BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma adalah penyakit kronik saluran pernapasan yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai, asma dapat terjadi pada semua orang dan segala usia di semua negara di seluruh dunia. Ketika penyakit ini tidak terkontrol maka akan membahayakan bahkan akan berdampak fatal pada kehidupan. Tingkat kejadian asma meningkat di sebagian besar negara, terutama di kalangan anak-anak. Asma merupakan masalah yang serius, tidak hanya dalam pelayanan kesehatan tetapi juga merupakan masalah yang serius dalam tingkat keselamatan hidup. 1 Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma adalah penyakit kronik saluran pernapasan yang ditandai oleh
inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran
napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai, asma dapat
terjadi pada semua orang dan segala usia di semua negara di seluruh dunia. Ketika
penyakit ini tidak terkontrol maka akan membahayakan bahkan akan berdampak fatal
pada kehidupan. Tingkat kejadian asma meningkat di sebagian besar negara, terutama
di kalangan anak-anak. Asma merupakan masalah yang serius, tidak hanya dalam
pelayanan kesehatan tetapi juga merupakan masalah yang serius dalam tingkat
keselamatan hidup. 1
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan
perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat
yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di
masyarakat adalah penyakit asma. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis
saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas. Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus
meningkat terutama di negara maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia
Pasifik seperti Indonesia. Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa
tingkat tidak masuk kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di
Amerika Serikat dan Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat
di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya.
Hal tersebut disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari
pedoman yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).2
1
Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima
belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk
penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas
hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya
kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. Asma merupakan
sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari
data Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma
menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama
dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan
emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun
1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis
kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang
dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan
terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.2 referat
Selama dua dekade terakhir. kita menyaksikan banyak kemajuan ilmiah yang
telah meningkatkan pemahaman kita tentang asma dan kemampuan kita untuk
mengelola dan mengendalikan secara efektif. Namun, keragaman sistem pelayanan
kesehatan nasional dan variasi ketersediaan terapi asma mengharuskan pemerintah
khususnya petugas kesehatan untuk dapat menjelaskan dan memberikan pemahaman
yang efektif tentang cara dalam mempersiapkan, memahami, dan menangani masalah
gangguan napas kronis ini dalam tiap negara.1 gina
Kemajuan ilmu dan teknologi di belahan dunia ini tidak sepenuhnya diikuti
dengan kemajuan penatalaksanaan asma, hal itu tampak dari data berbagai negara
yang menunjukkan peningkatan kunjungan ke darurat gawat, rawat inap, kesakitan
dan bahkan kematian karena asma. Berbagai argumentasi diketengahkan seperti
2
perbaikan kolektif data, perbaikan diagnosis dan deteksi perburukan dan sebagainya.
Akan tetapi juga disadari masih banyak permasalahan akibat keterlambatan
penanganan baik karena penderita maupun dokter (medis). Kesepakatan bagaimana
menangani asma dengan benar yang dilakukan oleh National Institute of Heallth
National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) bekerja sama dengan World
Health Organization (WHO) bertujuan memberikan petunjuk bagi para dokter dan
tenaga kesehatan untuk melakukan penatalaksanaan asma yang optimal sehingga
menurunkan angka kesakitan dan kematian asma. Petunjuk penatalaksanaan yang
telah dibuat dianjurkan dipakai di seluruh dunia disesuaikan dengan kondisi dan
permasalahan negara masing-masing. Merujuk kepada pedoman tersebut, disusun
pedoman penanggulangan asma di Indonesia. Diharapkan dengan mengikuti petunjuk
ini dokter dapat menatalaksana asma dengan tepat dan benar, baik yang bekerja di
layanan kesehatan dengan fasiliti minimal di daerah perifer, maupun di rumah sakit
dengan fasiliti lengkap di pusat-pusat kota.3 konsensus
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau
dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1
Asma mengancam jiwa adalah serangan asma berat dengan gejala
2.2 Epidemologi
Penyakit asma berasal dari keturunan sebesar 30 % dan 70 % disebabkan
oleh berbagai faktor lainnya. Departemen Kesehatan memperkirakan penyakit
asma termasuk 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di RS dan
diperkirakan 10% dari 25 juta penduduk Indonesia menderita asma. Angka
kejadian asma pada anak dan bayi sekitar 10-85% dan lebih tinggi dibandingkan
oleh orang dewasa(10-45%). Pada anak, penyakit asama dapat mempengaruhi
masa pertumbuhan, karena anak yang menderita asma sering mengalami kambuh
sehingga dapat menurunkan prestasi belajar di sekolah. Prevalensi asma di
perkotaan umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan, karena pola
hidup di kota besar meningkatkan risiko terjadinya asma.2
2.3 Anatomi dan Fisiologi
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
4
Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Secara
garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang
dimulai dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan
berakhir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari
bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus
terminalis. Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh
membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara
tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thorak yang
bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan
mukus yang disekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang
kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung.
Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk
kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan
mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi berasal dari jaringan
dibawahnya yang kaya dengan pembuluh darah, sehingga bila udara mencapai
faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembabannya
mencapai 100%.2,3
Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan
antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga
bagian yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dibawah selaput lendir
terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat folikel getah bening yang
dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari
tekak. Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara
terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk
ke trakea di bawahnya. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang
dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat
glotis yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada
5
saat menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada
aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan
makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka
laring mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan
sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah.2,3
Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk
seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm,
dan diantara kartilago satu dengan yang lain dihubungkan oleh jaringan fibrosa,
sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar(sel bersilia) yang
hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-
benda asing yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari
jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa. Bronkus
merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian
vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang
menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki banyak
syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk
dirangsang.2
Bronkus utama kanan lebih pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari yang
kiri. Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih
panjang,dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang.
Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung
alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat
oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat
berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis
ini disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini
mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan
otot polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
6
paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris,
duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir
dari paru.2
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu
pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga
proses yang terjadi, yaitu:2,3
1. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara
melalui cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli
dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan
tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang
rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma
turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan
tekanan intra pleura dari –4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi
sekitar –8mmHg. Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun
–2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran
udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai
tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan
intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil
sehingga udara mengalir keluar paru.
2. Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler
melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari
tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan
partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih
tinggi dari oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih
tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida dialveoli. Akibatnya
karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli.
3. Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke
jaringan melalui transportaliran darah. Oksigen dapat masuk ke jaringan
7
melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara
kimiawi berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan
karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat, natrium
bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah.
Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi
hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1
ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ),bila darah teroksigenasi
mencapai jaringan . Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan
karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan
dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalan
sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan karbondioksida yang
dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial
karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam darah
maka karbondioksida mengalir dari cairan jaringan kedalam darah.
Fungsi sebagai pengatur keseimbangan asam basa : pH darah yang normal
berkisar 7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 –
7,45. Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun
bertambahnya produksi CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru
menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis respiratoris adalah keadaan
terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi oleh jaringan lebih banyak
dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis respiratorius
adalah suatu keadaan PaCO2 turun akibat hiperventilasi.
2.4 Patofisiologi Asma
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain
alegen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma
8
dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan syaraf otonom. Jalur
imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe
I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada
orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal
dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE
terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial paru, yang
berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila sesorang menghirup
alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen
kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator.
Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor
kemotaktik, eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema
lokal pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen
bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi
saluran nafas.1,2,3
Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15
menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons
terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot
polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam, bahkan kadang-
kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel
mast dan antigen precenting cell (APC) merupakan sel-sel kunci fdalam
patogenesis asma.1,2,3
Pada jalur syaraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast
intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus, dan mungkin juga epitel saluran
napas. Peregangan vagal menyebabkan reflek bronkus, sedangkan mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan menbuat epitel
saluran napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel
9
bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat
terjadi tanpa melibatkan sel mast, misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara
dingin, asap, kabut, dan SO2. Pada keadaan tersebut, reaksi asma terjadi melalui
reflek syaraf. Ujung syaraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan
dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A, dan Calcitonin Gen-
Related Peptid (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya
bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan
aktifasi sel-sel inflamasi.
Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas
bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter
objektifberatnya hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk
mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut antara lain dengan uji provokasi
beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, dan inhalasi zat nonspesifik.1
2.5 Faktor Resiko
Secara umum faktor resiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor
lingkungan.1,3
1. Faktor genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan
dengan faktor pencetus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun
iritan.
c. Jenis kelamin
10
Pria merupakan resiko untuk asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak
perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang
sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
d. Ras/etnik
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan body mass index (BMI), merupakan faktor
resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi
saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun
mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas
dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status
kesehatan.
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau, debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan
kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur)
beta 2 kerja panjang hirup (salmaterol dan formoterol) dan oral dan
obat-obat anti alergi.4
2. Penghilang gejala (reliever) yaitu obat-obat yang dapat merelaksasi
bronko konstriksi dan gejala-gejala akut yang menyertainya dengan
segera. Termasuk dalam golongan ini yaitu agosnis beta 2 hirup kerja
pendek (short acting), kortikosteroid sistemik, anti koinergik hirup,
teofilin kerja pendek, agonis beta2 oral kerja pendek.
Agonis beta 2 hirup (fenoterol, salbutamol, terbutalin, prokaterol)
merupakan obat terpilih untuk gejala asma akut serta bila diberikan
sebelum kegiatan jasmani, dapat mencegah serangan asma karena
kegiatan jasmani. Agonis beta 2 hirup juga dipakai sebagai penghilang
gejala pada asma periodik.4
Peran kortikosteroid sitemik pada asma akut untuk mencegah
perburukan gejala lebih lanjut. Obat tersebut secara tidak langsung
mencegah atau mengurangi frekuensi perawatan di ruang rawat darurat
atau rawat inap. Antikolinergik hirup atau ipatropium bromida selain
dipakai sebagai tambahan terapi agonis beta 2 hirup pada asma akut,
juga dipakai sebagai obat alternatif pada pasien yang tidak dapat
mentoleransi efek samping agonos beta 2. Teofilin maupun agonis
beta2 oral dipakai pada pasien yang secara teknis tidak bisa memakai
sediaan hirup.4
2.10.2 Pengobatan farmakologis berdasarkan anak tangga
25
Berdasarkan pengobatan sistemik anak tangga, maka mnurut berat
ringannya gejala, asma dapat dibagi menjadi 4 derajat, obat yang dipakai
setiap hari obat-obat pencegah, dosis tinggi, kortikosteroid hirup,
bronkodilator kerja panjang, kortikosteroid oral jangka panjang (tabel 3).4
Tabel 3. Pengobatan asma jangka panjang menurut sistem anak tangga
Tahap Obat Pencegah Harian Pilihan LainAsma Intermitten Tidak diperlukan
Asma Persisten Ringan Kortikosteroid hirup 500μg BDP (beclomethasone diproprionate) atau ekuivalen
Teofilin lepas lambatKromolinAnti leukotrin
Asma Persisten Sedang Kortikosteroid hirup (200-1000 μg BDP atau ekuivalen) + LABA (long acting beta agonist)
- Kortikosteroid hirup 500-1000μg BDP atau ekuivalen + teofilin lepas lambat atau - Kortikosteroid hirup 500-1000μg BDP atau ekuivalen + oral LABA atau - Kortikosteroid hirup dosis lebih tinggi >1000μg BDP atau ekuivalen - Kortikosteroid hirup dosis lebih tinggi >1000μg BDP atau ekuivalen + anti leukotrin
Asma Persisten Berat Kortikosteroid hirup (>1000 μg BDP atau ekuivalen) + LABA satu atau lebih obat berikut bila diperlukan
- Teofilin lepas lambat
- Anti leukotrin- LABA oral
26
- Kortikosteroid oral
- Anti IgE
2.10.3 Pengobatan Asma Berdasarkan Sistem Wilayah Bagi Pasien
Sistem pengobatan ini dimaksudkan untuk memudahkan pasien
mengetahui perjalanan dan kronisitas asma, memantau kondisi
penyakitnya, mengenal tanda-tanda dini serangan asma, dan dapat
bertindak segera mengatasi kondisi tersebut. Dengan mengunakan peak
flow meter pasien diminta mengukur secara teratur setiap hari, dan
membandingkan nilai APE yang didapat pada waktu itu dengan nilai
terbaik APE pasien atau nilai prediksi normal.
Seperti halnya lampu pengatur lalu lintas, berdasarkan nilai APE akan
terletak pada wilayah:
1. Hijau Berarti Aman
Nilai APE luasnya 80-100% nilai prediksi, variabilitas kurang dari
20%. Tidur dan aktivitas tidak terganggu. Obat-obat yang dipakai
sesuai dengan tingkat anak tangga saat itu. Bila 3 bulan tetap hijau,
pengobatan ini diturunkan ke tahap yang lebih ringan.
2. Kuning Berarti Hati-Hati
Nilai APE luasnya 60-80% nilai prediksi, variabilitas 20-30%. Gejala
asma masih normal, terbangun malam karena asma, aktivitas
terganggu. Daerah ini menunjukkan bahwa pasien sedang mendapat
serangan asma.sehingga obat-obat anti asma perlu ditingkatkan atau
ditambah antara lain agonis beta 2 hirup dan bila perlu kortikosteroid
27
oral. Mungkin pula tahap pengobatan yang sedang dipakai belum
memadai, sehingga perlu dikaji ulang bersama dokternya.
3. Merah Berarti Bahaya
Nilai APE di bawah 60% nilai prediksi. Bila agonis beta 2 hirup tidak
memberikan respon, segera mencari pertolongan dokter. Bila dengan
agonis beta 2 hirup membaik, masuk ke daerah kuning, obat
diteruskan sesuai dengan wilayah masing-masing. Pada wilyah
merah, kortikosteroid oral diberikan lebih awal dan diberikan
oksigen.4
28
BAB IIIKESIMPULAN
Kesimpulan
1. Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan;
penyempitan ini bersifat reversible.
2. Fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan
keseimbangan asam basa
3. Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
beberapa sel, Pelepasan mediator, Mengaktivasi sel target saluran napas,
bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan
stimulasi refleks saraf.
4. Faktor Resiko Asma :faktor genetik,lingkungan, dan faktor lain.
5. Gambaran Klinis Asma: asma klasik, asma alergik, dan asma karena
pekerjaan.
6. Klasifikasi asma berdasarkan etiologi, derajat berat asma, kontrol asma dan
gejala.
7. Diagnosis asma berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang.
8. Diagnosis banding: bronkitis kronik, emfisema paru, gagal jantung kiri akut,