Top Banner
Responsi SEORANG WANITA P3A0 46 TAHUN DENGAN MIOMA UTERI DAN DISPLASIA RINGAN Oleh : Aldila Desy K G99122012 Fitri Prawitasari G99122047 Arti Tyagita Kusumawardhani G99122019 Larissa Amanda G99141092 Pembimbing : Asih Anggraeni, dr.SpOG
49

Responsi Mioma Uteri Okt '14

Sep 27, 2015

Download

Documents

yunita24

obgyn
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Responsi

SEORANG WANITA P3A0 46 TAHUN DENGAN MIOMA UTERI DAN DISPLASIA RINGAN

Oleh :Aldila Desy KG99122012Fitri PrawitasariG99122047Arti Tyagita KusumawardhaniG99122019Larissa AmandaG99141092

Pembimbing :Asih Anggraeni, dr.SpOG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGANFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDISURAKARTA2014ABSTRAK

Pendahuluan: Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul sehingga dapat dilepaskan dari sekitarnya, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu.Isi: Seorang P3A0, 46 tahun, datang dengan keluhan perdarahan jalan lahir. Keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh keputihan dari jalan lahir. Pasien menyangkal adanya benjolan di perut. Haid tidak teratur dan pernah berobat ke dokter dengan keluhan yang sama dan di diagnosis AUB (O). Penurunan berat badan disangkal. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pada pemeriksaan abdomen: Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar, lien tidak membesar, TFU tidak teraba, massa (-). Pada pemeriksaan Inspekulo: v/u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio dalam batas normal, darah (+), discharge (-). Pada pemeriksaan vaginal toucher V/U tenang, dinding vagina dbn, portio licin, OUE tertutup, cavum uteri sebesar telur bebek, darah (+), discharge (-). Dari USG tampak VU terisi cukup, tampak uterus ukuran 9 x 8 x 8 cm3. Tampak gambaran lesi hyperechoic. Whorle like appearance (+), menyokong gambaran mioma uteri. Pasien kemudian menjalani Total Abdominal Histerektomi pada tanggal 8 Oktober 2014.Hasil: Pasien mengeluh keluarnya perdarahan dari jalan lahir. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang dapat ditegakkan diagnosis mioma uteri. Kesimpulan: Dilakukan Total Abdominal Histerektomi untuk menghilangkan penyebab penyakit pasien.Kata kunci: Mioma uteri, miometrium, Total Abdominal Histerektomi

BAB IPENDAHULUAN

Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma, merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot rahim dan jaringan ikat di rahim. Tumor ini pertama kali ditemukan oleh Virchow pada tahun 1854. Mioma uteri merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi oleh spesialis kandungan/ginekolog (Bozini, 2007).Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarkhe, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh (Guyton, 2008). Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma ditemukan 2,39% - 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Baziad, 2008).Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara (Schorge et al., 2008).Sebagian besar kasus mioma uteri adalah tanpa gejala, sehingga kebanyakan penderita tidak menyadari adanya kelainan pada rahimnya. Diperkirakan hanya 20%-50% dari tumor ini yang menimbulkan gejala klinik, terutama perdarahan menstruasi yang berlebihan, infertilitas, abortus berulang, dan nyeri akibat penekanan massa tumor (Djuwantono, 2004).Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang paling efektif masih belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan mortalitas, namun morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan dapat menyebabkan infertilitas. Adanya hubungan antara mioma dan infertilitas ini telah dilaporkan oleh dua survei observasional. Dilaporkan sebesar 27 40 % wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Dilihat dari pemeriksaan laboratorium, anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. (Bailliere, 2006).Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik umumnya adalah tindakan operasi yaitu histerektomi (pengangkatan rahim) atau pada wanita yang ingin mempertahankan kesuburannya, miomektomi (pengangkatan mioma) dapat menjadi pilihan (Djuwantono, 2004).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

I. Mioma UteriA. DefinisiMioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Merupakan struktur yang padat, memiliki pseudokapsul, dan membentuk nodul kecil maupun besar yang dapat diraba pada dinding otot uterus tumor ini sering juga disebut fibroid, leiomyoma, atau fibromioma (Memarzadeh, 2010). Tumor ini merupakan tumor jinak dan massa pada uterus yang paling sering ditemui pada pelvis wanita. Mioma ini bisa muncul single/tunggal, tapi lebih sering dijumpai multipel serta memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari ukuran mikroskopik 1 mm sampai dengan ukuran yang besar yakni 20 cm, dan mengisi hampir seluruh ruang abdomen (Memarzadeh, 2010).

B. Anatomi Uterus

Gambar 1. Anatomi Uterus

Uterus berbentuk seperti buah pir yang sedikit gepeng kearah muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar 5,25 cm dan tebal dinding 1,25 cm.Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi. Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian proksimal dari uterus, disini kedua tuba falopii masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar, pada kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri. Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis servisis uteri dan pars supravaginalis servisis uteri. Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis. Secara histologis uterus terdiri atas tiga lapisan : 1. Endometrium atau selaput lendir yang melapisi bagian dalam2. Miometrium, lapisan tebal otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman3. Perimetrium, peritoneum yang melapisi dinding sebelah luar. Endometrium terdiri atas sel epitel kubis, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkelok. Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid pada seorang wanita dalam masa reproduksi. Dalam masa haid endometrium sebagian besar dilepaskan kemudian tumbuh lagi dalam masa proliferasi dan selanjutnya dalam masa sekretorik. Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan disebelah luar berbentuk longitudinal. Diantara lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan ini paling penting pada persalinan karena sesudah plasenta lahir, kontraksi kuat dan menjepit pembuluh darah. Uterus ini sebenarnya mengapung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya untuk terfiksasi dengan baik (Wiknjosastro, 2008).

C. KlasifikasiKlasifikasi mioma uteri dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena: 1. LokasiCervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling sering terjadi dan seringkali tanpa gejala (Joedosepoetro dan Sutoto, 2008).2. Lapisan UterusMioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis, yaitua. Mioma submukosum (6,1%)Berada di bawah endometrium dan tumbuh menonjol ke dalam rongga uterus, serta mengadakan perlekatan dengan uterus melalui pedicle/tangkai dan dapat tumbuh menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks (myoma geburt). Tumor ini sering dihubungkan dengan abnormalitas dari susunan endometrium dan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan.b. Mioma intramural (54%)Mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah semacam kapsul yang mengelilingi tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berdungkul dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih keatas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi. c. Mioma subserosum (48,2%)Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic fibroid (Joedosepoetro dan Sutoto, 2008).

Gambar 2. Jenis Mioma Uteri dan Lokasinya

D. EpidemiologiMioma Uteri merupakan tumor jinak yang paling sering dijumpai. Frekuensi mioma sukar ditentukan secara tepat, hal ini disebabkan banyak penderita dengan mioma tidak mempunyai keluhan apa-apa. Diperkirakan mioma terdapat pada 20-25% wanita berusia diatas 35 tahun. Di Indonesia mioma uteri ditemukan kira-kira 2,39-11,7% dari seluruh penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini terutama ditemukan pada masa reproduksi. Walaupun jarang terjadi mioma uteri biasa berubah menjadi malignansi (30% wanita yang menderita penyakit ini. Tipe perdarahan yang muncul adalah menorrhagia, perdarahan berlebih saat periode menstruasi (>80 ml). Peningkatan aliran biasanya muncul secara gradual, tapi perdarahan dapat menyebabkan anemia. Mekanisme pasti terjadinya peningkatan perdarahan tidak jelas. Faktor-faktor yang mungkin antara lain nekrosis permukaan endometrium yang ada diatas mioma submukosa; gangguan kontraksi otot uterus bila terdapat mioma intramural yang luas; peningkatan luas area permukaan kavitas endometrium; dan perubahan mikovaskulatur endometrium (Memarzadeh, 2010; Guaraccia, 2001)Mekanisme Perdarahan Abnormal pada Mioma Uteri

1. Peningkatan ukuran permukaan endometrium2. Peningkatan vaskularisasi aliran vaskular ke uterus3. Gangguan kontraktilitas uterus4. Ulserasi endometrium pada mioma submukosum5. Kompresi pada pleksus venosus di dalam miometrium

2. Nyeri. Mioma yang tidak berkomplikasi biasanya tidak menyebabkan nyeri. Nyeri akut dihubungkan dengan fibroid, biasanya disebabkan oleh torsi pedunculated myoma atau infark yang progresif menjadi degenerasi carneous dalam mioma. Nyeri biasanya seperti nyeri kram, bila mioma submukosum dalam kavitas endometrium bertindak sebagai benda asing. Beberapa pasien dengan mioma intramural mengeluhkan dismenore yang muncul lagi setelah beberapa tahun periode menstruasi bebas nyeri (Memarzadeh, 2010).3. Tekanan. Begitu mioma membesar, akan memberi rasa seperti rasa berat pada pelvik atau gejala tekanan pada struktur-struktur disekitarnya. Sering kencing, adalah gejala yang sering muncul bila mioma yang tumbuh menyebabkan penekanan pada kandung kencing. Retensi urin, jarang terjadi, biasanya terjadi bila pertumbuhan mioma menybabkan uterus retroversi terfiksasi yang mendorong serviks ke anterior dibawah simfisis pubis di area sudut uretrovesikuler posterior. Efek tekanan mioma asimtomatis biasanya disebabkan oleh ekstensi laterla atau mioma intralegamen, yang menyebabkan obstruksi ureter unilateral dan hidronefrosis. Konstipasi dan susah defekasi dapat disebabkan oleh mioma posterior yang besar. Kompres vaskulatur pelvis oleh uterus yang membesar dengan hebat dapat menyebabkan varicositis atau edema ekstremitas bawah (Memarzadeh, 2010).4. Gangguan reproduksi. Infertilitas akibat adanya mioma tidak biasa terjadi. Infertilitas dapat terjadi bila mioma mempengaruhi transportasi tuba normal atau implantasi ovum yang terfertilisasi. Mioma intramural besar yang berlokasi di kornu dapat menutup pars interstisialis tuba. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosum dapat mengganggu implantasi; endometrium diatas mioma dapat tidak mengalami fase-fase seperti endometrium normal, sehingga merupakan permukaan yang tidak baik untuk implantasi. Terdapat peningkatan insiden abortus dan kelahiran prematur pada pasien dengan mioma submukosum atau intramural (Stoval, 2011).

Mekanisme Gangguan Fungsi Reproduksi dengan Mioma Uteri

1. Gangguan transportasi gamet dan embrio2. Pengurangan kemampuan bagi pertumbuhan uterus3. Perubahan aliran darah vaskular4. Perubahan histologi endometrium

5. Kelainan berhubungan dengan kehamilan. Mioma uteri pada 0,3%-7,2% kehamilan biasanya muncul sebelum konsepsi dan dapat meningkat ukurannya selama gestasi. Insiden abortus spontan lebih tinggi pada wanita dengan mioma, tetapi mioma merupakan penyebab abortus yang tidak biasa. Kelahiran prematur dapat meningkat pada wanita dengan mioma Dalam trimester ketiga, mioma dapat menjadi faktor penyebab malpresentasi, obstruksi mekanik, atau distosia uteri. Mioma-mioma yang besar pada segmen bawah uterus dapat menghalangi penurunan bagian presentasi janin. Mioma intramural dapat mempengaruhi kontraksi uterus dan persalinan normal. Perdarahan Post Partum (HPP) lebih sering terjadi pada pasien dengan mioma uteri (Joedosepoetro dan Sutoto, 2008).

H. Penegakan Diagnosis1. AnamnesisDalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama. Kadang-kadang disertai gangguan haid, perdarahan kontak, buang air kecil atau buang air besar. Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah (Bain, 2011; Mansjoer, 2001)2. Pemeriksaan FisikDiagnosis mioma uteri dapat ditegakkan 95% dari hasil pemeriksaan fisik. Ukuran uterus diukur sesuai dengan ukuran gestasi dan ditentukan dengan pemeriksaan abdomen dan pelvik. Pemeriksaan AbdominalMioma uteri dipalpasi sebagai tumor yang ireguler, noduler, menonjol ke dinding anterior abdomen, dan biasanya padat serta kencang saat dipalpasi; apabila ada edema akan terasa lembek, begitu juga bila ada sarkoma, kehamilan, atau perubahan degeneratif. Pemeriksaan PelvikTemuan yang paling sering adalah pembesaran uterus; ukuran uterus biasanya asimetris dan ireguler. Uterus biasanya bergerak bebas kecuali bila ada residu PID. Pada mioma submukosum, pembesaran uterus biasanya simetris. Beberapa mioma subserosum, sangat berbeda dari korpus uteri dan dapat bergerak bebas, biasanya sering menunjukkan adanya tumor adneksa/ekstra pelvis. Diagnosa mioma cervical atau mioma submukosum pedunculated dapat dibuat pada tumor yang ekstensi ke kanalis cervicalis; biasanya suatu mioma submukosum dapat dilihat pada cervical os atau introitus (Pfeifer, 2011).3. Evaluasi dan Studi DiagnostikStudi diagnostik tambahan lain didasarkan pada presentasi individual dan pemeriksaan fisik. Pada pasien asimtomatis dengan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan mioma, tidak perlu dilakukan studi diagnosis tambahan lain. Hemoglobin/Hematokrit ; dilakukan pada pasien dengan perdarahan vaginal yang berlebihan. Untuk mengetahui tingkat kehilangan darah dan keadekuatan penggantian. Profil koagulasi dan waktu perdarahan ; dilakukan bila ada riwayat diathesis perdarahan. Biopsi endometrium ; dilakukan pada pasien dengan perdarahan uterus abnormal yang diperkirakan anovulatory atau beresiko tinggi untuk hiperplasia endometrium. USG ; secara akurat digunakan untuk menilai dimensi uterus, lokasi mioma, interval pertumbuhan, dan anatomi adneksa. Namun USG rutin tidak meningkatkan outcome dibandingkan dengan hanya pemeriksaan fisik saja. Adalah tepat untuk melakukan USG pelvik pada situasi dimana pengambilan kesimpulan dengan pemeriksaan fisik sulit atau kurang pasti; bila pemeriksaan fisik suboptimal seperti dalam kasus obesitas ; atau adneksa patologi, tidak dapat dibedakan dengan pemeriksaan fisik saja. MRI: Mioma juga dapat dideteksi dengan MRI, tetapi pemeriksaan ini lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. MRI berguna untuk evaluasi mioma yang berukuran besar karena ultrasonografi tidak dapat menggambarkannya. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan. CT scan merupakan kontraindikasi oleh karena radiasi (Mansjoer, 2001). Evaluasi cavitas endometrium dengan hysteroscopy atau hydrosalfingografi bisa digunakan pada pasien dengan mioma uteri dan infertilitas atau abortus berulang (Pfeifer, 2011)

I. Diagnosis Banding1. Kehamilan Pada fibroid dengan degenerasi kistik, uterus membesar dan lunak sehingga memiliki penampakan klinis yang sama dengan kehamilan. Berdasarkan penampakan payudara, serviks yang lunak, tes kehamilan, dan USG menyingkirkan keraguan.2. HematometraDisebabkan oleh stenosis servikal dengan gejala uterus membesar, amenore primer. USG dan tes kehamilan dapat menyingkirkan hematometra.3. AdenomiosisGejala klinis hampir sama dengan mioma uteri. Uterus dengan ukuran 12 minggu atau pembesaran ireguler uterus mengarah pada diagnosis fibroma. Adenomiosis cenderung lebih lunak. USG dapat menegakkan diagnosis.4. Uterus bikornusUntuk menegakkan diagnosa dipakai histerogram, histeroskopi, dfan USG.5. EndometriosisGejala klinis hampir sama, tapi uterus dalam ukuran normal dan melekat dengan massa pelvis.6. Kehamilan ektopikEktopik yang kronik dengan pelvic hematocele dapat memberikan kesan fibroid, dengan anamnesa yang baik dan USG dapat menyingkirkan keraguan7. Penyakit Radang Panggul KronikRiwayat dan gejala klinis mungkin sama, tapi massa radang lebih lunak dan uterus terfiksir dengan ukuran normal.8. Tumor jinak ovariumSubserus atau pedunculated mioma mirip dengan tumor ovarium. USG dapat menunjukkan asal tumor tapi asal tumor yang sebenarnya diketahui dari laparotomi.9. Tumor ganas ovariumFibroid dapat didiagnosa sebagai tumor ganas ovarium. Laparotomi perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa.10. Karsinoma EndometriumDapat timbul bersamaan dengan mioma pada perempuan lanjut usia. Perlu dilakukan kuretase untuk menyingkirkan keganasan.11. Miomatous polipPenonjolan ke dalam ostium uteri dapat menyerupai produk konsepsi dan kanker serviks. Riwayat penyakit dan biopsi dapat menegakkan diagnosa (Memarzadeh, 2010; Joedosepoetro dan Sutoto, 2008; Baziad, 2008)

J. Penatalaksanaan KURANG SYARAT POTidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara umum, penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif. Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause tanpa gejala.Saat ini, penanganan konservatif dengan menggunakan obat yaitu pemakaian Gonadotropin releasing hormon (GnRH) agonis untuk memperbaiki gejala klinis yang ditimbulkan mioma uteri. Pemberian GnRH agonis ini bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Menurut penelitian, pemberian GnRH agonis selama 6 bulan pada pasien mioma uteri didapati adanya pengurangan volume mioma sebesar 46%. Efek pemberian baru terlihat setelah pemakaian 3 bulan. Sedangkan terapi hormonal lain seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala perdarahan uterus yang abnormal namun tidak mengurangi ukuran mioma. Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi. Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau pervaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus (Edward, 2007; Widjanarko, 2007; Conrad, 2008).

Gambar 3. Bagan Penatalaksanaan Mioma Uteri.

K. KomplikasiPerubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain : 1. AtrofiSesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil. 2. Degenerasi hialinPerubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.3. Degenerasi kistikDapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan.4. Degenerasi membatu (calcereus degeneration)Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.5. Degenerasi merah (carneus degeneration)Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.6. Degenerasi lemak Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri :1. Degenerasi ganas.Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.2. Torsi (putaran tangkai).Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.3. Nekrosis dan infeksi.Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya (Joedosepoetro dan Sutoto, 2008).

L. PrognosisHisterektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah pengobatan kuratif. Miomektomi yang ekstensif dan secara signifikan melibatkan miometrium atau menembus endometrium, maka diharuskan SC pada persalinan berikutnya. Mioma yang kambuh kembali setelah miomektomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3 nya memerlukan tindakan lebih lanjut (Lumsden, 2002).

II. Lesi Pra Kanker ServiksA. DefinisiIstilah lesi prakanker leher rahim (displasia serviks) telah di kenal luas di seluruh dunia, lesi prakanker disebut juga lesi intraepithel servik (cervical intraepithelial neoplasia/ CIN). Keadaan ini merupakan awal dari perubahan menuju karsinoma leher rahim. Diawali dengan CIN I karsinoma yang secara klasik dinyatakan dapat berkembang menjadi CIN II, dan kemudian menjadi CIN III dan selanjutnya berkembang menjadi karsinoma leher rahim. Konsep regresi yang spontan serta lesi yang persistent menyatakan bahwa tidak semua lesi prakanker akan berkembang menjadi lesi invasif, sehingga diakui bahwa masih cukup banyak faktor yang berpengaruh (Nurwijaya, 2010).Hal ini mengisyaratkan bahwa perempuan yang memiliki displasia yang rendah dan ringan, tidak selalu berkembang menjadi kanker leher rahim, karena dapat hilang dan lenyap dengan sendirinya tergantung pada sistem kekebalan tubuh. Kondisi lesi prakanker diklasifikasikan menjadi : CIN I adalah displasia ringan, CIN II adalah displasia moderat dan CIN III adalah displasia parah (Nurwijaya, 2010).

B. Perkembangan Kanker ServiksPerjalanan penyakit kanker serviks dimulai dari stadium 0 pada serviks merupakan karsinoma in situ dengan 100 % harapan hidup 5 tahun, kemudian stadium I terbatas pada uterus dengan 85% harapan hidup 5 tahun, lalu stadium II menyerang luar uterus tapi pelvis tidak dengan 60% harapan hidup 5 tahun, selanjutnya stadium III meluas ke dinding pelvis dan atau sebenarnya sepertiga bawah vagina atau hidronefrosis dengan 33% harapan hidup 5 tahun, dan akhirnya stadium IV menyerang mukosa kandung kemih atau rectum atau meluas keluar pelvis sebenarnya dengan 7% harapan hidup 5 tahun (Price dan Wilson, 2006).

Perkembangan kanker serviks yaitu: 1. Didahului oleh lesi prekanker yang disebut displasia (Cervical Intraepithel Neoplasm). Displasia ditandai dengan adanya perubahan morfologi berupa gambaran sel-sel imatur, inti sel yang atipik, perubahan rasio inti/ sitoplasma dan kehilangan polaritas yang normal. Displasia bukan merupakan suatu bentuk kanker tetapi akan mengganas menjadi kanker bila tidak diatasi (Hacker, 2005).Displasia dikelompokkan lagi menjadi 3 berdasarkan perkembangan luas perubahan morfologi yang terjadi pada epitel leher rahim. yaitu: a. Displasia ringan (CIN I), pada displasia ringan sel-sel yang mengalami perubahan morfologi hanya sebatas 1/3 bagian atas dari lapisan epithelium serviksb. Displasia sedang (CIN II), pada displasia sedang ditandai dengan perubahan morfologi sel yang telah mencapai 2/3 bagian dari lapisan atas epithelium serviksc. Displasia berat (CIN III), pada displasia berat ditandai dengan lebih banyaknya variasi dari sel dan ukuran inti, orientasi yang tidak teratur, dan hiperkromasi yang telah melebihi 2/3 lapisan atas epithelium serviks, namun belum menginvasi jaringan stroma di bawahnya. 2. Perkembangan terakhir adalah bila perubahan displasia berlanjut hingga menginvasi jaringan stroma di bawahnya, maka perubahan ini disebut karsinoma in situ atau kanker (Hacker, 2005).

BAB IIIANALISIS KASUS

Seorang P3A0, 46 tahun, datang dengan keluhan perdarahan jalan lahir. Keluhan tersebut dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Perdarahan uterus merupakan gejala klinis yang sering terjadi dan paling penting. Wanita dengan mioma uteri mungkin akan mengalami siklus perdarahan haid yang teratur dan tidak teratur. Patofisiologi perdarahan uterus yang abnormal yang berhubungan dengan mioma uteri menurut penelitian menerangkan adanya disregulasi beberapa faktor pertumbuhan dan reseptor-reseptor yang mempunyai efek langsung pada fungsi vaskuler dan angiogenesis. Perubahan ini akan menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat disregulasi struktur vaskuler di dalam uterus. Mekanisme perdarahan pada mioma uteri yaitu terjadi peningkatan ukuran permukaan endometrium, yang kemudian akan meningkatkan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus, sehingga terjadi gangguan kontraktilitas uterus. Selain itu, juga terjadi kompresi pada pleksus venosus dalam miometrium. Pasien tidak mengeluh adanya gangguan saat berkemih maupun defekasi. Artinya, mioma tersebut belum menimbulkan penekanan terhadap organ sekitar. Mioma yang dapat menekan atau mendesak organ sekitar biasanya berukuran besar.

Selain itu, pasien juga mengeluh keputihan. Keputihan dirasakan kurang lebih 1 bulan. Keputihan dengan warna agak kekuningan, kental, berbau, tetapi tidak gatal. Pasien tersebut dilakukan paps smear yang hasilnya adalah displasia ringan (CIN I). Displasia ringan adalah sel-sel yang mengalami perubahan morfologi hanya sebatas 1/3 bagian atas dari lapisan epithelium serviks. Perubahan morfologi sel dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Diduga bahwa human papilloma virus (HPV) memegang peranan penting terhadap terjadinya perubahan morfologi sel. Sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel. Pasien pada kasus ini menikah ketika usia masih sangat muda, yaitu 17 tahun, dimana pernikahan usia muda ataupun hubungan seks pada usia muda juga merupakan salah satu faktor yang dapat mengakibatkan perubahan morfologik sel disebabkan karena sel-sel tersebut belum mampu menerima rangsangan dari luar. Pada periode usia antara 15-20 tahun merupakan periode yang rentan dan berhubungan dengan kiatnya proses metaplasia pada usia pubertas, sehingga bila ada yang mengganggu proses metaplasia tersebut misalnya infeksi akan memudahkan beralihnya proses menjadi displasia yang lebih berpotensi untuk terjadinya keganasan. Selain itu, epitel serviks wanita cenderung lebih rentan terhadap bahan-bahan karsinogenik.

Pasien ini didiagnosis mioma uteri berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapati keluhan pasien berupa perdarahan dari jalan lahir yang merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada mioma uteri, walaupun biasanya mioma uteri tidak menimbulkan gejala dan lebih sering ditemukan saat pemeriksaan ginekologik rutin. Untuk memastikan perdarahan abnormal tersebut berasal dari mioma, diperlukan pemeriksaan fisik.Pada pemeriksaan fisik abdomen didapati supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar, lien tidak membesar, TFU tidak teraba, massa (-). Pada pemeriksaan inspekulo: v/u tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio dalam batas normal, darah (+), discharge (-). Pada pemeriksaan vaginal toucher V/U tenang, dinding vagina dbn, portio licin, OUE tertutup, cavum uteri sebesar telur bebek, darah (+), discharge (-). Dari USG tampak VU terisi cukup, tampak uterus ukuran 9 x 8 x 8 cm3. Tampak gambaran lesi hyperechoic. Whorle like appearance (+), menyokong gambaran mioma uteri.Penatalaksanaan untuk pasien ini adalah tindakan bedah berupa histerektomi abdominal total. Pertimbangan dilakukannya histerektomi atau pengangkatan uterus pada pasien ini adalah karena hasil pemeriksaan patologi anatomi yang menunjukkan adanya displasia ringan (CIN I). Displasia bukan merupakan suatu bentuk kanker tetapi akan mengganas menjadi kanker bila tidak diatasi. Bila terjadi perubahan displasia berlanjut hingga menginvasi jaringan stroma di bawahnya, maka perubahan ini disebut karsinoma in situ atau kanker. Histerektomi yang dilakukan adalah histerektomi abdominal total, yaitu pengangkatan seluruh bagian uterus, termasuk serviks, berbeda dengan histerektomi abdominal subtotal, dimana uterus diangkat dengan menyisakan serviks. Tujuan pembedahan bagi pasien ini juga untuk mencegah timbulnya karsinoma servisis uteri. Selain itu, faktor lain seperti usia pasien ysang sudah 46 tahun, dan paritas yang sudah cukup juga menjadi pertimbangan dalam hal penatalaksanaan histerektomi pada pasien ini. Histerektomi dilakukan apabila terdapat indikasi berupa keluhan menorrhagi, metrorrhagi, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

Bailliere. 2006. The epidemiology of uterin leiomyomas. 12: 169-176.Bain C, Burtin K, McGavigan J. 2011. Fibroids. In: Gynaecology Illustrated 6th edition. London: Churcill Livingstone; pp: 096-112.Baziad A. 2008. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta: Media Aesculapius, pp: 151- 157.Bozini, N. 2007. History of myomectomy. http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S180759322007000300002&script=sci_arttext. Diakses pada 13 Oktober 2014Ciavattini A, Giuseppe JD, Stortoni P. 2013. Uterine Fibroids: Pathogenesis and Interactions with Endometrium and Endomyometrial Juction. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3791844/Diakses tanggal 15 Oktober 2014Djuwantono T. 2004. Terapi GnRH agonis sebelum histerektomi. Mioma: Farmacia 3:38-41Guaraccia MM, Rein MS. 2001. Traditional surgical approaches to uerine fibroids: Abdominal myomectomy and hysterectomy. Clin Obstet and Gynecol; 46:385-400Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGCHart MD, McKay D. 2000. Fibroids in Gynecology Ilustrated. London : Churchill Livingstone.Hacker NF. 2005. Cervical Cancer. Philadelphia: Lippincott Williams & WilkinsHillard PA. 2011. Benign Disease of The Female Reproductive Tract : Symptoms & Signs. In : Berek JS, Adasji EY, editors. Berek &Novaks Gynecology, 15th ed. Baltimore : William & Wilkins; p. 345-361Joedosepoetro, Sutoto. 2008. Tumor jinak pada alat genital. Dalam : Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp: 336-345.Lumsden MA. 2002. The role of oestrogen and growth factors in the control of the growth of uterine leiomiomata. In : R.W. Shaw, eds. Advances in reproductive endocrinology uterine fibroids. England-New Jersey: The Parthenon Publishing Group; 9 20. Diakses 14 Oktober 2014. http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-sciences/mioma-uteri/mrdetail/906/Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, eds. Ilmu Kandungan. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius; 2001 p. 387-8Manuaba B.G. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi Edisi Kedua. Jakarta: EGC, pp: 309-312.Memarzadeh S, Drinville J.S. 2010. Benign Disorders of the Uterine Corpus. In: Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis and Therapy, A. H. DeCherney, Ed., McGraw-Hill, 10th edition, New York, pp: 693-701Nurwijaya, H., Andrijono, Suheimi, H.K., (2010). Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Jakarta: Gramedia.Parker WH. 2007. Etiology, syptomatology and diagnosis of uterin myomas. 87: 725-733.Pfeifer, SM. 2011. NMS Obstetri and Gynaecology7th Ed. The Williams & Wilkins, 30: 339 345Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.Schorge JO, et al. 2008. Williams Gynecology. New York, N.Y. McGraw-Hill Medical. http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aid=3157679. Diakses pada 13 Oktober 2014Stoval DW. 2011. Alternatives to hysterectomy; focus on global endometrial ablation, uterine fibroid embolization and magnetic resonance-guided focused ultrasound. Pp: 437-444.Wiknjosastro H. 2008. Anatomi Panggul dan Isinya. Dalam : Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, pp: 009-011.

26