Top Banner

of 28

REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

Mar 02, 2018

Download

Documents

aziza
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    1/28

    MAKALAH

    ASPEK HUKUM ISLAM

    Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Islam

    Disusun oleh:

    Kelompok 4

    Harini Nastiti Hajri 11151020000081

    Farizal Zamzami Kusnadi 11151020000088

    Annisa Ananda Ranie 11151020000089

    Nugroho Aji Saputra 11151020000094

    Dosen Pengampuh : Siti Nadroh M, Ag

    PROGRAM STUDI FARMASI

    FAKULTAS KESEHATAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    MARET 2016

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    2/28

    2

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah Swt karena

    berkat izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu serta tak

    lupa pula kami panjatkan shalawat serta salam kepada junjungan nabi besar kita

    baginda Muhammad Saw beserta para keluarganya, sahabatnya dan seluruh

    umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

    Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Nadroh

    selaku dosen mata kuliah Studi Islam kami yang dengan kegigihan serta

    keikhlasannya membimbing kami sehingga kami dapat memahami hal-hal yang

    baru kami pahami dengan baik, serta tak lupa teman-teman seperjuangan yang

    telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

    Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata

    kuliah Studi Islam yang berjudul Aspek Hukum Islam. Kami menyadari bahwa

    makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik

    dan saran demi perbaikan makalah di masa mendatang. Harapan kami semoga

    makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak. Amiin.

    Jakarta, 17 Maret 2016

    Penyusun

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    3/28

    3

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar ....................................................................................................... 2

    Bab 1 Pendahuluan

    a.

    Latar Belakang ........................................................................................ 4

    b. Rumusan Masalah................................................................................... 4

    c. Tujuan Makalah ...................................................................................... 4

    Bab 2 Pembahasan

    a.

    Pengertian Fiqh, Ushul Fiqh, dan Kaidah Fiqhiyah ............................ 5

    b.

    Persamaan dan Perbedaan Fiqh dengan Syariah .................................. 10

    c. Latar Belakang Lahirnya Fiqh dan Pandangan serta

    Karya-Karya Ulama terhadap Fiqh ..................................................... 11

    d. Ruang Lingkup Kajian Fiqh ................................................................ 22

    e.

    Menyikapi Perbedaan Pendapat dalam Fiqh dan

    Manfaatnya Bagi Kehidupan ................................................................ 23

    Bab 3 Penutup

    a. Kesimpulan ................................................................................................. 27

    Daftar Pustaka ....................................................................................................... 28

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    4/28

    4

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Hukum Islam merupakan suatu hal yang sangat diperlukan bagi seluruh

    umat muslim dan muslimat. Banyak dari kita sebagai umat Islam masih

    belum memahami apa arti hukum Islam dengan sempurna. Oleh karena itu,

    kami selaku penyusun mencoba untuk menerangkan tentang apa yang

    dimaksud hukum Islam terutama dalam hal fiqh, ushul fiqh dan kaidah

    fiqhiyah.

    Dengan memahami hukum Islam kita akan mengetahui hal-hal yang kita

    belum pahami sebelumnya yang dapat kita terapkan dalam menyikapi

    masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, budaya sehingga kita dapat

    memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang kerap muncul dan

    berkembang dalam masyarakat.

    B.

    Rumusan Masalah

    1.

    Apa yang dimaksud dengan fiqh, ushul fiqh, dan kaidah fiqhiyah

    2. Apa saja persamaan dan perbedaan fiqh dengan syariah

    3. Bagaimana latar belakang lahirnya fiqh dan apa saja karya serta

    pandangan ulama-ulama yang terkenal terhadap fiqh Islam

    4. Apa saja ruang lingkup kajian fiqh

    5. Bagaimana cara menyikapi perbedaan pendapat dalam fiqh serta apa saja

    manfaat fiqhIslam bagi kehidupan

    C. Tujuan Makalah

    Setelah terselesaikannya makalah ini, semoga makalah ini dapat

    memberikan manfaat bagi para pembaca untuk dapat lebih memahami aspek-

    aspek dalam hukum Islam yang sebenarnya.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    5/28

    5

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Pengertian Fiqh, Ushul Fiqh, dan Kaidah Fiqhiyah

    1)

    Fiqh

    Fiqh secara bahasa memiliki arti paham, sedangkan secara istilah fiqh

    berarti ilmu yang mempelajari hukum-hukum yang disyariatkan Allah Swt

    yang berkesinambungan dengan lisan dan perbuatan umat Islam yang

    bersumber dari dalil-dalil Al-quran, As-sunnah, ijma (kesepakatan) dan

    ijtihad dari ulama muslim. Adapun tujuan dari fiqh dalam Islam ialah untuk

    mencegah terjadinya kerusakan diantara kaum muslimin. Berdasarkan

    sumber-sumber hukumIslam, diperoleh tujuh kitab yang membahas hukum-

    hukum dalam kehidupan sebagai berikut:1

    a. Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah atau yang

    disebut juga dengan fiqh ibadah. Hukum ini membahas hal-hal seperti

    wudhu, shalat, puasa, haji dan yang lainnya.

    b.

    Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah kekeluargaan atau yang

    disebut juga dengan fiqh al-ahwal as-sakhsiyah. Hal yang dibahas dalam

    hukum ini meliputi pernikahan, talak, nasab, persusuan, nafkah, warisan

    dan yang lainnya.

    c. Hukum fiqh muamalah yakni hukum yang berkaitan dengan perbuatan

    manusia dan hubungan diantara mereka, seperti jual beli, jaminan, sewa

    menyewa, pengadilan dan yang lainnya.

    d.

    Hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemimpin

    (kepala negara) yang disebut juga dengan fiqhsiasah syariah. Hukum ini

    membahas hal-hal yang berkaitan dengan penegakkan keadilan, penerapan

    hukum-hukum syariat.

    e. Hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku-pelaku

    kejahatan, serta penjagaan keamanan dan ketertiban yang disebut juga

    dengan fiqhal-ukubat.

    1Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1989, hlm. 38

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    6/28

    6

    f. Hukum-hukum yang mengatur hubungan negeri Islam dengan negeri

    lainnya, hukum ini disebut juga dengan fiqhas-siyar. Hukum ini

    membahas tentang perang atau damai dan yang lainnya.

    g. Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dan prilaku, yang baik

    maupun yang buruk. Hukum ini disebut dengan adab dan akhlak.

    2) Ushul Fiqh

    Kata ushul fiqh merupakan gabungan dari dua kata yakni ushul yang

    berarti pokok, dasar, pondasi. Kedua adalah fiqh yang berarti paham yang

    mendalam. Kata ushul yang merupakan jama dari kata ashal secara

    etimologi berarti sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lainnya. Arti

    etimologi ini tidak pasti dari kata ashal tersebut karena ilmu ushul fiqh itu

    adalah suatu ilmu yang kepadanya didasarkan fiqh.2

    Sedangkan fiqh diistilahkan sebagai ilmu yang berbicara tentang hukum-

    hukum praktis yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang

    mendalam terhadap dalil-dalil yang terperinci (tafshili) dalam nash (Al-

    quran dan As-sunnah). Yang dimaksud dalil tafshili adalah dalil-dalil yang

    terdapat dan terpapar dalam nashdimana satu persatunya menunjuk pada

    satu hukum tertentu.3

    Dengan mempelajari ushul fiqh tentu dapat memberikan manfaat

    diantaranya mengetahui pendapat yang benar diantara perbedaan pendapat

    para ulama, mengetahui sebab-sebab yang menimbulkan persilangan

    pendapat di antara para ulama sehingga dapat memberikan alasan dan uzur

    bagi mereka dalam hal tersebut, dan juga menguatkan kaidah dalamberdiskusi dan berdialog secara ilmiah.4

    Dilihat dari sisi dalil maupun asasnya, ushul fiqh berasal dari beberapa

    sumber diantaranya:

    a. Alquran dan As-sunnah.

    2Suyatno, Dasar-Dasar Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, cet 1, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 23

    3Alaidin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (sebuah pengantar), cet 3, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

    2004, hlm. 24

    Muhammad Bin Husain Bin Hasan Al-Jazainy, Maalim Ushul Al-Fiqh Inda Ahli As-Sunnah wa Al-Jamaah, cet 1, Dar Ibnu Al-Jauzi, Riyadh,1416 H, hlm. 23-24

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    7/28

    7

    b. Riwayat dari sahabat dan tabiin.

    c.

    Konsensus ulama salafussaleh.

    d. Kaidah bahasa Arab dan keterangan penguat yang dinukil dari bangsa

    Arab.

    e.

    Fitrah dan akal yang sehat.

    f. Ijtihad ulama yang tidak bertentangan dengan ketentuan syariat.5

    Ulama ushuliyyin (ahli ushul fiqh) menyatakan sebuah kaidah ushul:

    Perintah pada dasarnya berarti wajib

    Ketika para ahli fiqh (fukaha) mengkaji surat al-Isra ayat 78:

    (

    87)

    Dirikanlah shalat ketika matahari tergelincir sampai terbenamnya mega

    merah dan (dirikan) shalat saat munculnya fajar. Sesungguhnya fajar itu

    dapat terlihat.

    Terlihat bahwa perintah tersebut tidak disertai hal-hal yang membuatnya

    berarti lain selain perintah shalat pada waktu-waktu tertentu. Berdasarkan

    akidah ushuldi atas, perintah tersebut bermakna wajib. Karena itu, ahli fiqh

    memutuskan bahwa perintah shalat pada waktu tertentu bermaksa wajib. Itu

    berarti ahlifiqhmenggunakan kaidah-kaidah yang dikaji dan dirumuskan ahli

    ushuluntuk melakukan penggalian hukum dari Al-quran.

    3) Kaidah Fiqhiyah

    Kaidah fiqhiyah yang dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yakni,

    qaidah yang berarti dasar atau asas, dan kata fiqhiyah yang berasal da ri kata

    fiqh yang berarti paham. Secara istilah kaidah fiqhiyah berarti kumpulan

    hukum syara yang berkaitan dengan perbuatan mukalaf, yang dikeluarkan

    5

    Muhammad Bin Husain Bin Hasan Al-Jazainy, Maalim Ushul Al-Fiqh Inda Ahli As-Sunnah wa Al-Jamaah, cet 1, Dar Ibnu Al-Jauzi, Riyadh, 1416 H, hlm. 23

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    8/28

    8

    dari dalil-dalil yang terperinci. Kaidah fiqhiyah dibagi menjadi tiga macam,

    yaitu:

    a. Lima kaidah dasar yang mempunyai skala cakupan menyeluruh, lima

    kaidah ini memiliki ruang lingkup furiiyyah yang sangat luas,

    komprehensif, dan universal, sehingga hampir menyentuh semua elemen

    hukum fiqh.

    b. Kaidah-kaidah yang mempunyai cangkupan furu cukup banyak, tetapi

    tak seluas yang pertama, kaidah ini biasa disebut sebagai al-qawaid al-

    aghlabiyah.

    c. Kaidah yang mempunyai cangkupan terbatas (al-qawaid al-qaliliyah)

    bahkan cenderung sangat sedikit.6

    Contoh dari kaidah ini adalah diantaranya sebagai berikut:

    a. Disunnahkan membasuh seluruh rambut kepala saat wudhu, agar

    terbebas dari perbedaan pendapat dengan maliki dan hanafi yang

    mewajibkan tidak hanya sebagian dari rambut kepala, tetapi setengah

    atau keseluruhan.

    b.

    Apabila ada orang tua yang menderita sakit parah menyerahkah semua

    hartanya kepada salah satu ahli waris, maka transaksinya tidak sah

    kecuali dengan persetujuan ahli waris yang lain. Hal ini karena

    dimungkinkan adanya kesengajaan bagi orang tua tersebut untuk

    memberikan warisanya hanya kepada satu orang saja (hirmanu al warist

    ila ghoirihi) hal ini tidak di benarkan dalam Islam.

    c. Apabila ada salah satu ahli waris yang mengaku memiliki harta yang di

    hutang orang tuanya yang meningal dan ia tidak mempunyai bukti, maka

    hal ini dibenarkan, karena ada kemungkinan ia hanya ingin mendapat

    bagian lebih banyak.7

    Proses Pembentukan Kaidah Fiqhiyah

    6

    Abdul Haq dkk, Formulasi Nalar Fiqih, Santri Salaf, Surabaya, 2009, hlm. 827Ibid, hlm. 362

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    9/28

    9

    Kaidah fiqh tentu tidak terbentuk dengan sendirinya. Harus

    melawati metode dan proses sehingga terbentuk suatu kaidah fiqh yang

    berlandaskan hukum Alquran. Menurut Syaikh Yasin, ada dua metode yang

    dapat diterapkan dalam membentuk suatu kaidah fiqh, yaitu sebagai

    berikut:8

    1. Metode pertama yang dapat dilakukan adalah dengan cara menciptakan

    kaidah-kaidah yang telah ditentukan mujtahid dalam proses

    pengambilan hukum dari sumbernya yaitu Alquran, Sunnah, Ijma, dan

    Qiyas. Konsep ini disebut dengan ushul fiqh.

    2.

    Motode kedua yang dapat dilakukan, yaitu dengan mengeluarkankaidah-kaidah fqhiyah yang bersifat universal dari tiap-tiap bab dari

    ilmu fiqh.

    Dalam pembentukan kaidah fiqh, ada beberapa proses yang harus

    dilakukan, diantaranya adalah:9

    1. Sumber yang di ambil berasal dari sumber hukum Islam seperti Al-

    quran, As-sunnah, Ijma, dan Qiyas.

    2. Metodologi yang di gunakan berasal dari ushul fiqh.

    3.

    Menggunakan ilmu fiqh yang mengandung banyak materi.

    4. Kumpulan masalah yang serupa kemudian disimpulkan menjadi kaidah

    fiqh, kemudian di kritisi kembali.

    5.

    Suatu kaidah fiqh di anggap sempurna ketika sesuai dengan Alquran

    dan Hadits

    6. Kaidah fiqh di gunakan untuk menjawab tantangan dalam masyarakat

    Setelah melakukan serangkaian diatas, maka kaidah fiqh di

    harapkan mampu menjawab persoalan dan masalah-masalah dalam

    masyarakat.

    B. Persamaan dan Perbedaan Fiqh dengan Syariah

    Secara bahasa syariah berarti jalan air di sungai, yang dalam bahasa Arab

    dapat diartikan sebagai jalan yang lurus. Menurut Fuqaha syariah berarti

    hukum yang ditetapkan oleh Allah Swt melalui rasul-Nya untuk hamba-Nya,

    8

    Muhammad Abdul Zahrah, Ushul Fiqih, PT Pustaka Firdaus, Jakarta, 2005, hlm: 1669Muhammad Abdul Zahrah, Ushul Fiqih, PT Pustaka Firdaus, Jakarta, 2005, hlm: 282

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    10/28

    10

    agar mereka mentatati hukum atas dasar iman, baik yang berkaitan dengan

    aqidah amaliyah (ibadah dan muamalah) dan yang berkaitan dengan akhlak.10

    Syariah Islam bersumber dari Al-quran dan As-sunnah. Dalam lingkup

    kehidupan pribadi syariah Islam meliputi ibadah muamalah (seperti shalat,

    puasa dan sebagainya) dan syariah yang terkait dengan kehidupan pribadi

    (seperti dalam memilih minuman, pakaian, memelihara kebersihan, dan lain-

    lain).11 Antara syariah dan fiqh terdapat beberapa perbedaan dan persamaan

    diantaranya:

    1) Perbedaan

    Syariah Fiqh

    Berasal dari al-quran dan as-

    sunnah

    Bersumber dari manusia

    Bersifat fundamental Bersifat instrumental

    Hukumnya bersifat qathi (tidak

    berubah)

    Hukumnya zhanni (dapat berubah)

    Diturunkan langsung dari Allah

    SWT

    Berasal dari ahli-ahli hukum sebagai

    hasil pemahaman manusia yang

    dirumuskan oleh mujtahid

    2) Persamaan

    Syariah dan fiqh merupakan dua hal yang sama-sama mengajarkan

    kita jalan yang lurus untuk tetap bertakwa kepada Allah Swt.

    C. Latar Belakang Lahirnya Fiqh dan Pandangan serta Karya-Karya

    Ulama Terhadap Fiqh

    Ilmu fiqh dengan berbagai ruang lingkup kajiannya bukanlah sesuatu yang

    bersifat dogmatis melainkan sesuatu yang bersifat ijtihadiyah. Ilmu fiqh ini

    merupakan hasil ijtihad yang memakan waktu yang cukup panjang. Hal ini

    dapat ditelusuri dari sejarah perkembangan fiqh. Sejarah perkembangan fiqh

    dapat dibagi ke dalam lima periode yaitu periode Nabi Muhammad Saw,

    10Syahrul Anwar, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 9

    11

    Majelis Syura Partai Bulan Bintang, Syariat Islam dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 15

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    11/28

    11

    periode Khulafaur Rasyidin (sahabat), periode Umayyah dan Abbasiyah,

    periode taqlid (penutupan pintu ijtihad), dan periode kebangkitan.12

    1. Ilmu Fiqh Pada Periode Nabi Muhammad Saw

    Pada periode Nabi Muhammad Saw ini, sumber hukum Islam yang

    utama yaitu Al-quran masih dalam proses turun yang memakan waktu

    kurang lebih 23 tahun (tepatnya 22 tahun, 2 bulan, 22 hari). Proses

    turunnya Al-quran ini dilakukan dengancara berangsur-angsur.

    Berdasarkan wahyu yang diturunkan itulah, Nabi Muhammad Saw

    menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat Islam

    pada waktu itu. Namun ada kalanya timbul persoalan hukum dalam

    masyarakat yang cara penyelesaiannya belum terdapat di dalam Al-quran.

    Dalam keadaan demikian, maka Nabi Muhammad Saw menyelesaikannya

    dengan menggunakan ijtihad atau pendapat yang dihasilkan dari pemikiran

    yang mendalam. Apabila hasil ijtihad Nabi Muhammad Saw itu benar,

    maka tidak lagi mendapat tentangan dengan turunnya ayat Al-quran untuk

    memperbaikinya. Namun apabila hasil ijtihadnya tidak benar, maka akan

    turun ayat untuk menjelaskan hukum yang sebenarnya. Oleh karena itu,

    ijtihad nabi dipandang mendapat lindungan dari Allah dan tidak akan salah

    (al-mashum). Ijtihad yang dibuat nabi diturunkan kepada generasi-

    generasi selanjutnya melalui sunnah yang selanjutnya disebut pula hadits.

    Dengan demikian, sumber hukum yang terdapat pada periode Nabi

    Muhammad Saw adalah Al-Quran dan sunnah Nabi.13

    2.

    Ilmu Fiqh Pada Periode Khulafaur Rasyidin (sahabat)

    Pada periode sahabat, persoalan hukum yang harus diselesaikan

    semakin luas dan berkembang serta lebih sulit untuk diselesaikan. Hal ini

    disebabkan karena pada periode ini daerah yang dikuasai Islam semakin

    bertambah luas dan termasuk ke dalamnya daerah-daerah yang di luar

    12Syekh Muhammad Ali As-Saayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqih: Hasil Refleksi

    Ijtihad, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 2413

    Syekh Muhammad Ali As-Saayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqih: Hasil RefleksiIjtihad, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 25-31

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    12/28

    12

    Semenanjung Arabia yang telah mempunyai kebudayaan yang tinggi dan

    susunan masyarakat yang tidak sederhana dibandingkan dengan

    masyarakat Arab saat itu. Dalam menyelesaikan persoalan hukum yang

    demikian berat, luas, dan baru itu para sahabat menggunakan Al-quran

    dan sunnah sebagai rujukan utama. Namun demikian, penggunaan Al-

    quran sebagai rujukan utama dalam menyelesaikan persolan fiqh tidak

    mengalami masalah yang berarti karena Al-quran telah dihafal oleh para

    sahabat dan telah dibukukan pada zaman Abu Bakar R.A. Akan tetapi

    berbeda halnya dengan masalah sunnah. Penggunaan sunnah sebagai

    rujukan utama dalam menyelesaikan masalah fiqh bukanlah suatu hal yang

    mudah. Hal ini disebabkan karena sunnah tidak dihafal dan belum

    dibukukan pada waktu itu. Sehingga timbullah hadist-hadist yang

    diragukan berasal dari Nabi Saw yang selanjutnya dikenal sebagai hadist

    buatan. Persoalan lainnya adalah bahwa ayat-ayat Al-quran yang

    berkaitan dengan hukum hanya berjumlah 368 ayat. Oleh karena itu tidak

    semua persoalan hukum dapat dikembalikan pada Al-quran atau sunnah.

    Untuk menyelesaikan persoalan yang tidak dijumpai dalam

    kedua sumber hukumini, maka khalifah dan para sahabat mengadakan

    ijtihad. Namun karena turunnya wahyu sudah berhenti dan para sahabat

    tidak mengetahui apakah hasil ijtihadnya benar atau salah sehingga untuk

    menguatkan hasil ijtihadnya itu maka dipakailah ijma atau konsensus

    sahabat. Dalam hal ini, khalifah tidak memutuskan sendiri mengenai

    ketentuan hukumnya tetapi terlebih dahulu bertanya kepada para sahabat.

    Keputusan yang diambil dengan suara bulat (konsensus) dipandang lebih

    kuat dari pada keputusan yang dibuat oleh satu atau beberapa orang saja.

    Pada zaman Abu Bakar, konsensus masih dapat dilakukan karena tempat

    tinggal para sahabat masih berdekatan. Akan tetapi penyelenggaraan

    konsensus pada zaman Umar sudah sangat sulit untuk dilaksanakan karena

    para sahabat telah tersebar diberbagai daerah yang berada dibawah

    kekuasaan Islam akibat adanya ekspansi wilayah seperti Mesir, Suriah,

    Irak, dan Persia. Namun demikian, karena para sahabat masih mempunyai

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    13/28

    13

    wibawa yang besar sebagai akibat dari kedekatan para sahabat dengan

    Nabi Muhammad Saw, maka ijtihad para sahabat dapat diterima oleh

    umat. Dengan demikian, sumber hukum pada periode Khulafaur Rasyidin

    (sahabat) menjadi tiga yaitu Al-quran, Sunnah, dan ijmasahabat. Para

    ahli fiqh dari kalangan sahabat ini antara lain Umar bin Khattab, Ali bin

    Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, dan Abdullah bin Umar di Madinah; Abdullah

    bin Abbas di Mekah; Abdullah bin Masud di Kufah, Anas bin Malik

    di Bashrah, Muaz bin Jabal di Suriah, dan Abdullah bin Amr al-Al-Aas di

    Mesir.14

    3. Ilmu Fiqh pada periode Umayyah dan Abbasiyah

    Pada periode ini, yang juga disebut sebagai periode ijtihad,

    persoalan hukum semakin bertambah kompleks dan luas. Hal ini terjadi

    karena wilayah Islam semakin luas, hingga mencapai Afrika, Spanyol, dan

    Asia Tengah. Selain itu, hal ini juga dipengaruhi oleh perkembangan ilmu

    agama, ilmu umum, kebudayaan, dan peradaban yang semakin

    berkembang pula. Pada masa ini kegiatan pengumpulan, penyeleksian,

    pembuatan hadits palsu, dan pembukuan hadits semakin berkembang.

    Demikian pula ilmu di bidang bahasa Arab, ilmu Al-quran, dan ilmu

    hadits dengan berbagai cabangnya yang juga semakin berkembang.

    Demikian pula dengan berbagai adat istiadat, tradisi, dan sistem

    kemasyarakatan yang terdapat di berbagai daerah tersebut makin beragam.

    Keadaan ini memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan hukum

    Islam.15

    Masalah hukum yang dihadapi umat makin beragam pula. Untuk

    mengatasi keadaan ini, para ulama semakin meningkatkan ijtihadnya

    dengan berdasarkan pada Al-quran, Sunnah Nabi, dan ijmaSahabat.

    Pada periode inilah lahir para ahli hukum (mujtahid) yang selanjutnya

    14Syekh Muhammad Ali As-Saayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqih: Hasil Refleksi

    Ijtihad, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 33-3715

    Syekh Muhammad Ali As-Saayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqih: Hasil RefleksiIjtihad, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 83-84

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    14/28

    14

    dikenal sebagai imam atau faqih dalam Islam dan empat mazhab yang

    dikenal saat ini yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali juga

    lahir pada periode ijtihad ini.16

    4. Ilmu Fiqh Pada Periode Taqlid atau Penutupan Pintu Ijtihad

    Periode ini dapat pula disebut periode kemunduran dalam sejarah

    kebudayaan Islam, yang dimulai sejak abad keempat hijriah (kesebelas

    masehi). Pada masa ini, mazhab yang empat telah memiliki kedudukan

    yang stabil dalam masyarakat dan perhatian bukan lagi ditujukan kepada

    Al-quran, As-sunnah, dan sumber-sumber hukum Islam tersebut,

    melainkan pada buku-buku fiqh yang ditulis oleh para ulama fiqh. Ulama-

    ulama mempertahankan mazhab imamnya masing-masing dan

    menganggap mazhab imamnya yang terbenar dan yang lainnya kurang

    benar. Dengan demikian perhatian dipusatkan pada usaha

    mempertahankan kebenaran mazhab masing-masing. Dalam hubungan ini,

    Sobhi Mahmassani mengemukakan sebagai berikut: Pada masa terakhir

    dari kekuasaan daulah Abbasiyah, perkembangan ilmu fiqh mulai terhenti.

    Ulama-ulama pada waktu itu sudah merasa cukup dengan

    pengumpulan karya-karya mazhab saja dan mereka membatasi diri dalam

    ijtihad hanya pada soal-soal furubelaka. Setelah jatuhnya Baghdad pada

    pertengahan abad ketujuh hijriah (13M), ulama-ulama fiqh sepakat untuk

    menutup pintu ijtihad hanya karena rasa kekhawatiran dengan adanya

    perselisihan pendapat. Kemudian peradaban bangsa Arab mulai menurun

    dan berangsur-angsur menderita kemundurannya sehingga akhirnyamengalami kemunduran dalam segala bidang. Disusul pula dengan

    meluasnya taqlid yang berakibat terhentinya ijtihad dalam ilmu fiqh.

    Ulama-ulama fiqh sudah merasa cukup dengan ikhtisar kitab-kitab syariat,

    dengan syarah-syarahnya, ataupun kitab fatwa saja. Pada masa itu, ulama-

    ulama sekaliber Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam

    16

    Syekh Muhammad Ali As-Saayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqih: Hasil RefleksiIjtihad, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 95-97

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    15/28

    15

    Hanbali sudah tidak terdapat lagi. Ijtihad yang dijalankan oleh ulama-

    ulama yang belum mencapai derajat mujtahid telah membawa kekacauan

    dalam bidang hukum di masyarakat. Dalam suasana yang demikian, para

    ulama melihat perlunyamenutup pintu ijtihad.17

    5. Ilmu Fiqh Pada Periode Kebangkitan

    Pada masa itu, yakni abad ke-14 masehi, terdapat sejumlah ulama yang

    tidak menerima taqlid. Mereka bangkit menyerukan kewajiban ijtihad

    kepada dunia Islam dan menyerukan ajakannya untuk kembali kepada

    sumber-sumber syariat yang asli, yakni Al-quran dan Sunnah Rasulullah

    Saw. Ulama-ulama ini kemudian terkenal dengan sebutan mazhab Salaf,

    sebagai para mujadid yang mengadakan pembaruan dari alam taqlid dan

    penyelewengan ke alam ijtihad dan keaslian. Mereka itu antara lain

    Taqiyuddin ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim al-Jauziyah. Selanjutnya pada

    abad ke-19 Hijriah, lahirlah Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad

    Abduh yang menyerukan kepada dunia Islam untuk meninggalkan taqlid.

    Gerakan membuka kembali pintu ijtihad dengan merujuk langsung kepada

    Al-quran dan Sunnah ini dilakukan oleh dunia Islam yang bersentuhan

    dengan peradaban modern seperti Turki, India, Mesir, dan

    Indonesia. Tokoh pembaharu Islam dari Turki seperti Zia Gokalf dan

    Sultan Mahmud II. Di India terdapat nama Ahmad Khan dan Sayyid

    Ameer Ali. Di Mesir terdapat Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha

    sedangkan di Indonesia terdapat KH. Ahmad Dahlan dan Ahmad

    Syurkati.18

    Tokoh-tokoh Fiqh

    1. Abu Hanifah al-Numan

    17Syekh Muhammad Ali As-Saayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqih: Hasil Refleksi

    Ijtihad, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 101-10418

    Syekh Muhammad Ali As-Saayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqih: Hasil RefleksiIjtihad, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 115

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    16/28

    16

    Abu Hanifahbanyak memakai pendapat yang dalam bahasa Arab

    dikenal. Dengan istilah al-rayu, qiyas, atau analogi serta istihsanyang juga

    merupakan suatu bentuk analogi. Abu Hanifah dikenal sangat hati-hati dalam

    menggunakan sunnah sebagai sumber hukum. Ia hanya memakai sunnah yang

    betul-betul diyakininya orisinal dan bukan sunnah buatan. Oleh karena itu, ia

    dikenal sebagai penganut mazhab ahl al-rayi (aliran rasionalis). Selain itu,

    Abu Hanifah juga berada di Kufah sehingga tidak banyak menjumpai hadist.

    Sumber hukum yang digunakan Abu Hanifah yaitu Al- Quran, sunnah (secara

    selektif), al- Rayu, qiyas, istihsan, dansyaruman qablana (agama sebelum

    kita). Qiyas adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang

    tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu

    kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan

    nash karena adanya persamaan illatantara kedua kejadian atau peristiwa

    tersebut. Sedangkan istihsan adalah menetapkan hukum terhadap suatu

    masalah yang menyimpang dari ketetapan hukum yang diterapkan pada

    masalah-masalah yang serupa karena ada alasan yang lebih kuat. Adapun

    syaruman qablanamerupakan syariat hukum dan ajaran-ajaran yang berlaku

    pada para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw seperti syariat Nabi Ibrahim,

    Nabi Daud, Nabi Musa, dan Nabi Isa. Diantara murid Abu Hanifah yaitu Abu

    Yusuf Yaqub Ibn Ibrahim Al-Anshari (113-182 H) dan Muhammad Ibn

    Hasan Al-Syaibani (102-189 H). Mazhab Hanafi resmi dipakai oleh daulah

    Turki Ustmani, dan pada periode Abbasiyah banyak dianut di Irak. Sekarang

    mazhab ini banyak terdapat di Turki, Suriah, Afghanistan, Turkistan,

    Bangladesh, Israel, Jordania, Pakistan, Palestina, dan India. Suriah, Lebanon,

    dan Mesir juga menggunakan mazhab ini secara resmi.19

    2. Malik Ibn Anas al-Asbahi

    Malik Ibn Anas al-Asbahi sebagai pendiri mazhab Maliki lahir pada tahun

    713 H dan berasal dari Yaman. Ia tidak pernah meninggalkan kota ini, kecuali

    19

    Abdul Wahab Afif, Pengantar Studi Perbandingan Madzhab, Darul Ulum Press, Jakarta, 1995, hlm.27

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    17/28

    17

    untuk melaksanakan ibadah haji ke Mekkah. Ia meninggal dunia pada tahun

    12/795M. Paman beliau termasuk dalam golongan perawi hadits, dengan

    demikian tidak mengherankan kalau Malik ibn Anas menjadi perawi hadits

    pula dan dalam pemikiran hukumnya banyak dipengaruhi oleh sunnah. Ia

    pernah belajarpada guru seperti Nafi, Mawla Abdullah Ibn Umar, Ibnu

    Syihab Al-Zuhri, dan Ibn Hurmuz. Malik Ibn Anas menulis sebuah kitab

    terkenal al-Muwatta, yang merupakan kitab hadits dan fiqh. Dalam kitab ini,

    hadits diatur didalamnya sesuai dengan bidang-bidang yang terdapat

    dalam buku fiqh. Dalam melahirkan produk hukum, Malik banyak berpegang

    pada sunnahNabi dan ijmaSahabat. Jika ia tidak mendapatkan dasar hukum

    dalam Al-quran dan As-sunnah, maka ia menggunakan qiyas dan masalih al-

    mursalah, yaitu maslahat umum. Dengan demikian, sumber hukum yang

    digunakan oleh Imam Malik, yaitu Al-quran, sunnah, tradisi yang berlaku di

    kalangan sahabat (qaul al-shahabi), qiyas, dan al-mashalih al-mursalah. Malik

    ibn Anas memiliki banyak murid, diantaranya al Syaibani, al-Syafii, Yahya

    al-Lais, al-Andalusi, Abd. Al-Rahman Ibn al-Qasim di Mesir dan Asad Ibn al-

    Furat al-Tunisi, Filusuf Ibn Rusyd dan pengarang Bidayah al-Mujtahid

    termasuk pengikut Malik. Mazhab Maliki ini banyak dianut di Hejaz, Maroko,

    Tunis, Tripoli, Mesir Selatan, Sudan, Bahrain, Aljazair, Gambia, Ghana,

    Libya, Nigeria, dan Kuwait.20

    3. Muhammad bin Idris al-Syafii

    Imam Syafii memiliki nama lengkap Muhammad ibn Idris al-Syafii lahir

    di Ghazza pada tahun 767 M dan berasal dari suku bangsa Quraisy. Ia pernah

    belajar pada Sufyan Ibn Uyaynah dan Muslim Ibn Khalid di Mekkah, dan

    ketika pindah ke Madinah, ia belajar pada Malik Ibn Anas hingga Imam

    Maliki ini meninggal dunia. Dalam menetapkan produk hukum, al-Syafii

    berpegang pada lima sumber yaitu Al-quran, sunnah nabi, ijmaatau

    konsensus, pendapat sebagian sahabat yang tidak mengandung perselisihan di

    dalamnya, serta qiyas. Murid-murid Imam Syafii antara lain di Irak terdapat

    20

    Abdul Wahab Afif, Pengantar Studi Perbandingan Madzhab, Darul Ulum Press, Jakarta, 1995, hlm.32-33

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    18/28

    18

    nama Ahmad Ibn Hambal, Daud Al-Zahiri, dan Abu Jafar Ibn Jarir al Tabari.

    Di Mesir terdapat Ismail al-Muzani dan Abu Yusuf Yaqub al-Buwaiti. Abu

    Hamid al-Ghazali, Muhy al-Din al-Nawawi, Taqi al-Din Ali Al-Subki, Taj al-

    Din Abd, Al-Wahhab Al-Subki dan Jalal al-Din al-Suyuti adalah termasuk ke

    dalam golongan pengikut besar dari Al-Syafii.Mazhab Syafii banyak dianut

    di Indonesia, Ethiopia, Kenya, Malaysia, Singapura, Somalia, Srilanka,

    Tanzania, dan Yaman. Bahkan Brunei Darussalam menjadikan mazhab Syafii

    sebagai mazhab resmi negara.21

    4.

    Ahmad bin Hanbal

    Ahmad Ibn Hanbal lahir di Baghdad pada tahun 780 M dan berasal dari

    keturunan Arab. Pada mulanya ia belajar hadits dan banyak mengadakan

    perjalanan, tetapi kemudian dia belajar hukum juga. Diantara guru-gurunya

    terdapat Abu Yusuf dan al-Syafii. Kemudian ia sendiri menjadi guru dan

    mulai termasyhur namanya. Dalam pemikiran hukumnya, Ahmad Ibn Hambal

    banyak menggunakan lima sumber yaitu Al-quran, sunnah, pendapat sahabat

    yang diketahui tidak mendapat tentangan dari sahabat lain, pendapat seorang

    atau beberapa sahabat dengan syarat sesuai dengan Al-quran dan sunnah serta

    qiyas. Diantara murid Ahmad Ibn Hambal yaitu Abu al WafaIbn Aqil, Abd.

    Al-Qadir al-jili, Abu al Farraj Ibr, Aljawzi, Muwaffaq al-Din Ibn Qudama,

    Taqi al-Din Ibn Taimia, Muhammad Ibn al-Qayyim dan Muhammad Abd. Al-

    Wahhab. Penganut mazhab Ahmad Ibn Hambal ini terdapat di Irak, Mesir,

    Suriah, Palestina, dan Arabia. Di Saudi Arabia dan Qatar, mazhab ini

    merupakan mazhab resmi dari negara.22

    Persamaan dan Perbedaan Antara Mazhab

    1. Perbedaan Pendapat Tentang Hal-Hal Yang Membatalkan Wudhu

    a. Keluar Sesuatu Dari Dua Jalan

    21Abdul Wahab Afif, Pengantar Studi Perbandingan Madzhab, Darul Ulum Press, Jakarta, 1995, hlm.

    35-3722

    Abdul Wahab Afif, Pengantar Studi Perbandingan Madzhab, Darul Ulum Press, Jakarta, 1995, hlm.47-50

    https://www.blogger.com/nullhttps://www.blogger.com/null
  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    19/28

    19

    Keluar sesuatu dari dua jalan (qubul dan dubur), seperti buang air

    kecil, buang air besar, keluar madzi, (air kuning encer yang biasanya

    keluar dari qubul ketika seseorang merasakan nikmat)23. Pendapat dari

    empat mazhab yaitu:

    Haanafiyah Apapun yang keluar dari qubul dan dubur, membatalkan

    wudhu, baik yang biasa maupun yang tidak biasa.

    Malikiyah Mani yang biasa keluar tanpa rasa nikmat tidak diwajibkan

    mandi, dan hanya membatalkan wudhu. Adapun batu kecil,

    ulat, cacing darah dan nanah yang keluar dari qubul dan

    dubur tidak membatalkan wudhu dengan ketentuan.

    Syafii Keluar mani tidak sampai membatalkan wudhu, apakah

    keluarnya rasa nikmat atau tidak namun, wajib mandi.

    Hambali Apabila seseorang terus menerus berhadas, seperti air

    kencing terus menerus menetes, tidak membatalkan wudhu,

    asal setiap sholat melakukan wudhu.

    b. Tidur

    Hanafiyah Tidur tidak membatalkan wudhu, akan tetapi tidur dapat

    membatalkan wudhu dalam tiga hal.

    - Tidur dengan berbaring miring

    - Tidur telentang diatas punggungnya

    -Tidur diatas salah satu pahanya

    Malikiyah Tidur dapat membatalkan wudhu, apabila seseorang tidur

    nyenyak, baik sebentar maupun lama maupun sebentar, baik

    tidur dalam keadaan berbaring, sujud atau duduk.

    Syafii Tidur dapat membatalkan pendapat apabila orang yang yang

    tidur itu tidak duduk mantap diatas tempatnya.

    Hanbali Wudhu seseorang dapat batal dalam keadaan bagaimanapun

    23Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2010, hlm. 9

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    20/28

    20

    juga, kecuali apabila tidurnya itu sebentar menurut ukuran

    urf, sedangkan orang itu dalam keadaan duduk atau berdiri.

    c. Bersentuhan Laki-laki dan Perempuan

    Hanafiyah Persentuhan laki-laki dan perempuan tidak membatalkan

    wudhu.

    Malikiyah Seseorang menyentuh orang lain dengan tangannya atau

    dengan anggota badan lainnya, maka wudhunya batal dengan

    beberapa syarat.

    - Sudah baligh

    - Merasakan kenikmatan atau rangsangan sesudah

    terjadi sentuhan sengaja atau tidak

    Syafii Kulit lawan jenis yang bukan mahram membatalkan wudhu

    secara mutlak.

    2. Perbedaan Pendapat Tentang Penentuan Awal Puasa

    Puasa Ramadhan adalah puasa yang telah ditentukan jumlah bilangan hari

    dan waktu pelaksanaannya, yakni satu bulan penuh. Ada yang berjumlah 30

    hari ada pula yang berjumlah 29 hari.24 Perintah puasa pertama kali adalah

    pada tahun ke-2 Hijriah.Untuk menentukan awal dan akhir bulan ramadhan

    dapat dimulai dengan cara rukyatul hilal, yaitu dengan melihat bulan sabit

    tanggal satu bulan qamariyah dengan mata telanjang.

    Artinya: maka diantara kamu sekalian yang menyaksikan akan adanya awal

    ramadhan haruslah ia puasa (QS. AL-Baqarah: 185)

    24Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2010, hlm. 10

    https://www.blogger.com/nullhttps://www.blogger.com/null
  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    21/28

    21

    Oleh para ulama masih dipersoalkan tentang Hilal (melihat bulan) sebagai

    berikut:25

    Imam Hanafi Jika seandainya langit cerah, wajib yang melihat itu

    semuanya atau orang banyak (melihat bulan). Dan orang

    tersebut mengatakan ashadu dan bersaksi bahwa tiada Tuhan

    selain Allah.Dan kalau seandainya cuaca tidak cerah

    (mendung atau berkabut), maka cukup satu orang yang adil,

    berakal, baliqh (kesaksian). Dan tidak perlu mengucap

    ashadu.

    Imam Maliki Yang melihat hilal itu orang banyak, maka wajib puasa,

    sekalipun orang yang melihat hilal itu tidak semuanya adil.

    Bahwa yang melihat hilal itu 2 orang yang adil.Kalau yang

    melihat hilal hanya 1 orang (laki-laki), maka yang wajib

    puasa hanya dia sendiri.

    Imam Syafii Melihat oleh orang yang adil, walaupun hanya 1 orang (baik

    laki-laki atau perempuan) dan wajib mengucap ashadu.Kalauyang melihat hilal itu orang yang tidak adil (baik laki-laki

    atau perempuan) maka puasa wajib hanya bagi dirinya.

    Imam

    Hambali

    Diterima,apabila hilal itu dilihat (perkadaan) 1 orang

    mukallaf (laki-laki atau perempuan, merdeka atau hamba)

    yang adil, baik adil secara zhahir maupun secara batin. Baik

    cuaca cerah atau mendung dan mengucapkam ashadu.

    Kesimpulan hukum bahwa permulaan puasa itu harus

    berdasarkan atas rukyat bila cuaca cerah, dan atas dasar

    istikmal (menggenapkan jumlah bilangan bulan Sya'ban) bila

    cuaca buruk, misalnya karena mendung sehingga tidak

    memungkinkan dilakukan rukyat.

    3. Perbedaan Pendapat Tentang Penentuan Niat Puasa

    25Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2010, hlm. 11

    https://www.blogger.com/nullhttps://www.blogger.com/null
  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    22/28

    22

    Sebagaimana diketahui, bahwa niat itu adalah salah satu rukun dri puasa,

    namun bukan saja puasa, tetapi semua ibadah harus dimulai dengan niat yang

    ikhlas kepada Allah.Nabi bersabda:

    ( ......

    )

    Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat(HR. Bukhari

    Muslim)

    Mengenai waktu niat, terdapat perbedaan pendapat sebagai berikut:

    Imam Maliki Disyaratkan sahnya niat, pada malam hari, dan boleh

    berniat pada terbit fajar.

    Imam Syafii

    dan Ahmad bin

    Hambali

    Disyaratkan untuk puasa Ramadhan atau puasa yang lain

    (seperti puasa qadha, nadzar). Maka dia harus menetapkan

    niat puasa pada waktu malam hari.

    Hanafi Bagi orang yang berpuasa, lebih afdhal berniat pada terbit

    fajar jika memungkinkan, atau pada malam hari.

    D. Ruang Lingkup Kajian Fiqh

    Berdasarkan berbagai pemaparan diatas, terutama berbagai definisi yang

    dipaparkan oleh para ulama ahli ushul fiqh, dapat diketahui ruang lingkup

    kajian (maudhu)dari ushul fiqh secara global diantaranya:26

    1. Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.

    2. Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.

    3. Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.4. Syaratsyarat orang yang berwenang melakukan istinbat (mujtahid)

    dengan berbagai permasalahannya.

    Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya yang bertajuk Al-Mustashfa (tanpa tahun,

    1:8) ruang lingkup kajian ushul fiqh ada empat, yaitu:

    1. Hukum-hukum syara karena hukum syara adalah tsamarah (buah atau

    hasil) yang dicari oleh ushul fiqh.

    26Ade Dede Rohayana, Ilmu Ushul Fiqih, STAIN Press, Pekalongan, 2006, hlm. 10

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    23/28

    23

    2. Dalil-dalil hukum syara seperti al-kitab, ijma karena semuanya ini adalah

    mutsmir (pohon).

    3. Sisi penunjukan dalil-dalil (wujuh dalalah al-adillah) karena ini adalah

    thariq al-istitsmar(jalan atau proses pembuahan). Penunjukkan dalil-dalil

    ini ada empat yaitu, dalalah bil-manthuq (tersurat), dalalah bil-mafhum

    (tersirat), dalalah bil-dharurat (kemadharatan), dan dalalah bil-mana al-

    maqul (makna rasional).

    4. Mustatsmir(yang membuahkan) yaitu mujtahidyang menetapkan hukum-

    hukum berdasarkan dugaan kuatnya (zhan). Lawan mujtahid adalah

    muqallid yang wajib mengikuti mujtahid, sehingga harus menyebutkan

    syarat-syarat muqallid dan mujtahidserta sifat-sifat keduanya.27

    E. Menyikapi Perbedaan Pendapat dalam Fiqh dan Manfaatnya Bagi

    Kehidupan

    Agama Islam sangat membenci perpecahan dan perselisihan.

    Rasulullah Saw pernah memerintahkan kepada orang yang sedang membaca

    Al-quran agar menghentikan bacaanya apabila bacaanya itu akan

    menimbulkan perpecahan.28 Hadist tersebut Rasulullah katakan, karena

    Rasulullah takut dengan adanya perselisihan dan akan menimbulkan

    perpecahan antar umat. Keutamaan membaca Al-quran sangat besar,

    bahkan setiap huruf yang dibaca akan mendapat ganjaran sepuluh kebaikan.

    Rasulullah mengajarkan kepada kita, bahwa setiap suatu kebaikan yang

    dapat menimbulkan perpecahan dan perselisihan lebih baik tidak diteruskan.

    Pada zaman Rasulullah Saw juga pernah menyuruh sahabat membubarkan

    majelis jika pada saat itu terjadi perselisihan. Jika suatu perselisihan

    menyangkut tentang pemahaman makna, kita harus berpegang teguh kepada

    paham yang akan membawa persatuan umat. Jika terjadi suatu perselisihan

    yang akan menimbulkan perpecahan di antara umat, hendaklah ditinggalkan

    dan berpegang teguhlah kepada seseorang yang mengerti tentang hal

    27

    Ibid, hlm. 1128Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Perbedaan Pendapat, Robbani Press, Jakarta, 2008, hlm. 44

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    24/28

    24

    tersebut yang akan membawa persatuan. Rasulullah Saw bersabda, Jika

    kamu melihat orang-orang yang mengikuti hal-hal yang mentasyabih dari

    Al-quran, hendaklah kamu waspada kepada mereka.29

    Hadits tersebut Rasulullah Saw menganjurkan untuk selalu

    memegang teguh persatuan dan mengcam perpecahan dan perselisihan, serta

    melarang memperdebatkan Al-quran tanpa ada suatu kebenaran. Bagi ilmu

    fiqh, perbedaan pendapat sudah bukan hal yang baru. Semua mempunyai

    argumen masing-masing yang tidak terlepas dari Al-quran dan Hadits.

    Sebagai hamba yang beriman kita harus bisa menerima perbedaan pendapat

    tersebut karena itu merupakan hakikat-Nya. Kita perlu menanggapinya

    secara wajar dan menjunjung tinggi rasa toleransi serta menjalin interaksi

    terhadap golongan yang tidak sepaham dengan kita.

    Pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan adalah wajib bagi

    seluruh umat muslim, karena begitu pentingnya peran persatuan umat.

    Persatuan akan memperkuat orang-orang yang lemah dan menambah

    kekuatan bagi orang-orang yang kuat. Satu batang lidi akan mudah

    dipatahkan dari pada sekumpulan batang lidi. Allah Swt berfirman dalam

    surat ash-Shaff yang artinya, Sesungguhnya, Allah mencintai orang-orang

    yang berperang di jalan-Nya berbaris seolah-olah mereka satu bangunan

    yang kokoh.30

    Menyikapi perbedaan pendapat memang sedikit sulit, karena banyak

    diantara umat sering mementingkan egoisme masing-masing dan

    menganggap bahwa merekalah yang paling benar. Perbedaan pendapat

    dapat disikapi sebagai berikut:

    1. Ikhlas karena Allah dan harus terbebas dari hawa nafsu.31Hawa nafsu

    hanya akan menyesatkan manusia dari jalan Allah. Allah Swt berfirman

    dalam surat an-Nahl yang artinya, Apa yang di sisimu akan lenyap dan

    29Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Perbedaan Pendapat, Robbani Press, Jakarta, 2008, hlm. 45

    30

    Ash-Shaff [61] : 431Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Perbedaan Pendapat, Robbani Press, Jakarta, 2008, hlm. 86

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    25/28

    25

    apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.32Ayat tersebut mengajarkan

    kepada kita, bahwa apa yang kita banggakan akan lenyap, begitupun

    dengan pendapat kita.

    2. Pentingnya meninggalkan fanatisme berlebihan terhadap individu.33

    Seseorang yang fanatik terhadap pendapat pribadi, pendapat orang lain,

    terhadap mazhab, terhadap kelompok atau golongan biasanya ia akan

    senantiasa mempertahankan pendapatnya sekalipun ada bukti yang kuat

    yang bisa mematahkan pendapatnya tersebut. Ia akan senantiasa

    mengikuti hawa nafsunya dan bisa melecehkan orang lain.

    3. Selalu berprasangka baik kepada orang lain.34 Satu hal yang penting

    adalah pendapat yang kita yakini benar selalu ada kemungkinan untuk

    salah. Allah Swt berfirman dalam surat al-Hujarat yang artinya, Hai

    orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,

    sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa35

    4.

    Tidak menyakiti dan mencela.36 Islam adalah agama yang jauh dari

    kekerasan. Selalu gunakan bahasa yang halus yang tidak menyakiti

    perasaan orang lain.

    5.

    Menjauhi permusuhan yang sengit.37 Perdebatan dalam perbedaan

    pendapat memang sulit untuk dihindari. Membantah dengan logika dan

    argumentasi yang bijak dan penuh pertimbangan. Jauhi perdebatan yang

    akan menjatuhkan dan mengalahkan lawan.

    6. Dialog dengan cara yang baik.38Dialog yang baik adalah dialog yang

    tidak menjatuhkan dan mengalahkan lawan. Pendapat selalu diperkuat

    dengan bukti yang kuat dan relevan.

    Perselisihan dalam masalah fiqh serta dan dalam persoalan-persoalan

    kecil, jangan dianggap sebagai suatu penghalang untuk persatuan, saling

    32An-Nahl [19]:96

    33Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Perbedaan Pendapat, Robbani Press, Jakarta, 2008, hlm. 98

    34Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Perbedaan Pendapat, Robbani Press, Jakarta, 2008, hlm. 107

    35Al-Hujurat [49] : 12

    36Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Perbedaan Pendapat, Robbani Press, Jakarta, 2008, hlm. 115

    37

    Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Perbedaan Pendapat, Robbani Press, Jakarta, 2008, hlm. 12438Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Perbedaan Pendapat, Robbani Press, Jakarta, 2008, hlm. 130

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    26/28

    26

    toleransi adalah kunci utama dalam menghadapi perbedaan. Saling

    menyatukan barisan antar umat bahkan antar kelompok untuk menghadapi

    musuh Islam dan mewujudkan tujuan besar yang disepakati oleh semua

    pihak.

    Manfaat bila kita menyikapi perbedaan ini adalah tetap terjaganya

    kesatuan dan persatuan umat, umat Islam tetap kokoh dalam menerjang

    ombak badai kehidupan, dan terciptanya rasa kasih sayang antar umat.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    27/28

    27

    BAB III

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Jadi dapat kita simpulkan ushul fiqh mempunyai pengertian sebagai ilmu

    yang menjelaskan kepada mujtahid tentang jalan-jalan yang harus ditempuh

    dalam mengambil hukum-hukum dari nash dan dari dalil-dalil lain yang

    disandarkan kepada nash itu sendiri seperti Al-quran, As-sunnah, Ijma,

    Qiyas, dan lain-lain.

    Objek kajian Ushul Fiqh membahas tentang hukum syara, tentangsumber-sumber dalil hukum, tentang cara mengistinbathkan hukum dan

    sumber-sumber dalil itu serta pembahasan tentang ijtihad dengan tujuan

    mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang mujtahid,

    agar mampu menggali hukum syara secara tepat dan lain-lain.

    Ruang lingkup ushul fiqhyang dibahas secara global adalah sebagai

    sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya, bagaimana

    memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut dan lain-lain.

    Perbedaan antara ilmu fiqh dengan ilmu ushul fiqh adalah kalau ilmu fiqh

    berbicara tentang hukum dari suatu perbuatan, sedangkan ilmu ushul fiqh

    berbicara tentang metode dan proses bagaimana menemukan hukum itu

    sendiri.

  • 7/26/2019 REVISI MAKALAH 04 ASPEK HUKUM ISLAM.pdf

    28/28

    DAFTAR PUSTAKA

    Afif, Abdul Wahab. 1995. Pengantar Studi Perbandingan Madzhab. Jakarta:

    Darul Ulum Press

    Al-Bugha, Mushthafa, Mushthafa Al-Khan & Ali Al-Syurnaji. 2012. Fiqh

    Manhaji: Kitab FiqhLengkap Imam Syafii. Yogyakarta: Darul Uswah

    Anwar, Syahrul. 2010. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Bogor: Ghalia Indonesia

    Asmawi. 2006.Perbandingan Ushul Fiqh. Jakarta: UIN Jakarta Press

    As-Saayis, Syekh Muhammad Ali. 1995. Pertumbuhan dan Perkembangan

    Hukum Fiqh: Hasil Refleksi Ijtihad. Jakarta: Raja Grafindo Persada

    Haq, Abdul dkk. 2009.Formulasi Nalar Fiqh. Surabaya: Santri Salaf

    Majelis Syura Partai Bulan Bintang. 2008. Syariat Islam dalam Kehidupan

    Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Raja Grafindo Persada

    Zuhaili, Wahbah. 2012. Fiqh Imam Syafi1 Edisi Indonesia. Jakarta Timur:

    Almahira

    Rohayana, Ade Dedi. 2006. Ilmu Ushul Fiqh. Pekalongan: STAIN Press

    Al-Qaradhawi, Yusuf. 2008.Fiqh Perbedaan Pendapat.Jakarta: Robbani Press

    Hanafi, Ahmad.1989. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan

    Bintang

    Al-Jaizany, Muhammad bin Husain bin Hasan. 1416 H. Maalim Ushul al-Fiqh

    inda Ahli as-Sunnah wa al-Jamaah. Dar Ibnu al-Jauzi: Riyadh KSA.

    Cetakan ke-1

    Suyatno. 2011. Dasar-Dasar Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh Cetakan 1. Jogjakarta:

    Ar-Ruzz Media

    Koto, Alaidin. 2004.Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh (sebuah pengantar) Cetakan 3.

    Jakarta: Raja Grafindo Persada

    Hamid, Homaidi. 2012. Ushul Fiqh. Yogyakarta: Q-media

    Zahrah, Muhammad Abdul. 2005. Ushul Fiqih. Jakarta: PT Pustaka Firdaus

    Rasjid, Sulaiman. 2010.Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Aglensindo