Top Banner
STUDI PENGARUH SUHU DAN JENIS BAHAN PANGAN TERHADAP STABILITAS MINYAK KELAPA SELAMA PROSES PENGGORENGAN Oleh RESKIATI WIRADHIKA ANWAR G 611 08 276 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
108

Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Oct 23, 2015

Download

Documents

Rahmi Asyari
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

STUDI PENGARUH SUHU DAN JENIS BAHAN PANGAN TERHADAP STABILITAS MINYAK KELAPA

SELAMA PROSES PENGGORENGAN

Oleh

RESKIATI WIRADHIKA ANWARG 611 08 276

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2012

Page 2: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

STUDI PENGARUH SUHU DAN JENIS BAHAN PANGANTERHADAP STABILITAS MINYAK KELAPA

SELAMA PROSES PENGGORENGAN

Oleh

RESKIATI WIRADHIKA ANWARG 611 08 276

SKRIPSISebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIANpada

Jurusan Teknologi Pertanian

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2012

2

Page 3: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Studi Pengaruh Suhu dan Jenis Bahan Pangan Terhadap Stabilitas Mutu Minyak Kelapa Selama Proses Penggorengan

Nama : Reskiati Wiradhika Anwar

Stambuk : G 611 08 276

Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui :

1. Tim Pembimbing

Dr.rer.nat. Zainal, STP. M.FoodTech Ir. Nandi K. Sukendar, M.AppSc

Mengetahui :

2. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian 3. Ketua Panitia Ujian Sarjana

Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir. MS Prof. Dr.Ir. Elly Ishak, M.Sc

Tanggal Lulus : 26 Juli 2012

3

Page 4: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar STP (Sarjana

Teknologi Pertanian). Terima kasih yang terkira kepada Allah SWT, yang

telah memberikan penulis kesempatan untuk mampu menjalani hidup ini

dengan sebaik-baiknya dan memberikan warna yang indah di hati

orang-orang yang menyayangi penulis dan penulis sayangi.

Sembah sujud penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis

tercinta Ayah ku Mayor CAJ Drs. H. Anwar Zainuddin dan Ibu ku

Hj. Sunarti Djumadi. Terima kasih atas semua do’a, perhatian, kasih

sayang, bantuan dan dukungan baik materi maupun moril yang tak pernah

henti-hentinya hingga penulis mampu berdiri sampai saat ini. Hanya dengan

kehadiran Ayah dan Ibu lah yang membuat penulis merasa tak akan pernah

sendiri dalam keadaan dan kondisi bagaimanapun. Semuanya itu tak akan

pernah dapat tergantikan dengan apapun dan sampai kapanpun. Ayah dan

Ibu adalah orang tua terhebat yang dihadiahkan Allah SWT untuk penulis

miliki.

Penelitian ini dapat penulis rampungkan berkat kesediaan

pembimbing untuk meluangkan waktunya guna memberikan petunjuk dan

arahan demi menghasilkan sesuatu yang lebih baik dalam penulisan skripsi

ini, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada

Dr.rer.nat. Zainal STP, M.FoodTech, selaku pembimbing I dan Ir. Nandi K.

Sukendar M.App.Sc, selaku pembimbing II. Tak lupa pula ucapan terima

4

Page 5: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M.Tahir, MS dan Dr. Ir. Rindam

Latief, MS selaku penguji yang telah meluangkan waktunya guna

memberikan masukan dan petunjuk menuju kesempurnaan dalam

penyusunan skripsi ini.

Penulis tak lupa menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian beserta seluruh staf dan karyawan

Jurusan Teknologi Pertanian.

2. Ketua Panitia Ujian Sarjana, Prof. Dr. Ir. Elly Ishak, M.Sc.

3. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dan

4. Staf Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

Yang telah banyak memberikan bantuan dan pengetahuan sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi dan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT

senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya baik di dunia dan di akhirat.

Kakak adikku tersayang (Prihartini Amalia Anwar, Puspita

Hardianti Anwar, dan Aidah Nabilah Anwar), makasih sudah memberi

warna dalam hidup penulis. Maaf jika penulis pernah berbuat yang tak

mengenakkan hati, tetapi ketahuilah bahwa penulis sangat menyayangi

kalian.

Untuk Emi Hudria, Reskiyani Hasan K, Nesha PRM Sitompul, Sri

Rahmawati P, Meilty Christy Ishak, Nur Ilma, Andi Marina Reski dan tak

lupa Nurfajar Humair, terima kasih telah memberikan warna dan menjadi

salah satu bagian indah dalam hidupku, terima kasih atas segala bantuan

dan semangatnya, atas semua moment lucu, gembira, ataupun sedih yang

telah kita lalui bersama. Semoga hubungan yang indah ini akan tetap terjalin

sampai aku menutup mata. Amin....

5

Page 6: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Untuk rekan-rekanku se-PARANG’08, kanda-kanda, dan dinda-

dinda se-KMJ TP UH, terima kasih atas semua kisah seru yang takkan

terlupakan selama penulis mengenyam pendidikan di Teknologi Pertanian.

Kalian merupakan bagian dari perjalan hidup penulis. Dan penulis juga

mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang tak mampu penulis

jabarkan, atas segala do’a dan bantuannya yang telah ikhlas diberikan untuk

penulis hingga penulis mendapatkan gelar sarjana ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini. Untuk itu penulis sangat menanti saran dan kritik yang

membangun agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini

dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya dalam bidang pangan. Amin.

Makassar, 26 Juli 2012

Penulis

RIWAYAT HIDUP PENULIS

6

Page 7: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Reskiati Wiradhika Anwar lahir di Ujung Pandang tepatnya pada Tanggal

15 Januari 1991. Penulis dilahirkan dari pasangan Anwar Zainuddin dan

Sunarti.

Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah :

1. TK Yayasan Beribu, Bandung. Tahun 1994-1996.

2. Sekolah Dasar Sejahtera III, Bandung. Tahun 1996-1999.

3. Sekolah Dasar Inpres Perumnas, Makassar. Tahun 1999-2002.

4. Sekolah Lanjut Tingkat Pertama 2, Kendari. Tahun 2002-2005.

5. Sekolah Menengah Umum 5, Makassar. Tahun 2005-2008.

6. Pada tahun 2008, penulis diterima di Perguruan Tinggi Universitas

Hasanuddin Makassar, Program Strata Satu (S1) sebagai mahasiswa

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian,

Fakultas Pertanian.

Selama menjalani studinya di Universitas Hasanuddin, penulis pernah

menjadi asisten Aplikasi Teknik Laboratorium, Pengantar Komputer, Aplikasi

Perubahan Kimia Pangan, Aplikasi Bioteknologi Pangan dan Aplikasi

Biokimia Pasca Panen. Penulis juga aktif dalam organisasi Himpunan

Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin (HIMATEPA UH).

Reskiati Wiradhika Anwar, G 61108276. Studi Pengaruh Suhu dan Jenis

Bahan Pangan Terhadap Stabilitas Minyak Kelapa Selama Proses

7

Page 8: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Penggorengan. Dibawah bimbingan Zainal dan Nandi K Sukendar.

RINGKASAN

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh suhu dan bahan pangan terhadap stabilitas mutu minyak kelapa selama proses penggorengan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas minyak kelapa produksi enzimatik yang belum pernah dipakai, lima kali pemakaian, sepuluh kali pemakaian, dan lima belas kali pemakaian, serta tingkat kesukaan panelis dari bahan pangan yang digoreng. Dengan variabel suhu (170C dan 190C) dan bahan pangan (french fries dan ayam tepung). Parameter pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kadar asam lemak bebas, total materi polar (Total Polar Material, TPM), viskositas, dan organoleptik dengan metode hedonik pada minyak serta produk gorengan. Pengolahan data yang digunakan menggunakan RAK Faktorial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan minyak disarankan hanya hingga 10 kali pemakaian. Hal ini berdasarkan analisa yang digunakan dari analisa fisik dan kimia dari minyak goreng dan produk goreng yang dihasilkan.

Kata Kunci : penggorengan, suhu, deep fryer, ayam tepung, french fries

Reskiati Wiradhika Anwar, G 61108276. Study Effect of Temperature and

Kind Foods to The Stability Coconut Oils During Frying Processing.

8

Page 9: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Supervised by Zainal and Nandi K Sukendar.

ABSTRACK

The research about the effect of temperature and fried foods on the stability of coconut oils during frying process has been conducted. The aim of the research to know the quality changes of coconut oil during frying process. It is also evaluated the preference of panelist fried foods. The treatments were frying temperature (170C and 190C) and type of foods (french fries and floured fried chicken). It was analysed the free fatty acid, total polar material (TPM), viscosity of the frying oils and the organoleptic propertice (hedonic methods) of the frying oils and food goods. Data was processed by using Factorial RCBD. The results showed that the use of cooking oil is recommended just until ten times used. This based on the chemical and physical analysis of frying oils and fried goods.

Keyword : frying,temperature, deep fryer, flured fried chicken, french fries

DAFTAR ISI

9

Page 10: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................ x

DAFTAR TABEL ................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................ 1

B. Perumusan Masalah ....................................................... 2

C. Tujuan dan Kegunaan ..................................................... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak Goreng ................................................................ 4

B. Minyak Kelapa ................................................................. 7

C. Sifat-Sifat Minyak ............................................................ 10

D. Stabilitas Minyak Goreng ................................................. 13

E. Proses Penggorengan ..................................................... 18

F. Perubahan Sifat Fisiko Kimia Minyak Selama

Penggorengan.................................................................. 26

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat .......................................................... 30

B. Alat dan Bahan ................................................................ 30

C. Prosedur Penelitian ......................................................... 30

D. Perlakuan Penelitian ....................................................... 31

E. Parameter Pengamatan .................................................. 32

F. Pengolahan Data ............................................................. 34

10

Page 11: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kandungan Asam Lemak Bebas ..................................... 35

B. Kandungan Total Polar Materials (TPM) ......................... 37

C. Viskositas ........................................................................ 39

D. Organoleptik .................................................................... 41

1. Pada Minyak Goreng ................................................. 41

2. Pada Produk Goreng ................................................. 45

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...................................................................... 51

B. Saran ............................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 52

LAMPIRAN .......................................................................................... 55

DAFTAR TABEL

11

Page 12: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

No Teks Halaman

01 SNI 01-3741-2002 tentang Standar Mutu Minyak Goreng 6

02 Perbandingan Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa, Minyak Kelapa Sawit dan Lemak Hewani

8

03 Minyak yang Terserap pada Produk Deep Frying 24

04 Nilai Kandungan Gizi Kentang dan Ayam 25

DAFTAR GAMBAR

12

Page 13: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

No Teks Halaman

01 Proses Oksidasi Lemak (Winarno, 2002) 15

02 Arah Medan Listrik (a), Orientasi Medan Listrik dengan dan Tanpa Molekul Polar (b) (Zainal, 2010)

17

03 Reaksi-Reaksi yang Terjadi Selama Proses Deep Frying (Quaglia dan Bucarelli, 2001)

22

04 Struktur Dasar Bahan Pangan Yang Digoreng (Ketaren, 2008)

22

05 Reaksi Hidrolisis yang Terjadi pada Minyak Goreng (Ketaren, 2008)

28

06 Perbandingan Kandungan Asam Lemak Bebas pada Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

36

07 Perbandingan Total Polar Materials (TPM) pada Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

38

08 Perbandingan Viskositas pada Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

40

09 Perbandingan Hasil Organoleptik Warna Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

42

10 Perbandingan Hasil Organoleptik Aroma Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

43

11 Perbandingan Hasil Organoleptik Warna Produk Gorengan Hasil Pemakain Minyak Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

45

12 Perbandingan Hasil Organoleptik Aroma Produk Gorengan Hasil Pemakaian Minyak Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

47

13 Perbandingan Hasil Organoleptik Tekstur Produk Gorengan Hasil Pemakaian Minyak Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

48

14 Perbandingan Hasil Organoleptik Rasa Produk Gorengan Hasil Pemakaian Minyak Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

49

DAFTAR LAMPIRAN

13

Page 14: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

No Teks Halaman

1a Data Hasil Analisa Asam Lemak Bebas pada Minyak yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

55

1b Data Asam Lemak Bebas Hubungan Antara Suhu dan Pemakaian Minyak Berulang Kali

55

1c Hasil Analisa Sidik Ragam Asam Lemak Bebas pada Minyak yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

55

1d Hasil Uji BNT Pengaruh Jenis Bahan Pangan Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Goreng

56

2a Data Hasil Analisa Total Polar Materials (TPM) pada Minyak yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

56

2b Data Total Polar Materials (TPM) Hubungan Antara Suhu dan Pemakaian Minyak Berulang Kali

56

2c Hasil Analisa Sidik Ragam Total Polar Materials (TPM) pada Minyak yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

56

2d Hasil Uji BNT Pengaruh Jenis Bahan Pangan Terhadap Total Polar Materials (TPM) pada Minyak Goreng

57

2e Hasil Uji BNT Pengaruh Pemakaian Minyak Berulang Kali pada French Fries Terhadap Total Polar Materials (TPM) pada Minyak Goreng

57

2f Hasil Uji BNT Pengaruh Pemakaian Minyak Berulang Kali pada Ayam Tepung Terhadap Total Polar Materials (TPM) pada Minyak Goreng

57

3a Data Hasil Analisa Viskositas pada Minyak yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

57

3b Data Viskositas Hubungan Antara Suhu dan Pemakaian Minyak Berulang Kali

58

3c Hasil Analisa Sidik Ragam Viskositas pada Minyak yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

58

3d Hasil Uji BNT Pengaruh Bahan Pangan Terhadap Viskositas pada Minyak Goreng

58

14

Page 15: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

4a Data Hasil Organoleptik Terhadap Warna Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

59

4b Data Hasil Organoleptik Terhadap Aroma Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

59

5a Data Hasil Organoleptik Terhadap Warna Produk Goreng yang Digoreng dengan Minyak Pemakaian Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

60

5b Data Hasil Organoleptik Terhadap Aroma Produk Goreng yang Digoreng dengan Minyak Pemakaian Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

60

5c Data Hasil Organoleptik Terhadap Tekstur Produk Goreng yang Digoreng dengan Minyak Pemakaian Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

61

5d Data Hasil Organoleptik Terhadap Rasa Produk Goreng yang Digoreng dengan Minyak Pemakaian Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

61

6 Dokumentasi Gambar 62

15

Page 16: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minyak erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Minyak

terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang

berbeda-beda. Minyak seringkali ditambahkan dengan sengaja ke bahan

makanan dengan berbagai tujuan. Minyak kelapa yang digunakan

sebagai minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat

Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Proses ekstraksi minyak kelapa dapat dilakukan dengan cara

kering maupun cara basah. Proses ekstraksi secara kering tujuannya

mengekstraksi minyak dari kopra dengan pengepresan. Sedangkan

dengan cara basah dilakukan untuk memisahkan minyak dari santan

kelapa. Cara basah ini telah banyak dikembangkan salah satunya dengan

adanya penambahan enzim yang bertujuan untuk mempercepat proses

pemisahan minyak dari komponen lain. Enzim yang dapat digunakan

berupa enzim protease yang dapat memecah molekul protein pada

santan tanpa merusak komponen lemak didalamnya. Dalam

pengembangan proses ekstraksi minyak kelapa dengan menggunakan

metode enzimatik untuk mendapatkan kualitas minyak goreng yang baik

sangat erat kaitannya dalam pengaplikasian penggunaannya selama

proses penggorengan.

16

Page 17: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Menggoreng bahan pangan banyak dilakukan di Indonesia karena

merupakan suatu metode memasak bahan pangan yang umum

dilakukan. Bahan pangan hasil gorengan merupakan sebagian besar dari

menu makanan manusia. Pada proses penggorengan, minyak goreng

berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa gurih,

menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan. Minyak goreng yang

dikonsumsi sangat erat kaitannya bagi kesehatan kita. Minyak yang

berulang kali digunakan dapat menyebabkan penurunan mutu bahkan

akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan.

Banyak faktor penyebab kerusakan mutu minyak goreng, selain

penggunaan minyak goreng yang berulang kali juga tingkat suhu serta

bahan pangan yang digoreng. Penggunaan suhu pada saat

penggorengan mempengaruhi kualitas minyak yang telah digunakan.

Sedangkan komponen yang terdapat pada bahan pangan akan

terdispersi kedalam minyak goreng yang digunakan dan dapat

menimbulkan dampak yang berbeda-beda pada setiap bahan pangan

tergantung dari komponen apa saja yang terkandung didalamnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati stabilitas mutu minyak goreng

yang dihasilkan secara enzimatis (enzim bromelin) selama proses

penggorengan.

B. Perumusan Masalah

Stabilitas mutu minyak kelapa hasil ekstraksi dengan enzim

bromelin akan diuji dalam penggunaannya yang berulang kali serta

penetapan tingkat suhu dan bahan pangan yang berbeda yang akan

17

Page 18: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

digoreng. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan mengamati

beberapa parameter tingkat kestabilan minyak goreng selama proses

penggorengan. Parameter stabilitas minyak yang digunakan berupa

viskositas, kandungan asam lemak bebas, kadar total materi polar, dan

pengujian organoleptik berupa warna dan aroma.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui tingkat kestabilan minyak goreng yang dihasilkan

dengan metode enzimatik selama proses penggorengan.

2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan bahan pangan dan suhu

selama proses penggorengan terhadap minyak goreng yang

digunakan.

3. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan minyak goreng pada produk

pangan yang dihasilkan dari proses penggorengan terhadap sifat

organoleptik.

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai informasi dan referensi mengenai karakteristik tingkat

kestabilan minyak goreng yang digunakan selama proses

penggorengan.

2. Untuk memberikan informasi mengenai penggunaan suhu dan

pemakaian minyak yang tepat untuk diterapkan pada kehidupan

sehari-hari.

18

Page 19: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Minyak Goreng

Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas,

penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori (Winarno, 2004).

Menurut SNI 01-3741-2002 (BSN, 2002), minyak goreng didefinisikan

sebagai minyak yang diperoleh dengan cara memurnikan minyak makan

nabati. Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari serealia

(jagung, gandum, beras, dan lain-lain), kacang-kacangan (kacang

kedelai, kacang tanah, dan lain-lain), palma-palmaan (kelapa dan kelapa

sawit), dan biji-bijian (biji bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji

kakao, dan lain-lain) (Nugraha, 2004).

Tidak semua minyak nabati dapat dipakai untuk menggoreng.

Menurut Ketaren (2008), minyak yang termasuk golongan setengah

mengering (semi drying oil) misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai,

dan minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak

goreng. Hal ini disebabkan karena jika minyak tersebut kontak dengan

udara pada suhu tinggi akan mudah teroksidasi sehingga berbau tengik.

Minyak yang dipakai menggoreng adalah minyak yang tergolong dalam

kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk

lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara, contohnya adalah

minyak sawit.

Mutu minyak goreng sangat dipengaruhi oleh komponen asam

lemaknya karena asam lemak tersebut akan mempengaruhi sifat fisik,

kimia, dan stabilitas minyak selama proses penggorengan. Menurut Stier

19

Page 20: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

(2003), trigliserida dari suatu minyak atau lemak mengandung sekitar

94-96% asam lemak. Selain komponen asam lemaknya, stabilitas minyak

goreng dipengaruhi pula derajat ketidakjenuhan asam lemaknya,

penyebaran ikatan rangkap dari asam lemaknya, serta bahan-bahan yang

dapat mempercepat atau memperlambat terjadinya proses kerusakan

minyak goreng yang terdapat secara alami atau yang sengaja

ditambahkan.

Mutu minyak goreng ditentukan pula oleh titik asapnya, yaitu suhu

pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan

dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Bila minyak mengalami

pemanasan yang berlebihan, gliserol akan mengalami kerusakan dan

kehancuran dan minyak tersebut segera mengeluarkan asap biru yang

sangat mengganggu lapisan selaput mata. Hidrasi gliserol akan

membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik

asap, makin tinggi mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak

goreng tergantung dari kadar gliserol bebasnya. Lemak yang telah

digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan menurun, karena telah

terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk menekan terjadinya

hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu

yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya. Pada umumnya suhu

penggorengan adalah 177-221C (Winarno, 2004).

Minyak goreng yang telah digunakan berulang kali atau yang lebih

dikenal dengan minyak jelantah adalah minyak limbah. Minyak ini

merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga

umumnya, dapat digunakan kembali untuk keperluaran kuliner, akan

20

Page 21: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung

senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses

penggorengan (Anonim, 2011a).

Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan ditetapkan

oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini

merupakan revisi dari SNI 01-3741-1995, menetapkan bahwa standar

mutu minyak goreng seperti pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. SNI 01-3741-2002 tentang Standar Mutu Minyak GorengKRITERIA UJI SATUAN SYARAT

Keadaan bau, warna dan rasa - NormalAir % b/b Maks 0.30Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat)

% b/b Maks 0.30

Bahan Makanan Tambahan Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes

No. 722/Menkes/Per/IX/88Cemaran Logam : - Besi (Fe) - Tembaga (Cu) - Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Timah (Sn) - Seng (Zn)

Mg/kgMg/kgMg/kgMg/kgMg/kgMg/kg

Maks 1.5Maks 0.1Maks 0.1Maks 40.0Maks0.005

Maks 40.0/250.0)*Arsen (As) % b/b Maks 0.1Angka Peroksida % mg 02/gr Maks 1Catatan * Dalam kemasan kaleng

Sumber : Standar Nasional Indonesia

Dalam memilih minyak goreng ada beberapa syarat yang perlu

diperhatikan, yaitu:

1. Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan ekonomis.

2. Tahan terhadap tekanan oksidatif.

3. Memiliki kualitas seragam.

4. Mudah untuk digunakan, baik dari segi bentuk (fluid shortening lebih

mudah dari pada solid shortening) maupun dari kemudahan

pengemasan.

21

Page 22: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

5. Memiliki titik asap yang tinggi dan kandungan asapnya rendah setelah

digunakan untuk menggoreng.

6. Mengandung flavor alami dan tidak menimbulkan off flavor pada

produk yang digoreng.

7. Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak menimbulkan

pengaruh greasy pada permukaan produk.

Mohamed Sulieman et al. (2001), menyatakan bahwa pemilihan minyak

goreng tergantung pada banyak faktor seperti ketersediaan, performa

penggorengan, aroma, dan kestabilan produk pada saat penyimpanan.

B. Minyak Kelapa

Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan

ke dalam minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling

besar jika dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Berdasarkan tingkat

ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value),

maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying

oils, karena bilangan iod minyak tersebut berkisar antara 7,5-10,5.

Komposisi asam lemak minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 2. Dari

tabel tersebut dapat dilihat bahwa asam lemak jenuh minyak kelapa lebih

kurang 9%. Minyak kelapa mengandung 84% trigliserida dengan tiga

molekul asam lemak jenuh, 12% trigliserida dengan dua asam lemak

jenuh dan 4% trigliserida dengan satu asam lemak jenuh (Ketaren, 2008).

22

Page 23: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Tabel 2. Perbandingan Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa, Minyak Kelapa Sawit dan Lemak Hewani

Karakteristik Minyak Kelapa Minyak Kelapa Sawit Minyak Hewani

Berat spesifik 0.915-0.920 (30C) 0.888-0.889 (50C) 0.893-0.904 (20C)

Indeks bias 1.448-1.449 (40C) 1.455-1.456 (50C) 1.448-1.460 (40C)

Titik leleh (C) 25-28 35.5-45 40-49

Titik cair (C) 20-24 40.7-49 45-48

Bilangan iod 7.5-10.5 46-56 40-49

Angka tak tersaponifikasi

0.1-0.8 0.15-0.99 <0.8

Angka penyabunan 248-264 190-202 190-202

Komponen Asam Lemak (%) :Kaproat (C-6:0)Kaprilat (C-8:0)Kaprat (C-10:0)Laurat (C-12:0)Miristat (C-14:0)Palmitat (C-16:0)Stearat (C-18:0)Oleat (C-18:1)Linoleat (C-18:2)Arachidat(C-21:0)

0.4-0.66.9-9.46.2-7.8

45.9-50.316.8-19.2

7.7-9.72.3-3.25.4-7.43.1-2.1

<0.2

---

0.1-1.00.9-1.5

41.8-46.84.5-5.1

37.3-40.89.1-11.00.2-0.7

---

<0.21.4-7.8

17.0-37.06.0-40.0

26.0-50.00.5-5.0

<0.5Sumber :O’Brien, 2003.

Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah

kecil komponen bukan minyak, misalnya fosfotida, gum, sterol

(0,06-0,08%), tokoferol (0,003%) dan asam lemak bebas (kurang dari

5%), sterol yang terdapat di dalam minyak nabati disebut phitosterol dan

mempunyai dua isomer, yaitu beta sitosterol (C29H50O) dan stigmasterol

(C29H48O). Sterol bersifat tidak berwarna, tidak berbau, stabil, dan

berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak. Tokoferol mempunyai empat

isomer, yaitu α-tokoferol, -tokoferol, -tokoferol, dan -tokoferol.

Persenyawaan tokoferol bersifat tidak dapat disabunkan, dan berfungsi

sebagai antioksidan. Warna cokelat pada minyak yang mengandung

protein dan karbohidrat bukan disebabkan oleh zat warna alamiah, tetapi

oleh reaksi browning. Warna ini merupakan hasil reaksi dari senyawa

karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dengan asam amino dari

23

Page 24: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

protein, dan terjadi terutama pada suhu tinggi. Warna pada minyak

kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran lainnya. Zat

warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karoten yang

merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi.

Pada pengolahan minyak menggunakan uap panas, maka

warna kuning yang disebabkan oleh karoten akan mengalami

degradasi (Ketaren, 2008).

Teknik enzimatik pada proses pembuatan minyak kelapa

merupakan metode untuk denaturasi protein dengan bantuan enzim.

Beberapa jenis enzim yang dapat digunakan pada proses ini misalnya

papain, bromelin, poligalakturonase, atau protease. Enzim yang

digunakan diharapkan mempunyai kegiatan yang berperan sebagai

proteolitik, amilolitik, dan lipolitik dalam hidrolisis dari protein, karbohidrat

dan lemak (Anonim, 2011b).

Salah satu enzim protease yang umum dilakukan adalah enzim

bromelin. Enzim bromelin merupakan enzim proteolitik yang ditemukan

pada bagian batang dan buah nanas (Ananas comosus). Enzim ini

diproduksi sebagai hasil sampingan dari pabrik jus nanas. Dalam

memproduksi bromelin, beberapa senyawa yang dapat digunakan untuk

presipitasi (pengendapan) enzim ini adalah amonium sulfat dan alkohol.

Bromelin merupakan salah satu jenis enzim protease sulfhidril

yang mampu menghidrolisis ikatan peptida pada protein atau polipeptida

menjadi molekul yang lebih kecil yaitu asam amino. Bromelin ini

24

Page 25: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

berbentuk serbuk dengan warna putih bening sampai kekuning-kuningan,

berbau khas, larut sebagian dalam aseton, eter, dan CHCl3, stabil pada

pH 3,0-5,5. Suhu optimum enzim bromelin adalah 50-80°C (Anonim,

2011c).

C. Sifat-Sifat Minyak

Sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan kimia. Sifat fisik

terdiri dari warna, odor dan flavor, kelarutan, titik cair dan polymorphism,

titik didih (boiling point), titik lunak (softening point), slipping point, shot

melting point, bobot jenis, indeks bias, titik asap, dan titik kekeruhan

(turbidity point). Sedangkan sifat kimia terdiri dari hidrolisa, oksidasi,

hidrogenasi, dan esterfikasi (Anonim, 2011d).

Zat warna dalam minyak terdiri dari dua golongan yaitu zat warna

alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna

yang tergolong zat warna alamiah yaitu zat warna yang secara alamiah

di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama

minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri

dari α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin, zat warna ini

menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecokelatan,

kehijau-hijauan dan kemerahan-merahan. Pigmen berwarna merah jingga

atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak.

Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh. Jika

minyak dihidrogenasi, karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi, sehingga

25

Page 26: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

intensitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil

padasuhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning

akan hilang. Karotenoid tersebut tidak dapat dihilangkan dengan proses

oksidasi (Ketaren, 2008).

Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna

alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap

tokoferol (vitamin E). Warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk

membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya

terjadi pada minyak tidak jenuh (Anonim, 2011d).

Warna gelap dapat terjadi selama proses pengolahan dan

penyimpanan, yang disebabkan oleh suhu pemanasan yang terlalu tinggi

pada waktu pengepresan dengan cara hidraulik atau expeller, sehingga

sebagian minyak teroksidasi. Disamping itu minyak yang terdapat dalam

suatu bahan, dalam keadaan panas akan mengektsraksi zat warna yang

terdapat dalam bahan tersebut. Pengepresan bahan yang mengandung

minyak dengan tekanan dan suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan

minyak dengan warna yang lebih gelap. Logam Fe, Cu, dan Mn akan

menimbulkan warna yang tidak diingini dalam minyak (Ketaren, 2008).

Pengukuran warna telah digunakan sebagai parameter kualitas

minyak goreng. Namun, warna tidak dapat digunakan sebagai indikator

degradasi atau kerusakan minyak. Hal ini disebabkan oleh tidak

terdapatnya korelasi antara perubahan warna minyak goreng dengan

hasil degradasi minyak goreng yang mempengaruhi kualitas produk akhir.

26

Page 27: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Warna minyak goreng yang telah digunakan berulang kali lebih

gelap dibandingkan minyak goreng segar. Hal ini disebabkan

senyawa-senyawa hasil degradasi minyak goreng akibat pemanasan

(Blumenthal, 1996).

Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga

terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.

Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil),

dan minyak sedikit larut dalam alkohol, etil eter, karbon disulfida dan

pelarut-pelarut halogen. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak

mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu. Polymorphism

adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk kristal. Titik didih

(boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah

panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut. Titik lunak (softening

point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut. Sliping point,

digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran

komponen-komponennya. Shot melting point, yaitu temperatur pada saat

terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak. Bobot jenis, biasanya

ditentukan pada temperatur 25C, dan juga perlu dilakukan pengukuran

pada temperatur 40C. Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan

apabila minyak dipanaskan. Merupakan kriteria mutu yang penting dalam

hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng.

Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan

campuran minyak dengan pelarut lemak (Anonim, 2011d).

27

Page 28: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

D. Stabilitas Minyak Goreng

Menurut Blumethal (1996), proses penggorengan yang

menggunakan energi panas menimbulkan berbagai perubahan yang

terjadi pada minyak dan menghasilkan komponen flavor. Perubahan sifat

fisiko kimia akibat pemanasan ini mengakibatkan terjadinya kerusakan

pada minyak dan menurunkan mutu produk gorengnya. Lebih jauh lagi

penurunan kualitas minyak ini berhubungan dengan masalah keamanan

produk goreng yang dihasilkan.

Pada saat minyak digunakan, akan terjadi perubahan sifat fisiko

kimia dari minyak. Perubahan ini akan berpengaruh terhadap kualitas

produk yang dihasilkan. Terlebih lagi perubahan pada minyak ini

berhubungan dengan keamanan produk yang dihasilkan. Oleh karena itu,

ahli pangan telah lama meneliti untuk menentukan indikator kualitas

minyak yang tepat (Hawson, 1995). Beberapa tes direkomendasikan

sebagai indikator yang tepat, seperti komponen polar (TPM) dan polimer.

Selain itu, terdapat uji-uji lain yang sering digunakan oleh industri

penggorengan, seperti peroksida, asam lemak bebas, viskositas, anisidin,

dan warna.

Kadar asam lemak bebas mungkin karakteristik yang paling umum

digunakan sebagai kontrol kualitas minyak. Pada saat saat awal proses

penggorengan, asam lemak bebas dihasilkan dari proses oksidasi, tetapi

pada tahap selanjutnya asam lemak bebas dihasilkan dari proses

hidrolisis yang disebabkan oleh keberadaan air. Proses ini sangat

dinamis, sebagian asam lemak akan hilang karena oksidasi dan destilasi

uap dari makanan. Labih jauh lagi, asam lemak bebas akan mengkatalis

28

Page 29: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

hidrolisis minyak yang digunakan pada proses penggorengan. Pada saat

akumulasi asam lemak bebas berada dalam jumlah yang signifikan, akan

terbentuk asap yang berlebihan dan kualitas dari makanan hasil goreng

menurun. Pada saat ini, minyak harus diganti (Krishnamurthy dan

Vernon, 1996).

Kadar asam lemak bebas merupakan penentuan dari jumlah

rantai asam lemak hasil hidrolisis ikatan trigliserida yang belum

didegradasi menjadi komponen tak tertitrasi atau mungkin dibentuk

melalui proses oksidasi. Penentuan kadar asam lemak bebas pada

minyak goreng digunakan metode titrasi asam basa dengan

menggunakan NaOH sebagai titran. Jumlah asam lemak di dalam minyak

dinyatakan dengan persen (%) (Blumethal, 1996; Krishnamurthy dan

Vernon, 1996).

Bilangan peroksida merupakan metode yang paling luas untuk

menentukan derajat degradasi minyak. Produk oksidasi primer dari

minyak adalah hidroperoksida. Peroksida dapat dihitung secara kuantitatif

dengan penentuan jumlah iodin yang dibebaskan oleh reaksi peroksida

dengan KI. Bilangan peroksida dapat dinyatakan sebagai meq O2/kg,

meqO2/100g, atau meq O2/g. Minyak segar yang telah dideodorisasi

seharusnya memiliki nilai peroksida nol. Pada kebanyakan kasus, minyak

goreng dianggap masih memiliki kemampuan baik pada penyimpanan

jika memiliki nilai bilangan peroksida 1,0 meq/kg.

Hidroperoksida merupakan produk primer dari oksidasi lemak.

Komponen hidroperoksida ini bersifat sangat tidak stabil dan sangat

sensitif terhadap suhu minyak (Krishnamurthy dan Vernon, 1996;

29

Page 30: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Blumethal, 1996). Hal ini karena hidroperoksida merupakan radikal bebas

yang bersifat sangat reaktif. Radikal bebas adalah molekul yang amat

tidak stabil, sangat reaktif terhadap molekul lain yang berada di dekatnya,

berusaha merampas elektron milik molekul lain guna mendapatkan

kondisi stabil kembali. Apabila molekul yang telah diserangnya menjadi

ganjil karena kehilangan elektronnya, molekul tersebut berubah menjadi

molekul radikal bebas dan berusaha merampas elektron milik molekul

lainnya, tetapi elektron yang telah berhasil dirampasnya biasanya lepas

sebelum berhasil dimasukkan dalam orbitnya. Hal ini menyebabkan

proses ini terus berlangsung (Anonim, 2007). Proses oksidasi lemak

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Oksidasi Lemak (Winarno, 2002)

30

Page 31: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Komponen polar didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang

tertinggal di dalam kolom setelah proses elusi pertama pada saat minyak

goreng yang telah dipanaskan diuji dengan menggunakan kromatrografi

kolom silika gel. Komponen polar termasuk semua senyawa

nontrigliserida dan partikel-partikel di dalam minyak. Minyak segar

umumnya mengandung 2-4% komponen non-trigliserida. Sekali saja

minyak goreng dipanaskan sampai suhu penggorengan, perubahan dari

senyawa trigliserida mulai terjadi. Oleh karena komponen polar dapat

digunakan untuk menghitung degradasi total dari minyak yang digunakan

pada proses penggorengan. Total komponen polar pada minyak goreng

harus kurang dari 24% (Stier, 2001). Komponen polar direkomendasikan

pada simposium internasional ke-3 deep frying sebagai uji yang harus

dilakukan untuk menentukan kualitas minyak goreng. Jumlah komponen

polar (TMP, Total Polar Materials) dinyatakan dengan satuan % (DGF,

2004).

Metode alternatif yang dapat digunakan untuk mengukur TPM

dalam minyak goreng yaitu pengukuran konstanta dielektrik. Prinsip

utama dari pengukuran ini didasarkan pada perubahan bagian dielektrik

sampel cair. Teknik ini bekerja berdasarkan medan listrik. Medan listrik

adalah radial keluar dari muatan positif dan ke arah muatan negatif. Yang

terakhir ini telah digunakan dalam metode listrik. Jika material yang

memiliki kandungan molekul polar, mereka umumnya akan berada dalam

orientasi acak ketika tidak ada medan listrik diterapkan. Medan listrik

diterapkan akan polarisasi material dengan orientasi momen dipol

molekul polar (Zainal, 2010).

31

Page 32: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

a b

Gambar 2. Arah Medan Listrik (a), Orientasi Medan Listrik dengan dan Tanpa Molekul Polar (b) (Zainal, 2010)

Metode dielektrik dengan memasukkan sensor alat ke dalam

minyak panas. Jumlah TPM ditampilkan di display. Dalam kasus

makanan gorengan, pengukuran TPM diambil setelah mengeluarkan

makanan dari minyak goreng dan ditunggu sekitar 10 menit agar air

dapat menguap meninggalkan minyak goreng (Zainal, 2010 dalam

pernyataan Isengaerd dan Landerdörfer, 2009)

Pada saat minyak goreng teroksidasi akan terbentuk senyawa

polimer yang menyebabkan minyak berbusa. Pembentukan senyawa

polimer ini merupakan penanda kimia yang baik untuk degradasi minyak.

Namun penentuan senyawa polimer sulit untuk diaplikasikan di dalam

memantau kualitas produk karena waktu yang dibutuhkan untuk analisis

cukup lama. Metode resmi dalam menentukan senyawa polimer

digunakan high performance liquid chromatography (HPLC). Pemahaman

mekanisme pembentukkan senyawa polimer sangat penting untuk

memahami bagaimana minyak terdegradasi dan optimasi proses.

Kenaikan senyawa polimer menyebabkan kenaikan viskositas minyak.

32

Page 33: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Oleh karena itu, viskositas sering digunakan sebagai indikator sifat fisik

untuk memantau kualitas minyak goreng (Stier, 2001). Selain itu, adanya

kenaikan viskositas minyak ini membuat produk hasil goreng lebih

berminyak karena banyaknya jumlah minyak yang tertahan pada

permukaan produk.

Warna minyak sudah lama digunakan sebagai indikator fisik

dalam melihat kerusakan minyak. Namun, sebenarnya tidak tepat

menggunakan warna sebagai indikator kerusakan minyak. Hal ini karena

perubahan warna minyak goreng yang tidak diikuti dengan kenaikan

jumlah senyawa hasil degradasi minyak hanya akan mempengaruhi

warna produk dan tidak akan mempengaruhi rasa produk. Warna minyak

dapat ditentukan dengan menggunakan Lovibond tintometer atau

spektrofotometer. Penentuan dengan menggunakan Lovibond bersifat

subjektif, sedangkan penentuan warna menggunakan spektrofotometer

lebih bersifat objektif (Krishnamurthy dan Vernon, 1996).

E. Proses Penggorengan

Penggorengan merupakan salah satu proses olahan pangan yang

sangat populer. Penggorengan dapat didefinisikan sebagai proses

pemasakan dan pengeringan produk dengan media panas berupa

minyak sebagai media pindah panas. Ketika bahan pangan digoreng

menggunakan minyak goreng panas, banyak reaksi kompleks terjadi

didalam minyak dan pada saat itu minyak akan mulai mengalami

kerusakan. Selama penggorengan minyak dalam kondisi suhu tinggi,

adanya udara dan air yang dikandung oleh bahan menyebabkan minyak

33

Page 34: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

mengalami kerusakan. Adanya interaksi antara produk dan minyak

menyebabkan terjadinya reaksi yang sangat kompleks, akan terbentuk

senyawa volatil maupun nonvolatil yang akan memberikan tanda bahwa

minyak telah rusak (Anonim, 2009a).

Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan

menggunakan lemak atau minyak pangan. Prosesnya diawali dengan

memasukkan minyak goreng kedalam ketel penggorengan, kemudian

dipanaskan, selanjutnya dimasukkan bahan yang akan digoreng. Dari

ketel akan diperoleh hasil gorengan, uap yang dihasilkan dari lemak,

serta hasil samping lemak akibat pemanasan dan penggorengan serta

kerak. Berbagai faktor mempengaruhi kondisi penggorengan dalam ketel,

yaitu pemanasan dengan adanya udara, minyak yang kelewat panas

(local over heating of fat), aerasi pada lemak, kontak lemak dengan

logam dari ketel, kontak bahan pangan dengan minyak, adanya kerak

dan partikel yang gosong. Dari faktor-faktor tersebut, maka pemanasan

dengan adanya udara merupakan faktor yang sangat berpengaruh

(Ketaren, 2008).

Sistem menggoreng bahan pangan menurut Ketaren (2008) pada

umumnya terdapat dua cara, yaitu : gangsa (pan frying) dan menggoreng

biasa (deep frying).

Proses Gangsa (Pan Frying)

Proses gangsa (pan frying) dapat menggunakan minyak dengan

titik asap yang lebih rendah, karena suhu pemanasan yang digunakan

umumnya lebih rendah dari suhu pemanasan pada sistem deep frying.

Ciri khas dari proses “gangsa” ialah bahan pangan yang digoreng tidak

34

Page 35: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

sampai terendam dalam minyak. Minyak yang digunakan pada sistem ini

adalah minyak kelapa, mentega, margarin, minyak olive, dan lemak

ayam. Khususnya mentega dan margarin, menghasilkan cita rasa yang

enak pada bahan pangan yang digoreng.

Menggoreng Biasa (Deep Frying)

Proses penggorengan dengan sistem deep frying, bahan pangan

yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak dapat mencapai

200-205C. Lemak yang digunakan tidak berbentuk emulsi dan

mempunyai titik asap (smoking point) diatas suhu penggorengan,

sehingga asap tidak terbentuk selama proses penggorengan. Jika pada

proses penggorengan terbentuk asap maka ini berarti, lemak tersebut

mengalami dekomposisi sehingga mengakibatkan bau dan rasa yang

tidak enak.

Lemak yang dapat digunakan dalam proses penggorengan secara

deep frying adalah lemak nabati yang mengalami proses hidrogenasi

(kecuali minyak olive), minyak babi (lard) bermutu tinggi, dan beberapa

jenis “senyawaan shortening” yang tidak mengandung emulsifier. Secara

komersil, bahan pangan yang digoreng (fried food) biasanya digoreng

dengan menggunakan sistem deep frying. Bagi bahan pangan yang

digoreng dalam jumlah besar, misalnya doughnut, dan berbagai macam

jenis keripik, ketel-ketel penggorengan biasanya dilengkapi dengan

thermostat untuk menjaga suhu agar tetap konstan.

35

Page 36: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Pemanasan yang tidak mencapai suhu penggorengan

menyebabkan minyak membentuk busa, sehingga proses penggorengan

tidak praktis. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi minyak dalam

ketel adalah uap yang dilepaskan dan penambahan minyak segar pada

periode turn over untuk menggantikan minyak yang hilang dari ketel

selama proses menggoreng. Uap yang dihasilkan dalam proses

menggoreng berfungsi untuk mencuci dan memisahkan hasil

dekomposisi lemak dapat menguap (Volatile Decomposition Products,

VDP) yang dapat menimbulkan bau tengik (Ketaren, 2008).

Transfer panas berlangsung secara langsung dari minyak panas

ke bahan pangan dingin. Aplikasi panas secara langsung dari minyak ke

bahan pangan akan menyebabkan proses menggoreng berlangsung

secara cepat (Lawson, 1995). Menurut Blumenthal (1996), proses

penggorengan deep frying memiliki keuntungan seperti bahan pangan

goreng lebih mudah diterima secara organoleptik karena menghasilkan

rasa yang enak, memiliki permukaan yang renyah, warna yang disukai,

dan mouthfeel yang diinginkan karena adanya minyak yang terserap.

Selama proses deep frying minyak dipanaskan dan dibiarkan kontak

dengan udara. Skema reaksi yang terjadi selama proses deep frying

dapat dilihat pada Gambar 3.

36

Page 37: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Gambar 3. Reaksi-Reaksi yang Terjadi Selama Proses Deep Frying (Quaglia dan Bucarelli, 2001)

Proses penggorengan bukan hanya mempengaruhi minyak yang

digunakan tetapi dapat pula mempengaruhi bahan pangan

yang digoreng. Untuk memahami pengertian bahan pangan

digoreng, dapat dilihat dari aspek anatomi bahan pangannya.

Semua bahan pangan digoreng mempunyai struktur dasar yang

sama (Ketaren, 2008).

Core (inner zone)Lapisan luar (outer zone)

Permukaan luar = kerak (outer zonesurface)

Gambar 4. Struktur Dasar Bahan Panganyang Digoreng (Ketaren, 2008)

37

Page 38: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Gambar diatas memperlihatkan potongan melintang dari bahan

pangan digoreng. Inner zone atau core merupakan bagian dalam dari

bahan pangan berkadar air tinggi dan umumnya terdapat pada bahan

pangan yang digoreng. Proses pemasakan berlangsung oleh penetrasi

panas dari minyak yang masuk ke dalam bahan pangan. Proses

pemasakan ini dapat mengubah atau tidak mengubah karakter bahan

pangan, tergantung dari bahan pangan yang digoreng. Hasil gorengan

yang berukuran tipis seperti keripik kentang, keripik jagung dan mie

merupakan pengecualian. Permukaan lapisan luar (outer zone surface)

akan berwarna cokelat keemasan akibat penggorengan. Timbulnya

warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau

reaksi maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan

suhu menggoreng, juga komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan

pangan. Jenis lemak yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap

warna permukaan bahan pangan (Ketaren, 2008).

Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan

mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan yang digoreng (Ketaren,

2008). Karena menurut Pokorny (1999), proses penggorengan

memungkinkan makanan menyerap sejumlah minyak. Penyerapan

minyak oleh produk goreng dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya : 1) suhu dan waktu yang berbandung lurus dengan

peningkatan jumlah minyak yang diserap oleh produk goreng, 2) air yang

terkandung dalam bahan pangan yang akan tergantikan oleh minyak

selama proses penggorengan, dan 3) kualitas minyak yang digunakan.

Jenis bahan pangan yang digoreng pun akan mempengaruhi penyerapan

38

Page 39: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

minyak. Produk goreng yang berasal dari bahan pangan nabati dan

mengandung pati akan menyerap minyak lebih banyak dari pada bahan

pangan hewani.

Tabel 3. Minyak yang Terserap pada Produk Deep FryerProduk pangan goreng Kandungan minyak (%)

Kentang (french fries dan keripik) 15 - 36Serealia (doughnut) 18 - 30Sayuran (dengan atau tanpa butter) 35 - 75Jamur (dengan butter) 65 - 80Daging, sapi, babi 10 - 25Ayam (tepung dan butter) 10 - 30Ikan (tepung) 20 - 42Sosis 38 - 70

Sumber : Pokorny (1999)

Kualitas minyak goreng akan mempengaruhi tingkat penyerapan

minyak dalam produk pangan. Tegangan permukaan antara minyak

goreng dan bahan pangan tinggi saat minyak yang digunakan merupakan

fresh oil. Selama penggorengan berulang, polaritas minyak meningkat

akibat proses pemanasan sehingga tegangan permukaan antara minyak

goreng dan bahan pangan yang digoreng menurun. Penyerapan minyak

akan meningkat dengan semakin banyak penggorengan berulang

(Pinthus dan Saguy, 1994).

Menurut Blumenthal (1996), proses goreng merupakan fenomena

transfer panas yang terjadi secara simultan, yaitu transfer panas, transfer

massa air, dan transfer massa minyak. Ketiga proses transfer tersebut

akan menentukan kualitas akhir produk goreng yang dicirikan dengan

perubahan aroma, warna produk menjadi kecoklatan, dan tekstur renyah.

Selama proses goreng berlangsung terjadi transfer air dari bahan pangan

dengan minyak. Minyak yang masuk akan menempati pori-pori yang

ditinggalkan oleh air, proses difusi ini akan berlangsung terus sampai

39

Page 40: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

akhir penggorengan bahkan pada waktu pendinginan setelah

penggorengan. Pori-pori yang terbentuk disebabkan perbedaan tekanan

ketika produk tercelup ke dalam minyak panas. Air yang terdapat dalam

bahan akan keluar dengan cepat dalam bentuk uap airsehingga

terbentuklah pori dalam produk. Semakin banyak pori yang terdapat pada

produk dikatakan produk semakin renyah (Mellema, 2003).

Tabel 4. Nilai Kandungan Gizi Kentang dan AyamKarakteristik Kentang (100 gram) Ayam (100 gram)

Energi 321 kJ (77 kcal) 302 kJKarbohidrat 19 g -Pati 15 g -Kolesterol - 60 gDiet serat 2,2 g -Lemak 0,1 g 25 gramProtein 2 g 18,20 gAir 75 g 75 gVitamin A - 243Thiamine (Vitamin B1) 0,08 mg 0,08 mgRiboflavin (Vitamin B2) 0,03 mg 0,16 mgVitamin C 20 mg 0,00 mgKalsium 12 mg 14 mgBesi 1,8 mg 1,5 mgMagnesium 23 mg -Fosfor 57 mg 200 mgKalium 421 mg -

Sumber : Winarno, 2004

Kombinasi lamanya pemanasan dan suhu yang tinggi

mengakibatkan terjadinya beberapa reaksi penyebab kerusakan minyak.

Reaksi-reaksi yang terjadi adalah hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi.

Minyak yang rusak akibat dari proses hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi

akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita

rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak

esensial yang terdapat dalam minyak. Minyak yang telah rusak tidak

hanya mengakibatkan kerusakan nilai gizi, tetapi juga merusak tekstur,

flavor dari bahan pangan yang digoreng (Anonim, 2009).

40

Page 41: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

F. Perubahan Sifat Fisiko Kimia Minyak Selama Proses Penggorengan

Menurut Lawson (1995), pada saat minyak dipanaskan akan

terjadi perubahan sifat fisiko kimia dari minyak. Penentuan stabilitas

miyak dan lemak dapat ditentukan baik secara fisik dan kimia. Produk

degradasi dari pemanasan minyak terdiri dari komponen volatil dan

nonvolatil. Perubahan ini akan berpengaruh terhadap kualitas produk

yang dihasilkan.

Menurut Warner (2002), produk degradasi minyak berupa

komponen nonvolatil yang memiliki bobot molekul tinggi merupakan

indikator nyata kerusakan minyak karena komponen nonvolatil akan

terakumulasi dan bersifat tetap selama pemanasan. Metode untuk

mengukur komponen nonvolatil hasil kerusakan minyak diantaranya

analisis asam lemak bebas, bilangan iod, nonureaadduct-forming ester,

total komponen polar, viskositas, indeks bias, dan warna. Akumulasi

danpembentukan komponen nonvolatil bertanggung jawab atas

perubahan sifat fisik yang terjadi pada minyak goreng.

Reaksi penting pada minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisis,

oksidasi, polimerisasi, dan pembentukan warna (Lawson, 1995).

Perubahan sifat kimia yang terjadi menyebabkan kenaikan kandungan

asam lemak bebas hasil reaksi hidrolisis, penurunan asam lemak tak

jenuh, dan kenaikan bilangan peroksida yang berhubungan dengan

kerusakan minyak. Menurut Choe dan Min (2007), selama proses

pemanasan reaksi hidrolisis, oksidasi, polimerisasi akan menyebabkan

minyak berasap, berbusa, dan meninggalkan warna coklat serta flavor

yang tidak disukai.

41

Page 42: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Perubahan sifat fisik minyak yang terjadi selama pemanasan

menyebabkan kenaikan indeks bias, viskositas, warna, dan penurunan

titikasap. Viskositas yang meningkat selama pemanasan disebabkan

peningkatan komponen hasil degradasi minyak. Komponen nonvolatil

yang memiliki berat molekul tinggi hasil reaksi polimerisasi meningkatkan

viskositas minyak selama proses penggorengan. Indeks bias merupakan

perbandingan perbandingan kecepatan cahaya di udara dengan

kecepatan cahaya di dalam medium tertentu. Indeks bias pada minyak

meningkat dengan semakin panjang rantai karbon, jumlah ikatan

rangkap, dan meningkatnya kekentalan hasil reaksi polimerisasi (Wan,

2000). Warna minyak yang terbentuk selama proses penggorengan

merupakan hasil degradasi warna alami minyak atau komponen bahan

pangan yang digoreng (Akoh dan Min, 2002).

Reaksi hidrolisis dapat terjadi pada proses penggorengan suhu

tinggi. Bahan pangan yang digoreng akan menghasilkan air dan uap air.

Air dan uap air akan menghidrolisis trigliserida pada suhu tinggi sehingga

menghasilkan monogliserida, digliserida, gliserol, dan asam lemak bebas.

Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan

flavor dan bau tengik pada minyak tersebut. Gliserida akan terevaporasi

sebagian pada suhu 150C. Peningkatan asam lemak bebas dan produk

asam lemak yang memiliki bobot molekul rendah hasil oksidasi lemak

dapat memicu reaksi hidrolisis dengan adanya uap selama proses

penggorengan (Warner, 2002).

42

Page 43: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Jumlah asam lemak bebas semakin meningkat dengan lama

waktu proses penggorengan. Asam lemak yang terkandung dalam

minyak goreng digunakan sebagai salah satu indikasi kualitas minyak

goreng. Reaksi hidrolisis lebih mudah terjadi pada minyak yang

mengandung komponen asam lemak rantai pendek dan tak jenuh dari

pada asam lemak rantai panjang dan jenuh karena asam lemak rantai

pendek dan tak jenuh bersifat lebih larut dalam air. Penambahan minyak

baru pada proses penggorengan akan memperlambat terjadinya reaksi

hidrolisis (Choe dan Min, 2007).

Gambar 5. Reaksi Hidrolisis yang Terjadi Pada Minyak Goreng (Ketaren, 2008)

Menurut Lawson (1995), laju hidrolisis trigliserida meningkat oleh

beberapa faktor : jumlah air yang dibebaskan pada minyak selama proses

pemanasan, suhu minyak saat pemanasan, regenerasi minyak yang

digunakan dengan fresh oil, perlakuan pemanasan dan pendinginan

minyak goreng selama digunakan. Proses oksidasi disebabkan

keberadaan oksigen yang bereaksi dengan minyak atau lemak. Reaksi

43

Page 44: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

oksidasi minyak dan lemak berjalan relatif lambat pada suhu ruang,

namun pada suhu tinggi (suhu goreng) reaksi oksidasi berjalan sangat

cepat (Choe dan Min, 2007). Menurut Lawson (1995), beberapa faktor

yang mempengaruhi jalannya kecepatan laju oksidasi selain suhu yaitu :

laju minyak atau lemak terserap dalam bahan pangan dan penambahan

fresh oil, luas permukaan minyak yang terpapar oleh oksigen,

keberadaan logam seperti tembaga yang bersifat prooksidan, dan

kualitas minyak untuk menggoreng.

Pemanasan berlebih pada minyak selama proses penggorengan

akan menghasilkan komponen volatil dan nonvolatil. Komponen volatil

yang terbentuk diantaranya peroksida, mono, dan digliserida tidak terlalu

bertanggung jawab atas terbentuknya polimer selama proses pemanasan

(Lawson, 1995). Reaksi polimerisasi yang terjadi pada minyak dalam

proses penggorengan menghasilkan komponen polar nonvolatil dimer

dan polimer. Dimer dan polimer hasil reaksi polimerisasi memiliki berat

molekul tinggi antara 692-1600. Polimer dapat terbentuk dari radikal

bebas atau trigliserida. Penggorengan berulang dan suhu yang tinggi

dapat meningkatkan komponen polimer (Akoh dan Min, 2002).

Minyak yang telah mengalami polimerisasi ditandai dengan

peningkatan viskositas dan penurunan bilangan iod. Hasil polimerisasi

akan mempengaruhi kulitas minyak goreng menghasilkan warna coklat

pada minyak dan terbentuk bahan berupa gum yang mengendap dan bau

serta rasa yang tidak enak. Minyak goreng dengan viskositas tinggi akan

menghasilkan produk akhir yang berminyak karena minyak goreng

tertahan di dalam produk (Blumenthal, 1996).

44

Page 45: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai bulan

Mei 2012 di Laboratorium Kimia Analisa dan Pengawasan Mutu Pangan,

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah deep fryer,

alat TPM (Kostanta dielektrik), viskometer, timbangan analitik,

thermometer, gelas kimia, gelas ukur, erlenmeyer, pipet tetes, hot plate,

refrigerator, buret digital, batang statif, botol sampel, batang pengaduk,

pisau, kolom pemurnian, oven vakum, sentrifuge, wadah, dan sendok.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak

kelapa enzimatik, french fries, ayam potong, tepung bumbu, NaOH,

indikator pp (phenopthalin), aquadest, alkohol, zeolit, kapas, aluminium

foil, dan tissue roll.

C. Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini, akan dilakukan proses penggorengan dengan

menggunakan minyak kelapa yang dihasilkan dengan metode enzimatik

(Eni Fajrin, 2012). Setelah itu akan dilakukan pengujian stabilitas dari

minyak yang dihasilkan dari proses penggorengan yang sebelumnya

telah dilakukan. Proses penggorengan dilakukan dengan tahapan

sebagai berikut :

45

Page 46: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

1. Ditimbang bahan pangan yang akan digoreng berupa french fries dan

ayam tepung.

2. Dimasukkan minyak kelapa didalam alat deep fryer sesuai kapasitas

lalu dinyalakan.

3. Minyak kelapa dipanaskan hingga mencapai temperatur sesuai

perlakuan.

4. Kemudian dilakukan penggorengan selama 10 menit.

5. Bahan pangan diangkat dan ditiriskan.

6. Dilakukan proses penggorengan sebanyak 15 kali dengan

menggunakan minyak goreng yang sama dan dalam temperatur yang

sama pula.

7. Diambil sampel minyak yang akan diuji kestabilannya yaitu minyak

segar, minyak pemakaian 5 kali, 10 kali, dan 15 kali.

8. Diambil pula produk goreng hasil penggorengan ke-1, ke-5, ke-10,

dan ke-15.

D. Perlakuan Penelitian

Perlakuan penelitian yang digunakan adalah penetapan suhu yang

digunakan selama proses penggorengan dan penggunaan bahan pangan

untuk digoreng, yaitu:

A (Suhu Pemanasan)

A1 = 170C

A2 = 190C

B (Bahan Pangan yang Digoreng)

B1 = French Fries

B2 = Ayam Tepung

46

Page 47: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

E. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan yang digunakan pada penelitian ini

diterapkan pada sampel minyak dan produk goreng yang dihasilkan

dengan masing-masing kombinasi perlakuan.

1. Pengamatan yang dilakukan pada sampel minyak segar, setelah

pemakaian 5 kali, 10 kali, dan 15 kali yang berupa hasil penggunaan

2 jenis perlakuan yaitu suhu dan bahan pangan yang digoreng berupa

analisa kimia dan fisika. Analisa kimia yang digunakan meliputi asam

lemak jenuh, viskositas, dan total polar materials (TPM), sedangkan

analisa fisik berupa warna dan aroma. Metode analisa dipaparkan

sebagai berikut:

Viskositas (AOAC, 1995)

Pengukuran viskometer dilakukan dengan menggunakan

viskometer Brookfield LV dengan memasukkan sampel sebanyak

100 ml ke dalam gelas kimia dan ditempatkan pada spindle rotasi dan

dengan kecepatan 100 rpm hingga dicapai kestabilan pengukuran

pada display. Dengan suhu sampel sekitar 30C yang berupa suhu

ruang.

Asam Lemak Bebas (Mehlenbacher, 1960)

Pengujian asam lemak bebas dilakukan dengan metode titrasi

sebagai berikut :

1. Sampel diaduk kemudian ditimbang sebanyak 5 gram dan

dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer yang telah diketahui berat

kosongnya.

47

Page 48: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

2. Dicampurkan 50 ml alkohol lalu dipanaskan dengan suhu

50-75C.

3. Ditambahkan 3 tetes indikator pp.

4. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terbentuk larutan berwarna

merah muda.

5. Dicatat volume NaOH yang digunakan.

6. Dilakukan perhitungan kadar ALB dengan rumus :

KadarALB=V NaOH x25,6 xMNaOH

1000 xBeratSampelx 100%

Kandungan Total Polar Materials (Konstanta Dielektrik)

Pengukuran kandungan materi polar dilakukan dengan

menggunakan alat TPM meter konstanta dielektrik sebagai berikut:

1) Sampel minyak dipanaskan minimal 40C.

2) Alat ukur TPM (konstanta dielektrik) dimasukkan kedalam minyak

sampai semua sensor terendam.

3) Alat ukur dinyalakan dan ditunggu 10 detik.

4) Dicatat kandungan TPM yang muncul pada display alat ukur.

Pengujian Organoleptik

Pengujian organoleptik yang dilakukan meliputi aroma dan warna

dari minyak yang dihasilkan. Pengujian ini dilakukan untuk

mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap sampel dengan

menggunakan 10 panelis yang memberikan penilaiannya berdasarkan

tingkat kesukaannya. Data yang diperoleh diolah secara deskriptif.

Skala pengujian 1-5 yaitu : 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = agak suka,

2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka.

48

Page 49: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

2. Parameter pengamatan yang dilakukan pada sampel produk

penggorengan 1 kali, 5 kali, 10 kali, dan 15 kali berupa pengujian

organoleptik yang dilakukan meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa

dari produk goreng yang dihasilkan. Pengujian ini dilakukan untuk

mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap sampel dengan

menggunakan 10 panelis yang memberikan penilaiannya berdasarkan

tingkat kesukaannya. Data yang diperoleh diolah secara deskriptif.

Skala pengujian 1-5 yaitu : 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = agak suka,

2 = tidak suka, 1 = sangat tidak suka.

F. Pengolahan Data

Data yang diperoleh setelah dilakukan pengujian dari penelitian ini

akan diolah dengan menggunakan metode eksperimen Rancangan Acak

Kelompok (RAK).

49

Page 50: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa kualitas minyak yang diamati hasil dari kombinasi perlakuan

suhu dan produk yang digoreng meliputi analisa kimia dan fisik. Analisa

kualitas minyak secara kimia didasarkan pada senyawa-senyawa hasil

dekomposisi minyak yang bersifat non-volatil karena senyawa-senyawa yang

bersifat volatil akan menguap selama proses penggorengan berlangsung.

Sedangkan analisa fisik yang dilakukan berupa metode organoleptik

parameter fisik yang mengalami perubahan karena adanya perubahan sifat

kimia dari minyak dan produk goreng yang dihasilkan.

A. Kandungan Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas erat kaitannya dalam mengukur kualitas

minyak goreng. Asam lemak bebas merupakan hasil perombakan yang

terjadi pada asam lemak yang disebabkan adanya reaksi kompleks pada

minyak. Semakin tinggi kandungan asam lemak bebas pada minyak

menandakan semakin menurunnya mutu dari minyak goreng tersebut.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (2008), bahwa reaksi hidrolisa

yang terjadi pada minyak akan mengakibatkan kerusakan minyak karena

terdapat sejumlah air dalam minyak tersebut dan menyebabkan

terbentuknya asam lemak bebas dan beberapa gliserol.

Hasil analisa asam lemak bebas dari minyak goreng yang

dihasilkan dari kombinasi perlakuan suhu dan jenis bahan pangan yang

digoreng pada Gambar 6, memperlihatkan adanya peningkatan yang

terjadi untuk setiap jenis bahan pangan yang digoreng seiring pemakaian

minyak yang berulang kali. Persentase asam lemak bebas yang

50

Page 51: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

tertertinggi terdapat pada pemakaian minyak 15 kali dengan produk

goreng french fries dengan menggunakan suhu 170C yaitu sebesar

0,26%. Dan persentase asam lemak bebas yang terendah terdapat pada

minyak segar dan pada pemakaian minyak 5 kali dengan produk goreng

ayam goreng tepung yaitu sebesar 0,17%.

segar 5 kali 10 kali 15 kali segar 5 kali 10 kali 15 kaliFrench Fries Ayam Tepung

0.15

0.20

0.25

0.30

0.17

0.20

0.24

0.26

0.17

0.17

0.19

0.25

0.17

0.20 0.

21

0.23

0.17

0.17

0.20

0.23

170°C

190°C

Pemakaian Minyak

% A

LB

Gambar 6.Perbandingan Kandungan Asam Lemak Bebas pada Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

Hasil analisa sidik ragam memperlihatkan terjadi perbedaan yang

sangat nyata terhadap penggunaan jenis bahan pangan yang digoreng

yaitu antara french fries dan ayam tepung terhadap kadar asam lemak

bebas pada minyak goreng yang digunakan sedangkan pemakaian

minyak goreng berulang kali dan suhu penggorengan yang digunakan

tidak berpengaruh nyata (Lampiran 1c).

Peningkatan persentase asam lemak bebas ini disebabkan

adanya pertukaran komponen air pada bahan pangan yang digoreng

dengan minyak yang dijadikan media penggorengan. Hal ini sesuai

dengan Ketaren (2008), bahwa kerusakan yang terjadi pada minyak

51

Page 52: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

goreng yang digunakan berulang kali dalam proses penggorengan

disebabkan adanya reaksi kompleks yang terjadi pada saat bahan

pangan digoreng. Adanya kandungan air dan udara pada bahan pangan

semakin meningkatkan kerusakan yang terjadi pada minyak yang dapat

dianalisa dengan menghitung kadar asam lemak bebas dari minyak

tersebut. Semakin lama penggunan minyak untuk menggoreng semakin

tinggi pula kandungan asam lemak bebas yang terbentuk. Dari data

diatas, kadar asam lemak bebas yang tertinggi mencapai 0,26% yang

berarti belum melewati ambang batas persentase asam lemak bebas

yang ditetapkan oleh SNI 01-3741-2002 yang berisi syarat kandungan

asam lemak bebas maksimal adalah 0,30%.

B. Kandungan Total Polar Material(TPM)

Minyak goreng yang telah digunakan untuk menggoreng akan

mengandung komponen polar yang umumnya disebut dengan materi

polar. Materi polar ini terbentuk diakibatkan adanya reaksi kimia kompleks

pada minyak goreng, seperti hidrolisa, oksidasi, dan polimerisasi. Materi

polar ini dapat dihitung dengan presentasi total pada setiap minyak hasil

penggorengan dengan simbol TPM. TPM dapat dijadikan sebagai salah

satu parameter penentuan kualitas minyak goreng. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Pokorny (1989) bahwa, peningkatan komponen polar

menyebabkan penurunan kualitas produk pangan. Selain

menggambarkan kualitas, analisis komponen polar juga berhubungan

dengan keamanan produk pangan yang dihasilkan.

52

Page 53: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

segar 5 kali 10 kali 15 kali segar 5 kali 10 kali 15 kaliFrench Fries Ayam Tepung

30.0

32.0

34.0

36.0

34.0

35.0

33.8

32.5

34.0

35.3

33.3

31.5

34.0

34.0

33.5

31.0

34.0

35.0

34.5

32.8 170°C

190°C

Pemakaian Minyak

% T

PM

Gambar 7.Perbandingan Total Polar Materials (TPM) pada Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

Hasil analisa TPM dari minyak goreng berdasarkan kombinasi

perlakuan suhu dan jenis bahan pangan yang digoreng pada Gambar 7,

memperlihatkan kadarTPM pada minyak segar sebelum pemakaian yaitu

34 % yang menandakan persentase yang relatif tinggi, walaupun di

Indonesia belum memiliki standar pasti mengenai persentase TPM yang

ditetapkan. Kemudian persentase TPM relatif meningkat kembali pada

pemakaian minyak 5 kali. Tetapi pada pemakaian minyak 10 kali dan

15 kali, persentase TPM yang diperoleh semakin menurun pada setiap

perlakuan. Dari data diatas menunjukkan penggunaan minyak kelapa

sebagai minyak goreng yang digunakan secara berulang kali

menghasilkan TPM yang semakin berkurang.

Hasil analisa sidik ragam memperlihatkan perbedaan yang sangat

nyata yang disebabkan penggunaan french fries dan ayam tepung

sebagai bahan pangan yang digoreng terhadap TPM yang terdapat pada

minyak yang digunakan. Hasil analisis sidik ragam juga memperlihatkan

53

Page 54: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

penggunaan minyak goreng berulang kali berpengaruh sangat nyata

terhadap persentase TPM pada minyak goreng (Lampiran 2c). Hasil uji

lanjut BNT dengan taraf 1% untuk pengaruh penggorengan

memperlihatkan pengelompokan terjadi untuk minyak segar sampai

minyak yang dipakai hingga 10 kali, yang berbeda dengan minyak yang

dipakai hingga 15 kali (Lampiran. 2d).

Kandungan TPM merupakan komponen yang teakumulasi dari

seluruh reaksi kompleks yang terjadi pada minyak selama proses

penggorengan yang dilakukan berulang kali. Dan dari data yang diperoleh

terjadi penurunan persentase TPM yang terdapat pada minyak seiring

penggunaannya hingga 15 kali. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan

Yates dan Caldwell (1992), bahwa komponen polar akan semakin

meningkat pada minyak yang telah digunakan dalam penggorengan yang

berulang kali.

C. Viskositas

Viskositas merupakan salah satu pengukuran yang dapat

menggambarkan sifat fisik dari suatu minyak. Viskositas dapat digunakan

sebagai salah satu indikator dalam penentuan kerusakan minyak.

Viskositas pada minyak goreng akan mengalami peningkatan seiring

dengan lama waktu penggorengan. Semakin lama waktu penggorengan,

viskositas minyak akan mengalami kenaikan yang sangat nyata.

Peningkatan viskositas ini terbentuk akibat minyak mengalami

pembentukan senyawa polimer akibat proses pemanasan dan oksidasi.

Hal ini sesuai dengan penyataan Andarwulan dkk (1997), bahwa

54

Page 55: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

peningkatan viskositas minyak merupakan salah satu indikasi dari

peningkatan kerusakan minyak. Minyak yang telah mengalami proses

pemanasan dan oksidasi akan mengalami peningkatan viskositas yang

disebabkan oleh terbentuknya senyawa polimer di dalam minyak.

segar 5 kali 10 kali 15 kali segar 5 kali 10 kali 15 kaliFrench Fries Ayam Tepung

1300.00

1350.00

1400.00

1450.00

1500.0013

10.4

8

1332

.26 13

84.8

4

1466

.90

1310

.48

1303

.30

1324

.96

1361

.62

1310

.48

1325

.00

1324

.96 13

76.5

0

1310

.48

1346

.98

1369

.04

1361

.62

170°C

190°C

Pemakaian Minyak

Vis

ko

sit

as

(c

ps

)

Gambar 8.Perbandingan Viskositas pada Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

Hasil analisa viskositas yang dilakukan pada minyak hasil

penggorengan 2 jenis bahan pangan dan dengan menggunaan 2 jenis

suhu dalam pemakaian minyak yang berulang kali dapat dilihat pada

Gambar 8. Pada gambar tersebut dapat dilihat relatif terjadi peningkatan

pada setiap perlakuan seiring penggunaannya pada penggorengan

hingga 15 kali pemakaian. Jika diamati pada setiap durasi penggorengan,

viskositas yang tertinggi relatif terdapat pada perlakuan yang

menggunakan suhu 170C dalam menggoreng french fries. Sedangkan

55

Page 56: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

jika membandingkan jenis bahan pangan yang digoreng, dalam

menggoreng ayam tepung viskositas yang dihasilkan jauh lebih rendah

dibandingkan menggoreng french fries. Serta jika membandingkan suhu

yang digunakan tidak memiliki perbedaan yang menonjol.

Hasil analisa sidik ragam memperlihatkan terjadi perbedaan yang

sangat nyata terhadap penggunaan jenis bahan pangan yang digoreng

yaitu antara french fries dan ayam tepung terhadap viskositas pada

minyak yang digunakan (Lampiran 3c). Ini disebabkan adanya perbedaan

komponen dari kedua jenis pangan tersebut. Hal ini sesuai dengan

Blumenthal (1996), bahwa viskositas minyak goreng mengalami

peningkatan yang sangat nyata seiring dengan pemakaiannya dalam

proses penggorengan. Minyak yang telah mengalami proses pemanasan

dan oksidasi akan mengalami peningkatan viskositas yang disebabkan

oleh terbentuknya senyawa polimer di dalam minyak. Dan oksidasi yang

terjadi pada minyak disebabkan adanya pertukaran air pada produk

goreng dengan minyak yang digunakan.

D. Organoleptik

1. Pada Minyak Goreng

Warna pada minyak terdiri atas warna alamiah dan warna yang

berasal dari hasil degradasi zat warna alamiah. Warna alamiah ini

merupakan warna yang terdapat pada bahan secara alamiah ketika

diekstrak menjadi minyak. Sedangkan warna hasil degradasi akibat

adanya pemanasan pada suhu tinggi yang menyebabkan warna alamiah

akan hilang. Warna pada minyak yang telah digunakan umumnya

56

Page 57: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

berubah menjadi agak gelap. Ini disebabkan adanya degradasi warna

yang terjadi selama proses penggorengan yang merupakan akibat dari

penggunaan suhu tinggi dan kontaminasi komponen dari bahan pangan

yang digoreng. Hal ini sesuai dengan pernyataan Blumenthal (1996)

bahwa, warna minyak goreng yang telah digunakan berulang kali lebih

gelap dibandingkan minyak goreng segar. Hal ini disebabkan

senyawa-senyawa hasil degradasi minyak goreng akibat pemanasan.

segar 5 kali 10 kali 15 kali segar 5 kali 10 kali 15 kaliFrench Fries Ayam Tepung

0

1

2

3

4

5

170°C

190°C

Pemakaian Minyak

Org

ano

lep

tik

War

na

(Ska

la 1

-5)

Gambar 9. Perbandingan Hasil Organoleptik Warna Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

Hasil uji organoleptik pada Gambar 9 menunjukkan bahwa warna

minyak goreng segar disukai oleh panelis. Sedangkan pada minyak 5 kali

pemakaian untuk perlakuan suhu 170C dengan menggoreng french fries

tidak disukai oleh panelis dibandingkan dengan tiga perlakuan lainnya. Ini

disebabkan sampel yang dimaksud memiliki warna yang agak jernih. Hal

ini disebabkan warna alami yang terdapat pada minyak berupa karotenoid

menguap pada saat proses penggorengan disaat-saat awal sebelum

timbul warna yang lebih gelap akibat degradasi tokoferol (vitamin E).

57

Page 58: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Pada minyak 10 kali pemakaian, warna minyak yang dihasilkan semakin

mengkeruh yang menyebabkan panelis relatif memilih tidak menyukai

pada beberapa perlakuan. Dan pada minyak 15 kali pemakaian panelis

kembali memilih agak menyukainya pada beberapa perlakuan.Ini

disebabkan warna minyak yang kembali menguning walau tampak lebih

gelap. Tetapi panelis lebih mengenal warna tersebut dibandingkan

dengan warna yang pucat. Warna yang semakin menggelap dikarenakan

adanya degradasi tokoferol yang terdapat pada minyak.

segar 5 kali 10 kali 15 kali segar 5 kali 10 kali 15 kaliFrench Fries Ayam Tepung

0

1

2

3

4

5

170°C

190°C

Pemakaian Minyak

Org

ano

lep

tik

Aro

ma

(Ska

la 1

-5)

Gambar 10. Perbandingan Hasil Organoleptik Aroma Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

Hasil uji organoleptik pada Gambar 10 menunjukkan penilaian

panelis terhadap aroma pada minyak yang digunakan dalam proses

penggorengan yang berulang kali dalam beberapa perlakuan. Minyak

segar dinilai sama oleh panelis pada setiap perlakuan yaitu disukai. Pada

minyak 5 kali pemakaian panelis tetap menilai disukai untuk 1 perlakuan

yaitu perlakuan dengan suhu 190C dengan bahan pangan french fries,

dan agak disukai untuk perlakuan lainnya. Sedangkan pada minyak

58

Page 59: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

10 kali pemakaian panelis menilai agak disukai pada dua perlakuan yaitu

pada perlakuan suhu 170C dengan bahan pangan french fries dan pada

perlakuan suhu 190C dengan bahan pangan ayam tepung sedangkan

dua perlakuan lainnya dinilai hanya agak disukai oleh panelis. Sedangkan

pada minyak 15 kali pemakaian panelis memberikan penilaian agak

disukai untuk setiap perlakuan.

Cita rasa dan bau yang tidak enak pada minyak goreng

disebabkan oleh proses kerusakan akibat hidrolisis dan oksidasi. Reaksi

ini dapat menyebabkan terbentuknya senyawa-senyawa peroksida dan

asam-asam lemak berantai pendek. Perubahan ini menimbulkan

perubahan organoleptik dari segi bau (ketengikan). Semakin lama dan

semakin tinggi suhu pemanasan yang digunakan semakin cepat proses

oksidasi berjalan. Hal ini sesuai dengan Anonim (2009), bahwa

ketengikan adalah proses kerusakan minyak goreng yang menyebabkan

adanya citarasa dan bau yang tidak enak. Ini akibat dari proses peruraian

minyak karena rembesan air (hidrolisis) dan kerusakan minyak karena

adanya oksigen (oksidasi). Reaksi oksidasi oleh oksigen terhadap asam

lemak tidak jenuh akan menyebabkan terbentuknya peroksida, aldehid,

keton serta asam-asam lemak berantai pendek yang dapat menimbulkan

perubahan organoleptik yang tidak disukai seperti perubahan bau dan

flavour (ketengikan). Derajat oksidasi ditandai dengan penyerapan

oksigen, semakin lama, dan tinggi suhu pemanasan, proses oksidasi

berjalan cepat.

59

Page 60: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

2. Pada Produk Goreng

Bahan pangan yang digoreng akan mengalami perubahan warna

yang dapat dijadikan parameter dalam penentuan tingkat kematangan

dari bahan pangan tersebut. Warna bahan pangan yang digoreng dapat

dihasilkan beragam tetapi pada umumnya warna pada bahan pangan

yang telah digoreng akan berwarna cokelat keemasan. Warna cokelat

keemasan ini muncul diakibatkan adanya proses browning atau reaksi

Maillard pada bahan pangan tersebut yang disebabkan oleh penggunaan

suhu penggorengan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Ketaren (2008) bahwa, permukaan atau lapisan luar bahan pangan yang

digoreng akan berubah warna menjadi cokelat keemasan akibat

penggorengan yang disebabkan adanya proses browning atau reaksi

Maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu

menggoreng, juga komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan

pangan.

1 kali 5 kali 10 kali 15 kali 1 kali 5 kali 10 kali 15 kaliFrench Fries Ayam Tepung

0

1

2

3

4

5

170°C

190°C

Pemakaian Minyak

Org

ano

lep

tik

War

na

(Ska

la 1

-5)

Gambar 11. Perbandingan Hasil Organoleptik Warna Produk Gorengan Hasil Pemakain Minyak Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

60

Page 61: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Hasil organoleptik pada gambar diatas menunjukkan tingkat

perbandingan warna bahan pangan yang digoreng dengan kombinasi

suhu dan bahan pangan dalam beberapa durasi penggorengan. Pada

penggorengan dengan menggunakan minyak yang pertama

menunjukkan bahwa panelis agak menyukai warna yang dihasilkan dari

penggorengan pertama. Kemudian pada penggorengan menggunakan

minyak yang telah digunakan 5 kali, panelis juga agak menyukai warna

dari bahan pangan ayam goreng dengan suhu 170C dibandingkan

dengan perlakuan lainnya yang hanya disukai. Pada penggorengan

menggunakan minyak yang telah digunakan 10 kali, panelis kembali

menyukai warna dari produk goreng yang dihasilkan. Dan pada

penggorengan menggunakan minyak yang telah digunakan 15 kali,

panelis memberikan penilaian yang relatif agak menyukai warna dari

semua perlakuan tersebut.

Terdapat peningkatan tingkat kesukaan panelis yang diberikan

seiiring dengan penggorengan yang berulang kali.Ini disebabkan warna

bahan pangan yang digoreng semakin tampak cerah untuk setiap

perlakuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggorengan yang

dilakukan berulang kali tidak berpengaruh nyata pada warna bahan

pangan. Dan penggunaan suhu 170C dan 190C baik digunakan dalam

menggoreng ayam tepung dan french fries. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Ketaren (2008) bahwa, tingkat intensitas warna ini tergantung

dari lama dan suhu menggoreng, juga komposisi kimia pada permukaan

luar dari bahan pangan. Jenis lemak yang digunakan berpengaruh sangat

kecil terhadap warna permukaan bahan pangan.

61

Page 62: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

1 kali 5 kali 10 kali 15 kali 1 kali 5 kali 10 kali 15 kaliFrench Fries Ayam Tepung

0

1

2

3

4

5

170°C

190°C

Pemakaian Minyak

Org

ano

lep

tik

Aro

ma

(Ska

la 1

-5)

Gambar 12. Perbandingan Hasil Organoleptik Aroma Produk Gorengan Hasil Pemakaian Minyak Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

Hasil uji organoleptik pada gambar diatas menunjukkan

perbandingan aroma yang terdapat pada beberapa bahan pangan

setelah dilakukan penggorengan dengan beberapa suhu dan dalam

penggunaan minyak berulang kali. Aroma yang dihasilkan pada

penggorengan pertama dinilai panelis tidak disukai untuk bahan pangan

french fries dengan suhu 170C, sedangkan untuk perlakuan lainnya

panelis hanya agak menyukainya. Pada penggorengan menggunakan

minyak yang telah digunakan 5 kali, panelis menyukai aroma dari ayam

goreng tepung dengan suhu penggorengan suhu 190C dibandingkan

dengan perlakuan lain yang hanya agak disukai. Pada penggorengan

menggunakan minyak yang telah digunakan 10 kali, panelis memberikan

penilaian yang meningkat yaitu disukai untuk semua perlakuan. Dan pada

penggorengan menggunakan minyak yang telah digunakan 15 kali,

panelis hanya agak menyukai aroma dari penggunaan suhu 170C pada

kedua produk goreng sedangkan disukai pada penggunaan suhu 190C

62

Page 63: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

pada kedua produk goreng pula. Aroma bahan pangan yang telah

digoreng dapat dihasilkan dari bahan pangan itu sendiri ataupun dari

aroma minyak apabila telah terjadi dekomposisi selama proses

penggorengan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (2008) bahwa,

jika pada proses penggorengan terbentuk asap maka ini berarti, lemak

tersebut mengalami dekomposisi sehingga mengakibatkan bau dan rasa

yang tidak enak.

1 kali 5 kali 10 kali 15 kali 1 kali 5 kali 10 kali 15 kaliFrench Fries Ayam Tepung

0

1

2

3

4

5

170°C

190°C

Pemakaian Minyak

Org

an

ole

pti

k T

ek

stu

r (S

ka

la 1

-5)

Gambar 13. Perbandingan Hasil Organoleptik Tekstur Produk Gorengan Hasil Pemakaian Minyak Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

Hasil uji organoleptik tekstur yang disajikan diatas menunjukkan

bahwa pada penggorengan pertama, dapat dibandingkan untuk

perlakuan ayam goreng tepung dengan setiap suhu penggorengan

panelis menyukai tekstur yang dihasilkan. Sedangkan untuk perlakuan

french fries panelis hanya memberikan penilai agak disukai untuk suhu

170C dan tidak disukai untuk suhu 190C. Sedangkan pada

penggorengan menggunakan minyak yang telah digunakan 5 kali dan

10 kali, penelis tetap memberikan penilaian disukai untuk ayam goreng

63

Page 64: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

tepung dengan setiap suhu penggorengan dan hanyak agak disukai

untuk french fries dan dengan setiap suhu penggorengan pula. Dan pada

penggorengan menggunakan minyak yang telah digunakan 15 kali,

panelis memberikan penilai disukai untuk produk ayam tepung dengan

suhu 190C dan agak disukai diberikan untuk perlakuan lainnya.

Bahan pangan yang digoreng identik dengan kerenyahan dan

tekstur yang keras berbeda dengan produk yang diolah dengan cara lain.

Hal ini disebabkan kandungan air yang terdapat pada bahan pangan

yang digoreng sangatlah sedikit. Hal ini dapat terjadi mengingat

mengolah bahan pangan dengan menggoreng menggunakan media

minyak atau lemak dan dengan suhu yang tinggi yang dapat

menyebabkan air yang terkandung dalam bahan pangan dapat menguap.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (2008), bahwa selam proses

penggorengan air yang terkandung pada bahan pangan akan keluar dan

menghindrolisa minyak sebagai media dalam penggorengan.

1 kali 5 kali 10 kali 15 kali 1 kali 5 kali 10 kali 15 kaliFrench Fries Ayam Tepung

0

1

2

3

4

5

170°C

190°C

Pemakaian Minyak

Org

ano

lep

tik

Ras

a (S

kala

1-5

)

Gambar 14.Perbandingan Hasil Organoleptik Rasa Produk Gorengan Hasil Pemakaian Minyak Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan.

64

Page 65: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Hasil uji organoleptik rasa dari bahan pangan diatas menunjukkan

bahwa pada penggorengan pertama untuk penggunaan suhu 170C pada

kedua produk goreng tidak menyukai rasanya, sedangkan untuk

penggunaan suhu 190C pada kedua produk goreng panelis

menyukainya. Pada penggorengan menggunakan minyak yang telah

digunakan 5 kali, untuk penggunaan suhu 170C pada kedua produk

goreng hanya agak disukai rasanya, sedangkan untuk penggunaan suhu

190C pada kedua produk goreng panelis menyukainya. Pada

penggorengan menggunakan minyak yang telah digunakan 10 kali,

panelis memberikan penilaian yang seragam yaitu disukai untuk semua

perlakuan. Dan pada penggorengan menggunakan minyak yang telah

digunakan 15 kali, panelis kembali memberikan penilaian yang seragam

tetapi kali ini hanya agak disukai.

Rasa pada bahan pangan hasil olahan dengan cara menggoreng

erat kaitan dengan sifat fisik dan kimia dari minyak yang digunakan. Rasa

dari bahan pangan dapat disebabkan oleh perombakan kompleks yang

dapat menimbulkan rasa sepat serta viskositas dari minyak jika semakin

tinggi maka akan menyebabkan minyak tertahan pada bahan pangan

yang akan menyebakan cita rasa yang berkurang pada bahan pangan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (1998), bahwa minyak yang

telah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh perombakan kompleks

akan menyebabkan produk akhir hasil gorengan bercita rasa yang tidak

enak. Dan pernyataan Blumenthal (1996), bahwa minyak goreng dengan

viskositas yang tinggi akan menghasilkan produk akhir yang berminyak

karena minyak yang tertahan didalamnya.

65

Page 66: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Stabilitas minyak kelapa berdasarkan parameter viskositas dan asam

lemak bebas mengalami perubahan yang diakibatkan oleh pengaruh

jenis bahan pangan yang digoreng, tetapi belum dipengaruhi oleh

suhu yang digunakan dan penggunaan minyak yang berulang kali

hingga pemakaian 15 kali.

2. Stabilitas minyak kelapa berdasarkan parameter TPM mengalami

perubahan tidak hanya diakibatkan oleh pengaruh jenis bahan pangan

tetapi dipengaruhi oleh pemakaian minyak setelah 10 kali, tetapi suhu

belum berpengaruh.

3. Hasil organoleptik yang diperoleh dari minyak yang dipakai berulang

kali dan produk goreng yang dihasilkan dari penggorengan berulang

kali tidak disukai panelis setelah pemakaian minyak lebih dari 10 kali.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Ketelitian dalam menguji stabilitas minyak kelapa selama proses

penggorengan sangatlah penting, sehingga diharapkan untuk

melakukan pengujian parameter lebih lengkap termasuk total asam

lemak bebasnya.

2. Penggunaan minyak goreng dianjurkan hanya hingga pemakaian

10 kali, karena berdasarkan penelitian ini minyak yang demikian telah

sangat menurun stabilitasnya.

66

Page 67: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., Y. T. Sadikin dan F. G. Winarno., 1997. Pengaruh Lama Penggorengan dan Penggunaan Adsorben Terhadap Mutu Minyak Goreng Bekas Penggorengan Tahu- Tempe.http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/81974045.pdf. [15 Desember 2011]

Anonim, 2011a. Minyak Jelantah. http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_jelantah. [15 Desember 2011]

, 2011a. Bromelin. http://id.wikipedia.org/wiki/Bromelin. [17 November 2011]

, 2011b. Minyak Goreng. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20973/4/Chapter%20II.pdf. [15 Desember 2011]

Blumenthal, M.M. 1996. Frying Technology.Di dalam : Romaria, Mayland. 2008. Karakteristik Fisiko Kimia Minyak Goreng Pada Proses Penggorengan Berulang Dan Umur Simpan Kacang Salut Yang Dihasilkan. Institute Pertanian Bogor, Bogor.

BSN, 1995. Minyak Goreng. SNI 01-3741-1995. Badan Standarisasi Nasional.

DGF, 2006a. Polar Compounds : determination of the content in fats and oils. Wissenschaftliche Verlagsgesellschaft, Stuttgart. Germany.

DGF, 2006b. Polar Compounds content : micromethod according to Schulte. Wissenschaftliche Verlagsgesellschaft, Stuttgart. Germany.

Firestone, D., H. Wlliam, F., Leo., dan M., Glen 1960. The examination of fats and fatty acids for toxic substances. J. Amer. Chem. Soc. 38 :418-422.

Hariskal, 2009. Kerusakan Minyak Goreng. http://hariskal.wordpress.com/2009/05/09/kerusakan-minyak-goreng/. [15 Desember 2011]

Huda, T., 2009. Teknik-Teknik Pembuatan Minyak Kelapa. http://diploma.chemistry.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=119. [15 Desember 2011]

Ketaren, S., 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Krishnamurthy, R.G. dan Vernon C. W. 1996. Salad oil and oil-based dressings. Di dalam: Bailey’s Industrial Oil and Fat Technology; Edible Oil and Fat Product: Product and Application Technology (4th ed., Vol 3). Wiley-Interscience Publication. New York. pp. 193-224

67

Page 68: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Lawson, H. 1995. Food Oils and Fats : Technology, Utilization, and Nutrition. Chapman and Hall, New York.

Mellema, M. 2003. Mechanism and Reduction of Fat Uptake in Deep Fat Fried Food. Food Sci. 14 : 364-373.

Mohamed Sulieman, Abd El-Rahman, Attya El-Makhzangy, dan Mohamed Fawzy Ramadan, 2001. Antiradikal Performance and Physicochemical Characteristics of Vegetable Oils upon Frying of French Fries: A Preliminary Comparative. Electronic Journal of Environmental, Agricultural and Food Chemistry. www.ejeafche.uvigo.es. [22 Februari 2012]

Nugraha, W.S. 2004. Kendali Adsorben Karbon Aktif dan Magnesium Silikat dalam Efisiensi Pemakaian Minyak Goreng di Further Processing PT. Chaeroen Pokhand Indonesia-Serang. Skripsi.Sarjana Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Tenologi Pertanian. IPB. Bogor.

O’Brien, Richard. D.,2003. Fats and Oils 2nd ed. CRC Press, New York. Washington D.C.

Pinthus, E.J. dan I.S. Saguy. 1994. Initial Interfacial Tension and Oil Uptake by Deep Fat Fried Food. J. Food Sci. 59: 804-807

Pokorny, J. 1989. Flavor Chemistry of Deep-Fat Frying ini Oil. Di dalam : Romaria, Mayland. 2008. Karakteristik Fisiko Kimia Minyak Goreng Pada Proses Penggorengan Berulang Dan Umur Simpan Kacang Salut Yang Dihasilkan. Institute Pertanian Bogor, Bogor.

Quaglia, G.B., dan Bucarelli, F.M., 2001. Efective process control in frying.Di dalam : Rossell, J.B. (ed.). Frying : Improving quality. CRC Press. New York. pp.236-259.

Romaria, Mayland, 2008. Karakteristik Fisiko Kimia Minyak Goreng Pada Proses Penggorengan Berulang Dan Umur Simpan Kacang Salut Yang Dihasilkan. Institute Pertanian Bogor, Bogor.

Stier, R. F., 2003. Finding Functionality in Fat and Oil. www.preparedFood.com. [22 Februari 2012]

Wan, P.J., 2000. Properties of Fats and Oils. Di dalam: O’Brien, R.D., W.E. Farr, dan P.J. Wan (eds). Introduction to Fats and Oils Technology 2nd ed. AOCS Press, Illnois.

Warner, K., 2002. Chemistry of Frying Oils. Di dalam: C.C. Akoh dan D.B. Min (ed). Food Lipids 2nd edition. Marcel Dekker, Inc. New York.

Winarno, F., G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

68

Page 69: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Yates, R. A dan J.d. Caldwell., 1992. Adsorptive Capacity of Active Filter Aids for Used Cooking Oil. Di dalam : Kadarwati, Sri., Sri, Wahyuni. Regenerasi Minyak Jelantah Dengan Zeolit Alam Sebagai Upaya Peningkatan Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.

Zainal, 2010. Investigaion on The Stability of Different Frying Oils During Frying With And Without Foods. Shaker Verlag, Germany.

69

Page 70: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

LAMPIRAN

Lampiran 1a. Data Hasil Analisa Asam Lemak Bebas pada Minyak yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

Suhu Pemakaian MinyakFrench Fries Ayam Tepung

TOTALUlg.1 Ulg.2 Ulg.1 Ulg.2

170C Segar 0.18 0.16 0.18 0.16 0.34

  Pemakaian 5 kali 0.21 0.19 0.17 0.17 0.40

  Pemakaian 10 kali 0.23 0.24 0.21 0.17 0.47

  Pemakaian 15 kali 0.26 0.26 0.25 0.25 0.51

190C Segar 0.18 0.16 0.18 0.16 0.34

  Pemakaian 5 kali 0.17 0.19 0.16 0.18 0.36

  Pemakaian 10 kali 0.21 0.20 0.20 0.20 0.41

  Pemakaian 15 kali 0.23 0.23 0.24 0.22 0.46

Total  1.67 1.62 1.60 1.51 3.69

Lampiran 1b. Data Asam Lemak Bebas Hubungan Antara Suhu dan Pemakaian Minyak Berulang Kali

Pemakaian MinyakSuhu

Jumlah170°C 190°C

Segar 0.68 0.68 1.36Pemakaian 5 kali 0.74 0.71 1.44

Pemakaian 10 kali 0.85 0.81 1.67Pemakaian 15 kali 1.01 0.92 1.94

Jumlah 3.29 3.12 6.41

Lampiran 1c. Hasil Analisa Sidik Ragam Asam Lemak Bebas pada Minyak yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

SK Db JK KT F HitungF Tabel

5% 1%

Bahan Pangan 1 0.946 0.9456 289.92** 5.59 12.25Kombinasi 7 0.007 0.0011 0.33   3.79 7.00Suhu 1 0.001 0.0008 0.23   5.59 12.25Penggorengan 3 0.006 0.0021 0.65   4.35 8.45Interaksi 3 0.000 0.0001 0.03   4.35 8.45Galat 7 0.023 0.0033      

Total 15 0.976          Keterangan : * = Nyata, ** = Sangat Nyata (KK = 2,50 %)

Lampiran 1d. Hasil Uji BNT Pengaruh Jenis Bahan Pangan Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Goreng

70

Page 71: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Bahan Pangan Taraf 5 % Taraf 1%French Fries a A

Ayam Tepung b B

Lampiran 2a. Data Hasil Analisa Total Polar Materials (TPM) pada Minyak yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

Suhu Pemakaian MinyakFrench Fries Ayam Tepung

TOTALUlg.1 Ulg.2 Ulg.1 Ulg.2

170C Segar 35.0 33.0 35.0 33.0 136.0  Pemakaian 5 kali 35.5 34.5 36.0 34.5 140.5  Pemakaian 10 kali 34.5 33.0 34.0 32.5 134.0

  Pemakaian 15 kali 33.5 31.5 32.0 31.0 128.0190C Segar 35.0 33.0 35.0 33.0 136.0

  Pemakaian 5 kali 35.0 33.0 36.0 34.0 138.0  Pemakaian 10 kali 34.5 32.5 35.5 33.5 136.0  Pemakaian 15 kali 32.0 30.0 33.5 32.0 127.5

Total 275.0 260.5 277.0 263.5 1076.0

Lampiran 2b. Data Total Polar Materials (TPM) Hubungan Antara Suhu dan Pemakaian Minyak Berulang Kali

Pemakaian MinyakSuhu

JumlahA1 A2

Segar 136.0 136.0 272.0Pemakaian 5 kali 140.5 138.0 278.5

Pemakaian 10 kali 134.0 136.0 270.0Pemakaian 15 kali 128.0 127.5 255.5

Jumlah 538.5 557.5 1176.0

Lampiran 2c. Hasil Analisa Sidik Ragam Total Polar Materials (TPM) pada Minyak yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

SK db JK KT F HitungF Tabel

5% 1%

Bahan Pangan 1 25.3125 25.3125 27.00** 5.59 12.25Kombinasi 7 36.6250 5.2321 5.58   3.79 7.00Suhu 1 0.0313 0.0313 0.03   5.59 12.25Penggorengan 3 35.3125 11.7708 12.56** 4.35 8.45Interaksi 3 1.2813 0.4271 0.46  4.35 8.45Galat 7 6.5625 0.9375      

Total 15 68.500          Keterangan : * = Nyata, ** = Sangat Nyata (KK = 1,44 %)

Lampiran 2d. Hasil Uji BNT Pengaruh Jenis Bahan Pangan Terhadap Total Polar Materials (TPM) pada Minyak Goreng

71

Page 72: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Bahan Pangan Taraf 5 % Taraf 1%

French Fries a A

Ayam Tepung b B

Lampiran 2e. Hasil Uji BNT Pengaruh Pemakaian Minyak Berulang Kali pada French Fries Terhadap Total Polar Materials (TPM) pada Minyak Goreng

Pemakaian Minyak Taraf 5 % Taraf 1%

Segar b B

Pemakaian 5 kali b B

Pemakaian 10 kali b B

Pemakaian 15 kali a A

Lampiran 2f. Hasil Uji BNT Pengaruh Pemakaian Minyak Berulang Kali pada Ayam Tepung Terhadap Total Polar Materials (TPM) pada Minyak Goreng

Pemakaian Minyak Taraf 5 % Taraf 1%

Segar c B

Pemakaian 5 kali c B

Pemakaian 10 kali b B

Pemakaian 15 kali a A

Lampiran 3a. Data Hasil Analisa Viskositas pada Minyak yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

Suhu Pemakaian MinyakFrench Fries Ayam Tepung

TOTALUlg.1 Ulg.2 Ulg.1 Ulg.2

170°C Segar 1296.00 1324.96 1296.00 1324.96 3916.96  Pemakaian 5 kali 1324.96 1339.56 1281.64 1324.96 3946.16  Pemakaian 10 kali 1310.44 1459.24 1324.96 1324.96 4094.64  Pemakaian 15 kali 1459.24 1474.56 1354.24 1369.00 4288.04

190°C Segar 1296.00 1324.96 1296.00 1324.96 3916.96  Pemakaian 5 kali 1310.44 1339.56 1324.96 1369.00 3974.96  Pemakaian 10 kali 1324.96 1324.96 1354.24 1383.84 4004.16  Pemakaian 15 kali 1354.24 1398.76 1354.24 1369.00 4107.24

Total10676.2

8 10986.5610586.2

810790.6

832249.1

2

72

Page 73: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Lampiran 3b. Data Viskositas Hubungan Antara Suhu dan Pemakaian Minyak Berulang Kali

Pemakaian MinyakSuhu

JumlahA1 A2

Segar 3916.96 3916.96 7833.92Pemakaian 5 kali 3946.16 3974.96 7921.12

Pemakaian 10 kali 4094.64 4004.16 8098.80Pemakaian 15 kali 4288.04 4107.24 8395.28

Jumlah 16245.80 16003.32 32249.12

SK db JK KT F HitungF Tabel

5 % 1 %

Bahan Pangan 1 25399264.90 25399265 5847.15** 5.59 12.25Perlakuan 7 28250.23 4035.75 0.93   3.79 7.00Suhu 1 1837.39 1837.39 0.42   5.59 12.25Penggorengan 3 23037.14 7679.05 1.77   4.35 8.45Interaksi 3 3375.70 1125.23 0.26   4.35 8.45Galat 7 30407.10 4343.87        

Total 15 25457922.22          

Lampiran 3d. Hasil Uji BNT Pengaruh Jenis Bahan Pangan Terhadap Viskositas pada Minyak Goreng

Bahan Pangan Taraf 5 % Taraf 1%

French Fries a A

Ayam Tepung b B

Lampiran 4a. Data Hasil Organoleptik Terhadap Warna Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

PanelisSampel

Jumlah981 442 719 151 848 794 263 135 814 498 675 235 853 179 588 214

1 2 5 4 4 2 5 2 2 5 2 2 4 4 5 4 4 56

73

Page 74: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

2 4 4 3 4 2 4 3 4 5 3 3 4 4 4 5 4 60

3 2 5 4 4 1 5 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 54

4 2 5 4 4 2 5 3 5 5 2 1 3 3 5 4 4 57

5 3 4 3 3 2 4 2 3 3 2 2 3 3 4 4 3 48

6 3 4 2 2 2 3 1 2 4 3 2 2 4 3 3 3 43

7 3 5 4 5 3 5 3 4 5 4 2 5 4 5 5 4 66

8 2 3 5 4 3 4 5 3 5 3 3 4 5 4 3 3 59

9 3 4 3 3 2 4 2 3 4 2 3 4 2 4 2 4 49

10 4 4 3 4 1 4 2 2 3 2 2 2 4 3 4 3 47

Jumlah 28 43 35 37 20 43 26 31 42 26 23 35 36 41 38 35539

Rerata 3 4 4 4 2 4 3 3 4 3 2 4 4 4 4 4

Lampiran 4b. Data Hasil Organoleptik Terhadap Aroma Minyak Goreng yang Dipakai Berulang Kali dengan Kombinasi Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

PanelisSampel

Jumlah981

442 719 151 848 794 263135

814 498 675 235 853 179588

214

1 3 4 3 3 2 4 3 3 4 2 2 3 4 5 4 4 53

2 3 5 4 4 2 4 2 2 4 4 4 5 4 4 4 4 59

3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 56

4 3 2 5 4 4 3 5 4 4 3 3 5 4 5 3 3 60

5 4 5 4 4 2 3 2 2 4 4 4 3 2 4 3 4 54

6 2 3 2 2 3 4 3 4 2 3 3 3 2 2 3 3 44

7 4 5 3 4 4 5 4 4 4 5 4 5 4 5 4 4 68

8 3 5 3 4 3 3 4 5 4 4 3 3 4 3 4 4 59

9 2 2 4 2 3 2 4 3 2 2 3 3 2 2 4 2 42

10 4 4 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 4 3 4 3 50

Jumlah 32 39 35 34 29 35 33 32 33 33 32 37 33 36 37 35545

Rerata 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4

Lampiran 5a. Data Hasil Organoleptik Terhadap Warna Produk Goreng yang Digoreng dengan Minyak Pemakaian Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

PanelisA1B1 A1B2 A2B1 A2B2

1x 5x 10x 15x 1x 5x 10x 15x 1x 5x 10x 15x 1x 5x 10x 15x

1 5 5 5 5 4 3 3 2 3 3 4 2 3 3 3 3

2 4 2 3 4 1 3 3 5 3 4 4 4 3 4 3 5

74

Page 75: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

3 1 3 4 4 3 4 2 3 2 3 3 5 4 4 4 3

4 4 2 5 3 4 4 4 3 4 5 5 2 3 4 4 4

5 1 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 5 4 3 3 3

6 3 3 3 4 2 5 5 5 2 2 3 2 2 3 3 4

7 3 3 3 2 1 4 5 4 2 4 3 4 1 4 5 3

8 3 4 5 2 3 5 4 4 4 5 5 4 3 4 5 2

9 4 3 4 3 4 3 3 3 3 2 4 3 2 2 4 3

10 2 4 5 4 5 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 3

Jumlah 30 32 41 34 31 39 36 37 29 36 39 34 29 35 38 33

Rerata 3 3 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3

Lampiran 5b. Data Hasil Organoleptik Terhadap Aroma Produk Goreng yang Digoreng dengan Minyak Pemakaian Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

PanelisA1B1 A1B2 A2B1 A2B2

1x 5x 10x 15x 1x 5x 10x 15x 1x 5x 10x 15x 1x 5x 10x 15x

1 2 3 4 2 2 5 4 3 3 5 4 3 3 4 4 4

2 1 2 4 3 4 3 4 4 2 4 3 3 4 4 5 4

3 2 2 4 2 3 3 3 3 4 4 4 3 2 4 4 4

4 3 4 4 3 3 4 4 5 3 2 4 4 3 3 4 4

5 4 4 4 4 4 2 3 5 4 2 3 4 4 4 3 5

6 3 3 4 3 2 3 3 3 3 3 4 3 3 5 4 4

7 4 3 4 4 2 4 3 4 2 3 5 2 3 5 5 4

8 1 2 4 5 3 4 5 4 1 2 4 4 4 4 4 5

9 1 1 3 4 4 3 4 5 1 1 3 3 4 5 4 3

10 2 2 4 3 2 3 5 5 2 4 4 4 3 4 4 3

Jumlah 23 26 39 33 29 34 38 41 25 30 38 33 33 42 41 40

Rerata 2 3 4 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4

Lampiran 5c. Data Hasil Organoleptik Terhadap Tekstur Produk Goreng yang Digoreng dengan Minyak Pemakaian Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

PanelisA1B1 A1B2 A2B1 A2B2

1x 5x 10x 15x 1x 5x 10x 15x 1x 5x 10x 15x 1x 5x 10x 15x

1 2 2 4 3 2 4 4 4 4 4 2 3 3 4 4 4

2 3 2 2 2 3 3 4 3 1 3 3 4 3 4 4 3

75

Page 76: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

3 4 4 4 2 4 4 5 2 2 4 3 4 4 3 3 4

4 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 2 4

5 3 5 4 3 4 5 4 4 2 3 5 3 4 5 5 4

6 2 4 4 3 5 4 3 4 2 2 4 4 4 4 5 3

7 3 4 4 3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4

8 2 3 5 4 3 5 5 4 3 4 4 3 4 4 3 5

9 1 4 4 3 4 3 3 4 2 4 3 2 4 5 4 5

10 2 3 3 4 4 3 4 3 2 3 3 4 5 4 5 4

Jumlah 25 35 37 31 37 39 40 34 24 34 35 34 38 40 39 40

Rerata 3 4 4 3 4 4 4 3 2 3 4 3 4 4 4 4

Lampiran 5d. Data Hasil Organoleptik Terhadap Rasa Produk Goreng yang Digoreng dengan Minyak Pemakaian Berulang Kali dengan Perlakuan Antara Suhu dan Jenis Bahan Pangan

PanelisA1B1 A1B2 A2B1 A2B2

1x 5x 10x 15x 1x 5x 10x 15x 1x 5x 10x 15x 1x 5x 10x 15x

1 2 5 5 3 3 5 3 4 3 4 5 3 3 4 4 4

2 1 3 2 4 4 4 4 3 2 1 3 2 4 4 5 2

3 3 2 4 2 3 4 5 2 1 2 4 2 4 4 5 4

4 4 2 4 5 4 5 3 4 2 4 4 5 4 5 4 3

5 4 4 5 4 3 5 5 3 2 2 5 4 3 5 5 5

6 2 2 3 3 3 4 4 4 3 3 3 2 3 4 3 4

7 3 2 2 4 3 5 3 3 3 3 4 4 5 3 4 3

8 1 2 3 2 4 5 5 3 2 4 4 3 4 5 3 3

9 1 4 3 4 5 3 3 4 1 2 5 5 5 4 5 2

10 2 3 4 3 5 4 4 4 1 2 4 4 5 4 4 3

Jumlah 23 29 35 34 37 44 39 34 20 27 41 34 40 42 42 33

Rerata 2 3 4 3 4 4 4 3 2 3 4 3 4 4 4 3

Lampiran 6. Dokumentasi Gambar

76

Page 77: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Alat Deep Fryer

Minyak Kelapa yang digunakan

Proses Menggoreng French Fries dan Ayam Tepung

77

Page 78: Reskiati Wiradhika Anwar (g 611 08 276)

Produk French Fries dan Ayam Goreng Tepung

Minyak Goreng untuk Perlakuan A1B1

Minyak Goreng untuk Perlakuan A1B2

Minyak Goreng untuk Perlakuan A2B1

Minyak Goreng untuk Perlakuan A2B2

78