan dada sakit/sempit.1,2,3

17

Page 18: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

Pengukuran fungsi paru digunakan untuk menilai berat keterbatasan arus

udara dan reversibilitas yang dapat membantu diagnosis. Mengukur status alergi

dapat membantu identifikasi faktor resiko. Pada penderita dengan gejala konsisten

tetapi fungsi paru normal, pengukuran respons dapat membantu diagnosis. Asma

diklasifikasikan menurut derajat berat, namun hal itu dapat berubah dengan

waktu. Untuk membantu penanganan klinis, dianjurkan klasifikasi asma menurut

ambang kontrol. Untuk dapat mendiagnosis asma diperlukan pengkajian kondisi

klinis serta pemeriksaan penunjang.1,2,3

1. Anamnesis

Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain: riwayat

hidung ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah dan berair

(konjungtivitis alergi), dan eksem atopi, batuk yang sering kambuh (kronik)

disertai mengi, flu berulang, sakit akibat perubahan musim atau pergantian

cuaca, adanya hambatan beraktivitas karena masalah pernapasan (saat

berolahraga), sering terbangun pada malam hari, riwayat keluarga (riwayat

asma, rhinitis atau alergi lainnya dalam keluarga), memelihara binatang di

dalam rumah, banyak kecoa, terdapat bagian yang lembab di dalam rumah.

Untuk mengetahui adanya tungau debu rumah, tanyakan apakah

menggunakan karpet berbulu, sofa kain beludru, kasur kapuk, banyak barang

di kamar tidur. Apakah sesak seperti bau-bauan seperti parfum, spray

pembunuh serangga, apakah pasien merokok, orang lain yang merokok, di

rumah atau lingkungan kerja, obat yang digunakan pasien, apakah ada beta

blocker, aspirin, atau steroid.

2. Pemeriksaan klinis

Untuk menetukan diagnosis asma harus dilakukan anamnesis secara rinci,

menetukan adanya episode gejala dan obstruksi saluran napas. Pada

pemeriksaan fisik pasien asma, sering ditemukan perubahan cara bernapas,

dan terjadi perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan:

18

Page 19: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

napas cepat sampai sianosis, kesulitan bernapas, menggunakan otot napas

tambahan di leher, perut, dan dada. Pada auskultasi dapat ditemukan mengi,

ekspirasi diperpanjang.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Spirometer

Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga

untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

b. Peak flow meter/PFM

Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat

tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru.

Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan

diagnosis asma diperlukan pemeriksaan objektif (spirometer/FEV1 atau

PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena PFM

tidak begitu sensitif dibanding FEV, untuk diagnosis obstruksi saluran

napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk

pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam

diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

c. X-ray toraks.

Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma

d. Pemeriksaan IgE

Uji tusuk kulit (skin prick test), untuk menunjukkan adanya antibodi IgE

spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari

faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab

asma. Pemeriksaan darah IgE atopi dilakukan dengan cara radio allergo

sorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada

dermographism).

e. Petanda inflamasi

Derajat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak

berdasarkan atas penilaian objektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis

19

Page 20: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-

kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru,

pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara

yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi

menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic

Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi

endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi

tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.

f. Uji hipereaktivitas bronkus/HRB

Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan

dengan berbagai test provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan

nebulasi droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi

saluran napas pada penderita yang sensitif. Respons sejenis dengan dosis

yang lebih besar, terjadi pada subyek alergi tanpa asma. Di samping

ukuran alergen dalam alam yang terpajan pada subyek alergi biasanya

berupa partikel dengan berbagai ukuran dari 2-20μm, tidak dalam bentuk

nebulasi. Tes provokasi sebenarnya kurang memberikan informasi klinis

dibanding dengan tes kulit. Tes provokasi non spesifik untuk mengetahui

HRB dapat dilakukan dengan latihan jasmani, inhalasi udara dingin atau

kering, histamin dan metakolin.

2.9 Diagnosis Banding

1. Diagnosis banding1,3

a. Bronkitis kronik

Ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam

setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti

tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala

utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien berumur

20

Page 21: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk

pagi hari, lama kelmaan disertai mengi dan menurunnya kemampuan

kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut, datap ditemukan sianosis dan

tanda-tanda cor pulmonal.

b. Emfisema paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi

jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada

emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan

jasmani. Pada pemeriksaan fisik ditemukan dada kembung, peranjakan

napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat

lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.

c. Gagal jantung kiri akut

Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan bila

timbul pada malam hari disebut paroxyismal nokturnal dyspnea. Pasien

tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak

menghilang atau berkurang bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal

yang memperberat atau memperingan gejala gagal jantung. Disamping

ortopnea pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema

paru.

d. Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi,

gagal jantung dan tromboflebitis. Disamping gejala sesak napas, pasien

batuk-natuk yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin,

kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya ortopnea,

takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis, dan

hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan perubahan

antara lain aksis jantung ke kanan.

e. Penyakit lainyang jarang

Seperti stenosis trakea, karsinoma bronkus, poliartritis nodusa.

21

Page 22: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

2. Komplikasi asma

a. Pneumothoraks

b. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis

c. Atelektasis

d. Aspergilosis bronkopulmoner alergik

e. Gagal napas

f. Bronkitis

g. Fraktur iga

2.10 Pengobatan Asma

Pengobatan asma menurut GINA (Gobal Initiative For Asthma)

Para ahli asma dari berbagai negara terkemuka telah berkumpul dalam

suatu loka karya Global Initiative For Asthma Management And Preventionyag

dikoordinasikan oleh National Health, Lung And Blood Institute Amerika Serikat

dan WHO. Publikasi loka karya tersebut yang dikenal sebagai GINA diterbitkan

pada tahun 1995, dan diperbaharui tahun 1998 dan 2002 dan hampir seluruh

dunia mengikuti protokol pengobatan yang dianjurkan. Namun cara pengobatan

tersebut masih mahal bagi negara sedang berkembang. Sehingga masing-masing

negara dianjurkan membuat kebijakan sesuai dengan kondisi sosial ekonomi

serta lingkungannya.1

Ada 6 komponen dalam pengobatan asma, yaitu:

a. Penyuluhan kepada pasien

Karena pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang,

diperlukan kerjasam antara pasien, keluarganya serta tenaga kesehatan. Hal

ini dapat tercapai bila pasien dan keluarganya memhami penyakitnya, tujuan

pengobatan, obat-obat yang dipakai serta efek samping.

22

Page 23: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

b. Penilaian derajat beratnya asma

Penilaian derajat beratnya asma baik melaluipengukuran gejala, pemeriksaan

uji faal paru dan analisis gas darah sangat diperlukan untuk menilai hasil

pengobatan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, banyak pasien asma

yang tanpa gejala, ternyata pada pemeriksaan uji faal parunya menunjukkan

adanya obstruksi salura napas.

c. Pencegahan dan pengendalian faktor pencetus serangan

Di harapkan dengan mencegah dan mengendalikan faktor pencetus serangan

asma makin berkurang atau derajat asma makin ringan.

d. Perencanaan obat-obat jangka panjang

Untuk merencanakan obat-obat anti asma agar dapat mengendalikan gejala

asma, ada 3 hal yang harus dipertimbangkan

1) Obat-obat anti asma

2) Pengobatan farmakologis berdasarkan sistem anak tangga

3) Pengobatan asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien.

e. Merencanakan pengobatan asma akut (serangan asma)

Serangan asma ditandai dengan gejala sesak napas, batuk, mengi, atau

kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Derajat serangan asma bervariasi dari

yang ringan sampai berat yang dapat mengancam jiwa. Serangan bisa

mendadak atau bisa juga perlahan-lahan dalam jangka waktu berhari-hari.

Satu hal yang perlu diingat bahwa serangan asma akut menunjukkan rencana

pengobatan jangka panjang telah gagal atau pasien sedang terpajan faktor

pencetus.

Tujuan pengobatan serangan asma yaitu:

1) Menghilangkan obstruksi saluran napas dengan segera

2) Mengatasi hipoksemia

3) Mengambalikan fungsi paru kearah normal secepat mungkin

23

Page 24: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

4) Mencegah terjadinya serangan berikutnya

5) Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya mengenai cara-

cara mengatasi dan mencegah serangan asma.

f. Berobat secara teratur

Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan pasien asma pada

umumnya memerlukan pengawasanyang teratur daritenaga kesehatan.

Kunjungan yang teratur ini diperlukan untuk menilai hasil pengobatan, cara

pemakaian obat, cara menghindari faktor pencetus serta oenggunaan alat

peak flow meter. Makin baik hasil pengobatan, kunjungan ini akan semakin

jarang.4

2.10.1 Obat-obat anti asma

Pada dasarnya obat-obat anti asma dipakai untuk mencegah dan

mengendalikan gejala asma. Fungsi penggunaan obat anti asma antara

lain:4

1. Pencegah (controller) yaitu obat-obgat yang dipakai setiap hari,

dengan tujuan aggar gejala asma persisten tetap terkendali. termasuk

golongan ini yaitu obat-obat anti inflamasi dan bronkodilator kerja

panjang (long acting).obat-obat anti inflamasi kususnya kortikosteroid

hirup adalah obat yang paling efektif sebagai pencegah. Obat-obat anti

alergi,bronkodilator atau obat golongan lain sering dianggap termasuk

obat pencegah. Meskipun sebenarnya kurang tepat, karena obat-obat

tersebut mencegah dalam ruang lingkup yang terbatas misalnya

mengurangi serangan asma, mengurangi gejala asma kronik,

memperbaiki fungsi paru, menurunkan reaktifitas bronkus dan

memperbaiki kualitas hidup. Obat anti inflamasi dapat mencegah

terjadinya inflamasi serta mempunyai daya profilaksis dan supresi.

Dengan pengobatan anti inflamasi jangka panjang ternyata perbaikan

24

Page 25: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

gejala asma, perbaikan fungsi paru serta penurunan reaktifitas bronkus

lebih baik bila di bandingkan bronkodilator. Termasuk golongan

pencegah adalah kortikosteroid hirup, kortikosteroid sistemik, natrium

kromolin, natrium nedokromil, teofilin lepas lambat (TLL), agonis

beta 2 kerja panjang hirup (salmaterol dan formoterol) dan oral dan

obat-obat anti alergi.4

2. Penghilang gejala (reliever) yaitu obat-obat yang dapat merelaksasi

bronko konstriksi dan gejala-gejala akut yang menyertainya dengan

segera. Termasuk dalam golongan ini yaitu agosnis beta 2 hirup kerja

pendek (short acting), kortikosteroid sistemik, anti koinergik hirup,

teofilin kerja pendek, agonis beta2 oral kerja pendek.

Agonis beta 2 hirup (fenoterol, salbutamol, terbutalin, prokaterol)

merupakan obat terpilih untuk gejala asma akut serta bila diberikan

sebelum kegiatan jasmani, dapat mencegah serangan asma karena

kegiatan jasmani. Agonis beta 2 hirup juga dipakai sebagai penghilang

gejala pada asma periodik.4

Peran kortikosteroid sitemik pada asma akut untuk mencegah

perburukan gejala lebih lanjut. Obat tersebut secara tidak langsung

mencegah atau mengurangi frekuensi perawatan di ruang rawat darurat

atau rawat inap. Antikolinergik hirup atau ipatropium bromida selain

dipakai sebagai tambahan terapi agonis beta 2 hirup pada asma akut,

juga dipakai sebagai obat alternatif pada pasien yang tidak dapat

mentoleransi efek samping agonos beta 2. Teofilin maupun agonis

beta2 oral dipakai pada pasien yang secara teknis tidak bisa memakai

sediaan hirup.4

2.10.2 Pengobatan farmakologis berdasarkan anak tangga

25

Page 26: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

Berdasarkan pengobatan sistemik anak tangga, maka mnurut berat

ringannya gejala, asma dapat dibagi menjadi 4 derajat, obat yang dipakai

setiap hari obat-obat pencegah, dosis tinggi, kortikosteroid hirup,

bronkodilator kerja panjang, kortikosteroid oral jangka panjang (tabel 3).4

Tabel 3. Pengobatan asma jangka panjang menurut sistem anak tangga

Tahap Obat Pencegah Harian Pilihan LainAsma Intermitten Tidak diperlukan

Asma Persisten Ringan Kortikosteroid hirup 500μg BDP (beclomethasone diproprionate) atau ekuivalen

Teofilin lepas lambatKromolinAnti leukotrin

Asma Persisten Sedang Kortikosteroid hirup (200-1000 μg BDP atau ekuivalen) + LABA (long acting beta agonist)

- Kortikosteroid hirup 500-1000μg BDP atau ekuivalen + teofilin lepas lambat atau - Kortikosteroid hirup 500-1000μg BDP atau ekuivalen + oral LABA atau - Kortikosteroid hirup dosis lebih tinggi >1000μg BDP atau ekuivalen - Kortikosteroid hirup dosis lebih tinggi >1000μg BDP atau ekuivalen + anti leukotrin

Asma Persisten Berat Kortikosteroid hirup (>1000 μg BDP atau ekuivalen) + LABA satu atau lebih obat berikut bila diperlukan

- Teofilin lepas lambat

- Anti leukotrin- LABA oral

26

Page 27: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

- Kortikosteroid oral

- Anti IgE

2.10.3 Pengobatan Asma Berdasarkan Sistem Wilayah Bagi Pasien

Sistem pengobatan ini dimaksudkan untuk memudahkan pasien

mengetahui perjalanan dan kronisitas asma, memantau kondisi

penyakitnya, mengenal tanda-tanda dini serangan asma, dan dapat

bertindak segera mengatasi kondisi tersebut. Dengan mengunakan peak

flow meter pasien diminta mengukur secara teratur setiap hari, dan

membandingkan nilai APE yang didapat pada waktu itu dengan nilai

terbaik APE pasien atau nilai prediksi normal.

Seperti halnya lampu pengatur lalu lintas, berdasarkan nilai APE akan

terletak pada wilayah:

1. Hijau Berarti Aman

Nilai APE luasnya 80-100% nilai prediksi, variabilitas kurang dari

20%. Tidur dan aktivitas tidak terganggu. Obat-obat yang dipakai

sesuai dengan tingkat anak tangga saat itu. Bila 3 bulan tetap hijau,

pengobatan ini diturunkan ke tahap yang lebih ringan.

2. Kuning Berarti Hati-Hati

Nilai APE luasnya 60-80% nilai prediksi, variabilitas 20-30%. Gejala

asma masih normal, terbangun malam karena asma, aktivitas

terganggu. Daerah ini menunjukkan bahwa pasien sedang mendapat

serangan asma.sehingga obat-obat anti asma perlu ditingkatkan atau

ditambah antara lain agonis beta 2 hirup dan bila perlu kortikosteroid

27

Page 28: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

oral. Mungkin pula tahap pengobatan yang sedang dipakai belum

memadai, sehingga perlu dikaji ulang bersama dokternya.

3. Merah Berarti Bahaya

Nilai APE di bawah 60% nilai prediksi. Bila agonis beta 2 hirup tidak

memberikan respon, segera mencari pertolongan dokter. Bila dengan

agonis beta 2 hirup membaik, masuk ke daerah kuning, obat

diteruskan sesuai dengan wilayah masing-masing. Pada wilyah

merah, kortikosteroid oral diberikan lebih awal dan diberikan

oksigen.4

28

Page 29: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

BAB IIIKESIMPULAN

Kesimpulan

1. Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena

hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;

penyempitan ini bersifat reversible.

2. Fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan

keseimbangan asam basa

3. Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan

beberapa sel, Pelepasan mediator, Mengaktivasi sel target saluran napas,

bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan

stimulasi refleks saraf.

4. Faktor Resiko Asma :faktor genetik,lingkungan, dan faktor lain.

5. Gambaran Klinis Asma: asma klasik, asma alergik, dan asma karena

pekerjaan.

6. Klasifikasi asma berdasarkan etiologi, derajat berat asma, kontrol asma dan

gejala.

7. Diagnosis asma berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang.

8. Diagnosis banding: bronkitis kronik, emfisema paru, gagal jantung kiri akut,

emboli paru, dan penyakit lainnya.

9. Komplikasi asma: pneumothoraks, pneumodiastinum, atelektasis, dll.

10. Pengobatan asma menggunakan protokol pengobatan menurut GINA

29

Page 30: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Asthma (GINA), 2011. Global Strategy for Asthma

Management and Prevention. Avaible from: http//www. GINA_Report_2011-

1.com (accessed at 14 mei 2014)

2. Anonim,“referat-asthma-bronkial-doc.”(diakses tanggal 14 mei 2014)

3. Perhimpunan Dokter Paru INdonesia. 2003. Pedoman Diagnosa dan

Penatalaksanaan di Indonesia: Jakarta

4. Sukamto, Sundaru, H. 2006. Asma Bronkhiale Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia: Jakarta

30

Page 31: Revisi Referat Asma ( Riandes Roberta 09310019 )

31