Page 1
RESPONSE TIME PELAYANAN KESEHATAN DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT HAJI MEDAN
TAHUN 2018
TESIS
Oleh
TENGKU LIZA SYAHNAS
NIM. 147032193
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 2
RESPONSE TIME OF THE HEALTH SERVICES
IN EMERGENCY INSTALLATION
AT HAJI HOSPITAL, MEDAN,
IN 2018
THESIS
By
TENGKU LIZA SYAHNAS
NIM. 147032193
MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
2020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 3
RESPONSE TIME PELAYANAN KESEHATAN DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT HAJI MEDAN
TAHUN 2018
TESIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Administrasi Rumah Sakit
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
TENGKU LIZA SYAHNAS
NIM. 147032193
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 4
Judul Tesis : Response Time Pelayanan Kesehatan di Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Haji Medan Tahun
2018
Nama Mahasiswa : Tengku Liza Syahnas
NomorInduk Mahasiswa : 147032193
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peninatan : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui
Komisi Pembimbing :
Ketua Anggota
(Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes.) (Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., M.Ec., Ph.D.)
NIP. 196410041991031005 NIP. 197512282005011002
Ketua Program Studi S2
Dekan
(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D.) (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.)
NIP. 196509011991032003 NIP. 196803201993082001
Tanggal Lulus : 22 Agustus 2019
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 5
Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal : 22 Agustus 2019
TIM PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes.
Anggota : Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., M.Ec., Ph.D.
Dr. Juanita, S.E., M.Kes.
Dr. Lita Sri Andayani, S.K.M., M.Kes.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 6
Pernyataan Keaslian Penelitian
Saya menyatakan dengan ini bahwa tesis saya yang berjudul “Response
Time Pelayanan Kesehatan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Haji
Medan Tahun 2018” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan
sayatidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak
sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.Atas
pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada
saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika
keilmuan terhadap karya tulis saya ini, saya klaim dari pihak lain terhadap
keaslian karya saya ini.
Medan, Agustus 2019
Tengku Liza Syahnas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 7
Abstrak
Instalasi Gawat Darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat
di rumah sakit mempunyai fungsi penting dalam upaya penyelamatan hidup klien
Pelayanan kegawatdaruratan aspek asuhan keperawatan yang sangat penting
diperhatikan, tahap pelaksanaan/implementasi harus mengacu kepada prinsip
dasar pelayanan gawat darurat yaitu time saving is life saving dengan ukuran
keberhasilan tersebut adalah respone time selama lima menit. Jenis penelitian
adalah kualitatif yang berlokasi di RS. Haji Medan. Informan penelitian staf IGD
terdiri dari Dokter, Kepala Perawat,dan Perawat. Metode pengambilan sampel
disebut sebagai informan adalah total sampling. Metode pengumpulan
data:indepth interview, observasi, studi dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan penerapan triase di Rumah Sakit Umum Haji Kota Medan sudah
dilakukan tetapi belum memiliki SPO tentang triase. Kewajiban rumah sakit harus
memberikan pelayanan sesuai standar berlaku secara menyeluruh. Sehingga,
semua pasien masuk ke IGD mendapatkan pelayanan sama dari semua tenaga
medis demi peningkatan keselamatan pasien. Masih ada perawat belum memiliki
pelatihan triase. Bagaimana mungkin petugas kesehatan dapat memberikan
pelayanan yang optimal dan bermutu jika tidak di bekali keilmuan dan keahlian
yang dimiliki. Keilmuan dan keahlian tersebut sangat berguna bagi tenaga medis
untuk dapat mempermudah pengklasifikasian jenis kegawat daruratan, sehingga
respon time dalam melayani pasien akan lebih singkat dan tepat. Disarankan
kepada Kepada pihak manajemen untuk dibuatkan SPO tentang triase. Sehingga,
memudahkan dan menyeragamkan standar pelayanan di instalasi gawat darurat.
Semua tenaga medis yang berada di instalasi tersebut akan dapat memberikan
pelayanan yang optimal demi keselamatan dan kesehatan pasien. Perlu
dilakukannya pengembangan ilmu triase terhadap perawat IGD. Keilmuan akan
sangat berguna bagi perawat IGD dalam memilah pasien berdasarkan status
kegawat daruratannya. Dengan pemilahan pasien yang sangat membutuhkan
pertolongan segera akan dapat terlayani dengan cepat dan dapat menyelamatkan
hidupnya. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih mendalam
terhadap kepuasan pasien dalam medapatkan pelayanan gawat darurat di instalasi
gawat darurat.
Kata kunci : Respon time, pelayanan kesehatan, IGD
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 8
Abstract
Emergency installation as the main gate of emergency case handling in a hospital
has an important function to save clients’ life. It is important to pay attention to
the nursing care aspect in emergency services. The implementation stage has to
refer to the basic principle of emergency service i.e. time saving is life saving
which success is measured from the response time of five minutes. This is a
qualitative research located in Haji Hospital, Medan. The informants were staffs
in Emergency Installation consisting of doctors, head of nurses, and nurses. The
samples were informants selected by total sampling technique. The data were
collected from in depth interviews, observations, and document study. The results
of the research demonstrated that the triage in Haji Hospital, Medan has been
implemented, but it did not have any standard operating procedures about triage
yet. The hospital is obliged to provide services in line with the prevailing
regulations, so all patients admitted to emergency installation have to receive
equal service from all health personnel to improve patients’ safety. However,
there were patients who have not been trained for triage. It is then impossible that
the health personnel can provide optimal and quality service if they have not been
given training for their knowledge and skills. Knowledge and skills are beneficial
for health personnel to facilitate the classification of emergency, so that the
response time spent to serve the patients will be shorter and more precise. It is
suggested to simplify and make uniform the service standard in emergency
installation. It is advised that all health personnel in the installation provide
optimal service for patients’ safety and health. It is necessary to develop
knowledge of triage for nurses in emergency installation. Knowledge will be very
beneficial for them to classify the patients based on their emergency status. By
this classification, the patients who need treatment the most can be treated fast
and saved. It is recommended that the future researchers do further researches on
patient satisfaction for the service in emergency installation.
Keywords: Response time, health service, IGD
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 9
Kata Pengantar
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberi kemampuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tesis
dengan judul "Response Time Pelayanan Kesehatan di Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2018". Dalam menyusun tesis ini,
penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk
itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat
melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia membimbing,
memberikan nasehat dan masukan serta motivasi kepada saya selama
menjalani pendidikan sehari-hari.
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang
telah bersedia membimbing, memberikan nasehat dan motivasi kepada saya.
4. Destanul Aulia, S.K.M., M.B.A., M.Ec., Ph.D. selaku Sekretaris Program
Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing II penelitian ini
yang telah memberikan nasehat, masukan dan motivasi kepada saya selama
menjalani pendidikan sehari-hari, serta memberi bimbingan dan koreksian
untuk penyempurnaan penelitian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 10
5. Dr. Drs Zulfendri, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing, memberikan nasehat, masukan dan motivasi kepada saya
selama menjalani pendidikan sehari-hari, serta memberi bimbingan dan
koreksian untuk penyempurnaan penelitian.
6. Dr. Juanita, M.Kes dan Dr. Lita Sri Andayani, S.K.M., M.Kes. selaku Dosen
Penguji I dan Dosen Penguji II yang telah membimbing, memberikan
nasehat, masukan dan motivasi kepada saya selama menjalani pendidikan
sehari-hari, serta memberi bimbingan dan koreksian untuk penyempurnaan
penelitian.
7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
8. Direktur RSU Mitra Medika Tanjung Mulia Dr. dr. Arifah Devi Fitriani,
M.Kes. yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian, memberi
masukan dan bantuan lainnya kepada penulis selama proses penelitian.
9. Direktur dan Staf Rumah Sakit RS Haji Medan yang telah mengizinkan
penulis melakukan penelitian, memberi masukan dan bantuan lainnya kepada
penulis selama proses penelitian.
10. Ayahanda dan Ibunda penulis tersayang, terkasih dan tercinta T. Nasrul, S.H.
M.Hum. dan Dra. Nelly Suryani yang selalu memberikan penulis cinta kasih,
keikhlasan, kesabaran, doa, motivasi, dan pengorbanan yang luar biasa tak
terhingga untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan penulis serta
menjadi inspirasi dan panutan penulis dari kecil hingga kini, kalian hal
terbaik yang penulis punya dan hal terindah yang pernah ada.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 11
11. Adik-adik tersayang T.Reza Maulana,T. M. Fadel Rasyidi dan T. M. Abdul
Azis Alfarisyi terima kasih atas kasih sayang dan dukungannya
12. Teman –teman kerja di RS Mitra Medika Tj. Mulia Kakak Rotua, Hikmah,
Fadli, Kakak Ulan, Adval, Kristi, Maria, dan yang lain namanya gak bisa
disebut satu persatu yang telah memberi dukungan dan doanya selama ini .
13. Seluruh keluarga yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
banyak memberikan bantuan dan dukungan, baik moril maupun materil.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Kiranya tesis ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, perkenankanlah saya untuk
menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan,
kekhilafan, dan kekurangan yang telah penulis lakukan selama proses penyusunan
tesis dan selama menjalani masa pendidikan ini. Semoga segala bantuan,
dorongan dan petunjuk yang telah diberikan kepada penulis selama menjalani
pendidikan, kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Medan, Agustus 2019
Tengku Liza Syahnas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 12
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Tesis iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Riwayat Hidup xiv
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 7
Tinjauan Pustaka 8
Rumah Sakit 8
Pengertian rumah sakit 8
Tugas dan fungsi rumah sakit 8
Sumber daya manusia 9
Instalasi gawat darurat 10
Jenis pelayanan IGD 15
Prosedur pelayanan 19
Response Time 26
Landasan Teori 43
Kerangka Pikir 44
Metode Penelitian 46
Jenis Penelitian 46
Lokasi dan Waktu Penelitian 46
Lokasi penelitian 46
Waktu penelitian 46
Pemilihan Informan 46
Metode Pengumpulan Data 47
Alat Bantu Pengumpulan Data 47
Wawancara mendalam 47
Observasi 48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 13
Alat perekam 48
Metode Analisis Data 51
Reduksi data 51
Penyajian data 51
Penarikan kesimpulan/verifikasi 52
Hasil Penelitian dan Pembahasan 53
Gambaran Umum Rumah Sakit 53
Sejarah dan lokasi 53
Visi dan Misi 54
Karakteristik penelitian 55
Response time 56
Triase 60
Sumber daya manusia 67
Sarana dan Prasarana 71
Implikasi Penelitian 78
Keterbatasan Penelitian 78
Kesimpulan dan Saran 79
Kesimpulan 79
Saran 80
Daftar Pustaka 81
Lampiran 84
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 14
Daftar Tabel
No Judul Halaman
1 Sumber Daya Manusia Berdasarkan Klasifikasi Pelayanan IGD 26
2 Tabel Data Tenaga Kesehatan IGD Rumah Sakit Haji Medan 55
3 Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Haji Medan 55
4 Karakteristik Informan 56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 15
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Kerangka pikir penelitian 44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 16
Daftar Lampiran
Lampiran Judul
Halaman
1 Pedoman Wawancara 84
2 Dokumentasi Penelitian 86
3 Surat Selesai Riset Penelitian 88
4 Surat Izin Riset / Penelitian 89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 17
Riwayat Hidup
Penulis bernama Tengku Liza Syahnas dilahirkan di P.Brandan pada
tanggal 05 April 1989 dari pasangan T. Nasrul, S.H., M.Hum. dan Dra. Nelly
Suryani penulis tinggal di Jl. Kelurga No 126 Lingkungan IX, Asam Kumbang.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar
Negeri 060914 Tahun 1995 – 2001. SMP Negeri 1 Medan Tahun 2001 – 2004,
SMA Negeri 15 Medan Tahun 2004 – 2007, S1 Fakultas Kedokteran UISU Tahun
2007-2012, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun
2014-2019, dan melanjutkan pendidikan di Program S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan, Agustus 2019
Tengku Liza Syahnas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 18
Pendahuluan
Latar Belakang
Pelayanan gawat darurat merupakan hak asasi setiap masyarakat dan
kewajiban yang harus diberikan oleh pemberi jasa pelayanan kesehatan.
Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kegawat daruratan sebagai bagian
utama dari pembangunan kesehatan sehingga pelaksanaannya memiliki system
yang terstruktur (Depkes RI, 2009).
Instalasi Gawat Darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat
darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan
hidup klien. Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya
waktu tanggap (response time) bahkan pada pasien selain penderita penyakit
jantung. Mekanisme response time, disamping menentukan keluasan rusaknya
organ-organ dalam, juga dapat mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan
ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD
memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga
dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat
dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana,
prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar
(Kepmenkes, 2009).
Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it’s Live
Saving. artinya seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat
haruslah benar-benar efektif dan efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 19
tersebut pasien dapat kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit saja.
Berhenti nafas selama dua sampai tiga menit pada manusia dapat menyebabkan
kematian yang fatal (Sutawijaya, 2009).
Menurut Kepmenkes Tahun 2009 mengenai Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit, waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat memiliki dimensi
mutu keselamatan dan efektifitas pelayanan. Kecepatan pelayanan dokter di gawat
darurat adalah kecepatan pasien dilayani sejak pasien datang sampai mendapat
pelayanan dokter (dalam waktu hitungan menit). Dimana waktu tanggap adalah
kecepatan dan ketepatan pelayanan yang diterima oleh pasien di suatu rumah sakit
yang dapat memberikan keyakinan kepada pasien agar dapat selalu menggunakan
jasa pelayanan di rumah sakit tersebut. Waktu tanggap tersebut memiliki standar
maksimal lima menit di tiap kasus. Waktu tanggap pelayanan perlu
diperhitungkan agar terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsif dan mampu
menyelamatkan pasien gawat darurat.
Yoon et al (2003) mengemukakan faktor internal dan eksternal yang
memengaruhi keterlambatan penanganan kasus gawat darurat antara lain karakter
pasien, penempatan staf, ketersediaan stretcher dan petugas kesehatan, waktu
ketibaan pasien, pelaksanaan manajemen dan, strategi pemeriksaan dan
penanganan yang dipilih. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan
konsep tentang waktu tanggap penanganan kasus di IGD rumah sakit.
Waktu tanggap pelayanan dihitung dengan hitungan menit dan sangat
dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen-
komponen lain yang mendukung seperti pelayanan laboratorium, radiologi,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 20
farmasi, dan administrasi. Waktu tanggap dikatakan tepat waktu atau tidak
terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata-rata standar
yang ada. Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita
gawat darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada
penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana.
Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung kepada kecepatan yang tersedia
serta kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah
cacat sejak di tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan rumah sakit.
(Muwardi, 2003).
Triage adalah suatu sistem seleksi dan pemilihan pasien untuk
menentukan tingkat kegawatan dan prioritas penanganan pasien. Sistem triage
merupakan salah satu penerapan sistem manajemen risiko di unit gawat darurat
sehingga pasien yang datang mendapatkan penanganan dengan cepat dan tepat
sesuai kebutuhannya dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia.Triage juga
membantu mengatur pelayanan sesuai dengan alur pasien di unit gawat darurat.
Penilaian triage merupakan pengkajian awal pasien unit gawat darurat yang
dilakukan oleh perawat (Kartikawati, 2013).
Triage memiliki fungsi penting di IGD terutama apabila banyak pasien
yang datang pada saat waktu yang bersamaan. Hal ini bertujuan untuk
memastikan agar pasien ditangani berdasarkan urutan kegawatannya untuk
keperluan intervensi. Triage juga diperlukan untuk penempatan pasien ke area
penilaian dan penanganan yang tepat serta membantu untuk menggambarkan
keragaman kasus di IGD (Gilboy, 2005).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 21
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rimmsamdani
(2014) di RS Permata Bunda Medan menyatakan bahwa kecepatan waktu tanggap
dimana proses kerja dan kondisi kerja, waktu yang dipergunakan atau lamanya
melaksanakan pekerjaan, jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan,
jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja memiliki hubungan yang
signifikan.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan Oktober 2017
di IGD RS Haji Medan terdapat tiga sampai empat orang perawat per shift dari
total 14 orang perawat dan 13 orang dokter. Perawat IGD RS Haji belum semua
mengikuti pelatihan PPDG/BTCLS. pelayanan administrasi yang termasuk dalam
kategori baik. Dimana RS Haji Medan adalah salah satu rumah sakit dengan tipe
B Sehingga menjadi salah satu rumah sakit rujukan di Kota Medan.
Pelayanan kegawat daruratan juga memperhatikan aspek asuhan
keperawatan yang merupakan hal sangat penting diperhatikan, karena dalam tahap
pelaksanaan/implementasi ini harus mengacu kepada prinsip dasar pelayanan
gawat darurat yaitu time saving is life saving dengan ukuran keberhasilan hal
tersebut adalah response time selama lima menit. Pelaksanaan asuhan
keperawatan di IGD RS Haji belum sesuai dengan standar, hal tersebut dapat
dilihat dari response time yang ada.
Hasil survei awal yang dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RS Haji
Medan didapatkan bahwa jumlah pasien per hari pada Oktober tahun 2017
mencapai 40-50 pasien dengan berbagai klasifikasi kegawatdaruratannya. Dimana
sistem Triage yang belum memenuhi standar. Sarana dan Prasarana untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 22
kelengkapan IGD RS tipe B yang dimiliki belum sesuai standar. Pelaksanaan
penanganan pasien Gawat Darurat perawat belum mengikuti prosedur yang
berlaku. Data respon time yang diperoleh sementara tidak sesuai dengan standar
keberhasilan time saving is life saving pasien gawatdarurat. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa respon time IGD di RS Haji Medan belum sesuai dengan standar
dan pada saat itu RS Haji medan belum akreditasi.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terkait dengan respon time di
RS Haji Medan untuk mengetahui lebih jauh mengenai keberlanjutan respon time
setelah akreditasi. Ketertarikan penulis dikarenakan pelayanan IGD merupakan
pelayanan dengan tingkat emergensi tinggi, dimana setiap pasien yang datang
harus mendapatkan penanganan dengan segera.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana Keberlanjutan Respon time dalam pelaksanaan penanganan gawat
darurat di IGD RS Haji Medan?
2. Bagaimana persyaratan administrasi Tenaga Medis di IGD RS Haji Medan.
Apakah sudah mengikuti pelatihan dan memiliki Sertifikat Kegawat
Daruratan ?
3. Bagaimana Kelengkapan Sarana dan Prasarana di IGD RS Haji Medan ?
4. Apakah Tenaga Medis sudah mengikuti Prosedur/SOP yang berlaku di IGD
RS Haji Medan?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 23
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis faktor triase yang mempengaruhi respon time dalam
pelaksanaan penanganan gawat darurat di IGD RS Haji Medan.
2. Menganalisis faktor sumber daya manusia yang mempengaruhi respon time
belum memenuhi standar dalam pelaksanaan penanganan gawat darurat di
IGD RS Haji Medan.
3. Menganalisis faktor sarana dan prasarana yang mempengaruhi respon time
belum memenuhi standar dalam pelaksanaan penanganan gawat darurat di
IGD RS Haji Medan.
4. Menganalisis faktor standar operasional (SOP) yang mempengaruhi respon
time belum memenuhi standar dalam pelaksanaan penanganan gawat darurat
di IGD RS Haji Medan.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan bisa
meningkatkan kinerja tenaga perawatnya sehingga dapat terselenggaranya
pelayanan yang cepat, responsif dan mampu menyelamatkan pasien gawat
darurat di RS Haji Medan.
2. Bagi Tenaga kesehatan Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan untuk evaluasi kinerja pekerja medis.
3. Bagi Peneliti Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi penulis tentang waktu tanggap pelayanan
gawat darurat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 24
4. Bagi Instituti Pendidikan Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai sumber pustaka dan wacana bagi pembaca yang berada di
perpustakaan dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi lamannya waktu tanggap pelayanan gawat
darurat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 25
Tinjauan Pustaka
Rumah Sakit
Pengertian rumah sakit. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
(PERMENKES, 2014).
Organisasi rumah sakit paling sedikit terdri atas kepala rumah sakit atau
direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang
medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan
keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan dan tidak boleh sebagai
pemilik rumah sakit (PERMENKES, 2014).
Tugas dan fungsi rumah sakit. Rumah sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk
menjalankan tugasnya, rumah sakit mempunyai fungsi :
1. Menjalankan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 26
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Sumber daya manusia. Persyaratan sumber daya manusia rumah sakit
harus memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis,
tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit dan
tenaga non kesehatan. Jumlah dan jenis sumber daya sesuai dengan klasifikasi
rumah sakit. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja
sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, etika profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien (PERMENKES,
2014).
Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit umum kelas B paling sedikit
meliputi, pelayanan medik, pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan
kebidanan, pelayanan penunjang klinik, pelayanan penunjang nonklinik dan
pelayanan rawat inap. Pelayanan medik tersebut paling sedikit terdiri dari,
pelayanan gawat darurat, pelayanan medis umum, pelayanan medisspesialis dasar,
pelayanan medis spesialis penunjang, pelayanan medis spesialis lain, pelayanan
medis subspesialis dan pelayanan medis spesialis gigi dan mulut (PERMENKES,
2014).
Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas B terdiri dari tenaga
medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain dan tenaga
non kesehatan. Tenaga medis paling sedikit terdiri dari, 12 tenaga dokter umum
untuk pelayanan medis dasar, tiga dokter gigi umum untuk pelayanan medis gigi,
tiga dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medis spesialis dasar, dua dokter
spesialis untuk setiap jenis pelayanan medis spesialis penunjang, satu dokter
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 27
subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medis subspesialis dan satu dokter gigi
spesialis untuk setiap jenis pelayanan medis spesialis gigi mulut (PERMENKES,
2014).
Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas, satu orang apoteker sebagai
kepala instalasi rumah sakit, empat orang apoteker yang bertugas di rawat jalan
yang dibantu oleh paling sedikit delapan orang tenaga teknis kefarmasian, empat
orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit delapan orang
tenaga teknis kefarmasian, satu orang apoteker diinstalasi gawat darurat yang
dibantu paling sedikit dua orang tenaga teknis kefarmasian, satu orang apoteker di
ruang ICU yang dibantu paling sedikit dua orang tenaga teknis kefarmasian, dan
satu orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat
jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan
dengan beban kerja pelayanan kefarmasian rumah sakit (PERMENKES, 2014).
Instalasi gawat darurat. Rumah sakit harus memiliki Standar Instalasi
Gawat Darurat sehingga dapat memberikan pelayanan dengan respon cepat dan
penanganan yang tepat. Karena pasien yang masuk IGD rumah sakit tentunya
butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu perlu adanya standar dalam
memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
respon time yang cepat dan penanganan yang tepat. Pelayanan pasien gawat
darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat
dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Pelayanan IGD buka selama
24 jam, karena pelayanan ini merupakan pelayanan emergency.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 28
Menurut Depkes RI (2009), petugas tim kesehatan di IGD rumah sakit
terdiri dari dokter ahli, dokter umum, atau perawat yang telah mendapat pelatihan
penanganan kegawatdaruratan yang dibantu oleh perwakilan unit-unit lain yang
bekerja di IGD.
Setiap rumah sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan
melakukan resusitasi dan stabilisasi (life saving). Pelayanan IGD harus dapat
memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.
Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama lima menit setelah sampai IGD
dengan tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat darurat.
Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan
terintegrasi, dengan struktur organisasi fungsional yang terdiri dari unsur
pimpinan dan unsur pelaksana, yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan
pelayanan terhadap pasien gawat darurat di IGD, dengan wewenang penuh
dipimpin oleh dokter (Kepmenkes, 2009).
Triage sebagai pintu gerbang perawatan pasien memegang peranan
penting dalam pengaturan darurat melalui pengelompokan dan memprioritaskan
paien secara efisien sesuai dengan tampilan medis pasien. Triage adalah
perawatan terhadap pasien yang didasarkan pada prioritas pasien (atau korban
selama bencana) bersumber pada penyakit/ tingkat cedera, tingkat keparahan,
prognosis dan ketersediaan sumber daya. Dengan triage dapat ditentukan
kebutuhan terbesar pasien/korban untuk segera menerima perawatan secepat
mungkin. Tujuan dari triage adalah untuk mengidentifikasi pasien yang
membutuhkan tindakan resusitasi segera, menetapkan pasien ke area perawatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 29
untuk memprioritaskan dalam perawatan dan untuk memulai tindakan diagnostik
atau terapi.
Perawat dalam melakukan pengkajian dan menentukan prioritas perawatan
(triage) tidak hanya didasarkan pada kondisi fisik, lingkungan dan psikososial
pasien tetapi juga memperhatikan patient flow di departemen emergensi dan akses
perawat. Triage departemen emergensi memiliki beberapa fungsi diantaranya : 1)
identifikasi pasien yang tidak harus menunggu untuk dilihat, dan 2)
memprioritaskan pasien (Mace and Mayer, 2013). Berbagai macam sistem triage
telah digunakan diseluruh dunia yaitu The AustralianTriage Scale (ATS), The
Manchester Triage Scale, The Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS) dan
Emergency Severity Index (ESI). CTAS (Canadian Triage and Acuity Scale)
diakui sebagai sistem triage yang handal dalam penilaian pasien dengan cepat.
Kehandalan dan validitasnya telah dibuktikan dalam triage pada pasien pediatrik
dan pasien dewasa (Lee, et. al, 2011).
Triage di rumah sakit mengutamakan perawatan pasien berdasarkan
gejala. Perawat triage menggunakan penilaian keperawatan seperti jalan nafas,
pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi,
tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan
memar untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di ruang
gawat darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien gangguan
jalan nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu. Pasien-pasien ini mungkin
memiliki kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung dan mereka
menerima pengobatan pertama. Pasien yang memiliki masalah yang sangat
mengancam kehidupan diberikan pengobatan langsung bahkan jika mereka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 30
diharapkan untuk mati atau membutuhkan banyak sumber daya medis. Jumlah dan
kasus pasien yang datang ke unit gawat darurat tidak dapat diprediksikarena
kejadian kegawatan atau bencana dapat terjadi kapan saja, dimana sajaserta
menimpa siapa saja. Karena kondisinya yang tidak terjadwal dan bersifat
mendadak serta tuntutan pelayanan yang cepat dan tepat maka diperlukan
triagesebagai langkah awal penanganan pasien di unit gawat darurat dalam
kondisisehari-hari, (Depkes RI, 2009).
Penerapan triage terdiri dari upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat
berdasarkan keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka
melalui intervensi medis yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan
dengan keahlian setempat. Sistem triage biasanya sering ditemukan pada
perawatan gawat darurat di suatu bencana. Dengan penanganan secara cepat dan
tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien. Jadi Perawat harus mampu
menggolongkan pasien tersebut dengan sistem triase. Pada sistem rumah sakit,
langkah pertama yang harus dilewati saat masuk rumah sakit adalah penilaian oleh
perawat triage. Perawat ini kemudian melakukan evaluasi kondisi pasien,
perubahan-perubahan yang terjadi, dan menentukan prioritas giliran untuk masuk
ke IGD dan prioritas dalam mendapatkan penanganan. Setelah pemeriksaan dan
penanganan darurat selesai, pasien dapat masuk ke dalam sistem triage rumah
sakit. Lebih jelasnya dapat kita beri contoh misalkan pada pasien label merah
adalah pasien dengan keadaan gawat darurat / pasien cedera berat atau
mengancam jiwa dan memerlukan transport segera. Misalnya : gagal nafas, cedera
torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan
berat, luka bakar berat dan lainlain. Sedangkan pada pasien dengan label kuning
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 31
adalah pasien misalnya dengan penyakit infeksi luka ringan, usus buntu, patah
tulang, luka bakar ringan. Cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa
gangguan respirasi, cedera kepala atau tulang belakang leher tanpa gangguan
kesadaran serta luka bakar ringan.Pasien yang mendapat label hijau adalah pasien
dengan kondisi kesehatan yang masih dapat ditunda pelayanan, misalkan benturan
memar di permukaan kulit, luka lecet, tertusuk duri, dan demam ringan, radang
lambung, tidak perlu penanganan cepat. Pasien dengan tanda triage hitam adalah
pasien yang tidak memungkinkan memiliki harapan hidup kendati dilakukan
tindakan medis. Misalnya pasien dengan kondisi kerusakan berat dari seluruh
organ penting tubuh, misalnya akibat kecelakaan, bencana alam dan luka bakar.
Seorang petugas kesehatan di ruang Unit gawat darurat harus peka menggunakan
kemampuan mata, telinga, indra peraba lebih peka, tanggap situasi, cepat dan
tepat dalam menilai perubahan mendadak pasien yang berada di IGD, sewaktu –
waktu kondisi status triagebisa berubah (Muttaqin, 2011).
Triage merupakan salah satu keterampilan keperawatan yang harus
dimiliki oleh perawat unit gawat darurat dan hal ini membedakan antara perawat
unit gawatdarurat dengan perawat unit khusus lainnya. Karena triage harus
dilakukandengan cepat dan akurat maka diperlukan perawat yang berpengalaman
dankompeten dalam melakukan triage. Sesuai standar DepKes RI perawat yang
melakukan triage adalah perawat yang telah bersertifikat pelatihan PPGD
(Penanggulangan Pasien Gawat Darurat)atau BTCLS (Basic Trauma Cardiac life
support) Selain itu perawat triage sebaiknya mempunyai pengalaman dan
pengetahuan yang memadai karena harus terampil dalam pengkajian serta harus
mampu mengatasi situasi yang komplek dan penuh tekanan sehingga memerlukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 32
kematangan professional untuk mentoleransi stress yang terjadi dalam mengambil
keputusan terkait dengan kondisi akut pasien dan menghadapi keluarga pasien
(Elliot et.al, 2007).
Jenis pelayanan IGD. Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level I di
Rumah Sakit: merupakan pelayanan gawal darurat24 jam yang memberikan
pertolonganpertama pada pasien gawal darural, menetapkan diagnosis dan
upayapenyelamalan jiwa,mengurangi kecacalan dan kesakitan pasien
sebelumdirujuk. Memberikan pelayanan sebagai berikut :
1. Diagnosis dan penanganan permasalahan pada A : Jalan Nafas (Airway
problem), B : Pernafasan (Breathing problem), C : Sirkulasi Pembuluh Darah
(Circulation problem).
2. Melakukan stabilisasi dan evaluasi
Pelayanan Keperawalan Gawal Darural Level II di Rumah Sakit :
merupakanpelayanan gawal darural24 jam yang memberikan perlolongan
pertamapada pasien gawat darurat, menetapkan diagnosis dan upayapenyelamalan
jiwa. mengurangi kecacatan dan kesakilan pasien sebelum dirujuk, menelapkan
diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-kasuskegawaldaruratan. Memberikan
pelayanan sebagai berikut :
1. Diagnosis dan penanganan permasalahan pada A : Jalan Nafas (Airway
problem), B : Pernafasan (Breathing problem), C : Sirkulasi Pembuluh Darah
(Circulation problem).
2. Penilaian disability, penggunaan obat, EKG, defibrilasi (observasi HCU).
3. Bedah cito.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 33
Pelayanan Keperawatan Gawal Darurat Level III di Rumah
Sakit:merupakan pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan perlolongan
perlama pada pasien gawal darurat, menetapkan diagnosis dan upaya
penyelamatan jiwa,mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelumdirujuk,
menetapkan diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-kasus kegawatdaruratan,
serta pelayanan keperawatan gawat darurat spesialistik empat besar spesialis
seperti Anak, Kebidanan, Bedah dan Penyakit Dalam). Memberikan pelayanan
sebagai berikut :
1. Diagnosis dan penanganan permasalahan pada A, B, C dengan alat-alat yang
lebih lengkap termasuk ventilator.
2. Penilaian disability, penggunaan obat, EKG, defibrilasi.
3. Observasi HCU/R, resusitasi.
4. Bedah cito
Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level IV di Rumah Sakit
merupakan pelayanan gawal darurat 24 jam yang memberikan pertolongan
perlama pada pasien gawat darurat, menetapkan diagnosis dan upaya
penyelamatan jiwa, mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk,
menelapkan diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-kasus kegawatdaruratan,
serla pelayanan keperawatan gawat darurat spesialistik (empat besar spesialis
seperli Anak, Kebidanan, Bedah dan Penyakit Dalam), ditambah dengan
pelayanan keperawatan gawat darurat subspesialistik. Memberikan pelayanan
sebagai berikut:
1. Diagnosis dan penanganan permasalahan pada A, B, C dengan alat-alat
yang lebih lengkap termasuk ventilator.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 34
2. Penilaian disability, penggunaan obat, EKG, defibrilasi.
3. Observasi HCU/R, resusitasi.
4. Bedah cito.
Kebijakan Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat
1. Pengembangan dan penerapan standar pelayanan keperawatan gawat daruratdi
rumah sakit. dilaksanakandalam upaya penurunan angka kematiandan
kesakitan melalui peningkatan mutu pelayanan keperawatan.
2. Pengembangan dan peningkatan kemampuan teknis dan manajerial tenaga
keperawatan dalam pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit untuk
terwujudnya kompetensi yang diperlukan di Instalasi Gawat Darurat.
3. Penerapan standar pelayanan keperawatan gawat darurat di rumah sakit
memerlukan dukungan dari berbagai pihak terkait.
Strategi dalam Penerapan Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat
1. Mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya yang ada dan
pengembangannya. Meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial.
2. Meningkatkan kerjasama tim,
3. Terpenuhinya sarana. prasarana. peralatan dan Sumber Daya Manusia (SDM)
kesehatan sesuai standar,
Tujuan Penerapan Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat
Umum :
Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di Instalasi Gawat Darurat sesuai
standar.
Khusus:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 35
1. Adanya perencanaan pelayanan keperawatan gawat darurat,
2. Adanya pengorganisasian pelayanan keperawatan gawat darurat,
3. Adanya pelaksanaan pelayanan keperawatan gawat darurat.
4. Adanya asuhan keperawatan gawat darurat.
5. Adanya pembinaan pelayanan keperawatan gawat darurat,
6. Adanya pengendalian mutu pelayanan keperawatan gawat darurat.
Sasaran
1. Pengelola pelayanan kesehatan di rumah sakit,
2. Pengelola pelayanan keperawatan di dinas kesehatan Provinsi, Kabupaten/
Kota.
3. Tenaga keperawatan yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat,
4. Pengambil keputusan tingkat pusat dan daerah.
5. Organisasi prolesi kesehatan,
6. Institusi pendidikan keperawatan dan institusi pendidikan kesehatan lainnya.
Prosedur pelayanan. Prosedur pelayanan di IGD merupakan kunci awal
pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau
tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib dan penuh tanggungjawab
(Depkes RI, 2009). Ada beberapa pembagian kriteria pelayanan pasien dalam
kondisi gawat darurat, yaitu :
Prioritas I (label merah). Pada prioritas I yaitu pasien dengan kondisi
gawat darurat yang mengancam nyawa/fungsi vital dengan penanganan dan
pemindahan bersifat segera, antara lain : gangguan pernafasan, gangguan jantung
dan gangguan kejiwaan yang serius.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 36
Prioritas II (label kuning). Pada prioritas II yaitu pasien dalam kondisi
darurat yang perlu evakuasi secara menyeluruh dan ditangani oleh dokter untuk
stabilisasi, diagnosa dan terapi definitif, potensial mengancam jiwa/fungsi vital
bila tidak segera ditangani dalam waktu singkat penanganan dan pemindahan
bersifat terlambat, yaitu : pasien dengan resiko syok, fraktur multiple, fraktur
femur/pelvis, luka bakar luas dan gangguan kesadaran/trauma kepala.
Prioritas III (label hijau). Pada prioritas III yaitu pasien gawat darurat
semu yang tidak memerlukan pemeriksaan dan perawatan segera.
Priotitas IV (label hitam). Pasien yang datang sudah dalam keadaan
meninggal.
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dinyatakan bahwa
pelaksaan pengobatan dan perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan wewenang. Dan berdasarkan Depkes RI (2009), menyebutkan bahwa
perawat gawat darurat mempunyai peran dan fungsi seperti fungsi independen
yang merupakan fungsi mandiri yang berkaitan dengan pemberian asuhan, fungsi
dependen adalah fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagaian dari
profesi lain, dan fungsi kolaboratif, yaitu melakukan kerjasama saling membantu
dalam program kesehatan.
Alur di instalasi gawat darurat. Prosedur:
a. Pasien masuk ruang gawat darurat.
b. Perawat dan dokter triase memeriksa kondisi pasien.
c. Perawat dan dokter melakukan tindakan yang diperlukan sesuai standar
pelayanan emergensi (SPM).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 37
d. Pengantar pasien mendaftar ke bagian pendaftaran (customer service).
e. IGD menerima status pasien dari rekam medik.
f. Dokter menjelaskan tindakan yang akan dilakukan dan disetujui oleh
pasien/keluarga (informed consent).
g. Bila pasien menolak pemeriksaan dan atau tindakan (medik, penunjang, rawat
inap), pasien/keluarga menandatangani surat penolakan.
h. Pasien tanpa pengantar dan dalam kondisi tidak sadar, dokter atau perawat
berhak melakukan tindakan penyelamatan bila terdapat kondisi yang
mengancam jiwa pasien.
i. Bila diperlukan pemeriksaan penunjang, dokter membuat pengantar ke unit
terkait dan mengonfirmasi lewat telepon, pengambilan sampel laboratorium
dilakukan di ruang gawat darurat, untuk pemeriksaan rontgen, perawat IGD
mengantarkan pasien ke unit radiologi.
j. Dokter mencatat hasil bacaan penunjang medik di dokumen RM dan
salinannya tersimpan dalam dokumen RM.
k. Dokter IGD mencatat hasil pemeriksaan, diagnosis, dan terapi di lembar
emergensi dokumen RM, serta menuliskan resep bila merupakan kasus
kepolisian/kriminal dituliskan juga di lembar visum et repertum atas
permintaan penyidik kepolisian.
l. Dokter IGD menentukan proses tindak lanjut pasien meliputi rawat jalan,
rawat inap, atau rujukan.
Prosedur penerimaan pasien.
a. Perawat menerima pasien, kemudian catat identitas lengkap dan jelas dan
informed consent.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 38
b. Perawat melakukan anamnesa (auto dan allo anamnesa).
c. Perawat melakukan pemeriksaan tingkat kesadaran (GCS), tanda- tanda vital
(tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu) dan pemeriksaan fisik awal.
d. Pengelompokan pasien dan diagnosa awal.
1) Gawat darurat : memerlukan tindakan segera dan mengancam jiwa.
2) Gawat non darurat : memerlukan tindakan segera tapi tidak mengancam
jiwa.
3) Non gawat darurat : tidak urgent tindakan segera dan tidak mengancam
jiwa.
e. Untuk non gawat non darurat boleh diberi terapi simptomatis (berdasar
gejala) dan disarankan jika sakit berlanjut bisa berobat lagi besok ke IGD/
Poli Umum.
f. Instalasi gawat darurat dan gawat non darurat, perawat menghubungi dokter
jaga dan melaporkan kondisi terakhir pasien dan boleh melakukan tindakan
awal pertolongan pertama/ baik life support (BLS) meliputi :
1) Air Way
a) Bebaskan jalan nafas
b) Jaw trust, chin lift dan hiperekstensi
c) Bersihkanjalan nafas dari sumbatan ( sekret, benda asing)
2) Breathing
a) nafas buatan
b) pasang oksigen jika perlu
3) Circulation
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 39
a) Cek tekanan darah dan nadi, pasang infus
b) monitor produksi urine, pasang kateter bila perlu
g. Dokter jaga harus datang guna pemeriksaan dan tindakan lebih lanjut.
h. Pasien/keluarga melengkapi administrasi.
i. Semua pemeriksaan, tindakan, terapi dan rujukan dengan lengkap pada status
pasien.
Prosedur observasi pasien. Penatalaksanaan :
a. Menjelaskan tujuan pada keluarga pasien.
b. Membawa alat-alat ke dekat pasien.
c. Mengobservasi kondisi pasien tiap 5-15 menit sesuai dengan tingkat
kegawatannya.
d. Hal-hal yang perlu diobservasi :
1) Keadaan umum penderita
2) Kesadaran penderita
3) Kelancaran jalan nafas (air way).
4) Kelancaran pemberian O2
5) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi, respirasi /pernafasan dan suhu.
6) Kelancaran tetesan infus
e. Apabila hasil observasi menunjukkan keadaan penderita semakin tidak baik
maka paramedis perawat harus lapor kepada Dokter jaga
f. Dokter jaga melakukan Re-Asessment terhadap kondisi pasien.
g. Observasi kepada pasien di ruang IGD dilakukan maksimal dalam waktu 6
(enam) jam selanjutnya diputuskan apakah pasien boleh pulang/ masuk rawat
inap/ rumah sakit lain.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 40
h. Namun apabila kondisi IGD penuh, pasien yang sudah dilakukan triase di
IGD dan dikategorikan line hijau, pasien ditransfer ke poliklinik umum IGD
untuk dilakukan observasi lanjutan didampingi oleh dokter jaga.
i. Apabila kasus penyakitnya diluar kemampuan dokter IGD maka perlu
dirujuk.
j. Pencatatan observasi, catatan asesmen di dokumentasikan pada catatan rekam
medis menggunakan metode SOAP (Subjective Objective Assesment
Planning) Perkembangan pasien selama observasi dicatat dalam lembar
observasi pasien.
Mengantar penderita dari IGD ke ruang perawatan.
a. Penderita dipersiapkan dan sudah menyelesaikan administrasinya.
b. Petugas Instalasi Gawat Darurat wajib memberitahukan kepada petugas ruang
perawatan.
c. Penderita dikirim ke ruangan perawatan diantar petugas Instalasi Gawat
Darurat.
d. Penderita dikirim ke ruangan perawatan mempergunakan alat transportasi
(kereta dorong pasien atau kursi roda). Tidak diperkenankan berjalan kaki
sendiri.
e. Sampai di ruangan perawatan penderita diserah terimakan kepada petugas
ruang perawatan (pasien, status, obat-obatan dan administarsi jika belum
lunas).
Pelayanan pada penderita tidak dikenal (Mr. X).
a. Penderita tidak dikenal datang ke Instalasi Gawat Darurat diantar Masyarakat
atau petugas kepolisian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 41
b. Penderita diterima oleh petugas IGD sesuai dengan prosedur pelayanan.
c. Penderita diberikan pertolongan sesuai dengan prosedur pelayanan penderita
Gawat Darurat.
d. Petugas IGD berusaha mencari informasi tentang identitas penderita, bila
tidak berhasil penderita dicatat dengan identitas Mr.X pada kartu
pemeriksaan/rekam medik.
e. Barang-barang penderita disimpan dan di amankan oleh petugas kasir dengan
mengisi form penitipan barang yang diisi oleh petugas Instalasi Gawat
Darurat dan kasir.
f. Petugas IGD menghubungi keluarga penderita, bila tidak berhasil segera
melapor ke kantor kepolisian dimana penderita tadi diketemukan.
g. Bila korban meninggal setelah diberikan pertolongan maka petugas IGD
mengantar ke ruang ke jenazah.
h. Jika keluarga belum ada, maka jenazah akan dirujuk ke RSUP setelah ada
persetujuan petugas jaga dengan masyarakat atau kepolisian yang membawa
korban.
i. Petugas melapor ke Manajemen Rumah Sakit tentang kasus tersebut.
Penanganan pasien meninggal di instalasi gawat darurat. Penanganan
pasien meninggal di instalasi gawat darurat yaitu :
a. Petugas IGD memeriksa dan menyatakan penderita sudah meninggal.
b. Petugas IGD mencatat Jam tiba penderita, data-data dan identitas penderita,
jam meninggal pada kartu pemeriksaan.
c. Petugas IGD melakukan pemeriksaan luar dan dicatat pada kartu
pemeriksaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 42
d. Petugas IGD melakukan perawatan jenazah sesuai protap perawatan jenazah.
e. Petugas IGD menyerahkan status pasien ke ruang rekam medis untuk
dibuatkan surat kematian jika diperlukan.
f. Jenazah diserahkan kepada keluarga untuk dipulangkan.
g. Jenazah dipulangkan dengan menggunakan ambulance atau mobil sendiri.
h. Keluarga menyelesaikan administrasi ambulan sesuai aturan yang berlaku.
Klasifikasi pelayanan IGD, yaitu :
1. Pelayanan IGD Level IV sebagai standar minimal untuk Rumah Sakit Kelas
A.
2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standar minimal untuk
rumah sakit kelas B.
3. Pelayanan IGD level II sebagai standar minimal untuk rumah sakit kelas C.
4. Pelayanan IGD level I sebagai standar minimal untuk rumah sakit kelas D.
Klasifikasi Gawat Darurat,yaitu :
1. Pasien Gawat darurat: keadaan mengancam nyawa adanya gangguan ABC
dan perlu tindakan segera, misalnya (cardiac arrest, penurunan kesadaran,
trauma mayor, perdarahan hebat)
2. Pasien Gawat tidak darurat : keadaan mengancam nyawa tapi tidak perlu
tindakan darurat. Setelah dilakukan resusitasi maka ditindaklanjuti dokter
spesialis misalnya (kanker tahaplanjut, fraktur terbuka)
3. Pasien Darurat tidak gawat : keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar tidak ada gangguan ABC dan
dapat lansung diberikan terapi definitive. Misal (fraktur minor/tertutup,
sistitis, laserasi)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 43
4. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat: keadaan tidak mengancam nyawa dan
tidak memerlukan tindakan segera misal (penyakit kulit, flu, batuk dll).
Target pencapaian standar :
1. Target pencapaian standar IGD rumah sakit secara nasional adalah maksimal 5
tahun dari tanggal penetapan SK.
2. Setiap rumah sakit dapat menentukan target pencapaian lebih cepat dari target
maksimal capaian secara nasional.
3. Rencana pencapaian dan penerapan standar IGD rumah sakit dilaksanakan
secara bertahap berdasarkan pada analisis kemampuan dan potensi daerah.
Tabel 1
Sumber Daya Manusia Berdasarkan Klasifikasi Pelayanan IGD
Kualifikasi Tenaga Level I Level II Level III Level IV
Dokter Subspesialis - - - Semua jenis on
call
Dokter Spesialis - Bedah,
obgyn,
penyakit
dalam on call
Bedah, obgyn,
anak, penyakit
dalam on site
(dokter spesialis
lain on call)
- 4 besar +
anastesi on site
- Dokter spesialis
lain on call
Dokter PPDS - - On site 24 jam
(RS Pendidikan)
On site 24 jam
Dokter Umum
(memiliki GELS,
ATLS, ACLS dll)
On Site
24 Jam
On site 24
jam
On Site 24 Jam On Site 24 Ja
Perawat Kepala
S1, DIII (memiliki
pelatihan
kegawatdaruratan
emergency nursing,
BTLS, BCLS, dll)
Jam
Kerja
Jam kerja Jam kerja/diluar
jam kerja
Jam kerja/diluar
jam kerja
Perawat (memiliki
pelatihan emergency
nursing)
On Site
24 jam
On site 24
jam
On site 24 jam On site 24 jam
Bagian non medis On Site
24 jam
On site 24
jam
On site 24 jam On site 24 jam
Sumber : Kepmenkes, 2009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 44
Response Time
Response time (waktu tanggap) perawat merupakan indikator proses untuk
mencapai indikator hasil yaitu kelangsungan hidup. Response time adalah waktu
yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan
kegawatdaruratan penyakitnya sejak memasuki pintu IGD (Depkes, 2009).
Response time (waktu tanggap) pada sistem realtime, didefinisikan sebagai
waktu dari saat kejadian (internal atau eksternal) sampai instruksi pertama rutin
layanan yang dimaksud dieksekusi, disebut dengan event response time.
Sasaranbdari penjadwalan ini adalah meminimalkan waktu tanggap Angka
keterlambatan pelayanan pertama gawat darurat / emergency response time rate
(Depkes, 2009).
Waktu tanggap dapat dihitung dengan hitungan menit dan sangat
dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen –
komponen lain yang mendukung seperti pelayanan laboratorium, radilogi, farmasi
dan administrasi. Waktu Tanggap dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat
apabila waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata – rata standar yang ada.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 856/ Menkes/
SK/IX/2009.Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit adalah :
Standar 1 : falsafah dan tujuan. Instalasi / Unit Gawat Darurat dapat
memberikan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit
akut dan mengalami kecelakaan sesuai dengan standar.
Kriteria :
1. Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan gawat darurat secara terus menerus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 45
selama 24 jam, tujuh hari dalam seminggu.
2. Ada instalasi / unit gawat darurat yang tidak terpisah secara fungsional dari
unit-unit pelayanan lainnya di rumah sakit.
3. Ada kebijakan / peraturan / prosedur tertulis tentang pasien yang tidak
tergolong akut gawat akan tetapi datang untuk berobat di instalasi / unit gawat
darurat.
4. Adanya evaluasi tentang fungsi instalasi / unit gawat darurat disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat.
5. Penelitian dan pendidikan akan berhubungan dengan fungsi instalasi / unit
gawat darurat dan kesehatan masyarakat harus diselenggarakan.
Standar 2 : administrasi dan pengelolaan. Instalasi Gawat Darurat harus
dikelola dan diintegrasikan dengan Instalasi lainnya di Rumah Sakit.
Kriteria :
1. Ada dokter terlatih sebagai kepala instalasi gawat darurat yang bertanggung
jawab atas pelayanan di instalasi gawat darurat.
2. Ada Perawat sebagai penanggung jawab pelayanan keperawatan gawat
darurat.
3. Semua tenaga dokter dan keperawatan mampu melakukan teknik pertolongan
hidup dasar (Basic Life Support).
4. Ada program penanggulangan korban massal, bencana (disaster plan)
terhadap kejadian di dalam rumah sakit ataupun di luar rumah sakit.
5. Semua staf / pegawai harus menyadari dan mengetahui kebijakan dan tujuan
dari unit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 46
6. Ada ketentuan tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur) rekam
medik.
7. Semua pasien yang masuk harus melalui Triase. Pengertian : Bila perlu triase
dilakukan sebelum indentifikasi.
8. Triase harus dilakukan oleh dokter atau perawat senior yang berijazah /
berpengalaman.
9. Triase sangat penting untuk penilaian ke gawat daruratan pasien dan
pemberian pertolongan / terapi sesuai dengan derajat ke gawat daruratan yang
dihadapi.
10. Petugas triase juga bertanggung jawab dalam organisasi dan pengawasan
penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.
11. Rumah Sakit yang hanya dapat memberi pelayanan terbatas pada pasien gawat
darurat harus dapat mengatur untuk rujukan ke rumah sakit lainnya. Kriteria :
a. Ada ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah
sakit lainnya.
b. Ada ketentuan tertulis tentang pendamping pasien yang di transportasi.
c. Pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa harus selalu
diobservasi dan dipantau oleh tenaga terampil dan mampu.
Pengertian :
Pemantauan terus dilakukan sewaktu transportasi ke bagian lain dari
rumah sakit atau rumah sakit yang satu ke rumah sakit yang lainnya dan
pasien harus di dampingi oleh tenaga yang terampil dan mampu memberikan
pertolongan bila timbul kesulitan. Umumnya pendamping seorang dokter.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 47
1. Tenaga cadangan untuk unit harus di atur dan disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Ada jadwal jaga harian bagi konsulen, dokter dan perawat serta petugas non
medis yang bertugas di IGD.
3. Pelayanan radiologi, hematologi, kimia, mikrobiologi dan patologi harus di
organisir / di atur sesuai kemampuan pelayanan rumah sakit.
4. Ada pelayanan transfusi darah selama dua jam.
5. Ada ketentuan tentang pengadaan peralatan obat-obatan life saving, cairan
infus sesuai dengan stándar dalam Buku Pedoman Pelayanan Gawat Darurat
Depkes yang berlaku.
6. Pasien yang di pulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan yang jelas
mengenai penyakit dan pengobatan selanjutnya.
7. Rekam Medik harus disediakan untuk setiap kunjungan.
Pengertian :
1. Sistem yang optimum adalah bila rekam medik unit gawat darurat
menyatu dengan rekam medik rumah sakit. Rekam medik harus dapat
melayani selama 24 jam.
2. Bila hal ini tidak dapat diselenggarakan setiap pasien harus dibuatkan rekam
medik sendiri. Rekam medik untuk pasien minimal harus mencantumkan :
a) Tanggal dan waktu datang (tempat bertemu secara pribadi)
b) Catatan penemuan klinik, laboratorium, dan radiologik.
c) Pengobatan dan tindakan yang jelas dan tepat serta waktu keluar dari
instalasi gawat darurat.
d) Identitas dan tanda tangan dari dokter yang menangani.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 48
e) Ada bagan / struktur organisasi tertulis disertai uraian tugas semua
petugas lengkap dan sudah dilaksanakan dengan baik.
Standar 3 : staf dan pimpinan. Instalasi Gawat Darurat harus dipimpin
oleh dokter, dibantu oleh tenaga medis keperawatan dan tenaga lainnya yang telah
mendapat Pelatihan Penanggulangan Gawat Darurat (PPGD).
Kriteria :
1. Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang tersedia di instalasi / unit gawat
darurat harus sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
2. Unit harus mempunyai bagan organisasi yang dapat menunjukkan hubungan
antara staf medis, keperawatan, dan penunjang medis serta garis otoritas, dan
tanggung jawab.
3. Instalasi Gawat Darurat harus ada bukti tertulis tentang pertemuan staf yang
dilakukan secara tetap dan teratur membahas masalah pelayanan gawat dan
langkah pemecahannya.
4. Rincian tugas tertulis sejak penugasan harus selalu ada bagi tiap petugas.
5. Pada saat mulai diterima sebagai tenaga kerja harus selalu ada bagi tiap
petugas.
6. Harus ada program penilaian untuk kerja sebagai umpan balik untuk seluruh
staf No. Telp. petugas.
7. Harus ada daftar petugas, alamat dan nomor telephone.
Standar 4 : fasilitas dan peralatan.
1. Fasilitas di Instalasi Gawat Darurat
a. Susunan ruangan dan arsitektur bangunan harus dapat menjamin efisiensi
pelayanaan kegawatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 49
b. Harus ada pelayanaan radiologi yang di organisasi dengan baik serta
lokasinya berdekatan dengan Instalasi Gawat Darurat
c. Alat dan instrument harus berkualitas baik dan selalu tersedia untuk di
pakai.
d. Memiliki mobil Ambulance
2. Peralatan dan Obat Di Instalasi Gawat Darurat
a. Tabung oksigen dengan cukup oksigen untuk terapi dan nebulisasi
b. Alat ventilasi manual yang mampu memberikan 100% oksigen medis
c. Alat pengisap/suction
d. Laringoskop dan pipa endotrakheal
e. Cairan infus dan set infus serta alat pompa infus;
f. ECG (Electro Cardio Graphy) dengan 12 titik pantau untuk diagnosis;
g. Defibrilator
h. Set bedah minor
i. Obat-obat emergency (terlampir)
j. Trolly emergency + papan resusitasi (terlampir)
Rumah sakit agar mengupayakan prasarana/sarana peralatan medis/non
medis yang optimal, yang disesuaikan dengan kegiatan, beban kerja dan tipe
rumah sakit untuk mendukung pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD). Fasilitas
dan alat-alat/obat-obatan Instalasi Gawat Darurat harus memenuhi persyaratan
sehingga penanggulangan penderita gawat darurat dapat dilakukan dengan
optimal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 50
Kriteria :
a. Gedung instalasi untuk pelayanan penanggulangan penderita gawat darurat
harus sedemikian rupa sehingga penanggulangan penderita gawat darurat
dapat dilakukan dengan optimal.
b. Luas bangunan Instalasi Gawat Darurat disesuaikan dengan beban kerja
Rumah Sakit dengan memperhitungkan kemungkinan penanganan korban
massal/bencana.
c. Lokasi instalasi harus berada dibagian depan rumah sakit, mudah dijangkau
oleh masyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar rumah
sakit.
d. Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda dengan pintu utama
(alur masuk kendaraan/pasien tidak sama dengan alur keluar.
e. Ambulans/kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai didepan
pintu yang areanya terlindung dari panas dan hujan (catatan : untuk lantai
Instalasi Gawat Darurat yang tidak sama tinggi dengan jalan ambulans harus
membuat ramp).
f. Pintu Instalasi Gawat Darurat harus dapat dilalui oleh brankar.
g. Memiliki area khusus parkir ambulans yang dapat menampung lebih dari
satu ambulans (sesuai dengan beban Rumah Sakit).
h. Susunan ruang harus sedemikian rupa sehingga arus pasien dapat lancar dan
tidak terjadi “cross infection”, dapat menampung korban bencana sesuai
dengan kemampuan Rumah Sakit, mudah dibersihkan dan memudahkan
kontrol kegiatan oleh perawat kepala jaga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 51
i. Area dekontaminasi ditempatkan didepan/ diluar Instalasi Gawat Darurat atau
terpisah dengan Instalasi Gawat Darurat.
j. Ruang Penerimaan
Terbagi menjadi lima bagian yaitu :
1) Ruang Tunggu (Public area), seperti informasi, ATM, dan keamanan.
2) Ruang Administrasi, seperti pendaftaran pasien baru/rawat, keuangan dan
rekam medis
3) Ruang Triase
4) Ruang Penyimpanan Strecher
5) Ruang Informasi dan Komunikasi
k. Ruang Triase :
1) Digunakan untuk seleksi pasien sesuai dengan tingkat kegawatan
penyakitnya
2) Terletak berdampingan dengan tempat perawat kepala; chief nurse/ dokter
jaga sehingga dengan mudah dapat mengawasi semua kegiatan di pintu
masuk, ruang tunggu, ruang tindakan dan ruang resusitasi.
3) Harus dapat memuat minimal dua brankar
4) Mempunyai kit pemeriksaan sederhana, brankar penerimaan pasien,
pembuatan rekam medis khusus dan pemberian label.
k. Mempunyai ruang tunggu untuk keluarga pasien dan harus diatur sedemikian
rupa agar mereka tidak menganggu pekerjaan. Mereka dapat istirahat dan
mudah dimintai keterangan yang lengkap dari petugas.
l. Memiliki ruang untuk istirahat petugas (dokter dan perawat).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 52
m. Ruang resusitasi :
1) letaknya harus berdekatan dengan ruang Triase
2) cukup luas untuk menampung beberapa penderita
3) keadaan ruangan harus menjamin ketenangan
p. Ruang Tindakan
1) Untuk rumah sakit kelas A dan kelas B dipisahkan antara ruang
tindakan bedah dan non bedah
2) Untuk rumah sakit kelas A, B, dan C digunakan untuk menangani
bedah minor, infeksi dan luka bakar
3) Untuk rumah sakit kelas A terdapat ruang Anak, ruang Kebidanan dan
ruang dekontaminasi
q. Beban kerja dan kelas rumah sakit akan menentukan besar dan isi gudang
farmasi, ruang kerja non medis bagi pimpinan, perawat penanggung
jawab, polisi, asuransi, “social worker”, tempat istirahat, locker, ruang
konferensi.
r. Komunikasi telepon keluar rumah sakit dan telepon internal di Instalasi
Gawat Darurat dan ke rumah sakit.
s. Alat-alat radiologi diagnostik disesuaikan dengan beban/ kualitas kerja dan
kelas rumah sakit.
t. Alat-alat dan obat-obatan di Instalasi Gawat Darurat harus sedemikian
rupa sehingga resusitasi dan “life support” dapat dilakukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 53
Fasilitas Pelayanan
Ruang tunggu. Adalah ruang yang digunakan untuk menunggu bagi
keluarga pasien, sebagai tempat istirahat. Ruang tunggu harus diatur sedemikian
rupa agar tidak menggangu pekerjaan dan dapat dengan mudah diminta
keterangan yang lengkap dari petugas mengenai pasien tersebut.
Ruang administrasi. Adalah ruang yang digunakan untuk pendaftaran
pasien baru maupun pasien rawat inap dan jalan, ruang ini juga digunakan untuk
melakukan pembayaran serta untuk rekam medis.
Ruang triase. Adalah ruang yang digunakan untuk mengelompokkan/
seleksi pasien sesuai dengan tingkat kegawatan penyakitnya yaitu merah, kuning
dan hijau.
Ruang informasi dan komunikasi. Adalah ruang yang digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai pelayanan kesehatan serta melakukan
komunikasi baik keluar rumah sakit maupun komunikasi internal di Instalasi
Gawat Darurat rumah sakit.
Ruang resusitasi. Adalah ruang yang digunakan untuk melakukan
resusitasi jantung paru yaitu kombinasi antara kompresi jantung dan pemberian
nafas bantu dengan perbandingan 30 banding dua. Ruang ini harus berdekatan
dengan ruang Triase dan harus cukup luas agar dapat menampung banyak pasien.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 54
Ruang tindakan bedah dan medis. Adalah ruangan untuk melakukan
tindakan bedah dan non bedah dan jaga untuk menangani bedah minor, infeksi
serta luka bakar.
Ruang tindakan bayi dan anak dan ruang tindakan kebidanan. Adalah
ruang tindakan yang seharusnya ada pada rumah sakit yang digunakan untuk
tindakan-tindakan kebidanan dan inkubator untuk bayi.
Sarana dan prasarana lainnya. Sarana dan prasarana lainnya seperti
pelayanan dalam mendiagnosis kurang dari lima menit, fasilitas keamanan dan
pendidikan.
Standar lima : kebijakan dan prosedur. Harus ada kebijakan dan
prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu di tinjau dan di sempurnakan
(bila perlu) dan mudah di lihat oleh seluruh petugas. Kriteria :
1. Ada petunjuk tertulis / SOP untuk menangani :
a. Kasus perkosaan
b. Kasus keracunan massal
c. Asuransi kecelakaan
d. Kasus dengan korban massal
e. Kasus lima besar gawat darurat murni (true emergency) sesuai dengan data
morbiditas instalasi / unit gawat darurat
f. Kasus kegawatan di ruang rawat
2. Ada prosedur media tertulis yang antara lain berisi :
a. Tanggung jawab dokter
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 55
b. Batasan tindakan medis
c. Protokol medis untuk kasus-kasus tertentu yang mengancam jiwa
3. Ada prosedur tetap mengenai penggunaan obat dan alat untuk life saving
sesuai dengan standar.
Ada kebijakan dan prosedur tertulis tentang ibu dalam proses persalinan normal
maupun tidak normal.
Standar enam : Pengembangan Staf Dan Program Pendidikan
Instalasi Gawat Darurat dapat di manfaatkan untuk pendidikan dan pelatihan (in
service training) dan pendidikan berkelanjutan bagi petugas.
Kriteria :
1. Ada program orientasi / pelatihan bagi petugas baru yang bekerja di unit
gawat darurat.
2. Ada program tertulis tiap tahun tentang peningkatan keterampilan bagi
tenaga di instalasi gawat darurat.
3. Ada latihan secara teratur bagi petugas instalasi gawat darurat dalam
keadaan menghadapi berbagai bencana (disaster).
4. Ada program tertulis setiap tahun bagi peningkatan keterampilan dalam
bidang gawat darurat untuk pegawai rumah sakit dan masyarakat.
Standar tujuh : evaluasi dan pengendalian mutu.Ada upaya secara
terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan Instalasi Gawat Darurat.
Kriteria :
1. Ada data dan informasi mengenai :
a. Jumlah kunjungan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 56
b. Kecepatan pelayanan (respon time)
c. Pola penyakit / kecelakaan (10 terbanyak)
d. Angka kematian
Kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan yang dapat diselesaikan
dalam waktu yang telah di tentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
Kecepatan pelayanan dalam hal ini adalah pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan
oleh dokter dan perawat dalam waktu kurang dari lima menit dari pertama
kedatangan pasien di IGD. Waktu tanggap pada sistem realtime, di defenisikan
sebagai waktu dari saat kejadian (internal atau eksternal)sampai instruksi pertama
rutin pelayanan disebut dengan event response time. Sasaran dari penjadwalan ini
adalah meminimalkan waktu tanggap angka keterlambatan pelayanan pertama
gawat darurat / emergency response time rate.
Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (Depkes,
2009). Instalasi Gawat Darurat rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan
pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan
pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis.
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan
segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan.
Waktu tanggap di Instalasi Gawat Darurat semua rumah sakit yang telah
terakreditasi harus memiliki kecepatan dan ketepatan yang baik. Waktu tanggap
adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai
dengan ke gawat daruratan penyakitnya sejak memasuki pintu IGD Misalnya si
pasien masuk ke pintu IGD pukul 12.00 dan menderita sesak napas, lalu oleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 57
perawat jaga langsung diberikan oksigen pukul 12.03 dan melapor ke dokter jaga
pukul 12.04, baru kemudian dokter IGD memeriksa si pasien pukul 12.10 dan
memberikan terapi pukul 12.15, obat dimasukkan pukul 12.20 (Siahaan, 2013).
Salah satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat
darurat adalah kecepatan memberikan pertolongan yang memadai kepada
penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana.
Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung kepada kecepatan yang tersedia
serta kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah
cacat sejak di tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan rumah sakit.
Faktor yang memengaruhi waktu tanggap. Faktor internal dan eksternal
yang mempengaruhi keterlambatan penanganan kasus gawat darurat antara lain
karakter pasien, penempatan staf, ketersediaan stretcher (alat yang digunakan
untuk memindahkan pasien ke ambulans) dan petugas kesehatan, waktu ketibaan
pasien, pelaksanaan manajemen dan strategi pemeriksaan dan penanganan yang
dipilih. Hal ini bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan konsep tentang
waktu tanggap penanganan kasus di Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit
(Yoon et al,2003).
Strategi waktu tanggap adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan di suatu
rumah sakit yang dapat memberikan keyakinan kepada pelanggan agar selalu
menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Kecepatan dan
ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke Instalasi Gawat
Darurat (IGD) memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 58
waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat di capai
dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen
Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit sesuai standar (Keputusan Menteri
Kesehatan, 2009).
Kecepatan pelayanan. Kecepatan pelayanan waktu yang dibutuhkan
pasien untuk mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan
penyakitnya sejak memasuki pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD). Kecepatan
pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang
telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan. Kecepatan pelayanan dalam
hal ini adalah pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat
dalam waktu kurang dari lima menit dari pertama kedatangan pasien di IGD.
Ketepatan pelayanan. Menurut Lovelock dan Wright (2002), ketepatan
waktu adalah kesesuaian pelayanan medis yang diberikan dari apa yang
dibutuhkan dari waktu ke waktu. Tjiptono (2005), mendefinisikan ketepatan
waktu adalah "mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance)
dan kemampuan untuk di percaya (dependability). Hal ini berarti rumah sakit
memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the first time).
Selain itu juga berarti bahwa rumah sakit yang bersangkutan memenuhi janjinya
misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang di sepakati.
Ketepatan pelayanan adalah waktu yang dibutuhkan pasien untuk
mendapatkan pertolongan yang sesuai dengan ke gawat daruratan penyakitnya
sejak memasuki pintu IGD. Ketepatan pelayanan dalam hal ini adalah ketepatan
pelaksanaan tindakan atau pemeriksaan oleh dokter dan perawat dalam waktu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 59
kurang dari lima menit dari pertama kedatangan pasien di IGD. Lingkup
pelayanan ke gawat daruratan tersebut di ukur dengan melakukan primary survey
tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan dengan secondary
survey menggunakan tahapan ABCD yaitu: A : Airway management; B :
Breathing management; C : Circulation management; D : Drug Defibrilator
Disability (Basoeki dkk, 2008).
Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang
mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.
Tahapan Survei primer meliputi : A: Airway yaitu mengecek jalan nafas dengan
tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal; B: Breathing yaitu mengecek
pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C:
Circulation yaitu mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D:
Disability yaitu mengecek status neurologis; E: Exposure yaitu enviromental
control, buka baju penderitatapi cegah hipotermia (Basoeki dkk, 2008)
Survei primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang
mengancam nyawa pasien. Survei primer dilakukan secara sekuensial sesuai
dengan prioritas.
Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu
yang singkat (kurang dari 10 detik) di fokuskan pada Airway, Breathing,
Circulation (ABC). Pengkajian primer pada penderita gawat darurat penting
dilakukan secara efektif dan efisien. Namun untuk Survei ABCDE (Airway,
Breathing, Circulation, Disability dan Exposure) dilakukan survei primer ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 60
harus dilakukan dalam waktu tidak lebih dari dua sampai lima menit. Primary
survey harus dilakukan dalam waktu tidak lebih dari dua sampai lima menit.
Penanganan yang simultan terhadap yang bersangkutan memenuhi janjinya
misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang di sepakati trauma
dapat terjadi bila terdapat lebih dari satu keadaan yang mengancam jiwa (Basoeki
dkk, 2008).
Survei sekunder dilakukan setelah pengkajian dan intervensi masalah
airway,breathing dan circulation yang ditemukan di atasi dilanjutkan dengan
pengkajiansekunder. Survei sekunder adalah pemeriksaan teliti yang dilakukan
dari ujung rambut sampai ujung kaki,dari depan sampai belakang. Survei
sekunder hanya dilakukan apabila penderita telah stabil. Keadaan stabil yang
dimaksud adalah keadaan penderita sudah tidak menurun, mungkin masih dalam
keadaan syok tetapi tidak bertambah berat. Survei sekunder harus melalui
pemeriksaan yang teliti (Basoeki dkk, 2008).
Survei sekunder bertujuan untuk mengetahui penyulit lain yang mungkin
terjadi. Bila pada pengkajian primer dapat tertangani, maka berlanjut ke
pengkajian sekunder.
1. Pengkajian riwayat penyakit : anamnesa penyakit dahulu dan sekarang,
riwayat alergi, riwayat penggunaan obat-obatan, keluhan utama.
2. Pemeriksaan penunjang : laboratorium, rontgen, EKG.
Landasan Teori
Strategi waktu tanggap adalah kecepatan dan ketepatan pelayanan di suatu
rumah sakit yang dapat memberikan keyakinan kepada pasien agar selalu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 61
menggunakan jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. Kecepatan dan
ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke Instalasi Gawat
Darurat (IGD) memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat di capai
dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen
Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit sesuai standar (Keputusan Menteri
Kesehatan, 2009). Dalam hal ini peneliti menambahkan SOP sebagai hal yang
perlu di teliti.
Kerangka Pikir
Berdasarkan landasan teori maka konsep penelitian pada penelitian ini
adalah:
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian
Keterangan :
1. Triase adalah proses pemilahan pasien berdasarkan tingkat
kegawatdaruratannya sehingga mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup
dan tingkat kecacatan pasien.
Triase
Sarana dan Prasarana
Sumber Daya Manusia
- Pelatihan dan Sertifikat
Prosedur/SPO
Response Time
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 62
2. Sumber daya manusia adalah semua orang yang berada dan bertugas dalam
memberikan pelayanan kegawatdaruratan yang memiliki persyaratan
administrasi berupa pelatihan atau memiliki sertifikat kegawatdaruratan
ataupun tetntang triase.
3. Sarana dan Prasarana merupakan utilitas yang terdiri atas alat, jaringan dan
sistem yang membuat suatu bangunan Rumah Sakit bisa berfungsi. Sarana
fisik dan fasilitas prasarana medis yang wajib dimiliki instalasi gawat darurat
seperti : luas ruangan IGD jumlah bed, tersedianya stretcher dan alat-alat
emergency yang wajib dimiliki instalasi gawat darurat sebagai standar
minimal Rumah Sakit Kelas B.
4. Prosedur/SPO adalah kebijakan atau petunjuk tertulis terkait
kegawatdaruratan ataupun tentang triase
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 63
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian Kualitatif yang dimaksudkan untuk
memperoleh informasi secara mendalam dan mengobservasi tentang response
time pelayanan kesehatan di IGD RS. Haji Medan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian. Lokasi penelitian di RS. Haji Medan. Adapun alasan
pemilihan lokasi penelitian, karena ditemukan masalah dibawah standarnya
respon time pelayanana kesehatan di IGD RS. Haji Medan.
Waktu penelitian. Penelitian dilakukan sejak bulan Januari sampai
dengan selesai.
Pemilihan Informan
Pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan
karakteristik yaitu, diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar melainkan
pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian,tidak ditentukan
secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun
karakteristik sampelnya sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang
dalam penelitian dan tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti
jumlah/peristiwa acak), melainkan pada kecocokan konteks (Sugiyono, 2016).
Pada pendekatan kualitatif diperlukan informan yaitu orang yang
memberikan informasi yang adekuat dan terpecaya mengenai elemen-elemen atau
permasalahan penelitian. Penentuan informan menggunakan metode purposive
sampling, yaitu teknik pengambilan sumber data yang didasarkan pada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 64
pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang
dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai
penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial
yang diteliti (Sugiyono, 2016).
Karakteristik informan yang dipilih dalam penelitian ini ialah :
1. Pihak-pihak yang dianggap berkompeten memberikan informasi internal RS.
Haji Medan berkaitan dengan pelaksaan triage
2. Informan dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia untuk diwawancarai
secara mendalam terkait permasalahan yang akan diteliti;
3. Informan merupakan pegawai IGD dan paham tentang respon time dan triase
Seperti : Kepala IGD, dokter jaga , kepala perawat, Perawat pelaksana .
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
Wawancara mendalam. Wawancara mendalam (indepth interview)
dilaku-kan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan pedoman
wawancara kepada lima belas orang sumber informasi. Metode wawancara yang
penulis gunakan adalah metode wawancara tidak berstruktur. Hal ini karena
penulis ingin mengem-bangkan wawancara yang dilakukan sehingga akan didapat
informasi-informasi baru yang muncul dalam wawancara dan semula tidak
diketahui namun tetap terpusat kepada satu pokok permasalahan tertentu. Adapun
hasil dari wawancara ini direkam, sebagaimana yang disarankan oleh Cresswell
(2013) dengan menggunakan catatan dan audiotape.
Perekaman dimaksudkan agar seluruh hasil wawancara dapat kembali
diper-dengarkan sehingga tidak ada satupun informasi dari wawancara yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 65
tertinggal. Hasil wawancara kemudian ditulis kembali untuk dijadikan sumber
rujukan penulis dalam menganalisis permasalahan yang diangkat dalam penelitian
ini.
Observasi. Observasi merupakan teknik pengumpulan data untuk
memper-oleh informasi mengenai ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek,
perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti
melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau
kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku
manusia, dan untuk evaluasi. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan terhadap
perawat yang sama dan menjadi informan saat dilakukan wawancara mendalam.
Untuk menghindari bias penelitian, peneliti menunjuk orang ketiga untuk
melakukan observasi, yaitu asesor internal rumah sakit.
Studi dokumentasi. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengumpulkan
data sekunder berupa data-data dan informasi dari dokumen untuk mendukung
latar belakang permasalahan, laporan serta teori yang berkaitan dengan
pembahasan permasalahan yang ada, serta data-data penunjang lainnya. Data-data
ini diperoleh dari dokumen rumah sakit, buku, artikel internet, jurnal penelitian
sebelumnya serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian.
Definisi Konsep
Respon time yaitu waktu yang dibutuhkan pasien gawat darurat sejak
memasuki gerbang IGD yang mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Respon
time dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 66
1. Triase adalah proses pemiliahan pasien berdasarkan tingkat
kegawatdaruratannya sehingga mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup
dan tingkat kecatatan pasien.
2. Sumber daya manusia adalah semua orang yang berada dan bertugas dalam
memberikan pelayanan kegawatdaruratan yang memiliki persyaratan dan
administrasi berupa pelatihan atau memiliki sertifikat kegawatdaruratan
ataupun tentang triase.
3. Sarana dan Prasarana merupakan utilitas yang terdiri atas alat, jaringan dan
sistem yang membuat suatu bangunan Rumah Sakit bisa berfungsi. Sarana
fisik dan fasilitas prasarana medis yang wajib dimiliki instalasi gawat darurat
seperti : luas ruangan IGD jumlah bed, tersedianya stretcher dan alat-alat
emergency yang wajib dimiliki instalasi gawat darurat sebagai standar
minimal Rumah Sakit Kelas B.
4. Prosedur/SPO adalah kebijakan atau petunjuk tertulis terkait
kegawatdaruratan ataupun tentang triase.
Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap persiapan penelitian. Pertama, membuat pedoman wawancara
yang disusun berdasarkan kebutuhan data yang hendak didapatkan sesuai dengan
permasalahan yang ingin diteliti. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-
pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara dan
sesegera mungkin dicatat setelah wawancara selesai.
Selanjutnya mencari informan yang sesuai dengan karakteristik responden
atau informan dalam penelitian. Untuk itu sebelum wawancara dilaksanakan,
dilakukan tanya jawab terlebih dahulu kepada informan penelitian tentang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 67
kesiapannya untuk diwawancarai. Setelah informan bersedia untuk diwawancarai,
peneliti membuat kesepakatan dengan informan tersebut mengenai waktu dan
tempat untuk melakukan wawancara.
Tahap pelaksanaan penelitian. Membuat kesepakatan dengan informan
mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman
yang dibuat. Setelah wawancara dilakukan, hasil rekaman berdasarkan wawancara
dipindahkan dalam bentuk catatan tertulis. Wawancara dengan informan cukup
dilaksanakan sekali apabila semua informasi atau data yang dibutuhkan dalam
penelitian telah terpenuhi melalui wawancara mendalam (indepth interview) yang
dilaksanakan. Apabila ada informasi yang kurang terpenuhi, barulah melakukan
wawancara kembali dengan informan.
Selanjutnya, melakukan analisis data dan interprestasi data sesuai dengan
data hasil wawancara yang didapatkan. Setelah itu, membuat dinamika penulisan
dan kesimpulan yang dilakukan, dan memberikan saran-saran untuk penelitian.
Selanjutnya demi menunjang kelengkapan data yang dibutuhkan selama
penelitian, data yang didapatkan disesuaikan dengan konsep dan tujuan penelitian
yang dilakukan.
Alat Bantu Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data-data penelitian yang bersifat kualitatif penulis
membutuhkan alat bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan dua alat bantu, yaitu :
Pedoman wawancara. Pedoman wawancara digunakan agar wawancara
yang dilakukan tidak menyimpang dari rumusan permasalahan dan tujuan
penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 68
juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Alat perekam. Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat
wawancara, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data
tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari informan atau
responden penelitian. Dalam pengumpulan data, alat perekam baru dapat
dipergunakan setelah mendapat ijin dari informan atau responden penelitian untuk
mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung (Sugiyono,
2016).
Metode Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman (2014) analisa data kualitatif terdiri dari
tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu:
Reduksi data. Setelah melakukan pengambilan data di lapangan, maka
akan diperoleh suatu data. Oleh karena itu perlu segera dilakukan analisis data
melalui reduksi data. Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang merangkum,
memfokuskan, menggolongkan, mengarahkan, menghilangkan yang tidak perlu,
dan mengorganisasi dengan cara sedemikian rupa, sehingga kesimpulan akhir
dapat ditarik dan diverifikasi. Dengan demikian, maka akan memberikan
gambaran data yang lebih jelas dan mempermudah peneliti dalam pengambilan
data selanjutnya serta mencarinya bila diperlukan.
Penyajian data. Setelah melakukan reduksi data, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan penyajian data. Dalam penelitian kualitatif,
penyajian data yang sering digunakan adalah bentuk uraian singkat yang bersifat
naratif. Semua itu dirancang untuk menggabungkan informasi yang tersusun agar
mudah dipahami.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 69
Penarikan kesimpulan/verifikasi. Langkah ketiga dalam analisis data
kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran
suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah
diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau
teori
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 70
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi Rumah Sakit Haji Kota Medan.Rumah Sakit Umum Haji Medan
Provinsi Sumatera Utara didirikan dengan landasan hasrat untuk menciptakan
sarana pelayanan kesehatan bernuansa Islami yang mengutamakan mutu dan
memperhatikan dengan sungguh-sungguh kebutuhan pelanggan.
Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara diresmikan oleh
Presiden Republik Indonesia tanggal 4 Juni 1992. Sejak tanggal 29 Desember
2011 Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara secara resmi telah
dikelola oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Peraturan
Gubernur Sumatera Utara Tahun 2011 tanggal 13 Desember 2011. Rumah Sakit
Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara saat ini mempunyai 254 tempat tidur
untuk rawat inap, hampir dua kali lipat sewaktu diresmikan. Demikian juga
peralatan medis dan non medis telah diperbaharui untuk mengikuti perkembangan
teknologi kedokteran. Sumber Daya Manusia seperti tenaga dokter spesialis, para
medis dan non medis di Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
sudah cukup memadai.
Upaya diatas, untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi
dan misi Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara. Buku Profil
Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara ini sebagai informasi
pada masyarakat untuk mengetahui sepintas tentang pelayanan apa yang dapat
dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara sebagai
salah satu pilihan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 71
Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara saat ini semakin
dikenal masyarakat, tercermin dari masyarakat yang dilayani terdiri dari semua
golongan, agama dan etnis.
Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara selain untuk
pelayanan kesehatan bagi jemaah haji dan masyarakat umum juga melayani
peserta Askes, Jamkesmas, Jamkesda, Jamsostek, asuransi kesehatan lain dan
beberapa perusahaan terutama yang ada di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh
Darussalam. Saat ini Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
telah siap menerima pasien BPJS.
Visi dan Misi Rumah Sakit Haji Kota Medan
Visi Rumah Sakit Haji Kota Medan
Rumah sakit Unggulan dan Pusat Rujukan dengan Pleyanan Bernuasa
Isalami, Rumah Lingkungan Berdaya Saing Sesuai Standar Nasional dan
Internasional.
Misi Rumah Sakit Haji Kota Medan
1. Meningkatkan profesionalisme, kompetensi sumber daya manusia Rumah
Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara yang memiliki integritas
dan religius.
2. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana Rumah Sakit Haji Medan sesuai
standar Nasional dan Internasional dengna prinsip kenyamanan dan
keselamatan.
3. Meningkatkan kesejahteraan sumber daya manusia Rumah Sakit Umum Haji
Medan Provinsi Sumatera Utara melalui pengelolaan keuangan Badan
4. Layanan Umum.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 72
5. Meningkatkan kemudahan jangkauan pelayanan kesehatan.
6. Meningkatkan pelayanan yang berkualitas, transparan, bersih, ramah, aman
dan nyaman serta lingkungan yang sehat bernuasa Go Green.
Tabel 2
Tabel Data Tenaga Kesehatan IGD Rumah Sakit Haji Medan
Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah
Dokter Kepala IGD
Kepala Ruangan IGD
Dokter Jaga IGD
Perawat Pelaksana IGD
1 Orang
1 Orang
10 Orang
20 Orang
Sumber: Profil Rumah Sakit Haji Medan
Tabel 3
Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Haji Medan
Ruangan Jumlah
VVIP
VIP
Kelas I
Kelas II
Kelas III
ICU
PICU
NICU
TT Bayi Baru Lahir
IGD
4 Tempat tidur
28 Tempat tidur
58 Tempat tidur
58 Tempat tidur
90 Tempat tidur
12 Tempat tidur
5 Tempat tidur
5 Tempat tidur
6 Tempat tidur
10 Tempat tidur
Sumber: Profil Rumah Sakit Haji Medan
Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini sebanyak delapan orang yang bekerja di
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Haji Medan. Karakteristik informan
yang di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Haji Medan adalah sebagai
berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 73
Tabel 4
Karakteristik Informan
No.
Informan
Nama
Informan
Jenis
Kelamin
Umur Pendidikan Jabatan
1. Wiwik Perempuan 55 Tahun S1 Ners Kepala
Ruangan
IGD
2. Khalilah Perempuan 31 Tahun DIII Perawat
3. Nurhali
mah
Perempuan 25 Tahun DIV Bidan
4. SitiAlina
wati
Perempuan 39 Tahun S2 Dokter
Ruangan
5. Elfira Perempuan 28 Tahun Profesi
Kedokteran
Dokter
Umum
6. Amir
Siregar
Laki-Laki 41 Tahun DIII Perawat
Pelaksana
7. Sufi Perempuan 30 Tahun Profesi
Kedokteran
Dokter
Umum
8. Hamzah Laki-Laki 38 Tahun Pendidikan
Spesialis
Kedokteran
BedahUmum
Kepala IGD
Response time. Response time (waktu tanggap) pada sistem real time,
didefinisikan sebagai waktu dari saat kejadian (internal atau eksternal) sampai
instruksi pertama rutin layanan yang dimaksud dieksekusi, disebut dengan event
response time. Sasaran dari penjadwalan ini adalah meminimalkan waktu tanggap
Angka keterlambatan pelayanan pertama gawat darurat / emergency response time
rate (Depkes, 2009).
Untuk respon time dalam pelayanan instalasi gawat darurat informan,
mengungkapkan sebagai berikut:
“...untuk respon time di instalasi gawat darurat sudah sesuai
standar, yaitu di bawah 5 menit, dan untuk tim yang melakukan
triase yaitu dokter dan perawat yang berjaga, tetapi sudah pernah
mengikuti pelatihan” (Informan 8) .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 74
Informan lain mengatakan :
“... respon time di instalasi gawat darurat sudah mengikuti standar
akreditasi pada tahun 2017 dan mendapatkan hasil bintang 4.
Kemudian, respon time sendiri tidak kurang dari 5 lima menit pada
saat pasien datang ke unit gawat darurat dan yang melakukan triase
yaitu kolaborasi dokter. Untuk pelatihan ACLS BTLS sudah
dilakukan dan akan di ulang secara berkala. (Informan 1).
Pernyataan informan di atas sesuai dengan pernyataan berikut ini waktu tanggap
dapat dihitung dengan hitungan menit dan sangat dipengaruhi oleh berbagai hal
baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen – komponen lain yang
mendukung seperti pelayanan laboratorium, radilogi, farmasi dan administrasi.
Waktu Tanggap dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat apabila waktu yang
diperlukan tidak melebihi waktu rata – rata standar yang ada. (Depkes, 2009).
“...pelayanan pertama yang di berikan kepada pasien jika saya
menghitung tidak lebih dari lima menit, sekitar tiga atau empat
menit pelayanan awal di berikan. Respon time sebagaimana
pengetahuan saya yaitu waktu dimana pasien pertama kali datang
sampai mendapatkan pelayanan dokter dan respon di igd saat ini
sudah berjalan dengan baik dan bagus. Untuk lama respon time
dalam menentukan triase terlabih dahulu harus mengkaji secara
sekilas kondisi pasien tersebut ketika datang ke rumah sakit
khususnya igdnya dan hambatan dari pencapaian respon time yang
pertama jumlah tenaga perawat yang bertugas sedikit ketika
kunjungan pasien meningkat dan kedua terkadang keluarga pasien
tidak bisa berkrompromi mengenai keadaan pasien.” (Informan 4)
Sesuai kutipan dari Depkes respon time IGD sangat dipengaruhi berbagai
hal Pernyataan ini diperkuat informan 4 jumlah tenaga perawat dan faktor
administrasi lainnya seperti keluarga pasien yang tidak bias berkompromi.
mempengaruhi pencapaian respon time di IGD.
Dari hasil wawancara dengan informan bahwa untuk respon time di
Rumah Sakit Umum Haji Medan tergolong sudah memenuhi salah satu standar
pelayanan minimum rumah sakit khususnya pada unit instalasi gawat darurat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 75
Sebagaimana tertuang dalam Permenkes No. 129 Tahun 2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimum untuk waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat,
bahwa standar pelayanan waktu tanggap yaitu kurang dari lima menit terlayani
setelah pasien datang dan penanggung jawab dari pelayanan ini di koordinir oleh
kepala instalasi gawat darurat/ tim mutu/ panitia mutu.
Dari hasil wawancara mengenai respon time ialah sebagai berikut:
“...lama waktunya pasien mendapatkan pelayanan dokter itu kurang
dari tiga menit. Respon time, lamanya waktu pelayanan rumah sakit
terutama unit igd ketika datang ke rumah sakit dan untuk pelayanan
igd di rumah sakit saat ini sudah berjalan bagus. Untuk lama
respon time triase pasien tergantung kondisi dari keadaan dan
kegawat daruratan pasien itu sendiri, jika biru nol menit segera di
tangani, merah nol menit maksimal 10 menit, jika kuning 10-30
menit, hijau 60 menit adapun kendala dalam pelayanan keluarga
pasien tidak bisa bekerja sama (Informan 3)
Informan lain mengatakan
“...waktu pasien mendapatkan pelayanan dokter itu kurang dari tiga
menit. Respon time seberapa lama pasien yang datang ke igd
mendapatkan pelayanan dokter dan respon time di rumah sakit ini
terutama di igd sudah berjalan baik. adapun lama respon time
untuk setiap triase tergantung dengan kondisi pasien jika pasien
biru segera di tangani, merah nol sampai lima menit, kuning 10-20
menit dan hijau 45 menit. Hambatan dari standar respon time jika
pasien di igd terlalu banyak dan petugas yang berjaga sedikit
(Informan 2).
“...lamanya waktu untuk pasien mendapatkan pelayanan awal di
IGD itu tidak kurang dari tiga menit dan respon time sendiri
menurut saya seberapa lama pasien yang berkunjung untuk
mendapatkan pelayanan pertama di igd rumah sakit. Untuk saat ini
pelayanan igd rumah sakit sudah berjalan dengan baik dan proses
triase serta hambatan yang pertama tergantung kondisi pasien
ketika datang ke rumah sakit apakah triase biru, merah, kuning atau
hijau, jika biru dan merah harus segera di tangani, kuning 10 -15
menit dan hijau 30 menit. Kemudian kedua hambatannya jika
kunjungan pasien terlalu banyak dan perawat yang berjaga juga
terbatas” (Informan 7).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 76
“...pasien mendapatkan pelayanan dokter di igd tidak lebih dari
lima menit dan respon time seberapa lama pasien yang datang ke
igd mendapatkan pelayanan dokter. Untuk saat inirespon time di igd
sudah bagus, sudah berjalan dengan baik. berapa lama triase
pasien sesuai dengan kondisi dan keadaan pasien, jika biru harus
segera di tangan contoh seperti masalah kardiovaskuler, merah mo;
sampai maksimal 10 menit, kuning 10-30 menit dan hijau 30 sampai
maksimal 60 menit. Hambatan untuk menegakkan respon time
sesuai standar jika kunjungan pasien meningkat yang terlalu banyak
dan yang berjaga di IGD jumlah sedikit.” (Informan 6)
“...pelayanan pertama ketika pasien datang tidak lebih dari lima
menit pada dokter yang menangani dan respon time sepengetahun
saya seberapa lama pasien yang datang ke igd untuk mendapatkan
pelayanan pertama oleh dokter. Untuk saat ini respon time di igd
sudah berjalan dengan baik dan untuk respon time triase tergantung
kondisi pasien pada saat datang ke igd, apakah dia triasenya biru,
merah, kuning, merah dan hambatannya jumlah tenaga perawat
yang kurang ketika jumlah kunjungan pasien meningkat. (Informan
5)
Pernyataan beberapa informan diatas sesuai pernyataan Australian Triage
Scale (ATS) yang menentukan pasien yang harus didahulukan penanganan atau
pemindahannya dengan menggunakan pelabelan, yaitu :Label merah (gawat
darurat) memilki response time segera sampai 10 menit, Label kuning (gawat
tidak darurat) memiliki response time 30 menit, dan Label hijau (tidak gawat tidak
darurat) memiliki response time 60-120 menit
Instalasi Gawat Darurat sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat
darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan
hidup klien. Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya
waktu tanggap (response time) bahkan pada pasien selain penderita penyakit
jantung. Mekanisme response time, disamping menentukan keluasan rusaknya
organ-organ dalam, juga dapat mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan
ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 77
memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga
dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat
dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana,
prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar
(Kepmenkes, 2009).
Hasil wawancara dengan informan didapatkan bahwa respon time di
instalasi gawat darurat sudah berjalan dengan baik dimana sudah memenuhi
standar pelayanan minimal rumah sakit. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit dimana untuk kemampuan Kemampuan menangani life saving anak
dan dewasa di setiap rumah sakit yaitu dengan standar 100%.
Faktor Triase
Triase merupakan penerapan upaya untuk mengklasifikasi cedera secara
cepat berdasarkan tingkat keparahan dan tingkat kelangsungan hidup melalui
tindakan langsung yang dilakukan oleh tenaga medis. Berdasarkan analisis Rumah
Sakit Umum Haji Medan dapat diketahui bahwa jawaban dari informan memiliki
banyak persamaan.
Triase merupakan pemeriksaan awal terhadap pasien yang masuk ke
instalasi gawat darurat. Tujuannya adalah untuk mengindentifikasi status kegawat
daruratannya dan prioritas penanganan yang harus segera ditindak lanjuti sesuai
dengan kebutuhan medisnya atau tidak. Triase ini berlaku untuk semua pasien
yang datang ke instalasi gawat darurat dan prioritas penanganan pasien di
dasarkan pada hasil triase sesuai dengan standar pelayanan (Permenkes RI No 4
tahun 2018 tentang kewajiban rumah sakit).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 78
Adapun pernyataan informan :
“..rumah sakit memiliki kebijakan dalam pelayanan gawat darurat.
Triase sangat penting bagi pelayanan sehingga kita dapat melakukan
pemilahan pasien terkait dengan kondisinya pada saat datang ke rumah
sakit atau pun unit gawat darurat. Untuk keterlibatannya sudah berjalan
dengan baik serta melakukan dengan tahapan-tahapan sesuai dengan
standar yang berlaku. Untuk pelayanan pastinya akan memberikan
pelayanan terbaik atau pun pelayanan yang prima terhadap pasien,
namun dalam proses nya masih terdapat beberapa kendala. (Informan 3)”
Informan lain mengatakan :
“...kebijakan sudah ada bahkan sudah terlampir pada saat
akreditasi dan untuk waktu tanggap pelayanan sudah kurang dari tiga
menit. Triase sangat membantu untuk memilih pasien sesuai dengan
tingkat kegawat daruratannya. Untuk pelaksanaanya masih belum
berjalan dengan baik, karena beberapa perawat masih belum
mendapatkan pelatihan mengenai triase. Penentuan berdasarkan triase
diharapkan dapat tercapainnya pelayanan gawat darurat yang maksimal
melalui tahahapannya berdasarkan tingkat kesadaran, circulation,
airways, breathing dan kasus yang di alami. (Informan 2)
Hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa pelaksanaan
triase dan respon time sudah berjalan dengan baik yaitu di bawah lima menit. .
Menurut Depkes RI (2009), petugas tim kesehatan di Instalasi Gawat Darurat
rumah sakit terdiri dari dokter ahli, dokter umum, atau perawat yang telah
mendapat pelatihan penanganan kegawatdaruratan yang dibantu oleh perwakilan
unit-unit lain yang bekerja di instalasi gawat darurat.
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan
sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada keadaan ABC (Airway,
dengan cervical spine control, Breathing dan Circulation dengan control
pendarahan). Triase berlaku untuk pemilahan penderita baik di lapangan maupun
di rumah sakit (Musliha, 2010). Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 2.
Adapun pernyataan informan lainnya :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 79
“..Triase sangat membantu untuk memilih pasien sesuai dengan
tingkat kegawat daruratannya. Untuk pelaksanaanya masih belum
berjalan dengan baik, karena beberapa perawat masih belum
mendapatkan pelatihan mengenai triase. Penentuan berdasarkan triase
diharapkan dapat tercapainnya pelayanan gawat darurat yang maksimal
melalui tahahapannya berdasarkan tingkat kesadaran, circulation,
airways, breathing dan kasus yang di alami. (Informan 4)
Penerapan Triase berdasarkan pada ABCDE, beratnya cedera, jumlah
pasien yang datang, sarana kesehatan yang tersedia serta kemungkinan hidup
pasien Perawat triase menggunakan ABC keperawatan seperti jalan nafas,
pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi,
tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan
memar untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di ruang
gawat darurat (Pusponegoro, 2010).
“..Triase sangat penting bagi pelayanan sehingga kita dapat
melakukan pemilahan pasien terkait dengan kondisinya pada saat datang
ke rumah sakit atau pun unit gawat darurat. Untuk keterlibatannya sudah
berjalan dengan baik serta melakukan dengan tahapan-tahapan sesuai
dengan standar yang berlaku. Untuk pelayanan pastinya akan
memberikan pelayanan terbaik atau pun pelayanan yang prima (Informan
7)
Triage di rumah sakit mengutamakan perawatan pasien berdasarkan gejala
dan tingkat kegawatdaruratannya sesuai pernyataan informan di atas. Perawat
triage menggunakan penilaian keperawatan seperti jalan nafas, pernapasan
dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat
kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan memar
untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di ruang gawat
darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk pasien gangguan jalan
nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu. Pasien-pasien ini mungkin memiliki
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 80
kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung dan mereka menerima
pengobatan pertama.Pasien yang memiliki masalah yang sangat mengancam
kehidupan diberikan pengobatan langsung bahkan jika mereka diharapkan untuk
mati atau membutuhkan banyak sumber daya medis. Jumlah dan kasus pasien
yang datang ke unit gawat darurat tidak dapat diprediksikarena kejadian
kegawatan atau bencana dapat terjadi kapan saja, dimana sajaserta menimpa siapa
saja. Karena kondisinya yang tidak terjadwal dan bersifat mendadak serta tuntutan
pelayanan yang cepat dan tepat maka diperlukan triage sebagai langkah awal
penanganan pasien di unit gawat darurat dalam kondisi sehari-hari, (Depkes RI,
2009).
“…Kondisi pasien tergantung triase pada saat datang ke igd,
apakah dia triasenya biru, merah, kuning, merah dan hambatannya
jumlah tenaga perawat yang kurang ketika jumlah kunjungan pasien
meningkat. (Informan 8)
Ketepatan triase akan mempengaruhi respon time di rumah sakit hal ini
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan Patricia Glory Tuo dkk (2018)
tentang hubungan ketepatan triase dengan respon time perawat di intalasi gawat
darurat Rumah Sakit Tipe C. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan
antara ketepatan triase dengan respon time perawat. Penerapan triase di rumah
sakit haji kota medan masiah berjalan dengan baik hal.
Adapun pernyataan informan lain :
“..triase pasien tergantung kondisi dari keadaan dan kegawat
daruratan pasien itu sendiri, jika biru nol menit segera di tangani, merah
nol menit maksimal 10 menit, jika kuning 10-30 menit, hijau 20 menit
adapun kendala dalam pelayanan keluarga pasien tidak bisa bekerja sama
(Informan 1)
“…Proses triase pasien sesuai dengan kondisi dan keadaan
pasien, jika biru harus segera di tangan contoh seperti masalah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 81
kardiovaskuler, merah mo; sampai maksimal 10 menit, kuning 10-30 menit
dan hijau 30 sampai maksimal 60 menit. Hambatan untuk menegakkan
respon time sesuai standar jika kunjungan pasien meningkat yang terlalu
banyak dan yang berjaga di igd jumlah sedikit.” (Informan 6)
Pernyataan informan 6 diperkuat pernyataan ini Pelayanan gawat darurat
dikatakan terlambat apabila pelayanan terhadap pasien gawat dan atau darurat
dilayani oleh petugas IGD Rumah Sakit lebih besari dari 15 menit (Angka
KPPGD Rumah Sakit, 2012). Pada kasus kegawat daruratan seperti jika kita
bertugas di ruangan gawat darurat kita harus dapat mengatur alur pasien yang baik
terutama pada jumlah ruang yang terbatas, memprioritaskan pasien terutama
untuk menekan jumlah morbiditas dan mortalitas, serta pelabelan dan
pengkategorian (Musliha, 2010).
“…Untuk saat ini proses triase sudah berjalan dengan baik dan
untuk triase tergantung kondisi pasien pada saat datang ke igd, apakah
dia triasenya biru, merah, kuning, merah dan hambatannya jumlah tenaga
perawat yang kurang ketika jumlah kunjungan pasien meningkat.
(Informan 5)
Menurut informan 5 ketidaksesuaian jumlah perawat dan jumlah pasien
merupakan salah satu hambatan dalam pelaksanaan response time dan triase,Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Surtiningsih (2016) menjelaskan
bahwa ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara response time perawat
dengan kesesuaian penanganan pada pasien kecelakaan. Menurut peneliti,
response time (waktu tanggap) perawat dalam penanganan kegawatdaruratan yang
cepat dan tepat akan meningkatkan tingkat kesesuaian kepada pasien dan keluarga
pasien. Terlihat dari hasil penelitian bahwa semakin cepat response time perawat
terhadap pasien maka tingkat kepercayaan akan semakin meningkat dan
sebaliknya semakin lambat respon yang diberikan oleh perawat maka akan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 82
megurangi tingkat kepercayaan pasien atau keluarga pasien terhadap kinerja
perawat.
Rumah sakit yang sudah memenuhi standar adalah rumah sakit yang
terakreditasi oleh KARS. Ketentuan akreditasi sebagai salah satu kewajiban
rumah sakit harus dilakukan setiap minimal 1 kali dalam tiga tahun seperti yang
tercantum dalam undang-undang no. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 40
ayat 1. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan
keselamatan pasien. Hampir setiap tindakan medis di rumah sakit memliki risiko
yang perlu antisipasi seawal mungkin. Begitu banyak orang dan profesi terlibat
dalam penanganan pasien. Kegagalan dalam pengelolaan terhadap kondisi
tersebut, dapat meningkatkan risiko kejadian tidak diharapkan di rumah sakit.
Akreditasi rumah sakit mempunyai dampak positif terhadap kualitas
perawatan yang diberikan kepada pasien dan kepuasan pasien (Yildiz, 2014).
Rumah sakit saat perlu meningkatkan produktivitas dengan standar yang
ditetapkan. Momentum akreditasi rumah sakit versi 2012 perlu dimanfaatkan
secara baik bagi para pimpinan. Menurut Sutoto et al. (2013) sejak pengggunaan
instrumen standar akreditasi rumah sakit versi 2012, terdapat perubahan yang
cukup bermakna yaitu perubahan standar yang semula berfokus kepada pemberi
pelayanan, diarahkan menjadi berfokus kepada pasien. Implementasi standar
tersebut harus melibatkan semua aspek dirumah sakit termasuk sistem triase,
Response Time, Sumber daya manusia ,Sarana Prasarana ,dan SPO dalam proses
akreditasi.
Ketentuan akreditasi sebagai salah satu kewajiban rumah sakit harus
dilakukan setiap minimal satu kali dalam tiga tahun seperti yang tercantum dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 83
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 40 ayat satu.
Kegiatan tersebut dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien. Hampir setiap tindakan medis di rumah sakit memliki risiko yang perlu
antisipasi seawal mungkin. Begitu banyak orang dan profesi terlibat dalam
penanganan pasien. Kegagalan dalam pengelolaan terhadap kondisi tersebut,
dapat meningkatkan risiko kejadian tidak diharapkan di rumah sakit.Hal ini lah
yang mendorong ketepatan respon time sangat diperlukan.
Menurut Mardalena (2017) menyatakan respon time sangat berhubungan
dengan triase, Peran perawat dalam melakukan triase sangat penting. Penerapan
triase yang belum diterapkan secara maksimal akan membuat pasien tidak
mendapatkan penangan medis yang tepat sesuai dengan kondisi ataupun
keadaannya. Sehingga menyebabkan respon time yang memanjang dalam
melaksanakan tindakan pelayanan awal di instalasi gawat darurat. hal ini sesuai
dengan penelitian dari Aspriani dan Febriani (2017) di IGD RSI Siti Khadijah
Palembang. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara kegawat daruratan dengan waktu tanggap (respon time).
Penelitian terkait lainnya dilakukan oleh Sulityawati dan Handayani
(2017) menyimpulkan bahwa adanya hubungan tingkat kegawatan pasien dengan
waktu tanggap perawat di IGD Rumah Sakit X Kediri. Dimana semakin tinggi
tingkat kegawat darurat paasien maka akan semakin cepat waktu tanggap terhadap
pasien. Jika triase tidak dilakukan dengan baik makan akan memperlambat waktu
tanggap terhadap pasien, maka akan berpengaruh terhadap mutu pelayanan rumah
sakit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 84
Faktor sumber daya manusia. Sumber daya manusia adalah semua
orang yang berada dan bertugas dalam memberikan pelayanan kegawatdaruratan
yang memiliki persyaratan administrasi berupa pelatihan atau memiliki sertifikat
kegawatdaruratan ataupun tetntang triase.
Sumber daya manusia rumah sakit umum kelas B terdiri dari tenaga
medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain dan tenaga
non kesehatan. Tenaga medis paling sedikit terdiri dari, 12 tenaga dokter umum
untuk pelayanan medis dasar, tiga dokter gigi umum untuk pelayanan medis gigi,
tiga dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medis spesialis dasar, dua dokter
spesialis untuk setiap jenis pelayanan medis spesialis penunjang, satu dokter
subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medis subspesialis dan satu dokter gigi
spesialis untuk setiap jenis pelayanan medis spesialis gigi mulut (PERMENKES,
2014).
Adapun pernyataan informan :
“ ...untuk sumber daya manusia ataupun tenaga kesehatan untuk
khusus di unit gawat darurat masih sudah sesuai. Tetapi pelatihan baik
untuk perawat atau pun juga sudah dilakukan walaupun tidak semua
tenaga kerja mendapatkan pelatihan tersebut sehingga masih ada yang
kurang sigap dalam memberikan pelayanan dan diantaranya pelatihan
untuk kompetensinya ada BCLS, ACLS dan ATLS (Informan 8).
Informan lain mengatakan :
“...untuk tenaga kerja yang ada di ruangan unit gawat darurat ini
masih sudah sesuai dengan kompetensinya. Untuk pelatihan sendiri
khusus perawat sudah mendapatkan pelatihan BCLS dan terkhusus triase
belum mendapat belum mendapatkan pelatihan, sehingga menjadi salah
satu hambatan dalam memberikan pelayanan gawat darurat (Informan 1).
“…saat pasien datang ke unit gawat darurat dan yang melakukan
triase yaitu kolaborasi dokter. Tetapi pelatihan baik untuk perawat atau
pun juga sudah dilakukan walaupun tidak semua tenaga kerja
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 85
mendapatkan pelatihan tersebut sehingga masih ada yang kurang sigap
dalam memberikan pelayanan dan diantaranya pelatihan untuk
kompetensinya ada BCLS, ACLS dan ATLS. Untuk pelatihan khusus triase
belum ada yang mengikuti tetapi sudah melakukan pengajuan ke tim
manajemen rumah sakit untuk dapat disertakan dalam pelatihan triase”
(Informan 5).
“...untuk tenaga kerja yang ada di ruangan unit gawat darurat ini
masih sudah sesuai dengan kompetensinya. Untuk pelatihan sendiri
khusus perawat sudah mendapatkan pelatihan kegawatdaruratan seperti :
BCLS dan terkhusus triase belum mendapat belum mendapatkan
pelatihan, sehingga menjadi salah satu hambatan dalam memberikan
pelayanan gawat darurat (Informan 4).
“ ...Semua sumber daya manusia ataupun tenaga kesehatan untuk
unit gawat darurat rata-rata sudah memiliki pelatihan dan sertifikat
.Tetapi pelatihan baik untuk perawat atau pun dokter juga sudah
dilakukan walaupun tidak semua tenaga kerja mendapatkan pelatihan
tersebut sehingga masih ada yang kurang sigap dalam memberikan
pelayanan dan diantaranya pelatihan untuk kompetensinya ada BCLS,
ACLS dan ATLS (Informan 2).
Dari hasil informan dapat diketahui bahwa beberapa petugas yang bertugas
di IGD diantaranya sudah mendapatkan beberapa pelatihan mengenai dengan
pelayanan gawat darurat dirumah sakit. Sebagai hal ini tertuangkan dalam
Permenkes No. 856 Tahun 2009 untuk klasifikasi tenaga dokter harus memiliki
pelatihan kegawat daruratan seperti GELS, ATLS, ACLS dan lain-lainnya. Untuk
tenaga klasifikasi tenaga keperawatan perawat kepala di koordinir oleh tenaga
pendidikan S1 Nursing atau DIII yang bepengalaman dan sudah mengikuti
pelatihan Emergency Nursing. Untuk perawat sendiri yang bertugas juga harus
memiliki Pelatihan Emergency Nursing. Dengan adanya pelatihan ini tentu akan
meningkatkan mutu pelayanan dengan sumber daya manusia yang profesional.
dan diperkuat lagi dari pernyataan beberapa informan lainnya
”…Pelatihan dan sertifikat baik untuk perawat atau pun dokter
yang bertugas di IGD tentang kegawadaruratan diantaranya pelatihan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 86
untuk kompetensinya ada BCLS, ACLS dan ATLS sudah dilakukan
meskipun ada yang tidak mengupdate sehingga masih ada yang kurang
sigap dalam memberikan pelayanan dan terkhusus triase belum mendapat
belum mendapatkan pelatihan, sehingga menjadi salah satu hambatan
dalam memberikan pelayanan gawat darurat. (Informan 7).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gustia (2018) ada hubungan yang
signifikan antara ketepatan penilaian Triase perawat dengan tingkat keberhasilan
penanganan pasien Cedera Kepala di IGD dengan kekuatan hubungan rendah dan
dengan arah korelasi positif. Keterampilan kerja lebih dipengaruhi oleh
lingkungan kerja dan keahlian semakin terasah dengan banyaknya kasus yang
sudah ditangani di IGD, serta semua perawat sudah mengikuti pelatihan BTCLS.
Adapun pernyataan informan lainnya:
”…Semua Sumber daya manusia atau tenga kesehatan yang
bertugas di IGD sudah memiliki Pelatihan dan sertifikat baik untuk
perawat atau pun dokter tentang kegawadaruratan diantaranya pelatihan
untuk kompetensinya ada BCLS, ACLS dan ATLS sudah dilakukan
meskipun ada yang tidak mengupdate sehingga masih ada yang kurang
sigap dalam memberikan pelayanan sehingga menjadi salah satu
hambatan dalam memberikan pelayanan gawat darurat. (Informan 3).
”…Semua Sumber daya manusia perawat atau pun dokter yang
bertugas di IGD sudah memiliki Pelatihan dan sertifikat baik untuk
tentang kegawadaruratan seperti : BCLS, ACLS dan ATLS sudah
dilakukan meskipun ada yang tidak mengupdate sehingga masih ada yang
kurang sigap dalam memberikan pelayanan dan terkhusus triase belum
mendapat belum mendapatkan pelatihan, sehingga menjadi salah satu
hambatan dalam memberikan pelayanan gawat darurat. (Informan 6).
Kepuasan atas Respon time menunjukkan bahwa dalam memberikan
layanan keperawatan kepada pasien hubungan interpersonal antara pasien dan
perawat baik. kepribadian perawat yang baik adalah keadaan fisik yang sehat,
penampilan yang menarik, jujur, rendah hati, keramahan, sopan santun, pandai
bergaul dan mempunyai rasa humor. Kepuasan pasien atas Respon time
menunjukkan juga bahwa dalam memberikan asuhan keperawatan perawat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 87
berpegang teguh pada ilmu dan kiat keperawatan. Kiat keperawatan lebih
difokuskan kepada kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
secara komprehensif dengan sentuhan seni dalam arti menggunakan kiat-kiat
tertentu dalam upaya memberikan kepuasan dan kenyamanan pada pasien (Umah,
2015).
Perawat yang bertugas di instalasi gawat darurat Rumah Sakit Umum Haji
Medan sudah memiliki pelatihan kegawatdaruratan. Perawat harus memiliki
pelatihan kegawatdaruratan dan mengulangnya secara berkala sehingga akan
mempengaruhi penilaian dari skala triase. penurunan nilai skala triase atau
ketidaktepatan triase akan memperlama waktu penanganan yang harus di terima
pasien sehingga akan berisiko menurunkan angka keselamatan pasien dan kualitas
pelayanan kesehatan (Khairina, Marini & Huriani, 2018).
Sejalan dengan penelitian Husin (2017) menjelaskan bahwa pengetahuan
berhubungan signifikan dengan Respon time di Ruang UGD RSI. Siti Khadijah
dan RS. Muhammadiyah Palembang. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR =
9,167, artinya responden yang pengetahuannya baik memiliki peluang 9,167 kali
untuk repon timenya cepat.
Faktor sarana dan prasarana. Sarana dan Prasarana merupakan utilitas
yang terdiri atas alat, jaringan dan sistem yang membuat suatu bangunan Rumah
Sakit bisa berfungsi. Sarana fisik dan fasilitas prasarana medis yang wajib
dimiliki instalasi gawat darurat seperti : luas ruangan IGD jumlah bed,
tersedianya stretcher dan alat-alat emergency lainnya yang wajib dimiliki.
Adapun pernyataan informan :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 88
“...untuk sarana dan prasarana di ruangan instalasi sudah sesuai
dengan standar akreditasi rumah sakit dan kelas Rumah sakit. Lokasi
alat-alat juga sudah tersedia di dekat bed pasien sesuai dengan garis
triase”(Informan 8)
Rumah sakit agar mengupayakan prasarana/sarana peralatan medis/non
medis yang optimal, yang disesuaikan dengan kegiatan, beban kerja dan tipe
rumah sakit untuk mendukung pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD). Fasilitas
dan alat-alat/obat-obatan Instalasi Gawat Darurat harus memenuhi persyaratan
sehingga penanggulangan penderita gawat darurat dapat dilakukan dengan
optimal.
Informan lain mengatakan :
“...sarana dan prasarana di ruangan instalasi gawat darurat
sudah sesuai dengan RS Tipe B. Sebagaimana standar tersebut mengikuti
standar akreditasi”. (Informan 1)
“...sarana dan prasarana di ruangan instalasi gawat darurat
sudah sesuai dengan RS Tipe B. Sebagaimana standar tersebut mengikuti
standar akreditasi”. (Informan 2)
Dari hasil wawancara dengan informan bahwa sarana dan prasarana di
instalasi gawat darurat sudah memenuhi standar yang pedomannya mengikuti
standar nasional akreditasi rumah sakit indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Rumah Sakit, bahwa Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standar
minimal untuk Rumah Sakit Kelas B yaitu Memberikan pelayanan sebagai
berikut: 1. Diagnosis & penanganan Permasalahan pada A,B,C dengan alat yg
lebih lengkap tmsk ventilator., 2. Penilaian disability, Penggunaan obat, EKG,
defibrilasi, 3. HCU/resusitasi dan 4. Bedah sito.
Adapun pernyataan informan lain :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 89
“...IGD adalah instalasi gawat darurat sehingga segala sesuatu
yang ada disana menentukan keselamatan pasien termasuk sarana dan
prasarana di ruangan instalasi gawat darurat sudah sesuai dengan
standar RS Tipe B”. (Informan 3)
Hal serupa dikemukan oleh Aprianti (2015). Pada penelitiannya dapatkan
response time perawat yang lebih dari lima menit cenderung saat tidak tersedianya
stretcher, hal ini menunjukan bahwa ketersediaanya stretcher memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap response time perawat. Sejalan dengan Mudatsir (2018).
Pada penelitiannya menunjukkan bahwa pendidikan, pelatihan, fasilitas, dan
tingkat kegawatan darurat pasien sangat berhubungan signifikan dengan waktu
tanggap pasien di instalasi gawat darurat. Adapun yang sangat berpengaruh dalam
waktu tanggap pasien di instalasi gawat darurat ialah fasilitas yang tersedia pada
unit tersebut. ini menunjukkan bahwa ketidaktersediaan fasilitas atau tidak
memadainya fasilitas di ruang akan mempengaruhi buruknya waktu tanggap
penanganan dan berdampak dan berdampak pada keselamatan pasien.
Adapun pernyataan informan lain:
“...sarana dan prasarana di IGD sudah tersedia diantaranya
sudah ada alat monitoring, troli emergency, obat-obat emergency serta
brangkar yang sudah baru. Untuk terpenuhinya sarana dan prasarana
menurut saya sudah terpenuhi dan sarana dan prasarana ini juga sangat
berpengaruh terhadap mutu pelayanan, apa lagi masyarakat hal yang
pertama kali dilihatnya adalah sarana dan prasarana”. (Informan 6)
Dari hasil wawancara dengan informan bahwa Sarana dan prasarana
dalam instalasi gawat darurat Rumah Sakit Umum Haji Medan sudah memiliki
sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana merupakan hal yang
pertama kali dilihat oleh pasien, ketika pasien datang ke pelayanan instalasi gawat
darurat. Dengan adanya prasarana yang memadai akan menimbulkan rasa percaya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 90
terhadap pelayanan yang ada di rumah sakit dan akan meningkatkan kepuasan
pasien terhadap pelayanan instalasi gawat darurat.
Kemampuan pihak rumah sakit dalam membuktikan eksistensinya kepada
pihak eksternal yang dapat dipersepsikan oleh pasien berupa penampilan fisik
ruang rawat inap yang rapi, nyaman dan bersih dan tempat tidur yang rapi,
peralatan medis yang lengkap seperti adanya stetoskop, tensi meter, jarum suntik,
termometer, pinset dan gunting, dan penampilan perawat yang bersih dan rapi.
Hasil stimulus dari panca indera pasien terhadap pelayanan yang diterima akan
dapat dipersepsikan sehingga nantinya akan dapat menilai mutu pelayanan, jika
apa yang mereka harapkan sesuai dengan kenyataan yang mereka dapatkan, maka
akan dapat memberikan kepuasan kepada pasien terhadap bukti fisik (Putri 2014).
Adapun pernyataan informan :
“..untuk saat ini sarana dan prasarana di rumah sakit ini
terutama di unit gawat darurat sudah tersedia karena harus mengikuti
standar akreditasi rumah sakit. Untuk saat ini sarana dan prasarana
sudah terpenuhi dan tentu hal ini sangat berdampak terhadap mutu
pelayanan terhadap pasien”. (Informan 7)
Informan lain mengatakan :
“...sarana dan prasarana di IGD sudah tersedia diantaranya
sudah ada alat monitoring, troli emergency, obat-obat emergency serta
brangkar yang sudah baru. Untuk terpenuhinya sarana dan prasarana
menurut saya sudah terpenuhi dan sarana dan prasarana ini juga sangat
berpengaruh terhadap mutu pelayanan, apa lagi masyarakat hal yang
pertama kali dilihatnya adalah sarana dan prasarana”. (Informan 4)
Ketersediaan sarana dan prasarana berupa ketersediaan strecher sangat
diperlukan untuk penanganan kasus di instalasi gawat darurat. Hal ini seperti yang
di ungkapkan oleh Wa Ode (2012) menyatakan adanya hubungan erat ketepatan
waktu tanggap di instalasi gawat darurat dengan ketersediaan strecher. Hasil
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 91
penelitian menunjukkan nilai PR ketersediaan strecher yaitu 1,995 yang berarti
bahwa besar kekuatan hubungan ketersediaan strecher yang tersedia dengan
ketepatan waktu tanggap adalah 1,995 kali lebih besar dibandingkan dengan yang
tidak tersedia.
“...fasilitas di rumah sakit khusunya di IGD harus tersedia
sepenuhnya sesuai dengan syarat standar akreditasi dan standar
pelayanan, diantara nya ada troli emergency, alat monitoring, dc shock,
ruangan operasi, dan sebagainya. Terpenuhnya sarana dan prasarana
ataupun fasilitas menurut saya sudah tersedia dengan baik dan tentunya
juga sarana dan prasarana ini sangat berdampak dengan mutu pelayanan
pasien, karena yang dilihat pasien pertama kali di rumah sakit ialah
ketersediaan alat dan pelayanan”. (Informan 5)
Hal ini sependapat dengan penelitian Timporok (2015) hasil penelitian
menunjukan adanya hubungan administrasi, sarana prasarana, tenaga kesehatan,
keluarga dengan waktu tunggu pasien di IGD Medik RSUP. Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Saran meningkatkan mutu pelayanan di IGD Medik RSUP.
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih
berkualitas bagi pasien.
Faktor SPO. Prosedur/SPO adalah kebijakan atau petunjuk tertulis
terkait kegawatdaruratan ataupun tentang triase. Prosedur/SPO yang ada di
instalasi gawat darurat. Ini di ungkapkan informan delapan sebagai berikut:
Adapun pernyataan informan :
“ ...untuk kebijakan mengenai pelayanan gawat darurat sudah
memiliki SPO dan panduan dalam memberikan pelayanan gawat darurat.
Kemudian untuk prosedur triase juga sudah ada sesuai dengan tingkat
kegawatan darurat pasien. (Informan 8)
Informan lain mengatakan :
“...SPO dalam pelayanan gawat darurat sudah ada dalam
panduan yang telah dibuat oleh tim manajemen rumah sakit. Untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 92
prosedur triase juga sudah juga ada berdasarkan dengan kondisi dan
disesuaikan warna triase merah kuning hijau dan hitam, namun untuk
SPO khusus tentang triase masih belum tersedia. (Informan 1)
“...kebijakan sudah ada berupa SPO dan Panduan bahkan sudah
terlampir pada saat akreditasi dan untuk waktu tanggap pelayanan sudah
kurang dari tiga menit.Untuk prosedur triase juga sudah juga ada
berdasarkan dengan kondisi dan disesuaikan warna triase merah kuning
hijau dan hitam, diharapkan dapat tercapainnya pelayanan gawat darurat
yang maksimal melalui tahahapannya berdasarkan tingkat kesadaran,
circulation, airways, breathing dan kasus yang di alami. (Informan 2)
...untuk kebijakan mengenai pelayanan gawat darurat sudah
memiliki SPO dan panduan dalam memberikan pelayanan gawat darurat.
Sehingga pelayanan kegawatdaruratan pasien sudah berjalan dengan
baik. (Informan 7)
Rumah sakit mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, efektif dan tidak mendiskriminasi dengan mengutamakan
keselamatan dan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
selain itu rumah sakit juga harus memberikan pelayanan gawat darurat kepada
pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya. Kewajiban rumah sakit lainnya
mampu membuat, menjaga dan melaksanakan standar mutu pelayanan kesehatan
di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien (UU No.24 Tahun 2009
Tentang rumah sakit).
“ ...untuk prosedur atau kebijakan mengenai pelayanan gawat
darurat sudah memiliki SPO dan panduan dalam memberikan pelayanan
gawat darurat. Kemudian untuk prosedur triase juga sudah ada sesuai
dengan tingkat kegawatan darurat pasien. (Informan 5)
“...kebijakan sudah ada berupa SPO dan Panduan bahkan sudah
terlampir pada saat akreditasi dan untuk waktu tanggap pelayanan sudah
kurang dari tiga menit.Untuk prosedur triase juga sudah juga ada
berdasarkan dengan kondisi dan disesuaikan warna triase merah kuning
hijau dan hitam. (Informan 6)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tim manajemen masih belum
memperhatikan salah satu aspek kebijakan terkait Prosedur triase dan hanya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 93
memperhatikan bentuk fisik triase tersebut. SPO atau kebijakan yang dibuat oleh
rumah sakit sangat penting dalam menjaga mutu pelayanan, selain itu juga SPO
tersebut sangat bermanfaat sebagai prasyaratan standar pelayanan, dokumentasi
langkah-langkah kegiatan, pemahaman staf IGD dalam melaksanakan tugas-
tugasnya.
“...SPO dalam pelayanan gawat darurat sudah ada dalam
panduan yang telah dibuat oleh tim manajemen rumah sakit. Untuk
prosedur triase juga sudah juga ada berdasarkan dengan kondisi dan
disesuaikan warna triase merah kuning hijau dan hitam, namun untuk
SPO khusus tentang triase masih belum tersedia sehingga dikhawatirkan
menjadi hambatan dalam memberikan pelayanan yang prima. (Informan
4)
“…Landasan perawat ataupun dokter dalam memberikan
pelayanan kegawatdaruratan adalah kebijakan mengenai pelayanan
gawat darurat yaitu berupa SPO dan panduan dalam memberikan
pelayanan gawat darurat. Sehingga pelayanan kegawatdaruratan pasien
sudah berjalan dengan baik. (Informan 3)
Berdasarkarkan standar kelima tentang Kebijakan Dan Prosedur
Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu
di tinjau dan di sempurnakan (bila perlu) dan mudah di lihat oleh seluruh petugas.
Kriteria :
1 Ada petunjuk tertulis / SOP untuk menangani :kasus perkosaan,kasus
keracunan massal ,asuransi kecelakaan ,kasus dengan korban massal ,kasus
lima besar gawat darurat murni (true emergency) sesuai dengan data
morbiditas instalasi / unit gawat darurat , dan kasus kegawatan di ruang rawat
2 Ada prosedur media tertulis yang antara lain berisi : Tanggung jawab dokter,
batasan tindakan medis ,dan protokol medis untuk kasus-kasus tertentu yang
mengancam jiwa
3 Ada prosedur tetap mengenai penggunaan obat dan alat untuk life saving
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 94
sesuai dengan standar.
4 Ada kebijakan dan prosedur tertulis tentang ibu dalam proses persalinan
normal maupun tidak normal.
Rumah sakit haji medan sudah mempunyai SPO dalam unit gawat darurat
termasuk SPO triase. Dalam hal ini Rumah Sakit Umum Haji Medan belum
secara sepenuhnya melaksanakan kewajibannya sebagai rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Kewajiban rumah sakit dalam
memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan
pelayanannya pada instalasi gawat darurat berupa triase dan tindakkan
penyelamatan nyawa atau pecegahan kecatatan. Kemampuan pelayanan ini harus
sesuai dengan standar instalasi gawat darurat menurut jenis dan klasifikasi rumah
sakit.
Implikasi Penelitian
Diketahui adanya pengaruh ketepatan triase, kecukupan dan kualitas
SDM, Sarana prasarana yang mendukung sertaa danya SPO yang baik dan benar
akan berpengaruh terhadap respone time pasien di IGD. Respone time yang cepat
akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan terhadap pasien.
Pelayanan yang baik, bermutu dan optimal akan sangat membantu pasien dalam
menyelesaikan permasalahan kesehatan yang dimilikinya, sehingga kualitas hidup
pasien juga akan meningkat.
Keterbatasan Penelitian
Deskripsi yang dibuat oleh peneliti didasarkan pada jawaban responden
sehingga tergantung dari kesesuaian antara jawaban masing-masing responden.
Usaha yang telah dilakukan untuk mengurangi keterbatasan adalah melakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 95
cross check jawaban dari masing-masing informan.
Penelitian ini tidak melakukan penghitungan respone time secara langsung
dan hanya berdasarkan jawaban yang diberikan oleh informan sehingga tidak
didapati respone time secara akurat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 96
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis mengenai respon time Rumah Sakit Haji
Medan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Penerapan triase di Rumah Sakit Umum Haji kota medan sudah dilakukan
sudah dilakukan dengan baik dan tenaga kesehatannya sudah memiliki
sertifikat pelatihan kegawatdaruratan ACLS/BTLS tetapi tetap harus
mengikuti pelatihan secara berkala.Hal ini untuk memudahkan tenaga medis
dalam memberikan pelayanan kesehatan di instalasi gawat darurat, dengan
tujuan mempercepat respon time dalam menangani pasien. Sehingga, semua
pasien yang masuk ke instalasi gawat darurat mendapatkan pelayanan yang
sama dari semua tenaga medis demi peningkatan keselamatan pasien.
2. Sumber Daya Manusia di IGD Rumah Sakit Umum Haji Medan sudah
mencukupi jumlah nya sesuai banyaknya pasien di IGD dan pelaksanaan
triase sudah berjalan dengan baik dan sudah memiliki pelatihan
kegawatdarutan. Dengan adanya pelatihan yang merata dan dilakukan secra
berkala dapat mengukur tingkat keprofesional antara satu petugas dengan
petugas lainnya.
3. Sarana dan prasarana di Rumah Sakit Umum Haji Medan, dari segi bentuk
fisik maupun peralatan sudah memadai dan memenuhi standar. Sehingga
rumah sakit mendapatkan hasil akreditasi paripurna dalam Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit Indonesia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 97
4. Perlu perhatian tim manajemen rumah sakit untuk selalu mengingatkan dokter
dan tenaga medis agar selalu melakukan tindakan sesuai SPO yang ada khusus
tentang triase, dengan adanya prosedur khusus tersebut akan bermanfaat
sebagai langkah-langkah kegiatan dalam pelaksanan pelayanan gawat darurat.
Saran
Pihak rumah sakit. Kepada pihak manajemen untuk selalu mengingatkan
tenaga medis untuk melakukan tindakan sesuai SPO terutama tentang triase.
Sehingga, memudahkan dan menyeragamkan standar pelayanan di instalasi
gawat darurat. Semua tenaga medis yang berada di instalasi tersebut akan dapat
memberikan pelayanan yang optimal demi keselamatan dan kesehatan pasien.
Unit IGD. Perlu dilakukannya pengembangan ilmu mengenai
kegawatdaruratan seperti : triase terhadap dokter dan perawat IGD. keilmuan
tersebut akan sangat berguna bagi perawat instalasi gawat darurat dalam memilah
pasien berdasarkan status kegawat daruratannya. Dengan pemilahan tersebut
pasien yang sangat membutuhkan pertolongan segera akan dapat terlayani dengan
cepat dan dapat menyelamatkan hidupnya.
Peneliti selanjutnya. Bagi peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan
penelitian yang lebih mendalam terhadap kepuasan pasien dalam medapatkan
pelayanan gawat darurat di instalasi gawat darurat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 98
Daftar Pustaka
Ali, U. (2014). Faktor-faktor yang berhubungan dengan mutu pelayanan
keperawatan di ruang IGD RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar
(Skripsi, Stikes Nani Hasanuddin). Diakses 17 Agustus 2017
http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1/10/elibrary%20stikes%
20nani%20hasanuddin--umaralihab-462-1-42142282-1.pdf
Aspriani, F. (2017). Hubungan kegawat daruratan dengan waktu tanggap pada
pasien jantung koroner di RSI Siti Khadijah Palembang. Jurnal
Kesehatan, 8(3).
Basoeki, A.P., Koeshartono, Rahardjo, E., & Wirjoatmodjo. (2008).
Penanggulangan penderita gawat darurat anestesiologi & reanimasi.
Surabaya: FK Unair.
Bungin, M. Burhan. (2012). Penelitian kualitatif (Edisi ke-2) cetakan keenam.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Cresswell, J. W.(2013). Research design : qualitative, quantitative and mixed
methods approaches fourth edition. California : SAGE Publications, Inc.
Departemen Kesehatan RI. (2009). Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Diakses dari https://www.slideshare.net/f1smed/kepmenkes-no129tahun2008standarpelayananminimalrs
Departemen Kesehatan RI. (2004). Pedoman Kerja Perawat Instalasi Gawat
Darurat di Rumah Sakit. Diakses dari https://www.scribd.com/doc/ 238484420/4-Pedoman-Kerja-Perawat-Instalasi-Gawat-Darurat-Di-Rumah-Sakit-1999
Elliot, D. Aitken, L. C, & Wendy. (2007). ACCN’s critical care nursing.
Australia : Elsevier. Gilboy, N. (2005). Australasian triage scale. Australia : Emergency Department. Kartikawati, D. (2013). Buku ajar dasar-dasar keperawatan gawat darurat.
Jakarta : Salemba Medika Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Standar Pelayanan
Keperawatan Gawat Darurat Rumah Sakit. Diakses dari https://sardjito.co.id/sardjitowp/wp-content/uploads/2015/12/kepmenkes-856-thn-2009-standar-IGD.pdf
Khairina, M. & Huriani. (2018). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan perawat dalam ketepatan triage di Kota Padang. Indonesian Journal for Health Sciences, 2(1), 1-6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 99
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Diakses dari https://www.academia.edu/22620622/standar_pelayanan_keperawatan_gawat_darurat_di_rumah_sakit
Lee, J.Y., Oh, S.H., Peck, E.H., Lee, J.M., Park, K.N., Kim, S.H., & Youn, C.S.
(2011). The validity of the Canadian Triage and acuity scale in predicting resource utilization and the need for immediate life-saving interventions in elderlyemergency department patients. Scandinavian of Journal Trauma, Resucitation and Emergency Medicine, 19(68), 1-8.
Lovelock, C.H., & Wright, L.K. (2002). Principles service marketing and
management (second edition). New Jersey : Pearson Education.
Mace, S.E, & Mayer, T.A. (2013). Triage. Chapter 15 (Section ke-6). The Practice
Environment.
Mardalena, I. (2017). Asuhan keperawatan gawat darurat. Yogyakarta : Pustaka
Baru Press.
Mudatsir, S. (2018). Related factors of response time in handling head injury in
emergency unit of Prof. Dr. H. M. Anwar Makkatutu Bantaeng General
Hospital. Nursing Journal Indonesia Contemporary, 2(1).
Musliha. (2010). Keperawatan gawat darurat. Yogyakarta : Nuha Medika.
Muttaqin, A. (2011). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Muwardi. (2003). Materi pelatihan PPGD. Surakarta : Putra Nugraha
Nur, I.S., Wa, O. (2012). Faktor- Faktor yang berhubungan dengan ketepatan
walti tanggap penanganan kasus pada respon time di instlasi gawat
darurat bedah dan non bedah RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Jurnal
Kesehatan Hasanudin, 1(3).
Panduan Penyusunan Dokumentasi Akreditasi. (2012). Komisi akreditasi rumah
sakit. Yogyakarta : Nuha Medika.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56/2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan
Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah
Sakit
Pusponegoro, D. A. (2010). Buku panduan basic trauma and cardiac life support.
Jakarta :Diklat Ambulance Agd 118.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 100
Putri, I.W. (2014). Hubungan komunikasi teraupetik dengan kepuasan pasien
dalam pelayanan kesehatan di RSUD Teluk Kuantan Singingi. Jurnal
Keperawatan dan Fisioterapi, 2(1).
Rima, W.A., & Naser, M. (2015). Hubungan faktor-faktor eksternal dengan
response time perawat dalam penanganan pasien gawat darurat di IGD
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Keperawatan, 3(2).
Rimmsamdani, R. (2014). Hubungan penatalaksanaan penanganan gawat
darurat dengan waktu tanggap (respon time) keperawatan di ruang
instalasi gawat darurat RS Permata Bunda Medan (Tesis, Universitas
Sumatera Utara). Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/
handle/123456789/49525/Cover.pdf;jsessionid=95F6C4913532A72DA7
8A05A6489ACEA2?sequence=7
Sugiyono (2015). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif
dan R & D (Cetakan ke-21). Bandung : Alfabeta.
Sulistyawati, W., & Handayani, O. (2017). Hubungan tingkat kegawatan pasien
dan beban kerja perawat dengan waktu tanggap perawat di instalasi
gawat darurat. Nursing Sciences Journal, 3(2).
Sutawijaya, R. B. (2009). Gawat darurat, aulia. Yogyakarta : Publishing.
Tjiptono, F. (2005). Pemasaran jasa. Yogyakarta : Andi
Undang-Undang RI No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang RI No.24 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Wilde, E. T. (2009). Do Emergency medikal system response times matter for
health outcomes? Colombia University : New York.
Yoon, P., Steiner, I., & Reinhardt, G. (2003). Analysis of factors influencing
length of stay in the emergency department. CJEM,5(3),155-61.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 101
Lampiran 1. Panduan Wawancara
PANDUAN WAWANCARA
A. Data Karakteristik Informan
No. Informan :
Tgl Wawancara :
Tempat Wawancara :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Jabatan :
Lama Bekerja :
B. Pertanyaan
1. Respon Time
a. Berapa lama waktu pasien datang sampai mendapatkan pelayanan oleh
dokter?
b. Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai respon time?
c. Bagaimana respon time yang ada di pelayanna IGD rumah sakit ini?
d. Berapa lama respon time untuk setiap triase ?
e. Apa saja yang menjadi hambatan dalam pencapaian respon time sesuai
dengan standar?
2. Triase
a. Apakah rumah sakit ini memiliki kebijakan p elayanan gawat darurat?
b. Jelaskan mengenai respon time yang ada di rumah sakit ini!
c. Menurut Bapak/Ibu bagaimana pentingnya triase dalam pelayanan
gawat darurat?
d. Menurut Bapak/Ibu bagaimana pelaksanaan triase di rumah sakit ini?
e. Menurut Bapak/Ibu sejauh mana keterlibatan dan tanggung jawab
dalam pelayanan gawat darurat terutama tentang penentuan triase
rumah sakit ini?
f. Tahapan-tahapan apa saja yang harus anda lakukan dalam penentuan
triage pasien?
g. Bagaimana pelayanan yang anda berikan untuk setiap masing-masing
triase?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 102
3. Sumber Daya Manusia
a. Bagaimana menurut Bapak/Ibu mengenai beban kerja yang ada di
rumah sakit ini? Apakah jumlah tenaga kerjanya seusai denga
kebutuhan?
b. Apa saja kompetensi yang harus dimiliki oleh Perawat/Dokter yang
memberikan pelayanan di IGD?
c. Apakah Bapak/Ibu telah mendapatkan pelatihan yang berhubungan
dengan Pelayanan Gawat Darurat?
d. Apa hambatan dalam pelayanan kepada pasien?
4. Sarana dan Prasarana
a. Apakah sarana dan prasarana yang harus ada dalam IGD?
b. Menurut Bapak/Ibu, apakah sarana dan prasarana di rumah sakit ini
telah terpenuhi?
c. Jika tidak, apakah hal tersebut berdampak terhadap mutu pelayanan
yang diberikan kepada pasien?
5. Prosedur/SPO
a. Adakah kebijakan mengenai pelayanan gawat darurat di rumah skait
ini?
b. Bagaimana prosedur penentuan triase di rumah sakit ini? Apakah ada
SPO atau panduan untuk pelayanan tersebut?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 103
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1. Wawancara dengan kuesioner
Gambar 2. Sistem Triase
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 104
Gambar 3. Observasi pasien gawat darurat
Gambar 4. Sarana dan prasarana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 105
Lampiran 3. Surat Selesai Riset Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Page 106
Lampiran 4. Surat Izin Riset / Penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA