Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Gagal jantung merupakan sindroma klinis yang kompleks akibat kerusakan struktur atau fungsi jantung sehingga kemampuan pengisian dan pemompaan ventrikel menjadi terganggu yang ditandai dengan sesak nafas, terbatasnya aktifitas, dan tanda klinis seperti kongesti perifer dan atau kongesti paru. Meningkatnya harapan hidup disertai semakin tingginya angka survival dari penyakit jantung sebagai akibat kemajuan pengobatannya menyebabkan semakin banyaknya orang yang hidup dalam keadaan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya masuk ke kondisi gagal jantung kongestif. Gagal jantung merupakan penyebab yang paling sering terhadap terjadinya morbiditas, mortalitas dan rehospitalisasi dari penyakit jantung. Gagal jantung merupakan tahap akhir dan merupakan manifestasi klinis terberat dari segala bentuk kelainan jantung, termasuk aterosklerosis, infark miokardium, penyakit katup jantung, hipertensi, penyakit jantung kongenital, dan kardiomiopati. Prognosis gagal jantung akan memburuk apabila penyakit dasarnya tidak dapat diperbaiki. Telah diketahui banyak penyebab gagal jantung, salah satunya adalah karena kelainan katup. Pada keadaan-keadaan tertentu katup-katup ini dapat mengalami kelainan fungsi, baik karena kebocoran (regurgitasi katup) atau karena kegagalan membuka 1
34

Revisi Dr. Lukman

Dec 14, 2014

Download

Documents

Dian Soba

hhh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Revisi Dr. Lukman

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan sindroma klinis yang kompleks akibat kerusakan struktur atau

fungsi jantung sehingga kemampuan pengisian dan pemompaan ventrikel menjadi terganggu

yang ditandai dengan sesak nafas, terbatasnya aktifitas, dan tanda klinis seperti kongesti perifer

dan atau kongesti paru.

Meningkatnya harapan hidup disertai semakin tingginya angka survival dari penyakit

jantung sebagai akibat kemajuan pengobatannya menyebabkan semakin banyaknya orang yang

hidup dalam keadaan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya masuk ke kondisi gagal jantung

kongestif. Gagal jantung merupakan penyebab yang paling sering terhadap terjadinya morbiditas,

mortalitas dan rehospitalisasi dari penyakit jantung.

Gagal jantung merupakan tahap akhir dan merupakan manifestasi klinis terberat dari

segala bentuk kelainan jantung, termasuk aterosklerosis, infark miokardium, penyakit katup

jantung, hipertensi, penyakit jantung kongenital, dan kardiomiopati. Prognosis gagal jantung

akan memburuk apabila penyakit dasarnya tidak dapat diperbaiki.

Telah diketahui banyak penyebab gagal jantung, salah satunya adalah karena kelainan

katup. Pada keadaan-keadaan tertentu katup-katup ini dapat mengalami kelainan fungsi, baik

karena kebocoran (regurgitasi katup) atau karena kegagalan membuka secara adekuat (stenosis

katup). Keduanya dapat mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompa darah.

1

Page 2: Revisi Dr. Lukman

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. K

Umur : 55 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Menikah

Pendidikan : tidak sekolah

Pekerjaan : tidak bekerja

Alamat : Sumbermulyo RT 06/01, Sarang, Rembang

No CM : 315830

Di rawat di ruang : Imanuel

Tanggal masuk RS : 24 Juni 2012, pk 11.00

Tanggal keluar RS : 30 Juni 2012

II. ANAMNESIS

Diambil secara autoanamnesis, tanggal : 30 Juni 2012 pukul : 15.00 WIB

Keluhan Utama :

Panas pada dada bagian tengah

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang dengan keluhan rasa panas pada dada bagian tengah yang menjalar ke daerah ulu

hati sejak 4 hari SMRS. Rasa panas disertai nyeri dada. Os juga mengeluh sering sesak napas

sejak 1 bulan terakhir. Sesak membaik dengan posisi duduk. Sesak juga terjadi pada malam hari

saat berbaring. Sejak 1 bulan terakhir os tidur dengan tiga bantal bersusun. Os juga sering merasa

berdebar-debar, sakit kepala dan mudah lelah jika beraktivitas. Berat badan menurun banyak

sejak 10 hari terakhir. Demam, batuk, pilek, rasa mual dan muntah tidak ada. Os tidak pernah

ada keluhan bengkak pada kedua tungkai. Os seorang perokok berat, tetapi sudah berhenti sejak

2 tahun terakhir.

2

Page 3: Revisi Dr. Lukman

Saat anamnesis, os mengatakan sesak sudah berkurang, rasa panas pada dada sudah tidak

ada, tetapi masih ada rasa berdebar-debar.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tekanan darah tinggi (-), Kencing manis (-), Asma (-), tidak ada riwayat linu dan nyeri

berpindah pada sendi-sendi. Pernah di opname 5 bulan SMRS karena pembesaran kandung

kemih.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat tekanan darah tinggi, kelainan katup jantung.

III.A PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak lemas dan sedikit sesak dengan nasal O2 canul terpasang.

Kesadaran : compos mentis

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 130/60

MAP (Mean Atrial Pressure) : 83,33 mmHg

Suhu aksila : 37oC

Nadi : 108x/menit, regular, pulsus bisferiens

Frekuensi napas : 22x/menit

TB : 170 cm

BB : 55 Kg

BMI : 19,03 kg/m2 (normal)

Kepala

Bentuk normal, rambut berwarna hitam, distribusi rambut merata, tidak mudah dicabut,

turgor dahi baik, de Musset’s sign (+)

3

Page 4: Revisi Dr. Lukman

Mata

Kedudukan kedua bola mata simetris, pupil isokor dengan diameter 3 mm, refleks cahaya

(+/+). palpebra superior dan inferior tidak edema, konjungtiva palpebra pucat (-/-), sclera

ikterik (-/-), landofil’s sign (+), funduskopi (Becker’s sign) tidak dilakukan.

Hidung

Normosepta, secret (-/-), krepitasi tdak ada, Napas cuping hidung (-).

Mulut

Pursed lips (-), bibir sianosis (-), atrofi papil (-), faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1

tenang, muller sign (+).

Leher

Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, trakea ditengah, hipertrofi

sternocleidomastoideus (-), retraksi suprasternal (-), JVP meningkat 5+2 cm H2O,

Corrigan’s sign (+)

Thorax dan Pulmo

Depan Belakang

Inspeksi Kanan dan kiri :

Bentuk dada pectus excavatum,

simetris dalam keadaan statis dan

dinamis, tidak ada pembesaran sela

iga, jenis pernapasan

torakoabdominal, tidak tampak

massa dan lesi.

Kanan dan kiri :

Skoliosis, tidak tampak massa dan

lesi. Simetris dalam keadaan statis

dan dinamis.

Palpasi Kanan dan kiri :

Tidak ada pelebaran sela iga, taktil

fremitus simetris, nyeri tekan (-),

gerakan dada simetris

Kanan dan kiri :

Tidak ada pelebaran sela iga, taktil

fremitus simetris, nyeri tekan (-),

gerakan dada simetris

Perkusi Kanan : sonor di seluruh lapangan

paru

Kanan : sonor di seluruh lapangan

paru

4

Page 5: Revisi Dr. Lukman

Kiri : sonor

Batas paru hati relatif :

linea midclavicula dekstra IC V

Batas paru hati absolut :

linea midclavicula dekstra IC VI

Peranjakan hati : 1 sela iga

Kiri : sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi Kanan : suara napas dasar vesikuler

melemah, ronki basah halus (+)

Kiri : suara napas dasar vesikuler

melemah, ronki basah halus (+)

Kanan : suara napas dasar vesikuler

melemah

Kiri : suara napas dasar vesikuler

melemah

Cor

Inspeksi : ictus cordis terlihat

Lokasi IC VI 1 cm lateral dari linea midclavicula sinistra

Epigastric pulse : tepat di bawah sternum

Palpasi : ictus cordis teraba, teraba thrill.

Lokasi Lokasi IC VI sinistra 1 cm lateral dari linea midclavicula

Diameter : ± 1 sela iga

Amplitudo : meningkat

Perkusi : Batas kanan : linea parasternalis dekstra IC V

Batas atas : linea sternalis sinistra IC II

Pinggang jantung : linea parasternal sinistra IC IV

Batas kiri : IC VI 1 cm lateral dari linea midclavicula sinsitra

Kesan : pembesaran ventrikel kiri

Auskultasi : Katup Aorta : A2>P2, regular, murmur distolik, gallop (-)

Katup Pulmonal : P2>A2, regular, murmur (-), gallop (-)

Katup Trikuspid : T1>T2, regular, murmur (-), gallop (-)

Katup Mitral : M1>M2, regular, murmur mid-diastolik, gallop (-) (Austin Flint

Murmur)

Terdengar murmur diastolik dengan punctum maksimum di sela iga ke 3 tepi

linea sternalis sinistra terdengar bising murmur, bising derajat 3.

Abdomen

5

Page 6: Revisi Dr. Lukman

Inspeksi : Datar, lesi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Hepar : linea midclavicula dekstra, 10cm

Linea parastenal dekstra, 4 cm

Lien : area traube terisi (Gerhardt’s sign)

Ren : nyeri ketok CVA (-)

Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-)

Hepar : teraba pembesaran dua jari dibawah sela iga

Lien : Tidak teraba pembesaran

Ginjal : Ballotement (-)

Genital : Tidak dilakukan

Ekstremitas : superior inferior

Sianosis -/- -/-

Edema -/- -/-

Akral hangat +/+ +/+

Jari tabuh +/+

Quincke’s pulse (pulsasi kuku) (+) -

Traube’s sign tidak dilakukan

Duroziez’sign tidak dilakukan

III.B Pemeriksaan Penunjang

6

Page 7: Revisi Dr. Lukman

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan :

EKG, Tgl 24 Juni 2012

Irama : ireguler Frekuensi :109x/menit Axis QRS : normal Interval PR : normal

RAH : - RVH : - LAH : - LVH : -

AF : + VES : + di V2 T inverted : di sadapan AVF

Kompleks QRS : q patologis di VI-V4

ST-T changes : non spesifik ST depresi V6 LV Strain : + di V6

Kesan : Atrial Fibrilation, VES, LV Strain, OMI anteroseptal

Laboratorium 24 Juni 2012, jam 15.30 WIB

Hematologi

Darah Rutin Hasil Satuan Nilai normal

Hemoglobin 9,1 (L) g/dl 13,2-17,3

Leukosit 8,88 Ribu 3,8-10,6

Eosinofil 2,8 % 1-3

Basofil 0,2 % 0-1

Neutrofil segmen 72 (H) % 50-70

Limfosit 17,6 (L) % 25-40

Monosit 7,4 % 2-8

MCV 74,3 (L) Mikro m3 80-100

7

Page 8: Revisi Dr. Lukman

MCH 26,3 Pg 26-34

MCHC 35,4 g/dl 32-36

Hematokrit 25,7 %

Trombosit 233 Ribu 150-440

Eritrosit 3,46 (L) Juta 4,4-5,9

RDW 14,5 % 11,5-14,5

PDW 10,8 % 10-18

MPV 9,8 Mikro m3 6,8-10

LED 105/113 (H) mm/jam 0-10

Kimia darah Hasil Satuan Nilai normal

GDS (Stik UGD) 103 mg/dl 75-110

Ureum 19,5 mg/dl 21-43

Creatinin Darah 1,10 mg/dl 0,60-1.10

SGPT 24,6 U/l 0-35

SGOT 21,6 U/l 0-35

CKMB 10,7 U/l < 24

Tgl 26 Juni 2012

Hasil Laboratorium

Kimia Hasil Satuan Nilai Normal

Cholestrol 166 mg/dl <200

HDL 15,7 mg/dl 28-63

LDL 101,3 mg/dl <100

Kalium 3,74 mmol/l 3,5-5,5

Tgl 27 Juni 2012

Hasil laboratorium

Kimia Hasil Satuan Nilai Normal

Natrium 129,5 mmol/l 135-147

Kalium 4,03 mmol/l 3,5-5

BAB III

ANALISA MASALAH

8

Page 9: Revisi Dr. Lukman

RINGKASAN :

Laki-laki 55 tahun datang ke RS dengan keluhan panas pada dada bagian tengah yang

menjalar ke ulu hati, disertai nyeri dada, sesak napas yang membaik dengan posisi duduk

(orthopneu), palpitasi, sakit kepala dan mudah lelah jika beraktivitas.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/60, takikardi, takipneu, de

Musset’s sign, muller sign, Corrigan’s sign, peningkatan JVP, ronki basah halus pada kedua

lapang paru, murmur diastolik pada tepi sternum sela iga 3 kiri, murmur Austin flint, pembesaran

hepar, hepatojugular reflux, jari tabuh dan pulsasi kuku. Pada pemeriksaan EKG didapatkan

adanya AF. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia (Hb 9,1 g/dl), peningkatan LED, LDL,

HDL menurun dan hiponatremia.

PROBLEM :

1. Decompensatio Cordis Stage C, NYHA III-IV ec. Suspek Regurgitasi Aorta

Assessment : identifikasi etiologi, seperti diseksi aorta.

IPDX :

Laboratorium : BUN, Urinalisis, Trigliserida, Albumin, Calcium, NT-proBNP

Imaging : Rontgen thoraks, echocardiografi

IPTX :

- IVFD NaCl 0,9% 8tpm

- Furosemide 1 x 1 amp

- Ramipril 2,5 mg/hari per oral

- Bisoprolol 1,25 mg/hari per oral

- Batasi asupan cairan 500cc-1000cc/hari

IPMX :

- Monitor TTV setiap hari

- Monitor balans cairan setiap hari

9

Page 10: Revisi Dr. Lukman

IPEX :

- Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang keadaan dan pengobatan yang

akan diberikan kepada pasien

- Hindari kerja berat

2. Atrial Fibrilation respon normal e.c regurgitasi aorta

Assessment : - Mencari komplikasi tromboemboli stroke

- Mengukur rate control

IPDX :

- Cek D-dimer

- Brain CT-Scan (non kontras)

IPTX :

- Tirah baring

- Warfarin 1 x 5 mg/hari per oral

- (Bisoprolol 1,25 mg/hari per oral)

- Digoxin 0,25 mg/hari per oral

IPMX :

- Monitor TTV

- Monitor EKG

- Monitor INR

3. Ischemic Heart Disease (IHD)

Assessment : -

IPTX :

- (Ramipril 2,5 mg/hari per oral)

- Klopidogrel 75mg/hari per oral

- Atorvastatin 1 x 10 mg per oral a.n

IPMX :

- Monitor klinis

10

Page 11: Revisi Dr. Lukman

- Monitor TTV

- Monitor EKG

FOLLOW UP

Pasien APS pada tanggal 30 Juni 2012 sore

PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad malam.

Ad functionam : malam.

Ad sanationam : dubia ad malam.

BAB IV

11

Page 12: Revisi Dr. Lukman

PEMBAHASAN

III.A DECOMPENSATIO CORDIS

1. DEFINISI

Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang terjadi pada pasien, baik karena kelainan

struktural maupun fungsi jantung yang disebabkan karena kelainan bawaan atau didapat, dengan

gejala sesak dan kelelahan serta tanda adanya edema dan rales.1

2. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis pada pasien dengan decompensatio cordis (Heart Failure), terdiri dari gejala

cardinal, yaitu lelah dan napas pendek. Komorbid non-cardiac seperti anemia dapat

timbul.menyertai. Pada tingkat awal gagal jantung, dispneu terjadi hanya pada saat melakukan

aktivitas berat, Seiring dengan progresivitas penyakit, dispneu dapat terjadi jika melakukan

aktivitas ringan, bahkan pada keadaan istirahat. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya

dispneu. Mekanisme terpenting terjadinya dispneu adalah kongesti paru dengan akumulasi cairan

interstisial atau cairan intra-alveolar, dengan aktivitas kapiler juxta, dimana menstimulasi dengan

cepat, dan menurunkan pernapasan pada cardiac dispneu. Faktor lainnya yang dapat

menyebabkan dispneu pada aktivitas, ialah compliance paru, peningkatan resistensi jalan napas,

otot-otot pernapasan, dan/atau kelelahan diafragma dan anemia.1

Orthopneu, yang didefinisikan sebagai dispneu yang terjadi pada posisi berbaring,

biasanya menjadi manifestasi yang muncul setelah dispneu karena aktivitas. Hal ini diakibatkan

oleh redistribusi cairan dari sirkulasi splanknik dan ekstremitas bawah ke sirkulasi sentral selama

berbaring, akibat penekanan tekanan kapiler pulmo. Batuk pada malam hari merupakan

manifestasi dari proses ini dan sering terlihat sebagai gejala dari gagal jantung. Orthopneu pada

umumnya membaik dengan posisi duduk atau tidur dengan tambahan bantal.1

Paroksismal nokturnal dispneu (PND) mengarah kepada episode akut dari napas pendek

yang berat dan batuk yang terjadi pada malam hari dan membuat pasien terbangun dari tidurnya,

biasanya 1-3 jam setelah pasien mulai istirahat. PND dapat bermanifestasi batuk atau mengi,

kemungkinan dikarenakan peningkatan tekanan arteri bronkialis yang mengarah kepada

kompresi aliran udara, disertai edema pulmo interstisial sehingga terjadi peningkatan resistensi

aliran udara. Pasien dengan PND sering mengalami batuk dan mengi yang persisten sekalipun

mereka sudah dalam posisi duduk. Asma kardiak berhubungan dengan PND, yang

12

Page 13: Revisi Dr. Lukman

dikarakteristikan oleh mengi sekunder karena bronkospasme, dan harus dibedakan dari asma

primer dan penyebab mengi dari pulmo.1

Pasien dengan gagal jantung dapat juga menunjukkan keluhan pencernaan. Anoreksia,

mual dan kembung yang disertai nyeri perut dan penuh, yang mungkin berkaitan dengan asites

dan atau kongesti hepar. Kongesti hepar dan peregangan kapsul mengakibatkan rasa nyeri pada

abdomen kuadran atas. Gejala serebral seperti disorientasi, bingung, gangguan tidur dan perasaan

dapat ditemukan pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama pada pasien berusia lanjut

dengan arteriosklerosis serebral dan berkurangnya perfusi serebral. Nokturia merupakan gejala

umum dari gagal jantung dan dapat mengakibatkan insomnia.1

Pada kasus, pasien pria 55 tahun dengan keluhan panas pada dada bagian tengah yang

menjalar ke ulu hati, disertai nyeri dada, sesak napas yang membaik dengan posisi duduk

(orthopneu), palpitasi, sakit kepala dan mudah lelah jika beraktivitas, cukup sesuai dengan

gejala-gejala gagal jantung.

Pemeriksaan fisik pada kasus ini bertujuan untuk membantu menentukan penyebab gagal

jantung sesuai dengan beratnya gejala. Keadaan umum pasien dengan gejala gagal jantung

ringan maupun sedang, pasien akan merasa tidak nyaman bila berbaring beberapa menit. Pada

gagal jantung yang lebih berat, pasien dalam posisi duduk, berusaha bernapas dan mungkin tidak

dapat menyelesaikan kalimat karena napas yang dangkal. Tekanan darah sistolik dapat normal

atau tinggi pada awal gagal jantung, tetapi secara umum berkurang pada gagal jantung lebih

lanjut karena disfungsi ventrikel kiri yang berat. Tekanan denyut dapat berkurang,

menggambarkan berkurangnya stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda tak spesifik yang

disebabkan oleh aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer yang mengakibatkan ekstremitas

akral dingin dan sianosis pada bibir dan kuku jari, juga disebabkan oleh pengeluaran aktivitas

adrenergik.1

Pada stadium awal gagal jantung, tekanan darah vena dapat normal saat istirahat tetapi

dapat abnormal meningkat dengan pemberian tekanan dari abdomen (abdominojugular reflux).

Adanya ronki pada pulmo merupakan akibat dari transudasi dari cairan yang berasal dari rongga

intravaskular ke dalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki dapat terdengar pada

kedua lapang paru dan dapat disertai wheezing saat ekspirasi (asma kardiak). Ronki sering tidak

ada pada pasien dengan gagal jantung kronik, walaupun tekanan pengisian ventrikel kiri

13

Page 14: Revisi Dr. Lukman

meningkat, karena meningkatnya drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi pleura akibat dari

peningkatan tekanan kapiler pleura dan menghasilkan cairan transudat dari kavitas pleura. Efusi

pleura biasanya bilateral, tetapi pada keadaan unilateral lebih sering terjadi pada sisi kanan.1

Pada pemeriksaan jantung akan didapatkan kardiomegali dengan iktus kordis biasanya

berada dibawah IC V lateral dari linea midclavicula, dan iktus kordis terpalpasi lebih dari dua

sela iga. Pada beberapa pasien, bunyi jantung S3 terdengar dan terpalpasi di apex. Pasien dengan

pembesaran atau hipertrofi ventrikel kanan terdapat pulsasi di parasternal kiri dan memanjang

saat sistol. Bunyi jantung S3 (protodiastolic gallop) merupakan hal yang tersering muncul pada

pasien dengan volume overload, yang takikardi dan takipneu. Bunyi jantung S4 bukan

merupakan indikator spesifik pada gagal jantung, tetapi biasanya ada pada pasien dengan

disfungsi diastolik. Murmur dari regurgitasi mitral dan trikuspid sering didapatkan pada pasien

dengan gagal jantung.1

Hepatomegali adalah tanda penting pada pasien dengan gagal jantung. Ketika

hepatomegali didapatkan, pembesaran hepar teraba dan pulsasi saat sistol pada regurgitasi

trikuspid dapat terjadi. Asites merupakan tanda lanjutan, terjadi sebagai konsekuensi dari

peningkatan tekanan vena hepatika dan drainase vena peritoneum. Ikterus, juga pada kondisi

akhir dari gagal jantung, merupakan akibat dari penurunan sekunder fungsi hepar karena

kongesti hepar dan hipoksemia hepatoseluler dan disertai oleh elevasi dari bilirubin direk dan

indirek. Edema perifer merupakan manifestasi cardinal dari gagal jantung, tetapi tidak spesifik

dan biasanya tidak ada pada pasien yang diterapi secara adekuat dengan diuretik. Edema perifer

biasanya simetris dan bergantung pada gagal jantung. Edema biasanya pada pergelangan kaki

dan regio pretibial pada pasien setelah berjalan. Pada pasien yang berbaring terus menerus,

edema ditemukan di area sakrum dan skrotum.1

Pada keadaan gagal jantung berat yang kronis, ditandai dengan penurunan berat badan

dan kakeksia. Meskipun mekanisme kakesia tidak begitu dimengerti, penyebabnya banyak faktor

dan termasuk peningkatan metabolisme saat istirahat, anoreksia, mual dan muntah karena

hepatomegali kongestif dan perut yang penuh, peningkatan konsentrasi sitokin seperti TNF pada

sirkulasi, dan penurunan absorpsi pada saluran cerna karena kongesti pada vena intestinal.1

Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan takikardi, takipneu, peningkatan JVP, ronki

basah halus pada kedua lapang paru, kardiomegali, pembesaran hepar, hepatojugular reflux,

14

Page 15: Revisi Dr. Lukman

dan penurunan badan yang signifikan, menunjukkan gambaran klinis gagal jantung. Pasien

sudah dirawat di RS selama satu minggu, gejala sesak dan tanda ronki sudah berkurang.

3. DIAGNOSIS

Diagnosis gagal jantung berdasarkan dari tanda klasik dan gejala yang dialami pasien.

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah

- Laboratorium rutin

Pasien dengan onset baru gagal jantung, gagal jantung akut maupun kronik harus

diperiksa darah lengkap (Complete blood count), kadar elektrolit, BUN (Blood Urea

Nitrogen), serum kreatinin, enzim hati, urinalisis. Pasien tertentu, seperti DM perlu

diperiksa GDP (Gula darah puasa), TTGO (tes toleransi glukosa oral), dislipidemia,

kelainan tiroid (TSH).

- Elektrokardiogram (EKG)

EKG untuk menilai ritme jantung dan menentukan adanya hipertrofi ventrikel kiri atau

adanya prior Miokard Infark (ada tidaknya gelombang Q) sebagaimana menentukan

lebarnya QRS.

- Rontgen thoraks

Rontgen thoraks menyediakan informasi mengenai ukuran dan bentuk jantung,

vaskularisasi pulmo, dan identifikasi penyebab diluar jantung yang menimbulkan gejala.

Meskipun pasien dengan gagal jantung memiliki evidensi dari hipertensi pulmonal,

edema interstisial dan atau edema pulmonum, kebanyakan pasien dengan gagal jantung

kronik tidak didapatkan hal demikian. Keadaan ini menggambarkan peningkatan

kapasitas dari limfatik untuk membuang cairan interstisial.

- Penilaian dari Fungsi Ventrikel Kiri

Pencitraan jantung non-invasif merupakan esensial diagnosis, evaluasi dan

manajemen untuk gagal jantung. Pemeriksaan penunjang yang paling baik adalah dua

dimensi echocardiogram/Doppler, dimana dapat menyediakan penilaian semikuantitatif

dari ukuran ventrikel kiri dan fungsi, ada tidaknya kelainan valvular dan pergerakan

dinding regional (indikasi dari prior MI). Adanya dilatasi atrium kiri dan hipertrofi

15

Page 16: Revisi Dr. Lukman

ventrikel kiri, bersamaan dengan abnormalitas pengisian diastolik ventrikel kiri dilihat

dari gelombang pulsasi dan Doppler jaringan, berguna untuk menilai gagal jatung dengan

preserved EF. Dua dimensi echocardiogram/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran

ventrikel kanan dan tekanan pulmonal, dimana dapat mengevaluasi dan menatalaksana

cor pulmonale.

Magnetic resonance imaging (MRI) juga dapat menganalisis anatomi jantung dan

fungsinya. Saat ini MRI merupakan gold standard untuk menilai massa dan volume di

ventrikel kiri. MRI juga dapat menilai struktur ventrikel kiri dan menentukan penyebab

gagal jantung (misalnya amiloidosis, kardiomiopati iskemik, hemokromatosis).

Indeks yang paling berguna untuk mengukur fungsi ventrikel kiri adalah EF

(stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). EF mudah untuk diukur dengan

penunjang non-invasif dan mudah untuk di konseptualisasi, tetapi EF juga terbatas untuk

mengukur kontraktilitas sesungguhnya, karena dipengaruhi oleh afterload dan preload.

EF normal (50%), fungsi sistolik biasanya cukup, dan ketika EF menurun (<30–40%),

biasanya kontraktilitas menurun.

- Biomarker

Level natriuretik peptida pada sirkulasi berguna untuk menunjang diagnosis pasien

dengan gagal jantung. Baik B-type natriuretic peptide (BNP) dan N-terminal pro-BNP

yang dikeluarkan oleh jantung yang rusak, merupakan marker yang relatif sensitif pada

gagal jantung dengan depressed EF; BNP juga menigkat pada gagal jantung dengan

preserved EF, tetapi tidak begitu meninggi. Penting untuk mengenali bahwa level

natriuretik peptida meningkat pada usia dan kerusakan ginjal, lebih meningkat pada

wanitda dan dapat meningkat pada gagal jantung kanan karena banyak sebab. Level BNP

dapat (false) menurun pada pasien dengan obesitas dan dapat normal pada pasien setelah

mendapat terapi. Pemeriksaan serial BNP tidak dianjurkan sebagai guide terapi.

Biomarker lain seperti troponin T dan I, C-reactive protein, TNF reseptor, and asam urat,

dapat meningkat pada gagal jantung dan memberikan informasi prognosis.

4. ETIOLOGI

16

Page 17: Revisi Dr. Lukman

Pada daerah industrialisasi, penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi penyebab

predominan pada pria maupun wanita dan berhubungan dengan 60-75% kasus gagal jantung.

Hipertensi berkontribusi pada perkembangan gagal jantung pada 75% pasien, termasuk pasien

dengan PJK. Baik PJK maupun hipertensi saling berkaitan dalam memperberat resiko gagal

jantung, begitu juga dengan diabetes melitus.

Table 1. Etiologies of Heart Failure

Depressed Ejection Fraction (<40%)Coronary artery disease Nonischemic dilated cardiomyopathy  Myocardial infarction   Familial/genetic disorders  Myocardial ischemia   Infiltrative disorders Chronic pressure overload Toxic/drug-induced damage  Hypertension   Metabolic disorder  Obstructive valvular disease    ViralChronic volume overload Chagas' disease  Regurgitant valvular disease   Disorders of rate and rhythm  Intracardiac (left-to-right) shunting   Chronic bradyarrhythmias  Extracardiac shunting   Chronic tachyarrhythmiasPreserved Ejection Fraction (>40–50%) Pathologic hypertrophy Restrictive cardiomyopathy  Primary (hypertrophic cardiomyopathies)   Infiltrative disorders (amyloidosis, sarcoidosis)  Secondary (hypertension)   Storage diseases (hemochromatosis)Aging Fibrosis  Endomyocardial disorders

Etiologi dari gagal jantung yang dialami pasien adalah karena regurgitasi aorta, maka termasuk

dalam regurgitant valvular disease depressed ejection fraction (<40%)

Pada bagian III.B akan dipaparkan mengenai regurgitasi aorta.

5. PENATALAKSANAAN

Menurut klasifikasi AHA, gagal jantung terbagi 4 stage, yaitu

- Stage A untuk pasien beresiko tinggi menjadi gagal jantung tetapi tidak memiliki

kelainan struktur jantung atau gejala dari gagal jantung (misalnya pasien dengan DM atau

hipertensi)

17

Page 18: Revisi Dr. Lukman

- Stage B untuk pasien dengan kelainan structural jantung tetapi tidak memiliki gejala

gagal jantung (misalnya pasien dengan riwayat MI dan disfungsi ventrikel kiri

asimptomatik).

- Stage C untuk pasien dengan kelainan struktur jantung dan memiliki gejala gagal jantung

(misalnya pasien dengan riwayat MI dengan dispnea dan mudah lelah).

- Stage D untuk pasien dengan gagal jantung refrakter yang memerlukan intervensi khusus

(misalnya gagal jantung refrakter yang menunggu transplantasi jantung).

Terapi pasien pada stage B dan C, progresivitas dicegah dengan pemberian obat ACE

inhibitor dan β-bloker, dan tatalaksana simptomatik pada pasien stage D.1

Pasien memiliki kelainan struktural pada jantung dan memiliki gejala dispneu dan mudah lelah

saat beraktivitas, maka berdasarkan klasifikasi AHA pasien masuk dalam stage C. Pasien pada

kasus ini direncanakan untuk diberikan ACE inhibitor ramipril dan β-blocker bisoprolol. Karena

pasien suspek edema paru dengan perbaikan, maka diberikan furosemide injeksi dan membatasi

asupan cairan pasien.

6. PROGNOSIS

Walaupun sudah dilakukan berbagai hal pada evaluasi dan manajemen gagal jantung,

perkembangan dari gejala gagal jantung tetap membawa prognosis yang buruk. Untuk prognosis,

diklasifikasikan menurut NYHA (New York Heart Association) berdasarkan status fungsional

pasien.

Tabel 2. New York Heart Association Classification

Functional Capacity

Objective Assessment

Class I Patients with cardiac disease but without resulting limitation of physical activity. Ordinary physical activity does not cause undue fatigue, palpitations, dyspnea, or anginal pain.

Class II Patients with cardiac disease resulting in slight limitation of physical activity. They are comfortable at rest. Ordinary physical activity results in fatigue, palpitation, dyspnea, or anginal pain.

Class III Patients with cardiac disease resulting in marked limitation of physical activity. They are comfortable at rest. Less than ordinary activity causes fatigue, palpitation, dyspnea, or anginal pain.

Class IV Patients with cardiac disease resulting in inability to carry on any physical

18

Page 19: Revisi Dr. Lukman

Functional Capacity

Objective Assessment

activity without discomfort. Symptoms of heart failure or the anginal syndrome may be present even at rest. If any physical activity is undertaken, discomfort is increased.

Berdasarkan klasifikasi NYHA, maka prognosis pasien pada kasus adalah NYHA kelas III,

karena pasien memiliki penyakit jantung yang ditandai dengan batasan aktivitas fisik dan lebih

nyaman jika beristirahat.

III. B AORTA REGURGITASI (AR)

1. MANIFESTASI KLINIS

Secara umum, gejala klinis aorta regurgitasi disebabkan oleh aliran laju dan aliran balik

yang melalui katup aorta, yang mengakibatkan peningkatan stroke volume. Derajat regurgitasi

da[at ditentukan berdasarkan derajat ketidakmampuan katup, compliance ventrikel kiri, akhir

ventrikel dan volume akhir diastolik.2

Pada keadaan regurgitasi aorta akut, gejala yang muncul merupakan manifestasi dari

kolaps jantung, yaitu kelemahan, sesak napas berat, hipotensi dan angina. Sedangkan regurgitasi

aorta kronik, manifestasinya adalah sesak yang terjadi akibat aktivitas, Nocturnal dyspnea,

orthopnea, diaphoresis, ketidaknyamanan pada abdomen, ketidaknyamanan yang disadari pada

denyut jantung.2

Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan, tanda yang khas yaitu murmur diastolik

decrescendo dengan nada tinggi, yang punctum maksimumnya berada pada pada tepi sternum

kiri setelah BJ II. Pada regurgitasi aorta akut, pasien dengan CHF atau syok yang diasosiasikan

dengan regurgitasi aorta berat sering tampak sakit berat, takikardi, vasokonstriksi perifer,

sianosis, edema pulmonum, pulsus alternans (arteri), murmur diastolik awal (nada rendah dan

lebih pendek dapat terdengar. Austin-Flint murmur, yang disebabkan oleh regurgitasi yang

disebabkan getaran dari apparatus katup mitral bernada rendah dan durasi pendek, sedangkan

pada regurgitasi aorta kronik didapatkan :

- All auscultatory phenomena indicate vasodilatation of peripheral circulation.

- Hyperdynamic apical impulse displaced laterally and inferiorly may be associated with

an ejection click.

19

Page 20: Revisi Dr. Lukman

- Murmur diastolik decrescendo

- Apical middiastolic rumble

- Austin-Flint murmur

- Pulsus bisferiens; peningkatan tekanan pulsasi perifer yang terlihat, kuat. (water hammer)

- Corrigan pulse – pulsasi yang dengan cepat kolaps

- Musset sign – denyut di kepala

- Quincke sign - pulsasi kapiler pada kuku

- Muller sign – Pulsasi pada uvula

- Hill sign – Tekanan sistolik pada ekstremitas bawah lebih tinggi daripada tekanan sistolik

ekstremitas atas minimal 100mmHg

- Traube sign – bunyi keras sistolik pada arteri femoralis

- Duroziez sign – murmur sistolik-diastolik yang diproduksi oleh kompresi dari arteri

femoralis dengan stetoskop2

Pada kasus ditemukan beberapa tanda yaitu tekanan darah 130/60, de Musset’s sign, muller

sign, Corrigan’s sign, merupakan tanda-tanda khas regurgitasi aorta.

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Gambaran Rontgen Thoraks

Pada regurgitasi aorta akut : pembesaran jantung minimal, arkus aorta yang normal,

peningkatan corakan bronkovaskular.

Pada regurgitasi aorta kronik : terdapat tanda pembesaran jantung, arkus aorta yang

prominent, corakan bronkovaskular normal.2

- EKG

Gambaran EKG yang diharapkan pada regurgitasi aorta :

Normal pada fase awal penyakit, Left axis deviation (chronic aortic regurgitation),

Gelombang Q Prominent pada I, AVF, V3-V6, Gelombang R memendek pada V1, T

inverted dengan ST-depresi, P-R memanjang.2

- Echocardiografi

20

Page 21: Revisi Dr. Lukman

Ukuran ventrikel kiri meningkat pada regurgitasi aorta kronik dan fungsi sistolik normal

hingga kontraktilitas otot jantung melemah, yang ditandai dengan penurunan ejeksi atau

peningkatan end-systolic dimension. Diastolik frekuensi tinggi dan cepat dari katup

mitral anterior yang disebabkan oleh regurgitant jet. Echocardiogram berguna untuk

menentukan penyebab regurgitasi aorta, dengan mendeteksi dilatasi dari annulus dan

arkus aorta, diseksio aorta atau kelainan katup primer. Regurgitasi aorta berat, central jet

width dinilai oleh color Doppler lebih dari 65% outflow ventrikel kiri, volume regurgitan

60 ml/denyut, fraksi regurgitasi 50%, dan terdapat aliran balik diastol pada aorta

desendens thorakalis bagian proksimal.2

2. ETIOLOGI

Primary Valve Disease Primary Aortic Root DiseaseCongenital (Bicuspid) Aorta dissectionEndocarditis Cystic Medial degenerationRheumatic Fever Marfan’s syndromeMyxomatous (Prolaps) Bicuspid aortic valveTrauma Nonsyndromic familial aneurysmSifilis AortitisAnkylosing Spondylitis Hipertension

Table 3. Etiology of Aorta Regurgitation

3. PENATALAKSANAAN

- Terapi Medikamentosa

Gejala awal sesak dan intoleransi terhadap aktivitas berespon terhadap diuretik,

vasodilator (ACE inhibitor, dihidroporidin calcium chanel blocker, atau hidralazin) cukup

baik. Sasaran tekanan darah sistolik adalah <140 mmHg pada pasien dengan regurgitasi

aorta kronik.2

- Terapi Pembedahan

Dalam memutuskan pada waktu kelayakan dan kepatutan pengobatan bedah, dua

hal harus diingat (1) pasien dengan AR kronis yang berat biasanya tidak menunjukkan

gejala sampai setelah pengembangan disfungsi otot jantung, dan (2) ketika tertunda

terlalu lama (> 1 tahun dari timbulnya gejala atau disfungsi ventrikel kiri), perawatan

bedah sering tidak mengembalikan fungsi normal ventrikel kiri. Oleh karena itu, pasien

21

Page 22: Revisi Dr. Lukman

dengan AR kronis yang berat, follow-up klinis dan echocardiografi setiap 6 bulan

diperlukan jika operasi akan dilakukan di waktu yang optimal, yaitu setelah timbulnya

disfungsi ventrikel kiri tetapi sebelum perkembangan gejala menjadi berat. Operasi dapat

menjadi pilihan selama pasien, baik asimptomatik dan fungsi normal ventrikel kiri

bertahan tanpa dilatasi (end diastolic dimension > 75 mm).2

AVR (Aorta Valve Replacement) diindikasikan untuk penatalaksanaan AR berat

pada pasien simtomatik terlepas dari fungsi ventrikel kiri. Pada umumnya, operasi harus

dilakukan pada pasien tanpa gejala dengan AR berat dan disfungsi ventrikel kiri progresif

(LVEF <50%, LV-end systolic dimension >55 mm atau end-systolic volume >55 ml/m2,

atau LV sebuah LV akhir sistolik dimensi> LVEF 55 mm atau volume akhir-sistolik> 55

mL/m2, atau LV diastolic dimension > 75 mm). Pasien dengan AR berat tanpa indikasi

operasi harus di follow-up keadaan klinis dan echocardiografi setiap 3-12 bulan.2

AVR dengan protese jaringan atau mekanik yang sesuai umumnya diperlukan

pada pasien dengan AR rematik dan pada banyak pasien dengan berbagai bentuk

regurgitasi. AR yang disebabkan karena dilatasi aneurisma aorta, atau proksimal aorta

asendens, mungkin saja regurgitasi dikurangi atau dieleminasi dnegan mempersempit

annulus atau dengan mengeksisi sebagian aorta tanpa mengganti katup.2

III. C ATRIAL FIBRILASI (AF)

1. KLASIFIKASI

Berbagai klasifikasi dibuat berdasarkan gambaran EKG, rekaman epikardial. Pola dari AF :

← - First detected episode

← - Recurrent (Setelah ≥ 2 episode)

Paroksismal (self terminating, episode umumnya ≤ 7 hari, paling banyak <24 jam)

Persisten (non self terminating, episode biasanya ≥ 7 hari)

← - Permanen3

Berdasarkan hasil EKG pasien perhari, pasien termasuk dalam atrial fibrilasi persisten.

2. DIAGNOSIS

AF seringkali tidak menimbulkan gejala, tetapi ada juga yang merasa berdebar-debar dan

irama jantung ireguler. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi hipotensi, kongesti pulminal,

22

Page 23: Revisi Dr. Lukman

dan gejala angina. Pada pasien dengan disfungsi diastolik ventrikel kiri dengan hipertensi,

kardiomiopati hipertrofi, atau penyakit katup aorta obstruktif, gejala yang timbul lebih berat lagi.

Intoleransi aktivitas dan mudah lelah merupakan tanda

dari kontrol yang buruk. Manfestasi terutama pada AF

yaitu sakit kepala berat atau sinkop.4

Diagnosa AF ditegakkan dengan EKG. Pada

EKG dengan AF, akan teridentifikasi ritme AF, LVH,

durasi dan morfologi gelombang p atau gelombang AF,

pre-eksitasi, bundle-branch block, prior MI.3,4

3. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien dengan AF harus dilakukan

berdasarkan kondisi klinis dimana aritmia terjadi, level

antikoagulan pasien, faktor resiko stroke, gejala pasien,

efek hemodinamik dan denyut ventrikel.

Pada keadaan akut, goal dari terapi adalah

mengontrol denyut ventrikel, dan menambahkan

antikoagulan dan memulai terapi heparin IV jika durasi AF lebih dari 12 jam dan terdapat faktor

resiko stroke. Kontrol denyut ventrikel dimulai dengan pemberian beta blocker atau Ca chanel

blocker seperti verapamil dan diltiazem. Digoxin boleh ditambahkan.3

Pada kondisi kronis, pasien dengan tipe persisten, control dengan beta bloker, ca chanel

blocker diltiazem dan verapamil, dan atau digoxin sering ditambahkan. Indikasi dimana denyut

tidak terkontrol pada AF persisten adalah denyut jantung lebih dari 80x/menit saat istirahat atau

100 x/menit dengan aktivitas fisik sederhana. Monitor EKG dan penilaian denyut jantung

diperlukan. Untuk mengeleminasi faktor resiko emboli, maka diperlukan antikoagulan.3

23

Table 4. pharmacological management of patients with recurrent AF4

Page 24: Revisi Dr. Lukman

DAFTAR PUSTAKA

1. Heart failure. In : Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, et al,

editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine (E-book). 18th Ed. McGraw-Hill Companies;

2012.

2. Valvular heart disease. In : Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL,

Loscalzo J, et al, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine (E-book). 18th Ed. McGraw-

Hill Companies; 2012.

3. Wann S, Curtis AB, Ellenbogen KA, Estes NAM, Ezekowitz MD, Jackman WM. ACCF/AHA

Pocket Guideline : Management of Patients with Atrial Fibrillation. American College of

Cardiology Foundation and American Heart Association, Inc;2011.

4. The tachyarrhythmias : Atrial Fibrillation. In : Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS,

Hauser SL, Loscalzo J, et al, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine (E-book). 18th Ed.

McGraw-Hill Companies; 2012.

24