REVIEWFormulasi Patch Natrium Diklofenak Berbasis Polimer
Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) Sebagai Sediaan Lokal
Penanganan Inflamasi Pada Penyakit PeriodontalOleh: Hissi
FitriyahA. PENDAHULUANDiklofenak merupakan salah satu obat golongan
NSAID yang banyak digunakan untuk menangani nyeri dan inflamasi,
salah satunya pada penyakit periodontal.Hampir semua obat golongan
NSAID memiliki efek samping terhadap usus dan duodenum. Apalagi
pada wanita hamil usia trimester ketiga serta menyusui, natrium
diklofenak digolongkan kategori B dan D.Untuk mengatasi efek
samping akibat penggunaan natrium diklofenak, maka dibuatlah
sediaan yang langsung bekerja pada pusat nyeri, salah satunya
sediaan patch.Patch merupakan sediaan yang terdiri dari 2 lapisan,
lapisan utamanya mengandung polimer yang adhesif dilapisi dengan
lapisan backing yang impermeable. Polimer yang memiliki sifat
mukoadhesif adalah polimer hidrofilik, salah satunya hidroksi
propil metil selulosa (HPMC). Menurut penelitian Doshi
et.al.,(2011), HPMC memiliki sifat adhesi yang lebih maksimal
dibandingkan polimer polivinil alkohol (PVA) dan kombinasi PVA
serta polimer polovinil pirolidon (PVP).Lapisan backing bersifat
impermeable dengan air sebab berfungsi untuk mencegah zat aktif
terlarut dan tertelan bersama saliva serta untuk memberikan aliran
zat aktif secara searah ke lapisan mukosa. Polimer yang paling
banyak digunakan untuk pembentuk lapisan backing adalah etil
selulosa, polivinil alkohol.
B. LATAR BELAKANG 1. Penyakit PeriodontalJaringan periodontal
merupakan bagian dari struktur gigi yang tersusun atas bagian
jaringan gigi lunak dan keras serta tulang alveolar yang berfungsi
sebagai penyangga gigi. Kelainan periodontal disebabkan oleh adanya
plak pada gigi atau adanya dampak luas akibat penyakit pada mukosa
mulut.Tahapan penting yang terjadi pada proses terjadinya penyakit
periodontal yaitu: Pertama, adanya mekanisme pertahanan yang
membentuk inflamasi pada gusi akibat paparan plak gigi, proses
peradangan ini dikenal sebagai gingivitis. Kedua, terjadinya
kerusakan periodontal yang menyebabkan kerusakan jaringan
penyangga. Bila hal ini tidak diatasi, maka akan lanjut ke tahap
selanjutnya yaitu hilangnya tulang mandibula yang menyebabkan
ekstaksi elemen gigi.Penyakit periondontal dapat diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis merupakan
peradangan pada peridonsium, yang terbatas pada gingiva dan
dianggap reversible. Awalnya terjadi pendarahan pada saat menyikat
gigi ataupun terjadi spontan tanpa sebab. Gejala lain yang terjadi
adalah perubahan warna pada gingiva yang meningkat seiring parahnya
peradangan. Perubahan terjadi dari warna merah muda ke merah tua
sampai ungu. Pada stadium lanjut, terjadi pula perubahan bentuk
gingiva. Pada gingivis terkadang disertai timbulnya rasa nyeri.
Namun kadang pendarahan merupakan satu-satunya gejala yang dapat
dilihat pasien. Gingiva yang mengalami peradangan dapat kehilangan
fungsinya.Periodontitis merupakan peradangan pada periodonsium,
sudah ada yang hilang dari bagian-bagian yang menghubungkan serat
antara elemen gigi dan sekelilingnya. Periodontitis
merupakanmerupakan sebab umum yang menyebakan halitosis. Gejala ini
menyebabkan bau yang sangat tidak enak terkadang disertai nanah. 2.
Natrium DiklofenakDiklofenak merupakan turunan fenilasetat yang
termasuk obat golongan non steroid anti inflamasi (NSAID), yang
paling banyak digunakan merupakan bentuk garam natriumnya sehingga
dikenal natrium diklofenak. Berikut merupakan struktur kimia
natrium diklofenak:
Hampir semua obat golongan NSAID mengakibatkan efek samping
gangguan pada saluran cerna. Bahkan natrium diklofenak digolongkan
sebagai kategori B dan D pada ibu hamil usia trimester ketiga dan
menyusui. Upaya untuk menanggulangi efek samping dan bahaya natrium
diklofenak dengan cara dibuat sediaan yang dapat langsung
menghantarkan obat ke tempat aksi, salah satunya sediaan patch. 3.
Anatomi Mukosa Rongga MulutRongga mulut terdiri atas daerah bibir,
pipi, lidah, hard palate, soft palate, dan daerah dasar mulut.
Rongga mulut dibatasi oleh membran mukosa, meliputi mukosa bukal,
sublingual, gingival, palatal dan labial mukosa. Terdapat 3 jenis
mukosa, yaitu lining, specialized mucosa (khusus), dan
masticatory.Terdapat 3 lapisan khas dari rongga mulut, yaitu
epitel, membran basal dan jaringan ikat. Rongga mulut dilapisi oleh
epitel, yang terletak dibawah membran basal. Membran basal ini,
didukung oleh jaringan ikat. 4. MukoadhesifAdhesi (pelekatan)
merupakan keadaan suatu permukaan yang berikatan melalui daya
antarmuka, yang terjadi karena daya valensi atau aksi saling
mengikat. Istilah bioadhesi digunakan untuk menyatakan pelekatan 2
bahan yang salah satunya merupakan bahan biologis. Mukoadhesif
menunjukan adanya pelekatan polimer pada permukaan mukosa. 5.
PatchPatch merupakan sediaan yang terdiri dari 2 lapisan, salah
satu lapisannya mengandung lapisan yang mengandung polimer yang
adhesif dilapisi dengan lapisan blacking yang impermeable.Lapisan
mukoadhesif pada pada patch dapat melekat pada mukosa oral, daerah
di gusi dan lainnya untuk mengontrol pelepasan zat aktif. Selain
itu patch mempunyai kelebihan diantaranya memiliki fleksibilitas
yang lebih baik dibanding sediaan mukoadhesif tablet, dan lebih
menjamin keakuratan dosis dibandingkan sediaan gel atau salep.Tipe
patch ada 2 macam, yaitu:a. Tipe matriks, dirancang supaya zat
aktif, polimer dan bahan tambahan lain bisa dicampur bersama.b.
Tipe reservoir, mengandung lubang untuk zat aktif dan bahan
tambahan lain supaya terpisah dari lapisan adhesif. Dibutuhkan
backing impermeable untuk mengontrol arah pelepasan zat aktif.Patch
terdiri dari beberapa komponen yaitu:a. Bahan aktif, obat yang
mengalami first pass effectb. Polimer (lapisan adhesif), untuk
menghantarkan zat aktif ke tempat spesifik c. Lapisan backing,
polimer yang bersifat impermeable dengan air untuk memberikan zat
aktif aliran searah ke lapisan mukosa, serta mencegah zat aktif
terlarut dalam saliva dan tertelan.d. Plasticizer, untuk membentuk
film tipis yang halus dan fleksibel dari polimer.e. Peningkat
penetrasi, dapat membantu meningkatkan penetrasi zat aktif.Metode
untuk pembuatan patch, antara lain:a. Solvent Casting, sering
digunakan untuk sediaan oral.b. Hot Melt Extrusion, digunakan untuk
membuat granul, tablet sustained release, sistem penghantaran obat
transdermal dan transmukosal.c. Direct Milling, tanpa menggunakan
pelarut. 6. Hidroksi Propil Metil SelulosaMethyl
Hydroxypropylcellulose (MHPC) atau hidroksi propil metil selulosa
(HPMC) merupakan salah satu polimer yang paling banyak digunakan
dalam penghantaran obat melalui rute bukal. HPMC dikategorigan
sebagai polimer hidrofilik yang larut dalam air sehingga akan
mengembang jika dalam media berair yang disertai disolusi
matriks.Berdasarkan penelitian Doshi et.al., pada tahun 2011
diketahui bahwa film HPMC memiliki waktu tinggal lebih lama
dibandingkan PVA dan kombinasi PVA-PVP serta memiliki kekuatan
bioadhesif lebih tinggi. 7. Etil SelulosaEtil selulosa merupakan
selulosa hasil reaksi antara etil klorida dengan alkali selulosa.
Etil selulosa dapat menghasilkan film yang kuat dan tahan lama jika
dilarutkan dalam pelarut organik atau camputan pelarut organik.
Untuk menambah kelarutan dapat ditambahkan hypermellose dan
plasticizer.Etil selulosa juga digunakan sebagai backing membran
dalam sediaan bukal patch. Menghasilkan membran yang memiliki
kekuatan tarik yang tinggi dan memberikan aliran zat aktif yang
searah dengan sangat baik.Kelebihan lain dari etil selulosa adalah
tidak bersifat toksik, alergi, dan iritasi. Namun tidak kompatibel
dengan parafin padat dan padatan mikrokristalin.C. METODE
PENELITIAN 1. Alat dan Bahan Alat1. Timbangan analitik (AND
GH-202)2. Viskotester HAAKE 6R3. Pengaduk magnetik (WIGGEn
HAUSER)4. Mikrometer digital (Mitutoyo, Jepang)5. Cetakan Film6.
Mikroskop optik (Olympus IX 71, Jepang)7. Disintegrator (Ereclolab
ED-2L)8. Desikator9. Oven (Eyela NDO-400, Jepang)10. Cutter11.
Gunting12. Franz diffusion cell13. Spult14. Vial15.
Spektrofotometer UV-Vis (Hitachi-U2910)16. Alat gelas yang sering
dipakai di laboratorium Bahan1. Na Diklofenak (PT. Indofarma)2.
HPMC 50 cPs (ShinEtsu, Japan)3. Etil selulosa N100 (Hercules)4.
Aquades5. Gliserin (Brataco, Indonesia)6. Propilen glikol (Brataco,
Indonesia)7. Etanol 70%8. Etanol 95% (Mallincrkrodt, USA)9.
Kloroform (Merck, Indonesia)10. NaOH (Merck, Indonesia)11. Kalium
dihidrogen fosfat (Merck, Indonesia)12. Mukosa gingival sapi13.
Cyanoacrylate adhesive14. Silika15. Kertas saring16. pH indikator
(Merck, Indonesia)
2. Prosedur a. Formula PatchMelalui perhitungan, tiap 20 gram
formula mengandung komponen berikut:
1). Preparasi Lapisan HPMCHPMC ditimbang kemudian dilarutkan
dengan 15 gram etanol 70% dalam beaker glass, diaduk menggunakan
pengaduk magnetik. Tambahkan gliserin, aduk kembali (polimer).
Dalam beaker terpisah, natrium diklofenak dilarutkan dengan 3 gram
etanol 70% dan ditambahkan propilen glikol, aduk homogen (zat
aktif). Larutan zat aktif dicampurkan ke dalam larutan polimer dan
diaduk homogen menggunakan pengaduk magnetik, kemudian digenapkan
massanya hingga 20 g. Ukur viskositas, kemudian masukan ke dalam
cetakan dan dikeringka pada suhu 5C selama 18 jam.2). Preparasi
Patch Etil selulosa ditimbang 0,480 g dilarutkan dengan 10 ml
kloroform, tambahkan propilen glikol yang telah ditambahkan 5 ml
etanol dan diaduk homogen menggunakan pengaduk magnetik selama 30
menit. Ukur viskositasnya kemudian masukan ke dalam cetakan yang
telah mengandung lapisan HPMC. Keringkan selama 8 jam pada suhu
40C. Setelah itu, patch dipotong ukuran 8 x 20 mm2. b. Pembuatan
Larutan Buffer Fosfat pH 6,8250 ml larutan kalium dihidrogen fosfat
0,2 M dicampur dengan 112 ml NaOH 0,2 M kemudian dicukupkan
volumenya hingga 1000 ml dengan air bebas karbondioksida. c.
Pembuatan Kurva Kalibrasi1). Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (
maks)Dilakukan scanning panjang gelombang larutan standar natrium
diklofenak menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang
gelombang 200-300 nm.2). Pembuatan Larutan Standar Na DiklofenakNa
diklofenak ditimbang 5 mg kemudian dilarutkan dalam 50 ml buffer
fosfat pH 6,8 sehingga didapat larutan induk sebesar 100 g. Dari
larutan tersebut diambil sebanyak 200, 400, 600, 800 dan 1000 l
kemudian dicukupkan hingga volume 10 ml, sehingga didapatkan
larutan dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm. Masing-masing
larutan standar diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 275,5
nm ( hasil scanning sebelumnya).d. Evaluasi Cairan Polimer1).
Evaluasi Viskositas Larutan PolimerLarutan yang mengandung polimer
dan plasticizer disiapkan sesuai dengan konsentrasi pada formula
pembuatan patch. Viskositas diukur dengan viskometer Brookfield
menggunakan spindel nomor 2 (R2) dengan kecepatan putar 100 rpm
pada temperatur ruang. 2). Evaluasi Patcha) OrganoleptisMeliputi
pengamatan secara mikroskopis dan makroskopis terhadap fisik patch
yang dibuat, pengamatan warna dan tekstur permukaan patch.b)
Evaluasi Fisika) Keragaman bobot Dilakukan dengan menimbang 10 buah
patch dengan ukuran 8 x 20 mm2 secara acak dari setiap batch
kemudian dihitung massa rata-ratanya dan dibandingkan dengan massa
patch satu per satu kemuadian dihitung simpangan bakunya.b)
Keseragaman kandunganDiambil patch dari masing-masing formula
dengan ukuran 8 x 20 mm2 kemudian dilarutkan dalam 42,5 ml buffer
fosfat pH 6,8 dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama 2 jam.
Tambahkan 7,5 ml etanol 96% diaduk kembali dengan pengaduk magnetik
selama 4 jam. Kemudian larutan disaring dan diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 275,5
nm menggunakan blangko yang mengandung patch tanpa zat aktif yang
telah dilarutkan dalam campuran buffer fosfat pH 6,8 dan etanol 96%
dengan perbandingan 85:15.c) Keragaman KetebalanKetebalan patch
diukur menggunakan mikrometer di 3 titik pada masing-masing patch,
kemudian dihitung ketebalannya dengan satuan mikrometer (m).d) Uji
PelipatanDitentukan dengan berulang kali melipat patch di tempat
yang sama sampai patah. Pelipatan patch maksimal 300 kali. Jumlah
dari banyak lipatan ditempat yang sama tanpa henti merupakan nilai
dari ketahanan lipat patch.e) Pengukuran pH PermukaanDiambil patch
secara acak, dimasukan kedalam wadah berisi 0,5 ml aquades (pH 6)
selama 120 menit pada suhu ruang kemudian pH patch diukur
menggunakan pH indikator.f) Uji Pengembangan (Swelling
studies)Diukur dengan memasukan patch dari masing-masing formula
dengan ukuran 1 x 2 cm2 kedalam beaker glass yang mengandung 20 ml
buffer fosfat pH 6,8. Kemudian patch dikeringkan dan ditimbang
setiap 5 menit selama 30 menit. Derajat pengembangan dihitung
menggunakan rumus:
Keterangan:w1 = bobot sebelum (gram)w2 = bobot sesudah berkontak
dengan larutan buffer (gram)g) Uji Waktu Tinggal (in vitro
residence time)Menggunakan modifikasi disintegrator USP. 800 ml
larutan buffer fosfat pH 6,8 yang dipertahankan suhunya 37C sebagai
larutan medium. Mukosa dari gusi sapi segar direkatkan diatas
permukaan kaca dengan bantuan perekat (cyanoacrylate adhesive).
Sebelum patch diletakan diatas mukosa, lapisan mukosa dibasahi
terlebih dahulu dengan 50 l larutan buffer fosfat pH 6,8 baru
kemudian patch diletakan dengan sedikit ditekan. Kaca tersebut
dimasukan ke disintegrator. Amati waktu hingga patch terlepas.h)
Uji Kemampuan Penetrasi Zat AktifMenggunakan Franz diffusion cell
pada suhu 37C 2C. Mukosa gusi sapi segar diletakan diantara
kompartemen donor dan reseptor. Patch diletakan dengan bagian inti
menghadap ke arah mukosa. Kompartemen reseptor diisi dengan larutan
buffer fosfat pH 6,8 dan diaduk konstan dengan kecepatan sedang.
Pada interval menit ke 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300,
dan 360 diambil 1 ml larutan buffer dan ditambahkan pula larutan
buffer dengan volume yang sama. Larutan tersebut diencerkan dengan
buffer yang sama kemudian dicari absorban menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 275,5 nm.i) Uji
Kebocoran BackingMenggunakan Franz diffusion cell pada suhu 37C 2C.
Patch diletakan dengan bagian backing menghadap ke arah reseptor.
Kompartemen reseptor diisi dengan larutan buffer fosfat pH 6,8 dan
diaduk konstan dengan kecepatan sedang. Pada interval menit ke 0,
15, 30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, dan 360 diambil 1 ml
larutan buffer dan ditambahkan pula larutan buffer dengan volume
yang sama. Larutan tersebut diencerkan dengan buffer yang sama
kemudian dicari absorban menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan
panjang gelombang 275,5 nm.D. HASIL DAN PEMBAHASAN1. Karakteristik
Cairan PolimerPolimer utama yang digunakan pada penelitian ini
adalah HPMC. Proses pembentukan larutan polimer dengan melarutkan
HPMC sesuai formula dalam etanol 70%. Penggunaan etanol 70%
dilakukan karena polimer HPMC tidak larut dalam etanol 96%, tapi
larut dalam campuran air dan alkohol.Pengamatan organoleptis secara
fisik menunjukan bahwa semua polimer memiliki kesamaan warna
walaupun konsentrasi berbeda, memberikan warna larutan jernih
walaupun berbeda formula. Selain secara fisik, dilakukan pula
pengujian viskositas. Hasilnya sebagai berikut:
Terlihat bahwa meskipun tampilan fisiknya serupa, namun ternyata
memiliki viskositas berbeda antara konsentrasi berbeda pada formula
yang digunakan.2. Karakteristik Fisikokimia PatchPatch yang dibuat
terdiri dari 2 lapisan, lapisan utama mengandung polimer adhesif
dan natrium diklofenak sedangkan lapisan kedua adalah lapisan
blocking berfungsi untuk menahan difusi natrium diklofenak serta
memberikan arah difusi zat aktif searah. Patch dibuat menggunakan
metode solvent casting, karena lebih mudah pengerjaannya dan cocok
untuk zat aktif natrium diklofenat. Apalagi telah dilakukan
penelitian sebelumnya yang menformulasikan patch untuk sediaan oral
dengan metode solven casting.Secara fisik, tampilan formula A1, A2,
A3 dan blangko serupa, yaitu berwarna jernih. Patch yang terbentuk
tidak memisah antara lapisan adhesif yang mengandung HPMC dengan
lapisan backing mengandung etil selulosa. Akan tetapi setelah
dilakukan pemanasan selama 6 jam sampai lapisan etil selulosa
kering terjadi pemisahan. Namun setelah dilakukan pemanasan kembali
selama 8 jam pada suhu 40C tidak terjadi pemisahan antara patch
bilayer tersebut.Patch yang terbentuk agak kaku, terutama bagian
backing. Setelah melakukan uji pelipatan, yaitu patch dilipat pada
lokasi yang sama sampai robek. Hasil uji pelipatan lapisan backing
hanya sampai 25 lipatan, lebih sedikit dibandingkan HPMC yang tidak
rusak sampai lipatan ke-300. Hal ini disebabkan karena penambahan
gliserin sebagai plasticizer sebanyak 40% pada HPMC sehingga tidak
mudah sobek. Terbukti bahwa gilserin sebagai plasticizer dapat
membentuk film tipis yang halus dan fleksibel dari polimer, dalam
hal ini HPMC.Hasil pengamatan secara mikroskopis antara patch yang
mengandung zat aktif natrium diklofenak dan patch yang tidak
mengandung zat aktif menunjukan penampak yang sama, berarti tidak
terjadi rekristalisasi. Dengan kata lain, natrium diklofenak
terdispersi secara molekuler dalam larutan polimer HPMC.Dari hasil
pengamatan, terlihat bahwa bobot dan ketebalan patch mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah polimer pada formula.
Bobot patch paling rendah adalah adalah formula A1 yang konsentrasi
HPMC terendah yaitu 1%, dan tertinggi adalah formula A3 dengan
konsentrasi HPMC 3%. Begitu pula dengan ketebalan patch, formula A1
memiliki ketebalan minimal dibandingkan formula lain.Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukan adanya
peningkatan bobot dan ketebalan patch akibat peningkatan
konsentrasi polimer HPMC. Adanya keseragaman bobot dan ketebalan
patch diharapkan memberikan distribusi zat yang seragam. Pengujian
zat aktif sediaan menunjukan bahwa kandungan zat aktif sediaan
patch yang dibuat sekitar 800-852 g. Pengujiannya menggunakan
pelarut campur yaitu buffer fosfat pH 6,8 dan etanol 96% dengan
perbandingan 85:15 untuk meningkatkan kelarutan natrium diklofenak
karena agak sukar larut dalam air. Hasil perolehan kembali natrium
diklofenak sebesar 91,148%.3. pH Permukaan PatchPenentuan pH
menggunakan pH indikator menghasilkan pH 6 untuk semua formula.
Berdasarkan hasil ini, berarti masih terdapat pada range pH saliva
yaitu 5,6 7, sehingga diharapkan tidak menimbulkan iritasi pada
permukaan mukosa.d. Waktu Tinggal Patch pada Permukaan Gusi
sapiHasil pengujian menunjukan semua formula sediaan patch dapat
melekat pada membran mukosa gusi sapi selama lebih dari 7 jam.
Hasil ini menunjukan bahwa penambahan polimer HPMC tidak
mempengaruhi waktu pelekatan sediaan pada membran mukosa
gusi,walaupun konsentrasi tiap formula berbeda. Padahal menurut
penelitian sebelumnyapenembahan polimer HPMC berpengaruh pada waktu
tinggal patch.4. Derajat PengambanganHasil pengamatan menunjukan
bahwa pada menit ke-20 adanya peningkatan bobot setelah dilakukan
perendaman beberapa waktu dalam medium buffer fosfat pH 6,8 karena
adanya absorbsi air. Semakin lama waktu perendaman, maka semakin
meningkat pula derajat pengembangan sediaan patch, hal ini sesuai
dengan hasil penelitian sebelumnya.Pada menit ke-25 dan 30 terjadi
penurunan derajat pengembangan karena adanya disolusi matriks HPMC.
Hal ini dapat digunakan untuk meramalkan pelepasan zat aktif dari
matriks HPMC.5. Kemampuan Penetrasi Natrium DiklofenakDari hasil
pengujian persentase kumulatif difusi natrium diklofenak melalui
membran gusi sapi secara in vitro menggunakan Franz diffusion cell
dengan luas area difusi 2 cm2 dan volume kompartemen reseptor 22,5
ml menghasilkan difusi zat aktif terbanyak adalah formula A1,
diikuti formula A3 dan yang terendah formula A2. Dari hasil
pengolahan data menggunakan statistik, menunjukan adanya perbedaan
yang signifikan antara hasil uji difusi natrium diklofenak, namun
pada formula A1 dan A3 walaupun ada perbedaan namun tidak
signifikan.Hasil uji difusi ini dapat dipengaruhi beberapa faktor,
diantaranya perbedaan ketebalan membran gusi sapi yang digunakan
sehingga menyebabkan perbedaan laju difusi. Hal ini dibuktikan
dengan hasil pengujian fluks yang menunjukan formula A2 nilai fluks
lebih kecil dibanding formula lain.6. Kebocoran Backing
MembranHasil pengujian kebocoran backing berkisar 0 25%, hal ini
menunjukan bahwa membran etil selulosa dapat menahan difusi zat
aktif ke saliva dan memberikan arah difusi searah sehingga
mengoptimalkan difusi natrium diklofenak melalui membran.Pengujian
kebocoran baking membran menggunakan franz diffusion cell mempunyai
kelemahan karena hanya bisa mengamati kebocoran zat aktif dari
permukaan atas saja, sedangkan dari sisi samping patch tidak
terukur. Pemggunaan etil selulosa sebagai backing pun mengalami
kelemahan, karena pada proses pembuatannya memerlukan pelarut
campur yaitu etanol 96% dan kloroform. Penggunaan kloroform dalam
formulasi sediaan mukoadhesif dikhawatirkan menyebabkan
hepatotoksik atau neprotostik. Menurut teori, produk kesehatan
tidak boleh mengandung kloroform lebih dari 0,5%, sehingga perlu
dilakukan pengujian residu pelarut dalam sediaan.E. KESIMPULAN1.
Sediaan patch semua formula dapat melekat di permukaan membran gusi
sapi selama lebih dari 7 jam.2. Persen kumulatif difusi natrium
diklofenak pada jam ke-6 dari matrik HPMC 34 0% (formula A1), 21 0%
(formula A2), 24 1%.3. Fluks difusi natrium diklofenak 28,917 0,094
gcm-2jam-1 (formula A1), 18,468 0,340 gcm-2jam-1 (formula A2),
19,749 0,869 gcm-2jam-1 (formula A3).4. Membran backing dapat
mengoptimalkan difusi natrium diklofenak melalui membran.5. A1
merupakan formula terbaik sediaan patch